136238275 refrat meningitis

36
MENINGITIS Disusun Oleh : Adi Prabowo. S.Ked Dinda Dwi A. S.Ked Pembimbing : dr. Wahyu Sasono Sp.S dr. Erawati Armayani SMF ILMU PENYAKIT SARAF RSUD NGANJUK SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 1

Upload: adekresnahernata

Post on 27-Dec-2015

30 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

marii

TRANSCRIPT

MENINGITIS

Disusun Oleh :

Adi Prabowo. S.Ked

Dinda Dwi A. S.Ked

Pembimbing :

dr. Wahyu Sasono Sp.S

dr. Erawati Armayani

SMF ILMU PENYAKIT SARAF

RSUD NGANJUK

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2011

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan berkat-Nya

tugas referat kami dengan judul “MENINGITIS” sebagai syarat dalam mengikuti

kepaniteraan klinik di SMF SARAF RSUD NGANJUK dapat terselesaikan.

Referat ini disusun secara singkat dari berbagai sumber buku, artikel, serta

jurnal yang ada di internet yang kami rangkum dan olah sedemikian rupa sehingga

seyogyanya dapat menjadi lebih singkat dan lebih dimengerti. Penulisan referat ini

ditujukan untuk dapat meningkatkan pengetahuan kita tentang infeksi pada susunan

saraf pusat, serta dapat memenuhi tugas kepaniteraan di SMF Ilmu Penyakit Saraf

RSUD Nganjuk

Tentu saja dalam penyelesaian tugas referat ini tidak terlepas dari bantuan

berbagai pihak. Untuk itu ijinkan kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Dr. Wahyu Sasono, Sp.S, selaku Kepala dan Pembimbing di SMG Ilmu

Penyakit Saraf RSUD Nganjuk.

2. Dr. Erawati Armayani, selaku pembimbing kepaniteraan klinik Ilmu

Penyakit Saraf RSUD Nganjuk.

3. Segenap paramedis yang bertugas di SMF Ilmu Penyakit Saraf RSUD

Nganjuk.

4. Seluruh teman dokter muda yang saat ini sedang menjalani kepaniteraan di

RSUD Nganjuk.

5. Serta semua pihak yang telah berpartisipasi dalam menyelesaikan tugas ini.

Dari hasil yang kami kerjakan, kami mengakui banyak sekali kekurangan dalam

hal tata cara penulisan, serta kaidah penulisan suatu karya ilmiah, namun demikian,

kami berusaha sebisa mungkin untuk dapat menyelesaikan tinjauan kepustakaan ini,

agar dapat lebih dimengerti serta dapat berguna bagi seluruh rekan dokter muda yag

sedang menjalani kepaniteraan klinik di RSUD Nganjuk.

Nganjuk, Agustus 2011

Penyusun

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 2

DAFTAR ISI ................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 5

2.1 DEFINISI ........................................................................................................ 5

2.2 KLASIFIKASI ................................................................................................ 5

2.3 FAKTOR PREDISPOSISI .............................................................................. 6

2.4 ETIOLOGI ....................................................................................................... 6

2.5 PATOLOGI ..................................................................................................... 7

2.6 PATOGENESIS .............................................................................................. 8

2.7 GEJALA KLINIS ............................................................................................ 8

2.8 DIAGNOSIS .................................................................................................. 9

2.9 KOMPLIKASI ............................................................................................... 14

2.10 DIAGNOSA BANDING ............................................................................ 16

2.11 PENATALAKSANAAN ............................................................................ 16

2.12 PROGNOSIS .............................................................................................. 20

BAB III KESIMPULAN .............................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 22

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 3

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di

negara – negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Diantaranya adalah

meningistis purulenta yang juga merupakan penyakit infeksi yang perlu mendapat

perhatian kita.

Disamping angka kematian yang masih tinggi, banyak penderita yang menjadi

cacat akibat keterlambatan dalam diagnosis dan pengobatan. Meningitis purulenta

merupakan keadaan gawat darurat. Pemberian antibiotika yang cepat dan tepat serta

dengan dosis yang memadai penting untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah

terjadinya cacat. Setiap dokter wajib mengetahui sedini mungkin gejala – gejala dan

tanda – tanda meningits purulenta serta penatalaksanaannya. Oleh karena itu diperlukan

pengetahuan tentang patofisiologis, kemungkinan penyebab meningitis, diagnosa, serta

terapi yang cepat dan adekuat . Selain hal – hal tersebut, yang tidak kalah penting juga

untuk dimiliki seorang dokter dalam menangani kasus ini adalah bagaimana

memberikan perhatian dan kewaspadaan terhadap meningitis, serta bagaimana

melakukan tindakan preventif.

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai

piamater, araknoid dan dalam derajad yang lebih ringan mengenai jaringan otak

dan medula spinalis yang superfisial. Sedang yang dimaksud Meningitis Purulenta

adalah infeksi akut selaput otak yang disebabkan oleh bakteri dan menimbulkan

reaksi purulent pada cairan otak. Penyakit ini lebih sering didapatkan pada anak

dari pada orang dewasa.

2.2 KLASIFIKASI

Berdasarkan lapisan selaput otak yang mengalami radang maka meningitis

dibagi menjadi :

1. Pakimeningitis : yang mengalami radang adalah duramater.

2. Leptomeningitis : yang mengalami radang adalah araknoid dan piamater.

Selanjutnya yang dimaksud meningitis adalah leptomeningitis.

Gambar 1. Lapisan selaput otak

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 5

Berdasarkan penyebabnya meningitis dibagi menjadi :

1. Meningitis karena bakteri

2. Meningitis karena virus

3. Meningitis karena riketsia

4. Meningitis karena jamur

5. Meningitis karena cacing

6. Meningitis karena protozoa.

Meningitis karena bakteri selanjutnya dibagi lagi berdasakan kuman

penyebabnya, misalnya meningitis karena meningokokus, meningitis karena

pneumokokus, meningitis karena hemofilus influenza, meningitis tuberkulosa dan

lain – lain.

2.3 FAKTOR PREDISPOSISI

Beberapa keadaan merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya

meningitis purulenta, yaitu :

1. Sepsis.

2. Kelainan yang berhubungan dengan penekanan reaksi imunologik misalnya

agamaglobinemia.

3. Pemirauan Ventrikel (Ventrikulo Peritoneal Shunt) pada Hidrosefalus.

4. Pungsi lumbal dan anasthesia spinal

5. Infeksi parameningeal

Bila terdapat meningitis purulenta yang sering kambuh, harus dipikirkan

keadaan – keadaan tersebut diatas.

2.4 ETIOLOGI

Tiap organisme yang masuk kedalam tubuh mempunyai kesempatan untuk

menimbulkan meningitis. Terdapat bakteri – bakteri tertentu yang menimbulkan

kecenderungan untuk menyebabkan meningitis pada umur – umur tertentu.

Penyebab paling banyak meningitis pada beberapa golongan umur :

1. Neonatus : ▪ Eserichia colli

▪ Steptococcus beta hemolitikus

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 6

▪ Listeria monocytogenes

2. Anak dibawah 4 tahun : ▪ Haemofilus influenzae

▪ Meningococcus

▪ Pneumococcus

3. Anak diatas 4 tahun dan orang dewasa : ▪ Meningococcus

▪ Pneumococcus

2.5 PATOLOGI

Perubahan patologik pada semua jenis meningitis purulenta adalah sama.

Pada stadium dini satu – satunya kelainan yang dilihat adalah pembendungan

pembuluh – pembuluh darah otak yang superfisial dan pembuluh – pembuluh

darah pada piamater setra pembesaran pleksus koroideus. Kemudian timbul

eksudat pada ruang subaraknoidea, permukaan otak. Eksudat yang purulen bisa

juga terdapat pada ventrikel, ruang subaraknoidea medula spinalis sepanjang otak

dan saraf spinalis. Setelah beberapa minggu terjadi pelebaran ventrikel, sering

pula terjadi sembab otak yang bila hebat dapat menyebabkan herniasi jaringan

otak.

Gambar 2

Gambaran otak normal dan otak yang terkena meningitis

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 7

Secara mikroskopis tampak subaraknoidea terisi fibrin dan eksudat

purulent yang sebagian besar mengandung leukosit PMN (polymorphonucelar)

dan sedikit limfosit serta monosit.

Sebagian besar pembuluh – pembuluh darah melebar, di dalam beberapa

diantaranya terbentuk trombus, sedang yang lainnya pecah. Kuman dapat

ditemukan didalam dan diluar leukosit.

Radang dapat pula mengenai pleksus koroideus dan ependim yang

melapisi ventrikel serta terus meluas sampai ke jaringan subependim. Pada

neonatus ventrikel dapat menjadi sumber bakteri.

2.6 PATOGENESIS

Kuman dapat mencapai selaput otak dan ruang subaraknoidea melalui :

1. Implantasi langsung, misalnya melalui luka terbuka di kepala, atau luka

operasi.

2. Perluasan langsung dari infeksi telinga tengah dan sinus paranasalis

(Perkontuinatum).

3. Lewat aliran darah pada keadaan sepsis (Hematogen).

4. Penyebaran dari abses ekstradural, abses subdural dan abses otak.

5. Lamina kribosa osis ethmoidalis pada keadaan rhinorea.

6. Penyebaran dari radang paru (Pneumonia).

7. Penyebaran dari infeksi kulit.

2.7 GEJALA KLINIS

Pada permulaan gejala meningitis purulenta adalah panas, menggigil, nyeri

kepala yang terus menerus karena inflamasi pembuluh darah meningeal, mual dan

muntah. Disamping itu terdapat hilangnya nafsu makan, kelemahan umum, dan

rasa nyeri pada punggung serta sendi. Setelah 12 – 24 jam timbul gambaran klinis

meningitis yang lebih khas yaitu nyeri pada kuduk dan tanda – tanda rangsangan

selaput otak, seperti kaku kuduk, tanda kernig, dan tanda brudzinski. Bila terjadi

koma yang dalam, tanda – tanda rangsangan selaput otak akan menghilang.

Penderita takut akan cahaya dan amat peka terhadap rangsangan. Kejang jarang

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 8

dijumpai pada orang dewasa, dan anak yang lebih besar, namun sering sekali

terjadi pada anak kecil, baik kejang umum maupun kejang fokal. Kejang terjadi

karena terdapatnya inflamasi kortikal dan edema otak. Kadang – kadang dijumpai

kelumpuhan nervus VI, VII, dan VIII. Dapat terjadi juga peninggian refleks

fisiologis dan timbulnya refleks patologis. Penderita sering gelisah, mudah

terangsang dan menunjukkan perubahan mental seperti bingung dan hiperaktif.

Akhirnya pada keadaan yang berat dapat terjadi herniasi otak sehingga terjadi

dilatasi pupil dan koma.

2.8 DIAGNOSIS

Diagnosis meningitis terutama ditegakkan atas dasar gejala – gejala klinis

seperti yang disebutkan diatas, dan dengan melakukan pemeriksaan fisik untuk

melihat tanda rangsangan meningeal. Adapun cara – cara pemeriksaan tersebut

adalah sebagai berikut :

1. Kaku kuduk

Kepastian tentang ada tidaknya tanda kaku kuduk didapatkan melalui

pemeriksaan sebagai berikut : penderita berbaring terlentang diatas tempat

tidur. Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang

berbaring, kemudian kepala difleksikan dan diusahakan agar dagu mencapai

dada. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku

kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk

dapat bersifat ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat kepala tidak

dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik kebelakang. Sedangkan pada

keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu

menekukkan kepala.

Untuk mengetahui adanya kaku kuduk pada penderita dengan

kesadaran yang menurun, sebaiknya kepala difleksikan pada waktu pernafasan

ekspirasi, sebab bila dilakukan dalam keadaan inspirasi biasanya kita

mendapatkan sedikit tahanan dan dapat menyebabkan salah penafsiran.

Pada kaku kuduk oleh rangsang selaput otak atau meningen tahanan

didapatkan bila kita memfleksikan kepala, sedang bila kepala dirotasi biasanya

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 9

dapat dilakukan dengan mudah dan umumnya tahanan tidak bertambah.

Demikian juga gerak hiperekstensi dapat dilakukan. Untuk menilai keadaan

ekstensi kepala angkat bahu pasien dan lihat apakah kepala dapat jatuh dengan

mudah ke belakang. Adanya tahanan saat rotasi kepala, dapat dinilai dengan

cara tangan pemeriksa diletakkan pada dahi pasien kemudian secara lembut

dan perlahan – lahan pemeriksa memutar kepala pasien dari satu sisi – ke sisi

lainnya dan dinilai tahanannya. Pada iritasi meningeal pemutaran kepala dapat

dilakukan dengan mudah dan tahanan tidak bertambah, test rotasi kepala dan

hiperekstensi kepala biasanya tidak terganggu sedangkan pada keadaan

penyakit lain seperti miositis otot kuduk, arthritis servikalis, tetanus,

parkinsons biasanya terganggu.

2. Kernig sign

Tanda kernig didapatkan melalui pemeriksaan sebagai berikut: Pasien

yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai

membuat sudut 900. Setelah itu dilakukan ekstensi pada persendian lutut

sampai membentuk sudut lebih dari 1350 terhadap paha. Bila terdapat tahanan

dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 1350 maka dikatakan kernig sign

positif.

Gambar 3. Kernig’s Signs

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 10

3. Brudzinski sign

Tanda brudzinski meliputi tanda leher menurut brudzinski, tanda

tungkai kontralateral menurut brudzinski, tanda pipi menurut brudzinski dan

tanda simphisis pubis menurut brudzinski. Istilah ini sering disalah gunakan

dengan sebutan brudznzki 1 (brudzinski’s neck sign), tanda brudzinski 2

(brudzinski’s kontralateral leg sign),dst.

a. Tanda leher menurut Brudzinski

Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang

ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, tangan

pemeriksa yang satu lagi ditempatkan didada pasien untuk mencegah

diangkatnya badan kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu

menyentuh dada. Test ini positif jika gerakan fleksi kepala disusul

dengan gerakan fleksi di sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara

reflektorik.

Gambar 4. Brudzinski’s Neck Sign

b. Tanda tungkai kontralateral menurut Brudzinski

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 11

Pasien berbaring terlentang, tungkai yang akan dirangsang

difleksikan pada sendi lutut. Dan kemudian tungkai atas diekstensikan

pada sendi panggul. Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi

tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul berarti test ini positif.

c. Tanda pipi menurut Brudzinki

Cara ini dilakukan dengan menekan pipi kedua sisi tepat dibawah

os zygomatikus yang akan disusul oleh gerakan fleksi secara reflektorik

di kedua siku dengan gerakan reflektorik ke atas sejenak keatas dari

kedua lengan.

d. Tanda simpisis pubis menurut Brudzinski

Penekanan pada simpisis pubis akan disusul oleh timbulnya

gerakan fleksi secara reflektorik pada kedua tungkai di sendi lutut dan

tungkai.

Selanjutnya untuk memastikan diagnosis meningitis dilakukan

pemeriksaan mikroskopik likuor serebrospinalis yang didapatkan dengan pungsi

lumbal pada saat pasien masuk rumah sakit. Diagnosis dapat diperkuat dengan

hasil positif pemeriksaan langsung sediaan berwarna dibawah mikroskop dan hasil

biakan. Namun hasil negatif dari dua jenis pemeriksaan tersebut tidak merupakan

indikasi kontra terhadap pengobatan secara meningitis purulenta. Pada

pemeriksaan cairan likuor serebrospinalis biasanya didapatkan :

a. Tekanan cairan otak meningkat diatas 180 mmH2O.

b. Cairan likuor mulai dari keruh sampai purulent, bergantung pada jumlah

selnya.

c. Jumlah leukosit meningkat antara 1000 – 10.000/ml, dan 95% terdiri dari sel

PMN. Setelah pengobatan dengan antibiotika perbandingan jumlah sel MN

terhadap sel PMN meningkat.

d. Kadar protein meningkat, biasanya diatas 75/100ml, kadang – kadang

sampai 500mg/100ml atau lebih.

e. Kadar gula menurun biasanya lebih rendah dari 40mg/100ml.

f. Kadar klorida menurun kurang dari 700mg/100ml.

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 12

Selain pemeriksaan tersebut diatas pemeriksaan dan pembenihan (kultur)

merupakan pemeriksaan yang dapat dipercaya, namun pemriksaan tersebut

biasanya memerlukan waktu yang agak lama. Permeriksaan ini terbagi atas :

a. Sediaan Basah

Cara ini merupakan pengamatan langsung terhadap mikroorganisme

yang masih hidup yang terdapat dalam cairan likuor serebrospinal, namun

pada pemeriksaan ini biasanya kuman penyebab jarang ditemukan.

b. Pewarnaan hapusan likuor

Pada pemeriksaan ini dilakukan pewarnaan pada sediaan sebelum

diamati. Untuk likuor yang purulen digunakan pengecatan gram, sedangkan

untuk likuor yang jernih dipakai pengecatan gram dan pengecatan tahan

asam (ziehl neelsen).

c. Pemeriksaan pada biakan

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang akurat untuk

menemukan bakteri penyebab meningitis, sayangnya dapat terjadi

kontaminasi dari tabung dan lain – lain. Pemberian antibiotika sebelumnya

juga akan menyulitkan penemuan kuman penyebab.

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk membantu mendiagnosa

meningitis purulenta antara lain:

a. Pemeriksaan antigen bakteri pada cairan otak

Antigen bakteri tertentu dalam cairan otak dapat diketahui dengan

cepat yaitu dalam waktu satu jam atau kurang. Walaupun demikian

pemulasan gram dan biakan cairan otak tetap tidak boleh ditinggalkan.

Namun sama seperti pemulasan gram dan biakan cairan otak, pemberian

antibiotik sebelumnya dapat menyebabkan hasil negatif. Jenis – jenis

pemeriksaan antigen adalah :

Immuno – elektroforesis arus kontra (countercurrent immunoelectro-

phoresis)

Aglutinasi lateks (Latex aglutinations)

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 13

Uji imun enzim (Enzyme immunoassay)

Test pembengkakan (Quellung test)

Lisat amebosit limulus (Limmulus amebocit lysate)

b. Pemeriksaan darah tepi

Biasanya terdapat kenaikan jumlah leukosit dan pada hitung jenis

terdapat pergeseran kekiri.

c. Pemeriksaan elektrolit darah

Gangguan elektrolit sering terjadi karena dehidrasi. Disamping itu

hiponatremia dapat terjadi akibat pengeluaran hormon ADH (anti diuretik

hormon) yang menurun.

d. Pemeriksaan radiologi

Pada foto thorax, mungkin dijumpai sumber infeksi misalnya radang

paru atau abses paru. Pada foto tengkorak mungkin dijumpai sinusitis,

mastoiditis. Sutura yang melebar pada anak perlu dicuragai adanya efusi

subdural atau abses otak. Scan tomografi pada meningitis purulenta mungkin

akan menunjukkan adanya sembab otak dan hidrosefalus. Scan tomografi ini

akan berguna untuk mengetahui adanya komplikasi seperti abses otak atau

efusi subdural.

e. Pemeriksaan EEG

Pemeriksaan dengan elektroensefalografi akan menunjukkan

perlambatan yang menyeluruh di kedua hemisfer dan derajadnya sebanding

dengan beratnya radang.

2.9 KOMPLIKASI

a. Subdural effusion

Terjadi 30% pada anak-anak. Terutama pada anak umur kurang dari 2

tahun. Keadaan ini dapat menimbulkan kompresi sehingga mengakibatkan

pergeseran atau pendesakan substansi otak. Sebagian besar asimptomatik,

hanya dapat diagnosis melalui Transluminasi, USG dan lain-lain.

Gejala:

anak iritable

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 14

febris

fontanel cembung

lingkar kepala membesar

penurunan kesadaran

papiledema

b. Lesi saraf kranial

Saraf otak yang paling sering terkena adalah N.VIII, 8-24% mengalami

tuli permanen. Selain itu yang sering adalah lesi pada N.VI dan N.III.

c. Cerebral Infark

Disebabkan oleh trombophlebitis atau arteritis. Thrombosis dari vena –

vena kecil didaerah kortikal menimbulkan infark dan secara klinis timbul

gejala neurologis fokal seperti hemiparese atau kejang. Oklusi arteri besar

intrakranial dapat terjadi, dan puncaknya pada hari ketiga dan ke empat.

d. Kejang

Komplikasi kejang terjadi pada 20% - 50% kasus. Bentuk kejang dapat

fokal atau umum. Sering terjadi pada hari kedua sampai hari ke tiga.

Patogenesa dari kejang ini tidak diketahui. Kejang dapat disebabkan karena

toksik atau sekunder terhadap adanya vaskulitis, iritasi kortikal, panas,

gangguan elektrolit atau proses immunologis.

e. SIADH

Hiponatremi dapat terjadi pada 20% kasus meningitis pada anak-anak.

Pada beberapa kasus berhubungan dengan pemberian cairan yang berlebihan,

dan yang lain berhubungan dengan adanya gangguan pengeluaran hormon

antidiuretik oleh hipotalamus (inappropiate antidiuretics hormone)

f. Gangguan intelektual

Dari beberapa kasus dilaporkan pada sejumlah anak setelah mengalami

meningitis purulenta di temukan bahwa mereka mempunyai tingkat

kepandaian (IQ) yang rendah.

g. Hidrosefalus

Terjadi akibat sumbatan pada jalannya atau resorbsi atau produksi

likuor serebrospinalis yang berlebihan.

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 15

h. Gejala neurolgis sisa (sequelle)

Dapat berupa paresis atau paralisis sampai deserebrasi (hilangnya

fungsi otak).

2.10 DIAGNOSIS BANDING

Perdarahan subarachnoid

Meningitis viral

Meningitis tuberkulosa

Meningitis karena jamur

Abses otak

Meningismus

Tabel 1. Perbandingan gejala meningitis dilihat dari penyebabnya

TestMeningitis purulenta

(bakterial)

Meningitis serosa

(tuberkulosa)Meningitis virus

Tekanan likuor

Warna

Jumlah sel

Jenis sel

Kadar protein

Kadar glukosa

Kadar klorida

Meningkat

Keruh – purulent

≥ 1000 / ml

Predominan PMN

Sedikit meningkat

Normal / menurun

Menurun, < 700mg/dl

Bervariasi

Xanthochromia

Bervariasi

Predominan MN

Meningkat

Rendah

Menurun

Biasanya normal

Jernih

< 100 / ml

Predominan MN

Normal / meningkat

Biasanya normal

Normal

2.11 PENATALAKSANAAN

1. Perawatan umum

a. Penderita dirawat di rumah sakit.

b. Mula – mula cairan diberikan secara infus dalam jumlah yang cukup dan

jangan berlebihan.

c. Bila gelisah diberi sedativa seperti Fenobarbital atau penenang.

d. Nyeri kepala diatasi dengan analgetika.

e. Panas diturunkan dengan :

Kompres es

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 16

Paracetamol

Asam salisilat

Pada anak dosisnya 10 mg/kg BB tiap 4 jam secara oral

f. Kejang diatasi dengan :

Diazepam

Dewasa : dosisnya 10 – 20 mg IV

Anak : dosisnya 0,5 mg/kg BB IV

Fenobarbital

Dewasa : dosisnya 6 – 120 mg/hari secara oral

Anak : dosisnya 5 – 6 mg/kg BB/hari secara oral

Difenil hidantoin

Dewasa : dosisnya 300 mg/hari secara oral

Anak : dosisnya 5 – 9 mg/kg BB/hari secara oral

g. Sumber infeksi yang menimbulkan meningitis purulenta diberantas dengan

obat – obatan atau dengan operasi

h. Kenaikan tekanan intra kranial diatasi dengan :

Manitol

Dosisnya 1 – 1,5 mg/kg BB secara IV dalam 30 – 60 menit dan dapat

diulangi 2 kali dengan jarak 4 jam

Kortikosteroid

Biasanya dipakai deksametason secara IV dengan dosis pertama 10

mg lalu diulangi dengan 4 mg setiap 6 jam. Kortikosteroid masih

menimbulkan pertentangan. Ada yang setuju untuk memakainya

tetapi ada juga yang mengatakan tidak ada gunanya.

Pernafasan diusahakan sebaik mungkin dengan membersihkan jalan

nafas.

i. Bila ada hidrosefalus obstruktif dilakukan operasi pemasangan pirau

(shunting).

j. Efusi subdural pada anak dikeluarkan 25 – 30 cc setiap hari selama 2 – 3

minggu, bila gagal dilakukan operasi.

k. Fisiotherapi diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 17

2. Pemberian Antibiotika.

Antibiotika spektrum luas harus diberikan secepat mungkin tanpa

menunggu hasil biakan. Baru setelah ada hasil biakan diganti dengan

antibiotika yang sesuai. Pada terapi meningitis diperlukan antibiotika yang

jauh lebih besar daripada konsentrasi bakterisidal minimal, oleh karena :

Dengan menembusnya organisme ke dalam ruang sub araknoid berarti

daya tahan host telah menurun.

Keadaan likuor serebrospinalis tidak menguntungkan bagi leukosit dan

fagositosis tidak efektif.

Pada awal perjalanan meningitis purulenta konsentrasi antibodi dan

komplemen dalam likuor rendah.

Pemberian antibiotika dianjurkan secara intravena yang mempunyai

spektrum luas baik terhadap kuman gram positif, gram negatif dan anaerob

serta dapat melewati sawar darah otak (blood brain barier). Selanjutnya

antibiotika diberikan berdasarkan hasil test sensitivitas menurut jenis bakteri.

Antibiotika yang sering dipakai untuk meningitis purulenta adalah :

a. Ampisilin

Diberikan secara intravena

Dosis : Neonatus : 50 – 100 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 2 kali pemberian.

Umur 1 – 2 bulan : 100 – 200 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 3 kali pemberian.

Umur > 2 bulan : 300 – 400 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 4 kali pemberian.

Dewasa : 8 – 12 gram/hari

dibagi dalam 4 kali pemberian.

b. Gentamisin

Diberikan secara intravena

Dosis : Prematur : 5 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 2 kali pemberian.

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 18

Neonatus : 7,5 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 3 kali pemberian.

Bayi dan dewasa : 5 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 3 kali pemberian.

c. Kloramfenikol

Diberikan secara intravena

Dosis : Prematur : 25 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 2 kali pemberian.

Bayi genap bulan : 50 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 2 kali pemberian.

Anak : 100 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 4 kali pemberian.

Dewasa : 4 – 8 gram/hari

dibagi dalam 4 kali pemberian.

d. Sefalosporin

Diberikan secara intravena

Sefotaksim

Dosis : Prematur & neonatus : 50 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 2 kali pemberian.

Bayi & anak : 50 – 200 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 2–4 kali pemberian.

Dewasa : 2 gram tiap 4 – 6 jam.

Bila fungsi ginjal jelek, dosis diturunkan.

Sefuroksim

Dosis : Anak : 200 mg/kg BB/hari

dibagi dalam 4 kali pemberian.

Dewasa : 2 gram tiap 6 jam

Bila dilakukan kultur dan bakteri penyebab dapat ditemukan,

biasanya antibiotika yang digunakan adalah seperti yang tercantum dalam

tabel berikut ini

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 19

Tabel 2. Pilihan antibiotik berdasakan kuman penyebab

No Kuman penyebab Pilihan pertama Alternatif lain

1. H. influenzae Ampisilin Cefotaksim

2. S. pneumoniae Penisillin G Kloramfenikol

3. N. meningitidis Penisillin G Kloramfenikol

4. S. aureus Nafosillin Vancomisin

5. S. epidermitis

Enterobacteriaceae

Sefotaksim Ampisillin bila sensitif

dan atau ditambah

aminoglikosida secara

intrateca.

6. Pseudomonas Pipersillin +

Tobramisin

Sefotaksim

7. Streptococcus

Group A / B

Penicillin G Vankomisin

8. Streptococcus

Group D

Ampisillin +

Gentamisin

9. L monocytogenes Ampisillin Trimetoprim

Sulfametoksasol

2.12 PROGNOSIS

Prognosis penyakit ini bervariasi, tergantung pada :

1. Umur : Anak - Makin muda makin jelek prognosisnya

Dewasa - Makin tua makin jelek prognosisnya

2. Kuman penyebab

3. Lama penyakit sebelum diberikan antibiotika

4. Jenis dan dosis antibiotika yang diberikan

5. penyakit yang menjadi faktor predisposisi.

Pada banyak kasus, penderita meningitis yang ringan dapat sembuh

sempurna walaupun proses penyembuhan memerlukan waktu yang lama.

Sedangkan pada kasus yang berat, dapat terjadi kerusakan otak dan saraf secara

permanen, dan biasanya memerlukan terapi jangka panjang.

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 20

BAB III

KESIMPULAN

Meningitis Purulenta adalah infeksi akut selaput otak yang disebabkan oleh

bakteri dan menimbulkan reaksi purulent pada cairan otak. Kuman dapat mencapai

selaput otak dan ruang subaraknoidea melalui implantasi langsung, hematogen, atau

perkontuinatum.

Pada permulaan, gejala meningitis purulenta adalah panas, menggigil, nyeri

kepala yang terus menerus karena inflamasi pembuluh darah meningeal, mual dan

muntah. Disamping itu terdapat hilangnya nafsu makan, kelemahan umum, dan rasa

nyeri pada punggung serta sendi. Setelah 12 – 24 jam timbul gambaran klinis meningitis

yang lebih khas yaitu nyeri pada kuduk dan tanda – tanda rangsangan selaput otak,

seperti kaku kuduk, tanda kernig, dan tanda brudzinski.

Diagnosa penyakit ini dapat ditegakkan berdasarkan gejala – gejala klinis yang

tampak, disertai dengan pemeriksaan fisik untuk melihat adanya tanda – tanda

meningitis. Akan lebih baik bila ditunjang dengan berbagai pemeriksaan , seperti

pemeriksaan dan pembenihan (kultur) cairan likuor serebrospinal, pemeriksaan antigen

bakteri pada cairan otak, dan lain - lain.

Pemberian terapi pada penyakit ini dilakukan secara supportif dan

farmakologis dengan memberikan antibiotika. Khusus pada pemberian antibiotika,

antibiotika spektrum luas harus diberikan secepat mungkin tanpa menunggu hasil

biakan, baru setelah didapat bakteri penyebab melalui hasil biakan, diberikan antibiotika

yang spesifik dengan dosis yang tepat.

Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penyakit ini seperti subdural effusion,

lesi saraf kranial, cerebral infark, kejang, SIADH, gangguan intelektual, hidrosefalus,

dan lain – lain. Prognosis tergantung dari usia, kuman penyebab, lama penyakit sebelum

diberikan antibiotika, jenis dan dosis antibiotika yang diberikan, dan penyakit yang

mejadi faktor predisposisi.

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 21

DAFTAR PUSTAKA

Alatas H,Hasan R.Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak;Meningitis Purulenta.Jakarta:Infomedika Jakarta,2005;558-562

Baozier F,Anggraeni R,Hartono H,Sugianto P.Pedoman Dianosis dan Terapi UPF Ilmu Penyakit Saraf 2004;Meningitis Bakterial.Surabaya:RSUD Dokter Suetomo,2004;81-87

Japardi I : Meningitis Meningococcus. Dalam situs internet : http://library.usu.ac.id/modules.php?op=modload&name=Downloads&file=index&req=getit&lid=135.

Japardi I : Meningitis Purulenta. Dalam situs internet : http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi22.pdf

Mansjoer Arif. Kapita selekta kedokteran,Jilid II, Ilmu Penyakit Saraf;Meningitis Purulenta. Ed III. Jakarta:Media Aescaliptus,2000;12-14

Marjono M,Shidarta P.Neurologi Klinis Dasar.Jakarta:Dian Rakyat,2006;318-319

Yoes Ronny.Kapita Selekta Neurologi:Meningitis Purulenta.Ed 2.Jogjakarta:Gajah Mada University Press,2003;169-179.

SMF ILMU PENYAKIT SARAF | 22