akuisisi dan merger pada perbankan syariah
DESCRIPTION
Akuisisi dan Merger Pada Perbankan SyariahTRANSCRIPT
Akuisisi dan Merger
Memasuki era perdagangan bebas, persaingan usaha diantara perusahaan-perusahaan
semakin tajam. Kondisi demikian menuntut perusahaan untuk selalu mengembangkan strategi
perusahaan supaya dapat mempertahankan eksistensinya. Salah satu strategi yang dapat
dilakukan adalah melalui penggabungan usaha. Penggabungan usaha adalah penyatuan dua atau
lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entity ekonomi karena satu perusahaan menyatu
dengan perusahaan lain atau memperoleh kendali atas aktiva dan operasi perusahaan lain.
Penggabungan usaha pada umumnya dilakukan dalam bentuk merger, akuisisi, dan konsolidasi.
Merger dan akuisisi merupakan suatu cara pengembangan dan pertumbuhan perusahaan.
Keduanya merupakan alternatif investasi modal pertumbuhan secara internal atau organis. Dari
waktu ke waktu perusahaan lebih menyukai pertumbuhan eksternal melalui merger dan akuisisi
dibanding pertumbuhan internal.
Akuisisi berasal dari sebuah kata dalam bahasa Inggrisacquisition yang berarti
pengambil alihan. Kata akuisisi aslinya berasal dari bahasa latin, acquisitio, dari kata
kerja acquirere. Akuisisi adalah pembelian suatu perusahaan oleh perusahaan lain atau oleh
kelompok investor. Akuisisi sering digunakan untuk menjaga ketersediaan pasokan bahan baku
atau jaminan produk akan diserap oleh pasar. Contoh : Aqua diakuisisi oleh Danone, Pizza Hut
oleh Coca-Cola, dan lain-lain.
Strategi merger dan akuisisi merupakan salah satu bentuk strategi populer, yang awalnya naik
daun pada era tahun 1970an. Proses ini didorong oleh 3 faktor utama:
Semakin menyatunya sistem perekonomian regional dan perekonomian dunia
Adanya ekspansi perusahaan2 MNC ke berbagai negara
Berbagai terobosan teknologi informasi dan telekomunikasi setelah tahun 1980 yang
memudahkan proses alih informasi dan kapital.
Merger di Indonesia telah berkembang sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah
alternatif strategi yang menarik bagi banyak perusahaan baik domestik maupun asing untuk
melakukannya. Dan menjadi semakin sulit dibendung karena pemerintah sebagai regulator
maupun sebagai fasilitator memandang perlu untuk mendorong perusahaan-perusahaan baik
swasta maupun BUMN untuk memperkuat diri dalam menghadapi tantangan globalisasi
ekonomi dunia. Tujuannya memang sangat baik yakni untuk memperkuat ekonomi nasional
lewat daya saing yang tinggi. Dan untuk itu perusahaan-perusahaan swasta maupun BUMN perlu
menyatukan kekuatan mereka agar tidak ‘termakan’ oleh perusahaan multinasional. Kita tidak
bisa membendung apalagi melarang perusahaan-perusahaan dunia untuk beroperasi di Indonesia
dengan alasan apapun juga.
Contoh yang paling kuat saat ini adalah dorongan dari Bank Indonesia melalui kebijakan single
presence agar bank-bank nasional melakukan merger agar menjadi lebih efisien, lebih kokoh
dalam permodalan sehingga memiliki daya saing yang kuat secara internasional. Dorongan yang
sama pun berlaku di perusahaan-perusahaan sekuritas, asuransi dan lainnya dengan sasaran akhir
yang sama pula.
Merger di Indonesia secara umum diatur dalam Undang-undang No.1/1995 mengenai Perseroan
Terbatas, Peraturan Pemerintah No. 27/1998 mengenai Penggabungan, Peleburan dan
Pengambilalihan Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah No. 28/1999 mengenai Merger,
Konsolidasi dan Akuisisi Bank dan peraturan-peraturan lain yang terkait. Untuk perusahaan
Terbuka, merger diatur dalam Peraturan Bapepam No. IX.G.1 mengenai Penggabungan dan
Peleburan Usaha Perusahaan Public atau Emiten.
Merger secara umum adalah penggabungan sedangkan secara hukum di Indonesia merger dapat
dalam bentuk Penggabungan atau Peleburan. Penggabungan adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang
telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar. Peleburan adalah
perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan
cara membentuk satu perseroan baru dan masing-masing perseroan yang meleburkan diri
menjadi bubar.
Dalam menuju merger, perusahaan harus memperhatikan banyak aspek seperti aspek
operasional, organisasi, hukum, pajak, akuntansi hingga SDM. Seluruh aspek-aspek tersebut
dengan tuntutannya masing-masing saling mempengaruhi dan dapat mengaburkan tujuan utama
dari keiinganan untuk merger tersebut. Bahkan pada kasus-kasus tertentu menggagalkan rencana
merger tersebut. Oleh sebab itu perusahaan dalam merealisasikan rencana mergernya harus
benar-benar memahami aturan main baik yang secara eksplisit maupun implisit.
Contoh Merger dan Akuisisi:
Sukses merger dari bank papan atas seperti Bank Mandiri, Bank Danamon dan Bank Permata
telah merangsang bank-bank pada papan menengah seperti Bank Haga dan Bank Hagakita untuk
bergabung dengan pihak bank asing Rabobank. Dan terakhir ini kita melihat adanya minat dari
bank-bank kecil menengah (Bank Harta, Bank Mitraniaga, Bank Harmoni) untuk melakukan
strategi serupa.
Daftar Akuisisi dan Merger Bank di Indonesia antara lain:
Nama Bank Akuisisi Saham %
01. Konsorsium Wishart Bank Anglomas Intl 90
02. Hana Bank + IFC Bank Bintang Manunggal 61
03. Triputra Persada R Bank Purba Danarta 81,49
04. Kharisma Putra K Bank Ina Perdana 55
05. Dian Intan Pertiwi Bank Finconesia 51
06. Bank Victoria Bank Swaguna 99,79
07. Rabobank Bank Haga & Hagakita -
08. BoTM-UFJ+Acom Bank Nusantara P 75,41
09. Bank Commonwealth Bank Arta Niaga K 80
10. BRI Bank Jasa Arta 100
11. Bank of India Bank Swadesi 90
12. ICBC Bank Halim 90
13. Bank Index Selindo Bank Harmoni -
14. Bank Multicor Bank Windu Kentjana -
15. Bank Panin Bank Harfa 100
16. Bank Mandiri Bank Sinar H (Bali) 80
17. Mercy Corps Bank Sri Partha 68
Pada kasus industri perbankan, krisis perekonomian yang terjadi di wilayah ekonomi Asia Timur
dan Asia Tenggara pada tahun 1997 telah membawa dampak terjadinya kemelut di industri
perbankan di dalam negeri. Cukup banyak lembaga perbankan yang menghadapi permasalahan
dan bahkan kemudian kolaps akibat krisis tersebut. Upaya penyelamatan dari bank-bank yang
masih bertahan kemudian tertolong dengan dijalankannya kebijakan “restrukturisasi
finansial”dan strategi “merger dan akuisisi”. Proses merger dan akuisisi di industri perbankan
memang memiliki dampak positif dan dampak negatif.
Dampak Langsung dan Tidak Langsung.
Strategi merger dan akuisisi yang terjadi di industri perbankan dapat memberikan dampak
langsung pada perusahaan yang melakukan proses merger. Secara mikroekonomi, penerapan
strategi ini ternyata disamping dapat memberikan pengaruh yang positif dapat juga memberikan
rekaman hitam dalam bentuk kekecewaan, konflik dan bahkan kegagalan dari proses itu sendiri.
Pada tingkat makro ekonomi, sementara ini strategi merger dan akuisisi belum memberikan
dampak positif yang besar.
Pengaruh Mikroekonomi
Begitu dua atau lebih organisasi perbankan melakukan strategi merger maka akan terjadi
perubahan tingkah laku dari perusahaan gabungan tersebut.
Dampak positifnya antara lain:
Dimungkinkannya pertukaran cadangan cash flow secara internal antar perusahaan yang
melakukan merger, sehingga bank hasil merger dapat memanage risiko likuiditas dengan lebih
fleksibel.
Diperolehnya peningkatan modal perusahaan (biasanya CAR akan meningkat tetapi tidak terlalu
cukup tinggi) dan adanya keunggulan dalam memanage biaya akibat bertambahnya skala usaha.
Dicapainya keunggulan market power dalam persaingan, yang kemudian dapat memperbesar
margin bunga pinjaman.
Sedangkan pengaruh negatifnya antara lain:
Karena proses merger biasanya dilakukan atas dorongan untuk cepat terselesaikannya kemelut
keuangan di salah satu bank peserta, maka harga penjualan sahamnya cenderung akan dinilai
dibawah harga pasar yang wajar.
Proses merger biasanya diikuti dengan peningkatan ketidakpastian pada pihak direksi, manajer
dan karyawan.
Proses merger perbankan nasional di Indonesia biasanya diikuti dengan pengurangan jumlah
pegawai dan staf kurang profesional di perusahaan perbankan hasil merger.
Terjadinya benturan kepentingan, kondisi saling curiga dan bahkan konflik diantara para anggota
komisaris dan direksi. Hal ini terjadi jika bank hasil merger tersebut dikuasai oleh lebih satu
pemegang saham pengendali.
Kegiatan merger dalam dua tahun pertama cenderung diikuti dengan strategi efisiensi sehingga
hal ini akan mengurangi semangat dan kreativitas dari sebagian pihak direksi dan staf
profesional.
Benturan budaya perusahaan tidak dapat dielakkan sehingga perusahaan hasil merger akan
mengalami penurunan dalam jangka pendek.
Pengaruh Makro
Di beberapa negara berkembang lainnya di dunia, strategi merger biasa digunakan untuk
memperkuat dan memperluas kepemilikan Pemerintah pada industri perbankan. Alasannya
pelaksanaan strategi ini agar pemerintah dapat menjalankan program pembangunan dengan
dukungan lembaga perbankan yang dikendalikan. Strategi ini ternyata tidak sepenuhnya berhasil,
karena yang terjadi adalah mismanajemen dalam pengelolaan organisasi bank merger yang
semakin besar, dengan laporan banyaknya kejadian kasus, penunjukan rekanan teman sendiri,
inefisiensi penggunaan anggaran promosi dan anggaran pengembangan, serta diketemukannya
berbagai kasus korupsi.
Kasus di salah satu bank hasil merger di tanah air, membuktikan sebagian dari dugaan ini.
Kurangnya pengawasan dari pihak Dewan Komisaris, yang melimpahkan kewenangan yang
lebih besar pada pihak Direksi untuk memutuskan kelayakan kredit usaha pada jumlah yang
besar, telah membawa akibat meningkatnya angka NPL bank tersebut.
Dampak negatif terjadi karena tidak transparannya perusahaan merger milik pemerintah yang
tidak diawasi sepenuhnya oleh publik. Pada perspektif yang lain, strategi merger dan akuisisi
dipandang sebagai alat untuk memperkuat struktur kapital perbankan secara makro — di lokasi
operasi peserta bank merger. Tujuan ini dilaksanakan agar tercapai proses penguatan landasan
keuangan perbankan nasional menuju konvergensi.
Dalam kaitan ini Bank Indonesia beberapa tahun terakhir telah merubah kebijakan publiknya
untuk mengundang partisipasi asing dalam proses merger bank-bank nasional di Indonesia –
sehingga diharapkan akan tercapai arsitektur pengaturan kapitalisasi perbankan secara bentuk
“kerucut piramida”. Kebijakan ini tentunya perlu dilakukan secara hati-hati, dan bahkan jika
perlu dikaji ulang, mengingat bukti-bukti empiris yang belum mendukung sepenuhnya dugaan
tersebut.
Internasionalisasi kepemilikan asing dalam arsitektur perbankan nasional memiliki potensi yang
akan memberikan dampak negatif pada perekonomian nasional, mengingat beberapa potensi
ancaman berikut ini:
Kemungkinan timbulnya kesenjangan antara proses akumulasi dana pihak ketiga dan proses
penyalurannya untuk kepentingan perekonomian lokal dan nasional.
Kurangnya partisipasi bank asing dalam pendanaan kegiatan usaha berskala besar di tanah air,
seperti pendanaan program pembangunan infrastuktur, mengingat perhitungan managemen
resiko yang sangat ketat yang mereka jalankan.
Pada saat kondisi politik di dalam negeri menghadapi skenario kemelut dan krisis maka
cadangan bank-bank asing di Indonesia akan terjadi.
Bank asing akan memindahkan sementara waktu dana yang terhimpun di dalam negeri ke anak-
anak perusahaan holding yang lokasinya terdekat, seperti di Singapura dan Hongkong.
Tingkat multiplier penyerapan tenaga kerja di bank milik asing akan cenderung lebih rendah
dibandingkan dengan angka-angka multiplier pada perusahaan perbankan milik swasta domestik
dan perusahaan BUMN.
Komentar:
Atas dasar kondisi tersebut dan kemungkinan rapuhnya peta politik di dalam negeri pada tahun-
tahun mendatang, maka seharusnya Pemerintah meninjau kembali aturan tentang kepemilikan
asing dalam industri perbankan nasional. Kebijakan membatasi porsi kepemilikan asing dalam
perbankan nasional di tanah air merupakan strategi kebijakan tambahan untuk terlaksananya
proses merger secara aman di Indonesia.
Kunci Sukses Strategi merger dan akuisisi dapat berjalan sukses:
Dilakukan dengan memanfaatkan keunggulan dan menutupi kekurangan yang dimiliki oleh bank
peserta biasanya menyebabkan kegagalan proses merger dan akuisisi.
Bank peserta perlu memiliki kemiripan budaya dan falsafah perusahaan yang tidak jauh bertolak
belakang.
Bank peserta memiliki pimpinan perusahaan yang berdedikasi dan mampu menyelesaikan
konflik-konflik secara cepat, bijak, arif dan tidak bersifat otoriter.
Bank peserta memiliki visi dan misi yang dapat dijalankan oleh bank yang telah digabung.
Proses implementasi pasca merger perlu dilakukan dengan melakukan proses harmonisasi
produk dan layanan baru, pemantapan dedikasi karyawan dan pembentukan platform dan sistem
prosedur yang seragam dan efisien.