238613729 lapsus ikm hipertensi
DESCRIPTION
Lapsus IKM HipertensiTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Seiring dengan terjadinya transisi epidemiologi saat ini, terjadi perubahan pola
penyakit dari penyakit infeksi menjadi non infeksi (penyakit degeneratif) seperti penyakit
jantung, hipertensi, ginjal dan stroke yang akhir-akhir ini banyak terjadi di masyarakat.
Penyakit-penyakit diatas digolongkan kedalam penyakit tidak menular yang frekuensi
kejadiannya mulai meningkat seiring dengan perkembangan teknologi, perubahan pola
makan, gaya hidup serta kemajuan ekonomi bangsa.
Penyakit tidak menular (PTM) diperkirakan sebagai penyebab 58 juta kematian pada
tahun 2005 (WHO), dan 80% kematian tersebut terjadi di negara-negara yang berpendapatan
rendah dan menengah akibat penyakit jantung dan pembuluh darah (30%), penyakit
pernapasan kronik dan penyakit kronik lainnya (16%), kanker (13%), cedera (9%), dan
diabetes mellitus. PTM seperti hipertensi, stroke, kanker, diabetes mellitus, penyakit paru
kronik obstruktif, dan cedera terutama di negara berkembang, telah mengalami peningkatan
kejadian dengan cepat yang berdampak pula pada peningkatan angka kematian dan kecacatan
(Depkes RI, 2010).
Hipertensi adalah suatu penyakit yang kronis dimana tekanan darah meningkat di atas
tekanan darah normal. The seventh report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) menyatakan bahwa
seseorang dikatakan hipertensi jika tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih atau tekanan
darah diastolic 90 mmhg atau lebih. Hipertensi adalah faktor risiko keempat dari enam faktor
risiko terbesar penyebab penyakit kardiovaskular (PERKI, 2003).
Penderita hipertensi sering tidak menampakkan gejala. Institit nasional Jantung, Paru,
dan Darah memperkirakan separuh orang yang menderita hipertensi tidak sadar akan
kondisinya. Orang yang sudah menyadari hipertensi pada dirinya hanya melakukan sedikit
tindakan untuk mengontrolnya, dimana hanya 27% pasien hipertensi yang mengontrol
tekanan darahnya secara adekuat (Hahn & Payne, 2003). Pasien baru menyadari kondisinya
jika hipertensi sudah menimbulkan komplikasi pada jantug, penyumbatan pembuluh darah,
hingga pecahnya pembuluh darah di otak yang berakibat kematian. Hal inilah yang membuat
0
hipertensi dikenal sebagai the silent killer yang berdampak pada tingginya angka
kematianakibat penyakit dan pembuluh darah (Aziza, 2007)
Prevalensi hipertensi terus meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup seperti
merokok, inaktifitas fisik dan stres psikososial. Data World Health Organization (WHO),
tahun 2000 menunjukkan sekitar 972 juta orang atau 26,4% penduduk diseluruh dunia
menderita hipertensi. Sebanyak 333 juta (proporsi 34,26%) berada di negara maju dan 639
juta (65,74%) berada di negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2010).
Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan prevalensi
hipertensi di Indonesia mengalami peningkatan dari 96 per 1000 penduduk pada tahun 1995
menjadi 110 per 1000 penduduk pada tahun 2001. Prevalensi hipertensi pada golongan umur
diatas 25 tahun meningkat dari 8 % pada tahun 1995 menjadi 28 % tahun 2001 (Depkes RI,
2010)
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Sehat
Arti kesehatan secara harfiah adalah sesuatu yang berhubungan dengan kondisi fisik
seseorang yaitu orang dikatakan sehat apabila terbebas dari serangan penyakit atau
sebaliknya dikatakan sakit apabila kondisi fisiknya tidak baik akibat penyakit menular atau
penyakit tidak menular. Kondisi ini dinamakan konsep sehat-sakit. Sejak tahun 1948 WHO
telah mendefinisikan yang dimaksud sehat sebagai berikut : Health is a state of physical,
mental and social well being and not merely the absence of disease or infirmity. Dikatakan
bahwa sehat itu adalah keadaan fisik, mental dan sosial yang baik, tidak hanya terbebas dari
penyakit, cacat atau kelemahan. Menurut pengertian tersebut definisi sehat mempunyai
makna yang sempurna dan lengkap. Misalnya seseorang yang mengalami sakit lalu ada bekas
luka parut, menurut pengertian WHO belum termasuk kriteria sehat (Suyono, 2010)
Di Indonesia kriteria sehat ini ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 1960
tentang Pokok-pokok Kesehatan dan telah diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 1 ayat 1 yang bunyinya : Kesehatan adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara
sosial dan ekonomis (Suyono, 2010)
Hendrik L Blum menggambarkan status kesehatan seseorang atau masyarakat
dipengaruhi oleh berbagai faktor sebagai berikut : (Suyono, 2010)
Gambar 1. Konsep status Kesehatan menurut HL. Blum
2
Ke empat faktor tersebut diatas saling berpengaruh positif satu dengan yang lain dan
tentu saja sangat berpengaruh terhadap status kesehatan seseorang. Status kesehatan akan
tercapai optimal apabila ke empat faktor tersebut positif mempengaruhi secara optimal pula.
Apabila salah satu faktor tidak optimal maka status kesehatan akan bergeser kearah dibawah
optimal. Berikut ini akan dijelaskan satu per satu ke empat faktor tersebut sebagai berikut :
(Suyono, 2010)
1. Faktor Keturunan (Biologi)
Faktor ini lebih mengarah kepada kondisi individu yang berkaitan dengan asal usul
keluarga, ras dan jenis golongan darah. Beberapa penyakit tertentu disebabkan oleh faktor
keturunan antara lain : hemophilia, hypertensi, kelainan bawaan, albino dll.
2. Faktor Pelayanan Kesehatan
Faktor ini dipengaruhi oleh seberapa jauh pelayanan kesehatan yang diberikan. Hal ini
berhubungan dengan tersedianya sarana dan prasarana institusi kesehatan antara lain :
Rumah Sakit, Puskesmas, Labkes, Balai Pengobatan, serta tersedianya fasilitas pada
institusi tersebut : tenaga kesehatan, obat-obatan, alat-alat kesehatan yang kesemuanya
tersedia dalam kondisi baik dan cukup dan siap pakai.
3. Faktor Perilaku
Faktor perilaku berhubungan dengan perilaku individu atau masyarakat, perilaku
petugas kesehatan dan perilaku para pejabat pengelola negeri ini (Pusat dan Daerah) serta
perilaku pelaksana bisnis.
- Perilaku individu atau masyarakat yang positif pada kehidupan sehari-hari misalnya :
membuang sampah / kotoran secara baik, minum air masak, saluran limbah terpelihara,
mandi setiap hari secara higienis dll.
- Perilaku petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan yang baik antara lain : ramah,
cepat tanggap, disiplin tinggi, terapi yang tepat sesuai diagnosa, tidak malpraktek
pemberian obat yang rasional, dan bekerja dengan penuh pengabdian.
- Perilaku pemerintah Pusat dan Daerah dalam menyikapi suatu permasalahan kesehatan
masyarakat secara tanggap dan penuh kearifan misalnya : cepat tanggap terhadap adanya
penduduk yang gizinya buruk, adanya wabah penyakit, serta menyediakan sarana dan
prasarana kesehatan dan fasilitas umum ( jalan, parit, TPA, penyediaan air bersih, jalur
hijau, pemukiman sehat) yang didukung dengan peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan kesehatan dan lingkungan hidup dan menerapkan sanksi hukum
yang tegas bagi pelanggarnya.
3
4. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap status kesehatan, terlihat dari
diagram di atas dengan panah yang lebih besar dibanding faktor lainnya. Faktor
Lingkungan terdiri dari 3 bagian besar :
- Lingkungan Fisik
Terdiri dari benda mati yang dapat dilihat, diraba, dirasakan antara lain : bangunan,
jalan, jembatan, kendaraan, gunung, air, tanah. Benda mati yang dapat dilihat dan
dirasakan tapi tidak dapat diraba : api, asap, kabut dll.. Benda mati yang tidak dapat
diraba, tidak dapat dilihat namun dapat dirasakan : udara, angin, gas, bau-bauan, bunyi-
bunyian / suara dll.
- Lingkungan Biologis
Terdiri dari makhluk hidup yang bergerak, baik yang dapat dilihat maupun tidak :
manusia, hewan, kehidupan akuatik, amoeba, virus, plankton. Makhluk hidup tidak
bergerak : tumbuhan, karang laut, bakteri dll.
- Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial adalah bentuk lain selain fisik dan biologis di atas. Lingkungan
sosial tidak berbentuk secara nyata namun ada dalam kehidupan di bumi ini.
Lingkungan sosial terdiri dari sosio-ekonomi, sosio-budaya, adat istiadat,
agama/kepercayaan, organisasi kemasyarakatan dll.
Melalui lingkungan sosial manusia melakukan interaksi dalam bentuk pengelolaan
hubungan dengan alam dan buatannya melalui pengembangan perangkat nilai, ideologi,
sosial dan budaya sehingga dapat menentukan arah pembangunan lingkungan yang
selaras dan sesuai dengan daya dukung lingkungan yang mana hal ini sering disebut
dengan “etika lingkungan”.
4
2.3 Konsep Penyakit Hipertensi
2.3.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi lebih dikenal oleh masyarakat dengan istilah penyakit tekanan darah tinggi.
Batas tekanan darah yang dapat digunakan sebagai acuan untuk menentukan normal atau
tidaknya tekanan darah adalah tekanan sistolik dan tekanan diastolic. Berdasarkan JNC VII,
seorang dewasa dikatakan mengalami hipertensi jika tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih
dan diastolic 90 mmHg atau lebih (PERKI, 2003).
2.3.2 Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi yang dipakai saat ini beredoman pada Joint National Committee
on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment on High Blood Pressure yang ke 7.
Berikut ini adalah tabel tentang klasifikasi hipertensi (PERKI, 2003)
Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi menurut JNC VII
Kategori Tekanan Darah Tekanan Sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi grade 1 140-159 atau 90-99
Hipertensi grade 2 >160 atau > 100
Berdaraskan penyebabnya, hipertensi dpat diklasifikaskan menjadi dua yaitu hipertensi
primer dan hipertensi sekunder Berikut ini adalah pembagian hipertensi berdasarkan
penyebabnya.
a. Hipertensi Primer
Hipertensi primer disebut juga dengan istilah hipertensi esensial atau idiopatik.
Etiologi hipertensi jenis ini adalah multifaktorial yang masing-masing akan saling
berinteraksi mengganggu homeostasis secara bersama, sehingga tekanan darah baik
sistolik maupun diastolic akan mengalami peningkatan (Black & Hawks, 2005). Pada
kasus ini terjadi peningkatan kerja jantung akibat penyempitan pembuluh darah tepi.
Hipertensi jenis ini mempunyai kecendrungan genetic yang dan dipengaruhi oleh faktor
kontribus, seperti obesitas, stress, merokok, dan konsumsi garam berlebih (Sherwood,
5
2001). Hipertensi jenis ini biasanya diderita oleh 90% sampai 95% psien yang mengalami
peningkatan tekanan darah (Hahn & Payne, 2003).
b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder disebabkan oleh gangguan sistem lain, misalnya sistem vaskuler
(arteriosklerosis), sistem renal (stenosis arteri renal), sistem endokrin (hipertiroidisme) dan
sistem neuron (peningkatan tekanan intracranial). Kehamilan juga dapat menyebabkan
hipertensi sekunder (Davis, 2004). Kejadian hipertensi sekunder kurang dari 5% pada
individu dewasa, tetapi lebih dari 80% pada anak-anak. Menurut Dirksen, Heitkemper, dan
Lewis (2000) penyebab hipertensi sekunder adalah sebagai berikut: (1) penyempitan
congenital aorta; (2) penyakit ginjal misalnya stenosis arteri ginjal; (3) gangguan endokrin
misalnya sindrom Chusing dan hiperaldosteron; (4) gangguan neurologi misalnya tumor
otak dan cedera kepala; (5) sleep apnea; (6) pengobatan jenis stimulant simpatetik
misalnya kokain, terapi penggantian estrogen, obat kontrasepsi oral, dan obat anti
inflamasi non steroid; (7) kehamilan yang menstimulasi hipertensi.
2.3.3 Faktor Risiko Hipertensi
Black dan Hawks (2005) menyatakan bahwa semua jenis hipertensi dipengaruhi oleh
faktor genetic daan lingkungan. Faktor-faktor ini dapat diklasifikasikan menjadi faktor yang
tidak dapat dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi.
a. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi terdiri dari riwayat keluarga (genetic), umur,
jenis kelamin.
- Riwayat Keluarga (Genetik)
Kejadian hipertensi khususnya hipertensi primer sangat dipengaruhi oleh faktor
riwayat keluarga. Faktor genetik ini berkaitan dengan metabolism pengaturan garam dan
renin membrane sel. Menurut Davidson, bila kedua orang tuanya menderita hipertensi
maka sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang
menderita hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya.
- Umur
Risiko hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Black dan Hawks
(2005) menyatakan bahwa seseorang rentan mengalami hipertensi pada umur 30-50
tahun, dimana hipertensi yang dialami adalah hipertensi primer. Tingginya hipertensi
6
seiring dengan bertambahnya umur, disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh
darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi
lebih kaku, sebagai akibatnya dalah meningkatnya tekanan darah sistolik.
- Jenis Kelamin
Faktor jenis kelamin mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap kejadian
hipertensi. Pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita, dengan rasio
sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan dara sistolik. Pria diduga memiliki gaya hidup
yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita.
Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada wanita meningkat.
Bahkan setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi
dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal. Penelitian di
Indonesia prevalensi yang lebih tinggi terdapat pada wanita.
b. Faktor yang dapat dimodifikasi
Selain dipengaruhi faktor yang tidak dapat dimodifikasi, hipertensi dipengaruhi faktor
yang dapat dimodifkasi. Tingkat kejadian hipertensi dapat diturunkan dengan
mengendalikan faktor ini. Faktor yang dapat dimodifikasi ini terdiri dari kegemukan
(obesitas), stress, konsumsi zat berbahaya, aktivitas fisik, nutrisi.
- Kegemukan (obesitas)
Kegemukan (obesitas) adalah presentase abnormalitas lemak yang dinyatakan dalam
Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index) yaitu perbandingan antara berat badan dengan
tinggi badan kuadrat dalam meter. Kaitan erat antara kelebihan berat badan dan kenaikan
tekanan darah telah dilaporkan oleh beberapa studi. Risiko relative untuk menderita
hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang
badannya normal. Sedangkan, pada penderta hipertensi ditemukan sekitar 20-30%
memiliki berat badan lebih (overweight).
- Stress
Stress mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap tingkat kejadian hipertensi.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Jonas (2000) dilaporkan bahwa seseorang yang
mengalami depresi berisiko 1,78 kali menderita hipertensi dibandingkan dengan yang
tidak mengalami depresi. Seseorang yang berada dalam kondisi stress telah terjadi proses
fisiologis dimana sistem saraf simpatis teraktivasi yang selanjutnya dapat menstimulus
pengeluaran hormone adrenalin dan kortisol. Respon fisiologis ini menyebabkan
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah.
7
- Konsumsi Zat Berbahaya
Konsumsi zat berbahaya adalah faktor lain yang mempengaruhi kejadian hipertensi
dan dapat dimodifikasi. Konsumsi zat berbahaya ini meliputi rokok, konsumsi alkohol
berlebih, dan obat-obatan terlarang. Penggunaan substansi ini secara terus-menerus dapat
membuat tekanan darah cenderung tinggi.
Nikotin yang dihisap melalui rokok dapat meningkatkan denyut jantung dan
menyebabkan vasokonstriksi perifer, yang akan meningkatkan tekanan darah arteri pada
jangka waktu yang pendek, selama dan setelah merokok. Nikotin yang masuk ke dalam
aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah ateri, dan mengakibatkan
proses aterosklerosis, dan tekanan darah tinggi.
Alkohol termasuk salah satu substansi berbahay yang jika dikonsumsi secara
berlebihan dapat menimbulkan efek negative bagi tubuh. Konsumsi alkohol dapat
meningkatkan angka kejadian hipertensi, penurunan sensitivitas tubuh terhadap obat
antihipertensi, dan hipertensi yang sulit disembuhkan.
Kopi mengandung kafein yang jika digunakan dalam jumlah adekuar akan bermanfaat
bagi tubuh. Hal ini didukung oleh studi-studi yang dilakukan Mayo Clinic, Harvard
School of Public Health dan institusi-institusi lain yang mengungkapkan bahwa minum
kopi 2-4 cangkir sehari dapat menurunkan kanker kolon, mengurangi risiko penyakit batuu
empedu, dan mencegah sirosis hati. Akan tetapi, konsumsi kopi yang berlebih yaitu 10
cangkir atau lebih per hari dapat menyebabkan kecemasan, diare, kelelahan, sulit tidur,
pusing, dan palpitasi jantung.
- Aktivitas fisik
Aktivitas fisik aerobic yang adekuat dan teratur akan menjaga fungsi kardiovaskuler
yang baik dan menurunkan berat badan bagi pasien hipertensi dengan obesitas, serta
menurunkan risiko penyakit kardiovaskular yang dapat meningkatkan mortalitas.
- Nutrisi
Nutrisi adalah salah satu faktor yang dapat dimodifikasi untuk mengendalikan
kejadian hipertensi. Pola makan yang tinggi kalori, natrium, dan lemak, tetapi rendah
protein dapat meningkatakn tekanan darah. Diet tinggi sodium akan menstimulasi
pengeluaran hormone natriuretik dan mekanisme vaspresor dalam sistem saraf pusat, yang
akan berkontribusi pada peningkatan tekanan darah. Penelitian yang dilakukan oleh
Sugiharto (2007) menunjukkan bahwa seseorang yang terbiasa mengkonsumsi makanan
asin berisiko menderita hipertensi 3,95 kali dibandingkan orang yang tidak terbiasa
mengkonsumsi makanan asin.
8
Diet tinggi lemak jenuh juga berakibat pada peningkatan tekanan darah. Konsumsi
lemak jenuh berlebih berakibat pada peningkatan kadar kolesterol yang merupakan faktor
risiko utam aterosklerosis. Aterosklerosis dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah
dan penyakit kardiovaskular misalnya iskemia atau infark miokard.
2.3.4 Manifestasi Klinis Hipertensi
Manifestasi klinis hipertensi antara lain:
- Sakit/nyeri kepala
- Gelisah
- Jantung berdebar-debar
- Pusing
- Leher kaku
- Penglihatan kabur, dan
- Rasa sakit di dada.
- Keluhan tidak spesifik antara lain tidak nyaman kepala, mudah lelah.
2.3.5 Tatalaksana Hipertensi
a. Non-Farmakologis
Peningkatan tekanan darah dapat dikontrol dengan perubahan gaya hidup. (Depkes
RI, 2013)
Tabel 2. Modifikasi Gaya Hidup
Modifikasi Rekomendasi Rerata penurunan TDS
Penurunan berat badan Jaga berat badan ideal (BMI :
18,5 – 24,9 kg/m2)
5 – 20 mmHg/10kg
Dietary Approches to Stop
Hypertension (DASH)
Diet kaya buah, sayuran,
produk rendah lemak dengan
jumlah lemak total dan lemak
jenuh yang rendah
8 - 14 mmHg
Pembatasan intake natrium Kurangi hingga < 100 mmol
per hari (2.0 g natrium atau 6
5 g natrium klorida atau 1
sendook the garam per hari)
2 - 8 mmHg
9
Aktivitas fisik Aktivitas fisik aerobic yang
teratur (mis : jalan cepat) 30
menit seharu, hampir setiap
hari dalam seminggu.
4 - 9 mmHg
Pembatasan konsumsi
alkohol
Laki-laki : dibatasi hingga <
2 kali per hari.
Wanita dan orang yang lebih
kurus : dibatasi hingga < 1
kali per hari.
2 – 4 mmHg
b. Farmakologis
Alur tatalaksana hipertensi
10
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. M
Umur : 62 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Monginsidi Baru
Suku : Makassar
Agama : Islam
Pekerjaan : Pensiunan PNS
Waktu Pemeriksaan : 24 Juni 2015
3.2 Anamnesis
- Keluhan Utama
Sakit kepala
- Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Umum Puskesmas Narmada dengan keluhan sakit kepala sejak 1
hari yang lalu. Sakit kepala terutama dirasakan pada bagian belakang kepala. Sakit kepala
tidak disertai dengan mual dan muntah.
- Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi (+) sejak ± 12 tahun yang lalu. Awalnya pasien rajin meminum obat
hipertensi, namun selama 1 bulan terakhir, pasien tidak pernah kontrol dan meminum
obat. Riwayat kencing manis (-).
- Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi (+) yaitu tiga orang saudara pasien. Riwayat hipertensi pada orang tua
tidak diketahui. Riwayat kencing manis (+) yaitu istri pasien.
11
Meninggal
Hipertensi
- Riwayat Pribadi
Pasien merupakan anak ke empat dari empat bersaudara. Pasien tinggal di
rumah bersama istrinya. Pasien memiliki tiga orang anak, namun mereka tidak
tinggal bersama pasien karena telah memiliki keluarga masing-masing.
Rumah pasien terletak di pinggir jalan. Lantai rumah terbuat dari keramik,
dinding rumah berupa tembok, dan atap rumah terbuat dari genteng. Masing-
masing ruangan memiliki jendela, ventilasi, dan pencahayaan yang cukup.
Sumber air yang dipakai untuk sehari-hari adalah dari air PAM. Sedangkan
untuk minum, pasien menggunakan air galon.
Pasien merupakan seorang pensiunan PNS dan saat ini tidak bekerja.
Pendapatan keluarga berasal dari uang pensiunan ± tiga juta rupiah per bulan.
Sejak pensiun, pasien kurang bergerak dan tidak pernah berolahraga.
Pasien makan 3 kali sehari dengan lauk yang beraneka ragam. Riwayat sering
mengkonsumsi ikan asin (+).
Pasien tidak memiliki kebiasaan minum kopi.
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok.
12
Pasien
3.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital :
- HR : 88 x/menit, irama teratur, kuat angkat
- TD : 160/100 mmHg
- RR : 20 x/menit
- Tax : 36,7ºC
Status Generalis
Kepala :
- Ekspresi wajah : normal
- Bentuk dan ukuran : normal
- Rambut : normal
- Edema : (-)
- Malar rash : (-)
Mata :
- Simetris
- Alis : normal
- Exophtalmus : (-)
- Ptosis : (-)
- Strabismus : (-)
- Edema palpebra : (-)
- Konjungtiva : anemis (-/-), hiperemis (-/-)
- Sklera : ikterik (-/-), hiperemis (-/-), pterygium (-/-)
- Pupil : isokor, bulat, refleks (+/+)
- Kornea : normal
- Lensa : normal, katarak (-/-)
13
Telinga :
- Bentuk : normal
- Lubang telinga : normal, secret (-/-)
- Nyeri tekan : (-)
- Pendengaran : normal
Hidung :
- Simetris, deviasi septum (-)
- Perdarahan (-), secret (-)
- Penciuman : normal
Mulut :
- Simetris
- Bibir : sianosis (-)
- Gusi : hiperemis (-), perdarahan (-)
- Lidah : glositis (-), atrofi papil lidah (-)
- Mukosa : kering
Leher :
- Simetris
- Kaku kuduk : (-)
- Scrofuloderma : (-)
- Pembesaran KGB : (-)
- Trakea : di tengah
- JVP : normal
- Pembesaran otot sternokleidomastoideus : (-)
- Pembesaran tiroid : (-)
Thoraks :
Cor
- Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
- Palpasi : iktus cordis teraba di ICS 5 midklavikula sinistra
- Perkusi : redup
14
- Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo
- Inspeksi : bentuk simetris, pergerakan dinding dada simetris,
penggunaan otot bantu nafas (-), pelebaran sela iga (-), frekuensi pernapasan 20
x/menit.
- Palpasi : pergerakan dinding dada simetris, fremitus raba dan vocal
simetris, provokasi nyeri (-).
- Perkusi : sonor di kedua lapang paru, nyeri ketok (-)
- Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-).
Abdomen :
- Inspeksi : distensi (-), skar (-).
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Palpasi : nyeri tekan (-), pembesaran organ (-)
- Perkusi : timpani
Inguinal-genital-anus : tidak diperiksa
Ekstremitas atas :
- Akral hangat : (+/+)
- Kulit : normal
- Deformitas : (-/-)
- Sendi : dalam batas normal
- Edema : (-/-)
- Sianosis : (-/-)
- Kekuatan : normal
Ektremitas bawah :
- Akral hangat : (+/+)
- Kulit : normal
- Deformitas : (-/-)
- Sendi : dalam batas normal
- Edema : (-/-)
15
- Sianosis : (-/-)
- Kekuatan : normal
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
3.5 Diagnosis Kerja
Diagnosis kerja pasien ini adalah hipertensi grade II.
3.6 Penatalaksanaan
- Captopril 2 x 25 mg
3.7 Prognosis
Bonam
3.8 Konseling
Konseling yang diberikan pada pasien ini adalah tentang pola hidup sehat untuk
mencegah dan mengontrol hipertensi, seperti :
- Gizi seimbang dan pembatasan gula, garam, dan lemak. Asupan garam maksimal 5 g
sehari.
- Mempertahankan berat badan dan lingkar pinggang ideal.
- Menganjurkan gaya hidup aktif/olahraga teratur
- Menganjurkan untuk kontrol rutin di puskesmas
- Menjelaskan kepada pasien tentang komplikasi dari penyakit hipertensi
16
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, pasien didiagnosis dengn hipertensi grade II. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan saat pasien datang
memeriksakan diri ke Puskesmas Narmada.
Berdasarkan hasil anamnesis, pasien datang dengan keluhan sakit kepala yang mulai
dirasakan sejak 1 hari yang lalu. Sakit kepala terutama dirasakan di bagian belakang kepala.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan tekanan darah pasien adalah 160/100 mmHg. Berdasarkan
klasifikasi menurut JNC VII, pasien ini digolongkan pada hipertensi grade II.
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini adalah dengan pemberian terapi farmakologis
dengan menggunakan obat antihipertensi yaitu captopril 2 x 25 mg sehari. Selain terapi
farmakologis, diberikan juga terapi non farmakologis dengan pemberian konseling tentang
diet untuk pasien hipertensi, gaya hidup aktif, komplikasi hipertensi, dan menganjurkan
pasien kontrol rutin di puskesmas.
Menurut teori H.L. Blum terdapat empat faktor yang mendasari munculnya suatu
penyakit. Faktor tersebut antara lain : faktor biologi, faktor lingkungan, faktor pelayanan
kesehatan, dan faktor perilaku. Mengacu pada teori tersebut, kejadian hipertensi pada pasien
ini dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Faktor biologi
Faktor biologi pada pasien ini adalah terdapat riwayat hipertensi dalam keluarga yakni
ketiga saudara pasien. Selain itu, terdapat faktor yang lain yaitu usia pasien 67 tahun.
2. Faktor lingkungan
Rumah pasien terletak di pinggir jalan sehingga menimbulkan suasana yang tidak kondusif
untuk pasien. Pasien tidak memiliki masalah yang dapat menimbulkan stress psikis pada
pasien. Pasien hidup aman bersama istri dan anak-anaknya.
3. Faktor pelayanan kesehatan
Pada pelayanan kesehatan yakni Puskesmas Narmada, tersedia tensimeter untuk mengukur
tekanan darah, terdapat 1 orang programmer dan beberapa kader yang mengurusi masalah
PTM. Selain itu, terdapat media untuk penyuluhan tentang penyakit-penyakit tidak
menular.
17
HIPERTENSI
Terdapat riwayat hipertensi dalam
keluargaUsia pasien 62 tahun
GENETIK
PERILAKU
Jarang berolahraga
Sering mengkonsumsi ikan asin
Tidak teratur berobat ke Puskesmas
LINGKUNGAN
Lingkungan yang tidak kondusif karena
berada di pinggir jalan
PELAYANAN KESEHATAN
Tersedia tensimeter untuk mengukur TD
Terdapat 1 orang programmer dan
beberapa kader yang mengurusi masalah
PTMTersedia media untuk
penyuluhan
4. Faktor perilaku
Faktor perilaku merupakan faktor yang dominan dalam proses terjadinya hipertensi. Pada
pasien ini, didapatkan kebiasaan mengkonsumsi ikan asin. Selain itu, kebiasaan tidak
berolahraga dan tidak teratur berobat ke Puskesmas berperan terhadap terjadinya
hipertensi pada pasien.
18
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Hipertensi masih merupakan masalah yang dominan dan merupakan penyakit silent
killler yang patut mendapatkan perhatian.
2. Berdasarkan pembahsaan di atas, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya hipertensi pada pasien, yaitu : faktor genetik, faktor perilaku, dan faktor
lingkungan.
5.2 Saran
1. Perlu disusun suatu program yang efektif dan berbasis masyarakat untuk mengelola
penyakit hipertensi.
2. Melakukan kerjasama lintas sector dengan bagian gizi maupun promkes dalam
mengelola penyakit hipertensi.
19
DAFTAR PUSTAKA
Aziza, L. (2007). Hipertensi : The Sillent Killer. Jakarta : Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter
Indonesia
Black, J.M & Hawks, J.H. (2005). Clinical Management for Positive Outcome. USA :
Lippincolt Williams & Willkins
Depkes RI. (2003). Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan PTM.
Jakarta.
Depkes RI. (2003). Seminar Strategi Pencegahan Penyakit Tidak Menular. Jakarta :
Direktorat Penyehatan Lingkungan
Depkes RI. (2008). Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nusa Tenggara Barat 2007.
Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI
Depkes RI. (2010). Rencana Operasional Promosi Kesehatan dalam Pengendalian Penyakit
Tidak Menular. Jakarta; Kementrian Kesehatan RI
Depkes RI. (2013). Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Primer. Jakarta.
Hahn, D.B & Payne, W.A. (2003). Focus on Health Sixth Edition. USA : Mc Graw Hill
PERKI. (2003). Pedoman Tatalaksana Penyakit Kardiovaskular di Indonesia. Jakarta :
Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia
Sherwood, L. (2001). Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC
Sudoyo. (2008). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Suyono. Kesehatan Lingkungan. Available in http://e-journal.kopertis4.or.id/file.php?
file=karyailmiah&id=742 (15 Agustus 2014)
20