aktivitas inhibisi terhadap siklooksigenase, kadar … · diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari...
TRANSCRIPT
AKTIVITAS INHIBISI TERHADAP SIKLOOKSIGENASE,
KADAR PATI DAN FENOLIK TEMULAWAK (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) AKSESI SUKABUMI
ANDINI SETYANTI PUTRI
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Inhibisi
Terhadap Siklooksigenase, Kadar Pati dan Fenolik Temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) Aksesi Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan
dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Andini Setyanti Putri
NIM G84090054
ABSTRAK
ANDINI SETYANTI PUTRI. Aktivitas Inhibisi Terhadap Siklooksigenase, Kadar
Pati dan Fenolik Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Aksesi Sukabumi.
Dibimbing oleh HASIM DANURI dan WARAS NURCHOLIS.
Curcuma xanthorrhiza Roxb. atau temulawak adalah tanaman obat yang
memiliki banyak khasiat, termasuk antiinflamasi. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis aktivitas inhibisi terhadap siklooksigenase-2 (COX-2) pada ekstrak
rimpang temulawak aksesi Sukabumi dan menganalisis korelasinya terhadap
kadar pati dan fenolik. Ekstraksi menggunakan maserasi dengan etanol 70%.
Kadar pati dianalisis dengan metode Luff-Scohrl dan kadar fenolik ditentukan
dengan Folin-Ciocalteu. Kadar pati relatif lebih tinggi pada temulawak varietas
Cursina (P>0.05) yaitu sebesar 23.05%±3.49 dan kadar fenolik relatif lebih tinggi
(P>0.05) pada temulawak aksesi Sukabumi dengan kadar 81.16 mg/g±19.68.
Kedua ekstrak temulawak dapat menghambat aktivitas COX-2. Aktivitas
penghambatan tertinggi (P>0.05) pada temulawak aksesi Sukabumi dengan nilai
penghambatan sebesar 55.35%. Berdasarkan analisis korelasi, komponen fenolik
memiliki aktivitas penghambatan terhadap COX-2, sementara pati akan
mengurangi aktivitas penghambatan terhadap COX-2.
Kata kunci: antiinflamasi, kadar pati, siklooksigenase-2, temulawak, total fenolik
ABSTRACT
ANDINI SETYANTI PUTRI. The Inhibitory Activity Against Cyclooxygenase,
Starch, and Phenolic Level on Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
Sukabumi Accession. Supervised by HASIM DANURI and WARAS
NURCHOLIS
Curcuma xanthorrhiza Roxb. known as temulawak is widely used as herbal
medicinal plant that has many benefits, including antiinflammation. The
objectives of this research were to evaluate inhibitory activity of temulawak
Sukabumi accession toward cyclooxygenase-2 (COX-2) and to analyze its
correlation with starch and phenolic level. The extraction method used maseration
with ethanol 70%. The starch level was analyzed using Luff-scohrl’s method, and
the phenolic level was determined using the Folin-Ciocalteu’s. The starch level is
relatively higher (P>0.05) on temulawak Cursina variety were 23.05%±3.49,
while the phenolic level is relatively higher (P>0.05) on temulawak Sukabumi
accession were 81.16 mg/g±19.68. Both of temulawak extracts showed inhibitory
activity against COX-2. The highest activity (P>0.05) on temulawak Sukabumi
accession with inhibition value of 55.35%. Based on analysis of corelation, the
phenolic compound has antiinflammation activity, while starch will reduce
antiinflammation activity.
Keywords: antiinflammation, cyclooxygenase-2, phenolic level, starch,
temulawak
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia
AKTIVITAS INHIBISI TERHADAP SIKLOOKSIGENASE,
KADAR PATI DAN FENOLIK TEMULAWAK (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) AKSESI SUKABUMI
ANDINI SETYANTI PUTRI
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Aktivitas Inhibisi Terhadap Siklooksigenase, Kadar Pati dan
Fenolik Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) Aksesi
Sukabumi
Nama : Andini Setyanti Putri
NIM : G84090054
Disetujui oleh
Dr drh Hasim Danuri, DEA
Pembimbing I
Waras Nurcholis, SSi Msi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir I Made Artika, MAppSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian ini merupakan
bagian dari penelitian payung di Pusat Studi Biofarmaka, LPPM-IPB yang
dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka dari bulan Desember 2012
hingga April 2013. Skripsi ini berjudul Aktivitas Inhibisi Terhadap
Siklooksigenase, Kadar Pati dan Fenolik Temulawak (Curcuma xanthorriza
Roxb.) Aksesi Sukabumi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. drh. Hasim Danuri,
DEA sebagai pembimbing utama, dan Bapak Waras Nurcholis, S.Si.,M.Si sebagai
pembimbing kedua yang telah memberikan kritik, saran, arahan dan bimbingan
dalam penyusunan skripsi ini. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih
kepada keluarga, Rega, Cholila, sahabat, keluarga Aisyah, keluarga
Homeschooling dan teman-teman Biokimia 46 serta berbagai pihak yang namanya
tidak dapat disebutkan satu persatu yang selalu mendukung penulis. Semoga
karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2013
Andini Setyanti Putri
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
METODE 2
Bahan dan Alat 2
Prosedur Penelitian 3
Prosedur Analisis Data 6
HASIL 6
Ekstrak dan Kadar Air Temulawak 6
Kadar Pati Simplisia Rimpang Temulawak 8
Kadar Fenolik Ekstrak Rimpang Temulawak 8
Aktivitas Inhibisi COX-2 9
Analisis Korelasi Pati, Fenolik, dan Aktivitas Antiinflamasi 9
PEMBAHASAN 10
Ekstrak Rimpang Temulawak 10
Kadar Pati dan Fenolik Rimpang Temulawak 10
Aktivitas Antiinflamasi dan Korelasi Terhadap Pati dan Fenolik 12
SIMPULAN 13
DAFTAR PUSTAKA 13
LAMPIRAN 17
RIWAYAT HIDUP 20
DAFTAR GAMBAR
1 Format Micro plate inhibisi COX-2 6 2 Rendemen (%) ekstrak rimpang temulawak 7 3 Kadar air (%) rimpang temulawak segar 7 4 Kadar air simplisia temulawak (%) 8 5 Kadar pati temulawak Sukabumi dan Cursina 8 6 Kadar fenolik temulawak Sukabumi dan Cursina 9 7 Aktivitas Inhibisi temulawak Sukabumi, Cursina dan diklofenak 9
DAFTAR LAMPIRAN
1 Rendemen Ekstrak Rimpang Temulawak 17 2 Kadar Air Simplisia Temulawak 17 3 Kadar Pati Rimpang Temulawak 17 4 Kadar Fenolik Ekstrak Rimpang Temulawak 18 5 Aktivitas inhibisi terhadap COX-2 19
PENDAHULUAN
Inflamasi atau peradangan adalah respon yang menguntungkan pada saat
terjadi kerusakan jaringan dan masuknya benda asing yang mengawali perbaikan
struktur dan fungsi jaringan. Inflamasi ditandai dengan adanya panas, kemerahan,
pembengkakan, rasa nyeri, dan kehilangan fungsi jaringan. Namun inflamasi yang
berkepanjangan dapat berkontribusi pada berbagai patogenesis penyakit. Respon
inflamasi yang tidak semestinya dapat menyebabkan kehilangan jaringan atau
fungsi organ seperti penyakit bronkhitis kronis, emfisema, asma,
glomerulonefritis, infraksi miokardial dan cedera iskemia reperfusi (Lawrence et
al. 2002).
Pengobatan yang selama ini dilakukan umumnya menggunakan obat-obatan
sintetik. Golongan obat yang digunakan antara lain adalah non-steroidal anti-
inflammatory drugs (NSAIDs) dan inhibitor selektif siklooksigenase-2 (COX-2).
Obat-obatan ini umumnya bekerja dengan menghambat sintesis siklooksigenase
dan produk leukotriena, mencegah terbentuknya radikal oksigen dan enzim
lisosomal, mencegah agregasi neutrofil, adhesi dan kemotaksis (Suleyman et al.
2007). Menurut Ray et al. 2002 Non-aspirin, non-steroidal anti inflamatory
drugs (NANSAIDs) memiliki efek kompleks yang meningkatkan resiko penyakit
jantung koroner. Inhibitor selektif COX-2 meningkatkan resiko infraksi
miokardial. Dosis tinggi dari beberapa NSAIDs seperti diklofenak dan ibuprofen
berhubungan dengan resiko kejadian vaskular (Kearney et al. 2006). Oleh karena
itu perlu dikembangkan obat tradisional yang berasal dari bahan alami sehingga
efek negatif dari obat-obatan tersebut dapat diminimalisir. Salah satu bahan alam
tersebut adalah temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) (Kasiran 2008).
Temulawak merupakan tanaman asli Indonesia, banyak ditemukan terutama
di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Bali,
Sumatera Utara, Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi
Utara dan Sulawesi Selatan (Rahardjo 2010). Kandungan zat yang terdapat pada
rimpang temulawak terdiri atas kurkuminoid, pati, protein, lemak (fixed oil),
selulosa, mineral, dan minyak atsiri (Afifah dan Tim Lentera 2003). Minyak
esensial temulawak memiliki aktivitas antibakteri terhadap Streptococcus mutans
(Hertiani et al. 2011). Ekstrak kasar polisakarida temulawak dapat menstimulasi
sistem imun dengan meningkatkan fagositosis makrofag (Kim et al. 2007).
Kurkumin adalah senyawa flavonoid turunan dari heptanoid, senyawa ini
merupakan senyawa polifenol yang paling aktif (Anand 2012). Kurkumin
merupakan salah satu komponen fenolik. Senyawa fenolik yang umumnya
terdapat dalam bahan alam antara lain asam fenolat, flavonoid, tanin, stilben,
kurkuminoid, koumarin, lignan, dan kuinon. komponen fenolik memiliki sifat
sebagai pencegah kanker (seperti antioksidan, antikarsinogenik, antimutagenik,
dan antiinflamasi) serta berkontribusi menginduksi kejadian apoptosis (Huang et
al. 2010).
Temulawak memiliki banyak khasiat diantaranya yaitu, temulawak
berfungsi sebagai immunostimulator (Sufiriyanto dan Mohandas 2007). Ekstrak
temulawak dapat menghambat akumulasi kolesterol pada makrofag dengan
menghambat oksidasi LDL, sehingga ekstrak temulawak dapat digunakan untuk
menghambat terjadinya arterosklerosis (Septiana et al. 2006). Menurut Karima
2
(2012) ekstrak etanol rimpang temulawak dapat meningkatkan kadar HDL secara
signifikan. Temulawak memiliki aktivitas inflamasi dengan mengurangi diameter
peradangan dan jumlah sel radang (Daryanani 2006). Berdasarkan hasil penelitian
yang telah disebutkan, dapat diketahui bahwa ekstrak temulawak memiliki
aktivitas sebagai antiinflamasi.
Senyawa aktif yang berperan sebagai antiinflamasi diantaranya adalah pati
dan senyawa fenolik (Nurcholis 2008, Said 2007). Untuk mengetahui aktivitas
antiinflamasi dari ekstrak temulawak ini, dapat diketahui dengan menganalisis
aktivitas penghambatan temulawak terhadap sikloooksigenase-2. Enzim
siklooksigenase merupakan enzim kunci yang dibutuhkan untuk mengkonversi
asam arakhidonat menjadi prostaglandin endoperoksidase H2 (Dong et al. 2011).
Terdapat dua bentuk isoform siklooksigenase, yaitu COX-1 dan COX-2. COX-1
mengkatalisis pembentukan prostaglandin sitoprotektif di berbagai jaringan,
COX-2 dapat diinduksi oleh faktor pertumbuhan, agen proinflamasi, endotoksin,
mitogen dan agen tumor dan dapat menginduksi proses patologi seperti inflamasi
(Suleyman et al. 2007).
Temulawak yang digunakan pada penelitian ini adalah temulawak aksesi
Ciemas, Sukabumi dan temulawak varietas Cursina 3. Temulawak aksesi
Sukabumi yang digunakan pada penelitian ini, dilaporkan memiliki aktivitas
inhibisi terhadap siklooksigenase-2 tertinggi dibandingkan dengan temulawak
aksesi Ngawi, Karanganyar, dan Wonogiri (Ambarsari et al. 2011). Selain itu,
temulawak varietas Cursina 3 yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
temulawak yang memiliki kadar kurkuminoid dan xanthorhizol tertinggi dalam
ekstrak dibandingkan dengan kedua nomor harapan temulawak lainnya
(temulawak Cursina 1 dan 2) (Rahardjo dan Nur 2007).
Temulawak telah diketahui dapat berfungsi sebagai antiinflamasi. Namun
belum diketahui aktivitas antiinflamasi terhadap penghambatan siklooksigenase
serta korelasinya terhadap kandungan pati dan fenolik pada temulawak aksesi
Ciemas, Sukabumi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan menganalisis
aktivitas antiinflamasi dari temulawak asal Sukabumi terhadap penghambatan
siklooksigenase secara in vitro dengan metode Colorimetric COX Inhibitor
Screening Assay serta korelasinya terhadap kandungan pati dan fenolik yang
dibandingkan dengan temulawak varietas Cursina. Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi mengenai aktivitas antiinflamasi temulawak aksesi
Sukabumi serta korelasinya terhadap kadar pati dan fenolik, sehingga dapat
diketahui komponen aktif yang berperan sebagai antiinflamasi.
METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang temulawak
aksesi Ciemas, Sukabumi sebagai sampel dan temulawak varietas Cursina sebagai
tanaman pembanding. Kedua sampel temulawak ditanam di Kabupaten Nagrak,
Sukabumi dan dipanen pada usia 9 bulan setelah masa tanam. Diklofenak sebagai
3
kontrol positif dalam uji inhibisi COX-2, kit COX inhibitor screening assay No.
560131 (Cayman Chem Com 2011), akuades, aquatridestilata (E. Merck), DMSO
(E. Merck), etanol absolut (E. Merck), etanol 70%, eter, etanol 10%, HCl±25%,
NaOH 45%, peraksi Luff-Scohrl, KI 30%, H2SO4 4N, Na2S2O3.5H2O 0.1 N,
amilum 2 %, reagen Folin-Ciocalteu, natrium karbonat 7.5%, alumunium foil, dan
metanol (E. Merck).
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ELISA reader (Lab
System Multiscan Ascent), spektrofotometer, pipet mikro (Socorex), neraca digital,
shaker (Labnet Orbit 1000), mikroplate, vial, spatula, neraca analitik, kertas
saring Whatman tipe 4, vorteks, pipet tetes, pipet Mohr, tip, gegep, hot plate
(Maspion), dan alat alat gelas (Pyrex) seperti corong, labu takar, buret, gelas ukur,
gelas piala, labu Erlenmeyer, dan tabung reaksi.
Prosedur Penelitian
Preparasi Sampel
Pembuatan Serbuk. Sampel dimasukkan ke dalam penggiling selama 5-10
menit hingga menjadi serbuk halus berukuran 100 mesh, kemudian dimasukkan
ke dalam kantung plastik dan disimpan ditempat kering.
Ekstraksi Rimpang Temulawak (BPOM 2005). Maserasi merupakan
ekstraksi menggunakan pelarut etanol 70% dengan perbandingan simplisia dan
pelarut adalah 1:10 yang direndam 24 jam sambil sesekali diaduk. Ekstrak
dipisahkan, dan proses diulang 3 kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama.
ekstrak yang didapat diuapkan pelarutnya dengan vakum rotari evaporator hingga
diperoleh ekstrak pekat.
Analisis Kadar Pati Simplisia Temulawak (Fardiaz 1989)
Prinsip Pengujian Kadar Pati Simplisia Temulawak. Penetapan kadar
pati ini menggunakan metode Luff-Scohrl. Pati dihidrolisis menggunakan asam
dan panas sehingga menghasilkan monomer-monomer gula, kemudian gula yang
terbentuk direaksikan dengan pereaksi metode Luff-Scohrl selanjutnya ditentukan
jumlahnya sebagai kadar pati dalam sampel.
Preparasi Sampel (Filtrat). Serbuk simplisia temulawak sebanyak 3 g
ditimbang dan dimasukkan ke dalam gelas piala 250 mL. Gelas piala yang berisi
serbuk simplisia tersebut ditambahkan akuades sebanyak 50 mL kemudian diaduk
selama 1 jam. Suspensi serbuk temulawak yang diperoleh kemudian disaring
dengan kertas saring Whatman tipe 4 dan ditambahkan dengan akuades sampai
volume filtrat 250 mL. Untuk menghilangkan kandungan lemak pada sampel, pati
yang tersisa pada kertas saring dicuci 5 kali dengan 10 mL eter. Eter dibiarkan
menguap dari sisa pati pada kertas saring kemudian dicuci kembali menggunakan
150 mL alkohol 10% untuk menghilangkan lebih lanjut karbohidrat yang terlarut.
Residu yang diperoleh kemudian dipindahkan secara kuantitatif dari kertas
saring ke dalam labu Erlenmeyer dengan cara pencucian dengan 200 mL akuades
dan ditambahkan 20 mL HCl±25%. Erlenmeyer ditutup dan dipanaskan di atas
penangas air sampai mendidih selama 2.5 jam. Larutan residu didinginkan dan
dinetralkan dengan NaOH 45% kemudian diencerkan sampai volume 500 mL.
Campuran tersebut disaring kembali menggunakan kertas saring. Filtrat yang
diperoleh akan dianalisis menggunakan metode Luff-Scohrl. Peraksi Luff-Scohrl
4
dibuat dengan 25 g CuSO4.5H2O, 100 mL H2O, 50 g asam sitrat, 50 mL H2O, 388
g Na2CO3.10H2O dan diencerkan sampai volume 1 L dan dihomogenkan.
Penetapan Kadar Pati. Sebanyak 25 mL filtrat diambil dan dicampurkan
dengan 25 mL larutan Luff-Scohrl pada labu erlenmeyer 200 mL. Campuran
tersebut dikocok sampai homogen. Labu erlenmeyer berisi campuran tersebut
dipanaskan pada suhu mendidih selama 10 menit. Tepat pada waktu 10 menit,
labu erlenmeyer didinginkan dengan cepat pada bak es untuk menghentikan reaksi
yang terjadi. Ke dalam labu erlenmeyer tersebut ditambahkan 10 mL KI 30% dan
25 mL H2SO4 4N. Kemudian campuran yang diperoleh dititrasi dengan larutan tio
(Na2S2O3.5H2O 0.1 N) menggunakan indikator 1 mL amilum 2 %. Volume tio
(Na2S2O3.5H2O) yang digunakan dicatat digunakan sebagai volume sampel.
Dilakukan pula titrasi untuk penatapan volume blanko. Blanko dibuat
dengan 25 mL akuades dan 25 mL larutan Luff-Scohrl. Hasil analisis pati ini
diperoleh dari perhitungan % glukosa. Kadar (%) glukosa yang diperoleh
kemudian dikonversi menjadi kadar pati dengan faktor konversi 0.91. Adapun
rumus perhitungan kadar pati adalah sebagai berikut:
% pati = ( . lanko- .sampel) N Na2 2O3 glukosa .filtrat
mg contoh ×100%
Penentuan Kadar Fenolik Total (Singleton dan Rossi 1965)
Sebanyak 5-10 mg ekstrak sampel ditimbang dan dilarutkan dalam labu
takar 25 mL. Kemudian diambil 2 mL sampel, ditambahkan 1 mL Na2CO3 dan
diinkubasikan dalam suhu ruang selama 5 menit. Kemudian ditambahkan 0.5 mL
reagen Folin-Ciocalteu 0.5 N dan 5 mL air. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang,
di ruang gelap selama satu jam. Larutan diukur serapannya pada panjang
gelombang 725 nm. Sebagai standar digunakan asam tanat dalam konsentrasi 0
ppm, 10 ppm, 30 ppm, 50 ppm, 70 ppm dan 100 ppm. Kadar fenolik total
dinyatakan ekuivalen asam tanat dalam miligram per gram ekstrak (mg/g ekstrak).
Uji Aktivitas Inhibisi Terhadap COX-2 (Cayman Chem Com 2011)
Ekstrak rimpang temulawak diuji daya inhibisnya dengan teknik ELISA
(Enzym Linked Immunosorbent Assay) menggunakan COX Inhibitor Screening
Assay Kit.
Penyiapan Sampel Uji. Sampel yang digunakan adalah ekstrak etanol
temulawak (Curcuma xantorrhiza Roxb.) aksesi Sukabumi dan varietas Cursina.
Konsentrasi larutan yang digunakan adalah 100 ppm, dibuat dengan melarutkan 1
mg sampel dalam 10 mL metanol.
Larutan Background. Sebanyak 0.02 mL COX-2 dalam tabung mikrofus
0.5 mL diinkubasi dalam air mendidih selama 3 menit untuk dinonaktifkan
aktivitas enzimnya. Enzim yang inaktif ini akan digunakan untuk memperoleh
nilai background. Sebanyak 0.97 mL buffer reaksi dicampurkan dengan 0.01 mL
larutan heme, dan 0.01 mL COX-2 nonaktif. Selanjutnya diinkubasi 10 menit
dalam suhu 370 C, kemudian ditambahkan 0.01 mL substrat asam arakhidonat.
Inkubasi kembali 2 menit pada suhu 370
C. Sebanyak 0.05 mL HCl dan 0.01 mL
SnCl2 ditambahkan ke dalam campuran kemudian inkubasi 5 menit dalam suhu
5
ruang. Larutan background lalu diencerkan 100 kali dengan mencampurkan 0.01
mL larutan background dengan 0.99 mL buffer EIA.
Larutan Aktivitas Awal COX-2 100%. Sebanyak 0.95 mL buffer reaksi
dicampurkan dengan 0.01 mL larutan heme, dan 0.01 mL COX-2. Kemudian
ditambahkan 0.02 mL buffer reaksi dan dihomogenisasi. Larutan tersebut
diinkubasi 10 menit pada suhu 370 C. Reaksi diinisiasi dengan ditambahkannya
larutan asam arakhidonat 0.01 mL pada semua larutan lalu dihomogenisasi dan
diinkubasi 2 menit pada suhu 370
C. Sebanyak 0.05 mL HCl dan 0.01 mL SnCl2
ditambahkan ke dalam campuran kemudian diinkubasi 5 menit dalam suhu ruang.
Larutan tersebut diencerkan 100 kali dengan mencampurkan 0.01 mL larutan
aktivitas awal COX-2 100% dengan 0.99 mL buffer EIA, kemudian diambil 0.05
mL dan ditambahkan 0.95 mL buffer EIA.
Larutan Inhibitor COX-2 (ekstrak etanol rimpang temulawak).
Sebanyak 0.95 mL buffer reaksi, 0.01 mL heme dan 0.01 mL COX-2
dicampurkan dalam vial dan ditambahkan 0.02 mL sampel ekstrak rimpang
temulawak lalu dihomogenkan. Larutan tersebut diinkubasi 10 menit pada suhu
370
C. Reaksi diinisiasi dengan ditambahkan larutan asam arakhidonat 0.01 mL
pada vial lalu dihomogenisasi dan diinkubasi 2 menit pada suhu 370
C. Sebanyak
0.05 mL HCl dan 0.01 mL SnCl2 ditambahkan ke dalam campuran kemudian
diinkubasi 5 menit dalam suhu ruang dan diencerkan 2000 kali.
Pembuatan Standar Prostaglandin (PG). Standar PG yang telah
diliofilisasi dilarutkan ke dalam 1 mL buffer EIA sehingga konsentrasi larutan
menjadi 10 ng/mL (bulk standard). Sebanyak 0.8 mL buffer EIA dimasukkan ke
dalam vial 1 dan 0.5 mL buffer EIA dimasukkan ke dalam vial 2-8. Sebanyak 0.2
mL bulk standar (10 ng/mL) dipindahkan ke dalam vial satu dan dicampurkan
secara menyeluruh. Secara berurutan, standar diencerkan dengan memindahkan
sebanyak 0.5 mL dari vial dua ke vial tiga dan dicampurkan secara menyeluruh.
Perlakuan tersebut diulang untuk vial 4-8. Konsentrasi masing-masing standar
yang diperoleh adalah 2000 p, 1000, 500, 250, 125, 62.5, 31.3, dan 15.6 (pg/mL).
Uji Aktivitas Penghambatan COX-2. e anyak 100 μL buffer (Enzyme
Immuno Assay) EIA dimasukkan pada well Non Spesific Binding (NSB).
Kemudian 50 μL buffer EIA pada well B0. Larutan standar prostaglandin
ditambahkan se anyak 50 μL pada masing-masing well S1-S8. Well BC diisi
dengan 50 μL larutan background, sebanyak 50 μL larutan aktivitas awal COX-2
diisi dengan larutan inhibitor COX-2. Tahap berikutnya, setiap sumur
ditambahkan prostaglandin asetilkolinesterase (PG AchE tracer) kecuali pada
sumur Total Activity (TA) dan Blk (Blanko), setiap sumur ditambahkan 50 μL
antiserum prostaglandin kecuali sumur TA dan NSB kemudian plat ditutup dan
diinkubasi 18 jam pada suhu ruang.
Setelah plate diinkubasi, plate dicuci dengan larutan penyangga pencuci,
kemudian setiap sumur ditambahkan dengan perekasi Ellman sebanyak 0.2 mL
dan sumur TA diisi dengan larutan PG AchE tracer sebanyak 5 μL. Micro plate
ditutup menggunakan plastic film dan dibiarkan bereaksi dengan diinkubasi pada
ruang gelap selama 60-90 menit lalu diukur menggunkan Elisa reader dengan
panjang gelombang 412 nm. Aktivitas antiinflamasi diperoleh dengan menghitung
konsentrasi prostaglandin yang dapat dihambat oleh ekstrak melalui nilai
absorbansinya. Format micro plate yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1.
6
Keterangan:
Blk : blanko BC2 : background COX-2
NSB : non specific binding % : 100% initial activity
B0 : maksimum binding H : COX inhibitor samples
S1-S8 : standar TA : Aktivitas total.
Gambar 1 Format Micro plate inhibisi COX-2
Penentuan Persentase Inhibisi
Nilai % inhibisi adalah persentase enzim yang mampu dihambat oleh
sampel dengan konsentrasi 100 ppm. Nilai %inhibisi diperoleh dari besarnya
konsentrasi prostaglandin yang mampu dihambat oleh ekstrak. Nilai konsentrasi
prostaglandin ditentukan dengan mencari nilai x pada persamaan garis fungsi
logaritma dari kurva standar prostaglandin.
Y = a + b ln (x) (fungsi ln)
Keterangan: a dan b = konstanta
X = [prostaglandin] pg/mL
Y = %b/b0
Prosedur Analisis Data
Analisis statistik terhadap aktivitas siklooksigenase menggunakan
rancangan acak lengkap (RAL), yaitu dengan uji analysis of varian (ANOVA)
pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α=0.05. Data dianalisis dengan program
perangkat lunak Statistical Programme for Social Science (SPSS) PASW 18.0.
HASIL
Ekstrak dan Kadar Air Temulawak
Gambar 2 menunjukkan data rendemen hasil ekstraksi simplisia rimpang
temulawak dengan metode maserasi dan pelarut etanol 70%. Ekstrak temulawak
aksesi Sukabumi memiliki rendemen sebesar 16.71%±1.30 dan ekstrak
7
temulawak varietas Cursina memiliki rendemen sebesar 12.58%±1.16. Hasil uji
statistik menunjukkan rendemen temulawak aksesi Sukabumi memiliki rendemen
yang lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan temulawak varietas Cursina. Hal
ini menunjukkan temulawak aksesi Sukabumi mengandung kadar metabolit larut
etanol yang lebih tinggi dibandingkan dengan temulawak varietas Cursina.
Hasil analisis kadar air rimpang temulawak segar ditunjukkan pada Gambar
3. Temulawak aksesi Sukabumi memiliki kadar air rimpang segar sebesar
73.64%±2.67 dan temulawak varietas Cursina sebesar 65.72%±6.89. Kadar air
rimpang temulawak segar tertinggi pada temulawak aksesi Sukabumi, namun
berdasarkan uji statistik kadar air kedua rimpang temulawak tersebut sama
(P>0.05). Kadar air rimpang segar ini menunjukkan besarnya air yang digunakan
tumbuhan sebagai substrat fotosintesis, sehingga tingginya kadar air akan
mempengaruhi metabolit yang terbentuk. Semakin tinggi kadar air, maka
metabolit yang dihasilkan akan semakin banyak.
Hasil analisis kadar air simplisia ditunjukkan pada Gambar 4. Temulawak
Cursina mengandung kadar air yang lebih besar dibandingkan dengan temulawak
aksesi Sukabumi yaitu 20.44%±3.59 dan 16.14%±4.89, namun secara statistik
kadar air simplisia temulawak aksesi Sukabumi dan varietas Cursina sama
(P>0.05). Nilai kadar air simplisia akan menjadi faktor koreksi untuk analisis
kadar pati.
Gambar 2 Rendemen (%) ekstrak rimpang temulawak
Gambar 3 Kadar air (%) rimpang temulawak segar
0
5
10
15
20
Sampel Temulawak
Ren
dem
en (
%)
Aksesi Sukabumi Varietas Cursina
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
Sampel Temulawak
Ka
da
r a
ir r
imp
an
g s
ega
r (%
)
Aksesi Sukabumi Varietas Cursina
8
Gambar 4 Kadar air simplisia temulawak (%)
Kadar Pati Simplisia Rimpang Temulawak
Pati merupakan komponen terbesar dari rimpang temulawak dan pati
memiliki pengaruh terhadap aktivitas antiinflamasi. Hasil analisis kadar pati
simplisia temulawak Sukabumi dan Cursina dapat dilihat pada Gambar 5.
Temulawak aksesi Sukabumi mengandung kadar pati sebesar 18.66%±6.47 dan
varietas Cursina mengandung kadar pati sebesar 23.05%±3.49 namun secara
statistik kadar pati simplisia temulawak aksesi Sukabumi dan varietas Cursina
sama (P>0.05). Tinggi rendahnya kadar pati dapat mempengaruhi aktivitas
antiinflamasi dari temulawak.
Kadar Fenolik Ekstrak Rimpang Temulawak
Komponen fenolik merupakan salah satu metabolit sekunder yang
dihasilkan oleh tumbuhan. Komponen fenolik memiliki aktivitas sebagai
antiinflamasi. Gambar 6 menunjukkan kadar fenolik total temulawak. Kadar
fenolik total temulawak aksesi Sukabumi lebih tinggi dibandingkan dengan
temulawak Cursina. Temulawak aksesi Sukabumi mengandung 81.16 mg/g±19.68
dan temulawak Cursina mengandung senyawa fenolik sebesar 65.01 mg/g±1.66,
namun secara statistik kadar fenolik pada kedua sampel temulawak tersebut sama
(P>0.05). Tingginya kadar fenolik berpotensi memiliki aktivitas antiinflamasi
yang tinggi.
Gambar 5 Kadar pati temulawak Sukabumi dan Cursina
0
5
10
15
20
25
30
Sampel Temulawak
Ka
da
r a
ir s
imp
lisi
a (
%)
Aksesi Sukabumi Varietas Cursina
0
5
10
15
20
25
30
Sampel Temulawak
Ka
da
r P
ati
(%
)
Aksesi Sukabumi Varietas Cursina
9
Gambar 6 Kadar fenolik temulawak Sukabumi dan Cursina
Aktivitas Inhibisi COX-2
Aktivitas penghambatan COX-2 ditunjukkan pada Gambar 7. Aktivitas
inhibisi COX-2 terbesar pada diklofenak sebagai kontrol positif dengan nilai
penghambatan 80.54%±4.93. Nilai %inhibisi COX-2 temulawak aksesi Sukabumi
memiliki nilai penghambatan 55.35%±42.71 dan temulawak Cursina memiliki
nilai penghambatan 17.37%±10.88. Berdasarkan uji statistika nilai persentase
inhibisi temulawak aksesi Sukabumi sama dengan diklofenak dan varietas Cursina
(P>0.05), namun persentase inhibisi temulawak varietas Cursina jauh lebih kecil
dibandingkan dengan diklofenak (P<0.01). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas
antiinflamasi diantara kedua sampel temulawak lebih tinggi pada temulawak
aksesi Sukabumi.
Analisis Korelasi Pati, Fenolik, dan Aktivitas Antiinflamasi
Analisis korelasi dilakukan dengan menggunakan program SPSS PASW
18.0. Berdasarkan analisis korelasi Pearson dengan (Tabel 1) menunjukkan bahwa
aktivitas inhibisi berbanding lurus dengan kadar fenolik (nilai korelasi positif) dan
berbanding terbalik dengan kadar pati (nilai korelasi negatif). Selain itu kadar pati
berbanding terbalik dengan kadar fenolik. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas
antiinflamasi dipengaruhi oleh metabolit sekunder dan metabolit primer. Semakin
tinggi metabolit sekunder maka aktivitas inflamasi akan semakin tinggi dan hal ini
berbanding terbalik dengan tingginya metabolit primer.
Gambar 7 Aktivitas Inhibisi temulawak Sukabumi, Cursina dan diklofenak
0
20
40
60
80
100
120
Sampel
% I
nh
ibis
i C
OX
Aksesi Sukabumi Varietas Cursina diklofenak
0
20
40
60
80
100
120
Sampel TemulawakKa
da
r F
eno
lik
(m
g T
AE
/g)
Aksesi Sukabumi Varietas Cursina
10
Tabel 1 Analisis korelasi kadar pati, kadar fenolik dan persentase inhibisi
Persentase Inhibisi Kadar pati Kadar fenolik
Persentase
inhibisi Pearson Correlation 1 -,924 ,919
Sig. (2-tailed) ,076 ,081
Kadar pati Pearson Correlation -,924 1 -,995
**
Sig. (2-tailed) ,076 ,000
Kadar
fenolik Pearson Correlation ,919 ,995
** 1
Sig. (2-tailed) ,081 ,000
**. Korelasi berbeda nyata pada taraf uji 0.01 (2-tailed).
PEMBAHASAN
Ekstrak Rimpang Temulawak
Hasil rendemen yang diperoleh dari temulawak aksesi Sukabumi lebih
tinggi (P<0.05) dari pada ekstrak temulawak varietas Cursina. Sembiring et al.
(2006) mengekstraksi temulawak dengan pelarut etanol 70% memperoleh
rendemen sebesar 16.65%–32.49%. Rendemen yang didapatkan pada penelitian ini
lebih sedikit dibandingkan dengan yang didapatkan oleh Sembiring et al. (2006).
Perbedaan hasil rendemen yang diperoleh dapat disebabkan beberapa hal yaitu
ukuran simplisia, waktu, kepolaran pelarut, suhu, dan pengadukan (Sari et al.
2013, Paryanto & Bambang 2006, Sembiring et al. 2006).
Penelitian ini menggunakan maserasi dengan etanol. Metode ini digunakan
karena merupakan metode yang lebih praktis dan efisien serta menghasilkan kadar
kurkuminoid yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode refluks dan sonikasi
(Mujahid et al. 2012). Etanol digunakan karena mudah didapatkan, non-toksik,
dan sifat kepolarannya lebih kecil dari air (indeks kepolaran P’ 4.3) (Sari 2012).
Berdasarkan analisis kadar air rimpang segar, kadar air rimpang segar
temulawak aksesi Sukabumi sama dengan temulawak varietas Cursina (P>0.05).
Kadar air rimpang segar temulawak yang didapatkan oleh Adzkiya (2006)
memiliki nilai yang hampir sama yaitu berkisar 74% untuk temulawak yang
dipanen pada umur 9 bulan setelah masa tanam. Nilai kadar air yang terdapat pada
tanaman bergantung pada umur tanaman dan ketersediaan air dari lingkungan
(Adzkiya 2006). Tingginya kadar air mempengaruhi laju fotosintesis. Fotosintesis
memanfaatkan energi matahari untuk mensintesis karbohidrat dan asam amino
dari air, karbondioksida, nitrat dan sulfat (Heldt 2005). Oleh karena itu tinggi
rendahnya kadar air akan mempengaruhi metabolit yang terbentuk.
Kadar Pati dan Fenolik Rimpang Temulawak
Kandungan rimpang temulawak terdiri atas kurkuminoid, minyak atsiri,
pati, dan oleoresin. Pati merupakan komponen terbesar pada rimpang temulawak
(Said 2007). Menurut Kim et al. (2007) ekstrak kasar polisakarida temulawak
11
dapat berfungsi sebagai imunostimulan. Ekstrak kasar polisakarida ini
mengandung 18.69% arabinosa, 14% galaktosa, 50.67% glukosa, 12.97% manosa,
2.73% ramnosa, dan 0.94% xilosa dengan berat molekul rata-rata 33 kDa.
Kadar pati kedua temulawak relatif sama. Paryanto dan Bambang (2006)
mendapatkan kadar pati rimpang temulawak sebesar 60.09%. Sementara hasil
penelitian Rahardjo dan Nur (2007) menyebutkan bahwa Cursina 3 yang
digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar pati sebesar 51.88%. Kadar pati
yang didapatkan oleh Paryanto dan Bambang (2006) jauh lebih besar
dibandingkan dengan kadar pati yang didapatkan pada penelitian ini. Besarnya
pebedaan kadar pati ini disebabkan karena perbedaan usia panen temulawak dan
tempat tumbuh tanaman.
Paryanto dan Bambang (2006) menanam temulawak di Bekasi yang berada
pada ketinggian 19 m dpl, sementara pada penelitian ini temulawak ditanam pada
ketinggian 550 dpl. Menurut Rukmana (2006) rimpang yang dihasilkan dari
dataran rendah kandungan patinya lebih tinggi dibandingkan dengan rimpang dari
dataran tinggi. Selain itu, kadar metabolit pada temulawak dipengaruhi oleh usia
tanam (Rosiyani 2010). Ferry et al. (2009) menyatakan bahwa kadar pati akan
semakin tinggi seiring dengan pertambahan usia tanaman hingga mencapai umur
11 bulan setelah tanam, dan mulai menurun pada umur 13-15 bulan setelah tanam.
Penentuan kadar pati pada percobaan ini dilakukan dengan menggunakan metode
Luff-Schroll. Metode ini digunakan karena bersifat spesifik terhadap gula
pereduksi (Moreno dan Rafael 2012).
Komponen fenolik merupakan salah satu metabolit sekunder yang
dihasilkan oleh tumbuhan. Metabolit sekunder diperlukan oleh tumbuhan secara
struktural maupun sebagai proteksi (Stalikas 2007). Komponen fenolik memiliki
sifat sebagai antiinflamasi (Huang et al. 2010). Kadar fenolik total pada
temulawak Sukabumi tidak berbeda dengan temulawak Cursina (P>0.05). Hasil
penelitian Nurcholis et al. (2012) menyebutkan bahwa total fenolik Curcuma
xanthorrhiza dalam pelarut etanol adalah 424.3±2.2 mg TAE/g. Kadar fenolik
total yang didapat lebih kecil dari pada hasil penelitian Nurcholis et al. (2012).
Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan tempat tumbuh temulawak. Sintesis
komponen fenolik dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Boudet 2007). Penentuan
kadar fenolik total dilakukan dengan metode Folin-Ciocalteu. Metode ini umum
digunakan untuk penentuan total fenol, metode ini bersifat spesifik, bekerja
dengan mereduksi fenol (Roura et al. 2006).
Komponen fenolik disintesis dari asam amino fenilalanin (Boudet 2007).
Umumnya fenolik disintesis selama masa perkembangan tumbuhan serta
merupakan respon dalam kondisi terluka, radiasi UV, dan infeksi (Stalikas 2007).
Asam amino fenilalanin sendiri disintesis dari jalur shikimate, yang membutuhkan
fosfoenolpiruvat dan eritrosa 4-fosfat sebagai prekursor (Heldt 2005). Sintesis
komponen fenolik diatur melalui regulasi gen oleh faktor lingkungan (Boudet
2007). Sintesis komponen fenolik akan tinggi apabila tidak ada kebutuhan asam
amino fenil alanin untuk pertumbuhan sehingga fenil alanin disintesis menjadi
komponen fenolik untuk perlindungan dan perlawanan. Oleh karena itu,
komponen fenolik merupakan faktor kunci pertahanan tumbuhan dalam
beradaptasi secara morfologi dan biokimia (Boudet 2007). Kadar komponen
fenolik dan pati kedua temulawak tidak berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa
pada usia 9 bulan setelah masa tanam, kedua tanaman temulawak memiliki
12
kebutuhan yang sama untuk perlindungan dan pertahanan serta pertumbuhannya
sehingga mensintesis komponen fenolik dan pati dalam kadar yang sama besar.
Aktivitas Antiinflamasi dan Korelasi Terhadap Pati dan Fenolik
Aktivitas antiinflamasi ekstrak rimpang temulawak diketahui dengan
melihat aktivitas penghambatan kerja enzim siklooksigenase-2 yang mengkatalisis
konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin (Dong et al. 2011).
Prostaglandin merupakan mediator lipid yang menginduksi terjadinya inflamasi
dan rasa nyeri (Simmons et al. 2004). Aktivitas antiinflamasi kurkumin selain
melalui penghambatan siklooksigenase-2 secara in vitro, kurkumin dapat
menghambat produksi proinflamasi interlukin-8 dan 1, monosit kemotatik
protein-1, dan tumor nekrosis faktor- (Anand et al. 2012). Secara in vivo
kurkumin dapat menghambat inflamasi yang diinduksi oleh karagenan (Patimah
2010) dan meregulasi peroxisome proliferator-activated receptor (PPAR)-γ yang
merupakan reseptor antiinflamasi pada nukleus (Siddiqui et al. 2006).
Diklofenak yang merupakan kontrol positif memiliki aktivitas
penghambatan terbesar dibandingkan dengan kedua sampel temulawak.
Diklofenak merupakan obat antiinflamasi non-steroid bekerja dengan
menghambat tahapan asam arakhidonat cascade, baik menghambat dari jalur
siklooksigenase maupun jalur lipoksigenase, hal ini akan mereduksi pembentukan
prostaglandin dalam jumlah besar (Latif et al. 2012). Penggunaan diklofenak
sebagai kontrol positif disebabkan karena diklofenak cukup banyak digunakan
sebagai obat antiinflamasi (Kearney et al. 2006).
Ekstrak rimpang temulawak aksesi Sukabumi memiliki aktivitas
penghambatan siklooksigenase-2 yang sama dengan diklofenak (P>0.05).
Sementara aktivitas penghambatan pada temulawak varietas Cursina lebih rendah
(P<0.01) dibandingkan dengan kontrol. Hal ini disebabkan karena kadar pati yang
lebih tinggi (P<0.05) pada temulawak varietas Cursina. Pati dapat berperan
sebagai imunostimulan (Kim et al. 2007). Pati secara signifikan meningkatkan
fagositosis dari makrofag dan menghasilkan NO, H2O2, TNF-, dan PGE2 dengan
menginduksi inducible nitric oxide synthase (iNOS) dan siklooksigenase-2 (Kim
et al. 2007). Oleh karena itu tingginya kadar pati menyebabkan peningkatan
aktivitas siklooksigenase-2, sehingga aktivitas penghambatan ekstrak temulawak
terhadap siklooksigenase-2 menurun.
Kadar pati yang tinggi akan menghasilkan kadar fenolik yang rendah. Pati
merupakan metabolit primer yang berperan dalam metabolisme tanaman,
sementara komponen fenolik merupakan metabolit sekunder yang memiliki fungsi
khusus ekologi. Arah sintesis metabolit tumbuhan yang dihasilkan pada tanaman
bergantung pada kondisi tumbuhan itu sendiri. Tumbuhan muda akan lebih
banyak mensintesis metabolit primer yang digunakan untuk pertumbuhan
tumbuhan. Sementara ketika tumbuhan dalam keadaan tercekam atau kebutuhan
metabolit primer sudah terpenuhi maka tumbuhan akan lebih banyak mensintesis
metabolit sekunder (Heldt 2005). Oleh karena itu kadar pati berbanding terbalik
dengan kadar fenolik.
Menurut Surveswaran et al. (2007) senyawa bioaktif utama yang
terkandung dalam temulawak adalah kurkuminoid dan minyak esensial
(xanthorrhizol). Kurkuminoid merupakan senyawa fenolik yang berasal dari
13
turunan asam ferulat, yang mengandung 2 molekul asam ferulat yang
dihubungkan dengan metilen dan struktur -diketon (Huang et al. 2010).
Tingginya kadar fenolik menunjukkan kadar kurkuminoid yang tinggi, sehingga
meningkatkan aktivitas penghambatan siklooksigenasase-2, sementara tingginya
kadar pati akan menurunkan aktivitas penghambatan siklooksigenase-2.
SIMPULAN
Temulawak aksesi Sukabumi memiliki aktivitas penghambatan terhadap
siklooksigenase-2 relatif lebih tinggi dibandingkan dengan temulawak varietas
Cursina dengan nilai penghambatan sebesar 55.35%. Komponen temulawak yang
berperan sebagai antiinflamasi adalah komponen fenolik, sementara pati akan
mengurangi aktivitas temulawak sebagai antiinflamasi.
DAFTAR PUSTAKA
Adzkiya MAZ. 2006. Pola akumulasi kurkuminoid rimpang induk temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb) pada berbagai masa tanam dan perlakuan
budidaya tanam. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Afifah E, Tim Lentera. 2003. Khasiat dan Manfaat Temulawak Rimpang
Penyembuh Aneka Penyakit. Jakarta (ID): AgroMedia Pustaka.
Anand V et al. 2012. ‘Curcumin’ a therapeutic approach: a review [ulas balik].
Spatula DD 2(2):117-125.
Ambarsari L, Waras N, Latifah KD, Min R, Lina S, Eka IKP. 2011. Laporan
Akhir Hibah Kompetitif Penelitian Strategis Unggulan Nasional: Potensi
nanokurkuminoid berbasis bahan baku terstandar secara genetik dan
metabolit untuk meningkatkan nilai tambah biodiversitas lokal demi
kemandirian bangsa. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2005.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.00.05.41.1384 Tahun 2005 tentang Kriteria dan Tata Laksana
Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar, dan Fotofarmaka.
Jakarta (ID): BPOM RI.
Boudet AM. 2007. Evolution and current status of research in phenolic
compounds [ulas balik]. Photochemistry 68:2722-2735.
Cahyono B, Muhammad DKH, Leenawaty L. 2011. Pengaruh proses pengeringan
rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) terhadap kandungan dan
komposisi kurkuminoid. Reaktor 13(3):165-171.
Daryanani CP. 2006. Efek anti-inflamasi rimpang temulawak (Curcumae
rhizoma) terhadap dermatitis alergika dengan hewan coba mencit [tesis].
Jakarta (ID): Universitas Kristen Maranatha.
Dong L, Alex JV, Narayan PS, brice JJ, Michael GM, William LS. 2011. Human
14
cyclooxygenase-2 is a sequence homodimer that functions as a
conformational heterodimer. J. Biol. Chem. 286 (21):19035-19046.
Fardiaz D. 1989. Analisa Pangan. Bogor (ID): PAU Pangan dan Gizi, Institut
Pertanian Bogor.
Heldt HW. 2005. Plant Biochemistry.3rd
Ed. London (GB): Elsevier.
Huang WY, Yi ZC, Yanbo Z. 2010. Natural phenolic level from medicinal herbs
and dietary plants: potential use for cancer prevention. Nutr. Cancer
62(1):1-20.
Hertiani T, Sylvia UTP, Irami DKI, Dian A, Budi P. 2011. Effect of Indonesian
medicinal plants essential oils on Streptococcus mutans biofilm.
Indonesian J.Pharm 22(3):174-181.
Karima NA. 2012. Pengaruh ekstrak etanol rimpang temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) terhadap kadar HDL (high density lipoprotein) pada
tikus putih hiperlipidemia [tesis]. Surakarta (ID): Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Kasiran. 2008. Peningkatan penyedian bahan baku obat alami bersumber dari
temulawak: penelitian produksi temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb)
melalui penggunaan ukuran bibit yang berbeda. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan 11(3):270-275.
Kearney PM, Colin B, Jon G, Heather H, Jonathan RE, Carlo P. 2006. Do
selective cyclo-oxygenase-2 inhibitors and traditional non-steroidal anti-
inflammatory drugs increase the risk of artherotrombosis? Meta-analysis
of randomised trials. BMJ 332:1302-1309.
Kim AJ, Yeon OK, Jae SS, Jae KH. 2007. Immunostimulating activity of crude
polysaccaride extract isolated from Curcuma xanthorrhiza Roxb. Biosci.
Biotechnol. Biochem 71(6):1428-1438.
Kristina NN, Nurliani B, Mono R, Irenga D, Susi P, Wawan L, Totong S,
Suryatna, Hendra, Ramdhan. 2010. Laporan Teknis Penelitian Tahun
Anggaran 2010 Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik: Evaluasi 15
aksesi temulawak berdasarkan indikator geografis untuk meningkatkan
produksi >20%. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik.
Latif HAA, Sawsan SM, Gihan FA, Marwa E. 2012. Pharmacological study of the
effect of curcumin, diclofenac sodium alone and in combination against
hepatotoxicity-induced experimentally in rats. Spatula DD 2(2): 95-100.
Lawrence T, Derek AW, Derek WG. 2002. Anti-inflammatory lipid mediators and
insight into the resolution of inflamation [ulas balik]. Nature 2:787-795.
Moreno J, Rafael P. 2012. Enological Chemistry. Oxford (GB): Academic Press.
Mujahid R, Awal PKD, Nita S. 2012. Maserasi sebagai alternatif ekstraksi pada
penetapan kadar kurkuminoid simplisia temulawak (Curcuma xanthorriza
Roxb). Tawangmangu (ID): Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat
Tradisional Tawangmangu.
Nurcholis W. 2008. Profil senyawa penciri dan bioaktivitas tanaman temulawak
pada agrobiofisik berbeda [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nurcholis W, Bambang PP, Edy DP, Takeshi K, Toshisada S. 2012. Antioxidant,
cytotoxic activities and total phenolic content of four Indonesian medicinal
plants. Valensi 2(4):501-510.
Paryanto I, Bambang S. 2006. Ekstraksi kurkuminoid dari temulawak (Curcuma
xanthorriza Roxb.) secara perkolasi dengan pelarut etanol. JIFI 4(2):74-77.
15
Patimah R. 2010. Efek antiinflamasi infusa rimpang temu putih (Curcuma
zedoaria (Berg) Rosacea) pada tikus putih jantan [skripsi]. Surakarta (ID):
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Qader SW, Mahmood AA, Lee SC, Nigar N, Mazatulikhma MZ, Salehhuddin H.
2011. Antioxidant, total phenolic content and cytotoxicity evaluation of
selected Malaysian plants. Molecules 16:3433-3443.
Rahardjo M. 2010. Penerapan SOP budidaya untuk mendukung temulawak
sebagai bahan baku obat potensial. Prespektif 9(2):78-93.
Rahardjo M, Nur A. 2007. Pengaruh pemupukan organik terhadap produksi dan
mutu tiga nomor harapan temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) di
Cibinong Bogor. Bul. Littro. XVIII(1):29-38.
Ray WA, Michael S, Kathi H, James RD, Marie RG. 2002. Non-steroidal anti-
inflammatory drugs and risk of serious coronary heart disease: an
observational cohort study. Lancet 359:118-123.
Roura E, Cristina AL, Ramon E, Rosa ML. 2006. Total polyphenol intake
estimated by a modified folin-ciocalteu assay of urine. Clin.
Chem.52(4):749-752.
Rosiyani L. 2010. Evaluasi perubahan metabolit pada tanaman temulawak dengan
waktu tanam berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rukmana R. 2006. Temulawak: Tanaman Rempah dan Obat. Yogyakarta (ID):
Kanisius.
Said A. 2007. Khasiat dan Manfaat Temulawak. Jakarta (ID): Sinar Wadja Lestari.
Sari DLN, Bambang C, Andri CK. 2013. Pengaruh jenis pelarut pada ekstraksi
kurkuminoid dari rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb).
Chem. Info 1(1):101-107.
Sari NPK. 2012. Bioaktivitas antioksidan dan antiinflamasi in vitro serta
kandungan kurkuminoid temulawak dan kunyit asal Sukabumi [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
em iring , Ma’mun, di IG. 2006. Pengaruh kehalusan ahan dan lama
ekstraksi terhadap mutu ekstrak temulawak. Bul. Littro XVII(2):53-58.
Septiana AT, Hidayah D, Deddy M, Fransiska Z. 2006. Penghambatan oksidasi
LDL dan akumulasi kolesterol pada makrofag oleh ekstrak temulawak
(Curcuma xanthorriza Roxb). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan
17(3):221-226.
Siddiqui AM, Xiaoxuan C, Rongqian W, Weifeng D, Mian Z, Maowen H, Hank
SH, Ping W. The anti-inflammatory effect of curcumin in an experimental
model of sepsis in mediated by up-regulation of peroxisome proliferator
activated receptor-[gamma]. Crit. Care Med. 34(7):1874-1882.
Simmons DL, Regina MB, Timothy HLA. 2004. Cyclooxygenase isoenzyme: the
biology of prostaglandin synthesis and inhibition [ulas balik]. Pharmacol
Rev. 56:387-347.
Singleton VL, Joseph AR. 1965. Colorimetry of total phenolics with
phosphomolybdic-phosphotungstic acid reagents. Am. J. Enol. Victic
16(3):144-158.
Smith et al. 2000. Oxford Dictionary of : Biochemistry and Molecular Biology.
New York (US): Oxford University Press Inc.
Stalikas CD. 2007. Extraction, separation, and detection methods for phenolic
acids and flavonoids [ulas balik]. J. Sep. Sci. 30:3268-3295.
16
Süleyman H, Berna D, Yalçin K. 2007. Anti-inflammatory and side effects of
cyclooxygenase inhibitors [ulas balik]. Pharmacological Report 59:247-
258.
Sufiriyanto, Mohandas I. 2007. Efektivitas pemberian ekstrak temulawak
(Curcuma xanthorrhiza) dan temulawak (Curcuma domestica) dan sebagai
immunostimulator flu burung pada ayam niaga pedaging. Anim. Prod.
9(3):178-183.
Surveswaran S, Yi-Zhong C, Harold C, Mei S. 2007. Systematic evaluation of
natural phenolic antioxidant from 133 Indian medicinal plants. Food Chem.
102:938-953.
Zhang F, Nasser KA, Juan RM, Kotha S, Andrew JD. Curcumin inhibits
cyclooxygenase-2 transcription in bile acid- and phorbol ester-treated
human gastrointestinal epithelial cells. Carcin. 20(3):445-451.
17
LAMPIRAN
Lampiran 1 Rendemen Ekstrak Rimpang Temulawak
Sampel Bobot
sample (g)
Bobot
ekstrak (g)
Rendemen
(%)
Rata Rata
(%)
St.
Dev.
Sukabumi 1 20 3.05 15.23
16.71 1.17 Sukabumi 2 20 3.45 17.24
Sukabumi 3 20 3.53 17.65
Cursina 1 20 2.28 11.38
12.59 1.30 Cursina 2 20 2.74 13.71
Cursina 3 20 2.53 12.66
Lampiran 2 Kadar Air Simplisia Temulawak
Sampel Kadar Padatan
(%)
Kadar air
(%)
Rata-rata kadar air
(%)
St.
Dev.
Sukabumi 1 80.74 19.26
16.14 4.88 Sukabumi 2 89.49 10.51
Sukabumi 3 81.35 18.65
Cursina 1 82.31 17.69
20.44 3.59 Cursina 2 80.88 19.12
Cursina 3 75.50 24.50
Lampiran 3 Kadar Pati Rimpang Temulawak
Sampel vblk -
Vsampel
Bobot
sampel
(mg)
kadar
padatan
(%)
bobot sampel
terkoreksi
(mg)
kadar
pati
(%)
rata-
rata
(%)
St.
Dev
Sukabumi 1 0.9 3003.8 80.74 2425.27 20.70
18.66 6.47 Sukabumi 2 1.15 3003.8 89.49 2688.10 23.86
Sukabumi 3 0.5 3003.8 81.35 2443.59 11.41
Cursina 1 0.95 3003.8 82.31 2472.43 21.43
23.05 3.49 Cursina 2 0.9 3003.8 80.88 2429.47 20.66
Cursina 3 1.1 3003.8 75.5 2267.87 27.05
Contoh perhitungan
Bobot terkoreksi = o ot kadar padatan
Bobot terkoreksi = 3003.8 0.8074 =2425.27 mg
% glukosa = ( . lanko- .sampel) N Na2 2O3 glukosa .filtrat
mg contoh ×100%
% glukosa = ( ) 0.0681 90 100 0.91
2425.27
18
Lampiran 4 Kadar Fenolik Ekstrak Rimpang Temulawak
Sampel A Rataan
[A]
[fenolik]
ppm
[fenolik]
ppm
Rata-rata
mg/g
Rataan
mg/g
St.
Dev
Suka-
bumi 1
0.119
0.124
13.48
14.022 66.14
81.16 19.6
8
0.123 13.91
0.130 14.67
Suka-
bumi 2
0.167 0.186
18.64 20.688 103.44
0.205 22.73
Suka-
bumi 3
0.134
0.139
15.10
15.670 73.92 0.141 15.85
0.143 16.06
cursina 1
0.130
0.124
14.67
13.986 65.97
65.01 1.66
0.118 13.38
0.123 13.91
cursina 2
0.130
0.124
14.67
13.986 65.97 0.118 13.38
0.123 13.91
cursina 3
0.121
0.118
13.70
13.376 63.10 0.119 13.48
0.114 12.95
Kurva Standar Asam Tanat
Contoh perhitungan penentuan kadar fenolik
y = 0.0093x-0.0064
0.124 = 0.0093x 0.0064
x =0.124 0.0064
0.0093 =14.021505 ppm
adar fenolik = ppm ol (L)
massa sampel (g)
Kadar fenolik = 14.0215 0.025 0.0053 g
= 66.14 mg g
y = 0.0093x - 0.0064
R² = 0.9998
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
0 50 100 150
Ab
sorb
an
si
(A)
[sampel] ppm
19
Lampiran 5 Aktivitas inhibisi terhadap COX-2
Abs terkoreksi b %b/b0 [PG] []xfp [pg]-BC %inhb
cursina 1 0.45 0.46 75.28 518.81 1037626.8 1035000 5.96
cursina 3 0.49 0.50 81.96 449.82 899630.252 897003.7 18.50
cursina 2 0.26 0.24 42.54 791.17 1582345.5 1575191 27.64
ciemas 1 0.21 0.19 34.71 1033.33 2066652.44 2059498 5.39
ciemas 2 0.25 0.23 41.55 818.34 1636679.72 1629525 25.14
ciemas 3 0.52 0.50 89.21 160.87 321738.759 314584.3 85.55
diklofenak 0.44 0.42 75.90 253.37 506732.89 499578.4 77.05
Kurva Standar Prostaglandin
A. Cursina ul 1 dan ul 3, B. Cursina ul 2, Aksesi Sukabumi, Diklofenak
Cara perhitungan penentuan % inhibisi
% 0⁄ =
( sampel lk) ( N lk)
( 0 lk) ( N lk) 100%
% 0⁄ =
(0.567 0.115) (0.112 0.115)
( 0.115) (0.112 0.115) 100%
[PG] y = 46.78 ln(x) 367.73
75.28 = 46.78 ln(x) 367.73 x = 518.8134
%inhi isi = (([PG]I fp) ([PG] c fp)) ([PG]sampel fp) ([PG] c fp)
([PG]I fp) ([PG] c fp) 100%
%inhi isi = ((551.63 2000) (26.26 100)) (518.81 2000) (26.26 100)
(551.63 2000) (26.26 100) 100%
%inhi isi = 5.96%
Keterangan
Blk : Blanko BC2 : background COX-2
NSB : non specific binding % :100% initial activity
B0 : maximum binding H : sampel
S1-S8 : standar TA : Aktivitas total
y = -46.78ln(x) + 367.73
R² = 0.9564
0
50
100
150
200
250
300
0 1000 2000 3000
% B
/B0
[Prostaglandin] (pg/mL)
y = -29.3ln(x) + 238.07
R² = 0.9959
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
0 500 1000 1500 2000 2500
% B
/B0
[Prostaglandin] (pg/mL)
A B
20
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Blitar, 25 Oktober 1991 dari ayah Setyo Budi Utomo
dan Ibu Sri Muntiah. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMAN 5 Bogor tahun 2009.
Pada tahun yang sama, penulis meneruskan pendidikan di Departemen Biokimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Selama masa perkuliahan, penulis mengikuti organisasi kampus sebagai
bendahara umum BEM Tingkat Persiapan Bersama tahun 2009-2010, Staff
Human and Resource Development Forum Komunikasi Muslim Alumni Ar-
Roja’a 2009-2010, Bendahara II BEM FMIPA IPB 2010-2011, Ketua Dewan
Keluarga Alumni PMR SMAN 5 Bogor 2011-2012, dan Sekretaris Umum
Himpunan Profesi Community of Research and Education in Biochemistry
(CREBs) 2011-2012. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Biokimia
Umum tahun ajaran 2012-2013 dan aktif sebagai staf pengajar Mom and Me
Home Schooling. Selain itu, pada bulan Juli-Agustus 2012 penulis melakukan
praktik lapang di Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(P2B-LIPI) Cibinong dengan judul Isolasi Senyawa Utama Ekstrak Metanol Kulit
Batang Bulobangkal (Nauclea junghuhnii Merr.).