2010 nfi
TRANSCRIPT
-
8/20/2019 2010 Nfi
1/201
DINAMIKA KOMUNIKASI DALAM PENGAMBILAN
KEBIJAKANPENGEMBANGANPEMUDA
(Studi Kasus pada Kebij akan Pelati han Kepemimpi nan dan M anajemen
Organisasi di KNPI Provinsi Banten)
NEKA FITRIYAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
-
8/20/2019 2010 Nfi
2/201
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Dinamika Komunikasi
dalam Pengembangan Pemuda (Studi Kasus pada Kebijakan Pelatihan
Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi di KNPI Provinsi Banten) adalah karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dari atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir tugas
akhir ini.
Bogor, Agustus 2010
Neka Fitriyah
I352080031
-
8/20/2019 2010 Nfi
3/201
ABSTRACT
NEKA FITRIYAH. Communication Dynamic in the Policy Making of Youth
Development (Study Case in Policy Making of Leadership, Management andOrganization Learning in KNPI Banten Province). Under the supervision of
DJUARA P. LUBIS and SUTISNA RIYANTO
National Committee for Indonesian Youth in Banten Province (KNPI Banten)
is a potential organization in developing and empowering local youth. Supports from
50 Local Youth Organization and 8 KNPI regencies enabling KNPI to contribute positively to the local youth. Communication Organization aspect very determines
the policy making process and the dynamics of internal organization, therefore the
main issue from this research was to explain the communication process in KNPI inBanten Province, especially in organizing the desire from the organization members
in the policy making process. This research aimed to describe and constructivis the
scientific facts that related with the communication dynamics that happened in KNPIin Banten Province, and the final outputs from this research were expected to
contribute scientifically for the communication science development especially in the
field of communication organization. Contructism paradigm was used to reveal the
policy making process and used to analyze barrier, pressure, and contradiction thatoccurred. This research was designed qualitatively with case study method, was
conducted over three months and had taken place in KNPI in Banten Province. The
informants were selected by using snowball method. The result described that themost frequent communication pattern used were Informal Participative
Communication Pattern, interpersonal, transactional and circular. Whereas thecommunication climate that affected the policy making were the system and adopted
organizational norm. The most dominant internal factor that affected the policy is theleadership factor and ideology, meanwhile the external factor that affected the policy
is local political factor, where the government needs an institutional support and in
the other hand KNPI had to keep their independency in political discourse.
Keyword: Communication, KNPI Banten Province, Communication Climate.
-
8/20/2019 2010 Nfi
4/201
RINGKASAN
NEKA FITRIYAH: Dinamika Komunikasi dalam Pengambilan Kebijakan
Pengembangan Pemuda (Studi Kasus pada Kebijakan Pelatihan Kepemimpinan dan
Manajemen Organisasi di KNPI Provinsi Banten. Dibimbing oleh DJUARA P.LUBIS dan SUTISNA RIYANTO.
Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Banten yang didirikan
bersamaan dengan terbentuknya Provinsi Banten tahun 2000, merupakan organisasiyang memiliki potensi besar dalam pengembangan dan pemberdayaan pemuda lokal.
Dengan dukungan limapuluh organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP) sebagai
anggota, delapan KNPI kabupaten dan kota sebagai perpanjangan tangan pengurusdaerah, tentu partisipasinya dalam pengembangan pemuda menjadi lebih mudah
dilakukan. Permasalahannya adalah sejauhmana kebijakan pengembangan pemuda
diambil oleh KNPI Provinsi Banten untuk pemberdayaan pemuda lokal, seperti apa
perumusannya, bagaimana proses pengambilan kebijakan, adakah konspirasi politik di dalamnya, apa motif yang melatarbelakanginya, jaringan komunikasi apa saja
yang menyosialisasikan kebijakan sehingga kebijakan tersebut tepat sasaran, berdayaguna dan seterusnya.
KNPI Provinsi Banten di satu sisi hampir selalu dihadapkan pada masalah-
masalah dalam usahanya melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan sehingga
membutuhkan solusi-solusi yang dianggapnya rasional. Sementara itu di sisi lain,terdapat kelompok-kelompok kepentingan (interest group) yang juga selalu berusaha
mencapai tujuan-tujuan mereka sendiri. Oleh karena itu semua aktivitas dan
komunikasi dalam pengambilan kebijakan harus merepresentasikan kedua haltersebut (Hickson, 1987). Kepentingan-kepentingan antar kelompok di KNPI Provinsi
Banten dalam pengambilan kebijakan merupakan perjuangan-perjuangan tanpa akhir sehingga memerlukan pendekatan atau strategi-komunikasi agar kepentingan-
kepentingan tersebut tidak merusak sistem yang sudah dibangun dalam organisasi.Dalam konteks komunikasi, kondisi seperti itu terjadi diduga salah satunya,
karena kuatnya intensitas komunikasi yang dimainkan, karena itu yang menjadi
permasalahan penelitian ini adalah (1). Bagaimanakah pola komunikasi dalam pengambilan kebijakan pengembangan pemuda di KNPI Provinsi Banten, (2). Seperti
apakah iklim komunikasi yang terjadi dalam pengambilan kebijakan pengeembangan
pemuda di KNPI Provinsi Banten, (3). Faktor-faktor internal dan eksternal apasajakah yang mempengaruhi iklim dan pola komunikasi dalam pengambilan
kebijakan pengembangan pemuda di KNPI Provinsi Banten. Penelitian ini merupakan
penelitian kulaitatif dengan metode studi kasus. Paradigma konstruktivis digunakanuntuk melihat konstruksi dari realitas pengambilan kebijakan. Penelitian dilaksanakanselama tiga bulan bertempat di KNPI Provinsi Banten. Sumber data primer dalam
penelitian ini diperoleh dari informan. Penentuan informan dilakukan dengan
purposive. Prosedur pemilihan informan dilakukan dengan teknik snowball yaitu penentuan sampling dimulai dari informan kunci dan berkembang mengikuti
informasi atau data yang diperlukan.
-
8/20/2019 2010 Nfi
5/201
Hasil penelitian menunjukkan, komunikasi downward dan upward dalamkomunikasi organisasi di KNPI Provinsi Banten secara bersamaan dapat digabungkan
dalam bermacam-macam aliran komunikasi. Seperti pola aliran rantai, dan aliran
roda. Pola komunikasi upward terjadi dalam aktivitas pencarian informasi, dimana
semua pihak dalam organisasi ini meminta keterangan pada pimpinan yang memiliki jabatan struktural lebih tinggi. Sedangkan komunikasi horizontal dan diagonal terjadi
manakala ada konsolidasi tentang kebijakan yang akan diambil dan proses klarifikasitentang isu-isu tertentu. Pola komunikasi yang dimainkan KNPI Provinsi Banten,
lebih terlihat sebagai pola interaksional, transaksional dan partisipatif. Komunikasi
yang berlangsung dalam rapat di KNPI Provinsi Banten bersifat dua arah dan ada
dialog, di mana setiap anggota memiliki peran ganda, dalam arti pada satu saat bertindak sebagai komunikator, pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan.
Dalam model ini komunikasi hanya dapat dipahami dalam konteks hubungan
(relationship) antara dua anggota atau lebih. Pandangan ini menekankan bahwasemua perilaku adalah komunikatif.
Iklim komunikasi di KNPI Provinsi Banten merupakan suatu sistem dari nilai-
nilai, kepercayaan dan norma yang dianut. Pada dasarnya iklim komunikasi yang adadipengaruhi oleh perilaku anggota dan OKP yang memiliki karakteristik tingkah laku
berbeda sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Perbedaan atau kesenjangan antara
persepsi anggota dengan persepsi pengurus terhadap kebijakan yang akan diambil,
salah satu dikarenakan iklim komunikasi yang dirasakan dan diharapkan tidak sesuai.Faktor yang mempengaruhi proses pengambilan kebijakan pelatihan kepemimpinan
dan manjemen organisasi di KNPI Provinsi Banten terdiri dari: Faktor internal, terdiri
dari faktor ideologi, politik, budaya organisasi, kepemimpinan dan faktor anggota.Faktor eksternal yang mempengaruhi proses pengambilan kebijakan pelatih
kepemimpinan dan manajemen organisasi di KNPI Provinsi Banten terdiri dari:faktor kebijakan pemda, politik lokal. Faktor kebijakan pemda, dalam banyak hal
kebijakan pemerintah kurang memperhatikan pembangunan bidang kepemudaan,sektor pembangunan..
Kesimpulan umum penelitian ini adalah Pola komunikasi yang terjadi dalam
pengambilan kebijakan di KNPI Provinsi Banten terdiri dari: pola komunikasidownward dan upward, pola komunikasi horizontal, pola komunikasi diagonal, Iklim
komunikasi yang terjadi di KNPI Provinsi Banten dalam pengambilan kebijakan
pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi, diartikulasikan dengan sikapmendukung anggota untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan pelatihan
kepemimpinan dan manajemen organisasi. Faktor eksternal dan internal yang
mempengaruhi kebijakan pelatihan kepemimpinan dan manajemen organisasi adalah:faktor eksternal terdiri dari kebijakan pemerintah daerah dan realitas politik lokal.
Sedangkan factor internal terdiri dari faktor ideologi, kepemimpinan, budaya
organisasi dan anggota serta OKP yang berhimpun.
Kata kunci: komunikasi, dinamika komunikasi, KNPI Provinsi Banten.
-
8/20/2019 2010 Nfi
6/201
©Hak Cipta milik IPB 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip Hak Cipta sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan masalah
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
-
8/20/2019 2010 Nfi
7/201
DINAMIKA KOMUNIKASI DALAM PENGAMBILAN
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PEMUDA(Studi Kasus pada Kebijakan Pelatih an Kepemimpi nan dan M anajemen
Organisasi di KNPI Provinsi Banten)
NEKA FITRIYAH
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains padaMayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
-
8/20/2019 2010 Nfi
8/201
Penguji Luar Komisi pada Sidang Tesis: Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, MSi.
-
8/20/2019 2010 Nfi
9/201
Judul : Dinamika Komunikasi dalam Pengambilan Kebijakan
Pengembangan Pemuda (Studi Kasus pada Kebijakan PelatihanKepemimpinan dan Manajemen Organisasian di KNPI ProvinsiBanten).
Nama : Neka Fitriyah NRP : I352080031
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Ir. Sutisna Riyanto, MSKetua Anggota
Diketahui
Koordinator Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana
Komunikasi PembangunanPertanian pada Pedesaan
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian: 05 Agustus 2010 Tanggal Lulus:
-
8/20/2019 2010 Nfi
10/201
...dan berbicaralah kepada mereka
dengan pembicaraan yang berbekas
pada jiwa mereka
(Alquran : 4:5)
Aku persembahkan tesis ini untuk suamiku tercinta Khoirul Umam dan putri kecilku
yang cantik Firza Khoirul Qalbani, semoga cinta dan keshalehan mendasari setiap
langkah kita. Amiin.
-
8/20/2019 2010 Nfi
11/201
PRAKATA
Alhamdulillah, akhirnya tesis “Dinamika Komunikasi dalam Pengambilan
Kebijakan Pengembangan Pemuda (Studi Kasus pada Kebijakan Pelatihan
Kepemimpinan dan Manajemen Organisasian di KNPI Provinsi Banten), rampungditulis oleh penulis. Gagasan tesis ini berasal dari berbagai keresahan penulis
mengenai realitas komunikasi yang terjadi, khususnya di organisasi KNPI Provinsi
Banten.
Penelitian ini banyak mendapat sambutan dari aktivis KNPI Provinsi Banten
karena berbagai kebutuhan pengelolaan komunikasi organisasi yang sulit diterapkan,
dan karena KNPI Provinsi Banten secara institusional menginginkan perubahan
mendasar dari berbagai sisi terutama dalam persoalan komunikasi. Karena itu lahirlah
gagasan bagaimana penelitian ini dirancang dan dilaksanakan.
Penulisan tesis ini dibagi kedalam empat bab: pendahuluan, tinjauan pustaka,
metodelogi penelitian dan simpulan serta saran. Pendahuluan menggambarkan
permasalahan-permasalahan keorganisasian yang dihadapi KNPI Provinsi Banten
dalam penegelolaan potensi dan wewenang yang dimilikinya. Permasalahan ini
salahsatunya dikarenakan adanya ketimpangan komunikasi dan perbedaan persepsi
sehingga menimbulkan berbagai benturan dan kepentingan. Bab dua lebih banyak
menggambarkan tinjauan teoritik dan kajian keorganisasian yang menjadi acuan
dalam perumusan variabel penelitian. Sedangkan bab tiga mengeksplorasi metode,
pedekatan dan merumuskan apasajakah yang dijadikan variabel penelitian sehingga
rancangan penelitiannya mudah diterapkan dan dianalisis.
Pembahasan pada bab empat menggambarkan kajian dan temuan lapangan
tentang pola komunikasi, iklim komunikasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi
pengambilan kebijakan di KNPI Provinsi Banten. Dalam bab empat ini juga,
dipaparkan realitas komunikasi yang terjadi dalam pengambilan kebijakan serta
hubungan-hubungan kelompok kepentingan dan jaringan komunikasi yang turut
menentukan arah dan kualitas kebijakan yang diambil. Tentu pembahasan ini diikat
dan mengacu pada satu term “komunikasi“ dan dianalisis berdasarkan bingkai
“komunikasi”. Adapun bab lima merupakan simpulan dari hasil temuan penelitian
dan saran-saran yang dapat dimanfaatkan oleh KNPI Provinsi Banten.
Selama proses penelitian dan penulisan tesis ini, tidak sedikit hambatan
rintangan yang dihadapi penulis, dan penulis meyakini bahwa tidak ada gading yangtak retak, tidak ada karya tulis yang sempurna, tidak ada lembaran putih yang tidak
berbecak, tidak ada manusia yang sempurna dan seterusnya. Untuk itu penulis
berterima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan masukkan, saran dan
kritik dalam penyempurnaan tesis ini. Untuk itu saya memberikan penghargaan yang
setinggi-tingginya dan ucapan terimakasih kepada:
-
8/20/2019 2010 Nfi
12/201
1. Bpk. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS dan Bpk. Ir. Sutisna Riyanto, MS selaku
pembimbing atas segala bimbingan dan arahannya.
2. Ibu Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M.Si selaku penguji luar komisi pada sidang
tesis atas saran dan kritiknya.
3. Bpk. Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS selaku penguji yang mewakili Program
Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian Pedesaan
4. Bpk. Dr. Ir. Djuara P. Lubis selaku koordinator Mayor Komunikasi
Pembangunan Pertanian Pedesaan
5. Rektor IPB, Dekan Fakultas Ekologi Manusia, Ketua Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, yang telah memberikan
kesempatan bagi penulis untuk mengikuti pendidikan Strata 2 di IPB.
6. Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Dekan Fisip Untirta,
Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan izin belajar kepada
penulis.
7. Dirjen DIKTI yang telah memberikan beasiswa pendidikan melalui BPPS
kepada penulis.
8. Ketua dan Pengurus KNPI Provinsi Banten yang telah memberikan izin
penelitian dan membantu kelancaran penelitian selama di lapangan.
9. Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Banten yang telah memberikan banyak
informasi yang dibutuhkan dalam penelitian.
10. Teman–teman seperjuangan Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan
Pedesaan angkatan 2008, yang telah memberikan support selama kuliah
sampai penyusunan tesis ini rampung.
11. Suami dan putri tercintaku yang turut berkorban banyak dan banyak terabaikan selama mengikuti pendidikan di IPB.
12. Ayah, Ibu, kakanda dan adinda terimakasih atas doa dan dukungannya.
Terakhir penulis ucapkan semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan
ilmu komunikasi organisasi dan semoga dapat dijadikan rujukan bagi pengembangan
ilmu komunikasi khususnya komunikasi organisasi.
Bogor, Agustus 2010.
Neka Fitriyah.
-
8/20/2019 2010 Nfi
13/201
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 11 Agustus 1977 dari ayah E. Soetina dan Ibu
Yoyoh Rodiyah. Penulis merupakan putri keenam dari delapan bersaudara.
Tahun 1995 penulis lulus dari MA SMI Bogor dan pada tahun 2001 penulis
menyelesaikan studi Strata 1 di Universitas Sam Ratulangi Manado di Jurusan Ilmu
Komunikasi. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif di berbagai organisasi
kemahasiswaan, seperti HMI, FKMM dan pada semester 5 kuliah Strata 1 sudah aktif
bekerja sebagai announcer di radio swasta Manado.
Tahun 2003 sampai dengan sekarang penulis menekuni profesi sebagai staf
pengajar di Jurusan Ilmu Komunikasi Fisip Untirta Serang Banten dan di samping
profesi sebagai staf pengajar, penulis aktif di radio swasta di Serang sebagai pengisi
acara “Bincang Komunikasi”. Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatankeorganisasian seperti KNPI dan LSP Banten. Penulis memperoleh kesempatan
melanjutkan Strata 2 di Sekolah Pascasarjana IPB melalui beasiswa pendidikan
Pascasarjana (BPPS) pada tahun 2008.
-
8/20/2019 2010 Nfi
14/201
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR...... ................................................................................ xv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. ..... xvii
1. PENDAHULUAN...................................................................................... 11.1.Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2.Rumusan Masalah .......................................................................... 7
1.3.Tujuan Penelitian ........................................................................... 7
1.4.Manfaat Penelitian ......................................................................... 7
2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 92.1.Teori-Teori Komunikasi................................................................. 9
2.1.2. Pengertian Komunikasi ........................................................ 9
2.2.3. Model Komunikasi............................................................... 10
2.2.4. Teori Interaksi Simbolik ...................................................... 12
2.2.Teori Komunikasi Organisasi ........................................................ 18
2.2.1. Pengertian Organisasi dan Komunikasi Organisasi ............. 18
2.2.3. Pola dan Fungsi Komunikasi Organisasi ............................. 24
2.2.4. Iklim Komunikasi Organisasi .............................................. 28
2.3.Jaringan Komunikasi...................................................................... 312.3.1. Pengertian Jaringan Komunikasi ......................................... 31
2.3.2. Bentuk-Bentuk Jaringan Komunikasi.................................. 32
2.3.3. Peranan Jaringan Komunikasi ............................................. 34
2.4.Teori-Teori Kebijakan.................................................................... 352.4.1. Pengertian Kebijakan........................................................... 35
2.4.2. Teori Pengambilan Kebijakan ............................................. 38
2.5.Kajian-Kajian KNPI dan Organisasi.............................................. 40
2.6.Kerangka Pemikiran....................................................................... 44
2.7.Definisi Konsepsional .................................................................... 48
3. METODE PENELITIAN ......................................................................... 523.1.Paradigma Penelitian...................................................................... 52
3.2.Desain Penelitian ........................................................................... 553.3.Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 57
3.4.Data dan Sumber Data .................................................................. 57
3.5.Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 60
3.6.Teknik Analisa Data....................................................................... 61
-
8/20/2019 2010 Nfi
15/201
3.7.Pengujian Validitas ........................................................................ 61
3.8.Tahapan Penelitian......................................................................... 63
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 64
4.1.Profil KNPI Provinsi Banten ...................................................... 64
4.1.1. Sejarah KNPI Provinsi Banten........................................... 644.1.2. Visi dan Misi KNPI Provinsi Banten................................. 684.1.3. Struktur Organisasi KNPI Provinsi Banten ....................... 69
4.1.4. Program Kerja KNPI Provinsi Banten .............................. 70
4.1.5. Anggota KNPI Proinsi Banten........................................... 72
4.2.Proses pengambilan Kebijakan Pelatihan
Kepemimnpinan dan Manajemen organisasi............................ 74
4.2.1. Kebijakan Susunan Panitia Pengarah
dan Panitia Pelaksana......................................................... 76
4.2.2. Kebijakan Kriteria Peserta Pelatihan ................................. 804.2.3. Kebijakan Kriteria Narasumber dan Format Pelatihan ...... 84
4.2.4. Model Kebijakan Pelatihan Kepemimpinan
dan Manajemen Organisasi................................................ 87
4.2.5. Resume .............................................................................. 89
4.3.Pola komunikasi dalam pengambilan kebijakan
Pelatihan kepemimpinan dan manajemen Organisasi............. 91
4.3.1. Pola Komunikasi Downward dan Upward ........................ 91
4.3.2. Pola Komunikasi Horizontal ............................................. 944.3.3. Pola Komunikasi Diagonal ............................................... 97
4.3.4. Aliran Komunikasi dalam Pengambilan Keputusan .......... 100
4.3.5. Jaringan Komunikasi dalam Pengambilan Kebijakan........ 112
4.3.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Komunikasi
dalam Pengambilan Kebijakan........................................... 123
4.3.7. Resume............................................................................... 125
4.4.Iklim Komunikasi dalam Pengambilan Kebijakan
Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi............ 127
4.4.1. Dukungan Anggota dalam Pengambilan Kebijakan .......... 131
4.4.2. Partisipasi Anggota dalam Pengambilan Kebijakan .......... 1334.4.3. Kepercayaan Anggota dalam Pengambilan Kebijakan ...... 137
4.4.4. Keterbukaan Anggota dalam Pengambilan Kebijakan ...... 138
4.4.5. Resume .............................................................................. 142
4.5.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan
Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi............ 143
-
8/20/2019 2010 Nfi
16/201
4.5.1. Faktor Internal ................................................................... 144
4.5.1.1. Faktor Ideologi ...................................................... 144
4.5.1.2. Faktor Budaya Organisasi..................................... 146
4.5.1.3. Faktor Kepemimpinan........................................... 148
4.5.2. Faktor Eksternal ................................................................. 150
4.5.2.1. Faktor Politik Lokal......................................... 150
4.5.2.2. Faktor Kebijakan Pemerintah......................... 152
4.5.3. Resume .............................................................................. 154
5. SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 156
5.1. Simpulan........................................................................................ 1565.2. Saran.............................................................................................. 158
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 160
LAMPIRAN.................................................................................................... 167
-
8/20/2019 2010 Nfi
17/201
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Klasifikasi Anggota OKP di KNPI Provinsi Banten ............................................. 74
-
8/20/2019 2010 Nfi
18/201
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Model Elemen Organisasi.......................................................................... 22
2. Bagian yang berinteraksi dalam Komunikasi Organisasi ......................... 27
3. Hambatan Komunikasi dalam Organisasi................................................. 31
4. Jaringan Komunikasi ................................................................................ 33
5. Proses pembuatan kebijakan ..................................................................... 37
6. Kerangka Pemikiran.................................................................................. 47
7. Struktur organisasi KNPI Provinsi Banten .............................................. 69
8. Struktur Kepanitiaan Pelatihan Pelatihan Kepemimpinan
dan Manajemen Organisasi....................................................................... 78
9. Proses Pengambilan Kebijakan Kriteria Peserta Pelatihan
Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi ............................................. 81
10. Persinggungan Ide dan Gagasan OKP dalam Menentukan
Kriteria Peserta Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen
Organisasi ................................................................................................. 83
11. Perbedaan Orientasi OKP dalam Format Pelatihan
Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi ............................................. 86
12. Pola Komunikasi Pimpinan dan Anggota dalam
Menentukan Perintah dan Laporan .......................................................... 93
13. Transaksi Konsolidasi dan Negosiasi Kebijakan
Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi ........................... 95
14. Alur Konfirmasi atas Kebijkan Anggaran Pelatihan
Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi ............................................. 98
15. Pengarahan dan Penjelasan Informasi Kebijakan
Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi ............................. 101
-
8/20/2019 2010 Nfi
19/201
16. Proses Pengambilan Tokoh yang Orasi di Acara
Seremonial Pelatiahan Kepemimpinan dan Manajemen
Organisasi ................................................................................................. 102
17. Proses Komunikasi dan Pemecahan Masalah Anggaran
Panitia Pelaksana Pelatihan Kepemimpinan dan
Manajemen Organisasi.............................................................................. 103
18. Pola Komunikasi Panitia dalam pengambilan Pelatihan
Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi ............................................ 106
19. Perilaku Deviant dalam Pengambilan Kebijakan
Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi ............................. 109
20. Pola Komunikasi Formal dan Informal dalam Pengambilan
Kebijakan Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen
Organisasi ................................................................................................. 111
21. Klik dalam Pengambilan Kebijakan Pelatihan
Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi ............................................ 114
22. Mekanisme Interaksi Jaringan Komunikasi dalam
Pengambilan Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen
Organisasi ................................................................................................. 115
23. Jaringan Komunikasi Informal dalam Pengambilan
Kebijakan Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi........... 121
24. Keterhubungan Faktor yang Mempengaruhi Pola
Komunikasi dalam Pengambilan Pelatihan Kepemimpinan
dan Manajemen Organisasi....................................................................... 125
25. Iklim Komunikasi dalam Pengambilan Kebijakan
Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi ............................. 141
26. Pemetaan Ideologi di KNPI Provinsi Banten dalam
Pengambilan Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen
Organisasi ................................................................................................. 145
-
8/20/2019 2010 Nfi
20/201
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Jadwal Penelitian.................................................................................. 168
2. Panduan Pertanyaan Penelitiaan .......................................................... 169
3. Catatan Harian Penelitian..................................................................... 174
4. Foto-Foto Rapat Pengambilan Kebijakan dan Suasana
Pelaksanaan Pelatihan ......................................................................... 180
-
8/20/2019 2010 Nfi
21/201
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemuda adalah individu yang sedang mengalami perkembangan emosional,
sehingga pemuda merupakan sumber daya manusia yang potensial saat ini maupun masa
datang. Melihat potensi yang dimiliki pemuda sangat strategis dalam pembangunan,
maka diperlukan kebijakan pengembangan pemuda dari berbagai pihak, sehingga
pemuda sebagai salah satu unsur pembangunan benar-benar disiapkan dan diberdayakan
untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Dalam kebijakan pembangunan pemuda,
Kementrian Negara Pemuda dan Olahraga memasukan unsur pemuda sebagai agen
sosial (Kepmenpora, 2008), artinya pemuda diharapkan mampu menjadi pelopor,
penggerak, problem solver bagi masyarakatnya.
Terkait dengan pengembangan pemuda, upaya pembangunan nasional di bidang
kepemudaan telah berhasil meningkatkan partisipasi pemuda, namun pencapaian
tersebut masih jauh dari harapan sehingga masih banyak yang harus diperbaiki.
Permasalahan pokok dalam pengembangan pemuda adalah rendahnya kualitas pemuda
yang ditandai dengan: rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya minat baca, rendahnya
partisipasi angkatan kerja, masih tingginya angka pengangguran dan adanya
kecendrungan masalah sosial di kalangan pemuda (BPS, 2003).
Data dari Indeks Pembangunan Manusia HDI ( Human Development Index)
menggambarkan bahwa posisi Indonesia masih rendah. UNDP Report tahun 2008
menunjukkan bahwa HDI Indonesia pada tahun 2006 berada pada urutan ke 109 dari
179 negara. Data lain juga menujukkan kontradiksi antara potensi pemuda yang
notabene usia produktif dengan kontribusi pemuda dalam pembangunan dan masalah-
masalah pemuda itu sendiri. Data Kementrian Pemuda dan Olahraga menunjukkan
rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) pemuda yaitu sekitar 65,9 persenmengindikasikan lemahnya tingkat partisipasi pemuda dalam pembangunan nasional.
Banyaknya masalah sosial di kalangan pemuda juga menurut Bappenas telah mencapai
kondisi mengkhawatirkan, sehingga dapat merusak jati diri dan masa depan pemuda.
Menghadapi tantangan dan permasalahan seperti ini, disisi lain melihat potensi
besar yang dimiliki pemuda, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi
Banten yang didirikan bersamaan dengan terbentuknya Provinsi Banten tahun 2000,
merupakan organisasi yang memiliki potensi besar dalam pengembangan dan
pemberdayaan pemuda lokal. Dengan dukungan lima puluh organisasi kemasyarakatan
-
8/20/2019 2010 Nfi
22/201
2
pemuda (OKP) sebagai anggota, delapan KNPI kabupaten dan kota sebagai
perpanjangan tangan pengurus daerah, tentu partisipasi pengembangan pemuda menjadi
lebih mudah dilakukan. Permasalahannya adalah sejauhmana kebijakan pengembangan
pemuda diambil oleh KNPI Provinsi Banten untuk pemberdayaan pemuda lokal, seperti
apa perumusannya, bagaimana proses pengambilan kebijakan, adakah konspirasi politik
didalamnya, apa motif yang melatarbelakanginya, jaringan komunikasi apa saja yang
mensosialisasikan kebijakan sehingga kebijakan tersebut tepat sasaran, berdaya guna
dan seterusnya.
Beberapa kebijakan dalam pengembangan pemuda tentu diambil oleh KNPI
Provinsi Banten, umpamanya beasiswa pendidikan bagi pemuda, pelatihan
kewirausahaan pemuda lokal, studi banding pemuda Banten ke Bali tahun 2008,
pertukaran pelajar dan pemuda Internasional 2008 atau kebijakan-kebijakan
pengembangan lainnya (Draft Raker KNPI Provinsi Banten, 2008). Tetapi dalam proses
pengambilan kebijakan pemuda sering kali suatu kebijakan tertentu kurang
mencerminkan tujuan atau kepentingan pengembangan pemuda dan organisasi. Ini
menunjukkan bahwa didalam organisasi KNPI Provinsi Banten juga terjadi tindakan
atau aktivitas yang menyimpang dari rasionalitas organisasi.
Rapat kerja ke dua KNPI Provinsi Banten yang dilaksanakan pada Desember
2009 di Tanggerang, merupakan forum pengambilan kebijakan. Program-program
secara internal dan external diputuskan dengan maksud agar tercapai keterarahan
pembinaan, pengembangan dan peningkatan yang berkesinambungan. Dalam rangka
mempersiapkan pemuda yang berkualitas, berkemampuan, profesional dan mandiri
diperlukan partisipasi aktif pemuda bagi terwujudnya cita-cita pembangunan daerah dan
pembangunan nasional.
Salah satu program dalam rapat kerja ke dua KNPI Provinsi Banten bidang
Organisasi dan Kepemudaan adalah Pelatihan kepemimpinan manajemen dan
keorganisasian yang dilaksanakan pada tahun 2010, sifat kegiatannya dilakukan secara
berkala dengan sumber anggaran dari KNPI Provinsi Banten. Program ini dibuat dengan
tujuan untuk mempersiapkan dan memberdayakan SDM internal organisasi agar kader-
kadernya siap menjadi pemimpin yang menciptakan situasi kondusif dalam rangka
penguatan organisasi. Program ini juga bertujuan untuk mempersiapkan kader-kader
KNPI Provinsi Banten menjadi pemimpin di masyarakat yang mampu memberi nilai
positif bagi laju pembangunan daerah.
-
8/20/2019 2010 Nfi
23/201
3
KNPI Provinsi Banten disatu sisi hampir selalu dihadapkan pada masalah-
masalah dalam usahanya melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan sehingga
membutuhkan solusi-solusi yang dianggapnya rasional. Sementara itu disisi lain,
terdapat kelompok-kelompok kepentingan (interest group) yang juga selalu berusaha
mencapai tujuan-tujuan mereka sendiri. Oleh karena itu semua aktivitas dan kebijakan
yang diambil harus merepresentasikan kedua hal tersebut (Hickson, 1987). Seperti
halnya di dalam KNPI Provinsi Banten, kepentingan-kepentingan antar kelompok dalam
pengambilan kebijakan merupakan perjuangan-perjuangan tanpa akhir. Perlu
pendekatan-pendekatan atau strategi-strategi komunikasi agar kepentingan-kepentingan
tersebut tidak mengganggu sistem yang sudah dibangun dalam organisasi.
KNPI Provinsi Banten dalam prakteknya menemui berbagai kesulitan dalam
mengelola organisasi terlebih ketika proses pengambilan kebijakan. Banyaknya anggota
Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) yang tergabung, secara tidak langsung
membentuk klik tersendiri sesuai dengan orientasi, ideologi, etnis, politis masing-
masing anggota. Nyata dilapangan bahwa klik ini membangun rasa solidaritas,
kebersamaan dan memiliki perjuangan-perjuangan tertentu. Kelompok-kelompok ini
sangat berpengaruh dalam pengambilan kebijakan. Tidak sedikit kebijakan yang diambil
belum berlandaskan semangat profesionalisme tetapi dikendalikan oleh solidaritas klik
tadi. Fenomena dukung mendukung, tolak menolak, setuju tidak setuju umum sekali
terjadi dalam perdebatan pengambilan kebijakan di KNPI Provinsi Banten.
Permasalahan makin rumit manakala semua klik mempunyai tujuan dan kepentingan
yang sama, sehingga terjadi gesekan, gap atau situasi yang kurang kondusif bagi
jalannya organisasi.
Akibatnya komunikasi hanya berlangsung searah, tidak memberikan rangsangan
positif bagi OKP untuk membangun hubungan timabal balik yang setara dan saling
mempengaruhi. Komunikasi yang berkenaan dengan pengembangan dan pemberdayaan
pemuda seperti dinilai Muhatadi, tampak masih belum melahirkan kreativitas
pembangunan dari bawah secara optimal. Aspirasi OKP tidak tersampaikan secara utuh
sehingga dapat membuka peluang terjadinya miskomunikasi. Padahal, dalam kehidupan
politik, selain dapat menciptakan terhambatnya prose komunikasi, miskomunikasi juga
dapat mengahambat dinamika internal KNPI Provinsi Banten. Sebaliknya, jika
komunikasi yang dilakukan ini wajar, maka dapat melahirkan partisipasi OKP secara
signifikan.dengan menggunakkan kerangka teoritik dan dalam kenyataan situasi
komunikasi internal KNPI Provinsi Banten, dinamika komunikasi KNPI Provinsi
-
8/20/2019 2010 Nfi
24/201
4
Banten disitulah ditempatkan. Beberapa implikasi logis, terlihat diantaranya pada
dinamika kehidupan komunikasi baik secara kelembagaan maupun perorangan.
Iklim komunikasi dan situasi yang kurang kondusif ini sering sekali terjadi di
organisasi manapun, dan sebenarnya dapat dicegah manakala proses dan kualitas
komunikasi dapat memenuhi kebutuhan anggota. Tetapi tidak semua organisasi
memahami pentingnya komunikasi dalam mengintegrasikan semua kelompok dan
kepentingan agar tidak terjebak pada persaingan yang tidak sehat. Setiap teori organisasi
yang tuntas, komunikasi menduduki tempat utama, karena susunan, keluwesan dan
cakupan organisasi secara keseluruhan ditentukan oleh teknik komunikasinya (Barnard,
1958). Selanjutnya Barnard melihat komunikasi itulah yang menentukan kedinamisan
suatu organisasi; “Komunikasi merupakan kekuatan utama dalam membentuk organisasi
dan komunikasi yang membuat dinamis suatu sistem kerjasama dalam organisasi dan
menghubungkann tujuan organisasi pada partisipasi orang di dalamnya” (Barnard 1985).
Kuncinya terletak pada pengemasan komunikasi, pola komunikasi, transaksi komunikasi
dan strategi komunikasi yang dimainkan sehingga mampu mencairkan suasana.
Iklim komunikasi yang berlangsung di KNPI Provinsi Banten mencerminkan
bahwa sebenarnya kebijakan yang diambil hanya formalitas dalam forum rapat saja,
karena sesungguhnya terjadi banyak praktek-praktek lobbying di luar yang justru
menentukan kualitas kebijakan itu sendiri. Lobbying dilakukan oleh anggota-anggota
KNPI untuk meluluskan kebijakan yang diambil, karena sadar adanya kepentingan dan
kekuatan-kekuatan lain yang berpengaruh terhadap orientasi kebijakan pengembangan
pemuda. Lobbying juga dilakukan banyak anggota KNPI karena pola-pola komunikasi
yang berlangsung di forum-forum formal kurang memuaskan dan tidak memberi
harapan serta solusi.
Dalam prakteknya pola-pola komunikasi, strategi komunikasi yang umum
dikenal, diterapkan dan diyakini mampu menjadi solusi atas permasalahan yang terjadi,
tidak sesederhana seperti apa yang dipelajari. Banyak ditemukan hal-hal lain yang turut
menentukan kualitas komunikasi dalam organisasi. Seperti tingkat pendidikan,
lingkungan, pengalaman, umur seseorang, jenis kelamin, jabatan, profesi, bargaining
politis dan seterusnya. Faktor-faktor ini terlihat manakala ada tarik ulur kebijakan
karena persepsi-persepsi, pemahaman, orientasi dan kepentingan yang berbeda antar
sesama anggota.
Arus komunikasi yang terjadi secara internal terlihat sangat fluktuatif, misalnya
komunikasi menguat manakala kebijakan yang diambil memberi keuntungan-
-
8/20/2019 2010 Nfi
25/201
5
keuntungan baik secara politis maupun secara organisatoris bagi anggotanya, tetapi
beberapa fakta dilapangan mengindikasikan komunikasi melemah manakala tidak ada
keuntungan signifikan dalam kebijakan yang diambil. Bahkan komunikasi juga
menguat atau melemah manakala terjadi aksi dukung-mendukung, tolak menolak
sesama OKP dalam penentuan kebijakan.
Dibutuhkan satu bentuk jaringan komunikasi yang merupakan suatu struktur
saluran dimana informasi mengalir dari individu satu ke individu lainnya. Jaringan ini
mengandung alur informasi, dan mencerminkan interaksi formal antar anggota
organisasi. Di KNPI Provinsi Banten individu-individu yang terlibat dalam lingkaran
jaringan komunikasi berfungsi dan bekerja agar bagaimana kebijakan-kebijakan yang
diambil steril dari kepentingan-kepentingan pihak luar. Individu-individu yang berperan
sebagai gate keeper yaitu orang melakukan filtering terhadap informasi yang masuk
sebelum dikomunikasikan kepada anggota, filtering patut dilakukan karena tidak semua
anggota dengan bahasa dan perilaku yang sama dapat memahami informasi dengan
serta merta. Opinion leader dan cosmopolit menempati posisi yang penting dalam
jaringan komunikasi.
Dua peran inilah sebenarnya yang mampu mengendalikan kebijakan-kebijakan
agar tidak ada campur tangan dari pihak yang tidak berkepentingan. Jaringan
komunikasi di KNPI Provinsi Banten juga difungsikan untuk mendistribusikan dan
mensosialisasikan informasi kebijakan-kebijakan yang telah diambil. Berbagai kasus
dilapangan terjadi manakala ada penguasaan dan proteksi atas informasi tentang
kebijakan. Proteksi dilakukan karena ada ancaman atau keuntungan yang dapat diraih
dan tidak ingin jatuh ketangan lain. Kepakuman atau kemacetan informasi yang
disebabkan ego pribadi membuat organisasi tidak berjalan sehat dan kondusif.
Dalam organisasi KNPI Provinsi Banten, peran, posisi seseorang dalam struktur
mempengaruhi kewibawaan dalam berorganisasi, karena secara inherent posisi struktur
seseorang menunjukkan kewenangan, tingkat pengalaman, kapasitas, pemahaman
organisatoris dan bargaining politik yang dimiliki. Sehingga dalam beberapa praktek
komunikasi, terjadi penguasaan pesan yang didominasi oleh individu pada posisi
tertentu. Menariknya justru tarik ulur komunikasi dan arus komunikasi bersumber dari
opinion leader organisasi KNPI Provinsi Banten yang memiliki jabatan-jabatan
strategis.
Permasalahan yang muncul kemudian adalah bagi individu-individu baik dari
sisi pengalaman, pemahaman yang bebeda dan bargaining politis yang relatif rendah,
-
8/20/2019 2010 Nfi
26/201
6
sehingga terjadi banyak hambatan-hambatan komunikasi yang mempengaruhi
kebijakan. Individu-individu ini terisolasi dan nyaris tidak tersentuh oleh opinion leader ,
karena mengasingkan diri dari aktivitas keorganisasian. Walaupun terisolasi kumpulan
individu ini tetap keberadaannya sangat diperlukan dalam legitimasi kebijakan. Untuk
menjembataninya diperlukan seorang bridge yang menghubungkan dengan kelompok
yang lain. Sehingga kemudian gap yang cukup tajam dalam pengelolaan dan
penguasaan pesan komunikasi dapat dihindari.
Jika kondisi ini tidak disiasati tentu berpengaruh terhadap kualitas kebijakan
yang diambil di KNPI Provinsi Banten, karena dalam proses pengambilan kebijakan
terjadi komunikasi yang timpang yang mengisyaratkan timpangnya pemahaman dan
orientasi. Ketimpangan ini dipertajam dengan kepentingan-kepentingan diluar
organisasi yang mengakibatkan terjadinya tekanan-tekanan atau gesekan-gesekan
politis, sehingga kebijakan begitu alot (lama) diputuskan. Padahal kebijakan tidak
berhenti pada tahap pemutusan tetapi ada pekerjaan yang lebih besar yaitu sosialisasi
dan pelaksanaan kebijakan.
Dalam kondisi seperti inilah terlihat begitu dinamisnya komunikasi yang
dimainkan KNPI Provinsi Banten dan inilah yang membuat KNPI Provinsi Banten
terlihat sebagai organisasi yang dinamis dan disisi lain organisasi yang fluktuatif dan
yang menurut peneliti menarik untuk diteliti khususnya pada program bidang
keorganisasian tentang pelatihan kepemimpinan dan manajemen keorganisasian.
Menjadi menarik karena disatu sisi KNPI Provinsi Banten sebagai organisasi yang tepat
dan bertanggung jawab atas pengembangan dan pemeberdayaan pemuda lokal, disisi
lain organisasi ini mewadahi berbagai OKP yang tentu memiliki kekhasan, orientasi,
kepentingan dan tujuan tersendiri. Sehingga tidak mudah bagi KNPI Provinsi Banten
untuk mewadahinya dan menjaga nilai keberhimpunan sebagai perekat seluruh OKP
anggota.
Penelitian ini menjadi penting dilakukan untuk menganalisis aktivitas-aktivitas
komunikasi,iklim komunikasi dan interaksi dalam organisasi sehingga ditemukan
saluran, pola atau bentuk komunikasi yang efektif dalam pengambilan kebijakan. Selain
itu, penelitian ini juga penting dilakukan agar temuan-temuan dilapangan dapat menjadi
acuan sehingga persoalan-persoalan komunikasi dalam organisasi khususnya di KNPI
Provinsi Banten dapat dihindari dan tercipta satu pola hubungan komunikasi yang
harmonis dalam organisasi.
-
8/20/2019 2010 Nfi
27/201
7
1.2. Rumusan Masalah
Uraian latar belakang masalah diatas, mengilustrasikan fluktuasi sikap dan
perilaku komunikasi di KNPI Provinsi Banten, hal ini didasarkan pada satu asumsi
bahwa, begitu banyak anggota OKP yang diwadahi dan kelompok kepentingan yang
turut menentukan arah kebijakan yang diambil. Kondisi inilah yang membuat KNPI
tetap hidup dalam kebesaran anggotanya. Dalam konteks komunikasi, kondisi seperti itu
terjadi diduga salah satunya, karena kuatnya arus kegiatan komunikasi yang dimainkan
KNPI, karena itu yang menjadi permasalahan penelitian ini adalah bagaimana proses
berlangsungnya komunikasi KNPI khususnya dalam upaya mensiasati kehendak
anggotanya dalam pengambilan kebijakan. Dalam kajian tersebut penelitian ini
mencoba mengungkap masalah-masalah pokok dari objek studi sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pola komunikasi dalam pengambilan kebijakan pengembangan
pemuda di KNPI Provinsi Banten?
2. Seperti apakah iklim komunikasi yang terjadi dalam pengambilan kebijakan
pengembangan pemuda di KNPI Provinsi Banten?
3. Faktor-faktor internal dan eksternal apa sajakah yang mempengaruhi pengambilan
kebijakan proses pengembangan pemuda di KNPI Provinsi Banten?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bermaksud menemukan dan mendeskripsikan fakta-fakta ilmiah
(scientific finding) berkenaan dengan dinamika komunikasi yang terjadi di KNPI
Provinsi Banten ketika proses pengambilan kebijakan berlangsung. Sedangkan yang
menjadi tujuan utama penelitian ini adalah untuk:
1. Menganalisis pola komunikasi dalam pengambilan kebijakan pengembangan
pemuda di KNPI Provinsi Banten.
2. Mengkaji iklim komunikasi yang terjadi dalam pengambilan kebijakan
pengembangan pemuda di KNPI Provinsi Banten.
3. Menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal apa sajakah yang mempengaruhi
proses pengambilan kebijakan pengembangan pemuda di KNPI Provinsi Banten.
1.4. Manfaat Penelitian
Capaian terakhir dari penelitian ini, secara akademik diharapkan dapat
memberikan sumbangan ilmiah bagi pengembagan ilmu komunikasi, khususnya pada
-
8/20/2019 2010 Nfi
28/201
8
bidang komunikasi organisasi. Dari temuan-temuan ilmiah diharapkan pula dapat
dibangun suatu kerangka ilmiah menuju teori-teori baru dalam bidang ilmu komunikasi.
Studi komunikasi organisasi yang difokuskan pada dinamika komunikasi dalam
pengambilan kebijakan pengembangan pemuda diharapkan juga menjadi masukan bagi
para peneliti yang memiliki perhatian pada masalah-masalah komunikasi organisasi.
Dalam penelitian ini dapat dipandang sebagai fakta-fakta ilmiah ( scientific fact) yang
dapat dikembangkan dalam studi-studi lebih lanjut, baik dalam lapangan penelitian yang
sama maupun dalam lapangan yang berbeda tetapi memiliki kaitan keilmuan yang relatif
sama.
Secara pragmatis penelitian ini dapat memiliki practical necessity, sehingga hasil
penelitiannya diharapkan dapat berguna bagi kepentingan pembangunan masyarakat,
berkenaan dengan pengembangan bidang organisasi. Misalnya bagi para pembuat
keputusan, baik tingkat regional maupun nasional. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menjadi salah bahan masukan sekaligus memberikan sumbangan pemikiran untuk
dijadikan bahan pertimbangan dalam proses pembuatan kebijakan.
Diletakkan dalam konteks pribadi, penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi
peneliti karena ada pencerahan, pemahaman baru bahwa realitas yang tampak baik
dipermukaan adalah sesuatu yang semu, karena setiap realitas yang ada, terdapat unsur
kepentingan kaum dominan dibelakangnya, dan pada akhirnya bertujuan untuk
memanipulasi kenyataan yang ada pada realitas sosial di masyarakat.
Selanjutnya penelitian ini bermanfaat bagi peneliti dalam menganalisis kuasa-
kuasa yang ada dan bermain dalam pengambilan kebijakan. OKP sebagai suatu sistem
dominasi KNPI, dan KNPI sebagai suatu sistem dominasi OKP bukanlah sebagai
kelompok yang bebas nilai, namun didominasi oleh kelompok kepentingan dan elit
dibelakangnya. Dalam menganalisisnya, terjadi stigma suatu realitas sosial yang
terkesan dogmatis dari pada ilmiah, hal ini dilandasi pemahaman ideologis dari unsur-
unsur yang bermain dalam ranah realitas tersebut.
-
8/20/2019 2010 Nfi
29/201
9
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori-Teori Komunikasi
2.1.1. Pengertian Komunikasi
Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia. Dengan berkomunikasi manusia
dapat saling berhubungan satu sama lain, tidak ada manusia yang tidak terlibat dalam
komunikasi (Muhammad 2002). Bermacam-macam definisi yang dikemukakan untuk
memberi batasan terhadap apa yang dimakasud komunikasi dari berbagai aspek.
Definisi-definisi tersebut disesuaikan dengan bidang dan tujuan-tujuan tertentu yang
terkandung. Berikut dari beberapa definisi dalam melihat keanekaragaman yang berguna
untuk menarik pengertian yang umum dari komunikasi.
Louis Forsadle (1981) mendefinisikan “Communication is the poses by the
which an individual transmits stimuli (usually verbal) to modify the behavior of other
individual”. Dengan kata lain komunikasi adalah proses individu mengirim stimulus
yang biasanya dalam bentuk verbal untuk mengubah tingkah laku orang lain. Louis
Forsdale (1981) “Communication is the proses by which a system is esthablished,
maintained and altered by mens of shares signal that operate according to rules”
komunikasi adalah suatu proses memberikan signal menurut aturan tertentu, sehingga
dengan cara ini suatu sistem dapat didirikan, dipelihara, dan diubah. Dalam definisi ini
kata signal berupa simbol verbal atau nonverbal yang mempunyai aturan tertentu
sehingga dapat memahmi maksud yang terkandung.
Ruber (1988) memberikan definisi mengenai komunikasi manusia yang lebih
komprehensif sebagai berikut: Komunikasi manusia adalah suatu proses melalui dimana
individu dalam hubungannya, dalam kelompok, dalam organisasi dan dalam masyarakat
menciptakan, mengirimkan, menggunakan informasi untuk mengkoordinasikan
lingkungannya dengan orang lain.
Seiler (1982) memberikan definisi komunikasi yang lebih universal: komunikasi
adalah proses dengan nama simbol verbal dan non verbal dikirimkan, diterima, dan
diberi arti. Menurut Stephen Robbins, setiap orang selalu mengadakan komunikasi,
baik ketika berada dalam suatu organisasi atau tidak. Sebelum komunikasi itu dapat
berlangsung diperlukan adanya suatu tujuan yang dinayatakan sebagai suatu pesan yang
disampaikan. Pesan ini dikirim melalui suatu sumber (pengirim) dan penerima. Pesan
diubah dalam bentuk simbolik (disebut pengkodean atau pembuat kode) dan melewati
media (saluran ) ke penerima, yang mengubah kembali pesan pengirim (disebut
-
8/20/2019 2010 Nfi
30/201
10
pembacaan kode). Hasilnya adalah suatu penyampain maksud dari satu orang kepada
orang lain
Koontz (1999) menjelaskan proses komunikasi sebagai proses yang mencakup
pengiriman, menyampaikan pesan baik, ide, gagasan, pikiran melalui suatu saluran
yang telah dipilih kepada penerima. Burack dan Mathys menjelaskan secara singkat
proses komunikasi sebagai berikut: Komunikasi adalah proses pertukaran informasi dan
penyampain pengertian diantara orang-orang. Oleh karena komunikasi demikian
merupakan suatu bagian integral dari semua kegiatan manajerial, maka suatu pengertian
tentang bagaimana proses bekerja merupakan langkah pertama yang penting untuk
memperbaiki, baik komunikasi antar perseorangan maupun komunikasi organisasional.
Proses komunikasi dimulai dengan pengirim yang mempunyai suatu ide dan
tujuan untuk mengirimkan suatu pesan, kemudian mengkodekan atau mengubah ide
menjadi bentuk pesan: kata-kata, gerak badan, seperti gerak isyarat atau ekspresi wajah,
atau simbol-simbol seperti gambar, diagram, atau tulisan. Kemudian pesan disampaikan
melalui salah satu dari bermacam-macam saluran, misalnya orang, telepon, atau tulisan.
Sebagai kemungkinan lain, informasi dapat disimpan untuk digunakan dikemudian hari,
seperti halnya dalam laporan-laporan, dan analisis-analisis. Dari sudut pandangan
penerima pesan itu kemudian dibaca atau diubah menjadi istilah-istilah yang
mempunyai arti baginya.
2.1.2. Model Komunikasi
Pada hakikatnya komunikasi merupakan suatu proses berupa pengiriman stimulus,
pemberian signal, pengiriman informasi dan simbol. Menurut West (2008), ada tiga
model komunikasi yang paling utama. Model merupakan representasi sederhana dari
proses komunikasi. Ketiga model tersebut adalah komunikasi sebagai aksi (model
linier), komunikasi sebagai interaksi (model interaksional) dan komunikasi sebagai
transaksi (model transaksional).
Ketiga model yang dikemukakan oleh West ini secara simultan banyak terjadi
di organisasi-organisasi manapun, baik organisasi politik, pemerintahan atau organisasi
kemasyarakatan seperti KNPI. Misalnya di organisasi KNPI Provinsi Banten proses
interaksi bisa berjalan searah manakala ada intruksi berupa tugas dari pimpinan kepada
pengurus atau anggota, atau pemberitaan keorganisasiaan melalui surat. Model
interaksional biasanya tampak pada pertemuan-pertemuan antar anggota, antar pimpinan
atau pertemuan dengan organisasi lain, interaksi disini dimaknai sebagai satu proses
-
8/20/2019 2010 Nfi
31/201
11
menjaga hubungan harmonis, menjaga citra diri, dan pemenuhan informasi. Begitu
pula model transaksional sangat nampak pada acara rapat misalnya, dimana muatan
perdebatan wacana, ide, gagasan, atau muatan kepentingan lebih mudah terlihat dan
dinamis. Komunikasi transaksional dimaknai bagaimana semua unsur yang terlibat
bersikap kooperatif terhadap kebijakan yang diambil, sikap kooperatif ini tentunya
dipengaruhi oleh kualitas pesan yang menunjang pemahaman orang lain tujuan yang
dimaksud, sehingga semua unsur yang terlibat memiliki kesepahaman bersama
keputusan yang diambil. Begitu juga perilaku komunikasi yang nampak secara verbal
meyakinkan pihak lain bahwa sesungguhnya kebijakan yang diambil membawa
keuntungan-keuntungan bagi pengembangan organisasi. Dalam penelitian ini, ketiga
model komunikasi diatas digunakan agar memudahkan dalam pengamatan dinamika
komunikasi yang terjadi di dalam KNPI ketika proses pengambilan kebijakan
pengembangan pemuda berlangsung, sehingga perlu kiranya model-model tersebut
dijelaskan lebih rinci.
Komunikasi sebagai model linier pertama kali diungkapkan oleh Claude
Shannon pada tahun 1949. Elemen kunci pada model ini adalah sebuah sumber (source)
yang mengirimkan pesan (massage) kepada penerima (receiver) yang menerima pesan
tersebut. Komunikasi juga melibatkan gangguan (noise), yang merupakan semua hal
yang tidak dimaksudkan oleh sumber informasi. Ada empat jenis gangguan. Pertama,
gangguan semantik yang berhubungan dengan slogan, jargon atau bahasa-bahasa
spesialisasi yang digunakan secara perorangan dan kelompok. Kedua, gangguan fisik
(eksternal) yaitu gangguan yang berada di luar penerima. Ketiga, gangguan psikologis
merujuk pada prasangka, bias dan kecenderungan yang dimiliki oleh komunikator
terhadap satu sama lainnya atau terhadap pesan itu sendiri. Keempat, gangguan
fisiologis adalah gangguan yang bersifat biologis terhadap proses komunikasi.
Komunikasi sebagai interaksi: Model Interaksional pertama kali diperkenalkan
oleh Schramm pada tahun 1954. Model ini menolak asumsi model linier bahwa
seseorang hanyalah pengirim atau penerima. Hal ini merupakan pandangan yang sempit
terhadap partisipan-partisipan dalam proses komunikasi. Sedangkan model interaksional
menurut Schramm (1954) dalam West (2008), mengemukan bahwa kita juga harus
mengamati hubungan antara seorang pengirim dengan penerima. Model ini menekankan
pada proses komunikasi dua arah, yaitu dari pengirim kepada penerima dan dari
penerima kepada pengirim. Proses ini terjadi secara melingkar. Proses ini
-
8/20/2019 2010 Nfi
32/201
12
mengilustrasikan bahwa seseorang dapat menjadi pengirim maupun penerima dalam
sebuah interaksi, tetapi tidak dapat menjadi keduanya sekaligus.
Satu elemen penting bagi model komunikasi interaksional adalah umpan balik
(feed back), atau tanggapan terhadap suatu pesan. Umpan balik juga dapat berupa
verbal dan nonverbal, dapat disengaja ataupun tidak disengaja. Umpan balik juga
membantu para komunikator untuk mengetahui apakah pesan mereka telah
tersampaikan atau tidak dan sejauh mana pencapaian makna terjadi. Dalam model
interaksional, umpan balik terjadi setelah pesan diterima, tidak pada saat pesan sedang
dikirim. Elemen terakhir dalam model interaksional adalah bidang pengalaman (field of
experience). Seseorang atau bagaimana budaya, pengalaman dan keturunan seseorang
mempengaruhi kemampuannya untuk berkomunikasi dengan satu sama lainnya (West,
2008).
Komunikasi sebagai transaksi, model komunikasi transaksional (transactional
model of communication) awalnya diperkenalkan oleh Barnlund pada tahun 1970.
Model ini menggaris bawahi pengiriman dan penerimaan pesan yang berlangsung secara
terus menerus dalam sebuah episode komunikasi. Model transaksional berarti
komunikasi bersifat kooperatif, pengirim dan penerima sama-sama bertanggung jawab
terhadap dampak dan efektivitas komunikasi yang terjadi. Dalam model komunikasi
linier, makna dikirim dari satu orang ke orang lainnya. Dalam komunikasi interaksional,
makna dicapai melalui umpan balik dari pengirim dan penerima. Dalam model
transaksional ini, orang membangun kesamaan makna.
Model transaksional menuntut menyadari pengaruh satu pesan terhadap pesan
lainnya. Satu pesan dibangun dari pesan sebelumnya, karena itu ada saling
ketergantungan antara masing-masing komponen komunikasi. Perubahan di satu
komponen mengubah yang lainnya juga. Model transaksional juga berasumsi bahwa
para komunikator menegosiasikan makna (Muhamad, 2002).
2.1.3. Teori Interaksi Simbolik
Dalam tradisi interaksional, komunikasi berarti bersifat sosial, sehingga
penjelasan kognitif merupakan penjelasan yang bersifat sekunder. Dalam pandangan
mereka, seluruh konvensi sosial menjadi mapan, bertahan, dan berubah melalui
interaksi sosial. Interaksionalisme simbolis merupakan perkembangan teori sosiologi
yang menaruh perhatian pada hal komunikasi dan masyarakat, bahwa makna dan
-
8/20/2019 2010 Nfi
33/201
13
struktur sosial tercipta dan terpelihara dalam interaksi sosial. Barbara Ballis Lal
mengungkap enam premis dasar yang melandasi pemikiran interaksionisme simbolis,
yaitu (1) orang selalu membuat keputusan dan bertindak berdasarkan pemahaman
subjektif terhadap situasi dimana mereka berada; (2) kehidupan sosial terdiri bukan atas
struktur, melainkan proses interaksi yang secara konstan berubah; (3) bahasa merupakan
bagian dari kehidupan sosial yang memegang peran penting dalam usaha pemahaman
manusia atas pengalaman mereka; (4) dunia terdiri atas objek sosial yang dinamai dan
diberi arti secara sosial; (5) tindakan manusia selalu didasarkan atas interpretasi; dan (6)
seperti halnya objek sosial, objek individual juga didefinisikan melalui interaksi sosial
(Littlejohn. 2002).
Aliran interaksionalisme simbolis terbagi dalam dua aliran, yaitu aliran Chicago
dan aliran Lowa. Aliran Chicago, aliran ini dirintis oleh Goerge Herbert Mead yang
kemudian dilanjutkan oleh Herbert Blumer. Blumer percaya bahwa untuk mempelajari
manusia tidak bisa menggunakan cara yang sama dengan cara mempelajari benda-
benda. Mempelajari manusia harus dapat berempati terhadap subjek penelitiannya,
memasuki struktur pengalamannya, dan berusaha memahami nilai yang dipercaya setiap
orang. Oleh karena itu, dalam karya Mead, sebagai pelopor teori ini, disebut tiga konsep
pokok yang menurut Mead, merupakan aspek penting dalam memahami proses tindakan
sosial (social act), meliputi masyarakat ( society), diri ( self ), dan pikiran (mind )
(Littlejohn, 2002).
Masyarakat terdiri atas perilaku kerja sama (cooperative behaviour ) seluruh
anggotanya. Kerja sama sendiri menurut Mead, berarti pembacaan atas tindakan (action)
dan maksud tindakan (intention) orang lain serta cara meresponnya yang dilakukan
dengan cara patut. Pembacaan dilakukan dengan interpretasi, yaitu percakapan internal,
terhadap tindakan dan maksud tindakan individual yang dilakukan melalui significant
symbols atau isyarat yang maknanya disepakati secara sosial. Tindakan sosial sebagai
bentuk kerja sama sosial, terdiri atas tiga bagian yang saling berhubungan, yaitu isyarat
permulaan, respons, dan hasil atau makna tindakan bagi para peserta komunikasi.
Sebuah tindakan bersama ( joint action), misalnya pengambilan kebijakan selalu terdiri
atas saling terkaitan (interlinkage) dari interaksi yang lebih kecil. Dengan demikian,
dapat dikatakan masyarakat terdiri atas jaringan tindakan sosial yang maknanya
ditentukan oleh tindakan dan respons individual dengan menggunakan simbol.
Konsep ketiga yang disebut Mead adalah pikiran. Menurutnya, pikiran bukanlah
sesuatu, melainkan sebuah proses: kemampuan untuk menggunakan simbol dalam
-
8/20/2019 2010 Nfi
34/201
14
merespon diri sendiri, sehingga berpikir menjadi mungkin. Dalam hal ini, objek hanya
dapat dianggap sebagai objek melalui proses berpikir simbolis. Lebih jauh, Blumer
membedakan tiga macam objek, yaitu objek fisik (sesuatu atau things), objek sosial
( people atau orang), dan objek abstrak (ideas atau ide-ide). Setiap orang
memperlakukan objeknya secara berbeda, sehingga, misalnya, seorang aktivis dapat
dianggap sebagai things ketimbang people (Littlejohn, 2002).
Aliran Lowa, berbeda dengan Blumer yang menolak pendekatan objektif dalam
penelitian manusia. Manford Kuhn, salah satu tokoh aliran Lowa berpendapat bahwa
metode objektif lebih mungkin berhasil daripada metode ‘lembut’ yang digunakan oleh
Blumer. Kuhn berusaha mengembangkan setidaknya dua langkah baru, yaitu pertama,
membuat konsep tentang diri ( self ) menjadi lebih konkret; dan kedua, membuat usaha
tersebut mungkin. Namun demikian, tetap melandaskan pemikirannya pada premis
dasar teori Mead. Bagi Kuhn, penamaan objek adalah penting, karena menam sesuatu
selalu membawa serta maknanya. Oleh karena itu, pertama, menekankan pentingnya
bahasa dalam berpikir dan berkomunikasi. Seperti juga Blumer dan Mead, Kuhn juga
menekankan pentingnya kedudukan objek dalam dunia manusia. Baginya, objek
merupakan aspek dari realitas seseorang, baik berupa sesuatu (things), kualitas
(quality), peristiwa (event ), maupun situasi ( state of affairs).
Konsep kedua yang dikemukakan oleh Kuhn adalah tentang perencanaan
tindakan ( plan of action), yaitu pola tingkah laku seseorang terhadap objek tertentu.
Karena perencanaan diarahkan oleh sikap (attitude), yaitu pernyataan verbal yang
menunjukkan nilai tujuan tindakan, maka sikap, bagi Kuhn, dapat diukur. Konsep
ketiga yang dikemuk oleh Kuhn, serupa dengan konsep significant other yang
dikemukakan oleh Mead, adalah orientational other . Konsep ini mengacu pada orang
tertentu yang memberikan pengaruh terhadap kehidupan seseorang. Orang-orang ini
biasanya merupakan (1) orang yang mempunyai komitmen emosional dan psikologis
dengan individu tertentu; (2) seseorang yang mempengaruhi kerangka konseptual, kosa
kata, dan kategori seorang lainnya; (3) seorang yang berbeda dari orang tersebut; dan (4)
orang-orang yang keberadaannya menjaga kelangsungan konsep diri orang tertentu
(Littlejohn. 2002) .
Perluasan Interaksionisme: Erving Goffman, dengan menggunakan analogi
permainan drama, Goffman berasumsi bahwa setiap orang selalu berusaha memberi
makna bagi peristiwa yang ditemuinya sehari-hari. Hal ini berarti bahwa interpretasi
-
8/20/2019 2010 Nfi
35/201
15
terhadap situasi merupakan definisi situasi. Definisi ini dapat dipecah menjadi dua,
pertama, strip atau rangkaian tindakan; dan kedua, frame atau pola penataan dasar yang
digunakan dalam mendefinisikan strip. Analisis bingkai ( frame) berarti mengkaji
bagaimana pengalaman ditata dalam diri seseorang melalui kerangka kerja ( framework ),
yaitu model yang digunakan seseorang dalam memahami pengalamannya. Kerangka
kerja dapat berupa kerangka kerja alami (natural framework ), yaitu peristiwa alam yang
terjadi tidak berdasarkan arahan, dan kerangka kerja sosial ( social framework ), yaitu
peristiwa yang terjadi berdasarkan arahan dan dapat dikendalikan. Lebih jauh Goffman
membedakan kerangka kerja dua macam jenis kerangka kerja, yaitu, pertama, kerangka
kerja primer ( primary framework ), yaitu unit penataan dasar, misalnya berpakaian;
dan kedua, kerangka kerja sekunder ( secondary framework ), penggunaan penataan
dasar pada kerangka kerja primer demi tujuan tertentu.
Dalam konteks analisis bingkai ini aktivitas komunikasi dilihat berdasarkan
perjumpaan muka ( face engagement/encounter ) yang terjadi dalam interaksi antar orang
yang dilakukan secara terfokus. Dalam hal ini, isyarat memegang peran penting dalam
pemaknaan hubungan, seperti kebutuhan terhadap definisi mutual terhadap situasi.
Goffman percaya bahwa secara literer terbatasi oleh dramatisasi. Sebab, seperti halnya
audiens yang menangkap karakter yang dibawa aktor melalui peran tertentu dalam
pementasan drama, dalam menjumpai orang lain kita selalu menghadirkan karakter
tertentu. Adapun dalam mendefinisikan situasi, menurut Goffman, dapat melalui dua
bagian proses, yaitu (1) berusaha mendapatkan informasi tentang orang lain dalam
situasi tersebut; dan (2) memberikan informasi tentang diri. Pertukaran ini biasanya
terjadi secara tidak langsung melalui observasi tingkah laku orang lain dan
menstrukturkan tingkah laku pribadi untuk mendatangkan impresi pada diri orang lain
(Littlejohn, 2002) .
Teori Struktrasi, gagasan yang terdapat dalam interaksionisme simbolis secara
umum berkaitan dengan mikro proses, yaitu interaksi aktual antar orang hingga tingkat
kemungkinan yang paling kecil, yang berpengaruh membentuk makrostruktur
masyarakat. Namun gagasan tersebut tidak membahas kebalikannya, yaitu pengaruh
makro struktur terhadap mikro proses. Teori strukturasi, yang dikemukakan oleh
Anthony Giddens, berusaha menjelaskan secara lebih lengkap hubungan mikro-makro
tersebut. Dalam pandangan Giddens tindakan manusia merupakan proses produksi dan
reproduksi beragam sistem sosial. Dengan kata lain, dalam komunikasi, para
-
8/20/2019 2010 Nfi
36/201
16
pesertanya bertindak strategis untuk mencapai tujuan mereka yang kemudian
menghasilkan struktur yang berbalik mempengaruhi tindakan mereka selanjutnya.
Sebab, meskipun bertindak dalam rangka melengkapi keinginan, pada saat yang sama
tindakan tersebut menghasilkan konsekuensi yang tidak diinginkan (unintended
consequences) dan menjadikan sebuah struktur sosial mapan dan mempengaruhi
tindakan kita selanjutnya. Oleh karena itu, Donald Ellis menyebutkan bahwa interaksi
dan struktur sosial merupakan entitas teranyam (braided entity). Dalam praktek aktual,
di mana lebih dari sebuah struktur bertemu, dapat terjadi dua hal, pertama mediasi,
struktur yang satu memperantarai hadirnya struktur lain; dan kedua, kontradiksi, struktur
yang satu mengatasi struktur yang lainnya.
Proses Simbolis dalam Teori Konvergensi, Kenneth Burke. Untuk memahami
komunikasi dalam pandangan Burke, harus mengetahui konsepnya tentang tindakan
yang berarti juga mengerti beberapa ide sentral yang dikemukakannya, seperti: simbol,
bahasa, dan komunikasi. Tindakan dipahami oleh Burke seperti dipahami dalam
drama, bahwa tindakan (action) berbeda dengan gerakan (motion). Tindakan terdiri
atas tingkah laku yang bertujuan dan bermakna, sedangkan gerakan tidak. Tindakan
memandang manusia sebagai makhluk biologis dan neurologis yang berbeda dari
makhluk lain karena tingkah laku penggunaan simbol ( symbol-using ), yaitu kemampuan
bertindak. Bagi Burke, manusia menciptakan simbol ( symbol-creating ) untuk menamai
sesuatu, menggunakan simbol ( symbol-using ) untuk berkomunikasi, dan mengabaikan
simbol ( symbol-misusing ) yang tidak menguntungkan (Littlejohn, 2002).
Adapun dalam hal bahasa, Burke memandang setiap kata selalu bersifat
emosional dan tidak pernah netral. Maksudnya setiap sikap, putusan, dan perasaan
selalu terdapat dalam bahasa yang digunakan. Untuk memahami ini, perlu menilik
konsep Burke tentang rasa bersalah ( guilt ), yaitu perasaan dan tekanan yang terdapat
pada diri seseorang akibat penggunaan simbol, misalnya kegelisahan, benci diri sendiri
( self-hatred ), dan kebencian. Menurut Burke guilt diakibatkan oleh tiga hal, yaitu (1)
negatif, rasa bersalah dalam hal ini dipandang sebagai akibat dari mengikuti peraturan
yang bertentangan dengan aturan lain; (2) prinsip perfeksi, dalam hal ini rasa bersalah
dihasilkan dari ketidaksesuaian antara yang ideal dengan kenyataan; dan (3) prinsip
hirarkis, dalam hal ini rasa bersalah merupakan hasil dari persaingan dan perbedaan
yang pada akhirnya membentuk sebuah hirarki. Seluruh tindakan dan komunikasi,
menurut Burke, didasari oleh guilt , yaitu untuk mengusir rasa bersalah.
-
8/20/2019 2010 Nfi
37/201
17
Lebih jauh, dalam menjelaskan komunikasi, Burke menggunakan beberapa
istilah yang bersinonim, yaitu konsubstansialitas (consubstantiality), identifikasi
(identification), persuasi ( persuasion), komunikasi (communication), dan retorika
(rethoric). Konsubstansialitas menyatakan makna substansi yang dibagi bersama antar
individu dalam masyarakat, sedangkan identifikasi, lawan dari pembedaan (division),
menyatakan peningkatan pemahaman yang bermaksud persuasi dan atau komunikasi
yang efektif. Burke selanjutnya membedakan tiga macam identifikasi, yaitu (1)
identifikasi material, merupakan hasil dari abstraksi yang meliputi, misalnya, benda,
kebutuhan, dan kepemilikan yang terwujud dalam hal, seperti memiliki mobil yang
sama; (2) identifikasi idealistik, merupakan hasil dari abstraksi yang meliputi, misalnya,
nilai, sikap, perasaan, dan ide yang terwujud dalam hal, seperti menjadi anggota
organisasi yang sama; dan (3) identifikasi formal, merupakan hasil dari abstraksi yang
berasal dari pemaknaan peristiwa yang menempatkan kelompok-kelompok tertentu
dalam pihak tertentu. Lebih singkat, menurut Burke komunikasi lebih sukses jika
identifikasi lebih besar dari divisi. Komunikasi yang sukses dapat dilakukan dengan
strategi, dalam hal ini berarti retorika, yang memiliki jumlah hampir tak terbatas.
Meskipun tidak menyebut beragam strategi yang mungkin digunakan seseorang
dalam sebuah peristiwa retoris, Burke menyediakan kerangka kerja analisis dasar untuk
mengkaji tindakan yang disebutnya lima sisi dramatis (dramatistic pentad ), meliputi
tindakan (act ), adegan ( scene) atau situasi dan seting kejadian, pelaku (agent ), fungsi
pelaku (agency), dan tujuan ( purpose).
Teori Konvergensi Simbolis yang dikembangkan oleh Ernest Boemann, John
Cragan, dan Donald Shield. Teori yang dikenal juga dengan sebutan analisis tema
fantasi ( fantasy-theme analysis) ini berkaitan dengan kegunaan narasi dalam
komunikasi. Tema fantasi merupakan bagian dari drama atau cerita besar yang lebih
rumit yang disebut visi retoris (rethorical vision), yang secara esensial berarti
pandangan tentang bagaimana sesuatu terjadi atau terjadi. Visi retoris membentuk cara
memahami realitas dalam wilayah yang tidak bisa dialami langsung, melainkan melalui
reproduksi simbolis. Sebuah tema fantasi, bahkan visi retoris yang lebih besar, biasanya
terdiri atas karakter (characters), bangunan cerita ( plot line), seting atau scene yang
terdiri atas lokasi, properti, lingkungan sosiokultural, dan sumber yang melegitimasi
cerita ( sanctioning agent ) (Littlejohn, 2002).
-
8/20/2019 2010 Nfi
38/201
18
Dalam keseharian, visi retoris menjadi mapan melalui tema fantasi yang dimiliki
bersama dan membuat kelompok tersebut lebih peka terhadap cara memandang sesuatu.
Dengan kata lain, visi retoris menjaga kesadaran bersama ( shared consciousness)
komunitas tertentu, sebab memiliki struktur dalam yang memperlihatkan dan
mempengaruhi cara memandang realitas. Meskipun demikian, visi retoris dapat
berubah, berkembang, atau bertambah melalui komunikasi publik yang biasanya
menawarkan sebuah visi baru melalui tiga macam analogi, yaitu (1) analogi kebenaran,
berhubungan dengan bagaimana kita dapat hidup secara bermoral; (2) analogi sosial,
berkaitan dengan bagaimana seharusnya kita berhubungan dengan orang lain; dan (3)
analogi pragmatis, berkaitan dengan cara kita melakukan sesuatu.
2.2. Teori-Teori Komunikasi Organisasi
2.2.1. Pengertian Organisasi dan Komunikasi Organisasi
Griffin (2003), membahas komunikasi organisasi dengan mengikuti teori
management klasik, yang menempatkan suatu bayaran pada daya produksi, presisi, dan
efisiensi. Adapun prinsip-prinsip dari teori manajemen klasikal adalah sebagai berikut:
(1). Kesatuan komando, suatu karyawan hanya menerima pesan dari satu atasan; (2).
Rantai skalar, garis otoritas dari atasan ke bawah, yang bergerak dari atas sampai ke
bawah untuk organisasi; rantai ini, yang diakibatkan oleh prinsip kesatuan komando,
harus digunakan sebagai suatu saluran untuk pengambilan keputusan dan komunikasi;
(3). Divisi pekerjaan, manejemen perlu arahan untuk mencapai suatu derajat tingkat
spesialisasi yang dirancang untuk mencapai sasaran organisasi dengan suatu cara
efisien; (4). Tanggungjawab dan otoritas, perhatian harus dibayarkan kepada hak untuk
memberi order dan ketaatan seksama suatu ketepatan keseimbangan antara tanggung
jawab dan otoritas harus dicapai; (5). Disiplin, ketaatan, aplikasi, energi, perilaku, dantanda rasa hormat yang keluar seturut kebiasaan dan aturan disetujui; (6).
Mengebawahkan kepentingan individu dari kepentingan umum, melalui contoh
peneguhan, persetujuan adil, dan pengawasan terus-menerus.
Selanjutnya, Griffin (2003) menyadur tiga pendekatan untuk membahas
komunikasi organisasi. Ketiga pendekatan itu adalah sebagai berikut: Pendekatan
sistem. Karl Weick (pelopor pendekatan sistem informasi) menganggap struktur
hirarkhi, garis rantai komando komunikasi, prosedur operasi standar merupakan unsur
dari inovasi. Organisasi sebagai kehidupan organisasi harus terus menerus beradaptasi
-
8/20/2019 2010 Nfi
39/201
19
kepada suatu perubahan lingkungan dalam orde untuk mempertahankan hidup.
Pengorganisasian merupakan proses memahami informasi yang samar-samar melalui
pembuatan, pemilihan, dan penyimpanan informasi. Weick meyakini organisasi
bertahan dan tumbuh subur hanya ketika anggota-anggotanya mengikutsertakan banyak
kebebasan ( free-flowing ) dan komunikasi interaktif. Untuk itu, ketika dihadapkan pada
situasi yang mengacaukan, pimpinan harus bertumpu pada komunikasi dari pada aturan-
aturan.
Teori Weick tentang pengorganisasian mempunyai arti penting dalam bidang
komunikasi karena menggunakan komunikasi sebagai basis pengorganisasian manusia
dan memberikan dasar logika untuk memahami bagaimana orang berorganisasi.
Menurutnya, kegiatan-kegiatan pengorganisasian memenuhi fungsi pengurangan
ketidakpastian dari informasi yang diterima dari lingkungan atau wilayah sekeliling
(Muhammad, 2008). Dengan menggunakan istilah ketidakjelasan untuk mengatakan
ketidakpastian, atau keruwetan, kerancuan, dan kurangnya predictability. Semua
informasi dari lingkungan sedikit banyak sifatnya tidak jelas, dan aktivitas-aktivitas
pengorganisasian dirancang untuk mengurangi ketidakpastian atau ketidakjelasan.
Weick memandang pengorganisasian sebagai proses evolusioner yang bersandar pada
sebuah rangkaian tiga proses: penentuan (enachment) seleksi (selection) penyimpanan
(retention).
Penentuan adalah pendefinisian situasi, atau mengumpulkan informasi yang
tidak jelas dari luar. Ini merupakan perhatian pada rangsangan dan pengakuan bahwa
ada ketidakjelasan. Seleksi, proses ini memungkinkan kelompok untuk menerima aspek-
aspek tertentu dan menolak aspek-aspek lainnya dari informasi. Ini mempersempit
bidang, dengan menghilangkan alternatif-alternatif yang tidak ingin dihadapi oleh
organisasi. Proses ini menghilangkan lebih banyak ketidakjelasan dari informasi awal.
Penyimpanan yaitu proses menyimpan aspek-aspek tertentu yang digunakan pada masa
mendatang. Informasi yang dipertahankan diintegrasikan ke dalam kumpulan informasi
yang sudah ada yang menjadi dasar bagi beroperasinya organisasi (Mouzelis, 1985).
Sedemikian jauh, teori ini mempercayai bahwa organisasi bergerak dari proses
pengorganisasian ke proses lain dengan cara yang sudah tertentu: penentuan; seleksi;
penyimpanan; dan pemilihan. Bukan begitu halnya. Sub-sub kelompok individual dalam
organisasi terus menerus melakukan kegiatan didalam proses-proses ini untuk
menemukan aspek-aspek lainnya dari lingkungan. Meskipun segmen-segmen tertentu
dari organisasi mungkin mengkhususkan pada satu atau lebih dari proses-proses
-
8/20/2019 2010 Nfi
40/201
20
organisasi, hampir semua orang terlibat dalam setiap bagian setiap saat. Artinya ini
mengindikasikan bahwa didalam organisasi terdapat siklus perilaku.
Siklus perilaku adalah kumpulan-kumpulan perilaku yang saling bersambungan
yang memungkinkan kelompok untuk mencapai pemahaman tentang pengertian-
pengertian apa yang harus dimasukkan dan apa yang ditolak. Di dalam siklus perilaku,
tindakan-tindakan anggota dikendalikan oleh aturan-aturan berkumpul yang memandu
pilihan-pilihan rutinitas yang digunakan untuk menyelesaikan proses yang tengah
dilaksanakan (penentuan, seleksi, atau penyimpanan).
Pendekatan budaya, asumsi interaksi simbolik mengatakan bahwa manusia
bertindak tentang sesuatu berdasarkan pada pemaknaan yang mereka miliki tentang
sesuatu itu. Mendapat dorongan besar dari antropolog Clifford Geertz, ahli ethnografi,
peneliti budaya yang melihat makna bersama yang unik adalah ditentukan organisasi.
Organisasi dipandang sebagai budaya. Suatu organisasi merupakan sebuah cara hidup
(way of live) bagi para anggotanya, membentuk sebuah realita bersama yang
membedakannya dari budaya-budaya lainnya.
Pacanowsky dan para teoris interpretatif lainnya menganggap bahwa budaya
bukan sesuatu yang dipunyai oleh sebuah organisasi, tetapi budaya adalah suatu
organisasi. Budaya organisasi dihasilkan melalui interaksi dari anggota-anggotanya.
Tindakan-tindakan yang berorientasi tugas tidak hanya mencapai sasaran-sasaran jangka
pendek tetapi juga menciptakan atau memperkuat cara-cara yang lain selain perilaku
tugas ”resmi” dari para karyawan, karena aktivitas-aktivitas sehari-hari yang paling
membumi juga memberi kontribusi bagi budaya tersebut. Pendekatan ini mengkaji cara
individu-individu menggunakan cerita-cerita, ritual, simbol-simbol, dan tipe-tipe
aktivitas lainnya untuk memproduksi dan mereproduksi seperangkat pemahaman ( Pace,
Faules, 2005).
Pendekatan kritik. Stan Deetz, salah seorang penganut pendekatan ini,
menganggap bahwa kepentingan-kepentingan organisasi sudah mendominasi hampir
semua aspek lainnya dalam masyarakat. Kehidupan banyak ditentukan oleh keputusan-
keputusan yang dibuat atas kepentingan pengaturan organisasi-organisasi, atau
manajerialisme (Robbins, 2002).
Ada bermacam-macam pendapat mengenai apa yang dimaksud dengan
organisasi. Schein (1982) mengatakan bahwa organisasi adalah suatu koordinasi
rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan umum melalui
pembagian pekerjaan dan fungsi melalui hierarki otoritas dan tanggung jawab. Ia juga
-
8/20/2019 2010 Nfi
41/201
21
menjabarkan bahwa organisasi mempunyai karakteristik tertentu, struktur, tujuan, saling
berhubungan satu dengan yang lainnya dan tergantung kepada komunikasi manusia
untuk mengkoordinasikan aktivitas dalam organisasi tersebut. Sifat tergantung antara
satu bagian dengan bagian lain menandakan bahwa organisasi yang dimaksud Schein
merupakan suatu sistem. Kochler (1976) mengat bahwa organisasi adalah sistem
hubungan yang terstruktur yang mengkoordinasikan usaha suatu kelompok orang untuk
mencapai tujuan tertentu. Wright (1977) organisasi adalah suatu bentuk system terbuka
dari aktivitas yang dikoordinasi oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan
bersama.
Dari ketiga definisi tersebut ada tiga hal yang sama-sama dikemukakan yaitu:
organisasi merupakan suatu sistem, mengkoordinasikan aktivitas dalam mencapai
tujuan bersama atau tujuan umum. Dikatakan suatu sistem karena organisasi itu sendiri
dari berbagai bagian yang saling tergantung satu sama lain. Setiap organisasi
memerlukan koordinasi supaya masing-masing bagian dari organisasi bekerja menurut
semestinya dan tidak mengganggu bagian yang lainnya. Tanpa koordinasi sulitlah
organisasi itu berfungsi dengan baik. Ciri selanjutnya adalah setiap organisasi memiliki
aktivitas sesuai dengan jenis organisasi. Suatu organisasi terbentuk apabila suatu usaha
memerlukan usaha lebih satu orang untuk menyelesaikannya. Kondisi ini timbul
disebabkan oleh karena tugas yang terlalu besar, kompleks untuk ditangani satu orang.
Oleh karena itu suatu organisasi melibatkan banyak orang dalam interaksi dan
kerjasama.
Organisasi merupakan suatu stuktur tertentu yang berhubungan dengan manusia
yang tumbuh dan bertambah matang melalui skema yang didesain dengan aturan-aturan
tertentu. Elemen pertumbuhan yang didesain adalah suatu respon rasional terhadap
tekanan dari dalam untuk memperluas atau membentuk hubungan kembali karena
diperlukan secara fungsional. Dalam perkembangannya organisasi sangat bervariasi ada
yang sangat sederhana ada pula yang sangat kompleks. Maka untuk membantu
memahami organisasi ada beberapa elemen dasar dari organisasi yang saling berkaitan
satu dengan lainnya.
-
8/20/2019 2010 Nfi
42/201
22
Struktur Sosial
Teknologi Tujuan
Partisipan
Gambar 1
Model Elemen Organisasi
Sumber: Muhammad, 2008: Komunikasi Organisasi.
1. Struktur sosial: pola atau aturan hubungan yang ada antara partisipan didalam
suatu organisasi. Struktur sosial menurut Davis (Scott, 1981) dapat dipisahkan
menjadi dua komponen yaitu struktur normatif dan struktur tingkah laku. Struktur
normatif mencakup nilai, norma dan peranan yang diharapkan, nilai adalah
kriteria yang digunakan dalam memilih tujuan, tingkah laku. Sedangkan norma
adalah aturan umum mengenai tingkah laku yang dapat digunakan sebagai
pedoman dalam mengejar tujuan. Struktur tingkah laku adalah tingkah laku yang
diperlihatkan manusia dalam organisasi yang merupakan pola atau jaringan
tingkah laku.
2. Partisipan: individu-individu yang memberikan kontribusi kepada organisasi.
Keterlibatan masing-masing organisasi sangat bervariasi, tingkat