17b 04 tomy pendahuluan
DESCRIPTION
safrasdgfsdgsdgdsgdsgsdgdsTRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan agribisnis jamur di Indonesia dalam beberapa tahun
ke depan diduga akan semakin meningkat. Hal tersebut disebabkan oleh
beberapa keunggulan yang dimiliki Indonesia dalam pengembangan
agribisnis jamur. Keunggulan-keunggulan tersebut diantaranya adalah
ketersediaan daerah yang memiliki iklim kondusif unkk pertumbuhan jamur
yang mampu menghasilkan produktivitas dan kualitas yang tinggi,
ketersediaan limbah kayu yang dapat digunakan sebagai media tumbuh
jamur (log), tersedianya tenaga kerja yang relatif banyak dan murah, potensi
pasar domestik yang cukup besar karena jumlah penduduk Indonesia yang
banyak serta potensi pasar ekspor yang belum tergarap secara baik.
Perkembangan agribisnis jamur saat ini dibuktikan pula oleh
semakin banyaknya sentra produksi jamur di Indonesia, khususnya di pulau
Jawa. Saat ini paling sedikit terdapat tujuh sentra produksi jamur di pulau
Jawa dengan jumlah pelaku yang cukup banyak (Utami, 1999). Masing-
masing daerah sentra produksi mengusahakan jenis jamur yang berbeda-beda.
Daerah Kabupaten Bandung merupakan sentra produksi jamur Tiram, daerah
Ciputri Kabupaten Cianjur merupakan sentra produksi Shiitake, daerah
Karawang dan Subang merupakan sentra produksi jamur Merang, daerah
dataran tinggi Dieng Jawa Tengah merupakan sentra produksi jamur Kancing
(Chanipignon), daerah Wonosobo merupakan sentra produksi jamur Kuping,,
daerah Cangkringan Yogyakarta merupakan sentra produksi jamur Kuping,
http://www.mb.ipb.ac.id
daerah Pasuruan Jawa Timur merupakan sentra produksi jamur Merang serta
daerah Mojokerto Jawa Timur yang saat ini sedang dikembangkan menjadi
sentra produksi jamur Kuping oleh Misi Teknik Pertanian Taiwan.
Pada umumnya agribisnis jamur di Indonesia masih diusahakan
dalam usaha skala kecil. Hal tersebut diakibatkan karena keterbatasan modal.
Saat ini di Indonesia terdapat beberapa perusahaan yang bergerak dalam
agribisnis jamur dalam skala besar dan menengah, diantaranya adalah
PT. Inti Mekar Sejati yang merupakan penghasil jamur Shiitake terbesar di
Asia Tenggara serta PT. Dieng Jaya yang merupakan anak perusahaan dari
Mantrust Group yang mengusahakan agribisnis jamur Kancing (chanzpignon)
di daerah dataran tinggi Dieng Jawa Tengah, PT. Tuwuh Agung dengan
jamur Merang segar dan kaleng, PT. Ever Green Agro Business Corp yang
memproduksi jamur Kancing kaleng, PT. Tata wisata, PT. Gerak Maju (segar
dan kaleng), PT. Esa Genangku (segar dan kering), PT. Banyumas Agung
(segar dan kaleng), PT. Tugu Tegak Indah (segar), PT. Bromo Mushroom,
PT. Nusantara Agro Swadana (kaleng), PT. Holindo Mushroom Industries
(jamur Kancing kaleng), PT. Tribumi Argarukma, PT. Zeta Agro Corp (jamur
Kancing segar dan olahan), PT. Berkah Jamur Sejahtera (jamur olahan) dan
PT. Mahesa Nipponindo (jamur Tiram, jamur Kuping dan jamur Shiitake
segar). Produksi keseluruhan perusahaan tersebut adalah antma ratusan
sampai puluhan ribu ton per tahunnya (Utami, 1999)
Peluang pasar produk agribisnis jamur masih terbuka, baik di pasar
domestik maupun untuk pasar ekspor. Potensi pasar domestik masih terbuka
karena berdasarkan hasil survey Trubus dan Bisnis Indonesia (1999) pasar
http://www.mb.ipb.ac.id
lokal masih membutuhkan pasokan jamur segar karena pasokan jamur segar
selanla ini tidak kontinyu. Berapapun pasokan jamur selalu terserap hahis di
pasar. Target pasar produk agribisnis jamur di pasar domestik adalah pasar
induk, pasar basah, supermarket dan industri pengolahan jamur, seperti
industri pengalengan jamur, industri obat-ohatan dan jamu serta industri
makanan.
Prospek pasar luar negeri (ekspor) masih terbuka luas. Berdasarkan
data ekspor jamur selama tahur 1994-1997, perkembangan kineja ekspor
produk agribisnis jamur baik yang berupa jamur segar, beku, kering dan
diasinkan maupun dalam bentuk kemasan dari tahun ke tahun terus
menunjukkan penurunan karena pasokan jamur dari beberapa perusahaan
jamur Indonesia mengalami penurunan. Pada tahun 1994 ekspor jamur
Indonesia baru mencapai 26.096 ton dengan nilai US $ 47,07 juta, namun
ekspor tahun berikutnya menurun yang hanya mencapai 23.314 ton senilai
US $ 45,08 juta. Penurunan ekspor tersebut terus berlanjut di tahun-tahun
selanjutnya. Pada tahun 1996 teqadi penurunan lagi, dimana ekspor jamur
Indonesia pada tahun tersebut mencapai 22.867 ton senilai US $ 38,70 juta ,
sedangkan tahun 1997 ekspor jamur Indonesia menurun hanya 19.951 ton
dengan nilai sebesar US $ 25,57 juta. Secara ringkas perkembangan ekspor
jamur Indonesia selama tahun 1993 sampai dengan tahun 1997 dapat dilihat
pada Tabel 1 (Indocommercial, 1998).
http://www.mb.ipb.ac.id
Tabel 1. Perkembangan Ekspor Jamur Indonesia Tahun 1993-1997
Sumber : Indocommercial, 1998
Berdasarkan negara tujuan ekspor, Amerika Serikat merupakan pasar
ekspor utama produk agribisnis jamur Indonesia. Hal tersebut terlihat dari
data ekspor jamur Indonesia pada tahun 1997 dimana dari ekspor sebesar
19.951 ton, sekitar 16.657 ton diantaranya diekspor ke Amerika Serikat
dengan nilai US $ 20,9 juta. Negara lain yang mengimpor produk agribisnis
jamur Indonesia adalah Jepang, dimana Jepang merupakan negara tujuan
ekspor kedua setelah Amerika Serikat dengan jumlah ekspor sebanyak 1.223
ton senilai US $ 2,66 juta. Data ekspor jamur Indonesia menurut negara
tujuan pada tahun 1997 disajikan pada Tabel 2.
Berdasarkan data pada Tabel 2 , terlihat bahwa kinerja ekspor yang terus
menurun merupakan ancaman sekaligus peluang untuk kembali merebut
pangsa pasar yang telah ada sebelumnya. Saat ini telah terjadi peningkatan
permintaan produk agribisnis jamur dari Singapura yang belum mampu
dipenuhi oleh pelaku agribisnis jamur Indonesia yakni sebesar 2 ton per hari
dalam bentuk segar (Utami, 1999). Hal tersebut hams secepatnya
dimanfaatkan oleh pelaku agribisnis jamur Indonesia.
http://www.mb.ipb.ac.id
Tabel 2. Ekspor Jamur Indonesia Menurut Negara Tujuan, 1997
Sumber : Indocommercial, 1998
Berdasarkan peluang yang telah dipaparkan diatas bukan berarti
agribisnis jamur tidak memiliki tantangan dan kendala. Setiap pelaku
agribisnis jamur hams mampu beradaptasi dengan pembahan lingkungan
bisnis, baik lingkungan eksternal maupun lingkungan internal pemsahaan
tersebut. Berdasarkan kondisi persaingan pada agribisnis jamur dan
permintaan pasar yang dihadapi pelaku agribisnis jamur maka salah satu
upaya untuk mengatasinya adalah dengan melakukan aliru~si bisnis antar
pelaku agribisnis jamur. Aliansi bisnis merupakan cara memperluas lingkup
usaha tanpa memperluas perusahaan melalui kontraksi dengan perusahaan
independen untuk memperoleh aktivitas yang bernilai atau membuat
http://www.mb.ipb.ac.id
kelompok dengan suatu perusahaan independen untuk membagi aktivitas
bernilai (Porter, 1994).
PT. Mahesa Nipponindo merupakan salah satu pelaku agribisnis jamur
Indonesia yang melakukan aliansi bisnis dengan beberapa mitra strategis
dalam melakukan pengembangan bisnisnya. Kegiatan penelitian ini ditujukan
untuk mengkaji arsitektur aliansi bisnis PT. Mahesa Nipponindo dalam
menghadapi perubahan lingkungan yang menggambarkan peluang dan
ancaman dari lingkungan eksternal dengan didasarkad atas kompetensi yang
dimiliki oleh perusahaan dan aliansi bisnis yang dilakukan saat ini.
1.2. Perurnusan Masalah
Sebagai pelaku dalam agribisnis jamur yang prospektif, daya saing
aliansi bisnis yang dilakukan PT. Mahesa Nipponindo ditentukan oleh
arsitektur aliansi bisnis yang tepat, sehingga perumusan masalah dalam
penelitian ini disusun dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut.
1. Bagaimana faktor internal dan eksternal dapat mempengaruhi posisi
bersaing PT. Mahesa Nipponindo dan aliansi bisnis yang diiakukannya.
2. Bagaimana aliansi bisnis yang telah dilakukan oleh PT. Mahesa
Nipponindo dengan mitra strategisnya saat ini.
3. Bagaimana sasaran jangka panjang yang ingin dicapai oleh PT. Mahesa
Nipponindo dalam melakukan aliansi bisnis.
4. Bagaimana arsitektur aliansi bisnis yang sebaiknya digunakan oleh
PT. MahesaNipponindo untuk mencapai sasaran jangka panjangnya.
http://www.mb.ipb.ac.id
Arsitektur aliansi bisnis merupakan jalur migrasi strategi aliansi bisnis
yang harus dibangun perusahaan dalam mencapai sasaran jangka panjang
pemsabaan. Arsitektur aliansi bisnis ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :
visi perusahaan, kondisi pemsahaan, kondisi eksternal pemsahaan baik makro
maupun mikro, kondisi aliansi bisnis yang sudah ada, sasaran jangka panjang
pemsahaan serta kesenjangan antara kondisi perusahaan dan sasaran jangka
panjangnya.
1.3. Tujuan Penelitinn
Tujuan pe::elitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi
posisi bersaing PT. Mahesa Nipponindo dan aliansi bisnis yang
dilakukannya.
2. Mengevaluasi dan mengkaji aliansi bisnis yang dilakukan PT. Mahesa
Nipponindo dengan mitra strategisnya saat ini.
3 . Menentukan sasaran jangka panjang yang ingin dicapai oleh PT. Mahesa
Nipponindo dalam melakukan aliansi bisnis.
4. Menyusun arsitektur aliansi bisnis PT. Mahesa Nipponido untuk
mencapai sasaran jangka panjangnya.
1.4. Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
kepada pihak manajemen PT. Mahesa Nipponindo mengenai arsitektur aliansi
http://www.mb.ipb.ac.id
bisnis yang seyogyanya digunakan dalam menghadapi persaingan dan
perubahan lingkungan industri.
1.5. Rrrang lingkup
Ruang lingkup penelitian ini difokuskan untuk mengkaji arsitektur
aliansi bisnis PT. Mahesa Nipponindo selama lima tahun ke depan ( tahun
2001 - 2005 ) dalam menghadapi persaingan dan perubahan lingkungan
industri.
http://www.mb.ipb.ac.id