5. bab iv.3- labiopalatoskizis.doc
TRANSCRIPT
BAB IV
DISKUSI
Labiopalatoskizis merupakan suatu kelainan kongenital akibat proses
pembentukan bibir dan palatum tidak sempurna pada janin, dapat berupa kelainan
sindromik dan nonsindromik1. Antara minggu keempat dan kedelapan masa
perkembangan embrio, bibir atas dan langit-langit terbentuk dari hasil migrasi dan
penyatuan dari tiga proses bilateral (nasomedial, nasolateral, rahang atas) yang
berasal dari sel-sel neural crest. Clefting (celah) terjadi ketika ada kegagalan fusi
atau berkurang penetrasi mesenchymal pada proses migrasi embriologi2.
Proses embriologi CL (cleft Lip) dan CP (Cleft palate) sebagian besar
berbeda. CL adalah celah unilateral atau bilateral pada bibir atas dan rahang, yang
terbentuk selama minggu ketiga hingga ketujuh perkembangan embrio. CP adalah
celah di langit-langit bagian yang keras atau lembut, yang terbentuk pada minggu
kelima hingga keduabelas perkembangan embrio. CP mungkin akibat dari
terganggunya pertumbuhan yang rusak dari atap palatum atau kegagalan elevasi
atau fusi dari atap palatum2.
Bibir sumbing dan celah palatum merupakan kelainan kongenital yang
paling sering ditemukan di daerah kepala dan leher. Insidens bibir sumbing
dengan atau tanpa celah palatum adalah 1 dari 2.000 kelahiran di Amerika Serikat.
Insidens bibir sumbing dengan atau tanpa celah palatum bervariasi berdasarkan
etnis, dari 1.000 kelahiran didapatkan pada etnis Indian 3,6, etnis Asia 2,1, etnis
43
kulit putih 1,0, dan etnis kulit hitam 0,41. Sebaliknya, insidens celah palatum
konstan pada semua etnis, yaitu 0,5 dari 1.000 kelahiran.3
Insidens berdasarkan jenis kelamin pria dan wanita adalah 2:1 untuk bibir
sumbing dengan atau tanpa celah palatum dan 1:2 untuk celah palatum saja.
Secara keseluruhan, proporsi kelainan ini di Amerika Serikat: 45% celah lengkap
pada bibir, alveolus, dan palatum; 25% celah bibir, alveolus, atau keduanya; dan
30% celah palatum3. Penelitian di Hawaii (1986-2003) membandingkan angka
kejadian bibir sumbing dan celah palatum dengan bibir sumbing saja yaitu sebesar
3,2% dan 1,0%.3,4 Insidens terbanyak pada orang Asia dan Amerika dibandingkan
orang kulit hitam5.
Berbagai macam penyebab dikaitkan dengan kelainan bibir sumbing
dengan atau tanpa celah palatum. Kelainan bibir sumbing dan celah palatum dapat
berhubungan dengan malformasi atau sindrom tertentu yang dikenal dengan
kelainan sindromik, bila kelainan ini tidak berhubungan dengan malformasi atau
sindrom tertentu disebut kelainan nonsindromik6-12. Sekitar 70% kasus merupakan
kelainan nonsindromik dan 30% kasus kelainan sindromik, dengan kasus
terbanyak sindrom van der Wounde.5,12
Pada kasus didapatkan keluhan, celah bibir pada bibir pasien. Celah bibir
terdapat di bibir bagian atas. Celah bibir lebar dengan jarak sekitar 1/3 bibir.
Celah tampak hingga ke bagian hidung bagian dalam. Ukuran lubang tidak
mengalami pengecilan dan tidak membesar. Selain bibir, terdapat pula celah pada
gusi dan langit-langit mulut. Pasien tidak mengalami demam atau batuk-batuk
maupun sesak nafas. Pasien sedikit kesulitan dalam minum susu. Sehingga setiap
44
kali menyusu harus pakai dot dan kepala harus ditinggikan. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan adanya malformasi pada bagian labium, nasal, gingiva hingga
palaum. Didapatkan lebar celah hingga 1/3 lebar bibir.
Bibir sumbing dan celah palatum merupakan kelainan kongenital yang
paling sering ditemukan di daerah kepala dan leher2. CL adalah celah unilateral
atau bilateral pada bibir atas dan rahang, yang terbentuk selama minggu ketiga
hingga ketujuh perkembangan embrio. CP adalah celah di langit-langit bagian
yang keras atau lembut, yang terbentuk pada minggu kelima hingga keduabelas
perkembangan embrio2. Keluhan-keluhan umum selain keluhan estetik antara lain
gangguan bersuara, berbicara dan berbahasa, gangguan menyusu/makan,
gangguan pertumbuhan wajah, pertumbuhan gigi, dan infeksi pendengaran. Pada
pemeriksaan fisik kepala dan leher, dapat ditemukan asimetri wajah, gangguan
perkembangan telinga, gangguan pendengaran, celah dan anomali septum, atresia
koana, gangguan rongga mulut dan gigi, fonasi, dan menelan3,5,13,14.
Pada Pasien direncanakan dilakukan labioplasty pada usia 3 bulan.
Penanganan Pasien dengan CLP sendiri di bagi menjadi beberapa tahap, tahap
paling pertama adalah tahap sebelum pre op yang dimulai sejak awal terdiagnosa
CL atau CLP, yaitu dengan menggunakan plester hipoalergik yang dilekatkan
antar pipi melewati celah bibir diharapkan dengan cara ini celah tidak melebar,3,12.
Tahap kedua adalah rekonstruksi bibir. Sebelum operasi, operator
menentukan dasar ala nasal, ujung vermilion, bagian tengah vermilion, dan
panjang fi ltrum di bagian yang sumbing kemudian membuat insisi untuk filtrum
dan ala nasi dari prolabium, melonggarkan tegangan muskulus orbikularis oris,
45
dan menjahit lapis demi lapis mulai dari otot, mukosa, kulit, fi ltrum, dan ala nasi.
Jika tidak dilakukan perlekatan bibir sebelumnya, rekonstruksi ini dilakukan pada
bayi usia 8-12 minggu. Di Amerika, para dokter bedah menggunakan rule of ten
untuk rekonstruksi bibir dengan kiriteria bayi setidaknya usia 10 minggu, berat 10
pon, dan hemoglobin 10 gram/dL3,5,12,13. Pada pasien, ketiga rule of ten telah
dipenuhi (Hb 11,1, BB 11,4 pons dan usia 12 minggu).
Tahap ketiga adalah kontruksi palatum, Operasi ini dimulai dengan
menentukan daerah operasi di tepi celah palatum pada teknik Bardach two-flap.
Melakukan insisi celah di palatum durum 1-2 mm di lateral tepi celah, insisi 1 cm
di posterior tuberositas maksila dan mengarah ke anterior, kemudian bersatu
dengan insisi di medial. Setelah insisi dilakukan, lapisan submukoperiosteum
bilateral dibuka untuk mengidentifi kasi foramen palatina tempat keluar arteri
palatina mayor. Kemudian tepi posterior palatum durum diidentifi kasi dan
memotong serat otot dan mukosa, dan mukoperiosteum nasal dipisahkan dan
tepinya dijahit satu sama lain. Selanjutnya otot velar dijahit dengan horizontal
mattress dan akhirnya melekatkan mukoperiosteal oral 3,5,12,13.
46