2010 nfi

Upload: nya-nya

Post on 07-Aug-2018

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    1/201

    DINAMIKA KOMUNIKASI DALAM PENGAMBILAN

    KEBIJAKANPENGEMBANGANPEMUDA

    (Studi Kasus pada Kebij akan Pelati han Kepemimpi nan dan M anajemen 

    Organisasi di KNPI Provinsi Banten) 

    NEKA FITRIYAH

    SEKOLAH PASCASARJANA

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR 

    BOGOR 

    2010

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    2/201

    PERNYATAAN MENGENAI TESIS

    DAN SUMBER INFORMASI

    Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Dinamika Komunikasi

    dalam Pengembangan Pemuda (Studi Kasus pada Kebijakan Pelatihan

    Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi di KNPI Provinsi Banten) adalah karya

    saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk 

    apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari atau

    dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

    disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir tugas

    akhir ini.

    Bogor, Agustus 2010

     Neka Fitriyah

    I352080031

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    3/201

    ABSTRACT

     NEKA FITRIYAH. Communication Dynamic in the Policy Making of Youth

    Development (Study Case in Policy Making of Leadership, Management andOrganization Learning in KNPI Banten Province). Under the supervision of 

    DJUARA P. LUBIS and SUTISNA RIYANTO

     National Committee for Indonesian Youth in Banten Province (KNPI Banten)

    is a potential organization in developing and empowering local youth. Supports from

    50 Local Youth Organization and 8 KNPI regencies enabling KNPI to contribute positively to the local youth. Communication Organization aspect very determines

    the policy making process and the dynamics of internal organization, therefore the

    main issue from this research was to explain the communication process in KNPI inBanten Province, especially in organizing the desire from the organization members

    in the policy making process. This research aimed to describe and constructivis the

    scientific facts that related with the communication dynamics that happened in KNPIin Banten Province, and the final outputs from this research were expected to

    contribute scientifically for the communication science development especially in the

    field of communication organization. Contructism paradigm was used to reveal the

     policy making process and used to analyze barrier, pressure, and contradiction thatoccurred. This research was designed qualitatively with case study method, was

    conducted over three months and had taken place in KNPI in Banten Province. The

    informants were selected by using snowball method. The result described that themost frequent communication pattern used were Informal Participative

    Communication Pattern, interpersonal, transactional and circular. Whereas thecommunication climate that affected the policy making were the system and adopted

    organizational norm. The most dominant internal factor that affected the policy is theleadership factor and ideology, meanwhile the external factor that affected the policy

    is local political factor, where the government needs an institutional support and in

    the other hand KNPI had to keep their independency in political discourse.

    Keyword: Communication, KNPI Banten Province, Communication Climate.

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    4/201

    RINGKASAN

     NEKA FITRIYAH: Dinamika Komunikasi dalam Pengambilan Kebijakan

    Pengembangan Pemuda (Studi Kasus pada Kebijakan Pelatihan Kepemimpinan dan

    Manajemen Organisasi di KNPI Provinsi Banten. Dibimbing oleh DJUARA P.LUBIS dan SUTISNA RIYANTO.

    Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Banten yang didirikan

     bersamaan dengan terbentuknya Provinsi Banten tahun 2000, merupakan organisasiyang memiliki potensi besar dalam pengembangan dan pemberdayaan pemuda lokal.

    Dengan dukungan limapuluh organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) sebagai

    anggota, delapan KNPI kabupaten dan kota sebagai perpanjangan tangan pengurusdaerah, tentu partisipasinya dalam pengembangan pemuda menjadi lebih mudah

    dilakukan. Permasalahannya adalah sejauhmana kebijakan pengembangan pemuda

    diambil oleh KNPI Provinsi Banten untuk pemberdayaan pemuda lokal, seperti apa

     perumusannya, bagaimana proses pengambilan kebijakan, adakah konspirasi politik di dalamnya, apa motif yang melatarbelakanginya, jaringan komunikasi apa saja

    yang menyosialisasikan kebijakan sehingga kebijakan tersebut tepat sasaran, berdayaguna dan seterusnya.

    KNPI Provinsi Banten di satu sisi hampir selalu dihadapkan pada masalah-

    masalah dalam usahanya melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan sehingga

    membutuhkan solusi-solusi yang dianggapnya rasional. Sementara itu di sisi lain,terdapat kelompok-kelompok kepentingan   (interest group)  yang juga selalu berusaha

    mencapai tujuan-tujuan mereka sendiri. Oleh karena itu semua aktivitas dan

    komunikasi dalam pengambilan kebijakan harus merepresentasikan kedua haltersebut (Hickson, 1987). Kepentingan-kepentingan antar kelompok di KNPI Provinsi

    Banten dalam pengambilan kebijakan merupakan perjuangan-perjuangan tanpa akhir sehingga memerlukan pendekatan atau strategi-komunikasi agar kepentingan-

    kepentingan tersebut tidak merusak sistem yang sudah dibangun dalam organisasi.Dalam konteks komunikasi, kondisi seperti itu terjadi diduga salah satunya,

    karena kuatnya intensitas komunikasi yang dimainkan, karena itu yang menjadi

     permasalahan penelitian ini adalah (1). Bagaimanakah pola komunikasi dalam pengambilan kebijakan pengembangan pemuda di KNPI Provinsi Banten, (2). Seperti

    apakah iklim komunikasi yang terjadi dalam pengambilan kebijakan pengeembangan

     pemuda di KNPI Provinsi Banten, (3). Faktor-faktor internal dan eksternal apasajakah yang mempengaruhi iklim dan pola komunikasi dalam pengambilan

    kebijakan pengembangan pemuda di KNPI Provinsi Banten. Penelitian ini merupakan

     penelitian kulaitatif dengan metode studi kasus. Paradigma konstruktivis digunakanuntuk melihat konstruksi dari realitas pengambilan kebijakan. Penelitian dilaksanakanselama tiga bulan bertempat di KNPI Provinsi Banten. Sumber data primer dalam

     penelitian ini diperoleh dari informan. Penentuan informan dilakukan dengan

     purposive.   Prosedur pemilihan informan dilakukan dengan teknik   snowball    yaitu penentuan sampling dimulai dari informan kunci dan berkembang mengikuti

    informasi atau data yang diperlukan.

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    5/201

    Hasil penelitian menunjukkan, komunikasi   downward   dan   upward   dalamkomunikasi organisasi di KNPI Provinsi Banten secara bersamaan dapat digabungkan

    dalam bermacam-macam aliran komunikasi. Seperti pola aliran rantai, dan aliran

    roda. Pola komunikasi upward terjadi dalam aktivitas pencarian informasi, dimana

    semua pihak dalam organisasi ini meminta keterangan pada pimpinan yang memiliki jabatan struktural lebih tinggi. Sedangkan komunikasi horizontal dan diagonal terjadi

    manakala ada konsolidasi tentang kebijakan yang akan diambil dan proses klarifikasitentang isu-isu tertentu. Pola komunikasi yang dimainkan KNPI Provinsi Banten,

    lebih terlihat sebagai pola interaksional, transaksional dan partisipatif. Komunikasi

    yang berlangsung dalam rapat di KNPI Provinsi Banten bersifat dua arah dan ada

    dialog, di mana setiap anggota memiliki peran ganda, dalam arti pada satu saat bertindak sebagai komunikator, pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan.

    Dalam model ini komunikasi hanya dapat dipahami dalam konteks hubungan

    (relationship)   antara dua anggota atau lebih. Pandangan ini menekankan bahwasemua perilaku adalah komunikatif.

    Iklim komunikasi di KNPI Provinsi Banten merupakan suatu sistem dari nilai-

    nilai, kepercayaan dan norma yang dianut. Pada dasarnya iklim komunikasi yang adadipengaruhi oleh perilaku anggota dan OKP yang memiliki karakteristik tingkah laku

     berbeda sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Perbedaan atau kesenjangan antara

     persepsi anggota dengan persepsi pengurus terhadap kebijakan yang akan diambil,

    salah satu dikarenakan iklim komunikasi yang dirasakan dan diharapkan tidak sesuai.Faktor yang mempengaruhi proses pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan

    dan manjemen organisasi di KNPI Provinsi Banten terdiri dari: Faktor internal, terdiri

    dari faktor ideologi, politik, budaya organisasi, kepemimpinan dan faktor anggota.Faktor eksternal yang mempengaruhi proses pengambilan kebijakan pelatih

    kepemimpinan dan manajemen organisasi di KNPI Provinsi Banten terdiri dari:faktor kebijakan pemda, politik lokal. Faktor kebijakan pemda, dalam banyak hal

    kebijakan pemerintah kurang memperhatikan pembangunan bidang kepemudaan,sektor pembangunan..

    Kesimpulan umum penelitian ini adalah Pola komunikasi yang terjadi dalam

     pengambilan kebijakan di KNPI Provinsi Banten terdiri dari: pola komunikasidownward  dan  upward, pola komunikasi horizontal, pola komunikasi diagonal, Iklim

    komunikasi yang terjadi di KNPI Provinsi Banten dalam pengambilan kebijakan

     pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi, diartikulasikan dengan sikapmendukung anggota untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan pelatihan

    kepemimpinan dan manajemen organisasi. Faktor eksternal dan internal yang

    mempengaruhi kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi adalah:faktor eksternal terdiri dari kebijakan pemerintah daerah dan realitas politik lokal.

    Sedangkan factor internal terdiri dari faktor ideologi, kepemimpinan, budaya

    organisasi dan anggota serta OKP yang berhimpun.

    Kata kunci: komunikasi, dinamika komunikasi, KNPI Provinsi Banten.

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    6/201

    ©Hak Cipta milik IPB 2010

     Hak Cipta dilindungi Undang-undang 

    1. Dilarang mengutip Hak Cipta sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

    mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

    a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

     penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau

    tinjauan masalah

    b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

    2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

    tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    7/201

    DINAMIKA KOMUNIKASI DALAM PENGAMBILAN

    KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PEMUDA(Studi Kasus pada Kebijakan Pelatih an Kepemimpi nan dan M anajemen 

    Organisasi di KNPI Provinsi Banten) 

    NEKA FITRIYAH

    Tesis

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Magister Sains padaMayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

    SEKOLAH PASCASARJANA

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR 

    BOGOR 

    2010

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    8/201

    Penguji Luar Komisi pada Sidang Tesis: Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, MSi.

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    9/201

    Judul :   Dinamika Komunikasi dalam Pengambilan Kebijakan

    Pengembangan Pemuda   (Studi Kasus pada Kebijakan PelatihanKepemimpinan dan Manajemen Organisasian di KNPI ProvinsiBanten).

     Nama : Neka Fitriyah NRP : I352080031

    Disetujui

    Komisi Pembimbing

    Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Ir. Sutisna Riyanto, MSKetua Anggota

    Diketahui

    Koordinator Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana

    Komunikasi PembangunanPertanian pada Pedesaan

    Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

    Tanggal Ujian: 05 Agustus 2010 Tanggal Lulus:

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    10/201

    ...dan berbicaralah kepada mereka

    dengan pembicaraan yang berbekas

     pada jiwa mereka

    (Alquran : 4:5)

     Aku persembahkan tesis ini untuk suamiku tercinta Khoirul Umam dan putri kecilku

     yang cantik Firza Khoirul Qalbani, semoga cinta dan keshalehan mendasari setiap

    langkah kita. Amiin.

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    11/201

    PRAKATA

     Alhamdulillah,   akhirnya tesis “Dinamika Komunikasi dalam Pengambilan

    Kebijakan Pengembangan Pemuda (Studi Kasus pada Kebijakan Pelatihan

    Kepemimpinan dan Manajemen Organisasian di KNPI Provinsi Banten), rampungditulis oleh penulis. Gagasan tesis ini berasal dari berbagai keresahan penulis

    mengenai realitas komunikasi yang terjadi, khususnya di organisasi KNPI Provinsi

    Banten.

    Penelitian ini banyak mendapat sambutan dari aktivis KNPI Provinsi Banten

    karena berbagai kebutuhan pengelolaan komunikasi organisasi yang sulit diterapkan,

    dan karena KNPI Provinsi Banten secara institusional menginginkan perubahan

    mendasar dari berbagai sisi terutama dalam persoalan komunikasi. Karena itu lahirlah

    gagasan bagaimana penelitian ini dirancang dan dilaksanakan.

    Penulisan tesis ini dibagi kedalam empat bab: pendahuluan, tinjauan pustaka,

    metodelogi penelitian dan simpulan serta saran. Pendahuluan menggambarkan

     permasalahan-permasalahan keorganisasian yang dihadapi KNPI Provinsi Banten

    dalam penegelolaan potensi dan wewenang yang dimilikinya. Permasalahan ini

    salahsatunya dikarenakan adanya ketimpangan komunikasi dan perbedaan persepsi

    sehingga menimbulkan berbagai benturan dan kepentingan. Bab dua lebih banyak 

    menggambarkan tinjauan teoritik dan kajian keorganisasian yang menjadi acuan

    dalam perumusan variabel penelitian. Sedangkan bab tiga mengeksplorasi metode,

     pedekatan dan merumuskan apasajakah yang dijadikan variabel penelitian sehingga

    rancangan penelitiannya mudah diterapkan dan dianalisis.

    Pembahasan pada bab empat menggambarkan kajian dan temuan lapangan

    tentang pola komunikasi, iklim komunikasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi

     pengambilan kebijakan di KNPI Provinsi Banten. Dalam bab empat ini juga,

    dipaparkan realitas komunikasi yang terjadi dalam pengambilan kebijakan serta

    hubungan-hubungan kelompok kepentingan dan jaringan komunikasi yang turut

    menentukan arah dan kualitas kebijakan yang diambil. Tentu pembahasan ini diikat

    dan mengacu pada satu   term “komunikasi“ dan dianalisis berdasarkan bingkai

    “komunikasi”. Adapun bab lima merupakan simpulan dari hasil temuan penelitian

    dan saran-saran yang dapat dimanfaatkan oleh KNPI Provinsi Banten.

    Selama proses penelitian dan penulisan tesis ini, tidak sedikit hambatan

    rintangan yang dihadapi penulis, dan penulis meyakini bahwa tidak ada gading yangtak retak, tidak ada karya tulis yang sempurna, tidak ada lembaran putih yang tidak 

     berbecak, tidak ada manusia yang sempurna dan seterusnya. Untuk itu penulis

     berterima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan masukkan, saran dan

    kritik dalam penyempurnaan tesis ini. Untuk itu saya memberikan penghargaan yang

    setinggi-tingginya dan ucapan terimakasih kepada:

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    12/201

    1. Bpk. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS dan Bpk. Ir. Sutisna Riyanto, MS selaku

     pembimbing atas segala bimbingan dan arahannya.

    2. Ibu Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M.Si selaku penguji luar komisi pada sidang

    tesis atas saran dan kritiknya.

    3. Bpk. Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS selaku penguji yang mewakili Program

    Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian Pedesaan

    4. Bpk. Dr. Ir. Djuara P. Lubis selaku koordinator Mayor Komunikasi

    Pembangunan Pertanian Pedesaan

    5. Rektor IPB, Dekan Fakultas Ekologi Manusia, Ketua Departemen Sains

    Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, yang telah memberikan

    kesempatan bagi penulis untuk mengikuti pendidikan Strata 2 di IPB.

    6. Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Dekan Fisip Untirta,

    Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan izin belajar kepada

     penulis.

    7. Dirjen DIKTI yang telah memberikan beasiswa pendidikan melalui BPPS

    kepada penulis.

    8. Ketua dan Pengurus KNPI Provinsi Banten yang telah memberikan izin

     penelitian dan membantu kelancaran penelitian selama di lapangan.

    9. Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Banten yang telah memberikan banyak 

    informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.

    10. Teman–teman seperjuangan Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan

    Pedesaan angkatan 2008, yang telah memberikan   support   selama kuliah

    sampai penyusunan tesis ini rampung.

    11. Suami dan putri tercintaku yang turut berkorban banyak dan banyak terabaikan selama mengikuti pendidikan di IPB.

    12. Ayah, Ibu, kakanda dan adinda terimakasih atas doa dan dukungannya.

    Terakhir penulis ucapkan semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan

    ilmu komunikasi organisasi dan semoga dapat dijadikan rujukan bagi pengembangan

    ilmu komunikasi khususnya komunikasi organisasi.

    Bogor, Agustus 2010.

     Neka Fitriyah.

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    13/201

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Jakarta, 11 Agustus 1977 dari ayah E. Soetina dan Ibu

    Yoyoh Rodiyah. Penulis merupakan putri keenam dari delapan bersaudara.

    Tahun 1995 penulis lulus dari MA SMI Bogor dan pada tahun 2001 penulis

    menyelesaikan studi Strata 1 di Universitas Sam Ratulangi Manado di Jurusan Ilmu

    Komunikasi. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif di berbagai organisasi

    kemahasiswaan, seperti HMI, FKMM dan pada semester 5 kuliah Strata 1 sudah aktif 

     bekerja sebagai announcer  di radio swasta Manado.

    Tahun 2003 sampai dengan sekarang penulis menekuni profesi sebagai staf 

     pengajar di Jurusan Ilmu Komunikasi Fisip Untirta Serang Banten dan di samping

     profesi sebagai staf pengajar, penulis aktif di radio swasta di Serang sebagai pengisi

    acara “Bincang Komunikasi”. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatankeorganisasian seperti KNPI dan LSP Banten. Penulis memperoleh kesempatan

    melanjutkan Strata 2 di Sekolah Pascasarjana IPB melalui beasiswa pendidikan

    Pascasarjana (BPPS) pada tahun 2008.

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    14/201

    DAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR GAMBAR...... ................................................................................ xv

    DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvi

    DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. ..... xvii

    1. PENDAHULUAN...................................................................................... 11.1.Latar Belakang .............................................................................. 1

    1.2.Rumusan Masalah .......................................................................... 7

    1.3.Tujuan Penelitian ........................................................................... 7

    1.4.Manfaat Penelitian ......................................................................... 7

    2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 92.1.Teori-Teori Komunikasi................................................................. 9

    2.1.2. Pengertian Komunikasi ........................................................ 9

    2.2.3. Model Komunikasi............................................................... 10

    2.2.4. Teori Interaksi Simbolik ...................................................... 12

    2.2.Teori Komunikasi Organisasi ........................................................ 18

    2.2.1. Pengertian Organisasi dan Komunikasi Organisasi ............. 18

    2.2.3. Pola dan Fungsi Komunikasi Organisasi ............................. 24

    2.2.4. Iklim Komunikasi Organisasi .............................................. 28

    2.3.Jaringan Komunikasi...................................................................... 312.3.1. Pengertian Jaringan Komunikasi ......................................... 31

    2.3.2. Bentuk-Bentuk Jaringan Komunikasi.................................. 32

    2.3.3. Peranan Jaringan Komunikasi ............................................. 34

    2.4.Teori-Teori Kebijakan.................................................................... 352.4.1. Pengertian Kebijakan........................................................... 35

    2.4.2. Teori Pengambilan Kebijakan ............................................. 38

    2.5.Kajian-Kajian KNPI dan Organisasi.............................................. 40

    2.6.Kerangka Pemikiran....................................................................... 44

    2.7.Definisi Konsepsional .................................................................... 48

    3. METODE PENELITIAN ......................................................................... 523.1.Paradigma Penelitian...................................................................... 52

    3.2.Desain Penelitian ........................................................................... 553.3.Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 57

    3.4.Data dan Sumber Data .................................................................. 57

    3.5.Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 60

    3.6.Teknik Analisa Data....................................................................... 61

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    15/201

    3.7.Pengujian Validitas ........................................................................ 61

    3.8.Tahapan Penelitian......................................................................... 63

    4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 64

    4.1.Profil KNPI Provinsi Banten ...................................................... 64

    4.1.1. Sejarah KNPI Provinsi Banten........................................... 644.1.2. Visi dan Misi KNPI Provinsi Banten................................. 684.1.3. Struktur Organisasi KNPI Provinsi Banten ....................... 69

    4.1.4. Program Kerja KNPI Provinsi Banten .............................. 70

    4.1.5. Anggota KNPI Proinsi Banten........................................... 72

    4.2.Proses pengambilan Kebijakan Pelatihan

    Kepemimnpinan dan Manajemen organisasi............................ 74

    4.2.1. Kebijakan Susunan Panitia Pengarah

    dan Panitia Pelaksana......................................................... 76

    4.2.2. Kebijakan Kriteria Peserta Pelatihan ................................. 804.2.3. Kebijakan Kriteria Narasumber dan Format Pelatihan ...... 84

    4.2.4. Model Kebijakan Pelatihan Kepemimpinan

    dan Manajemen Organisasi................................................ 87

    4.2.5. Resume .............................................................................. 89

    4.3.Pola komunikasi dalam pengambilan kebijakan

    Pelatihan kepemimpinan dan manajemen Organisasi............. 91

    4.3.1. Pola Komunikasi Downward  dan  Upward  ........................ 91

    4.3.2. Pola Komunikasi Horizontal ............................................. 944.3.3. Pola Komunikasi Diagonal ............................................... 97

    4.3.4. Aliran Komunikasi dalam Pengambilan Keputusan .......... 100

    4.3.5. Jaringan Komunikasi dalam Pengambilan Kebijakan........ 112

    4.3.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Komunikasi

    dalam Pengambilan Kebijakan........................................... 123

    4.3.7. Resume............................................................................... 125

    4.4.Iklim Komunikasi dalam Pengambilan Kebijakan

    Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi............ 127

    4.4.1. Dukungan Anggota dalam Pengambilan Kebijakan .......... 131

    4.4.2. Partisipasi Anggota dalam Pengambilan Kebijakan .......... 1334.4.3. Kepercayaan Anggota dalam Pengambilan Kebijakan ...... 137

    4.4.4. Keterbukaan Anggota dalam Pengambilan Kebijakan ...... 138

    4.4.5. Resume .............................................................................. 142

    4.5.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan

    Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi............ 143

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    16/201

    4.5.1. Faktor Internal ................................................................... 144

    4.5.1.1. Faktor Ideologi ...................................................... 144

    4.5.1.2. Faktor Budaya Organisasi..................................... 146

    4.5.1.3. Faktor Kepemimpinan........................................... 148

    4.5.2. Faktor Eksternal ................................................................. 150

    4.5.2.1. Faktor Politik Lokal......................................... 150

    4.5.2.2. Faktor Kebijakan Pemerintah......................... 152

    4.5.3. Resume .............................................................................. 154

    5. SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 156

    5.1. Simpulan........................................................................................ 1565.2. Saran.............................................................................................. 158

    DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 160

    LAMPIRAN.................................................................................................... 167

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    17/201

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    1.   Klasifikasi Anggota OKP di KNPI Provinsi Banten ............................................. 74

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    18/201

    DAFTAR GAMBAR 

    Halaman

    1. Model Elemen Organisasi.......................................................................... 22

    2. Bagian yang berinteraksi dalam Komunikasi Organisasi ......................... 27

    3. Hambatan Komunikasi dalam Organisasi................................................. 31

    4. Jaringan Komunikasi ................................................................................ 33

    5. Proses pembuatan kebijakan ..................................................................... 37

    6. Kerangka Pemikiran.................................................................................. 47

    7. Struktur organisasi KNPI Provinsi Banten .............................................. 69

    8. Struktur Kepanitiaan Pelatihan Pelatihan Kepemimpinan

    dan Manajemen Organisasi....................................................................... 78

    9. Proses Pengambilan Kebijakan Kriteria Peserta Pelatihan

    Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi ............................................. 81

    10. Persinggungan Ide dan Gagasan OKP dalam Menentukan

    Kriteria Peserta Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen

    Organisasi ................................................................................................. 83

    11. Perbedaan Orientasi OKP dalam Format Pelatihan

    Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi ............................................. 86

    12. Pola Komunikasi Pimpinan dan Anggota dalam

    Menentukan Perintah dan Laporan .......................................................... 93

    13. Transaksi Konsolidasi dan Negosiasi Kebijakan

    Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi ........................... 95

    14. Alur Konfirmasi atas Kebijkan Anggaran Pelatihan

    Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi ............................................. 98

    15. Pengarahan dan Penjelasan Informasi Kebijakan

    Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi ............................. 101

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    19/201

    16. Proses Pengambilan Tokoh yang Orasi di Acara

    Seremonial Pelatiahan Kepemimpinan dan Manajemen

    Organisasi ................................................................................................. 102

    17. Proses Komunikasi dan Pemecahan Masalah Anggaran

    Panitia Pelaksana Pelatihan Kepemimpinan dan

    Manajemen Organisasi.............................................................................. 103

    18. Pola Komunikasi Panitia dalam pengambilan Pelatihan

    Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi ............................................ 106

    19. Perilaku Deviant  dalam Pengambilan Kebijakan

    Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi ............................. 109

    20. Pola Komunikasi Formal dan Informal dalam Pengambilan

    Kebijakan Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen

    Organisasi ................................................................................................. 111

    21. Klik dalam Pengambilan Kebijakan Pelatihan

    Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi ............................................ 114

    22. Mekanisme Interaksi Jaringan Komunikasi dalam

    Pengambilan Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen

    Organisasi ................................................................................................. 115

    23. Jaringan Komunikasi Informal dalam Pengambilan

    Kebijakan Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi........... 121

    24. Keterhubungan Faktor yang Mempengaruhi Pola

    Komunikasi dalam Pengambilan Pelatihan Kepemimpinan

    dan Manajemen Organisasi....................................................................... 125

    25. Iklim Komunikasi dalam Pengambilan Kebijakan

    Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi ............................. 141

    26. Pemetaan Ideologi di KNPI Provinsi Banten dalam

    Pengambilan Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen

    Organisasi ................................................................................................. 145

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    20/201

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    1.   Jadwal Penelitian.................................................................................. 168

    2.   Panduan Pertanyaan Penelitiaan .......................................................... 169

    3.   Catatan Harian Penelitian..................................................................... 174

    4.   Foto-Foto Rapat Pengambilan Kebijakan dan Suasana

    Pelaksanaan Pelatihan ......................................................................... 180

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    21/201

    1. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Pemuda adalah individu yang sedang mengalami perkembangan emosional,

    sehingga pemuda merupakan sumber daya manusia yang potensial saat ini maupun masa

    datang. Melihat potensi yang dimiliki pemuda sangat strategis dalam pembangunan,

    maka diperlukan kebijakan pengembangan pemuda dari berbagai pihak, sehingga

     pemuda sebagai salah satu unsur pembangunan benar-benar disiapkan dan diberdayakan

    untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Dalam kebijakan pembangunan pemuda,

    Kementrian Negara Pemuda dan Olahraga memasukan unsur pemuda sebagai agen

    sosial (Kepmenpora, 2008), artinya pemuda diharapkan mampu menjadi pelopor,

     penggerak, problem solver  bagi masyarakatnya.

    Terkait dengan pengembangan pemuda, upaya pembangunan nasional di bidang

    kepemudaan telah berhasil meningkatkan partisipasi pemuda, namun pencapaian

    tersebut masih jauh dari harapan sehingga masih banyak yang harus diperbaiki.

    Permasalahan pokok dalam pengembangan pemuda adalah rendahnya kualitas pemuda

    yang ditandai dengan: rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya minat baca, rendahnya

     partisipasi angkatan kerja, masih tingginya angka pengangguran dan adanya

    kecendrungan masalah sosial di kalangan pemuda (BPS, 2003).

    Data dari Indeks Pembangunan Manusia HDI ( Human Development Index)

    menggambarkan bahwa posisi Indonesia masih rendah. UNDP   Report   tahun 2008

    menunjukkan bahwa HDI Indonesia pada tahun 2006 berada pada urutan ke 109 dari

    179 negara. Data lain juga menujukkan kontradiksi antara potensi pemuda yang

    notabene usia produktif dengan kontribusi pemuda dalam pembangunan dan masalah-

    masalah pemuda itu sendiri. Data Kementrian Pemuda dan Olahraga menunjukkan

    rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) pemuda yaitu sekitar 65,9 persenmengindikasikan lemahnya tingkat partisipasi pemuda dalam pembangunan nasional.

    Banyaknya masalah sosial di kalangan pemuda juga menurut Bappenas telah mencapai

    kondisi mengkhawatirkan, sehingga dapat merusak jati diri dan masa depan pemuda.

    Menghadapi tantangan dan permasalahan seperti ini, disisi lain melihat potensi

     besar yang dimiliki pemuda, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi

    Banten yang didirikan bersamaan dengan terbentuknya Provinsi Banten tahun 2000,

    merupakan organisasi yang memiliki potensi besar dalam pengembangan dan

     pemberdayaan pemuda lokal. Dengan dukungan lima puluh organisasi kemasyarakatan

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    22/201

    2

     pemuda (OKP) sebagai anggota, delapan KNPI kabupaten dan kota sebagai

     perpanjangan tangan pengurus daerah, tentu partisipasi pengembangan pemuda menjadi

    lebih mudah dilakukan. Permasalahannya adalah sejauhmana kebijakan pengembangan

     pemuda diambil oleh KNPI Provinsi Banten untuk pemberdayaan pemuda lokal, seperti

    apa perumusannya, bagaimana proses pengambilan kebijakan, adakah konspirasi politik 

    didalamnya, apa motif yang melatarbelakanginya, jaringan komunikasi apa saja yang

    mensosialisasikan kebijakan sehingga kebijakan tersebut tepat sasaran, berdaya guna

    dan seterusnya.

    Beberapa kebijakan dalam pengembangan pemuda tentu diambil oleh KNPI

    Provinsi Banten, umpamanya beasiswa pendidikan bagi pemuda, pelatihan

    kewirausahaan pemuda lokal, studi banding pemuda Banten ke Bali tahun 2008,

     pertukaran pelajar dan pemuda Internasional 2008 atau kebijakan-kebijakan

     pengembangan lainnya (Draft Raker KNPI Provinsi Banten, 2008). Tetapi dalam proses

     pengambilan kebijakan pemuda sering kali suatu kebijakan tertentu kurang

    mencerminkan tujuan atau kepentingan pengembangan pemuda dan organisasi. Ini

    menunjukkan bahwa didalam organisasi KNPI Provinsi Banten juga terjadi tindakan

    atau aktivitas yang menyimpang dari rasionalitas organisasi.

    Rapat kerja ke dua KNPI Provinsi Banten yang dilaksanakan pada Desember 

    2009 di Tanggerang, merupakan forum pengambilan kebijakan. Program-program

    secara internal dan external diputuskan dengan maksud agar tercapai keterarahan

     pembinaan, pengembangan dan peningkatan yang berkesinambungan. Dalam rangka

    mempersiapkan pemuda yang berkualitas, berkemampuan, profesional dan mandiri

    diperlukan partisipasi aktif pemuda bagi terwujudnya cita-cita pembangunan daerah dan

     pembangunan nasional.

    Salah satu program dalam rapat kerja ke dua KNPI Provinsi Banten bidang

    Organisasi dan Kepemudaan adalah Pelatihan kepemimpinan manajemen dan

    keorganisasian yang dilaksanakan pada tahun 2010, sifat kegiatannya dilakukan secara

     berkala dengan sumber anggaran dari KNPI Provinsi Banten. Program ini dibuat dengan

    tujuan untuk mempersiapkan dan memberdayakan SDM internal organisasi agar kader-

    kadernya siap menjadi pemimpin yang menciptakan situasi kondusif dalam rangka

     penguatan organisasi. Program ini juga bertujuan untuk mempersiapkan kader-kader 

    KNPI Provinsi Banten menjadi pemimpin di masyarakat yang mampu memberi nilai

     positif bagi laju pembangunan daerah.

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    23/201

    3

    KNPI Provinsi Banten disatu sisi hampir selalu dihadapkan pada masalah-

    masalah dalam usahanya melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan sehingga

    membutuhkan solusi-solusi yang dianggapnya rasional. Sementara itu disisi lain,

    terdapat kelompok-kelompok kepentingan   (interest group)   yang juga selalu berusaha

    mencapai tujuan-tujuan mereka sendiri. Oleh karena itu semua aktivitas dan kebijakan

    yang diambil harus merepresentasikan kedua hal tersebut (Hickson, 1987). Seperti

    halnya di dalam KNPI Provinsi Banten, kepentingan-kepentingan antar kelompok dalam

     pengambilan kebijakan merupakan perjuangan-perjuangan tanpa akhir. Perlu

     pendekatan-pendekatan atau strategi-strategi komunikasi agar kepentingan-kepentingan

    tersebut tidak mengganggu sistem yang sudah dibangun dalam organisasi.

    KNPI Provinsi Banten dalam prakteknya menemui berbagai kesulitan dalam

    mengelola organisasi terlebih ketika proses pengambilan kebijakan. Banyaknya anggota

    Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) yang tergabung, secara tidak langsung

    membentuk klik tersendiri sesuai dengan orientasi, ideologi, etnis, politis masing-

    masing anggota. Nyata dilapangan bahwa klik ini membangun rasa solidaritas,

    kebersamaan dan memiliki perjuangan-perjuangan tertentu. Kelompok-kelompok ini

    sangat berpengaruh dalam pengambilan kebijakan. Tidak sedikit kebijakan yang diambil

     belum berlandaskan semangat profesionalisme tetapi dikendalikan oleh solidaritas klik 

    tadi. Fenomena dukung mendukung, tolak menolak, setuju tidak setuju umum sekali

    terjadi dalam perdebatan pengambilan kebijakan di KNPI Provinsi Banten.

    Permasalahan makin rumit manakala semua klik mempunyai tujuan dan kepentingan

    yang sama, sehingga terjadi gesekan,   gap   atau situasi yang kurang kondusif bagi

     jalannya organisasi.

    Akibatnya komunikasi hanya berlangsung searah, tidak memberikan rangsangan

     positif bagi OKP untuk membangun hubungan timabal balik yang setara dan saling

    mempengaruhi. Komunikasi yang berkenaan dengan pengembangan dan pemberdayaan

     pemuda seperti dinilai Muhatadi, tampak masih belum melahirkan kreativitas

     pembangunan dari bawah secara optimal. Aspirasi OKP tidak tersampaikan secara utuh

    sehingga dapat membuka peluang terjadinya miskomunikasi. Padahal, dalam kehidupan

     politik, selain dapat menciptakan terhambatnya prose komunikasi, miskomunikasi juga

    dapat mengahambat dinamika internal KNPI Provinsi Banten. Sebaliknya, jika

    komunikasi yang dilakukan ini wajar, maka dapat melahirkan partisipasi OKP secara

    signifikan.dengan menggunakkan kerangka teoritik dan dalam kenyataan situasi

    komunikasi internal KNPI Provinsi Banten, dinamika komunikasi KNPI Provinsi

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    24/201

    4

    Banten disitulah ditempatkan. Beberapa implikasi logis, terlihat diantaranya pada

    dinamika kehidupan komunikasi baik secara kelembagaan maupun perorangan.

    Iklim komunikasi dan situasi yang kurang kondusif ini sering sekali terjadi di

    organisasi manapun, dan sebenarnya dapat dicegah manakala proses dan kualitas

    komunikasi dapat memenuhi kebutuhan anggota. Tetapi tidak semua organisasi

    memahami pentingnya komunikasi dalam mengintegrasikan semua kelompok dan

    kepentingan agar tidak terjebak pada persaingan yang tidak sehat. Setiap teori organisasi

    yang tuntas, komunikasi menduduki tempat utama, karena susunan, keluwesan dan

    cakupan organisasi secara keseluruhan ditentukan oleh teknik komunikasinya (Barnard,

    1958). Selanjutnya Barnard melihat komunikasi itulah yang menentukan kedinamisan

    suatu organisasi; “Komunikasi merupakan kekuatan utama dalam membentuk organisasi

    dan komunikasi yang membuat dinamis suatu sistem kerjasama dalam organisasi dan

    menghubungkann tujuan organisasi pada partisipasi orang di dalamnya” (Barnard 1985).

    Kuncinya terletak pada pengemasan komunikasi, pola komunikasi, transaksi komunikasi

    dan strategi komunikasi yang dimainkan sehingga mampu mencairkan suasana.

    Iklim komunikasi yang berlangsung di KNPI Provinsi Banten mencerminkan

     bahwa sebenarnya kebijakan yang diambil hanya formalitas dalam forum rapat saja,

    karena sesungguhnya terjadi banyak praktek-praktek   lobbying   di luar yang justru

    menentukan kualitas kebijakan itu sendiri.   Lobbying   dilakukan oleh anggota-anggota

    KNPI untuk meluluskan kebijakan yang diambil, karena sadar adanya kepentingan dan

    kekuatan-kekuatan lain yang berpengaruh terhadap orientasi kebijakan pengembangan

     pemuda. Lobbying   juga dilakukan banyak anggota KNPI karena pola-pola komunikasi

    yang berlangsung di forum-forum formal kurang memuaskan dan tidak memberi

    harapan serta solusi.

    Dalam prakteknya pola-pola komunikasi, strategi komunikasi yang umum

    dikenal, diterapkan dan diyakini mampu menjadi solusi atas permasalahan yang terjadi,

    tidak sesederhana seperti apa yang dipelajari. Banyak ditemukan hal-hal lain yang turut

    menentukan kualitas komunikasi dalam organisasi. Seperti tingkat pendidikan,

    lingkungan, pengalaman, umur seseorang, jenis kelamin, jabatan, profesi,   bargaining 

     politis   dan seterusnya. Faktor-faktor ini terlihat manakala ada tarik ulur kebijakan

    karena persepsi-persepsi, pemahaman, orientasi dan kepentingan yang berbeda antar 

    sesama anggota.

    Arus komunikasi yang terjadi secara internal terlihat sangat fluktuatif, misalnya

    komunikasi menguat manakala kebijakan yang diambil memberi keuntungan-

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    25/201

    5

    keuntungan baik secara politis maupun secara organisatoris bagi anggotanya, tetapi

     beberapa fakta dilapangan mengindikasikan komunikasi melemah manakala tidak ada

    keuntungan signifikan dalam kebijakan yang diambil. Bahkan komunikasi juga

    menguat atau melemah manakala terjadi aksi dukung-mendukung, tolak menolak 

    sesama OKP dalam penentuan kebijakan.

    Dibutuhkan satu bentuk jaringan komunikasi yang merupakan suatu struktur 

    saluran dimana informasi mengalir dari individu satu ke individu lainnya. Jaringan ini

    mengandung alur informasi, dan mencerminkan interaksi formal antar anggota

    organisasi. Di KNPI Provinsi Banten individu-individu yang terlibat dalam lingkaran

     jaringan komunikasi berfungsi dan bekerja agar bagaimana kebijakan-kebijakan yang

    diambil steril  dari kepentingan-kepentingan pihak luar. Individu-individu yang berperan

    sebagai   gate keeper   yaitu orang melakukan   filtering   terhadap informasi yang masuk 

    sebelum dikomunikasikan kepada anggota, filtering patut dilakukan karena tidak semua

    anggota dengan bahasa dan perilaku yang sama dapat memahami informasi dengan

    serta merta.   Opinion leader   dan   cosmopolit   menempati posisi yang penting dalam

     jaringan komunikasi.

    Dua peran inilah sebenarnya yang mampu mengendalikan kebijakan-kebijakan

    agar tidak ada campur tangan dari pihak yang tidak berkepentingan. Jaringan

    komunikasi di KNPI Provinsi Banten juga difungsikan untuk mendistribusikan dan

    mensosialisasikan informasi kebijakan-kebijakan yang telah diambil. Berbagai kasus

    dilapangan terjadi manakala ada penguasaan dan proteksi atas informasi tentang

    kebijakan. Proteksi dilakukan karena ada ancaman atau keuntungan yang dapat diraih

    dan tidak ingin jatuh ketangan lain. Kepakuman atau kemacetan informasi yang

    disebabkan ego pribadi membuat organisasi tidak berjalan sehat dan kondusif.

    Dalam organisasi KNPI Provinsi Banten, peran, posisi seseorang dalam struktur 

    mempengaruhi kewibawaan dalam berorganisasi, karena secara  inherent  posisi struktur 

    seseorang menunjukkan kewenangan, tingkat pengalaman, kapasitas, pemahaman

    organisatoris dan   bargaining   politik yang dimiliki. Sehingga dalam beberapa praktek 

    komunikasi, terjadi penguasaan pesan yang didominasi oleh individu pada posisi

    tertentu. Menariknya justru tarik ulur komunikasi dan arus komunikasi bersumber dari

    opinion leader   organisasi KNPI Provinsi Banten yang memiliki jabatan-jabatan

    strategis.

    Permasalahan yang muncul kemudian adalah bagi individu-individu baik dari

    sisi pengalaman, pemahaman yang bebeda dan  bargaining  politis yang relatif rendah,

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    26/201

    6

    sehingga terjadi banyak hambatan-hambatan komunikasi yang mempengaruhi

    kebijakan. Individu-individu ini terisolasi dan nyaris tidak tersentuh oleh  opinion leader ,

    karena mengasingkan diri dari aktivitas keorganisasian. Walaupun terisolasi kumpulan

    individu ini tetap keberadaannya sangat diperlukan dalam legitimasi kebijakan. Untuk 

    menjembataninya diperlukan seorang   bridge   yang menghubungkan dengan kelompok 

    yang lain. Sehingga kemudian   gap   yang cukup tajam dalam pengelolaan dan

     penguasaan pesan komunikasi dapat dihindari.

    Jika kondisi ini tidak disiasati tentu berpengaruh terhadap kualitas kebijakan

    yang diambil di KNPI Provinsi Banten, karena dalam proses pengambilan kebijakan

    terjadi komunikasi yang timpang yang mengisyaratkan timpangnya pemahaman dan

    orientasi. Ketimpangan ini dipertajam dengan kepentingan-kepentingan diluar 

    organisasi yang mengakibatkan terjadinya tekanan-tekanan atau gesekan-gesekan

     politis, sehingga kebijakan begitu   alot   (lama) diputuskan. Padahal kebijakan tidak 

     berhenti pada tahap pemutusan tetapi ada pekerjaan yang lebih besar yaitu sosialisasi

    dan pelaksanaan kebijakan.

    Dalam kondisi seperti inilah terlihat begitu dinamisnya komunikasi yang

    dimainkan KNPI Provinsi Banten dan inilah yang membuat KNPI Provinsi Banten

    terlihat sebagai organisasi yang dinamis dan disisi lain organisasi yang fluktuatif dan

    yang menurut peneliti menarik untuk diteliti khususnya pada program bidang

    keorganisasian tentang pelatihan kepemimpinan dan manajemen keorganisasian.

    Menjadi menarik karena disatu sisi KNPI Provinsi Banten sebagai organisasi yang tepat

    dan bertanggung jawab atas pengembangan dan pemeberdayaan pemuda lokal, disisi

    lain organisasi ini mewadahi berbagai OKP yang tentu memiliki kekhasan, orientasi,

    kepentingan dan tujuan tersendiri. Sehingga tidak mudah bagi KNPI Provinsi Banten

    untuk mewadahinya dan menjaga nilai keberhimpunan sebagai perekat seluruh OKP

    anggota.

    Penelitian ini menjadi penting dilakukan untuk menganalisis aktivitas-aktivitas

    komunikasi,iklim komunikasi dan interaksi dalam organisasi sehingga ditemukan

    saluran, pola atau bentuk komunikasi yang efektif dalam pengambilan kebijakan. Selain

    itu, penelitian ini juga penting dilakukan agar temuan-temuan dilapangan dapat menjadi

    acuan sehingga persoalan-persoalan komunikasi dalam organisasi khususnya di KNPI

    Provinsi Banten dapat dihindari dan tercipta satu pola hubungan komunikasi yang

    harmonis dalam organisasi.

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    27/201

    7

    1.2. Rumusan Masalah

    Uraian latar belakang masalah diatas, mengilustrasikan fluktuasi sikap dan

     perilaku komunikasi di KNPI Provinsi Banten, hal ini didasarkan pada satu asumsi

     bahwa, begitu banyak anggota OKP yang diwadahi dan kelompok kepentingan yang

    turut menentukan arah kebijakan yang diambil. Kondisi inilah yang membuat KNPI

    tetap hidup dalam kebesaran anggotanya. Dalam konteks komunikasi, kondisi seperti itu

    terjadi diduga salah satunya, karena kuatnya arus kegiatan komunikasi yang dimainkan

    KNPI, karena itu yang menjadi permasalahan penelitian ini adalah bagaimana proses

     berlangsungnya komunikasi KNPI khususnya dalam upaya mensiasati kehendak 

    anggotanya dalam pengambilan kebijakan. Dalam kajian tersebut penelitian ini

    mencoba mengungkap masalah-masalah pokok dari objek studi sebagai berikut:

    1. Bagaimanakah pola komunikasi dalam pengambilan kebijakan pengembangan

     pemuda di KNPI Provinsi Banten?

    2. Seperti apakah iklim komunikasi yang terjadi dalam pengambilan kebijakan

     pengembangan pemuda di KNPI Provinsi Banten?

    3. Faktor-faktor internal dan eksternal apa sajakah yang mempengaruhi pengambilan

    kebijakan proses pengembangan pemuda di KNPI Provinsi Banten?

    1.3. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bermaksud menemukan dan mendeskripsikan fakta-fakta ilmiah

    (scientific finding)   berkenaan dengan dinamika komunikasi yang terjadi di KNPI

    Provinsi Banten ketika proses pengambilan kebijakan berlangsung. Sedangkan yang

    menjadi tujuan utama penelitian ini adalah untuk:

    1. Menganalisis pola komunikasi dalam pengambilan kebijakan pengembangan

     pemuda di KNPI Provinsi Banten.

    2. Mengkaji iklim komunikasi yang terjadi dalam pengambilan kebijakan

     pengembangan pemuda di KNPI Provinsi Banten.

    3. Menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal apa sajakah yang mempengaruhi

     proses pengambilan kebijakan pengembangan pemuda di KNPI Provinsi Banten.

    1.4. Manfaat Penelitian

    Capaian terakhir dari penelitian ini, secara akademik diharapkan dapat

    memberikan sumbangan ilmiah bagi pengembagan ilmu komunikasi, khususnya pada

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    28/201

    8

     bidang komunikasi organisasi. Dari temuan-temuan ilmiah diharapkan pula dapat

    dibangun suatu kerangka ilmiah menuju teori-teori baru dalam bidang ilmu komunikasi.

    Studi komunikasi organisasi yang difokuskan pada dinamika komunikasi dalam

     pengambilan kebijakan pengembangan pemuda diharapkan juga menjadi masukan bagi

     para peneliti yang memiliki perhatian pada masalah-masalah komunikasi organisasi.

    Dalam penelitian ini dapat dipandang sebagai fakta-fakta ilmiah ( scientific fact)   yang

    dapat dikembangkan dalam studi-studi lebih lanjut, baik dalam lapangan penelitian yang

    sama maupun dalam lapangan yang berbeda tetapi memiliki kaitan keilmuan yang relatif 

    sama.

    Secara pragmatis penelitian ini dapat memiliki  practical necessity, sehingga hasil

     penelitiannya diharapkan dapat berguna bagi kepentingan pembangunan masyarakat,

     berkenaan dengan pengembangan bidang organisasi. Misalnya bagi para pembuat

    keputusan, baik tingkat regional maupun nasional. Hasil penelitian ini diharapkan dapat

    menjadi salah bahan masukan sekaligus memberikan sumbangan pemikiran untuk 

    dijadikan bahan pertimbangan dalam proses pembuatan kebijakan.

    Diletakkan dalam konteks pribadi, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi

     peneliti karena ada pencerahan, pemahaman baru bahwa realitas yang tampak baik 

    dipermukaan adalah sesuatu yang semu, karena setiap realitas yang ada, terdapat unsur 

    kepentingan kaum dominan dibelakangnya, dan pada akhirnya bertujuan untuk 

    memanipulasi kenyataan yang ada pada realitas sosial di masyarakat.

    Selanjutnya penelitian ini bermanfaat bagi peneliti dalam menganalisis kuasa-

    kuasa yang ada dan bermain dalam pengambilan kebijakan. OKP sebagai suatu sistem

    dominasi KNPI, dan KNPI sebagai suatu sistem dominasi OKP bukanlah sebagai

    kelompok yang bebas nilai, namun didominasi oleh kelompok kepentingan dan elit

    dibelakangnya. Dalam menganalisisnya, terjadi stigma suatu realitas sosial yang

    terkesan dogmatis dari pada ilmiah, hal ini dilandasi pemahaman ideologis dari unsur-

    unsur yang bermain dalam ranah realitas tersebut.

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    29/201

    9

    2. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Teori-Teori Komunikasi

    2.1.1. Pengertian Komunikasi

    Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia. Dengan berkomunikasi manusia

    dapat saling berhubungan satu sama lain, tidak ada manusia yang tidak terlibat dalam

    komunikasi (Muhammad 2002). Bermacam-macam definisi yang dikemukakan untuk 

    memberi batasan terhadap apa yang dimakasud komunikasi dari berbagai aspek.

    Definisi-definisi tersebut disesuaikan dengan bidang dan tujuan-tujuan tertentu yang

    terkandung. Berikut dari beberapa definisi dalam melihat keanekaragaman yang berguna

    untuk menarik pengertian yang umum dari komunikasi.

    Louis Forsadle (1981) mendefinisikan   “Communication is the poses by the

    which an individual transmits stimuli (usually verbal) to modify the behavior of other 

    individual”.   Dengan kata lain komunikasi adalah proses individu mengirim stimulus

    yang biasanya dalam bentuk verbal untuk mengubah tingkah laku orang lain. Louis

    Forsdale (1981) “Communication is the proses by which a system is esthablished,

    maintained and altered by mens of shares signal that operate according to rules”

    komunikasi adalah suatu proses memberikan signal menurut aturan tertentu, sehingga

    dengan cara ini suatu sistem dapat didirikan, dipelihara, dan diubah. Dalam definisi ini

    kata signal berupa simbol verbal atau nonverbal yang mempunyai aturan tertentu

    sehingga dapat memahmi maksud yang terkandung.

    Ruber (1988) memberikan definisi mengenai komunikasi manusia yang lebih

    komprehensif sebagai berikut: Komunikasi manusia adalah suatu proses melalui dimana

    individu dalam hubungannya, dalam kelompok, dalam organisasi dan dalam masyarakat

    menciptakan, mengirimkan, menggunakan informasi untuk mengkoordinasikan

    lingkungannya dengan orang lain.

    Seiler (1982) memberikan definisi komunikasi yang lebih universal: komunikasi

    adalah proses dengan nama simbol verbal dan non verbal dikirimkan, diterima, dan

    diberi arti. Menurut Stephen Robbins, setiap orang selalu mengadakan komunikasi,

     baik ketika berada dalam suatu organisasi atau tidak. Sebelum komunikasi itu dapat

     berlangsung diperlukan adanya suatu tujuan yang dinayatakan sebagai suatu pesan yang

    disampaikan. Pesan ini dikirim melalui suatu sumber (pengirim) dan penerima. Pesan

    diubah dalam bentuk simbolik (disebut  pengkodean  atau pembuat kode) dan melewati

    media (saluran )   ke penerima, yang mengubah kembali pesan pengirim (disebut

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    30/201

    10

     pembacaan kode). Hasilnya adalah suatu penyampain maksud dari satu orang kepada

    orang lain

    Koontz (1999) menjelaskan proses komunikasi sebagai proses yang mencakup

     pengiriman, menyampaikan pesan baik, ide, gagasan, pikiran melalui suatu saluran

    yang telah dipilih kepada penerima. Burack dan Mathys menjelaskan secara singkat

     proses komunikasi sebagai berikut: Komunikasi adalah proses pertukaran informasi dan

     penyampain pengertian diantara orang-orang. Oleh karena komunikasi demikian

    merupakan suatu bagian integral dari semua kegiatan manajerial, maka suatu pengertian

    tentang bagaimana proses bekerja merupakan langkah pertama yang penting untuk 

    memperbaiki, baik komunikasi antar perseorangan maupun komunikasi organisasional.

    Proses komunikasi dimulai dengan pengirim yang mempunyai suatu ide dan

    tujuan untuk mengirimkan suatu pesan, kemudian mengkodekan atau mengubah ide

    menjadi bentuk pesan: kata-kata, gerak badan, seperti gerak isyarat atau ekspresi wajah,

    atau simbol-simbol seperti gambar, diagram, atau tulisan. Kemudian pesan disampaikan

    melalui salah satu dari bermacam-macam saluran, misalnya orang, telepon, atau tulisan.

    Sebagai kemungkinan lain, informasi dapat disimpan untuk digunakan dikemudian hari,

    seperti halnya dalam laporan-laporan, dan analisis-analisis. Dari sudut pandangan

     penerima pesan itu kemudian dibaca atau diubah menjadi istilah-istilah yang

    mempunyai arti baginya.

    2.1.2. Model Komunikasi

    Pada hakikatnya komunikasi merupakan suatu proses berupa pengiriman stimulus,

     pemberian signal, pengiriman informasi dan simbol. Menurut West (2008), ada tiga

    model komunikasi yang paling utama. Model merupakan representasi sederhana dari

     proses komunikasi. Ketiga model tersebut adalah komunikasi sebagai aksi (model

    linier), komunikasi sebagai interaksi (model interaksional) dan komunikasi sebagai

    transaksi (model transaksional).

    Ketiga model yang dikemukakan oleh West ini secara simultan banyak terjadi

    di organisasi-organisasi manapun, baik organisasi politik, pemerintahan atau organisasi

    kemasyarakatan seperti KNPI. Misalnya di organisasi KNPI Provinsi Banten proses

    interaksi bisa berjalan searah manakala ada intruksi berupa tugas dari pimpinan kepada

     pengurus atau anggota, atau pemberitaan keorganisasiaan melalui surat. Model

    interaksional biasanya tampak pada pertemuan-pertemuan antar anggota, antar pimpinan

    atau pertemuan dengan organisasi lain, interaksi disini dimaknai sebagai satu proses

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    31/201

    11

    menjaga hubungan harmonis, menjaga citra diri, dan pemenuhan informasi. Begitu

     pula model transaksional sangat nampak pada acara rapat misalnya, dimana muatan

     perdebatan wacana, ide, gagasan, atau muatan kepentingan lebih mudah terlihat dan

    dinamis. Komunikasi transaksional dimaknai bagaimana semua unsur yang terlibat

     bersikap kooperatif terhadap kebijakan yang diambil, sikap kooperatif ini tentunya

    dipengaruhi oleh kualitas pesan yang menunjang pemahaman orang lain tujuan yang

    dimaksud, sehingga semua unsur yang terlibat memiliki kesepahaman bersama

    keputusan yang diambil. Begitu juga perilaku komunikasi yang nampak secara verbal

    meyakinkan pihak lain bahwa sesungguhnya kebijakan yang diambil membawa

    keuntungan-keuntungan bagi pengembangan organisasi. Dalam penelitian ini, ketiga

    model komunikasi diatas digunakan agar memudahkan dalam pengamatan dinamika

    komunikasi yang terjadi di dalam KNPI ketika proses pengambilan kebijakan

     pengembangan pemuda berlangsung, sehingga perlu kiranya model-model tersebut

    dijelaskan lebih rinci.

    Komunikasi sebagai model linier pertama kali diungkapkan oleh Claude

    Shannon pada tahun 1949. Elemen kunci pada model ini adalah sebuah sumber  (source)

    yang mengirimkan pesan (massage)   kepada penerima   (receiver)   yang menerima pesan

    tersebut. Komunikasi juga melibatkan gangguan   (noise), yang merupakan semua hal

    yang tidak dimaksudkan oleh sumber informasi. Ada empat jenis gangguan. Pertama,

    gangguan semantik yang berhubungan dengan slogan, jargon atau bahasa-bahasa

    spesialisasi yang digunakan secara perorangan dan kelompok.   Kedua, gangguan fisik 

    (eksternal)  yaitu gangguan yang berada di luar penerima.   Ketiga, gangguan psikologis

    merujuk pada prasangka, bias dan kecenderungan yang dimiliki oleh komunikator 

    terhadap satu sama lainnya atau terhadap pesan itu sendiri.   Keempat,   gangguan

    fisiologis adalah gangguan yang bersifat biologis terhadap proses komunikasi.

    Komunikasi sebagai interaksi: Model Interaksional pertama kali diperkenalkan

    oleh Schramm pada tahun 1954. Model ini menolak asumsi model linier bahwa

    seseorang hanyalah pengirim atau penerima. Hal ini merupakan pandangan yang sempit

    terhadap partisipan-partisipan dalam proses komunikasi. Sedangkan model interaksional

    menurut Schramm (1954) dalam West (2008), mengemukan bahwa kita juga harus

    mengamati hubungan antara seorang pengirim dengan penerima. Model ini menekankan

     pada proses komunikasi dua arah, yaitu dari pengirim kepada penerima dan dari

     penerima kepada pengirim. Proses ini terjadi secara melingkar. Proses ini

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    32/201

    12

    mengilustrasikan bahwa seseorang dapat menjadi pengirim maupun penerima dalam

    sebuah interaksi, tetapi tidak dapat menjadi keduanya sekaligus.

    Satu elemen penting bagi model komunikasi interaksional adalah umpan balik 

    (feed back), atau tanggapan terhadap suatu pesan. Umpan balik juga dapat berupa

    verbal dan nonverbal, dapat disengaja ataupun tidak disengaja. Umpan balik juga

    membantu para komunikator untuk mengetahui apakah pesan mereka telah

    tersampaikan atau tidak dan sejauh mana pencapaian makna terjadi. Dalam model

    interaksional, umpan balik terjadi setelah pesan diterima, tidak pada saat pesan sedang

    dikirim. Elemen terakhir dalam model interaksional adalah bidang pengalaman  (field of  

    experience). Seseorang atau bagaimana budaya, pengalaman dan keturunan seseorang

    mempengaruhi kemampuannya untuk berkomunikasi dengan satu sama lainnya (West,

    2008).

    Komunikasi sebagai transaksi, model komunikasi transaksional   (transactional 

    model of communication)   awalnya diperkenalkan oleh Barnlund pada tahun 1970.

    Model ini menggaris bawahi pengiriman dan penerimaan pesan yang berlangsung secara

    terus menerus dalam sebuah episode komunikasi. Model transaksional berarti

    komunikasi bersifat kooperatif, pengirim dan penerima sama-sama bertanggung jawab

    terhadap dampak dan efektivitas komunikasi yang terjadi. Dalam model komunikasi

    linier, makna dikirim dari satu orang ke orang lainnya. Dalam komunikasi interaksional,

    makna dicapai melalui umpan balik dari pengirim dan penerima. Dalam model

    transaksional ini, orang membangun kesamaan makna.

    Model transaksional menuntut menyadari pengaruh satu pesan terhadap pesan

    lainnya. Satu pesan dibangun dari pesan sebelumnya, karena itu ada saling

    ketergantungan antara masing-masing komponen komunikasi. Perubahan di satu

    komponen mengubah yang lainnya juga. Model transaksional juga berasumsi bahwa

     para komunikator menegosiasikan makna (Muhamad, 2002).

    2.1.3. Teori Interaksi Simbolik 

    Dalam tradisi interaksional, komunikasi berarti bersifat sosial, sehingga

     penjelasan kognitif merupakan penjelasan yang bersifat sekunder. Dalam pandangan

    mereka, seluruh konvensi sosial menjadi mapan, bertahan, dan berubah melalui

    interaksi sosial. Interaksionalisme simbolis merupakan perkembangan teori sosiologi

    yang menaruh perhatian pada hal komunikasi dan masyarakat, bahwa makna dan

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    33/201

    13

    struktur sosial tercipta dan terpelihara dalam interaksi sosial. Barbara Ballis Lal

    mengungkap enam premis dasar yang melandasi pemikiran interaksionisme simbolis,

    yaitu (1) orang selalu membuat keputusan dan bertindak berdasarkan pemahaman

    subjektif terhadap situasi dimana mereka berada; (2) kehidupan sosial terdiri bukan atas

    struktur, melainkan proses interaksi yang secara konstan berubah; (3) bahasa merupakan

     bagian dari kehidupan sosial yang memegang peran penting dalam usaha pemahaman

    manusia atas pengalaman mereka; (4) dunia terdiri atas objek sosial yang dinamai dan

    diberi arti secara sosial; (5) tindakan manusia selalu didasarkan atas interpretasi; dan (6)

    seperti halnya objek sosial, objek individual juga didefinisikan melalui interaksi sosial

    (Littlejohn. 2002).

    Aliran interaksionalisme simbolis terbagi dalam dua aliran, yaitu aliran Chicago

    dan aliran Lowa. Aliran Chicago, aliran ini dirintis oleh Goerge Herbert Mead yang

    kemudian dilanjutkan oleh Herbert Blumer. Blumer percaya bahwa untuk mempelajari

    manusia tidak bisa menggunakan cara yang sama dengan cara mempelajari benda-

     benda. Mempelajari manusia harus dapat berempati terhadap subjek penelitiannya,

    memasuki struktur pengalamannya, dan berusaha memahami nilai yang dipercaya setiap

    orang. Oleh karena itu, dalam karya Mead, sebagai pelopor teori ini, disebut tiga konsep

     pokok yang menurut Mead, merupakan aspek penting dalam memahami proses tindakan

    sosial   (social act), meliputi masyarakat ( society), diri ( self  ), dan pikiran (mind )

    (Littlejohn, 2002).

    Masyarakat terdiri atas perilaku kerja sama (cooperative behaviour ) seluruh

    anggotanya. Kerja sama sendiri menurut Mead, berarti pembacaan atas tindakan (action)

    dan maksud tindakan (intention) orang lain serta cara meresponnya yang dilakukan

    dengan cara patut. Pembacaan dilakukan dengan interpretasi, yaitu percakapan internal,

    terhadap tindakan dan maksud tindakan individual yang dilakukan melalui   significant 

     symbols   atau isyarat yang maknanya disepakati secara sosial. Tindakan sosial sebagai

     bentuk kerja sama sosial, terdiri atas tiga bagian yang saling berhubungan, yaitu isyarat

     permulaan, respons, dan hasil atau makna tindakan bagi para peserta komunikasi.

    Sebuah tindakan bersama ( joint action), misalnya pengambilan kebijakan selalu terdiri

    atas saling terkaitan (interlinkage) dari interaksi yang lebih kecil. Dengan demikian,

    dapat dikatakan masyarakat terdiri atas jaringan tindakan sosial yang maknanya

    ditentukan oleh tindakan dan respons individual dengan menggunakan simbol.

    Konsep ketiga yang disebut Mead adalah pikiran. Menurutnya, pikiran bukanlah

    sesuatu, melainkan sebuah proses: kemampuan untuk menggunakan simbol dalam

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    34/201

    14

    merespon diri sendiri, sehingga berpikir menjadi mungkin. Dalam hal ini, objek hanya

    dapat dianggap sebagai objek melalui proses berpikir simbolis. Lebih jauh, Blumer 

    membedakan tiga macam objek, yaitu objek fisik (sesuatu atau   things), objek sosial

    ( people   atau orang), dan objek abstrak (ideas   atau ide-ide). Setiap orang

    memperlakukan objeknya secara berbeda, sehingga, misalnya, seorang aktivis dapat

    dianggap sebagai things ketimbang people (Littlejohn, 2002).

    Aliran Lowa, berbeda dengan Blumer yang menolak pendekatan objektif dalam

     penelitian manusia. Manford Kuhn, salah satu tokoh aliran Lowa berpendapat bahwa

    metode objektif lebih mungkin berhasil daripada metode ‘lembut’ yang digunakan oleh

    Blumer. Kuhn berusaha mengembangkan setidaknya dua langkah baru, yaitu pertama,

    membuat konsep tentang diri ( self  ) menjadi lebih konkret; dan kedua, membuat usaha

    tersebut mungkin. Namun demikian, tetap melandaskan pemikirannya pada premis

    dasar teori Mead. Bagi Kuhn, penamaan objek adalah penting, karena menam sesuatu

    selalu membawa serta maknanya. Oleh karena itu, pertama, menekankan pentingnya

     bahasa dalam berpikir dan berkomunikasi. Seperti juga Blumer dan Mead, Kuhn juga

    menekankan pentingnya kedudukan objek dalam dunia manusia. Baginya, objek 

    merupakan aspek dari realitas seseorang, baik berupa sesuatu (things), kualitas

    (quality), peristiwa (event ), maupun situasi ( state of affairs).

    Konsep kedua yang dikemukakan oleh Kuhn adalah tentang perencanaan

    tindakan ( plan of action), yaitu pola tingkah laku seseorang terhadap objek tertentu.

    Karena perencanaan diarahkan oleh sikap (attitude), yaitu pernyataan verbal yang

    menunjukkan nilai tujuan tindakan, maka sikap, bagi Kuhn, dapat diukur. Konsep

    ketiga yang dikemuk oleh Kuhn, serupa dengan konsep   significant other   yang

    dikemukakan oleh Mead, adalah  orientational other . Konsep ini mengacu pada orang

    tertentu yang memberikan pengaruh terhadap kehidupan seseorang. Orang-orang ini

     biasanya merupakan (1) orang yang mempunyai komitmen emosional dan psikologis

    dengan individu tertentu; (2) seseorang yang mempengaruhi kerangka konseptual, kosa

    kata, dan kategori seorang lainnya; (3) seorang yang berbeda dari orang tersebut; dan (4)

    orang-orang yang keberadaannya menjaga kelangsungan konsep diri orang tertentu

    (Littlejohn. 2002) .

    Perluasan Interaksionisme: Erving Goffman, dengan menggunakan analogi

     permainan drama, Goffman berasumsi bahwa setiap orang selalu berusaha memberi

    makna bagi peristiwa yang ditemuinya sehari-hari. Hal ini berarti bahwa interpretasi

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    35/201

    15

    terhadap situasi merupakan definisi situasi. Definisi ini dapat dipecah menjadi dua,

     pertama, strip atau rangkaian tindakan; dan kedua,   frame atau pola penataan dasar yang

    digunakan dalam mendefinisikan   strip.   Analisis bingkai ( frame) berarti mengkaji

     bagaimana pengalaman ditata dalam diri seseorang melalui kerangka kerja ( framework ),

    yaitu model yang digunakan seseorang dalam memahami pengalamannya. Kerangka

    kerja dapat berupa kerangka kerja alami (natural framework ), yaitu peristiwa alam yang

    terjadi tidak berdasarkan arahan, dan kerangka kerja sosial ( social framework ), yaitu

     peristiwa yang terjadi berdasarkan arahan dan dapat dikendalikan. Lebih jauh Goffman

    membedakan kerangka kerja dua macam jenis kerangka kerja, yaitu, pertama, kerangka

    kerja primer ( primary framework ), yaitu unit penataan dasar, misalnya berpakaian;

    dan kedua, kerangka kerja sekunder ( secondary framework ), penggunaan penataan

    dasar pada kerangka kerja primer demi tujuan tertentu.

    Dalam konteks analisis bingkai ini aktivitas komunikasi dilihat berdasarkan

     perjumpaan muka ( face engagement/encounter ) yang terjadi dalam interaksi antar orang

    yang dilakukan secara terfokus. Dalam hal ini, isyarat memegang peran penting dalam

     pemaknaan hubungan, seperti kebutuhan terhadap definisi mutual terhadap situasi.

    Goffman percaya bahwa secara literer terbatasi oleh dramatisasi. Sebab, seperti halnya

    audiens yang menangkap karakter yang dibawa aktor melalui peran tertentu dalam

     pementasan drama, dalam menjumpai orang lain kita selalu menghadirkan karakter 

    tertentu. Adapun dalam mendefinisikan situasi, menurut Goffman, dapat melalui dua

     bagian proses, yaitu (1) berusaha mendapatkan informasi tentang orang lain dalam

    situasi tersebut; dan (2) memberikan informasi tentang diri. Pertukaran ini biasanya

    terjadi secara tidak langsung melalui observasi tingkah laku orang lain dan

    menstrukturkan tingkah laku pribadi untuk mendatangkan impresi pada diri orang lain

    (Littlejohn, 2002) .

    Teori Struktrasi, gagasan yang terdapat dalam interaksionisme simbolis secara

    umum berkaitan dengan mikro proses, yaitu interaksi aktual antar orang hingga tingkat

    kemungkinan yang paling kecil, yang berpengaruh membentuk makrostruktur 

    masyarakat. Namun gagasan tersebut tidak membahas kebalikannya, yaitu pengaruh

    makro struktur terhadap mikro proses. Teori strukturasi, yang dikemukakan oleh

    Anthony Giddens, berusaha menjelaskan secara lebih lengkap hubungan mikro-makro

    tersebut. Dalam pandangan Giddens tindakan manusia merupakan proses produksi dan

    reproduksi beragam sistem sosial. Dengan kata lain, dalam komunikasi, para

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    36/201

    16

     pesertanya bertindak strategis untuk mencapai tujuan mereka yang kemudian

    menghasilkan struktur yang berbalik mempengaruhi tindakan mereka selanjutnya.

    Sebab, meskipun bertindak dalam rangka melengkapi keinginan, pada saat yang sama

    tindakan tersebut menghasilkan konsekuensi yang tidak diinginkan (unintended 

    consequences) dan menjadikan sebuah struktur sosial mapan dan mempengaruhi

    tindakan kita selanjutnya. Oleh karena itu, Donald Ellis menyebutkan bahwa interaksi

    dan struktur sosial merupakan entitas teranyam (braided entity). Dalam praktek aktual,

    di mana lebih dari sebuah struktur bertemu, dapat terjadi dua hal, pertama mediasi,

    struktur yang satu memperantarai hadirnya struktur lain; dan kedua, kontradiksi, struktur 

    yang satu mengatasi struktur yang lainnya.

    Proses Simbolis dalam Teori Konvergensi,   Kenneth Burke.   Untuk memahami

    komunikasi dalam pandangan Burke, harus mengetahui konsepnya tentang tindakan

    yang berarti juga mengerti beberapa ide sentral yang dikemukakannya, seperti: simbol,

     bahasa, dan komunikasi. Tindakan dipahami oleh Burke seperti dipahami dalam

    drama, bahwa tindakan (action) berbeda dengan gerakan (motion). Tindakan terdiri

    atas tingkah laku yang bertujuan dan bermakna, sedangkan gerakan tidak. Tindakan

    memandang manusia sebagai makhluk biologis dan neurologis yang berbeda dari

    makhluk lain karena tingkah laku penggunaan simbol ( symbol-using ), yaitu kemampuan

     bertindak. Bagi Burke, manusia menciptakan simbol ( symbol-creating ) untuk menamai

    sesuatu, menggunakan simbol ( symbol-using ) untuk berkomunikasi, dan mengabaikan

    simbol ( symbol-misusing ) yang tidak menguntungkan (Littlejohn, 2002).

    Adapun dalam hal bahasa, Burke memandang setiap kata selalu bersifat

    emosional dan tidak pernah netral. Maksudnya setiap sikap, putusan, dan perasaan

    selalu terdapat dalam bahasa yang digunakan. Untuk memahami ini, perlu menilik 

    konsep Burke tentang rasa bersalah ( guilt ), yaitu perasaan dan tekanan yang terdapat

     pada diri seseorang akibat penggunaan simbol, misalnya kegelisahan, benci diri sendiri

    ( self-hatred ), dan kebencian. Menurut Burke   guilt   diakibatkan oleh tiga hal, yaitu (1)

    negatif, rasa bersalah dalam hal ini dipandang sebagai akibat dari mengikuti peraturan

    yang bertentangan dengan aturan lain; (2) prinsip perfeksi, dalam hal ini rasa bersalah

    dihasilkan dari ketidaksesuaian antara yang ideal dengan kenyataan; dan (3) prinsip

    hirarkis, dalam hal ini rasa bersalah merupakan hasil dari persaingan dan perbedaan

    yang pada akhirnya membentuk sebuah hirarki. Seluruh tindakan dan komunikasi,

    menurut Burke, didasari oleh guilt , yaitu untuk mengusir rasa bersalah.

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    37/201

    17

    Lebih jauh, dalam menjelaskan komunikasi, Burke menggunakan beberapa

    istilah yang bersinonim, yaitu konsubstansialitas (consubstantiality), identifikasi

    (identification), persuasi ( persuasion), komunikasi (communication), dan retorika

    (rethoric). Konsubstansialitas menyatakan makna substansi yang dibagi bersama antar 

    individu dalam masyarakat, sedangkan identifikasi, lawan dari pembedaan (division),

    menyatakan peningkatan pemahaman yang bermaksud persuasi dan atau komunikasi

    yang efektif. Burke selanjutnya membedakan tiga macam identifikasi, yaitu (1)

    identifikasi material, merupakan hasil dari abstraksi yang meliputi, misalnya, benda,

    kebutuhan, dan kepemilikan yang terwujud dalam hal, seperti memiliki mobil yang

    sama; (2) identifikasi idealistik, merupakan hasil dari abstraksi yang meliputi, misalnya,

    nilai, sikap, perasaan, dan ide yang terwujud dalam hal, seperti menjadi anggota

    organisasi yang sama; dan (3) identifikasi formal, merupakan hasil dari abstraksi yang

     berasal dari pemaknaan peristiwa yang menempatkan kelompok-kelompok tertentu

    dalam pihak tertentu. Lebih singkat, menurut Burke komunikasi lebih sukses jika

    identifikasi lebih besar dari divisi. Komunikasi yang sukses dapat dilakukan dengan

    strategi, dalam hal ini berarti retorika, yang memiliki jumlah hampir tak terbatas.

    Meskipun tidak menyebut beragam strategi yang mungkin digunakan seseorang

    dalam sebuah peristiwa retoris, Burke menyediakan kerangka kerja analisis dasar untuk 

    mengkaji tindakan yang disebutnya lima sisi dramatis (dramatistic pentad ), meliputi

    tindakan (act ), adegan ( scene) atau situasi dan seting kejadian, pelaku (agent ), fungsi

     pelaku (agency), dan tujuan ( purpose).

    Teori Konvergensi Simbolis   yang   dikembangkan oleh Ernest Boemann, John

    Cragan, dan Donald Shield. Teori yang dikenal juga dengan sebutan analisis tema

    fantasi ( fantasy-theme analysis) ini berkaitan dengan kegunaan narasi dalam

    komunikasi. Tema fantasi merupakan bagian dari drama atau cerita besar yang lebih

    rumit yang disebut visi retoris (rethorical vision), yang secara esensial berarti

     pandangan tentang bagaimana sesuatu terjadi atau terjadi. Visi retoris membentuk cara

    memahami realitas dalam wilayah yang tidak bisa dialami langsung, melainkan melalui

    reproduksi simbolis. Sebuah tema fantasi, bahkan visi retoris yang lebih besar, biasanya

    terdiri atas karakter (characters), bangunan cerita ( plot line), seting atau   scene   yang

    terdiri atas lokasi, properti, lingkungan sosiokultural, dan sumber yang melegitimasi

    cerita ( sanctioning agent ) (Littlejohn, 2002).

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    38/201

    18

    Dalam keseharian, visi retoris menjadi mapan melalui tema fantasi yang dimiliki

     bersama dan membuat kelompok tersebut lebih peka terhadap cara memandang sesuatu.

    Dengan kata lain, visi retoris menjaga kesadaran bersama ( shared consciousness)

    komunitas tertentu, sebab memiliki struktur dalam yang memperlihatkan dan

    mempengaruhi cara memandang realitas. Meskipun demikian, visi retoris dapat

     berubah, berkembang, atau bertambah melalui komunikasi publik yang biasanya

    menawarkan sebuah visi baru melalui tiga macam analogi, yaitu (1) analogi kebenaran,

     berhubungan dengan bagaimana kita dapat hidup secara bermoral; (2) analogi sosial,

     berkaitan dengan bagaimana seharusnya kita berhubungan dengan orang lain; dan (3)

    analogi pragmatis, berkaitan dengan cara kita melakukan sesuatu.

    2.2. Teori-Teori Komunikasi Organisasi

    2.2.1. Pengertian Organisasi dan Komunikasi Organisasi

    Griffin (2003), membahas komunikasi organisasi dengan mengikuti teori

    management klasik, yang menempatkan suatu bayaran pada daya produksi, presisi, dan

    efisiensi. Adapun prinsip-prinsip dari teori manajemen klasikal adalah sebagai berikut:

    (1). Kesatuan komando, suatu karyawan hanya menerima pesan dari satu atasan; (2).

    Rantai skalar, garis otoritas dari atasan ke bawah, yang bergerak dari atas sampai ke

     bawah untuk organisasi; rantai ini, yang diakibatkan oleh prinsip kesatuan komando,

    harus digunakan sebagai suatu saluran untuk pengambilan keputusan dan komunikasi;

    (3). Divisi pekerjaan, manejemen perlu arahan untuk mencapai suatu derajat tingkat

    spesialisasi yang dirancang untuk mencapai sasaran organisasi dengan suatu cara

    efisien; (4). Tanggungjawab dan otoritas, perhatian harus dibayarkan kepada hak untuk 

    memberi order dan ketaatan seksama suatu ketepatan keseimbangan antara tanggung

     jawab dan otoritas harus dicapai; (5). Disiplin, ketaatan, aplikasi, energi, perilaku, dantanda rasa hormat yang keluar seturut kebiasaan dan aturan disetujui; (6).

    Mengebawahkan kepentingan individu dari kepentingan umum, melalui contoh

     peneguhan, persetujuan adil, dan pengawasan terus-menerus.

    Selanjutnya, Griffin (2003) menyadur tiga pendekatan untuk membahas

    komunikasi organisasi. Ketiga pendekatan itu adalah sebagai berikut: Pendekatan

    sistem. Karl Weick (pelopor pendekatan sistem informasi) menganggap struktur 

    hirarkhi, garis rantai komando komunikasi, prosedur operasi standar merupakan unsur 

    dari inovasi. Organisasi sebagai kehidupan organisasi harus terus menerus beradaptasi

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    39/201

    19

    kepada suatu perubahan lingkungan dalam orde untuk mempertahankan hidup.

    Pengorganisasian merupakan proses memahami informasi yang samar-samar melalui

     pembuatan, pemilihan, dan penyimpanan informasi. Weick meyakini organisasi

     bertahan dan tumbuh subur hanya ketika anggota-anggotanya mengikutsertakan banyak 

    kebebasan ( free-flowing ) dan komunikasi interaktif. Untuk itu, ketika dihadapkan pada

    situasi yang mengacaukan, pimpinan harus bertumpu pada komunikasi dari pada aturan-

    aturan.

    Teori Weick tentang pengorganisasian mempunyai arti penting dalam bidang

    komunikasi karena menggunakan komunikasi sebagai basis pengorganisasian manusia

    dan memberikan dasar logika untuk memahami bagaimana orang berorganisasi.

    Menurutnya, kegiatan-kegiatan pengorganisasian memenuhi fungsi pengurangan

    ketidakpastian dari informasi yang diterima dari lingkungan atau wilayah sekeliling

    (Muhammad, 2008). Dengan menggunakan istilah ketidakjelasan untuk mengatakan

    ketidakpastian, atau keruwetan, kerancuan, dan kurangnya   predictability. Semua

    informasi dari lingkungan sedikit banyak sifatnya tidak jelas, dan aktivitas-aktivitas

     pengorganisasian dirancang untuk mengurangi ketidakpastian atau ketidakjelasan.

    Weick memandang pengorganisasian sebagai proses evolusioner yang bersandar pada

    sebuah rangkaian tiga proses: penentuan  (enachment)  seleksi   (selection)  penyimpanan

    (retention).

    Penentuan adalah pendefinisian situasi, atau mengumpulkan informasi yang

    tidak jelas dari luar. Ini merupakan perhatian pada rangsangan dan pengakuan bahwa

    ada ketidakjelasan. Seleksi, proses ini memungkinkan kelompok untuk menerima aspek-

    aspek tertentu dan menolak aspek-aspek lainnya dari informasi. Ini mempersempit

     bidang, dengan menghilangkan alternatif-alternatif yang tidak ingin dihadapi oleh

    organisasi. Proses ini menghilangkan lebih banyak ketidakjelasan dari informasi awal.

    Penyimpanan yaitu proses menyimpan aspek-aspek tertentu yang digunakan pada masa

    mendatang. Informasi yang dipertahankan diintegrasikan ke dalam kumpulan informasi

    yang sudah ada yang menjadi dasar bagi beroperasinya organisasi (Mouzelis, 1985).

    Sedemikian jauh, teori ini mempercayai bahwa organisasi bergerak dari proses

     pengorganisasian ke proses lain dengan cara yang sudah tertentu: penentuan; seleksi;

     penyimpanan; dan pemilihan. Bukan begitu halnya. Sub-sub kelompok individual dalam

    organisasi terus menerus melakukan kegiatan didalam proses-proses ini untuk 

    menemukan aspek-aspek lainnya dari lingkungan. Meskipun segmen-segmen tertentu

    dari organisasi mungkin mengkhususkan pada satu atau lebih dari proses-proses

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    40/201

    20

    organisasi, hampir semua orang terlibat dalam setiap bagian setiap saat. Artinya ini

    mengindikasikan bahwa didalam organisasi terdapat siklus perilaku.

    Siklus perilaku adalah kumpulan-kumpulan perilaku yang saling bersambungan

    yang memungkinkan kelompok untuk mencapai pemahaman tentang pengertian-

     pengertian apa yang harus dimasukkan dan apa yang ditolak. Di dalam siklus perilaku,

    tindakan-tindakan anggota dikendalikan oleh aturan-aturan berkumpul yang memandu

     pilihan-pilihan rutinitas yang digunakan untuk menyelesaikan proses yang tengah

    dilaksanakan (penentuan, seleksi, atau penyimpanan).

    Pendekatan budaya, asumsi interaksi simbolik mengatakan bahwa manusia

     bertindak tentang sesuatu berdasarkan pada pemaknaan yang mereka miliki tentang

    sesuatu itu. Mendapat dorongan besar dari antropolog Clifford Geertz, ahli ethnografi,

     peneliti budaya yang melihat makna bersama yang unik adalah ditentukan organisasi.

    Organisasi dipandang sebagai budaya. Suatu organisasi merupakan sebuah cara hidup

    (way of live) bagi para anggotanya, membentuk sebuah realita bersama yang

    membedakannya dari budaya-budaya lainnya.

    Pacanowsky dan para teoris interpretatif lainnya menganggap bahwa budaya

     bukan sesuatu yang dipunyai oleh sebuah organisasi, tetapi budaya adalah suatu

    organisasi. Budaya organisasi dihasilkan melalui interaksi dari anggota-anggotanya.

    Tindakan-tindakan yang berorientasi tugas tidak hanya mencapai sasaran-sasaran jangka

     pendek tetapi juga menciptakan atau memperkuat cara-cara yang lain selain perilaku

    tugas ”resmi” dari para karyawan, karena aktivitas-aktivitas sehari-hari yang paling

    membumi juga memberi kontribusi bagi budaya tersebut. Pendekatan ini mengkaji cara

    individu-individu menggunakan cerita-cerita, ritual, simbol-simbol, dan tipe-tipe

    aktivitas lainnya untuk memproduksi dan mereproduksi seperangkat pemahaman ( Pace,

    Faules, 2005).

    Pendekatan kritik. Stan Deetz, salah seorang penganut pendekatan ini,

    menganggap bahwa kepentingan-kepentingan organisasi sudah mendominasi hampir 

    semua aspek lainnya dalam masyarakat. Kehidupan banyak ditentukan oleh keputusan-

    keputusan yang dibuat atas kepentingan pengaturan organisasi-organisasi, atau

    manajerialisme (Robbins, 2002).

    Ada bermacam-macam pendapat mengenai apa yang dimaksud dengan

    organisasi. Schein (1982) mengatakan bahwa organisasi adalah suatu koordinasi

    rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan umum melalui

     pembagian pekerjaan dan fungsi melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab. Ia juga

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    41/201

    21

    menjabarkan bahwa organisasi mempunyai karakteristik tertentu, struktur, tujuan, saling

     berhubungan satu dengan yang lainnya dan tergantung kepada komunikasi manusia

    untuk mengkoordinasikan aktivitas dalam organisasi tersebut. Sifat tergantung antara

    satu bagian dengan bagian lain menandakan bahwa organisasi yang dimaksud Schein

    merupakan suatu sistem. Kochler (1976) mengat bahwa organisasi adalah sistem

    hubungan yang terstruktur yang mengkoordinasikan usaha suatu kelompok orang untuk 

    mencapai tujuan tertentu. Wright (1977) organisasi adalah suatu bentuk system terbuka

    dari aktivitas yang dikoordinasi oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan

     bersama.

    Dari ketiga definisi tersebut ada tiga hal yang sama-sama dikemukakan yaitu:

    organisasi merupakan suatu sistem, mengkoordinasikan aktivitas dalam mencapai

    tujuan bersama atau tujuan umum. Dikatakan suatu sistem karena organisasi itu sendiri

    dari berbagai bagian yang saling tergantung satu sama lain. Setiap organisasi

    memerlukan koordinasi supaya masing-masing bagian dari organisasi bekerja menurut

    semestinya dan tidak mengganggu bagian yang lainnya. Tanpa koordinasi sulitlah

    organisasi itu berfungsi dengan baik. Ciri selanjutnya adalah setiap organisasi memiliki

    aktivitas sesuai dengan jenis organisasi. Suatu organisasi terbentuk apabila suatu usaha

    memerlukan usaha lebih satu orang untuk menyelesaikannya. Kondisi ini timbul

    disebabkan oleh karena tugas yang terlalu besar, kompleks untuk ditangani satu orang.

    Oleh karena itu suatu organisasi melibatkan banyak orang dalam interaksi dan

    kerjasama.

    Organisasi merupakan suatu stuktur tertentu yang berhubungan dengan manusia

    yang tumbuh dan bertambah matang melalui skema yang didesain dengan aturan-aturan

    tertentu. Elemen pertumbuhan yang didesain adalah suatu respon rasional terhadap

    tekanan dari dalam untuk memperluas atau membentuk hubungan kembali karena

    diperlukan secara fungsional. Dalam perkembangannya organisasi sangat bervariasi ada

    yang sangat sederhana ada pula yang sangat kompleks. Maka untuk membantu

    memahami organisasi ada beberapa elemen dasar dari organisasi yang saling berkaitan

    satu dengan lainnya.

  • 8/20/2019 2010 Nfi

    42/201

    22

    Struktur Sosial

    Teknologi Tujuan

    Partisipan

    Gambar 1

    Model Elemen Organisasi

    Sumber: Muhammad, 2008: Komunikasi Organisasi.

    1. Struktur sosial: pola atau aturan hubungan yang ada antara partisipan didalam

    suatu organisasi. Struktur sosial menurut Davis (Scott, 1981) dapat dipisahkan

    menjadi dua komponen yaitu struktur normatif dan struktur tingkah laku. Struktur 

    normatif mencakup nilai, norma dan peranan yang diharapkan, nilai adalah

    kriteria yang digunakan dalam memilih tujuan, tingkah laku. Sedangkan norma

    adalah aturan umum mengenai tingkah laku yang dapat digunakan sebagai

     pedoman dalam mengejar tujuan. Struktur tingkah laku adalah tingkah laku yang

    diperlihatkan manusia dalam organisasi yang merupakan pola atau jaringan

    tingkah laku.

    2. Partisipan: individu-individu yang memberikan kontribusi kepada organisasi.

    Keterlibatan masing-masing organisasi sangat bervariasi, tingkat