a. tugas melisha
DESCRIPTION
hjjhgjTRANSCRIPT
Disusun Oleh :
Nama : Melisha
NIM : 301. Xxxx. xxxx
Jurusan : Ilmu Administrasi Negara
SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK(STISIP) BANTEN RAYA PANDEGLASNG
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUANDISAMPAIKAN PADA SEMINAR KONFREHENSIP ILMU ADMINISTRASI NEGARA
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekerasan terhadap perempuan dewasa ini, merupakan suatu hal yang
menarik karena banyak diperbincangkan oleh kalangan praktisi, Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi dan masyarakat luas. Hal itu dilatar
belakangi adanya tuntutan peren perempuan yang semakin komplek seiring
dengan perkembangan jaman yang cendrung lebih memperhatikan Hak-Hak Asasi
Manusia (HAM) tanpa melihat atau membedakan jenis kelamin. Kekerasan
terhadap perempuan merupakan timdakan pelanggaran HAM yang paling kejam
yang dialami perempuan. Oleh karenanya tidak salah apabila tindak kekerasan
terhadap perempuan tersebut oleh organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
disebut sebuah kejahatan kemanusiaan. Serangkaian data yang dikeluarkan
UNIFEM (dana PBB untuk perempuan) tentang kekerasan menunjukan bahwa di
Turki jumlah perempuan yang mengalami kekerasan oleh pasangannya mencapai
57,9 % pada tahun 1998.di India, jumlahnya mencapai 49% pada tahun 1999, di
Amerika Serikat jumlahnya mencapai 22,1 %.
Di Banglades, laporan terakhir tahun 2000 menyebutkan 60 % perempuan
menikah mengalami kekerasan oleh suami. Di Indonesia sendiri, sekitar 24 juta
perempuan atau 11,4 % dari total penduduk Indonesia pernah mengalami tindak
kekerasan. Kekerasan terhadap perempuan dewasa ini tidak saja merupakan
masalah individu, melainkan juga merukapan masalah nasional dan bahkan sudah
merupakan masalah global. Dalam hal-hal tertentu kekerasan terhadap perempuan
dapat dikatakan sebagai masalah transnasional. Dikatakan masalah global dapat
dilihat dari ditetapkan hukum internasional yang menyangkut fenomena tersebut
seperti ditegaskan olh Muladi sebagai berikut:
a) Viena Declaration.
b) Convention on the Elimination of All Forms Discrimination Against
Women (1979).
c) Declaration on the Elimination of Violence Against Woman (1993).
d) Bejing Declaration and Platform for Action (1994).
Kekerasan terhadap perempuan sebagai masalah global, sudah
mencemaskan setiap negara di dunia, tidak saja negara-negara yang sedang
berkembang tetapi juga termasuk negara-negara maju yang dikatakan sangat
menghagai dan peduliterhadap HAM seperti Amerika Serikat. Indonesia sebagai
negara yang sedang berkembang, menyandang predikat buruk dalam masalah
pelanggaran HAM. Pelanggaran HAM yang salah satu diantaranya pelanggaran
HAM perempuan.
Pelanggaran HAM perempuan tersebut dapat digolongkan sebagai tindak
kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi di
mana saja (di tempat umum, di tempat kerja, dilingkungan keluarga (rumah
tangga) dan lain-lainnya. Dapat dilakukan oleh siapa saja (orang tua, saudara laki-
laki ataupun perempuan dan lain-lainnya dan dapat terjadi kapan saja (siang dan
malam). Kekerasan terhadap perempuan yang menjadi sorortan tulisan ini yakni
kekerasan terhadap perempuan yang lokusnya dala rumah tangga. Dewasa ini
kekerasan terhadap perempuan sangat mencemaskan banyak kalangan terutama
kalangan yang peduli terhadap perempuan. Walaupun sejak tahun 1993 sudah ada
Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan namun kekerasan
terhadap perempuan tetap ada dan bahkan cendrung meningkat.
Hal tersebut dapat diketahui dari pemberitaan di media baik media cetak
maupun media elektronik.Mengingat luasnya kontek kekerasan terhadap
perempuan, namun dalam tulisan ini dibatasi hanya kekerasan terhadap
perempuan dalam rumah tangga dalam kedudukannya sebagai istri.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yan dimaksud Kekerasan terhadap perempuan ?
2. Apa saja dampak kekerasan terhadap perempuan ?
3. Apa saja pencegahan dan penanganannya ?
4. Apa saja Undang-Undang yang mengatur ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Kekerasan Terhadap Perempuan
Menurut WHO (dalam Bagong. S, dkk, 2000), kekerasan adalah
penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri
sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan
atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian
psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak. Secara filosofis,
fenomena kekerasan merupakan sebuah gejala kemunduran hubungan
antarpribadi, di mana orang tidak lagi bisa duduk bersama untuk memecahkan
masalah. Hubungan yang ada hanya diwarnai dengan ketertutupan, kecurigaan,
dan ketidakpercayaan. Dalam hubungan seperti ini, tidak ada dialog, apalagi
kasih. Semangat mematikan lebih besar daripada semangat menghidupkan,
semangat mencelakakan lebih besar daripada semangat melindungi. Memahami
tindak-tindak kekerasan di Indonesia yang dilakukan orang satu sama lain atau
golongan satu sama lain dari perspektif ini, terlihat betapa masyarakat kita
sekarang semakin jauh dari menghargai dialog dan keterbukaan.
Permasalahan sosial biasa bisa meluas kepada penganiayaan dan pembunuhan.
Toko, rumah ibadah, kendaraan yang tidak ada sangkut pautnya dengan
munculnya masalah, bisa begitu saja menjadi sasaran amuk massa. Secara
teologis, kekerasan di antara sesama manusia merupakan akibat dari dosa dan
pemberontakan manusia. Kita tinggal dalam suatu dunia yang bukan saja tidak
sempurna, tapi lebih menakutkan, dunia yang berbahaya. Orang bisa menjadi
berbahaya bagi sesamanya. Mulai dari tipu muslihat, pemerasan, penyerangan,
pemerkosaan, penganiayaan, pengeroyokan, sampai pembunuhan. Menghadapi
kenyataan ini, ada dua bentuk perlawanan yang dilakukan sejauh ini dengan
bernafaskan ajaran cinta damai.
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan yang dikenakan
pada seseorang semata-mata karena dia perempuan yang berakibat atau dapat
menyebabkan kesengsaraan/penderitaan secara fisik, psikologis atau seksual.
Termasuk juga ancaman perbuatan tertentu, pemaksaan atau perampasan
kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di muka umum maupun
dalam kehidupan pribadi.
Aspek Budaya :
a) Kuatnya pengertian yang bersumber pada nilai-nilai budaya yang
memisahkan peran dan sifat gender laki-laki dan perempuan secara tajam
dan tidak setara.
b) Sosialisasi pengertian tersebut melalui a.l. keluarga, lembaga pendidikan,
agama, dan media massa, menyebabkan berlakunya keyakinan dan
tuntutan:
c) laki-laki dan perempuan punya tempat dan perannya sendiri-sendiri yang
khas dalam keluarga/perkawinan/berpacaran.
d) laki-laki lebih superior daripada perem-puan, dan mempunyai hak penuh
untuk memperlakukan perempuan seperti barang miliknya
e) keluarga adalah wilayah pribadi, tertutup dari pihak luar, dan berada di
bawah kendali laki-laki
f) Diterimanya kekerasan sebagai cara penyelesaian konflik
Aspek Ekonomi :
a) Ketergantungan perempuan secara ekonomi pada laki-laki;
b) perempuan lebih sulit untuk mendapatkan kredit, kesempatan kerja di
lingkup formal dan informal, dan kesempatan mendapat-kan pendidikan
dan pelatihan.
Aspek Hukum :
a) Status hukum perempuan yang lebih lemah dalam peraturan perundang-
undangan maupun dalam praktek penegakan hukum;
b) Pengertian tentang perkosaan dan KDRT yang belum menjawab
sepenuhnya kebutuhan perlindungan bagi korban dan penanganan pada
pelaku;
c) Rendahnya tingkat pengetahuan yang dimiliki perempuan tentang
hukum,
d) Perlakuan aparat penegak hukum yang belum sepenuhnya peka pada
perempuan dan anak perempuan korban kekerasan.
Aspek Politik :
a) Rendahnya keterwakilan kepentingan perempuan dalam proses
pengambilan keputusan di bidang politik, hukum, kesehatan, maupun
media.
b) Kekerasan terhadap Perempuan masih belum sepenuhnya dianggap
sebagai persoalan yang berdampak serius bagi negara,
c) Adanya resiko yang besar bila memperta-nyakan aturan agama,
d) Terbatasnya partisipasi perempuan di organisasi politik.
BAB III
PEMBAHASAN
A. BISA TERJADI DI MANA SAJA?
Seperti yang tersampaikan sebelumnya pada BAB II tentang rumusan masalah,
kekerasan fisik, psikologis-emosional, seksual dapat terjadi di :
a) Lingkungan keluarga, misal kekerasan terhadap istri/anak,
b) Masyarakat umum, misal: pelecehan seks oleh guru/orang lain, praktek-
praktek budaya yang merugikan perempuan/anak perempuan
c) Wilayah konflik/non konflik dan bencana, misal: kebijakan/fasilitas
publik yang tidak peka gender yang memungkinkan untuk terjadinya
kekerasan, maupun tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat.
B. APA SAJA DAMPAKNYA?
Dampak Pada Korban :
a) Kesehatan Fisik a.l., memar, cedera (mulai dari sobekan hingga patah
tulang dan luka dalam), gangguan kesehatan yang khronis, gangguan
pencernaan, perilaku seksual beresiko, gangguan makan, kehamilan yang
tak diinginkan, keguguran/ melahirkan bayi dengan berat badan lahir
rendah, terinfeksi penyakit menular seksual, HIV/AIDS
b) Kesehatan Mental: a.l., depresi, ketakutan, harga diri rendah, perilaku
obsesif kompulsif, disfungsi seksual, gangguan stress pasca trauma
c) Produktivitas kerja menurun: sering terlambat datang ke tempat kerja,
sulit berkonsentrasi, berhalangan kerja kare-na harus mendapat
perawatan medis, atau memenuhi panggilan polisi/meng-hadiri sidang.
d) Fatal: bunuh diri, membunuh/melukai pelaku, kematian karena
aborsi/kegugur-an/AIDS
C. PENCEGAHAN DAN PENANGANAN
Ingat! Persoalan ini bukan persoalan perempuan saja, tetapi merupakan
persoalan bersama. Pencegahan, penanganan korban dan pelaku adalah tanggung
jawab semua pihak: laki-laki, perempuan, lingkungan tetangga, tokoh
agama/masyarakat, lembaga pendidikan/ agama, dunia usaha maupun pemerintah.
Kerjasama antara pusat penanganan krisis bagi perempuan korban (women’s crisis
center) dengan masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah merupakan suatu
kemutlakan.
Upaya pencegahan dan penanganan korban maupun pelaku yang ada masih jauh
dari memadai. Bagi para perempuan penyandang cacat, kondisi ini lebih berat
dirasakan. Khusus tentang dukungan bagi korban untuk dapat melanjutkan
hidupnya secara mandiri, sehat dan bermartabat, dibutuhkan beragam dukungan
yang bentuknya fleksibel sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan korban, dan
bersifat memberdayakan.
D. PERATURAN/KEBIJAKAN YANG BERKAITAN DENGAN
PEMENUHAN HAK KORBAN
a) Amandemen UUD 1945
b) UU No. 1/1974 tentang Perkawinan
c) UU No. 7/1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan.
d) UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia
e) UU no 23/2002 tentang Perlindungan Anak Kompilasi Hukum Islam
f) UU no 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
g) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang berkaitan dengan;
• Kejahatan terhadap kesusilaan
• Kejahatan terhadap kemerdekaan seseorang
• Kejahatan terhadap nyawa dan penganiayaan
h) Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHP Perdata)
i) Rencana Aksi Nasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap
Perempuan atau biasa disebut dengan (RAN PKTP)
j) Keppres tentang Pengarusutamaan Jender
k) Keppres tentang RAN anti Perdagangan Perempuan
l) Keppres tentang RAN anti Eksploitasi Pekerja Anak
BAB IV
KESIMPULAN
Kekerasan terhadap perempuan sebagai masalah global, sudah
mencemaskan setiap negara di dunia, tidak saja negara-negara yang sedang
berkembang tetapi juga termasuk negara-negara maju yang dikatakan sangat
menghagai dan peduliterhadap HAM seperti Amerika Serikat. Indonesia sebagai
negara yang sedang berkembang, menyandang predikat buruk dalam masalah
pelanggaran HAM. Pelanggaran HAM yang salah satu diantaranya pelanggaran
HAM perempuan.
Pelanggaran HAM perempuan tersebut dapat digolongkan sebagai tindak
kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi di
mana saja (di tempat umum, di tempat kerja, dilingkungan keluarga (rumah
tangga) dan lain-lainnya. Dapat dilakukan oleh siapa saja (orang tua, saudara laki-
laki ataupun perempuan dan lain-lainnya dan dapat terjadi kapan saja (siang dan
malam). Kekerasan terhadap perempuan yang menjadi sorortan tulisan ini yakni
kekerasan terhadap perempuan yang lokusnya dala rumah tangga. Dewasa ini
kekerasan terhadap perempuan sangat mencemaskan banyak kalangan terutama
kalangan yang peduli terhadap perempuan. Walaupun sejak tahun 1993 sudah ada
Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan namun kekerasan
terhadap perempuan tetap ada dan bahkan cendrung meningkat.
Hal tersebut dapat diketahui dari pemberitaan di media baik media cetak
maupun media elektronik.Mengingat luasnya kontek kekerasan terhadap
perempuan, namun dalam tulisan ini dibatasi hanya kekerasan terhadap
perempuan dalam rumah tangga dalam kedudukannya sebagai istri.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
1. Raga Maran, Rafael. 2001. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta : Rineka
Cipta
2. Soekanto, Soerjono. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada
3. Syani, Abdul. 1995. Sosiologi Dan Masalah Sosial. Jakarta : Fajar Agung
Internet
1. http://www.scribd.com/doc/85614331/LAPSUS-KEKERASAN-
SEKSUAL-1
2. http://www.masbied.com/2011/02/23/tinjauan-umum-tentang-kekerasan-
dalam-rumah-tangga/#more-213 ( 22/04/12 )