233430067 referat osteoarthritis
DESCRIPTION
osteoathritisTRANSCRIPT
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN OSTEOARTRITIS DAN
RHEUMATOID ARTRITIS
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2/B17 AJ-I
Matildis Asry Seran 131411123003
Endang Puri Ramani 131411123030
Hardini Rahma Palupi 131411123032
Corry Kristanti 131411123036
Titis Eka Apriliyanti 131411123049
Vivi Silvia Anggara 131411123065
Dady Zharfan Hanif 131411123081
PROGRAM PENDIDIKAN NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit yang mengenai sendi dan tulang di sekitar sendi
tersebut. OA dianggap penyakit degeneratif, atau penyakit orang tua karena sendi menjadi aus atau
usang, namun diketahui melalui penelitian-penelitian ternyata selain akibat aus terdapat proses
peradangan yang mempengaruhi kerusakan pada sendi tersebut, walaupun peradangan yang terjadi
tidak sehebat penyakit radang sendi yang lain seperti artritis reumatoid. Penyakit ini memiliki
prevalensi yang cukup tinggi pada orang tua, osteoarthritis ini juga merupakan penyebab kecacatan
paling banyak pada orang tua. Faktor resiko utama penyakit ini adalah obesitas. Oleh sebab itu,
semakin tinggi prevalensi obesitas pada suatu populasi akan meningkatkan angka kejadian penyakit
osteoarthritis.
Osteoarthritis terbagi menjadi simptomatik (nyeri pada persendian yang didukung gambaran
radiologis OA) yang terjadi pada lutut sebesar 12% dari orang usia 60 di Amerika Serikat dan 6%
dari seluruh orang dewasa usia 30. OA panggul simptomatik kira-kira sepertiga dari penyakit OA
pada lutut. Sementara OA asimtomatik (tidak menimbulkan gejala namun sudah dibuktikan dari
gambaran radiologis) pada tangan seringkali terjadi pada pasien usia lanjut. Meski begitu, OA
simptomatik di tangan juga terjadi pada 10% orang tua dan sering menghasilkan keterbatasan fungsi
gerak sendi (Lawrence RC, 2008).
Osteoarthritis menyerang sendi-sendi tertentu. Sendi yang sering terkena meliputi tulang
belakang pada bagian servikal dan lumbosakral, pinggul, lutut, dan sendi phalangeal metatarsal. Di
tangan, OA juga sering terjadi pada sendi interphalangeal distal dan proksimal dan pangkal ibu jari.
Biasanya sendi-sendi yang tidak rentan terkena OA adalah pergelangan tangan, siku, dan pergelangan
kaki. Terjadinya OA pada sendi-sendi yang telah disebutkan di atas dimungkinkan karena sendi-sendi
tersebut mendapat beban yang cukup berat dari aktivitas sehari-hari seperti memegang/menggenggam
benda yang cukup berat (Fauci, 2012)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan fisiologi
Sendi lutut dibentuk oleh epiphysis distalis tulang femur, epiphysis proxsimalis, tulang tibia
dan tulang patella, serta mempunyai beberapa sendi yang terbentuk dari tulang yang berhubungan,
yaitu antar tulang femur dan patella disebut articulation patella femoral, antara tulang tibia dengan
tulang femur disebut articulatio tibio femoral dan antara tulang tibia dengan tulang fibula proximal
disebut articulatio tibio fibular proxsimal (De Wolf, 1996).
Sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang memungkinkan tulang-tulang tersebut
dapat bergerak satu sama lain, maupun tidak dapat bergerak satu sama lain. pada sendi sinovial
dilapisi oleh suatu kartilago yang terbagi atas dua bagian yaitu kondrosit dan matriks ekstraseluler.
Matriksekstraseluler yang mengandung banyak kolagen tipe II, IX, dan XI serta proteoglikan
(terutama agregat). Agregat adalah hubungan antara terminal sentral protein dengan asam
hialuronatme bentuk agrerat yang dapat menghisap air. Sesudah kekuatan kompresi hilang maka air
akan kembali pada matriks dan kartilago kembali seperti semula. Jaringan kolagen merupakan
molekul protein yang kuat. Kolagen ini berfungsi sebagai kerangka dan mencegah pengembangan
berlebihan dari agregat proteoglikan. (Fauci, 2012).
Gambar 2.1 Sendi normal
Sumber : www.emedicine.com
Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu : Kapsula dan ligamen
sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di dasarnya. Kapsula dan ligamen-ligamen sendi
memberikan batasan pada rentang gerak (Range of motion) sendi. Cairan sendi (sinovial) mengurangi
gesekan antar kartilago pada permukaan sendi sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago
akibat gesekan. Protein yang disebut dengan lubricin merupakan protein pada cairan sendi yang
berfungsi sebagai pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan apabila terjadi cedera dan
peradangan pada sendi
Ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu mekanoreseptor yang tersebar
di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik yang dikirimkannya memungkinkan otot dan tendon
mampu untuk memberikan tegangan yang cukup pada titik-titik tertentu ketika sendi bergerak. Otot-
otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari pelindung sendi. Kontraksi otot yang
terjadi ketika pergerakan sendi memberikan tenaga dan akselerasi yang cukup pada anggota gerak
untuk menyelesaikan tugasnya. Kontraksi otot tersebut turut meringankan stres yang terjadi pada sendi
dengan cara melakukan deselerasi sebelum terjadi tumbukan (impact). Tumbukan yang diterima akan
didistribusikan ke seluruh permukaan sendi sehingga meringankan dampak yang diterima. Tulang di
balik kartilago memiliki fungsi untuk menyerap goncangan yang diterima (Iannone, 2003)
Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh cairan sendi sehingga
mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika bergerak. Kekakuan kartilago yang
dapat dimampatkan berfungsi sebagai penyerap tumbukan yang diterima sendi. Perubahan pada sendi
sebelum timbulnya OA dapat terlihat pada kartilago sehingga penting untuk mengetahui lebih lanjut
tentang kartilago. Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu Kolagen tipe dua dan
Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi molekul-molekul aggrekan di antara
jalinan-jalinan kolagen. Aggrekan adalah molekul proteoglikan yang berikatan dengan asam
hialuronat dan memberikan kepadatan pada kartilago. Kondrosit, sel yang terdapat di jaringan
avaskular, mensintesis seluruh elemen yang terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit menghasilkan
enzim pemecah matriks, sitokin {Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF)}, dan faktor
pertumbuhan. Umpan balik yang diberikan enzim tersebut akan merangsang kondrosit untuk
melakukan sintesis dan membentuk molekul-molekul matriks yang baru. Pembentukan dan
pemecahan ini dijaga keseimbangannya oleh sitokin faktor pertumbuhan, dan faktor lingkungan.
Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM) untuk memecah kolagen tipe dua dan
aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di matriks yang dikelilingi oleh kondrosit. Namun, pada fase
awal OA, aktivitas serta efek dari MPM menyebar hingga ke bagian permukaan (superficial) dari
kartilago.
Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi pergantian matriks, namun
stimulasi IL-1 yang berlebih malah memicu proses degradasi matriks. TNF menginduksi kondrosit
untuk mensintesis prostaglandin (PG), oksida nitrit (NO), dan protein lainnya yang memiliki efek
terhadap sintesis dan degradasi matriks. TNF yang berlebihan mempercepat proses pembentukan
tersebut. NO yang dihasilkan akan menghambat sintesis aggrekan dan meningkatkan proses
pemecahan protein pada jaringan. Hal ini berlangsung pada proses awal timbulnya OA.
2.2 Definisi Osteoarthritis
Osteoartritis adalah suatu penyakit kronis yang mengenai sendi dan tulang di sekitar sendi
tersebut. Dulu OA dianggap penyakit degeneratif, atau penyakit orang tua karena sendi menjadi aus
atau usang, namun dewasa ini diketahui melalui penelitian-penelitian ternyata selain akibat aus
terdapat proses peradangan yang mempengaruhi kerusakan pada sendi tersebut, walaupun peradangan
yang terjadi tidak sehebat penyakit radang sendi yang lain seperti artritis reumatoid.
2.3 Etiologi
Osteoarthritis idiopatik dihubungkan dengan pertambahan usia. Selain diakibatkan oleh aus,
osteoartritis juga dapat disebabkan oleh karena trauma atau akibat dari penyakit sendi yang lain
(sekunder). Tulang rawan yang terdapat di antara sendi berfungsi sebagai bantalan pada saat sendi
dipakai, namun karena bagian ini rusak maka permukaan tulang pada sendi tersebut saling beradu
seiring bertambahnya usia atau kerasnya pekerjaan sehingga timbul kerusakan progresif pada kartilago
dengan terbentuknya fisura-fisura kemudian sampai denudasi tulang. Hipertrofi tulang reaktif yang
terjadi setelah hilangnya kartilago akan menimbulkan pembentukan osteofit yang khas. Tulang
subkondral di bawahnya mengalami remodelisasi dan mungkin menyebabkan pembentukan kista dan
sklerosis. Tonjolan-tonjolan tulang pada osteofitosis, sklerosis subkondral, dan kista tampak jelas
dalam foto rontgent polos dan menjadi temuan radiologis OA.
2.4 Faktor resiko
Faktor resiko sistemik
1. Usia : Merupakan faktor risiko paling umum pada OA. Proses penuaan meningkatkan
kerentanan sendi melalui berbagai mekanisme. Kartilago pada sendi orang tua sudah
kurang responsif dalam mensintesis matriks kartilago yang distimulasi oleh pembebanan
(aktivitas) pada sendi. Akibatnya, sendi pada orang tua memiliki kartilago yang lebih tipis.
Kartilago yang tipis ini akan mengalami gaya gesekan yang lebih tinggi pada lapisan basal dan
hal inilah yang menyebabkan peningkatan resiko kerusakan sendi. Selain itu, otot-otot yang
menunjang sendi menjadi semakin lemah dan memiliki respon yang kurang cepat terhadap
impuls. Ligamen menjadi semakin regang, sehingga kurang bisa mengabsorbsi impuls.
Faktor-faktor ini secara keseluruhan meningkatkan kerentanan sendi terhadap OA.
2. Jenis kelamin : masih belum banyak diketahui mengapa prevalensi OA pada perempuan
usila lebih banyak daripada laki-laki usila. Resiko ini dikaitkan dengan berkurangnya
hormon pada perempuan pasca menopause. Faktor herediter juga berperan pada timbulnya
osteoartritis. Adanya mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-
unsur tulang rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam timbulnya
kecenderungan familial pada osteoarthritis (Lozada, Carlos J. 2009)
Faktor intrinsik
1. Kelainan struktur anatomis pada sendi seperti vagus dan valrus.
2. Cedera pada sendi seperti trauma, fraktur, atau nekrosis.
3. Faktor beban pada persendian
4. Obesitas : beban berlebihan pada sendi dapat mempercepat kerusakan pada sendi.
5. Penggunaan sendi yang sering : aktivitas yang sering dan berulang pada sendi dapat
menyebabkan lelahnya otot-otot yang membantu pergerakan sendi (David, 2006).
2.5 Patogenesis
Perkembangan osteoarthritis terbagi atas tiga fase, yaitu sebagai berikut:
1. Fase 1: terjadi penguraian proteolitik pada matrik kartilago. Metabolisme kondrosit menjadi
terpengaruh dan meningkatkan produksi enzim seperti metalloproteinases yang kemudian hancur
dalam martiks kartilago. Kondrosit juga memproduksi penghambat protase yang akan
memengaruhi proteolitik. Kondisi ini memberikan manifestasi pada penipisan kartilago.
2. Fase 2: pada fase ini terjadi fibrilasi dan erosi dari permukaan kartilago, disertai adanya pelepasan
proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan sinovia.
3. Fase 3: proses penguraian dari produk kartilago yang menginduksi respons inflamasi pada
sinovia. Produksi makrofag sinovia seperti interleukin 1 (IL-1), tumor necrosis factor-alpha
(TNF), dan metalloproteinases menjadi meningkat. Kondisi ini memberikan manifestasi balik
pada kartilago. Molekul-molekul pro-inflamasi lainnya seperti nitic oxide (NO) juga ikut terlibat.
Kondisi ini memberikan manifestasi perubahan arsitektur sendi, dan memberika dampak terhadap
pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi. Perubahan arsitektur sendi dan stres inflamasi
memberikan pengaruh pada permukaan articular menjadikan kondisi gangguan yang progresif
Gambar 2.2 OsteoarthritisSumber: www.emedicine.com
2.6 Manifestasi Klinis
Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang dirasakannya telah
berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan Berikut adalah keluhan yang dapat dijumpai
pada pasien OA :
1. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan
sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan tertentu terkadang dapat menimbulkan
rasa nyeri yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong
dini ( secara radiologis ). Umumnya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai
sendi hanya bisa digoyangkan dan menjadi kontraktur. Pada penelitian dengan menggunakan
MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi
( sinovitis ), efusi sendi, dan edema sumsum tulang. Osteofit merupakan salah satu penyebab
timbulnya nyeri. Ketika osteofit tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang
hingga ke kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang. Kartilago tidak
mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada sendi tidak diikuti dengan timbulnya
nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago.
Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi. Sumber nyeri yang
umum di lutut adalah akibat dari anserine bursitis dan sindrom iliotibial band. Nyeri sendi di lutut
sering dihubungkan dengan tugas menyangga berat tubuh. Penekanan pada beberapa bagian
tertentu di sekitar sendi yang nyeri akan terasa sakit. Gerak sendi juga menjadi terbatas karena
nyeri.
2. Kekakuan
Kekakuan paling sering terjadi pada pagi hari setelah bangun tidur dan biasanya berlangsung
kurang dari 30 menit. Kaku ini akan membaik setelah digerak-gerakkan beberapa saat. Bila
digerakkan bisa terdengar bunyi “krek” krepitus. Setelah beberapa waktu kemudian penyakit ini
dapat memberat sehingga terasa nyeri juga pada saat sedang istirahat. Rasa kaku pada sendi
dapat juga dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak melakukan banyak gerakan,
seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama.
3. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini umum dijumpai pada
pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau
remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi
dapat terdengar hingga jarak tertentu.
4. Pembesaran sendi ( deformitas )
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar.
5. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang biasanya tidak
banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk permukaan sendi berubah.
6. Tanda – tanda peradangan
Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang
merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA karena adanya synovitis. Biasanya tanda
– tanda ini tidak menonjol dan timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini
sering dijumpai pada OA lutut.
7. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan ancaman yang besar untuk
kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan
nyeri karena menjadi tumpuan berat badan terutama pada OA lutut
2.7 Diagnosis
Diagnosis osteoarthritis lutut berdasrkan klinis, klinis dan radiologis, serta klinis dan
laboratoris (JH Klippel, 2001) :10
1. Klinis:
Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:
- umur > 50 tahun
- kaku sendi < 30 menit
- krepitus
- nyeri tekan tepi tulang
- pembesaran tulang sendi lutut
- tidak teraba hangat pada sendi
Catatan: Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.
2. Klinis, dan radiologis:
Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:
- umur > 50 tahun
- kaku sendi <30 menit
- krepitus disertai osteofit
Catatan: Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.
3. Klinis dan laboratoris:
Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:
- usia >50 tahun
- kaku sendi <30 menit
- Krepitus
- nyeri tekan tepi tulang
- pembesaran tulang
- tidak teraba hangat pada sendi terkena
- LED<40 mm/jam
- RF <1:40
- analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis
Catatan: Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.
4. Kriteria diagnosis osteoarthritis tangan adalah nyeri tangan, ngilu atau kaku dan disertai 3 atau 4
kriteria berikut:10
- pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan
- pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea (DIP)
- pembengkakan < 3 sendi metacarpo-phalanea (MCP)
- deformitas pada ≥ 1 diantara 10 sendi tangan
Catatan: 10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3 dan CMC 1 masing-masing
tangan.
Sensitivitas 94% dan spesifisitas 87%.
2.8 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan gambaran radiologis,
yaitu menyempitnya celah antar sendi, terbentuknya osteofit, terbentuknya kista, dan sklerosis
subchondral.
Gambar 2.3. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis lutut.Sumber : LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment
of Osteoarthritis. American Family Physician. 64 (2) : 279-286
Keterangan gambar :
Gambar atas kiri : pandangan anteroposterior menunjukkan menyempitnya celah sendi (tanda panah)
Gambar bawah kiri : pandangan lateral menunjukkan sklerosis yang ditandai terbentuknya osteofit (tanda panah)
Gambar atas kanan : menyempitnya celah sendi (tanda panah putih) menyebabkan destruksi padapada kartilago dan sunchondral (tanda panah terbuka)
Gambar bawah kanan : ditemukan kista subchondral (tanda panah)
Gambar 2.4 Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari kaki.Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis:Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.Keterangan :
gambaran radiologis anteroposterior kaki menunjukkan menyempitnya celah
sendi metatarsophalangeal pertama, sklerosis, dan pembentukan osteofit
(panah)
14
Gambar 2.5. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada lutut.Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis : Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.Keterangan :
Gambaran radiologis anteroposterior lutut menunjukkan penyempitan ruang
sendi, sklerosis, dan pembentukan osteofit (panah)
Gambar 2.6. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada pinggul.Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis : Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.
15
Keterangan : Kedua gambar di atas menunjukkan penyempitan ruang
superolateral sendi, sklerosis, kista subkondral, dan pembentukan osteofit (panah)
2. Pemeriksaan Laboratorium dan MRI
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna.
Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas – batas normal. Pemeriksaan
imunologi masih dalam batas – batas normal. Pada OA yang disertai peradangan
sendi dapat dijumpai peningkatan ringan sel peradangan (< 8000/m) dan
peningkatan nilai protein.
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah MRI yaitu untuk
mengetahui derajat patologisnya, namun pemeriksaan ini jarang dilakukan
sebagai penunjang diagnostik dalam osteoarthritis, karena sebagian besar
gambaran penyakit ini sudah bisa dinilai berdasarkan pemeriksaan sinar-X
2.9 Penatalaksanaan
Osteoartritis tidak dapat disembuhkan. Penyakit ini biasanya makin lama
makin memburuk sejalan dengan usia. Tatalaksana osteoarthritis berfokus pada
pengobatan gejala karena tidak ada pengobatan yangtersedia untuk menghentikan
proses penyakit degenerative sendi. Tetapi keluhan OA dapat dikontrol sehingga
penderita OA dapat beraktivitas seperti biasa dan melakukan kegiatan sehari-hari
tanpa rasa nyeri. Beberapa obat dapat membantu perlambatan kerusakan yang terjadi,
mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri. Selanjutnya jika tetap nyeri walaupun
sudah menjalani semua prosedur pengobatan maka pilihan terakhir adalah operasi.
Pemasangan sendi palsu pada sendi yang rusak itu dapat membantu pasien-pasien
yang tidak respon terhadap terapi.
Terapi Non Farmakologis:
- Edukasi: pertama-tama penderita OA harus mengerti dulu apa yang terjadi
pada sendinya, mengapa timbul rasa sakit dan apa yang perlu dilakukan, sehingga
pengobatan OA dapat berhasil. Pada saat beraktivitas terasa nyeri dan jika istirahat 16
nyeri hilang, sehingga banyak penderita memilih diam, seminimal mungkin
melakukan aktivitas agar tidak nyeri, hal ini kurang tepat karena otot-ototnya akan
menjadi lemah kalau jarang digunakan, selanjutnya beban ke sendi akan menjadi lebih
berat dan pada saat berjalan/ bangun dari duduk nyeri semakin hebat. Pasien OA harus
berusaha agar tetap dapat melakukan aktivitas sehari-hari, latihan dan tidak menjadi
beban bagi orang di sekitarnya, karena itu edukasi sangatlah penting dalam
penanganan penyakit OA ini.
- Kompres: Jika sendi sedang bengkak maka pilihannya adalah kompres dingin,
dan jika sudah teratasi atau rasa kaku maka pilihannya adalah kompres hangat
- Menjaga berat badan ideal: Penting memperhatikan berat badan. Jika BB
berlebih harus diturunkan sampai BB ideal. Berat badan yang berlebih akan menjadi
beban bagi sendi-sendi yang menopang tubuh, sehingga semakin nyeri.
- Diet yang seimbang: Selama ini banyak mitos yang beredar di masyarakan
mengatakan bahwa makan sayur-sayuran hijau atau kacang-kacangan dapat
menyebabkan nyeri sendi, hal ini tidaklah tepat. Sayur-sayuran dan kacang-
kacangan tidak menyebabkan nyeri sendi. Tidak ada makanan tertentu yang
menyebabkan nyeri pada OA, namun makan yang berlebihan sehingga berat badan
meningkat akan menambah nyeri, karena menambah beban pada sendi untuk
menopang berat badan.
- Perubahan gaya hidup: Hindari posisi atau keadaan yang menimbulkan
trauma pada sendi seperti jongkok, lompat, lari, terlalu sering naik-turun tangga atau
berdiri terlalu lama. Tetap menjalani aktivitas sehari-hari. Jika timbul nyeri
istirahatlah sejenak, atasi nyerinya dan kembali beraktivitas. Jika pekerjaan Anda
menimbulkan nyeri maka harus melakukan penyesuaian terhadap pekerjaan tersebut,
contohnya jika memasak di dapur dan saat berdiri lama timbul nyeri maka usahakan
pada saat menyiapkan masakan dapat dikerjakan dalam posisi duduk, sehingga tidak
berdiri terlalu lama di dapur. Contoh lain, jika biasanya mencuci baju dalam posisi
jongkok, maka gunakan kursi pendek untuk duduk saat mencuci sehingga dapat
mengurangi trauma pada lutut.
17
- Latihan menggunakan otot-otot, terutama otot paha bagi mereka yang
mengalami OA pada lututnya merupakan terapi yang baik. Cara latihan adalah dalam
posisi berbaring terlentang lalu angkat kaki lurus (lutut tidak ditekuk) setinggi 30
derajat lalu pertahankan sampai 8 hitungan (10 detik) kemudian turunkan dan ganti ke
kaki sebelahnya. Lakukan secara bergantian selama beberapa kali. Latihan ini dapat
menguatkan otot paha jika dilakukan berulang-ulang beberapa kali dalam sehari
dengan jumlah yang meningkat secara bertahap dari hari ke hari.
Latihan yang lain adalah menaruh handuk di bawah lutut, lalu dalam posisi berbaring
terlentang atau duduk, menekan handuk tersebut dengan cara mengencangkan otot-
otot paha kemudian ditahan dalam 8 hitungan (10 detik) kemudian direlaks kan lagi,
bergantian paha kiri dan kanan. Latihan ini dilakukan bertahap dan semakin hari
semakin meningkat frekuensinya.
- Olah raga: Pilihan olah raga yang dianjurkan pada pasien OA adalah berenang
dan bersepeda, kedua olah raga ini tidak menggunakan beban berat tubuh sehingga
mengurangi nyeri sendi. Jika tidak memungkinkan untuk kedua olah raga tersebut
maka jalan kaki di tempat yang datar dan rata dapat dilakukan dan disesuaikan dengan
kemampuan masing-masing penderita.
- Alat bantu: Menggunakan alat bantu untuk sendi seperti tongkat, walker, dan
“deker”atau suatu alat pelindung untuk sendi dapat membantu dalam melakukan
aktivitas. Konsultasikan dengan dokter mengenai pilihan alat bantu yang tepat dengan
keadaan OA yang diderita.
Terapi Farmakologis:
- Parasetamol: merupakan pilihan obat yang cukup aman untuk mengobati OA,
kecuali pada mereka yang alergi terhadap obat ini. Obat yang dikenal sebagai tablet
penurun panas ini mempunyai efek mengurangi rasa nyeri sehingga dapat digunakan
pada OA. Pasien OA perlu mendapat anti nyeri selama waktu tertentu sehingga bisa
kembali beraktivitas, melakukan latihan terhadap otot-ototnya supaya otot-ototnya
menjadi kuat dan mengurangi beban terhadap sendinya.
- Obat anti inflamasi non steroid (NSAID) : Penggunaan obat-obat ini harus
melalui konsultasi dengan dokter. Efek samping obat-obat golongan ini terutama 18
mengenai lambung, ginjal dan jantung, karena itu sebelum digunakan harus
berkonsultasi dengan dokter. Obat golongan ini dapat mengurangi radang yang terjadi
di sendi dan sekitarnya, sehingga rasa nyeri akan jauh berkurang.
- Obat-obat suplemen: glukosamin, kondrotin, diacerin dan kapsaisin dll,
merupakan suplemen untuk OA yang banyak ditemukan dalam masyarakat. Meskipun
relatif aman namun sebaiknya konsultasikan juga dengan dokter, bagaimana
manfaatnya, sampai kapan boleh digunakan dan efek apa yang harus diperhatikan.
- Suntikan hyaluronat: obat ini diberikan dalam bentuk suntikan langsung ke
dalam rongga sendi, berfungsi sebagai pelumas dan menambah cairan sendi.
Penggunaannya harus hati-hati dan hanya boleh dilakukan oleh dokter yang ahli dalam
menyuntikannya, karena jika tidak tepat atau kurang steril maka akan berbahaya bagi
pasiennya. Ada beberapa macam obat dengan kekentalan yang berbeda-beda sehingga
penyuntikannya ada yang sekali, atau 2 sampai 5 kali suntik dengan jarak 1x
seminggu.
- Suntikan kortikosteroid: Obat ini dapat digunakan pada keadaan sendi yang
meradang dan bengkak. Dokter akan menyuntikan obat ini setelah mengeluarkan
terlebih dahulu cairan berlebihan dari sendi yang bengkak, fungsinya sebagai anti
radang. Penggunaan obat ini juga harus hati-hati maksimal 3 kali dalam setahun,
karena kalau terlalu sering malah berakibat kerusakan pada sendi itu sendiri (steroid
artropati).
Terapi bedah
Operasi atau tindakan bedah merupakan alternatif terapi bagi penderita OA yang
sudah tidak respon dengan terapi farmakologi maupun non farmakologi di atas.
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan antara lain adalah:
- Artroskopi: menggunakan alat kecil yang dimasukan ke dalam rongga sendi
untuk membersihkan tulang rawan yang rusak
- Sinovektomi: operasi untuk mengatasi jaringan sendi yang mengalami
peradangan
19
- Osteotomi: operasi yang dilakukan terhadap salah satu bagian tulang sehingga
posisi dan letaknya menjadi lebih baik dan mengurangi rasa nyeri pasien.
- Penggantian sendi: operasi menggantikan sendi yang rusak dengan sendi baru
yang terbuat dari bahan metal.
Pencegahan
- Penurunan berat badan
- Mengurangi cidera
- Skrining perinatal untuk mengetahui penyakit panggul congenital
- Pendekatan ergonomik untuk memodifikasi stress pekerjaaan
20
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KLIEN OSTEOARTRITIS
1. Pengkajian
Identitas:
a. Terjadi pada lansia (kurang lebih 70 tahun)
b. Prevelensi laku-laki dan perempuan sama
c. Riwayat pekerjaan (mengakat beban berat)
Keluhan utama:
a. Nyeri sendi (lutut, siku, pingang, tangan, kaku sendi)
b. Pembengkakan pada sendi
Riwayat penyakit sekarang:
Merupakan penyakit degenerative
Riwayat penyakit dahulu:
Riwayat obesitas
Pengkajian fisik:
- Look : deformitas sendi, deformitas tulang, perubahan kesejajaran
(misalignment), disertai pembesaran sendi, tanda peradangan (seperti
kemerahan pada sendi)
- Feel : krepitus, spasme otot perartikular
- Move : keterbatasan rentang gerak sendi
Pengkajian ekstrimitas : sensori menurun, adanya kesemutan atau kebas,
penurunan fungsi ekstrimitas.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan rontgen : tampak ada pengikisan tulang dan pengurangan cairan
synovial.
21
Pemeriksaan laboratorium : dapat terjadi peningkatan leukosit sebagai reaksi
peradangan
2. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Nyeri
2. Hambatan mobilitas fisik
3. Risiko cidera
4. Gangguan citra diri
5. Kurang pengetahuan
22
BAB IV
KESIMPULAN
Osteoarthritis merupakan gangguan pada sendi yang ditandai dengan
perubahan patologis pada struktur sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang
rawan/kartilago hialin. Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama
pada orang tua. Selain itu, osteoarthritis ini juga merupakan penyebab kecacatan
paling banyak pada orang tua. Osteoarthritis dapat didiagnosis berdasarkan kelainan
struktur anatomis dan atau gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini. Gejala yang
sering muncul pada osteoarthritis adalah nyeri sendi yang diperburuk oleh aktivitas
dan gejala akan mereda setelah istirahat.
23
DAFTAR PUSTAKA
Davey, Patrick. 2006. Medicine at a Glance. Jakarta : Erlangga
David, T. 2006. Osteoarthritis of the knee. The New England Journal of
Medicine.
Dillon CF, Rasch EK, et al. 2006. Prevalence of knee osteoarthritis in the
United States: arthritis data from the Third National Health and Nutrition
Examination Survey 1991–1994. J Rheumatol. 33(11):2271–2279.
Fauci, Anthony S, et al. 2012. Osteoarthritis. Dalam : Harrison’s
Principles Of Internal Medicine Eighteenth Edition. The McGraw-Hill
Companies.
Forbes, C. D., & Jackson, W. F. 2004. Color Atlas dan Text of Clinical
Medicine. Philadelphia: Elsevier Mosby.
Hamijoyo, L. 2010. PERHIMPUNAN REUMATOLOGI INDONESIA.
Retrieved September 13, 2015, from reumatologi.or.id/reuarttail?id=23
Helmi, Zairin Noor. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta:
Salemba medika
Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :
Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3):737–747.
24
Kasmir, Yoga. 2009. Penatalaksanaan Osteoartritis. Sub-bagian
Reumatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto Mangunkusumo,
Jakarta
Lawrence RC, Felson DT, Helmick CG, et al. 2008. Estimates of the
prevalence of arthritis and other rheumatic conditions in the United States. Part II.
Arthritis Rheum. 58(1):26–35.
Lozada, Carlos J. 2009. Osteoarthritis. http://emedicine.medscape.com.
Diakses tanggal 15 maret 2013.
LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of
Osteoarthritis. American Family Physician. 64(2):279–286
Tjokroprawiro, Askandar, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Surabaya: Airlangga University Press.
25