208_teknik irigasi i oleh john fk_2
DESCRIPTION
BGTRANSCRIPT
-
1
BAB I
DASAR - DASAR IRIGASI
A. TUJUAN STRUKSIONAL KHUSUS (TM)
Adapun yang menjadi tujuan instruksional khusus dalam bab ini adalah bahwa
setelah mengikuti kuliah, mahasiswa akan dapat :
1. Menjelaskan pengertian dan tujuan irigasi
2. Menjelaskan pengaruh iklim, siklus air dan topografi
3. Menjelaskan kaitan saluran irigasi dan drainase
4. Menjelaskan satuan air dalam irigasi
5. Menjelaskan pembagian daerah irigasi.
Dalam bab ini mahasiswa diharapkan mengikuti materi kuliah dengan memiliki
literatur pokok yaitu Bahan Ajar Irigasi I, Kriteria Perencanaan Irigasi (KP), Petunjuk
Perencanaan Irigasi serta literatur lain yang berkaitan dengan materi materi yang dibahas
dalam perkuliahan ini serta dalam perkuliahan menggunakan metode ceramah dan tanya
jawab serta pembahasan soal - soal.
B. PENDAHULUAN
Sebagaimana halnya penduduk dunia yang meningkat terus, kebutuhan makanan
dan bahan-bahan sandang untuk masyarakat juga akan meningkat. Masyarakat yang
mempunyai pengetahuan tentang irigasi akan ditantang untuk mencari penyelesaian
masalah kebutuhan makanan dan bahan - bahan sandang tersebut. Air harus harus
disediakan untuk tanah yang lebih luas, tanah yang tandus menjadi sangat produktif
apabila ada air irigasi. Produktivitas tanah yang sekarang menghasilkan makanan dan
bahan-bahan sandang yang mengandalkan curah hujan alamiah secara umum dapat
ditingkatkan secara bermakna dengan pemakaian air irigasi.
Irigasi adalah kegiatan-kegiatan yang bertalian dengan usaha mendapatkan air
untuk sawah, ladang, perkebunan dan lain-lain usaha pertanian, dan dalam tujuan irigasi
dibahas tujuan irigasi secara langsung adalah membasahi tanah dan tujuan irigasi secara
tidak langsung mencakup antara lain : mengatur suhu, membersihkan, memberantas hama,
mempertinggi permukaan air tanah, penggelontoran dan kolmatasi.
-
2
Pengaruh iklim, siklus air dan topografi mambahas pengaruh iklim yang berkaitan
dengan suhu udara dan suhu udara berpengaruh pada penguapan dan transpirasi yang
membahas pengaruh siklus air yang memberikan gambaran tentang prosesnya air di alam
mengalami penguapan karena faktor angin dan panas matahari, uap tersebut membubung
tinggi ke atas sampai pads titik tertentu mengalami penggumpalan air berupa awan, karena
tebal, luas dan berat maka gumpalan air berupa awan itu jatuh dalam bentuk hujan jatuh ke
bumi, tanaman laut, sungai dan danau ada yang bermuara pada areal baru sehingga terjadi
penguapan pula, sehingga proses ini berlangsung terus sepanjang waktu dalam kurun
waktu tak terhingga, dan terakhir pengaruh topografi yaitu pengaruh tinggi rendahnya
permukaan tanah terhadap daerah yang memberikan keuntungan atau kerugian bagi
masyarakat penghuni daerah tersebut.
Dalam kaitan saluran irigasi dengan saluran drainase disini dibahas tentang fungsi
saling menunjang dan berkaitan tetapi di dalam proses perencanaannya ditentukan oleh
faktor atau dasar asumsi yang berbeda.
Satuan air kolam irigasi dibahas tentang tebal air, volume air, debit air dan satuan
air yang digunakan oleh negara lain. Pembagian daerah irigasi disini membahas tentang
pembagian suatu daerah irigasi dari petak-petak yang lebih besar ke petak-petak yang lebih
kecil seperti : petak primer yang merupakan petak terbesar, petak sekunder, petak tersier
sampai petak kwarter yang merupakan petak terkecil.
D. POKOK MATERI
1.1. PENGERTIAN DAN TUJUAN .IRIGASI
1. Pengertian Irigasi.
Yang dimaksud dengan istilah irigasi adalah kegiatan - kegiatan yang bertalian dengan
usaha mendapatkan air untuk sawah, ladang, perkebunan dan lain-lain usaha pertanian,
rawa - rawa, perikanan. Usaha tersebut terutama menyangkut pembuatan sarana dan
prasarana untuk membagi-bagikan air ke sawah-sawah secara teratur dan membuang air
kelebihan yang tidak diperlukan lagi untuk memenuhi tujuan pertanian. Masih sering kita
jumpai istilah irigasi ini diganti dengan istilah "Pengairan". Untuk sementara istilah irigasi
kita anggap punya pengertian yang sama dengan istilah pengairan.
-
3
2. Tujuan Irigasi
Dalam tujuan irigasi dibahas : tujuan irigasi secara langsung dan secara tidak langsung.
a. Tujuan irigasi secara langsung
Tujuan irigasi secara langsung adalah membasahi tanah, agar dicapai suatu kondisi
tanah yang baik untuk pertmbuhan tanaman dalam hubungannya dengan prosentase
kandungan air dan udara diantara butir-butir tanah. Pemberian air dapat juga
mempunyai tujuan sebagai pengangkut bahan-bahan pupuk untuk perbaikan tanah.
b. Tujuan irigasi secara tidak langsung
Tujuan irigasi secara tidak langsung adalah pemberian air yang dapat menunjang usaha
pertanian melalui berbagai cara antara lain :
1. Mengatur suhu tanah, misalnya pada suatu daerah suhu tanah terlalu tinggi dan
tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman maka suhu tanah dapat disesuaikan
dengan cara mengalirkan air yang bertujuan merendahkan suhu tanah.
2. Membersihkan tanah, dilakukan pada tanah yang tidak subur akibat adanya unsur-
unsur racun dalam tanah. Salah satu usaha misalnya penggenangan air di sawah
untuk melarutkan unsur-unsur berbahaya tersebut kemudian air genangan dialirkan
ketempat pembuangan.
3. Memberantas hama, sebagai contoh dengan penggenangan maka Jiang tikus bisa
direndam dan tikus keluar, lebih mudah dibunuh.
4. Mempertinggi permukaan air tanah, misalnya dengan perembesan melalui dinding-
dinding saluran, permukaan air tanah dapat dipertinggi dan memungkinkan
tanaman untuk mengambil air melalui akar-akar meskipun permukaan tanah tidak
dibasahi.
5. Membersihkan buangan air kota (penggelontoran), misalnya dengan prinsip
pengenceran karena tanpa pengenceran tersebut air kotor dari kota akan
berpengaruh sangat jelek bagi pertumbuhan tanaman.
6. Kolmatasi, yaitu menimbun tanah-tanah rendah dengan jalan mengalirkan air
berlumpur dan akibat endapan lumpur tanah tersebut menjadi cukup tinggi
sehingga genangan yang terjadi selanjutnya tidak terlampau dalam kemudian
dimungkcinkan adanya usaha pertanian.
-
4
1.2. PENGARUH IKUM, SIKLUS AIR DAN TOPOGRAFI
1. Pengaruh iklim
Iklim mempunyai kaitan dengan suhu udara dan suhu udarapunya pengaruh pada
evaporasi dan transpirasi. Terjadinya perbedaan suhu udara merupakan salah satu
sebab terjadinya angin dan angin tersebut berpengaruh pula pada laju penguapan.
Di Indonesia dikenal dua musim yaitu musim kemarau dan musim penghujan,
dengan ciri utama banyak hujan pada musim penghujan dan jarang hujan pada
musim kemarau.
2. Pengaruh Siklus Air
Hidrologi telah memberitahukan adanya siklus. Kita membutuhkan air
untuk mengairi tanaman dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai menurut
kebutuhan tanaman agar berproduksi maksimum pada waktu yang diharapkan.
Sayanglah adanya bahwa sirkulasi air yang berlangsung tidak merata dan
distribusi air di alam tidak berlangsung sesuai kebutuhan tanaman ditiap-tiap
daerah pertanian.
Ketidakmerataan sirkulasi air itu menimbulkan persoalan-persoalan bagi
pemakai air termasuk para petani. Pada suatu saat petani bisa mendapat air yang
berlebihan sampai mengganggu usaha pertanian, tetapi pada saat lain bisa sangat
kekurangan air sehingga tanaman tidak bisa tumbuh dengan baik. Pada daerah
tertentu bahkan terjadi banjir pada musim penghujan dan dilanda bahaya
kekurangan air pada musim kemarau.
Siklus air ini dimulai dari penguapan pada daratan, sungai, danau dan
lautan, uap air ini membumbung tinggi pada ketinggian tertentu air itu
menggumpal menjadi gumpalan awan, dalam kurun waktu tertentu suhu semakin
rendah gumpalan awan menjadi tebal dan berat maka karena sinar matahari awan
itu jatuh berupa hujan yang diterpa angin kemudian jatuh di bumi melalui darat,
sungai, danau, laut terus masuk ketanah sebagian sebagai limpasan kemudian air
ini kemabali menguap dan selanjutnya berputar tak henti-hentinya sehingga
merupakan siklus yang tak pernah berhenti.
-
5
3. Pengaruh Topografi
Topografi daerah seringkali kurang menguntungkan. Hujan yang jatuh
airnya sebagian mengalir dipermukaan menuju tempat yang rendah bahkan
akhirnya sebagian besar air hujan berada pada tempat-tempat yang lebih rendah
dari permukaan tanah daerah sekitarnya. Apabila pada suatu saat suatu daerah
kekurangan air terpaksa berpaling pada air pada tempat-tempat yang rendah
tersebut. Jadi pada suatu saat petani bisa diganggu air berlebihan dan perlu
memikirkan saluran drainase pada saat lain bisa kekurangan air dan perlu
memikirkan saluran pemberi untuk mengalirkan air ke tempat yang
membutuhkan, tetapi karena sebagian besar air berada pada tempat yang rendah
maka umumnya ada masalah tenaga untuk mengalirkan air tersebut.
Gambar I.1 Siklus Air
-
6
1.3. KAITAN SALURAN IRIGASI DAN SALURAN DRAINASE
Irigasi dan drainase di Indonesia hampir selalu mempunyai fungsi saling
rnenunjang dalam usaha mencapai hasil optimum dalam bidang pertanian. Penetapan suatu
jaringan pemberi perlu mengingat kaitannya dengan jaringan drainase, dan pada kondisi
yang tidak memaksa maka jaringan pemberi dan jaringan drainase perlu dibuat terpisah
walaupun memiliki fungsi saling menunjang dalam usaha pelayanan kebutuhan pertanian.
Saluran irigasi yang berfungsi ganda sebagai saluran pemberi dan saluran drainase
akan menimbulkan kesulitan - kesulitan pengoperasian dan saluran lebih cepat rusak. Juga
mengingat dasar penentuan kapasitas antara saluran pemberi dan saluran drainase memang
berbeda maka baik saluran maupun bangunan-bangunan yang mempunyai fungsi ganda itu
menjadi sukar perhitungannya dan mahal biaya pembuatannya. Jadi pada keadaan umum
sebagai prinsip dikehendaki adanya jaringan irigasi tersendiri dan jaringan drainase
tersendiri.
Saluran drainase ditentukan berdasar jumlah air pada suatu daerah yang harus
dibuang dalam waktu tertentu, sedangkan saluran pemberi ditentukan berdasar kebutuhan
maksimum untuk tanaman dengan memperhatikan adanya koefisien-koefisien kehilangan
air. Selanjutnya istilah saluran irigasi kits anggap punya pengertian sebagai saluran
pemberi, bahkan kata saluran umumnya dapat berarti pula sebagai saluran pemberi dalam
konteks pembicaraan lebih lanjut. Maka untuk saluran drainase selalu ditegaskan dengan
lengkap, saluran drainase atau saluran pembuangan.
1.4. SATUAN AIR DALAM IRIGASI
1. Tebal Air yang dinyatakan dalam nun,cm atau m, misal suatu jenis tanaman pads
suatudaerah membutuhkan 20 kali penyiraman sampai saat dipanen dan tiap kali
penyiraman 5 mm. Hal ini berarti bahwa sampai saat panen air yang dibutuhkan
untuk 20 kali penyiraman tersebut setebal 20 x 5 mm = 100 mm. Untuk tiap ha
tanaman dibutuhkan air 100 mm x 10.000 m2 = 1000 m3.
2. Volume Air untuk sate jenis tanaman tertentu selama masa tanam. Misal untuk satu
tanaman selama masa tanam dibutuhkan air a m3, maka apabila kita punya waduk
lapangan berisi air V m3 dan kehilangan air diperhitungkan b m3 berarti jumlah
tanaman yang bisa diairi dari waduk itu = (V-b)/a batang.
3. Satuan Debit Air yang menyatakan debit air untuk melayani suatu satuan luas.
-
7
4. Umumnya dinyatakan dalam satuan liter/detik/hektar atau dalam satuan
m3/detik/hektar. Cara ini hampir selalu dipakai dalam perhitungan-perhitungan untuk
menetapkan dimensi saluran baik saluran pemberi maupun saluran drainase.
Seringkali perhitungan kebutuhan air dengan satuan-satuan lain perlu diubah ke
dalam satuan ini supaya rumus-rumus yang menggunakan debit sebagai parameter
dapat diselesaikan dengan mudah.
5. Duty of Water, Merupakan luas areal yang dapat diairi oleh debit tertentu. Satuan ini
dinamai " duty of water". Misalnya untuk suatu jenis tanaman tertentu pada suatu
areal dty of water = A acres. Negara yang sering menggunakan satuan ini misalnya
USA, dan debit umumnya dinyatakan dalam second foot atau cusec. Duty of water A
acres berarti debit aliran 1 cusec dapat melayani areal seluas a acres. Untuk merubah
ke dalam satuan metrik 1 cusec = 28,3 liter/det dan 1 acre = 4047 m2. Yang dimaksud
1 cusec adalah debit sebesar 1 ft3/detik.
1.5. PEMBAGIAN DAERAH IRIGASI
Pembagian suatu daerah irigasi ke dalam petak-petak lebih kecil.
1. Petak Primer adalah saluran induk yang mengambil air langsung dari bangunan
penangkap air, misalnya bendung pada sungai. Daerah pengairan yang dilayani saluran
induk ini merupakan suatu kesatuan daerah irigasi yang disebut petak primer. Saluran-
saluran sekunder mengambil air dari saluran induk (saluran primer) dan melayani
sebagian daerah petak primer.
2. Petak Sekunder adalah petak irigasi yang mengambil / memperoleh air dari saluran
sekunder.
3. Petak Tersier adalah petak irigasi yang lebih kecil dari petak sekunder yang mengambil
air dari bangunan bagi pada saluran sekunder maupun pada saluran.
4. Petak kwarter
Cabang-cabang saluran tersier ini merupakan saluran-saluran kwarter dan melayani
petak-petak kwarter. Dalam suatu daerah irigasi, pembagian daerah ke dalam petak -
petak lebih kecil dengan makdud mencapai pembagian daerah yang ideal untuk
menunjang pengelolaan air yang efektif tidak selalu mudah berhubung keadaan daerah
yang sudah punya batas-batas alam dan kerap kali batas-batas alam tersebut kurang
teratur. Maka untuk maksud pembagian daerah secara baik kerap kali dibuat saluran
sub sekunder yang melayani petak sub sekunder, saluran sub tersier yang melayani
-
8
petak sub tersier dan saluran sub kwarter yang melayani petak sub kwarter. Saluran
kwarter dalam pembicaraan irigasi Bering juga disebut saluran distribusi. Pengelolaan
air pada tingkat tersier pada umumnya dilakukan oleh petani sendiri, dan kontrol yang
dilakukan pemerintah umumnya masih terbatas pada saluran sekunder keudik, meliputi
saluran primer dan bangunan penangkap airnya.
Pada beberapa petek tersier percontohan pemerintah membantu petani mengatur
penggunaan air pada tingkat tersier dengan maksud hasil-hasil yang baik dapat ditiru di
tempat lain. Demikian pula untuk beberapa daerah pemerintah telah membuat
perencanaan teknis sampai tingkat tersier.
D. EVALUASI
1. Apakah yang dimaksud dengan irigasi ? Jelaskan !
2. Coba sebutkan tujuan irigasi secara tidak langsung ? Jelaskan !
3. Gambarkanlah siklus air dengan lengkap, sehingga menggambarkan suatu siklus
yang tak pernah putus !
4. Apa yang menentukan di dalam merencanakan saluran irigasi dan drainase ? Jelaskan
!
5. Apa yang dimaksud dengan satuan debit air ? Jelaskan!
6. Apa perbedaan antara petak primer dengan petak sekunder ? Jelaskan !
7. Siapakah yang mengelola air pada tingkat tersier ? Jelaskan !
-
9
BAB II
KEBUTUHAN AIR DAN PENGELOLAAN AIR IRIGASI
A. TUJUAN STRUKSIONAL KHUSUS (TM)
Adapun yang menjadi tujuan instruksional khusus dalam bab ini adalah bahwa setelah
mengikuti kuliah, mahasiswa akan dapat :
1. Menjelaskan pengertian dan tujuan pemberian air irigasi berdasarkan kebutuhan air
2. Menjelaskan tentang evaporasi, transpirasi dan evapotanspirasi.
3. Menjelaskan tentang kebutuhan air tanaman serta kehilangan air akibat penguapan.
4. Menghitung besarnya kebutuhan air yang digunakan serta kehilangan air akibat penguapan
5. Menghitung besarnya areal sawah ideal yang dapat diairi dengan sistem rotasi maupun
pemberian air secara sekaligus dengan memperhatikan cara cara pemberian air yang
efektif serta effisien.
Dalam bab ini mahasiswa diharapkan mengikuti materi kuliah dengan memiliki
literatur pokok yaitu Bahan Ajar Irigasi I, Kriteria Perencanaan Irigasi (KP), Petunjuk
Perencanaan Irigasi serta literatur lain yang berkaitan dengan materi materi yang dibahas
dalam perkuliahan ini serta dalam perkuliahan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab
serta pembahasan soal - soal.
B. PENDAHULUAN
Pemberian air irigasi pada tanaman dipengaruhi ketersediaan air pada sumber air di
lokasi calon pelaksanaan pekerjaan irigasi serta besarnya kehilangan air yang tergantung pada
kondisi iklim dimana lokasi bangunan air akan direncanakan, baik penyinaran matahari,
tingkat kelembaban udara, kecepatan angin serta besarnya temperatur udara yang terjadi serta
pola tanam dan besarnya kebutuhan air tanaman sendiri. Perencanaan kebutuhan air harus
dilakukan dengan memperhatikan faktor faktor yang mempengaruhi pemberian air irigasi
dan kehilangan air selama pemberian agar nantinya air tidak banyak terbuang sehingga luasan
areal irigasi dapat terairi secara lebih optimal.
-
10
C. POKOK MATERI
2.1 Kebutuhan Air Di Sawah untuk Padi
Kebutuhan air di sawah untuk padi ditentukan oleh faktor faktor berikut :
1. Penyiapan lahan.
2. Penggunaan konsumtif
3. Perkolasi dan rembesan
4. Pergantian lapisan air
5. Curah hujan efektif
Kebutuhan total air (GFR) mencakup faktor 1 sampai dengan 4, kebutuhan air bersih di sawah
(NFR) juga memperhitungkan curah hujan efektif. Kebutuhan air di sawah dinyatakan dalam
mm/hari atau lt/dtk.ha. Effiensi juga dicakup dalam memperhitungkan kebutuhan pengambilan
irigasi (m3/Dtk).
2.2 Penyiapan Lahan
Kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan maksimum air irigasi
pada suatu proyek irigasi. Faktor faktor yang penting yang menentukan besarnya kebutuhan
air untuk penyiapan lahan adalah :
a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan penyiapan lahan.
b. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.
c. Jumlah air yang diperlukan selama penyiapan lahan.
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
OM J J AN AD J F M S
Padi
90 Hari setelah Transplantasi
Padi
90 Hari setelah Transplantasi
Kedelai
85 Hari setelah Transplantasi
LP LP
Gambar 2.1 Pola Tanam Padi Kedelai - Padi
-
11
A. Jangka Waktu Penyiapan Lahan
Faktor faktor penting yang menentukan lamanya jangka waktu penyiapan lahan adalah :
Tersedianya tenaga kerja dan ternak atau traktor untuk menggarap tanah. Perlunya memperpendek jangka waktu tersebut agar tersedia cukup waktu untuk
menanam padi sawah atau padi ladang kedua.
Faktor faktor tersebut saling berkaitan. Kondisi social budaya yang ada didaerah
penanaman padi akan mempengaruhi lamanya waktu yang diperlukan untuk penyiapan
lahan. Untuk daerah daerah proyek baru, jangka waktu penyiapan lahan akan ditetapkan
berdasarkan kebiasaan yang berlaku pada daerah daerah didekatnya, sebagai pedoman
diambil jangka waktu penyiapan lahan 1,5 (satu setengah) bulan untuk menyelesaikan
penyiapan lahan di seluruh petak tersier.
Bilamana untuk penyiapan lahan diperkurakan akan dipakai peralatan mesin secara luas,
maka jangka waktu penyiapan lahan akan diambil 1 (satu) bulan. Transplantasi
(pemindahan bibit ke sawah) sudah dimulai setelah 3 sampai 4 minggu di beberapa
bagian petak tersier dimana pengelolaan lahan sudah selesai.
B. Kebutuhan Air Untuk Penyiapan Lahan
Pada umumnya jumlah air yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan dapat ditentukan
berdasakan kedalaman serta porositas tanah di sawah. Rumus berikut yang biasanya
dipergunakan untuk penyiapan lahan :
Dimana :
PWR = Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm)
Sa = Derajat kejenuhan tanah setelah penyiapan lahan dimulai (%)
Sb = Derajat kejenuhan tanah sebelum penyiapan lahan dimulai (%)
N = Porositas tanah dalam % prosentase pada harga rata rata untuk kedalaman
tanah.
)1.2.......(......................................................................10
.).( FlPddNSbSaPWR ++=
-
12
d = Asumsi kedalaman tanah setelah pekerjaan penyiapan lahan (mm)
Pd = Kedalaman genangan setelah pekerjaan penyiapan lahan (mm)
Fl = Kehilangan air disawah selama 1 hari (mm)
Untuk tanah bertektur berat tanpa retak retak kebutuhan air untuk penyiapan lahan diambil
200 mm. Ini termasuk air untuk penjenuhan dan pengelolaan tanah. Pada permulaan
transplantasi tidak akan ada lapisan air yang tersisa di sawah. Setelah transplantasi selesai,
lapisan air disawah akan ditambah 50 mm. Secara keseluruhan, ini berarti bahwa lapisan air
yang diperlukan menjadi 250 mm untuk penyiapan lahan dan untuk lapisan air awal setelah
transplantasi selesai.
Bila lahan telah dibiarkan selama jangka waktu yang lama (2,5 bulan atau lebih), maka lapisan
air yang diperlukan untuk penyiapan lahan diambil 300 mm, termasuk yang 50 mm untuk
penggenangan setelah transplantasi.
Untuk tanah-tanah ringan dengan laju perkolasi yang lebih tinggi, harga-harga kebutuhan air
untuk penyelidikan lahan bisa diambil lebih tinggi lagi. Kebutuhan air untuk penyiapan lahan
sebaiknya dipelajari dari daerah-daerah di dekatnya yang kondisi tanahnya serupa dan
hendaknya didasarkan pada hasil-hasil penyiapan di lapangan.
Walaupun pada mulunya tanah-tanah ringan mempunyai laju perkolasi tinggi, tetapi laju
ini bisa berkurang setelah lahan diolah selama beberapa tahun. Kemungkinan ini
hendaknya mendapat perhatian tersendiri sebelum harga-harga kebutuhan air untuk
penyiapan lahan ditetapkan menurut ketentuan di atas.
C. Kebutuhan Air Selama Penyiapan Lahan
Untuk perhitungan kebutuhan irigasi selama penyiapan lahan, digunakan metode yang
dikembangkan oleh van de Goor dan Zijlstra (1968). Metode tersebut didasarkan pada
laju air konstan dalam 1/dt selama periode penyiapan lahan dan menghasilkan rumus
berikut :
)2.2.......(....................................................................................................)1(
.= k
k
eeMIR
-
13
Dimana :
IR = Kebutuhan air irigasi di tingkat persawahan (mm/hari).
M = Kebutuhan air untuk mengganti/ mengkompensasi kehilangan air akibat
evaporasi dan perkolasi di sawah yang sudah dijenuhkan
M = Eo + P (mm/hari)
Eo = Evaporasi air terbuka yang diambil 1,1 ETo selama penyiapan lahan, mm/hari
P = Perkolasi
K = MT/S
T = Jangka waktu penyiapan lahan, hari
S = Kebutuhan air, untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm,
yakni 200 + 50 = 250 mm
Contoh 1: M = Eo + P = 5,00 mm/hari
M . T 5,00 x 30 Hari k = S
= 250 mm
= 0,60 ek = 1,82
M. ek 5,00 x 1,82 IR = (ek 1)
= 1,82 - 1,00
= 11,08 (mm/hari)
-
14
Tabel 2.1 Kebutuhan Air Selama Penyiapan Lahan
T =30 Hari T =45 Hari Eo + P
(mm/Hari) S =250 mm S =300 mm S =250 mm S =300 mm
5,00 11,082 12,707 8,426 9,476 5,50 11,384 13,001 8,752 9,791 6,00 11,690 13,298 9,085 10,111 6,50 12,002 13,600 9,425 10,437 7,00 12,318 13,905 9,772 10,768 7,50 12,638 14,214 10,125 11,105 8,00 12,964 14,528 10,484 11,448 8,50 13,294 14,845 10,849 11,796 9,00 13,628 15,166 11,221 12,150 9,50 13,967 15,491 11,598 12,508 10,00 14,310 15,820 11,980 12,872 10,50 14,658 16,152 12,369 13,241 11,00 15,010 16,489 12,762 13,615
2.3 Penggunaan Konsumtif
Penggunaan Konsumtif (ETc) air oleh tanaman diperkirakan berdasarkan metode perkiraan
empiris, dengan menggunakan data iklim, koefisien tanaman pada tahap pertumbuhan, seperti
dinyatakan di bawah ini.
Penggunaan konsumtif dihitung dengan rumus :
Dimana :
ETc = Evaporasi tanaman (mm/hari).
ETo = Evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari)
kc = Koefisien tanaman
)3.2........(....................................................................................................EToxKcETc =
-
15
A. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah nilai transpirasi tanaman dan evaporasi dari permukaan tanah yang
merupakan efek integrasi dari temperatur, lamanya penyinaran matahari, kecepatan angin dan
kelembaban udara yang berinteraksi satu dengan lainnya. Evapotranspirasi yang sering disebut
sebagai kebutuhan konsumtif tanaman diareal irigasi adalah suatu proses penguapan dan
transpirasi, kebutuhan komsutif tersebut merupakan nilai penjumlahan air untuk evaporasi dari
permukaan areal dengan air untuk transpirasi dari tubuh tanaman.
Evapotranspirasi potensial (ETo), adalah suatu konsepsi yang pada tahun 1948 didefinisikan
oleh Thornthwaite sebagai evapotranspirasi dari areal tumbuhan yang menutupi permukaan
tanah dengan lengas tanah cukup setiap waktu.
Tahun 1947 Penman telah mengusulkan definisi yang serupa yaitu ETo merupakan
evapotranspirasi dan tumbuhan pendek berdaun hijau yang tumbuh baik dan menutup
permukaan tanah yang tidak pernah kekurangan air. Definisi ETo berbagai macam, namun
intinya satu, yaitu suatu usaha memberi definisi pada batas atas evapotranspirasi, untuk suatu
tanaman dalam kondisi klimatologi tertentu, yaitu pada keadaan tumbuhan subur, dan tanah
tidak kekurangan air.
Perkiraan ETo dapat dilakukan dengan pengukuran di lapangan atau dengan metode analisis.
1. Pengukuran di lapangan:
Pengukuran dengan Lisimeter yang menghasilkan jumlah air untuk diberikan dan diserap oleh
tanaman secara tepat. Pengukuran dilakukan dalam jangka waktu panjang dan mencakup
semua musim dan variasi tanaman, sehingga prosedur menjadi sulit dan membutuhkan waktu
yang lama. Petak-petak percobaan, studi perubahan kelembaban air (metode inflow - outflow).
Metode ini sulit karena membutuhkan waktu dan kebutuhan air musiman.
2. Metode analisis:
Perkiraan ETo dengan metode analisis, yaitu memperkirakan ETo dari data-data klimatologi
yang ada dan menyediakan sederetan pembacaan secara berkesinambungan untuk dianalisis
dengan teknik keandalan (dipendebility technique)
Perkiraan ETo dengan metode analisis, dapat dihitung dengan rumus-rumus empirik yang
dikemukakan oleh Blaney-Criddle, Thorntwaite, Penman, Penman modifikasi
-
16
Rumus-rumus oleh Blaney - Criddle dan Thorntwaite (Lihat di buku Hidrologi untuk
Pengairan)
3. Penman modifikasi
Perhitungan ETo dengan Penman modifikasi lebih realistis, karena menggunkan sebagian
besar data klimatologi
ETo = B (Hi - Hb) + (1 - B) Ea .(2.4)
Hi = (1 - r) Ra (a1 + a2 . s) ...(2.5)
Hb = CTa4 (a3 - a4 fed) (a5 + a6.s) ....(2.6)
Ea = a7 (ea - ed) (a8 + a9.U2) ....(2.7)
Dimana:
ETo = Evapotranspirasi (mm/hari)
Hi = incoming radiation (mm/day)
Hb = outgoing radiation (mm/day)
Ea = aerodynamic term (mm/day)
B = values of weighting factor for the effect of radiation on ETo at different
temperatures and altitudes, (Tabel 2.7)
r = 0,25 (albedo)
Ra = extra terrestrial radiation (mm/day), depending on latitude and month (Tabel 2.4 )
s = ratio of actual sunshine hours to potential sunshine hours (%)
CTa4 = theoretical long wave radiation from a surface with temperature Ta (mm/day),
(Tabel 2.5)
ed = actual vapour pressure (mb), (ed = Rh x ea)
ea = saturated vapour pressure (mb), (Tabel 2.6)
Rh = relative humidity (%)
U2 = wind velocity at 2 m above ground level (km/day)
a1, a2 .. a9 = empirically derived coefficient a1 = 0,240 a4 = 0,080 a7 = 0,260
a2 = 0,410 a5 = 0,280 a8 = 1,000
a3 = 0,560 a6 = 0,550 a9 = 0,006
-
17
A.1 Evaporasi
Evaporasi (penguapan) adalah suatu proses pada peristiwa perubahan cairan menjadi gas.
Proses penguapan air yang terjadi didalam merupakan suatu komponen fundamental dalam
siklus hidrologi. Dalam proses penguapan ini, air berubah menjadi uap dengan menyerap
energi panas. Proses ini merupakan satu-satunya bentuk transfer yang mengubah air daratan
dan lautan, menjadi uap yang memasuki atmosfir.
Laju evaporasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Ketersediaan energi, (sinar matahari, angin)
b. Kesempatan uap memasuki udara yang tergantung kelembaban udara.
Untuk menghitung laju evaporasi dapat menggunakan rumus-rumus empirik (lihat di dalam
buku-buku hidrologi) dan pengukuran langsung di lapangan (panci evaporasi). Laju evaporasi
dengan panci evaporasi lebih besar daripada laju evaporasi dari permukaan air yang luas.
Laju evaporasi dari permukaan air dapat dihitung dengan :0,70 x laju evaporasi terukur
dengan panci evaporasi
A.2 Transpirasi
Transpirasi adalah suatu proses pada peristiwa uap air meninggalkan tubuh tanaman dan
memasuki atmosfir. Laju transpirasi dipengaruhi oleh faktor ketersediaan air pada zona
perakaran, yang diatur dengan teknik irigasi dan drainase. Pemberian air pads zona perakaran
perlu mempertimbangkan sistem akar, kemampuan akar menyerap air, luas daun, dan struktur
daun yang semuanya mempengaruhi laju transpirasi. Faktor iklim yang mempengaruhi laju
transpirasi adalah intensitas penyinaran matahari, tekanan uap air di udara, suhu dan kecepatan
angin.
-
18
Contoh 2 :
Di bawah ini data-data iklim bulanan rata rata pada suatu daerah irigasi, dari data data
tersebut dibawah hitunglah besarnya evapotranspirasi (ETo) yang terjadi pada wilayah
tersebut dengan menggunakan metode Penman Modifikasi .
Tabel 2.2 Rekapitulasi Data Klimatologi
A. DATA PENYINARAN MATAHARI RATA-RATA (%) JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AUG SEP OKT NOV DES 61,0 56,3 69,3 83,3 92,0 90,8 89,3 92,8 92,6 88,4 81,2 73,3
B. TEMPERATUR UDARA RATA-RATA (Derajat) JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AUG SEP OKT NOV DES 28,4 27,7 27,9 28,0 27,9 26,9 26,0 26,1 27,0 28,3 29,1 28,7
C. KELEMBABAN UDARA RATA-RATA (%) JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AUG SEP OKT NOV DES 79,0 80,5 80,0 75,4 69,8 67,8 66,7 67,5 70,3 69,6 70,6 73,9
D. KECEPATAN ANGIN RATA -RATA (KNOTS). JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AUG SEP OKT NOV DES 28,4 27,7 27,9 28,0 27,9 26,9 26,1 26,1 27,0 28,3 29,1 28,7
Sumber : Stasiun Meterologi Terdamu Dari data-data tersebut maka dapat dilakukan perhitungan ETo, dengan menggunakan metode
Penman modifikasi seperti yang tercantum pada tabel 2.4
-
19
Tabel 2.3 Perhitungan Nilai Eto.
No Uraian Satuan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nop Des
A. DATA 1 Temperature Udara (T) C 28,40 27,70 27,90 28,00 27,90 26,90 26,00 26,10 27,00 28,30 29,10 28,70 2 Sinar Matahari (S=n/N) % 61,00 56,30 69,30 83,30 92,00 90,80 89,30 92,80 92,60 88,40 81,20 73,30 3 Kelembaban Relatif (RH) % 79,00 80,50 80,00 75,40 69,80 67,80 66,70 67,50 70,30 69,60 70,60 73,90 4 Kecepatan Angin (U) km/hr 28,40 27,70 27,90 28,00 27,90 26,90 26,10 26,10 27,00 28,30 29,10 28,70 B. Perhitungan Hi, (r=0,25) 5 Ra (Tabel 2.4) mm/hr 16,46 16,30 15,47 14,14 12,71 11,88 12,28 13,41 14,77 15,87 16,26 16,29 6 Hi = (1- r) x Ra x (a1+a2 x s) mm/hr 8,07 7,67 8,11 8,22 7,84 7,27 7,44 8,32 9,15 9,56 9,32 8,81 C Perhitungan Hb 7 CTa4 (Tabel 2.5) 16,38 16,24 16,28 16,30 16,28 16,00 15,90 15,90 16,10 16,36 16,52 16,44 8 ea (Tabel 2.6) mbar 38,72 37,17 37,59 37,80 37,59 34,86 33,74 33,74 35,70 38,49 40,33 39,41 9 ed = RH x ea mbar 30,59 29,92 30,07 28,50 26,24 23,64 22,50 22,77 25,10 26,79 28,47 29,12
10 (ed)^(0,5) 5,53 5,47 5,48 5,34 5,12 4,86 4,74 4,77 5,01 5,18 5,34 5,40 11 (a3-(a4 x (ed)^0,5) 0,12 0,12 0,12 0,13 0,15 0,17 0,18 0,18 0,16 0,15 0,13 0,13 12 (a5 + (a6 x S)) 0,62 0,59 0,66 0,74 0,79 0,78 0,77 0,79 0,79 0,77 0,73 0,68 13 Hb= (7) x (11) x 12 mm/hr 1,19 1,17 1,31 1,60 1,92 2,13 2,21 2,24 2,02 1,83 1,60 1,44 D Perhitungan Ea 14 a7x (ea-ed) 2,11 1,88 1,95 2,42 2,95 2,92 2,92 2,85 2,76 3,04 3,08 2,67 15 (a8 + ((a9 x U)) 1,17 1,17 1,17 1,17 1,17 1,16 1,16 1,16 1,16 1,17 1,17 1,17 16 Ea = (14) x (15) 2,47 2,20 2,28 2,82 3,45 3,39 3,38 3,30 3,20 3,56 3,62 3,13 E Perhitungan Eto 17 B (Tabel 2.7) 0,77 0,76 0,77 0,77 0,77 0,76 0,75 0,75 0,76 0,78 0,78 0,77 18 (1-B) (Tabel 2.8) 0,23 0,23 0,23 0,23 0,23 0,24 0,25 0,25 0,24 0,23 0,23 0,23 19 (Hi - Hb)= (6) - (13) mm/hr 6,88 6,50 6,80 6,62 5,92 5,14 5,23 6,08 7,13 7,73 7,72 7,36 20 Eto = B x (Hi-Hb) + (1-B)Ea mm/hr 5,86 5,48 5,74 5,75 5,35 4,71 4,77 5,39 6,18 6,81 6,81 6,41
Sumber : Hasil Perhitungan
-
20
Tabel 2.4
-
21
Tabel 2.5 Faktor (CTa4) Efek Temperatur Udara
Tabel 3.6.
Tabel 2.6
-
22
Tabel 2.7
Tabel 2.8
-
23
B. Koefisien Tanaman
Harga-harga koefisien tanaman padi yang diberikan pada Tabel 2.9 akan dipakai. Tabel 2.9 Harga-harga koefisien tanaman padi
Nedeco/Prosida FAO Bulan
Varietas 2) biasa
Varietas' ) unggul
Varietas biasa
Varietas unggul
0,50 1,20 1,20 1,10 1,10 1,00 1,20 1,27 1,10 1,10 1,50 1,32 1,33 1,10 1,05 2,0 1,40 1,30 1,10 1,05 2,5 1,35 1,30 1,10 0,95 3,0 1,24 0,00 1,05 0,00
3,5 1,12 0,95
4,0 0 4) 0,00
Sumber. Dirjen Pengairan, Bina Program PSA 010, 1985 Keterangan: 1. Harga-harga koefisien ini akan dipakai dengan rumus evapotranspirasi Penman yang sudah dimodifikasi,
dengan menggunakan metode yang diperkenalkan oleh Nedeco/Prosida atau FAO. 2. Varietas padi biasa adalah rarietas padi yang masa tumbuhnya lama. 3. Varietas unggul adalah varietas padi yang jangka waktu tumbuhnya pendek. 4. Selama setengah bulan terakhir pemberian air irigasi ke sawah dihentikan; kemudian koefisien tanaman
diambil nol dan padi akan menjadi masak dengan air yang tersedia.
2.4 Perkolasi
Laju perkolasi sangat bergantung kepada sifat-sifat tanah. Pada tanah lempung
berat dengan karakteristik pengolahan (puddling) yang baik, laju perkolasi dapat mencapai
1-3 mm/hari. Pada tanah-tanah yang lebih ringan, laju perkolasi bisa lebih tinggi. Dari
hasil-hasil penyelidikan tanah pertanian dan penyelidikan kelulusan, besarnya laju
perkolasi serta tingkat kecocokan tanah untuk pengolahan tanah dapat ditetapkan dan
dianjurkan pemakaiannya. Guna menentukan laju perkolasi, tinggi muka air tanah juga
harus dipehitungkan. Perembesan terjadi akibat meresapnya air melalui tanggul sawah.
-
24
2.5 Pergantian Lapisan Air
a. Setelah pemupukan, usahakan untuk menjadwalkan dan mengganti lapisan air
menurut kebutuhan.
b. Jika tidak ada penjadwalan semacam itu, lakukan penggantian sebanyak 2 kali,
masing-masing 50 mm (atau 3,3 mm/hari selama 112. bulan) selama sebulan dan dua
bulan setelah transplantasi.
2.6 Curah Hujan Efektif
Untuk irigasi padi curah hujan efektif bulanan diambil 70 persen dari curah hujan
minimum tengah-bulanan dengan periode ulang 5 tahun.
Dimana :
Re = Curah Hujan Efektif (mm/hari)
R(Setengah bulan)5 = Curah hujan minimum tengah bulan dengan periode ulang 5
tahun/ mm.
Tabel 2.10 Perhitungan Curah Hujan Efektif
Periode 95,00% 90,00% 80,00% 75,00% 50,00% 20,00% 10,00% 5,00% Re = ((0,7 x ( R80%/15))
JAN I 18 27 49 54 76 121 158 196 2,300
JAN II 24 38 44 46 84 139 162 204 2,100
FEB I 21 28 36 41 59 89 121 143 1,700
FEB II 22 32 44 49 71 111 129 147 2,100
MAR I 28 35 41 53 70 113 124 151 2,000
MAR II 32 40 49 57 85 112 146 159 2,300
APR I 31 37 46 52 78 124 159 172 2,200
APR II 33 48 54 63 92 146 172 218 2,600
MEI I 45 54 73 81 109 168 218 240 3,500
MEI II 50 66 77 84 116 152 240 210 3,600
JUN I 50 60 83 91 106 158 210 205 3,900
JUN II 40 50 57 59 94 137 205 190 2,700 Dilanjutkan
)8.2......(............................................................)(15170,0Re 5bulanansetengahR=
-
25
Lanjutan Tabel 2.10 Perhitungan Curah Hujan Efektif
Periode 95% 9,% 80% 75% 50% 20% 10% 5 % Re = ((0,7 x ( R80%/15))
JUL I 31 38 45 51 88 115 190 183 2,100
JUL II 9 17 30 49 52 90 183 107 1,400
AGT I 0 0 10 12 23 74 107 110 0,500
AGT II 0 0 5 6 22 35 110 90 0,300
SEP I 0 0 0 5 8 27 90 85 0,000
SEP II 0 0 6 12 15 43 85 95 0,300
OKT I 0 0 7 10 24 58 95 125 0,400
OKT II 0 6 10 13 36 102 125 175 0,500
NOV I 12 7 40 44 80 88 175 164 1,900
NOV II 28 10 42 46 80 112 164 180 2,000
DES I 23 40 46 49 61 108 180 169 2,200
DES II 27 42 55 61 79 112 169 166 2,600 Sumber : Hasil Perhitungan Untuk mendapatkan curah hujan dengan probabilitas 80 % dengan cara mengurutkan
data dari yang terkecil sampai ke terbesar dengan mempergunakan rumus berikut :
m P =
n + 1 x 100 (2.9)
Dimana :
P = Probabilitas (%).
m = Nomor urut
n = Banyak data
Contoh 3 ;
Untuk R80% P = 20,0%
Banyaknya data hujan = 25 Tahun
Maka :
m 20,0% =
26 x 100,0%
m = 5,2 dibulatkan m = 5,0
Jadi curah hujan efektif dengan kemungkinan gagal 20 % berada pada no urut 5
-
26
Curah hujan efektif adalah 70 % dari curah hujan tengah bulanan yang terlampaui 80 %
dari waktu dalam periode tersebut.
Tabel 2.10 memperlihatkan frekunsi terjadinya curah hujan tengah bulanan serta
perhitungan curah hujan efektif untuk padi. Curah hujan efektif untuk palawija ditentukan
dengan periode bulanan (tabel 2.11) dan dihubungkan dengan curah hujan rata - rata
bulanan (terpenuhi 50 %) pada tabel 2.10 serta rata - rata bulanan evapotranspirasi
tanaman (lihat Perhitungan ETo).
Tabel 2.11 Curah Hujan Efektif untuk Palawija
Periode Fk Etc (mm) R
(mm) Re
(mm) Re
((mm/ Hari) Juli 1,15 61,50 140 55 1,800
Agustus 1,15 126,00 45 36 1,200 September 1,15 186,00 23 20 0,700 Oktober 1,15 166,00 60 38 1,200
November 1,15 80,00 160 100 3,300 Sumber : Hasil Perhitungan
Contoh 4 ; ETc Juli = Kc x ETojuli x 30 Hari = 0,50 x 4,10 x 30 Hari = 61,50 Rjuli = Juli I50% + Juli II50% = 88,00 + 52,00 = 140,00 mm Rejuli = Curah Hujan Bulanan (Tabel 2.10)
Re 55 Rejuli = 30 =
30 = 1,833 mm/hari
-
27
2.7 Efisiensi Irigasi
Untuk tujuan perencanaan, dianggap bahwa seperempat sampai sepertiga dari jumlah air
yang diambil akan hilang sebelum air tersebut sampai ke sawah.
Kehilangan air disebabkan oleh :
Eksploitasi (pemanfaatan). Evaporasi (penguapan), biasanya nilai ini lebih kecil dibandingkan dengan akibat
eksploitasi.
Perembesan (perkolasi), dihitung apabila faktor kelulusan tanah cukup tinggi.
Contoh 5 ;
Jaringan Tersier = 80,00%
Jaringan Sekunder = 90,00%
Jaringan Primer = 90,00%
Jumlah = 65,00%
Eff total = Eff1 x Eff2 x Eff3
= 80,0% x 90,0% x 90,0%
= 65,0%
Tabel 2.12 Curah Hujan Efektif Rata rata bulanan dikaitkan dengan ET tanaman rata rata bulanan dan curah hujan mean bulanan.
-
28
2.8 Pola Tanam
Pola tanam merupakan salah satu faktor yang cukup menentukan dalam perhitungan
besarnya areal irigasi yang dapat diairi karena ketersediaan air disungai pada musim hujan
atau bulan bulan tertentu cukup tersedia serta kondisi sawah yang ada dalam keadaan
jenuh air akan tetapi pada saat musim kemarau besarnya pemakaian air dapat bertambah
lagi. Pemakaian sistem rotasi teknis sangat dibutuhkan untuk dapat memperoleh luasan
areal irigasi yang lebih luas lagi.
Tabel 2.13 Pola Tanam dengan Koefisien Tanam
N D J F M A M J J A S O 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
C3
LP
LP
LP
1,10
1,10
1,05
1,05
0,95
0,00
LP
LP
LP
1,10
1,10
1,05
1,05
0,95
0,00
0,50
0,75
1,00
1,00
0,82
0,45
C2
LP
LP
1,10
1,10
1,05
1,05
0,95
0,00
0,00
LP
LP
1,10
1,10
1,05
1,05
0,95
0,00
0,50
0,75
1,00
1,00
0,82
0,45
0,00
C1
LP
1,10
1,10
1,05
1,05
0,95
0,00
0,00
0,00
LP
1,10
1,10
1,05
1,05
0,95
0,00
0,50
0,75
1,00
1,00
0,82
0,45
0,00
0,00
CR
ER
AT
A
LP
LP
LP
1,08
1,07
1,02
0,67
0,32
0,00
LP
LP
LP
1,08
1,07
1,02
0,67
0,48
0,42
0,75
0,92
0,94
0,76
0,42
0,15
Sumber : Hasil Perhitungan
-
29
Pergantian lapisan air setinggi 50 mm satu atau dua bulan setelah transplantasi juga
disajikan dalam bentuk tabel, seperti pada tabel 6.14 lapisan air setinggi 50 mm diberikan
dengan jangka waktu satu setengah bulan (45 hari), jadi kebutuhan tambahan air adalah :
50 mm 50 mm WLR = 15 hari
= 15 hari
= 3,333 mm/hari
Tabel 2.14 Pergantian Lapisan Air
N D J F M A M J J A S O 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
C3
3,33
3,33
3,33
3,33
C2
3,33
3,33
3,33
3,33
C1
3,33
3,33
3,33
3,33
CR
ER
ATA
0,00
0,00
0,00
1,11
1,11
2,22
1,11
1,11
0,00
0,00
0,00
0,00
1,11
1,11
2,22
1,11
1,11
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Sumber : Hasil Perhitungan
-
30
Dari tabel 2.13 diberikan kebutuhan air untuk penyiapan lahan selama 45 hari dan harga
Eo + P. Yang diandaikan adalah kebutuhan untuk penjenuhan = 300 mm
Contoh 6 : November I
P = 2,0 mm/hari
Eo + P = (1,10 x EToNovember )+ P
= 1,10 x 5,20 + 2,0 mm/hari
= 7,72 mm/hari
7,72 - 7,00 IRx - 10,77
7,50 - 7,00 =
11,11 - 10,77
IRx = 11,25 mm/hari
NFR = IRx - Re = 11,25 - 1,95
= 9,30 mm/hari
NFR 9,30 DR =
eff x 8,64 =
65,0% x 8,64
= 1,657 mm/hari
Tabel 2.15 memberikan perhitungan untuk skema pola tanam seperti diperlihatkan pada
tabel 2.13 Rotasi teknis (golongan) dapat mengurangi kebutuhan debit puncak. Saat mulai
penyiapan lahan untuk berbagai golongan berbeda setengah bulan. Perhitungan diatas
dibuat untuk penyiapan lahan yang dimulai tanggal 01 November (golongan A).
Pada tabel 2.16 dan tabel 2.17 perhitungan ini diulangi lagi untuk penyiapan lahan yang
dimulai tanggal 15 November dan 01 Desember (Golongan B dan C berturut - turut).
Untuk menentukan luas optimal jaringan irigasi akan diteliti berbagai jadwal tanam.
Alternatif - alternatif berikut yang akan dilihat pola tanam yang memberikan areal
terbesar yang mampu diairi :
-
31
Tabel 2.15 Kebutuhan Air Kelompok A (golongan A)
Periode
Eto (mm/hari)
P (mm/ha
ri)
Re (mm/h
ari)
WLR
(mm/hari)
C1 (mm/hari)
C2 (mm/hari)
C3 (mm/hari)
Crerata
(mm/hari)
Etc (mm/h
ari)
NFR (mm/h
ari)
DR (Ltr/Dtk. ha)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 = ( 2 x 9)
11 = (10 + 3 + 5 -
4)
12 = (11/(ef
f x 8,64))
NOV I 5,20 2,0 1,90 LP LP LP LP 11,25 9,354 1,67
NOV II 5,20 2,0 2,00 1,10 LP LP LP 11,25 9,254 1,65
DES I 4,20 2,0 2,20 1,10 1,10 LP LP 10,30 8,100 1,44
DES II 4,20 2,0 2,60 1,11 1,05 1,10 1,10 1,08 4,55 5,061 0,90
JAN I 4,40 2,0 2,30 1,11 1,05 1,05 1,10 1,06 4,69 6,616 1,18
JAN II 4,40 2,0 2,10 2,22 0,95 1,05 1,05 1,01 4,47 5,484 0,98
FEB I 4,50 2,0 1,70 1,11 0,00 0,95 1,05 0,66 3,00 4,411 0,79
FEB II 4,50 2,0 2,10 1,11 0,00 0,95 0,32 1,43 1,325 0,24
MAR I 4,40 2,0 2,00 0,00 0,00 0,00 0,000 0,00
MAR II 4,40 2,0 2,30 LP LP LP LP 9,40 7,100 1,26
APR I 4,30 2,0 2,20 1,10 LP LP LP 9,40 7,200 1,28
APR II 4,30 2,0 2,60 1,10 1,10 LP LP 9,40 6,800 1,21
MEI I 4,00 2,0 3,50 1,11 1,05 1,10 1,10 1,08 4,33 3,944 0,70
MEI II 4,00 2,0 3,60 1,11 1,05 1,05 1,10 1,06 4,27 3,778 0,67
JUN I 3,60 2,0 3,90 2,22 0,95 1,05 1,05 1,01 3,66 3,982 0,71
JUN II 3,60 2,0 2,70 1,11 0,00 0,95 1,05 0,66 2,40 2,811 0,50
JUL I 4,10 2,0 1,17 * 1,11 0,50 0,00 0,95 0,48 1,98 3,926 0,70
JUL II 4,10 2,0 0,78 * 1,8 0,75 0,50 0,00 0,41 1,71 2,931 0,52
AGT I 4,90 2,0 0,42 * 1,2 1,00 0,75 0,50 0,75 3,68 5,258 0,94
AGT II 4,90 2,0 0,25 * 1,2 1,00 1,00 0,75 0,91 4,49 6,242 1,11
SEP I 5,40 2,0 0,00 * 0,7 0,82 1,00 1,00 0,94 5,08 7,076 1,26
SEP II 5,40 2,0 0,43 * 0,7 0,45 0,82 1,00 0,75 4,09 5,657 1,01
OKT I 5,90 2,0 0,57 * 1,2 0,00 0,45 0,82 0,42 2,50 3,926 0,70
OKT II 5,90 2,0 0,71 * 1,2 0,00 0,00 0,45 0,15 0,89 2,171 0,39 Keterangan :
Untuk Palawija
2,100 Re padi (tabel 2.10) 1,17 * = 1,800 Re palawija (tabel 2.11)
1,8 = Re palawija (tidak dipengaruhi/ mempengaruhi) aritmatik
-
32
Tabel 2.16 Kebutuhan Air Kelompok B (golongan B)
Periode
Eto (mm/hari
)
P (mm/hari)
Re (mm/hari)
WLR (mm/hari)
C1 (mm/hari)
C2 (mm/hari)
C3 (mm/hari)
Crerata (mm/hari)
Etc (mm/ha
ri)
NFR (mm/hari)
DR (Ltr/Dtk. ha)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 = ( 2 x 9)
11 = (10 + 3 + 5 -4)
12
NOV I 5,20 2,00 0,58 3,30 0,45 0,15 0,78 2,20 0,39
NOV II 5,20 2,00 2,00 LP LP LP LP 11,25 9,25 1,65
DES I 4,20 2,00 2,20 1,10 LP LP LP 10,30 8,10 1,44
DES II 4,20 2,00 2,60 1,10 1,10 LP LP 10,30 7,70 1,37
JAN I 4,40 2,00 2,30 1,11 1,05 1,10 1,10 1,08 4,77 5,58 0,99
JAN II 4,40 2,00 2,10 1,11 1,05 1,05 1,10 1,07 4,69 5,70 1,02
FEB I 4,50 2,00 1,70 2,22 0,95 1,05 1,05 1,02 4,58 7,10 1,26
FEB II 4,50 2,00 2,10 1,11 0,00 0,95 1,05 0,67 3,00 4,01 0,71
MAR I 4,40 2,00 2,00 1,11 0,00 0,95 0,32 1,39 2,50 0,45 MAR
II 4,40 2,00 2,30 0,00 0,00 0,00 -0,30 -0,05
APR I 4,30 2,00 2,20 LP LP LP LP 9,60 7,40 1,32
APR II 4,30 2,00 2,60 1,10 LP LP LP 9,60 7,00 1,25
MEI I 4,00 2,00 3,50 1,10 1,10 LP LP 9,40 5,90 1,05
MEI II 4,00 2,00 3,60 1,11 1,05 1,10 1,10 1,08 4,33 3,84 0,68
JUN I 3,60 2,00 3,90 1,11 1,05 1,05 1,10 1,07 3,84 3,05 0,54
JUN II 3,60 2,00 2,70 2,22 0,95 1,05 1,05 1,02 3,66 5,18 0,92
JUL I 4,10 2,00 2,10 1,11 0,00 0,95 1,05 0,67 2,73 3,74 0,67
JUL II 4,10 2,00 0,78 1,11 0,50 0,00 0,95 0,48 1,98 4,32 0,77
AGT I 4,90 2,00 0,50 1,80 0,75 0,50 0,00 0,42 2,04 3,54 0,63
AGT II 4,90 2,00 0,30 1,80 1,00 0,75 0,50 0,75 3,68 5,38 0,96
SEP I 5,40 2,00 0,00 0,70 1,00 1,00 0,75 0,92 4,95 6,95 1,24
SEP II 5,40 2,00 0,43 0,70 0,82 1,00 1,00 0,94 5,08 6,65 1,18
OKT I 5,90 2,00 0,33 1,20 0,45 0,82 1,00 0,76 4,46 6,13 1,09
OKT II 5,90 2,00 0,42 1,20 0,00 0,45 0,82 0,42 2,50 4,08 0,73
-
33
Tabel 2.17 Kebutuhan Air Kelompok C (golongan C)
Periode
Eto (mm/hari)
P (mm/hari)
Re (mm/hari)
WLR (mm/hari)
C1 (mm/hari)
C2 (mm/hari)
C3 (mm/hari)
Crerata (mm/hari)
Etc (mm/hari)
NFR (mm/hari)
DR (Ltr/Dtk. ha)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 = ( 2 x 9)
11 = (10 + 3 + 5 -4)
12
NOV I 5,20 2,00 0,58 3,30 0,00 0,45 0,82 0,42 2,20 3,63 0,65
NOV II 5,20 2,00 0,61 3,30 0,45 0,15 0,78 2,17 0,39
DES I 4,20 2,00 2,20 LP LP LP LP 10,30 8,10 1,44
DES II 4,20 2,00 2,60 1,10 LP LP LP 10,30 7,70 1,37
JAN I 4,40 2,00 2,30 1,10 1,10 LP LP 10,80 8,50 1,51
JAN II 4,40 2,00 2,10 1,11 1,05 1,10 1,10 1,08 4,77 5,78 1,03
FEB I 4,50 2,00 1,70 1,11 1,05 1,05 1,10 1,07 4,80 6,21 1,11
FEB II 4,50 2,00 2,10 2,22 0,95 1,05 1,05 1,02 4,58 6,70 1,19
MAR I 4,40 2,00 2,00 1,11 0,00 0,95 1,05 0,67 2,93 4,04 0,72 MAR
II 4,40 2,00 2,30 0,00 0,95 0,32 1,39 1,09 0,19
APR I 4,30 2,00 2,20 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
APR II 4,30 2,00 2,60 LP LP LP LP 9,60 7,00 1,25
MEI I 4,00 2,00 3,50 1,10 LP LP LP 9,40 5,90 1,05
MEI II 4,00 2,00 3,60 1,10 1,10 LP LP 9,40 5,80 1,03
JUN I 3,60 2,00 3,90 1,11 1,05 1,10 1,10 1,08 3,90 3,11 0,55
JUN II 3,60 2,00 2,70 1,11 1,05 1,05 1,10 1,07 3,84 4,25 0,76
JUL I 4,10 2,00 2,10 2,22 0,95 1,05 1,05 1,02 4,17 6,29 1,12
JUL II 4,10 2,00 1,40 1,11 0,00 0,95 1,05 0,67 2,73 4,44 0,79
AGT I 4,90 2,00 0,50 1,11 0,50 0,00 0,95 0,48 2,37 3,87 0,69
AGT II 4,90 2,00 0,30 1,20 0,75 0,50 0,00 0,42 2,04 3,74 0,67
SEP I 5,40 2,00 0,00 0,70 1,00 0,75 0,50 0,75 4,05 6,05 1,08
SEP II 5,40 2,00 0,43 0,70 1,00 1,00 0,75 0,92 4,95 6,52 1,16
OKT I 5,90 2,00 0,33 1,20 0,82 1,00 1,00 0,94 5,55 7,21 1,28
OKT II 5,90 2,00 0,42 1,20 0,45 0,82 1,00 0,76 4,46 6,05 1,08
-
34
Keterangan :
(2) Eto = Evapotranspirasi
(3) P = Perkolasi (2 mm/hari andaian)
(4) Re = Curah hujan efektif
(5) WLR = Pergantian lapisan air
(6) C1 = Koefisien Pola Tanam 1
(7) C2 = Koefisien Pola Tanam 2
(8) C3 = Koefisien Pola Tanam 3
(9) CRERATA = Koefisien Pola Tanam Rata - rata
(10) Etc = Penggunaan konsumtif (2) x (9)
(11) NFR = (10) + (3) + (5) - (4)
(12) DR = 11/ (eff total x 8,64)
Tabel 2.18 Kebutuhan Pengambilan Air (Ltr/ Dtk. Ha)
Periode Alt 1 Alt 2 Alt 3 Alt 4 Alt 5 Alt 6
1 2 3 4 5 6 7
NOV I 1,67 0,39 0,65 1,03 0,90 0,52 NOV II 1,65 1,65 0,39 1,65 1,23 1,02
DES I 1,44 1,44 1,44 1,44 1,44 1,44 DES II 0,90 1,37 1,37 1,14 1,21 1,37
JAN I 1,18 0,99 1,51 1,09 1,23 1,25 JAN II 0,98 1,02 1,03 1,00 1,01 1,02
FEB I 0,79 1,26 1,11 1,02 1,05 1,18 FEB II 0,24 0,71 1,19 0,48 0,71 0,95
MAR I 0,00 0,45 0,72 0,22 0,39 0,58 MAR II 1,26 -0,05 0,19 0,61 0,47 0,07
APR I 1,28 1,32 0,00 1,30 0,87 0,66 APR II 1,21 1,25 1,25 1,23 1,23 1,25
MEI I 0,70 1,05 1,05 0,88 0,93 1,05 MEI II 0,67 0,68 1,03 0,68 0,80 0,86
JUN I 0,71 0,54 0,55 0,63 0,60 0,55 JUN II 0,50 0,92 0,76 0,71 0,73 0,84
JUL I 0,70 0,67 1,12 0,68 0,83 0,89 JUL II 0,52 0,77 0,79 0,65 0,69 0,78
-
35
Lanjutan
Periode Alt 1 Alt 2 Alt 3 Alt 4 Alt 5 Alt 6
1 2 3 4 5 6 7
AGT I 0,94 0,63 0,69 0,78 0,75 0,66 AGT II 1,11 0,96 0,67 1,03 0,91 0,81
SEP I 1,26 1,24 1,08 1,25 1,19 1,16 SEP II 1,01 1,18 1,16 1,10 1,12 1,17
OKT I 0,70 1,09 1,28 0,90 1,03 1,19 OKT II 0,39 0,73 1,08 0,56 0,73 0,90
Keterangan : Alt 1 = Golongan A (mulai tanggal 01 November) Alt 2 = Golongan B (mulai tanggal 15 November) Alt 3 = Golongan B (mulai tanggal 01 Desember) Alt 4 = 2 Golongan (A + B) = (Alt 1 + Alt 2)/2 Alt 5 = 3 Golongan (A + B + C) = (Alt 1 + Alt 2 + Alt 3)/3 Alt 6 = 2 Golongan (B + C) = (Alt 2 + Alt 3)/2
2.9 Ketersediaan Air
Limpasan air sungai (river run off) bulanan rata - rata yang telah diamati dengan
melakukan pengkuran lapangan, diberikan pada tabel 2.19
Debit andalan untuk satu bulan adalah debit dengan kemungkinan terpenuhi 80 % dan
tidak terpenuhi 20 %dari waktu bulan tersebut. Untuk menentukan kemungkinan
terpenuhi atau tidak terpenuhi, debit yang sudah diamati disusun dengan urutan kecil ke
besar. Catatan mencakup n tahun sehingga nomor tingkatan m debit dengan kemungkinan
tidak terpenuhi 20 %, dapat dihitung.
m = 0,20 x 24 = 0,20 x 24 = 4,80 = 5,00 (No unit debit ke 5).
-
36
Tabel 2.19 Debit Rata - Rata Bulanan (m3/ Dtk). TAHUN JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL Aug SEP OKT NOP DES
1960 25,80 30,80 17,50 16,50 6,00 8,70 0,90 0,90 1,70 0,60 8,30 36,40 1961 38,10 44,70 42,90 10,50 9,80 2,00 0,90 0,90 0,30 20,30 36,30 19,90 1962 14,50 24,90 32,50 26,00 7,20 1,00 1,30 0,90 0,30 0,40 11,50 9,90 1963 36,20 10,70 15,70 22,50 18,00 3,00 0,90 1,00 0,70 4,20 36,30 18,70 1964 20,60 12,20 42,90 36,00 31,30 6,20 30,60 12,10 1,50 22,60 35,30 21,30 1965 24,50 26,70 10,80 15,50 13,70 11,40 9,80 2,20 3,00 3,70 25,80 9,70 1966 27,70 20,30 35,70 12,70 9,00 2,40 12,70 0,90 0,30 0,40 11,30 36,40 1967 10,60 18,60 42,90 22,40 17,40 2,80 5,10 8,70 0,60 17,40 17,40 36,40 1968 11,70 44,60 27,30 25,90 15,70 3,20 0,90 0,90 0,30 2,90 26,40 16,00 1969 34,60 22,50 25,70 22,80 25,60 3,20 0,90 0,90 0,30 2,10 36,30 28,10 1970 34,40 22,90 21,20 36,90 9,10 0,90 0,90 0,90 0,30 0,40 5,40 36,40 1971 22,90 17,50 31,40 42,70 3,40 5,40 1,00 0,90 0,30 11,40 11,50 36,40 1972 19,30 29,20 38,00 7,70 2,30 1,30 0,90 0,90 0,30 0,40 7,60 10,70 1973 12,10 24,60 29,90 26,90 15,20 3,90 0,90 0,90 1,80 26,40 23,80 29,50 1974 38,10 33,90 14,40 7,40 2,50 1,10 0,90 0,90 0,30 0,40 12,10 32,30 1975 23,40 22,90 42,90 8,10 2,60 1,10 0,90 0,90 0,30 8,80 24,80 36,40 1976 38,10 24,00 25,40 20,60 3,80 0,80 0,90 0,90 0,30 1,50 34,60 34,30 1977 29,20 29,60 42,90 20,40 23,10 8,90 5,90 2,80 0,30 6,70 35,10 36,40 1978 22,20 21,70 25,20 29,00 3,00 1,10 0,90 0,90 0,30 11,90 17,10 16,60 1979 21,90 15,40 28,90 19,80 21,70 1,60 0,90 0,90 0,30 1,70 29,20 36,40 1980 20,10 11,40 23,00 8,70 12,50 1,20 0,90 0,90 0,30 24,80 5,40 19,60 1981 27,70 16,20 28,00 19,00 6,00 0,80 0,90 0,90 0,30 0,40 17,60 17,50 1982 24,90 30,80 23,40 15,20 28,40 24,00 0,90 0,90 5,70 8,60 36,30 15,70 1983 6,40 26,60 13,80 18,20 10,90 0,90 1,00 5,10 5,30 33,90 36,30 11,00 1984 38,10 15,20 42,90 40,40 20,70 1,00 0,90 0,90 18,10 21,80 32,40 33,60
Sumber : Hasil Pengukuran Penampang Basah Sungai Tabel 2.20. Memperlihatkan debit bulanan dengan urutan kecil ke besar dengan
prosentase kemungkinan tak terpenuhi. Angka - angka di atas tanda tak terpenuhi 20 %,
memberikan debit andalan untuk bulan - bulan tertentu (lihat juga gambar 6.2).
-
37
Tabel 2.20 Debit Rata - Rata Bulanan Dari Urutan Kecil ke Besar (m3/ Dtk).
% JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL Aug SEP OKT NOP DES
4,00% 6,40 10,70 10,80 7,40 2,30 0,80 0,90 0,90 0,30 0,40 5,40 9,70 8,00% 10,60 11,40 13,80 7,70 2,50 0,80 0,90 0,90 0,30 0,40 5,40 9,90
12,00% 11,70 12,20 14,40 8,10 2,60 0,90 0,90 0,90 0,30 0,40 7,60 10,70 16,00% 12,10 15,20 15,70 8,70 3,00 0,90 0,90 0,90 0,30 0,40 8,30 11,00
20,00% 14,50 15,40 17,50 10,50 3,40 1,00 0,90 0,90 0,30 0,40 11,30 15,70
24,00% 19,30 16,20 21,20 12,70 3,80 1,00 0,90 0,90 0,30 0,40 11,50 16,00 28,00% 20,10 17,50 23,00 15,20 6,00 1,10 0,90 0,90 0,30 0,60 11,50 16,60 32,00% 20,60 18,60 23,40 15,50 6,00 1,10 0,90 0,90 0,30 1,50 12,10 17,50 36,00% 21,90 20,30 25,20 16,50 7,20 1,10 0,90 0,90 0,30 1,70 17,10 18,70 40,00% 22,20 21,70 25,40 18,20 9,00 1,20 0,90 0,90 0,30 2,10 17,40 19,60 44,00% 22,90 22,50 25,70 19,00 9,10 1,30 0,90 0,90 0,30 2,90 17,60 19,90 48,00% 23,40 22,90 27,30 19,80 9,80 1,60 0,90 0,90 0,30 3,70 23,80 21,30 52,00% 24,50 22,90 28,00 20,40 10,90 2,00 0,90 0,90 0,30 4,20 24,80 28,10 56,00% 24,90 24,00 28,90 20,60 12,50 2,40 0,90 0,90 0,30 6,70 25,80 29,50 60,00% 25,80 24,60 29,90 22,40 13,70 2,80 0,90 0,90 0,30 8,60 26,40 32,30 64,00% 27,70 24,90 31,40 22,50 15,20 3,00 0,90 0,90 0,30 8,80 29,20 33,60 68,00% 27,70 26,60 32,50 22,80 15,70 3,20 0,90 0,90 0,60 11,40 32,40 34,30 72,00% 29,20 26,70 35,70 25,90 17,40 3,20 1,00 0,90 0,70 11,90 34,60 36,40 76,00% 34,40 29,20 38,00 26,00 18,00 3,90 1,00 0,90 1,50 17,40 35,10 36,40 80,00% 34,60 29,60 42,90 26,90 20,70 5,40 1,30 1,00 1,70 20,30 35,30 36,40 84,00% 36,20 30,80 42,90 29,00 21,70 6,20 5,10 2,20 1,80 21,80 36,30 36,40 88,00% 38,10 30,80 42,90 36,00 23,10 8,70 5,90 2,80 3,00 22,60 36,30 36,40 92,00% 38,10 33,90 42,90 36,90 25,60 8,90 9,80 5,10 5,30 24,80 36,30 36,40 96,00% 38,10 44,60 42,90 40,40 28,40 11,40 12,70 8,70 5,70 26,40 36,30 36,40 100,00% 38,10 44,70 42,90 42,70 31,30 24,00 30,60 12,10 18,10 33,90 36,30 36,40
Sumber : Hasil Pengukuran Penampang Basah Sungai
Gambar 2.2 Debit Andalan
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
16,00
18,00
20,00
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL Aug SEP OKT NOP DES
Bulan Pengukuran
Deb
it B
anjir
(m
3/D
tk)
-
38
Untuk masing - masing alternatif areal irigasi maksimum untuk setiap periode pemberian
air irigasi dihitung dengan rumus :
Dimana :
A = Luasan areal yang dapat diairi untuk alternatif tertentu (ha)
Qandalan = Debit andalan selama jangka waktu tertentu
DR = Kebutuhan pengambilan untuk alternatif yang bersangkutan selama periode
tertentu (ltr/dtk. Ha)
Contoh 7 ; 1. Hitunglah berapa luas areal yang dapat diairi berdasarkan debit andalan bulan Nov I,
dengan alternatif pengambilan I.
Jika diketahui ;
Qandalan nov = 11,30 m3/Dtk
Kebutuhan pengambilan air (DR NOV Alt 1) = 1,67 Ltr/Dtk. Ha
Jawab :
maka luas areal yang dapat diairi berdasarkan kondisi diatas adalah ; Qand
A = DR
x 1000 m
11,30
= 1,67
x 1000 m
= 6.784,52 Ha
).10.2(..........................................................................................1000xDR
QandalanA =
-
39
Tabel 2.21 Maksimum Luas Areal Yang Dapat Diairi
Periode Alt 1 Alt 2 Alt 3 Alt 4 Alt 5 Alt 6
1 2 3 4 5 6 7
NOV I 6.784,5 28.790,3 17.503,6 10.981,3 12.538,7 21.771,1
NOV II 6.857,8 6.857,8 29.191,6 6.857,8 9.205,5 11.106,5
DES I 10.885,3 10.885,3 10.885,3 10.885,3 10.885,3 10.885,3
DES II 17.421,3 11.450,8 11.450,8 13.818,7 12.927,6 11.450,8
JAN I 12.309,2 14.599,4 9.580,2 13.356,8 11.805,5 11.568,9
JAN II 14.847,8 14.275,2 14.094,0 14.555,9 14.398,6 14.184,0
FEB I 19.606,5 12.186,0 13.924,5 15.896,2 15.239,0 13.055,2
FEB II 65.272,8 21.561,7 12.913,8 43.417,2 33.249,4 17.237,7
MAR I - 39.242,2 24.300,0 78.484,5 45.021,4 31.771,1
Padi
Ren
deng
MAR II 13.842,3 - 89.890,2 28.905,9 37.353,0 247.764,7
APR I 8.190,0 7.968,6 - 8.077,8 12.116,7 15.937,3
APR II 8.671,8 8.424,0 8.424,0 8.546,1 8.505,0 8.424,0
MEI I 4.840,8 3.236,3 3.236,3 3.879,2 3.638,3 3.236,3
MEI II 5.054,4 4.966,8 3.292,1 5.010,2 4.267,8 3.959,7
JUN I 1.410,3 1.840,6 1.805,1 1.597,0 1.660,8 1.822,7
JUN II 1.997,8 1.083,7 1.321,1 1.405,2 1.376,0 1.190,7
JUL I 1.287,4 1.349,8 803,5 1.317,9 1.086,1 1.007,4
Padi
Gad
u
JUL II 1.724,7 1.171,4 1.137,2 1.395,2 1.297,1 1.154,0
AGT I 961,2 1.427,1 1.306,6 1.148,7 1.196,9 1.364,2
AGT II 809,8 940,4 1.350,8 870,2 987,3 1.108,8
SEP I 238,1 242,4 278,5 240,2 251,8 259,2
SEP II 297,8 253,5 258,3 273,8 268,5 255,9
OKT I 572,2 366,4 311,5 446,7 390,2 336,7
Pala
wija
OKT II 1.034,9 550,5 371,4 718,7 547,9 443,6 MIN A PADI RENDENG 6.784,5 6.857,8 9.580,2 6.857,8 9.205,5 10.885,3
MIN A PADI GADU 1.410,3 1.083,7 803,5 1.317,9 1.086,1 1.007,4
MIN PALAWIJA 238,1 242,4 258,3 240,2 251,8 255,9
-
40
Luas areal maksimum yang dipergunakan/ ideal yang dapat dipergunakan adalah nilai
tertinggi dari setiap jenis tanaman berdasarkan nilai maksimum dari setiap alternatif.
Luas Areal Irigasi Minimum selama musim tumbuh :
Padi rendeng = 10.885,3 Ha Alternatif V Padi Gadu = 1.410,3 Ha Alternatif I Palawija = 258,3 Ha Alternatif III
Debit Rencana Pengambilan Pada Bangunan.
Jaringan irigasi dapat dimanfaatkan dengan baik jika dipakai alternatif V (tiga golongan)
A = 10.885,3 Ha Alternatif V
Qrencana = A x NFR
= 10.885,3 Ha x 1,67 Ltr/Dtk. Ha
= 18,13 m3/Dtk
D. EVALUASI
1. Berikanlah penjelasan dari beberapa pengertian dibawah ini :
a. Evapotranspirasi
b. Tranpirasi
c. Evaporasi
2. Faktor faktor apa sajakah yang mempengaruhi penyiapan lahan irigasi ? Jelaskan.
3. Kehilangan air irigasi disebabkan oleh hal hal apa sajakah ? Jelaskan !
4. Hitunglah besarnya kebutuhan air untuk pengelolaan lahan jika diketahui waktu
penyiapan lahan selama 30 hari, air yang dibutuhkan untuk penjenuhan sebesar 300
mm serta besarnya Kebutuhan air untuk mengikuti/ mengkompensasi air yang hilang
akibat evaporasi dan perkolasi disawah yang telah dijenuhkan 6,60 mm/hari !
5. Hitunglah kebutuhan air bersih disawah pada bulan November jika diketahui ETo =
5,6 mm/hari , koefisien tanaman = 1,05, Curah Hujan bulanan rata rata = 110 mm,
pergantian lapisan air tengah bulanan = 50 mm dan perkolasi = 1,75 mm!
6. Buatlah pola tanam tertentu serta kumpulkanlah data data klimatologi pada wilayah
sungai tertentu dan data hidrolis sungai kemudian hitunglah luasan / areal sawah yang
mampu diairi oleh sungai tersebut !
-
41
BAB III JARINGAN IRIGASI
A. TUJUAN STRUKSIONAL KHUSUS (TM)
Adapun yang menjadi tujuan instruksional khusus dalam bab ini adalah bahwa
setelah mengikuti kuliah, mahasiswa akan dapat :
1. Menjelaskan tingkatan tingkatan jaringan Irigasi
2. Menjelaskan kelebihan dan kekurangan dari setiap tingkatan irigasi/ menjelaskan
kriteria dari masing masing tingkatan Irigasi
3. Menjelaskan tentang bangunan utama atau jenis jenis bangunan pengambilan irigasi
4. Mengetahui dan dapat menjelaskan semua komponen komponen yang merupakan
bagian dari suatu jaringan irigasi.
Dalam bab ini mahasiswa diharapkan mengikuti materi kuliah dengan memiliki
literatur pokok yaitu Bahan Ajar Irigasi I, Kriteria Perencanaan Irigasi (KP), Petunjuk
Perencanaan Irigasi serta literatur lain yang berkaitan dengan materi materi yang dibahas
dalam perkuliahan ini serta dalam perkuliahan menggunakan metode ceramah dan tanya
jawab.
B. PENDAHULUAN
Jaringan Irigasi merupakan suatu kesatuan saluran dan bangunan yang
dipergunakan untuk mengalirkan air dari sungai ke sawah berdasarkan besarnya kebutuhan
air pada petak - petak kuarter, besarnya kebutuhan akan air dipetak kuarter untuk Irigasi ini
akan mempengaruhi kapasitas saluran kuarter. Besarnya kapasitas saluran pada petak
kuarter akan mempengaruhi besarnya kapasitas saluran di saluran tersier, besarnya,
kapasitas saluran tersier akan berpengaruh pada kapasitas saluran sekunder kemudian akan
berpengaruh terhadap kapasitas saluran primer dan bangunan utama (Headworks).
Dalam suatu jaringan irigasi dapat dibedakan adanya empat unsur pokok yaitu :
Bangunan Utama (Headworks), dimana air diambil dari sumbernya (Sungai, Waduk, dll).
Jaringan Pembawa, berupa saluran yang mengalirkan air irigasi ke petak petak Tersier.
-
42
Petak Tersier, dengan sistem pembagian air dan sistem pembuangan kolektif ; air irigasi dibagi - bagi dan dialirkan kesawah - sawah dan kelebihan air ditampung
didalam suatu sistern pembuangan didalam petak tersier.
Sistem Pembuang, yang ada diluar daerah irigasi untuk membuang kelebihan air kesungai atau kesaluran - saluran alamiah.
Unsur jaringan Irigasi yang akan dibicarakan disini adalah Saluran Irigasi, saluran
pembuang, Bangunan Pembawa, Petak Tersier Sedangkan Bangunan Utama dan Bangunan
Pengukur Debit akan dibicarakan pada MK. Irigasi II.
C. MATERI
3.1. Tingkat - Tingkat Jaringan Irigasi
Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran air dan kelengkapan fasilitas dari jaringan irigasi
maka jaringan irigasi dapat digolongkan ke dalam tiga tingkatan yakni Sederhana, Semi
Teknis, dan Teknis.
A. Jaringan Irigasi Sederhana.
Jaringan irigasi sederhana adalah suatu jaringan irigasi yang biasanya tidak mempunyai
bangunan pengambilan permanen biasanya berupa pengambilan bebas (Free Intake),
biasanya saluran irigasinya terbuat dari tanah.
Klasifikasi Jaringan Irigasi Sederhana :
Pembagian air irigasi tidak diatur atau diukur, air lebih akan mengalir ke saluran pembuang.
Saluran irigasi dan saluran pembuang tidak pisah. Pemakai air dari satu kelompok sosial yang sama. Kemiringan daerah biasanya dari sedang sampai curam. laringan irigasi terletak pada
daerah yang tinggi sehingga air yang terbuang tidak selamanya mencapai daerah yang
rendah yang lebih subur.
Persediaan air biasanya berlimpah. Terdapat banyak penyadapan yang memerlukan lebih banyak biaya dari penduduk setempat.
-
43
B. Jaringan Irigasi Semi Teknis
Jaringan irigasi semi teknis adalah suatu jaringan irigasi yang biasanya sudah mempunyai
bangunan pengambilan berupa bendung, akan tetapi belum sepenuhnya terdapat pemisahan
antara saluran irigasi dan saluran pembuang.
Klasifikasi Jaringan Irigasi Semi Teknis :
Bendungnya terletak disungai lengkap dengan pengambilan dan bangunan pengukur di hilimya.
Terdapat beberapa bangunan permanen dijaringan saluran. Daerah layanan irigasi semi teknis lebih besar dari dari irigasi sederhana. Diperlukan keterlibatan Pemerintah dalam
pemeliharaan dan pengelolaan bangunan pengambilan.
Terdapat pemisahan antara saluran irigasi dan saluran pembuang tetapi tidak semuanya.
Gambar 3.1. Jaringan Irigasi Sederhana
-
44
C. Jaringan Irigasi Teknis
Jaringan irigasi teknis adalah salah satu model jaringan yang didasarkan atas cara
pembagian air yang paling effisien dengan mempertimbangkan waktu merosotnya air serta
kebutuhan - kebutuhan pertanian.
Klasifikasi Jaringan Irigasi Teknis :
Terdapat bangunan pengambilan yang permanen. Pemanfaatan air lebih ekonomis dengan biaya pembuatan saluran lebih rendah karena
saluran pembawa dapat dibuat lebih pendek dengan kapasitas yang lebih kecil.
Jaringan irigasi teknis memungkinkan dilakukannya pengukuran aliran, pembagian air irigasi dan pembuangan air lebih effisien..
Terdapat pemisahan antara jaringan irigasi dan jaringan pembuang.
Gambar 3.2. Jaringan Irigasi Semi Teknis
-
45
Saluran irigasi mengalirkan Air kesawah - sawah dan saluran pembuang mengalirkan air lebih dari sawah - sawah ke selokan - selokan atau saluran pembuang alamiah yang
kemudian membuangnya ke laut.
Petak tersier menduduki posisi sentral dalam jaringan irigasi teknis, luas petak 50 - 100 ha kadang - kadang dapat mencapai 150 ha.
Biaya eksploitasi dan pemeliharaan lebih murah.
Gambar 3.3. Jaringan Irigasi Teknis
-
46
TABEL 3.1 KRITERIA KLASIFIKASI JARINGAN IRIGASI
Untuk ketiga tingkatan jaringan irigasi yang ada yang hanya dibahas adalah jaringan irigasi
teknis yang selanjutnya hanya disebut Jaringan Irigasi
3.2. Bangunan Pengambilan (Bangunan Utama)
Bangunan Utama (Headworks) dapat didefinisikan sebagai kompleks bangunan yang
direncanakan di atau sepanjang sungai atau aliran air untuk membelokan air kedalam
jaringan Irigasi atau saluran irigasi agar air tersebut dapat dimanfaatkan untuk keperluan
irigasi.
Bangunan Utama terdiri dari bangunan - bangunan antara lain :
Bangunan Pengelak yaitu bagian dari bangunan utama yang berfungi untuk membelokan arah aliran sungai menaikan muka air di sungai atau dengan
memperlebar pengambilan dasar sungai kedalam saluran (misalnya : bendung)
dengan peredam energi.
-
47
Peredam Energi yaitu bagian dari bangunan pengelak yang berfungsi untuk meredam tenaga aliran air pada saat melewati pembendungan (misalnya : kolam
olak).
Kantong Lumpur yaitu bagian dari bangunan utama yang berfungsi untuk mengendapkan atau menampung sedimen dari sungai agar tidak masuk kedalam
saluran irigasi sampai pada saat pembilasan.
Bangunan Pembilas yaitu bagian dari bangunan utama yang berfungsi untuk membilas sedimen.
Bangunan pengelak adalah bagian dari Ada beberapa macam bendung yang biasanya dipakai antara lain bendung pelimpah,
bendung gerak (barrage) dan kombinasi antara bendung gerak dan bendung tetap seta
bendung saringan bawah.
a). Bendung tetap adalah bangunan pelimpah melintang sungai yang memberkan tinggi
muka air minimum kepada bangunan pengambilan untuk keperluan irigasi, bendung
merupakan suatu penghalang selama terjadi banjir dan dapat menyebabkan genangan
Iuas didaerah daerah hulu bendung tersebut.
b). Bendung Gerak adalah bangunan berpintu yang dibuka selama aliran besar, masalah
yang ditimbulkannya selama banjir kecil, bendung gerak dapat mengatur muka air
didepan pintu pengambilan agar air yang masuk tetap sesuai dengan kebutuhan
irigasi. (bendung gerak ini mempunyai kesulitan yaitu pada penggunaannya serta
perlu pemeliharaan dan perawatan agar bendung gerak tidak cepat rusak).
c). Bendung Saringan Bawah adalah tipe bangunan yang dapat menyadap air dari sungai
tanpa terpengaruh oleh tinggi muka air. Tipe ini terdiri dari sebuah pant terbuka yang
terletak tegak lurus terhadap aliran sungai. Biasanya bendung saringan bawah ini
dilengkapi dengan jeruji baja (saringan) berfungsi untuk mencegah masuknya batu
batu besar kedalam saluran. Bendung saringan bawah ini biasanya hanya digunakan
pada sungai yang mengangkut batu batu besar.
-
48
Bangunan utama juga dapat meliputi bangunan pengambilan bebas, pengambilan dengan
waduk dan pengambilan air dari sumber dengan pompa.
a. Pengambilan Bebas, adalah pengambilan yang dilakukan dengan membuat suatu
saluran pengambilan ditepi sungai tanpa mengatur tinggi muka air di sungai.
Pengambilan bebas dapat dilakukan jika elevasi disungai lebih tinggi dari daerah
yang diairi dan jumlah air yang dapat dibelokan kearah saluran harus cukup.
Pengambilan bebas di buat ditempat yang tepat sehingga dapat mengambil air dengan baik
dan sedapat mungkin menghindari masuknya sedimen. Terlepas dari pemilihan lokasi
pengambilan yang benar disungai, masuknya sedimen dipengaruhi oleh :
Sudut antara pengambilan dan sungai Penggunaan dan ketinggian ambang penahan sedimen (skimming wall). Kecepatan aliran masuk dan sebagainya.
(b). Pengambilan Dengan Waduk (Bendungan), digunakan untuk menampung sumber
air permukaan pada waktu musim hujan dan digunakan pada saat saat
kekurangan air, fungsi utama waduk adalah mengatur aliran sungai. Waduk
dibangun dengan banyak tujuan antara lain : keperluan irigasi, tenaga pembangkit
listrik, pengendali banjir dll.
Gambar 3.4 Pengambilan Bebas
-
49
(c). Stasiun Pompa, digunakan apabila pengambilan secara gravitasi tidak dapat
dilakukan berdasarkan pertimbangan teknis maupun ekonomis,hal ini karena
dimana elevasi dari sawah lebih tinggi dari elevasi. Irigasi dengan pompa
biasanya modal awal kecil (hanya untuk pembelian pompa) akan tetapi biaya
operasional dan pemeliharaan besar.
Gambar 3.5 Pengambilan Dengan Waduk
Gambar 3.6 Irigasi Dengan Pompa
-
50
3.3. Saluran Irigasi Dan Pembuang Dalam Jaringan Irigasi.
Saluran irigasi dan saluran pembuang pada sebuah jaringan irigasi, biasanya terdiri dari
saluran primer, saluran sekunder, saluran tersier dan saluran kuarter.
Gambar 3.7 Model Saluran Irigasi dan Saluran Pembuang
-
51
a. Saluran Irigasi.
Saluran Primer, membawa air dari bangunan utama ke saluran sekunder dan ke petak - petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah bangunan bagi terakhir.
Saluran Sekunder, membawa air dari saluran primer ke saluran tersier dan ke petak - petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran sekunder adalah bangunan sadap
terakhir.
Saluran Tersier, membawa air dari bangunan sadap tersier ke petak tersier yang terletak dipetak tersier lainnya lalu ke saluran kuarter. Batas ujung saluran ini adalah
boks bagi kuarter terakhir.
Saluran Kuarter, membawa air boks bagi kuarter melalui bangunan sadap tersier atau parit sawah ke sawah - sawah.
Keterangan :
Gambar 3.7 Saluran Irigasi pada Jaringan Irigasi
-
52
b. Saluran Pembuang.
Saluran Pembuang Kuarter, terletak di dalam satu petak tersier, menampung air langsung dari sawah dan membuang air tersebut ke dalam saluran pembuang tersier.
Saluran Pembuang Tarsier, terletak di dan antara petak - petak tersier, yang termasuk dalam unit irigasi sekunder yangsama danmenampung air baik dari pembuang kuarter
maupun dari sawah sawah, air tersebut kemudian dibuang ke dalam jaringan
pembuang sekunder.
Saluran Pembuang Sekunder, menampung air dari jaringan pembuang tersier dan membuang air tersebut ke pembuang primer atau langsung ke jaringan pembuang
alamiah dan keluar daerah irigasi.
Saluran Pembuang Primer, mengalirkan air Iebih dari saluran pembuangan sekunder ke Iuar daerah irigasi. Pembuang primer sering berupa saluran pembuang alamiah
yang mengalirkan ke laut.
Gambar 3.8 Saluran Pembuang pada Jaringan Irigasi
-
53
D. EVALUASI
1. Berikanlah penjelasan dari beberapa pengertian dibawah ini :
a. Bangunan Utama
b. Bangunan Pembilas
c. Bangunan Pengelak.
d. Kantong lumpur
e. Kolam Olak
2. Sebutkan dan jelaskan perbedaan tingkatan tingkatan jaringan irigasi.
3. Saluran irigasi terdiri atas berapa bagian ? Jelaskan !
4. Saluran irigasi terdiri atas berapa bagian ? Jelaskan !
5. Pengambilan air yang dilakukan secara bebas dapat dilakukan dengan baik harus
memperhatikan faktor apa saja ? jelaskan.
-
54
BAB IV
STANDARD TATA NAMA DAN TATA WARNA
PADA JARINGAN IRIGASI DAN PETA.
A. TUJUAN STRUKSIONAL KHUSUS (TM)
Adapun yang menjadi tujuan instruksional khusus dalam bab ini adalah bahwa setelah
mengikuti kuliah, mahasiswa akan dapat :
1. Mengenali dan menandai simbol simbol pada peta serta jaringan irigasi sesuai
dengan kriteria kriteria yang berlaku dalam perencanaan irigasi.
2. Memberikan nama jaringan Irigasi sesuai dengan kriteria kriteria yang berlaku
dalam perencanaan irigasi.
3. Memberikan tata warna jaringan Irigasi sesuai dengan kriteria kriteria yang
berlaku dalam perencanaan irigasi.
Dalam bab ini mahasiswa diharapkan mengikuti materi kuliah dengan
memiliki literatur pokok yaitu Bahan Ajar Irigasi I, Kriteria Perencanaan Irigasi (KP),
Petunjuk Perencanaan Irigasi serta literatur lain yang berkaitan dengan materi
materi yang dibahas dalam perkuliahan ini serta dalam perkuliahan menggunakan
metode ceramah dan tanya jawab serta pembahasan soal - soal.
B. PENDAHULUAN
Nama - nama yang diberikan untuk saluran - saluran irigasi dan pembuang, serta
daerah irigasi harus jelas dan logis dengan mengikuti ketentuan ketentuan yang ada.
Nama yang diberikan harus pendek dan tidak mempunyai tafsiran ganda, nama -
nama harus dipillih sedemikian rupa sehingga jika dibuat bangunan baru kita tidak
perlu mengubah semua nama yang sudah ada.
4.1. Daerah Irigasi.
Daerah irigasi dapat diberi nama sesuai dengan nama daerah setempat, atau
desa penting di daerah itu, yang biasanya terletak dekat jaringan bangunan utama atau
sungai yang aimya diambil untuk keperluan irigasi. Contohnya adalah Daerah Irigasi
Haliwen atau Daerah Irigasi Kambaniru, apabila ada dua pengambilan atau Iebih
-
55
maka daerah irigasi tersebut sebaiknya diberi nama sesuai dengan nama desa - desa
terkenal didaerah layanan.
Sebagai contoh lihat gambar di 4.2. dibawah Bendung Barang merupakan
salah satu dari bangunan - bangunan utama di sungai/ kali Dolok. Bangunan -
bangunan tersebut melayani Daerah Makawa dan Lamogo, keduanya diberi nama
sesuai nama - nama desa utama di daerah itu.
4.2. Jaringan Irigasi.
Saluran primer sebaiknya diberi nama sesuai dengan daerah irigasi yang dilayani,
contoh : Saluran Primer Makawa merupakan saluran primer yang rnelewati dan
melayani desa Makawa.
Saluran sekunder, sering diberi nama sesuai dengan desa yang terletak pada petak
sekunder. Petak sekunder akan diberi nama sesuai dengan nama saluran sekundernya.
Sebagai contoh saluran sekunder Sambak mengambil nama desa Sambak yang
terletak di petak Sekunder Sambak.
Saluran dibagi menjadi ruas - ruas yang berkapasitas hampir sama, misalnya RS2
adalah Ruas Saluran Sekunder Sambak 2 yang terletak antara bangunan Sambak 1
(BS1) dan bangunan Sambak 2 (BS2). Bangunan sadap atau bangunan bagi adalah
bangunan terakhir disuatu ruas. Bangunan itu diberi nama sesuai dengan ruas hulu,
tetapi huruf R (Ruas) dirubah menjadi B (bangunan) misal BS2 adalah Bangunan
Sambak 2 yang terletak pada ujung Ruas Sambak 2 (RS2).
Bangunan - bangunan yang terdapat diantara bangunan - bangunan bagi sadap
(gorong-gorong, jembatan, siphon, talang, di!) diberi nama sesuai dengan nama ruas
dimana bangunan tersebut terletak, juga dimulai dengan huruf B (bangunan) lalu
diikuti dengan huruf kecil sehingga bangunan yang terletak diujung hilir dimulai
dengan "a dan bangunan bangunan selanjutnya memakai b, c, d, dst). Sebagai
contoh BS2b adalah bangunan kedua pada ruas RS2 di saluran Sambak, terletak
diantara BS1 dan BS2.
-
56
-
57
-
58
4.3. Sistem Tata Nama.
Petak Tersier diberi nama seperti bangunan sadap tersier dari jaringan utama.
Misalnya petak tersier S1ki mendapat air dari pintu kiri bangunan bagi BS1 yang
terletak di saluran Sambak.
Ruas - ruas saluran tersier diberi nama sesuai dengan nama yang terletak diantara
kedua boks. Misalnya (T1 -T2), (T3 - K2) (lihat gambar 4.3) Boks tersier diberi kode
T, diikuti dengan nomor urut menurut arah jarum jam, mulaidari boks pertama dihilir
bangunan sadap tersier T1, T2 dan sebagainya.
Petak kuarter diberi nama sesuai dengan petak rotasi, diikuti dengan nomor urut
menurut arah jarum jam. Petak rotasi diberi kode A, B, C, D dan seterusnya menurut
arah jarum jam.
Boks kuarter diberi kode K, dikuti dengan nomor urut menurut arah jarum jam, mulai
dari boks kuarter pertama dihilir boks tersier dengan nomor urut tertinggi : K1, K2
dan seterusnya.
Saluran irigasi kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang dilayani tetapi
dengan huruf kecil, misalnya : a1, a2 dan seterusnya.
Gambar 4.3 Sistem Tata Nama Pletak Rotas/ Dan Kuarter
Saluran Pembuang Kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang
dibuang airnya, menggunakan huruf kecil diawali dengan drainase kuarter (dk),
misalnya dka1, dka2 dan seterusnya.
Saluran pembuang tersier diberi kode dt1,dt2 juga menurut arah jarum jam.
-
59
Pada umumnya pembuang primer berupa sungai sungai alamiah kesemuanya akan
diberikan nama. Apabila ada saluran - saluran pembuang primer baru yangakan
dibuat, maka saluran saluran itu harus diberi nama tersendiri. Jika saluran
pembuang dibagi menjadi ruas ruas, maka masing masing ruas akandiberi nama,
mulai dari ujung hilir.
Pembuang sekunder pada umumnya berupa sungai atau anak sungai yang Iebih kecil.
Beberapa diantaranya sudah mempunyai nama tetap yang sudah dapat dipakai, jika
tidak sungai/ anak sungai tersebut akan ditunjukan dengan sebuah huruf bersama
sama dengan nomor serf. Nama nama ini akan diawali dengan huruf d (drainase).
Pembuang tersier adalah pembuang kategori terkecil dan akan dibagi menjadi ruas
ruas dengan debit yang hampir seragam, masing masing diberi nomor. Masing
masing petak tersier mempunyai nomor sendiri sendiri.
Gambar 4.4 Standard Tata Nama Saluran Pembuang
4.4. Tata Warna Peta
Warna warna standard akan digunakan untuk menunjukan berbagai
tampilan irigasi pada peta :
Biru untuk jaringan irigasi, garis penuh untuk jaringan yang ada dan garis putus putus untuk jaringanyang sedang direncanakan.
Merah untuk sungai dan jaringan pembuang ; garis penuh untuk jaringan yang sudah ada dan garis putus putus untuk jaringan yang sedang direncanakan.
-
60
Coklat untuk jaringan jalan; Kuning untuk daerah yang tidak diairi (dataran tinggi, rawa rawa). Hijau untuk perbatasan kabupaten, kecamatan, desa dan kampung. Merah untuk tata nama bangunan. Hitam untuk jalan kereta api. Warna bayangan akan dipakai untuk batas batas petak sekunder; batas petak
tersier akan diarsir dengan warna yanglebih muda dari warna yang sama (untuk
petak sekunder); semua petak tersier yang diberi air Iangsung dari saluran primer
akan mempunyai warna yang sama.
4.5. Definisi Mengenai Daerah Daerah Irigasi.
a. Daerah Studi adalah daerah proyek ditambah dengan seluruh Daerah Aliran
Sungai (DAS) dan tempat- tempat pengambilan air ditambah dengan daerah
daerah lain yang ada hubungannya dengan daerah studi.
b. Daerah Proyek adalah daerah dimana pelaksanaan pekerjaan dipertimbangkan
dan atau diusulkan dan daerah tersebut akan mengambil manfaat Iangsung dari
proyek tersebut.
c. Daerah Irigasi Total/Bruto adalah daerah proyek dikurangi dengan
perkampungan dan tanah tanah yang dipakai untuk mendirikan bangunan,
daerah yang tidak diairi, jalan utama, rawa rawa dan daerah daerah yang tidak
akan dikembangkan untuk irigasi di bawah proyekyang bersangkutan.
d. Daerah Iriaasi Bersih/Netto adalah tanah yang ditanami (padi) dan ini adalah
daerah total yang bisa diairi dikurangi dengan saluran irigasi, saluran pembuang,
jalan inspeksi, jalan setapak tanggul sawah. Daerah ini dijadikandasar untuk
perhitungan kebutuhan air, panenan, manfaat/ keuntungan yang dapat diperoleh
dari proyek yang bersangkutan. Sebagai angka standar, luas netto daerah yang
diairi diambil 0,9 kali Iuas total daerah - daerah yang dapat diairi.
e. Daerah Potensial adalah daerah yang mempunyai kemungkinan untuk
dikembangkan. Luas daerah ini sama dengan daerah irigasi netto tetapi biasanya
belum sepenuhnya dikembangkan akibat terdapatnya hambatan - hambatan non
teknis.
-
61
f. Daerah fungsional adalah bagian dari daerah Potensial yang telah memiliki
jaringan irigasi yang telah dikembangkan. Daerah fungsional luasnya sama atau
lebih kecil dari daerah potensial.
Gambar 4.5 Defenisi Daerah Irigasi
-
62
4.6. Simbol Dan Map
-
63
-
64
-
65
-
66
-
67
-
68
-
69
-
70
-
71
-
72
D. EVALUASI 1. Bagaimanakah prinsip pemberian nama saluran saluran dan bangunan
bangunan dalam suatu jaringan irigasi ? jelaskan !
2. Bagaimanakah system pemberian nama pada saluran primer, sekunder dan tersier
? Jelaskan.
3. Bagaimanakah sistem pemberian nama pada saluran drainase ? Jelaskan.
4. Bagaimanakah system pemberian warna pada peta irigasi ? Jelaskan.
5. Coba gambarkan tanda tanda bangunan untuk bendung, jembatan dan talang !
-
73
BAB V
PETAK TERSIER
A. TUJUAN STRUKSIONAL KHUSUS (TM)
Adapun yang menjadi tujuan instruksional khusus dalam bab ini adalah bahwa
setelah mengikuti kuliah, mahasiswa akan dapat :
1. Menjelaskan suatu model atau layout petak tersier
2. Merencanakan petak tersier yang ideal sesuai dengan kondisi wilayah.
3. Menjelaskan sistem pembagian air pada petak tersier.
4. Mengetahui dan menjelaskan ukuran ukuran petak ideal pada petak kuarter dan
tersier .
5. Menjelaskan cara cara pemberian air pada layout petak tersier.
Dalam bab ini mahasiswa diharapkan mengikuti materi kuliah dengan memiliki
literatur pokok yaitu Bahan Ajar Irigasi I, Kriteria Perencanaan Irigasi (KP), Petunjuk
Perencanaan Irigasi serta literatur lain yang berkaitan dengan materi materi yang dibahas
dalam perkuliahan ini serta dalam perkuliahan menggunakan metode ceramah dan tanya
jawab serta pembahasan soal - soal.
B. PENDAHULUAN
Dalam rangka meningkatkan produksi tanaman pangan, pembangunan sektor
pertanian mengutamakan program intensifikasi, ekstensisifikasi dan diversifikasi. Seiring
dengan perkembangan teknologi pertanian serta kenyataan bahwa varietas tanaman
modern menuntut pengelolaan air secara tepat guna, maka seluruh prasarana didaerah -
daerah pertanian harus dikembangkan.
Untuk mengatur aliran air dari sumbernya ke petak - petak sawah, diperlukan
pengembangan sistem irigasi didalam petak tersier.
Segi - segi hukum menyangkut pengembangan petak tersier tertuang dalam :
Undang - undang No. II, 1974 mengenai sumber daya air. Peraturan Pemerintah No. 22, 1982 mengenai pengaturan air. Peraturan pemerintah No. 23, 1982 tentang irigasi. Instruksi presiden No. 2, 1984 mengenai bimbingan kepada Perkumpulan Petani
Pemakai Air.
-
74
Dalam instruksi presiden No. 2, 1984 diuraikan tugas - tugas dan tanggung jawab
Departemen Dalam Negeri, Pekerjaan Umum Dan Pertanian atas bimbingan (penyuluhan)
kepada petani pemakai air.
Tugas Departemen Pekerjaan Umum Didefenisikan sebagai berikut :
"...Melakukan pembinaan dalam eksploitasi irigasi dan pemeliharaan jaringan irigasi di
tingkat petak tersier, guna terselenggaranya pengelolaan air secara tepat guna, berdaya
guna dan berhasil guna".
Dalam lampiran instruksi tersebut pada bab IX pasal 12 tugas bimbingan dijelaskan
sebagai berikut :
"...Memberikan petunjuk dan bantuan kepada P3A dalam hal yang berhubungan dengan
survey dan desain, konstruksi serta eksploitasi dan pemeliharaan jaringan tersier dan
tingkat usaha tani lainnya".
Tugas Departemen Dalam Negeri adalah "memberika