3. pkmrs gagal ginjal inna 1102090084
DESCRIPTION
penyuluhan masyarakat mengenai gagal ginjalTRANSCRIPT
GAGAL GINJAL
I. PENDAHULUAN
Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di belakang rongga
abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis sedikit di atas garis pinggang. Ginjal mengolah
plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk menghasilkan urin, menahan bahan – bahan
tertentu dan mengeliminasi bahan – bahan yang tidak diperlukan ke dalam urin. Setiap ginjal
terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran mikroskopik yang dikenal sebagai
neuron, yang disatukan satu sama lain oleh jaringan ikat. Setiap nefron terdiri dari komponen
vaskuler dan komponen tubulus, yang keduanya secara struktural dan fungsional berkaitan erat.1
Bagian dominan pada komponen vaskuler adalah glomerulus, suatu berkas kapiler
berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut dari darah yang melewatinya.
Sedangkan komponen tubulus dari setiap neuron adalah suatu saluran berongga berisi cairan
yang terbentuk oleh satu lapisan sel epitel. Cairan yang sudah terfiltrasi di glomerulus, yang
komposisinya nyaris identik dengan plasma, kemudian mengalir ke komponen tubulus nefron,
tempat cairan tersebut dimodifikasi oleh berbagai sistem transportasi yang mengubahnya
menjadi urin. 1
Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Karena ginjal memiliki peran vital dalam
memepertahankan homeostasis, maka gagal ginjal menyebabkan efek sistemik multipel. Dengan
demikian, gagal ginjal harus diobati secara agresif. 2
Gagal ginjal yang terjadi secara mendadak disebut gagal ginjal akut (GGA). Gagal ginjal
akut biasanya bersifat reversibel. (saku elizbt) GGA ini bisa terjadi mulai dari neonatus sampai
dewasa dengan kausa yang berbeda- beda tergantung dari umur penderita, misalnya GGA pada
neonatus dapat disebabkan oleh kelainan kongenital ginjal atau saluran kemih, sepsis atau
asfiksia neonatorum.3 Gagal ginjal yang berkaitan dengan menurunnya fungsi ginjal secara
progresif ireversibel disebut gagal ginjal kronik (GGK). Gagal ginjal kronik biasanya timbul
beberapa tahun setelah penyakit atau kerusakan ginjal, tetapi pada situasi tertentu dapat muncul
secara mendadak. Gagal ginjal kronik akhirnya menyebabkan dialisis ginjal, transplantasi, atau
kematian. 2
1
II. EPIDEMIOLOGI
Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal tergolong cukup tinggi. Di Amerika
Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10 tahun. Pada 1990,
terjadi 166 ribu kasus GGT (gagal ginjal tahap akhir) dan pada 2000 menjadi 372 ribu kasus.
Angka tersebut diperkirakan terus naik. Pada 2010, jumlahnya diestimasi lebih dari 650
ribu.Selain data tersebut, 6 juta-20 juta individu di AS diperkirakan mengalami GGK (gagal
ginjal kronis) fase awal, dan itu cenderung berlanjut tanpa berhenti. 1
III.ANATOMI & FISIOLOGI GINJAL 4
Gambar 1. Anatomi ginjal
Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen, retroperitoneal antara
vertebra lumbal 1 dan 4. Pada neonatus kadang-kadang dapat diraba. Seluruh traktus urinarius
yaitu ginjal, ureter dan kandung kemih terletak di daerah retroperitoneal. Pada janin
permukaannya berlobulasi yang kemudian menjadi rata pada masa bayi.
Ginjal terdiri dari korteks dan medula. Tiap ginjal terdiri atas 8-12 lobus yang berbentuk
piramid. Dasar piramid terletak di korteks dan puncaknya yang disebut papila bermuara di kaliks
minor. Pada daerah korteks terdapat glomerulus, tubulus kontortus proksimal dan distal. Daerah
2
medula penuh dengan percabangan pembuluh darah arteri dan vena renalis, ansa Henle dan
duktus koligens. Satuan kerja terkecil dari ginjal disebut nefron. Tiap ginjal mempunyai kira-kira
1 juta nefron. Nefron terdiri atas glomerulus, kapsula Bowman, tubulus kontortus proksimal,
ansa Henle dan tubulus kontortus distal. Ujung dari nefron yaitu tubulus kontortus distal
bermuara ada di duktus koligens.
Gambar 2. Nefron ginjal
Nefron yang terletak di daerah korteks disebut nefron kortikal, sedangkan yang terletak di
perbatasan dengan medula disebut nefron juksta medular. Nefron juksta medular mempunyai
ansa Henle yang lebih panjang yang berguna terutama pada eksresi air dan garam. Sebagian dari
tubulus distal akan bersinggungan dengan arteriol aferen dan eferen pada tempat masuknya
kapsula Bowman. Pada tempat ini sel tubulus distal menjadi lebih rapat dan intinya lebih tegas
disebut makula densa. Juga dinding arteriol aferen yang bersinggungan mengalami perubahan
dan mengandung granula yang disebut renin. Daerah ini yang merupakan segitiga dengan batas-
batas pembuluh aferen, eferen dan makula densa disebut aparat juksta glomerular.
Fungsi ginjal terutama untuk membersihkan plasma darah dari zat-zat yang tidak
diperlukan tubuh terutama hasil-hasil metabolisme protein. Proses ini dilakukan dengan beberapa
mekanisme, yaitu :
3
1. filtrasi plasma di glomerulus
2. reabsorpsi terhadap zat-zat yang masih diperlukan tubuh di tubulus
3. sekresi zat-zat tertentu di tubulus
Jadi urin yang terbentuk sebagai hasil akhir adalah resultat dari filtrasi - sekresi -
reabsorpsi.
Fungsi ginjal secara keseluruhan dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu :
Fungsi ekskresi
1. Ekskresi sisa metabolisme protein
Sisa metabolisme lemak dan karbohidrat yaitu CO2 dan H2O dikeluarkan melalui
paru dan kulit. Sisa metabolisme protein yaitu ureum, kalium, fosfat, sulfat
anorganik dan asam urat dilekuarkan melalui ginjal. Jadi bila terjadi kerusakan
ginjal, akan terjadi penimbunan zat-zat hasil metabolisme tersebut dengan akibat
terjadi azotemia,hiperkalemia, hiperfosfatemia, hiperurisemia dan lain-lain
dengan segala macam akibatnya.
2. Regulasi volume cairan tubuh
Bila tubuh kelebihan cairan maka terdapat rangsangan melalui a. karotis interna
ke osmoreseptor di hipotalamus anterior. Rangsangan tersebut diteruskan ke
kelenjar hipofisis posterior sehingga produksi hormon anti-diuretik (ADH)
dikurangi dan akibatnya diuresis menjadi banyak. Sebaliknya bila tubuh
kekurangan air (dehidrasi), maka produksi ADH akan bertambah sehingga
produksi urin berkurang karena penyerapan air di tubulus distal dan duktus
koligens bertambah. Ginjal melakukan konservasi cairan dengan mekanisme
counter current.
4
Gambar 3. Fisiologi ginjal
3. Menjaga keseimbangan asam-basa
Keseimbangan asam dan basa tubuh diatur oleh paru dan ginjal. Sesuai dengan
rumus Henderson Hasselbach :
pH = 6,1 (konstan) + log NaHCO3 (ginjal)
H2CO3 (paru)
Fungsi endokrin
1. Partisipasi dalam eritropoesis
Pembentukan sel darah merah diperlukan zat erotropoetin. Eritropoetin,
merangsang produksi sel darah merah oleh sumsum tulang. Eritropoetin dirubah
dari proeritropoetin yang mungkin dibuat dalam hati oleh zat yang diproduksi
ginjal yang disebut faktor eritropoetik ginjal (kidney erythropoetic factor)
2. Pengaturan tekanan darah
Bila terjadi iskemia ginjal misalnya oleh stenosis arteri renalis, maka granula
rennin akan dilepaskan dari aparat jukstaglomerular. Renin akan merubah
5
angiotensinogen di dalam darah menjadi angiotensin I. Kemudian angiotensin I
dirubah lagi menjadi angiotensin II oleh enzim konvertase di paru. Angiotensin II
mempunyai 2 efek, yaitu pertama mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah
perifer dan kedua merangsang korteks kelenjar adrenal untuk memproduksi
aldosteron. Aldosteron bersifat meretensi air dan natrium sehingga akibatnya
volume darah bertambah. Kombinasi kedua efek tersebut akan mengakibatkan
hipertensi
3. Keseimbangan kalsium dan fosfor
Ginjal mempunyai peranan pada metabolisme vitamin D. Vitamin D atau
kolekalsiferol dirubah di hati menjadi 25 (OH)-kolekalsiferol (D3). Kemudian
baru setelah dirubah kedua kalinya yaitu di ginjal menjadi 1,25 (OH)2 D3 ia
menjadi metabolit aktif dan dapat menyerap kalsium di usus. Bila terjadi
kerusakan ginjal misal pada GGK, maka hanya sedikit dibentuk 1,25 (OH)2 D3
sehingga terjadi hipokalsemia. Hal ini diperberat lagi dengan adanya retensi
fosfor yang mempunyai perbandingan terbalik dengan kalsium darah.
Hipokalsemia akan merangsang kelenjar paratiroid untuk memproduksi
parathormon (PTH) dengan maksud untuk meninggikan kadar kalsium darah.
IV. DEFINISI
Gagal Ginjal Akut
Gagal ginjal akut (GGA) merupakan suatu sindrom klinik akibat adanya gangguan
fungsi ginjal yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) yang
menyebabkan retensi sisa metabolisme nitrogen (urea/kreatinin) dan untuk nitrogen,dengan
atau tanpa disertai oligouri. Tergantung dari keparahan dan lamanya gangguan fungsi ginjal,
retensi sisa metabolisme tersebut dapat disertai dengan gangguan metabolik lainnya seperti
asidosis dan hiperkalemia, gangguan kesimbangan cairan, serta dampak terhadap berbagai
organ tubuh lainnya.5
6
Gagal Ginjal Kronik
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya berakhir
dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Dan ditandai dengan
adanya uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen lainnya dalam darah).5
V. KLASIFIKASI
Gagal Ginjal Akut
Diagnosis GGA berdasarkan pemeriksaan laboratorium ditegakkan bila terjadi secara
mendadak kreatinin serum 0,5 mg% pada pasien dengan kadar kreatinin awal <2,5 mg%
atau meningkatkan >20% bila kreatinin awal >2,5 mg%. Dengan demikian gagal ginjal akut
pada gagal ginjal kronis ( acute on chronic renal disease ) telah termasuk dalam definisi ini.
The Acure Dialysis Quality Initiations Group membuat RIFLE yaitu sistem yang
mengklasifikasikan GGA ke dalam tiga kategori menurut beratnya ( Risk Injury Failure )
serta dua kategori akibat klinik ( Loss and End-stage renal disease ). 5
Kriteria laju filtrasi glomerulus Kriteria jumlah urine
Risk
Injury
Failure
Loss
ESRD
Peningkatan serum kreatinin 1,5 kali
Peningkatan serum kreatinin 2 kali
Peningkatan serum kreatinin 3 kali atau
kreatinin 355 μmol/l
Gagal ginjal akut persisten, kerusakan
total
fungsi ginjal selama lebih dari 4 minggu
Gagal ginjal terminal lebih dari 3 bulan
< 0,5 ml/kg/jam selama 6 jam
< 0,5 ml/kg/jam selama 12 jam
< 0,5 ml/kg/jam selama 24 jam
atau anuria selama 12 jam
Tabel 1: Klasifikasi GGA menurut PEDIATRIC-MODIFIED RIFLE (PRIFLE)
7
Gagal Ginjal Kronik
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik adalah sebagai berikut: 5
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau
fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan
manifestasi:
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau
urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)
2. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan atau
tanpa kerusakan ginjal.
Dibedakan 3 tingkat GGK menurut derajat Glomerular Filtration Rate (GFR)
berdasar atas perhitungan Klirens Kreatinin (KK):
Tingkat I : 15- 30 ml/menit/1,73 m2
Tingkat II : 5-15 ml/menit/1,73 m2
Tingkat III : <5 ml/menit/1,73 m2
Pada tingkat I dan II fungsi ginjal masih dapat memenuhi keperluan tubuh dan
penderita masih dapat hidup normal, tetapi pada tingkat III ginjal sudah tidak dapat
memenuhi fungsinya lagi. Keadaan terakhir ini disebut Terminal Renal Failure dan
pengobatannya harus dengan dialisis dan transplantasi ginjal.
Pemeriksaan Klirens Kreatinin kadang- kadang sukar dilakukan terutama pada
tempat- tempat dengan fasilitas laboratorium yang kurang lengkap. Untuk itu dapat dipakai
kadar serum kreatinin untuk menilai GFR sebagai berikut:
Serum kreatinin: Normal (N) GFR : Normal
N – 2,4 mg% GFR : 50- 80%
2,5 – 4,9 mg% GFR : 20- 50%
5,0- 7,9 mg% GFR : 10- 20%
8- 12 mg% GFR : 5- 10%
>12 mg GFR : <5% (cakul syaf)
8
VI. ETIOLOGI
Gagal Ginjal Akut
Penyebab gagal ginjal akut secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian, yaitu pre-
renal (gagal ginjal sirkulatorik), renal (gagal ginjal intrinsik), dan post-renal (uropati
obstruksi akut). 1,2,3,6
Penyebab gagal ginjal pre-renal adalah hipoperfusi ginjal, ini disebabkan oleh :
a. hipovolemia, penyebab hipovolemi ini bisa dari perdarahan, luka bakar, diare, asupan
yang memburuk, pemakaian diuretic yang berlebihan,
b. penurunan curah jantung pada gagal jantung kongestif, infark miokardium, tamponade
jantung, emboli paru,
c. vasodilatasi perifer terjadi pada syok septic, anafilaksis dan cedera remuk,
antihipertensi,
d. peningkatan resistensi pembuluh darah ginjal, terjadi pada proses pembedahan,
penggunaan anastesia, penghambat prostaglandin, sindrom hepato-renal, obstruksi
pembuluh darah ginjal, disebabkan karena adanya stenosis arteri ginjal, embolisme,
trombosis, vaskulitis.(konsep klinis penyakit, ipd)
Penyebab gagal ginjal renal (gagal ginjal intrinsik) dibagi antara lain :
a. kelainan pembuluh darah ginjal, ini terjadi pada hipertensi maligna, emboli kolesterol,
vaskulitis, purpura, trombositopenia trombotik, sindrom uremia hemolitik, krisis, ginjal
pada scleroderma, toksemia kehamilan,
b. penyakit glomerolus, terjadi pada pascainfeksi akut, glomerulonefritis, proliferatif
difus dan progresif, lupus eritematosus sistemik, endokarditis infektif, sindrom Good
pasture, vaskulitis,
c. nekrosis tubulus akut yang terjadi pada iskemia, zat nefrotksik (aminoglikosida,
sefalosporin, siklosporin, amfoterisin B, aziklovir, pentamidin, obat kemoterapi, zat
warna kontras radiografik, logam berat, hidrokarbon, anaestetik), rabdomiolisis dengan
mioglobulinuria, hemolisis dengan hemoglobulinuria, hiperkalsemia, protein mieloma,
nefropati rantai ringan,
9
d. penyakit interstisial pada nefritis interstisial alergi (antibiotika, diuretic, allopurinol,
rifampin, fenitoin, simetidin, NSAID), infeksi (stafilokokus, bakteri gram negatif,
leptospirosis, bruselosis, virus, jamur, basil tahan asam), penyakit infiltrative (leukemia,
limfoma, sarkoidosis).(konsep klinis pnykit)
Penyebab gagal ginjal post-renal dibagi menjadi dua yaitu terjadinya :
a. sumbatan ureter yang terjadi pada, fibrosis atau tumor retroperitoneal, striktura bilateral
pascaoperasi atau radiasi, batu ureter bilateral, nekrosis papiler lateral, bola jamur bilateral,
b. sumbatan uretra, hipertrofi prostate benigna, kanker prostat, striktura ureter, kanker
kandung kemih, kanker serviks, kandung kemih “neurogenik”.
Gagal Ginjal Kronik
Pada anak, penyebab GGK ialah sebagai berikut: 3
Kurang 5 tahun:
- Hipoplasia/ dysplasia ginjal
- Kelainan kongenital saluran kemih
- Vesikoureteral reflux
- Sindrom nefrotik congenital
5-15 tahun:
- Kelainan herediter: sindrom Alport, sistinuri, oksalosis
- Penyakit ginjal primer: glomerulonefritis
- Pielonefritis
- Ginjal polikistik
Penyakit ginjal sekunder:
- Sysytemic Lupus Erythematosus
- Schonlein Henoch Syndrome
Menurut laporan EDTA, glomerulonefritis dan pielonefritis merupakan penyebab
tersering timbulnya GGK (24%), diikuti oleh penyakit herediter (15%), penyakit sistemik
(10,5%), hipoplasia ginjal (7,5%), penyakit vaskular (3%), penyakit lainnya (9%) serta yang
tidak diketahui etiologinya 7%. Dari kelompok pielonefritis dan nefritis interstitial yang
10
tersering adalah uropati obstruktif kongenital dan nefropati refluks (>60%), diikuti oleh
displasia ginjal.
VII. PATOMEKANISME1,6
Gagal Ginjal Akut
Pada gagal ginjal pre-renal yang utama disebabkan oleh hipoperfusi ginjal. Pada
keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan darah, yang akan mengaktivasi
baroreseptor kardiovaskular yang selanjutnya mengaktifasi sistim saraf simpatis, sistem
rennin-angiotensin serta merangsang pelepasan vasopressin dan endothelin-I (ET-1), yang
merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta
perfusi serebral. Pada keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan mempertahankan
aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol afferent
yang dipengaruhi oleh reflek miogenik, prostaglandin dan nitric oxide (NO), serta
vasokonstriksi arteriol afferent yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II dan ET-1.
Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta berlangsung
dalam jangka waktu lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut akan terganggu dimana
arteriol afferent mengalami vasokonstriksi, terjadi kontraksi mesangial dan penigkatan
reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal atau gagal ginjal akut fungsional
dimana belum terjadi kerusakan struktural dari ginjal.
Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis intrarenal
menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh berbagai macam obat
seperti ACEI, NSAID terutama pada pasien – pasien berusia di atas 60 tahun dengan kadar
serum kreatinin 2 mg/dL sehingga dapat terjadi GGA pre-renal. Proses ini lebih mudah
terjadi pada kondisi hiponatremi, hipotensi, penggunaan diuretic, sirosis hati dan gagal
jantung. Perlu diingat bahwa pada pasien usia lanjut dapat timbul keadaan – keadaan yang
merupakan resiko GGA pre-renal seperti penyempitan pembuluh darah ginjal (penyakit
renovaskuler), penyakit ginjal polikistik, dan nefrosklerosis intrarenal.
11
Pada gagal ginjal renal terjadi kelainan vaskular yang sering menyebabkan nekrosis
tubular akut. Dimana pada NTA terjadi kelainan vascular dan tubular Pada kelainan
vaskuler terjadi :
1) peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriol afferent glomerolus yang menyebabkan
sensitifitas terhadap substansi-substansi vasokonstriktor dan gangguan otoregulasi;
2) terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel endotel vaskular
ginjal, yang mngakibatkan peningkatan A-II dan ET-1 serta penurunan prostaglandin dan
ketersediaan nitric oxide yang bearasal dari endotelial NO-sintase;
3) peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan interleukin-18, yang
selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari intraseluler adhesion molecule-1 dan P-
selectin dari sel endotel, sehingga peningkatan perlekatan sel radang terutama sel netrofil.
Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan radikal bebas oksigen. Kesuluruhan proses
di atas secara bersama-sama menyebabkan vasokonstriksi intrarenal yang akan
menyebabkan penurunan GFR.
Pada kelainan tubular terjadi :
1) peningkatan Ca2+, yang menyebabkan peningkatan calpain sitosolik phospholipase A2
serta kerusakan actin, yang akan menyebabkankerusakan sitoskeleton. Keadaan ini akan
mengakibatkan penurunanbasolateral Na+/K+-ATP ase yang selanjutnya menyebabkan
penurunan reabsorbsi natrium di tubulus proximalis serta terjadi pelepasan NaCl ke
maculadensa. Hal tersebut mengakibatkan peningkatan umpan tubuloglomeruler;
2) peningkatan NO yang berasal dari inducible NO syntase, caspases dan
metalloproteinase serta defisiensi heat shock protein akan menyebabkan nekrosis dan
apoptosis sel ;
3) obstruksi tubulus, mikrofili tubulus proksimalis yang terlepas bersama debris seluler
akan membentuk substrat yang menyumbat tubulus, dalam hal ini pada thick assending
limb diproduksi Tamm-Horsfall Protein (THP) yang disekresikan ke dalam tubulus dalam
12
bentuk monomer yang kemudian berubah menjadi polimer yang akan membentuk materi
berupa gel dengan adanya natrium yang konsentrasinya meningkat pada tubulus distalis.
Gel polimerik THP bersama sel epitel tubulus yang terlepas baik sel yang sehat, nekrotik
maupun yang apoptopik, mikrofili dan matriks ekstraseluler seperti fibronektin akan
membentuk silinder-silinder yang menyebabkan obstruksi tubulus ginjal;
4) kerusakan sel tubulus menyebabkan kebocoran kembali dari cairan intratubuler masuk
ke dalam sirkulasi peritubuler. Keseluruhan proses tersebut di atas secara bersama-sama
yang akan menyebabkan penurunan GFR.
Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10% dari keseluruhan GGA.
GGA post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstrarenal. Obstruksi intrarenal
terjadi karena deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan protein ( mioglobin,
hemoglobin). Obstruksi ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis ureter oleh obstruksi intrinsik
(tumor, batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik ( keganasan pada pelvis dan retroperitoneal,
fibrosis) serta pada kandung kemih (batu, tumor, hipertrofi/ keganasan prostat) dan uretra
(striktura). GGA post-renal terjadi bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli – buli dan
ureter bilateral, atau obstruksi pada ureter unilateral dimana ginjal atunya tidak berfungsi.
Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan aliran darah
ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandin-
E2. pada fase ke-2, setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah ginjal dibawah normal
akibat pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis ginjal tetap meningkat tetapi
setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase kronik, ditandai oleh aliran ginjal yang
makin menurun dan penurunan tekanan pelvis ginjal ke normal dalam beberapa minggu.
Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah 50% dari normal dan setelah 2 minggu tinggal
20% dari normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran mediator inflamasi dan faktor-
faktor pertumbuhan yang menyebabkan fibrosis interstisial ginjal.
13
Gagal Ginjal Kronik
Tanpa memandang penyebab kerusakan ginjal, bila tingkat kemunduran fungsi
ginjal mencapai kritis, penjelekan sampai gagal ginjal stadium akhir tidak dapat dihindari.
Mekanisme yang tepat, yang mengakibatkan kemunduran fungsi secara progresif belum
jelas, tetapi faktor-faktor yang dapat memainkan peran penting mencakup cedera imunologi
yang terus-menerus; hiperfiltrasi yang ditengahi secara hemodinamik dalam
mempertahankan kehidupan glomerulus; masukan diet protein dan fosfor; proteinuria yang
terus-menerus; dan hipertensi sistemik.
Endapan kompleks imun atau antibodi anti-membrana basalis glomerulus secara
terus-menerus pada glomerulus dapat mengakibatkan radang glomerulus yang akhirnya
menimbulkan jaringan parut.
Cedera hiperfiltrasi dapat merupakan akhir jalur umum yang penting pada destruksi
glomerulus akhir, tidak tergantung mekanisme yang memulai cedera ginjal. Bila nefron
hilang karena alasan apapun, nefron sisanya mengalami hipertroti struktural dan fungsional
yang ditengahi, setidak-tidaknya sebagian, oleh peningkatan aliran darah glomerulus.
Peningkatan aliran darah sehubungan dengan dilatasi arteriola aferen dan konstriksi arteriola
eferen akibat-angiotensin II menaikkan daya dorong filtrasi glomerulus pada nefron yang
bertahan hidup. "Hiperfiltrasi" yang bermanfaat pada glomerulus yang masih hidup ini, yang
berperan memelihara fungsi ginjal, dapat juga merusak glomerulus dan mekanismenya
belum dipahami. Mekanisme yang berpotensi menimbulkan kerusakan adalah pengaruh
langsung peningkatan tekanan hidrostatik pada integritas dinding kapiler, hasilnya
mengakibatkan keluarnya protein melewati dinding kapiler, atau keduanya. Akhirnya,
kelainan ini menyebabkan perubahan pada sel mesangium dan epitel dengan perkembangan
sklerosis glomerulus. Ketika sklerosis meningkat, nefron sisanya menderita peningkatan
beban ekskresi, mengakibatkan lingkaran setan peningkatan aliran darah glomerulus dan
hiperfiltrasi. Penghambatan enzim pengubah angiotensin mengurangi hiperfiltrasi dengan
jalan menghambat produksi angiotensin II, dengan demikian melebarkan arteriola eferen,
dan dapat memperlambat penjelekan gagal ginjal.
14
Model eksperimen insufisiensi ginjal kronis telah menunjukkan bahwa diet tinggi-
protein mempercepat perkembangan gagal ginjal, mungkin dengan cara dilatasi arteriola
aferen dan cedera hiperperfusi. Sebaliknya, diet rendah-protein mengurangi kecepatan
kemunduran fungsi. Penelitian manusia memperkuat bahwa pada individu normal, laju
filtrasi glomerulus (LFG) berkorelasi secara langsung dengan masukan protein dan
menunjukkan bahwa pembatasan diet protein dapat mengurangi kecepatan kemunduran
fungsi pada insufisiensi ginjal kronis.
Beberapa penelitian yang kontroversial pada model binatang menunjukkan bahwa
pembatasan diet fosfor melindungi fungsi ginjal pada insufisiensi ginjal kronis. Apakah
pengaruh yang menguntungkan ini karena pencegahan penimbunan garam kalsium-fosfat
dalam pembuluh darah dan jaringan atau karena penekanan sekresi hormon paratiroid, yang
berkemungkinan nefrotoksin, masih belum jelas.
Proteinuria menetap atau hipertensi sistemik karena sebab apapun dapat merusak
dinding kapiler glomerulus secara langsung, mengakibatkan sklerosis glomerulus dan
permulaan cedera hiperfiltrasi.
Ketika fungsi ginjal mulai mundur, mekanisme kompensatoir berkembang pada
nefron sisanya dan mempertahankan lingkungan internal yang normal. Namun, ketika LFG
turun di bawah 20% normal, kumpulan kompleks kelainan klinis, biokimia, dan metabolik
berkembang sehingga secara bersamaan membentuk keadaan uremia.
VIII. GEJALA KLINIS
Gagal Ginjal Akut
Gejala klinis yang sering timbul pada gagal ginjal akut adalah jumlah volume urine
berkurang dalam bentuk oligouri bila produksi urine > 40 ml/hari, anuri bila produksi urin <
50 ml/hari, jumlah urine > 1000 ml/hari tetapi kemampuan konsentrasi terganggu, dalam
keadaan ini disebut high output renal failure. Gejala lain yang timbul adalah uremia dimana
BUN di atas 40 mmol/l, edema paru terjadi pada penderita yang mendapat terapi cairan,
15
asidosis metabolik dengan manifestasi takipnea dan gejala klinik lain tergantung dari faktor
penyebabnya.1
Gagal Ginjal Kronik
Gejala klinis yang timbul pada GGK merupakan manifestasi dari:
1. Kegagalan tubuh dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Penumpukan metabolit toksik yang disebut toksin uremik.
3. Kurangnya hormon ginjal seperti eritropoietin dan bentuk aktif vitamin D (1,25
dihidroksivitamin D3).
4. Abnormalitas respons end organ terhadap hormon endogen (hormon pertumbuhan).
Pada pasien GGK yang disebabkan penyakit glomerulus atau kelainan herediter, gejala
klinis dari penyebab awalnya dapat kita ketahui sedangkan gejala GGK-nya sendiri
tersembunyi dan hanya menunjukkan keluhan non-spesifik seperti sakit kepala, lelah,
letargi, kurang nafsu makan, muntah, polidipsia, poliuria, gangguan pertumbuhan. Pada
pemeriksaan fisik sering ditemukan anak tampak pucat, lemah, dan menderita
hipertensi. Keadaan ini dapat berlangsung bertahun-tahun, sehingga pasien telah
menderita gangguan anatomis berupa gangguan pertumbuhan dan ricketsia. Namun
dengan pemeriksaan yang teliti dan cermat akan ditemukan keadaan-keadaan seperti
azotemia, asidosis, hiperkalemia, gangguan pertumbuhan, osteodistrofi ginjal, anemia,
gangguan perdarahan, hipertensi dan gangguan neurologi.1
IX. DIAGNOSIS
Kadang-kadang sulit membedakan apakah anak menderita GGA yang reversible, atau
GGK. Oleh karena itu sebaiknya dikenal kriteria atau indikasi kapan seorang anak harus segera
dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis (lihat Tabel 2.)
Indikasi untuk menegakkan diagnosis
Gagal Ginjal.
1. Abnormalitas elektrolit
2. Hiperkalemia: K+ > 6 mmol/L
3. Hipernatremia, Hyponatremia
16
4. Asidosis metabolik
5. Hipokalsemia, Hiperfosfatemia
6. Hipertensi Berat
7. Edema Pulmo
8. Anuria/Oliguria
Tabel 2: (Dikutip dari: Rigden SPA (2003). The management of chronic and end stage renal
failure in children. In: Webb NJA and Postlethwaite RJ, editors. Clinical paediatric nephrology.
3rd edition. Oxford: Oxford University Press Inc., pp. 427-45)
Anamnesis dan pemeriksaan fisik penting untuk mengungkap penyebab gagal ginjal,
meskipun pada beberapa anak hal tersebut baru bisa diungkapkan melalui pemeriksaan-
pemeriksaan yang spesifik Tabel 3. Pada Tabel 4 menunjukkan gejala-gejala yang dapat
membantu membedakan GGA dan GGK, dan Tabel 5 menunjukkan pemeriksaan-pemeriksaan
untuk menetapkan tingkat keparahan dan lamanya GGK.
Pemeriksaan-Pemeriksaan Spesifik untuk Menegakkan Diagnosa Gagal Ginjal Kronik.
1. USG Saluran Renal
2. Cyctourethrogram
3. Radio-isotope scans: DMSA, MAG3, or DTPA
4. Antegrade pressure flow studies
5. Urogram Intravena
6. Urinalisis
7. Kultur dan Mikroskopi Urin
8. C3, C4, antinuclear antibody, anti-DNA antibodies, anti-GBM antibodies, ANCA
9. Biopsi Renal
10. White cell cystine level
11. Eksresi Oxalat
12. Eksresi Purin
Tabel 3: (Dikutip dari: Rigden SPA (2003). The management of chronic and end stage renal
failure in children. In: Webb NJA and Postlethwaite RJ, editors. Clinical paediatric nephrology.
3rd edition. Oxford: Oxford University Press Inc., pp. 427-45)
17
Tabel 4: (Dikutip dari: Prasad Devarajan and Stuart L Goldstein (2007). Acute Renal
Failure. In: Kanwal K Kher MD, editors. Clinical pediatric nephrology. 2nd edition.
McGraw-Hill Health., pp. 371)
Pemeriksaan untuk Menentukan Tingkat Keparahan GGK
1. Darah Rutin
2. AGD, Urea, Kreatinin, Kalsium, Fosfat, Alkalin Fosfat, Protein Total, Albumin, Asam
Urat
3. LFG
4. Rontgenografi
5. EKG atau Ekokardiografi
Tabel 5: (Dikutip dari: Rigden SPA (2003). The management of chronic and end stage renal
failure in children. In: Webb NJA and Postlethwaite RJ, editors. Clinical paediatric
nephrology. 3rd edition. Oxford: Oxford University Press Inc., pp. 427-45)
18
X. PENATALAKSANAAN3
Gagal Ginjal Akut
I. Pengobatan Konservatif
- Diet:
Intake cairan harus seimbang dengan output selama terjadi oligouri
Elektrolit: yang diperhatikan ialah intake Na dan K
- bila timbul hiponatremi, dapat diberi NaCl hipertonik 3%
- bila timbul hiperkalemi, diberikan: Ca glukonas 10 % ( 0,5 ml/kgBB/hari),
NaHCO3 7,5% (3ml/kgBB/hari), Kayexalate (1mg/kgBB/hari (K+ exchange
resin)
- Mencegah Infeksi:
Infeksi mudah terjadi pada GGA, mengingat uremi dapat menyebabkan daya tahan
tubuh menurun. Oleh karena itu segala tindakan yang mempunyai resiko untuk
timbulnya infeksi dihindarkan.
- Pengobatan simtopmatik:
Oligouri: Diberikan diuretic dosis tinggi terutama furosemid oleh karena
diuretik ini memang dapat dipakai pada keadaan fungsi ginjal yang sangat
menurun, bahkan sampai GFR serendah 2ml/menit.
Asidosis metabolik: Diberikan NaHCO3 7,5% : 3ml/kgBB/hari, bila tak
berhasil dapat dilakukan dialisis.
Hipertensi: Pada hipertensi ringan dan sedang tak perlu diberi obat- obatan. Oleh
karena dengan istirahat yang cukup dan pembatasan Na dan cairan tekanan darah akan
turun. Pada hipertensi berat dapat diberikan methyldopa, hidralazine atau clonidine.
Bila terjadi hipertensi ensefalopati diberikan clonidine dengan dosis 0,002
mg/kgBB/kali yang dapat dinaikkan sampai dua kali lipat dan diulangi tiap 2-3 jam
sampai tekanan darah normal.
Kejang- kejang: Kejag pada GGA dapat disebabkan oleh hiperkalemi, hipokalsemi,
hiponatremi, ensefalopati atau uremi. Kejang diatasi dengan pemberian diazepam
sebesar 0,5 mg/kg BB/kali dan dilanjutkan dengan fenobarbital 5-8 mg/kgBB/hari.
19
II. Dialisis
Pada prinsipnya dialisis dilakukan bila dengan pengobatan konservatif gagal. Dapat
dilakukan dialisis peritoneal atau hemodialisis. Pada anak lebih sering dialisis
peritoneal. Tindakan ini dapat berupa:
Dialisis pencegahan: Dialisis yang dilakukan segera sesudah diagnosis GGA
ditegakkan.
Dialisis atas indikasi tertentu:
- Indikasi klinik: Uremi (muntah, kejang, kesadaran menurun); Overhidrasi
atau asidosis berat
- Indikasi biokimia: Ureum darah (≥ 150 mg%); Kreatinin darah (≤ 10 mg%);
Kalium darah (≥ 7mEq/liter); Bikarbonat plasma (≤ 12 mEq/liter.
Gagal Ginjal Kronik
Pengobatan GGK terdiri atas 2bagian, yaitu:
I. Pengobatan Konservatif
Pengobatan konservatif ini sebenarnya bertujuan untuk memanfaatkan fungsi ginjal
yang masih ada, mencegah faktor- faktor pemburuk dan berusaha memperlambat
progeresifitas gagal ginjal sebelum penderita masuk ke dalam Terminal Renal Failure
(KK = < 5 ml/menit/1,73 m2)
Pengobatan konservatif ini meliputi:
Pengaturan diit:
- Kalori: jumlah kalori harus cukup, sekurang- kurangnya sama dengan kebutuhan
kalori anak normal, yaitu: 40- 120 kkal/kgBB/hari (sesuai umur dan berat badan).
- Protein: pembatasan protein harus sesegera mungkni dimulai bila KK telah merosot
sekitaar 15-20 ml/menit/1,73 m2
Tujuan pembatasan protein ini adalah:
Mencegah katabolisme protein, mengurangi akumulasi sisa- sia nitrogen dan
membatasi timbulnya toksisitas uremia.
20
Mengurangi intake fosfat (membatasi intake susu) sebagai pencegahan
terjadinya hiperparotisme sekunder dan osteodistrofi ginjal.
Mengurangi intake ion H+ ( setiap 10 gram protein menghasilkan 7 mEq ion
H+ ) yang berarti membantu mencegah dan memperbaiki asidosis).
Jenis protein yang diberi haruslah jenis protein bernilai biologik tinggi yaitu protein
hewani seperti telur, susu sapi, daging, ikan dan daging unggas.
Jumlah protein yang diberikan sebenarnya tergantung dari derajat kegagalan ginjal,
tetapi rata- rata 1-2 gram/kgBB/hari.
- Air: Penderita GGK boleh minum air secara ad libitum kecuali bila ada oligouri
atau anuri. Bila KK < 10 ml/menit/1,73 m2 atau timbul oligouri (<200-250
ml/m2/hari) maka kelebihan air akan dapat menimbulkan intoksikasi air dan
hiponatremia. Pada keadaan terakhir ini jumlah air yang harus diberikan:
Insensible water losses (400 ml/m2/hari) + volume urin.
- Natrium: Bila tidak ada hipertensi atau : 2 gram (80 mEq) Na per hari.
Bila ada hipertensi atau edema: 1 mEq/kgBB/hari
Bila terjadi oligouri atau anuri: 0,2 mEq/kgBB/hari
Untuk perbandingan perlu diketahui bahwa 1 gram garam dapur sebanding dengan
400 mg Na+ atau 17 mEq Na+
- Kalium: Kebanyakan anak dengan GGK mempunyai kadar K yang tetap normal
dalam darah. Bila terjadi TRF (Terminal Renal Failure) barulah muncul bahaya-
bahaya hiperkalemia sehingga pada keadaan ini intake K+ harus dibatasi. Semua
jenis makanan yang mengandung K+ harus dihindari seperti buah- buahan yang
berwarna hijau, kacang- kacangan, buah coklat, kembang gula, daging, soda dan
lain- lain. Begitu pula beberapa jenis antibiotik yang mengandung K+
Bila kadar K+ serum melampaui 5,5 mEq/liter diperlukan exchange resin seperti
Kayexalate 0,5-1 gr/kgBB/hari (1 gram resin akan mengeluarkan 1 mEq K+ dan
menggantinya dengan 1 mEq Na+ atau kalsium).
- Kalsium, Fosfat dan Vitamin D:
Pada GGK dapat terjadi Renal Osteodystrophy yaitu keadaan terjadinya kerusakan
tulang (osteodistrofi) akibat gangguan keseimbangan Ca, fosfat dan vitamin D.
Pada GGK ekskresi fosfat menurun oleh karena fungsi yang menurun,
21
menyebabkan kadar fosfat darah meningkat. Hiperfosfatemi ini mengakibatkan
hipokalsemia yang diperhebat lagi oleh anoreksia, pembatasan intake produk obat
susu (sebagai sumber Ca) dan menurunnya absorbs Ca dalam saluran pencernaan.
Selanjutnya hipokalsemia ini merangsang kelenjar paratiroid untuk
mengekskresikan parathormon yang pada gilirannya menyebabkan reabsorbsi Ca
meningkat dan reabsorbsi fosfat di ginjal menurun, sehingga Ca dan fossat dalam
darah seimbang kembali. Tetapi akibat dari mekanisme ini timbul
hiperparatiroidisme sekunder dan kerusakan tulang yang disebut Renal
Osteodystrophy.
Untuk mengatasi keadaan ini dilakukan usaha- usaha sebagai berikut:
Intake fosfat dikurangi dengan jalan mengurangi intake susu, diet rendah
protein, memberikan obat- obat yang dapat mengikat fosfat misalnya obat-
obat yang mengandung alumina gel.
Untuk mengatasi hipokalsemiama, diberikan Ca: 500- 1000 mg/m2/hr.
Untuk membantu reabsorbsi Ca, doberikan vitamin D dengan dosis 4000-
40.000 U tergantung derajat kerusakan ginjal. Bila ada lebih baik diberikan
1,25 (OH)2 cholecarciferol sebagai vitamin D3 aktif.
II. Pengobatan Pengganti
Bila dengan cara konservatif keadaan semakin memburuk atau fungsi ginjal menurun
sanmapi di bawah 5 ml/menit’/1,73m2 maka haruslah diberikan terapi pengganti,
artinya menggantikan pekerjaan ginjal yang tidak berfungsi lagi, yaitu berupa dialisis
(peritoneal dan hemodialisis) dan transplantasi.
- Dialisis peritoneal:
Pada anak lebih sering dipakai dialisis peritoneal.
Peritoneum dipakai sebagai alat filtrasi pengganti glomerulus oleh karena
peritoneum mengandung kapiler dalam jumlah cukup besar dan berhubungan
langsung dengan rongga peritoneum.
Hubungan ini memngkinkan terjadinya pertukaran antara caitran dialisat yang
dimasukkan ke dalam rongga peritoneum dengan kapiler- kapiler darah yang
mengandung zat- zat toksik.
22
Dikenal 2 bentuk dialisis peritoneal yaitu dialisis peritoneal klasik (intermitten
peritoneal dialysis =IPD) dan dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan
(continuous ambulatory peritoneal dialysis = CAPD). IPD dilakukan dengan
memakai kateter yang selalu harus diganti sedangkan CAPD memakai kateter
yang terpasang tetap dalam rongga abdomen tanpa harus selalu mengganti kateter
seperti cara dialisis peritoneal sebelumnya. Dialisis yang dilakukan bersifat
sementara dan merupakan pengobatan peralihan untuk menuju transplantasi
ginjal, yang dilakukan bila keadaan dan fasilitas memungkinkan.
- Hemodialisis:
Hemodialisis berarti suati proses pemisahan zat- zat tertentu ( zat- zat toksin) dari
darah melalui suatu selaput semipermeabel yang terdapat dalam ginjal buatan
yang disebut dialyzer dan selanjutnya dibuang melalui suatu cairan yang disebut
dialisat.
Selama hemodialisis, darah penderita mengalir dari tubuh ke dalam dialiser
melalui akses arteri, memasuki dialiser (ginjal buatan, berupa tabung atau
lempeng terdiri dari kompartemen darah dan dialisat yang dibatasi oleh selaput
permeabel) kembali ke tubuh melalui akses vena.
Dialisis peritoneal lebih sering dipakai dibanding hemodialisis oleh karena lebih
mudah dilaksanakan dan lebuh murah dibanding hemodialisis.
XI. KOMPLIKASI
Gagal Ginjal Akut
Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis metabolik,
hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaan hiperkatabolik. Pada
oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru, yang dapat menimbulkan
keadaan gawat. Hiperkalemia terjadi karena beberapa hal seperti ekskresi melalui ginjal
terganggu, perpindahan kalium keluar sel, kerusakan sel akibat proses katabolik, trauma,
sepsis, infeksi, atau dapat juga disebabkan karena asupan kalium yang berlebih, keadaan ini
berbahaya karena bisa menyebabkan henti jantung dalam keadaan diastolik. Asidosis terjadi
karena bikarbonat darah menurun akibat ekskresi asam nonvolatile terganggu dimana juga
23
meningkatkan anion gap. Hipokalsemia sering terjadi pada awal GGA dan pada fase
penyembuhan GGA.5
Komplikasi sistemik seperti :
Jantung : edema paru, aritmia, efusi pericardium
Gangguan elektrolit : hiperkalemia, hiponatremia, asidosis
Neurologi: iritabilitas neuromuskular, tremor, koma, gangguan kesadaran dan kejang.
Gastrointestinal: nausea, muntah, gastritis, ulkus peptikum, perdarahan gastrointestinal
Hematologi : anemia, diastesis hemoragik
Infeksi : pneumonia, septikemia, infeksi nosokomial
Di samping itu hambatan penyembuhan luka dapat terjadi, dimana infeksi merupakan
penyebab utama kematian, disusul akibat komplikasi kardiovaskuler.
XII. PROGNOSIS
Gagal Ginjal Akut
Mortalitas akibat GGA bergantung keadaan klinik dan derajat gagal ginjal. Perlu
diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek prognosanya, adanya infeksi yang
menyertai, perdarahan gastrointestinal, penyebab yang berat akan memperburuk
prognosa.
Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan terutama
saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal nafas (15%), dan gagal multiorgan
dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan sebagainya.
Pasien dengan GGA yang menjalani dialysis angka kematiannya sebesar 50-60%,
karena itu pencegahan, diagnosis dini, dan terapi dini perlu ditekankan. 1,5
Gagal Ginjal Kronik
Angka kelangsungan hidup anak-anak dengan gagal ginjal kronik saat ini semakin
baik. Dari 1070 anak yang berumur kurang dari 18 tahun saat menerima ginjal donor
jenazah di Inggeris dan Irandia dalam periode 10 tahun (1986-1995): 91 (9%) meninggal
24
dengan penyebab kematian: 19% oleh karena infeksi, 4.5% lymphoid malignant disease,
4.5% uremia karena graft failure.13 Sedangkan data dari Amerika Utara melaporkan
angka kelangsungan hidup 5 tahun setelah transplantasi donor hidup berkisar antara
80.8% pada anak-anak yang berusia kurang dari 1 tahun saat ditransplantasi, sampai
97.4% pada anak-anak yang berusia antara 6-10 tahun.
Sebagai penutup ingin kami tekankan bahwa terapi GGK adalah seumur hidup,
meskipun telah dilakukan transpantasi ginjal. Tetapi masa depan mereka tidaklah seburuk
seperti yang dibayangkan, banyak diantara mereka sekarang telah berhasil dalam profesi
dan kehidupan keluarga. 1,5
XIII. PENCEGAHAN3
Segala hal yang dapat menyebabkan iskemik atau hipoperfusi ginjal sebaiknya dihindari
atau sesegera mungkin dikoreksi seperti diare dehidrasi, payah jantung, luka bakar, renjatan
anafilaktik, dan lain- lain. Pemakaian obat- obat nefortoksik harus diberikan dengan dosis yang
tepat.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Nelson, Waldo. E. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. edisi 18. Penyakit Glomerulus, hal.1809-1819. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
2. Corwin, JE .Buku Saku Patofisiologi Elizabeth. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta: 2006. p.487-92.
3. Rauf S. Catatan Kuliah Nefrologi Anak Makassar: Bagian Ilmu Kes. Anak FK-UH; 2002. p. 67-80.
4. Purnomo BB. Dasar- dasar Urologi. 2nd ed. Malang: Sagung Seto; 2009. p. 1-9.
5. Markum,M.H.S. Gagal Ginjal Akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, editors. Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006. p:285-289.
6. Price SA, Wilson LM. Gagal ginjal kronik. In: Hartanto H, editor. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC; 2006. p. 929- 33.
26