2012-1-00916-ps bab2001
DESCRIPTION
hahahhahahahahahhaaTRANSCRIPT
-
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Motivasi Berprestasi
2.1.1 Pengertian Motivasi
Motivasi (motivation) melibatkan proses yang memberikan energi, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang
termotivasi adalah perilaku yang mengandung energi, memiliki arah, dan dapat
dipertahankan (Santrock, 2008). Motivasi anak dalam meraih prestasinya merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Peranan motivasi yang
khas adalah dalam penumbuhan gairah merasa senang dan semangat untuk
terus belajar dalam meraih prestasi yang lebih baik lagi. Seseorang yang memiliki motivasi yang kuat akan mempunyai prestasi yang baik (Sardiman, 2001).
Motivasi merupakan perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang
ditandai oleh dorongan afektif dan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan (Donald dalam Hardjo, 2008). Motivasi merupakan bagian dari belajar, dari pengetian motivasi tersebut tampak tiga hal, yaitu: (1) motivasi dimulai dengan suatu perubahan tenaga dalam diri seseorang, (2) motivasi itu ditandai oleh dorongan afektif yang kadang tampak dan kadang sulit diamati, (3) motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan.
Sedangkan motivasi menurut Suryabrata (dalam Djaali, 2008) adalah keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk
-
8
melakukan aktivitas tertentu guna pencapaian suatu tujuan. Menurut Santrock (2007), motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang memiliki motivasi adalah perilaku yang penuh
energi, terarah, dan bertahan lama.Terdapat dua aspek dalam teori motivasi
belajar yang dikemukakan oleh Santrock (2007), yaitu: a. Motivasi intrinsik, yaitu motivasi internal untuk melakukan sesuatu
demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri). Terdapat dua jenis motivasi intrinsik, yaitu:
Motivasi intrinsik berdasarkan determinasi diri dan pilihan
personal. Dalam pandangan ini, anak ingin percaya bahwa
mereka melakukan sesuatu karena kemauan sendiri, bukan
karena kesuksesan atau imbalan eksternal.
Motivasi intrinsik berdasarkan pengalaman optimal. Pengalaman
optimal kebanyakan terjadi ketika orang merasa mampu dan berkonsentrasi penuh saat melakukan suatu aktivitas serta terlibat
dalam tantangan yang mereka anggap tidak terlalu sulit tetapi
juga tidak terlalu mudah.
b. Motivasi ekstrinsik, yaitu melakukan sesuatu untuk mendapatkan
sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan). Motivasi ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan
hukuman.
-
9
Berdasarkan penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa motivasi merupakan usaha yang disadari seseorang untuk bertindak dan melakukan
sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. Dengan perilaku yang mengandung energi, memiliki arah, dan dapat dipertahankan.
2.1.2 Pengertian Prestasi
Menurut Saefullah (2012) prestasi adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang dan untuk mencapai sebuah prestasi diperlukan adanya perjuangan dan siap akan tantangan yang akan dihadapi. Menurut Ratnawati (dalam Saefullah 2012) prestasi adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan atau dikerjakan oleh seseorang. Menurut Djamarah (2002) pengertian prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok. Prestasi tidak akan pernah
dihasilkan selama seseorang tidak melakukan suatu kegiatan.
Dalam pendidikan formal, belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui seberapa jauh perubahan yang terjadi maka diadakannya penilaian yang dinamakan prestasi belajar. Prestasi belajar adalah penilaian terhadap hasil belajar siswa untuk mengetahui sejauh mana ia telah mencapai sasaran belajar (Saefullah, 2012). Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi adalah
bukti dari suatu hasil kegiatan yang dapat dicapai baik individu maupun
kelompok serta sebuah prestasi didapat dari kerja keras dan keuletan.
-
10
2.1.3 Motivasi Berprestasi
Menurut Atkinson & Raynor (1974, dalam Santrock, 2003), motivasi berprestasi adalah suatu motif untuk menyelesaikan sesuatu, untuk mencapai
suatu standar kesuksesan, dan melakukan suatu usaha dengan tujuan untuk melakukan suatu kesuksesan. Seseorang yang memiliki motivasi berprestasi
yang tinggi memiliki harapan untuk sukses yang lebih besar daripada ketakutan
akan kegagalan. Serta tekun pada setiap usahanya ketika menghadapi tugas
atau keadaan yang semakin sulit.
Sedangkan menurut Keith & Nastron (1989, dalam Rumiani, 2006), mendefiniskan motivasi berprestasi sebagai dorongan yang dimiliki oleh
seseorang untuk mengatasi hambatan dalam mencapai tujuan, sehingga individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menunjukkan usaha yang lebih besar dan ulet.
McCleland (Wahyudi, 2010) menjelaskan bahwa, orang yang berorientasi pada prestasi mempunyai karakteristik-karakteristik sebagai berikut,
menyenangi situasi yang menuntut tanggung jawab pribadi untuk pemecahan masalah, cenderung mengambil resiko yang sedang/sesuai dengan
kemampuan dibandingkan dengan resiko rendah atau tinggi, dan selalu
mengharapkan dapat umpan balik berupa berupa saran dan kritikan terhadap
kinerja yang telah dilakukan. Menurut Hawadi (2001) motivasi berprestasi adalah daya penggerak
dalam diri siswa untuk mencapai prestasi sesuai dengan yang ditetapkan oleh
individu itu sendiri. Seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan
-
11
menampilkan tingkah laku yang berbeda dengan orang yang memiliki motivasi
berprestasi rendah.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat dikatakan bahwa motivasi
berprestasi adalah suatu motif dalam diri seseorang yang mempunyai sebuah
keinginan dengan tujuan meraih sebuah kesuksesan. Ciri seseorang yang mempunyai motivasi berprestasi yang tinggi yaitu ketika menemui sebuah
kegagalan orang tersebut akan bangkit dan terus berusaha untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
2.1.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi
Harter (dalam Hawadi, 2001) mengungkapkan ada 3 hal yang mempengaruhi motivasi berprestasi pada diri seseorang:
1. Kompetensi yang dimiliki individu
Semakin tinggi prestasi seseorang, maka semakin besar pula
keyakinan terhadap kompetensi yang dimilikinya dan semakin besar
pula mereka menyukai tantangan, penuh rasa ingin tahu, dan
melibatkan diri dalam menguasai suatu ketrampilan.
2. Afek dalam kegiatan belajar yang dilakukan Jika individu merasa mampu dalam suatu mata pelajaran tertentu, maka ia akan menyenangi pelajaran itu. Selain itu, jika individu menyenangi tempat belajarnya, maka ia akan memiliki kecakapan yang tinggi dalam sebagian besar tugas yang diberikan, serta
-
12
mempunyai hubungan yang baik dengan lingkungan tempat individu
tersebut belajar. 3. Persepsi tentang kontrol
Individu yang memiliki persepsi kontrol internal mempunyai harapan
yang tinggi untuk berhasil dan terdorong untuk bekerja keras, mereka menyadari bahwa keberhasilan dan kegagalan amat tergantung pada
usaha mereka sendiri.
Lebih jauh ditambahkan menurut McClelland (dalam Hawadi, 2001), ada beberapa elemen penting dalam motivasi berprestasi:
1. Kebutuhan akan prestasi: menunjukan keinginan seseorang untuk mencapai suatu kesuksesan atau keunggulan dengan menetapkan
suatu standar atau tujuan. 2. Pengambilan tanggung jawab: menunjukkan kemampuan individu
dalam bertanggung jawab terhadap tugas-tugas yang diberikan. 3. Ketakutan akan kegagalan: menunjukkan kemampuan individu untuk
dapat mengantisipasi kegagalan atau perasaan frustasi (putus asa). 4. Kemampuan mengatasi kendala: menunjukkan usaha yang dilakukan
oleh individu dalam mengatasi kendala yang datang dari luar maupun
dari dalam diri, dalam usahanya mencapai prestasi.
5. Kebutuhan akan umpan balik: menunjukkan individu yang memiliki motivasi berprestasi lebih menyukai pemberian umpan balik atas
usaha yang dilakukannya.
-
13
2.2. Sekolah Alam
Sekolah merupakan institusi pendidikan formal, yang didalamnya
terlaksana serangkaian kegiatan yang terencana dan terorganisasi. Sekolah
menyelenggarakan program pendidikan, sebagian besarnya tertuang dalam
kurikulum pengajaran, sebagian lagi melalui kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler, yang kesemuanya berpusat pada aktivitas belajar siswa. Kegiatan pembelajaran ini diharapkan dapat menciptakan tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan ranah kognitif, afektif dan psikomotor pada yang
diharapkan dapat menghasilkan perubahan-perubahan positif dalam diri anak
menuju kedewasaan dan termanifestasi dalam bentuk perilaku-perilaku yang sesuai norma dan aturan sosial.
Berk (2003) mengungkapkan bahwa sekolah merupakan lembaga institusi formal yang berfungsi memberikan ilmu pengetahuan dan kemampuan
kepada anak-anak untuk menjadi warga produktif di masyarakat. Tidak hanya pengetahuan dan kemampuan akademik, peraturan, strategi dan kemampuan
memecahkan masalah juga turut diajarkan oleh sekolah (Shaffer, 2002). Salah satu alternatif sekolah selain sekolah reguler adalah sekolah alam.
Sekolah alam merupakan salah satu pendidikan alternatif berbasis lingkungan
yang sedang berkembang di Indonesia. Menurut Perdana dan Wahyudi (2005), sekolah alam atau yang dalam istilah bahasa Inggris disebut dengan eco-school
atau green-school merupakan sekolah dengan konsep pendidikan berbasis
alam semesta untuk membantu siswa tumbuh menjadi manusia yang
-
14
berkarakter, menjadi manusia yang tidak saja mampu memanfaatkan, mencintai dan memelihara alam.
Sekolah Alam menggunakan pendekatan Experiental Learning, yaitu
model belajar melalui pengalaman yang konkrit, dengan cara bermain, bermain peran, simulasi, dan diskusi kelompok. Dimana terjadi kombinasi antara mendengar, melihat dan mengalami. Model pembelajaran ini sangat sesuai digunakan pada usia anak-anak dan remaja pada masa the concrete learner karena berada pada taraf pemahaman konkrit-operasional yaoti dimana mereka
cenderung belajar sesuatu yang berasal dari pengalaman nyata (Rofiq, 2011). Hal ini juga sejalan dengan penjelasan cara pembelajaran dengan menggunakan tehnik Discovery Learning oleh Santrock (2009), yaitu pembelajaran di mana siswa-siswi membuat pemahaman sendiri. Tipe pembelajaran ini berbeda dengan pendekatan pembelajaran langsung di mana guru secara langsung menjelaskan informasi kepada siswa-siswi.
Dalam Discovery Learning, siswa-siswi harus mempelajari segalanya sendiri dan tipe pembelajaran ini berkaitan dengan ide Piaget bahwa setiap saat orang tua mengajari anak sesuatu maka orang tua tersebut telah menjauhkan anak dari proses belajar. Pendidik John Dewey dan psikolog kognitif Jerome Bruner (dalam Santrock 2009) memperkenalkan konsep discovery learning dengan mendorong guru untuk memberi siswa-siswi lebih banyak kesempatan
untuk belajar sendiri. Dalam pandangan mereka, discovery learning mendorong siswa untuk berfikir sendiri dan mengetahui bagaimana pengetahuan dibangun.
Hal ini juga memperluas keingintahuan dan penyelidikan alamiah mereka.
-
15
Keterkaitan dengan teori yang ada kurikulum yang diterapkan di Sekolah
Alam Cikeas adalah mengacu kepada standar kompetensi yang ditetapkan
Depdiknas dan menjadikan alam sebagai media belajar dalam rangka pembentukan karakter anak. Kurikulum ini diintregasikan dengan pengalaman
yang distrukturkan yang didapat siswa di alam melalui metode Spider Web.
Kurikulum yang menjadikan sekolah alam berbeda dengan sekolah reguler adalah dengan adanya Kurikulum Sains, disusun secara holistik
menggunakan spider web agar logika ilmiah siswa berkembang secara integral.
Sehingga mampu atau terbiasa mengamati fenomena alam, mencatat data,
melakukan eksperimen, dan membentuk sebuah teori. Untuk mengetahui hasil
prestasi siswa-siswi dikelas, fasilitator kelas memberikan pemberitahuan akan
peringkat yang didapatkan setiap siswa. Dengan adanya pemberitahuan ini
siswa akan mengetahui apakah hasil tersebut sudah sesuai dengan yang
diinginkan atau perlu melakukan peningkatan prestasi.
2.3. Masa Pertengahan dan Akhir Anak-anak
2.3.1 Perkembangan Kognitif
Pendekatan secara kognitif menitikberatkan akan faktor pengertian dan
pemahaman. Masa praremaja atau masa akhir anak-anak ditandai dengan meningkatnya cara berfikir kritis. Mereka selalu menanyakan sebab-akibat
dengan cara menyanggah pendapat orang dewasa. Pengendalian emosi dan
kesediaan bertanggung jawab lebih terlihat melalui perbuatan atau tindakan (Saefullah, 2012).
-
16
Anak yang berusia diatas 8 tahun, anak akan menjadi fleksibel dalam penilaiannya dan lebih mampu untuk memperhatikan faktor situasional dalam
menilai sesuatu. Perkembangan dari yang disebut tanggung jawab objektif ke arah tanggung jawab yang lebih subjektif, dimana anak sudah mampu mengetahui suatu akibat yang akan dihadapi (Monks, 2006).
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2007), perkembangan kognitif pada masa pertengahan yaitu pemikiran operasional konkret dimana suatu tindakan
mental yang bertentangan terhadap objek-objek yang nyata dan konkret. Pemikiran operasioanl konkret terdiri dari operasi-operasi tindakan-tindakan
mental yang memungkinkan anak melakukan secara mental apa yang telah
dilakukan sebelumnya secara fisik. Operasi-operasi konkret memungkinkan
anak mengkoordinasikan beberapa karakteristik dan bukan berfokus pada suatu
property tunggal suatu objek.
2.3.2 Perkembangan Fisik
Perubahan-perubahan tubuh pada periode masa pertengahan dan akhir
anak-anak meliputi pertumbuhan yang lambat dan konsisten. Masa ini adalah
suatu periode tentang sebelum pertumbuhan yang cepat menjelang masa remaja. Diantara aspek-aspek penting perubahan tubuh di dalam periode perkembangan adalah aspek-aspek yang berkaitan dengan sistem rangka,
sistem otot, dan keterampilan-keterampilan motorik.
Perkembangan dari aspek sistem rangka dan otot yaitu selama tahun-
tahun sekolah dasar, anak-anak bertumbuh rata-rata lima hingga tujuh
-
17
centimmeter setahun. Berat badanpun bertambah rata-rata dua hingga tiga
kilogram pertahun, berat meningkat terutama karena bertambahnya ukuran
sistem rangka dan otot, serta ukuran beberapa organ tubuh. Keterampilan
motorik selama masa pertengahan dan akhir anak-anak, perkembangan motorik
anak-anak menjadi lebih halus dan lebih terkoordinasi dari pada masa awal anak-anak. Keterampilan-keterampilan fisik adalah sumber kenikmatan dan
prestasi yang besar bagi anak-anak.
Ketika anak-anak memasuki tahun-tahun sekolah dasar, mereka
memperoleh kendali yang lebih besar atas tubuh mereka. Tindakan fisik adalah
penting bagi anak-anak ini untuk memperhalus keterampilan-keterampilan
mereka yang sedang berkembang. Seperti yang diungkapkan oleh Katz &
Chard (dalam Santrock, 2007) dimana pada prinsipnya anak-anak sekolah dasar harus terlibat secara aktif daripada apasif di dalam kegiatan-kegiatannya.
2.3.3 Perkembangan Sosial-emosinal
Konsep Erikson (1968 dalam Feist, 2008) tentang usia sekolah mencakup perkembangan dari sekitar usia 6 tahun sampai kira-kira 12-13
tahun, dan cocok dengan tahun-tahun periode latensi teori Freud. Dalam
tahapan ini, dunia sosial anak-anak berkembang melampaui keluarga hingga
mencakup teman-teman sebaya, guru, dan model-model dewasa lainnya. Bagi
anak-anak usia sekolah, harapan mereka untuk mengetahui sesuatu menjadi bertambah kuat dan terkait erat dengan perjuangan dasar mencapai kompetensi. Krisis psikososial pada tahapan ini adalah produktivitas versus
-
18
inferioritas, produktivitas adalah sebuah kualitas kegigihan yang produktif dan
inferioritas adalah jika seorang anak merasa tidak cukup bisa untuk mencapai sebuah tujuan yang diinginkan.
Dari konflik yang terjadi pada tahapan psikososial ini, anak-anak usia sekolah mengembangkan kekuatan dasar kompetensi yaitu kepercayaan diri
menggunakan kemampuan fisik dan kognitif untuk menyelesaikan masalah-
masalah yang muncul. Jika perkembangan antara produktivitas dan inferioritas
terlalu mengarah pada inferioritas atau produktivitas yang berlebihan, maka
anak-anak cenderung mudah menyerah dan mundur ke tahap perkembangan
sebelumnya Erikson (1968 dalam Feist, 2008).
2.4. Kerangka Berpikir
Gambar 2.1 Kerangka berpikir
Siswa-siswi kelas 5 dan 6 Sekolah Alam Cikeas
Metode belajar di sekolah alam: Experiental Learning, Discovery Learning, Spider Web.
Gambaran Motivasi Berprestasi Siswa/i kelas 5 dan 6 di Sekolah Alam Cikeas.