22 depi a. nugraha(a) t8_10_april2013.v2

4
TUGAS POSITION PAPER Mathematical Thinking and Problem Solving (Berpikir Matematika dan Pemecahan Masalah) Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Proses Berpikir Matematik Dosen : 1. H. Bana G. Kartasasmita, Ph.D. 2. Dr. Yanto Permana, M.Pd Disusun oleh, Depi Ardian Nugraha 128612025 PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA PASCA SARJANA UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG TAHUN AKADEMIK 2012-2013

Upload: diandra-devikha

Post on 28-Jul-2015

296 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 22 depi a. nugraha(a) t8_10_april2013.v2

TUGAS POSITION PAPER

Mathematical Thinking and Problem Solving (Berpikir Matematika dan Pemecahan Masalah)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Proses Berpikir Matematik

Dosen : 1. H. Bana G. Kartasasmita, Ph.D.

2. Dr. Yanto Permana, M.Pd

Disusun oleh,

Depi Ardian Nugraha

128612025

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA

PASCA SARJANA UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG

TAHUN AKADEMIK 2012-2013

Page 2: 22 depi a. nugraha(a) t8_10_april2013.v2

A. Pendahuluan Keterampilan berpikir sangatlah penting bagi seseorang, terutama dalam

upaya memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan yang dihadapi. Pengembangan keterampilan berpikir antara lain dapat dilakukan melalui matematika yang secara substansial dapat mendorong pengembangan kemampuan berpikir siswa. Karena konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks, sehingga memerlukan kemampuan berpikir matematis yang baik untuk mengatasinya.

B. Isi 1. Berpikir Matematis

Berpikir matematik adalah proses dinamis yang menuntut idea yang kompleks sehingga terjadi pemahaman. Dinamika proses berpikir matematik berlangsung dalam suasana yang dipenuhi dengan kegiatan bertanya, menantang, dan merefleksi. Kegiatan berpikir matematik ini diharapkan bermuara pada pemahaman lebih dalam tentang diri sendiri, pandangan yang lebih utuh tentang apa yang dipahami, penelusuran lebih efektif tentang apa yang ingin diketahui, dan penilaian lebih kritis terhadap apa yang dilihat dan didengar. Jadi dapat disimpulkan bahwa proses berfikir matematis, yaitu suatu proses berfikir yang terkonsep kuat , terstruktur dan hasil dari proses berfikirnya harus logis dan pasti serta berdasarkan rujukan dari berbagai sumber.

2. Problem Solving Berpikir matematik (mathematical thinking) diartikan sebagai cara

berpikir berkenaan dengan proses matematika (doing math) atau cara berpikir dalam menyelesaikan tugas matematik (mathematical task) baik yang sederhana maupun yang kompleks. Merujuk pengertian di atas, maka istilah mathematical ability, dapat diartikan juga sebagai kemampuan melaksanakan mathematical thinking.

Masalah atau problem merupakan bagian dari kehidupan manusia. Hampir setiap hari orang dihadapkan kepada persoalan-persoalan yang perlu dicari jalan keluarnya. Namun sesuatu menjadi masalah bergantung bagaimana seseorang mendapatkan masalah tersebut sesuai dengan kemampuannya. Anderson (dalam suharnan, 2005) mengemukakan bahwa masalah adalah suatu kesenjangan antara setuasi sekarang dengan situasi yang akan datang atau tujuan yang diinginkan. Dengan kata lain masalah adalah kesenjangna antara harapan yang kita harapkan dengan kenyataan yang terjadi. Menurut Bell (dalam Syarifah 2007) menyatakan bahwa pertanyaan merupakan masalah bagi seseorang bila ia menyadari keberadaaan situasi itu, mengakui bahwa situasi itu memerlukan tindakan dan tidak dengan segera dapat menemukan pemecahan atau penyelesaian situasi tersebut.

Masalah merupakan suatu konflik, bisa juga menjadi hambatan bagi seseorang. Namun sesulit apapun masalah harus diselesaikan agar proses berpikir dapat terus berkembang. Semakin banyak permasalahan matematika yang diselesaikan, maka akan memperkaya variasi dalam menyelesaikan soal-soal matematika dalam bentuk apapun. Begitu juga dalam masalah kehidupan sehari-hari. Semakin kita mahir dalam proses berpikir secara matematis dalam menyelesaikan masalah, maka semakin bagus proses berpikir kita untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Bentuk soal matematika dapat berbentuk rutin ataupun tidak rutin. Contoh 3×3=9 merupakan soal rutin bagi siswa SD kelas 2 karena siswa tidak berpikir tinggi dalam menyelesaikan soal tersebut. Jika kelas 2 diberikan soal 33×33=…. mungkin menjadi suatu

Page 3: 22 depi a. nugraha(a) t8_10_april2013.v2

masalah bagi siswa SD, inilah suatu bentuk soal yang tidak rutin. Sehingga kita bisa memberikan pemisahan bahwa soal yang tidak rutin merupakan masalah bagi siswa.

Jenis masalah non rutin biasanya terbagi atas 4 bagian, yaitu: 1. Masalah Translasi adalah masalah yang berhubungan aktivitas sehari-hari.

Contoh: Ade membeli permen Sugus 12 buah. Bagaimana cara Ade membagikan kepada 24 orang temannya agar semua kebagian dengan adil?

2. Masalah Aplikasi adalah masalah yang menerapkan suatu konsep, rumus matematika dalam sebuah soal-soal matematika. Contoh suatu kolam berbentuk persegipanjang yang berukuran panjang 20 meter dan lebar 10 meter. Berapa luas kolam tersebut?

3. Masalah Proses/Pola adalah masalah yang memiliki pola, keteraturan dalam penyelesainnya. Contoh: 2 4 6 8 … Berapa angka berikutnya?

4. Masalah Teka-teki adalah masalah yang sifat menerka atau dapat berupa permainan namun tetap mengacu pada konsep dalam matematika. Contoh: Aku adalah anggota bilangan Asli, aku adalah bilangan perkasa, jika kelipatannku dijumlahkan angka-angkanya hasilnya adalah aku, siapakah aku?

Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah dan memecahkan malasalah berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat (Hamalik, 1994:151). Problem solving mengindikasikan suatu pendekatan dengan cara problem identification untuk ketahap sintesis kemudian dianalisis yaitu pemilahan seluruh masalah sehingga mencapai tahap aplikasi selajutnya komprehension untuk mendapatkan solution dalam penyelesaian masalah tersebut. Ini berarti oreantasi pembelajaran problem solving merupakan investigasi dan penemuan yang pada dasarnya pemecahan nasalah. Apabila solving yang diharapkan tidak berjalan sebagaimana yang diinginkan berarti telah terjadi di dalam tahap-tahap awal sehingga setiap enginer harus mulai kembali berfikir dari awal yang bermasalah untuk mendapatkan pemahaman menyeluruh mengenai masalah yang sedang dihadapi. Jadi, dalam mempelajari konsep matematika yang baru harus didasari konsep-konsep yang sebelumnya. Mempelajari konsep B yang mendasari konsep A, seorang harus memahami dulu konsep A tidak mungkin orang itu memahami konsep B. ini berarti matematika harus bertahap, dan berkaitan dengan konsep yang satu dengan konsep yang lainnya.

Berpikir memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu yang baru adalah kegiatan yang kompleks dan berhubungan erat satu dengan yang lain. Suatu masalah umumnya tidak dapat dipecahkan tanpa berpikir, dan banyak masalah memerlukan pemecahan yang baru bagi orang-orang atau kelompok. Sebaliknya, menghasilkan sesuatu (benda-benda, gagasan-gagasan) yang baru bagi seseorang, menciptakan sesuatu, itu mencakup problem solving . Ini berarti informasi fakta dan konsep-konsep itu tidak penting. Seperti telah kita ketahui, penguasaan informasi itu perlu untuk memperoleh konsep; keduanya itu harus diingat dan dipertimbangkan dalam Problem solving dan perbuatan kreatif. Begitu pula perkembangan intelektual sangat penting dalam problem solving (Slameto, 1990:139). Kenedy (Lovitt, 1989) menyarankan empat langkah proses pemecahan masalah matematika yaitu dengan : 1. Memahami masalah 2. Merencanakan pemecahan masalah 3. Melaksanakan pemecahan masalah, dan 4. Memeriksa kembali

Page 4: 22 depi a. nugraha(a) t8_10_april2013.v2

Mutadi (2011) mengungkapkan beberapa kesulitan mungkin ditemukan ketika mengasimilasikan Problem solving matematika ke dalam praktek pengajaran di kelas. 1. Kurangnya pengetahuan dan keahlian guru dalam menerapkan problem

solving (teachers lack of the problem solving and modelling skills). 2. Isi dari kurikulum sangat padat dan tidak ada celah untuk problem solving

(the curriculum content is very full and there is no room for problem solving).

3. Sistem pengujian (assessment system) masih disentralkan dan ini tidak relevan dengan gagasan problem solving dikarenakan jenis tesnya cenderung dan dominan berbentuk pilihan ganda (multiple choice form). Jenis tes ini tidak memberikan kesempatan pada anak untuk berfikir sebagaimana yang mereka lakukan pada proses Problem solving.

4. Besarnya jumlah siswa (the large number of students) dalam setiap kelas juga merupakan salah satu hambatan yang cukup berarti. Karena ini bisa menyebabkan sulitnya bagi guru untuk berinteraksi dengan muridnya ketika problem solving matematika diimplementasikan.

5. Perlu waktu yang lebih (need more time) baik dalam pencarian atau pendesainan problem (sebab setiap problem perlu disusun dengan hati-hati untuk mencapai hasil belajar siswa) maupun berlangsungnya aktivitas Problem solving (Problem solving progress) di kelas.

Bagi anak berkesulitan belajar dan bahkan juga bagi anak yang tidak berkesulitan belajar, menyelesaikan soal bukan pekerjaan yang mudah. Di samping itu, anak juga tidak terlatih untuk menyelesaikan masalah matematika secara lebih sistematis. Oleh karena itu, pendekatan pemecahan masalah dengan memanfaatkan alat peraga dengan langkah-langkah yang telah dikemukakan tampaknya lebih baik untuk digunakan baik bagi anak berkesulitan belajar maupun yang tidak berkesulitan belajar.

C. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa

kegiatan proses berpikir matematis diperlukan untuk memecahkan masalah baik di dalam ilmu matematika itu sendiri ataupun digunakan dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang kita hadapi. Rumit tidaknya suatu masalah yang dihadapi seseorang tergantung oleh bagaimana orang tersebut menyikapi dan menyelesaikan masalah yang dihadapinya sesuai dengan kemampuan berpikirnya masing-masing. Semakin bagus proses berpikir matematis seseorang, maka semakin bagus pula orang tersebut dalam memecahkan atau menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. (1994). Media Pendidikan. Bandung: Alumni. Lovitt, T.C. (1989). Introduction to Learning Disabilities. Boston: Allyn Bacon. Mutadi. (2011). Problem Solving Mathematics Belajar Lewat Melakukan bukan

Menghafalkan. Tersedia [online]. http://smpn1gumukmas01.blogspot.com/ 2010/07/problem-solving-mathematics.html [5 Maret 2013]

Slameto. (1990). Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit (SKS). Jakarta: Bumi Aksara.

Syarifah Fadillah (2007) Meningkatkan Kemampuan Representasi Multipel Matematis, Pemecahan Masalah Matematis, dan Self Esteem Siswa SMP melalui pembelajaran Dengan pendekatan open ended. Desertasi UPI Bandung