akhlak seorang muslim dalam melayat jenazah
TRANSCRIPT
Disusundalam Rangka Memenuhi Tugas Komponen
Mata Kuliah
OLEHKELOMPOK : 11
NAMA: NIM:
1. ANTI HASIBUAN : 06. 311 332
2. RINA NIRWANA : 06. 311 352
JURUSAN TARBIYAHSEM - IV /PRODI: PAI-1
DOSEN PEMBIMBING:
Drs. ARMYN HASIBUAN, M.AgNIP. 19620924 199403 1 005
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERIPADANGSIDIMPUAN
T/A. 2009/2010
1
AKHLAK SEORANG MUSLIM DALAM MELAYAT JENAZAH
A. PENGERTIAN TA’ZIYAH
Kata “ta’ziyah”, secara etimologis merupakan bentuk mashdar (kata benda
turunan) dari kata kerja ‘aza. Maknanya sama dengan al-aza’u. Yaitu sabar
menghadapi musibah kehilangan.1
Dalam terminologi ilmu fikih, “ta’ziyah” didefinisikan dengan beragam
redaksi, yang substansinya tidak begitu berbeda dari makna etimologinya :
1. Penulis kitab Radd Al-Mukhtar mengatakan : “Bertaz’iyah kepada ahlul
mayyit (keluarga yang ditinggal mati) maksudnya ialah, menghibur mereka
supaya bisa bersabar, dan sekaligus mendo’akanya”.
2. Imam Al-Khirasyi di dalam syarahnya menulis : “Ta’ziyah, yaitu menghibur
orang yang tertimpa musibah dengan pahala-pahala yang dijanjikan oleh
Allah, sekaligus mendo’akan mereka dan mayitnya.
3. Imam Nawawi rahimahullah mengatakan : “Yaitu memotivasi orang yang
tertimpa musibah agar lebih bersabar, dan meghiburnya supaya
melupakannya, meringankan tekanan kesedihan dan himpitan musibah yang
menimpanya” .2
Berdasarkan kesepakatan para ulama, seperti yang disebutkan oleh Ibnu
Qudamah, hukumnya adalah sunnah. Hal ini diperkuat oleh hadits Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antaranya, Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. “Barangsiapa berta’ziyah kepada orang yang tertimpa musibah, maka baginya
pahala seperti pahala yang didapat orang tersebut” [Hadits Riwayat Tirmidzi 2/268).
Dalil lainnnya, Abdullah bin Amr bin Al-Ash menceritakan, bahwa pada
suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada Fathimah
Radhiyallahu ‘anha : “Wahai Fathimah ! Apa yang membuatmu keluar rumah?”
1 Muhammad Nashiruddin al-Albany, Hukum Mengurus Jenazah, (Jakarta: Media Dakwah, 2005), hlm. 127.2 ? Ibid.
2
Fathimah menjawab, “Aku berta’ziyah kepada keluarga yang ditinggal mati ini”
[Hadits Riwayat Abu Dawud 3/192].
Disamping pahala, juga terdapat kemaslahatan bagi kedua belah pihak. Antara
lain :
1. Meringankan beban musibah yang diderita oleh orang yang dilayat
2. Memotivasinya untuk terus bersabar menghadapi musibah, dan berharap
pahala dari Allah Ta’ala
3. Memotivasi untuk ridha dengan ketentuan atau qadar Allah Ta’ala, dan
menyerahkannya kepada Allah
4. Mendo’akannya agar musibah tersebut diganti oleh Allah dengan sesuatu
yang lebih baik.
5. Melarangnya dari berbuat nihayah (meratap), memukul, atau merobek
pakaian, dan lain sebagainya akibat musibah yang menimpanya.
6. Mendo’akan mayit dengan kebaikan
7. Adanya pahala bagi orang yang berta’ziyah. 3
B. ADAB SEORANG MUSLIM DALAM BERTA’ZIYAH
Adapun beberapa adab seorang muslim dalam melayat
mayit adalah sebagai berikut :4
1. Jika ia telah meninggal dunia, maka dianjurkan
memejamkan mata-nya, menutupinya, dan memohonkan
rahmat kepada Allah untuknya.
Sebagaimana Hadist Rasulullah Saw.
�م� و�ع�ن� ة� أ ل�م� � ي� س � ض ه� ر� � �لل ا ا � ل� ع�ن�ه � : ) د�خ ال�ت� � قول� س� �لل�ه� ر� ب�ي ع�ل�ى وسلم عليه الله صلى ا
ة� أ� ل�م� � سد� عنه الله رضي ق� ق� و� ه� ش� ر� ه�, ث�م� ب�ص� � أ�غ�م�ض : ف� ال� � ق
3 ? Muhammad As-Sunde, Majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun X/1227H/2006M, Judul Artikel Fiqih Ta’ziyah, (Surakarta: Yayasan Lajnah Istiqomah, 2006), hlm. 4.4 ? Buletin Darul Wathan “Al-Mamnu’ wal Jaiz fi Tasyi’ Al-Janaiz lihat di http//:www.alislamu.com
3
وح� "إ�ن� �ذ�ا ا�لر9 , ات�ب�ع�ه� إ ب�ض� ج� ق� � " ف�ض ر� اس@ ال�ب�ص� � ن� ن م�: "ال� ال� � ق ه�, ف� � ل د�ع�وا أ�ه� � ك�م� ع�ل�ى ت � س �ن�ف� �ال� أ رK. إ � ي ب�خ�
إ�ن� ة� ف� � ئ�ك �ل�م�ال� ن� ا ؤ�م� � ا ع�ل�ى ت � ". ث�م� م ون� � ول : ت�ق� ال� � قم� �لل�ه� ر� "ا � ب�ي اغ�ف
� ع� أل� � ف ار� ة�, و� ل�م� � ه� س � ت ج� ف�ي د�ر�ح� � , و�اف�س د�ي�ين� � �ل�م�ه ه� ا � ر� ف�ي ل و� � ن ر�ه�, و� � ب ه� ق� � ه�, ل ي ف�
ه� ل�ف� اخ� ب�ه� ف�ي و� اه� ( ع�ق� و� ل�م@ ر� م�س�Artinya : “Ummu Salamah Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam masuk ke rumah Abu Salamah sewaktu matanya masih terbuka, lalu beliau memejamkan matanya. Kemudian berkata: "Sesungguhnya ruh itu bila dicabut maka pandangannya mengikutinya." Maka menjeritlah orang-orang dari keluarganya, lalu beliau bersabda: "Janganlah kamu berdoa untuk dirimu sendiri kecuali demi kebaikan, karena sesungguhnya malaikat itu mengamini apa yang kamu ucapkan." Kemudian beliau berdoa: "Ya Allah berilah ampunan kepada Abu Salamah, tinggikanlah derajatnya ke tingkat orang-orang yang mendapat petunjuk, lapangkanlah baginya dalam kuburnya, terangilah dia didalamnya, dan berilah penggantinya dalam turunannya." Riwayat Muslim.
2. Keluarganya (ahlinya) supaya bersegera dalam
melaksanakan prosesi jenazah,tidak perlu disemayamkan
sampai berhari-hari.
3. Bagi keluarganya juga di haruskan untuk cepat-
cepat menyelesaikan hutang yang ditang-gung oleh si mayit
(jika ia berhutang).
4. Dan dibolehkan membuka wajah orang yang meninggal, lalu
mencium dahinya (antara dua matanya), dan bagi keluarga yang ditinggal
supaya bersabar atas takdir Allah yang menimpanya, janganlah mereka marah
(meratapi) atas musibah tersebut. Hadist Rasulullah Saw. :
ا �ب�ا ) أ�ن� و�ع�ن�ه� د�يق� ب�ك�رK أ ب�ل� عنه الله رضي ا�لص� ق��لن�ب�ي� ت�ه� ب�ع�د� وسلم عليه الله صلى ا و� اه� ( م� و� ر�
ار�ي9 �ل�ب�خ� ا
4
Artinya : “Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Abu Bakar Radliyallaahu 'anhu mencium Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam setelah beliau wafat. Riwayat Bukhari.
5. Disunnahkan berwudhu bagi orang yang
mengangkat jenazah atau membawanya dan tidak wajib
baginya mandi. Jenazah hendaknya di bawa dengan tenang ,
khusyu' sambil mengingat akhirat dan kematian.
6. Disunnahkan memasukkan mayit ke dalam kubur,
dengan meletakkan di atas lambung kanannya, serta posisi
wajah menghadap ke kiblat, seraya mengucapkan, basmalah ,
dan atas jalan Rasulullah."
7. Setelah itu ditimbun dengan tanah, kubur
hendaknya dibiarkan apa adanya, yakni tidak boleh dimarmer
atau di semen, kuburan juga tidak boleh ditinggikan atau di
bangun, lalu dicat atau dikapur.
Sebagaimana Hadist Nabi Muhammad Saw. :
بي ان د الن ه الح د ل ب لح ه ونص با البن علي نص
. شبر من نحوا االرض من قبره ورفعArtinya : “ Bahwa Nabi Saw. Membuatkan liang lahat buatnya
dan menancapkan batu bata merah di atasnya dan
meninggikan kuburannya dari permukaan tanah kira-
kira sejengkal.5
8. Bagi orang yang hadir di kuburan hendaknya
jangan terburu-buru untuk bubar, namun supaya diam
sejenak untuk mendo’akan mayit dengan cara masing-masing
berdo’a sendiri-sendiri, bukan salah seorang berdo’a lalu
diamini oleh yang lainnya. Rasulullah Shalallaahu alaihi
5 ? Muhammad Nasyiruddin, Op.cit., hlm. 116.
5
wasalam bersabda, “Mohonlah ampunan untuk saudaramu
(mayit yang baru selesai di makamkan) dan mohonkanlah
untuknya agar Allah menetapkannya (dengan kalimat tauhid)
karena dia sekarang sedang ditanya.” (HR. Abu Dawud dan
Al-Hakim).
9. Disyariatkan untuk ta'ziah (mengibur) keluarga
mayit dengan kalimat-kalimat yang baik dan sesuai, dan
ta'ziah ini boleh sampai tiga harinya. Contoh kalimat untuk
menghibur/ membesarkan hatinya misalnya: "Sungguh hanya
milik Allah apa-apa yang Dia ambil, sama juga apa yang Dia
berikan adalah milikNya, segala sesuatu adalah hanya
milikNya, dan pasti ada batasnya sampai ajal yang telah
ditentukan, maka sabarlah dan mohonlah pahala atas
musibah ini." Dan kalimatkalimat lain semisal yang tidak
menyelisihi syari'at, namun pada intinya adalah untuk
menguatkan hati keluarga yang ditinggal supaya bersabar,
menerima dan ridha dengan takdir Allah, sehingga tidak larut
dalam kesedihan yang berkepanjangan.6
Seyogyanya menjauhi dua hal, sekalipun mayoritas masyarakat
melakukannya, yaitu:
1. Melakukan ta’ziyah dengan cara berkumpul di tempat tertentu, misalnya di
rumah, di kuburan, atau di masjid.
2. Orang yang sedang berduka cita menyediakan makanan kepada orang-orang
yang melayat.7
Sebab kedua hal diatas berbenturan dengan hadits Dari Jabir bin Abdullah
al-Bajali r.a. berkata. “Dahulu kami biasa menganggap bahwa berkumpul di
rumah keluarga yang ditimpa kematian dan membuat makanan seusai pemakaman
6 ? Ibid.7 ? Muhammad Nashiruddin al-Albany, Op.cit., hlm, 131.
6
termasuk niyahah, meratap (yang telah dilarang).” (Shahih: Shahih Ibnu Majah
no:1308 dan Ibnu Majah I: 514 no:1612).
Justru yang sesuai dengan sunnah Nabi saw. hendaklah sanak kerabat dan
tetangga membuatkan makanan dan mencukupi kebutuhan keluarga orang yang
sudah ditimpa musibah.
Hal ini didasarkan pada hadits dari Abdullah bin Ja’far r.a. berkata, ketika
datang berita wafatnya Ja’far tatkala ia gugur dalam medan perang, Nabi saw.
bersabda, “Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja’far; karena telah datang
kepada mereka suatu perkara yang membuat mereka sibuk, atau telah datang
kepada mereka apa-apa yang membikin mereka sibuk.” (Hasan : Shahihul
Jami’us Shaghir 1015, ‘Aunul Ma’bud I: 406 no: 3116, Tirmidzi II: 234 no:1003
dan Ibnu Majah VIII:514 no:1610).
C. MENJENGUK MAYAT DAN MENDO’AKANNYA
Disyariatkan bagi setiap muslim melakukan ta'ziyah kepada keluarga yang
ditinggal wafat, dengan cara yang sekiranya dapat menghibur keluarga yang
dilayat dan dapat meringankan beban kesedihannya, menganjurkannya agar ridha
dan bersabar serta tabah sebagaimana yang pernah diajarkan dan diucapkan oleh
Rasulullah saw.. Jika tidak, maka dengan mengucapkan kata-kata yang baik,
yang kiranya dapat mewujudkan tujuan yang baik dan tidak bertentangan dengan
syari'at.
Dalam hal ini dijelaskan oleh hadits berikut: Dari Usamah bin Zaid r.a.
berkata, ketika kami duduk-duduk di samping Nabi saw., tiba-tiba datanglah
utusan dari salah seorang puterinya kepada beliau menjemput dan menyampaikan
informasi kepadanya, bahwa bayi atau puteranya tengah menghadapi kematian.
Lantas Rasulullah saw. bersabda (kepada orang tersebut), "Kembalilah
kepadanya, lalu disampaikanlah kepada, 'Sesungguhnya milik Allah apa saja
7
yang diambil-Nya; karena itu hendaklah ia bersabar dan mengharap pahala
dari-Nya!"' (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari III:150 no:1284 dan Muslim II:635
no:923).
Dan ketika ta’ziyah, rasulullah Saw., mendo’;akan mayit tersebut
sebagaimana dalam hadist berikut ini :
ول قMMالت: قMMال عنها الله رضي سلمة أم عن QMMس Rر Sه TMMرتم : (إذا اللMMريض حضMMوا الميت أو المMM؛ فقولc خMMيرا ) قMMالت: فلمMMا تقولMMون مMMا على يؤمنMMون المالئكMMة فإنول فقلت: يا ؛ النبي أتيت سلمة أبو مات QMMس Rإن ر !Sه TMMالل
TهQمT قد سلمة أبا Rلل رr مMات. قMال: ( قMولي: ا SMفrاغ rيS هQ ل RMلRو rيS rن RعrقSب rهQ وRأ Rى مSن Rةc عQقrب ن RسRه فأعقبني ) فقلت حTهو من الل
c لي خير وRاهQ منه: محمدا Rر . . zمS مQسلDari Ummu Salamah radhiyallahu `anha, ia berkata : “Rasulullah
shallallahu `alaihi wasallam bersabda : “Bila kamu menghadiri orang sakit atau
mayat maka ucapkanlah hal yang baik, karena sesungguhnya para malaikat
mengaminkan apa yang kamu ucapkan, ia berkata : “Tatakala Abu Salamah
wafat, aku mendatangi Nabi shallallahu `alaihi wasallam seraya berkata : “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya Abu Salamah telah wafat”, ia bersabda :
“Ucapkanlah:
TمQهT Rلل Sيr اغrفSرr ا RهQ ل Sيr وRل rن RعrقSب rهQ وRأ Rى مSن Rةc عQقrب ن RسRح( Ya Allah, ampunilah aku dan dia, dan beri aku pengganti yang baik), lalu
Allah memberiku ganti orang yang lebih baik daripadanya, yaitu Muhammad
shallallahu `alaihi wasallam ”. (HR. Muslim).
ول قالت: دخMMل عنها الله رضي سلمة أم عن QMMس Rر Tه ... ثم فأغمضMMه ، بصMMره شMMق وقد سلمة أبي على الل
TمQهT Rلل رr قMMMال: ( ا SMMMفrاغ rيS Rب Sأل RةRمR ل RMMMس rع RMMMف rارRو Qه RMMMت Rج RرRد rيSف Rنr �ي rمRهrدSي QفrهQ ال ل rاخRو rيSف SهS rنR فSيr عRقSب SرSي rغRاب ا وRاغrفSرr ال RMMنR هQ ل RMMلRو
8
Rا بT ي Rر Rنr RمSي rعRال حr ال RسrافRو QهR rرSهS فSيr ل Rو�رr قRب RهQ وRن rهS ل وRاهQ فSي Rر ( . zمS مQسل
Dari Ummu Salamah radhiyallahu `anha, ia berkata : “Rasulullah
shallallahu `alaihi wasallam masuk melayat Abu Salamah di saat itu matanya
terbuka, lalu beliau memejamkannya kemudian beliau ia berdo`a :
TمQهT Rلل Sيr اغrفSرr ا Rب Sأل RةRمR ل Rس rعRف rارRو QهR ت Rج RرRد rيSف Rنr �ي دSي rMMهRمr الQهrفQ ل rاخRو rيSف Sه SMMبSقRع rيSف Rنr SرSي اب RMMغr رr ال SMMفrاغRا و RMMنR هQ ل RMMلRا و RMMي Tب Rر
Rنr RمSي rعRال حr ال RسrافRو QهR rرSهS فSيr ل Rو�رr قRب RهQ وRن rهS ل فSي“Ya Allah, ampunilah Abu Salamah, angkat derajatnya bersama orang-
orang yang diberi hidayah, dan Engkaulah sebagai ganti untuk orang yang ditinggalkannya, ampunilah kami dan dia, wahai Tuhan semesta alam, lapangkanlah kuburnya, dan berilah cahaya”. HR. Muslim. 8
D. MELAKUKAN HAL-HAL YANG BERMANFAAT BAGI MAYIT
Adapun hal-hal yang dianjurkan untuk dilakukan oleh orang yang ditinggal mayit
ataupun kerabat yang melayat mayit adalah sebagai berikut:
1. Do’a seorang muslim untuknya. Ini didasarkan pada firman Allah
SWT, “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan
Anshor), mereka berdo’a, 'Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-
saudara kami yang telah beriman lebih dahulu daripada kami, dan janganlah
Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang
beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha
Penyayang.'" (Al-Hasyr:10).
Disamping itu, berdasarkan sabda Nabi saw., "Do’a seorang muslim untuk
saudaranya dari kejauhan (tidak berhadapan) adalah mustajab (terkabulkan),
di atas kepalanya ada seorang malaikat yang mewakili, setiap mendo’akan
kebaikan untuk saudaranya, berkatalah sang malaikat itu, 'Semoga do’amu
8 M. Sufyan Raji Abdullah, Bid’ahkah Tahlilan Dan Selamatan Kematian ?, (Jakarta : Pustaka Al-Riyadh, 2006), hlm. 78.
9
itu dikabulkan dan bagimu yang semisalnya.'" (Shahih: Shahihul Jami’ no:
3381 dan Muslim IV:2094 no:2733). 9
2. Membayar hutang mayat, oleh siapa saja.10
Hadist Rasulullah Swa.
ب�ي و�ع�ن�ة� أ� ي�ر� ر� �لن�ب�ي� ع�ن� عنه الله رضي ه� الله صلى ا
س� وسلم عليه : ) ن�ف� ال� ن� ق� ؤ�م� �ل�م� ة@ ا ع�ل�ق� ت�ى م� ب�د�ي�ن�ه�, ح�ض�ى اه� ( ع�ن�ه� ي�ق� و� ذ�ي9 ر� م� �لت�ر� ا د�, و� م� ن�ه� أ�ح� س� و�ح�
Artinya : “Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Ruh orang mati itu tergantung dengan hutangnya sampai hutang itu dilunasi untuknya." Riwayat Ahmad dan Tirmidzi. Hadits hasan menurut Tirmidzi.
3. Membayarkan nadzar mayat, baik nadzar dalam bentuk berpuasa
ataupun lainnya, berdasarkan hadits dari Sa’ad bin Ubadah r.a. bahwa ia
pernah minta nasihat kepada Rasulullah saw., yaitu ia berkata, “Sesungguhnya
ibuku telah meninggal dunia dan dia mempunyai nadzar (janji).“ Maka
Rasulullah bersabda, “Tunaikanlah (hutang) nadzar ibumu itu!” (Muttafaqun
‘alaih : Fathul Bari V:389 no: 2761, Muslim III: 1260 no:1638, ‘Aunul
Ma’bud IX:134 no:3283, Tirmidzi III:51 no:1586 dan Nasa’i VII:21).
4. Segala amal shalih yang dilakukan anak yang shalih. Allah saw.
berfirman, “Dan bahwasanya segenap manusia tiada memperoleh apapun
selain apa yang telah diusahakannya." (An-Najm:39)
Nabi saw. bersabda, “Sesungguhnya sebaik-baik apa yang dimakan seorang
adalah dari hasil jerih payahnya (sendiri), dan sesungguhnya anak (kandung)
adalah bagian dari usahanya.“ (Shahih: Irwa-al Ghalil no:1626, ‘Aunul
Ma’bud IX:444 no : 3511 dan ini lafadznya, Tirmidzi II: 406 no : 1369, Ibnu
Majah II: 723 no: 2137 dan Nasa’i VII: 241).
5. Apa-apa yang ditinggalkannya berupa amal jariyah dan amal shalih
lainnya yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Dari Abu Hurairah r.a. bahwa
Rasulullah saw. bersabda, “Apabila manusia telah meninggal dunia, maka
9 ? Ibid.10 ? Ibid., hlm. 82.
10
terputuslah segala amalnya, kecuali tiga (hal); (pertama) berupa amal
jariyah, (kedua) ilmu yang bermanfaat, atau (ketiga) anak shalih yang
mendoakannya.” (Shahih : Shahihul Jami’ no: 793, Muslim III: 1255 no:
1631, ‘Aunul Ma’bud VIII : 86 no: 2863, Tirmidzi II: 418 no: 1390, dan
Nasa’i VI: 251). 11
E. MENYOLATKAN DAN MENGUBUR MAYAT
1. Mensholatkan Mayit
Hukum menshalatkan mayit adalah fardhu kifayah berdasarkan hadist Zaid
bin Kholid al-Jihny :
Artinya : “Bahwasanya salah satu sahabat Nabi Saw. gugur diperang Khaibar. Mereka melaporkannya kepada Rasulullah Saw. lalu beliau berkata Shalatkanlah sahabatmu, karena perintah tersebut wajah orang-orang berubah. Beliau berkata: “Sesungguhnya sahabatmu menggelapkan sesuatu waktu perang. Kemudian kami periksa barang-barangnya dan kami temukan tas kulit buatan Yahudi yang harganya tidak sampai dua dirham.12
Maksud hadist diatas adalah bahwa sahabat Rasulullah yang mengikuti
perang khaibar tersebut telah meninggal dunia bukan mati karena syahid
dimedan perang melainkan dia mati di dalam peperangan karena
menggelapkan suatu barang milik musuh. Dan oleh sebab itu maka dia di
hukumkan seperti wafatnya orang lain pada umumnya dan tidak dihukumkan
mati syahid. Dan Oleh sebab itulah Rasulullah saw. menyuruh para sahabanya
untuk menshalatkan sahabat yang wafat tersebut.
11 ? Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Jakarta: Pustaka As-Sunnah, tt.), hlm. 373 — 377.12 ? Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Op.cit., hlm. 75.
11
Dan adapun orang yang tidak dishalatkan adalah pada 2 keadaan, yaitu
: Anak kecil yang belum balig dan para syuhada’ yang wafat dimedan
perang.13
2. Mengubur Jenazah
Dilarang mengubur jenazah dalam beberapa keadaan darurat berikut ini,
kecuali memang dalam betul-betul kondisi darurat, yaitu :
1. Pada tiga waktu terlarang,
Sebagaimana hadist dari Uqbah bin Amir r.a., ia berkata "Ada tiga waktu
Rasulullah saw. melarang kami mengerjakan shalat, atau mengubur
jenazah yaitu ketika matahari terbit hingga tinggi, di waktu matahari
tegak berdiri hingga bergeser ke arah barat, dan ketika matahari
menjelang terbenam hingga tenggelam." (Shahih: Shahih Ibnu Majah
no:1233, Muslim I:568 no:831, ‘Aunul Ma'bud VII: 481 no:3176,
Tirmidzi II:247 no:1035, Nasa'i I:275 dan Ibnu Majah I: 486 no:1519).
Waktu-waktu yang diharamkan diatas adalah disebut dengan waktu tahrim
ataupun waktu yang diharamkan shalat sunat mutlak dan menguburkan
jenazah. Karena pada waktu-waktu tersebut para pemeluk agama
penyembah matahari sedang melakukan ibadah dengan menyembah
matahari. Maka Islam melarang ummatnya shalat dan mengubur jenazah
pada waktu-waktu terlarang tersebut adalah untuk menghindari
kesamaan/penyerupaan waktu beribadah Islam dengan non Islam tersebut.
2. Di kegelapan Malam
Hadist dari Jabir r.a. ia berkata, "Bahwa Nabi saw. pernah menyebutkan seorang sahabatnya yang meninggal dunia, lalu dikafani dengan kain kafan yang tidak cukup dan dikebumikan di malam hari, maka Nabi SAW mengecam upaya penguburan jenazah di malam hari hingga ia dishalati, kecuali orang yang karena terpaksa melakukannya. (Shahih: Shahih Nasa'i no:1787, Muslim II:651 no:943, ‘Aunul Ma'bud VIII : 423 no:3132, Nasa'i IV:33 tanpa lafadz, "GHAIRI THAA-IL (tidak cukup menutupi seluruh badan).
13 ? Ibid.
12
Manakala diharuskan melakukan pemakaman di malam hari karena terpaksa, maka hal itu boleh. Sekalipun harus menggunakan lampu ketika menurunkan mayat ke dalam kubur untuk mempermudah pelaksanaan penguburan, berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas r.a. berkata, "Bahwa Rasulullah saw. pernah mengubur mayat seorang laki-laki pada malam hari dengan menggunakan lentera ketika menurunkannya ke dalam kubur." (Hasan : Ahlamul Janaiz hal.141 dan Tirmidzi II: 260 no:1063).
Dan juga wajib Mendalamkan, Melapangkannya Dan Membaguskan
Liang lahat mayit. Sebagaimana Hadist dari Hisyam bin Amri r.a. bertutur,
sesuai perang Uhud, banyaklah yang gugur dari kaum muslimin dan banyak
pula prajurit yang luka-luka. Kemudian kami bertanya, "Ya Rasulullah, untuk
menggali lubang bagi setiap korban tentu berat bagi kami, lalu apa yang
engkau perintahkan kepada kami?" Maka, Rasulullah bersabda "Galilah
lubang, lebarkanlah, perdalamkanlah, baguskanlah, dan kebumikanlah dua
atau tiga mayat dalam satu kubur, dan dahulukanlah di antara mereka, orang
yang paling menguasai al-Qur'an! Maka adalah ayahku satu diantara tiga
dari mereka yang paling banyak menguasai al-Qur'an. Maka ia pun
didahulukan." (Shahih: Ahlamul Janaiz hal.146, Nasa'i IV:80, ‘Aunul Ma'bud
IX: 34 no:3199, Tirmidzi III:128 no : 1766).
Dan hendaklah yang mengurusi dan yang menurunkan mayat ke liang
lahad adalah kaum laki-laki, bukan kaum wanita, sekalipun jenazah yang
dikebumikan adalah perempuan. Sebab itulah yang berlaku sejak masa Nabi
saw. dan yang dipraktikkan kaum muslimin hingga hari ini.
Dan dalam mengubur mayat sanak kerabat sang mayat lebih berhak
menguburnya, berdasar firman Allah:
Artinya : "Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak di dalam kitab Allah." (QS. Al-Ahzab:6)
Dan dalam membaringkan mayat hendaknya sang mayat di baringkan
dalam liang lahat dengan posisi lambung kanan di bawah dan menghadap ke
arah kiblat, sementara kepala dan kedua kakinya menghadap ke arah kanan
13
dan kiri kiblat. Inilah yang dipraktikkan ummat Islam sejak masa Rasulullah
saw. hingga masa kita sekarang ini.
Dan orang meletakkan jenazah ke dalam liang kuburnya membaca,
"bismillahi wa ‘alaa sunnati rasuulillaah." atau "bismillahi wa'alaa millati
rasuulillah."
"Dari Ibnu Umar r.a. Nabi saw. apabila memasukkan mayat ke dalam
lubang kubur, beliau mengucapkan, "Bismillahi Wa'alaa Sunnati
Rasuulillaah" (Dengan menyebut nama Allah dan mengikuti sunnah
Rasulullah)." (Tirmidzi II: 255 no: 1051).
Dan dianjurkan bagi orang-orang yang hadir ke kuburan agar
melemparkan tiga kali genggaman tanah dengan kedua tangannya usai
penutupan liang lahatnya. Berdasarkan hadits dari Abu Hurairah r.a. bahwa
Rasulullah saw. telah menshalati jenazah, kemudian mendatangi kuburannya,
lalu melemparkan tiga kali genggaman tanah dari arah bagian kepalanya."
(Ibnu Majah I : 499 no: 1565).14
F. KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah ini tentang adab seorang muslim dalam
merawat mayit, penulis menarik beberapa kesimpulan berikut :
1. Bertaz’iyah kepada ahlul mayyit (keluarga yang ditinggal mati)
maksudnya ialah, menghibur mereka supaya bisa bersabar, dan sekaligus
mendo’akanya”.
2. Jika ia telah meninggal dunia, maka dianjurkan
memejamkan mata-nya, menutupinya, dan memohonkan
rahmat kepada Allah untuknya.
3. Keluarganya (ahlinya) supaya bersegera dalam
melaksanakan prosesi jenazah,tidak perlu disemayamkan
sampai berhari-hari.
14 ? Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Loc.cit.
14
4. orang yang mengangkat jenazah atau
membawanya hendaknya dalam keadaan berudhuk. Danm
jenazah hendaknya di bawa dengan tenang , khusyu' sambil
mengingat akhirat dan kematian.
5. Keluarga mayit hendaknya segera membayar hutang mayat dan
membayarkan nadzar mayat, baik nadzar dalam bentuk berpuasa ataupun
lainnya, jika memang ada.
6. Bagi orang yang hadir di kuburan hendaknya
jangan terburu-buru untuk bubar, namun supaya diam
sejenak untuk mendo’akan mayit dengan cara masing-masing
berdo’a sendiri-sendiri, bukan salah seorang berdo’a lalu
diamini oleh yang lainnya.
7. Orang yang sedang berduka cita hendaknya tidak menyediakan
makanan kepada orang-orang yang melayat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Sufyan Raji, Bid’ahkah Tahlilan Dan Selamatan Kematian ?, Jakarta :
Pustaka Al-Riyadh, 2006.
Al-Albany Muhammad Nashiruddin, Hukum Mengurus Jenazah, Jakarta: Media
Dakwah, 2005.
Al-Khalafi, Abdul 'Azhim bin Badawi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz,
atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-
Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil Jakarta: Pustaka As-Sunnah, tt.
15
As-Sunde, Muhammad, Majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun X/1227H/2006M, Judul
Artikel Fiqih Ta’ziyah, Surakarta: Yayasan Lajnah Istiqomah, 2006.
Buletin Darul Wathan “Al-Mamnu’ wal Jaiz fi Tasyi’ Al-Janaiz lihat di
http//:www.alislamu.com
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .......................................................................................................... i
A. Pengertian Ta’ziyah ......................................................................................... 1
B. Adab Seorang Muslim Dalam Berta’ziyah ...................................................... 2
C. Menjenguk Mayat Dan Mendo’akannya ......................................................... 5
D. Melakukan Hal-Hal Yang Bermanfaat Bagi Mayit ......................................... 6
E. Menyolatkan Dan Mengubur Mayat ................................................................ 8
16
F. Kesimpulan ......................................................................................................
...........................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA
17
i