akuntabilitas pelayanan pusat kesehatan …
TRANSCRIPT
i
AKUNTABILITAS PELAYANAN PUSAT KESEHATAN
MASYARAKAT DISTRIK SAUSAPOR KABUPATEN
TAMBRAUW TERHADAP IBU DAN BAYI
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat
Magister pada Program Studi Ilmu Pemerintahan
Konsentrasi: Pemerintahan Daerah
Oleh:
MOUSCHE WJ. WORIA
17610070
PROGRAM MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTA
2019
iv
Halaman Persembahan
Tesis ini kupersembahkan untuk:
1. Isteri tercinta: Lilis Setiawati
2. Anak-anak tersayang:
Robert Williams Woria dan Marisa Adriana Woria
v
Motto
Berniat, Berusaha dan Berdoa.
Apapun hasilnya tetaplah ikhlas
karena itu yang terbaik yang diberikan oleh Tuhan.
vi
KATA PENGANTAR
Di akhir penulisan Tesis ini, penulis panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan
Yang Maha Esa atas berkat, dan kasih sayangNya, yang penulis rasakan melalui
keluarga dan teman teman yang mencintai sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis dengan judul ”Akuntabilitas Pelayanan Pusat Kesehatan Masyarakat Distrik
Sausapor Kabupaten Tambrauw Terhadap Ibu dan Bayi”. Tesis ini dibuat sebagai
persyaratan untuk mencapai derajat magister pada Program Studi Ilmu
Pemerintahan.
Selama penulisan tesis ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak, sehingga penulisan Tesis dapat selesai pada
waktunya dengan baik. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr Supardal M.Si, selaku Direktur Program Magister Sekolah
Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta.
2. Bapak Dr. Tri Nugroho, E.W, selaku pembimbing I, yang telah
memberikan arahan, saran, koreksi dan masukan yang berarti untuk
menyempurnakan Tesis ini.
3. Bapak Habib Muhsin, S.Sos, M.Si, selaku pembimbing II, yang telah
membimbing, menyempurnakan Tesis ini.
4. Bapak Bupati Tambrauw, Gabriel Assem, SE, M.Si, yang telah
memberikan kesempatan dan dukungan kepada penulis untuk
menempuh studi lanjut di Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan,
STPMD “APMD”, Yogyakarta.
5. Bapak Wakil Bupati, Bapak Meshak Metusalak Yekwam, SH.
6. Bapak Kepala BPKAD, Bapak Steven Roland Hutabarat, S.Sos, MM
7. Bapak Kepala BKDSDM, Bapak Matheus M. Woisiri, S.Sos, MAP
8. Teman-Teman Program Magister, Angkatan 20-B, STPMD “APMD”
vii
9. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen beserta Staf/Karyawan Sekolah Tinggi
Pembangunan Masyarakat Desa “AMPD” Yogyakarta yang telah
memberikan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di
Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan.
Penulis berharap Tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya,
pemerintah Kabupaten Tambrauw dan Provinsi Papua Barat.
Yogyakarta, 14 Oktober 2019
MOUSCHE WJ. WORIA
NIM: 17610070
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………….......... i
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………............ ii
PERNYATAAN …………………………………………….............. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………................ iv
MOTTO................................................................................................ v
KATA PENGANTAR .……………………………………............... vi
DAFTAR ISI ..………………………………………………….......... viii
DAFTAR TABEL …..…………………………………………......... xi
INTISARI …………………………………………………............... xii
ABSTRACT……………………………………………………........... xiii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………. 1
A. Latar Belakang Masalah ……………….......... 1
B. Fokus Penelitian ……………………............... 7
C. Rumusan Masalah .………………………....... 7
D. Tujuan Penelitian …………………………..... 7
E. Manfaat.............................................................. 8
F. Kerangka Konseptual ………………….......... 8
1. Pelayanan Publik ………………………. 8
2. Akuntabilitas Pelayanan Publik…………. 15
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Akuntabilitas Pelayanan Publik………….
21
4. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi
menurut Permenkes RI…………………..
25
G. Metode Penelitian…………………………….. 30
1. Jenis Penelitian ……………….…............. 30
2. Obyek Penelitian ……………………........ 31
3. Lokasi Penelitian ……………………........ 31
4. Teknik Pemilihan Subyek Penelitian…….. 31
5. Teknik Pengumpulan Data..…………........ 33
6. Teknis Analisis Data…………………...... 34
BAB II PROFIL DISTRIK DAN PUSKESMAS
SAUSAPOR………………………………………..
37
A. Profil Distrik Sausapor………………………. 37
1. Posisi Geografis Distrik Sausapor………. 37
2. Penduduk Distrik Sausapor………………. 38
3. Kondisi Rumah Tinggal di Distrik
ix
Sausapor………………………………….. 41
4. Sarana Pendidikan Dasar di Distrik
Sausapor…………………………………..
43
5. Sarana Kesehatan di Distrik Sausapor…… 44
6. Sarana Keagamaan di Distrik Sausapor…. 45
7. Mata Pencaharian Penduduk di Distrik
Sausapor………………………………….
46
B Profil Puskesmas Sausapor…………………… 48
1. Letak Puskesmas…………………………. 48
2. Visi, Misi, Tujuan, Kebijakan Puskesmas
Sausapor………………………………….
48
3. Struktur Organisasi Puskesmas Sausapor
dan Tugas Masing-masing………………..
51
4. Tupoksi Puskesmas Sausapor dan Tugas
Masing-masing Unit………………………
52
5. Tenaga Puskesmas Sausapor…………….. 56
6. Sarana Kesehatan Dasar dan Sarana Fisik
Puskesmas Sausapor……………………...
58
7. Capaian Pelayanan Kesehatan Ibu dan
Anak Puskesmas Sausapor……………….
59
BAB III ANALISIS AKUNTABILITAS PELAYANAN
PUSKESMAS DISTRIK SAUSAPOR
TERHADAP IBU DAN BAYI…………………….
66
A. Akuntabilitas pelayanan Puskesmas Distrik
Sausapor Kabupaten Tambrauw terhadap ibu
dan bayi……………………………………….
66
1. Transparansi Pelayanan Puskesmas……….. 66
2. Pertanggungjawaban Pelayanan Puskesmas. 71
3. Pengendalian Pelayanan Puskesmas………. 74
4. Tanggung jawab Pelayanan Puskesmas…… 77
5. Responsivitas Pelayanan Puskesmas………. 80
B. Kendala-kendala yang dihadapi dalam
mewujudkan akuntabilitas pelayanan
Puskesmas…………………………………….
84
1. Kendala dalam Transparansi Pelayanan
Puskesmas………………………………….
84
2. Kendala dalam Pertanggungjawaban
Pelayanan Puskesmas………………………
85
3. Kendala dalam Pengendalian Pelayanan
Puskesmas………………………………….
87
x
4. Kendala dalam Tanggung jawab Pelayanan
Puskesmas………………………………….
89
5. Kendala dalam Responsivitas Pelayanan
Puskesmas…………………………………. 92
BAB IV PENUTUP 97
A. Kesimpulan ……………………………........... 97
B. Saran .………………………………................ 100
Daftar Pustaka ..................................................................................... 101
Lampiran
xi
DAFTAR TABEL
No. Judul Tabel Hal
Tabel I. 1 Identitas informan 32
Tabel II.1 Jumlah Penduduk Distrik Sausapor 2016-2018 39
Tabel II.2 Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia di Distrik
Sausapor, 2016-2018
40
Tabel II.3 Penduduk Berdasar Agama di Distrik Sausapor, 2016-
2018
41
Tabel II.4 Kondisi Rumah Tinggal Penduduk di Distrik
Sausapor, 2016-2018
42
Tabel II.5 Sarana Pendidikan Dasar di Distrik Sausapor, 2016-
2018
43
Tabel II.6 Sarana Kesehatan di Distrik Sausapor, 2016-2018 44
Tabel II.7 Sarana Keagamaan di Distrik Sausapor, 2016-2018 46
Tabel II.8 Pekerjaan Penduduk di Distrik Sausapor, 2016-2018 47
Tabel II.9 Tenaga Puskesmas Sausapor 57
Tabel II.10 Sarana Kesehatan Dasar dan Sarana Fisik Puskesmas
Sausapor
58
Tabel II.11 Kelas Ibu Hamil 59
Tabel II.12 Pelayanan Kunjungan Kehamilan Sampai Kelahiran 60
Tabel II.13 Pelayanan Setelah Kelahiran 61
Tabel II.14 Pelayanan Penimbangan Bayi dan Balita Tahun 2018
Di Wilayah Penimbangan
63
Tabel II.15 Pelayanan Kesehatan Sekolah 64
Tabel II.16 Jumlah Posyandu dan Kader Puskesmas Sausapor 65
xii
INTISARI
Tingkat kematian ibu dan bayi di Kabupaten Tambrauw masih tergolong
tinggi. Hal ini karena pelayanan kesehatan ibu dan bayi menghadapi masalah
keterbatasan SDM, Sarana Prasarana, Anggaran, informasi dan lemahnya
tanggung jawab, serta lambatnya tindakan. Oleh karena itu, guna membantu
mengatasi masalah tersebut, peneliti melakukan penelitian dengan judul:
Akuntabilitas pelayanan Puskesmas Distrik Sausapor Kabupaten Tambrauw
terhadap ibu dan bayi. Tujuannya: mendeskripsikan Akuntabilitas pelayanan
Puskesmas itu dan mengetahui kendala-kendala dalam mewujudkan akuntabilitas
pelayanan Puskesmas.
Metode penelitian yang digunakan: metode deskriptif-kualitatif, dengan
obyek penelitian: Akuntabilitas pelayanan Puskesmas Distrik Sausapor Kabupaten
Tambrauw terhadap ibu dan bayi. Teknik pemilihan informan yang digunakan
adalah teknik purposive, dengan 15 informan. Teknik pengumpulan data:
Observasi, Wawancara, Dokumentasi. Teknik analisis data: reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini sebagai berikut:
1. Pelayanan Puskesmas Distrik Sausapor Kabupaten Tambrauw terhadap
ibu dan bayi sudah cukup akuntabel, dalam arti: a. Sudah cukup transparan dalam
memberikan informasi pelayanan dan pelayanan berdasarkan SOP yang jelas,
namun informasi belum diketahui dan dipahami secara merata; b.
Pertanggungjawaban pelayanan Puskesmas cukup baik dalam menyediakan
SDM, sarana prasarana, namun semua itu ada secara terbatas. Ada reward dan
punishment bagi petugas pelayanan; c. Pengendalian Pelayanan Puskesmas telah
dilakukan melalui aturan, namun lemah penegakkannya; d. Tanggung jawab
Pelayanan Puskesmas telah cukup baik dan dirasakan oleh pengguna layanan,
namun masih berdasarkan aturan dan kepemimpinan yang kuat; e. Responsivitas
pelayanan Puskesmas sudah cukup baik; namun diakui bahwa responsivitas
pelayanan berlangsung up and down, karena dipengaruhi oleh keterbatasan
sarana-prasarana, jumlah dan kompetensi SDM, serta partisipasi masyarakat yang
minim.
2. Kendala-kendala yang dihadapi dalam mewujudkan akuntabilitas
pelayanan Puskesmas dapat dilihat dari lima dimensi pelayanan yaitu: a. Kendala
dalam transparansi adalah penyebaran informasi belum merata dan belum dapat
dipahami oleh semua pengguna layanan; b. Kendala dalam pertanggungjawaban
pelayanan adalah terbatasnya aturan dan lemahnya penegakkan aturan; c. Kendala
dalam pengendalian pelayanan adalah lemahnya kepemimpinan dan ketidak-
taatan sebagian petugas pada aturan; d. Kendala dalam tanggung jawab pelayanan
adalah beberapa kepercayaan tradisional yang membuat masyarakat enggan
datang ke Puskesmas; e. Kendala dalam responsivitas pelayanan adalah
keterbatasan kompetensi SDM, sarana-prasarana, keterlambatan pasokan vaksin,
Kartu KIA dan penggantian alat rusak.
Kata-kata Kunci: akuntabilitas, pelayanan kesehatan, ibu dan bayi
xiii
ABSTRACT
The level of mother and baby’s death in Tambrauw Regency is still high,
because face some problems, namely: limited human resource, limited
infrastructure, budget, and in weakly service responsibility and in service
responsiveness. Therefore, to overcome these problems, researcher conducts
research under the title: Accountability for the services of the Sausapor District
Health Center in Tambrauw Regency for mother and baby. The aim is to describe
the accountability of the Health Center service and to identify the obstacles in
realizing the accountability of the Health service.
The research method used: descriptive-qualitative method, with research
objects: Accountability for the services of the Sausapor District Health Center in
Tambrauw Regency for mothers and baby. The informant selection technique
chosen was the purposive technique, with 15 informants. Data Collection
Technique Observation, Interview, Documentation. Data analysis techniques: data
reduction, data presentation and conclusion drawing. The results of this study are
as follows:
1. Sausapor District Health Center Service Tambrauw Regency for mother
and baby is quite accountable, in the sense of: a. The transparency is sufficient to
provide information on service and Standard Operating Procedure, but the
information is not yet known and understood evenly; b. Accountability of Health
Center service is quite good in providing human resources, infrastructure, but all
of them are limited. There is reward and punishment for service officers; c. the
control of Health Center service has been carried out through regulations, but
enforcement is weak; d. Responsibility of Health Center service has been quite
good and is felt by service users, but still based on rules and strong leadership; e.
The responsiveness of Health Center service is good enough; however, it is
recognized that the responsiveness of service does not run well, because it is
influenced by limited infrastructure, the number and competence of human
resources, as well as minimal community participation.
2. Obstacles faced in realizing accountability of Health Center services can
be seen from five service dimensions, namely: a. Obstacle in transparency is that
information dissemination has not been evenly distributed and cannot be
understood by all service users; b. Obstacle in service accountability is limited
regulations and weak enforcement of rules; c. Obstacle in service control is weak
leadership and the disobedience of some officers to the rules; d. Obstacle in
service responsibility is that there are some traditional beliefs that make people
reluctant to come to the Health Center; e. Obstacle in service responsiveness is the
limited human resource competency, infrastructure, delayed supply of vaccines,
Baby Identity Card and replacement of damaged equipment.
Kata-kata Kunci: accountability, health service, mother and baby
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia mendambakan kesejahteraan dalam hidupnya. Hal ini sesuai
dengan tujuan Negara. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea
keempat dinyatakan bahwa Negara “...melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia”. Negara berkewajiban
memajukan kesejahteraan bagi rakyatnya, dengan memberikan pelayanan dasar
bagi kebutuhan masyarakatnya, antara lain: pelayanan kesehatan.
Para pemimpin dunia secara resmi telah menempatkan kesehatan yang baik
sebagai salah satu tujuan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable
Development Goals atau SDGs) 2016 – 2030. SDGs, yang dimulai tahun 2016 ini
menggantikan Tujuan Pembangunan Millennium (Millenium Development Goals
atau MDGs) 2000–2015. SDGs, berisi seperangkat tujuan transformatif yang
disepakati dan berlaku bagi seluruh bangsa tanpa terkecuali. SDGs berisi 17
tujuan/goals. Tujuan nomor 3 dirumuskan sebagai berikut: Kesehatan yang baik
dengan menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua
orang di segala usia. Target SDGs ialah mengurangi angka kematian ibu hingga di
bawah 70 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2015:6).
Di Indonesia, Melalui SK Menkes Nomor 1202 tahun 2003 tentang
Indonesia Sehat Tahun 2010, pemerintah mengharuskan upaya menurunkan
2
Angka Kematian Ibu (AKI) sampai tahun 2010 sebesar 150 per 100.000 kelahiran
hidup. Berdasarkan Laporan Pembangunan Manusia tahun 2000, AKI di Malaysia
jauh di bawah Indonesia yaitu 41 per 100.000 kelahiran hidup, AKI Singapura 6
per 100.000 kelahiran hidup, AKI Thailand 44 per 100.000 kelahiran hidup, AKI
Filipina 170 per 100.000 kelahiran hidup, AKI Vietnam 160 per 100.00 kelahiran
hidup, sedangkan AKI di Indonesia tahun 2000 masih berkisar di angka 307 per
100.000 kelahiran hidup. Hal tersebut mencerminkan bahwa di Indonesia,
perempuan belum cukup terlindungi dari kemungkinan mengalami gangguan
kesehatan reproduksi dalam persalinan (Tiyas Nur Haryani, 2011, dalam
https://mafiadoc.com/, diunduh tanggal 26 April 2018)
Kemudian, Pemerintah Indonesia melalui Menteri Kesehatan telah
merumuskan pelayanan kesehatan ibu dan bayi ke dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014, khususnya Bab II yang
berjudul: Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan,
dan Masa Sesudah Melahirkan
Upaya Menteri Kesehatan tersebut masuk akal, karena angka kematian ibu
dan bayi di Indonesia masih tinggi, yaitu 228 per 100.000 orang dan angka
kematian bayi 305 per 100.000 bayi lahir. Hal ini masih jauh dari harapan untuk
mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) yang harus menunjukan angka
70 kematian per 100.000 ibu melahirkan dan bayi dilahirkan (Sofia Purnamasari,
dkk. 2017:2)
Di Propinsi Papua Barat angka kematian ibu dan bayi saat melahirkan masih
tinggi. Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan selama
3
Tahun 2017 di Papua Barat terdapat ibu hamil sejumlah 23.447 sementara yang
dapat dilayani di fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan baru 30,84 persen saja.
Di Kabupaten Tambrauw selama Tahun 2017 terdapat 50 orang ibu
melahirkan meninggal dan 95 orang bayi meninggal. Hal ini disebabkan beberapa
faktor yaitu, terlalu muda melahirkan atau terlalu tua melahirkan, kurangnya gizi
ibu atau bayi saat hamil. Jika dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lain
yang ada di Provinsi Papua Barat, Kabupaten Tambrauw merupakan Kabupaten
yang jauh tertinggal untuk layanan kesehatan. Sementara cakupan layanan
kesehatan bayi ditahun 2017 untuk Kabupaten Tambrauw baru 3% (tiga persen).
Distrik Sausapor merupakan bagian dari Kabupaten Tambrauw yang juga
merupakan distrik tertinggi angka kematian ibu dan bayi dilahirkan. Selama
Tahun 2017 terdapat 12 kasus ibu melahirkan meninggal dan 11 kasus bayi
meninggal saat dilahirkan. Hal ini selain karena faktor utama yang telah disebut
diatas, juga karena berbagai masalah dalam pelayanan.
Dalam observasi awal, peneliti menemukan beberapa masalah dalam
pelayanan kesehatan ibu dan bayi, yaitu: informasi pelayanan kesehatan ibu dan
bayi belum tersebar secara merata, lemahnya pengawasan dan penegakkan aturan,
ketergantungan petugas palayanan pada pimpinan, keterbatasan pengetahuan dan
keterampilan petugas, keterbatasan jumlah dan kualitas SDM, sarana-prasarana,
anggaran.
Kenyataan kematian ibu dan bayi di Distrik Sausapor yang masih tinggi
yang antara lain disebabkan oleh pelayanan yang kurang optimal ini,
menggerakkan hati peneliti, yang merupakan seorang Aparatur Sipil Negara di
4
Kabupaten Tambrauw, untuk memberikan buah pemikiran dalam bentuk
penelitian dan penulisan Tesis dengan judul: Akuntabilitas Pelayanan Pusat
Kesehatan Masyarakat Distrik Sausapor, Kabupaten Tambrauw terhadap Ibu dan
Bayi.
Penelitian tentang akuntabilitas pelayanan Puskesmas terhadap ibu dan bayi
ini bukanlah satu-satunya penelitian yang ada saat ini. Ada beberapa peneliti yang
telah melakukan penelitian di bidang pelayanan kesehatan ibu dan anak, yang
lebih populer disebut: Gerakan Sayang Ibu (GSI). Peneliti-peneliti yang telah
melakukan penelitian sebidang, yaitu:
Pertama, Mohammad Farkhani, pada Tahun 2016, dengan judul “Inovasi
Gerakan Sayang Ibu di Kabupaten Klaten”, dari Program Studi Ilmu Administrasi
Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui proses, tipologi dan faktor yang
mempegaruhi dalam inovasi gerakan sayang ibu di Kabupaten Klaten.
Metode penelitian yang digunakan adalah adalah penelitian kualitatif
dengan pendekatan studi kasus. Sumber data diperoleh melalui wawancara
langsung, observasi dan studi dokumen, Pemilihan informan dilakukan dengan
teknik purposive. Untuk memenuhi validitas dan reliabilitas data, digunakan
trianggulasi data. Teknik analisis data yang telah dilakukan selama penelitian di
lapangan menggunakan model Analisis Interaktif (Miles-Huberman).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses inovasi gerakan sayang ibu
di kabupaten Klaten telah dilaksanakan melalui tahapan pengembangan,
implementasi dan pengecekan. Namun dalam proses inovasi belum dilakukan
5
penyesuaian guna menyebar luasakan inovasi dan merencanakan pengembangan
inovasi selanjutnya. Sedangkan, tipologi inovasi gerakan sayang ibu di Kabupaten
Klaten merupakan inovasi administratif untuk inovasi Antar Bumil Minta Ampo,
yang dibuktikan dengan adanya pengenalan proses pengawasan minum obat
(PMO) yang menghasilkan kartu monitor PMO guna meningkatkan produktivitas
ibu hamil dalam meminum tablet tambah darah (TTD), dan inovasi implementasi
kebijakan dan program untuk inovasi Pergiwa Cantik dan Terampil yang
memberikan pelayanan dalam bentuk perawatan gigi dan mulut pada calon
pengantin. Disamping itu, dalam pelaksanaan inovasi, terdapat faktor yang
mempegaruhi inovasi yang dilihat dari tingkat lingkungan, tingkat organisasi,
karakter inovasi, dan tingkat individu dimana faktor–faktor tersebut dapat
mendukung maupun manghambat pelaksanaan gerakan sayang ibu di Kabupaten
Klaten (https://www.researchgate.net/, diunduh tanggal 26 April 2018)
Kedua, Tiyas Nur Haryani, pada Tahun 2011, dengan judul “Evaluasi
Gerakan Sayang Ibu (Kajian Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam
Gerakan Sayang Ibu di Kecamatan Banjarsari Surakarta)”, dari Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tujuan penelitian
yaitu melihat sebab kematian ibu dilihat dari elemen dasar keselamatan ibu dan
analisis kebutuhan gender praktis dan strategis dalam GSI di Kecamatan
Banjarsari Surakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan dukungan data
kualitatif dan kuantitatif. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive area, Kota
Surakarta diambil karena pada tahun 2009 terjadi peningkatan Angka Kematian
6
Ibu (AKI) menjadi 153,82 per 100.000 kelahiran hidup dari sebelumnya 49,1 per
100.000 kelahiran hidup, sedangkan Kecamatan Banjarsari diambil karena
dipandang memiliki AKI yang tinggi dibanding empat kecamatan yang lain.
Teknik pengumpulan data diperoleh melalui focus group discussion, wawancara
mendalam, dokumentasi dan observasi. Penentuan informan dilakukan dengan
teknik purposive sampling dan untuk penelitian survei dalam penelitian ini
menggunakan 30 responden, untuk memetakan kecenderungan pemenuhan
kebutuhan gender. Validitas data menggunakan triangulasi data dimana peneliti
menggunakan beberapa sumber data untuk mengumpulkan data yang sama.
Teknik analisis gender dalam penelitian ini menggunakan model Moser.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab kematian ibu maternal lebih
disebabkan dari faktor primer yaitu berasal dari individu bersangkutan dan
keluarga. Secara umum faktor sekunder, masyarakat dan pengelolaan program
GSI dalam level kecamatan telah cukup membantu dalam upaya penurunan AKI,
meskipun hasil lapangan membuktikan empati petugas yang juga terkait masalah
kepekaan gender dalam kesehatan reproduksi ternyata jauh dari harapan.
Pelaksanaan GSI baik di lingkup keluarga dan pengelolaan program memberikan
pemenuhan kebutuhan praktis dan strategis gender dengan dominasi pada
kebutuhan praktis gender. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan
strategis gender untuk ibu hamil, ibu bersalin dan nifas masih jauh dari yang
diharapkan (https://mafiadoc.com/, diunduh tanggal 26 April 2018)
Dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini lebih
memfokuskan diri pada, pertama, akuntabilitas pelayanan Puskesmas Distrik
7
Sausapor, Kabupaten Tambrauw terhadap ibu dan bayi.; kedua, menemukan
kendala yang dihadapi dalam akuntabilitas pelayanan Puskesmas tersebut.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti memfokuskan diri pada:
1. Akuntabilitas pelayanan Puskesmas Distrik Sausapor Kabupaten Tambrauw
terhadap ibu dan bayi, yang meliputi: transparansi, pertanggungjawaban,
pengendalian, tanggung jawab, dan responsivitas.
2. Kendala-kendala yang dihadapi dalam mewujudkan akuntabilitas pelayanan
Puskesmas Distrik Sausapor Kabupaten Tambrauw terhadap ibu dan bayi.
C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang dan fokus penelitian tersebut, peneliti menetapkan rumusan
masalahnya sebagai berikut:
1. Bagaimana akuntabilitas pelayanan Puskesmas Distrik Sausapor Kabupaten
Tambrauw terhadap ibu dan bayi?
2. Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam mewujudkan akuntabilitas
pelayanan Puskesmas Distrik Sausapor Kabupaten Tambrauw terhadap ibu
dan bayi?
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan;
1. Mendeskripsikan akuntabilitas pelayanan Puskesmas Distrik Sausapor
Kabupaten Tambrauw terhadap ibu dan bayi.
8
2. Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam mewujudkan
akuntabilitas pelayanan Puskesmas Distrik Sausapor Kabupaten Tambrauw
terhadap ibu dan bayi.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Praktis: Penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi di Distrik Sausapor, Kabupaten
Tambrauw
2. Manfaat Teoritis: Penelitian ini dapat mengembangkan dan memperkaya
Ilmu Pemerintahan, khususnya kebijakan publik tentang akuntabilitas
pelayanan kesehatan ibu dan bayi di Distrik Sausapor, Kabupaten
Tambrauw
F. Kerangka Konseptual
1. Pelayanan Publik
Pelayanan publik dimengerti sebagai kegiatan atau rangkaian kegiatan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa,
dan atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan
publik (Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik pasal 1
ayat 1).
Sedangkan menurut Pasolong (2013:128), pelayanan publik adalah sebagai
setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang
memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau
9
kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu
produk secara fisik.
Pelayanan publik di negara-negara maju sudah mengacu pada paradigma
pelayanan publik “New Publik Management” (NPM), sebagai paradigma
pelayanan publik yang ideal. Dalam paradigma NPM, administrasi publik lebih
menekankan peran serta masyarakat dan sektor publik menuju manajemen
pelayanan publik yang lebih pro-pasar, sehingga terjadi pergeseran dari kebijakan
dan administrasi menuju manajemen dengan mengadopsi manajemen sektor
privat. Dalam perspektif ini praktek pelayanan publik berdasarkan pertimbangan
ekonomi yang rasional. Kebutuhan dan kepentingan publik dirumuskan sebagai
agregasi dari kepentingan-kepentingan publik. Publik diposisikan sebagai
pelanggan (customers) sedangkan pemerintah berperan mengarahkan (steering)
pasar. Dalam perkembangannya konsep ini berarti bahwa untuk mewujudkan
pelayanan publik yang berkualitas maka diperlukan standar pelayanan untuk
menjamin kualitas pelayanan publik (Agus Widiyarta, 2012:4); Dalam konsep ini
birokrasi publik dituntut untuk merubah dirinya dari government menjadi
governance sehingga administrasi publik akan tampil lebih powerfull dalam
menjelaskan masalah-masalah kontemporer yang terjadi di dalam bahasan publik.
Dalam konsep ini birokrasi publik tidak hanya menyangkut unsur pemerintah saja
tetapi semua permasalahan yang berhubungan dengan publik affairs dan publik
interest (Adaim, 2016, dalam https://nuryantoadaim.wordpress.com/, diunduh
tanggal 20 april 2018)
10
Paradigma NPM dipandang sebagai pendekatan dalam administrasi publik
dengan menerapkan pengetahun dan pengalaman yang diperoleh dari dunia bisnis
dan disiplin lain untuk memperbaiki efektivitas, efisiensi, dan kinerja pelayanan
publik pada birokrasi modern (Kariono, 2013:4 dalam https://www.scribd.com/
document/335489092/Paradigma-Baru-Pelayanan-Publik, diunduh pada tanggal
21 April 2018).
Pelajaran penting yang dapat diambil dari NPM ini adalah bahwa
pembangunan birokrasi harus memperhatikan mekanisme pasar, mendorong
kompetisi dan kontrak untuk mencapai hasil, harus lebih responsif terhadap
kebutuhan pelanggan, harus lebih bersifat mengarahkan (steering) dari pada
menjalankan sendiri (rowing), harus melakukan deregulasi, memberdayakan para
pelaksana agar lebih kreatif, dan memekankan budaya organisasi yang lebih
fleksibel, inovatif, berjiwa wirausaha dan pencapaian hasil ketimbang budaya taat
sas, orientasi pada proses dan input (Rosenbloom & Kravchuck, dalam Widiyarta,
2012: 4). Oleh karena itu partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik akan
menjadi sangat penting.
a. Asas Pelayanan Publik
Asas Pelayanan Publik dalam Kepmenpan Nomor 63 Tahun 2003 dijelaskan
sebagai berikut:
1) Transparansi, artinya bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh
semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta
mudah dimengerti.
11
2) Akuntabilitas, artinya dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Kondisional, artinya sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi
dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi
dan efektivitas.
4) Partisipatif, artinya mendorong peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi,
kebutuhan dan harapan masyarakat.
5) Kesamaan hak, artinya tidak diskriminatif, tidak membedakan suku,
ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.
6) Keseimbangan, artinya hak dan kewajiban pemberi dan penerima
pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing
pihak.
b. Prinsip Pelayanan Publik
Prinsip Pelayanan publik dijelaskan dalam Kepmenpan Nomor 15 Tahun
2014 sebagai berikut:
1) Sederhana. Standar Pelayanan yang mudah dimengerti, mudah diikuti,
mudah dilaksanakan, mudah diukur, dengan prosedur yang jelas dan
biaya terjangkau bagi masyarakat maupun penyelenggara.
2) Partisipatif. Penyusunan Standar Pelayanan dengan melibatkan
masyarakat dan pihak terkait untuk membahas bersama dan
mendapatkan keselarasan atas dasar komitmen atau hasil kesepakatan.
12
3) Akuntabel. Hal-hal yang diatur dalam Standar Pelayanan harus dapat
dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan kepada pihak yang
berkepentingan.
4) Berkelanjutan. Standar Pelayanan harus terus-menerus dilakukan
perbaikan sebagai upaya peningkatan kualitas dan inovasi pelayanan.
5) Transparansi. Standar Pelayanan harus dapat dengan mudah diakses
oleh masyarakat.
6) Keadilan. Standar Pelayanan harus menjamin bahwa pelayanan yang
diberikan dapat menjangkau semua masyarakat yang berbeda status
ekonomi, jarak lokasi geografis, dan perbedaan kapabilitas fisik dan
mental.
c. Standar Pelayanan
Standar Pelayanan publik, yang disebut dalam Kepmenpan Nomor 63
Tahun 2003, sekurang-kurangnya meliputi:
1) Prosedur pelayanan yang dilakukan bagi pemberi dan penerima
pelayanan termasuk pengaduan.
2) Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan
permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk
pengaduan.
3) Biaya pelayanan, biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang
ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan.
4) Produk pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan.
13
5) Sarana dan prasarana, penyediaan sarana dan prasarana pelayanan
yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik.
6) Kompetensi petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat
berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku
yang dibutuhkan.
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelayanan
Dwiyanto et al (dalam Tangkilisan, 2005:223) mengidentifikasi faktor-
faktor internal dan eksternal sebagai berikut:
1) Faktor Internal ialah kewenangan diskresi, sikap yang berorientasi,
sistem intensif, maupun semangat kerja sama.
2) Faktor eksternalnya ialah budaya politik, dinamika dan perkembangan
politik, pengelolaan konflik lokal, kondisi sosial-ekonomi, dan kontrol
yang dilakukan oleh masyarakat, organisasi masyarakat dan Lembaga
Swadaya Masyarakat.
e. Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Menurut Thoha (dalam Ismail, 2010:20) menyatakan bahwa untuk
meningkatakan kualitas pelayanan publik, organisasi publik (birokrasi
publik) harus mengubah posisi dan peran (revitalisasi) dalam
memberikan pelayanan publik, dari yang suka mengatur berubah menjadi
suka melayani, dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan
berubah menjadi suka menolong dan dialogis.
Adapun menurut Syafi’e (dalam Sanjaya, et al, 2016:585), indikator
pelayanan Publik yang baik adalah:
14
1) Keterbukaan, artinya informasi pelayanan yang meliputi petunjuk,
sosialisasi, saran dan kritik dapat dilihat dan diakses oleh Publik
2) Kesederhanaan, artinya adanya prosedur dan persyaratan pelayanan
yang jelas dan sederhana
3) Kepastian, artinya adanya kepastian mengenai waktu, biaya dan
petugas pelayanan
4) Keadilan, artinya adanya persamaan perlakuan pelayanan
5) Keamanan dan Kenyamanan, artinya adanya hasil produk pelayanan
yang memenuhi kualitas teknis (aman) dan penataan ruang lingkup
kantor terasa fungsional, rapi, bersih, dan nyaman
6) Perilaku petugas pelayanan, artinya seorang petugas harus tanggap,
perduli, serta memiliki disiplin dan kemampuan pelayanan.
f. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan
Pelayanan umum kepada masyarakat akan dapat berjalan sebagaimana
yang diharapkan, apabila faktor-faktor pendukungnya cukup memadai
serta dapat difungsikan secara berhasil guna dan berdaya guna. Menurut
Moenir (dalam Sanjaya, et al, 2016:588), terdapat beberapa faktor yang
mendukung berjalannya suatu pelayanan dengan baik, yaitu:
1) Faktor kesadaran para pejabat dan petugas yang berkecimpung dalam
pelayanan umum
2) Faktor aturan yang menjadi landasan kerja pelayanan
3) Faktor organisasi yang merupakan alat serta sistem yang
memungkinkan berjalannya mekanisme kegiatan pelayanan
15
4) Faktor keterampilan petugas
5) Faktor sarana dalam pelaksanaan tugas pelayanan
Kelima faktor tersebut mempunyai peranan yang berbeda tetapi saling
mempengaruhi dan secara bersama-sama akan mewujudkan pelaksanaan
pelayanan secara optimal baik berupa pelayanan verbal, pelayanan tulisan
atau pelayanan dalam bentuk gerakan atau tindakan dengan atau tanpa
tulisan.
2. Akuntabilitas Pelayanan Publik
Akuntabilitas (accountability) dimengerti sebagai ukuran yang menunjukan
apakah aktivitas birokrasi publik atau pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah
sudah sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang dianut oleh rakyat dan apakah
pelayanan publik tersebut mampu mengakomodasi kebutuhan rakyat yang
sesungguhnya dan akuntabilitas adalah suatu derajat yang menunjukkan besarnya
tanggung jawab aparat atas kebijakan maupun proses pelayanan publik yang
dilaksanakan oleh birokrasi pemerintahan (Kumorotomo, dalam Hendry, 2013
http://w4nm4p.blogspot.co.id/, diunduh tanggal 23 April 2018)
Osborne (2010:42) dan Christensen, et.al. (2007:108) menjelaskan bahwa
sejalan dengan penekanan akuntabilitas pada reinventing government, ternyata
konsep akuntabilitas juga masuk sebagai fokus utama dalam Manajemen Publik
Baru atau New Publik Management (NPM). Oleh karenanya, akuntabilitas dapat
dikatakan sebagai faktor pembeda utama antara kajian Administrasi Publik Klasik
(Old Publik Administration) dengan New Publik Management. Hal ini bermakna
bahwa akuntabilitas harus dilaksanakan oleh organisasi sektor publik modern
16
sebagai cerminan upaya meningkatnya keberpihakan terhadap kepentingan
publik. Peters juga menjelaskan bahwa akuntabilitas merupakan konsep yang
berbeda dari tanggung jawab (responsibilitas). Akuntabilitas lebih merujuk pada
relasi organisasi sebagai sebuah entitas dengan pihak di luar organisasi. Artinya,
level analisis akuntabilitas adalah pada tingkat makroorganisasi yang menekankan
pada aspek sosiologi organisasi dengan fokus interaksi antara organisasi dengan
pihak-pihak yang berelasi pada organisasi tersebut. Sedangkan tanggung jawab
lebih menekankan pada level individual sebagai keharusan anggota di dalam suatu
organisasi publik untuk menunjukkan perilaku yang sejalan dengan standar etika
yang telah ditetapkan sebagai aturan dan melaksanakan pekerjaan dengan benar
sesuai dengan arahan dan pelatihan yang telah diterimanya (Wicaksono, 2015:5
dalam https://journal.ugm.ac.id/jkap/article/view/7523, diunduh pada tanggal 22
April 2018).
Sementara itu, Starling menjelaskan bahwa persamaan kata yang tepat untuk
akuntabilitas adalah kemenjawaban (answerability). Konsep ini menegaskan
bahwa organisasi pada sektor publik dituntut untuk memberikan jawaban terhadap
pihak-pihak yang berkepentingan dengan organisasi tersebut (Wicaksono, 2015:
6-7, dalam https://journal.ugm. ac.id/jkap/article/view/7523, diunduh pada tanggal
22 April 2018).
Koppel menjelaskan bahwa akuntabilitas memiliki sejumlah dimensi, di
antaranya: transparansi, pertanggungjawaban, pengendalian, tanggung jawab, dan
responsivitas.
17
a. Transparansi yang merujuk pada kemudahan akses untuk mendapat
informasi terkait dengan fungsi dan kinerja dari organisasi.
b. Pertanggungjawaban yang merujuk pada praktik untuk memastikan
individu dan atau organisasi bertanggung jawab atas tindakan dan
aktivitasnya, memberikan hukuman pada tindakan yang salah dan
memberikan penghargaan atas kinerja yang baik.
c. Pengendalian, yang merujuk pada situasi bahwa organisasi melakukan
secara tepat apa yang menjadi perintah utamanya.
d. Tanggung jawab, yang merujuk pada organisasi hendaknya dibatasi oleh
aturan hukum yang berlaku.
e. Responsivitas yang merujuk pada organisasi menaruh minat dan
berupaya untuk memenuhi harapan substantif para pemangku
kepentingan yang bentuknya berupa artikulasi permintaan dan
kebutuhan. Kelima dimensi inilah yang membantu mengukur sejauh
mana sebuah organisasi pada sektor publik mampu menjalankan
akuntabilitasnya (Maani, 2009:47-48, dalam http://ejournal.unp.ac.id/
index.php/ jd/article/view/1190/1025, diunduh pada tanggal 21 April
2018)
Menurut Etzioni salah satu pendekatan terhadap akuntabilitas yaitu:
a. Pendekatan moral yang melihat akuntabilitas sebagai seruan dan
pendidikan bagi orang-orang agar memiliki kesadaran akan tanggung
jawab moralnya
18
b. Pendekatan hukum yang lebih menfokuskan perhatiannya pada
mekanisme checks and balances dan persyaratan-persyaratan pelaporan
formal baik di dalam maupun ke luar organisasi.
Selain itu, terdapat dua bentuk akuntabilitas, yaitu akuntabilitas ekspilisit
dan akuntabilitas implisit.
a. Akuntabilitas eksplisit adalah pertanggungjawaban seorang pejabat atau
pegawai pemerintah manakala ia diharuskan untuk menjawab atau
menanggung konsekuensi dari cara-cara yang mereka gunakan dalam
melaksanakan tugas-tugas kedinasan.
b. Akuntabilitas implisit berarti bahwa setiap pejabat atau pegawai
pemerintah secara implisit bertang-gungjawab atas setiap kebijakan,
tindakan atau proses pelayanan publik yang dilaksanakan (Maani,
2009:47-48, dalam http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jd/article/view/
1190/1025, diunduh pada tanggal 21 April 2018)
Sebagai suatu kebijakan strategis, akuntabilitas harus dapat
diimplementasikan untuk menjamin terciptanya kepatuhan pelaksanaan tugas dan
kinerja pegawai sesuai dengan standar yang telah diterimanya dan sebagai sarana
untuk menekan seminimal mungkin penyalah-gunaan kekuasaan dan wewenang.
Untuk itu setiap aparat pemerintah harus memahami dan mampu mengembangkan
5 macam akuntabilitas (Jabbra dalam Karjuni, 2009:50) diantaranya adalah:
a. Akuntabilitas administratif (organisasional). Dalam akuntabilitas ini,
diperlukan adanya hubungan hirarkhis yang tegas diantara pusat-pusat
pertanggungjawaban dengan unit-unit di bawahnya. Hubungan-hubungan
19
hirarkhis ini biasanya telah ditetapkan dengan jelas baik dalam aturan-
aturan organisasi yang disampaikan secara formal ataupun dalam bentuk
hubungan jaringan informal. Prioritas pertanggung-jawaban lebih
diutamakan pada jenjang pimpinan atas dan diikuti terus ke bawah, dan
pengawasan dilakukan secara intensif agar aparat tetap menuruti perintah
yang diberikan. Pelanggaran terhadap perintah akan diberikan peringatan
mulai dari yang paling ringan sampai pemecatan;
b. Akuntabilitas legal. Ini adalah bentuk pertanggung-jawaban setiap
tindakan administratif dari aparat pemerintah di badan legislatif dan/atau
di depan mahkamah. Dalam hal pelanggaran kewajiban-kewajiban
hukum ataupun ketidak-mampuannya memenuhi keinginan legislatif,
maka pertanggungjawaban aparat atas tindakan-tindakannya dapat
dilakukan di depan pengadilan ataupun lewat proses revisi peraturan
yang dianggap bertentangan dengan undang-undang (judicial review);
c. Akuntabilitas politik. Para administrator yang terkait dengan kewajiban
menjalankan tugas-tugas-nya mengikuti adanya kewenangan pemegang
kekuasaan politik untuk mengatur, menetapkan prioritas dan
pendistribusian sumber-sumber dan menjamin adanya kepatuhan pelak-
sanaan perintah-perintahnya. Para pejabat politik itu juga harus menerima
tanggung jawab adminis-tratif dan legal karena mereka punya kewajiban
untuk menjalankan tugas-tugasnya dengan baik;
d. Akuntabilitas profesional. Sehubungan dengan semakin meluasnya
profesionalisme di organisasi publik, para aparat profesional (seperti
20
dokter, insinyur, pengacara, ekonom, akuntan, pekerja sosial dan
sebagainya) mengharap dapat memperoleh kebebasan yang lebih besar
dalam melaksanakan tugas-tugasnya dan dalam menetap-kan
kepentingan publik. Dan kalau pun mereka tidak dapat menjalankan
tugasnya mereka mengharapkan mememperoleh masukan untuk
perbaikan. Mereka harus dapat menyeimbangkan antara kode etik
profesinya dengan kepentingan publik, dan dalam hal kesulitan
mempertemukan keduanya maka mereka harus lebih mengutamakan
akuntabilitasnya kepada kepentingan publik;
e. Akuntabilitas moral. Telah banyak diterima bahwa pemerintah memang
selayaknya bertanggungjawab secara moral atas tindakan-tindakannya.
Landasan bagi setiap tindakan pegawai pemerintah seharusnya diletakan
pada prinsip-prinsip moral dan etika sebagaimana diakui konstitusi dan
peraturan-peraturan lainnya serta diterima oleh publik sebagai norma dan
perilaku sosial yang telah mapan. Oleh karena itu, wajar saja kalau publik
menuntut dan mengharapkan perilaku para politisi dan pegawai
pemerintah itu berlandaskan nilai-nilai moral yang telah diterima tadi.
Untuk menghindari perilaku koruptif, masyarakat menun-tut para
aparatur pemerintah itu mempunyai dan mengembangkan akuntabilitas
moral pada diri mereka. Namun sayangnya tanggung jawab moral dan
tanggung jawab profesional menjadi satu titik lemah yang krusial dalam
birokrasi pelayanan di Indonesia.
21
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akuntabilitas Pelayanan Publik
Akuntabilitas merupakan produk dari interaksi sosial manusia dalam
kehidupan organisasi dan masyarakat sehingga keberadaannya sangat dipengaruhi
oleh faktor-faktor pembentuk interaksi tersebut sebagai bagian dari kinerja
organisasi. Faktor-faktor tersebut seperti kewenangan diskresi, orientasi terhadap
perubahan, budaya paternalisme, etika pelayanan, system insentif, semangat kerja
sama, sistem kultur atau budaya yang sudah tertanam selama puluhan tahun.
Akar permasalahan akuntabilitas sendiri mungkin dapat ditemukan sejak
sistem pemerintahan kolonial Belanda yaitu sistem insentif, sistem
pertanggungjawaban dan struktur kekuasaannya, informasi yang relevan dan
reliabel, monitoring dan insentif.
Beberapa faktor yang mempengaruhi akuntabilitas pelayanan publik adalah:
a. Budaya Organisasi
Model budaya organisasi yang ideal untuk suatu organisasi adalah yang
memiliki paling sedikit dua sifat yaitu:
1) Kuat (strong), artinya budaya organisasi yang dikembangkan
organisasi harus mampu mengikat dan mempengaruhi perilaku
(behavior) para individu pelaku organisasi (pemilik, manajemen dan
anggota organisasi) untuk menyelaraskan (goals congruence) antara
tujuan individu dan tujuan kelompok mereka dengan tujuan
organisasi. Selain itu, budaya organisasi yang dibangun tersebut harus
mampu mendorong para pelaku organisasi dan organisasi itu sendiri
untuk memiliki tujuan (goals), sasaran (objectives), persepsi,
22
perasaan, nilai dan kepercayaan, interaksi sosial, dan norma-norma
bersama yang mempunyai arah yang jelas sehingga mereka mampu
bekerja dan mengekspresikan potensi mereka dalam arah dan tujuan
yang sama, serta dalam semangat yang sama pula.
2) Dinamis dan adaptif (dynamic and adaptive) artinya budaya organisasi
yang akan dibangun harus fleksibel dan responsif terhadap
perkembangan lingkungan internal dan eksternal organisasi (mega
environments) seperti tuntutan dari stakeholders eksternal dan
perubahan dalam lingkungan hukum, ekonomi, politik, sosial,
teknologi informasi, pemanufakturan dan lainnya (Nurhayani,
2015:347)
Dalam konteks di atas maka budaya organisasi merupakan kerangka kerja
yang menjadi pedoman tingkah laku dan pembuatan keputusan anggota organisasi
serta mengarahkan tindakan mereka untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan
demikian jelas bahwa pengkajian budaya organisasi ini memiliki arti penting baik
dilihat dari segi kepentingan keilmuan maupun dari segi pragmatisnya.
Deal & Kennedy (dalam Riadi, 2014, http://www.kajianpustaka.com/) telah
membagi lima unsur yang membentuk budaya yaitu: 1) Lingkungan, 2) Nilai-
nilai, 3) Panutan, 4) Tradisi, 5) Jaringan Komunikasi
b. Mekanisme Pengawasan oleh Masyarakat
Pengawasan oleh masyarakat pada lembaga-lembaga pelayanan publik itu
penting dalam rangka meningkatkan akuntabilitas pelayanan publik. Dikatakan
Maria Ahdiati (dalam Rustan A., 2006:5) bahwa mengaktifkan peran serta
23
masyarakat dapat diartikan sebagai upaya ekspansi dari asset dan kapasitas
masyarakat untuk dapat lebih berpartisipasi, bernegosiasi, mempengaruhi,
mengontrol kebijakan dan membangun akuntabilitas institusi-institusi publik yang
mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dilihat dari sisi dimensinya, pemberdayaan
publik ini dapat dibagi menjadi tiga dimensi yaitu, pertama upaya memperluas
kekuatan sosial, termasuk didalamnya upaya memberikan akses kepada basis-
basis produksi yang berpengaruh pada kesejahteraan publik, kedua upaya
memperkuat kekuatan politik, termasuk di dalamnya upaya menciptakan akses
publik untuk mempengaruhi proses penyusunan kebijakan, dan ketiga upaya
memperluas kekuatan psikologis publik, termasuk di dalamnya upaya untuk
meningkatkan rasa percaya diri dan potensi yang ada dalam kelompok-kelompok
masyarakat untuk berkembang.
Pengembangan sistem kontrol masyarakat yang kuat penting karena
masyarakatlah yang selama ini menanggung kerugian akibat kinerja aparatur
yang tidak memadai. Ketidakmampuan aparatur dalam menyelenggarakan
pemerintahan, baik itu langsung atau tidak pada gilirannya akan ditanggung
oleh masyarakat. Oleh karena itu, keterlibatan dan pemberdayaan masyarakat
dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, khususnya pengawasan jalannya
pemerintahan dalam berbagai aspek perlu memperoleh media yang memadai.
Persoalan yang timbul adalah, bagaimana mekanisme pengawasan, yang
dimulai dari pelaporan, pemrosesan, hingga penyampaian hasil pelaporan dari
masyarakat dapat diketahui oleh masyarakat secara transparan. Hal ini menjadi
pertanyaan mengingat nampaknya masyarakat belum dapat menjalankan fungsi
24
pengawasannya secara efektif yang karena belum kondusifnya pelaksanaan
demokrasi yang demokratis (Rusli, 2006 dalam http://pustaka.unpad.ac.id/,
diunduh tanggal 19 April 2018)
Pengawasan adalah suatu kegiatan untuk memperoleh kepastian
apakah pelaksanaan pekerjaan/kegiatan telah dilakukan dengan rencana
semula. Kegiatan pengawasan pada dasarnya membandingkan kondisi yang
ada dengan yang seharusnya terjadi. Bila ternyata ditemukan adanya
penyimpangan/hambatan segera diambil tindakan koreksi. Agar dapat efektif
mencapai tujuannya, pengawasan tidak dilakukan hanya pada saat akhir proses
manajemen saja, akan tetapi berada pada saat tingkatan proses manajemen.
Dengan demikian, pengawasan akan memberikan nilai tambah bagi peningkatan
kinerja organisasi.
Secara umum pengawasan membantu manajemen dalam tiga hal, yaitu
1) meningkatkan kinerja organisasi, 2) memberikan opini atas kinerja
organisasi, dan 3) mengarahkan manajemen untuk melakukan koreksi atas
masalah-masalah pencapaian kinerja yang ada. Ketiga hal tersebut dilakukan
dengan cara memberikan informasi yang dibutuhkan manajemen secara tepat dan
memberikan tingkat keyakinan akan pencapaian rencana yang telah ditetapkan
(Rusli, 2006).
Payung hukum yang melandasi peran serta masyarakat dalam pengawasan
adalah PP Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Pasal 18 menyatakan bahwa:
25
1) Masyarakat secara perorangan maupun kelompok dan atau organisasi
masyarakat dapat melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah.
2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara
langsung atau tidak langsung baik lisan maupun tertulis berupa
permintaan keterangan, pemberian informasi, saran dan pendapat kepada
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan
lembaga lainnya sesuai dengan tata cara yang ditetapkan dalam peraturan
perundang–undangan.
Selain itu pernyataan senada dikemukakan dalam Pasal 9 Keppres Nomor
74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah sebagai berikut:
1) Masyarakat dapat melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota.
2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
perorangan, kelompok maupun organisasi masyarakat.
Adapun dalam prakteknya, pengawasan masyarakat dapat dilakukan melalui
3 jalur sebagai berikut: 1) pengawasan langsung oleh masyarakat; 2) pemberitaan
media massa; 3) pengawasan legal yang ditetapkan oleh Undang-undang yaitu
yang dilakukan oleh DPR. Pengawasan masyarakat dilakukan secara informal
oleh publik atau masyarakat secara lebih luas misalnya kelompok penekan seperti
media masa, organisasi asosiasi, LSM, dan kelompok lain yang berkepentingan.
4. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi menurut Permenkes RI
Pelayanan kesehatan ibu dan bayi yang dilakukan oleh pemerintah tertuang
dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014,
Bab II yang berjudul: Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil,
Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan.
26
Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil dilakukan untuk mempersiapkan
perempuan dalam menjalani kehamilan dan persalinan yang sehat dan selamat
serta memperoleh bayi yang sehat. Pelayanan sebelum hamil ini dilakukan pada:
a. remaja; b. calon pengantin; dan/atau c. pasangan usia subur, yang meliputi: a.
pemeriksaan fisik; b. pemeriksaan penunjang; c. pemberian imunisasi; d.
suplementasi gizi; e. konsultasi kesehatan; dan f. pelayanan kesehatan lainnya
(Bdk. Pasal 5)
Pelayanan kesehatan masa hamil bertujuan untuk memenuhi hak setiap ibu
hamil memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas sehingga mampu
menjalani kehamilan dengan sehat, bersalin dengan selamat, dan melahirkan bayi
yang sehat dan berkualitas. Pelayanan tersebut dilakukan sejak terjadinya masa
konsepsi hingga sebelum mulainya proses persalinan dan wajib dilakukan melalui
pelayanan antenatal terpadu, yaitu pelayanan kesehatan komprehensif dan
berkualitas yang dilakukan melalui: a. pemberian pelayanan dan konseling
kesehatan termasuk stimulasi dan gizi agar kehamilan berlangsung sehat dan
janinnya lahir sehat dan cerdas; b. deteksi dini masalah, penyakit dan
penyulit/komplikasi kehamilan; c. penyiapan persalinan yang bersih dan aman; d.
perencanaan antisipasi dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi
penyulit/komplikasi; e. penatalaksanaan kasus serta rujukan cepat dan tepat waktu
bila diperlukan; dan f. melibatkan ibu hamil, suami, dan keluarganya dalam
menjaga kesehatan dan gizi ibu hamil, menyiapkan persalinan dan kesiagaan bila
terjadi penyulit/komplikasi (Bdk Pasal 12).
27
Pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan meliputi: a. pelayanan
kesehatan bagi ibu; dan b. pelayanan kesehatan bayi baru lahir.
Pelayanan kesehatan bagi ibu paling sedikit 3 (tiga) kali selama masa nifas,
dengan ketentuan waktu pemeriksaan sebagai berikut: a. 1 (Satu) kali pada
periode 6 (enam) jam sampai dengan 3 (tiga) hari pascapersalinan; b. 1 (Satu) kali
pada periode 4 (empat) hari sampai dengan 28 (dua puluh delapan) hari
pascapersalinan; dan c. 1 (Satu) kali pada periode 29 (dua puluh sembilan) hari
sampai dengan 42 (empat puluh dua) hari pascapersalinan. Kegiatan Pelayanan
kesehatan ibu meliputi: a. pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu; b.
pemeriksaan tinggi fundus uteri; c. pemeriksaan lokhia dan perdarahan; d.
pemeriksaan jalan lahir; e. pemeriksaan payudara dan anjuran pemberian ASI
Eksklusif; f. pemberian kapsul vitamin A; g. pelayanan kontrasepsi
pascapersalinan; h. konseling; dan i. penanganan risiko tinggi dan komplikasi
pada nifas.
Pelayanan kesehatan bagi bayi baru lahir dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan perundangan-undangan (Bdk. Pasal 15).
Pelayanan kesehatan ibu dan bayi tersebut mendapat dukungan managemen,
yang berupa pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan ibu yang terdiri dari:
a. pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan kesehatan ibu; dan b. pencatatan dan
pelaporan kesakitan ibu c. Pencatatan dan pelaporan kematian ibu (surveilans
kematian ibu). Pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan ibu ini dilakukan
secara berjenjang (Bdk. Pasal 30).
28
Surveilans (Pelaporan) Kesehatan Ibu dan Anak merupakan kegiatan
pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap data dan informasi
tentang kejadian atau masalah kesehatan ibu dan anak dan kondisi yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan cakupan atau mutu pelayanan kesehatan
ibu dan anak untuk memperoleh dan memberikan informasi guna
menyelenggarakan pelayanan kesehatan ibu dan anak secara efektif dan efisien.
(Bdk. Pasal 31).
Dalam rangka pembinaan, penjagaan mutu, dan perencanaan terhadap
pelayanan kesehatan ibu, dilakukan supervisi dalam bentuk penyeliaan fasilitatif,
yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan instrumen berupa
daftar tilik sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Daftar tilik itu berisi
standar kemampuan tenaga kesehatan dan standar manajemen fasilitas pelayanan
kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan (Bdk. Pasal 36)
Selain dukungan managemen, pelayanan ini juga disertai Perencanaan
Percepatan Penurunan Angka Kematian Ibu, yang dilakukan secara terpadu.
Perencanaan tersebut dilaksanakan berbasis bukti, yang berupa: hasil survelans
kesehatan ibu dan anak serta data, informasi kesehatan dan kajian ilmiah lain yang
valid dan terkini (Bdk. Pasal 37)
Pelayanan kesehatan ibu dan bayi didukung pula dengan Pelayanan
Kesehatan Reproduksi Terpadu, yaitu kegiatan pelayanan kesehatan yang
mengintegrasikan semua pelayanan kesehatan dalam lingkup kesehatan
reproduksi yang meliputi kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, kesehatan
reproduksi remaja, pencegahan dan penanggulangan infeksi menular seksual
29
termasuk penanggulangan HIV dan AIDS, dan pelayanan kesehatan reproduksi
lainnya (Bdk. Pasal 38)
Pelayanan kesehatan ibu dan bayi ini didukung dengan sumber daya
kesehatan yang meliputi: a. Fasilitas pelayanan kesehatan dan b. sumber daya
manusia
Setiap fasilitas pelayanan kesehatan wajib memberikan Pelayanan
Kesehatan masa sebelum hamil, masa hamil, persalinan, dan masa sesudah
melahirkan, penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi, dan pelayanan kesehatan
seksual sesuai dengan standar (Bdk. Pasal 40)
Sumber daya manusia dalam pelayanan Kesehatan masa sebelum hamil,
masa hamil, persalinan, dan masa sesudah melahirkan, dan penyelenggaraan
pelayanan kontrasepsi, meliputi tenaga kesehatan dan tenaga non-kesehatan (Bdk.
Pasal 42)
Dalam rangka membantu mempercepat pencapaian derajat kesehatan ibu
yang optimal diperlukan peran serta masyarakat baik secara perseorangan
maupun terorganisasi. Peran serta masyarakat dapat berupa : a. program
perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi; b. penyelenggaraan kelas
ibu hamil; c. kemitraan bidan dan dukun; dan d. rumah tunggu kelahiran. Peran
serta masyarakat dapat dikembangkan dalam bentuk lain sesuai dengan kondisi
dan kebutuhan masyarakat setempat (Bdk. Pasal 46).
Pemerintah daerah berkewajiban mengalokasikan pendanaan pelayanan
kesehatan masa sebelum hamil, masa hamil, persalinan, dan masa sesudah
30
melahirkan, penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi, dan pelayanan kesehatan
seksual melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (Bdk. Pasal 52)
Pemerintah daerah provinsi melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan pelayanan Kesehatan masa sebelum hamil, masa hamil,
persalinan, dan masa sesudah melahirkan, penyelenggaraan pelayanan
kontrasepsi, dan pelayanan kesehatan seksual di kabupaten/kota melalui
koordinasi, advokasi, monitoring dan evaluasi. Pembinaan dan pengawasan
dilakukan paling sedikit 2 (dua) kali setahun (Bdk. Pasal 54). Untuk itu
Pemerintah daerah kabupaten/kota perlu melakukan pelatihan tenaga kesehatan
dan penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan (Bdk. Pasal 55).
G. Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan diuraian dalam bagian berikut ini meliputi: jenis
penelitian, obyek penelitian, lokasi penelitian, teknik pemilihan subyek penelitian,
teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Adapun yang
dimaksud dengan penelitian kualitatif yaitu metode penelitian yang pada dasarnya
merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan
tertentu (Sugiyono, 2010:2).
Adapun jenis pendekatan penelitian ini adalah deskriptif. Metode deskriptif
adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek,
31
suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa
sekarang. (Moh. Nazir, 2005:54).
Dengan kata lain penelitian deskriptif adalah penelitian yang memusatkan
perhatian kepada masalah-masalah sebagaimana adanya saat penelitian
dilaksanakan. Dikatakan deskriptif karena bertujuan memperoleh gambaran yang
objektif khususnya mengenai akuntabilitas pelayanan Puskesmas Distrik
Sausapor, Kabupaten Tambrauw terhadap ibu dan bayi.
2. Obyek Penelitian
Obyek penelitian dapat dinyatakan sebagai situasi sosial penelitian
yang ingin diketahui, apa yang terjadi di dalamnya. Pada obyek penelitian
ini, peneliti dapat mengamati secara mendalam aktivitas (activity) orang-orang
(actors) yang ada pada tempat (place) tertentu (Sugiyono, 2007:215). Obyek dari
penelitian ini adalah akuntabilitas pelayanan Puskesmas Distrik Sausapor,
Kabupaten Tambrauw terhadap ibu dan bayi
3. Lokasi Penelitian
Menurut Nasution (2003:43) lokasi penelitian menunjukkan pada
pengertian tempat atau lokasi sosial penelitian yang dicirikan oleh adanya unsur
yaitu pelaku, tempat, dan kegiatan yang dapat diobservasi. Lokasi penelitian
ini di Distrik Sausapor, meskipun wilayah pelayanan Puskesmas ini sampai ke
Kampung Werur besar dan Kampung Bikar Distrik Bikar, Kabupaten Tambrauw.
4. Teknik Pemilihan Informan
Informan penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian. Informan
32
penelitian merupakan orang yang benar-benar mengetahui permasalahan yang
akan diteliti. (Moleong, 2000:97). Adapun teknik yang digunakan dalam
pemilihan informan adalah teknik purposive.
Teknik purposive adalah teknik penentuan informan dengan pertimbangan
tujuan yang dicapai dalam penelitian (Sugiono, 2010:85). Dalam melakukan
penelitan tentang akuntabilitas pelayanan Puskesmas Distrik Sausapor, Kabupaten
Tambrauw terhadap ibu dan bayi, peneliti mewawancarai 15 informan, dengan
identitas sebagai berikut:
Tabel I. 1
Identitas Informan
No Nama Usia L/P Pendi
dikan
Jabatan
1 Jhon Ekwin
Smas, S.Kep,
MM
42 L S2 Kepala Dinas Kesehatan
2 Ferdinand Mofu,
S.Km
57 L S1 Kepala Distrik Sausapor
3 Barieta Pupella,
S.Sos
56 P S1 Kepala Distrik Bikar
4 Korina Mirino 58 P SPK Kepala Puskesmas Sausapor
5 Dorce Maninem 49 P D3 Bidan Kampung
6 Welmince Sosir 45 P D3 Bidan Kampung
7 Risma 28 P D3 Bidan Kampung
8 Rotua Sitorus 30 P S1 Perawat Puskesmas
9 Yusak Rumabar 46 L SMA Kepala Kampung Sauran
10 Vali talakua 30 p smu IRT, Penerima layanan
11 Yuliana
Langgodai
29 P SMU IRT, Penerima layanan
12 Cherry Waney 25 P SMU IRT, Penerima layanan
13 Suriana Yeblo 28 P SMP IRT, Penerima layanan
14 Wadarmai 32 P SMU IRT, Penerima layanan
15 Grata Yeblo 29 P SMP IRT, Penerima layanan
Sumber: Data Primer
33
Informan-informan tersebut dipilih karena mereka dipandang memiliki
kompetensi dan informasi yang dibutuhkan untuk menjawab masalah yang telah
dirumuskan dan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan peneliti.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian ini adalah mendapatkan data.
Oleh karena itu teknik penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data
dalam penelitian ini adalah:
a. Observasi
Sugiyono (2010:203) mengemukakan bahwa “observasi merupakan suatu
proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses
biologis dan psikhologis”.
Sedangkan Nasution (2003:56) mengatakan bahwa “Observasi adalah
dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja
berdasarkan data, yaitu fakta mengenai kenyataan yang diperoleh
melalui observasi”.
Berdasarkan definisi di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan
bahwa observasi adalah pengamatan yang dilakukan oleh orang
dengan sengaja dan sistematis untuk memperoleh data yang
selanjutnya akan diproses untuk kebutuhan penelitian.
b. Wawancara
Moleong (2010:186) mengungkapkan bahwa wawancara adalah
percakapan dengan maksud tertentu; percakapan itu dilakukan dengan
34
kedua-belah pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban
atas pertanyaan itu.
c. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mengumpulkan data-data yang diperoleh lokasi
penelitian. Menurut Mahmud (2011:183) dokumentasi adalah teknik
pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan pada subjek
penelitian, tetapi melalui dokumen.
6. Teknik Analisis Data
Pada penelitian kualitatif analisis data dilakukan melalui pengaturan data
secara logis dan sistematis. Bogdan dan Biklen (Ahmadi, 2014:230),
mengatakan bahwa analisis data merupakan suatu proses penyelidikan dan
pengaturan secara sistematis transkrip wawancara, catatan lapangan, dan
material-material lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman
tentang data dan memungkinkan untuk mempresentasikan apa yang telah
ditemukan pada orang-orang lain. Analisis meliputi: mengerjakan data,
mengorganisasinya, membaginya menjadi satuan-satuan yang dikelolanya,
mensintesiskannya, mencari polanya, menemukan apa yang penting dan apa
yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dilaporkan. Teknik analisa data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis model interaktif
(interactive model of analysis) yang terdiri dari tiga komponen analisis
(Miles dan Huberman dalam Sugiyono, 2010:341), yaitu:
35
a. Reduksi
Reduksi data diartikan sebagai proses proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyerderhanaan, pengasbtrakan, dan transformasi data
“kasar” yang munculnya dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
Reduksi data berlangsung terus-menerus selama proyek yang berorientasi
penelitian berlangsung.
Reduksi data merupakan bagian dari analisis. Reduksi data merupakan
suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan,
membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara
sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik
dan diverifikasikan.
Dalam pengumpulan data, dibuat ringkasan, kode, menelusur tema,
membuat gugus-gugus, membuat partisi, dan membuat memo. Dalam
pengumpulan data peneliti membuat ringkasan dan menggolongkan data
yang disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
b. Penyajian Data
Penyajian sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Diyakini bahwa penyajian-penyajian yang lebih baik merupakan suatu
cara yang utama bagi analisis kualitatif yang valid yang meliputi;
berbagai jenis Matriks, Grafis, Jaringan dan Bagan. Semuanya dirancang
guna menggambungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk
yang padu dan mudah diraih. Dengan demikian seorang penganalisis
36
dapat melihat apa yang sedang terjadi, dan menentukan apakah menarik
kesimpulan yang benar ataukah terus melangkah melakukan analisis
yang menurut saran yang dikisahkan oleh penyajian sebagai sesuatu yang
mungkin berguna.
c. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan hanyalah sebagian dari suatu kegiatan dari
konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama
penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran
kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis (peneliti) selama ia
menulis. Suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan atau
mungkin menjadi begitu seksama dan makan tenaga dengan peninjauan
kembali suatu tukar pikiran diantara teman sejawat untuk
mengembangkan kesimpulan. Artinya kesimpulan dapat dilakukan
selama penelitian dengan cara: 1) Memikir ulang selama penulisan; (2)
Tinjauan ulang catatan lapangan; 3) Tinjauan ulang serta mencari
informasi dari pihak lain.
37
BAB II
PROFIL DISTRIK DAN PUSKESMAS SAUSAPOR
A. Profil Distrik Sausapor
1. Posisi Geografis Distrik Sausapor
Secara Geografis Distrik Sausapor terletak di Pantai Utara Kabupaten
Sorong dan Kabupaten Manokwari. Luas wilayah Distrik Sausapor 457,469 km2
(3,97% dari luas wilayah Kabupaten Tambrauw 11.529,179 km2, berdasarkan
Revisi RTRW Kabupaten Tambrauw Tahun 2011-2031 dan Permendagri No.56
Tahun 2015). Batas-batas wilayah Distrik Sausapor sebagai berikut:
- Timur berbatasan dengan Distrik Bikar Kabupaten Tambrauw
- Barat berbatasan dengan Distrik Moraid Kabupaten Tambrauw.
- Selatan berbatasan dengan Distrik Bamus Bama Kabupaten
Tambrauw.
- Utara berhadapan dengan Laut Pasifik.
Distrik Sausapor terdiri dari 10 (Sepuluh) kampung administratif, masing-
masing: 1. Kampung Sausapor, 2. Kampung Emaus, 3. Kampung Iguem, 4.
Kampung Jogte, 5. Kampung Sauoryan, 6. Kampung Bondek, 7. Kampung
Bandoguan, 8. Kampung Sungguan, 9. Kampung Syurauw, 10. Kampung
Nanggou. Ini berarti 4,63% dari jumlah seluruh Kampung yang ada di Kabupaten
Tambrauw, 216 Kampung (Revisi RTRW Kabupaten Tambrauw Tahun 2011-
2031 dan Permendagri No.56 Tahun 2015).
38
Dari sisi letak, dapat dikatakan bahwa letak Distrik Sausapor sangat
strategis, karena Distrik Sausapor berada di pelabuhan yang merupakan pintu
masuk dan Ibu Kota (de fakto sampai sekarang) Kabupaten Tambrauw.
Posisi Distrik Sausapor yang strategis ini, menjadikan Puskesmas juga
strategis. Ia berada di pusat pemerintahan Kabupaten Tambrauw. Kehadirannya
menjadi obyek pandangan banyak masyarakat, sehingga berpotensi menjadi
Puskesmas percontohan bagi Distrik lain di Kabupaten Tambrauw. Oleh karena
itu, pelayanan Puskesmas menjadi bagian penting bagi performance Puskesmas
ini. Pelayanan perlu terus dikembangkan dan dioptimalkan, termasuk pelayanan
kesehatan ibu dan bayi.
2. Penduduk Distrik Sausapor
Puskesmas ini berada di tengah penduduk Distrik Sausapor. Masyarakat ini
setiap saat memandang Puskesmas dan setiap kali perlu dilayani. Oleh karena itu,
pada bagian berikut akan digambarkan penduduk Distrik Sausapor yang dilayani
Puskesmas ini.
a. Jumlah Penduduk Berdasarkan KK, Jenis Kelamin, Balita dan Bayi
Seluruh penduduk Distrik Sausapor berjumlah 3.963 jiwa, dengan rincian:
Kepala keluarga berjumlah 1.632 jiwa, penduduk laki-laki dewasa: 1.172 jiwa dan
laki-laki kecil berjumlah 658 jiwa. Penduduk perempuan dewasa berjumlah 1.253
jiwa dan penduduk perempuan kecil berjumlah 529 jiwa. Secara lengkap, akan
terlihat dalam data berikut:
39
Tabel II.1.
Jumlah Penduduk Distrik Sausapor 2016-2018
No Kampung KK Laki-
laki
Dewasa
Laki-
laki
kecil
Perem
puan
dewasa
Perem
puan
kecil
Balita Bayi
1 Sausapor 147 274 45 261 39 36 5
2 Emaus 149 147 206 175 103 81 9
3 Iguem 150 70 25 45 30 20 15
4 Jogte 253 61 51 62 32 6 11
5 Sauoryan 114 237 40 227 65 30 5
6 Bondek 192 163 69 233 79 36 8
7 Bandoguan 460 70 47 91 37 - -
8 Sungguan 17 40 21 46 23 10 6
9 Syurauw 55 27 19 23 12 11 4
10 Nanggou 95 83 135 90 109 50 8
JUMLAH 1.632 1.172 658 1.253 529 280 71
TOTAL Penduduk 3.963
Sumber: Distrik Sausapor, Tahun 2018
Ini semua adalah penduduk yang harus dilayani dan dilindungi oleh Distrik
Sausapor. Oleh karena itu keberadaan Puskesmas perlu dirawat dan dijaga
kelangsungannya oleh Distrik Sausapor, karena pelayanan Puskesmas vital bagi
kehidupan penduduk Sausapor, terlebih di sini terdapat balita 280 jiwa dan bayi
71 jiwa, serta lebih dari 1.253 ibu.
b. Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia di Distrik Sausapor
Komposisi penduduk Distrik Sausapor yang berjumlah 3.963 jiwa,
berdasarkan kelompok usia, sebagai berikut: kelompok usia 45-55 tahun lebih
berjumlah 824 jiwa, kelompok usia 30-44 tahun berjumlah 924 jiwa, kelompok
usia 17-29 tahun berjumlah 850 jiwa, kelompok usia sekolah 6-16 berjumlah 964
(kelompok terbesar), kelompok usia balita berjumlah 288 jiwa dan kelompok usia
40
bayi berjumlah 113 jiwa (kelompok terkecil). Semua data tersebut akan terlihat
dalam tabel berikut:
Tabel II. 2
Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia di Distrik Sausapor, 2016-2018
No Kampung Kel.
45-55>
Kelompok
30-44>
PUS
17-29>
Sekolah
6-16
Balita
2-5
Bayi
0-1
1 Sausapor 155 50 150 165 20 15
2 Emaus 224 180 117 187 81 9
3 Iguem 35 40 32 43 20 15
4 Jogte 62 50 40 33 31 17
5 Sauoryan 23 135 169 259 30 10
6 Bondek 127 214 130 148 36 8
7 Bandoguan 62 126 40 35 33 22
8 Sungguan 4 12 15 24 10 6
9 Syurauw 42 12 5 25 10 3
10 Nanggou 90 105 152 45 17 8
JUMLAH 824 924 850 964 288 113
TOTAL Penduduk 3.963
Sumber: Distrik Sausapor, Tahun 2018
Data tersebut memperlihatkan betapa besar tanggungjawab Puskesmas
dalam menjamin kesehatan penduduk, termasuk kesehatan ibu dan bayi.
Pelayanan Puskesmas perlu dikelola dengan baik, pelayanan perlu dioptimalkan,
banyak pihak perlu dilibatkan agar kesehatan disadari oleh semua pihak sebagai
kebutuhan bersama.
c. Jumlah penduduk berdasar agama di Distrik Sausapor.
Berdasarkan agama, penduduk distrik Sausapor yang berjumlah 3.963
jiwa, terdiri dari: pemeluk agama Protestan dan Advent berjumlah 2.765 jiwa,
yang merupakan jumlah mayoritas dari jumlah penduduk di Distrik Sausapor.
41
Pemeluk agama Katolik berjumlah 631 jiwa dan sisanya merupakam pemeluk
agama Islam, yaitu berjumlah 567 jiwa. Semua data terlihat dalam tabel berikut:
Tabel II. 3.
Penduduk Berdasar Agama di Distrik Sausapor, 2016-2018
No Kampung Protestan
dan Advent
Katolik Islam
1 Sausapor 708 - 113
2 Emaus - 508 163
3 Iguem 78 12 38
4 Jogte 119 - 8
5 Sauoryan 685 17 107
6 Bondek 338 22 88
7 Bandoguan 521 54 50
8 Sungguan 63 1 -
9 Syurauw 38 5 -
10 Nanggou 215 12 -
JUMLAH 2.765 631 567
TOTAL Penduduk 3.963
Sumber: Distrik Sausapor, Tahun 2018
Tak diungkiri bahwa agama mempunyai peran penting dalam kehidupan
penduduk Distrik Sausapor. Agama secara positif dapat memberikan pencerahan
kepada penduduk untuk memperbaiki keyakinan, kepercayaannya pada beberapa
sikap dan perilaku yang menjauhkan penduduk dari layanan medis, dan
mengandalkan dukun dan cara-cara tradisional, yang sebagian praktek tersebut
sering membahayakan nyawa manusia, termasuk nyawa ibu dan bayi dalam
proses kelahiran. Puskesmas perlu menggandeng para tokoh agama dalam
meluruskan pandangan yang menjauhkan penduduk untuk berobat secara medis.
3. Kondisi Rumah Tinggal di Distrik Sausapor
kondisi rumah tinggal penduduk di Distrik Sausapor dapat digambarkan
sebagai berikut: Jumlah seluruh rumah yang ada 1.437 buah, sedangkan jumlah
42
KK: 1.632 jiwa. Ini berarti tidak semua kepala keluarga memiliki rumah sendiri,
tepatnya, masih ada 195 KK yang belum memiliki rumah. Mereka masih tinggal
bersama kepala keluarga yang lain. Tabel berikut menunjukkan data itu:
Tabel II. 4
Kondisi Rumah Tinggal Penduduk di Distrik Sausapor, 2016-2018
No Kampung Rumah
Permanen
Semi Permanen Sangat
Sederhana
1 Sausapor 300 225 10
2 Emaus 38 - 21
3 Iguem 35 12 -
4 Jogte 25 17 3
5 Sauoryan 345 120 10
6 Bondek 67 28 27
7 Bandoguan 20 24 10
8 Sungguan 12 - -
9 Syurauw 4 11 2
10 Nanggou 50 17 4
JUMLAH 896 454 87
TOTAL Rumah 1.437
Sumber: Pemerintah Distrik, Tahun 2018
Mengenai kondisi rumah penduduk dapat digambarkan bahwa ada 896
rumah permanen, 454 rumah semi permanen dan 87 rumah sangat sederhana.
Mayoritas rumah permanen terletak di kampung Sausapor (300 rumah) dan paling
sedikit terletak di Kampung Syurauw (4 rumah). Sedangkan rumah semi
permanen sebagian besar ada di kampung Sausapor (225 rumah), dan paling
sedikit terletak di Kampung Syurauw (11 rumah). Sementara itu rumah sangat
sederhana terbanyak ada di Kampung Bo, ndek (27 rumah) dan paling sedikit
terletak di Kampung Syurauw (2 rumah).
43
Kondisi rumah tinggal penduduk ini mencerminkan tingkat kesehatan
penduduk, karena kesehatan berkaitan dengan kondisi rumah tinggal. Masih
terdapat 454 rumah semi permanen dan 87 rumah sangat sederhana yang perlu
dipantau karena dari kondisi rumah tinggal seperti ini, masalah kesehatan
seringkali muncul, terlebih jika di rumah tinggal tersebut terdapat ibu dan bayi.
4. Sarana Pendidikan Dasar di Distrik Sausapor
Jumlah sarana pendidikan dasar yang ada di Distrik Sausapor berjumlah 19
buah, yang terdiri dari sarana pendidikan PAUD berjumlah 6 buah, TK berjumlah
3 buah, SD berjumlah 5 buah, SMP berjumlah 3 buah dan SMU berjumlah 2
buah. Selengkapnya, sarana pendidikan dasar di Distrik Sausapor dapat terlihat di
tabel berikut:
Tabel II. 5
Sarana Pendidikan Dasar di Distrik Sausapor, 2016-2018
No Kampung PAUD/TK SD SMP SMU
1 Sausapor - - - -
2 Emaus 1/1 1 1 -
3 Iguem 1 - - -
4 Jogte 1 1 - -
5 Sauoryan 1 1 - -
6 Bondek - 1 1 1
7 Bandoguan 2/2 1 1 1
8 Sungguan - - - -
9 Syurauw - - - -
10 Nanggou - - - -
JUMLAH 6/3 5 3 2
TOTAL Sarana Pendidikan Dasar 19
Sumber: Distrik Sausapor, Tahun 2018
44
Data tersebut menunjukkan bahwa Sarana pendidikan dasar paling lengkap
berada di kampung Bandoguan, sementara itu ada 4 kampung yang sama sekali
tidak mempunyai sarana pendidikan dasar, yaitu Kampung Sausapor, Sungguan,
Syurauw, dan Nanggou. Faktanya, anak-anak yang tinggal di 4 kampung tersebut
bersekolah di kampung-kampung yang memiliki sarana pendidikan dasar.
Keberadaan sekolah perlu diperhitungkan dalam pelayanan Puskesmas,
khususnya untuk kesehatan anak-anak, yang juga menjadi medan pelayanan
Puskesmas. Komunikasi dan relasi dengan sekolah akan memperlancar pelayanan
dan dapat meningkatkan akuntabilitas pelayanan Puskesmas.
5. Sarana Kesehatan di Distrik Sausapor
Tabel II. 6
Sarana Kesehatan di Distrik Sausapor, 2016-2018
No Kampung Puskesmas Puskes.
Pembantu
RS
Perawatan
Akreditasi
Dasar
Polindes Posyan-
du
1 Sausapor - 1 - - 1
2 Emaus 1 - 1 - 1
3 Iguem - - - - 1
4 Jogte - - - 1 1
5 Sauoryan - - - - 1
6 Bondek - - - - 1
7 Bandoguan - - - - 1
8 Sungguan - 1 - 1 1
9 Syurauw - - - - 1
10 Nanggou - - - - 1
JUMLAH 1 2 1 2 10
TOTAL Sarana Kesehatan 16
Sumber: Distrik Sausapor, Tahun 2018
45
Tabel menunjukkan bahwa sarana kesehatan di Distrik Sausapor berjumlah
16 buah, terdiri dari: puskesmas berjumlah 1 buah di Kampung Emaus,
Puskesmas Pembantu berjumlah 2 buah di Kampung Sausapor dan Sungguan, RS
Perawatan Akreditasi Dasar berjumlah 1 buah di Kampung Emaus, Polindes
berjumlah 2 buah di Kampung Jogte dan Sungguan dan Posyandu 10 buah (di tiap
kampung ada).
Sarana kesehatan di Distrik Sausapor dapat dikatakan cukup lengkap,
apalagi jika dibandingkan dengan sarana kesehatan di distrik lain di Kabupaten
Tambrauw. Tidak mengherankan jika banyak penduduk datang ke sarana
kesehatan di Distrik Sausapor, termasuk Puskesmas Sausapor. Tak mengherankan
juga jika Puskesmas Sausapor menjadi contoh bagi sarana kesehatan Distrik lain.
Oleh karena itu pelayanan Puskesmas perlu terus dikembangkan dan dijaga
keberlangsungannya, termasuk pelayanan Puskesmas terhadap ibu dfan bayi.
6. Sarana Keagamaan di Distrik Sausapor
Di Distrik Sausapor terdapat sarana keagamaan sebanyak 8 buah, dengan
rincian: 7 gereja protestan (dan termasuk gereja advent), yang terletak di kampung
Emaus dan Jogte (2 buah), Sausapor, Sauoryan, Sungguan (masing-masing 1
buah) dan 1 gereja katolik yang terletak di kampung Iguem; sedangkan masjid
tidak ada.
Keberadaan sarana keagamaan ini sentral dalam kehidupan penduduk
Distrik Sausapor, mengingat penduduk Distrik ini religious. Oleh karena itu,
Puskesmas perlu menjalin komunikasi dan relasi yang baik dengan pengelola
46
sarana keagamaan ini agar pelayanan Puskesmas dapat memanfaatkan sarana
keagamaan itu untuk menjangkau penduduk Distrik Sausapor dalam pelayanan
kesehatan, termasuk kesehatan ibu dan bayi. Seluruh data tentang sarana
keagamaan terlihat dalam tabel berikut:
Tabel II. 7
Sarana Keagamaan di Distrik Sausapor, 2016-2018
No Kampung Gereja Protestan Gereja Katolik
1 Sausapor 1 -
2 Emaus 2 -
3 Iguem - 1
4 Jogte 2 -
5 Sauoryan 1 -
6 Bondek - -
7 Bandoguan - -
8 Sungguan 1 -
9 Syurauw - -
10 Nanggou - -
JUMLAH 7 1
TOTAL Sarana Keagamaan 8
Sumber: Distrik Sausapor, Tahun 2018
7. Mata Pencaharian Penduduk di Distrik Sausapor
Bekerja tidak hanya bertujuan untuk mencari nafkah, tetapi juga aktualisasi
diri sehingga seseorang menjadi kuat, percaya diri, dan bahagia. Sembilan mata
pencaharian penduduk Distrik Sausapor adalah PNS (371 orang), TNI (35 orang),
Polisi (7 orang), Pensiunan (35 orang), pengusaha kios/toko (115 orang), nelayan
tetap (43 orang) dan tradisional (46 orang) serta petani tetap (110 Orang) dan
tradisional (442 orang). Dari jumlah itu, mata pencaharian penduduk terbanyak
47
adalah PNS, kedua adalah petani tradisional dan ketiga adalah pengusaha
Kios/toko. Semua data tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel II. 8
Pekerjaan Penduduk di Distrik Sausapor, 2016-2018
No Kampung Pekerjaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Sausapor 45 20 2 2 15 35 5 15 20
2 Emaus 38 2 - 2 44 - 8 60 -
3 Iguem 50 - - 20 - - - 5 -
4 Jogte 8 - - 1 5 2 4 - 46
5 Sauoryan 27 2 - 1 21 2 10 30 115
6 Bondek 105 - 5 5 11 - 7 - 34
7 Bandoguan 80 11 - - 18 4 8 - -
8 Sungguan 1 - - 1 - - 1 - 17
9 Syurauw 12 - - - - - 3 - 10
10 Nanggou 5 - - 1 1 - - - 200
JUMLAH 371 35 7 35 115 43 46 110 442
TOTAL Penduduk Bekerja 1.204
Sumber: Distrik Sausapor, Tahun 2018
Keterangan: 1. PNS; 2. TNI; 3. Polisi; 4. Pensiun; 5. Pengusaha Kios/Toko; 6.
Nelayan Tetap; 7. Nelayan Tradisional; 8. Petani Tetap; 9. Petani
tradisional.
Dari data pekerjaan tersebut terlihat bahwa mayoritas penduduk Distrik
Sausapor memiliki pekerjaan yang tergolong cukup baik. Ini menjamin bahwa
tingkat kesadaran mereka pada pentingnya hidup sehat juga cukup baik. Ini tidak
berarti bahwa Puskesmas dapat berpangkutangan. Sebaliknya, kesadaran akan
pentingnya kesehatan yang lebih baik justru akan semakin banyak kebutuhan dan
tuntutan kesehatan penduduk kepada Puskesmas, termasuk para ibu dan bayi.
Oleh karena itu, pelayanan Puskesmas perlu terus ditingkatkan dan diaktualkan
agar sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan penduduk.
48
B. Profil Puskesmas Sausapor
1. Letak Puskesmas
Puskesmas Sausapor berada di atas sebidang tanah seluas 903 M2, milik
Pemerintah Kabupaten Tanbrauw di Jl. Wembru No. 01 Distrik Sausapor, yang
dibatasi oleh:
- Sebelah Utara : Berbatasan dengan Samudra Pasifik
- Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Distrik Fef
- Sebelah Barat : Berbatasan dengan Distrik Kwoor
- Sebelah Timur : Berbatasan dengan Distrik Moraid
- Wilayah pelayanan Puskesmas Sausapor meliputi seluruh kampung di
Distrik Sausapor dan kampung Werur Besar dan Bikar di Distrik Bikar,
Kabupaten Tambrauw.
2. Visi, Misi, Tujuan, Kebijakan Puskesmas Sausapor
a. Visi Puskesmas Sausapor adalah Terwujudnya pelayanan kesehatan dasar
yang prima agar tercapai distrik yang sehat.
b. Sedangkan Misi Puskesmas Sausapor adalah:
1) Meningkatkan Mutu Pelayanan Kesehatan yang dapat terjangkau dan
memuaskan masyarakat
2) Memelihara dan Meningkatkan Kesehatan Perorangan, Keluarga dan
Masyarakat serta Lingkungan
3) Mendorong dan meningkatkan kemandirian hidup sehat bagi keluarga.
c. Tujuan
1) Menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit serta mencegah
49
meluasnya kejadian luar biasa (KLB)
2) Mengendalikan penyebaran penyakit menular melalui peningkatan
kegiatan surveilans.
3) Mengendalikan penyakit tidak menular dan masalah kesehatan lain
di masyarakat melalui peningkatan kegiatan promotif dan
memberdayakan pelayanan klinik konsultasi.
4) Meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan.
5) Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berperilaku hidup bersih
dan sehat serta kemandirian individu, keluarga dan masyarakat di
bidang kesehatan.
6) Meningkatkan kelembagaan peran serta masyarakat dalam
pembangunan kesehatan.
7) Meningkatkan mutu dan pemerataan pelayanan kesehatan.
8) Meningkatkan sarana dan prasarana Puskesmas dan jaringannya.
9) Meningkatkan kualitas tenaga yang ada di puskemas baik tenaga
kesehatan maupun tenaga lainnya.
10) Meningkatkan kesehatan anak sekolah dan remaja.
11) Meningkatkan kesehatan ibu dan anak.
12) Melaksanakan upaya kesehatan gigi dan jiwa kepada masyarakat
13) Meningkatkan status gizi pada bayi dan balita dengan meningkatkan
cakupan kunjungan posyandu.
14) Meningkatkan sistem manajemen pengelolaan obat dalam rangka
pemenuhan ketersediaan, mutu, jenis, jumlah obat dan perbekalan
50
kesehatan.
15) Melaksanakan pengobatan rasional di sarana kesehatan
16) Meningkatkan cakupan imunisasi pada bayi dan anak sekolah agar
dapat terbentuk kekebalan terhadap penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi (PD31)
17) Mengembangkan sistem informasi kesehatan yang cepat, tepat dan
akurat sehingga tersedia data kesehatan di wiiayah kerja Puskesmas
(Renstra Puskesmas Sausapor Tahun 2018-2023)
d. Kebijakan
1) Peningkatan kegiatan Promosi Kesehatan melalui peningkatan
kesadaran masyarakat dalam rangka berperilaku hidup bersih dan
sehat
2) Peningkatan kualitas sanitasi dasar
3) Peningkatan pembinaan sanitasi di TUPM, TTU dan institusi.
4) Peningkatan dan penguatan peran serta masyarakat melalui
pendampingan dalam pengembangan UKBM
5) Peningkatan kompetensi tenaga kesehatan
6) Melakukan penjaringan dan pemeriksaan kesehatan secara berkala
pada siswa sekolah.
7) Peningkatan kualitas dan akses pelayanan kesehatan masyarakat
8) Pemenuhan alat kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan pada
Puskesmas dan jaringannya sesuai dengan kebutuhan.
9) Perbaikan / rehabilitasi Puskesmas dan jaringannya.
51
10) Penerapan penggunaan obat rasional di sarana kesehatan.
11) Menurunkan angka kematian ibu, bayi melalui peningkatan
pelayanan kesehatan ibu dan anak.
12) Melakukan rujukan pada ibu hamil resiko tinggi
13) Pendampingan persalinan oleh dua tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan.
14) Peningkatan gizi keluarga dan masyarakat melalui pemberian PMT,
vitamin pada balita, ibu hamil dan ibu nifas.
15) Melakukan penyuluhan dan pemberdayaan keluarga dalam
membiasakan konsumsi aneka ragam makanan, pemantauan
pertumbuhan balita, pemberian ASI eksklusif, penggunaan garam
yodium dan suplemen zat gizi.
16) Pencapaian UCI
17) Peningkatan kegiatan surveilans sebagai upaya pencegahan dan
penanggulangan penyakit menular dan KLB.
18) Peningkatan koordinasi lintas sektor melalui pertemuan di tingkat
Kecamatan.
19) Peningkatan manajemen Puskesmas (Perencenaan, Pelaksanaan,
Penilaian/ Evaluasi) dan kualitas informasi kesehatan.
3. Struktur Organisasi Puskesmas Sausapor dan Tugas Masing-masing
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014,
Puskesmas Sausapor termasuk dalam Puskesmas Perkotaan yang terdiri
dari:
52
a. Kepala Puskesmas
b. Sub Bagian Tata Usaha
c. Pelaksana Unit Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
d. Pelaksana Unit Kesehatan Keluarga
e. Pelaksana Unit Rawat Inap
f. Pelaksana Unit Kesehatan Lingkungan dan Peran Serta Masyarakat
g. Puskesmas Pembantu
4. Tupoksi Puskesmas Sausapor dan Tugas Masing-masing Unit
a. Tugas Pokok dan Fungsi Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kota yang bertugas
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya, yang meliputi:
1) Pelayanan upaya kesehatan meliputi kesejahteraan ibu dan anak, KB,
perbaikan Gizi, perawatan kesehatan masyarakat, pencegahan,
pemberantasan penyakit, imunisasi, pembinaan kesehatan lingkungan,
PKM, Usaha Kesehatan Sekolah, olah raga, pengobatan termasuk
pelayanan darurat karena kecelakaan, kesehatan gigi dan mulut,
laboratorium sederhana, upaya kesehatan kerja serta usia lanjut, upaya
kesehatan jiwa, mata, khusus lainnya dan pencatatan serta laporannya.
2) Pembinaan upaya kesehatan , peran serta masyarakat, koordinasi
semua upaya kesehatan, sarana pelayanan kesehatan, pelaksanaan
rujukan medik, pembentukan sarana dan pembinaan teknis kepada
puskesmas pembantu, poliklinik kesehatan desa, unit pelayanan
kesehatan swasta serta kader pembangunan kesehatan.
53
3) Pengembangan upaya kesehatan dalam hal pengembangan kader
pembangunan bidang kesehatan di wilayah, pengembangan kegiatan
swadaya masyarakat.
4) Pengelolaan ketatausahaan
Sedangkan fungsi Puskesmas adalah:
1) Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan
2) Pusat Pemberdayaan Masyarakat
3) Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama
a) Pelayanan Kesehatan Perorangan
b) Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Keputusan Menteri Kesehatan
Republik lndonesia Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang
Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat)
b. Tugas Pokok Masing-Masing Unit
1) Kepala Puskesmas:
a) Memberikan pelayanan, pembinaan dan pengembangan upaya
kesehatan secara paripurna kepada masyarakat di wilayah kerjanya
b) Melaksanakan pelayanan upaya kesehatan meliputi kesejahteraan
ibu dan anak, KB, perbaikan gizi, perawatan kesehatan masyarakat,
pencegahan dan pemberantasan penyakit, imunisasi, pembinaan
kesehatan lingkungan, PKM, Usaha Kesehatan sekolah, Olah raga,
pengobatan termasuk pelayanan darurat karena kecelakaan,
kesehatan gigi dan mulut, laboratorium sederhana, upaya kesehatan
54
kerja, upaya kesehatan lanjut usia, upaya kesehatan jiwa, kesehatan
mata dan pencatatan serta pelaporannya
c) Pembinaan upaya kesehatan, peran serta masyarakat, koordinasi
semua upaya kesehatan, sarana pelayanan kesehatan, pelaksanaan
rujukan medik, pembentukan sarana dan pembinaan teknis kepada
puskesmas pembantu, poliklinik kesehatan desa, unit pelayanan
kesehatan swasta serta kader pembangunan kesehatan.
d) Pengembangan upaya kesehatan dalam hal pengembangan kader
pembangunan bidang kesehatan di wilayahnya, pengembangan
kegiatan swadaya masyarakat
e) Melakukan upaya pengelolaan ketatausahaan
2) Sub Bagian Tata Usaha :
a) Melaksanakan pengelolaan administrasi kepegawaian.
b) Melaksanakan penatausahaan keuangan dan akuntansi puskesmas.
c) Melaksanakan pengelolaan surat - surat dan hubungan masyarakat
d) Melaksanakan pengelolaan perlengkapan, urusan umum dan
membuat perencanaan serta pelaporan.
e) Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan perintah atasan
untuk kelancaran pelaksanaan tugas.
3) Pelaksana Unit Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
a) Melaksanakan kegiatan dan usaha untuk menyelenggarakan tugas
dan kebijakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
55
b) Melaksanakan kegiatan pembinaan teknis yang meliputi segala
penyehatan lingkungan.
c) Melaksanakan kegiatan pembinaan yang meliputi segala usaha
pelayanan dan usaha pencegahan pemberantasan penyakit termasuk
imunisasi.
d) Melaksanakan kegiatan pengawasan, perkembangan dan
pemakaian alat alat kesehatan dan obat - obatan.
e) Melaksanakan pengawasan yang meliputi segala usaha dan
kegiatan untuk pengamanan dan pelaksanaan tugas.
f) Melaksanakan tugas kedinasan Iain sesuai dengan perintah atasan
untuk kelancaran pelaksanaan tugas.
4) Pelaksana Unit Rawat Inap :
Melaksanakan perawatan pasien umum maupun pasien persalinan
5) Pelaksana Unit Pemulihan Kesehatan:
a) Melaksanakan kegiatan dan usaha untuk menyelenggarakan tugas
dan kebijakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
b) Melaksanakan kegiatan pengobatan termasuk pelayanan darurat
karena kecelakaan, kesehatan gigi dan mulut
c) Melaksanakan koordinasi kegiatan atas semua kebutuhan
pelayanan medis.
d) Melaksanakan pengawasan yang meliputi segala usaha kegiatan
untuk pengamanan dan pelaksanaan tugas.
56
e) Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan perintah atasan
untuk kelancaran pelaksanaan tugas.
6) Pelaksana Unit Kesehatan Lingkungan dan Peran Serta Masyarakat
a) Melaksanakan kegiatan dan usaha untuk menyelenggarakan tugas
dan kebijakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
b) Melaksanakan kegiatan kesehatan lingkungan, usaha kesehatan
sekolah dan olah raga, penyuluhan kesehatan masyarakat, serta
perawatan kesehatan masyarakat yang meliputi segala usaha dan
kegiatan pemberian informasi kesehatan.
c) Melaksanakan kegiatan penyuluhan dan bimbingan teknis tenaga
kesehatan non medis/tradisional
d) Melaksanakan pembinaan dan pengarahan peran serta masyarakat
dalam bidang kesehatan lingkungan.
e) Melaksanakan pengawasan yang meliputi segala usaha kegiatan
untuk pengamanan dan pelaksanaan tugas.
f) Melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai dengan perintah atasan
untuk kelancaran pelaksanaan tugas.
7) Puskesmas Pembantu:
Membantu melakukan kegiatan yang dilakukan puskesmas dalam
ruang lingkup wilayah yang lebih kecil
5. Tenaga Puskesmas Sausapor
Tenaga Puskesmas Sausapor berjumlah 46 orang dengan rincian sebagai
berikut:
57
Tabel II. 9
Tenaga Puskesmas Sausapor
No Tenaga Jumlah
1. Dokter Umum PNS 1 Orang
2. Dokter Umum PTT 1 Orang
3. Perawat PNS 17 Orang (3 Orang Tugas Belajar)
4. Perawat PTT 4 Orang
5. Perawat Honor 3 Orang
6. Bidan PNS 4 Orang
7. Bidan PTT 2 Orang
8. Petugas GIZI PNS 1 Orang
9. Petugas Gizi PTT 1 Orang
10. Kesling PNS 2 Orang
11. Promkes PTT 1 Orang
12. Petugas Laboratorium 2 Orang
13. Tenaga Apoteker 1 Orang
14. Tenaga Administrasi 2 Orang
15. Tenaga Rekam Medis -
16. Perawat GIGI 1 Orang
17. Tenaga Pekarya 1 Orang
18. Sopir Ambulance 1 Orang
19. Cleaning Servis 1 Orang
TOTAL 46 Orang
Sumber: Puskesmas Sausapor, Tahun 2018
Tabel tersebut menunjukkan bahwa jumlah tenaga Puskesmas Sausapor 46
orang, dengan rincian: Tenaga dokter berjumlah 2 orang; perawat 24 orang (PNS
dan PTT dan honor); bidan 6 orang; petugas gizi 2 orang; dan tenaga pendukung
sebanyak: 12 orang
Ada 3 perawat yang sedang tugas belajar dan sampai sekarang Puskesmas
belum memiliki tenaga rekam medis.
Sebenarnya tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas mencukupi jumlahnya,
namun tidak mencukupi kualitasnya. Oleh karena itu Puskesmas dan instansi
58
terkait perlu segera melakukan pelatihan, dan penyegaran pengetahuan untuk para
tenaga kesehatan tersebut agar akuntabilitas pelayanan Puskesmas terhadap ibu
dan bayi meningkat.
6. Sarana Kesehatan Dasar dan Sarana Fisik Puskesmas Sausapor
Tabel II. 10
Sarana Kesehatan Dasar dan Sarana Fisik Puskesmas Sausapor
Sarana Kesehatan Dasar Jumlah
PUSTU 2 buah
Posyandu 9 buah
Polindes 4 buah
Kader Posyandu 42 org
Sarana Fisik : Jumlah
Kendaraan Roda Dua 2 buah
Mobil Ambulance 1 buah
Mobil Pusling 1 buah
Rumah Dinas Paramedis 11 unit
Rumah Dokter 1 unit
Sumber: Puskesmas Sausapor Tahun 2018
Tabel menunjukkan sarana kesehatan dasar dan sarana fisik. Sarana
kesehatan dasar yang dimiliki Puskesmas meliputi: Pustu berjumlah 2 buah;
posyandu 9 buah; polindes 4 buah, dan kader Posyandu berjumlah 42 buah.
Sarana kesehatan dasar ii didukung oleh sarana fisik berupa: kendaraan roda dua
berjumlah 2 buah; mobil ambulance 1 buah; mobil pusling 1 buah; rumah dinas
paramedic 11 buah dan rumah dokter berjumlah 1 buah.
Semua sarana pendukung pelayanan Puskesmas ini dari sisi jumlah dan
kualitas SDM memang belum mencukupi, mengingat jumlah penduduk yang
59
harus dilayani begitu banyak dan jangkauan wilayahnya begitu luas. Lagi pula
kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan kualitas pelayanan kesehatan semakin
meningkat. Oleh karena itu, ke depan, SDM dan sarana pendukung pelayanan
Puskesmas harus ditambah agar akuntabilitas pelayanan Puskesmas semakin
optimal.
7. Capaian Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Puskesmas Sausapor
a. Kelas Ibu Hamil
Puskesmas Sausapor berupaya memberikan pelayanan kepada ibu-ibu hamil
melalui kelas. Pelaksanaan kegiatan kelas ibu hamil tampak dalam tabel berikut:
Tabel II. 11
Kelas Ibu Hamil
Kampung Maret Mei Agustus November
Sausapor 7 5 8 8
Emaus 14 14 6 6
Igwem 5 5 5 5
Jokte 3 3 2 2
Jumlah 29 27 21 21
Sumber: Pukesmas Sausapor Tahun 2018
Kelas ibu hamil berlangsung di 4 kampung, yaitu kampung Sausapor,
Emaus, Igwem dan Jokte. Ini berarti kelas ini belum berlangsung di semua
kampung di wilayah Distrik Sausapor. Tabel menunjukkan bahwa kegiatan kelas
terjadi pada bulan Maret, Mei, Agustus, dan November. Ini berarti kelas tidak
berjalan di setiap bulan. Jumlah peserta ada kalanya naik, seperti terjadi di
Sausapor, dan ada kalanya menurun, seperti terjadi di kampung Emaus dan jokte;
60
namun ada kalanya tetap, seperti terjadi di Kampung Igwem. Ini berarti
akuntabilitas pelayanan kelas ibu hamil ini perlu ditingkatkan agar hasilnya lebih
optimal, mengingat pendekatan kelas lebih efektif daripada individual.
b. Pelayanan Kunjungan Kehamilan Sampai Kelahiran
Tabel II. 12
Pelayanan Kunjungan Kehamilan Sampai Kelahiran
BULAN K.1 K.4 NIFAS BULIN NEO
Jan 10 5 6 6 6
Feb 7 3 5 5 5
Mar 12 12 7 7 7
Apr 15 7 6 6 6
Mei 15 6 6 6 6
Jun 8 6 7 7 7
Jul 8 4 13 13 13
Agt 8 5 7 7 7
Sep 8 5 0 0 0
Okt 7 5 9 9 9
Nov 6 4 8 8 8
Des 0 6 9 9 9
Jumlah 102 68 83 83 83
Sumber: Puskesmas Sausapor Tahun 2018
Keterangan: K.1 (Kunjungan Awal Kehamilan); K.4 (Kunjungan Awal ANC
sampai terakhir minimal 4 kali); NIFAS (Kunjungan Nifas); Bulin
(Ibu Bersalin); Neo (Bayi Usia 0- 28 hari)
Pelayanan lain yang diberikan oleh Puskesmas Sausapor adalah pelayanan
kunjungan kehamilan sampai kelahiran, yang meliputi: Kunjungan Awal
Kehamilan (K.1); Kunjungan Awal ANC sampai terakhir minimal 4 kali (K.4);
Kunjungan Nifas (NIFAS); Ibu Bersalin (Bulin); dan kunjungan Bayi Usia 0- 28
hari (Neo).
61
Selama tahun 2018, yaitu dari bulan Januari sampai Desember telah
dilakukan: Kunjungan Awal Kehamilan (K.1) kepada 102 ibu; Kunjungan Awal
ANC sampai terakhir minimal 4 kali (K.4) kepada 68 ibu; Kunjungan Nifas
(NIFAS) kepada 83 ibu; Ibu Bersalin (Bulin) kepada 83 ibu; dan kunjungan Bayi
Usia 0- 28 hari (Neo) kepada 83 bayi.
Volume kunjungan tersebut menunjukkan betapa pentingnya pelayanan
Puskesmas terhadap ibu dan bayi karena kunjungan tersebut semakin membuat
pelayanan kepada ibu dan bayi semakin personal, dekat dan berefek baik terhadap
keluarga.
c. Pelayanan Setelah Kelahiran
Tabel II. 13
Pelayanan Setelah Kelahiran
BULAN VIT.A N.RESTI B.RESTI SF.1 SF.3
Jan 6 0 0 10 5
Feb 5 1 0 6 1
Mar 7 0 0 12 7
Apr 6 1 1 13 12
Mei 6 1 1 15 11
Jun 7 1 3 8 6
Jul 13 1 2 8 4
Agts 7 1 1 6 5
Sep 0 0 0 8 5
Okt 9 2 1 7 5
Nov 8 1 1 6 4
Des 9 1 2 0 6
Jumlah 83 10 12 95 75
Sumber: Puskesmas Sausapor Tahun 2018
Keterangan: VIT.A (Ibu Nifas Yang Mendapatkan VIT.A); NEO RESTI
(Neonatus Berisiko Tinggi); Bayi Resti (Bayi berisiko tinggi); SF.1
62
(Pembinaan SF.1=Tablet Tambahan darah); SF.3 (Pemberian
SF.3=Tablet Tambahan darah)
Tabel II. 13 menunjukkan pelayanan setelah kelahiran yang meliputi:
pelayanan kepada Ibu Nifas Yang Mendapatkan VIT.A (VIT.A); pelayanan
kepada bayi beresiko tinggi (NEO RESTI = Neonatus Berisiko Tinggi); kepada
Bayi berisiko tinggi (Bayi Resti ); Pemberian SF.1=Tablet Tambahan darah
(SF.1); Pemberian SF.3=Tablet Tambahan darah (SF.3).
Tabel II. 13 menunjukkan bahwa pelayanan ini ada setiap bulan, dari bulan
januari sampai Desember. Selama tahun 2018, jumlah pelayanan kepada Ibu
Nifas Yang Mendapatkan VIT.A (VIT.A) sebanyak 83 ibu; pelayanan kepada
bayi beresiko tinggi (NEO RESTI = Neonatus Berisiko Tinggi) sebanyak 10 bayi;
kepada Bayi berisiko tinggi (Bayi Resti) sebanyak 12 bayi; Pemberian
SF.1=Tablet Tambahan darah (SF.1) kepada 95 bayi; Pemberian SF.3=Tablet
Tambahan darah (SF.3) kepada 75 bayi. Selama tahun 2018 tercatat tidak ada ibu
melahirkan itu meninggal, namun masih ada 3 bayi meninggal dalam persalinan.
Dengan adanya pelayanan setelah kelahiran sebanyak itu, membuktikan bahwa
pelayanan kesehatan ibu dan bayi sudah diminati oleh masyarakat, dan hal ini
perlu dipertahankan dan bahkan ditingkatkan.
d. Pelayanan Penimbangan Bayi dan Balita Tahun 2018
Di Wilayah Penimbangan
Pelayanan Puskesmas terhadap bayi berlanjut ke pelayanan penimbangan
bayi dan balita. Hal ini dimaksudkan agar pertumbuhan bayi dan balita terpantau
baik. Pelayanan selama Tahun 2018 terlihat dalam tabel berikut:
63
Tabel II. 14
Pelayanan Penimbangan Bayi dan Balita Tahun 2018
Di Wilayah Penimbangan
No Bulan Balita di Wilayah Penimbangan
0-5 bln 6-11 bln 12-23 bln 24-59 bln Jumlah
1 Jan 6 17 27 101 151
2 Feb 8 20 28 98 154
3 Mar 14 21 31 98 164
4 Apr 15 18 33 96 162
5 Mei 13 18 34 94 159
6 Jun 16 22 30 100 168
7 Jul 11 29 29 102 171
8 Ags 18 28 29 106 181
9 Sep 19 24 34 105 182
10 Okt 19 20 30 100 169
11 Nov 16 32 37 105 190
12 Des 21 22 37 108 188
Total 176 271 379 1.213 2.039
Sumber: Puskesmas Sausapor Tahun 2018
Tabel menunjukkan bahwa pelayanan ini berlangsung setiap bulan, dari
bulan Januari sampai Desember. Selama Tahun 2018, tercatat ada 176 bayi, usia
antara 0-5 bulan yang ditimbang; usia 6-11 bulan sebanyak 271 bayi; usia 12-23
bulan sebanyak 379 balita, usia 24-59 bulan sebanyak 1.213 balita.
Data tersebut memperlihatkan minat ibu untuk mengurus kesehatan
bayi/balitanya semakin meningkat. Ini berarti pelayanan Puskesmas terhadap ibu
dan bayi/balita semakin dibutuhkan. Oleh karena itu, akuntabilitas pelayanan
64
Puskesmas terhadap ibu dan bayi/balita perlu ditingkatkan agar semakin banyak
ibu dan bayi/balita terlayani dengan baik.
e. Pelayanan Kesehatan Sekolah
Tabel II. 15
Pelayanan Kesehatan Sekolah
PAUD SD
Laki-laki Perempuan Jumlah
Paud YPK
Maranatha
13 12 25 SD Negeri Bikar
Paud Permata
Tambrauw
7 7 14 SD YPK Efata Werbes
Paud Baiqtul
Magdis
12 15 27 SD YPK Imanuel Werur
Paud Yoshua 10 17 27 SD YPK Maranatha
Jokte
TOTAL 42 51 93 SD Advent Sausapor SD Inpres 09 Sausapor
Sumber: Puskesmas Sausapor, Tahun 2018
Data menunjukkan bahwa pelayanan Puskesmas di sekolah terjadi di 4 sekolah
PAUD dan 6 Sekolah Dasar. Di PAUD telah dapat dilayani sebanyak 93 anak,
yang terdiri dari anak laki-laki sebanyak 42 anak dan anak perempuan sebanyak
51 anak, sedangkan di sekolah SD belum ada data tercatat tentang jumlah murid
yang dapat dilayani.
f. Pembentukan Posyandu dan Kader Puskesmas Sausapor
Hal lain yang telah dicapai oleh Puskesmas Sausapor (terlihat dalam tabel di
atas) adalah pembentukan posyandu dan kader yang berada di 5 kampung. Di
65
masing-masing kampung tersebut terdapat 1 buah Posyandu dengan 5 orang kader
Posyandu.
Tabel II. 16
Jumlah Posyandu dan Kader Puskesmas Sausapor
No Kampung Jumlah Posyandu Jumlah Kader Posyandu
1 Emaus 1 5
2 Sausapor 1 5
3 Uguem 1 5
4 Jokte 1 5
5 Nanggouw 1 5
Jumlah 5 25
Sumber: Puskesmas Sausapor Tahun 2018
Di satu sisi, data ini berarti bahwa Puskesmas telah berhasil mendekatkan
pelayanan kesehatan ibu dan bayi ke tengah-tengah masyarakat Kampung. Di sisi
lain, perlu upaya yang lebih keras dari Puskesmas agar POsyandu dapat
diselenggarakan di kampung-kampung lainnya, sehingga visi Puskesmas untuk
memberikan pelayanan kesehatan secara lebih merata dan lebih luas dapat
tercapai.
101
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Ruslan. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif, Arrus Media,
Yogyakarta
Budi Winarno 2002. Kebijakan Publik, Teori dan Proses, Media Presindo,
Yogyakarta
Ismail, HM, 2010. Menuju Pelayanan Prima, Konsep dan Strategi Peningkatan
Kualitas Pelayanan Publik, Averroes Press, Yogyakarta
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Profil Kesehatan Indonesia,
Jakarta
Mahmud. 2011. Metode Penelitian Pendidikan, Pustaka Setia, Bandung
Mohammad Nazir. 2005. Metode Penelitia, Ghalia Indonesia, Jakarta
Moleong, L. J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitati, Remaja Rosda Karya,
Bandung
Nasution. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Tarsito, Bandung
Parsolong, Harbani. 2013. Teori Administrasi Publik, Alfabeta, Bandung
Probokusumo Yuyun at all, 2006. Reformasi Terpadu (Integrated Civil Service
Reform Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Pemerintah
Daerah Provinsi Yogyakarta, Yogyakarta
Puspitosari Hesti at all, 2007. Wajah Buram Pelayanan Publi, YAPPIKA, Jakarta
Rahayu Sugi,2011, Ide-Ide untuk Pemantapan Jati Diri Ilmu Administrasi Negar,
Capiya Publishing, Surabaya
Sitepu, 2012. Teori-Teori Politik, Graha Ilmu, Yoyakarta
Sofia Purnamasari, Yovita Arie Mangesti, Widodo Tresno Novianto. 2017.
Implementasi Kebijakan Penurunan Angka Kematian Ibu di Kabupaten
Banyumas, Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNS,
Surakarta.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung.
102
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung.
Tangkilisan, Hessel Nogi. S. 2005. Manajemen Publik, Gramedia, Jakarta
Widiyarta, Agus. 2012. Pelayanan Kesehatan dari Perspektif Participatory
Governance (Studi Kasus Tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pelayanan
Dasar Kesehatan di Kota Surabaya), Disertasi Program Doktor Ilmu
Administrasi Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang.
Wirartha, I Made. 2006. Metode Penelitian Sosial Ekonomi, Andi Offset,
Yogyakarta
Web-Site
Adaim, Nuryanto. 2016. Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Indonesia,
Sudahkah Berlandaskan Konsep Welfare State? (Suatu Kajian Yuridis-
Filosofis terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik), https://nuryantoadaim.wordpress.com/2016/01/12/
penyelenggaraan-pelayanan-publik-di-indonesia-sudahkah-berlandaskan-
konsep-welfare-state/#_ftn12, diunduh pada tanggal 20 April 2018
Chairul Furqon. 2012. Budaya Organisasi http://file.upi.edu/Direktori/FPEB/
PRODI._MANAJEMEN_FPEB/197207152003121-CHAIRUL_FURQON/
Artikel-Organizational_Culture. pdf, diunduh pada tanggal 23 April 2018
Hendry. 2013. dalam http://w4nm4p.blogspot.co.id/2013/11/akuntabilitas-
pelayanan-publik.html, diunduh tanggal 23 April 2018
Karjuni Dt. Maani. 2009. Transparansi dan Akuntabilitas dalam Pelayananan
Publik, DEMOKRASI Vol. VIII No. 1 dalam http://ejournal.unp.ac.id/
index.php/ jd/article/view/1190/1025), diunduh pada tanggal 21 April 2018
Kariono, BPPT Provinsi Sumatera Utara, Paradigma Baru Pelayanan Publik,
https://www.scribd.com/document/335489092/Paradigma-Baru-Pelayanan-
Publik, diunduh pada tanggal 21 April 2018
Kristian Widya Wicaksono, Akuntabilitas Organisasi Sektor Publik, Jurnal
Kebijakan dan Administrasi Publik JKAP Vol 19 No 1 - Mei 2015, dalam
https://journal.ugm. ac.id/jkap/article/view/7523, diunduh pada tanggal 22
April 2018
Mohammad Farkhani. 2016. Inovasi Gerakan Sayang Ibu di Kabupaten Klaten,
Program
103
Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas
Sebelas Maret, Surakarta, dalam: https://www.researchgate.net/publication/
317378259_Inovasi_Gerakan_Sayang_Ibu_di_Kabupaten_Klaten, diunduh
tanggal 26 April 2018
Pasolong, Harbani. 2012. Perilaku Birokrasi Dalam Pelayanan Publik,
http://harbani-pasolong.blogspot.co.id/2012/02/perilaku-birokrasi-dalam-
pelayanan.html, diunduh tanggal 23 April 2018
Riadi. 2014. http://www.kajianpustaka.com/2014/01/budaya-organisasi.html,
diunduh tanggal 23 April 2018
Rusli. 2006. http://pustaka.unpad.ac.id/wwpontent/uploads/2013/10/pustaka_
unpad_Mekanisme_Kontrol_Masyarakat.pdf, diunduh tanggal 19 April
2018
Rustan A, Partisipasi masyarakat dalam melakukan Kontrol terhadap
penyelenggaraan pemerintah Daerah, 2006 https://www.slideshare.
net/cutex_cerdas/kontrol-masyarakat-terhadap-pemerintahan-daerah,
diunduh pada tanggal 24April 2018
Teguh Sanjaya, Imam Hardjanto, Stefanus Pani Rengu, Peningkatan Pelayanan
Publik di Kantor Sistem Administrasi Manunggal di Bawah Satu atap
Kabupaten Banyuwangi, Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 2, No. 4,
2016 dalam https:// media.neliti.com/media/publications/78842-ID-
peningkatan-pelayanan-publik-di-kantor-s.pdf, diunduh pada tanggal 22
April 2018
Tiyas Nurhayani, 2011. Evaluasi Gerakan Sayang Ibu, Kajian Terhadap
Pemenuhan Kebutuhan Gender dalam Gerakan Sayang Ibu di Kecamatan
Banjarsari Surakarta, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas
Sebelas Maret Surakarta, dalam: https://mafiadoc.com/evaluasi-gerakan-
sayang-ibu_59c17 e581723ddd1fb9d335e.html, diunduh tanggal 26 April
2018.
Wan Hendry. 2013. Akuntabilitas Pelayanan Publik, dalam http://w4nm4p.
blogspot.co.id/2013/11/akuntabilitas-pelayanan-publik.html, diunduh
tanggal 20 April 2018
Perundang-undangan dan Dokumen
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
PP Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
104
Keppres Nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014 tentang
Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan
Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, Serta
Pelayanan Kesehatan Seksual
Kepmenpan Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan. Publik
Kepmenpan Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan
Dinas Kesehatan Kabupaten Tambrauw, Rencana Strategis Dinas Kesehatan
Kabupaten Tambrauw Tahun 2017-2022.
Puskesmas Distrik Sausapor, Rencana Kerja Puskesmas Sausapor Tahun 2018.
Puskesmas Distrik Sausapor, Profil Puskesmas Sausapor Tahun 2018.