20111205 firdaus cahyadi-perang-informasi-lapindo
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
1
Perang Informasi dan Implikasi Kebijakan Pemulihan Bencana Kasus Lapindo
Oleh: Firdaus Cahyadi1
Abstrak
Informasi adalah sesuatu yang penting dalam upaya pemulihan bencana, terlebih bila itu terkait
dengan bencana ekologi. Dalam bencana ekologi seringkali terdapat pihak-pihak berkepentingan yang
tidak menginginkan munculnya sebuah informasi yang benar dan akurat. Tujuannya beragam. Dari
perbaikan citra korporasi hingga upaya pembebasan dari sanksi, baik hukum maupun sosial.
Tulisan ini merupakan hasil dari sebuah riset yang coba menyoroti pertarungan informasi dalam
kasus Lapindo. Metodologi yang digunakan dalam riset ini adalah studi literatur dan wawancara
mendalam dengan berbagai pihak yang terkait bidang informasi.
Perang informasi dalam kasus Lapindo adalah pelajaran penting bagi penggiat bencana di
negeri ini. Dalam kasus Lapindo, perang informasi melibatkan NGOs, komunitas dan media mainstream
milik korporasi yang terkait dengan semburan lumpur itu.
Perang informasi dalam kasus Lapindo menentukan arah dari pemulihan hak-hak korban
lumpur. Pihak yang mendominasi informasi berhasil mengarahkan kemana penyelesaian kasus ini dan
bagaimana memulihkan hak-hak warga korban.
Informasi dari media mainstream milik Group Bakrie ternyata mampu mengarahkan upaya
penyelesaian kasus ini. Kebijakan penamaan BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo) adalah
salah satu bentuk ‘kemenangan’ media Group Bakrie. Tak heran, kemudian pola penyelesaian kasus ini
pun hanya terfokus pada persoalan tanah dan rumah warga yang tenggelam. Sementara pemulihan
hak-hak warga atas lingkungan hidup yang sehat, sosial, pendidikan, ekonomi dan kesehatan tidak
dimasukan dalam skema penyelesaian kasus.
Perlu sebuah perencanaan dan pengelolaan informasi yang matang dalam penanganan kasus
bencana, utamanya bencana ekologi. Tanpa sebuah perencanaan yang matang, maka ketidakakuratan
informasi akan terjadi. Dan dari ketidakakuratan informasi itulah akan berujung pada kesalahan
pengambilan keputusan atau kebijakan.
***
1 Knowledge Manager, Yayasan SatuDunia
2
I. Pendahuluan
Informasi adalah sesuatu yang penting bagi sebuah pembuatan keputusan. Ketika ada informasi
terjadi banjir di Jakarta misalnya, kita bisa memutuskan untuk jadi pergi atau tidak ke kota itu. Hal yang
sama juga terjadi dalam pemulihan sebuah bencana. Informasi mengenai lokasi, karakter sosial dan
sebaginya sangat penting dalam hal ini.
Dalam kasus semburan lumpur Lapindo, informasi juga menjadi penting dalam upaya pemulihan
bencana. Bukan saja informasi terkait dengan geografis, jumlah korban dan karakter masyarkaat korban,
namun juga informasi mengenai duduk persoalan sebenarnya terkait dengan kasus itu.
Informasi mengenai duduk persoalan yang sebenarnya mengenai kasus itu sangat menentukan
dalam penyusunan mekanisme ganti rugi yang adil bagi korban lumpur.Siapa dan Hal-hal apa saja yang
dimasukan dalam point-point yang akan diganti rugi sangat terkait dengan informasi menganai duduk
persoalan kasus ini.
Dalam kasus semburan lumpur Lapindo, informasi mengenai hal itu sangatlah beragam. Pihak
Lapindo dalam iklan-iklannya2 dan juga pernyataan di berbagai media massa, sebelum3 dan terlebih
sesudah4 ada keputusan pengadilan mengenai kasus ini, selalu mengatakan bahwa semburan lumpur
tidak terkait dengan pengeboran. Semburan lumpur di Sidoarjo adalah akibat bencana alam, gempa
Yogyakarta tahun 2006.
Sebaliknya, kelompok masyarakat sipil dan mayoritas pakar geologi justru mengemukakan bahwa
semburan lumpur di Sidoarjo bukan bencana alam namun terkait dengan pengeboran. Informasi mana
yang akan mengarahkan kebijakan pemulihan bencana lumpur Lapindo tergantung dari siapa yang
memenangkan perang informasi dalam kasus ini.
II. Konglomerasi Media dan Dominasi Informasi dalam Kasus Lapindo.
Salah satu ruang publik yang menjadi ajang dari perang informasi dalam kasus semburan lumpur
Lapindo ini adalah media massa. Di era konvergensi (menyatunya) telematika (telekomunikasi dan
informatika) ini perang informasi itu tidak lagi terbatas pada media konvensional, namun juga media
elektronik dan internet.
2 Dalam salah satu iklannya yang berjudul “Dua Tahun Komitmen Sosial Lapindo di Sidoarjo” (Tempo 2-8 Juni 2008, hal.116-117) , dengan jelas memberikan informasi bahwa seakan-akan semburan lumpur di Sidoarjo adalah bencana alam bukan terkait dengan pengeboran. Lihat analisis iklan di http://grafisosial.wordpress.com/2008/06/11/advertorial-lumpur-lapindo-menyesatkan/ 3 Keputusan pengedilan, berupa penolakan kasasi YLBHI dalam kasus Lapindo baru diputuskan tahun 2009, sementara kemunculan iklan-iklan Lapindo sudah muncul sebelum putusan kasasi itu. 4 Dalam laporan investigasi Al Jazerra, pihak Lapindo menyatakan bahwa semburan lumpur adalah bencana alam, People & Power - Muddy Justice - 17 June 09, http://www.youtube.com/watch?v=H0USZ0nX3Pk
3
Namun, menurut aktivis Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Margioyono, konvergensi telematika
adalah bahasa teknologi, namun bahasa bisnisnya adalah konglomerasi media5. Artinya para pemilik
modal memanfaatkan era konvergensi telematika ini untuk memperkuat konglomerasi media yang
dimilikinya.
Seperti ditulis di salah satu portal6, Presiden Direktur PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) Anindya Novyan
Bakrie saat memaparkan Bakrie Telecom, Media and Technology (BakrieTMT2015) yang akan
menyinergikan lini bisnis telekomunikasi (BTEL), media (VIVA Group) dan teknologi (BConn dan BNET)
sampai dengan tahun 2015.
No Media
Group
Newspaper Magazine Radio
Station
Television
Station
Cyber Media Other Bussines
1 Kompas-
Gramedia
Group
Kompas,
The Jakarta
Post, Warta
Kota dan 11
surat kabar
lokal
37 Majalah dan
Tabloid, 5 book
publisher
Sonora
Radio dan
Otomotion
Radio
Kompas TV7 Kompas.com,
Kompasiana.com8
Hotel,Printing,
House,
Promotion,
Agencies,
University
2 MNC
(Media
Nusantara
Citra)
Seputar
Indonesia
Genie,
Mom&Kiddy,
Realita,
Majalah Trust
Trijaya
FM,Radio
Dangdut
TPI, ARH
Global,
Women
Radio
RCTI, Global
TV, TPI
(MNC TV),
Indovision
(Televisi
Cable)
Okezone.com IT Bussines
3 Jawa Pos Jawa Pos,
Fajar, Riau
Pos, Rakyat
Merdeka,
dan 90
surat kabar
lokal di
berbagai
daerah
23 majalah
mingguan
Fajar FM di
Makassar
JTV di
Surabaya
dan 3
stasiun TV
lokal9
Travel Bureau,
Power House
5http://www.satudunia.net/system/files/Final%20Report_Kebijakan%20Telematika%20dan%20Pertarungan%20Wacana%20di%20Era%20Konv
ergensi%20Media_SD_Tifa.pdf 6 http://www.investor.co.id/bedahemiten/era-konvergensi-di-mata-bakrie-telecom/8867 7 Saat tulisan ini dibuat Group Kompas sedang mempersiapkan kompasTV 8 Kompasiana adalah sebuah Media Warga (Citizen Media) 9 Batam, Pekanbaru, Makassar
4
4 Mugi Reka
Aditama
(MRA)
Cosmopolitan,
Harper’s
Bazaar,Esquire,
FHM, Good
House Keeping
dan 10 majalah
lainnya
(kebanyakan
franchise)
Hard Rock
FM10
, MTV
Sky11
O’Channel12
Holder of Saveral
International
Boutique
5 Bali Post Bali post,
Suluh
Indonesia
dan 2 koran
lainnya
Tabloid Tokoh Bali TV dan
8 TV lokal
lainnya
Balipost, bisnis bali
6 Mahaka
Media
Harian
Republika
Golf Digest,
Arena, Parents
Indonesia, A+
Radio Jak
FM
JakTV, TV
One13
Entertaiment.
Outdoor
Advertisment
7 Femina
Group
Femina, Gadis,
Ayah Bunda,
Dewi dan 10
majalah lainnya
Radio U
FM
Production House
8 Bakrie
Group
AnTV, TV
One
Vivanews.com Property,
minning, palm oil
dan
telekomunikasi
9 Lippo
Group14
Jakarta
Globe,
Investor
Daily, Suara
Pembaruan
Majalah
Investor, Globe
Asia, Campus
Asia
Beritasatu.com Property,hospital,
Education,
insurance,
internet service
provider
10 Trans Corp TransTV,
Trans7
Detik.com15
11 Media
Group16
Media
Indonesia,
MetroTv mediaindonesia.com
10 Bandung, Jakarta, Bali dan Surabaya 11 Jakarta dan Bandung 12 Has been taken over SCTV 13 Bekerjasama dengan Group Bakrie 14 Berita Satu Media Holdings 15 Saat tulisan ini dibuat, masih dalam proses akusisi
5
Lampung
Post,
Borneo
News
Sumber: diolah dari tabel konglomerasi media Ignatius Haryanto17
Konglomerasi media tentu saja bukan hanya fenomena ekonomi semata. Konglomerasi media
adalah salah satu peluang yang sangat besar bagi munculnya dominasi informasi di masyarkaat tentang
kasus tertentu. Kasus Lapindo menjadi salah satu hal yang dapat dijadikan contoh bagaimana peran
konglomerasi media dalam mendominasi informasi dalam kasus ini.
TV One, salah satu televisi milik Group Bakrie, menyebut semburan lumpur sebagai lumpur
Sidoarjo bukan lumpur Lapindo18. Bahkan TV itu secara khusus mewawancarai pakar geologi Rusia Dr.
Sergey Kadurin yang menyatakan semburan lumpur adalah akibat gempa bumi bukan akibat kesalahan
pengeboran19. Sementara pendapat pakar yang menyatakan bahwa semburan lumpur akibat
pengeboran tidak diwawancarai.
Hal yang sama juga terjadi di ANTV. Televisi milik Group Bakrie itu juga menyebut semburan lumpur
sebagai lumpur Sidoarjo bukan lumpur Lapindo. ANTV juga menayangkan pendapat Dr. Sergey Kadurin
yang menyatakan semburan lumpur adalah akibat gempa bumi bukan akibat kesalahan pengeboran20.
Seperti halnya TV One, pakar yang menyatakan bahwa semburan lumpur akibat pengeboran tidak
dimintai pendapat.
Hal yang sama juga terjadi pada vivanews.com. Portal berita milik Group Bakrie itu juga menyebut
semburan lumpur sebagai lumpur Sidoarjo, bukan lumpur Lapindo. Di saat yang hampir bersamaan pula
portal berita itu menampilkan pendapat pakar geologi Rusia yang menyatakan semburan lumpur bukan
akibat pengeboran21. Liputan khusus terhadap pakar Rusia juga ditampilkan secara audio-visual di portal
vivanews.com22.
Tapi publik tidak tinggal diam. Terkait wawancara khusus kelompok media Bakrie terhadap Dr.
Sergey Kadurin yang menyatakan semburan lumpur adalah akibat gempa bumi bukan akibat kesalahan
16 http://id.wikipedia.org/wiki/Media_Group 17 10 tahun Yayasan Tifa,”Semangat Masyarakat Terbuka” 18 Penyebutan semburan lumpur dengan lumpur Sidoarjo mengarahkan opini publik bahwa semburan itu adalah bencana alam bukan akibat pengeboran. 19 http://www.youtube.com/watch?v=F9H1X8cMaoE 20 http://www.youtube.com/watch?v=vLlvU9pcVZU 21 http://nasional.vivanews.com/news/read/180457-lumpur-sidoarjo-bukan-karena-pengeboran 22 http://video.vivanews.com/read/11227-wawancara-dengan-pakar-geologi-rusia-tentang-penyebab-lumpur-sidoarjo
6
pemboran, diimbangi oleh www.korbanlumpur.info23 dengan menuliskan pendapat pakar perminyakan
Mark Tingay dari Australian School of Petroleum, Universitas Adelaide, Australia24. Menurut Mark
Tingay, semburan lumpur di Sidoarjo, 90% akibat aktivitas pemboran bukan bencana alam25.
Web korban korban lumpur sendiri adalah sebuah inisiatif masyarakat sipil untuk melawan
wacana dari media mainstream dalam kasus Lapindo. Web korban lumpur juga mendistribusikan
kontennya melalui media sosial, facebook dan twitter. Kampanye untuk melawan wacana media
mainstream dalam kasus Lapindo juga dilakukan melalui jejaring sosial facebook.
Gerakan kampanye kasus Lapindo di media sosial
Channel Jumlah anggota/follower Keterangan
Fanpage facebook26 878 (per 19 Juli 2011)
Friend of Lapindo Victim,
Group in Facebook27
3404 (per 19 Juli 2011)
Twitter @korbanlapindo28 452 (27 Juli 2011)
Cause;Dukung Korban
Lapindo Mendapatkan
Keadilan 29
17,238 ( Per Juni 2011)
Tingkat keterbacaan atau paparan media yang dijadikan tempat untuk melawan dominasi
wacana dalam kasus Lapindo sangat sedikit dibandingkan dengan keterbacaan atau paparan dari media
konglomerasi Group Bakrie.
23 Situs ini (www.korbanlumpur.info) dikelola oleh Kanal News Room, dapur berita dan data yang lahir atas inisiatif aliansi masyarakat sipil untuk korban Lapindo pada pertemuan Ciputat 12-13 Juli 2008. Kanal hingga kini melahirkan tiga bentuk media, yakni website www.korbanlumpur.info, buletin Kanal dan Kanal Radio. Kanal menyajikan fakta lapangan, data, dan analisis tentang kasus lumpur Lapindo dengan menitikberatkan pada komitmen memperjuangkan hak-hak korban. 24 http://korbanlumpur.info/berita/lingkungan/705-pakar-bantah-ilmuwan-rusia-90-persen-yakin-semburan-lapindo-akibat-pemboran-.html 25 “Menurut pendapat saya, berdasarkan kajian-kajian ilmiah yang sudah saya lakukan, gempa tidak bisa memicu semburan lumpur Lapindo. Dan kita 90 persen yakin, bahkan kolega-kolega saya 99 persen yakin, semburan ini terkait dengan kecerobohan pemboran,” ujar Tingay. 26 http://www.facebook.com/korbanlumpur.info?sk=wall 27 http://www.facebook.com/group.php?gid=26083340518 28 http://twitter.com/#!/korbanlapindo 29 http://www.causes.com/causes/333125?m=faf1a932
7
NO Channel Jumlah
pembaca/pemirsa
Ranking di Alexa Jumlah
anggota/follower
di media sosial
Gerakan kampanye publik untuk kasus Lapindo
1 Website korbanlumpur.info 6,167,065
(global), 140,328
(rank in id), 40
(site link in)
2 Fanpage facebook 878
3 Friend of Lapindo Victim,
Group in Facebook
3404
4 Twitter @korbanlapindo 452
5 Cause;Dukung Korban
Lapindo Mendapatkan
Keadilan
17,238
Media Group Bakrie
1 Vivanews.com Peringkat ke-13
topsite menurut
alexa.
857 (global), 13
(rank in Id), 276
(site link in)
Twitter (@VIVAnews) 185,597
Vivanews.com di facebook30 4,545
Vivanews.com di facebook
231
66,849
2 AnTV 87,4 juta
30 http://www.facebook.com/#!/pages/VIVAnews-dot-COM/72076019043?sk=wall 31 http://www.facebook.com/#!/VIVAnewscom
8
AnTV di twitter32 30,278
3 TV One 108,8
TV One di Twitter33 404,409
Dari tabel di atas terlihat bahwa secara kuantitas potensi publik yang terpapar kampanye terkait
kasus Lapindo dan media group Bakrie jauh dari berimbang.
III. Dampak dari Dominasi Informasi Terhadap Kebijakan Pemulihan ‘Bencana’ Lumpur
Seperti dikemukakan di awal makalah, bahwa informasi akan berujung pada sebuah pembuatan
keputusan. Dominasi informasi yang dikeluarkan dari media dalam Group Bakrie membuat proses
penyelesaian kasus Lapindo pun ‘sesuai’ yang diharapkan dari pihak yang mendominasi informasi dalam
kasus ini.
III.1 . Lumpur Sidoarjo Bukan Lumpur Lapindo
Dominasi informasi dalam kasus Lapindo ini akhirnya mempengaruhi pemerintah dalam pembuatan
keputusan terkait dengan pemulihan bencana dalam kasus ini. Menjelang setahun setelah terjadinya
semburan lumpur Lapindo, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 14 Tahun
2007 tentang pembentukan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS).
Penggunaan kata lumpur Sidoarjo (Lusi) dan bukan lumpur Lapindo (Lula) ini bukanlah sesuatu yang
netral. Kata Lusi sering dilontarkan oleh pihak Lapindo dalam iklan maupun pernyataannya di media
massa. Sementara kata Lula sering digunakan oleh masyarakat dan juga media massa di luar Group
Bakrie.
Pertanyaan berikutnya tentu saja adalah, mengapa pemerintah lebih memilih menggunakan kata
Lusi dari pada Lula untuk menyebut kasus semburan lumpur ini, seperti yang sering digunakan oleh
pihak Lapindo dan media dari Group Bakrie? Apakah kesamaan ini sebuah kebetulan?
Apa yang melatarbelakangi pemerintah lebih mimilih menggunakan kata Lusi, tentu hanya
pemerintah sendiri yang tahu. Namun, yang jelas penggunaan kata Lusi sendiri bukanlah pilihan yang
bebas nilai atau netral. Pilihan itu sejatinya telah ‘menghilangkan’ Lapindo dari pusaran kasus itu.
Sehingga sangat dimaklumi bila pihak Lapindo ataupun media milik Group Bakrie lebih nyaman
menggunakan kata Lusi daripada Lula.
III.2. Jual Beli Aset Bukan Ganti Rugi
32 @whatsonANTV 33 @tvOneNews
9
Dihilangkannya Lapindo dalam pusaran kasus itu melalui pelebelan lumpur Sidoarjo akhirnya
berdampak juga dalam kebijakan pemulihan bencana kasus Lapindo. Pemulihan bencana dalam Perpres
14/2007 menggunakan mekanisme jual beli aset korban lumpur bukan ganti rugi. Pemulihan bencana
kasus lumpur ini tidak mungkin menggunakan mekanisme ganti rugi, karena sudah sejak awal pihak
Lapindo secara perlahan dihilangkan dalam pusaran kasus ini.
Bagaimana dampaknya bila pemulihan bencana kasus lumpur ini menggunakan mekanisme jual beli
aset dan bukan ganti rugi? Akibatnya, tentu saja adalah dampak buruk semburan lumpur di luar
perosalan hilangnya rumah dan tanah tidak dimasukan dalam mekanisme jual beli ini. Artinya, yang
dipulihkan adalah kehilangan warga atas tanah dan rumah mereka. Lantas, hilangnya hak warga Porong
atas udara dan air bersih, pekerjaan, pendidikan dan sebagainya tidak bisa dimasukan dalam mekansime
jual beli aset ini.
Saat makalah ini ditulis semburan lumpur Lapindo telah berusia lebih dari lima tahun. Dampak buruk
semburan lumpur telah meluas, tidak hanya sebatas hilangnya tanah dan rumah, namun juga
penurunan tanah, polusi udara dan air.
Berdasarkan penelitian Tim Kajian Kelayakan Pemukiman, tanah di sebelah barat tanggul penahan
lumpur Lapindo, Porong, ambles hingga 60 sentimeter34. Penurunan permukaan tanah terjadi mulai dari
bekas Jembatan Tol Porong-Gempol hingga Pasar Porong, Sidoarjo. Penurunan tanah itu akan
membahayakan konstruksi rumah di kawasan Porong.
Artinya, rumah warga yang tidak tenggelam oleh lumpur juga terancam roboh. Siapa yang harus
bertanggungjawab jika rumah warga roboh? Dan bagaimana mekanisme pemulihannya? Tidak jelas.
Karena rumah dan tanah mereka bukan termasuk objek jual beli aset.
Hal yang sama terjadi ketika dampak buruk semburan lumpur Lapindo telah menimbulkan polusi
udara. Surat rekomendasi Gubernur Jawa Timur, pada tahun 2008, mengungkapkan bahwa angka
hidrokarbon di udara kawasan Porong telah mencapai 55.000 ppm dari ambang batas normal 0,24 ppm.
Dan pada tahun 2011, polusi udara di kawasan Porong, Sidoarjo telah menelan korban jiwa. Aulia
Nadira Putri, bayi usia 3,5 bulan menghembuskan nafas terakhirnya di dunia ini. Bayi tak berdosa itu
meninggal dunia karena diduga terlalu sering menghirup gas beracun dari lumpur Lapindo35.
Tak lama berselang setelah bayi Aulia Nadira Putri meninggal dunia, Mulyadi, pria usia 51 tahun,
warga Desa Siring Barat Porong meninggal dunia36. Seperti ditulis di web korban lumpur, sehari sebelum
34 http://entertainment.kompas.com/read/2010/04/23/14430795/duh.tanah.di.porong.ambles.60.sentimeter 35 http://www.mediaindonesia.com/read/2011/04/15/218091/289/101/Kasihan-Bayi-Korban-Lumpur-Lapindo-Meninggal-Hirup-Gas-Metan 36 http://korbanlumpur.info/berita/sosial/777-lagi-nyawa-melayang-akibat-lumpur-lapindo-.html
10
meniggal, Mulyadi mengeluh dadanya nyeri setelah menghirup bau gas yang menyengat. Kawasan Siring
Barat hanya berjarak kurang 500 meter dari pusat semburan lumpur Lapindo.
Siapa yang bertanggungjawab atas terjadi polusi udara di Porong, Sidoarjo? Bagaimana upaya
pemulihan atas terjadinya polusi udara di Porong, Sidoarjo itu dilakukan? Jawabannya tidak jelas. Karena
polusi udara tidak masuk bukan objek dari jual beli aset yang menjadi mekanisme tunggal untuk
pemulihan bencana lumpur.
III.3. Penawaran untuk Eksplorasi Migas Lapindo di Sidoarjo
Mantan petinggi Group Bakrie yang sekarang menjadi Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie,
mengatakan bahwa diperkirakan pada tahun 2012, pembayaran untuk kasus Lapindo oleh keluarga
Bakrie akan selesai. Pernyataan itu dikemukakan saat ia memberikan kuliah umum di Universitas
Airlangga pada April 2011 lalu37.
Hanya berselang beberapa bulan, Wakil Presiden Budiono juga berjanji pemerintah akan segera
melunasi ganti rugi kepada korban Lumpur Lapindo pada 201238. Apakah kesamaan pernyataan Aburizal
Bakrie dan Wapres Budiono itu sebuah kebetulan semata?
Entahlah, yang jelas setelah muncul pernyataan dari kedua elite politik itu, muncul penawaran
pemerintah melalui Wakil Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Widjajono Partowidagdo kepada
Lapindo untuk melakukan lagi eksplorasi minyak dan gas (migas) di Porong, Sidoarjo39. Sang wakil
menteri mensyaratkan eksplorasi itu bisa dilakukan setelah selesai proses pembayaran kepada warga
sekitar. Artinya jika mengaitkan pernyataan wakil menteri ini dengan pernyataan Aburizal Bakrie dan
Wapres Budiono maka, eksplorasi migas di kawasan Porong, akan dimulai setelah 2012.
Belum jelas siapa dan bagaimana memulihkan kehancuran ekologi akibat semburan lumpur Lapindo,
namun sudah mulai nampak upaya untuk kembali mengeksplorasi dan eksploitasi migas di kawasan
Porong, Sidoarjo.
IV. Penutup
Dari uraian di atas ada hal yang bisa kita ambil pelajaran. Pertama, informasi menjadi salah satu
kunci dari kejelasan kebijakan, program atau kegiatan pemulihan bencana. Dengan informasi yang benar
dan lengkap maka kebijakan pemulihan bencana pun akan lebih baik.
37 http://www.antaranews.com/berita/256049/ical-akan-tuntaskan-ganti-rugi-korban-lapindo 38 http://www.detiknews.com/read/2011/09/22/164928/1728465/10/wapres-ganti-rugi-korban-lapindo-tuntas-pada-2012 39 Koran TEMPO, 9 November 2011
11
Kedua, dalam kasus bencana ekologi, seperti dalam kasus Lapindo, sebuah perang informasi tidak
bisa terelakan. Hal itu disebabkan karena bencana ekologi selalu melibatkan beberapa pihak yang
memiliki kepentingan atas kasus itu.
Ketiga, di era konvergensi telematika ini, berbagai media dapat digunakan sebagai outlet dari
penyaluran, bahkan perang, informasi. Oleh karena itu perencanaan dan pengelolan informasi menjadi
penting dalam hal ini. Terkait dengan ‘perang informasi’ dalam bencana ekologi seperti dalam kasus
Lapindo, perencanaan dan pengelolaan informasi saja tidak cukup. Perlu sebuah upaya pengemasan
informasi sehingga informasi itu mudah dipahami publik, utamanya para pengambil keputusan.