137659370-makalah-pancasila

21
PELAKSANAAN PANCASILA PADA PEMERINTAHAN ORDE BARU PENDIDIKAN PANCASILA Anggota Kelompok: 1. Okte Bineser T.M 11953 2. Kiki Fatmawati 11972 3. Danang kertasari 11986 4. Dewi Puji A 12139 5. Arditya Rachmawan 12259 6. Widya Ayu 12264 7. Sani Arum Sari 12268 8. Ashim Adnan 12281 UNIVERSITAS GADJAH MADA 2013

Upload: nurwidayanti

Post on 25-Nov-2015

27 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • PELAKSANAAN PANCASILA PADA PEMERINTAHAN ORDE BARU

    PENDIDIKAN PANCASILA

    Anggota Kelompok:

    1. Okte Bineser T.M 11953

    2. Kiki Fatmawati 11972

    3. Danang kertasari 11986

    4. Dewi Puji A 12139

    5. Arditya Rachmawan 12259

    6. Widya Ayu 12264

    7. Sani Arum Sari 12268

    8. Ashim Adnan 12281

    UNIVERSITAS GADJAH MADA

    2013

  • A. LATAR BELAKANG

    Lahirnya orde baru tidak bisa dipisahkan dengan peristiwa G 30 S/PKI 1965.

    Gerakan 30 S/PKI 1965 yang telah mengakibatkan terjadinya kekacauan

    terhadap tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara dianggap sebagai

    penyimpangan terhadap UUD 45 dan Pancasila. Oleh karena itu, munculah

    keinginan untuk menempatkan UUD 45 dan Pancasila sebagai landasan

    kehidupan berbanga dan bernegara secara murni dan konsekuen.

    Keinginan tersebut Nampak dari maraknya demo-demo dari kesatuan aksi dari

    maraknya demo-demo dari kesatuan-kesatuan aksi seperti KAPI, KAPPI, dan

    juga KASI.kesatuan-kesatuan aksi tersebut kemudian menggabungkan diri

    dalam front pancasila yang nantinya kita kenal dengan angkatan 66. Dan salah

    satu aksinya yaitu pada tanggal 12 januari 1966 yang mngeluarkan tritura

    yang isinya:

    a) Pembubaran PKI beserta massanya

    b) Pembersihan cabinet dwikora

    c) Penurunan harga-harga barang.

    Aksi demo semakin kuat setelah tangga 24 februari 1966 para mahasiswa

    menentang pelantikan cabinet 100 menteri yang melibatkan orang-orang PKI,

    dalam aksinya para demonstar dihadang oleh pasukan keamanan yang

    kemudian menyebabkan terjadinya bentrokan. Dalam insiden tersebut seorang

    mahasiswa yaitu haris rahman hakim tewas, insiden inilah yang

    mengakibatkan aksi-aksi mereka.

    Semakin kuatnya demonstrasi berakbit pada tidak kondusifnya situasi

    keamanan dan situasi di Indonesia.

    B. KONDISI EKSISTING (KONDISI PADA MASA ORDE BARU)

    Kehidupan Politik Masa Orde Baru

    Upaya untuk melaksanakan Orde Baru :

    a. Melakukan pembaharuan menuju perubahan seluruh tatanan kehidupan

    masyarakat berbangsa dan bernegara.

  • b. Menyusun kembali kekuatan bangsa menuju stabilitas nasional guna

    mempercepat proses pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur.

    c. Menetapkan Demokrasi Pancasila guna melaksanakan Pancasila dan

    UUD 1945 secara murni dan konsekuen.

    d. Melaksanakan Pemilu secara teratur serta penataan pada lembaga-

    lembaga negara.

    Pelaksanaan Orde Baru :

    ---Awalnya kehidupan demokrasi di Indonesia menunjukkan kemajuan.

    ---Perkembangannya, kehidupan demokrasi di Indonesia tidak berbeda

    dengan masa Demokrasi Terpimpin.

    ---Untuk menjalankan Demokrasi Pancasila maka Indonesia memutuskan

    untuk menganut sistem pemerintahan berdasarkan Trias Politika(dimana

    terdapat tiga pemisahan kekuasaan di pemerintahan yaitu

    Eksekutif,Yudikatif, Legislatif) tetapi itupun tidak diperhatikan/diabaikan.

    Langkah Yang Diambil Pemerintah Untuk Penataan Kehidupan

    Politik :

    A. Penataan Politik Dalam Negeri

    1. Pembentukan Kabinet Pembangunan

    Kabinet awal pada masa peralihan kekuasaan (28 Juli 1966) adalah

    Kabinet AMPERA dengan tugas yang dikenal dengan nama Dwi Darma

    Kabinet Ampera yaitu untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi

    sebagai persyaratan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Program

    Kabinet AMPERA yang disebut Catur Karya Kabinet AMPERA adalah

    sebagai berikut.

    1. Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan.

    2. Melaksanakan pemilihan Umum dalam batas waktu yakni 5 Juli 1968.

    3. Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan

    nasional.

  • 4. Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam

    segala bentuk dan manifestasinya.

    Selanjutnya setelah sidang MPRS tahun 1968 menetapkan Suharto sebagai

    presiden untuk masa jabatan 5 tahun maka dibentuklah kabinet yang baru

    dengan nama Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang disebut dengan

    Pancakrida, yang meliputi :

    _-_Penciptaan stabilitas politik dan ekonomi

    _-_Penyusunan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun

    Tahap pertama

    _-_Pelaksanaan Pemilihan Umum

    _-_Pengikisan habis sisa-sisa Gerakan 3o September

    _-_Pembersihan aparatur negara di pusat pemerintahan dan daerah dari

    pengaruh PKI.

    2. Pembubaran PKI dan Organisasi masanya

    Suharto sebagai pengemban Supersemar guna menjamin keamanan,

    ketenangan, serta kestabilan jalannya pemerintahan maka melakukan :

    + Pembubaran PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan

    dikukuhkannya Ketetapan MPRS No. IX Tahun 1966..

    + Dikeluarkan pula keputusan yang menyatakan bahwa PKI sebagai

    organisasi terlarang di Indonesia.

    + Pada tanggal 8 Maret 1966 dilakukan pengamanan 15 orang menteri

    yang dianggap terlibat Gerakan 30 September 1965. Hal ini disebabkan

    muncul keraguan bahwa mereka tidak hendak membantu presiden untuk

    memulihkan keamanan dan ketertiban.

    3. Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai Politik

    Setelah pemilu 1971 maka dilakukan penyederhanakan jumlah partai

    tetapi bukan berarti menghapuskan partai tertentu sehingga dilakukan

    penggabungan (fusi) sejumlah partai. Sehingga pelaksanaannya kepartaian

  • tidak lagi didasarkan pada ideologi tetapi atas persamaan program.

    Penggabungan tersebut menghasilkan tiga kekuatan sosial-politik, yaitu :

    - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU, Parmusi,

    PSII, dan Partai Islam Perti yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 1973

    (kelompok partai politik Islam)

    - Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai

    Katolik, Partai Murba, IPKI, dan Parkindo (kelompok partai politik yang

    bersifat nasionalis).

    - Golongan Karya (Golkar)

    4. Pemilihan Umum

    Selama masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan pemilihan umum

    sebanyak enam kali yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali, yaitu:

    tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.

    1) Pemilu 1971

    - Pejabat negara harus bersikap netral berbeda dengan pemilu 1955 dimana

    para pejabat negara termasuk perdana menteri yang berasal dari partai

    peserta pemilu dapat ikut menjadi calon partai secara formal.

    - Organisasai politik yang dapat ikut pemilu adalah parpol yang pada saat

    pemilu sudah ada dan diakui mempunyai wakil di DPR/DPRD.

    - Pemilu 1971 diikuti oleh 58.558.776pemilih untuk memilih 460 orang

    anggota DPR dimana 360 orang anggota dipilih dan 100 orang diangkat.

    - Diikuti oleh 10 organisasi peserta pemilu yaitu Partai Golongan Karya

    (236 kursi), Partai Nahdlatul Ulama (58 kursi), Partai Muslimin Indonesia

    (24 kusi), Partai Nasional Indonesia (20 kursi), Partai Kristen Indonesia (7

    kursi), Partai Katolik (3 kursi), Partai Islam Perti (2 kursi), Partai Murba

    dan Partai IPKI (tak satu kursipun).

    2) Pemilu 1977

    Sebelum dilaksanakan Pemilu 1977 pemerintah bersama DPR

    mengeluarkan UU No.3 tahun 1975 yang mengatur mengenai

    penyederhanaan jumlah partai sehingga ditetapkan bahwa terdapat 2 partai

    politik (PPP dan PDI) serta Golkar. Hasil dari Pemilu 1977 yang diikuti

  • oleh 3 kontestan menghasilkan 232 kursi untuk Golkar, 99 kursi untuk

    PPP dan 29 kursi untuk PDI.

    3) Pemilu 1982

    Pelaksanaan Pemilu ketiga pada tanggal 4 Mei 1982. Hasilnya perolehan

    suara Golkar secara nasional meningkat. Golkar gagal memperoleh

    kemenangan di Aceh tetapi di Jakarta dan Kalimantan Selatan Golkar

    berhasil merebut kemenangan dari PPP. Golkar berhasil memperoleh

    tambahan 10 kursi sementara PPP dan PDI kehilangan 5 kursi.

    4) Pemilu 1987

    Pemilu tahun 1987 dilaksanakan pada tanggal 23 April 1987. Hasil dari

    Pemilu 1987 adalah:

    _ PPP memperoleh 61 kursi mengalami pengurangan 33 kursi dibanding

    dengan pemilu 1982 hal ini dikarenakan adanya larangan penggunaan asas

    Islam (pemerintah mewajibkan hanya ada satu asas tunggal yaitu

    Pancasila) dan diubahnya lambang partai dari kabah menjadi bintang.

    _ Sementara Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299

    kursi.

    _ PDI memperoleh kenaikan 40 kursi karena PDI berhasil membentuk

    DPP PDI sebagai hasil kongres tahun 1986 oleh Menteri Dalam Negeri

    Soepardjo Rustam.

    5) Pemilu 1992

    Pemilu tahun 1992 diselenggarakan pada tanggal 9 Juni 1992

    menunjukkan perubahan yang cukup mengagetkan. Hasilnya perolehan

    Golkar menurun dari 299 kursi menjadi 282 kursi, sedangkan PPP

    memperoleh 62 kursi dan PDI meningkat menjadi 56 kursi.

    6) Pemilu 1997

    Pemilu keenam dilaksanakan pada 29 Mei 1997. Hasilnya:

  • 74,51 % dengan perolehan kursi 325 kursi.

    dengan perolehan kursi 27 kursi.

    ara karena hanya

    mendapat 11 kursi di DPR. Hal ini disebabkan karena adanya konflik

    internal dan terpecah antara PDI Soerjadi dan PDI Megawati Soekarno

    Putri.

    Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama Orde Baru menimbulkan

    kesan bahwa demokrasi di Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu

    berlangsung secara tertib dan dijiwai oleh asas LUBER(Langsung, Umum,

    Bebas, dan Rahasia).

    Kenyataannya pemilu diarahkan pada kemenangan peserta tertentu yaitu

    Golongan Karya (Golkar) yang selalu mencolok sejak pemilu 1971-1997.

    Kemenangan Golkar yang selalu mendominasi tersebut sangat

    menguntungkan pemerintah dimana terjadi perimbangan suara di MPR

    dan DPR. Perimbangan tersebut memungkinkan Suharto menjadi Presiden

    Republik Indonesia selama enam periode pemilihan. Selain itu, setiap

    Pertangungjawaban, Rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari

    pemerintah selalu mendapat persetujuan dari MPR dan DPR tanpa catatan.

    5. Peran Ganda ABRI

    Guna menciptakan stabilitas politik maka pemerintah menempatkan peran

    ganda bagi ABRI yaitu sebagai peran hankam dan sosial. Sehingga peran

    ABRI dikenal dengan Dwifungsi ABRI. Peran ini dilandasi dengan adanya

    pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara.

    Kedudukan TNI dan Polri dalam pemerintahan adalah sama di lembaga

    MPR/DPR dan DPRD mereka mendapat jatah kursi dengan pengangkatan.

    Pertimbangan pengangkatannya didasarkan pada fungsi stabilisator dan

    dinamisator.

  • 6. Pemasyarakatan P4

    Pada tanggal 12 April 1976, Presiden Suharto mengemukakan gagasan

    mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila yaitu

    gagasan Ekaprasetia Pancakarsa. Gagasan tersebut selanjutnya ditetapkan

    sebagai Ketetapan MPR dalam sidang umum tahun 1978 mengenai

    Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau biasa dikenal

    sebagai P4.

    Guna mendukung program Orde baru yaitu Pelaksanaan Pancasila dan

    UUD 1945 secara murni dan konsekuen maka sejak tahun 1978

    diselenggarakan penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan

    masyarakat.

    Tujuan dari penataran P4 adalah membentuk pemahaman yang sama

    mengenai demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama

    diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan

    terpelihara. Melalui penegasan tersebut maka opini rakyat akan mengarah

    pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru.

    Pelaksanaan Penataran P4 tersebut menunjukkan bahwa Pancasila telah

    dimanfaatkan oleh pemerintahan Orde Baru. Hal ini tampak dengan

    adanya himbauan pemerintah pada tahun 1985 kepada semua organisasi

    untuk menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal. Penataran P4

    merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi sehingga Pancasila menjadi

    bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial

    masyarakat Indonesia

    7. Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di Irian Barat

    dengan disaksikan oleh wakil PBB pada tanggal 2 Agustus 1969.

    B. Penataan Politik Luar Negeri

    Pada masa Orde Baru, politik luar negeri Indonesia diupayakan kembali

    kepada jalurnya yaitu politik luar negeri yang bebas aktif. Untuk itu maka

    MPR mengeluarkan sejumlah ketetapan yang menjadi landasan politik luar

    negeri Indonesia. Dimana politik luar negeri Indonesia harus berdasarkan

  • kepentingan nasional, seperti permbangunan nasional, kemakmuran

    rakyat, kebenaran, serta keadilan.

    1)Kembali menjadi anggota PBB

    Indonesia kembali menjadi anggota PBB dikarenakan adanya desakan dari

    komisi bidang pertahanan keamanan dan luar negeri DPR GR terhadap

    pemerintah Indonesia. Pada tanggal 3 Juni 1966 akhirnya disepakati

    bahwa Indonesia harus kembali menjadi anggota PBB dan badan-badan

    internasional lainnya dalam rangka menjawab kepentingan nasional yang

    semakin mendesak. Keputusan untuk kembali ini dikarenakan Indonesia

    sadar bahwa ada banyak manfaat yang diperoleh Indonesia selama

    menjadi anggota PBB pada tahun 1950-1964. Indonesia secara resmi

    akhirnya kembali menjadi anggota PBB sejak tanggal 28 Desember 1966.

    Kembalinya Indonesia mendapat sambutan baik dari sejumlah negara Asia

    bahkan dari pihak PBB sendiri hal ini ditunjukkan dengan ditunjuknya

    Adam Malik sebagai Ketua Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun

    1974. Kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB dilanjutkan dengan

    tindakan pemulihan hubungan dengan sejumlah negara seperti India,

    Filipina, Thailand, Australia, dan sejumlah negara lainnya yang sempat

    remggang akibat politik konfrontasi Orde Lama.

    2) Normalisasi hubungan dengan beberapa negara

    (1) Pemulihan hubungan dengan Singapura

    Sebelum pemulihan hubungan dengan Malaysia Indonesia telah

    memulihkan hubungan dengan Singapura dengan perantaraan Habibur

    Rachman (Dubes Pakistan untuk Myanmar). Pemerintah Indonesia

    menyampikan nota pengakuan terhadap Republik Singapura pada tanggal

    2 Juni 1966 yang disampikan pada Perdana Menteri Lee Kuan Yew.

    Akhirnya pemerintah Singapurapun menyampikan nota jawaban kesediaan

    untuk mengadakan hubungan diplomatik.

  • (2) Pemulihan hubungan dengan Malaysia

    Normalisasi hubungan Indonesia dan Malaysia dimulai dengan diadakan

    perundingan di Bangkok pada 29 Mei-1 Juni 1966 yang menghasilkan

    perjanjian Bangkok, yang berisi:

    #Rakyat Sabah diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang

    telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi

    Malaysia.

    #Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan

    diplomatik.

    Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.

    #Peresmian persetujuan pemulihan hubungan Indonesia-Malaysia oleh

    Adam Malik dan Tun Abdul Razak dilakukan di Jakarta tanggal 11

    agustus 1966 dan ditandatangani persetujuan Jakarta (Jakarta Accord). Hal

    ini dilanjutkan dengan penempatan perwakilan pemerintahan di masing-

    masing negara..

    Kehidupan Ekonomi Masa Orde Baru

    Pada masa Demokrasi Terpimpin, negara bersama aparat ekonominya

    mendominasi seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan

    kreasi unit-unit ekonomi swasta. Sehingga, pada permulaan Orde Baru

    program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi

    nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan

    keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Tindakan

    pemerintah ini dilakukan karena adanya kenaikan harga pada awal tahun

    1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 % setahun. Hal

    itu menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang telah

    direncanakan pemerintah. Oleh karena itu pemerintah menempuh cara

    sebagai berikut.

  • 1. Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi

    2. Kerja Sama Luar Negeri

    3. Pembangunan Nasional

    Pelaksanaannya pembangunan nasional dilakukan secara bertahap yaitu,

    1) Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun

    2) Jangka pendek mencakup periode 5 tahun (Pelita/Pembangunan Lima

    Tahun), merupakan jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka panjang

    sehingga tiap pelita akan selalu saling berkaitan/berkesinambungan.

    Selama masa Orde Baru terdapat 6 Pelita, yaitu :

    1. Pelita I

    Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi

    landasan awal pembangunan Orde Baru.

    Tujuan Pelita I : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus

    meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.

    Sasaran Pelita I : Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan

    rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.

    Titik Berat Pelita I : Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan

    untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan

    bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari

    hasil pertanian.

    Muncul peristiwa Marali (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada

    tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang

    Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para

    mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi

    ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar

    di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang

    buatan Jepang.

    2. Pelita II

    Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran

    utamanya adalah tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan

    prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja.

  • Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil pertumbuhan ekonomi rata-rata

    mencapai 7% per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi

    mencapai 60% dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%.

    Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%.

    3. Pelita III

    Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III

    pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan

    penekanan lebih menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan

    Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:

    \Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang,

    pangan, dan perumahan.

    \Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan

    kesehatan.

    \Pemerataan pembagian pendapatan

    \Pemerataan kesempatan kerja

    \Pemerataan kesempatan berusaha

    \Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya

    bagi generasi muda dan kaum perempuan

    \Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air

    \Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

    4. Pelita IV

    Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Titik

    beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan dan

    meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri.

    Terjadi resesi pada awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap

    perekonomian Indonesia. Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan

    moneter dan fiskal sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat

    dipertahankan.

  • 5. Pelita V

    Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik

    beratnya pada sektor pertanian dan industri. Indonesia memiki kondisi

    ekonomi yang cukup baik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 %

    per tahun. Posisi perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang

    menggembirakan. Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.

    6. Pelita VI

    Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik

    beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan

    dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas

    sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang

    sebagai penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis

    moneter yang melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia.

    Karena krisis moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang

    mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.

    C. PERMASALAHAN DALAM MASA ORDE BARU

    Orde Baru yang Otoriter

    Orde Baru mungkin bukan termasuk rezim totaliter yang absolut, tapi sebuah

    rezim otoriter karena masih membiarkan adanya partisipasi politik pada

    tingkat paling rendah (Fatah, 1994a), yang umum disebut dengan pseudo

    participation. Pemilu-pemilu di masa Orde Baru bersifat semu; demokrasi

    yang diterapkan hanya procedural saja dan mengabaikan aspek substantif

    berupa jaminan civil rights. Yang tengah berlangsung adalah pemusatan

    kekuasaan secara akumulatif pada diri Presiden Soeharto.

    Ada dua cara menjelaskan fenomena tersebut (Fatah, 1994b). Pertama, dari

    sisi kultur politik, terjadi paralelisme historis antara raja Jawa dan Presiden

  • Orde Baru. Artinya, rezim Orde Baru mengembangkan kultur Jawa dalam

    menjalankan kekuasaan, yang memandang kekuasaan secara monopolistik,

    tidak mengenal pembagian, dan anti-kritik atau anti-oposisi yang dianggap

    sebagai budaya Barat. Kedua, struktur politik yang dibangun, yang

    menempatkan Presiden Soeharto dalam tiga posisi sentral, yaitu: (i) sebagai

    Ketua Dewan Pembina Golongan Karya (Golkar), (ii) Panglima Tertinggi

    ABRI yang berdwifungsi, dan (iii) sebagai kepala eksekutif sekaligus.

    Pola distribusi kekuasaan seperti itu memperlihatkan Presiden memusatkan

    kekuasaan, baik pada level infrastruktur maupun suprastruktur politik. Secara

    suprastruktur, sebagai Ketua Dewan Pembina Golkar, yang berperan sebagai

    mesin politik pengumpul suara (legitimasi), Presiden menguasai secara

    langsung hegemoni Golkar atas partai politik. Hal ini juga berpengaruh pada

    fungsi kontrol legislatif di DPR. Akibatnya, kekuasaannya sebagai kepala

    eksekutif tidak mendapat kontrol dari legislatif.

    Presiden juga mengapresiasi kedudukannya sebagai Panglima Tertinggi ABRI

    secara politik. Seorang mantan perwira tinggi yang menjadi anggota DPR

    pernah berkata, bahwa untuk menjadi petinggi ABRI seorang perwira harus

    kuliah di Uncen dulu. Yang dimaksudnya adalah Universitas Cendana,

    dimana Soeharto menjadi rektornya. Di samping itu, penerapan Dwifungsi

    ABRI pada jabatan-jabatan penting politik, birokrasi dan BUMN akhirnya

    berfungsi ganda: di satu sisi memotong basis-basis kekuatan politik

    masyarakat sampai di tingkat terendah, sekaligus memindahkan basis-basis

    kekuatan tersebut ke tangan militer. Simpulan demikian, masih menurut Fatah

    (1994a), mengafirmasi banyak studi sebelumnya, seperti studi Karl D.

    Jackson (1978), Lance Castles (1982), John A. MacDougall (1982), dan

    Richard Tanter (1991).

    Analisis lain atas pemusatan kekuasaan dalam negara Orde Baru dapat

    dijelaskan dengan konsep negara integralistik (Budiman, 1996; Simanjuntak,

    1997). Konsepsi ini antara lain mempersepsikan Indonesia sebagai sebuah

    keluarga besar, yang dipimpin seorang bapak yang bijaksana, mengerti dan

    bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hajat hidup anak-anak-nya yang

  • bernama rakyat. Tugas pemimpin adalah menafsirkan kehendak rakyatnya,

    sementara tugas rakyat adalah mengikuti pemimpin.

    Fenomena lain dari format politik Orde Baru adalah marginalisasi politik dan

    panglimaisasi pembangunan/ekonomi. Setelah kehancuran ekstrim kiri (PKI),

    Islam Politik adalah korban langsung dari strategi ini. Dimulai dengan

    peminggiran terhadap tokoh-tokoh Masyumi di masa awal Orde Baru,

    dilanjutkan dengan penyederhanaanmelalui fusipartai-partai politik

    sealiran (1973), pemojokan Islam Ekstrim Kanan melalui aksi-aksi intelijen

    (seperti isu Komando Jihad dan Jamaah Imran), hingga akhirnya pewajiban

    asas tunggal pada partai politik dan organisasi sosial-kemasyarakatan (1985).

    Dalam proses politik demikianlah, yaitu pada saat hampir semua kekuatan

    sosial politik ditundukkan rezim Orde Baru, kecuali beberapa cendekiawan

    dan mantan politisi serta perwira ABRI yang tergabung dalam Petisi 50

    yang tetap bersuara kritis, sebuah peristiwa pembunuhan terhadap massa

    yang melakukan protes/unjuk rasa terjadi di Tanjung Priok pada malam hari

    tanggal 12 September 1984.

    Krisis Moneter

    Sejak tahun 1997, kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan

    krisis keuangan yang melanda Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin

    merajalela, sementara kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya

    ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan munculnya

    kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa.

    Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi

    total. Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei

    1998. Pada saat itu terjadi peristiwa Trisakti. Yaitu meninggalnya empat

    mahasiswa Universitas Trisakti akibat bentrok dengan aparat keamanan.

    Menanggapi aksi reformasi tersebut, Presiden Soeharto berjanji akan

    mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi cabinet Reformasi. Selain itu

    juga akan membentuk komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU

    Pemilu, UU Kepartaian, UUD Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU

    Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam perkembangannya, Komite

  • Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 menteri menolak untuk

    diikutsertakan dalam cabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut

    menyebabkan presiden Soeharto mundur dari jabatannya.

    D. PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PANCASILA DAN CIRI

    KHAS PELAKSANAAN.

    Pelaksanaan ideologi pancasila dizaman pemerintahan Soeharto.

    Babak baru dalam sejarah perjuangan bangsa muncul sejalan dengan

    berakhirnya pemerintahan Orde Lama. Sebuah kekuatan baru muncul dengan

    tekad melaksanakan Pancasila dan UUD 45 secara murni dan konsekwen.

    Dari embrio inilah dibangun suatu tatanan Pemerintahan yang disebut Ode

    Baru. Nama itu dipilih untuk menunjukan bahwa orde ini merupakan tatanan

    hidup berbangsa dan bernegara yang bertujuan mengoreksi pemerintahan

    masa lalu dengan janji melaksanakan Pancasila dan Undang-undang Dasar

    1945 secara murni dan konsekwen. Salah satu agenda besar orde baru dibawah

    pemerintahan adalah menghilangkan kotak-kotak ideologi politik dalam

    masyarakat yang menjadi warisan masa lalu dan membangun sistem

    kekuasaan yang berorientasi kepada kekaryaan. Ideologi kekaryaan ini

    dikumandangkan untuk membedakan secara lebih jelas dengan pemerintahan

    sebelumnya yang hanya dianggap bermain pada tataran ideologis, tanpa

    sesuatu karya yang nyata bagi rakyat banyak.

    Stablitas politik sebagai cara melaksanakan karya-karya yang dianggap secara

    kongkrit dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satu upaya dalam

    tataran politik misalnya adalah menciptakan sistem politik yang menegarakan

    semua organisasi sosial dan politik dengan tujuan agar tercapai stabilitas

    politik. Politik yang stabil dibutuhkan untuk membangun perekonomian yang

    kacau akibat ketidakstabilan politik masa lalu. Upaya tersebut diawali oleh

    pemerintah Orde Baru dengan menata struktur politik berdasarkan Undang-

    undang Dasar 1945 dan mencoba membuat garis pemisah yang jelas antara

    apa yang disebut suprastruktur politik (kehidupan politik pada tataran negara)

  • dan infrastruktur politik (kehidupan politik pada tataran masyarakat). Dalam

    dimensi suprastruktur politik, lembaga-lembaga negara secara

    formalstruktural ditata sehingga hubungan dan kewenangan menjadi lebih

    jelas dibanding dengan struktur kelembagaan kekuasaan pada masa Orde

    Lama[10].

    Sementara itu, dalam perspektif politik kemasyarakatan pemerintah Orde Baru

    melakukan restrukturisasi kehidupan kepartaian, dengan terlebih dahulu

    mendirikan organisasi kekaryaan dengan nama Golongan Karya (Golkar)

    yang merupakan gabungan dari berbagai macam organisasi masyarakat.

    Organisasi kekaryaan tersebut ikut pemilihan umum dan memperoleh

    kemenangan lebih dari 60%. Kemenangan tersebut di samping karena Golkar

    didukung oleh pemerintah, masyarakatpun sudah jenuh dengan permainan

    politik para elit yang dirasakan tidak pernah mengerti kebutuhan hidup

    mereka sehari-hari seperti terjadi dipemerintahan terdahlu. Pada tahun-tahun

    berikutnya, pemilu lebih merupakan seremoni dan pesta politik elit dari pada

    kompetisi politik. Pemilu yang berlangsung secara rutin dan diatur serta

    diselenggarakan oleh negara memihak kepentingan penguasa, sehingga

    sebagaimana diketahui partai yang berkuasa selalu memperoleh kemenangan

    sekitar 60 persen dari jumlah pemilih dalam setiap pemilihan umum.

    Sejalan dengan semakin dominannya kekuatan negara, nasib Pancasila dan

    Undang-undang Dasar 1945 menjadi sesuatu senjata bagi pemerintahan

    soeharto dalam hal mengontrol prilaku masyarakat sebagai contohnya

    Pemerintahan Soeharto selalu menempatkan Pancasila dan UUD 1945

    sebagai benda keramat dan azimat yang sakti serta tidak boleh diganggu

    gugat. Penafsiran dan implementasi Pancasila sebagai ideologi terbuka, serta

    UUD 1945 sebagai landasan konstitusi berada di tangan negara. Penafsiran

    yang berbeda terhadap kedua hal tersebut selalu diredam secara represif,

    kalau perlu dengan mempergunakan kekerasan. Dengan demikian, jelaslah

    bahwa Orde Baru tidak hanya memonopoli kekuasaan, tetapi juga

    memonopoli kebenaran. Sikap politik masyarakat yang kritis dan berbeda

  • pendapat dengan negara dalam prakteknya diperlakukan sebagai pelaku tindak

    kriminal.

    Penanaman nilai-nilai Pancasila pada pemerintahan soeharto dilakukan secara

    indoktrinatif dan birokratis. Akibatnya, bukan nilai-nilai Pancasila yang

    meresap ke dalam kehidupan masyakat, tetapi kemunafikan yang tumbuh

    subur dalam masyarakat. Sebab setiap ungkapan para pemimpin mengenai

    nilai-nilai kehidupan tidak disertai dengan keteladanan serta tindakan yang

    nyata sehingga Pancasila yang berisi nilai-nilai luhur bangsa dan merupakan

    landasan filosofi untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, bagi

    rakyat hanyalah omong kosong yang tidak mempunyai makna apapun. Lebih-

    lebih pendidikan Pancasila dan UUD 1945 yang dilakukan melalui metode

    indoktrinasi dan unilateral, yang tidak memungkinkan terjadinya perbedaan

    pendapat, semakin mempertumpul pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai

    Pancasila. Cara melakukan pendidikan semacam itu, terutama bagi generasi

    muda, berakibat fatal. Pancasila yang berisi nilai-nilai luhur, setelah dikemas

    dalam pendidikan yang disebut penataran P4 atau PMP ( Pendidikan Moral

    Pancasila), atau nama sejenisnya, ternyata justru mematikan hati nurani

    generasi muda terhadap makna dari nilai luhur Pancasila tersebut. Hal itu

    terutama disebabkan oleh karena pendidikan yang doktriner tidak disertai

    dengan keteladanan yang benar. Mereka yang setiap hari berpidato dengan

    selalu mengucapkan kata-kata Pancasila dan UUD 45, tetapi dalam

    kenyataannya masyarakat tahu bahwa kelakuan mereka jauh dari apa yang

    mereka katakan. Perilaku itu justru semakin membuat persepsi yang buruk

    bagi para pemimpin serta meredupnya Pancasila sebagai landasan hidup

    bernegara, karena masyarakat menilai bahwa aturan dan norma hanya untuk

    orang lain (rakyat) tetapi bukan atau tidak berlaku bagi para pemimpin.

    Retorika persatuan kesatuan menyebabkan bangsa Indonesia yang sangat

    plural diseragamkan, menjadi hasil konkrit dari kebijakan politik

    pembangunan yang unilateral. Seluruh tatanan diatur oleh negara, sementara

    itu rakyat tinggal menerima apa adanya. Gagasan mengenai pluralisme tidak

    mendapatkan tempat untuk didiskusikan secara intensif. Pelajaran yang dapat

  • dipetik adalah, bahwa persatuan dan kesatuan bangsa yang dibentuk secara

    unilateral tidak akan bertahan lama. Pendidikan ideologi yang hanya

    dilakukan secara sepihak dan doktriner serta tanpa keteladanan selain tidak

    akan memperkuat bangsa bahkan dapat merusak hati nurani dan moral

    generasi muda. Sebab, pendidikan semacam itu hanya menyuburkan

    kemunafikan.

    Pengalaman pahit yang pernah dilakukan pada masa Orde Lama dalam

    memanfaatkan Pancasila yang hanya retorika politik dan sebagai instrumen

    menggalang kekuasaan ternyata diteruskan pada masa Orde Baru. Hanya

    bedanya, pada masa Orde Lama Pancasila dimanipulasi menjadi kekuatan

    politik dalam bentuk bersatunya tiga kekuatan yang bersumber dari tiga aliran

    yaitu nasionalisme, komunisme dan agama; sedangkan pada masa Orde Baru

    Pancasila disalahgunakan sebagai ideologi penguasa untuk memasung

    pluralisme dan mengekang kebebasan berpendapat masyarakat dengan dalih

    menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Kekuasaan yang semakin akumulatif

    dan monopolistik di tangan seorang pemimpin menjadikan mereka juga

    berkuasa menentukan apa yang dianggap benar dan apa yang dianggap salah.

    Ukurannya hanya satu: sesuatu dianggap benar kalau hal itu sesuai dengan

    keinginan penguasa, sebaliknya sesuatu dianggap salah kalau bertentangan

    dengan kehendaknya.

    E. PENUTUP

    Kritik terhadap pelaksanaan pancasila pada masa orde baru

    Pada zaman orde baru, pemerintahan yang dipimpin presiden

    Soeharto tergolong otoriter. Berikut sejumlah kesalahan yang dilakukan

    oleh Presiden Soeharto sehingga memperoleh kritik berbentuk petisi 50

    yang ditandatangani oleh 50 tokoh terkemuka Indonesia; Presiden telah

    menganggap dirinya sebagai pengejawantahan Pancasila; bahwa Soeharto

    menganggap setiap kritik terhadap dirinya sebagai kritik terhadap ideologi

    negara Pancasila;Soeharto menggunakan Pancasila "sebagai alat untuk

  • mengancam musul-musuh politiknya"; Soeharto menyetujui tindakan-

    tindakan yang tidak terhormat oleh militer; sumpah prajurit diletakkan di

    atas konstitusi; dan bahwa prajurid dianjurkan untuk "memilih teman dan

    lawan berdasarkan semata-mata pada pertimbangan Soeharto".