abstrak citra kontruksi kekuasaan masyarakat … fileberdasarkan pengkajian atas cerpen “patung...

34
1 ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT JAWA DALAM CERPEN “PATUNG TAK BERMUKA” KARYA TJAHYONO WIDARMANTO Oleh Umi Nurhidayati, S.Pd. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa karya sastra selalu mentransformasikan kehidupan. Lucian Godman menyebutnya sebagai fakta kemanusiaan sekaligus fakta cultural. Sebagai fakta kemanusiaan dan fakta cultural, maka kesusastraan selalu memproyeksikan hidup, kehidupan, manusia, dan kemanusiaan. Dipandang dari culutran studies, salah satu persoalan besar dalam kehidupan adalah usaha pemenuhan keinginan manusia. Cerpen ini mekonstruksikan citra kekuasaan pada masyarakat Jawa. Berdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat adalah sebuah kultur pada masayarakat Jawa. Hal tersebut tekonstruksi di dalamnya meliputi pertikaian untuk memperebutkan kekuasaan yang dalam analisis diperlakukan sebagai bentuk sintomisasi terhadap kekuasaan masyarakat Jawa, citra konstruksi dari subjek dan realitas serta adanya kekuatan ekonomi politik yang terlibat dalam konstruksi tersebut. Kata kunci : cultural sutdies, kekuasaan

Upload: lamkien

Post on 19-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

1

ABSTRAK

CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT JAWA

DALAM CERPEN “PATUNG TAK BERMUKA”

KARYA TJAHYONO WIDARMANTO

Oleh Umi Nurhidayati, S.Pd.

Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa

karya sastra selalu mentransformasikan kehidupan.

Lucian Godman menyebutnya sebagai fakta kemanusiaan

sekaligus fakta cultural. Sebagai fakta kemanusiaan dan

fakta cultural, maka kesusastraan selalu memproyeksikan

hidup, kehidupan, manusia, dan kemanusiaan. Dipandang

dari culutran studies, salah satu persoalan besar dalam

kehidupan adalah usaha pemenuhan keinginan manusia.

Cerpen ini mekonstruksikan citra kekuasaan pada

masyarakat Jawa. Berdasarkan pengkajian atas cerpen

“Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan

menguasai dan mendominasi antarmasyarakat adalah

sebuah kultur pada masayarakat Jawa. Hal tersebut

tekonstruksi di dalamnya meliputi pertikaian untuk

memperebutkan kekuasaan yang dalam analisis

diperlakukan sebagai bentuk sintomisasi terhadap

kekuasaan masyarakat Jawa, citra konstruksi dari subjek

dan realitas serta adanya kekuatan ekonomi politik yang

terlibat dalam konstruksi tersebut.

Kata kunci : cultural sutdies, kekuasaan

Page 2: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tahun tujuh puluhan menjadi era yang amat penting bagi kesusasteraan

Indonesia karena pada masa itu terjadi berbagai macam pendobrakan dalam

segala aspeknya. Para sastrawan melakukan berbagai eksperimentasi, seperti

yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Kembali ke akar salah salah satu

bagian dari eksplorasi yang dilakukan, seperti pada tema, gaya berbahasa dan

teknik bercerita.

Perkembangan karya sastra tahun tujuh pulhan telah merambah ke dunia

politik sosial dalam melantangkan ketidakadilan dalam bentuk karya puisi,

prosa, dan drama. Melihat beberapa karya WS Rendra, Goenawan Mohamad

adalah representasi realitas sosial yang mengarah pada permasalahan politik

sosial. Dalam pandangan realisme sosial, Marx dan Lennin (dalam Luxemburg

1986:24) menyatakan bahwa susunan masyarakat bawah dalam bidang

ekonomi akan menentukan kehidupan sosial, politik intelektual, dan kultural

bangunan atas. Sejarah dipandang sebagai suatu perkembangan yang terus

menerus, daya kekuatan di dalamnya sangat profresif menuju masyarakat ideal

tanpa kelas. Evolusi tersebut berjalan dengan tersendat-sendat. Hubungan

ekonomi menimbulkan berbagai kelas yang saling bermusuhan. Terlihat

bagaimana pertentangan antra kaum borjuis dengan kaum proletar. Dalam hal

tersebut perubahan yang terjadi pada kelas bawah akan mengubah kelas atas.

Realitas sosial tersebut juga tampak di tahun tujuh puluhan dalam karya

drama. Arifin C Noer yang tidak lagi mementingkan adanya pentas dengan

dekorasi yang indah sehingga pentas yang terasa tanpa dekor membawa

kekaburan makna antara realitas dan imajinasi. Perubahan yang lebih radikal

dilakukan oleh Putu Wijaya yang menambahkan dimensi lain pada dramanya

yang berjudul “Anu”. Dramanya seakan dikuasai oleh dunia yang tidak

rasional (Umar Junus, 1986:51)

Karya sastra yang dianggap mewakili periode tahun tujuh puluhan antara

lain, Merahnya Merah (Iwan Simatupang, 1968), Kerng (Iwan Simatupang,

1972), Ziarah (Iwan Simatupang, 1969), Saraswati, Si Gadis dalam Sunyi (A.A

Navis, 1970), Telegram (Putu Wijaya, 1972), Stasiun (Putu Wijaya, 1975), dan

karya sastra novel lain. Novel-novel Indonesia tahun tujuh puluhan banyak

menggambarkan pengalaman kegelisahan, baik berupa kegelisahan sosial

Page 3: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

3

politik, batin, dan rumah tanggaa. Gambaran sosial yang dibawa pengarang

tersebut bertujuan untuk perubahan kondisi sosial politik yang masih dalam

gerak perubahan (Sumardjo, 1982). Gambaran tersebut sejalan dengan

pemikiran Lenin mengenai realisme sosial bahwa terdapat hubungan dialektik

antara sastra dan kenyataan. Sastra dianggap menyajikan suatu tafsiran yang

tepat mengenai hubungan-hubungan di dalam masyarakat, begitu pula sastra

juga mendampingi masyarakat untuk menjadi lebih baik.

Namun demikian, seperti halnya ciri khas sastra mutakhir, kegelisahan

tersebut disusun sedemikian rupa sehingga tidak menampakkan kesan politis

(Heriyanto, dalam Luxembrug 1986: 170). Kecenderungan novel tahun tujuh

puluhan , pengarang lebih mempersoalkan bagaimana menyampaikan sesuatu

lebih penting dari persoalan ketersampaian suatu pesan kepada pembaca.

Persoalan dalam novel yang kompleks mencakup persoalan politik dan kuasa,

perbedaan nilai moral dan kehidupan, penilaian pribadi dan sosial tetapi

berbagai konflik yang saling berkaitan dan membentuk suatu kompleks

kekacauan yang tidak jelas alur ceritanya.

Sebagai produk budaya, karya sastra merupakan teks yang tidak dapat

dilepaskan dari praktik kehidupan berbudaya. Karya sastra menyuguhkan

wacana sejarah kehidupan, terilhami budaya lampau, teraktualisasi pada masa

kini, serta menawarkan inspirasi yang akan datang. Aspek waktu dan situasi

menempatkan karya sastra sebagai produk budaya yang mengikuti dan

memiliki kemungkinan mendahului zaman. Karya sastra berada dalam

pengaruh dan sekaligus berpotensi mempengaruhi perjalanan praktik budaya.

Karya sastra selalu berada dalam ketegangan budaya. Masa lampau, masa kini,

dan masa mendatang berada dalam proses tawar menawar untuk representasi

sebuah identitas. Tema-tema yang tertentu yang diproduksi karya sastra, seperti

korupsi, tindak kriminal adalah bagian dari ketegangan identitas budaya.

Identitas tersebut diproduksi, disodorkan, serta diatur hingga representasi

kembali pada identitas sirkuit budaya.

Karya sastra merupakan konstruksi yang rumit dan memerlukan

perhatian saksama. Sulit untuk mengajukan jawaban tunggal terhadap

pertanyaan bagaimana sastra dapat memberi sumbangan terhadap pemahaman

masalah-masalah penting yang filosofis, melainkan menuntut jawaban yang

bersifat plural. Melalui karya sastra manusia berpeluang untuk melakukan

objektifikasi penghayatannya yang subjektif. Karya sastra bagi pengarang

adalah sarana untuk mengungkapkan berbagai permasalahan dalam

Page 4: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

4

kehidupan, di samping fungsi lainya. Semakin kompleks permasalahan

kehidupan, maka semakin kompleks pula fungsi dan muatan karya sastra.

1.2 Fokus penelitian

Berpijak pada fokus studi kajian budaya atau cultural studies (CS) ini

adalah pada aspek relasi budaya dan kekuasaan yang dapat dilihat dalam

budaya masyarakat. Penelitian dalam cerpen ini mengarah citra kontruksi

kekuasaan masyarakat jawa yang mengacu pada (1) penanda kekuasaan dalam

cerpen “Patung Tak Bermuka” karya Tjahyono Widarmanto, (2) pelaku

kekuasaan dalam cerpen“Patung Tak Bermuka” karya Tjahyono Widarmanto,

(3) sebab-sebab kekuasaan dalam cerpen “Patung Tak Bermuka” karya

Tjahyono Widarmanto, (4) efek kekuasaan dalam cerpen “Patung Tak

Bermuka” karya Tjahyono Widarmanto, dan (5) sanksi kekuasaan dalam

cerpen “Patung Tak Bermuka” karya Tjahyono Widarmanto

1.3 Tujuan Penulisan

Studi yang menggunakan pendekatan cultural studies ini bertujuan

memberikan alternatif kajian terhadap karya sastra yang dilihat sebagai produk

budaya terhadap kekuasaan. Pendekatan ini membuka peluang yang lebih luas

kepada kritikus sastra untuk menelaah konsep cultural studies ke dalam (1)

penanda kekuasaan dalam cerpen “Patung Tak Bermuka” karya Tjahyono

Widarmanto, (2) pelaku kekuasaan dalam cerpen“Patung Tak Bermuka” karya

Tjahyono Widarmanto, (3) sebab-sebab kekuasaan dalam cerpen “Patung Tak

Bermuka” karya Tjahyono Widarmanto, (4) efek kekuasaan dalam cerpen

“Patung Tak Bermuka” karya Tjahyono Widarmanto, dan (5) sanksi kekuasaan

dalam cerpen “Patung Tak Bermuka” karya Tjahyono Widarmanto

1.4 Manfaat Teoritis

1. mengukuhkan cultural studies sebagai displin yang relativf baru dalam

perkembagan ilmu pengetauan

2. membagun sinergi antara kajian budaya dengan kajian sastra

3. menghasilkan temuan, kaidah, dn implikasi teoretis yang berkaitan

dengan cultural studies dalam cerpen Indonesia, khususnya dalam

konsep kesenjangan ekonomi politik

4. juga diharapkan dapat dirumuskan model penelitian interdisipliner

dalam berbagai kemungkinan pada waktu selanjutnya, dan

5. menerapkan parallel reading antara teksastra ( tema ekonomi sosial

politik) dan cultural studies (teks nonsastra).

Page 5: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

5

1.5 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat praktis dalam

kehidupan nyata terkait dengan masalah sosial ekonomi politik dan budaya di

Indonesia. Berdasarkan penelitian ini diharapkan dapat:

1. menimbulkan kesadaran (awareness) terhadap persoalan sosial

ekonomi politik dan budaya bagi generasi muda dengan

mengggunakan sastra sebagai medium.

2. isi cerpen secara sosiologis adalah representasi kehidupan masyarakat.

3. memberi inspirasi dan dorongan agar pembelajaran sastra juga memiliki

kepedulian terhadap isu-isu actual sebagai realisasi pendidikan

berkeadilan dan pendidikan karakter.

4. sebagai konsekuensi, penerbitan dan pengadaan cerpen-cerpen yang

berkaitan dengan tema sosial ekonomi politik dan budaya diharapkan

dapat disebarluaskan ke masyarakat dan institusi pendidikan sebagai

sarana pembelajaran

5. sebagai inspirasi rekonstruksi berpikir antara sosial ekonomi politik

dan budaya dan cultural studies

1.6 Definisi Istilah

a. Pencitraan

Pencitraan adalah wacana dan inskripsi yang menjadi sejarah mentalitas

dalam kerangka espisteme sebagai tampilan hayatan, renungan, ingatan,

pikiran, gagasan, dan pandangan tentang konstruksi realitas budaya di tengah

konteks dan proses dialektika budaya tertentu. Oleh karena itu, karya sastra

selalu menghadirkan kisah dan berita tentang konstruksi realitas budaya yang

dihayati, direnungi, diingat, dipikirkan, digagas, dan dipandang oleh sastrawan.

b. Kontruksi Kekuasaaan

Kontruksi kekuasaan adalah paradigma yang menyatukan kehidupan

sosial, kekuasaan yang menekan dan menempatkan sekelompok orang di

bawah orang lain. Kajian budaya menunjukkan perhatian khusus terhadap

kelompok-kelompok pinggiran, pertama-tama karena soal kelas, ras, gender,

kebangsaan, kelompok umur. Etnis jawa dengan ideologi kekuasaan tecermin

dalam konteks sosial politik masyarakat Indonesia yang dominan menjadi tema

dalam cerpen “Patung Tak Bermuka” karya Tjahyono Widarmanto.

Page 6: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

6

c. Cultural Studies

Cultural studies (kajian budaya) adalah studi tentang ilmu budaya sebagai

pemaknaan masyarakat terhadap parktik kehidupan yang mempelajari

produksi, distribusi, pertukaran, dan penerimaan pemaknaan secara tekstual.

Dengan demikian kajian penelitian interdisipliner yang mengeksplorasi atau

menguraikan pembentukan dan pemakaian gugus peta makna. Kajian budaya

adalah proses pembentukan wacana yang berkaitan dengan kebudayaan dan

dikelola dengan cara tertentu yang terkait dengan isu kekuasaan dalam praktik

pemaknaan dalam kehidupan manusia

Page 7: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Cultural Studies (Kajian Budaya)

Kajian budaya atau cultural studies adalah disiplin ilmu baru yang

memiliki konsep dan metodologi tersendiri sedangkan studi tentang budaya

adalah studi tentang kebudayaan yang berlaku secara umum dan dilakukan

oleh berbagai disiplin akademik yang telah ada. Kajian budaya memberikan

pengertian budaya sebagai “teks” dan praktik hidup sehari-hari (Storey,

2008:2). Budaya adalah kumpulan praktik sosial yang melaluinya makna

diproduksi, disirkulasikan, dan dipertukarkan. Lebih kompleks Stuart Hall

memberikan pengertian budaya adalah lingkungan aktual untuk berbagai

praktik, representasi, bahasa, dan adat istiadat masyarakat tertentu. Juga

berbagai bentuk akal sehat yang saling kontradiktif yang berakar dan

membantu membentuk dalam kehidupa rang banyak. (Barker, 2009:8). Adapun

kajian budaya dimaknai sebagai studi sosial yang mempelajari produksi,

distribusi, pertukaran, dan penerimaan pemaknaan secara tekstual.

Williams mendefinisikan konsep budaya menggunakan pendekatan

universal, yaitu konsep budaya mengacu pada makna-makna bersama. Makna

ini terpusat pada makna sehari-hari: nilai, benda-benda material/simbolis,

norma. Kebudayaan adalah pengalaman dalam hidup sehari-hari: berbagai teks,

praktik, dan makna semua orang dalam menjalani hidup mereka (Barker, 2000:

50-55). Kebudayaan yang didefinisikan oleh Williams lebih dekat ‘budaya’

sebagai keseluruhan cara hidup.

Kebudayaan diselidiki dalam beberapa term. Pertama, institusi-institusi

yang memproduksi kesenian dan kebudayaan. Kedua, formasi-formasi

pendidikan, gerakan, dan faksi-faksi dalam produksi kebudayaan. Ketiga,

bentuk-bentuk produksi, termasuk segala manifestasinya. Keempat, identifikasi

dan bentuk-bentuk kebudayaan, termasuk kekhususan produk-produk

kebudayaan, tujuan-tujuan estetisnya. Kelima, reproduksinya dalam perjalanan

ruang dan waktu, serta cara pengorganisasiannya.

Jika dibandingkan dengan pendapat John Storey, konsep budaya lebih

diartikan sebagai secara politis ketimbang estetis. Dan Storey beranggapan

‘budaya’ yang dipakai dalam CS ini bukanlah konsep budaya seperti yang

didefinisikan dalam kajian lain sebagai objek keadiluhungan estetis (‘seni

tinggi’) atau sebuah proses perkembangan estetik, intelektual, dan spritual,

Page 8: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

8

melainkan budaya sebagai teks dan praktik hidup sehari-hari (Storey, 2008: 2).

Dalam hal ini nampaknya Storey setuju dengan definisi ‘budaya’ menurut

Raymonds Williams, lain halnya dengan Stuart Hall yang lebih menekankan

‘budaya’ pada ranah politik.

To say that two people belong to the same culture is to say that

they interpret the world in roughly the same ways and can express

themselves, their thoughts and feelings about the world, in ways

which will be understood by each other. Thus culture depends on

its participants interpreting meaningfully what is happening

around them, and `making sense’ of the world, in broadly similar

ways.(Hall, 1997: 2)

Menurut Bennet istilah culture digunakan sebagai payung istilah

(umbrella term) yang merujuk pada semua aktivitas dan praktek-praktek yang

menghasilkan pemahaman (sense) atau makna (meaning). Baginya budaya

berarti :

"Kebiasaan dan ritual yang mengatur dan menetukan hubungan

sosial kita berdasarkan kehidupan sehari-hari sebagaimana

halnya dengan teks-teks tersebut-sastra, musik, televisi, dan

film-dan melalui kebiasaan serta ritual tersebut dunia sosial

dan natural ditampilkan kembali atau ditandai-dimaknai-

dengan cara tertentu yang sesuai dengan konvensi

tertentu.”(Bennet 1980: 82-30)

Kajian budaya, segala aktivitas dianggap sebagai “teks” sehingga

segala objek yang dijadikan kajian dapat dipahami dan dianalisis sebagaimana

kita membaca teks. Yang berbeda adalah bagaimana membacanya sehingga

aspek-aspek yang diberikan perhatian juga berbeda-beda (Ratna, 2007:27),

membaca dalam konteks ini berada dalam sebuah transaksi yang tidak hanya

melibatkan naskah kesusastraan yang verbal, namun dapat pla berupa karya

dalam media visual. Kajian budaya merupakan suatu pembentukan wacana,

yaitu bangunan-baguna gagasan, citra-citra, dan praktik yang menyediakan

cara untuk mebicarakan topik, aktivitas sosial atau arena institusional dalam

masyarakat. Cara-cara tersebut dapat berbentuk pengetahuan dan tindakan

yang terkait dengannya. Barker merinci unsur yang harus ada dalam kajian

pengertian budaya adalah (1) arena interdisipliner, (2) terkait dengan semua

praktik, (3) bentuk kekuasaan yang dieksplorasi kajian budaya, dan (5)

berhubungan dengan gerakan sosial dan gerakan politik, para pekerja dalam

institusi kultural, dan manajemen kultural.

Bertolak dari unsur-unsur di atas, dapa disimpulkan bahwa kajian

budaya adalah sebuah kajian penelitian interdisipliner yang mengeksplorasi

Page 9: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

9

atau menguraikan pembentukan dan pemakaian gugus peta makna. Dengan

kata lain, kajian budaya adalah proses pembentukan wacana yang berkaitan

dengan kebudayaan dan dikelola dengan cara tertentu yang terkait dengan isu

kekuasaan dalam praktik pemaknaan dalam kehidupan manusia (Barker

2009:36)

2.2 Kebudayaan dan Praktik Pemaknaan

Elemen inti kajian budaya adalah kebudayaan. Konsep kebudayaan

adalah lingkuangan aktual dalam berbagai praktik, representasi, bahasa, adat

istiadat masyarakat tertentu, serta berbagai bentuk pemikiran yang berakar dan

membentuk kehidupan masyarakat. Dalam pandangan kajian budaya, bahasa

bukanlah media netral bagi pembentukan makna dan pengetahuan tentang

objek independen yang ada di luar bahasa tapi merupakan bagian utama dari

makna dan pengetahuna tersebut. Bahasa memberi makna pada objek material

dan praktik sosial ang dibeberkan sehingga kita dapat memikirkan nya dalam

konteks yang dibatasi oleh bahasa. Memahami kebudayaan berarti

mengeksplorasi bagaimana makna dihasilkan secara simbolis dalam bahasa

sebagai suatu sistem signifikansi.

Dalam buku Cultural Studies:Theory and Practice (Barker,2009:200)

menjelaskan konsep-konsep penting dalam kajian budaya meliputi kebudayaan,

praktik pemaknaan, representasi, politik kultural, posisionalitas, materialisme

kultural, formasi sosial, kekuasaan, ideologi, hegemoni teks, identitas, wacana

dan pembentukan wacana.

2.3 Representasi

Representasi merpakan pusat permasalahan terbesar dalam kajian

budaya, yaitu bagaimana dunia ini dikontruksi dan disajikan secara sosial

kepada dan oleh diri kita. Unsur utama kajian budaya dapat dipahami sebagai

sebagai studi atas kebudayaan sebagai praktik signifikansi representasi.

Representasi menjelaskan suatu proses bahwa arti (meaning) diproduksi

dengan menggunakan bahasa dan dipertukarkan oleh antaranggota

kelompkmda;am sebuah kebudayaan. Bahasa merupakan praktik simbolik

dengan menggunakan berbagai konsep dan tanda yang dibangun oleh

masyarakat pemakainya. Konstruksi makna dapat dibentuk oleh masyarakat

melalui bahasa sebagai sistem semiotik dan yang lebih luas sebagai sistem

wacana.

Page 10: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

10

2.4 Kontruksi Kekuasaan

Konstruksi kekuasaaan adalah pikiran, gagasan, dan pandangan tentang

realitas budaya yang dikongkretisasi (peristiwa-sebagaimana-ia-dikisahkan),

bukanlah (dan memang tidak dimaksudkan sebagai) salinan lengkap dan murni

tentang realitas budaya Jawa (peristiwa-sebagaimana-ia-terjadi). Jadi, kontruksi

kekuasaan di sini adalah wujud realitas budaya dalam karya sastra yang

mengacu pada konstruksi literer .

Hal tersebut menunjukkan bahwa karya sastra — baik puisi maupun

prosa fiksi adalah wacana sekaligus inskripsi yang selalu mengkonstruksikan

realitas budaya yang mencerminkan dominasi kekuasaan berlandaskan

espisteme tertentu. Yang terkonstruksi di dalam karya sastra adalah realitas

nilai budaya tertentu sehingga episteme realitas nilai budaya dalam ideologi

kekuasaa hadir dalam teks sastra. Dikatakan demikian karena (1) sebagai

sistem lambang budaya, sastra bersangkutan dengan dunia hayatan, renungan,

ingatan, pikiran, gagasan, dan pandangan yang membentuk episteme makna

dan nilai tertentu dalam konteks dan proses dialektika budaya tertentu;dan (2)

sebagai sejarah mentalitas, sastra bersangkutan dengan gagasan, ideologi

kekuasaan, orientasi nilai, dan mitos;serta (3) sebagai wacana dalam kerangka

episteme tertentu, sastra selalu bersangkutan dengan konstruksi pengetahuan

budaya tertentu (Damono, 1984; 1993; Kleden, 1986). Hal ini mengimpli-

kasikan bahwa sastra selalu terlekati nilai budaya tertentu karena keberadaan

dan kedudukannya sebagai sistem lambang budaya membuatnya selalu

terlekati nilai budaya dalam konteks dan proses dialektika budaya tertentu tak

terkecuali dalam hal mengkontruksi kekuasaan.

Berdasarkan hal tersebut sastra Indonesia dapat disebut sebagai sistem

lambang budaya bangsa dan masyarakat-bangsa Indonesia (bukan kerumunan

etnis semata-mata). Ia merupakan wacana sekaligus inskripsi yang menjadi

fakta mentalitas, fakta kesadaran kolektif budaya, dan atau fakta sosial dari

bangsa dan masyarakat-bangsa Indonesia. Secara niscaya ia berpangkal dan

berhulu pada realitas budaya Indonesia (bandingkan Teeuw, 1980). Di sini

karya sastra Indonesia menyiratkan episteme tertentu tentang realitas nilai

budaya dan ideologi di Indonesia. Dengan kata lain, karya sastra Indonesia

dapat dipandang sebagai wacana sekaligus inskripsi yang menjadi sejarah

mentalitas yang dikerangkai oleh episteme tentang realitas nilai budaya dari

bangsa dan masyarakat-bangsa Indonesia. Ia terikat oleh konteks dan proses

dialektika budaya Indonesia. Di sinilah tampil atau hadir hayatan, renungan,

Page 11: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

11

ingatan, pikiran, gagasan, danideologi kekuasaan sebagai cara pandang tentang

konstruksi realitas budaya (di) Indonesia khususnya konstruksi realitas

kekuasaan (di) Indonesia dalam paradigma keindonesiaan (budaya Indonesia).

Konstruksi realitas nilai budaya yang mencakup aspek kekuasaan di

Indonesia dalam sastra Indonesia tersebut tampak dalam sejarah perkembangan

sastra Indonesia. Ini dapat disimak dalam teks sastra Indonesia, misalnya Salah

Asuhan, Layar Terkembang, Sitti Nurbaya, dan Belenggu. Keempat prosa fiksi

penting dalam sejarah sastra Indonesia ini merupakan wacana sekaligus

inskripsi yang menghadirkan kisah dan berita hayatan, renungan, ingatan,

pikiran, gagasan dan ideologi kekuasaan pengarang, dan pandangan tentang

pergulatan dan perjuangan mencari nilai budaya baru dalam konteks semangat

zaman, budaya bangsa, dan masyarakat Indonesia. Sampai sekarang, prosa

fiksi Indonesia tetap mengkonstruksikan pencarian identitas dan sosok nilai

budaya Indonesia dalam paradigma kekuasaan dan dominasi politik

keindonesiaan baik keindonesiaan masyarakat maupun keindonesiaan budaya

(bandingkan Kayam, 1991; 1992; Sastrowardoyo, 1989; Mohamad, 1993).

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa wacana sastra Indonesia telah menjadi

konstruksi perubahan tata nilai budaya dan ideologi kekuasaan di Indonesia.

Hal tersebut mengimplikasikan bahwa sastra Indonesia

mengkonstruksikan nilai budaya dan ideologi kekuasaan di Indonesia dalam

paradigma keindonesiaan. Mengingat bangsa dan masyarakat-bangsa

Indonesia--tempat asal, berangkat, dan berkembang para sastrawan Indonesia--

demikian majemuk budaya tradisi-etnisnya, tentulah sastra Indonesia

mengkonstruksikan hayatan, renungan, ingatan, pikiran, gagasan dan ideologi

kekuasaan, dan pandangan tentang beraneka ragam nilai budaya tradisi-etnis di

Indonesia (bandingkan Sastrowardoyo, 1989). Nilai budaya dari berbagai

tradisi-etnis di Indonesia tentulah dihayati, direnungi, diingat, dipikirkan,

digagas, dan dipandang oleh sastrawan Indonesia untuk kemudian

dikonstruksikan ke dalam wacana sastra Indonesia terutama teks prosa fiksi

Indonesia (simak Teeuw, 1980; 1994; Kuntowijoyo, 1987; 1994). Jadi, teks

sastra Indonesia terutama teks prosa fiksi Indonesia tentulah merupakan

wacana sekaligus inskripsi yang menjadi konstruksi nilai budaya dan ideologi

kekuasaan tradisi-etnis di Indonesia.

Salah satu budaya tradisi-etnis di Indonesia adalah budaya Jawa.

Sekarang, nilai-nilai budaya tradisi-etnis Jawa sedang bertransformasi

sedemikian hebat dan besar. Berbagai fenomena wacana sastra Indonesia

terbukti menunjukkan bahwa nilai budaya tradisi-etnis Jawa tampak

Page 12: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

12

terkonstruksi dengan kekuasaan yang dominan dalam teks sastra Indonesia.

Burung-burung Manyar (Y.B. Mangunwijaya), tetralogi Bumi Manusia, Anak

Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca (Pramoedya Ananta Toer),

Kothbah di Atas Bukit (Kuntowijoyo), Canting (Arswendo Atmowiloto),

Asmaradana (Goenawan Mohamad), Ki Blaka Suta Bla Bla (Darmanto

Jatman), dan Pengakuan Pariyem (Linus Suryadi A.G.), misalnya,

mekonstruksikan transformasi kekuasaan dalam nilai budaya. Konstruksi nilai

budaya jawa ini terjadi karena banyak sastrawan Indonesia yang berangkat

dari dan dibesarkan dalam asuhan budaya tradisi-etnis Jawa serta berminat

pada fenomena budaya Jawa dan pola kekuasaan yang dianutnya.

Dengan demikian kontruksi konsep kekuasaan pada nilai budaya

masyarakat jawa dipandang pada setiap level hubungan sosial. Hal tersebut

sejalan dengan pendapat Barker (2008:11) bahwa kekuasaan adalah perekat

yang menyatukan kehidupan sosial, kekuasaan yang menekan dan

menempatkan sekelompok orang di bawah orang lain. Kajian budaya

menunjukkan perhatian khusus terhadap kelompok-kelompok pinggiran,

pertama-tama karena soal kelas, ras, gender, kebangsaan, kelompok umur.

Etnis jawa dengan ideologi kekuasaan tecermin dalam konteks sosial politik

masyarakat Indonesia.

2.5 Teks dan Pembaca (Hermeneutika dan Interpretasi)

Makna yang dibaca kritikus dalam teks kultural tidak sama yang

diproduksi oleh audiens atau pembaca. Teks sebagai bentuk representasi

bersifat polisemis yang mengandung beragam kemungkinan makna yang harus

disadari oleh pembaca aktual yang memberi kehidupan pada kata-kata dan

citra-citra. Meski kita dapat menelaah cara kerja suatu teks, kita tidak dapat

hanya membacaproduksi mana audiens berdasarkan analisis tekstual. Makna

diproduksi dalam interaksi antara teks dan pembacanya sehingga momen

konsumsi juga momen produksi yang penuh makna. Interpretasi merupakan

proses yang unik. Interpretasi hadir sebagai langkah pemaknaan pembaca

terhadap teks yang sedang dikaji dengan menggayutkan tafsiran dalam teks dan

realita. Pemkanaan teks dan konteks menjadi sangat penting agar menghasilkan

dominasi pola pikir yang sempurna terhadap pemaknaan teks.

2.6 Karya Sastra Sebagai Dokumen Sosial Budaya

Dalam sosiologi sastra pembicaraan yang memfokuskan karya sastra

sebagai dokumen sosial budaya adalah model yang paling banyak dikenali.

Page 13: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

13

Karya sastra sebagai dokumen sosial budaya mencatat kenyataan sosiobudaya

suatu masyarakat pada masa tertentu. Karya sastra tidak dilihat secara

keseluruhan. Kesatuan karya sastra sebagai kesemestaan sosial berlangsung

sepanjang sejarah. Tidak ada karya sastra yang sama sekali terlepas dari

kehidupan sosial, termasuk karya sastra yang paling absurd. Representasi karya

sastra mencakup 1) karya yang lebih melaporkan suatu peristiwa, 2) karya

yang berusaha menghubungkan suatu cerita dengan peristiwa tertentu, 3) karya

yang lebih memindahkan ceritanya dengan suatu peristiwa tertentu, 4) karya

yang lebih memberikan reaksi terhadap suatu keadaan sehingga penulisn ya

boleh menentukan sendiri arahnya, dan 5) katya ang dihasilkan melalui suatu

proses sehingga yang lahir adalah suatu peristiwa yang tak berhbubgan dengan

peristiwa yang menjadi sumber ceritanya.

2.7 Sosiologi sastra

Sosiologi sastra sebagai suatu ilmu memiliki sebuah teori dan

metodologi. Wellek dan Warren dalam Damono (1978:3) menyusun

klasifikasi sebagai berikut: 1) sosiologi pengarang yang memasalahkan status

sosial, ideology sosial, dasn pengarang yang menyangkut pengarang sebagai

penghasil sastra. 2) sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra itu

sendiri; apa yang tersirat dan apa yang menjadi tujuan dalam karya sastra. 3)

sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra.

Wellek mengartikan sosialogi sastra hadir untuk masyarakat sebagai

aktualisasi dan pola pikir diri dengan melihat kompleksitas permasalahan di

masyarakat. Wellek meyakini bahwa sastra pengarang akan mampu

memberikan dampak perubahan dan paradigma berpikir mulai dari budaya

yang mencakup sosial, ekonomi, politik, bahkan ideologi.

Pendekatan sosiologi sastra yang paling terkemuka dalam ilmu sastra

adalah Marxisme. Kritikus-kritikus Marxis biasanya mendasarkan teorinya

pada doktrin Manifesto Komunis (1848) yang diberikan oleh Karl Marx dan

Friedrich Engels, khusunya terhadap pernyataan bahwa perkembangan evolusi

historis manusia dan institusi-institusinya ditentukan oleh perubahan mendasar

dalam produksi ekonomi. Peruhanan itu mengakibatkan perombakan dalam

struktur kelas-kelas ekonomi, yang dalam setiap jaman selalu bersaing demi

kedudukan sosial ekonomi dan status politik. Kehidupan agama, intelektual,

dan kebudayaan setiap jaman -termasuk seni dan kesusastraan - merupakan

'ideologi-ideologi' dan 'suprastruktur-suprastruktur' yang berkaitan secara

Page 14: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

14

dialektikal, dan dibentuk atau merupakan akibat dari struktur dan perjuangan

kelas dalam jamannya (Abrams, dalam Faruk 2012).

Bagi Marx, sastra dan semua gejala kebudayaan lainnya mencerminkan

pola hubungan ekonomi karena sastra terikat akan kelas-kelas yang ada di

dalam masyarakatnya. Oleh karena itu, karya sastra hanya dapat dimengerti

jika dikaitkan dengan hubungan-hubungan tersebut (Van Luxemburg, 1986:24-

25). Menurut Lenin, seorang tokoh yang dipandang sebagai peletak dasar bagi

kritik sastra Marxis, sastra (dan seni pada umumnya) merupakan suatu sarana

penting dan strategis dalam perjuangan proletariat melawan kapitalisme.

Ian Watt (1964:3000-313 dalam Damono 1978) menyusun klasifikasi

sosiologi sastra sebagai berikut : 1) konteks sosial pengarang yang mencakup

posisi sosial wartawan dalam masyarakat dan kaitannya degan masyarakat,

termasuk didalamnya faktor sosial yang mampu mempengaruhi diri pengarang

sebagai perseorangan di samping mempengaruhi isi karya sastranya. 2) sastra

sebagai cermin masyarakat; cermin keadaan masyarakat, namun kata “cermin”

dapat diartikan lagi tidak mencerminkan kondisi masyarakat saat itu karena

keadaan sudah tidak sama dalam waktu proses penulisan karya tersebut. 3)

fungsi sosial sastra, sastra berkaitan dengan nilai sosial dan alat edukasi serta

hiburan bagi masyarakat.

Umur Junus (1986:3) mengemukakan bahwa yang menjadi

pembicaraan dalam telaah sosiologi sastra adalah sebagai berikut : 1) karya

sastra dilihat sebagai dokumen sosio-budaya, 2) penelitian mengenai

penghasilan dan pemasaran karya sastra, 3) penelitian tentang penerimaan

masyarakat terhadap sebuah karya sastra seorang penulis tertentu dan apa

sebabnya, dan 4) pengaruh sosio budaya terhadap penciptaan karya sastra,

pendekatan Marxis yang berhubungan dengan pertentangan kelas.

Dengan demikian dapat disimpilkan bahsa sastra tidak terlepas dari

kehidupan masyarakat. Pengarang mengolah daya faktual menjadi sajian sastra

yang memberikan ideologi kepada pembaca. Rekap sosial budaya akan

terkejawantahkan dalam dunia sastra. Antara sastra dan msyarakat terjadi

hubungan kausalitas. Sastra adalah produk budaya dalam masyarakat.

2.8 Dari Mimetik ke Representasi

Page 15: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

15

Konsep mimesis ala Aristoteles yang sering ditafsirkan secara sempit

(Luxemberg, 1986:18). Mimesis menampilkan yang universal dalam perbuatan

manusia lalu ditafsirkan seolah-olah seorang pengarang menciptakan tipe-tipe

sosial yang khas bagi suatu tempat atau kurun waktu tertentu. Ini terjadi pada

zaman Renaissance. Pada zaman tersebut “imitasi” terhadap suatu gaya hidup

tertentu dikaitkan dengan suatu gaya sastra tertentu (Luxemberg, 1986:18).

Misalnya, sebuah karya sastra tragedi dituntut ditampilkannya tokoh-tokoh

berkedudukan tinggi di dalam masyarakat, sedangkan komedi orang-orang dari

rakyat jelata (Luxemberg, 1986:18).

Teori mimesis yang mempunyai satu unsur yang sama, yaitu bahwa

perhatian diarahkan kepada hubungan antara gambar dan apa yang

digambarkan. Tolok ukur estetik pertama adalah sejauh mana gambar itu sesuai

dengan kenyataan, apakah kenyataan itu dunia ide, dunia yang universal atau

dunia yang khas, itu tidak begitu penting (Luxemberg, 1986:19).

Beberapa bahasan tersebut menunjukkan bahwa kausalitas terjadi

dalam ruang penulisan sastra. Sastra adalah pengejawantahan fakta dalam daya

pemikiran yang intuitif sedangkan fakta adalah dasar penyampaian ekspresi

ide dalam diri pengarang.

Page 16: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

16

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini berada dalam naungan Kajian budaya (cultural studies)

yang memperlakukan budaya sebagai teks kehidupan dan tempat teks hidup.

Novel adalah teks budaya yang “mempermainkan bahasa” dengan kode

fiksionalnya. Di sisi lain, novel juga mempresentasikan konteks atau praktik

kehidupan. Teks dan praktik merekonstruksikan berbagai fenomena yang harus

diinterpretasikan, dianalisis, dbiandingkan, dan dideskripsikan oleh peneliti.

Sebagai penelitian teks, secara umum penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif eksploratif karena sesuai dengan karakteristik atau data atau objek

penelitian.

Penggunaan pendekatan wacana dan pendekatan realita juga diterapkan

dalam penelitian ini; menggunakan metode parallel reading. Pendekatan

wacana menekankan pada penelitian pustaka dan pendekatan realita

menekankan penelitian lapangan. Kajian budaya berhubungan dengan

permasalahan masyarakat kecil tepatnya kaum proletar yang menjadi

konsumen karya karya populer itu dengan cara produsi indudtrial yang

memproduksi karya-karya tersebut. Hal tersebut mengacu pada penerapan

kritik sastra struktural dan diskursif yang akan membuktikan sifat konstruktif

dari subjek (identitas) dan realitas, serta adanya kekuatan ekonomi politik

yang terlibat dalam kontruksi tersebut.

Data penelitian ini berupa teks novel yang diungkapkan dalam bentuk

kata-kata atau kalimat. Data ini bersifat permukaan atau simbolis yang analisis

tekstualnya secara satu arah. Data atau objek penelitian ini bersifat

kontekstual. Peneliti memegang peran penting dalam menentukan kontruks

teks dan simpulannya. Dengan menggunakan analisis eksploratif dengan media

kritik pragmatik, masalah kekuasaan tersebut akan dibandingkan dengan

konteks/praktik sehingga ditemukan aspek pemasik dan pengawas norma

masyarakat, fenomena sosial budaya, ekonomi politik, serta pranata sosial.

3.2 Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah cerpen yang berjuduk “Patung Tak

Bermuka” Karya Tjahyono Widarmanto yang mengangkat kontuksi kekuasaan

masyarakat Jawa dengan tema utama ekonomi politik.

3.3 Data Penelitian

Page 17: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

17

Data penelitian ini merupakan fragmentasi atau penyeleksian ketat dari

data yang berkaitan dengan kekuasaan dalam konsep citra konstruksi

kekuaaaan dari teks cerpen maupun konteks/praktik yang menyertainya.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengmpulan data penelitian ini dilakukan dengan teknik dokumentasi.

Data yang dikumpulkan berasal dari sumber-sumber tertulis atau pustaka

berupa teks novel dan konteks/praktik yang terjadi dalam kehidupan

masyarakat. Ada beberapa tahapan yang dilakukan untuk mendapatkan data

yang akurat pada penelitian ini. Tahapan pertama adalah membaca dan

memahami alur cerita teks novel dan kemudian menentukan topik yang akan

diteliti, kemudian peneliti mulai memilih, memilah, dan mengklasifikasikan

data yang dibutuhkan dalam penelitian. Setelah semua data yang dibutuhkan

terkumpul, penulis melakukan evaluasi atau pemeriksaan kembali terhadap

data-data tersebut.

Dalam tahapan pengkajian data, penulis mengawali dengan mengkaji

hal-hal yang menyiratkan adanya fakta-fakta tentang penanda kekuasaan

kemudian mengidentifikasi fakta-fakta tersebut dengan memberikan bukti-

bukti yang relevan dengan teori. Dalam hal ini peneliti lebih menekankan pada

aspek citra kontruksi kekuasaan yang menjadi dasar penelitian dalam ranah

cultural studies yakni (1) penanda kekuasaan dalam cerpen, (2) pelaku

kekuasaan kekuasaan dalam cerpen, (3) sebab-sebab kekuasaan kekuasaan

dalam cerpen kekuasaan dalam cerpen, (4) efek kekuasaan, dan (5) sanksi

kekuasaan kekuasaan dalam cerpen.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data menggunakan modifikasi lingkar hermeneutik

yang ditawarkan oleh Ricoucer (2078:152) diawali dengan perenggutan makna

teks untuk sementara, dilanjutkkan tahap validasi,komprehensi, dan mencari

kaitan antara teks dengan konteks/praktik dalam kehidupan.

Adapun Teknik analisis data tersebt dalam langkah-langkah deskriptif-

interpretatifnya adalah sebagai berikut:

(1) memahami novel-novel secara struktural sebagai modal anaisis tematis.

Citra konstruksi kekuasaan yang yang menjadi dasar penelitian dalam

ranah cultural studies yakni (1) penanda kekuasaan dalam cerpen, (2)

pelaku kekuasaan kekuasaan dalam cerpen, (3) sebab-sebab kekuasaan

kekuasaan dalam cerpen kekuasaan dalam cerpen, (4) efek kekuasaan,

dan (5) sanksi kekuasaan kekuasaan dalam cerpen.

Page 18: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

18

(2) menentukan untuk sementara unsu-unsur yang menjadi dasar penelitian

dalam ranah cultural studies yakni (1) penanda kekuasaan dalam cerpen,

(2) pelaku kekuasaan kekuasaan dalam cerpen, (3) sebab-sebab

kekuasaan kekuasaan dalam cerpen kekuasaan dalam cerpen, (4) efek

kekuasaan, dan (5) sanksi kekuasaan kekuasaan dalam cerpen.

(3) melakukan validasi dan komprehensi unsur-unsur lingkungan yang

terkandung dalam teks cerpen secara timbal balik dan berulang sehingga

ditemukan hubungan antarunsur-unsurnya dengan konteks citra kontruksi

kekuasaan tokoh.

(4) menemukan hubungan timbal balik citra kontruksi kekuasaan mencakup

(1) penanda kekuasaan dalam cerpen, (2) pelaku kekuasaan kekuasaan

dalam cerpen, (3) sebab-sebab kekuasaan kekuasaan dalam cerpen

kekuasaan dalam cerpen, (4) efek kekuasaan, dan (5) sanksi kekuasaan

kekuasaan dalam cerpen dengan dalam ranah sosial ekonomi dan politik

di kalangan masyarakat.

(5) menarik simpulan berdasarkan dengan konsep sastra yang berwawasan

culture studies dan mengkomparasikan dengan realita dalam ranah sosial

ekonomi dan politik di kalangan masyarakat.

3.6 Pemeriksaan Keabsahan (Data, Metode, Teori)

Menurut Lincoln & Guba (1985:300) beberapa cara dapat digunakan

untuk menguji kepercayaan penelitian, yaitu dilakukan baik secara formal

maupun informal dan secara terus-menerus.

Gambar 3.1 Uji Kepercayaan (Credibility) Data Penelitian Kualitatif

Uji kepercayaan (credibility) penelitian, yaitu: a) membaca secara tekun

berulang-ulang sumber data sehingga diperoleh data penelitian yang sahih

(tidak diragukan lagi keabsahannya) untuk mengungkap kedalaman, keluasan,

dan keajegan data, b) membaca secara cermat kata demi kata, frase demi frase,

kalimat demi kalimat, dan paragraf demi paragrafagar diperoleh makna yang

Page 19: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

19

pasti, c) uji triangulasi. Trianggulasi yang dilakukan penulis dalam penelitian

sastra ini adalah dengan pemerhati lingkungan serta para akademisi kuliah

yaitu: a) diskusi secara rutin dengan teman sejawat (focus group discussion)

mahasiswa pascasarjana jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia untuk membahas

setiap tahapan penelitian; c) analisis kasus negatif, yang dilakukan penulis

yaitu mencari data yang bertentangan dengan data yang telah penulis temukan.

Apabila penulis tidak menemukan lagi data yang berbeda atau bertentangan

dengan hasil temuan maka hasil temuan tersebut sudah dapat dipercaya; d)

member chek. Penulis selalu melakukan pengecekan informasi dan data terpilih

kepada cerita pendek dan novel yang dijadikan sumber data, secara bersamaan

(bolak-balik) sejak pengumpulan data, analisis data, dan penyimpulan.

Untuk menguji keteralihan (transferbility) dalam penelitian gerakan

sastraIndonesia, yang dilakukan penulis dengan teknik triangulasi konteks dan

waktu, serta teknik audit melalui membaca intensif dalam rentang waktu yang

panjang (dari tahun 2013-2015). Sedangkan untuk menguji kebergantungan

(dependenbility) penulis meminta kepada seorang ahli metode penelitian sastra

(selain promotor, kopromotor, dan penguji) untuk menilai apakah seluruh

rangkaian proses penelitian yang dilakukan penulis mulai dari penentuan fokus,

pengumpulan data, analisis data, sampai penyimpulan telah melalui langkah-

langkah penelitian atau prosedur yang benar.

Paradigma naturalistik memandang realitas itu ganda, dalam arti

memiliki banyak perspektif, dan erat kaitannya dengan keterikatan pada

konteks dan waktu (Lincoln & Guba, 1985:300). Dalam hal ini, pengujian

kepastian (corfirmability) dilakukan dengan cara membicarakan hasil

penelitian ekokritik dengan orang yang tidak terlibat dan tidak berkepentingan

dalam penelitian ini, dengan tujuan agar hasil penelitian lebih objektif.

Corfirmability dilakukan secara bersamaan sejak penentuan fokus penelitian,

pengumpulan data, analisis data, dan penyimpulan dalam penelitian kualitatif

deskriptif , para peneliti dapat dinyatakan sebagai instrument utama (key

instrument).

Pemeriksaan keabsahan data menggunakan model trianggulasi waktu.

Data yang pertama dijaring pada tahap pertama diuji konsistensinya dengan

cara membaca kembali sumber data semua untuk mendapatkan data kedua.

Data yang diperoleh pada tahap kedua dibandingkan dengan data yang

diperoleh pada pengumpulan data pertama. Proses tersebut dilakukukan

beberapa kali secara berselang hingga didapatkan data yang sah.

Page 20: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

20

Dalam hal ini pengujian dilakukan secara berulang-ulang dalam proses

melingkar secara metodologis sesuai dengan mengambil teori hermeunetik

dalam ranah ekokritik dan ecoimperialime (ekopolitik). Data yang tidak

konsisten disisihkan, atau ditambahkan agar validitasnya dapat dipertahankan.

Data yang konsisten akan bermuara pada fokus penelitian yaitu Citra

konstruksi kekuasaan yang yang menjadi dasar penelitian dalam ranah cultural

studies yakni (1) penanda kekuasaan dalam cerpen, (2) pelaku kekuasaan

kekuasaan dalam cerpen, (3) sebab-sebab kekuasaan kekuasaan dalam cerpen

kekuasaan dalam cerpen, (4) efek kekuasaan, dan (5) sanksi kekuasaan

kekuasaan dalam cerpen. Prinsip ini sejalan dengan hermeuniotik dan resepsi

literer yang menekankan pemaknaan teks secara terpadu dan timbal balik

antara bagian-bagiannya beserta totalitas teks tersebut. Pada tahap awal peneliti

juga menggunakan resepsi para ahli sastra dalam memilih sumber data antara

lain, Prof Dr. Haris Supratna, Dosen Pascasarjana Jurusan Bahasa dan Sastra

Indonesia di UNESA. Peneliti juga melakukan pengecekan keabsahan data

kepada mereka yang memiliki keahlian di bidang sastra.

Page 21: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

21

BAB IV

PEMBAHASAN

Penelitian ini pada dasarnya adalah eksplorasi pengetahuan mengenai dunia

fiksi cerpen dengan fenomena kekuasaan ekonomi politik yang berlaku dalam

masyarakat Jawa. Kekuasaan menjadi topik yang sangat dan masih relevan

dalam kehidupan bermasyarakat. Alih dan fungsi jabatan menjadi penting

dalam keberlangsungan hidup masyarakat. Akibat kekuasaan yang dimiliki

seseorang dalam komunitas akan menjadi single power dan menjadikan

seseorang selalu terobsesi untuk memberikan penekanan terhadapa keluarga

dan pihak lain yang dianggap akan bertentangan dengan niat penguasa tersebut.

Beberapa hal itulah yang tampak dalam cerpen citra kontruksi kekuasaan

masyarakat jawa yang mengacu pada (1) penanda kekuasaan dalam cerpen

“Patung Tak Bermuka” karya Tjahyono Widarmanto, (2) pelaku kekuasaan

dalam cerpen“Patung Tak Bermuka” karya Tjahyono Widarmanto, (3) sebab-

sebab kekuasaan dalam cerpen “Patung Tak Bermuka” karya Tjahyono

Widarmanto, (4) efek kekuasaan dalam cerpen “Patung Tak Bermuka” karya

Tjahyono Widarmanto, dan (5) sanksi kekuasaan dalam cerpen “Patung Tak

Bermuka” karya Tjahyono Widarmanto. Kajian yang dikembangan untuk

menganalisis beberapa fokus penelitian tersebut adalah cultural studies atau

kajian budaya.

4.1 Penanda Kekuasaan dalam Cerpen “Patung Tak Bermuka” Karya

Tjahyono Widarmanto

Kehidupan suami istri masyarakat Jawa adalah identik dengan

bagaimana menghormati suami dengan penuh tanggung jawab. Sosok Bune di

hadapan Bapak adalah wanita yang seta dengan kehidupan dalam hal apapun.

Tidak ada dalam wajah sosok yang njawani tersebut terlihat menentang,

malas, dan merasa capek dengan tokoh Bapak sebagai seorang suami dan

penguasa.

“Bu…Bu…Bune!” tiba-tiba laki-laki itu berteriak keras sambil

terbatuk. “Ada apa to Pak?”, terdengar lembut dai seorang wanita yang

muncul dari balik pintu…”tengkuk lelaki tua itu.”

“…Tidur, bagaimana aku bisa tidur kalau kedudukanku

terancam begini!” Jawab lelaki tua dengan nada tinggi, nyaris berteriak,

sambil memukulkan tinjunya di lengan kursi goyang itu.”

“Sudahlah Pakne, malam makin larut. Kita pikirkan hal itu

besok. Bapak kan kudu istirahat. Apalagi sejak tadi Bapak ngeses terus.

Bukankah kata Dokter Herman Bapak disuruh untuk ngurangi ngeses.”

Kata perempuan itu halus, sambil memijit –mijit.

Page 22: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

22

Kutipan tersebut menunjukkan kontruksi kekuasaan pada perempuan

hanya berorientasi budaya spiritual, tradisi/tradisional, dan dalam batas-batas

masih mitis-ontologis meskipun mereka sudah hidup di tengah zaman yang

sedang mengalami perubahan sosial, ekonomi, budaya, dan politis yang cukup

mendasar dan cepat. Perempuan sebagai istri dalam konteks masyarakat Jawa

harus memiliki sikap bijak dan cenderung mempertahankan satstus sosial

suami sebagai pimpinan dalam keluarga. Secara ideologi tokoh “Bune”

mencoba mengadakan perlawanan ide, namun nila dalam budaya jawa yang

akan mengkontruksi pembatasan kebebasan berkuasa. Hal tersebut

menunjukkan bahwa dalam cerpen ini masih mendukung dan berpihak kepada

konteks suami yag perlu dihormati.

Adapun citra kontruksi ideologi kekuasaan dalam cerpen “Patung Tak

Bermuka” ini mencakup (1) menganggap rendah orang lain, (2) menggunakan

multistrategi melalui kolega dan KKN, dan (3) konsep Hasta Brata. Pertama,

pola pikir menanggap rendah orang lain adalah salah satu ciri bahwa dalam

konteks masyarakat telah terjadi budaya dominasi. Penekenan terhadap subjek

tertentu dan penguasaan dominasi jabatan kelas atas berdampak pada

kesenjangan terhadap kelas bawah. Stratifikasi sosial baik dari aspek ekonomi,

politik, pendidikan sampai pada usia digunakan sebagai cara pandang yang

memiliki kekuatan. Tampak pada kutipan berikut

“Anak-anak muda itu memang ndak tahu diri. Ndak mau

matur suwun. Bukankah selama ini, selama aku menjadi gubernur di

propinsi ini, aku selalu mendanai semua organisasi mereka. Aku beri

semua fasilitas yang mereka inginkan. Aku beri kemudahan atau apa

saja yang mereka mau. Tapi, kenapa mereka tiba-tiba membuat

gerakan menolak kembali pencalonanku menjadi gubernur. Sungguh

tak tahu berterima kasih,” cerocos mulut lelaki itu sampai berbusa-

busa.”dan celakanya Bune, Titis, ragilmu itu lho, kok ya ikut-

ikutan,”keluh lelaki itu dengan kesal.

Kutipan tersebut menunjukkan adanya bangunan-bagunan gagasan dan

pencitraan yang selama ini dianggap telah dilakukan oleh tokoh Bapak.

Aktivitas sosial yang melingkupi tindakan selama menjadi gubernur dalam

perspektif culture studies adalah sebagai bentuk kekuasaan kultural yang

dimiliki. Dengan demikian citra kontruksi kekuasaan masyarakat Jawa dapat

ditandai dengan adanya anggapan bahwa dalam kelompok masyarakat harus

ada pamrih budi untuk keberlangsungan kehidupan bermasyarakat.

Studi realita menunjukkan hal itu terlihat sebagai fakta sosial yang

lintas batas. Masyarakat Jawa dengan sistem feodalnya masih mewarnai dunia

masyarakat sebagai pemicu terbentuknya dominasi penguasa dan yang

Page 23: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

23

dikuasai. Intensitas pemahaman terhadap cerpen ini teruji dengan dasar

perhatian bahwa dalam masyarakat Jawa dan umumnya adalah budaya

kolonial yang masih tumbuh di kalangan masyarakat.

Kedua adalah penggunaan multistrategi. Budaya ingin mempertahankan

kekuasaan menimbulkan dampak adanya penyusunan strategi untuk

mewujudkan keinginan pihak penguasa. Strategi itu dapat berupa bingkaian

aktivitas sosial dalam berbagai bidang. Pelaku strategi adalah kelompok

terdekat dari pihak pemegang kekuasaa.

“…Baik, baik aku tidur Bune, tapi tolong panggil Susetyo

sekarang juga!” jawabnya masih sarat nada kesal.

“Tapi ini sudalam malam…?” jawab istrinya

“Sekarang Bune!” potong lelaki itu makin kalap

… tak lama kemudian, istrinya masuk ke ruangan besar itu

bersama lelaki muda yang mengenakan baju batik warna coklat

tua, ajudan Sang Mayor Jenderal.

Kutipan tersebut menunjukkan adanya praktik bentuk kekuasaan yang

dicitrakan dengan sikap memerintah dari atasan kepada bawahan tanpa

mengenal syarat. Hal tersebut erat dengan gerakan sosial dan gerakan politik,

para pekerja dalam institusi kultural, dan manajemen kultural. Tampak pula

institusi kultural menjadi media yang ampuh untuk mendapatkan jabatan.

“Dan Bune, interlekol juga anak sulungmu, Si Triadji Sunarwibowo

untuk seger pulang menemui Bapaknya. Ingat Bune, besok. Suruh

dia terbang dengan pesawat paling pagi,” perintahnya pada

istrinya….”

Praktik tersebut adalah cara untuk mendapatkan kekuasaan secara

mudah. Institusi internal dalam realita dominan digunakan sebagai gerakan

laten untuk menguasai kelompok tertentu dengan tujuan menyejahterakan

pribadi, kelompok, dan juga golongan terdekat sebagai mitra pelaku strategi

mendapatkan keuntungan berupa kenaikan status sosial di masyarakat.

“…inggih pak! Jawab mereka serentak.

“It sudah kewajiban kami sebagai putra Bapak. Sebagai putra

Bapak tentu saja kami akan membantu Bapak. “Saya sebagai Jaksa

akan menggunakan jabatan dan wibawa saya untuk menyukseskan

Bapak…”ujar Triadi Sunarwibowo, sang putra sulung angkat suara.

Usman Winoto, si menantu yang kolonel itu, mengangkat

tangannya berpendapat, “Saya sependapat dengan Mas Adji. Saya

akan gunakan pengaruh saya di mabes untuk mendukung pencalonan

Bapak.”

Page 24: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

24

…tak kalah semangatnya Bagas Semedhi, putra ketiga,

melontarkan dukungannya. “Bapak tidak usah cemas. Saya total

mendukung Bapak. Akan saya siapkan dana berapapun Bapak

membutuhkan karena money politik masih merupakan jrus yang

ampuh untuk mendulang suara”.

Kompleksitas institusi internal dan eksternal banyak digunakan sebagai

celah aktivitas dan peran sosial yang dengan sendirinya akan menguntungkan

pihak-pihak tertentu. Cerpen ini adalah cerminan topik yang terjadi dalam

alam fakta. Hubungan kausalitas untuk mendapatkan kekuasaan dan

kesempatan untuk hidup lebih layak dapat dilaksaakan dengan mudah.

Ketiga adalah pelaksanaan Hasta Brata. Konsep ini berkaitan erat

dengan penggunaan multistrategi untuk menysun masyarakat yang sinergis.

Pencitraan penguasa yang baik perlu diberlakukan. Dlam hal ini pengertian

pencitraan sebagai simbol negatif adalah sebagai mitos para penguasa. Jika

mereka sebagai penguasa mampu mengayomi masyarakat maka tidak

diperlukan mitos hasta Brata. Tokoh Sadiroen dengan keinginan yang kuat

untuk mejadi seorang Gubernur akan meyakinkan masyarakat sebagai sosok

yang paling tepat untuk menempati jabatan Gubernur. Nama Yudho Kuntjara

memiliki makna Yudho adalah perang dan Kuntjara adalah bersinar.

Gerakan politik pencitraan dengan konsep Hasta Brata relevan sangat

faktual. Beberapa calon pengusa negeri pun menggunakan cara jitu menjelang

pemungutan suara. Masyarakat diperlihatkan wajah “klise” calon pemimpin

yang akan menurunkan cara dan budaya seperti mereka kepada generasi

berikutnya. Hal tersebut tampak pada kutipan berikut.

“… ya kita buat patung Bapak dengan gagah di pusat kota. Dan

semua orang akan berdecak kagum. Lalu di setiap kepala orang

akan muncul citra Bapak. Pemimpin dan prajurit yang tulen.”

“…maka terpilihlah sebuah foto untuk diwujudkan sebagai bentuk

patung: Sadiroen Yudho Kuntjara mengenakan baju seragam

mayor jenderalnya, lengkap dengan segala tanda jasa di bahu dan

dadanya, pedang dan tongkat komando.”

Fakta sosial yang membudaya di masyarakat sebagai bahan pencitraan

sangat bermunculan di masyarakat sebagaimana dalam cerpen ini. Penanda

kontruksi calon penguasa akan dimulai dengan sesuatu yang tidak dapat

dipertanggungjwabakan secara mutlak. Konsep pencitraan sejatinya harus

dimunculkan sebelum para penguasa ini dalam perspektif kajian budaya

dikatakan mendapat simpati. Hal yangperlu dibenahi oleh kelompok pelaku

budaya adalah manajemen kultural.

Page 25: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

25

Beberapa uraian mengenai praktik sosial yang menyediakan cara

untuk mebicarakan topik, aktivitas sosial atau arena institusional dalam

masyarakat haru s mempu mendidik asyarakat menjadi agen of change. Cara-

cara tersebut dilakukan dalam bentuk pengetahuan dan tindakan yang terkait

dengannya. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Barker kekuasaamn

budaya adalah (1) arena interdisliner, (2) terkait dengan semua praktik dan (3)

berhubungan dengan gerakan sosial dan gerakan politik, para pekerja dalam

institusi kultural, dan manajemen kultural.

4.2 Pelaku Kekuasaan dalam Cerpen“Patung Tak Bermuka” Karya

Tjahyono Widarmanto

Cerpen “Patung Tak Bermuka” Karya Tjahyono Widarmanto

menunjukkan hakekat kehidupan manusia yang meliputi tiga segi, yaitu yang

bersifat personal, sosial, dan relegius. Setiap sifat memiliki titik tolak yang

berbeda. Hal itu menunjukkan bahwa sastra memiliki keterkaitan dengan

fenomena dan institusi sosial. Aspek kekuasaan merupakan ciptaan realitas

sosial yang mangsu pada tercitpanya kesenjangan sosial. Realitas sosial dan

ketimpangan sosial digerakkan oleh pelaku kekuasaan.

Pelaku yang menciptakan adanya kekuasaan dalam cerpen ini adalah

(1) Mayor Jenderal Purnawirawan Sadiroen Yudho Kuntjoro, (2) Empat anak

Mayor meliputi sulung;Triadi Sunarwibowo adalah seorang jaksa di

kejaksaan tinggi pusat. Memiliki sifat dan watak seperti bapaknya; berani,

penuh perhitungan, cerdik, licin, pandai memanfaatkan situasi dan culas. (3)

Anak kedua, Prahayu Langen Anggraeni, seperti ibunya menganut keyakinan

bahwa perempuan haruslah nurut dan manut dengan suami. Ia beristrikan

seorang tentara yang dulu ajudan Bapaknya, Usman Winoto, berpangkat

kolonel di Mabes. Sebagai seorang ajudan dan menantu, tentu saja

kesetiaannya pada Mayor Jenderal Purnawirawan Sadiroen Yudho

Kuntjorotidak diragukan lagi. (4) Bagus Semedhi, anak ketiga. Profesinya

sebagai pengusaha dan direktur minyak negara. Dalam pikirannya hanyalah

Page 26: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

26

laba dan uang. Keberanian berspekulasi dan kemampuannya melakukan lobi-

lobi merupakan senajta ampuh untuk meraih karier.

Tokoh utama dalam cerpen, Mayor Jenderal Purnawirawan Sadiroen

Yudho Kuntjoro, adalah citra kontruksi kekuasaan fudamental yang

mengilhami masyarakat sekelilingnya memiliki budaya untuk saling

mendominasi dan memiliki rasa berkuasa.

“… “kalian sudah tahu bahwa jabatan Bapak sebagai untuk

periode ini akan berakhir. Untuk itu Bapak akan berencana dan

bertekad bulat untuk kembali mencalonkan diri menjadi gubernur

untuk periode empat tahun mendatang. Keputusan ini Bapak ambil,

karena Bapak sadar bahwa yang namanya pembangunan

merupakan sebuah proses berkelanjutan. Oleh karena itu

pembangunan yang Bapak lakukan harus dilanjutkan…Bisa kalian

bayangkan jika Gubernurnya bukan Bapak, orang baru, apalagi

yang muda-muda itu, bocah kemarin sore yang belum becus itu,

yang ndak pernah makan asam garam perjuangan untuk negeri ini.

Pastilah tujuan dari pembangnan ini tak akan tercapai. Akan putus

mata rantainya.”

Konteks pararel reading dalam ranah realita menunjukkan hal yang

terjadi di atas adalah sebuah fakta yang membudaya. Faktor pembentukny

adalah kelompok yang memiliki kepeningan dominan dan yang berkuasa untuk

menyejahterakan golongan penguasa. Tokoh-tokoh penguasa yang sudah

disebut di atas sebagian dilukiskan berpandangan dunia kosmosentris,

integratif, holistis-totalistis, statis, siklis, spiritual, dan hierarkis, sedangkan

sebagian lagi dilukiskan berpandangan dunia lebih antroposentris, dinamis,

linier, material, dan egaliter, dan yang tak kalah penting adalah dalih memiliki

pemikiran sumbangan pemikiran untuk negara sebagai aasan untuk

memperkuat kekuasaan. Sebagai contoh, Triadi Sunarwibowo, Usman Winoto,

suami Prahayu Langen Anggraeni, dan Bagus Semedhi, yang tergolong

keturunan priyayi penguasa dari generasi Sadiroen Yudha Kuntjara, masih

berpandangan dunia sosial politik akan terus menjadi bagian dari budaya

mendominasi kekuasaan untu saling menguasai peran dalam ranah aktivitas

sosial yang kosmosentris, integratif, spiritual, siklis, dan hierarkis.

4.3 Sebab-Sebab Kekuasaan dalam Cerpen “Patung Tak Bermuka”

karya Tjahyono Widarmanto

Penyebab kekuasaan dalam suatu kelompok masyarakat ditinjau dari

aspek kajian budaya dapat berbentuk pengetahuan dan tindakan yang terkait

dengannya. Barker merinci unsur yang harus ada dalam kajian pengertian

budaya adalah (1) arena interdisipliner, (2) terkait dengan semua praktik, (3)

bentuk kekuasaan yang dieksplorasi kajian budaya, dan (3) berhubungan

Page 27: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

27

dengan gerakan sosial dan gerakan politik, para pekerja dalam institusi

kultural, dan manajemen kultural.

Pendapat Barker di atas dapat diterima apalagi dikaitkan dengan

konteks penyebab kekuasaan yang berhubungan dengan gerakan sosial dan

politik, para pekerja dalam institusi sosial dan manajemen kultural. Beberapa

penyebab kekuasaan dalam suatu komunitas adalah (1) sikap berambisi untuk

menekan dan menguasai pihak lain, (2) adanya dukungan dari sebagian besar

keluarga yang memiliki pengaruh di masayarakat dan (3) fakta klise

“perhitungan logis”.

Sikap berambisi untuk menekan dan menguasai pihak lain tampak pada

tokoh Sadiroen yang selalu mengendalikan setiap agenda kegiatan dalam

internal rumah tangga ataupun dalam kerangka politisasi massa. Alasan kedua

didukung oleh ketiga anaknya dari empat bersaudara. Anak pertama akan

berkiprah untuk citra kekuasaan dalam bidang hukum yang akan menutup

kasus Bapak dalam tindak korupsi sebagai bentuk pencitraan yang bagus.

“… saya sebagai jaksa akan menggunakan jabatan dan

wibawa saya untuk menyukseskan Bapak. Apalagi saya dengar

Bapak telah melontarkan isu tentang manipulasi penggunaan

pendidikan. Saya akan menutup semua permasalahan…“

Menantu kedua, Usman Winoto, sosok ini akan menunjukkan

kepedulian akan pencalonan Sadiroen untuk menjadi Gubernur yakni dengan

menggunakan pengaruh Mabes unk manghalai demonstra yang tidak

mendukung pencalonan Bapak.

“…saya akan gunakan pengaruh saya di Mabes untuk

manangkap para demonstran yang menolak pencalonan Bapak.

Saya juga akan mengkoordinasi demo-demo tandingan untuk

mendukung pencalonan Bapak. Banyak organisasi-organisasi

pemuda dan massa yang bisa saya gerakkan.”

Putra ketiga, Bagas Semedi telah melaksanakan ranah kajian budaya

menurut Barker mengacu pada konsep perwujudan (1) terkait dengan semua

praktik, (2) bentuk kekuasaan yang dieksplorasi kajian budaya adalah jabatan,

dan (3) berhubungan dengan gerakan sosial dan gerakan politik, para pekerja

dalam institusi kultural, dan manajemen kultural. Tampak pada kutipan berikut.

“Bapak tidak usah cemas, saya total mendukung Bapak,

akan saya siapkan dana kucuran berapapun yang Bapak minta.

Money politik masih merupakan jurus yang ampuh untuk

mendulang suara.”

Bertolak dari unsur-unsur di atas, dapat disimpulkan bahwa budaya

kekuasaan bersifat interdisipliner dan bertujuan untuk mengeksplorasi atau

Page 28: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

28

menguraikan pembentukan dan pemakaian gugus peta makna dalam konteks

memperebutkan kekuasaan dalam pemilihan Gubenur. Dengan kata lain

budaya kekuasaan untuk saling menunjukkan kekuatan adalah proses

pembentukan wacana yang berkaitan dengan kebudayaan dan dikelola dengan

cara tertentu yang terkait dengan isu kekuasaan dalam praktik pemaknaan

dalam kehidupan manusia (Barker 2009:36)

4.4. Efek kekuasaan dalam cerpen “Patung Tak Bermuka” karya

Tjahyono Widarmanto

Budaya kekuasaan untuk saling menunjukkan kekuatan adalah proses

pembentukan wacana yang berkaitan dengan kebudayaan dan dikelola dengan

cara tertentu yang terkait dengan isu kekuasaan dalam praktik pemaknaan

dalam kehidupan manusia memiliki efek. Beberapa efek atau dampak tersebut

adalah (1) memberikan penekanan kepada orang lain , (2) perempuan Jawa

yang manut dengan kehendak dan pemikiran lelaki, (3) Pertolongan dan usaha

yang telah dilakukan kepada orang lain adalah pamrih, serta (4) membentuk

opini publik atau usaha sentralisasi tokoh.

Pertama adalah sikap memberikan penekanan kepada orang lain.

Budaya perilaku tersebut dimiliki oleh Sadiroen dalam memberlakukan istri,

komandan, dan beberapa putra. Tokoh Bune dengan segala upaya menciptakan

prilaku harmonis dalam kehidupan rumah tangga dengan cara mendukung

setiap ketentuan yang berlaku. Pemberian tekanan Sadiroen dari perspektif

budaya tampak pada kultur pemaksaan.

“…Mbok jangan diam aja to Bune, Beri aku solusi

menghadapi masalah ini” Pinta lelaki itu,

… “Apa, Bune, Mundur! Itu usul gila! Apa Bune gak malu

nanti, kalau tiap-tiap orang-orang di pasar, di kantor-kantor akan

ngrasani kalau aku, aku Bune, Mayor Jenderal Sadiroen Yudha

Kuntjara, tinggal glanggang colong playu, mundur. Kalah dengan

mereka-mereka, anak kemaren sore itu. Tidak, Bune! Tidak! Jaab

lelaki itu meradang.

Tokoh Bune berada dalam posisi yang harus tunduk pada penekanan

suami. Pola kekuasaan dalam praktik pemaknaan dalam kehidupan manusia

terjadi dalam diri Sadiroen dan istri. Pola tersebut beimbasa pada cara didik

Bune terhadap putri perempuannya. Efek kekuasaan tersebut berdampak

pada budaya jawa bahwa perempuan harus memiliki sikap dan perilaku

mengikuti dan menerima kehendak suami. Tampak pada kutipan berikut.

“Anak keduanya, Prahayu langen Anggraeni, seperti

ibunya menganut keyakinan bahwa perempuan haruslah nurut dan

Page 29: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

29

manut pda suami. Suami bagi mereka adalah dewa yang

ngejawantah, yang tak bleh dibantah. Apa kata suami adalah yang

terbaik baginya….”

Pemikiran dan pandangan tersebut akan menumbuhsuburkan perilaku

penekanan kepada pihak perempuan dalam konteks kekuasaan. Perempuan

hampir tidak menjadi subjek penguasa. Perempuan menyumbangkan

pemaknaan gugus peta makna bahwa dalam konteks masyarakat hanya peran

domestik yang dinggulkan dan ditempatkan skala tertinggi. Pemaknaan taks

bagi pembaca juga akan melahirkan representasi budaya jawa tidak mampu

menggeser pola kehidupan moderen.

Selain itu, Pertolongan dan usaha yang telah dilakukan kepada orang

lain adalah pamrih dapat menjadikan efek kekuasaan. Citra kekuasaan akan

menjadikan seseorang atau kelompok yang berkuasa dalam setiap aktivitas

sosial memiliki asumsi aktivitas dengan pamrih. Kekuasaan dapat terbentuk

karena adanya ketimpangan penguasa dengan rakyat biasa. Kompleksitas

proses kekuasaan akan berlangsung dalam pemaknaan konteks sosial yang

lebih luas. Hal tersebut akan mengakibatkan adanya dominasi pihak penguasa

yang akan menyebabkan semua kebijakan berpihak pada kepentingan

golongan.

Keputusan ini Bapak ambil, karena Bapak sadar bahwa

yang namanya pembangunan merupakan sebuah proses

berkelanjutan. Oleh karena itu pembangunan yang Bapak lakukan

harus dilanjutkan…Bisa kalian bayangkan jika Gubernurnya bukan

Bapak, orang baru, apalagi yang muda-muda itu, bocah kemarin

sore yang belum becus itu, yang ndak pernah makan asam garam

perjuangan untuk negeri ini. Pastilah tujuan dari pembangnan ini

tak akan tercapai. Akan putus mata rantainya.”

Efek kekuasaan yang lain adalah keinginan untuk membentuk opini

publik atau usaha sentralisasi tokoh. Dominasi tokoh dapat dibentuk dengan

bottom up. Hal tersebut harus dilakukan karena dengan adanya pemusatan

publik figur adalah strategi tuntuk mendekatkan masyarakat pada pilihannya.

Jika ditarik pada realita, konsep sentralisasi tokoh telah lama diterapkan

dengan barbagai strategi. Pemusatan publik figur sebagai usaha pengenalan

konkret sosok pemimpin yang akan berkuasa. Strategi kelompok Sadiroen

ingin memfokuskan pada konsep diri tokoh yang berjasa karena dianggap

telah berhasil dalam membesarkan masyarakat.

“…dari ketulusan dan cinta yang paling dasar, akan saya

persembahkan uat kota ini, sesuatu yang bisa mengingatkan kita

tentang hakekat kepemimpinan.dalam kitab Ramayana ada sebuah

adegan bagaimana Rama menasehati adiknya Barata tentang laku

kepemimpinan, bagaimana menjadi pemimpin yang baik, yang

Page 30: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

30

disebut Hasta Brata atau delapan citra kepemimpinan, bagaimana

menjadi pemimpin yang baik yang disebut Hasta Brata…Hasta Brata

itu, akan saya persembahkan dalam satu wujud. Wujud nyata, yang

menggambarkan citra pemimpin yang kita rindukan.”

Sentralisasi tokoh Sadiroen dilakukan dengan mengambil konsep

“Hasta Brata” dalam cerita Ramayana. Efek kekuasaan ini dilakukan agar

berjalan dalam jangka waktu yang lama. Masyarakat akan menilai kinerja

pemimpin sesuai dengan aktivitas sosial dalam manajemen interdispliner yang

seimbang. Namun karena kekuasaan itu mengambil faktor dominasi sosial dan

politik maka isi hasta brata ini hanya digunakan sebagai sebuah strategi yang

tidak perlu dimaknai secara total oleh Sadiroen. Demikian pula dalam konteks

masyarakat berpolitik, penerapan srategi sentraliasi tokoh sangat bervariasi

dengan ratu tujuan yakni membetuk opini publik dengan potensi natural dan

potensial,

4.5 Sanksi kekuasaan dalam cerpen “Patung Tak Bermuka” karya

Tjahyono Widarmanto

Kekuasaan yang mangalami kesenjangan akan menimbulkan sebuah

permasalahan. Permasalahan sosial dalam cerpen “Patung Tak Bermuka “

dapat dianalisis pemberian solusinya. Adanya sanksi moral menunjukan

bahwa kontrol positif untuk menjawab permasalahan adalah (1) adanya sanksi

kekuasaan dengan status tidak ada kewibawaan tokoh Purnawirawan Sadiroen

Yudho Kuntjoro dalam keluarga terutama anak, dan (2) adanya sanksi

penghargaan tidak berterimanya tokoh Sadiroen di kalangan masyarakat.

Pertama, tidak ada kewibawaan tokoh Purnawirawan Sadiroen Yudho

Kuntjoro dalam keluarga terutama anak. Di antara empat putra-putri Sadiroen,

putri keempat, ragil, Titis Kinanti Pembayun, perempuan cerdas, kreatif, kritis,

dan keras kepala seperti Bapaknya, mahasiswi sospol universitas ternama yang

selalu menentang keinginan dan keputusan Sadiroen. Hal tersebut

menimbulkan pemaknaan bahwa masyarakat disajikan kontorl positif pada

tokoh yang mempu menghadirkan progresivitas. Perubahan paradigma

berpikir dapat terlihat dari sikap tokoh yang selalu menentang orang tua karena

keputusan yang diambil tidak tepat.

Ketidakhadiran tokoh Titis dalam koalisi internal keluarga Sadiroen

adalah bukti bahwa Titis menggunakan daya kritisnya untuk menyampaikan

ketidaksetujuan atas keputsan Sadiroen untuk mencalonkan lagi. Sanksi tidak

Page 31: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

31

dihargai oleh anak merupakan sanksi kekuasaan yang harus diterima

tokoh.Titis adalah perwakilan pemberi sanksi yang juga mencerminkan bahwa

dalam konteks masyarakat yang multikultur bahwa perbedaan tersebut ada.

Namun dalam cerita ini sanksi hanya berhenti pada tataran tidak ada

pendukungan terhadap keputusan yang diambil Sadiroen.

“Terima kasih, sejak semula saya menduga kalian akan

berpihak pada Bapak. Walau Bapak tahu ada diantara putra-putri

Bapak yang berbeda pendapat dengan Bapak,” Kata Sang Mayor

Jenderal, sambil bola matanya melirik ke kiri ke kanan dengan

wajah aak berang, mencari anak paling muda, yang rupa-rupanya

tak hadir dalam pertemuan penting itu.”

Adapun sanksi kekuasaan yang lain adalah tidak berterimanya tokoh

Sadiroen di kalangan masyarakat. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya janji

Sadiroen yang ingin menjadi pemimpin yang mengemban konsep “Hasta

Brata”.

“…tiba-tiba sorak sorai berhenti. Semua orang ternganga menatap

kelambu yang tersibak itu. Tampak sebuah patung, sosok gagah yang

mengenakan seragam militer lengkap dengan tanda jasa di bahu dan dada,

dengan pedang tongkat komando, namun tak bermuka. Ya, patung itu tak

memiliki mata, hidung, mulut, bahkan tak bertelinga.”

“Dan, brukk! Tubuh tambn Sadiroen Yudha Kunjtara ambruk menimpa

patung itu.”

Kutipan ersebut menunjukkan adany sanksi yang diberikan oleh

masyrakat yakni tidak berterimanya Sadiroen sebagai Purnawirawan. Akhirnya

“Patung Tak Bermuka” merupakan simbol bahwa perubahan pemimpin itu

harus ditata ulang mengenai kompetensi layak atau tidak layknya seorang

pemimpin bangsa. Era kepemimpinan yang akan datang masih dapat dimaknai

sebagai sebuah pencarian pemimpin yang sempurna pemikirannya. Tidak

sekadar memiliki keinginan untuk memimpin dan rajin dalam kontaks aktivitas

sosial. Pemaknaan dalam dunia teks harus dapat merepresentasikan sosok

pemimpin ideal dalam ranah konkret.

Page 32: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

32

BAB V

PENUTUP

Citra Kontruksi Kekuasaan Masyarakat Jawa Dalam Cerpen “Patung

Tak Bermuka” Karya Tjahyono Widarmanto dengan fokus masalah fokus

studi kajian budaya atau cultural studies (CS) ini adalah pada aspek relasi

budaya dan kekuasaan yang dapat dilihat dalam budaya masyarakat dapat

disimpulkan sebagai berikut.

a. Citra kontruksi kekuasaan masyarakat jawa yang mengacu pada penanda

kekuasaan dalam cerpen “Patung Tak Bermuka” karya Tjahyono

Widarmanto terlihat dalam (1) menganggap rendah orang lain, (2)

menggunakan multistrategi melalui kolega dan KKN, dan (3) konsep

Hasta Brata.

b. Citra kontruksi kekuasaan masyarakat jawa yang mengacu pada pelaku

kekuasaan dalam cerpen“Patung Tak Bermuka” karya Tjahyono

Widarmanto terdeskripsi dalam Pelaku yang menciptakan adanya

kekuasaan dalam cerpen ini adalah (1) Mayor Jenderal Purnawirawan

Sadiroen Yudho Kuntjoro, (2) Empat anak Mayor meliputi sulung;Triadi

Sunarwibowo adalah seorang jaksa di kejaksaan tinggi pusat. Memiliki

sifat dan watak seperti bapaknya; berani, penuh perhitungan, cerdik, licin,

pandai memanfaatkan situasi dan culas. (3) Anak kedua, Prahayu Langen

Anggraeni, seperti ibunya menganut keyakinan bahwa perempuan haruslah

Page 33: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

33

nurut dan manut dengan suami. Ia beristrikan seorang tentara yang dulu

ajudan Bapaknya, Usman Winoto, berpangkat kolonel di Mabes. Sebagai

seorang ajudan dan menantu, tentu saja kesetiaannya pada Mayor Jenderal

Purnawirawan Sadiroen Yudho Kuntjorotidak diragukan lagi. (4) Bagus

Semedhi, anak ketiga. Profesinya sebagai pengusaha dan direktur minyak

negara. Dalam pikirannya hanyalah laba dan uang. Keberanian

berspekulasi dan kemampuannya melakukan lobi-lobi merupakan senajta

ampuh untuk meraih karier.

c. Citra kontruksi kekuasaan masyarakat jawa yang mengacu pada sebab-

sebab kekuasaan dalam cerpen “Patung Tak Bermuka” karya Tjahyono

Widarmanto terdeskripsi dalam adalah (1) sikap berambisi untuk

menekan dan menguasai pihak lain, (2) adanya dukungan dari sebagian

besar keluarga yang memiliki pengaruh di masayarakat dan (3) fakta klise

“perhitungan logis”.

d. Citra kontruksi kekuasaan masyarakat jawa yang mengacu pada efek

kekuasaan dalam cerpen “Patung Tak Bermuka” karya Tjahyono

Widarmanto terdeskripsi dalam adalah (1) memberikan penekanan kepada

orang lain , (2) perempuan Jawa yang manut dengan kehendak dan

pemikiran lelaki, (3) Pertolongan dan usaha yang telah dilakukan kepada

orang lain adalah pamrih, serta (4) membentuk opini publik atau usaha

sentralisasi tokoh.

e. Citra kontruksi kekuasaan masyarakat jawa yang mengacu pada sanksi

kekuasaan dalam cerpen “Patung Tak Bermuka” karya Tjahyono

Widarmanto terdeskripsi dalam (1) adanya sanksi kekuasaan dengan

status tidak ada kewibawaan tokoh dalam keluarga terutama anak, dan (2)

adanya sanksi penghargaan tidak berterimanya tokoh Sadiroen di

kalangan masyarakat

Page 34: ABSTRAK CITRA KONTRUKSI KEKUASAAN MASYARAKAT … fileBerdasarkan pengkajian atas cerpen “Patung Tak Bermuka” diketahui bahwa keinginan menguasai dan mendominasi antarmasyarakat

34

DAFTAR PUSTAKA

Barker, Chris. 2009. Cultural Studies (penerjemah Nurhadi). Yogyakarta :

Kreasi Wacana

Barkers, Chris. 2000. Cultural Studies, Theory and Practice. London: Sage

Publications

Cerpen “Patung tak Bermuka” karya tjahyono widarmanto

Damono, Sapardi.1978. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas.

Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa-Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.

Junus, Umar. 1986. Sosiologi Sastra, Persoalan, Teori dan Metode. Kuala

Lumpur:Dewan Bahasa dan Pustaka

Kayam, Umar. 1992. Para Priyayi. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti

Kuntowijoyo. 1987. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta:Tiara

Wacana.

Lincoln, Yvona dan Egon G. Guba. 1985. Naturaliistic Inquiry. Beverly

Hills: Sage Publications.

Luxembrug, Jan Van dkk. Pengantar Ilmu Sastra. Diterjemahkan oleh Dick

Hartoko. 1986. Jakarta PT Gramedia.

Ricoucer, Paul. 1978. The Rule of Methapor. Toronto ( terjemahan

edisi1975 (X)

Storey, Jhon. 2008. Cultural Studies dan Kajian Budaya Pop

(TerjemhanPenerjemah Layli Rahmawati). Yogyakarta:Jalasutra.

Sumardjo, Yakob. 1982. Masyarakat dan Sastra Indonesia. Yogyakarta:Nur

Cahya.

Teeuw. 1980. Tergantung pada Kata. Jakarta: Pustaka Jaya

Widarmanto, Tjahyono. 2010. Patung Tak Bermuka. Ngawi : Ilalang