84458055-referrat-kulit jadi
DESCRIPTION
kulitTRANSCRIPT
Referat
HIPERPIGMENTASI
Disusun oleh:
Ainul Yaqin (2071210050)
Barkah Pangastutiningtyas (2071210044)
PEMBIMBING
Dr. Boedhy Setyanto SP.KK
KLINIK SMF ILMU KULIT DAN KELAMIN
RSUD KANJURUHAN KEPANJEN
2012
1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Puji serta syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahNya, tidak lupa shalawat serta salam penulis haturkan pula kepada nabi besar
Muhammad SAW, sehingga penulisan referat ini dengan judul ”hiperpigmentasi” dapat
terselesaikan dengan baik. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan kepaniteraan
bagian ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin di RSUD Kanjuruhan Kepanjen. Besar harapan penulis
agar referat ini dapat memberikan manfaat baik kepada penulis maupun kepada rekan-rekan yang
lain.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. dr. Boedhy Setyanto, Sp.KK, selaku kepala SMF Kulit Dan Kelamin RSUD Kanjuruhan
Kepanjen yang telah banyak membimbing dan memberikan ilmu kepada penulis.
2. Perawat Poli Kulit Dan Kelamin, yang telah banyak membantu dan berbagi ilmu dengan
kami.
3. Rekan-rekan kepaniteraan SMF Kulit Dan Kelamin, atas bantuan, dukungan, dan
kerjasamanya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
sangat diharapkan saran dan kritik guna perbaikan yang lebih baik pada referat ini. Akhir kata,
dengan segenap kerendahan hati dan penuh harap atas ridho-Nya, semoga referat ini bermanfaat
bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Kepanjen, Agustus 2012
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………….… i
DAFTAR ISI………………………………………………..……….…….… ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN………………………..………………………… 1
BAB II ANATOMI,FUNGSI KULIT DAN MELANOGENESIS................... 2
BAB III PATOMEKANISME DAN MANIFESTASI HIPERPIGMENTASI
III. 1 MELASMA....................................................................................................9
III.2 HIPERPIGMENTASI POST INFLAMASI................................................... 11
III.3 NEVUS OTA DAN ITO............................................................................. 13
III.4 LENTIGO.................................................................................................... 19
BAB III KESIMPULAN……………………………………..………………. 21
DAFTAR PUSTAKA……………………………….………………………... 22
3
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1…………………………………………………………………............ 9
Gambar 2………………………………………………………………………… 11
Gambar 3………………………………………………………………………… 13
Gambar 4………………………………………………………………………… 16
Gambar 5………………………………………………………………………… 17
Gambar 6................................................................................................................ 19
4
BAB I
PENDAHULUAN
Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang sangat mudah memperlihatkan manifestasi
klinis apabila terdapat gangguan pada tubuh. Banyak sekali kelainan kulit yang dapat kita temui
di dunia salah satunya yang sering kita temukan ada bercak hitam (makula hiperpigmentasi)
(Anstey, 2008). Hiperpigmentasi adalah perubahan warna pada kulit menjadi lebih gelap
disebabkan oleh sel melanosit bertambah maupun hanya karena pigmen melanin saja yang
bertambah (Anstey, 2008) (Bleehen, 2004).
Penumpukan pigmen-pigmen pada kulit disebabkan karena pembentukan melanosit
menjadi melanin yang terlalu cepat, melanin dibentuk melalui beberapa tahap transformasi dari
melanosit. Melanosit diakumulasikan dalam vesikel yang dibentuk oleh kompleks golgi. Ada
empat tahapan yang dapat dibedakan pad pembentukan granul melanin. Jenis melanin yang
paling umum adalah eumelanin dan pheomelanin. Bentuk umum sebagian besar melanin adalah
eumelanin. Eumelanin berwarna cokelat-hitam yang merupakan. Bentuk lain melanin adalah
pheomelanin berwarna merah-coklat dan merupakan polimer dari benzothiazine. Melanin ini
bertanggung jawab untuk memberikan warna rambut merah dan bintik-bintik (Stery, 2006).
Hiperpigmentasi juga dibagi dalam 2 golongan besar ,yaitu Melanosis adalah
hiperpigmentasi yang tidak didahului reaksi peradangan kulit. Dan melanoderma : adalah
hiperpigmentasi yang terjadi sesudah peradangan kulit(Stery, 2006).
5
BAB II
ANATOMI,FUNGSI KULIT DAN MELANOGENESIS
2. 1 Fungsi Kulit
Melindungi tubuh dari trauma
Benteng pertahanan terhadap infeksi bakteri, virus dan jamur
Pengatur suhu dengan vasodilatasi pembuluh darah dan sekresi kelenjar keringat
Fungsi sosial
Alat kosmetik tubuh
Tempat sensasi raba, tekan, nyeri dan nikmat.
(Wolff, 2005).
2.1.1 Struktur Kulit
Tiga lapisan secara mikroskopis :
1. Epidermis
o Startum Korneum (lapisan tanduk)
o Stratum Malfigi
Dibagi menjadi :
1. Stratum Granulosum
2. Lapisan sel basal ( stratum germinativum)
6
Terdiri dari sel-sel epidermis yang belum berdiferensiasi, terus mengalami
mitosis, memperbaharuio epidermis. Sel-sel tersebut akan bermigrasi ke
atas menuju stratum spinosum (Wolff, 2005).
Terdapat sel-sel melanosit, sel basal : melanosit = 10:1 .
Melanosit→granul2 pigmen (melanosom)→mengandung biokroma coklat
(melanin) → melanin akan masuk ke keratinosit→ menentukan warna
kulit, Fungsi melanin→ melindungi kulit dari pengaruh2 matahari
Pembentukan melanosom dan melanin membutuhkan sinar matahari
3. Stratum Spinosum
4. Sel langerhans
Proses migrasi sel epidermis yang telah terprogram ini memakan waktu sekitar 28 hari.
2. Dermis
3. Lemak Subkutan
Kelenjar keringat (ekrine)
Kelenjar Sebasea
Kelenjar Apokrin
Rambut
Kuku
(Wolff, 2005).
Melanin merupakan suatu metabolit sekunder, Metabolit sekunder merupakan senyawa
metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam bentuk yang
unik atau berbeda-beda antara spesies yang satu dan lainnya. Setiap organisme biasanya
menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang berbeda-beda. Senyawa ini juga tidak selalu
dihasilkan, tetapi hanya pada saat dibutuhkan saja atau pada fase-fase tertentu. Fungsi
metabolit sekunder adalah untuk mempertahankan diri dari kondisi lingkungan yang kurang
menguntungkan, misalnya untuk mengatasi hama dan penyakit, menarik polinator, dan
sebagai molekul sinyal. Singkatnya, metabolit sekunder digunakan organisme untuk
berinteraksi dengan lingkungannya (Wolff, 2005).
7
.
Adanya melanin tersebut menyebabkan terjadinya keragaman warna kulit pada makhluk
hidup, misalnya pada manusia. Manusia memiliki warna kulit yang bermacam-macam,
kisarannya yaitu dari hampir hitam sampai putih. Manusia dengan kulit gelap memiliki jumlah
melanin yang lebih tinggi, dan sebaliknya manusia yang memiliki melanin lebih sedikit akan
memiliki kulit yang lebih putih. Pada dasarnya jumlah melanosit pada manusia yang memiliki
kulit hitam maupun kulit putih adalah sama, yang membedakan adalah ukuran dari sel melanosit
dan penyebarannya. Pada manusia yang memiliki kulit hitam, melanositnya lebih besar dan
penyebarannya lebih merata, sedangkan pada manusia yang memiliki kulit lebih putih
melanositnya lebih kecil dan kurang menyebar. Pada manusia yang memiliki kulit putih,
aktivitas melanosit untuk menghasilkan melanin lebih rendah dibandingkan pada manusia yang
kulit hitam (Salim 2003).
Melanin akan sangat berguna bagi makhluk hidup jika kandungannya dalam tubuh tepat.
Artinya kandungan melanin dalam tubuh tidak kurang dan tidak berlebihan. Efek yang
ditimbulkan jika makhluk hidup tersebut mengalami kekurangan melanin adalah penyakit yang
biasa disebut albino. Albino bisa menyerang manusia, tanaman maupun hewan (Salim, 2003).
Jenis melanin yang paling umum adalah eumelanin dan pheomelanin. Bentuk umum
sebagian besar melanin adalah eumelanin. Eumelanin berwarna cokelat-hitam yang merupakan
polimer dari dihidroksi indol asam karboksilat. Bentuk lain melanin adalah pheomelanin
berwarna merah-coklat dan merupakan polimer dari benzothiazine. Melanin ini bertanggung
jawab untuk memberikan warna rambut merah dan bintik-bintik. Pheomelanin dan eumelanin
ditemukan di kulit manusia dan rambut , tetapi eumelanin adalah melanin melimpah paling pada
manusia, serta bentuk paling mungkin kekurangan albinisme (Soepardiman, 2007).
1.2 Proses Sintesis dari Organisme Asal
Pembentukan Pigmen Melanin
Melanin dibentuk oleh melanosit dengan enzim tirosinase memainkan peranan penting
dalam proses pembentukannya. Sebagai akibat dari kerja enzim tironase, tiroksin diubah menjadi
3,4 dihidroksiferil alanin (DOPA) dan kemudian menjadi dopaquinone, yang kemudian
8
dikonversi, setelah melalui beberapa tahap transformasi menjadi melanin. Enzim tirosinase
dibentuk dalam ribosom, ditransfer dalam lumer retikulum endoplasma kasar, melanosit
diakumulasi dalam vesikel yang dibentuk oleh kompleks golgi. 4 tahapan yang dapat dibedakan
pada pembentukan granul melanin yang matang (Soepardiman, 2007).
Tahap 1 :
Sebuah vesikel dikelilingi oleh membran dan menunjukkan awal proses dari aktivitas
enzim tirosinase dan pembentukan substansi granul halus; pada bagian perifernya. Untaian-
untaian padat elektron memiliki suatu susunan molekul tirosinase yang rapi pada sebuah matrik
protein.
Tahap 2 :
Vesikel (melanosom) berbentuk oval dan memperlihatkan pada bagian dalam filamen-
filamen dengan jarak sekitar 10 nm atau garis lintang dengan jarak sama. Melanin disimpan
dalam matriks protein.
Gambar 1. Diagram Melanosit, ilustrasi gambaran utama melanogenesis (Soepardiman,
2007).
.
9
Tirosinase di sintesis dalam retikulum endoplasma yang kasar dan diakumulasikan dalam
vesikel kompleks Golgi. Vesikel yang bebas sekarang dinamakan melanosom. Sintesis melanin
dimulai pada melanosom tahap II, di mana melanin diakumulasikan dan membentuk melanosom
tahap III. Terakhir struktur ini hilang dengan aktivitas tirosinase dan membentuk granul melanin.
Granul melanin bermigrasi ke arah juluran melanosit dan masuk ke dalam keratinosit.
Tahap 3 :
Peningkatan pembentukan melanin membuat struktur halus agak sulit terlihat.
Tahap 4 :
Granul melanin matang dapat terlihat dengan mikroskop cahaya dan melanin secara
sempurna mengisi vesikel. Utrastruktur tidak ada yang terlihat. Granul yang matang berbentuk
elips, dengan panjang 1 μm dan diameter 0,4 μm.
Ketika dibentuk granul melanin migrasi di dalam perluasan sitoplasma melanosit dan
ditransfer ke sel-sel dalam stratum germinativum dan spinosum dari epidermis. Proses transfer
ini telah diobservasi secara langsung pada kultur jaringan kulit (Soepardiman, 2007). .
Granul melanin pada dasarnya diinjeksikan ke dalam keratinosit. Ketika di dalam
keratinosit, granul melanin berakumulasi di dalam sitoplasma di daerah atas inti (supranuklear),
jadi melindungi nukleus dari efek merusak radiasi matahari (Habif, 2004).
Meskipun melanosit yang membentuk melanin, namun sel-sel epitel/keratinositlah yang
menjadi gudang dan berisi lebih banyak melanin, dibandingkan melanosit sendiri. Di dalam
keratinosit, granul melanin bergabung dengan lisosom – alasan mengapa melanin menghilang
pada sel epitel bagian atas (Habif, 2004).
Faktor-faktor penting dalam interaksi antara keratinosit dan melanosit yang menyebabkan
pigmentasi pada kulit:
1. Kecepatan pembentukan granul melanin dalam melanosit.
2. Perpindahan granul ke dalam keratinosit, dan
3. Penempatan terakhirnya dalam keratinosit (James, 2006).
10
Mekanisme umpan balik bisa bertahan selama dalam keratinosit
Melanosit dapat dengan mudah dilihat dengan fragmen inkubasi epidermis pada dengan
dopa. Komposisi ini dikonversikan menjadi deposit coklat gelap melanin pada melanosit,
reaksinya dikatalisasi oleh enzim tirosinase. Metode ini memungkinkan untuk menghitung
jumlah melanosit per unit area epidermis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa melanosit
tidak didistribusikan secara random di antara keratinosit, agak tampak ada pola pada
distribusinya, yang disebut dengan epidermal-melanin unit (James, 2006).
Proses sintesis melanin dari asam amino tirosin
Gambar 2.sintesis melanin
Pada manusia, ratio dopa-positif melanosit terhadap keratinosit pada statum basah adalah
konstan di dalam setiap area tubuh, tetapi bervariasi dari satu regio ke regio yang lain. Sebagai
contoh, ada sekitar 1000 melanosit/mm2 di kulit daerah paha dan 2000/mm2 di kulit skrotum.
Jenis kelamin dan ras tidak mempengaruhi jumlah melanosit/unit area. Perbedaan pada warna
kulit terutama karena perbedaan jumlah granul melanin pada keratinosit (James, 2006).
11
Gambar 4 sintesin melanin
Gambar 4. Section of the stratum spinosum showing the localized deposits of melanin covering
the cell nuclei.
Melanin protects the DNA from the UV radiation of the sun. This explains why people
with light skin have a higher incidence of skin cancer than do people with dark skin. The highest
concentration of melanin occurs in the cells that are more deeply localized; these cells divide
more actively. (The DNA of cell populations that multiply more actively is particularly sensitive
to harmful agents.) (James, 2006).
Makin gelapnya kulit (tanning) setelah terpapar radiasi matahari ( panjang gel: 290-
320mm) adalah akibat proses tahap 2. Pertama, reaksi fisis dan kimiawi menggelapkan warna
melanin yang belum muncul ke luar melanosit, dan merangsangnya secara cepat untuk masuk ke
12
keratinosit. Kedua, kecepatan sintesis melanin dalam melanosit mengalami akselerasi, sehingga
semakin meningkatkan jumlah pigmen melanin (James, 2006)..
Fungsi Melanin bagi Organisme Asalnya
Melanin yang sering disebut dengan pigmen terdapat dalam semua makhluk hidup. Fungsi
melanin atau pigmen tersebut tergantung pada makhluk hidup yang memproduksinya. Misalnya
pada manusia melanin berfungsi sebagai pembari warna pada kulit, rambut dan mata, melanin
juga berfungsi melindungi kulit dari paparan sinar ultra violet. Semakin sering kulit tubuh
terkena paparan sinar ultra violet maka produksi melanin dalam tubuh bertambah banyak
sehingga kulit akan terlihat lebih gelap (James, 2006)..
Untuk hewan melanin berfungsi sebagai pemberi warna untuk kulit, mata dan bulu. Tetapi
pada beberapa serangga pigmennya berubah menjadi senyawa beracun dan digunakan sebagi
signal apabila ada bahaya disekitarnya. Jadi pada serangga tersebut pigmen barfungsi ganda.
Pada tanaman pigmen berfungsi sebagai pemberi warna pada daun dan bunga bagi tanaman yang
memiliki bunga. Warna daun dan bunga setiap tanaman berbeda-beda, hal tersebut dikarenakan
molekul pigmen yang ada pada tanaman tersebut berbeda (James, 2006)..
13
BAB III
PATOMEKANISME DAN MANIFESTASI HIPERPIGMENTASI
3.1 Melasma
Melasma merupakan salah satu jenis hipermelanosis didapat pada kulit wajah dan
kadang-kadang pada leher. Melasma, yang juga dikenal dengan nama kloasma atau mask of
pregnancy, memiliki lesi berupa makula yang tidak merata berwarna coklat muda sampai coklat
tua Pada melasma umumnya didapatkan lesi yang simetris. Hal tersebut dapat digunakan untuk
membedakan dengan penyakit hiperpigmenasi kutaneus yang lain (Kim, 2007) (Damoa, 2006).
3.1.1 Etiopatogenesis
Belum ada teori yang dapat menjelaskan secara pasti bagaimana patogenesis dari
penyakit melasma (Kim, 2007). Beberapa hal yang sering dikaitkan dengan penyakit melasma
antara lain adalah pengaruh sinar matahari, kehamilan, penggunaan hormon kontrasepsi dan
kosmetik (Kim, 2007) (Damoa, 2006).
Peningkatan produksi melanosom karena hormon maupun karena sinar ultra violet.
Kenaikan melanosom ini juga dapat disebabkan karena bahan farmakologik seperti perak dan
psoralen. Penghambatan dalam Malphigian cell turnover, keadaan ini dapat terjadi karena obat
sitostatik (Kim, 2007) (Damoa, 2006).
Radiasi sinar ultraviolet memberikan stimulus terhadap peningkatan aktifitas melanosit.
Hal ini juga menjelaskan bahwa para pasien melasma adalah orang-orang yang tinggal di daerah
dengan paparan sinar matahari cukup tinggi atau saat musim panas9,11. Jika dikaitkan dengan
aktifitas maka hal ini menjadi penting. Umumnya penderita melasma hipersensitivitas terhadap
radiasi sinar ultraviolet sehingga paparan yang singkat terhadap matahari dapat menyebabkan
hiperpigmentasi (Bleehen, 2006)
Estrogen diduga dapat menyebakan melasma hal ini terlihat timbulnya melasma pada saat
kehamilan, penggunaan kontrasepsi oral, dan hormone replacement theraphy (HRT) pada wanita
post menopause. (Bleehen, 2006)
14
3.1.2 Gambaran Klinis
Gambaran klinis kasus melasma pada dasarnya cukup mudah dikenali. Di antaranya lesi
kulit berupa makula hiperpigmentasi berwarna cokelat terkadang dapat sampai berwarna hitam
dengan batas jelas, irregular dan biasanya simetris Bagian wajah yang terkena biasanya daerrah
pipi, hidung, dan mulut bagian bawah ( Kim, 2007).
Gambar 2. Melasma ( Kim, 2007).
Berdasarkan gambaran klinisnya, melasma dapat diklasifikasikan menjadi2:
1. Bentuk sentro-fasial meliputi daerah dahi, hidung, pipi bagian medial, bawah hidung,
serta dagu (63%)
2. Bentuk malar meliputi hidung dan pipi bagian lateral (21%)
3. Bentuk mandibular meliputi daerah mandibula (16%) ( Kim, 2007).
3.1.3 Diagnosis
Diagnosis melasma didasarkan atas anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran
klinis yang akurat.
A. Anamnesis
Dari anamnesis yang cermat dapat membantu menegakkan diagnosis secara tepat terutama
untuk menggali segala hal terkait dengan pasien. Anamnesis yang dapat mendukung
penegakan diagnosis melasma9,11,13 :
15
a. Pasien wanita dengan kisaran umur 30-40 tahun
b. Pasien dengan riwayat kehamilan berulang
c. Pasien dengan penggunaan oral kontrasepsi
d. Pasien yang memiliki aktifitas yang sering berpaparan dengan sinar matahari secara
langsung
e. Lesi timbul setelah berminggu-minggu dan semakin terlihat saat kontak dengan sinar
matahari
f. Pasien dengan riwayat penggunaan kosmetik
g. Pasien wanita menopause yang sedang menjalani terapi hormon
B. Pemeriksaan Fisis
Lesi yang khas dari melasma ialah makula hiperpigmentasi pada wajah. Terkait luas,
warna dan intensitas bergantung pada fototipe kulit mana yang terkena. Biasanya simetris.
Daerah yang paling sering terkena seperti pipi, hidung, dan bibir bagian bawah dan dagu.
Namun ada juga ditemukan dalam presentase lebih kecil di daerah malar dan mandibular9.
C. Pemeriksaan penunjang
Dalam pemeriksaan histopatologik terdapat 2 tipe hipermelanosis2 :
a. Tipe epidermal : melanin terutama terdapat di lapisan basal dan suprabasal, kadang-
kadang di seluruh stratum spinosum sampai stratum korneum; sel-sel yang padat
mengandung melanin adalah melanosit, sel-sel lapisan basal, dan suprabasal, juga
terdapat pada keratinosit dan sel-sel stratum korneum.
b. Tipe dermal : terdapat makrofag bermelanin di sekitar pembuluh darah dalam dermis
bagian atas dan bawah; pada dermis bagian atas terdapat fokus-fokus infiltrat.
Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan ialah pemeriksaan lampu wood.
Pemeriksaan ini bertujuan menspesifikkan suatu keadaan melasma yang akan menentukan
seperti apa bentuk penanganannya (Soepardiman, 2007).
Adapun bentuk pengklasifikasian setelah pemeriksaan lampu wood adalah sebagai berikut
(Soepardiman, 2007).:
Tabel 1. Klasifikasi melasma13
Tipe Melasma Gambaran klinis
16
Epidermal - Berbatas jelas
- Berwarna cokelat tua
- Terlihat lebih jelas dibawah
sinar
- Memberikan respon yang baik
terhadap pengobatan
Dermal - Batas tidak jelas
- Berwarna cokelat terang
- Tidak berubah di bawah sinar
- Memberikan respon yang buruk
terhadap pengobatan
Mixed - Kombinasi antara warna cokelat
tua dan cokelat muda
- Pengobatan hanya berdampak
pada sebagian saja
3.2 Postinflamatory Hiperpigmentasi
3.2.1 Definisi
Postinflammatory hiperpigmentasi (PIH) adalah masalah yang sering dihadapi dan
merupakan gejala sisa dari gangguan kulit serta berbagai intervensi terapeutik .Ini kelebihan
yang diperoleh dari pigmen dapat dikaitkan dengan berbagai proses penyakit sebelumnya yang
mempengaruhi kulit seperti infeksi, reaksi alergi, cedera mekanik, reaksi terhadap obat,
fototoksik, trauma (misalnya, luka bakar), dan penyakit inflamasi (misalnya, lichen planus ,
lupus eritematosus , dermatitis atopik (Laperee, 2008).
PIH juga dapat dilihat setelah pengobatan dengan sejumlah perangkat elektromagnetik
seperti USG, frekuensi radio, laser, cahaya-emitting dioda, dan cahaya tampak, serta sekunder
untuk microdermabrasion . Biasanya, hiperpigmentasi postinflammatory paling parah pada
17
pasien dengan dermatosis lichenoid di mana lapisan sel basal dari epidermis terganggu (Laperee,
2008)..
3.2.2 Patofisiologi
Hiperpigmentasi postinflammatory disebabkan oleh 1 dari 2 mekanisme yang
menghasilkan baik melanosis epidermis atau dermis melanosis. . Respon inflamasi epidermis
(yaitu, dermatitis) hasil dalam rilis berikutnya dan oksidasi asam arakidonat untuk prostaglandin,
leukotrien, dan produk lainnya. Produk-produk peradangan mengubah aktivitas dari kedua sel
kekebalan tubuh dan melanosit. Secara khusus, produk ini merangsang melanosit epidermis
inflamasi, menyebabkan mereka untuk meningkatkan sintesis melanin dan kemudian untuk
meningkatkan transfer pigmen untuk keratinosit sekitarnya, Seperti peningkatan stimulasi dan
transfer hasil butiran melanin di epidermis hypermelanosis, Sebaliknya, melanosis dermal terjadi
ketika peradangan mengganggu lapisan sel basal, menyebabkan pigmen melanin akan dirilis dan
kemudian terperangkap oleh makrofag dalam dermis papiler, juga dikenal sebagai inkontinensia
pigmen (Roberts, 2006).
3.2.3 Penyebaran Internasional
Internasional, hiperpigmentasi postinflammatory merupakan respon inflamasi yang
umum kulit, mengembangkan lebih sering pada kulit yang lebih gelap. Meskipun warna kulit
lebih terang mereka, orang Asia tertentu (dari negara-negara Pasifik RIM seperti Jepang,
Taiwan, Cina) lebih rentan terhadap PIH berkembang mengikuti salah satu faktor menghasut
tercantum di atas (Savin, 2003).
3.2.4 Gejala Klinis
Distribusi dari lesi hypermelanotic tergantung pada lokasi inflamasi dermatosis asli.
Warna lesi berkisar dari cahaya coklat sampai hitam, dengan penampilan cokelat lebih ringan
jika pigmen berada dalam epidermis (yaitu, epidermis melanosis) dan penampilan yang lebih
gelap abu-abu jika lesi mengandung melanin kulit (yaitu, melanosis dermal) (Wolff, 2005).
18
Foto seorang wanita 42 tahun Amerika keturunan Afrika dengan makula hiperpigmentasi
postinflammatory di sisi kiri wajahnya sebagai akibat dari excoriée jerawat.
3.2.5 Etiologi
Postinflammatory hiperpigmentasi dapat terjadi dengan proses berbagai penyakit yang
mempengaruhi kulit. Proses ini meliputi reaksi alergi, infeksi, trauma, dan letusan fototoksik
Photothermolysis laser fraksional sesekali menginduksi hiperpigmentasi postinflammatory.
(Wolff, 2005).
Penyakit inflamasi yang umum yang menyebabkan hiperpigmentasi postinflammatory
termasuk jerawat excoriée, lichen planus, lupus eritematosus sistemik, dermatitis kronis, dan
kulit T-sel limfoma, terutama varian eritrodermik (Wolff, 2005).
Selain itu, lesi hiperpigmentasi postinflammatory bisa menggelapkan dengan paparan
sinar UV dan berbagai bahan kimia dan obat-obatan, seperti tetrasiklin, bleomycin, doxorubicin,
5-fluorouracil, busulfan, arsenicals, perak, emas, obat antimalaria, hormon, dan clofazimine
(Stery, 2006).
3.3 Nevus dari Ota dan Ito
3.3.1 Definisi
Nevi dari Ota dan Ito adalah tanda-tanda kulit berwarna abu-coklat mewarnai atau biru /
abu-abu. Mereka tanda lahir yang tidak biasa dimana melanosit (sel pigmen) ditemukan lebih
dari normal (dalam dermis bukan epidermis) (Savin, 2003).
Perbedaan antara naevus dari Ota dan naevus dari Ito adalah lokasi. Nevus dari Ota
adalah di dahi dan wajah di sekitar mata; Nevus dari Ito adalah pada daerah bahu dan lengan
19
atas. Hori memiliki penampilan mirip dengan Nevus dari Ota. Namun, tidak hadir pada saat
lahir, dan sering mempengaruhi kedua sisi wajah (Savin, 2003)..
Gambar 3.Naevus of Ota
3.3.2 Patofisiologi
Patofisiologi belum diketahui secara pasti. Nevus dari Ota jauh lebih umum daripada nevi
dari Ito dan hadir pada saat lahir pada 50% kasus. Nevus dari Ota juga dapat tiba-tiba muncul
selama masa remaja. Dengan demikian peneliti menyarankan hormon berperan dalam
perkembangan mereka. Nevus dari Ota dan Ito yang paling sering ditemukan pada populasi Asia;
0,2-0,6% dari orang Jepang telah Nevi dari Ota. Mereka muncul lebih sering pada wanita. Kedua
bentuk nevi sangat jarang terjadi di Kaukasia (Savin, 2003)..
3.3.3 Tanda dan gejala
Nevus dari Ota
Hiperpigmentasi biasanya terletak di salah satu sisi wajah (unilateral) tetapi dapat di
kedua sisi (bilateral)
Bisa melibatkan hiperpigmentasi bagian dari mata: sklera, kornea, iris, retina
Bisa melibatkan hiperpigmentasi bagian dalam mulut
nevi perlahan-lahan tumbuh dan gelap sampai dewasa tercapai
Warna atau warna dianggap nevi dapat berubah sesuai dengan kondisi pribadi dan
lingkungan, misalnya kelelahan, menstruasi cuaca, panas
Dapat menyebabkan glaukoma jarang
20
Melanoma maligna sangat jarang berkembang, khususnya dalam kasus Kaukasia
Nevus dari Ito
Hiperpigmentasi terletak di atas daerah bahu korset, biasanya pada satu sisi saja
Kemungkinan perubahan sensoris pada kulit yang terlibat (Savin, 2003)..
3.4 Lentiginosis/lentigo
3.4.1 Definisi
Lentigo adalah makula coklat atau coklat kehitaman berbentuk bulat atau polikistik.
Lentiginosis adalah keadaan tibulnya lentigo dalam jumlah banyak dengan distribusi tertentu
(Lynde, 2006)
3.4.2 Etiologi
Disebabkan karena bertambahnya jumlah melanosit pada taut dermoepidermal tanpa
adanya proliferasi fokal (Lynde, 2006).
3.4.3 Klasifikasi
1. Lentigo generalisata
2. Lentigo sentrofasial
3. Lentigo peutz-jegher
1. Lentigo generalisata
Lesi lentigo umumnya multiple, timbul satu demi satu atau dalam kelompok kecil sejak
masa anak-anak. Patogenesisnya tidak diketahui dan tidak dibuktikan adanya faktor genetik.
Dibagi menjadi dua:
a. Lentiginosis supuratif
Lentigo timbul sangat banyak dan dalam waktu singkat. Lesi mula berupa teleangiktasis
yang dengan cepat mengalami pigmentasi dan lambat laun berunah menjadi melanostik
selular.
21
b. Sindrom lentiginosis multiple
Merupakan sindrom lentiginosa yang dihubungkan dengan berbagai kelainan
perkembangan. Diturunkan secara autosomal dominan. Lentigo timbul pada waktu lahir
dan bertambah sampai pada masa pubertas. Ditemukan pada daerah leher dan badan
bagian atas, tetapi dapat ditemukan juga diseluruh tubuh.
Sering disertai kelainan jantung, stenosis penbuluh nadi paru atau subaorta.
Pertumbuhan badan akan terhambat. Adanya kelainan mata berupa hipertelorisme
okular dan kelainan tulang prognatisma mandibular. Kelainan yang menetap adalah tuli
dan kelainan genital yakni hipospadia gonad dan hipospadia (Lynde, 2006).
Sindrom tersebut dikenal sebagai sindrom leopard yaitu
L entigenes
E CG abnormalities
O cular hypertelorism
P ulmonary stenosis
A bnormality of the genitalia
R etardation of growth
D eafness
2. Lentigosentrofasial
Diturunkan secara dominan autosomal. Lesi berupa makula kecil berwarna coklat atau
hitam, timbul pada waktu tahun pertama kehidupan dan bertambah jumlahnya pada umur 8-10
tahun
22
Distribusi tebatas pada garis horisontal melalui sentral muka tanpa mengenai membran
mukosa. Tanda-tanda defek lain adalah retardasi mental dan epilepsi. Sindrom ini juga ditandai
oleh arcus palatum yang tinggi, bersatunya alis, gigi seri atas tidak ada, hipertrikosis sakral, spina
bifidan dan skoliosis (Lynde, 2006).
3. sindrom peutz jeghers
Lebih banyak pada laki-laki, diturunkan scara autosomal dominan.
Gejala klinik
Gejala berupa makula hiperpigmentasiyang timbul sejak lahir dan berkembang pada
masa kanak-kanak. Makula tersebut selalu mengenai selaput lendir mulut berbentuk bulat,
oval,atau tidak teratur; berwarna coklat kehitaman berukuran 1-5 mm. Letaknya pada mukosa
bucal, gus, palatum durum, dan bibir. Bercak dimuka tampak lebih kecil dan lebih gelat
terutama disekitar hidung dan mulut, pada tangan dan kaki bercak tampak lebih besar. Gejala
lain adalah adanya polip di usus, penderita biasanya mengalami melena. Polip dapat menjadi
ganas dan kematian dsebabkan karena adanya metastasis karsinoma tersebut (Lynde, 2006).
Lentigo senilis
Lentigo senilis adalah makula hiperpigmentasi pada kulit daerah yang terbuka, biasanya
pada orang tua. Sering bersama makula depigmentasi, ekimosis senilis, dan degenerasi aktinik
yang kronik. Seringkali terlihat pada punggung tangan.
Pemeriksaan histopatologik menunjukan terpisahnya geligi epidermal dan lapisan basal
berbentuk seperti pemukul baseball dan hiperpigmentasi adanya peningkatan melanosit.
23
BAB IV
KESIMPULAN
Hiperpigmentasi adalah perubahan warna pada kulit menjadi lebih gelap disebabkan oleh
sel melanosit bertambah maupun hanya karena pigmen melanin saja yang bertambah. Kelainan
hiperpigmentasi detemukan sebagai manifestasi penyakit kulit diantaranya melasma, nevus ota,
frenkle,lentigo,hiperpigmentasi post inflamasi,dan cafe au liet, yanga berdasarkan Etiloginya
Hiperpigmentasi terjadi akibat : Kelainan Genetis ,Gangguan Metabolik ,Gangguan
Nutrisi ,Gangguan Endokrin ,Gangguan Infeksi ,Gangguan Neoplastik, Pengaruh Bahan Tertentu
(Obat, Bahan Kimia) .
24
DAFTAR PUSTAKA
Anstey AV. Erythema Dyschromicum Perstans. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP et al,
editors. Dermatology. 2nd ed. London: Elsevier; 2008
Bleehen SS,. Disorders of Skin Colour. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors.
Rook’s Textbook of Dermatology. 7th ed. Massachusetts : Blackwell. 2004. p. 39.40
Damoa AS, Lambert WC, Schwartz RA. Melasma: Insight into a distressing dyschromia.
Aesthetic Dermatology. 2006; 8(1): p.1-6
Grawkrodjer DJ. Pigmentation. In: Dermatology an Illustrated Colour Text. 3rd ed. British:
Crurchill Livingstone; 2002: p.70-1
Habif, TP. Disorders of Hyperpigmentation. In: Clinical Dermatology - A Color Guide to
Diagnosis and Therapy. 4thed. Philadelphia: Mosby; 2004. p.691-3
Heath CR, Taylor SC. Postinflammatory Hyperpigmentation. In: Kelly Ap, Taylor SC, editors.
Dermatology for Skin of Colour. New York: McGraw-Hill; 2009. P. 338
James WD, Berger TD, Elston DM. Disturbances of Pigmentation. In: Andrews Disease’s of
The Skin: Clinical Dermatology. 10th ed. Canada: Elsevier; 2006. p.854-5
Kim EH, Kim YC, Lee ES, Kang HY. The Vascular Characteristics of Melasma. Journal of
Dermatological Science. 2007; 46: p.111-6
Laperee H, Boone B, Schepper SD et al. Hypomelanoses and Hypermelanoses. In: Armando A,
James ST, Apra S, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th ed. New
York: McGraw – Hill; 2008. p.622
Lim JTE, Chan YC. Common Skin Disease and Treatment in Asia. In: Kelly AP, Taylor SC,
editors. Dermatology for Skin of Colour. New York: McGraw-Hill; 2009. P. 615-617
Lynde CB, Kraft JN, Lynde CW. Topical Treatments for Melasma and Postinflammatory
Hyperpigmentation. In: Maddin S, editor. Skin Therapy Letter. 2006.11(9). P.1-4
25
Roberts WE. Melasma. In: Kelly AP, Taylor SC, editors. Dermatology for Skin of Colour. New
York: McGraw-Hill; 2009. p.332-6
Salim A, Rengifo-Pardo M, Vincent S, Cuervo-Amore LG. Melasma. In: Williams H, Bigby
M, Diepgen T et al, editors. Evidence-based Dermatology. London: BMJ Books. 2003. p.
552-67
Salim A, Rengifo-Pardo M, Vincent S, Cuervo-Amore LG. Melasma. In: Williams H, Bigby
M, Diepgen T et al, editors. Evidence-based Dermatology. London: BMJ Books. 2003. p.
552-67
Savin JA. The Skin and Systemic Disease – Genetics and Skin Disease. In: Buxton PK, editor.
ABC Of Dermatology. 4th ed. London: BMJ Books; 2003. p.76-77
Soepardiman L. Kelainan Pigmen. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit
Kulit Dan Kelamin. Edisi Kelima. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. p.289-95
Stery W, Paus R, Burgdorf W. Brown Hyperpigmentation. In: Thieme Clinical Companions
Dermatology. 5th ed. New York: Georg Thieme Verlag; 2006. p.379-80
Wolff K, Richard AJ. Melasma. In Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis Of Clinical
Dermatology. 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2005. p.344-6
26