32-131113044914-phpapp02-libre (1)

18
KONSEPSI PELAKSANAAN HAK ASASI MANUSIA SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN UUD 1945 MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Pendidikan Kewarganegaraan yang dibina oleh Bapak Gatot Isnani Oleh Rizqiana Yogi Cahyaningtyas (32) 085735153073 UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK MESIN Maret 2013 SENIN 3-4

Upload: callme-laksamana-adipura

Post on 19-Nov-2015

214 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

aduh

TRANSCRIPT

  • KONSEPSI PELAKSANAAN HAK ASASI MANUSIA SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN UUD 1945

    MAKALAH

    UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Pendidikan Kewarganegaraan

    yang dibina oleh Bapak Gatot Isnani

    Oleh Rizqiana Yogi Cahyaningtyas (32)

    085735153073

    UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS TEKNIK

    JURUSAN TEKNIK MESIN Maret 2013

    SENIN 3-4

  • 1

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

    rahmat, taufiq, inayah, dan hidayah-Nya, karena hanya dengan karunia-Nya itulah

    penyusunan makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana.

    Tugas makalah ini dikerjakan dalam rangka memenuhi tugas Matakuliah

    Pendidikan Kewarganegaraan di program studi S-1 Pendidikan Teknik Mesin

    Jurusan Teknik Mesin FT UM yang dibina oleh Bapak Gatot Isnani.

    Teselesaikannnya tugas makalah ini telah melibatkan berbagai pihak. Untuk

    sumbang saran yang konstruktif yang telah diberikan, penulis patut

    menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :

    1. Bapak Gatot Isnani selaku dosen matakuliah Pendidikan

    Kewarganegaraan yang telah membimbing selama proses pembelajaran,

    2. Teman teman offering A3 yang yang telah berpartisipasi dalam proses

    pembelajaran,

    3. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung mendukung

    terselesaikannya makalah ini.

    Semoga atas bantuan moril dan materiil tersebut, Allah SWT senantiasa

    melimpahkan kekuatan dan petunjuk Nya sebagai amal sholeh dan senantiasa

    mendapat balasan karunia yang berlimpah dari Nya.

    Malang, Maret 2013

    Penulis

    i

  • 3

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR i

    DAFTAR ISI.. ii

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang. 1

    1.2. Rumusan Masalah.... 2

    BAB II PEMBAHASAN

    2.1. Pengertian Hak Asasi Manusia. 3

    2.2. Pasal Pasal Lama yang

    Mengatur tentang Hak Asasi Manusia.. 3

    2.3. Pasal Pasal Baru yang Mengatur

    tentang Hak Asasi Manusia... 5

    2.4. Pelaksanaan Hak Asasi Manusia Sebelum

    dan Sesudah Diamandemennya UUD 1945.. 8

    BAB III PENUTUP

    3.1. Kesimpulan. 13

    3.2. Saran... 14

    DAFTAR RUJUKAN.. 15

    ii

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Hasil amandemen UUD 1945 telah mengubah sistem ketatanegaraan

    Indonesia salah satunya adalah mengenai jaminan hak asasi manusia yang

    semakin meluas. Dari kualitas jaminan hak-haknya, UUD 1945 mengatur jauh

    lebih lengkap dibandingkan sebelum amandemen (Wiratraman, 2007:1). Terdapat

    tambahan bab baru yang khusus membahas tentang jaminan hak asasi manusia

    yaitu BAB XA. Tidak hanya pada bab baru, jaminan terhadap hak asasi manusia

    juga dicantumkan di luar bab XA tersebut. Hal ini membuktikan keseriusan

    pemerintah dalam mewujudkan cita cita bangsa Indonesia yang terdapat pada

    pembukaan UUD 1945 alinea keempat.

    Meluasnya jaminan hak asasi manusia dalam pasal pasal UUD 1945 tentu

    berpengaruh besar terhadap sistem ketatanegaraan republik Indonesia terutama

    berkaitan tentang hubungan antara pemerintah dan rakyat. Sebelum

    diamandemennya UUD 1945 yaitu pada masa orde baru dan orde lama, konsepsi

    jaminan hak asasi manusia justru hampir tidak diimplementasikan. Kita tentu

    dapat melihat banyaknya pelanggaran hak asasi manusia yang disebabkan oleh

    kesewenang wenangan pemerintah yang cenderung otoriter dan membatasi hak

    hak warga negaranya.

    Walaupun demikian, menguatnya hak asasi manusia secara tekstual, tidak

    serta merta memberikan jawaban tuntas atas masalah hak asasi manusia secara

    implementasinya. Perluasan kepada hak asasi manusia dalam UUD 1945 pasca

    amandemen tentu tidak dapat sepenuhnya menjunjung kepentingan warga negara

    Indonesia. Terbukti dengan masih adanya pelanggaran hak asasi manusia di

    Indonesia dan belum meratanya kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.

    Sejarah menunjukkan bahwa penegakan hak asasi manusia lebih berhasil ketika

    datang rezim baru menggantikan rezim lama tetapi mustahil untuk mengatakan

    bahwa pergantian rezim di negeri ini berhasil mendudukkan seratus persen rezim

    baru yang terbebas dari rezim Soeharto (Lubis, 2006 : 9).

    Namun terlepas dari itu, tentu saja penerapan dan pelaksanaan sebuah

    undang-undang dasar akan sangat dipengaruhi oleh situasi perkembangan zaman,

    1

  • 5

    serta kedewasaan bernegara para pelaksananya. Adanya semangat para

    penyelenggara negara yang benar-benar berjiwa kenegarawanan, mutlak

    diperlukan untuk mengatasi kekurangan dan kelemahan rumusan sebuah undang-

    undang dasar. Tanpa itu semua, undang-undang dasar yang baik dan sempurna

    pun, dapat diselewengkan ke arah yang berlawanan.

    2.1. Rumusan Masalah

    1. Apa pengertian hak asasi manusia?

    2. Apa saja pasal pasal lama yang mengatur tentang hak asasi

    manusia?

    3. Apa saja pasal pasal baru yang mengatur tentang hak asasi manusia?

    4. Bagaimana pelaksanaan hak asasi manusia sebelum dan sesudah

    amandemen UUD 1945?

    Teknis penulisan makalah ini berpedoman pada Buku Pedoman Penulisan

    Karya Tulis Ilmiah Universitas Negeri Malang (UM, 2010).

    2

  • 1

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1. Pengertian Hak Asasi Manusia

    Hak Asasi Manusia (HAM) mempunyai arti penting bagi kehidupan

    manusia karena persoalannya berkaitan langsung dengan hak dasar yang dimiliki

    manusia yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, karena itu pada dasarnya setiap

    manusia memiliki martabat yang sama maka, dalam hal hak asasi mereka harus

    mendapat perlakuan yang sama, walaupun kondisi mereka berbeda-beda.

    Martabat manusia, sebagai substansi sentral hak-hak asasi manusia di dalamnya

    mengandung aspek bahwa manusia memiliki hubungan secara eksistensial dengan

    Tuhannya (Al-Hakim,dkk, 2012 : 60).

    Menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

    pasal (1), bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada

    hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Hak itu

    merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi

    oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta

    perlindungan harkat dan martabat manusia.

    Dalam bagian Pendekatan dan Substansi TAP MPR No. XVII/MPR/1998

    tentang Hak Asasi Manusia dijelaskan bahwa hak asasi manusia adalah hak dasar

    yang melekat pada diri manusia yang sifatnya kodrati dan universal sebagai

    karunia Tuhan Yang Maha Esa, dan berfungsi untuk menjamin kelangsungan

    hidup, kemerdekaan, perkembangan manusia, dan masyarakat yang tidak boleh

    diabaikan, dirampas, atau diganggu gugat oleh siapapun.

    2.2. Pasal Pasal Lama yang Mengatur tentang Hak Asasi Manusia.

    Berbicara tentang posisi hak asasi manusia dalam konstitusi mengharuskan

    pembicaraan tentang konsep dasar konstitusi itu sendiri. Konstitusi biasanya

    dikaitkan dengan hukum dasar suatu negara. Sebagai hukum dasar, setiap

    peraturan yang dibuat atau tindakan negara tidak boleh bertentangan dengan

    peraturan di dalam konstitusi. Sebagai hukum tertinggi maka, jaminan hak asasi

    manusia dalam UUD 1945 berarti memberi landasan hukum tertinggi di Indonesia

    bagi pengakuan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak asasi setiap manusia.

    3

  • 7

    Akan tetapi konstitusi tidak cukup hanya dilihat sebagai hukum dasar sebab

    konstitusi juga merupakan hasil mediasi dari berbagai kekuatan dan kepentingan.

    Sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa konstitusi juga dapat dimanipulasi

    terutama oleh mereka yang memiliki kekuasaan.

    Hal ini pernah dialami konstitusi Indonesia. Sebelum Undang-Undang

    Dasar 1945 diamandemen terdapat 6 pasal yang secara eksplisit berurusan dengan

    hak asasi manusia, antara lain hak bekerja, berkumpul dan menyatakan pendapat,

    berorganisasi, serta hak memeluk agama menurut keyakinan masing-masing

    (Panduan Bantuan Hukum di Indonesia : Pedoman Anda Memami dan

    Menyelesaikan Masalah Hukum, 2007 : 313). Rumusan hak yang dijamin di

    dalam UUD 1945 sebelum amandemen begitu singkat sehingga dapat memberi

    kuasa kepada rezim yang berkuasa untuk membuat peraturan berdasarkan

    kepentingannya. Akibatnya hak-hak asasi manusia yang dijamin di dalamnya

    dapat dengan mudah dikesampingkan bahkan dilanggar.

    Tabel 2.1. Pasal Pasal Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 Sebelum Amandemen

    No. Pasal Isi Pasal 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

    Pasal 27 ayat (1) Pasal 27 ayat (2) Pasal 28 Pasal 29 ayat (2) Pasal 30 ayat (1) Pasal 31 ayat (1) Pasal 32 Pasal 33 ayat (1) Pasal 33 ayat (2) Pasal 33 ayat (3)

    Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Tiap tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang undang. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara. Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

    4

  • 1

    11.

    Pasal 34

    Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.

    (Purwantoro & Sulasmini, 2012 : 8-9)

    2.3. Pasal Pasal Baru yang Mengatur tentang Hak Asasi Manusia

    Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia

    secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa,

    meliputi hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak mengembangkan diri, hak

    keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak keamanan, dan hak

    kesejahteraan, yang oleh karena itu tidak boleh diabaikan atau dirampas oleh

    siapapun. Selanjutnya manusia juga mempunyai hak dan tanggung jawab yang

    timbul sebagai akibat perkembangan kehidupannya dalam masyarakat.

    Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1948 telah mengeluarkan Deklarasi

    Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights). Oleh

    karena itu bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa

    mempunyai tanggung jawab untuk menghormati ketentuan yang tercantum dalam

    deklarasi tersebut.

    Memasukkan hak-hak asasi manusia ke dalam pasal-pasal konstitusi merupakan salah satu ciri konstitusi modern. Setidaknya, dari 120an konstitusi di dunia, ada lebih dari 80 persen diantaranya yang telah memasukkan pasal-pasal hak asasi manusia, utamanya pasal-pasal dalam DUHAM. Perkembangan ini sesungguhnya merupakan konsekuensi tata pergaulan bangsa-bangsa sebagai bagian dari komunitas internasional, utamanya melalui organ Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sejak dideklarasikannya sejumlah hak-hak asasi manusia dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia atau biasa disebut DUHAM 1948 (Universal Declaration of Human Rights), yang kemudian diikuti oleh sejumlah kovenan maupun konvensi internasional tentang hak asasi manusia, maka secara bertahap diadopsi oleh negara-negara sebagai bentuk pengakuan rezim normatif internasional yang dikonstruksi untuk menata hubungan internasional (Wiratraman, 2007:3).

    DUHAM 1948 kemudian banyak diadopsi dalam Konstitusi RIS maupun

    UUD Sementara 1950, dimana konstitusi-konstitusi tersebut merupakan konstitusi

    yang paling berhasil memasukkan hak asasi manusia hampir keseluruhan pasal-

    pasal hak asasi manusia yang diatur dalam DUHAM (Poerbopranoto, 1953 : 92).

    5

  • 9

    Rujukan yang melatarbelakangi perumusan UUD 1945 Bab XA (Hak Asasi

    Manusia) adalah TAP MPR Nomor XII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.

    Ketetapan MPR tersebut pula yang kemudian melahirkan Undang Undang No.

    39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

    Tabel 2.2 Kualifikasi Pasal Pasal Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 Pasca Amandemen

    No. Bab XI A (Hak Asasi Manusia) Di Luar Bab XI A Pasal Tentang Pasal Tentang 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

    28A dan 28I ayat (1) 28D ayat (1) 28D ayat (3) 28D ayat (4) dan 28E ayat (1) 28E ayat (1) dan 28I ayat (1) 28E ayat (2) dan 28I ayat (1) 28E ayat (3) 28F

    Hak untuk hidup Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hokum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Hak atas kesempatan yang sama dalam pemerintahan Hak atas status kewarganegaraan dan hak berpindah Kebebasan beragama Hak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya Hak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat Hak untuk

    28 29 ayat (2)

    Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan Hak untuk beragama dan berkepercayaan

    6

  • 1

    9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21.

    28G ayat (1) 28G ayat (2) dan 28I ayat (1) 28G ayat (2) 28I ayat (1) 28I ayat (1) 28I ayat (1) 28I ayat (2) 28B ayat (1) 28B ayat (2) 28C ayat (1) 28C ayat (2) 28D ayat (2) 28E ayat (1)

    berkomunikasi dan memperoleh informasi Hak atas rasa aman dan bebas dari ancaman Bebas dari penyiksaan Hak memperoleh suaka politik Hak untuk tidak diperbudak Hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut Hak untuk tidak diperlakukan diskriminatif Hak untuk memiliki keturunan Hak anak Pemenuhan kebutuhan dasar dan pendidikan Hak untuk memajukan dirinya secara kolektif Hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja Hak untuk memilih pendidikan dan pengajaran

    18B ayat (2) 27 ayat (2) 31 32 ayat (1) 33 ayat (3) 34 ayat (1)

    Pengakuan hukum dan hak adat tradisional Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak Hak atas pendidikan Kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budaya Hak atas akses sumber daya alam untuk kesejahteraan rakyat Hak untuk mendapat pemeliharaan bagi fakir miskin

    7

  • 11

    22. 23. 24. 25. 26. 27. 28.

    28E ayat (1) 28H ayat (1) 28H ayat (1) 28H ayat (2) 28H ayat (3) 28H ayat (4) 28I ayat (3)

    Hak untuk memilih pekerjaan Hak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat Hak atas pelayanan kesehatan Hak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama Hak atas jaminan sosial Perlindungan hak milik Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional

    34 ayat (2) 34 ayat (3)

    dan anak-anak terlantar Hak atas jaminan sosial Hak atas pelayanan

    (Wiratraman, 2007:5-7)

    Dengan pasal-pasal hak asasi manusia yang diperlihatkan di atas, maka

    terpetakan bahwa: (1) Pasal-pasalnya tidak hanya di dalam Bab XIA namun

    sebagian terlihat pula di luar Bab XIA; (2) UUD 1945 hasil amandemen telah

    mengatur jauh lebih banyak dan lebih lengkap dibandingkan sebelumnya; (3)

    Banyak sekali ditemukan kesamaan substantif pada sejumlah pasal-pasal hak asasi

    manusia, sehingga secara konseptual tumpang tindih, repetitif dan pengaturannya

    tidak ramping. Misalnya, hak untuk beragama maupun berkepercayaan diatur

    dalam tiga pasal, yakni pasal 28E ayat (2), pasal 28I ayat (1), dan pasal 29.

    2.4. Pelaksanaan Hak Asasi Manusia Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD

    1945.

    Harus diakui pada masa Orde Baru dari segi pembangunan fisik memang

    ada dan keamanan terkendali, tetapi pada masa Orde Baru demokrasi tidak ada,

    kalangan intelektual dibelenggu, pers di daerah dibungkam, KKN dan

    pelanggaran hak asasi manusia terjadi di mana-mana.

    8

  • 1

    Soeharto, presiden Republik Indonesia ke-2, menduduki tahta kepresidenan

    Indonesia selama 32 tahun. Itu berarti, Soeharto telah memenangkan sekitar enam

    kali pemilihan umum (Pemilu). Presiden Soeharto mengkondisikan kehidupan

    politik yang sentralistik untuk melanggengkan kekuasaan sehingga salah satu hak

    sebagai warga negara untuk mendapatkan kedudukan dalam pemerintahan

    menjadi hak yang sulit didapatkan. Salah satu di antara mekanisme yang

    digunakan untuk membantu Golkar agar selalu menang dalam setiap Pemilu

    adalah kewajiban bagi para pegawai negeri sipil untuk selalu mendukung Golkar

    (Indrayana, 2007 : 143).

    Rendahnya transparansi pengelolaan negara juga menjadi salah satu

    keburukan pemerintahan Orde Baru. Transparansi merupakan bentuk kredibilitas

    dan akuntabilitasnya. Pada masa Orde Baru, hak penyiaran dikekang. Berita-berita

    televisi dan surat kabar tidak boleh membicarakan keburukan-keburukan

    pemerintahan, kritik terhadap pemerintah, dan berita-berita yang dapat

    mengganggu stabilitas dan keamanan nasional. Pemerintah Soeharto menerapkan

    sistem sensor yang ketat untuk membatasi kebebasan pers (Indrayana, 2007 :

    172). Kemerdekaan berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan pikiran dengan

    lisan dan tulisan dikebiri atas nama stabilisasi politik dan ekonomi, dan hal

    tersebut tampak jelas dalam sejumlah kasus seperti pemberangusan simpatisan

    PKI di tahun 1965-1967, peristiwa Priok, dan penahanan serta penculikan aktivis

    partai pasca kudatuli.

    Sementara penyingkiran hak-hak atas pekerjaan dan penghidupan yang

    layak bagi kemanusiaan terlihat menyolok dalam kasus pembunuhan aktivis buruh

    Marsinah, pengusiran warga Kedungombo (Elsam & LCHR, 1995 : 179), dan

    pembunuhan 4 petani di waduk Nipah Sampang. Pelajaran berharga di masa itu,

    meskipun jaminan hak asasi manusia telah diatur jelas dalam konstitusi, tidak

    serta merta di tengah rezim militer otoritarian akan mengimplementasikannya

    seiring dengan teks-teks konstitusional untuk melindungi hak-hak asasi manusia.

    Lemahnya fungsi lembaga perwakilan rakyat menjadi salah satu keburukan

    Orde Baru. Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat

    menjadi semacam boneka yang dikendalikan oleh pemimpin negara. Dalam hal

    9

  • 13

    ini, hak mengeluarkan pendapat yang berupa aspirasi-aspirasi dan keinginan

    rakyat tidak mampu diwujudkan oleh pemerintah.

    Hukum yang diskriminatif menjadi keburukan Orde Baru selanjutnya.

    Hukum hanya berlaku bagi masyarakat biasa atau masyarakat menengah ke

    bawah. Pejabat dan kelas atas menjadi golongan yang kebal hukum. Hak

    masyarakat untuk mendapatkan perlakukan yang sama di depan hukum menjadi

    hal yang sangat langka.

    Perlindungan hak asasi manusia dalam Orde Baru memang dirasa masih

    lemah. Meski demikian, Orde Baru memperlihatkan peran yang besar untuk

    menjaga stabilitas nasional. Stabilitas nasional ini memungkinkan negara untuk

    menjaga terlaksananya pelaksanaan perlindungan hak asasi manusia bagi

    masyarakat.

    Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis

    moneter tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus

    memburuk seiring dengan krisis keuangan yang melanda Asia. KKN semakin

    merajalela, sementara kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya

    ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan

    sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama

    kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total.

    Periode Reformasi diawali dengan pelengseran Soeharto dari kursi Presiden

    Indonesia oleh gerakan reformasi. Pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto

    mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan

    jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai

    berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.

    Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-

    undang masa Orde Baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih

    demokratis, yaitu : (1) Undang - Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai

    Politik, (2) Undang - Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum,

    dan (3) Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan

    DPR/MPR. Kebijakan dalam bidang politik ini membawa pengaruh pada tata

    politik yang adil. Hak warga negara untuk mendapatkan kedudukan di bidang

    10

  • 1

    politik dan pemerintahan menjadi terbuka. DPR dan MPR mulai berfungsi dengan

    baik sebagai aspirasi rakyat untuk memperoleh hak-hak mereka.

    Kebebasan berekspresi dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini

    terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan dan ideologi.

    Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah. Mereka

    bisa dengan bebas dan aktif mendiskusikan isu isu kritis, termasuk urgennya

    mereformasi UUD 1945. Kebebasan berpendapat dan berekspresi ini

    mempengaruhi reformasi reformasi konstitusi yang dihasilkan pada rentang

    waktu 1999 2002 (Indrayana, 2007 : 172).

    Selain itu, hak dalam berpendapat yang diwujudkan dalam kebebasan pers

    juga lebih dijunjung tinggi kedudukannya. Dengan pers, masyarakat dapat

    menyerukan aspirasi mereka. Hak masyarakat untuk mendapatkan informasi

    secara jelas dan terbuka pun mulai dibuka.

    Pemerintah Soeharto menerapkan sistem sensor yang ketat untuk membatasi kebebasan pers. Menteri Penerangan kala itu mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) No. 01 Tahun 1984 tentang Izin Penerbitan. Peraturan ini memberi kewenangan kepada Menteri Penerangan untuk mencabut SIUP atau lisensi penerbitan milik perusahaan media mana pun yang tidak mendukung kebijakan pemerintah. Pada bulan Juni 1998, pemerintah Habibie mencabut peraturan ini dan menyederhanakan prosedur pemberian surat izin bagi dunia penerbitan. Kebijakan ini melahirkan ratusan penerbitan baru dan era baru dalam kebebasan pers (Indrayana, 2007 : 172). Kekerasan negara seakan telah berkurang, meskipun sesungguhnya masih

    saja kerap terjadi, termasuk pelanggengan impunitas, yaitu kekerasan negara telah

    terjadi dalam beberapa kasus, misalnya pasca amandemen UUD 1945, peristiwa

    penembakan polisi maupun tentara yang menewaskan sejumlah masyarakat adat

    dan petani dalam kasus Bulukumba (Sulawesi Selatan), kasus Manggarai (Nusa

    Tenggara Timur), dan kasus Alas Tlogo (Jawa Timur) ; kekerasan terhadap

    pekerja pers (Kasus Tomy Winata vs. Tempo, dll.); dan kasus pembunuhan aktivis

    pembela HAM Munir.

    Lahirnya Undang - Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

    Manusia; Undang - Undang Nomor. 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak

    Asasi Manusia; dan undang - undang lainnya yang didesakkan oleh lembaga

    11

  • 15

    lembaga demokrasi dan hak asasi manusia ialah bukti kontribusi masyarakat sipil

    dalam mewujudkan demokrasi (Pramudya, 2004 : 54).

    12

  • 1

    BAB III

    PENUTUP

    3.1. Kesimpulan

    1. Berdasarkan beberapa rumusan tentang definisi hak asasi manusia di

    atas, diperoleh suatu kesimpulan bahwa hak asasi manusia merupakan

    hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan

    fundamental sebagai suatu anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus

    dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat, dan

    negara. Dengan demikian, hakikat penghormatan dan perlindungan

    terhadap hak asasi manusia ialah menjaga keselamatan eksistensi

    manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan, yaitu keseimbangan

    antara hak dan kewajiban, serta keseimbangan antara kepentingan

    individu dengan kepentingan umum. Upaya menghormati, melindungi,

    dan menjunjung tinggi hak asasi manusia menjadi kewajiban dan

    tanggung jawab bersama antara individu dan pemerintah. 2. Hak asasi manusia dalam UUD 1945 (sebelum amandemen) hanya

    tercantum pada pasal 27 sampai dengan pasal 34 saja dan tidak ada

    pasal dan bab khusus mengenai hak asasi. Pasal pasal ini

    mencantumkan hak persamaan dalam hukum dan pemerintahan dan hak

    mendapat pekerjaan yang layak (pasal 27 ayat (1) dan (2)), jaminan

    kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan

    lisan dan tulisan (pasal 28), jaminan untuk memeluk agama dan

    beribadah menurut agama dan kepercayaan (pasal 29 ayat (2)), hak

    untuk membela negara (pasal 30 ayat(1)), hak mendapatkan pengajaran

    (pasal 31 ayat (1)), hak untuk mengembangkan kebudayaan (pasal 32),

    hak berekonomi (pasal 33 ayat (1) sampai dengan (3)), dan hak sosial

    bagi fakir miskin dan anak terlantar untuk dipelihara oleh negara (pasal

    34).

    3. Setelah amandemen ke-4 tahun 2002, UUD 1945 disempurnakan

    rincian tentang HAM menjadi lebih banyak dan lengkap. Di samping

    pasal-pasal terdahulu masih dipertahankan, dimunculkan pula bab baru

    13

  • 17

    yang berjudul bab XA tentang HAM bererta pasal pasal tambahannya

    (pasal 28A sampai 28J).

    4. UUD 1945 hasil amandemen sudah memuat masalah masalah hak

    asasi manusia secara rinci sehingga pelaksanaannya tidak lagi dijadikan

    residu kekuasaan melainkan kekuasaanlah yang menjadi residu hak

    asasi manusia. Berdasarkan UUD 1945 sebelum amandemen masalah

    hak asasi manusia diatur secara singkat yang pelaksanaannya

    didistribusikan kepada lembaga legislatif sehingga menjadi alat

    kekuasaan. Itulah sebabnya, baik di zaman Orde Lama maupun Orde

    Baru banyak terjadi kekerasan dan pelanggaran terhadap hak asasi

    manusia. Namun sekarang hal tersebut tak mudah lagi dilakukan karena

    UUD 1945 hasil amandemen memuat rincian mengenai hak asasi

    manusia, sistem pengawasan politik, serta pengawasan hukum terhadap

    pemerintah secara lebih lengkap sehingga tidak dapat dengan mudah

    melakukan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Walaupun

    demikian, bukan berarti sekarang ini Indonesia bebas dari segala bentuk

    pelanggaran hak asasi manusia.

    3.1. Saran

    Peraturan tentang pelaksanaan dan jaminan hak asasi manusia memang

    penting untuk terus menerus dikoreksi, tidak saja secara konsepsional dan

    pengaturannya, tetapi tantangannya adalah bagaimana Indonesia mampu

    mengimplementasikan penerapan pelaksanaan peraturan tentang hak asasi

    manusia yang sesuai dengan UUD 1945 di tengah situasi yang menyuguhkan

    politik hak asasi manusia yang mistifikatif. Dalam situasi demikian, konstitusi

    Indonesia perlu terus menerus didorong untuk secara berani dan tegas menjamin

    serta melindungi hak-hak asasi manusia yang telah memiliki landasan hukum

    tertinggi sebagai hak-hak konstitusional. Dengan begitu, pembatasan kekuasaan

    secara sewenang-wenang akan terkelola.

    14

  • 1

    DAFTAR RUJUKAN

    Al Hakim, S. dkk. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan : Dalam Konteks Indonesia. Malang : Penerbit Universitas Negeri Malang.

    Elsam & LCHR. 1995. Atas Nama Pembangunan: Bank Dunia dan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Jakarta: Elsam.

    Indrayana, D. 2007. Amandemen UUD 1945 : Antara Mitos dan Pembongkaran. Bandung : PT Mizan Pustaka.

    Lubis, T.M. 2004. Jalan Panjang Hak Asasi Manusia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

    Poerbopranoto, K. 1953. Hak Asasi Manusia dan Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia. Jakarta : JB. Wolters.

    Pramudya, W.(Ed.). 2004. Cak Munir, Engkau Tak Pernah Pergi. Jakarta : Gagas Media.

    Purwantoro, G., Sulasmini, E. 2012. UUD 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen & GBHN 33 Propinsi di Indonesia. Surabaya : Bintang Surabaya.

    TAP MPR No. XVII/MPR/1998 Tentang Hak Asasi Manusia. 1998. Majelis Permusyawatan Rakyat. (Online). (http://www.mpr.go.id). Diakses 31 Maret 2013. Pukul 00:51 WIB.

    Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah : Skripsi, Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Tugas Akhir, Laporan Penelitian. Edisi Kelima. Malang : Universitas Negeri Malang.

    UU RI No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025. 2007. Jakarta : PT Sinar Grafika.

    UU RI No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. 1999. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. (Online). (http://www.komnasham.go.id). Diakses 20 Maret 2013. Pukul 23:40 WIB.

    Wiratraman, R.H.P. 2007. Konsorsium Reformasi Hukum Nasional. Hak Hak Konstitusional Warga Negara Setelah Amandemen UUD 1945 : Konsep, Pengaturan, dan Dinamika Implementasi.1 (1). (Online), (http://herlambangperdana.files.wordpress.com), diakses 15 Februari 2013. Pukul 20:30 WIB.

    Yayasan Obor Indonesia. 2007. Panduan Bantuan Hukum di Indonesia : Pedoman Anda Memami dan Menyelesaikan Masalah Hukum. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

    15

    http://www.mpr.go.id/http://www.komnasham.go.id/http://herlambangperdana.files.wordpress.com/