77737-analisis faktor yang mempengaruhi kurs rupiah sebelum dan setelah diterapkanya free floating...
TRANSCRIPT
-
ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KURS
RUPIAH SEBELUM DAN SETELAH DITERAPKANNYA
FREE FLOATING EXCHANGE RATE SYSTEM
Oleh :
Dede Misbahudin
104081002568
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H / 2008
-
CURRICULUM VITAE
Dede Misbahudin Tlp/Hp : (0251)682602 / 08567890535
Nama : Dede Misbahudin
Tempat, tgl lahir : Bogor, 14 Desember 1985
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Motto Hidup : Mencari dan memberikan yang terbaik
Alamat : Kalong Dagul RT. 02/04, Desa. Kalong Sawah, Kec. Jasinga,
Kab. Bogor 16670
1992-1998 : Sekolah Dasar Negeri 03 Kalong Sawah Jasinga, Bogor 1998-2001 : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 1
Cigudeg,
Bogor
2001-2004 : Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Jasinga, Bogor 2004-2008 : Jurusan Manajemen Keuangan Fakultas Ekonomi dan Ilmu
Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ketua 1 OSIS SMAN 1 Jasinga Humas DKI Jaya Alumni ROHIS SMAN 1 Jasinga (Al Roja) Ketua Dewan Pimpinan Fakultas Partai Intelektual Muslim (PIM) Staff. Kemahasiswaan BEM FEIS
Pendidikan Formal
Pengalaman Organisasi
Identitas
-
Staff. Kerohanian BEM FEIS Kord. Bidang HUMAS BEM FEIS Staff. Pengembangan Ekonomi KAMMI UIN Jakarta Staff. Sosial masyarakat KAMMI UIN Jakarta Dewan Kesejahteraan Sekretariat KAMMI UIN Jakarta Forum Silaturahim Anbim-Alumni ORBIT (FSAA ORBIT) Asst. Mentor MHMMD Training Center
-
ABSTRACT
The research analyzed factors that effect the fluctuation of Rupiah exchange rate against US dollar before and after the implementation of free floating exchange rate system which include export, import, inflation, interest rate (SBI), GDP and money supply (M1) using ARCH GARCH methode. the data which used in the research a three months data started at the first three months in 1990 until the second three months in 1997 then started again at the fourth three months in 1997 until the first three months in 2005. Result of this research shows that before the implementation of free floating exchange rate system export, import, interest rate (SBI), GDP and money supply (M1) significant simultaneously for fluctuation of rupiah. Result of this research convenient was the theory from Hamdy Hady (2006). Partly only export, import, and money supply (M1) that effect significant for the fluctuation of rupiah. Result of this research difference was the theory from Adwin Surya. A (2002) that say only money supply significant simultaneously for the fluctuation of rupiah. After the implementation free floating exchange rate system export, import, inflation, interest rate (SBI), GDP and money supply significant simultaneously for the fluctuation of rupiah. Result of this research convenient was the theory Hamdy Hady (2006). Partly only export, import, GDP and money supply (M1) that significant for the fluctuation of rupiah. Result of this research difference was the theory from Adwin Surya. A (2002) that say only money supply significant simultaneously for the fluctuation of rupiah. Key word: Exchange rate, export, import, inflation, SBI, GDP, M1.
-
ABSTRAK
Penelitian ini menganalisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kurs rupiah terhadap dolar Amerika sebelum dan setelah diterapkannya free floating exchange rate system yaitu ekspor, impor, inflasi, suku bunga (SBI), GDP dan Jumlah uang Beredar (M1) dengan menggunakan metode ARCH GARCH. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data triwulanan yang dimulai pada triwulan pertama tahun 1990 sampai dengan triwulan ke dua tahun 1997 dan dimulai kembali pada triwulan ke empat tahun 1997 sampai dengan triwulan pertama tahun 2005. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebelum di terapkannya free floating exchange rate system ekspor, impor, inflasi, suku bunga (SBI), GDP dan jumlah uang beredar (M1) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Hasil ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hamdy Hady (2006). Secara parsial hanya ekspor, impor, dan jumlah uang beredar (M1) yang berpengaruh secara signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Adwin Surya. A (2002) yang mengatakan hanya jumlah uang beredar yang mempengaruhi nilai tukar rupiah. Setelah diterapkannya free floating exchange rate system ekspor, impor, inflasi, suku bunga (SBI), GDP dan jumlah uang beredar (M1) secara simultan berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Hasil ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hamdy Hady (2006). Secara parsial hanya ekspor, impor, GDP dan jumlah uang Beredar (M1) yang berpengaruh secara signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Adwin Surya. A (2002) yang mengatakan hanya jumlah uang beredar yang mempengaruhi nilai tukar rupiah. Kata Kunci : Kurs, ekspor, impor, inflasi, SBI, GDP, M1.
-
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah dan kepada-Nyalah tempat memohon
pertolongan serta ampunan. Aku berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwaku
dan keburukan amal perbuatanku. Barang siapa yang diberi petunjuk Allah, maka
tak seorangpun yang dapat menyesatkannya. Dan barang siapa yang di sesatkan-
Nya maka tak seorangpun yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa
tiada Illah kecuali Allah yang tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan rasulnya. Shalawat dan salam semoga selalu
tercurah padanya dan keluarganya, sahabatnya juga kepada para pengikutnya yang
baik hingga akhir kelak.
Skripsi ini ibarat sebuah gedung yang dirangkai dari berbagai bahan
bangunan, yang dibangun oleh seseorang yang memiliki kepedulian tentang
betapa penting dan berharganya sebuah ilmu. Oleh karena itu, dipenghujung sapa
ini, dilembar yang terbatas ini dengan segala kerendahan hati dan kebesaran jiwa,
izinkan saya selaku penulis mengugapkan terima kasih kepada orang-orang yang
Allah anugerahkan kepada penulis sehingga Skripsi ini dapat terwujud.
1. Kedua orang tua yang tak kenal lelah, mendidik dan mambesarkan. Yang
selalu menyisipkan do'anya dalam setiap sujudnya, yang tak pernah bosan
menadahkan tangannya kelangit memohon dan meminta, tetesan keringat
dan cucuran air mata adalah saksi betapa tulus dan ikhlasnya mereka
menjalankan amanah. Semoga apa yang mereka goreskan menjadi sebab
turunnya rahmat-Mu, menjadi sebab gugurnya dosa-dosa mereka dihadapan-
Mu, juga untuk keluarga tersayang ( kang eman, teh santi, AA miftah/abe,
dan adikku yang manis Pipin) yang selalu memberikan warna dikala malam
yang sunyi.
2. Prof. Dr. Ahmad Rodoni, MM, Ketua Jurusan Manajemen sekaligus Dosen
Pembimbing I dan Ibu Titi Dewi, SE, Msi, selaku Dosen Pembimbing II,
yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis sehingga
skripsi ini dapat tersusun tepat waktu. Dan semoga menjadi amal ibadah
bagi ke dua-nya.
-
3. Keluarga besar Bpk Purn. Jend. TNI Feisal Tanjung khususnya Bunda Ida
Feisal Tanjung yang telah memberikan bantuan dananya sehingga penulis
bisa terus belajar di UIN Jakarta.
4. Pimpinan dan pengurus Yayasan Abadi Orang Tua Bimbingan terpadu
(YAAB ORBIT) yang selalu memberikan nasihat dan bimbingan kepada
penulis.
5. Keluarga Besar DPF FEIS, DPP PIM, dan KAMMI UIN Jakarta yang selalu
memberikan warna dalam dunia pergerakan mahasiswa.
6. Keluarga besar BEM FEIS 2005 s/d 2007 dan LDK KOMDA FEIS.
7. Kawan-kawan kelas Manajemen e 2004 yang selalu berada dalam
kebersamaan di kelas yang penuh dengan kenangan.
8. My Soulmatch Vanny Chelsea Widnanto 061291-161107-311207 (Alm),
yang selalu mengajarkan tentang ketabahan dan yang akan selalu ada dalam
hati penulis meski sudah berada di dunia yang berbeda.
9. Adik-adiku di Fakultas Ekonomi , Oktaviani (Opi), Sari (Ai), Romi dan
Deasy yang selalu menemani penulis saat-saat belajar di perpustakaan.
Tak ada gading yang tak retak, bila ada langkah mambekas lara, ada kata
merangkai dusta, ada tingkah menoreh luka, mohon di maafkan segala
kekhilafan. Bila cinta karena Allah berpisah tiada gelisah, bila rindu karena yang
satu bertemu selalu di tunggu, ukhuwah itu indah bila bertemu dan berpisah
karena Allah semata.
Terakhir penulis mohon maaf bila skripsi ini jauh dari rasa memuaskan.
Namun, penulis dengan segala keterbatasan hanya bisa berharap mudah-mudahan
skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya, karena sebaik-
baiknya manusia adalah manusia yang dapat bermanfaat bagi manusia yang lain.
Bogor, April 2008
Dede Misbahudin
-
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.. i
ABSTRACT... ii
ABSTRAK......................................................................................... iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI. .. vi
DAFTAR GAMBAR.. viii
DAFTAR TABEL..... ix
DAFTAR GRAFIK.. x
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................ xi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .... 1
B. Identifikasi Masalah.. 6
C. Batasan Masalah.. ... 7
D. Perumusan Masalah ... 7
E.Tujuan dan Manfaat Penelitian... 8
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori . 10
1. Valuta Asing . 10
2. Sistem Nilai Tukar . 11
3. Ekspor 16
4. Impor .. ..................... 17
5. Inflasi. 19
6. Suku Bunga .. 23
7. Tingkat Pendapatan Nasional (GDP).... 24
8. Jumlah Uang Beredar 24
9. Nilai Tukar (Kurs). 25
10. Teori Kurs atau Nilai Tukar... 36
B. Penelitian Sebelumnya . 28
C. Kerangka Pemikiran .. 30
-
A. Hipotesis.. 33
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
B. Ruang Lingkup Penelitian . 33
C. Metode Penentuan Sampel . 34
D. Metode Pengumpulan Data.. 35
E. Metode Analisis .. 35
1. Metode ARCH GARCH . 35
2. Uji Asumsi Klasik. . 39
3. Uji F (Uji Secara Simultan). 41
4. Uji t (Uji Secara Parsial).. 42
5. Uji Koefisien Determinasi (R) 42
F. Operasional Variabel. 43
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Kurs Rupiah 47
B. Penemuan Dan Pembahasan 53
1. Deskripsi Data 53
2. Uji Asumsi Klasik. 61
3. Uji F (Uji Secara Simultan)... 65
4. Uji t (Uji Secara Parsial) 68
5. Uji Koefisien Determinasi. 74
C. Interpretasi 74
BAB V : KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan. 77
B. Implikasi. 79
DAFTAR PUSTAKA. 80
LAMPIRAN 83
-
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman 2.1 Pergeseran Kurs Valas . 19
2.2 Inflasi dan Kurs Valas ....... 22
2.3 Kerangka Berfikir ... 32
DAFTAR TABEL
-
Nomor Keterangan Halaman
4.1 Data variable 1 53
4.2 Deskripsi Data 1.. 54
4.3 Data Variabel 2 57
4.4 Deskripsi Data 2 .. .. 58
4.5 Tabel Multikolinearitas 1 62
4.6 Hasil Output Pengujian Korelogram 1 62
4.7 Tabel Multikolinearitas 2 64
4.8 Hasil Output Pengujian Korelogram 2........................ 65
4.9 Hasil Output Metode ARCH GARCH 1 ... 66
4.10 Hasil Output Metode ARCH GARCH 2.. 67
-
DAFTAR GRAFIK
Nomor Keterangan Halaman
4.1 Fluktuasi Kurs Rupiah terhadap Dolar AS 50
4.2 Tingkat Inflasi .. ... 51
4.3 Tingkat Suku Bunga .. 53
4.4 Uji Jarque-Bera 1 ...... 61
4.5 Uji Jarque-Berra 2...... 63
-
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
1 Data Variabel
2 Data Variabel
3 Hasil Output Metode ARCH GARCH 1
4 Hasil Output Metode ARCH GARCH 2
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan berkembangnya ekonomi internasional yang semakin pesat,
hubungan ekonomi antar negara akan menjadi saling terkait dan mengakibatkan
peningkatan atas perdagangan barang maupun uang serta modal antar negara.
Terjadinya perubahan indikator makro di negara lain, secara tidak langsung akan
berdampak pada indikator suatu negara.
Dengan diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang bebas (free
floating exchange rate system) yang dimulai sejak 14 Agustus 1997, posisi nilai
tukar rupiah terhadap mata uang asing khususnya dolar Amerika ditentukan oleh
kekuatan pasar.
Sejak diterapkanya sistem nilai tukar mengambang bebas atau floating
exchange rate system di Indonesia yang di mulai sejak 14 Agustus 1997 nilai
tukar rupiah terhadap dolar Amerika secara akumulatif telah terdepresiasi sebesar
48,7% sampai dengan Desember 2001. Kenyataan ini telah mengakibatkan
perdebatan banyak ahli tentang sumber ketidakstabilan nilai tukar tersebut, apakah
disebabkan oleh faktor ekonomi atau disebabkan oleh faktor non ekonomi.
Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika pasca
diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang bebas terus mengalami
kemerosotan. Pada bulan Agustus 1997 nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
sebesar Rp. 3.035/US$, terus mengalami tekanan sehingga pada Desember 1997
-
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika tercatat sebesar Rp. 4.650/US$.
Memasuki tahun 1998, nilai tukar rupiah terus melemah terhadap dolar Amerika
menjadi sebesar Rp. 10.375/US$, bahkan pada bulan Juni 1998 nilai tukar rupiah
sempat menembus level Rp. 14.900/US$ yang merupakan nilai terlemah
sepanjang sejarah nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerka pada tahun 1999 melakukan recovery menjadi sebesar Rp.
7.810/US$, tahun 2000 kembali melemah menjadi sebesar Rp. 8.530/US$, pada
tahun 2001 melemah lagi menjadi Rp. 10.265/US$, tahun 2002 kembali menguat
menjadi Rp. 9.260/US$, tahun 2003 menguat menjadi Rp. 8.570/US$ dan pada
tahun 2004 sebesar Rp. 8.985/US$.
Pada tahun 2005, melambungnya harga minyak dunia sangat memberikan
kontribusi yang cukup besar terhadap meningkatnya permintaan valuta asing
sebagai konsekuensi negara pengimpor minyak. Kondisi ini menyebabkan nilai
tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika dan berada pada kisaran Rp. 9.200
sampai Rp.10.200 per US$.
Pada tahun 2004, asumsi nilai tukar rupiah dalam APBN ditetapkan
sebesar Rp. 8.600/US$. Dalam realisasinya, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap
dolar Amerika selama tahun 2004 adalah sebesar Rp. 8.930, atau mengalami
penyimpangan sebesar 3,5 persen. Demikian pula pada tahun 2005, dalam APBN
asumsi nilai tukar rupiah ditetapkan sebesar Rp. 9.300/US$. Namun kenyataannya
bisa menembus Rp.9.590/US$, atau menyimpang sebesar 3 persen.
Pasar valuta asing yang sistem nilai tukarnya menggunakan sistem nilai
tukar mengambang bebas hanya dipengaruhi oleh tingkat pembelian dan
-
penjualan untuk mendukung perdagangan yang sebenarnya dalam barang dan
jasa, akan mudah untuk memperkirakan kurs mata uang asing. Sayangnya,
terdapat banyak kekuatan dan motif lain yang mempengaruhi pembelian dan
penjualan mata uang. Arus modal jangka pendek dan jangka panjang serta
pembelian dan penjualan. Spekulasi merupakan sumber yang besar dari
penawaran dan permintaan akan mata uang asing.
Nilai sebuah mata uang, yakni nilai tukarnya terhadap mata uang lain,
tergantung pada daya tarik mata uang tersebut di pasar. Jika permintaan akan
sebuah mata uang tinggi, maka harganya akan naik relatif terhadap mata uang
lainnya. Akan tetapi, perubahan dalam kondisi politik suatu negara atau
menurunnya perekonomian akibat laju inflasi yang tinggi dan defisit perdagangan,
dapat juga mengakibatkan nilai sebuah mata uang yang stabil jatuh, karena para
investor lebih memilih menukarkan uangnnya ke mata uang lain yang dianggap
lebih stabil.
Selama beberapa tahun ini Indonesia belum dapat menyelesaikan masalah
perekonominya. Berbagai upaya telah dilakukan agar indonesia keluar dari krisis
yang melanda sejak 1997, akibat penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika. Hal tersebut sangat mempengaruhi semua aktivitas perekonomian
seperti terjadinya kesenjangan antara sektor moneter dengan sektor riil yang
semakin melebar, dari segi permintaan terjadi peningkatan untuk pembelian dolar
dimana cadangan devisa yang digunakan untuk memasok permintaan tersebut
sangat terbatas, adanya proyek-proyek yang sifatnya konsumtif, waktu jatuh
-
tempo utang swasta yang membengkak. Kondisi semacam ini semakin memuncak
hingga rupiah terperosok pada titik yang terendah.
Kenaikan laju inflasi di Indonesia mengakibatkan melemahnya nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika. Pada tahun 1997 laju inflasi sebesar 11,1%,
diikuti pula tahun 1998 tingkat inflasi mencapai 77,36%. Inflasi terjadi akibat
peningkatan para spekulasi terhadap nilai tukar serta melonjaknya permintaan
pasar karena adanya ketidakpastian harga. Tahun 1999 tingkat inflasi relatif
terkendali sebesar 2,01%, sedangkan pada tahun 2000 tingkat inflasi melonjak
kembali melebihi angka yang telah ditargetkan sebesar 9,35%. Sementara itu
tahun 2001 diperkirakan laju inflasi berada di level 4-6%, juga di tahun 2002 dan
2003 laju inflasi diperkirakan di level 7-9%. Upaya yang harus dilakukan untuk
mengatasi tingkat inflasi di indonesia, pemerintah harus mempunyai suatu
kebijakan yang dapat menekan tingkat inflasi dan menciptakan stabilitas moneter
yang merupakan persoalan struktural dalam perekonomian indonesia.
Kesemuanya itu tidak mudah dan memerlukan kehati-hatian yang mendalam.
Informasi mengenai faktor utama yang menyebabkan kenaikan laju inflasi sangat
diperlukan sebelum pemerintah mengambil kebijakan yang tepat untuk menekan
laju inflasi yang berlebihan. Peranan nilai tukar dalam perdagangan internasional
sangat mempengaruhi apakah seorang investor, importir, pengusaha, maupun
lembaga bisnis lainnya akan melakukan kegiatannya. Sebagai upaya untuk
mengetahui bagaimana suatu nilai tukar valuta asing terbentuk, seseorang perlu
memperhatikan aspek perubahan kurs, dengan demikian dapat mengestimasi arah
dari perubahan kurs yang akan datang.
-
Menurut Hamdy Hady (2006:103), salah satu ciri era globalisasi yang
menonjol saat ini yaitu adanya arus uang dan modal dalam bentuk valas atau
foreign currency antara berbagai pusat keuangan di berbagai negara yang semakin
besar dan cepat, seakan-akan mengalir tanpa mengenal kewarganegaraan
pemiliknya dan tanpa batas wilayah (borderless). Aliran valas yang besar dan
cepat untuk memenuhi tuntutan perdagangan, investasi, dan spekulasi dari suatu
tempat yang surplus ke tempat yang defisit atau kondisi yang berbeda sehingga
berpengaruh dan menimbulkan perbedaan kurs valas atau forex rate di masing-
masing tempat.
Di Indonesia, ada tiga sistem yang digunakan dalam kebijakan nilai tukar
rupiah sejak periode 1971 hingga sekarang. Pada periode 1971 hingga 1978 dianut
sistem tukar tetap ( fixed exchange rate) dimana nilai rupiah secara langsung
dikaitkan dengan dolar Amerika Serikat ( USD). Sejak 15 November 1978 sistem
nilai tukar diubah menjadi mengambang terkendali ( managed floating exchange
rate) dimana nilai rupiah tidak lagi semata-mata dikaitkan dengan USD, namun
terhadap sekeranjang valuta partner dagang utama. Maksud dari sistem nilai tukar
tersebut adalah diarahkan ke sistem nilai tukar mengambang namun tetap
menitikberatkan unsur pengendalian. Kemudian terjadi perubahan mendasar
dalam kebijakan mengambang terkendali terjadi pada tanggal 14 Agustus 1997,
dimana jika sebelumnya Bank Indonesia menggunakan band sebagai guidance
atas pergerakan nilai tukar maka sejak saat itu tidak ada lagi band sebagai acuan
nilai tukar. Namun demikian cukup sulit menjawab apakah nilai tukar rupiah
sepenuhnya dilepas ke pasar ( free floating) atau masih akan dilakukan intervensi
-
oleh Bank Indonesia. Dengan mengamati segala dampak dari sistem free floating
serta dikaitkan dengan kondisi/struktur perekonomian Indonesia selama ini
nampaknya purely free floating sulit untuk dilakukan. Kemungkinannya adalah
Bank Indonesia akan tetap mempertahankan managed floating dengan melakukan
intervensi secara berkala, selektif, dan pada timing yang tepat.
Menururt Indra Suhendra (2003), Dalam periode nilai tukar tetap (sampai
tahun 1978) dan periode managed floating sampai dengan Agustus 1997 saat
dimana kurs pasar dipatok dengan spread/pita intervensi (intervention band)
antara batas atas dan batas bawah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, fluktuasi
nilai tukar sangat tidak berarti, karena adanya unsur intervensi dari pemerintah.
Namun setelah tanggal 14 Agustus 1997 yaitu periode saat free floating
ditetapkan bersamaan dengan periode krisis nilai tukar, fluktuasi nilai tukar
menjadi semakin tak menentu. Berdasarkan penjelasan di atas, maka skripsi ini
akan mencoba mengkaji pengaruh faktor-faktor yang di anggap mempengaruhi
kurs rupiah yaitu ekspor dan impor, posisi Balance Of Payment (BOP), inflasi,
tingkat bunga, tingkat pendapatan nasional (GDP) dan jumlah uang beredar
terhadap dolar Amerika di pasar valuta asing sebelum dan setelah diterapkannya
kebijakan sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telah disebutkan di atas maka dapat
diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
-
1. Faktor makro ekonomi ( ekspor, impor, inflasi, SBI, Gross Domestic
Product (GDP), jumlah uang beredar) dapat berpengaruh atas pergerakan
nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
2. Faktor penentuan fluktuasi nilai tukar merupakan suatu hal yang
kompleks.
3. Krisis ekonomi dan perubahan sistem nilai tukar di Indonesia membawa
dampak terhadap pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika
Serikat.
C. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis membatasi masalah penelitian hanya dalam
hal menganalisis seberapa besar pengaruh dari ekspor, impor, inflasi, suku bunga,
tingkat pendapatan nasional (GDP) dan Jumlah Uang Beredar terhadap nilai tukar
rupiah di pasar valuta asing.
D. Perumusan Masalah
Penelitian ini adalah merupakan penelitian yang bersifat pengujian teori
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika di pasar valuta asing sebelum dan setelah diterapkannya sistem nilai
tukar mengambang bebas di Indonesia. Berdasrkan penjelasan yang telah
dikemukakan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
-
1. Apakah terdapat pengaruh secara bersama-sama atau simultan dari ekspor,
impor, inflasi, suku bunga, tingkat pendapatan nasional (GDP) dan jumlah
uang beredar terhadap nilai tukar rupiah di pasar valuta asing?
2. Apakah terdapat pengaruh secara parsial dari ekspor dan impor, inflasi,
suku bunga, tingkat pendapatan nasional (GDP) dan jumlah uang beredar
terhadap nilai tukar rupiah di pasar valuta asing?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dan manfaat
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Penelitian
a. Menganalisis pengaruh secara bersama-sama atau simultan dari
ekspor, impor, inflasi, suku bunga, tingkat pendapatan nasional (GDP)
dan jumlah uang beredar terhadap nilai tukar rupiah di pasar valuta
asing.
b. Menganalisis Pengaruh secara parsial dari ekspor, impor, inflasi, suku
bunga, tingkat pendapatan nasional (GDP) dan jumlah uang beredar
terhadap nilai tukar rupiah di pasar valuta asing.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi Penulis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan berpikir
dan dapat di jadikan sebagai wadah untuk mengaplikasikan teori-teori
-
ekonomi dan manajemen keuangan. Khususnya tentang teori nilai
tukar valuta asing yang telah dipelajari dalam perkuliahan.
b. Bagi Investor
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu para investor
dalam pengambilan keputusan investasi yang tepat, sehingga dapat
memberikan tingkat return yang maksimal dan tingkat risiko yang
minimal.
c. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pustaka
bagi pengetahuan khususnya dalam bidang nilai tukar valuta asing dan
keuangan, serta mudah-mudahan dapat di gunakan sebagai bahan
pertimbangan dan tambahan informasi dalam melakukan penelitian
selanjutnya.
d. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam
pengambilan kebijakan ekonomi yang tepat guna mempertahankan
stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
-
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Valuta Asing
Menurut Hamdy Hady (2006:61) valuta asing (valas) atau foreign
exchange (forex) atau foreign currency diartikan sebagai mata uang asing dan alat
pembayaran lainnya yang digunakan untuk melakukan atau membiayai transaksi
ekonomi keuangan Internasional dan yang mempunyai catatan kurs resmi pada
bank sentral.
Menurut Hamdy Hady (2006:62) ada tiga prinsip pokok dalam pasar
valuta asing, yaitu sebagai berikut :
a. Pengertian kurs jual dan beli selalu dilihat dari kepentingan/keuntungan
pihak Bank atau money changer atau pedagang valas.
b. Kurs jual selalu lebih tinggi daripada kurs beli atau sebaliknya kurs beli
selalu lebih rendah daripada kurs jual.
c. Kurs jual/beli suatu mata uang (valas) adalah sama dengan kurs beli/jual
mata uang (valas) lawannya. Dengan kata lain kurs jual/beli dolar
Amerika sama dengan kurs beli/jual rupiah.
Perdagangan barang dan jasa, aliran modal dan dana antar negara akan
menimbulkan pertukaran mata uang antar negara yang akhirnya akan timbul
permintaan atau penawaran terhadap suatu mata uang tertentu. Importir dari
Indonesia dalam transaksinya akan menggunakan mata uang asing dalam
-
pembayaran pada saat jatuh tempo, begitupula dengan aliran modal (capital
inflow) yang masuk akan dikonversi menjadi mata uang domestik yang
bersangkutan.
Bursa atau pasar valuta asing menurut Hamdy Hady (2006:67) dapat
diartikan sebagai suatu tempat atau wadah atau sistem di mana perusahaan,
perorangan dan bank dapat melakukan transaksi keuangan Internasional dangan
melakukan pembelian (permintaan) dan penjualan (penawaran) atas forex (valas).
2. Sistem Nilai Tukar
Meurut Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia
(2000) perkembangan nilai tukar rupiah secara garis besar sejak tahun 1970 dapat
dibagi menjadi 3 periode sesuai dengan pemberlakuan berbagai sistem nilai tukar
pada masing-masing periode. Dalam setiap periode tersebut pada dasarnya nilai
tukar yang tercipta diharapkan akan selaras dengan arah kebijakan ekonomi yang
diterapkan pada saat tersebut baik dalam aspek makro maupun mikro. Adapun
sistem nilai tukar tersebut adalah sebagai berikut :
a. Fixed Exchange Rate System (Sistem Nilai Tukar Tetap)
Sistem ini dilatarbelakangi oleh kekacauan kondisi ekonomi dunia
pasca perang dunia ke dua. Tahun 1944 terdapat empat puluh empat
negara bertemu di Bretton Woods, New Hampshire, Amerika Serikat yang
kemudian menyepakati beberapa hal, diantaranya adalah : mensyaratkan
suatu kurs yang baku antara berbagai mata uang terhadap dolar Amerika
-
Serikat, dan antara dolar dengan emas pada tingkat $ 35 per ons. Semua
negara peserta akan menggunakan emas atau dolar sebagai bagian terbesar
cadangan Internasional mereka, dan mereka berhak menjual dolar tersebut
untuk mendapatkan emas dengan harga resmi di Federal Reserve. Bank
sentral bisa melakukan intervensi demi menjaga keseimbangan cadangan
valuta asing yang dimilikinya.
b. Managed floating exchange rate system
Pada sistem ini bank sentral dapat melakukan intervensi ke pasar
guna mempengaruhi pergerakan nilai tukar valas. Intervensi ini
biasanya disebabkan karena pergerakan kurs valuta dipandang tidak
menguntungkan bagi perekonomian negara tersebut.
Menurut Miranda S.Goeltom dan Doddy Zuverdi (1998), Pada
sistem ini nilai tukar rupiah diambangkan terhadap sekeranjang mata uang
(basket of currencies) negara-negara mitra dagang utama Indonesia.
Kebijakan ini di implementasikan bersamaan dengan dilakukannya
devaluasi Rupiah pada tahun 1978 sebesar 33,6%. Dengan sistem tersebut,
pemerintah menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di
pasar dengan spread tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah,
pemerintah melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas
atau batas bawah dari spread.
Perkembangan nilai tukar rupiah selama periode managed floating
dalam pelaksanaannya mempunyai esensi yang berbeda-beda sesuai
-
dengan karakteristik perekonomian pada saat tersebut. Karakteristik
tersebut berhubungan erat dengan seberapa besar Bank Indonesia
mengendalikan nilai tukar tersebut dengan melakukan penekanan pada
unsur managemen atau floating-nya.
c. Free floating exchange rate system
Dalam sistem ini nilai tukar dibiarkan bergerak bebas. Pergerakannya
sepenuhnya tergantung dari kekuatan penawaran dan permintaan di
pasar. Bank sentral tidak melakukan intervensi ke pasar guna
mempengaruhi nilai tukar mata uangnya.
Menurut Adwin Surya A (2001) sistem nilai tukar mengambang
bebas (free floating exchange rate system) adalah sistem nilai tukar mata
uang domestik terhadap mata uang asing yang nilai tukarnya ditentukan
melalui mekanisme pasar, yaitu melalui kekuatan tarik menarik antara
permintaan dan penawaran terhadap valuta asing di pasar valuta asing
pada waktu tertentu. Dengan kata lain, melalui sistem ini kecendrungan
suatu mata uang mengalami apresiasi ataupun depresiasi relatif terhadap
mata uang lainnya akan sangat bergantung pada minat pasar untuk
memegang mata uang yang bersangkutan, tanpa adanya pembatasan
maupun intervensi secara langsung dari pihak-pihak tertentu, termasuk
intervensi langsung dari pemegang otoritas moneter suatu negara.
Sama seperti nilai tukar yang lain, sistem nilai tukar mengambang
bebas ini memiliki berbagai konsekuensi yang khas, baik yang positif
-
maupun negatif (Sloman dan Suteliffe dalam Adwin Surya A, 2001).
Adapun konsekuensi positif (kelebihan) yang akan didapat oleh
perekonomian suatu negara akibat menerapkannya adalah sebagai berikut :
1. Terjadi koreksi otomatis terhadap ketimpangan neraca pembayaran
nasional, sehingga seringkali disebut stabilisator otomatis (automatic
stabilizier). Otoritas moneter suatu negara membiarkan kurs mata uangnya
berfluktuasi secara bebas menuju tingkat keseimbangan di pasar valuta
asing.
2. Cadangan valuta asing suatu negara relatif utuh, dalam arti tidak
digunakan untuk melakukan intervensi di pasar valuta asing demi
stabilisasi kurs. Karena nilai tukar mata uang naional secara otomatis akan
segera disesuaikan dengan tingkat nilai tukar di pasar valuta asing.
3. Relatif lebih memiliki daya lindung terhadap fluktuasi perekonomian
dunia. Negara yang menerapkan sistem ini tidak akan terikat secara
langsung terhadap suatu kemungkinan munculnya gejolak inflasi dunia
yang tinggi.
4. Pemerintah memiliki kebebasan (otonomi) yang lebih besar dalam
menentukan kebijaksanaan ekonomi di dalam negerinya. Artinya,
pemerintah dapat secara bebas memilih berapapun tingkat permintaan
domestik yang dikehendaki, dan dengan mudah membiarkan pergerakan
nilai tukar menyelesaikan berbagai permasalahan yang terdapat pada
neraca pembayarannya.
-
Sedangkan beberapa konsekuensi negatif (kekurangan) yang
mungkin muncul dari penerapan sistem nilai tukar mengambang bebas
adalah sebagai berikut (Krugman dan Obstfeld, 2000) :
1. Para pembuat keputusan, dalam hal ini bank sentral dan pemerintah tidak
lagi dibebani oleh kekhawatiran terhadap berkurangnya cadangan devisa
untuk mempertahankan nilai tukar. Dengan demikian dapat menyebabkan
diterapkannya kebijaksanaan fiskal dan moneter yang terlalu ekspansif
yang bisa berakibat jatuhnya negara tersebut ke dalam perangkap inflasi.
Atau dengan kata lain, dapat menyebabkan timbulnya kekurangdisiplinan
pemerintah dalam menetapkan kebijaksanaan ekonominya.
2. Munculnya destabilizing speculation (spekulasi perusak stabilitas) dan
gangguan terhadap pasar uang. Spekulasi perusak stabilitas ini cenderung
memperbesar gejolak nilai tukar mata uang dalam jangka panjang
daripada yang seharusnya terjadi sebagai akibat dari gangguan ekonomi
yang tidak terduga. Hal ini akan membawa ketidakpastian pada bidang
perdagangan dan investasi. Khususnya dalam segala hal yang berkaitan
dengan pembayaran luar negeri.
3. Timbulnya kebijakan-kebijakan ekonomi yang tidak terkoordinasi dengan
baik. Masing-masing negara akan lebih berpeluang untuk menerapkan
kebijaksanaan ekonomi sepihak yang menguntungkan dirinya sendiri
tanpa menghiraukan dampak negatif kebijakan tersebut terhadap negara
lain.
-
4. Timbulnya ilusi tentang otonomi yang lebih besar. Para pembuat
kebijakan ekonomi tidak dapat mengabaikan pengaruh pelaksanaan
kebijakan ekonomi terhadap kondisi nilai tukar valuta asing. Sebaliknya,
suatu depresiasi yang yang meningkatkan harga barang-barang impor
akan mendorong kenaikan upah tenaga kerja. Hal ini akan meningkatkan
harga jual komoditi yang kemudian merangsang inflasi, yang selanjutnya
meningkatkan tuntutan kenaikan upah yang lebih tinggi lagi. Oleh karena
itu, pada akhirnya sistem nilai tukar mengambang bebas dapat
mempercepat reaksi harga terhadap kenaikan penawaran uang (sistem
nilai tukar mengambang bebas tidak benar-benar memperkuat
pengendalian terhadap tingkat penawaran riil uang).
3. Ekspor
Ekspor dalam suatu negara sering dianggap sebagai variabel eksogen.
Eksogenitas ekspor dalam hal ini diartikan bahwa volume ekspor satu negara
bukan dipengaruhi oleh variabel-variabel domestik perekonomian negara tersebut,
melainkan dipengaruhi oleh variabel ekonomi negara pengimpor.
Menurut Mankiw (2000:67) ekspor adalah berbagai barang yang
diproduksi di dalam negeri dan dijual ke luar negeri. Ekspor mengakibatkan
aliran masuknya valuta asing dari luar negeri ke dalam negeri. Dengan demikian
penawaran dolar di masyarakat akan meningkat yang mengakibatkan kurs rupiah
menguat. Penurunan nilai tukar mata uang akan membuat berbagai komoditas
ekspor menjadi lebih murah bagi para importir atau pihak asing sehingga barang
-
ekspor dapat lebih kompetitif di pasaran internasional karena harga-harga dapat
bersaing. Dengan demikian, hubungan antara ekspor dengan nilai tukar rupiah
adalah positif
4. Impor
Menurut Mankiw (2000:67), impor adalah berbagai barang yang di
produksi di luar negeri dan di jual ke dalam negeri. Penurunan nilai tukar mata
uang akan membuat harga barang impor menjadi lebih mahal bagi penduduk
domestik. Akibatnya permintaan barang impor akan turun. Hubungan antara
impor dan nilai tukar adalah negatif dimana apabila tejadi peningkatan impor
maka akan meningkatkan permintaan tehadap dolar yang pada akhirnya akan
membuat nilai tukar melemah.
Impor suatu negara merupakan variabel endogen, karena volume impor
tersebut merupakan fungsi dari pendapatan nasional negara yang bersangkutan.
Selain dipengaruhi oleh pendapatan nasional, impor suatu negara juga dipengaruhi
oleh perubahan nilai tukar mata uang negara yang bersangkutan. Bila suatu negara
mengalami defisit transaksi berjalan, biasanya ditutup dengan pinjaman luar
negeri jika pendapatan ekspornya telah habis terpakai. Alternatif lainnya dengan
jalan menggunakan kekayaan luar negerinya atau menggunakan cadangan
devisanya. Dengan berkurangnya cadangan internasional suatu negara akan
mengakibatkan mata uang negara tersebut mengalami depresiasi.
Secara sederhana meningkatnya permintaan ekspor barang dapat
meningkatkan permintaan terhadap mata uang suatu negara sehingga nilai tukar
-
mata uang negara tersebut mengalami apresiasi. Disisi lain, meningkatnya
permintaan valuta asing melalui peningkatan permintaan impor barang ditambah
defisit neraca jasa. Dapat mengakibatkan nilai tukar mata uang negara mengalami
depresiasi.
Menurut Hamdy Hady (2006:104), valas atau forex sebagai benda
ekonomi mempunyai penawaran dan permintaan pada bursa valas atau forex
market yang di sebabkan oleh ekspor dan impor. Sumber-sumber penawaran atau
supply valas tersebut terdiri atas :
1. Ekspor barang dan jasa yang menghasilkan valas atau forex.
2. Impor modal atau capital import dan transfer valas lainnya dari luar negeri
ke dalam negeri.
Sumber-sumber permintaan atau demand valas tersebut terdiri atas :
1. Impor barang dan jasa yang menggunakan valas atau forex.
2. Ekspor modal atau capital export dan transfer valas lainnya dari dalam
negeri ke luar negeri.
Sesuai dengan teori mekanisme pasar, setiap perubahan penawaran dan
permintaan valas yang terjadi di bursa valas akan mengubah harga atau nilai valas
tersebut yang di tujukan oleh kurs valas atau forex rate-nya seperti tergambar
dalam grafik berikut :
-
Gambar 2.1 : Pergeseran Kurs Valas Sumber: Sadono Sukirno, 2000:362
Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa :
- Bila ekspor barang/jasa dan capital import naik, penawaran valas akan
bertambah. Bila permintaan valas tetap tidak berubah maka akan
terjadi perubahan atau penurunan valas. Dalam hal ini valas akan
depresiasi (penurunan nilai), sedangkan rupiah akan apresiasi
(kenaikan nilai) atau pada titik potong E1.
- Bila impor barang/jasa dan capital export naik maka permintaan valas
akan bertambah. Bila penawaran tetap tidak berubah maka akan terjadi
perubahan atau kenaikan kurs valas. Dalam hal ini valas akan apresiasi
atau pada titik potong E2.
5. Inflasi
Pengertian Inflasi dalam arti luas dapat didefinisikan sebagai suatu
kenaikan relatif dalam tingkat harga umum. Inflasi dapat timbul bila jumlah
barang-barang serta jasa-jasa yang di tawarkan atau karena hilangnya kepercayaan
S Fx S Fx
D Fx
E1
E2
$ $
Eo
D Fx
9.5000/$
9.3000/$
9.1000/$
-
terhadap mata uang nasional dan terdapat adanya gejala yang meluas untuk
menukar dengan barang-barang ( Winardi dalam Setiawan, 2006 ).
Menurut Sadono Sukirno (1994:15) inflasi didefinisikan sebagai suatu
proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingkat
inflasi (presentasi kenaikan harga) berbeda dari suatu periode ke periode
lainnya, dan berbeda pula dari suatu negara ke negara lainnya. Inflasi adalah suatu
kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus menerus.
Dalam teori ekonomi, inflasi dapat dibedakan menjadi dua jenis inflasi
(Boediono, dalam Setiawan : 2006).
1. Demand Pull Inflation yaitu inflasi yang di sebabkan oleh terlalu
kuatnya peningkatan permintaan agregat dari masyarakat terhadap
komoditi-komoditi hasil produksi di pasar barang.
2. Cost Push Inflation yaitu inflasi yang di sebabkan karena
meningkatnya harga-harga faktor produksi di pasar faktor produksi
sehingga menaikan harga komoditi di pasar komoditi.
Dalam prakteknya, inflasi dapat kita amati dengan melihat gerak dari
indeks harga. Tetapi disini harus diperhitungkan ada tidaknya suppressed
inflation atau inflasi yang ditutupi, yang pada suatu waktu dapat timbul karena
harga-harga resmi makin tidak relevan bagi kenyataan.
Teori Keynes mengatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat hidup
diluar batas kemampuan ekonomisnya. Teori ini menyoroti bagaimana perebutan
rejeki antara golongan-golongan masyrakat yang dapat menimbulkan permintaan
-
agregat yang lebih dari pada jumlah barang yang tersedia (yaitu apabila timbul
infaliton gap). Selama inflanatiory gap tetap ada, selama itu pula proses inflasi
akan berkelanjutan. Teori ini menarik karena menyoroti peranan system distribusi
pendapatan dalam proses inflasi, dan menyarankan hubungan antara inflasi dan
faktor-faktor non ekonomis.
Teori Strukturalis atau lebih dikanal dengan teori jangka panjang karena
menyoroti inflasi dari sebab-sebab yang berasal dari struktur ekonomi khususnya
mengenai suplly bahan makanan dan barang ekspor mengatakan bahwa inflasi
terjadi karena sebab-sebab struktural pertambahan produksi barang-barang yang
terlalu lambat dibanding dengan pertumbuhan kebutuhannya, sehingga hal ini
mengakibatkan kenaikan harga bahan makanan dan menyebabkan negara
kekurangan devisa. Akibat selanjutnya yang menjadi penyebab inflasi menurut
teori strukturalis adalah kenaikan harga-harga lain yang menyebabkan inflasi.
Inflasi ini tidak bisa di obati dengan penggunaan sektor bahan makanan dan
ekspor.
Bagaimana tingkat inflasi dapat mempengaruhi kurs valas dapat
digambarkan pada grafik di bawah ini.
-
Gambar 2.2 : Inflasi dan Kurs Valas Sumber: Hamdy Hady, 2006:108
Pada keadaan semula kurs valas Rp 9.100/$, diasumsikan inflasi di
Amerika meningkat cukup tinggi (misalnya mencapai 5%), sedangkan inflasi di
Indonesia relatif stabil ( hanya1%) dan barang-barang yang dijual di Indonesia
dan Amerika relatif sama dan dapat saling mensubsidi.
Dalam keadaan demikian tentu harga barang-barang di Amerika akan
lebih mahal sehingga impor Amerika dari Indonesia akan meningkat. Impor yang
meningkat ini akan menyebabkan permintaan terhadap Rupiah meningkat pula. Di
lain pihak, kenaikan barang di Amerika akan mengurangi impor Indonesia dari
Amerika sehingga permintaan akan dolar Amerika justru turun. Permintaan dan
penawaran valas, baik Rupiah maupun dolar Amerika sehingga kurs valas
bergeser dari Rp 9.100/$ menjadi Rp 9.500/$ kemudian menjadi Rp 9.300/$.
Rp 9.100/$
Rp 9.500/$
Rp 9.300/$
Kurs Valas Rp/$
Q $
S Fx1
D Fx1
$ $
D Fx
S Fx
-
6. Suku Bunga
Menurut Adwin Surja. A (2002) perubahan tingkat suku bunga akan
berdampak pada perubahan jumlah investasi di suatu negara, baik yang berasal
dari investor domestik maupun investor asing. Khususnya pada jenis-jenis
investasi portofolio yang umumya berjangka pendek. Perubahan tingkat suku
bunga ini akan berpengaruh pada perubahan jumlah permintaan dan penawaran di
pasar domestik. Dan apabila suatu negara menganut rezim devisa bebas maka hal
tersebut akan memungkinkan terjadinya peningkatan aliran modal masuk (capital
inflation) dari luar negeri. Hal ini akan menyebabkan terjadinya perubahan nilai
tukar mata uang negara tersebut terhadap mata uang aisng di pasar valuta asing.
Tingkat suku bunga rill pada umumnya lebih sering dibandingkan antar
negara guna mengukur pergerakan nilai tukar mata uang. Secara teoritis akan
terjadi korelasi yang signifikan antara perbedaan tingkat suku bunga di dua negara
dengan nilai tukar mata uangnya terhadap mata uang negara lain. Dalam hal ini
tingkat suku bunga nominal bukan merupakan alat ukur yang akurat karena masih
mengandung unsur inflasi di dalamnya.
Berdasarkan pada prinsip International Fishers Effect, maka dapat di
rumuskan bahwa :
R = [( 1 + i ): (1 + it )] - 1
Dengan R adalah kurs, i adalah tingkat suku bunga domestik, dan it adalah
tingkat suku bunga yang terjadi di luar negeri (negara kedua). Apabila kedua sisi
persamaan tersebut menghasilkan nilai sama, maka mengindikasikan bahwa
investasi antar kedua negara akan menghasilkan return yang sama pula.
-
Menurut Hamdy Hady (2006:108) hampir sama dengan pengaruh tingkat
inflasi, maka perkembangan atau perubahan tingkat bunga pun dapat berpengaruh
terhadap kurs valas.
Jika tingkat bunga yang ada di USA sangat tinggi maka akan banyak aliran
modal yang masuk (rupiah) ke USA dan menyebabkan peningkatan permintaan
USD dan penawaran rupiah sehingga kurs valas berubah dari Rp 9.100/$ menjadi
Rp 9.300/$.
7. Tingkat Pendapatan Nasional (GDP)
Menurut Hamdy Hady (2006:109) tingkat pendapatan suatu negara atau
Gross domestik Product (GDP) adalah pertumbuhan tingkat pendapatan di suatu
negara. Seandainya kenaikan pendapatan masyarakat di Indonesia tingggi
sedangkan kenaikan jumlah barang relatif kecil maka impor barang akan
meningkat. Peningkatan impor ini akan membawa efek kepada peningkatan
demand valas yang pada gilirannya akan mempengaruhi kurs valas.
8. Jumlah Uang Beredar (M1)
Pengertian jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1) merupakan uang
dalam bentuk uang giral dan uang kartal yang dipegang dan digunakan
masyarakat sebagai alat transaksi pembayaran sehari-hari (Boediono, 2000)
Perubahan reserve valuta asing (neraca pembayaran) timbul sebagai
akibat kelebihan permintaan dan penawaran (Sadono Sukirno, 2000:370). Apabila
terdapat kelebihan jumlah uang beredar maka neraca pembayaran akan defisit dan
-
sebaliknya apabila terdapat kelebihan permintaan uang, neraca pembayaran akan
surplus kelebihan jumlah uang beredar akan mengakibatkan masyarakat
membelanjakan kelebihan tersebut, misalnya untuk impor atau membeli surat-
surat berharga luar negeri sehingga terjadi aliran modal keluar, yang berarti
permintaan akan valas naik sedangkan permintaan mata uang sendiri turun
(Nophirin, 1997:222)
Jika pemerintah menambah uang beredar akan menurunkan tingkat bunga
dan merangsang untuk investasi keluar negeri sehingga terjadi aliran modal keluar
pada gilirannya kurs valuta asing akan naik (apresiasi). Dengan menaiknya
penawaran uang atau jumlah uang beredar akan menaikkan harga barang yang
diukur dengan (term of money) sekaligus akan menaikkan harga valuta asing
yang diukur dengan mata uang domestik (Herlambang, dkk, 2001)
9. Kurs atau Nilai Tukar
Menurut Salvatore Dominick (1997 : 140) nilai tukar atau sering disebut
kurs adalah jumlah atau harga mata uang domestik dari mata uang luar negeri
(asing). Nilai tukar atau kurs dipertahankan sama di semua pasar melalui
arbitrase. Arbitrase valuta asing adalah pembelian mata uang asing bila harganya
rendah dan menjualnya bila harganya tingggi. Suatu penurunan dalam nilai mata
uang asing di sebut depresiai, sedangkan kenaikan dalam nilai mata uang dalam
negeri terhadap mata uang asing di sebut apresiasi. Karena mata uang suatu
negara dapat depresiasi terhadap mata uang dan apresiasi terhadap yang lain maka
biasanya dapat di hitung suatu kurs efektif. Kurs efektif merupakan rata-rata
-
tertimbang dari nilai tukar mata uang suatu negara. Umumnya nilai tukar di
tentukan oleh perpotongan kurva permintaan pasar dan kurva penawaran dari
mata uang asing tersebut.
Menurut Hamdy Hady (2006) nilai tukar atau kurs adalah suatu rasio atau
perbandingan antara mata uang domestik (dalam negeri) dengan mata uang asing.
Nilai tukar atau kurs mempunyai fungsi cukup penting dalam perekonomian suatu
negara karena nilai tukar merupakan salah satu faktor yang mendukung
kelancaran perdagangan internasional yang dilakukan oleh berbagai negara. Nilai
tukar harga suatu mata uang jika di pertukarkan dengan mata uang lain akan dapat
di artikan sebagai pembanding nilai tukar mata uang.
10. Teori Kurs atau Nilai Tukar
a. Teori keseimbangan suku bunga (Theory of Interest Rate Parity)
Teori IRP (Interest Rate Parity) adalah salah satu teori yang paling di
kenal dalam keuangan internasional yang menerangkan bagaimana hubungan
bursa valas atau forex market dengan pasar uang internasional (international
money market) atau dengan kata lain teori ini menganalisis hubungan antara
perubahan kurs valas dengan perubahan tingkat bunga.
Teori IRP (Interest Rate Theory) menyatakan bahwa perbedaan
tingkat bunga (sekuritas) pada pasar uang internasional akan cenderung sama
dengan forward rate atau discount.
Dengan kata lain, berdasarkan teori IRP akan dapat
ditentukan/diperkirakan berapa perbahan kurs forward atau forward rate (FR atau
-
SI) dibandingkan dengan spot rate (SR atau SO) bila terdapat perbedaan tingkat
bunga, misalnya antara home country dan foreign country. Menurut IRP, besarnya
perubahan FR terhadap SR akan ditentukan oleh besarnya forward rate premium
atau discount yang timbul sebagai akibat dari perbedaan tingkat bunga antara
home country dan foreign country. Dengan demikian, seorang pemilik dana akan
dapat menentukan dalam mata uang atau valas apa dananya akan dapat
diinvestasikan. Caranya adalah dengan membandingkan besarnya tingkat bunga
antara dua negara (home country dan foreign country) dengan perbedaan antara
FR dan SR yang ditentukan oleh forward rate premium atau discount.
b. Teori keseimbangan daya beli (Theory of Purchasing Power Parity)
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh David Ricardo pada tahun
1817 dan kemudian dikembangkan oleh Gustav cassel pada tahun 1916. teori ini
mendasarkan logika mata uang dalam standar kertas tidak mempunyai nilai
intrinsik atau tidak didukung dan dikaitkan nilainya dengan suatu komoditi
tertentu yang dijadikan standar. Sehingga nilai tersebut didalam negeri ditentukan
oleh kemampuan daya belinya
Penjelasan teori ini didasarkan pada Law of One Price (LOP), yaitu
hukum yang menyatakan bahwa harga produk yang sejenis di dua negara yang
berbeda akan sama pula bila di nilai dalam Law of One Price (LOP), yaitu hukum
yang menyatakan bahwa harga produk yang sejenis di dua negara yang berbeda
akan sama pula bila di nilai dalam currency atau mata uang yang sama.
-
B. Penelitian Sebelumnya
Penelitian yang dilakukan oleh Adwin Surja Atmaja (2002) yang bertujuan
menganalisis tentang berbagai variabel ekonomi yaitu tingkat inflasi, tingkat suku
bunga, jumlah uang beredar, pendapatan nasional di Indonesia dan Amerika serta
posisi neraca pembayaran Internasional Indonesia dalam mempengaruhi
pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Penelitian ini menggunakan
model regresi yang mendapatkan hasil bahwa hanya variabel jumlah uang beredar
yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pergerakan nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerika. Sedangkan variabel-variabel yang lainnya tidak. Dengan
determinasi sebesar 32,5% mengindikasikan bahwa 67,5% dari variabel terikatnya
dipengaruhi oleh faktor-faktor selain faktor ekonomi yang dalam penelitian ini
menjadi variabel bebas. Faktor-faktor lainnya tersebut bisa dikategorikan dalam
faktor ekonomi lainnya maupun faktor-faktor non ekonomi.
Dalam penelitian yang lain, Adwin Surja Atmaja (2001), mengemukakan
bahwa sistem nilai tukar mengambang bebas akan mengakibatkan dampak yang
tidak sama antara negara yang berperekonomian besar atau negara maju dengan
negara yang berperekonomian kecil. Bagi negara yang berperekonomian kecil dan
terbuka, kebijakan moneter yang dilakukan dalam sistem nilai tukar mengambang
bebas dapat menyebabkan berubahnya tingkat pendapatan nasional sebagai akibat
dari berubahnya kurs mata uang nasionalnya dan bukan akibat perubahan tingkat
bunga. Selanjutnya, penerapan kebijakan fiskal di negara yang berperekonomian
kecil dan terbuka tidak akan dapat mengubah tingkat pendapatan nasional negara
yang bersangkutan, tetapi hanya akan menyebabkan berubahnya nilai tukar mata
-
uang domestik terhadap mata uang asing. Hal tersebut sebagai akibat dari tingkat
suku bunga domestik yang cenderung akan tetap sama dengan tingkat suku buku
bunga di pasar uang internasional dan berubahnya nilai ekspor bersih negara yang
berangkutan serta mobilitas modal yang sempurna.
Anggyatika Mahda Kurnia (2006) dengan menggunakan Rupiah terhadap
dolar Amerika Serikat dengan periode 1997-2004 (data kuartalan) menemukan
bahwa kurs Rupiah terhadap dolar AS dapat dijelaskan oleh jumlah uang yang
beredar, inflasi, tingkat suku bunga SBI dan nilai impor secara bersama-sama
mempengaruhi kurs rupiah terhadap dolar AS.
Ni Made Sukartini dan Mienati Somnya Laksana (2000) dengan
menggunakan analisis nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dengan periode
awal triwulan ketiga tahun 1997 sampai tahun 1999, dengan menggunakan data
triwulanan dan menggunakan analisis regresi yang terdiri dari beberapa variabel
bebas yaitu transaksi berjalan, cadangan devisa, pinjaman jangka pendek,
pertumbuhan M1 dan tingkat suku bunga memperoleh hasil bahwa hipotesis
dalam penelitian ini dapat diterima, bahwa perubahan nilai tukar rupiah terhadap
dolar Amerika di pengaruhi oleh pertumbuhan M1, pinjaman jangka pendek,
transaksi berjalan, cadangan devisa dan tingkat suku bunga. Variabel-variabel
bebas pertumbuhan M1, pinjaman jangka pendek, den tingkat suku bunga
berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan nilai tukar rupiah.
Tri Wibowo dan Hidayat Amir (2000) yang mengidentifikasi variabel
yang terkait dengan nilai tukar rupiah dan menyusun model nilai tukar rupiah
yang terbaik, serta memperkirakan nilai tukar rupiah pada tahun berikutnya yaitu
-
2006. Menemukan bahwa variabel moneter yang mempengaruhi nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerika adalah selisih pendapatan riil Indonesia dan Amerika,
selisih inflasi Indonesia dan Amerika, selisih tingkat suku bunga Indonesia dan
Amerika, serta nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika satu bulan sebelumnya
(lag-1). Selisih jumlah uang beredar (M1) Indonesia dan Amerika belum
menunujukan pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah. Elastisitas
masing-masing variabel bebas terhadap nilai tukar adalah : (i) selisih logaritma
PDB Indonesia dan Amerika sebesar -0,814, (ii) selisih logaritma WPI Indonesia
dan Amerika sebesar 0,463, (iii) selisih logaritma suku bunga Indonesia dan
Amerika sebesar -0,009 dan (iv) nilai tukar sebelumnya sebesar 0,675.
C. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika di pasar valuta asing sebelum dan setelah
diterapkannya sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia (free flaoting
exchange rate system) dan menganalisis perbedaan faktor yang mempengaruhi
nilai tukar rupiah pada saat diterapkannya sistem nilai tukar mengambang bebas
(free floating exchange rate system) dan pada saat sistem nilai tukar mengambang
terkendali (managed floating exchange rate system) di Indonesia. faktor-faktor
tersebut adalah ekspor, impor, inflasi, SBI, pemdapatan nasional (GDP) dan
jumlah uang beredar (M1) yang datanya diambil dari berbagai sumber data antara
lain Bank Indonesia, International Financial Statistic (IFS), dan Badan Pusat
Statistik (BPS).
-
Untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor tersebut tersebut digunakan
metode (teknis analisis) ARCH (Auto Regressive Conditional Heteroscedasticity)
dan GARCH (generalized Auto Regessive Conditional Heteroscedasticity).
Setelah melakukan langkah-langkah tersebut dilakukan uji signifikansi
model. Yaitu dengan melakukan Uji F, Uji t, dan Uji Koefisien determinasi (R).
Uji F dilakukan untuk mengetahui seberapa besar variabel independen mampu
mempengaruhi variabel dependen secara simultan (bersama-sama). Sedangkan Uji
t dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen secara parsial (individu). Sedangkan Uji koefisien
determinasi (R) ditujukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel
independen menjelaskan variabel dependennnya yang dilihat melalui adjusted R
square karena variabel independen dalam penelitian ini lebih dari dua. Secara
skematis alur pikir penelitian ini dapat terlihat pada gambar berikut ini :
-
Gambar 2.3 : Kerangka Berpikir
Metode ARCH dan GARCH
Variabel Independen ( Ekspor, Impor,
Inflasi,SBI, GDP, M1)
Variabel Dependen ( Rupiah Per Dolar Amerika Serikat)
Interpretasi
Uji Signifikansi
Uji Persyaratan analisis (Uji Asumsi Klasik)
Input Data
-
E. Hipotesis
H0: = 0 : Tidak terdapat pengaruh secara signifikan Ekspor, Impor, inflasi,
tingkat suku bunga, tingkat pendapatan nasional (GDP) dan
Jumlah Uang Beredar (M1) terhadap nilai tukar rupiah di pasar
valuta asing terhadap dolar Amerika.
H1: 0 : Terdapat pengaruh secara signifikan ekspor, impor, inflasi, tingkat
suku bunga, tingkat pendapatan nasional (GDP) dan Jumlah
Uang Beredar (M1) terhadap nilai tukar rupiah di pasar valuta
asing terhadap dolar Amerika.
-
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen. Adapun variabel dependen (Y) adalah
nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sedangkan variabel
independennya (X) adalah ekspor, Impor, inflasi, suku bunga, tingkat pendapatan
nasional (GDP) dan Jumlah Uang Beredar (M1) sebelum dan setelah
diterapkannya sistem nilai tukar mengambang bebas (free flaoting exchange rate
system) di Indonesia. Nilai tukar yang di analisis dalam penelitian ini adalah nilai
tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, hal ini dilakukan karena beberapa
alasan sebagai berikut :
1. Amerika Serikat adalah mitra dagang utama Indonesia.
2. Mata uang dolar Amerika termasuk hard currnecy. Yaitu mata uang yang
perubahannya relatif stabil, kemungkinan gejolak yang terjadi dalam nilai
tukarnya kecil.
3. Acuan nilai tukar rupiah disandarkan pada mata uang dolar Amerika.
Selain itu, mata uang tersebut memegang peranan penting dalam transaksi
perdagangan internasional.
4. Fluktuasi rupiah bergejolak sangat tajam terhadap dolar Amerika bila
dibandingkan dengan mata uang lain yang ada.
-
Adapun periode yang di ambil dalam penelitian ini adalah mulai triwulan
pertama tahun 1990 sampai dengan triwulan ke dua tahun 1997 dan triwulan ke
empat tahun 1997 sampai dengan ke pertama tahun 2005. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data triwulanan.
Alasan pemilihan tahun pada penelitian ini adalah karena pada tahun 1990
Indonesia masih menggunakan sistem nilai tukar mengambang terkendali
(managed floating exchange rate system) dan pada triwulan ke tiga tahun 1997
Indonesia mulai memberlakukan sistem nilai tukar mengambang bebas. Periode
dalam penelitian ini dibagi ke dalam dua periode, yaitu triwulan pertama tahun
1990 sampai dengan triwulan ke dua 1997 dan periode triwulan ke empat tahun
1997 sampai dengan triwulan ke pertama tahun 2005. Perhitungan dan
pengelolaan data dalam penelitian ini menggunakan alat bantu software statistik
dan ekonometrik dalam komputer yang sesuai, yaitu Eviews.
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh aktivitas dan kondisi nilai
tukar rupiah terhadap dolar Amerika di pasar valuta asing mulai tahun 1990
sampai dengan triwulan ke dua tahun 1997 dan periode triwulan ke empat tahun
1997 sampai dengan triwulan pertama tahun 2005 yang merupakan suatu wadah
atau sistem dimana perusahaan, perorangan dan Bank dapat melakukan transaksi
keuangan internasional dengan jalan melakukan pembelian atau permintaan
(demand) dan penjualan atau penawaran (supply) atas valas. Sedangkan untuk
variabel independen dibatasi pada Ekspor dan Impor Indonesia, Tingkat inflasi
-
Indonesia, Tingkat suku bunga Indonesia, Pendapatan nasional (GDP) serta
Jumlah Uang Beredar yang ada di Indonesia.
C. Metode Pengumpulan Data
1. Data Sekunder
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data runtun
waktu (time series) dengan skala triwulanan yang diambil dari sumber data
antara lain Bank Indonesia (BI), International Financial Statistic (IFS)
yang dipublikasikan International Monetary Fund (IMF), buku statistik
Indonesia yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik.
2. Kepustakaan
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilengkapi pula dengan
membaca dan mempelajari serta menganalisis literatur yang bersumber dari
buku, artikel dan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini.
D. Metode Analisis
1. Metode ARCH dan GARCH
Untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen maka menggunakan model Regresi majemuk dengan
persamaan sebagai berikut :
Kurs = b0 + b1 Ekspor + b2 Impor + b3 Inflasi + b4 SBI + b5 GDP +
b6 M1 + Error term
-
Persamaan tersebut diteliti dan dianalisis dengan menggunakan
metode ARCH (Auto Regressive Conditional heteroscedasticity) dan
GARCH (Generalized Auto Regressive Conditional Heteroscedasticity).
Menurut Nachrowi Djalal dan Hardius Usman (2006) alasan yang
mendasari untuk menggunakan metode tersebut adalah :
1. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data keuangan yang
bersifat time series yaitu Ekspor, Impor, tingkat inflasi, tingkat suku
bunga, tingkat pendapatan nasional (GDP) dan jumlah uang beredar
(M1).
2. Data dalam penelitian ini mempunyai varian error (et) yang tidak
konstan.
3. Dalam metode ARCH dan GARCH varian error (et) yang tidak
konstan dapat dimanfaatkan untuk membuat model.
4. Agar hasil penelitian ini dapat dijadikan pembanding dengan
penelitian sebelumnya yang menggunakan teknik ananlisis lain.
Berdasarkan alasan-alasan di atas maka sangatlah tepat untuk
menggunakan metode ARCH dan GARCH sebagai metode analisis dalam
penelitian ini.
Dalam metode ARCH dan GARCH tidak memandang
heteroskedastisitas sebagai permasalahan, tetapi justru dapat dimanfaatkan
untuk membuat model. Bahkan dengan memanfaatkan heteroskedastisitas
-
dalam error dengan tepat, maka akan diperoleh estimator yang lebih
efisien. Biasanya dalam sebuah model varian dari error tidak tergantung
pada variabel bebas melainkan berubah-ubah seiring dengan perubahan
waktu. Pada model seperti ini, ada suatu periode dimana volatilitas sangat
tinggi dan ada periode lain yang volatilitasnya sangat rendah. Pola
volatilitas yang seperti ini menunjukan adanya heteroskedastisitas karena
terdapat varian error yang besarnya tergantung pada volatilitas error di
masa lalu. Data yang mempunyai sifat heteroskedastisitas seperti ini dapat
di modelkan dengan ARCH (Auto Regressive Conditional
heteroscedasticity) dan GARCH (Generalized Auto Regressive
Conditional Heteroscedasticity) yang dikenalkan oleh Robert Engle. Pada
intinya model ARCH dapat dijelaskan sebagai berikut :
Dengan menggunakan model penelitian yaitu :
Y =b0 + b1 X1t + b2X2t + et
t atau et varian heteroskedastisitas dan mengikuti persamaan berikut :
t = o + 1 et-1 ; t = var (et)
Dapat dilihat bahwa var (et) dijelaskan oleh dua komponen :
o : Komponen konstanta : o
1 et-1 : Komponen variabel, disebut komponen ARCH
Pada model ini, et heteroskedastisitas, conditional pada et-1.
dengan menambahkan informasi conditional ini estimator dari b0, b1, b2,
b3, b4, b5 dan b6 menjadi lebih efisien.
-
Model ARCH di atas, dimana var (et) tergantung hanya pada
volalitas satu periode lalu, seperti pada t = o + 1 et-1, disebut model
ARCH (1). Sedangkan secara umum, bila var (et) tergantung pada volalitas
beberapa periode lalu seperti t = o + 1 et-1 + 2et-2 + p etp
disebut model ARCH (p). atau dituliskan dengan :
t = o + 1 et-i
i=1
Pada model ini, agar varian menjadi positif (var (e) > 0), maka
harus dapat dibuat pembatasan, yaitu : o > 0 dan 0 < 1 < 1. Untuk
mengestimasi b0, b1, b2, b3, b4, b5 dan b6 serta o dan 1 teknik yang
digunakan biasanya teknik maximum likelihood, dalam penelitian ini
proses estimasi model tersebut dilakukan dengan menggunakan program
EViews.
Pada model ARCH (p) tersebut, dengan jumlah p yang relatif besar
akan mengakibatkan banyaknya parameter yang harus diestimasi, agar
parameter yang diestimasi tidak terlalu banyak, var (et) dapat dijadikan
model berikut :
t = o + 1 et-1 + 1 t-1
Model ini disebut model GARCH (1) karena t tergantung pada
et-1 dan t-1 yang masing-masing mempunyai lag waktu satu. Sama
-
halnya dengan model ARCH, agar varian menjadi positif (var (e) > 0),
maka pada model ini juga dibuat pembatasan, yaitu: o > 0 dan 1 0; dan
1 + 1 < 1.
2. Pengujian Persyaratan Analisisis (Uji Asumsi Klasik)
a. Normalitas
Menurut Singgih Santoso (2000: 213), normalitas bertujuan untuk
menguji apakah sebuah model regresi, variable dependen, variable
independen atau keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak.
Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati
normal.
Untuk mengetahui kenormalan suatu model, maka dapat
dibuktikan dengan melekukan Uji Jarque-Bera. Menurut Nachrowi Djalal
dan Hardius Usman (2006: 438), Uji Jarque-Bera digunakan untuk
mengetahui apakah residual dalam model estimasi berdistribusi normal
atau tidak seperti yang diisyaratkan dalam model maximum Likelihood.
Residual terdistribusi normal jika kurva mengikuti bentuk lonceng dan
nilai statistik Jarque-Bera memiliki probabilitas lebih besar dari 5% atau
0,05.
b. Multikoliniearitas
Istilah kolinearitas ganda (multicolinearity) diciptakan oleh Ranger
frish didalam bukunya Statistical confluense Analysis by Means of
-
complete regression system istilah tersebut berarti adaya hubungan linier
yang sempurna atau eksak (perfect of exact) di antara variabel-variabel
bebas dalam model regresi.
Uji multikolinieritas digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya
hubungan antara beberapa variabel independen atau semua variabel
independen dalam model regresi. Multikolinieritas merupakan keadaan
dimana satu atau lebih variabel independen dapat dinyatakan sebagai
kondisi linier dengan variabel lainnya. Artinya bahwa jika di antara
peubah-peubah bebas yang digunakan sama sekali tidak berkorelasi satu
dengan yang lain maka bisa dikatakan bahwa tidak terjadi
multikolinearitas.
Untuk menguji asumsi multikolinearitas dapat dideteksi dengan
menghitung koefisien korelasi antar variabel independen. Menurut
Nachrowi Djalal dan Hardius Usman (2006:247), korelasi tergolong kuat
jika besarnya koefisien korelasi mencapai 0,8 atau lebih.
c. Autokorelasi
Istilah autokorelasi (autocorrelation) menurut Maurice G. Kendal
dan William R. Buckland, A Dictionari Of Statistical Term : Correlation
between members of series of observations ordered in time (as in time-
series) or space (as cross-sectional data). Jadi autokorelasi merupakan
korelasi antara anggota seri observasi yang disusun menurut urutan waktu
-
(seperti data time series) atau menurut urutan tempat (seperti data cross
section) atau korelasi pada dirinya sendiri.
Autokorelasi dapat didefinisikan pula sebagai terjadinya korelasi
diantara data pengamatan sebelumnya. Dengan kata lain, dapat dikatakan
bahwa munculnya suatu data dipengaruhi oleh data sebelumnya. Menurut
Nachrowi Djalal dan Hardius Usman (2006:433), uji korelasi dengan
menggunakan Durbin-Watson sudah tidak relevan lagi dalam model
ARCH GARCH. Maka untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi dapat
dilihat dengan Uji autokorelasi data yang dilakukan dengan Correlogram
statistic. Korelasi antar data dapat diketahui dengan melihat nilai
probabilitas dari Correlogram statistic yang secara statistik memiliki
signifikansi, jika nilai probabilitas lebih besar dari 5% atau 0,05 maka data
dapat dikatakan tidak mengandung masalah autokorelasi.
3. Uji F (Uji Secara Simultan)
Uji F dilakukan untuk melihat kemaknaan dari hasil model regresi
tersebut. Bila nilai Fhitung lebih besar dari Ftabel atau tingkat signifikannya
lebih kecil dari 5% (: 5% = 0.05) maka hal ini menunjukan bahwa H0
ditolak dan H1 diterima yang berarti variabel independen secara simultan
(ekspor, impor, inflasi, suku bunga (SBI), pendapatan nasional (GDP) dan
jumlah uang beredar (M1) ) berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar
rupiah di pasar valuta asing terhadap dolar Amerika Serikat sebelum dan
setelah diterapkannya free ploating exchange rate system di Indonesia.
-
4. Uji t (Uji Secara Parsial)
Uji t digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen secara parsial. Bila Zhitung lebih besar atau
lebih kecil dari Ztabel atau nilai signifikan t (: 5% = 0.05) maka H0 ditolak
dan H1 diterima yang berarti bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
secara parsial variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam
penelitian ini berarti terdapat pengaruh signifikan secara parsial (ekspor,
impor, inflasi, suku bunga (SBI), pendapatan nasional (GDP) dan jumlah
uang beredar (M1) ) terhadap nilai tukar rupiah di pasar valuta asing
terhadap dolar Amerika sebelum dan setelah diterapkannya free ploating
exchange rate system di Indonesia.
5. Uji Koefisien Determinasi (R)
Uji koefisien determinasi ditujukan untuk melihat seberapa besar
kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependennya yang
dilihat melalui adjusted R square karena variabel independen dalam
penelitian ini lebih dari dua.
E. Operasional Variabel
Kurs atau Nilai Tukar (Y) Kurs atau nilai tukar mata uang (exchange rate) merupakan harga suatu
mata uang terhadap mata uang yang lain. Data kurs yang dipakai adalah
data persentase pertumbuhan kurs Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat
-
secara triwulanan. Adapun data kurs yang digunakan adalah nilai tengah
antara mata uang Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sebelum dan
setelah di terapkannya sistem nilai tukar mengambang bebas (free ploating
exchange rate system) di Indonesia. Data kurs Rupiah per dolar AS
diperoleh dari data IFS.
Ekspor Menurut Mankiw (2000:67) ekspor adalah berbagai barang yang
diproduksi di dalam negeri dan dijual ke luar negeri. Ekspor
mengakibatkan aliran masuknya valuta asing dari luar negeri ke dalam
negeri. Dengan demikian penawaran dolar di masyarakat akan meningkat
yang mengakibatkan kurs rupiah menguat. Penurunan nilai tukar mata
uang akan membuat berbagai komoditas ekspor menjadi lebih murah bagi
para importir atau pihak asing sehingga barang ekspor dapat lebih
kompetitif di pasaran internasional karena harga-harga dapat bersaing.
Dengan demikian, hubungan antara ekspor dengan nilai tukar rupiah
adalah positif. Adapun data ekspor yang di gunakan dalam penelitian ini
adalah ekspor non migas yang menurut Siti Astiyah dan M. Setyawan
Santoso (2005:383), mempunyai peranan penting dalam ekspor Indonesia
karena mencakup 28 kelompok barang.
-
Impor Menurut Mankiw (2000:67), impor adalah berbagai barang yang di
produksi di luar negeri dan di jual ke dalam negeri. Penurunan nilai tukar
mata uang akan membuat harga barang impor menjadi lebih mahal bagi
penduduk domestik. Akibatnya permintaan barang impor akan turun.
Hubungan antara impor dan nilai tukar adalah negatif dimana apabila
tejadi peningkatan impor maka akan meningkatkan permintaan tehadap
dolar yang pada akhirnya akan membuat nilai tukar melemah. Adapun
data Impor yang di gunakan dalam penelitian ini adalah impor non migas
karena hampir semua impor telah dapat dicakup dalam impor non migas
baik impor barang konsumsi, bahan baku, maupun barang modal (Siti
Astiyah dan M. Setyawan Santoso, 2005:384)
Tingkat Inflasi (I) Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang kebutuhan umum yang terjadi
secara terus-menerus. Inflasi merupakan perubahan dari titik yang diukur
dalam satuan persen. Parameter dari inflasi disini adalah Indeks Harga
Konsumen (IHK) di Indonesia. Variabel ini mengukur tingkat persentase
pertumbuhan inflasi di Indonesia dalam jangka waktu triwulanan. Data
inflasi ini diperoleh dari data IFS.
-
Tingkat Suku Bunga (R) Tingkat Suku Bunga adalah angka rata-rata persentase pertumbuhan suku
bunga yang ditetapkan oleh Bank Central. Suku bunga Indonesia yang
dipergunakan adalah suku bunga nominal dalam satuan persen. Data suku
bunga Indonesia menggunakan suku bunga bank Indonesia (SBI). Data
suku bunga yang digunakan diukur dalam satuan persen. Variabel ini
mengukur suku bunga Bank Indonesia secara triwulanan. Suku bunga
Indonesia diperoleh dari data IFS.
Tingkat Pendapatan Nasional (GDP) Gross Domestic Product (GDP) adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa
akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi dalam suatu negara dalam
jangka waktu tertentu. GDP yang dirinci menurut lapangan usaha atas dasar
harga tetap. Variabel ini mengukur pertumbuhan PDB Indonesia. Data
GDP Indonesia diperoleh dari data IFS.
GDP =
Jumlah Uang Beredar (M1) Jumlah uang beredar adalah uang dalam arti sempit (M1) yang terdiri dari
uang kartal dan uang giral yang dipegang oleh masyarakat. Data jumlah
uang beredar yang digunakan diukur berdasarkan pertumbuhan jumlah
uang yang beredar di Indonesia secara triwulanan. Data jumlah uang
beredar Indonesia diperoleh dari International Financial Statistic (IFS).
GDPt - GDPt-1 GDPt-1
-
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Perkembangan Kurs Rupiah per Dolar Amerika serikat
Kondisi perekonomian suatu negara bisa tercermin dari nilai mata uang
negara tersebut terhadap mata uang Negara lain (hard currency). Fluktuasi kurs
mata uang dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi yang terjadi dalam suatu
negara. Stabilitas pergerakan kurs mata uang menunjukkan fundamental ekonomi
berada pada kondisi stabil. Trend pergerakan nilai tukar terkadang menguat secara
tajam atau bahkan sebaliknya melemah secara tajam, ini biasanya dipengaruhi
oleh faktor instabilitas ekonomi atau akibat adanya permainan para spekulan mata
uang asing.
Nilai tukar mata uang merupakan sinyal sangat penting dalam perekonomian,
karena mempengaruhi tingkah laku semua sektor ekonomi baik dalam kegiatan
produksi, konsumsi, investasi maupun berjaga-jaga. Fluktuasi berlebihan dari nilai
mata uang tidak hanya mempersulit perhitungan biaya produksi tapi juga
menimbulkan motif berjaga-jaga yang berlebihan. Sampai suatu tingkatan
tertentu, fluktuasi akan sangat mengganggu, sehingga bagi suatu unit usaha nilai
mata uang yang lebih lemah (terdepresiasi) namun relatif stabil lebih disukai
ketimbang nilai lebih kuat tetapi berfluktuatif. Nilai tukar yang lazim disebut kurs,
mempunyai peran penting dalam rangka tercapainya stabilitas moneter dan dalam
mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil diperlukan untuk
terciptanya iklim yang kondusif bagi peningkatan kegiatan dunia usaha.
-
Salah satu faktor yang mempengaruhi aliran barang, jasa dan modal antara
Indonesia dengan luar negeri adalah nilai tukar rupiah (kurs) terhadap mata uang
asing. Oleh karena itu, nilai kurs perlu dijaga agar dapat berperan secara optimal
dalam mendukung perekonomian nasional. Namun perlu diingat bahwa dalam
perekonomian yang terbuka dengan dunia luar, pengendalian kurs rupiah menjadi
semakin sulit. Apalagi mata uang rupiah semakin mendunia karena rupiah
diperjual belikan di pasar uang Internasional, seperti Singapura, Hongkong, dan
New York. Diperjualbelikannya rupiah di beberapa pasar uang internasional
merupakan pertanda bahwa Indonesia semakin penting dalam perekonomian
internasional. Namun dipihak lain, mendunianya rupiah juga membawa
konsekuensi rupiah makin dipengaruhi oleh perkembangan mata uang
internasional khususnya terhadap dolar Amerika Serikat.
Secara garis besar, sejak periode 1970, Indonesia telah menerapkan tiga
sistem nilai tukar, yaitu sistem nilai tukar tetap (fixed rate system) mulai periode
1970 sampai 1978, sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed floating
system) sejak periode 1978, dan sistem nilai tukar mengambang bebas (free
floating exchange rate system) sejak 14 Agustus 1997.
Dalam Managed floating system nilai kurs rupiah terhadap valuta asing
ditentukan oleh kekuatan pasar (permintaan dan penawaran) valuta asing disertai
oleh pengendalian oleh otoritas moneter. Maksud pengendalian ini adalah agar
rupiah tidak terlalu fluktuatif dan tetap wajar, sebab nilai tukar yang terlalu
fluktuatif akan berdampak negatif terhadap aliran barang, jasa dan modal, yang
pada gilirannya mempengaruhi perekonomian nasional. Managed floating system
-
dapat mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah dalam rentan waktu yang lama
dan pada pihak lain memberikan ruang gerak berupa fleksibilitas guna merespon
keadaan pasar dengan adanya band intervensi yang merupakan kewenangan Bank
Indonesia sebagai otoritas moneter. Selain itu, diluar devaluasi rupiah yang telah
dilakukan Indonesia berkali-kali, setiap tahun rata-rata nilai rupiah mengalami
depresiasi sekitar 4-5% terhadap nilai dolar AS. Sejak tahun 1990 sampai dengan
minggu ke dua Juli 1997 nilai tukar Rupiah cukup stabil dan wajar. Pada akhir
Desember 1990 kurs antara Rupiah dengan dolar Amerika Serikat (kurs tengah)
adalah Rp 1.901,00 dan kurs ini mengalami penyesuaian menjadi Rp 2.383,00
pada akhir tahun 1996. kestabilan nilai kurs Rupiah berlanjut sampai dengan 11
Juli 1997 dimana nilai kurs Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat Rp. 2.440,00.
Hal ini dapat kita lihat dalam grafik 4.1 yang menunjukan bahwa nilai tukar
rupiah pada tahun 1990 sampai triwulah ke dua tahun 1997 relatif stabil.
Kestabilan nilai tukar rupiah tersebut diperkirakan disebabkan oleh kondisi
ekonomi, politik, dan keamanan Indonesia yang relatif stabil pada tahun 1990
samapai tahun 1997 sehingga berpengaruh juga terhadap kestbilan nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika.
Namun dalam minggu kedua Juli 1997 gonjangan terhadap nilai tukar
rupiah mulai dirasakan, yang bermula dari jatuhnya mata uang Bath Thailand.
Pemerintah pada tanggal 14 Agustus 1997 melepas bata-batas kurs intervensi.
Dengan pelepasan batas-batas kurs intervensi, pemerintah meninggalkan sistem
nilai tukar rupiah yang mengambang terkendali menjadi sistem nilai tukar
mengambang (free floating exchange rate system) murni sehingga nilai tukar kurs
-
KURS
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
Tahu
n
1991
Q1
1992
Q1
1993
Q1
1994
Q1
1995
Q1
1996
Q1
1997
Q1
1998
Q1
1999
Q1
2000
Q1
2001
Q1
2002
Q1
2003
Q1
2004
Q1
2005
Q1
KURS
rupiah ditentukan sepenuhnya oleh kekuatan pasar. Walaupun demikian,
pemerintah dapat mempengaruhi nilai kurs Rupiah baik secara langsung maupun
secara tidak langsung, yaitu melalui kebijaksaan fiskal dan moneter.
Grafik 4.1 : Fluktuasi Kurs Rupiah Terhadap Dolar AS Sumber : data diolah
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada Juli 1997 yang dipicu oleh
terdepresiasinya mata uang Thailand (Bath) kemudian berimplikasi pula terhadap
penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Dalam rentan waktu
3 tahun nilai tukar rupiah berfluktuasi dari Rp 2.000 samapi Rp 16.000 per dolar
Amerika Serikat. Merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat
pada pertengahan tahun 1997 sampai tahun 2002 diperkirakan karena pada tahun-
tahun tersebut bangsa Indonesia sedang mengalami krisis ekonomi yang cukup
parah yang menyebabkan kondisi ekonomi, politik, keamanan Indonesia tidak
stabil. Sehingga menyebabkan perekonomian dalam negeri secara keseluruhan
terganggu.
-
Namun demikian, sejak tahun 2002 - 2006 trend pergerakan kurs rupiah
stabil pada kisaran rata-rata Rp 9.000 Rp 11.000 per dolar Amerika Serikat. Ini
mengindikasikan bahwa kinerja perekonomian Indonesia mulai menuju stabilitas
makro.
Grafik 4.2 : Tingkat Inflasi Sumber : Data diolah
Jika dilihat perkembangan tingkat inflasi yang terjadi di Indonesia
sepanjang tahun 1995 2006 yang tergambar dari grafik 4.2 adanya
kecendrungan korelasi positif antara fluktuasi nilai tukar rupiah per dolar AS
dengan fluktuasi tingkat inflasi yang terjadi. Yang paling mudah teridentifikasi
adalah pada saat terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997 dimana pada saat itu
terjadi depresiasi nilai tukar rupiah kemudian berakibat kepada peningkatan secara
besar-besaran tingkat inflasi. Hal ini bisa dilihat dari grafik 4.2 di atas. Akibat
krisis yang melanda Indonesia yang dipicu oleh melemahnya nilai rupiah bahkan
hampir sampai Rp 16.000/USD berakibat pula pada gejolak tingkat inflasi sampai
80%.
-100
102030405060708090
1995
Q1
1995
Q4
1996
Q3
1997
Q2
1998
Q1
1998
Q4
1999
Q3
2000
Q2
2001
Q1
2001
Q4
2002
Q3
2003
Q2
2004
Q1
2004
Q4
2005
Q3
2006
Q2
Series1
-
Grafik 4.3 : Tingkat Suku Bunga Sumber : Data diolah
Sedangkan untuk perkembangan suku bunga juga mengalami pengaruh
akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997. hal ini dapat
dilihat dari grafik 4.3 yang menunjukan tingkat suku bunga yang sangat tinggi, ini
diakibatkan suku bunga merupakan salah satu kebijakan yang dapat dilakukan
demi meredam tingkat inflasi yang terjadi pada saat krisis. Sedangkan untuk saat
ini tingkat suku bunga berada pada kisaran 12% pertahun. Dan ini berada pada
tingkat pertumbuhan yang stabil.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia berdampak pada berbagai
fundamental ekonomi di negeri ini. Hal ini terlihat pada penurunan Gross
Domestic Product (GDP) dan neraca pembayaran (BOP) atau cadangan devisa.
Namun untuk saat ini fundamental ekonomi tersebut sudah mengalami
peningkatan yang diakibatkan kondisi makro ekonomi Indonesia yang sudah
mengalami recovery.
rd
01020304050607080
1990
Q2
1991
Q2
1992
Q2
1993
Q2
1994
Q2
1995
Q2
1996
Q2
1997
Q2
1998
Q2
1999
Q2
2000
Q2
2001
Q2
2002
Q2
2003
Q2
2004
Q2
2005
Q2
rd
-
B. Penemuan dan Pembahasan
1. Deskripsi Data
a. Sebelum diterapkannya free floating exchange rate system
Hasil olah data yang dilakukan sebelum diterapkannya free floating
exchangerate system, dapat dijelaskan mengenai variabel-variabel yang
terdapat pada model yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel-
variabel tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.1
Data Variabel 1
Tahun
KURS (Rp/$)
Ekspor (Ribu $)
Impor (Ribu $)
Inflasi
SBI
GDP (Miliar Rp)
M1 (Miliar Rp)
1990Q1 1.823 3471515 4069740 0,002375 0,03285 28004,1 221551990Q2 1.844 3511595 4424544 0,005 0,036075 28604,2 232041990Q3 1.864 3687798 5135533 0,008625 0,04405 28804,3 229821990Q4 1.901 4015023 5676371 0,00875 0,0462 29804,3 238191991Q1 1.932 3915193 5754334 0,009875 0,0517 30532,8 235711991Q2 1.954 4308177 5845536 0,00595 0,042075 30573,9 246101991Q3 1.968 4806353 5817825 0,005125 0,046425 30806,3 258051991Q4 1.992 4838643 5845127 0,004875 0,046225 31520,2 263411992Q1 2.017 5150300 5940893 0,0035 0,044975 32691,1 273181992Q2 2.033 5338757 6144145 0,00425 0,041675 32206,3 268801992Q3 2.038 5956324 6512572 0,0015 0,038225 32706,2 276501992Q4 2.062 5763068 6038835 0,0161 0,034975 33501,2 287791993Q1 2.071 5898019 5813091 0,0161 0,032475 33901,7 305931993Q2 2.088 6155711 6482474 0,017425 0,029225 34553,1 313421993Q3 2.108 5905449 6007946 0,0206 0,021125 35921 348121993Q4 2.110 6569126 7409426 0,024425 0,02335 35331,3 368051994Q1 2.144 6386643 6189602 0,009275 0,021225 36092,9 379081994Q2 2.180 6912536 7597023 0