agroklimat 4

18
BAB I PENDAHULUAN Dalam pertanian, selain iklim dan cuaca, curah hujan merupakan merupakan unsur penting untuk tumbuh-kembangnya suatu tanaman . Tanaman mendapatkan pasokan air secara alami melalui air hujan. Besarnya curah hujan pada daerah tertentu mempunyai intensitas yang berbeda. Curah hujan juga mempengaruhi jenis tumbuhan yang dapat tumbuh pada suatu wilayah. Peran hujan sangat penting dalam siklus hidrologi. Hujan berasal dari kondensasi uap air yang jatuh kembali ke permukaan bumi sehingga dalam analisis siklus hidrologi curah huajn selalu diperhitungkan. Untuk mendapatkan curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, perlu ditempatkan beberapa penakar hujan di beberapa tempat yang berbeda, namun masih dalam satu wilayah. Pada praktikum acara IV dengan judul Analisa Curah Hujan Wilayah praktikan akan mempelajari cara pengukuran curah hujan wilayah dengan tiga metode, antara lain metode metoda rata-rata Aljabar, metoda Isohyet dan metoda Polygon Thiessen. 1.1 Tujuan Menentukan curah hujan dalam suatu wilayah (DAS) sebagai masukan dalam analisis hidrologi.

Upload: gregoriocortez

Post on 11-Jun-2015

3.211 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Agroklimat 4

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam pertanian, selain iklim dan cuaca, curah hujan merupakan

merupakan unsur penting untuk tumbuh-kembangnya suatu tanaman . Tanaman

mendapatkan pasokan air secara alami melalui air hujan. Besarnya curah hujan

pada daerah tertentu mempunyai intensitas yang berbeda. Curah hujan juga

mempengaruhi jenis tumbuhan yang dapat tumbuh pada suatu wilayah.

Peran hujan sangat penting dalam siklus hidrologi. Hujan berasal dari

kondensasi uap air yang jatuh kembali ke permukaan bumi sehingga dalam

analisis siklus hidrologi curah huajn selalu diperhitungkan. Untuk mendapatkan

curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, perlu ditempatkan

beberapa penakar hujan di beberapa tempat yang berbeda, namun masih dalam

satu wilayah.

Pada praktikum acara IV dengan judul Analisa Curah Hujan Wilayah

praktikan akan mempelajari cara pengukuran curah hujan wilayah dengan tiga

metode, antara lain metode metoda rata-rata Aljabar, metoda Isohyet dan metoda

Polygon Thiessen.

1.1 Tujuan

Menentukan curah hujan dalam suatu wilayah (DAS) sebagai

masukan dalam analisis hidrologi.

Page 2: Agroklimat 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Parameter hujan yang sangat penting adalah intensitas, tebal, lama

kejadian, frekuensi, dan luas daerah penyebaran hujan. Intensitas hujan adalah

jumlah curah hujan dalam satu satuan waktu, satuan yang digunakan mm/jam.

Frekuensi hujan adalah jumlah kejadian hujan dalam satu satuan waktu tertentu.

Luas penyebaran hujan adalah luas daerah hujan yang dianggap mempunyai

intensitas hujan tertentu. Lama kejadian (durasi) hujan atau lama waktu hujan

yang terjadi untuk setiap kejadian hujan (Susanto, 2005).

Besarnya hujan yang dicatat oleh sebuah alat penakar hujan mewakili

daerah yang tidak begitu luas, karena itu untuk memperoleh hujan dari suatu

wilayah diperlukan alat – alat pengamatan yang cukup jumlahnya sehingga

diharapkan diperoleh data yang mewakili dari DAS yang bersangkutan. Tingkat

ketelitian ini berkaitan dengan kerapatan dan pola penyebaran dari penakar hujan

yang dipasang pada DAS tersebut (Anonim, 2008).

Menurut Seyhan (1990) terdapat tiga faktor utama yang menyebabkan

terjadinya hujan antara lain :

1. Adanya udara yang lembab.

2. Adanya sarana untuk menaikan udara yang lembab, sehingga kodensasi

dapat berlangsung sebagai akibat pendinginan udara.

3. Adanya kondensasi di sekitar inti sampai cukup massa untuk jatuh

Hujan adalah unsur iklim yang mempunyai variasi besar. Untuk data

rekaman yang pendek harus dicek apakah sudah cukup atau tidak dan syah

digunakan estimasi yang akan datang. Terdapat beberapa metode untuk

menentukan handal atau tidaknya data hujan, misalnya untuk menentukan jumlah

tahun pengamatan atau mengukur variasi hujan. Untuk mengetes homogenitas

data curah hujan digunakan beberapa cara yaitu (Sudira, 1999) :

Page 3: Agroklimat 4

a. Plotting data

Cara paling sederhana tetapi kurang terpercaya. Analisis ini dengan

membuat grafik curah hujan terhadap waktu. Dari bentuk grafik akan terlihat

apakah bentuk – bentuk pola hujan musiman reguler atau tidak, apabila tidak,

maka perlu diperbaiki.

b. Run test

Run test dapat digunakan untuk menentukan tingkat dan periode data yang

tidak homogen.

c. Analisis kurva massa ganda

Perubahan lokasi penakar hujan, keterbukaan, dan cara pengamatan dapat

menyebabkan suatu perubahan relatif dalam penangkapan hujan. Analisis kurva

massa ganda digunakan untuk menguji konsistensi hasil pengukuran pada suatu

stasiun dan membandingkan hujan akumulasi tahunannya atau musimannya

dengan stasiun lainnya atau kumpulan stasiun yang mengelilinginya dan hujannya

bersamaan dengan topografi yang sama .

Perhitungan Hujan wilayah dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut

(Anonim, 2008) :

a. Cara rata-rata Aljabar

Hujan wilayah didapat dengan menjumlahkan curah hujan pada semua

tempat pengukuran selama satu periode tertentu dan membaginya dengan

banyaknya tempat pengukuran. Persamaan yang digunakan yaitu :

n

P

P

n

i

i 1

Dimana :

P = hujan wilayah

Pi = hujan pada stasiun i

n = jumlah stasiun dalam suatu DAS

i = 1,2,3,...,n

Cara ini paling mudah, tetapi ketelitiannya sangat rendah, dan

umumnya digunkaan unutk daerah dengan variasi hujan yang kecil.

Page 4: Agroklimat 4

b. Cara Poligon Thiessen

Metode ini dapat dilakukan pada daerah yang mempunyai distribusi

penakar hujan yang tidak seragam ( non uniform ) dengan

mempertimbangkan luas daerah pengaruh dari masing – masing penakar.

Pada cara ini, dianggap bahwa data curah hujan dari suatu tempat

pengamatan dapat dipakai untuk daerah pengaliran di sekitar tempat itu.

Cara Pengukuannya yaitu :

1. Stasiun penakar diplot pada sebuah peta.

2. titik penakar hujan terluar saling dihubungkan.

3. dari maing-masing stasiun terluar dihubungkan dengan stasiun

yang paling dekat.

4. mencari titik tengah dari tiap garis pengubung antar stasiun,

kemudian menarik garis tegak lurus terhadap garis penghubung

pada titik tengah yang diperoleh.

5. menentukan garis polygon, yaitu garis yang terbetuk dari langkah

4. Garis Polgon merupakan batas wilayah yang dipengaruhi oleh

penakar hujan.

6. hitung luas daerah yang dibatasi oleh polygon dengan

menggunakan planimeter.

7. curah hujan wilayah dihitung dengan persamaan :

n

i

i

n

i

A

PA

P

1

1

11

P = hujan wilayah

Ai = luas areal poligon di titik i

Pi = curah hujan di stasiun penakar i

n = jumlah stasiun penakar

i = 1, 2, 3, ..., n

Cara ini lebih baik dibandingkan metode aljabar karena telah

memasukkan faktor daerah pengaruh stasiun hujan. Cara ini paling banyak

Page 5: Agroklimat 4

digunakan dalam praktek, karena mudah dan unsur subjektivitasnya kecil,

meskipun masih mengandung kelemahan bahwa faktor topografi tidak

termasuk di dalamnya .

c. Metode Isohyet (Garis ketinggian hujan yang sama)

Peta isohyet digambar pada peta dengan perbedaan (interval) 10 sampai 20

mm berdasarkan data curah hujan pada titik – titik pengamatan.

Caranya yaitu :

1. menghubungkan masing-masing stasiun terdekat dengan

gais lurus.

2. Garis isohyt dibuat dengan cara menginterpolasi garis

penghubung antar stasiun sesuai isohyt yang dibuat

sehingga diperoleh titik-titik interpolasi yang merupakan

titik dengan ketinggian hujan tertentu.

3. menghubungkan titik-titik interpolasi yang mempuyai

ketinggian hujan yang sama.

4. menghitung luas antara dua isohyt yang berurutan

dengan planimter.

5. menghitung tebal hujan rerata antara dua isohyt yang

berurutan.

6. menghitung curah hujan wilayah dengan persamaan :

n

i

i

n

i

A

PA

P

1

1

11

Dimana :

P = hujan wilayah

Ai = luas areal antara 2 isohyet yang berurutan

Pi = curah hujan antara 2 isohyet yang berurutan

n = jumlah isohyet

i = 1, 2, 3, ..., n

Page 6: Agroklimat 4

Jika tiap pengamatan mencakup beberapa ratus km2 maka penggunaan peta

skala 1 : 20000 sampai 1 : 500000 cukup memadai. Cara ini secara teoritis sangat

baik karena pengaruh topografi dapat tercakup di dalamnya, yaitu dalam

penggambaran garis isohyetnya. Akan tetapi cara ini hanya baik apabila dilakukan

oleh analis yang telah mengenal secara umum sifat – sifat hujan di daerah

tersebut, sehingga interpretasi dalam penggambaran dapat lebih baik.

Subyektifitas dengan cara ini dapat menjadi sangat besar, terutama sekali dalam

penetapan isohytnya.

Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam

tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah

hujan 1 (satu) millimeter, artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat

yang datar tertampung air setinggi satu millimeter atau tertampung air sebanyak

satu liter. (www.aphi-net.com)

Hujan merupakan bentuk endapan yang sering dijumpai, dan di Indonesia

dimaksud dengan endapan adalah curah hujan. Curah hujan dan suhu merupakan

unsur iklim yang sangat penting. Jumlah curah hujan dicatat dalam inci atau

milimeter. Jumlah curah huajn 1 mm menunjukkan tinggi air hujan yang menutupi

permukaan 1 mm, jika air tersebut tidak meresap kedalam tanah atau menguap ke

atmosfer (Bayong, 1999).

Page 7: Agroklimat 4

BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

1. Peta Stasiun curah hujan

2. Alat Tulis

3. Kalkulator

4. Kertas

5. Software ArcView GIS 3.2

3.2.Cara Kerja

A. Metode Rata-rata Aljabar

1. Peta penempatan stasiun penangkar hujan disiapkan

1. Dihitung jumlah penenpatan alat/stasiun penangkar hujan

2. Dijumlahkan besar semua curah hujan pada semua stasiun

3. Hasil penjumlahan seluruh curah hujan dibagi dengan banyaknya tempat

penempatan stasiun hujan

B. Metode Polygon Thiessen

1. Stasiun penakar hujan diplotkan pada peta yang telah tersedia.

2. Titik-titik penakar hujan terluar dihubungkan dengan pola segitiga.

3. Stasiun terluar dengan stasiun paling dekat dihubungkan.

4. Dicari titik tengah dari setiap garis penghubung antar stasiun kemudian

ditarik garis tegak lurus terhadap garis penghubung pada titik tengah yang

diperoleh.

5. Garis polygon ditentukan( garis yang terbentuk dari langkah 4).

6. Luas daerah yang dibatasi oleh poligon dengan diukur menggunakan

ArcView GIS 3.2 (scan terlebih dahulu peta hujan dengan scanner dan

rubah ke format JPG atau JPEG).

7. Curah hujan wilayah dapat dihitung.

Page 8: Agroklimat 4

C. Metode Isohyt (garis ketinggian hujan yang sama)

1. Masing-masing stasiun terdekat dihubungkan dengan garis lurus.

2. Garis isohyt dibuat dengan cara menginterpolasi garis penghubung antar

stasiun sesuai isohyt yang dibuat sehingga diperoleh titik-titik interpolasi

yang merupakan titik dengan ketinggian hujan tertentu.

3. titik-titik interpolasi yang mempunyai ketinggian hujan yang sama

dihubungkan .

4. Dihitung luas antara dua isohyt yang berurutan dengan ArcView GIS 3.2

(scan terlebih dahulu peta hujan dengan scanner dan rubah ke format JPG

atau JPEG).

5. Dihitung tebal hujan rerata antara dua isohyt yang berurutan.

6. Dihitung curah hujan wilayah.

a. Analisa Data

Hujan wilayah metode Rata-rata Aljabar

n

Pi

P

n

i

1

dimana : P : hujan wilayah

Pi : hujan pada stasiun i

n : jumlah stasiun dalam suatu DAS

i : 1, 2, 3, ......, n

Hujan wilayah metode Polygon Thiessen

n

i

n

i

Ai

AiPi

P

1

1

.

dimana : P : hujan wilayah

Pi : hujan pada stasiun i

Ai : luas areal poligon dititik i

n : jumlah stasiun penakar dalam suatu DAS

i : 1, 2, 3, ......, n

Page 9: Agroklimat 4

Hujan wilayah metode Isohyt

n

i

n

i

Ai

AiPi

P

1

1

.

dimana : P : hujan wilayah

Pi : hujan antara dua isohyt yang berurutan

Ai : luas areal antara dua isohyt yang berurutan

n : jumlah isohyt

i : 1, 2, 3, ......, n

Contoh perhitungan :

Hujan wilayah metode Rata-rata Aljabar

mmP

n

Pi

P

n

i

6316,117

19

140145.........125130150

1

Hujan wilayah metode Polygon Thiessen

mm

xx

Ai

AiPi

Pn

i

n

i

7001,108

358,0.........021,0

)358,0120(.........021,0125

.

1

1

Page 10: Agroklimat 4

Hujan wilayah metode Isohyt

mmP

xx

Ai

AiPi

Pn

i

n

i

8965,116

0952,0.....0747,0

)0952,025,96(......0747,025,136

.

1

1

Page 11: Agroklimat 4

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

.1. Metoda rata-rata Aljabar

no Pi (mm)

1 150

2 130

3 125

4 125

5 110

6 130

7 100

8 95

9 95

10 90

11 120

12 100

13 105

14 110

15 120

16 120

17 125

18 140

19 145

jumlah 2235

Rata-rata 117,6316

Page 12: Agroklimat 4

2. Metoda Polygon Thiessen

Data pengukuran luas area (skala 1 : 10000)

No Pi Ai(m²) Pi X Ai

P (mm)

1 125 0,02102385

2,627981

2 120 0,04045096

4,854115

3 130 0,0559558

7,274254

4 140 0,07518598

10,52604

5 125 0,08525591

10,65699

6 145 0,08525638

12,36217

7 125 0,1068693

13,35866

8 95 0,15347121

14,57976

9 90 0,1558134

14,02321

10 110 0,17938042

19,73185

11 100 0,25371868

25,37187

12 100 0,2537897

25,37897

13 105 0,26822669

28,1638

14 110 0,31496482

34,64613

15 95 0,35325442

33,55917

16 120 0,35839365

43,00724

rerata 2,76101114 300,1222

Hasil 108,7001

Page 13: Agroklimat 4

3.Metode Isohyt

Data pengukuran luas area (skala 1 : 10000)

no P1 P2 Pi(mm) Ai(m²) Pi X Ai P (mm)

1 142,5 130 136,25 0,074797 10,19112

2 125 110 117,5 0,183004 21,50298

3 131,25 130 130,625 0,180008 23,51356

4 127,5 127,5 127,5 0,253266 32,29139

5 123,75 126 124,875 0,198892 24,8366

6 120 120 120 0,237353 28,48233

7 60 115 87,5 0,44406 38,85529

8 145 125 135 0,330382 44,60157

9 70 122,5 96,25 0,095202 9,163221

rata-rata 1,996964 233,4381

hasil 116,8965

Page 14: Agroklimat 4

4.2 Pembahasan

Dalam praktikum acara IV ini praktikan diminta untuk menghitung jumlah

curah hujan wilayah yang mewakili wilayah yang luas. Metode yang digunakan

antara lain metode rata-rata Aljabar, metode Polygon Thiessen, dan metode garis

Isohyt. Ketiganya mempunyai cara yang berbeda dalam menentukan jumlah curah

hujan suatu wilayah. Pada metode rata-rata Aljabar, curah hujan (P) diperoleh

dengan menjumlahkan curah hujan dari masing-masing stasiun kemudian dibagi

dengan banyaknya jumlah stasiun penangkar hujan. Dari ketiga metode pengukur

curah hujan wilayah, metode rata-rata Aljabar merupakan cara yang paling

sederhana dan mudah digunakan. Namun, tingkat ketelitian dari metode ini sangat

rendah. Metode rata-rata Aljabar pada umunya hanya dipergunakan untuk daerah

dengan variasi hujan yang sekecil mungkin. Dari hasil pengamatan sebanyak 19

stasiun penangkar hujan diperoleh hasil curah hujan (P) adalah 117,6316 mm.

Hasil perhitungan yang diperoleh dengan cara rata-rata Aljabar ini hampir sama

dengan cara lain apabila jumlah stasiun pengamatan cukup banyak dan tersebar

merata di seluruh wilayah. Keuntungan perhitungan dengan cara ini adalah lebih

obyektif.

Metode yang kedua adalah Polygon Thiessen. Langkahnya adalah

menghubungkan tiga stasiun penakar terdekat dengan pola segitiga, kemudian

diambil garis tegak lurus terhadap masing-masing sisi kemidian garis tegak lurus

tersebut dihubungkan dengan garis lainnya sehingga membentuk sebuah pola

wilayah yang masing-masing mempunyai satu stasiun penakar hujan. Setelah pola

terbentuk kemudian di scan dan di konvert dalam format .jpg/.jpeg kemudian

gunakan software Arcc View Gis 3.2 untuk menentukan luas poligon. Setelah luas

diperoleh maka dicari besarnya curah hujan tiap poligon dengan besarnya curah

hujan yang ada pada masing-masing poligon. Kemudian hasilnya dijumlah dan

dibagi dengan total luas wilayah. Dari hasil perhitungan diperoleh curah hujan

wilayah 108,7001 mm. Metode poligon Thiessen dapat dilakukan pada daerah

yang memiliki distribusi penakar hujan yang tidak merata atau seragam dengan

mempertimbangkan luas daerah pengaruh dari masing-masing penakar. Pada

metode ini dianggap bahwa pada data curah hujan dari suatu tempat pengamatan

Page 15: Agroklimat 4

dapat dipakai pada daerah pengaliran di sekitar tempat itu. Metode poligon

Thiessen ini akan memberikan hasil yang lebih teliti daripada cara rata-rata

aljabar, akan tetapi penentuan stasiun pengamatan dan pemilihan ketingggian

akan mempengaruhi ketelitian hasil. Metode ini termasuk memadai untuk

menentukan curah hujan suatu wilayah, tetapi hasil yang baik akan ditentukan

oleh sejauh mana penempatan stasiun pengamatan hujan mampu mewakili daerah

pengamatan.

Metode yang ketiga adalah Isohyt (garis ketinggian hujan yang sama).

Metode ini dipandang lebih baik tetapi bersifat subyektif dan tergantung pada

keahlian, pengalaman dan pengetahuan pemakai terhadap sifat curah hujan di

wilayah setempat. Perhitungan dilakukan dengan menghitung luas wilayah yang

dibatasi garis isohyet dengan planimeter. Curah hujan wilayah dihitung

berdasarkan jumlah perkalian antara luas masing-masing bagian isohyet (Ai)

dengan curah hujan dari setiap wilayah yang bersangkutan (Ri) kemudian dibagi

luas total daerah tangkapan air (A).Caranya adalah mencari interpolasi bagi jarak

yang tidak sama sehingga akan didapat titik-titik yang akan mempunyai curah

hujan yang sama. Kemudian titik-titik tersebut dihubungkan dan pada akhirnya

akan membentuk garis-garis yang memilah masing-masing ketinggian. Untuk

mencari luasannya sama dengan metode Poligon Thiessen yaitu peta di scan,

kemudian gunakan Arc View GIS 3.2 untuk mencari luasannya. Setelah itu

didapat hasil perhitungan curah hujan yaitu sebesar 116,8965 mm. Metode ini

dapat menjadi tidak akurat jika garis isohyet tidak teliti dalam membuatnya dan

pengukuran luas dengan Arc View GIS 3.2.

Hasil yang bebeda dengan data yang sama diperoleh dari ketiga metode

tesebut. Untuk metode rata-rata Aljabar dan metode Isohyt selisih hasilnya cukup

tipis, sedangkan dengan hasil dari metode Polygon Thiessen diperoloeh selisih

hasil yang cukup banyak. Dari sini kita dapat mengetahui adanya kesalahan dalam

penghitungan ketiga metode tersebut. Dalam menentukan luas dengan Arc View

GIS 3.2 kesalahan bisa terjadi saat menggambar polygon. Kesalahan juga bisa

terjadi saat menentukan garis-garis isohyt dan polygon pada saat menentukan

banyaknya luasan pada gambar sketsa.

Page 16: Agroklimat 4

BAB V

KESIMPULAN

1. Hasil perhitungan dengan metode aljabar sebesar 117,6316 mm.

2. Hasil perhitungan dengan metode poligon Thiessen sebesar

108,7001mm.

3. Hasil perhitungan dengan metode Isohyet sebesar 116,8965 mm.

4. Metode Isohyt merupakan metode yang mempunyai hasil yang paling

valid. Dalam metode ini besarnya luas daerah yang mempunyai tebal

curah hujan yang sama sangat diperhitungkan sehingga hasil yang

diperoleh lebih teliti.

5. Metode rata-rata Aljabar mempunyai tingkat ketelitian yang paling

rendah. Metode ini cocok untuk daerah yang curah hujannya merata

dan mempunyai perbedaan curah hujan yang kecil.

6. Pada metode Polygon Thiessen terdapat sedikit kesalahan saat

menentukan luasan dengan menggunakan Arc View GIS 3.2 sehingga

selisih hasil yang diperoleh terpaut jauh antara metode pertama dan

ketiga. Secara teori, metode ini lebih teliti jika dibandingkan dengan

metode rata-rata Aljabar karena perhitungan hujan wilayah

memperhatikan luas area tangkapan hujan pada masing-masing stasiun

sehingga hujan wilayah yang didapat meruakan rata-rata hujan wilayah

per luas area tangkapan.

Page 17: Agroklimat 4

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Panduan Praktikum Agroklimatologi. Laboratorium Teknik Sumber

Daya Alam Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah

Mada. Yogyakarta.

Sudira,Putu. 1999. Klimatologi. Universitas Gadjah Mada:Yogyakarta

Susanto, Sahid. 2005. Handout Hidrologi. Fakultas Teknologi Pertanian. UGM.

Yogyakarta.

Tjasyono, Bayong. 1999. Klimatologi umum. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Anonim.2008.Istilah dan Pengertian dalam Perkiraan Prakiraan Musim. www.aphi-

net.com.

Page 18: Agroklimat 4