138057064 trauma capitis
DESCRIPTION
refrat anestesiTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
MANAJEMEN TRAUMA KEPALA
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Dalam Menjalani Kepanitraan Klinik
Di Bagian Ilmu Anastesiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Abulyatama aceh
Disusun Oleh
MIMI HUDATIA
15174009
Pembimbing
dr. Muhammad Yassir, Sp.An
BAGIAN ILMU ANASTESIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ABULYATAMA ACEH RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH TGK CHIK DITIRO SIGLI
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa, karena atas
rahmat dan izin-Nya saya dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.
Tinjauan pustaka ini di susun guan memenuhi tugas kepanitraan klinik ilmu
anastesiologi di Rumah Sakit Umum Daerah Sigli.
Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada dr. Muhammad
Yassir, Sp.An yang telah membimbing saya dalam mengerjakan laporan kasus ini serta
kepada smua pihak yag telah memberi dukungan dan bantuan kepada penyusun.
Dengan penuh kesadaran, meskipun telah berupaya semaksimal mungkin untuk
menyelesaian tinjauan pustaka ini namum masiih terdapat kelemahan dan kekurangan.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat saya harapkan. Akhir kata
saya mengharapkan semoga tinjauan pustaka ini dapat berguna dan memberi manfaat
bagi kita semua.
Sigli, 6 agustus 20015
Penyusun
Mimi Hudatia
DAFTAR ISI
Judul .....................................................................................................................i
Kata Pengantar.......................................................................................................ii
Daftar Isi ...............................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 2 LAPORAN KASUS
2.1 identitas pasien................................................................................................
..........................................................................................................
2.2 subjektive.........................................................................................................
..........................................................................................................
2.3 objektive .........................................................................................................
2.4 pemeriksaan penunjang...................................................................................
2.5 dignosa ..........................................................................................................
2.6 penatalaksanaan...............................................................................................
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi kepala................................................................................................
3.2 Fisiologi kepala...............................................................................................
3.3 Trauma Kepala................................................................................................
BAB 4 PEMBAHASAN.......................................................................................
BAB 5 KESIMPULAN.........................................................................................
Dafrat Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara
langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi
neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanent.1
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan
pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh
serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang
mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.2
Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala setiap tahunnya diperkirakan
mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal sebelum tiba di rumah
sakit. Yang sampai di rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan
(CKR), 10% termasuk cedera kepala sedang (CKS), dan 10% sisanya adalah cedera
kepala berat (CKB).3 Insiden cedera kepala terutama terjadi pada kelompok usia
produktif antara 15-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab 48%-53% dari
insiden cedera kepala, 20%-28% lainnya karena jatuh dan 3%-9% lainnya disebabkan
tindak kekerasan, kegiatan olahraga dan rekreasi.4
— Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu rumah sakit
di Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat inap, terdapat 60%-70%
dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan CKB. Angka kematian tertinggi
sekitar 35%-50% akibat CKB, 5%-10% CKS, sedangkan untuk CKR tidak ada yang
meninggal.1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 identitas Pasien
Nama : Abdul Samad
Umur : 65 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Matang / Tring Gadeng
Pekerjaan : Tukang
Suku : Aceh
Agama : Islam
MRS : 29 juli 2015
No. CM : 138742
2.2 Subjective
Keluhan utama : head injuri ( Trauma Kepala)
Keluhan Tambahan : penurunan kesadaran (+), edema cerebri (+), hemiplegia
spastik (+), hipertensi (+)
Riwayat Penyakit Sekarang : pasien datang ke UGD RSUD. Sigli dengan post
KLL 4 jam yang lalu, dengan luka di kepala sudah terjahit dan lutut kanan, pasien
mendapatkan pertolongan pertama pada RS.Merdu. pasien sedang mengendarai
sepeda mortor dan di tabrak oleh sepeda motor lain yang berlawanan arah. Hasil
anamnesa keluarga pasien di dapatkan pasien pingsan (+), muntah 4 kali (+) muntah
darah 1 kali (+)
Riwayat penyakit dahulu : hipertensi (-), diabetes militus (-), asma (-) dll (-)
Riwayat obat : di sangkal
2.3 Objective
Kesadaran : delirium
GCS : E2 M5 V2 = 9
Vital Sign : TD 140/80 mmhg
HR 88 x/ mnt
RR 26 x/mnt
Temp 36,5 C
Mata : pupil isokor +/+
Telinga hidung mulut : dalam batas Normal
Thorak : simetris +/+
Retraksi -/-
Vesikuler +/+
Rhonki -/-
Whizing -/-
Abdomen : timpani +
Peristaltik +
Soepel +
Ekstremitas : dalam batas normal
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Keterangan
WBC
Hemoglobin
HCT
13,0 X 103/ UL
10,0 g/dL
28,5 %
4,0 – 10,0
12,0 – 18,0
35,0 – 50,0
Meningkat
Rendah
Rendah
Diagnosa : head injuri, edema cerebri, hemiplegia spastik, hipertensi
Penatalaksanaan :
- O2 5 liter sungkup
- IVFD Asering 20tts/mnt
- Inj. Ceftriaxon 1 gr/12 jam
- Inj. Eiticolin 500 mg/ 12 jam
- Inj. Omeprazole / 12 jam
- Inj. Kalnex 500 mg 8 jam
- Risperidon 0,5 mg
- Manitol 125 cc / 6 jam
Tindakan
- pasang NGT
- kateter urin
- monitor
follow up
Tanggal Subjektif Objektif Terapi
30.07.2015 Lemas (+)
Mual (+)
Demam (-)
TD 160/ 83 mmhg
HR 70 x mnt
RR 30 x mnt
Temp 36 C
SPO2 98%
Kesadaran sopor
Pupil anisokor 2mm/ 3mm
Refleks patologi +/-
Kaku kuduk +
IVFD asering 20 tts/ mnt
O2 4-5 liter/ mnt
Drip manitol 125 cc/6jam
Ij. Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam
Ij. Citicolin 500 mg/ 8 jam
Ij. OM2 1 amp/ hari
Ij. Kalnex 500 mg/ 8 jam
Pasien di rujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin Banda Aceh
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Anatomi Kepala
A. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu, skin atau kulit,
connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose
connective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.5,6
B. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak
terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria
khususnya di region temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis.
Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak
akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu:
fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporal dan fosa posterior ruang
bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.5
C. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan
yaitu:
1. Dura mater
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal
dan lapisan meningeal.6 Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan
ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari cranium. Karena tidak
melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial
(ruang subdural) yang terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai
perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada
permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut bridging
veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis
superior mengalirkan darah vena ke sinus transverses dan sinus sigmoideus. Laserasi
dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.5
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari
cranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi
pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering
mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa
media).5
2. Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.5 Selaput
arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang
meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut
spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarachnoid yang terisi oleh liquor
serebrospinalis.6 Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.5
3. Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri.5 Pia mater adalah
membrane vascular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk ke
dalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu
dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk ke dalam substansi otak juga diliputi
oleh pia mater.6
D. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa
sekitar 14 kg.7 Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu: proensefalon (otak depan) terdiri
dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak
belakang) terdiri dari pons, medulla oblongata dan serebellum.6
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus.6 Lobus frontal berkaitan dengan
fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan
dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori
tertentu. Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon
dan pons bagian atas berisi system aktivasi reticular yang berfungsi dalam kesadaran dan
kewaspadaan. Pada medulla oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum
bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan.5,8
E. Cairan serebrospinal
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan
produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen
monro menuju ventrikel III, akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan
direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada
sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio
arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan tekanan
intracranial.5 Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS sekitar 150
ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.9
F. Tentorium
Tentorium serebri membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial
(terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi
fosa kranii posterior).5
G. Perdarahan Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat
arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk circulus Willisi.
Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot di dalam dindingnya yang sangat tipis
dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus
venosus cranialis.6
2. FISIOLOGI KEPALA
Tekanan intracranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah intracranial, cairan
serebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan normal, TIK orang dewasa dalam
posisi terlentang sama dengan tekanan CSS yang diperoleh dari lumbal pungsi yaitu 4 –
10 mmHg.7 Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau
memperberat iskemia. Prognosis yang buruk terjadi pada penderita dengan TIK lebih
dari 20 mmHg, terutama bila menetap.5
Pada saat cedera, segera terjadi massa seperti gumpalan darah dapat terus
bertambah sementara TIK masih dalam keadaan normal. Saat pengaliran CSS dan darah
intravaskuler mencapai titik dekompensasi maka TIK secara cepat akan meningkat.
Sebuah konsep sederhana dapat menerangkan tentang dinamika TIK. Konsep utamanya
adalah bahwa volume intracranial harus selalu konstan, konsep ini dikenal dengan
doktrin Moro-Kellie.5
Otak memperoleh suplai darah yang besar yaitu sekitar 800 ml/min atau 16%
dari cardiac output, untuk menyuplai oksigen dan glukosa yang cukup.7 Aliran darah
otak (ADO) normal ke dalam otak pada orang dewasa antara 50-55 ml per 100 gram
jaringan otak per menit. Pada anak, ADO bisa lebih besar tergantung pada usianya. 5,10
ADO dapat menurun 50% dalam 6-12 jam pertama sejak cedera pada keadaan cedera
otak berat dan koma. ADO akan meningkat dalam 2-3 hari berikutnya, tetapi pada
penderita yang tetap koma ADO tetap di bawah normal sampai beberapa hari atau
minggu setelah cedera. Mempertahankan tekanan perfusi otak/TPO (MAP-TIK) pada
level 60-70 mmHg sangat direkomendasikan untuk meningkatkan ADO.5
3. Trauma Kepala
A. Definisi Head Injury(Trauma Kepala)
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
Head injury (cedera kepala) : trauma yang mengenai otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstitinal dalam substansi otak disebabkan oleh kekuatan
eksternal yang menimbulkan perubahan tingkat kesadaran dan perubahan kemampuan
kognitif, fungsi fisik, fungsi tingkah laku, dan emosional.
Trauma pada kepala dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma
jaringan lunak / otak atau kulit seperti kontusio / memar otak, edema otak, perdarahan
atau laserasi, dengan derajat yang bervariasi tergantung pada luas daerah trauma.
B. Epidemiologi Head Injury(Trauma Kepala)
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kecacatan dan kematian
pada kelompok usia 1-40 tahun. 1,5 juta penduduk setahunnya mengalami cedera
tersebut. Puncaknya pada usia 15-24 tahun. Laki-laki mengalami cedera 2-3 kali lebih
sering disbanding perempuan.
C. Penyebab Head Injury(Cidera Kepala)
Cedera kepala dapat disebabkan oleh benturan karena kecelakaan lalu lintas,
terjatuh, kecelakaan industry, kecelakaan olahraga, dll.
Respon terhadap cedera
Respon terhadap cedera meliputi:
Kerusakan jaringan
Kontusio akibat benturan dapat mencederai sel-sel saraf dan serabut-serabut saraf
yang dapat menyebabkan perdarahan kecil yang akan merusak jaringan yang
berdekatan.
Edema serebral
Edema terjadi akibat beberapa daerah dari otak tidak adekuat perfusi jaringannya,
sehingga timbul hiperkapnia yang mengakibatkan asidosis local dan vasodilatasi
pembuluh darah.tidak adekuatnya suplai oksigen dan glukosa lebih lanjut dapat
mengakibatkan peningkatan edema dari serebral, sehingga akan menyebabkan
peningkatan tekanan intracranial dan akhirnya bisa mengakibatkan herniasi otak dan
kematian.
Perdarahan dan hematoma
Kerusakan pada jaringan dapat menyebabkan perdarahan dan hematoma. Keduanya
dapat meningkatkan tekanan intracranial.
Respon lain
Respon lain yang dapat terjadi adalah iskemik, infark, nekrosis jaringan otak, serta
kerusakan terhadap saraf cranial dan struktur lainnya.
Tipe Cedera Pada Head Injury (Trauma Kepala)
Fraktur Tengkorak
Pukulan pada tengkorak menyebabkan fraktur jika toleransi elastic dari tulang
terlampaui. Fraktur kepala dapat melukai jaringan pembuluh darah dan saraf-saraf dari
otak, merobek durameter yang mengakibatkan perembesan cairan serebrospinal, dimana
dapat membuka suatu jalan untuk terjadinya infeksi intrakranial. Adapun macam-macam
dari fraktur tengkorak adalah :
1. Fraktur Linear :
Retak biasa pada hubungan tulang dan tidak merubah hubungan dari kedua fragmen.
2. Comminuted Fraktur :
Patah tulang tengkorak dengan multipel fragmen dengan fraktur yang multi linear.
3. Depressed Fraktur :
Fragmen tulang melekuk kedalam.
4. Coumpound Fraktur :
Fraktur tengkorak yang meliputi laserasi dari kulit kepala, membran mukosa, sinus
paranasal, mata, dan telinga atau membran timpani.
5. Fraktur dasar Tengkorak :
Fraktur yang terjadi pada dasar tengkorak, khususnya pada fossa anterior dan tengah.
Fraktur dapat dalam bentuk salah satu linear, comminuted atau depressed. Sering
menyebabkan rhinorrhea atau otorrhea.
Cedera Serebral
Cidera serebral meliputi:
1. Komosio Serebri (geger otak) :
Gangguan fungsi neurologik ringan tanpa adanya kerusakan struktur otak, terjadi
hilangnya kesadaran kurang dari 10 menit atau tanpa disertai amnesia, muntal,
muntah, nyeri kepala. Biasanya dapat kembali dalam bentuk normal.
2. Kontusio Serebri (memar) :
Benturan menyebabkan perubahan dari struktur dari permukaan otak yang
mengakibatkan pendarahan dan kematian jaringan dengan atau tanpa edema.
Hilangnya kesadaran lebih dari 10 menit.
Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka, namun
waktu tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak ada
standart pasti untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat secara
pemeriksaan fisik.
Pada mayat waktu antara terjadinya luka memar, kematian dan pemeriksaan
menentukan juga karekteristik memar yang timbul. Semakin lama waktu antara
kematian dan pemeriksaan luka akan semakin membuat luka memar menjadi gelap.
Pemeriksaan mikroskopik adalah sarana yang dapat digunakan untuk menentukan
waktu terjadinya luka sebelum kematian. Namun sulit menentukan secara pasti
karena hal tersebut pun bergantung pada keahlian pemeriksa.
3. Laserasio serebri :
Gangguan fungsi neurologik disertai kerusakan otak yang berat dengan fraktur
tengkorak terbuka. Massa otak terkelupas keluar dari rongga kranial.
4. Hematoma Epidural :
Perdarahan yang menuju ke ruang antar tengkorak dan durameter akibat laserasi
dari arteri meningea media. Hematoma ini disebabkan oleh karena ruptur sebuah
arteri meningen,biasanya berkaitan dengan fraktur tengkorak.
5. Hematoma Subdural :
Kumpulan darah antara permukaan dalam durameter dan araknoidmeter.
Hematoma ini disebabkan oleh kerusakan vena penghubung (Bridging veins) yang
berjalan dari permukaan otak sinus dura.
6. Hematoma Intracerebral :
Perdarahan yang menuju ke jaringan serebral. Biasanya terjadi akibat cedera
langsung dan sering didapat pada lobus frontal atau temporal.
7. Hematoma Subarachnoid :
Hematoma yang terjadi akibat trauma.
Cedera saraf kranialis
Saraf cranial yang rentan terhadap cedera dengan fraktur tengkoran adalah saraf
olfaktorius, optikus, okulomotorius, troklearis, cabang pertama dan kedua dari saraf
trigeminalis, fasialis, dan auditorius. Contohnya:
1. Hilangnya daya pengecap (hilangnya persepsi beraroma) timbul akibat pergeseran
otak dan robeknya filament saraf olfaktorius
2. Cedera saraf okulomotorius menyebabkan bola mata terdorong keluar denagn
hilangnya gerakan adduksi dan gerakan ventrikal dan dilatasi pupil terfiksasi.
3. Cedera saraf kranialis kedelapan denagn fraktur os petrosa menyebabkan hilangnya
pendengaran, vertigo, dan nistagmus segera setelah cedera.
>>berdasarkan berat ringannya
Berdasarkan berat ringannya cidera kepala terbagi 3 yaitu:
1. Cedera kepala ringan :
Jika GCS (Skala Koma Glasgow) antara 15-13, dapat terjadi kehilangan kesadaran
kurang dari 30 menit, tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau hematoma.
a) Tidak kehilangan kesadaran
b) Satu kali atau tidak ada muntah
c) Stabil dan sadar
d) Dapat mengalami luka lecet atau laserasi di kulit kepala
e) Pemeriksaan lainnya normal
2. Cedera kepala sedang :
Jika nilai GCS antara 9-12, hilang kesadaran antara 30 menit sampai 24 jam, dapat
disertai fraktur tengkorak, disorientasi ringan.
a) Kehilangan kesadaran singkat saat kejadian
b) Saat ini sadar atau berespon terhadap suara. Mungkin mengantuk
c) Dua atau lebih episode muntah
d) Sakit kepala persisten
e) Kejang singkat (<2menit) satu kali segera setelah trauma
f) Mungkin mengalami luka lecet, hematoma, atau laserasi di kulit kepala
g) Pemeriksaan lainnya normal
3. Cedera kepala berat :
Jika GCS antara 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, biasanya disertai kontusio,
laserasi atau adanya hematoma dan edema serebral.
a) Kehilangan kesadaran dalam waktu lama
b) Status kesadaran menurun – responsif hanya terhadap nyeri atau tidak responsif
c) Terdapat kebocoran LCS dari hidung atau telinga
d)Tanda-tanda neurologis lokal (pupil yang tidak sana, kelemahan sesisi)
e) Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial:
1. Herniasi unkus: dilatasi pupil ipsilateral akibat kompresi nervus okulomotor
2. Herniasi sentral: kompresi batang otak menyebabkan bradikardi dan hipertensi
f) Trauma kepala yang berpenetrasi
g) Kejang (selain Kejang singkat (<2menit) satu kali segera setelah trauma)
Manifestasi Klinis Head Injury( Trauma Kepala)
Manifestasi klinis head Injury meliputi:
Fraktur tengkorak : Keluarnya cairan serebrospinalis atau cairan lain dari hidung
(rhinorrhoe) dan telinga (otorrhoe), kerusakan saraf kranial, dan perdarahan
dibelakang membran timfani.
Komosio serebri : Muntah tanpa nausea, nyeri pada lokasi cidera, mudah marah,
lesu, mual, hilang ingatan sementara, sakit kepala, pusing, ketidakmampuan
untuk berkonsentrasi.
Kontusio serebri : Perubahan tingkat kesadaran, lemah, sulit bebicara, hilang
ingatan, sakit kepala, demam di atas 370C, berkeringat banyak, aktifitas kejang,
rhinorrhoe, dan kelumpuhan saraf kranial.
Hematoma epidural : Hilang kesadaran, gangguan penglihatan, sakit kepala,
lemah/paralisis pada salah satu sisi, tekanan darah meningkat, denyut nadi
menurun, pernafasan menurun dengan pola yang tidak teratur.
Hematoma subdural akut/subakut : Sakit kepala, gangguan penglihatan,
peningkatan TIK (Tekanan Intrakranial), otot wajah melemah, hilang kesadaran.
Hematoma subdural kronik : Gangguan mental, sakit kepala hilaang timbul,
gangguan penglihatan, perubahan pola tidur.
Mekanisme Cedera Pada Head Injury
Mekanisme Cedera Pada Head Injury meliputi:
Akselerasi
Jika benda bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada orang yang diam
kemudian dipukul atau telempar batu.
Deselerasi
Jika kepala bergerak membentur benda yang diam, misalnya pada saat kepala
terbentur.
Deformitas
Perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang terjadi akibat trauma, misalnya
adanya fraktur kepala, kompresi, ketegangan atau pemotongan pada jaringan otak.
Pada saat terjadinya deselerasi ada kemungkinan terjadi rotasi kepala sehingga dapat
menambah kerusakan. Mekanisme kerusakan kepala dapat mengakibatkan kerusakan
pada daerah dekat benturan (Coup) dan kerusakan pada daerah yang berlawanan
dengan benturan (Contra coup).
Kekacauan terkait cedera kepala Pada Head Injury
Kekacauan terkait cedera kepala Pada Head Injury Meliputi:
1. Faktor kardiovaskuler
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup aktivitas
atipikal miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema paru.
Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan
kontraktilitas ventrikel. Hal ini menyebabkan penurunan curah jantung dan
meningkatkan tekanan atrium kiri. Akibatnya tubuh berkompensasi dengan
meningkatkan tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan
atrium kiri adalah terjadinya edema paru.
2. Faktor Respiratori
Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru atau hipertensi
paru menyebabkan hiperpnoe dan bronkokonstriksi
Konsentrasi oksigen dan karbon dioksida mempengaruhi aliran darah. Bila PO2
rendah, aliran darah bertambah karena terjadi vasodilatasi. Penurunan PCO2,
akan terjadi alkalosis yang menyebabkan vasokonstriksi (arteri kecil) dan
penurunan CBF (cerebral blood fluid).
Edema otak ini menyebabkan kematian otak (iskemik) dan tingginya tekanan
intra kranial (TIK) yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan batang otak
atau medulla oblongata.
3. Faktor metabolisme
Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme seperti trauma tubuh lainnya
yaitu kecenderungan retensi natrium dan air dan hilangnya sejumlah nitrogen
Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap hipotalamus,
yang menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron.
Ginjal mengambil peran dalam proses hemodinamik ginjal untuk mengatasi
retensi natrium. Kemudian natrium keluar bersama urine, hal ini mempengaruhi
hubungan natrium pada serum dan adanya retensi natrium. Pada pasca
hypotermia hilangnya nitrogen yang berlebihan sama dengan respon metabolik
terhadap cedera, karena adanya cedera tubuh maka diperlukan energi untuk
menangani perubahan seluruh sistem, tetapi makanan yang masuk kurang
sehingga terjadi penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama,
demikian pula respon hypothalamus terhadap cedera, maka akan terjadi sekresi
kortisol, hormon pertumbuhan dan produksi katekolamin dan prolaktin sehingga
terjadi asidosis metabolik karena adanya metabolisme anaerob glukosa
4. Faktor gastrointestinal
Trauma kepala juga mempengaruhi sistem gastrointestinal. Setelah trauma
kepala (3 hari) terdapat respon tubuh dengan merangsang aktivitas hipotalamus
dan stimulus vagal. Hal ini akan merangsang lambung menjadi hiperasiditas.
Hypothalamus merangsang anterior hypofise untuk mengeluarkan steroid
adrenal. Hal ini merupakan kompensasi tubuh dalam mengeluarkan
kortikosteroid dalam menangani oedema cerebral. Hyperacidium terjadi karena
adanya peningkatan pengeluaran katekolamin dalam menangani stres yang
mempengaruhi produksi asam lambung.
5. Faktor psikologis
Selain dampak masalah yang mempengaruhi fisik pasien, trauma kepala pada
pasien adalah suatu pengalaman yang menakutkan. Gejala sisa yang timbul
pascatrauma akan mempengaruhi psikis pasien. Demikian pula pada trauma berat
yang menyebabkan penurunan kesadaran dan penurunan fungsi neurologis akan
mempengaruhi psikososial pasien dan keluarga.
Pemeriksaan Penunjang
Test Diagnostik
a. CT Scan (dengan atau tanpa kontras)
Mengidentifikasi adanya perdarahan, menentukan ukuran vertikel,
pergeseran jaringan otak
b. MRI (Magnetik Resonance Imaging)
Sama dengan CT Scan dengan atau tanpa kontral
c. PET (Positron Emission Tomography) menunjukkan perubahan aktivitas
metabolisme otak.
d. Echoencephalograpi :melihat keberadaan dan berkembangnya gelombang
patologis.
e. Fungsi lumbal/listernograpi : dapat menduga kemungkinan adanya
perdarahan subarachnoid.
f. X-ray : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang, pergeseran struktur
dari garis tengah, adanya frakmen tulang.
g. Cek elektrolit darah : untuk mengetahui ketidakseimbangan yang
berperan dalam peningkatan TIK.
h. Analisa Gas Darah : untuk mendeteksi jumlah ventilasi dan oksigenisasi
i. EEG : untuk melihat aktifitas dan hantaran listrik di otak
j. Pneumoenchephalografi dengan memasukkan udara ke dalam ruangan
otak apakah ada penyempitan.
k. Darah lengkap untuk mengetahui kekuatan hemoglobin dalam mengikat
O2.
Penatalaksanaan
1. Airway dan breathing
Sering terjadi gangguan henti nafas sementara, penyebab kematian karena
terjadi apnoe yang berlangsung lama. Intubasi endotracheal tindakan
penting pada penatalaksanaan penderita cedera kepala berat dengan
memberikan oksigen 100 %. Tindakan hyeprveltilasi dilakukan secara
hati-hati untuk mengoreksi sementara asidosis dan menurunkan TIK
pada penderita dengan pupil telah dilatasi dan penurunan kesadaran.
PCo2 harus dipertahankan antara 25 – 35 mm Hg
2. Sirkulasi
Normalkan tekanan darah bila terjadi hypotensi
Hypotensi petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup berat
pada kasus multiple truama, trauma medula spinalis, contusio
jantung / tamponade jantung dan tension pneumothorax.
Saat mencari penyebab hypotensi, lakukan resusitasi cairan untuk
mengganti cairan yang hilang
UGS / lavase peritoneal diagnostik untuk menentukan adanya
akut abdomen
B. seconady survey
Penderita cedera kepala perlu konsultasi pada dokter ahli lain.
C. Pemeriksaan Neurologis
Dilakukan segera setelah status cardiovascular penderita stabil,
pemeriksaan terdiri dari :
GCS
Reflek cahaya pupil
Gerakan bola mata
Tes kalori dan Reflek kornea oleh ahli bedah syaraf
Sangat penting melakukan pemeriksaan minineurilogis sebelum penderita
dilakukan sedasi atau paralisis
Tidak dianjurkan penggunaan obat paralisis yang jangka panjang
Gunakan morfin dengan dosis kecil ( 4 – 6 mg ) IV
Lakukan pemijitan pada kuku atau papila mame untuk memperoleh
respon motorik, bila timbul respon motorik yang bervariasi, nilai repon
motorik yang terbaik
Catat respon terbaik / terburuk untuk mengetahui perkembangan
penderita
Catat respon motorik dari extremitas kanan dan kiri secara terpisah
Catat nilai GCS dan reaksi pupil untuk mendeteksi kestabilan atau
perburukan pasien.
4. TERAPY MEDIKAMENTOSA UNTUK TRAUMA KEPALA
Tujuan utama perawatan intensif ini adalah mencegah terjadinya cedera sekunder
terhadap otak yang telah mengaalami cedera
A. Cairan Intravena
Cairan intra vena diberikan secukupnya untuk resusitasi penderita agar tetap
normovolemik. Perlu diperhatikan untuk tidak memberikan cairan berlebih.
Penggunaan cairan yang mengandung glucosa dapat menyebabkan.
hyperglikemia yang berakibat buruk pada otak yang cedera
Cairan yang dianjurkan untuk resusitasi adalah NaCl o,9 % atau Rl. Kadar
Natrium harus dipertahankan dalam batas normal, keadaan hyponatremia
menimbulkan odema otak dan harus dicegah dan diobati secara agresig
B. Hyperventilasi
Tindakan hyperventilasi harus dilakukan secara hati-hati, HV dapat
menurunkan PCo2 sehingga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah
otak. HV yang lama dan cepat menyebabkan iskemia otak karena perfusi
otak menurun. PCo2 < 25 mmHg , HV harus dicegah. Pertahankan level
PCo2 pada 25 – 30 mmHg bila TIK tinggi.
C. Manitol
Dosis 1 gram/kg BB bolus IV
Indikasi penderita koma yang semula reaksi cahaya pupilnya normal,
kemudian terjadi dilatasi pupil dengan atau tanpa hemiparesis. Dosis tinggi
tidak boleh diberikan pada penderita hypotensi karena akan memperberat
hypovolemia
D. Furosemid
Dosis 0,3 – 0,5 mg/kg BB IV
Diberikan bersamaan dengan manitol untuk menurunkan TIK dan akan
meningkatkan diuresis
E. Steroid
Steroid tidak bermanfaat
Pada pasien cedera kepala tidak dianjurkan
F. Barbiturat
Bermanfaat untuk menurunkan TIK
Tidak boleh diberikan bila terdapat hypotensi dan fase akut resusitasi,
karena barbiturat dapat menurunkan tekanan darah
G. Anticonvulasan
Penggunaan anticonvulsan profilaksisi tidak bermanfaat untuk mencegaah
terjadinya epilepsi pasca trauma. Phenobarbital & Phenytoin sering dipakai
dalam fase akut hingga minggu ke I . Obat lain diazepam dan lorazepam
PENATALAKSANAAN PEMBEDAHAN
A. Luka Kulit kepala
Hal penting pada cedera kepala adalah mencukur rambut disekitar luka dan
mencuci bersih sebelum dilakukan penjahitan. Penyebab infeksi adalah
pencucian luka dan debridement yang tidak adekuat. Perdarahan pada cedera
kepala jarang mengakibatkan syok, perdarahan dapat dihentikan dengan
penekanan langsung, kauteraisasi atau ligasi pembuluh besar dan penjahitan
luka. Lakukan insfeksi untuk fraktur dan adanya benda asing, bila ada CSS
pada luka menunjukan adanya robekan dura. Consult ke dokter ahli bedah
saraf. Lakukan foto teengkorak / CT Scan.
B. Fractur depresi tengkorak
Tindakan operatif apabila tebal depresi lebih besar dari ketebalan tulang di
dekatnya. CT Scan dapat menggambarkan beratnya depresi dan ada tidaknya
perdarahan di intra kranial atau adanya suatu kontusio
C. Lesi masa Intrakranial
Trepanasi dapat dilakukan apabila perdarahan intra kranial dapat mengancam
jiwa dan untuk mencegah kematian. Prosedur ini penting pada penderita yang
mengalami perburukan secara cepat dan tidak menunjukan respon yang baik
dengan terapy yang diberikan
Trepanasi dilakukan pada pasien koma, tidak ada respon pada intubasi
endotracheal , hiperventilasi moderat dan pemberian manitol
BAB IV
PEMBAHASAN
Kasus pada pada bapak abdul samad laki laki usia 65 tahun dengan cedera kepala
sedang (CKS) di Instalasi Gawat Darurat RSUD sigli dengan nilai GCS 9 mengalami
hematoma pada bagaian kepala bagaian belakang dengan luka robek pada kepala sebalah
kanan. Adapun penanganan gawat darurat yang telah dilaksanakan perawat di IGD
adalah mengkaji kondisi pasien dengan dengan prinsip ABC (Airway, Breathing and
Circulation) dan memperhatikan tingkat kesadaran pasien dengan cara menghitung GCS
(Glasgow Coma Scale) dan tanda – tanda vital serta keluhan utama. Sedangkan tindakan
yang diberikan adalah memposisikan semi fowler dan pemberian terapi O2 sebanyak 4
liter / menit, hal ini dikarenakan pasien mengalami sesak nafas Dari pengkajian yang
sudah dilakukan baik dari anamnesa, pemeriksaan fisik, didapatkan Diagnosa gangguan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan aliran darah ke serebral.
Penulis mengangkat diagnosa tersebut dengan ciri utama pasien mengalami penurunan
kesadaran, peningkatan tekanan darah, terjadi hematom dikepala. Diagnosa lain
hemiplegia spastik di tandai dengan kelumpuhan sebelah anggota gerak pada pasien.
Tindakan keperawatan yang diberikan lainnya yakni membersihkan luka – luka yang
terdapat pada kepala dan mengobservasinya, selain itu dilakukan pemeriksaan
penunjang kepada pasien yakni pemeriksaan rontgen untuk mengetahui ada tidaknya
patah tulang/ fraktur.
Adapun implementasi keperawatan terakhir memberikan obat – obatan yang
bertujuan menurunkan tekanan intracranial yang diakibatkan dari cedera kepala itu
sendiri. Sedangkan berdasarkan teori yang ada, menurut NICE Clinical Guideline (2007)
menyatakan bahwa penanganan gawat darurat pada pasien cedera kepala adalah
pertama, memprioritaskan kondisi jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi udara dibanding
luka – luka lainnya. Kedua, memeriksa luka – luka yang ada terutama luka pada kepala
dengan segala resiko yang ada, termasuk dilakukan CT Scan, ketiga. Dilakukan
pemeriksaan kesadaran dengan GCS untuk mengetahui kondisi berat ringan cedera
kepalanya. Adapun teori lainnya ialah setiap pasien yang mengalami cedera kepala harus
dilakukan penilaian GCS untuk mengetahui tingkat kesadaran dan penanganan
selanjutnya, termasuk melakukan CT scan atau rontgen untuk mengetahui adanya
kelainan pada kepala pasien (otak) dan fisik pasien, seperti resiko adanya cedera tulang
(Scottish, 2009).
Sehingga intervensi yang diberikan perawat di IGD RSUD Sigli terhadap pasien CKS
sudah sesuai dengan teori yang ada. Selain itu, menurut Weisberg dkk (2012),
menyatakan bahwa untuk kasus – kasus cedera kepala (contusio) dapat diberikan terapi
manitol dan dexametason serta dilakukan pembedahan untuk mengeluarkan hematoma
jika diperlukan jika cedera kepala menjadi lebih parah. Sedangkan di IGD RSUD Sigli
terapi manitol tidak diberikan pada pasien cedera kepala dikarenakan keterbatasan alat
CT Scan yang belum tersedia dan dokter ahli bedah saraf yang belum ada. Pemberian
terapi manitol oleh dokter diberikan pada pasien cedera kepala setalah melihat hasil dari
pemeriksaan CT Scan, oleh sebab itu apabila ada pasien cedera kepala yang berat maka
perawat dan dokter akan merujuk ke rumah sakit Zainoel Abidin Banda Aceh yang
mempunyai fasilitas yang lebih lengkap dan memiliki dokter bedah saraf.
BAB V
KESIPULAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan “manajemen penanganan trauma
kepala Pada bapak abdul hamid di Instalasi Gawat Darurat RSUD Sigli”, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Dalam kasus ini pengkajian asuhan keperawtan gawat darurat sudah dilakukan
meliputi: identitas klien, pengkajian primer (ABCDE), pengkajian sekunder
(AMPLE), pengkajian Head To Toe.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus ini sebagai berikut : gangguan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan edema sebral, pola napas tidak efektif
berhubungan dengan hiperventilasi, nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik.
3. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa gangguan perfusi serebral berhubungan
dengan edema serebral antara lain : berikan posisi head up 30°. Diagnosa pola napas
tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi antara lain : berikan posisi head up
30°, pemberian O2 nasal 3lpm. Diagnosa nyeri berhubungan dengan agen injury fisik,
antara lain : diberikan injeksi keterolak 30 mg intra vena.
4. Implementasi utama yang sudah dilaksanakan untuk pasien dengan cedera kepala
sedang adalah memberikan posisi head up 30°, berkolaborasi memberikan obat Inj.
Ceftriaxon 1 gr/12 jam, Inj. Eiticolin 500 mg/ 12 jam, Inj. Omeprazole / 12 jam. Inj.
Kalnex 500 mg 8 jam. Risperidon 0,5 mg Manitol 125 cc / 6 jam memberikan
penjelasan tentang kondisi saat ini yang dialami pasien dan menganjurkan keluarga
untuk selalu mendampingi serta memberikan support.
5. Evaluasi merupakan kunci keberhasilan pada proses keperawatan, untuk masalah
edema serebral teratasi sebagian dengan keterangan klien mengatakan pusing sudah
berkurang, tidak terjadi edema serebral. Untuk masalah keperawatan pola napas tidak
efektif sudah teratasi dengan keterangan RR= 24x/menit, irama napas teratur.
DAFTAR PUSTAKA
1. PERDOSSI cabang Pekanbaru. Simposium trauma kranio-serebral tanggal 3
November 2007. Pekanbaru.
2. Brain Injury Association of America. Types of Brain Injury. Http://www.biausa.org
[diakses 19 Juni 2008]
3. American College of Surgeon Committee on Trauma. Cedera Kepala. Dalam :
Advanced Trauma Life Support fo Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia. Komisi
trauma IKABI, 2004.
4. Turner DA. Neurological evaluation of a patient with head trauma. Dalam :
Neurosurgery 2nd edition. New York: McGraw Hill, 1996.
5. American College of Surgeon Committee on trauma. Cedera kepala. Dalam:
Advanced Trauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia,
penerjemah.Edisi 7. Komisi trauma IKABI, 2004; 168-193.
6. Snell RS. Clinical Anatomy for Medical Student. 6th ed. Sugiharto L, Hartanto H,
Listiawati E, Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk, penerjemah. Anatomi Klinik
Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC, 2006; 740-59
7. Whittle IR, Myles L. Neurosurgery. Dalam: Principles and Practice of Surgery. 4 th ed.
Elsevier Churchill Livingstone, 2007; 551-61
8. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Elsevier Saunders,
2006; 685-97.
9. Smith ML, Grady MS. Neurosurgery. Dalam: Schwarrt’z Principles of Surgery. 8 th
ed. McGraw-Hill, 2005; 1615-20.
10.Singh J. Head Trauma. 25 September 2006 (20 September 2007); Topic 929: (11
screens). Diunduh dari: http://www.emedicine.com/ped/topic929.htm
11. Findlaw Medical Demonstrative Evidence. Closed head traumatic brain injury.
Http://findlaw.doereport.com [diakses 19 Juni 2008]
12. Saanin S. Cedera Kepala. Http://www.angelfire.com/nc/neurosurgery. [diakses
19 Juni 2008]