164081477-hipertensi-pulmonal

20
HIPERTENSI PULMONAL I. PENDAHULUAN Sirkulasi paru merupakan sistem bertekanan rendah dengan tekanan arteri pulmonalis rerata saat istirahat < 20 mmHg. Tekanan akan lebih tinggi sementara pada saat beraktivitas / latihan atau pada saat berada di ketinggian, namun bila terus menerus > 20 mmHg dalam keadaan istirahat maka akan menyebabkan terjadinya hipertensi paru ( Pulmonary Hypertension / PH ). Bila respons arteriol sistemik terhadap hipoksia adalah vasodilatasi, pembuluh darah justru mengalami vasokonstriksi pada hipertensi pulmonal. PH yang tidak diketahui etiologinya secara jelas disebut dengan PH Primer atau idiopatik, sedangkan bila diketahui etiologinya secara jelas dinamakan PH Sekunder. (1) II. DEFINISI Hipertensi pulmonary primer ( HPP ) atau idiopatik adalah suatu penyakit yang jarang didapat namun progresif oleh karena peningkatan resistensi vascular pulmonal, yang menyebabkan menurunya fungsi ventrikel kanan oleh karena peningkatan afterload ventrikel kanan (2) . Tekanan arteri pulmonalis rata –rata itu ditentukan oleh tiga variabel, yaitu : a) resistensi pembuluh darah paru (15 mmHg) b) Curah jantung c) Tekanan atrium kiri ( 5 mmHg ) Hipertensi pulmonal terjadi jika satu atau beberapa variabel diatas meningkat. (3) Kriteria diagnosis untuk hipertensi pulmonal merujuk pada National Institute of Health (NIH) yaitu : a) bila tekanan sistolik arteri pulmonalis lebih dari 35 mmHg atau 1

Upload: radis-virna-da-gusta

Post on 27-Oct-2015

35 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

HIPERTENSI PULMONAL

I. PENDAHULUAN

Sirkulasi paru merupakan sistem bertekanan rendah dengan tekanan arteri pulmonalis

rerata saat istirahat < 20 mmHg. Tekanan akan lebih tinggi sementara pada saat beraktivitas /

latihan atau pada saat berada di ketinggian, namun bila terus menerus > 20 mmHg dalam

keadaan istirahat maka akan menyebabkan terjadinya hipertensi paru ( Pulmonary

Hypertension / PH ). Bila respons arteriol sistemik terhadap hipoksia adalah vasodilatasi,

pembuluh darah justru mengalami vasokonstriksi pada hipertensi pulmonal. PH yang tidak

diketahui etiologinya secara jelas disebut dengan PH Primer atau idiopatik, sedangkan bila

diketahui etiologinya secara jelas dinamakan PH Sekunder. (1)

II. DEFINISI

Hipertensi pulmonary primer ( HPP ) atau idiopatik adalah suatu penyakit yang jarang

didapat namun progresif oleh karena peningkatan resistensi vascular pulmonal, yang

menyebabkan menurunya fungsi ventrikel kanan oleh karena peningkatan afterload ventrikel

kanan (2). Tekanan arteri pulmonalis rata –rata itu ditentukan oleh tiga variabel, yaitu :

a) resistensi pembuluh darah paru (15 mmHg)

b) Curah jantung

c) Tekanan atrium kiri ( 5 mmHg )

Hipertensi pulmonal terjadi jika satu atau beberapa variabel diatas meningkat.(3) Kriteria

diagnosis untuk hipertensi pulmonal merujuk pada National Institute of Health (NIH) yaitu :

a) bila tekanan sistolik arteri pulmonalis lebih dari 35 mmHg atau

1

b) rerata tekanan arteri pulmonalis lebih besar dari 25 mmHg pada saat istirahat atau lebih

30 mmHg pada saat aktivitas dan

c) tidak didapatkan adanya kelainan valvular pada jantung kiri, penyakit miokardium,

penyakit jantung kongenital dan tidak adanya kelainan paru, penyakit jaringan ikat atau

penyakit trombo-emboli kronik,

oleh karna itu HPP juga disebut sebagai unexplained pulmonary hypertension.(2)

Klasifikasi status fungsional pasien hipertensi pulmonal berdasarkan WHO :

III. ETIOLOGI dan PATOGENESIS

Penyebab dan akibat hipertensi pulmonal (3)

2

Gambar 1. Penyebab dan akibat hipertensi pulmonal

PH Primer merupakan suatu kasus yang jarang, etiologinya tidak diketahui secara

pasti namun terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya PH Primer ini , antara

lain (1):

1) Obat – obatan anoreksia : fenfluramin

2) Kokain

3) Obat –obatan kemoterapi : mitomisin C, bleomisin, siklofosfamid, karmustin

4) L – Triptofan

5) Hipertensi portal

6) Kelainan jaringan ikat : Sindrome kalsinosis, raynaud, esophagus, sklerodaktili

7) Infeksi HIV

3

8) Sindrome keracunan oli

PH Sekunder (1):

1) Penyakit Paru Obstruktif kronis (PPOK)

2) Fibrosis paru

3) Gagal napas karena abnormalitas dinding dada

4) Apnu tidur

5) Penyakit tromboemboli paru kronis

6) Penyakit jaringan ikat

7) Hidup didaerah tinggi

8) Penyakit jantung kiri, misalnya : katup mitral, gagal ventrikel kiri kronis

9) Penyakit jantung kongenital dengan aliran darah paru tinggi kronis

Patogenesis hipertensi pulmonal terjadi dari adanya interaksi antara faktor resiko dan

predisposisi genetik.(4)

4

Gambar 2. Patogenesis hipertensi pulmonal

IV. EPIDEMIOLOGI

Hipertensi pulmonal sering didapatkan pada usia muda dan pertengahan , dan lebih

sering mengenai wanita dibandingkan pria ( 2 : 1 ). (2)

V. PATOLOGI

Gambar 3. Gambaran patologis hipertensi pulmonal(2)

5

Karakteristik patologi pada

hipertensi pulmonal

tampak hipertrofi media dan

penyempitan lumen oleh karna

proliferasi intima dan

proliferasi adventisia

Arteri pulmonal merupakan suatu struktur complaint dengan sedikit serat otot yang

memungkinkan fungsi pulmonary vascular bed sebagai sirkuit yang low pressure dan high

flow. Gambaran patalogi vaskular pada HPP tidak patognomonis untuk kelainan ini karena

menyerupai gambaran arteriopati pada hipertensi pulmonal dari berbagai macam sebab,

kelainan vaskuler disini termasuk hiperplasia otot polos vaskular, hiperplasia initima dan

trombosis insitu. Kelainan yang terjadi pada HPP ini mengenai arteri-arteri pulmonalis kecil

dengan diameter antara 40 sampai 100 mm dan arteriol. Evolusi vaskular pada HPP ini

tergantung progresivitas penipisan arteri pulmonalis yang secara gradual meningkatkan

resistensi pulmonal yang pada akhirnya menyebabkan strain dan gagal ventrikel kanan.(2)

Pada stadium awal HPP, peningkatan tekanan arteri pulmonalis menyebabkan

peningkatan kerja ventrikel kanan dan terjadi trombotik arteriopati pulmonal. Karakteristik

trombotik arteriol pulmonal ini adalah adanya trombus insitu pada muskularis arteri dari

vaskulatur pulmonal. Sedangkan pada stadium lanjut, dimana tekanan pulmonal meningkat

secara terus menerus dan progresif, lesi berkambang menjadi bentuk arteropati fleksogenik

pulmonal yang ditandai dengan hipertrofi media, fibrosis laminalis intima kosentrik, yang

menggantikan struktur endotelial pulmonal normal.(2) Secara patologis HPP dapat

dikelompokkan secara 3 sub – tipe(2) :

a) PRIMARY ARTERIOPATI FLEKSOGENIK ( 30-60 % kasus dari HPP )

Secara patologis lesi fleksogenik adalah disorganisasi kapiler pulmonal. Beberapa

keadaan sel mengandung ploriferasi monoklonal sel-sel endotelial. Lesi fleksiform

merupakan suatu bentuk hipertensi pulmonal berat, dengan insiden 1-2/juta penduduk

perbandingan pria dan perempuan 1,7:1 dan usia saat diagnostik tipe ini antara 20-50

tahun. kelainan ini tampak mempunyai komponen genetik, dimana 7 % kasus adalah

familial.(2)

b) TROMBOEMBOLIK ARTERIOPATI ( 45-50 % kasus dari HPP)

Secara patologis subtipe ini ditandai dengan fibrosis eksentrik tunika intima dan

gambaran rekanalisasi trombosis insitu ( jaringan dan septum dalam lumen arterial ).

tromboembolik hipertensi pulmonal ini terbagi atas 2 bentuk, yaitu(2) :

Makrotromboembolik biasanya didapatkan pada hipertensi pulmonal

6

sekunder dan berisi gumpalan besar ditengah lumen.

Mikrotromboembolik adanya trombus di distal yang menyumbat pembuluh –

pembuluh darah kecil . secara klinis mikrotromboembolik ini sering tumpang

tindih dengan arteriopati

fleksogenik primer.

c) OKLUSIF VENA PULMONAL

Bentuk yang jarang didapatkan, disebabkan oleh penipisan tunika intima vena pulmonal.

HPP secara patologis dapat digradasikan dalam 6 poin berdasarkan severitas penyakit.

Dimulai dari hipertropi media ( grade 1 ) sampai nekrosis arteritis ( grade 6) namun tidak

ada korelasi antara gradasi patologis dengan tekanan pulmonalis (2).

Gambar 4. Gambaran lesi pada pembuluh darah pada hipertensi pulmonal

Mediator vasoaktif sirkulasi lain juga berperan pada HPP. Kadar plasma serotonin

meningkat pada pasien HPP dan tetap meningkat setelah transplantasi Jantung. Obat penekan

nafsu makan (fenfluramin, deksfenfluramin) yang menghambat reuptake serotonin dapat

mencetuskan HPP pada individu yang peka melalui peningkatan konsentrasi plateled-derived

serotonin ( suatu vasokonstriktor pulmonal,yang merangsang pertumbuhan vaskular).(2)

7

Kerusakan saluran ion pada sel otot polos arteri pulmonal juga dapat menambah

vasokonstriksi. Kalsium intra selular berperan penting dalam regulator kontraksi dan

proliferasi otot polos vaskular dan kanal kalium yang menentukan konsentrasi kalsium bebas

sitoplasma mungkin terganggu pada pasien dengan hipertensi pulmonal primer.(2)

Vasokonstriksi diikuti oleh proliferasi dan fibrosis intima, trombosis insitu dan

perubahan flegsogenik. Peningkatan ekspresi vaskular endothelial growth factor (VEGF),

suatu mitogen sel endothelial spesifik yang dihasilkan oleh makrofag dan otot polos berperan

dalam remodeling vaskular (2).

VI. MANIFESTASI KLINIS(1,2)

Gambaran klinis dari PH Primer sangat bervariasi dan seirng tidak menunjukkan

gejala yang spesifik. Gejala dapat berupa dispnue saat aktivitas, fatigue, sinkop, nyeri dada

angina, hemoptisis dan fenomena Raynaud. Tanda dapat berupa adanya distensi vena

jugularis, impuls ventrikel kanan yang dominan, komponen katup paru menguat(P2), S3

jantung kanan, murmur tricuspid, hepatomegali dan adanya edema perifer. Jika PH telah

lanjut, maka akan terdapat tanda – tanda sebagai berikut :

a) Peningkatan tekanan vena jugularis ( JVP )

b) Takikardi sinus atau AF

c) Tekanan darah sistemik normal atau rendah

d) Sirkulasi perifer yang buruk ( ekstremitas dingin )

e) Sianosis sentral dan sianosis perifer

f) Bunyi jantung ketiga/keempat RV (S3/S4)

g) Komponen paru (P2) bunyi jantung kedua terdengar keras

h) Regurgitasi trikuspid

i) Edema perifer

j) Pembesaran hati dan asites .

8

k)

VII. DIAGNOSIS(2)

Gambar 5. Algoritma diagnosis hipertensi pulmonal(4)

1. Ekokardiografi

Pada pasien yang secara klinis dicurigai hipertensi pulmonal sebaiknya dilakukan

ekokardiografi. Ekokardiografi ini tidak hanya membantu menetapkan diagnosis namun dapat

juga menilai etiologi dan prognosis. Selain itu juga dapat mendeteksi kelainan katup,

disfungsi ventrikel kiri, shunt jantung, dan menilai tekanan sistolik ventrikel kanan bila ada

regurgitasi tricuspid, bila tidak terdapat regurgitasi tricuspid, penilaian sistolik ventrikel

kanan dapat dilakukan secara kualitatif , yaitu : adanya pembesaran atrium dan ventrikel

kanan, serta septum yang cembung atau rata. Bila terdapat efusi perikard menunjukkan

beratnya penyakit ( prognosisnya kurang baik ).(2,4)

9

Gambar 6. Gambaran ekokardiografi hipertensi pulmonal dengan adanya regurgitasi

tricuspid(4)

2. Elektrokardiografi

EKG juga harus dilakukan pada pasien HPP, meskipun tidak spesifik. Gambaran tipikal

pada EKG adalah berupa strain ventrikel kanan, hipertrofi dari ventrikel kanan dan

pergeseran aksis kekanan.

Gambar 7. EKG pada hipertensi pulmonal

Gambar Gambaran EKG Pasien hipertensi pulmonal menunjukkan deviasi aksis ke kanan dan

hipertrofi ventrikel kanan.

10

3. Radiologi

Foto thorax dapat membantu menemukan penyakit paru lain yang mendasari hipertensi

pulmonal (untuk membedakan HP Primer dan HP Sekunder ). Gambaran khas pada foto

thorax adalah ditemukannya pembesaran hilar, bayangan arteri pulmonalis dan pada foto

thorax lateral terdapat pembesaran ventrikel kanan.

Gambar 8. Radiologi pada Hipertensi pulmonal

4. Pemeriksaan angiografi

Kateterisasi jantung merupakan baku emas untuk mendiagnosis hipertensi pulmonal.

Tes vasodilator dengan obat kerja singkat seperti : adenosine, inhalasi nitric oxide atau

epoprostenol dapat dilakukan selama kateterisasi. Respons vasodilatasi positif bila didapatkan

penurunan tekanan arteri pulmonalis dan resistensi vascular paru sedikitnya 20 % dari

tekanan awal. Pasien HP yang berespons positif terhadap vasodilator akut pada pemeriksaan

kateterisasi, survivalnya akan meningkat dengan pengobatan blockade saluran kalsium jangka

lama. Dengan kateterisasi jantung juga dapat memberikan informasi mengenai saturasi

oksigen pada vena sentral, atrium dan ventrikel kanan, serta arteri pulmonal yang berguna

dalam menilai prognostic hipertensi pulmonal (6).

11

Pelebaran arteri pulmonal sentral bilateral pada pasien hipertensi pulmonal

Gambar 9. Gambaran angiografi pada hipertensi pulmonal dengan tromboembolik

kronik(4)

12

VIII. TATA LAKSANA(2,4)

Gambar 10. Algoritma tatalaksana hipertensi pulmonal(4)

HIPERTENSI PULMONAR PRIMER

1. Medikamentosa

Resisten vakular pulmonal secara dramatis meningkat pada saat latihan atau aktivitas

pada pasien hipertensi, oleh karna itu pada pasien hipertensi pulmonal sebaiknya harus

memperhatikan dan membatasi aktivitas yang berlebihan. Penggunaan diuretika untuk

13

mengurangi sesak dan edema pada perifer, dapat bermanfaat untuk mengurangi kelebihan

cairan terutama bila ada regurgitasi trikuspid. Saat ini banyak penelitian untuk pengobatan

hipertensi pulmonal telah dilakukan, diantaranya : golongan vasolidator, prostanoid, nitric

oxide, penghambat fosfodiesterase, antagonis reseptor endotelin dan antikoagulan.

1) Terapi Vasodilator

Penggunaan penghambat kalsium telah banyak digunakan sebagai terapi pada

hipertensi pulmonal, perbaikan terjadi pada kira-kira 25-30% kasus terutama pada pasien

yang tes vasodilator akut positif, pada kelompok ini dapat dipertimbangkan penggunaannya

dalam jangka lama, sedangkan pada pasien hipertensi pulmonal dengan gagal jantung kanan

sebaiknya pemberian vasodilator dibatasi.

Nifedipin 120-240 mgr/hari atau diltiazem 540-900 mg/hari merupakan obat yang

sering digunakan, sementara verapamil memperlihatkan efek inotropik negatif. Namun obat-

obat tersebut menyebabkan efek samping yang bermakna, seperti hipotensi yang mengancam

hidup pasien dengan compromised fungsi ventrikel kanan yang berat, untuk ini diperlukan

monitoring ketat terhadap hemodinamik pasien.

Vasidilator lain yang telah dievaluasi adalah peranan angiotensin converting enzyme

pada patofisiologi hipertensi pulmonal, namun enzim ini tidak bermanfaat secara signifikan.

2) Prostanoid

• Epoprostenol

Pemakaian epoprostenol jangka panjang dapat memperbaiki hemodinamik, toleransi

latihan, klas fungsional NYHA, dan survival rate penderia hipertensi pulmonal. Namun

karena waktu paruh yang singkat diperlukan bentuk infus IV yang konstan melalui kateter

dengan portable pump, penggunaannya rumit sehingga diperlukan rujukan ke rumah sakit

atau klinik yang canggih.

• Treprostinil

14

Treprostinil memiliki waktu paruh yang lebih lama dan dapat digunakan secara

subkutan. Treprostinil subkutan dapat menyebabkan rasa nyeri pada tempat suntikan

sehingga penggunaan obat ini kadang – kadang dibatasi pada pasien tertentu.

• Iloprost inhalasi

Iloprost adalah prostasiklin dengan bentuk kimia stabil yang tersedia dalam bentuk

intravena, oral dan aerosol, dengan waktu paruh 20 – 25 menit. Bentuk inhalasi dalam

pengobatan hipertensi pulmonal adalah konsep yang baik praktis dalam penggunaan klinik.

Pada idiopatik hipertensi pulmonal iloprost inhalasi memberikan efek vasodilatasi yang lebih

efektif dibandingkan inhalasi NO. Untuk penggunaan jangka panjang, karena waktu paruhnya

yang pendek dapat digunakan 6 – 9 kali inhalasi/hari.

3) Nitrik Oksid

Merupakan suatu vasodilator pulmonal selektif, diberikan secara inhalasi dengan waktu

paruh singkat, hal ini bermanfaat sebagai screening vasodilator pada pengobatan hipertensi

pulmonal. Efek inhalasi NO pada pasien hipertensi pulmonal primer memperlihatkan

perbaikan dalam parameter hemodinamik. Efek jangka panjang belum diteliti namun pada

beberapa pasien tampak menunjukkan manfaat dengan terapi tersebut untuk jangka lama.

4) penghambat fosfodiesterase

• Dipridamol

Dipridamol dapat menurunkan resistensi vaskular paru, vasokonstriksi pulmonal

hipoksik, menurunkan hipertensi pulmonal dan meningkatkan atau memperpanjang efek

inhalasi NO pada anak dengan hipertensi pulmonal. Pada beberapa pasien yang gagal

merespons NO inhalasi membaik dengan terapi kombinasi NO inhalasi + dipiridamol. Ini

menunjukkan bahwa phosphodiesterase type 5 inhibitor merupakan strategi kliis yang efektif

dalam mengobati hipertensi arteri pulmonal, tetapi masih terbatas karena potensi dan

selektivitasnya masih kurang dan efek samping sistemiknya besar.

• Sildenafil

15

Sildenafil merupakan phosphodiesterase type 5 inhibitor yang potensial dan sangat

spesifik. Dibandingkan dengan NO inhalasi, sildenafil memiliki efek yang sama dalam

mereduksi mean tekanan arteri pulmonal, berbeda dengan NO, sidenafil juga memiliki efek

hemodinamik. Bila dikombinasikan dengan NO, sildenafil meningkatkan dan

memperpanjang efek NO inhalasi. Sildenafil dengan NO menurunkan tekanan arteri

pulmonal dan meningkatkan cardiac index, dan menurunkan resistensi veskular pulmonal

lebih besar dari pada satu obat masing-masing. Sildenafil mencegah vasokonstriksi pulmonal

yang berulang setelah gagal dengan inhalasi NO.

Banyak penelitian menunjukkan efektivitas penggunaan sildenafil jangka panjang pada

pasien dengan hipertensi arteri pulmonal kronik. Terapi sildenafil dilaporkan dapat

menurunkan mean takanan arteri pulmonalis 15 % dan resistensi vaskular pulmonal 30 %,

meningkatkan kardiak index 17 % dan meningkatkan jarak berjalan 6 menit. Tidak ada efek

samping yang berarti yang dilaporkan, hanya sakit kepala kongesti nasal, nausea dan

gangguan penglihatan ringan.

5) Antagonis reseptor endotelin ( ERAs)

pada penelitian terakhir menunjukkan ERAs efektif dalam mengobati hipertensi

pulmonal. ERAs tampaknya berperan dalam pengobatan karena meningkatnya bukti peranan

endotelin-1 dalam patogenik pada hipertensi pulmonal. Endotelin-1 adalah suatu

vasokonstritor poten dan mitogen otot polos yang berperan dalam meningkatkan tonus

vaskular dan hipertropi vaskular paru yang dihubungkan dengan hipertensi pulmonal. Pada

pasien dengan hipertensi arteri pulmonal didapatkan peningkatan endotelin-1 dan dalam

produknya dalam plasma dan kadar ini berhubungan dengan serevitas penyakit.

• Bosentan

Penelitian pertama randomized, double-blind, placebo-controlled, multisenter dengan

dosis 62,5 mg, 2 kali sehari selama 4 minggu pertama dilanjutkan sampai dosis 125 mg

sehari. Pada penelitian ini mempebaiki cardiak index,hemodinamik kardiopulmonal dan klas

fungsional,menurunkan resisten vaskular pulmonal, mean tekanan atrium kanan.

• Sitaxentan

Penelitian dengan sitaxentan dengan dosis 100 mg-300mg oral 3 kali sehari pada

pasien dengan hipertensi arteri pulmonal fungsional klas NHYA II, III, IV selama 12 minggu

16

memperbaiki klas fungsional, kapasitas latihan ( memperjarak jalan pada uji 6 menit jalan),

menurunkan resistensi vaskular paru secara bermakna, memperbaiki cardiac index dan

memperbaiki hemodinamik. Gangguan laboratorium lain yang sering terjadi adalah

peningkatan INR atau waktu protrombin. Efek samping yang sering didapatkan pada

pengobatan adalah sakit kepala, edema perifer, nausea, kongesti nasal dan dizzines.

• Ambrisentan

Ambrisentan suatu antagonis endotelin ke 3, saat ini asih dalam fasae III penelitian

klinik dengan hipertensi arteri pulmonal. Antagonis ETA selektif ini sedikit berbeda secara

biokimia.

• Antikoagulan

Pemakaian Antikoagulan direkomendasikan pada pasien HP dengan risiko trombosis

insitu ,obat antikoagulan yang dianjurkan adalah warfarin.

A) TERAPI INTERVENSI ( BEDAH )

1. Atrial septosotomi

Blade ballon atrial septostomy dilakukan pada pasien dengan tekanan RV yang berat

dan volume overload yang refrakter dengan terapi medikamentosa yang maksimal. Tujuan

atau goal prosedur ini adalah dekompresi overload jantung kanan dan perbaikan output

sistemik ventrikel kiri. Terdapat perbaikan fungsi latihan dan tanda disfungsi jantung kanan

berat seperti asites dan sinkop. Septastomi atrial harus dilakukan difasilitas yang memadai

dan operator yang berpengalaman.

2. Thromboenarterectomy pulmonary

Thromboenarterectomy menjadi pilihan pengobatan pada pasien hipertensi pulmonal

yang berhubungan dengan penyakit tromboembolik kronik. Pulmonari

Thromboendarterectomy dilakukan melalui median sternotomi pada cardiopulmonary

bypass. Secara keseluruhan angka kematian semakin membaik dan kini kurang dari 5 %.

17

Respon terhadap terapi tersebut cukup mengesankan dengan perbaikan yang dramatis pada

disfungsi ventrikel kanan.

3. Transplantasi paru

Transplantasi paru dan transplantasi jantung paru dilakukan sebagai terapi bedah pada

pasien dengan penyakit parenkim paru dan gangguan pembuluh darah paru. Pasien

dipertimbangkan untuk transplantasi jika berada pada kelas NHYA III atau kelas IV.

Pasien hipertensi pulmonal primer atau hipertensi arteri pulmonal yang disebabkan

penyakit scleroderma harus menjalani terapi prostasiklin yang diberikan secara infus yang

terus menerus sebelum dilakukan transplantasi paru karena obat tersebut menunjukkan

keberhasilan ( evektivitas ) pada keadaan tersebut. Baik transplantasi paru bilateral atau

single dan juga transplantasi jantung paru, pemilihan prosedur dilakukan dengan melihat

kemampuan organ. Ventrikel kanan mempunyai suatu kapasitas yang besar dalam perbaikan

keadaan disfungsi yang berat sekalipun, afterload membaik oleh karena membaiknya keadaan

abnormal pembuluh darah paru.

Transplantasi tunggal paru dilakukan pada pasien parenkim paru, kecuali pada mereka

yang penyakit supuratif seperti fibrosis kistik, dimana pada kasus tersebut transplantasi

bilateral dianjurkan. Sebagian besar pusat-pusat pelayanan lebih menyukai melakukan

tindakan transplantasi paru bilateral pada pasien dengan hipertensi pulmonal primer karena

hasilnya lebih baik.Bila Terdapat penurunan fungsi ventrikel kanan yang sangat mencolok

bukan suatu kontraindikasi untuk dilakukan transplantasi paru tunggal ataupun bilateral,

karena fungsi ventrikel kanan akan segera membaik setelah dilakukan transplantasi. Bentuk

vetrikel kanan juga terlihat lebih normal setelah dilakukan transplantasi tunggal paru ataupun

bilateral (7).

HIPERTENSI PULMONAR SEKUNDER

Pengobatan hipertensi pulmonar sekunder umumnya adalah dengan mengobati

penyakit yang mendasarinya seperti PPOK, sleep apnea, sindrom obesitas – hipoventilasi,

dan stenosis mitral. Mengenali hipertensi pulmonal pada tahap awal adalah hal yang

mendasar untuk memutuskan siklus self- pertuating yang bertanggung jawab atas kecepatan

progresivitas penyakit. Pada saat pengobatan kebanyakan pasien hipertensi pulmonary

sekunder sudah berada pada kondisi lanjut. Bila penyebabnya telah diketahui harus segera

cepat diatasi untuk mencegah progresivitas penyakit. Pemberian suplementasi oksigen

18

sedikitnya selama 15 jam per hari memberikan keuntungan pada pasien dengan PPOK

hipoksemik. Pemberian terapi vasodilator pada pasien HP Sekunder memberikan hasil yang

mengecewakan karna dapat terjadi komplikasi seperti : hipotensi sistemik, hipoksemia

bahkan kematian. Tromboendarterektomi pulmonal dapat dilakukan bagi HP Sekunder akibat

obstruksi trombotik kronis pada arteri besar diparu (8).

IX. PROGNOSIS

Pada pasien dengan hipertensi pulmonar primer, prognosis biasanya buruk. Jika sudah

timbul gejala, sebagian besar pasien menunjukkan proses yang memburuk. Namun outcome

dapat ditingkatkan dengan pemberian vasodilator poten dalam waktu yang lama dan

dilanjutkan dengan intervensi bedah seperti transplantasi jantung – paru atau transplantasi

paru (9).

Sedangkan pada pasien dengan hipertensi pulmonar sekunder , prognosisnya tergantung

pada penyakit yang mendasarinya. Pasien hipertensi pulmonar karena obliterasi jaringan

vaskuler di paru biasanya berespon buruk terhadap terapi. Prognosis bisa lebih baik bila

hipertensi pulmonal diketahui lebih awal dan bila kondisi yang menyebabkannya telah

membaik (8).

DAFTAR PUSTAKA

1. H. Gray, Huon, dkk. Hipertensi paru. H. Gray, Huon, dkk. Lecture Notes Kardiologi.

Edisi 4. Erlangga ; 2005. Hal : 243.

19

2. Diah, Muhammad. Hipertensi Pulmonal Primer. Dalam: W.Sudoyo Aru, dkk. Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4, Jilid III. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Indonesia ; 2007. Hal : 1682-1685 .

3. Silbernagl, S. Hipertensi Pulmonal. Silbernagl, Stefan, dkk. Teks dan Atlas Berwarna

Patofisiologi. Edisi 1. Jakarta : EGC ; 2006. Hal : 214-215.

4. Galliae N, Simonneau G. Pulmonary Hypertension. In: Camm AJ et al.editors. Textbook

of Cardiovascular Medicine. ESC. Blackwell Publishing. P: 759-779.

5. S. Chestnutt, Mark, dkk. Hipertensi pulmonary. M. Tierney, Lawrence, dkk. Diagnosis

dan Terapi Kedokteran Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 1. Jakarta : Salemba Medika ; 2002.

Hal : 172 - 173.

6. M. Massie, Barry, dkk. Hipertensi Pulmonar Primer. M. Tierney, Lawrence, dkk.

Diagnosis dan Terapi Kedokteran Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 1. Jakarta : Salemba

Medika ; 2002. Hal : 365.

20