al-baqarah ayat 186 dan an- skripsie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/5912/1/skripsi tatik...
TRANSCRIPT
PENDIDIKAN AQIDAH DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN SURAT
AL-BAQARAH AYAT 186 DAN AN-NISA’ AYAT 80
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendididikan (S.Pd)
Oleh:
TATIK MULYANI
NIM 23010150222
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2019
i
PENDIDIKAN AQIDAH DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN SURAT
AL-BAQARAH AYAT 186 DAN AN-NISA’ AYAT 80
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendididikan (S.Pd)
Oleh:
TATIK MULYANI
NIM 23010150222
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2019
ii
iii
iv
v
MOTTO
خرويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر ويسارعون ه واليوم الا يؤمنون بالل
(۱۱٤ال عمران :لحين )واولئك من الص ت فى الخيرا
”Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan
mencegah dari yang mungkar dan bersegera (mengerjakan) berbagai kebajikan. Mereka
termasuk orang-orang saleh” (Ali ‘Imran: 114).
vi
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan rasa syukur kepada Allah Swt. atas segala limpahan rahmat serta
karunia-Nya, skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Kedua orangtua tersayang, Bapak Muhammad Saziqin dan Ibu Susmiyati yang telah
membesarkan dan mendidik dengan penuh kesabaran dan ketabahan, yang tiada hentinya
selalu memberikan dukungan, bimbingan, dan motivasi serta kasih sayang yang begitu
dalam sehingga doa selalu mengiringi dalam setiap langkah penulis
2. Kakak-kakak tercinta, Islakhun, Budi Santoso dan kakak ipar Mukminatul Khoiriyah dan
Muslimah Shanti yang memberikan nasihat dan doa untuk penulis serta adik-adik
tersayang, Faqih Muhammad dan Ridwan Siddiq yang selalu memberikan semangat dan
dukungan dalam mengerjakan skripsi ini
3. Keluarga besarku yang ikut andil dalam memberikan semangat dan dukungan bagi penulis
dalam penyelesaian skripsi ini
4. Bapak K.H Nur Badri dan Ibu Nyai Hj. Lilik Khanifah selaku pengasuh Pondok Pesantren
Roudhotul Huda Kedu Temanggung
5. Bapak K.H Zoemri RWS (Alm) dan Ibu Nyai Hj. Latifah selaku pengasuh PPTI Al-Falah
serta Ning Siti Nur Halimah yang selalu mendoakan santri-santrinya
6. Seluruh keluarga besar PPTI Al-Falah Salatiga, teman-teman angkatan 2015 seluruhnya
tanpa terkecuali dan sahabat-sahabatku (Arini Amalia, Shofia Ulfa, Kholisatun Nafiah,
Nurul Wafa, Dafiniatul Ulum, Eni Sofiah) yang sama-sama berjuang dalam meraih
kesuksesan, mbak Himmatul Aliyah yang sering membantu penulis serta adik-adik
angkatan PPTI Al-Falah yang juga turut memberikan semangat bagi penulis
7. Teman-teman seperjuangan seluruh FTIK khususnya PAI, PPL dan KKN angkatan 2015
8. Teman-teman alumni kamar D26, A3, kamar huffadz Roudhotul Usyaqil Qur’an (kak
mila, mbak ida, mbak eki, mbak ulya, mbak iza, uul, azizah, mira, kiki, fikri, zukhri,
vii
maulida, iim, alsa, irvina, naendi, minarsih, afif, gatri, hikmah, anita) yang telah
memberikan berbagai motivasi dan dukungan serta adikku likai tanjua yang juga telah
memberikan bantuan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini
9. Teman-teman alumni MA Al-Huda dan Pondok Pesantren Roudhotul Huda
10. Mas Alif Nurul Mubarok yang telah membantu dan memberikan semangat, motivasi serta
doa bagi penulis
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin. Segala puji dan syukur kepada Allah yang telah
menciptakan alam semesta beserta isinya yang senantiasa memberkan rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pendidikan Aqidah dalam
Perspektif Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 186 dan An-Nisa’ ayat 80”. Shalawat serta
salam tak lupa selalu tercurahkan kepada Junjungan kita Nabi Muhammad Saw. sebagai suri
tauladan dan panutan kita semua dan semoga kita tergolong dalam umat beliau yang akan
memperoleh syafaat beliau di akhirat kelak.
Ucapan terima kasih penulis kepada pihak yang telah memotivasi, membimbing
serta memberikan dukungan demi terwujudnya skripsi ini. Maka dengan kerendahan hati
dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Zakiyuddin, M. Ag. selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga
2. Bapak Prof. Dr. Mansur, M. Ag. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M. Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
4. Bapak Dr. M. Ghufron, M. Ag. selaku dosen pembimbing skripsi, terimakasih atas
bimbingan dan arahan yang telah diberikan
5. Ibu Noor Malihah, S. Pd., M. Hum., Ph.D. selaku dosen pembimbing akademik
6. Semua pihak yang ikut serta memberikan bantuan dan motivasi yang sangat berjasa
dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput ari kesalahan yang
tentu saja jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.
ix
x
ABSTRAK
Mulyani, Tatik. 2019. Pendidikan Aqidah dalam Perspektif Al-Qur’an Surat Al-Baqarah
Ayat 186 dan An-Nisa’ Ayat 80. Skripsi. Program Studi Pendidikan Agama Islam.
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing Dr. M. Ghufron, M. Ag.
Kata Kunci: Pendidikan Aqidah dalam Al-Qur’an
Penelitian ini tentang pendidikan aqidah dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 186 dan An-
Nisa’ ayat 80 bahwa pendidikan merupakan suatu hal yang pokok bagi kecerdasan bangsa
terutama bagi anak, sehingga pendidikan adalah suatu usaha dalam membentuk karakter dan
kepribadian seseorang baik dalam berfikir dan bertindak. Dalam upaya mencerdaskan anak,
terdapat pendidikan aqidah yang merupakan pendidikan utama bagi anak yang bertujuan
membentuk dan membina kepribadian anak agar memiliki keyakinan kepada Allah Swt dan
bertakwa kepada-Nya. Dalam penelitian ini, penulis merumuskan masalah menjadi 2 bagian:
bagaimana pokok pendidikan aqidah dalam perspektif Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 186
dan An-Nisa’ ayat 80 dan bagaimana implementasi pendidikan aqidah dalam Q.S. Al-
Baqarah ayat 186 dan An-Nisa’ ayat 80 dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian kepustakaan (library reearch)
dengan metode dokumentasi yaitu mencari data dengan membaca, menulis serta mengolah
bahan penelitian dari berbagai buku dan karya ilmiah yang mendukung penelitian yang
berupa catatan, transkip, surat kabar, dan sebagainya. Sumber data penelitian ini penulis
membagi menjadi dua bagian: sumber data primer yaitu Al-Qur’an dan terjemahannya
beserta tafsirannya menurut para mufassir. Dan sumber data sekunder yaitu sumber data yang
mendukung dan melengkapi sumber-sumber data primer serta buku-buku referensi terkait
dengan judul penelitian. Dalam menganalisis data dari pengumpulan data penulis
menggunakan metode analisis isi (content analysis) yang bertujuan mendeskripsikan isi.
Kajian ini menunjukkan bahwa pokok pendidikan aqidah dalam Al-Qur’an Surat Al-
Baqarah ayat 186 dan An-Nisa’ ayat 80 yaitu meliputi: pertama, Keyakinan dalam berdoa.
Yakin akan sesuatu hal dapat menjadi sumber dari terkabulnya doa kepada Allah. Sehingga
membimbing anak agar memiliki keyakinan maka dengan berbaik sangka kepada Allah.
kedua, Beriman kepada Allah. Menanamkan keimanan pada anak merupakan keharusan agar
anak selalu dalam jalan yang lurus dan mempunyai benteng dalam melakukan sesuatu hal
sehingga menjadi pribadi yang bertakwa kepada Allah. ketiga, Taat kepada Rasul. Mendidik
anak agar berjiwa dan berperilaku seperti Rasul merupakan ketaatan yang harus dijalankan.
Implementasi pendidikan aqidah dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 186 dan An-Nisa’ ayat 80
dalam kehidupan sehari-hari bahwa menanamkan keimanan serta keyakinan pada anak
dengan mendidik anak agar memiliki ketakwaan kepada Allah, menjalankan perintah Allah
dan menjauhi segala larangan-Nya. Dan menanamkan akhlakul karimah kepada anak agar
memiliki kepribadian seperti Rasul.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................ ii
PENGESAHAN KELULUSAN ........................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN .............................................................................. iv
MOTTO ................................................................................................................ v
PERSEMBAHAN ................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... viii
ABSTRAK ............................................................................................................ x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 7
E. Metode Penelitian ..................................................................................... 8
F. Kajian Pustaka .......................................................................................... 9
G. Sistematika Penulisan ............................................................................... 11
BAB II KOMPILASI AYAT-AYAT
A. Redaksi Ayat dan Terjemahan .................................................................. 12
B. Makna Mufradat........................................................................................ 13
C. Isi Kandungan Q.S. Al-Baqarah ayat 186 dan Q.S. An-Nisa’ ayat 80 ..... 18
xii
BAB III ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH
A. Asbabun Nuzul.......................................................................................... 21
B. Munasabah ............................................................................................... 24
BAB IV PEMBAHASAN
A. Konsep Pendidikan Aqidah Secara Umum ............................................... 32
B. Pokok Pendidikan Aqidah Q.S. Al-Baqarah Ayat 186 dan Q.S. An-Nisa’
Ayat 80 ..................................................................................................... 43
C. Implementasi Pendidikan Aqidah pada Q.S. Al-Baqarah Ayat 186 dan
Q.S. An-Nisa’ Ayat 80 dalam Kehidupan Sehari-hari .............................. 58
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 68
B. Saran ......................................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan menjadi suatu hal yang penting bagi manusia bahkan menjadi
suatu kebutuhan untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Meskipun untuk
mendapatkan pendidikan yang layak tersebut seseorang perlu membutuhkan suatu
perjuangan dan pengorbanan. Perjuangan dan pengorbanan tersebut dapat berupa
seseorang harus rela berjuang mencari ilmu dengan merantau jauh ke negeri
orang sehingga harus jauh dari rumah, dari orang tua bahkan jauh dari keluarga.
Seperti pepatah mengatakan bahwa mencari ilmu haruslah keluar dari rumah,
dalam arti harus pergi merantau agar ilmunya berkembang. Maka dari itu ilmu
yang dimiliki seseorang menentukan berkembang dan tidaknya suatu pendidikan.
Pendidikan dan pengajaran dianggap sebagai tema urgen dan aktual yang
menjadi perhatian masyarakat berbangsa secara umum. Dengan pendidikan dan
pengajaran, peradaban akan mengalami kemajuan, masyarakat akan berkembang,
dan terbentuklah suatu generasi (Muhammad Hafidz & Kastolani, 2009: 6).
Sesungguhnya hubungan antara pengajaran dan pendidikan dengan islam yang
bermakna aqidah, syari’ah, aturan kehidupan sangatlah erat. Bahkan keduanya
seakan-akan berjalan di dua garis yang sama dan seimbang dari perspektif tujuan,
rambu-rambu aturan yang digambarkan oleh syari’ah bagi para hamba-Nya yang
bertaqwa yang menggunakan ilmu, petunjuk, etika dan akhlak sebagai bekal
menuju jalan yang lurus dalam perjalanan hidup ini (Muhammad Hafidz dan
Kastolani, 2009: 27).
2
Pendidikan dalam pengertian awam yang dipakai dalam kehidupan sehari-
hari di masyarakat adalah proses belajar atau latihan yang dilakukan oleh
seseorang. Secara sosiologis, belajar dan berlatih bisa dilakukan dimana saja
tanpa harus terikat oleh siapapun. Secara formalistik, belajar dan berlatih
dilakukan peserta didik di sekolah.
Pendidikan dimaknai sebagai proses pemberian bantuan, artinya
pendidikan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik agar mampu
mengembangkan potensi yang telah dibawanya secara naluriah. Dengan demikian
pendidikan bukan proses untuk mencetak untuk menghasilkan sesuatu sesuai
yang diinginkan oleh pencetaknya (M. Asyhari, 2016: 7).
Banyak sekali macam-macam pendidikan diantaranya pendidikan akhlak,
pendidikan jasmani, pendidikan sosial, pendidikan seks, pendidikan intelek,
pendidikan kepribadian, pendidikan aqidah, pendidikan Al-Qur’an, pendidikan
fiqih, pendidikan keterampilan (Bukhari Umar, 2012: 42). Akan tetapi dalam
penelitian ini peneliti hanya akan membahas tentang Pendidikan Aqidah.
Pembahasan tentang ilmu pendidikan tidak mungkin terbebaskan dari obyek
yang menjadi sasarannya, yaitu manusia. Manusia adalah makhluk paling mulia
di alam ini. Allah telah membekalinya dengan keistimewaan-keistimewaan yang
menyebabkan ia berhak mengungguli makhluk lain (Abdullah Idi dan Toto
Suharto, 2006: 53). Ia dan alam semesta bukan terjadi sendirinya, tetapi dijadikan
oleh Allah. Allah menciptakan manusia untuk mengabdi kepadaNya. Allah
memerintahkan supaya manusia beribadah kepadaNya. Sebagaimana tercantum
dalam firman Allah:
3
يء لكم من ش شركاءكم من يفعل من ذا هل من الله الذي خلقكم ثم يميتكم ثم يحييكم
ا يشركون )الروم:لا نه و تعا سبحا ( ٤٤ى عم
Artinya: “ Allah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki,
lalu mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah di antara
mereka yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat sesuatu yang
demikian itu? Mahasuci Dia dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan
(Q.S. Ar-Rum: 40).
Dari ayat tersebut juga berkaitan dengan pendidikan aqidah bahwa Allah
menciptakan manusia hanya untuk beribadah kepadaNya, hanya untuk
menyembahNya. Agar manusia patuh, tunduk hanya kepada Allah sehingga tidak
ada menyekutukan Allah, yang ada hanya menyembahNya, karena tidak ada yang
wajib disembah kecuali Allah yang telah menciptakan manusia sekaligus
menjadikan manusia menjadi makhluk mulia dan yang menguasai segala kerajaan
yang ada di langit dan bumi sekaligus pemilik segala sesuatu yang ada di alam
semesta ini.
Dalam penelitian ini peneliti akan membahas tentang pendidikan aqidah
yang terdapat dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yang
disampaikan oleh Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Di dalamnya terkandung
ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek kehidupan
melalui ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an itu terdiri dari dua
prinsip besar, yaitu yang berhubungan dengan masalah keimanan yang disebut
AQIDAH, dan yang berhubungan dengan amal yang disebut SYARI’AH.
Pendidikan aqidah merupakan bagian dari pendidikan islam yang
mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. Seperti halnya pendidikan
akhlak, pendidikan aqidah juga memiliki tujuan yang sama yaitu dapat
membentuk dan memperbaiki kepribadian dan karakter manusia. Karena
4
pendidikan aqidah berkaitan dengan keyakinan dan ketaqwaan manusia, sehingga
tingkat keyakinan dan ketaqwaan manusia tersebut dapat menjadi tolak ukur
seberapa tingginya pendidikan aqidah yang dimiliki seseorang. Semakin tinggi
tingkat keyakinan dan ketaqwaan seseorang semakin tinggi pula baiknya
kepribadian dan karakter seseorang. Pendidikan aqidah meliputi tauhid dan
keimanan, sehingga pilar pendidikan berintikan tauhid dan keimanan ini
menjadikan manusia mampu memadukan antara fungsi akal dengan wahyu (Abd.
Rachman Assegaf, 2014: 39). Sebab, iman merupakan kekuatan jiwa yang dapat
menggerakkan pikiran dan badan untuk berjuang dan beramal di jalan Allah Swt
(Faisal Ismail, 2017: 252).
Aqidah merupakan hal mendasar dan utama dalam kehidupan seorang
muslim, karena aqidah menjadi monitor sekaligus pemandu yang mengarahkan
semua gerak langkah manusia secara akurat baik perkataan, pikiran maupun
perbuatannya. Aqidah yang bersemayam kokoh dalam hati seseorang akan
mampu melahirkan kekuatan yang tiada terkira, ia mampu menyalakan semangat
yang semula padam, menghapus rasa putus asa dan menggantinya dengan cita-
cita dan harapan., dan mampu menghadirkan gerak yang produktif, dinamis
dalam kehidupan. Aqidah merupakan penggerak seluruh aktivitas manusia dan
menjadi penentu muara kesudahan manusia di akhirat kelak (Abdul Choliq dan
Suwardi, 2012: 1).
ؤمنوا بي فليستجيبوا لي ولي اجيب دعوة الداع اذا دعان وإذا سالك عبادي عن ي فان ي قريب
لعلهم يرشدون
Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 186 tersebut yang berkaitan
dengan pendidikan aqidah dijelaskan bahwa seberapa dekatnya Allah dengan kita,
5
bahkan terlalu dekatnya Allah dengan kita sehingga dikatakan lebih dekat dari
urat leher. Bisa bayangkan betapa dekatnya Allah dengan kita, urat leher saja
merupakan anggota badan yang tergolong sudah paling dekat dengan kita akan
tetapi masih ada yang jauh lebih dekat lagi dengan kita yaitu Allah SWT. Dalam
ayat tersebut juga menegaskan bahwa Allah SWT. memerintahkan untuk berdoa.
Orang-orang arif yang menyelami rahasia-rahasia syariat dan sunnah Allah dalam
alam ini tentulah tidak bermaksud agar semua doanya dikabulkan seperti apa
yang diucapkan, namun yang diinginkan adalah memperoleh hidayah (petunjuk).
Misalnya, mereka memohon penambahan rezeki, maka bukanlah mereka
bermaksud supaya langit menurunkan hujan emas dan perak. Apabila mereka
memohon kepada Allah untuk menyembuhkan penyakit yang dideritanya bukan
dimaksud menyalahi adat kebiasaan ataupun hukum objektif, tetapi mohon
supaya Tuhan memberi taufik untuk memperoleh obat yang bisa menyembuhkan
(Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqiy, 2000: 301). Ayat tersebut juga
memerintahkan agar percaya kepada-nya ( وليؤمنوا بي ) (M. Quraish Shihab, 2000:
383). Percaya kepada Allah artinya beriman kepada Allah, dengan menjalankan
apa yang dperintahkan Allah dan menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya, amar
ma’ruf nahi munkar, dan berbuat baik kepada sesama.
سول فقد اطاع الل ااك عليهم حف فما ارسلنا ى ومن تول ه من يطع الر ي
Sedangkan dalam surat An-Nisa’ ayat 80 menjelaskan bahwa kita
diperintahkan untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Taat dalam arti kita
menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya dan menjauhi segala yang
dilarangNya. Setiap hamba harus taat kepada Tuhan mereka dengan mengikuti
Rasul-Nya dan mengamalkan syariat-Nya, membenarkan apa yang Dia turunkan
6
di dalam kitab-Nya, serta meyakini kebenaran apa-apa yang dibawa oleh Rasul-
Nya (‘Aidh al-Qarni, 2008: 143). Dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa
barangsiapa yang menaati Rasul maka berarti menaati Allah, dan barangsiapa
yang durhaka kepada Rasul maka durhaka kepada Allah.
Menjalankan apa yang diperintahkan Rasul juga menjalankan apa yang
diperintahkan Allah, karena bentuk ketaatan kepada Rasul juga termasuk bentuk
ketaatan juga kepada Allah. Menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah
dan RasulNya termasuk perkara yang wajib hukumnya, sebab pada hakikatnya
perintah dan larangan Allah SWT adalah wujud kasih sayangNya kepada kita.
Karena segala sesuatu yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah dan RasulNya
akan kembali kepada diri kita sendiri dan pastinya akan bermanfaat bagi kita.
Berdasarkan penjelasan Q.S. Al-Baqarah ayat 186 dan Q.S. An-Nisa’ ayat
80 tersebut yang berkaitan dengan pendidikan aqidah menuntun kita untuk lebih
mendekatkan diri kepada Allah, menaati Allah dan RasulNya serta menjalankan
perintah dan menjauhi laranganNya. Sehingga peneliti tertarik untuk mengkaji
lebih jauh hal tersebut melalui penelitian dengan judul “ PENDIDIKAN
AQIDAH DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN SURAT AL-BAQARAH
AYAT 186 DAN AN-NISA’ AYAT 80 ”.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pokok pendidikan aqidah dalam perspektif Al-Qur’an surat Al-
Baqarah ayat 186 dan An-Nisa’ ayat 80?
7
2. Bagaimana implementasi pendidikan aqidah dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 186 dan
An-Nisa’ ayat 80 dalam kehidupan sehari-hari?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pokok pendidikan aqidah dalam perspektif Al-Qur’an Surat
Al-Baqarah ayat 186 dan An-Nisa’ ayat 80.
2. Untuk mengetahui implementasi pendidikan aqidah dalam Al-Qur’an Surat Al-
Baqarah ayat 186 dan An-Nisa’ ayat 80 dalam kehidupan sehari-hari.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberi beberapa manfaat, baik secara teoritis
maupun secara praktis, yaitu:
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis penulis harapkan dapat memberi masukan dan sumbangan
pemikiran bagi pembaca dalam mengembangkan keilmuan, khususnya ilmu
pendidikan agama islam yang berkaitan dengan pendidikan aqidah dalam Al-
Qur’an surat Al-Baqarah ayat 186 dan An-Nisa’ ayat 80.
2. Manfaat praktis
a. Bagi penulis
Dapat menambah wawasan keillmuan dan memperluas pemahaman berpikir
tentang pendidikan aqidah dalam Al-Qur’an.
b. Bagi pembaca
Untuk memberi khasanah ilmu pengetahuan bagi pembaca sebagai acuan
dan referensi dalam pendidikan aqidah.
c. Bagi masyarakat
8
Sebagai masukan dan wawasan akan pentingnya pendidikan aqidah dalam
kehidupan sehari-hari terhadap kehidupan di lingkungan sekitar khususnya
dalam membina aqidah dan membentuk karakter anak.
E. Metode Penelitian
1. Desain penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library
research), adalah jenis penelitian yang berusaha menghimpun data penelitian dari
khazanah literatur dan menjadikan “dunia teks” sebagai obyek utama analisisnya
(Suwadi dkk, 2012: 20) dengan bantuan buku-buku maupun informasi lain yang
berkaitan dengan Surat Al-Baqarah ayat 186 dan Surat An-Nisa’ ayat 80 tentang
pendidikan aqidah, yang terdapat di perpustakaan dan pada materi pustaka yang
lainnya.
2. Sumber data
a. Sumber data primer
Karena sifat dari penelitian ini adalah literer, maka data yang bersangkutan
bersumber dari literatur. Adapun yang menjadi sumber data primer adalah Al-
Qur’an dan terjemahannya beserta tafsirannya menurut para mufassir, yaitu
Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al-Mishbah, Tafsir Nurul Quran, Tafsir Jalalain,
Tafsir Departemen Agama RI.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder menurut Suharsimi Arikunto (dalam Amiratun
Arini, 2016: 13) yaitu sumber data yang mendukung dan melengkapi sumber-
sumber data primer. Yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku
referensi terkait dengan judul penelitian, antara lain: Pendidikan Agama Islam
karya Zeni Luthfiah dkk, Al Iman karya Abdul Majid Az-Zindani dkk,
9
Amalan dan Doa Mustajab karya Moh. Mathroni, Menggapai Nikmatnya
Beribadah dalam Konsep Pendidikan Islam karya Khalid Sayyid Rusyah,
Filsafat Pendidikan Islam karya Abd. Rachman Assegaf.
3. Metode pengumpulan data
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini,
penulis menggunakan metode dokumentasi atau pengumpulan data pustaka. Yang
dimaksud metode dokumentasi adalah mencari data dengan membaca, menulis
serta mengolah bahan penelitian dari berbagai buku dan karya ilmiah yang
mendukung penelitian yang berupa catatan, transkip, surat kabar, dan sebagainya
(Novi Dian Amalia, 2017: 6).
4. Metode analisis data
Untuk menganalisis data dari pengumpulan data yang telah dilakukan,
penulis menggunakan metode analisis isi (content analysis). Metode ini
digunakan penulis untuk mendeskripsikan isi atau kandungan yang ada dalam Al-
Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 186 dan An-Nisa’ ayat 80 tentang pendidikan
aqidah yang terkandung dalam ayat tersebut. Noeng Muhadjir (dalam Irsadul
Umam, 2016: 15) berpendapat bahwa metode analisis isi digunakan untuk
mengetahui prinsip-prinsip dari suatu konsep untuk keperluan mendiskripsikan
secara obyektif-sistematis tentang suatu teks.
F. Kajian Pustaka
Untuk mencapai hasil penelitian ilmiah diharapkan data-data yang digunakan
dalam penyusunan skripsi ini dengan menghindari tumpang tindih dari
pembahasan penelitian. Dalam kajian pustaka yang telah dilakukan penulis
menemukan beberapa hasil penelitian yang hampir sama dan dari pengarang yang
sama dengan judul penelitian ini, yaitu tokoh “Pendidikan Aqidah Dalam
10
Perspektif Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 186 Dan An-Nisa’ Ayat 80 ”
Diantara hasil penelitian terdahulu sebagai berikut :
1. Skripsi ini dilakukan oleh Munif Afiifuddin, Program Studi Pendidikan Agama
Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, IAIN Walisongo Semarang,
2013, yang berjudul “Konsep Pendidikan Akidah Dalam Al-Qur`an Surat Al-
Anam Ayat 74-79 ”.
Dalam penelitian tersebut memiliki kesimpulan Pendidikan akidah adalah proses
membimbing seseorang untuk mengamalkan akidah Islam sebagai pandangan
hidupnya, baik secara rasional (‘aqliyah) maupun berdasarkan wahyu (naqliyah),
sehingga terhujam kuat di dalam jiwa dan tidak tergoyahkan oleh gangguan yang
berusaha melemahkan keyakinan tersebut. Pendidikan akidah menitikberatkan
kepada pengesaan Allah swt. dan menyerahkan diri kepadaNya.
2. Skripsi ini dilakukan oleh Fadilatun, Program Studi Pendidikan Agama Islam
(PAI) Fakultas Tarbiyah Universitas Muhammadiyah surakarta, 2014, yang
berjudul “Pendidikan Aqidah Generasi Muda Surat Al- An`am ayat 74-79”.
Dalam penelitian tersebut memiliki kesimpulan bahwa bentuk pendidikan aqîdah
generasi muda yang terdapat dalam Al-Qur‟an surat Al-An’am ayat 74-79 adalah
MengEsakan atau Mentauḥidkan Allah, yang dapat dibuktikan melalui dalil fitrah
dan dalil ‛aqlî (akal). Dalil Fitrah mengatakan bahwa fitrah manusia adalah
bertuhan dan menyembah Tuhan yang satu, ketika disembah tidak ada sekutu
bagiNya, dan Kuasa sehingga menambah keimanan kita kepadaNya.
Dengan demikian, jelaslah bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitian-
penelitian sebelumnya, baik itu dalam jenis penelitian ataupun fokus dari kajian
penelitian-penelitian sebelumnya.
11
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yaitu gambaran singkat tentang substansi pembahasan
secara garis besar. Untuk memberi gambaran yang jelas kepada pembaca agar
dapat memahami tentang keseluruhan isi dari skripsi ini, maka penulis membagi
dalam lima bab yang mana masing-masing terdiri dari beberapa sub bab, yaitu:
BAB I : PENDAHULUAN. Bagian pendahuluan menjelaskan mengenai
pokok permasalahan yang terdiri dari: Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kajian Pustaka, Penegasan
Istilah, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II : KOMPILASI AYAT-AYAT. Dalam bab ini memaparkan
terjemahan, kosa kata atau mufrodat, isi kandungan.
BAB III : ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH. Pada bab ini
dijelaskan mengenai sebab-sebab turunnya ayat dan hubungan keterkaitan
dengan yang lain
BAB IV : PEMBAHASAN. Dalam pembahasan penulis memaparkan
tentang konsep pendidikan aqidah secara umum, pokok pendidikan aqidah
Q.S. Al-Baqarah ayat 186 dan Q.S. An-Nisa’ ayat 80, serta implementasi
pendidikan aqidah pada Q.S. Al-Baqarah ayat 186 dan Q.S. An-Nisa’ ayat 80
dalam kehidupan sehari-hari.
BAB V : PENUTUP. Pada bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran.
12
BAB II
KOMPILASI AYAT
A. Redaksi Ayat dan Terjemahan
Sesuai dengan judul bab ini, maka penulis menyajikan kompilasi ayat yang
menjadi tema pembahasan dalam skripsi ini. Adapun redaksi ayat dan terjemahannya
Q.S. Al-Baqarah ayat 186 dan Q.S An-Nisa’ ayat 80, sebagaimana disajikan dalam
teks berikut ini:
1. Q.S. Al-Baqarah ayat 186
جيبواست فلي اجيب دعوة الداع اذا دعان وإذا سالك عبادي عن ي فان ي قريب
(۱۸۱)لي وليؤمنوا بي لعلهم يرشدون
Artinya:
186. “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku,
maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila dia berdoa kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku
dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran”
(Muhammad Shohib, 2009: 28).
2. Q.S. An-Nisa’ ayat 80
سول فقد اطاع الل ا ى فما ارسلنا ومن تول ه من يطع الر (۸٤)ا ك عليهم حفي
Artinya:
80. “Barangsiapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya dia telah
menaati Allah. Dan barangsiapa berpaling (dari ketaatan itu), maka (ketahuilah)
kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka”
(Muhammad Shohib, 2009: 91).
13
B. Makna Mufradat
Setelah menyajikan teks ayat dan terjemahannya, maka selanjutnya penulis
menyajikan beberapa kosa kata yang terkait dengan ayat tersebut. Kosa kata yang
disajikan sesuai dengan Q.S. Al-Baqarah ayat 186 dan Q.S. An-Nisa’ ayat 80.
1. Mufradat Q.S. Al-Baqarah Ayat 186
وإذا سألك عبادي
Hamba-hamba-Ku Bertanya kepadamu Dan apabila
عن ي فإن ي قريب
Ia
Dekat
Maka sesungguhnya
Aku
Tentang Aku
أجيب دعوة الداع
Orang yang berdoa
Permohonan
Aku mengabulkan
ستجيبوا لي فلي إذا دعان
Maka hendaklah
mereka itu memenuhi
(perintah)-Ku
Memohon kepada-Ku
Apabila
وليؤمنوا بي لعلهم يرشدون
Memperoleh kebenaran
Agar mereka
Dan hendaklah mereka
beriman kepada-Ku
14
,adalah huruf, tepatnya huruf ‘athof. Huruf ‘athof yaitu kata sambung و .1
sedangakan kata yang menyambung terletak sesudah huruf ‘athof diistilahkan
ma’thuf , dan yang disambungi diistilahkan ma’thuf ‘alaih. I’rob ma’thuf
mengikut kepada ma’thuf ‘alaihnya. Kata yang disambungkan harus sama
bentuknya dengan yang disambungi (sama-sama isim atau sama-sama fi’il).
Huruf ‘athof lainnya yaitu ا, بل, لكن , أو, أم, ل, حتى, ام ,Abdullah Zain) ف, ثم
2006: 43).
ذاا .2 adalah huruf yang artinya apabila. Dalam kamus Al-Munawwir artinya
apabila, jika, kalau (al-Munawwir, 1997: 14). ذاا merupakan dhorof yang
mabni, selalu ber-idhofah dan mudhof ilaih-nya selalu berbentuk jumlah
(susunan kalimat) dan dimunculkan setelahnya ataupun tidak (Abdullah Zain,
2006: 48).
مسألةا –سؤالا –يسأل –سأل berasal dari kata سأل .3 yang artinya meminta,
menanyakan, bertanya (Mahmud Yunus, 2010: 161).
.Abd‘ (عبد( Ibadi / Hamba-hamba-Ku adalah bentuk jamak dari kata‘ عبادي .4
Kata ‘Ibad biasa digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk kepada hamba-hamba
Allah yang taat kepada-Nya atau kalaupun mereka penuh dosa tetapi sadar
akan dosanya serta mengharap pengampunan dan rahmat-Nya. Kata ini
berbeda dengan kata عبيد (‘abid) yang juga merupakan bentuk jamak dari ‘abd.
Bentuk jamak ini menunjuk kepada hamba-hamba Allah yang bergelimang
dalam dosa. Pemilihan bentuk kata ‘ibad serta penisbatannya kepada Allah
(hamba-hamba-Ku) mengandung isyarat bahwa yang bertanya dan memohon
adalah hamba-hamba-Nya yang taat lagi menyadari kesalahannya (M. Quraish
Shihab, 2000: 381-382).
15
dalam kamus Arab-Indonesia artinya maka, kemudian, lalu, niscaya ف .5
(Mahmud Yunus, 2010: 306). ف termasuk dalam huruf ‘athaf yakni
tabi’/tawabi’ yaitu isim-isim yang keadaan i’rabnya mengikuti keadaan i’rab
kata benda sebelumnya (Ulin Nuha, 2014: 229) yang terletak setelah huruf-
huruf ‘athaf (huruf-huruf penghubung/penyambung). Huruf ‘athaf ف berfungsi
menggabungkan atau menyatukan dua kata atau lebih secara berurutan dengan
tanpa jeda (Ulin Nuha, 2014: 242). ف merupakan للترتيب والتعقيب yakni terjadi
secara berurutan dan tidak terpaut waktu, contoh جاء علي فسعد “Telah datang
Ali, lalu Sa’id”. Menunjukkan makna tartib (urutan) dan ta’qib (penyusulan),
makna ta’qib adalah bahwa yang kedua datang setelah yang pertama tanpa
adanya tenggang waktu (Ahmad Sunarto, 2014: 178).
:artinya sesungguhnya, bahwasanya, sebenarnya (Mahmud Yunus, 2010 أن .6
,menashabkan mubtada’ sebagai isimnya dan merafa’kan khabarnya أن .(50
sedangkan ma’nanya untuk menguatkan hukum. Kemudian ditambah huruf ي
dibelakang yang menunjukkan makna saya atau aku.
قرباناا -قرباا –يقرب -قرب artinya yang dekat. Asal katanya dari قريب .7 yang artinya
menghampirinya, mendekatinya (Mahmud Yunus, 2010: 335-336). Kata قرب
dapat digunakan pada tempat, waktu, hubungan, kedudukan, pemeliharaan
ataupun kemampuan (kekuasaan). Sedangkan قريب menurut Ar-Raghib Al-
Ashfahani dalam buku Al-Mufradat fi Gharibil Qur’an (terjemah Dahlan,
2017: 161) digunakan dalam hal pemeliharaan.
yang artinya menjawab, mengabulkan (Moh. Tohiri اجاب berasal dari kata أجيب .8
Habib, dkk. 2017: 129).
.artinya dakwah, panggilan, ajakan, undangan (Moh. Tohiri Habib, dkk دعوة .9
2017: 182) bisa juga diartikan sebaga doa dan permohonan.
16
دعاءا –يدعو –دعا berasal dari kata دعا .10 yang berarti memanggil, menyeru,
mengundang, berdoa (Moh. Tohiri Habib, dkk. 2017: 181). Sedangkan دعاء
memiliki enam makna yaitu perkataan, penyembahan, seruan, permohonan
atau pertolongan, pertanyaan, permohonan (Mehdi Mohaqqeq, 2012: 130-
132).
artinya mengabulkan, menerima (Moh. Tohiri استجاب berasal dari kata يستجيبوا .11
Habib, dkk. 2017: 129). Ar-Raghib Al-Ashfahani mengatakan dalam buku Al-
Mufradat fi Gharibil Qur’an (terjemah Dahlan, 2017: 741) bahwa kata ستجابة ال
maknanya sama dengan جابة Sebenarnya makna hakiki dari .(mengabulkan) ال
kata tersebut adalah mencari jawaban serta bersiap untuk menerimanya. Akan
tetapi ia digunakan untuk mengungkapkan makna اجابة (mengabulkan), karena
sedikitnya perbedaan dari makna tersebut.
.merupakan fiil mudhori’ yang menunjukkan kata kerja masa sekarang يؤمنوا .12
ايمان berasal dari kata يؤمنوا yang berarti iman, percaya (Moh. Tohiri Habib,
dkk. 2017: 50). ايمان mempunyai enam arti yaitu memberi keamanan,
keislaman secara lahiriah atau sebatas kata-kata bukan dari hati, percaya
sepenuh hati dan diikrarkan dengan lisan, syariat, bersembahyang menghadap
Baitul Maqdis, Tauhid ((Mehdi Mohaqqeq, 2012: 79-80).
رشداا –يرشد –رشد asal maknanya adalah يرشدون .13 artinya mendapat petunjuk,
lurus dan baik, cerdik (Ahmad Dzulfikar, 2010: 331)
2. Mufradat Q.S. An-Nisa’ ayat 80
سول فقد من يطع الر
Maka
sesungguhnya
Rasul
(Muhammad)
Menaati
Barangsiapa
17
أطاع الله ومن تولىا
Berpaling (dari
ketaatan itu)
Dan barangsiapa
Allah
Telah menaati
اا ك أرسلنا عليهم حفي فما
Menjadi
pemelihara
Atas mereka
Mengutusmu
(Muhammad)
Maka (ketahuilah)
Kami tidak
من .artinya siapa yang berfungsi menanyakan pelaku/subyek (berakal) من .1
merupakan bentuk dari isim-isim yang mabniy artinya isim yang tidak
terpengaruh oleh i’rob dan dalam keadaan apapun bacaannya tetap (konstan)
dan tidak berubah. Yang termasuk isim mabniy yaitu isim dhamir, isim
isyaroh, isim maushul, isim adat syarath, isim adat murokkab, isim istifham,
isim fi’l. Sedangkan من termasuk dalam isim maushul (kata benda relatif)
yang artinya seseorang dan termasuk dalam isim istifham (kata tanya) yang
artinya siapa (Abdullah Zain, 2006: 11).
Dalam kamus Al-Munawwir من merupakan اسم استفهام yang artinya siapa juga
merupakan اسم موصول (kata sambung untuk orang) artinya siapa yang.
Merupakan اسم شرط جازم artinya barang siapa yang (al-Munawwir, 1997:
1361).
yang artinya utusan, pesuruh, rasul (Ahmad رسل merupakan jamak dari رسول .2
Dzulfikar, 2010: 331).
adalah nama Tuhan yang paling populer. Para ulama berbeda pendapat الله .3
menyangkut lafal mulia ini, apakah ia termasuk al-Asma’ al Husna atau tidak.
18
Yang tidak memasukkannya beralasan bahwa al-Asma’ al Husna adalah
nama/sifat Allah (Quraish Shihab, 2007: 75).
ارسالا –ارسل adalah bentuk kata dari ارسل .4 yang berarti mengutus, mengirim
pesuruh (Ahmad Dzulfikar, 2010: 331).
terambil dari akar kata yang terdiri arti tiga huruf yang mengandung حفيظ .5
makna memelihara dan mengawasi. Dari makna ini kemudian lahir makna
menghafal karena yang menghafal berarti memelihara dengan baik
ingatannya. Juga makna tidak lengah karena sikap ini mengantar kepada
keterpeliharaan, dan menjaga karena penjagaan adalah bagian dari
pemeliharaan dan atau pengawasan (Quraish Shihab, 2007: 266).
C. Isi Kandungan QS. Al-Baqarah Ayat 196 dan An-Nisa’ Ayat 80
1. Isi kandungan QS. Al-Baqarah ayat 196
QS. Al-Baqarah ayat 196 menjelaskan bahwa Allah memerintahkan rasul-Nya
agar memberi kabar kepada hamba-hamba-Nya bahwa Dia Maha Mendengar,
Maha Dekat, lagi Maha Mengabulkan, Dia Maha Mendengar semua doa,
mengabulkan setiap permintaan, menghilangkan kesusahan, menyingkirkan duka
cita, menjauhkan kesulitan, menjawab tuntutan, dan mengetahui setiap keadaan
mereka. Seorang hamba harus meminta dan tidak boleh berputus asa dalam
melakukannya, seorang hamba harus senantiasa memohon dan tidak berhenti
dalam melakukannya. Kemurahan Allah itu sangat luas, pemberian-Nya sangat
banyak, dan karunia-Nya sangat besar. Setiap hamba harus taat kepada Tuhan
mereka dengan mengikuti Rasul-Nya dan mengamalkan syariat-Nya,
membenarkan apa yang Dia turunkan dalam kitab-Nya serta meyakini kebenaran
apa-apa yang dibawa Rasul-Nya (Al-Qarni, 2008: 143)
19
Pelaksanaan perintah itu merupakan tindakan, keimanan adalah keyakinan,
dan doa adalah ucapan. Sementara agama merupakan gabungan dari ucapan, amal
dan keyakinan. Barangsiapa taat kepada Allah berarti dia telah mendapat
petunjuk, karena dia telah diberi ilham tentang mana jalan yang benar dan diberi
kesempatan untuk beristiqamah, menjalani kebenaran, melawan hawa nafsu, dan
menjauhi kesesatan. Dan buah (hasil) dari amal sholeh adalah bertambahnya iman
dan balasan dari ketaatan adalah bertambahnya hidayah (Al-Qarni, 2008: 144).
Ayat tersebut menganjurkan agar meminta kepada Allah dengan penuh
keyakinan maka Allah pasti akan mengabulkan. Dengan memiliki keyakinan
maka iman yang dimiliki seseorang justru semakin kuat dan bertambah karena
pada dasarnya iman merupakan keyakinan dan kepercayaan.
2. Isi kandungan QS. An-Nisa’ ayat 80
Allah menjelaskan bahwa barangsiapa menaati Rasul berarti juga menaati
Allah. Sebab pada hakikatnya, Allah lah yang membuat perintah dan larangan,
sedangkan Rasul hanya menyampaikan (mubaligh) perintah dan larangan tersebut
kepada manusia. Ketaatan yang sesungguhnya adalah kepunyaan dan hak Allah.
Rasul wajib ditaati dalam segala urusan syariat, dan berkaitan dengan Al-Qur’an
dan segala hukum agama. Adapun mengenai urusan-urusan dunia dan yang tidak
berkaitan dengan syara’, manusia boleh berijtihad sendiri (ash-Shiddieqy, 2000:
905).
Setelah menjelaskan fungsi Rasul Saw. sebagai utusan Allah Swt disini
dijelaskan konsekuensi fungsi tersebut yakni keharusan taat kepada beliau, dan
karena itu siapa yang menaati Rasul, maka sesungguhnya ia telah menaati Allah,
karena Allah yang mengutusnya dan Allah pula yang memerintahkan manusia
menaati beliau maka apa yang diperintahkan Rasul adalah perintah Allah juga.
20
Dan siapa yang berpaling yakni enggan mengikuti Rasul saw maka dia telah
durhaka, Allah mengetahui kedurhakaan mereka, maka masing-masing akan
mempertanggung jawabkan kedurhakaannya, karena Kami tidak mengutusmu
untuk menjadi pemelihara bagi mereka, tapi Kami mengutusmu hanya untuk
menyampaikan ajakan (Quraish Shihab, 2000: 498).
Beriman kepada Rasul adalah salah satu satu rukun aqidah. Oleh karena itu,
manusia wajib beriman kepada para rasul tanpa membedakan diantara mereka.
Jika seseorang beriman kepada sebagian rasul dan tidak beriman kepada sebagian
yang lain serta membeda-bedakan di antara mereka dalam keimanan mereka,
maka dia adalah kafir (Az- Zindani dkk, 2006: 141). Taat kepada Rasul
merupakan bentuk dan wujud dari beriman kepadanya. Taat berarti menjalankan
apa yang diperintahkan oleh beliau dan menjauhi apa yang dilarang oleh beliau.
Karena para rasul diutus oleh Allah adalah untuk memberikan teladan yang baik
kepada manusia.
21
BAB III
ASBABUN NUZUL DAN MUNASABAH
1. Asbabun Nuzul
a. Pengertian Asbabun Nuzul
Secara bahasa, kata Asbabun Nuzul berasal dari kata اسباب dan النزل.
تسبيبا -يسبب-سبب merupakan bentuk jamak dari kata اسباب yang berarti sebab-
sebab (Yunus, 2010: 161). Sedangkan النزل berasal dari kata ينزل –نزل–
,yang artinya turun (Yunus, 2010: 448). Sedangkan secara istilah نزول
menurut Quraish Shihab asbabun nuzul adalah:
1) Peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turunnya ayat, dimana ayat
tersebut menjelaskan pandangan Al-Qur’an tentang peristiwa tadi
atau mengomentarinya
2) Peristiwa-peristiwa yang terjadi setelah turunnya suatu ayat dimana
peristiwa tersebut dicakup pengertiannya atau dijelaskan hukumnya
oleh ayat tadi
Sebab turunnya sesuatu ayat berkisar pada dua hal, yaitu: pertama,
bila terjadi suatu peristiwa, maka turunlah ayat Al-Qur’an mengenai
peristiwa itu. Kedua, bila Rasulullah ditanya tentang sesuatu hal, maka
turunlah ayat Al-Qur’an menerangkan hukumnya (Mudzakir, 2013:
108-109).
b. Asbabun Nuzul Q.S. Al-Baqarah ayat 186
Menurut riwayat Abi Hatim ayat ini turun berkenaan dengan
pertanyaan seorang Badui:
يا رسول الله ربنا قريب فنناجيه ؟ أو بعيد فنناديه ؟ فأنزل الله هذه الية
22
“Wahai Rasulullah, apakah Rabb kami itu dekat sehingga kami cukup
bersuara lirih ketika berdo’a ataukah Rabb kami itu jauh sehingga kami
menyerunya dengan suara keras?” Lantas Allah Ta’ala menurunkan ayat
di atas. (Majmu’ Al Fatawa, 3-370)
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah saw mendengar
kaum Muslimin berdoa dengan suara yang tinggi pada perang Khaibar,
lalu ia berkata kepada mereka.
ي ف ع ي ف ر ت و ص ب الله ن و ع د ي ن ي م ل س م ال ع م س م ل س و ه ي ل ع الله ىل ص الله ل و س ر ن أ
ا با ائ غ ل و م ص أ ن و ع د ت ل م ك ن إ ف م ك س ف ن أ ىل ا ع و ع ب ر ا اس االن ه ي : أ م ه ل ال ق ر ف ب ي خ ة و ز غ
.م ك ع م و ه و ابا ي ر ا ق عا ي م س ن و ع د ت م ك ن إ
“Bahwa Rasulullah saw mendengarkan kaum muslimin berdoa dengan
suara yang tinggi pada perang Khaibar, lalu ia berkata kepada mereka,
"Hai manusia, sayangilah dirimu dengan merendahkan suara dalam
bertakbir karena kamu tidak memanggil (berdoa) kepada yang tuli dan
yang jauh dari kamu. Sesungguhnya kamu berdoa kepada (Allah) Yang
Maha Mendengar lagi Maha Dekat, dan Dia adalah beserta kamu." (HR
Ahmad). (Departemen Agama RI, 2009: 277).
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudlail dan Abu Mu'awiyah
dari 'Ashim dari Abu 'Utsman dari Abu Musa dia berkata;
د بن فضيل وأبو معاوية عن عاصم عن أبي حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة حدثنا محم
صلى الل عثمان عن أبي موسى قال كن ه عليه وسلم في سفر فجعل الناس ا مع النبي
ه عليه وسلم أيها الناس اربعوا على أنفسكم إنكم فقال النبي صلى الل يجهرون بالتكبير
إنكم تدعون سميعاا قريباا وهو معكم قال وأنا خلفه وأنا ليس تدعون أصم ول غائباا
ة إل بالل أقول ل حو ه فقال يا عبد الله بن قيس أل أدلك على كنز من كنوز ل ول قو
ة إل بالل ه قال قل ل حو ل فقلت بلى يا رسول الالجنة ه حدثنا ابن نمير وإسحق ل ول قو
سناد بن إبراهيم وأبو سعيد الشج جميعاا عن حفص بن غياث عن عاصم بهذا ال
نحوه.
23
"Kami pernah menyertai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam
suatu perjalanan. Tiba-tiba, ada beberapa orang sahabat bertakbir
dengan suara keras. Mendengar suara takbir yang keras itu, Rasulullah
pun berkata: 'Saudara-saudara sekalian, rendahkanlah suara kalian!
Sesungguhnya kalian tidak berdoa kepada Dzat yang tuli dan jauh. Tetapi
kalian berdoa kepada Tuhan Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat.
Dia selalu beserta kalian.' Abu Musa berkata; 'Pada saat itu saya sedang
berada di belakang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sambil
membaca; 'Laa haula wa laa quwwata ilIa billaah' (Tiada daya dan upaya
kecuali dengan pertolongan AlIah). Kemudian Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: 'Hai Abdullah bin Qais, inginkah aku
tunjukkan kepadamu salah satu perbendaharaan surga? ' Saya menjawab;
'Tentu ya Rasulullah.' Rasulullah bersabda: 'Ucapkanlah, Laa haula wala
quwwata illaa billaah' Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan
AIIah. (H.R Muslim).
Suatu ketika seseorang bertanya kepada Nabi Saw apakah Allah dekat
sehingga mereka dapat berbisik kepada-Nya ataukah jauh sehingga harus
berbicara keras kepada-Nya. Kemudian ayat tersebut turun sebagai
jawaban bahwa Allah dekat dengan hamba-Nya (Kamal Faqih, 2003: 89).
c. Asbabun Nuzul Q.S. An-Nisa’ ayat 80
Ketika menerangkan sebab turunnya ayat ini Muqatil meriwayatkan
bahwa ketika Nabi bersabda:
معون تس من احبني فقد احب الل ه ومن اطا عني فقد اطا ع الل ه . قا ل المنا فقون: أل
رك قد نهى ان نعبد غير الله ويريد ان ن جل؟ لقد قارب الش تخذه الى ما يقول هذا الر
ربا كما اتخذت النصارى عيسى, فانزل الل ه هذه الية
“Barangsiapa mencintai aku sesungguhnya ia mencintai Allah. dan
barangsiapa yang menaati aku sesungguhnya ia menaati Allah. orang
munafik berkata, “Tidaklah kamu mendengar kata laki-laki ini
(Muhammad)? Sesungguhnya ia telah mendekati syirik. Sesungguhnya ia
melarang kita menyembah Allah dan ia menghendaki kita menjadikannya
Tuhan sebagaimana orang-orang Nasrani menjadikan Isa Tuhan. Maka
Allah menurunkan ayat ini” (Riwayat Muqatil).
Menaati Rasul tidak dapat dikatakan perbuatan syirik, karena Rasul
penyampai perintah Allah. Dengan demikian menaati Rasul adalah
menaati Allah, bukan mempersekutukannya dengan Allah (Departemen
Agama, 2009: 221).
24
Ketika terjadi perundingan Hudaibiyah, sebagian besar sahabat Nabi
Saw berat hati menerima rinciannya. Umar bin al-Khattab ra. secara tegas
mempertanyakan mengapa syarat-syarat perundingan itu diterima. Tetapi
akhirnya semua terdiam dan menerima dengan tenang setelah Nabi
bersabda, “Aku adalah utusan Allah”. Demikian mereka membedakan
kedudukan beliau sebagai rasul dan pribadi (Quraish Shihab, 2000: 499).
2. Munasabah
a. Pengertian Munasabah
Kata Munasabah berasal dari kata مناسبة -يناسب –ناسب karena
mengikuti wazan (pola kata/pola dasar) مفاعلة –يفاعل –فاعل . Secara etimologi
munasabah berarti kedekatan dan kemiripan (keserupaan). Dapat juga berarti
hubungan atau persesuaian. Secara terminologi munasabah adalah ilmu Al-
Qur’an yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar ayat atau surat
dalam Al-Qur’an secara keseluruhan dan latar belakang penempatan ayat dan
suratnya. Menurut Shihab yang dikutip oleh Baidan bahwa munasabah adalah
kemiripan-kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam Al-Qur’an
baik surat maupun ayat yang menghubungkan uraian satu dengan yang lainnya
(Baidan, 2010: 184-185).
Ulama-ulama Al-Qur’an menggunakan kata munasabah untuk dua
makna yaitu: Pertama, hubungan kedekatan antara ayat atau kumpulan ayat-
ayat Al-Qur’an satu dengan yang lainnya. Kedua, hubungan makna satu ayat
dengan ayat-ayat yang lain., misalnya pengkhususannya, atau penetapan syarat
terhadap ayat lain yang tidak bersyarat, dan lain-lain (Quraish Shihab, 2015:
243-244).
25
b. Munasabah Ayat
1). Munasabah antara QS Al-Baqarah ayat 183-185 dengan ayat 186-187
Pada ayat yang lalu (183-185) diperintahkan kepada orang-orang
mukmin agar berpuasa pada bulan Ramadhan dan melaksanakannya dengan
sebaik-baiknya serta mencukupkan bilangannya, lalu mengagungkan Allah
dengan bertakbir dan bersyukur atas segala petunjuk yang diberikan-Nya
(Departemen Agama, 2009: 277). Ayat-ayat tersebut menerangkan hukum-
hukum yang bertalian dengan puasa. Puasa merupakan salah satu sarana untuk
memperbaiki dan membersihkan diri.
Sedangkan pada ayat 186-187 dijelaskan beberapa hal yang
berhubungan dengan kesempurnaan ibadah puasa. Pada ayat 186 dijelaskan
bahwa Allah menyuruh hamba-Nya agar berdoa kepada-Nya, serta Dia
berjanji akan memperkenankannya, tetapi pada akhir ayat ini Allah
menekankan agar hamba-Nya memenuhi perintah-Nya dan beriman kepada-
Nya agar mereka selalu mendapat petunjuk (Departemen Agama, 2009: 277).
Ayat-ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah mewajibkan puasa pada
bulan Ramadhan bagi orang-orang mukmin, akan tetapi meskipun puasa
diwajibkan Allah memberikan keringanan kepada orang mukmin yang sakit
maupun orang yang dalam perjalanan (musafir). Setelah diwajibkannya puasa
Allah menyuruh agar berdoa kepada-Nya dengan syarat agar menaati
perintahNya dan beriman kepada-Nya.
2). Munasabah antara QS. Al-Baqarah ayat 186-187 dengan ayat 188
Pada ayat ini (186-187) disebutkan hal ihwal tentang puasa dan
hukum-hukumnya, sedangkan dalam ayat 188 diterangkan hukum memakan
26
atau mempergunakan harta satu sama lain dengan cara yang batil atau dengan
cara yang tidak sah. Dalam ayat 186 diperintahkan untuk berdoa hanya kepada
Allah dengan sungguh-sungguh dan beriman kepada-Nya, dalam ayat 187
menerangkan ‘uzur atau halangan yang membolehkan untuk meninggalkan
puasa, serta hukum-hukum yang bertalian dengan puasa dan dalam ayat 188
menjelaskan bahwa Allah melarang makan harta orang lain dengan jalan batil.
Makan ialah mempergunakan atau memanfaatkan, sebagaimana dipergunakan
dalam bahasa Arab atau bahasa lainnya. Batil ialah cara yang dilakukan tidak
menurut hukum yang telah ditentukan Allah (Departemen Agama, 2009: 279,
281).
3). Munasabah antara QS. An-Nisa’ ayat 77-79 dengan ayat 80-82
Pada ayat yang lalu (77-79) menerangkan sifat sebagian orang yang
lemah imannya. Mereka diperintahkan agar tidak memulai perang terhadap
orang kafir dan kepada mereka diminta melakukan salat dan mengeluarkan
zakat sebagai pembersih diri dari sifat jahiliah, perang terpaksa dilakukan jika
keadaan memerlukan guna membela islam. Kemudian diterangkan dalil-dalil
yang dikemukakan orang munafik dan orang mukmin yang lemah imannya
ketika mereka ditugaskan untuk berperang.
Pada ayat ini (80-82) Allah mengulangi perintah-Nya agar mereka
menaati Rasul dan menerangkan tentang kelicikan kaum munafik dan orang
yang lemah imannya. Dalam ayat 80 berisi mengenai perintah dan larangan
Rasul yang tidak menyangkut urusan keagamaan umpamanya yang
berhubungan dengan keduniaan seperti urusan pertanian dan pertahanan, maka
Rasul sendiri bersedia menerima pendapat dari sahabatnya yang lebih
mengetahui masalahnya (Departemen Agama, 2009: 220-221).
27
4). Munasabah antara QS. An-Nisa’ ayat 80-82 dengan ayat 83
Pada ayat 80-82 menerangkan tentang orang-orang yang lemah
imannya dan bagaimana liciknya kaum munafik. Sedangkan pada ayat 83
menerankan sikap orang munafik yang suka meyiarkan berita yang tidak
benar. Orang yang lemah iman dan orang munafik suka menyiarkan berita-
berita yang dibocorkan dari pihak markas tentara, tentang rahasia peperangan,
dalam negeri atau luar negeri yang tidak wajar diketahui oleh khalayak umum
(Departemen Agama, 2009: 224).
c. Munasabah Surat
1). Munasabah surat Al-Baqarah dengan surat Al-Fatihah
Surat Al-Fatihah merupakan surat yang tergolong Makkiyah karena
surat tersebut diturunkan di Mekah. Surat Al-Fatihah adalah “Mahkota
Tuntunan Illahi”. Dia adalah “Ummul Qur’an” atau “Induk al-Qur’an”. Kata
Fatih yang merupakan akar kata nama ini berarti “menyingkirkan sesuatu
yang terdapat pada satu tempat yang akan dimasuki”. Akan tetapi bukan
makna harfiah tersebut yang dimaksud. Penamaannya dengan Al-Fatihah
karena ia terletak pada awal al-Qur’an, dan karena biasanya yang memasuki
sesuatu adalah yang membukanya, maka kata Fatihah disini berarti awal al-
Qur’an (Quraish Shihab, 2000: 3).
Sedangkan surat Al-Baqarah turun setelah Nabi hijrah ke Madinah.
Ayat-ayatnya berjumlah 286 ayat. Dinamakan al-Baqarah karena tema
pokoknya adalah inti ayat-ayat yang menguraikan kisah al-Baqarah, yakni
kisah Bani Israil dengan seekor sapi (Quraish Shihab, 2000: 81). Karena di
dalamnya disebutkan kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan
28
Allah kepada Bani Israil. Dalam pelaksanaan penyembelihan itu tampak
dengan jelas sifat dan watak orang-orang Yahudi pada umumnya.
Keterkaitan surat al-Fatihah dengan surat al-Baqarah yaitu:
a) Surat al-Fatihah merupakan pokok-pokok pembahasan yang akan
dirinci dalam surat al-Baqarah dan surat-surat sesudahnya
b) Di bagian akhir surat al-Fatihah disebutkan permohonan hamba, agar
diberi petunjuk oleh Allah ke jalan yang lurus, sedangkan surat al-
Baqarah dimulai dengan ayat yang menerangkan bahwa al-Qur’an
adalah kitab yang menunjukkan jalan yang dimaksudkan itu
c) Di akhir surat al- Fatihah disebutkan tiga kelompok manusia, yaitu
yang diberi nikmat, yang dimurkai Allah dan orang yang sesat,
sedangkan di awal surat al-Baqarah juga disebutkan tiga kelompok
manusia, yaitu orang yang bertakwa, orang kafir dan orang munafik
(Departemen Agama, 2009: 32).
2). Munasabah surat Al-Baqarah dengan surat Ali ‘Imran
Surat ketiga adalah Ali ‘Imran (Keluarga Imran) yang terdiri atas 200
ayat. Surat ini termasuk golongan Madaniyah. Dinamakan Ali ‘Imran karena
dalam surat ini terdapat kisah keluarga Imran dan keturunannya, kelahiran
Nabi Isa a.s. yang dilahirkan oleh Maryam putri Imran, persamaan kejadian Isa
dengan Adam as. Dan mukjizat yang diberikan Allah kepada Nabi Isa. Surat
al-Baqarah dan surat Ali ‘Imran dinamakan az-Zahrawani (dua surah yang
cemerlang), karena kedua surat ini mengungkapkan hal-hal yang
disembunyikan oleh Ahli Kitab, seperti kejadian kelahiran Nabi Isa as.,
kedatangan Nabi Muhammad saw, dan sebagainya (Departemen Agama, 2009:
450).
29
Hubungan antara surat al-Baqarah dengan surat Ali ‘Imran adalah:
a) Dalam surat al-Baqarah disebutkan bahwa Nabi Adam as. Langsung
diciptakan Allah, sedang dalam surat Ali ‘Imran disebutkan tentang
kelahiran Nabi Isa as. yang kedua-duanya di luar kebiasaan
b) Dalam surat al-Baqarah dibahas secara luas sifat dan perbuatan orang
Yahudi, disertai dengan hujjah-hujjah yang membantah dan
membetulkan kesesatan mereka, sedang dalam surat Ali Imran
dipaparkan hal-hal yang sama yang berhubungan dengan orang Nasrani
c) Surat al-Baqarah dimulai dengan menyebut tiga golongan manusia,
yaitu orang mukmin, orang kafir dan orang munafik. Sedangkan surat
Ali Imran menyebutkan orang-orang yang suka menakwilkan ayat-ayat
yang mutasyabihat dengan takwil yang salah untuk memfitnah orang-
orang mukmin dan menyebutkan orang yang mempunyai keahlian
dalam menakwilkannya
d) Surat al-Baqarah diakhiri dengan menyebutkan permohonan kepada
Allah agar diampuni atas kesalahan-kesalahan dalam melaksanakan
ketaatan, sedang surat Ali ‘Imran diakhiri dengan permohonan kepada
Allah agar memberi pahala atas amal kebaikan hamba-Nya
e) Surat al-Baqarah diakhiri dengan pengakuan terhadap kekuasaan Allah
dan pertolongannya, sedang surat Ali ‘Imran dimulai dengan
menyebutkan bahwa Tuhan yang mereka mintakan pertolongan
tersebut adalah Tuhan yang hidup kekal abadi dan mengurus semua
urusan makhuk-Nya (Departemen Agama, 2009: 450-451).
3). Munasabah surat An-Nisa’ dengan surat Ali ‘Imran
30
Diantara munasabah surat An-Nisa’ dengan surat Ali ‘Imran yaitu:
a) Surat an-Nisa’ dimulai dengan perintah bertakwa kepada Allah sedang
surat Ali Imran diakhiri dengan perintah bertakwa kepada Allah
b) Dalam surat Ali Imran disebutkan kisah perang Badar dan Uhud
dengan sempurna, di dalam surat An-Nisa’ sebagian kisah itu diulangi
lagi
c) Kisah perang Hamra’ al-Asad yang terjad sesudah perang Uhud
terdapat dalam surat Ali Imran, maka dalam surat an-Nisa’ kisah itu
disinggung lagi
d) Dalam surat Ali ‘Imran telah disebutkan bahwa di kalangan kaum
Muslimin banyak yang gugur dalam medan perang sebagai syuhada
yang tentunya mereka meninggalkan anak-anak yang sudah yatim dan
istri yang sudah janda. Maka pada permulaan surat an-Nisa’ disebutkan
perintah memelihara anak-anak yatim serta pembagian harta pustaka
(Departemen Agama, 2009: 109).
4). Munasabah surat An-Nisa’ dengan surat Al-Maidah
Hubungan surat An-Nisa’ dengan surat Al-Maidah yaitu:
a) Surat an-Nisa’ menerangkan beberapa macam akad, seperti
perkawinan, perceraian, warisan, perjanjian, wasiat dan
sebagainya. Sedangkan permulaan surat al-Maidah menyatakan
supaya hamba-hamba Allah memenuhi segala macam akad
yang telah dilakukan, baik terhadap Allah maupun terhadap
sesama manusia, di samping menerangkan ayat-ayat yang lain
b) Surat an-Nisa’ mengemukakan hukum secara umum dan
mendapat jalan untuk menetapkan suatu hukum, kemudian
31
surat al-Maidah menjelaskan dan menegaskan hukum-hukum
itu
c) Sebagaimana halnya surat al-Baqarah dan surat Ali ‘Imran
mengemukakan hal-hal yang berhubungan dengan pokok-
pokok ajaran, seperti keesaan Allah dan kenabian, maka surat
an-Nisa’ dan al-Maidah menerangkan tentang furu’ agama
(hukum fiqh), seperti hal-hal yang berhubungan dengan hukum
keluarga dan sebagainya
d) Akhir surat an-Nisa’ mengemukakan hujah-hujah atas
kekeliruan orang-orang Yahudi dan Nasrani, serta kekeliruan
kaum musyrik dan munafik. Hal yang serupa diterangkan
secara panjang lebar dalam surat al-Maidah.
e) Surat an-Nisa’ dimulai dengan Ya ayyuhan-nas (wahai
manusia) yang nadanya sama dengan surat Makiyah, sedang
surat al-Maidah seperti surat-surat Madaniyah, dimulai dengan
Ya ayyuhallazina amanu (wahai orang yang beriman). Hal ini
menyatakan sekalipun nadanya berbeda, tetapi yang dituju oleh
kedua surat itu iaah semua manusia (Departemen Agama, 2009:
348).
32
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Konsep Pendidikan Aqidah Secara Umum
1. Pengertian Pendidikan Aqidah
Dalam arti luas, pendidikan adalah hidup. Artinya, pendidikan adalah segala
pengalaman (belajar) di berbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat
dan berpengaruh positif bagi perkembangan individu. Sedangkan dalam arti
sempit, pendidikan hanya berlangsung bagi mereka yang menjadi siswa pada
suatu madrasah atau mahasiswa pada suatu perguruan tinggi (lembaga pendidikan
formal). (Tatang Syarifudin, 2009: 27-28).
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan secara sadar,
terencana, terstruktur, dan berkesinambungan dalam rangka menghasilkan anak-
anak didik menjadi SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas secara
intelektual dan berkualitas secara moral. Dalam perspektif islam, pendidikan
bertujuan untuk mengantarkan para peserta didik agar mereka dapat
mengembangkan seluruh potensi mereka masing-masing sehingga mereka
nantinya bisa menjadi manusia-manusia beriman yang cakap, pandai, terampil,
dan mampu hidup secara mandiri dalam memenuhi segala kebutuhan hidup
mereka (Faisal Ismail, 2017: 89).
Menurut Ki Hajar Dewantara (1977: 20) yang dinamakan pendidikan yaitu
tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun maksudnya pendidikan
yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan
dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Selanjutnya, menurut UU No. 20 Tahun
2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan
33
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
(Dwi Siswoyo dkk, 2008: 18-19).
Sedangkan aqidah berasal dari kata aqada artinya “ikatan dua utas tali
dalam satu buhul sehingga menjadi tersambung”. Aqad berarti pula “janji”, karena
janji merupakan ikatan kesepakatan antara dua orang yang mengadakan
perjanjian. Aqidah menurut terminologi adalah sesuatu yang mengharuskan hati
membenarkannya, yang membuat hati tenang dan menjadi keyakinan yang bersih
dari kebimbangan dan keraguan (Luthfiah dan Mujahidin, 2011: 15).
Aqidah islam di dalam Al-Qur’an disebut iman, ia bukan hanya berarti
percaya, melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berbuat.
Untuk itu lapangan iman itu sangat luas bahkan mencakup segala sesuatu yang
dilakukan seorang muslim yang disebut amal shaleh. Oleh karena itu iman
didefinisikan sebagai berikut: “Mengucapkan dengan lisan, membenarkan dengan
hati dan melaksanakan dengan segala anggota badan (perbuatan)”. Aqidah islam
adalah dasar-dasar pokok kepercayaan atau keyakinan hati seorang muslim yang
bersumber dari ajaran yang wajib dipegang oleh seorang muslim sebagai sumber
keyakinan yang mengikat (Luthfiah dan Mujahidin, 2011: 15-16).
Oleh karena itu, pendidikan keimanan harus dijadikan sebagai salah satu
pokok dari pendidikan kesalehan anak. Dengannya dapat diharapkan bahwa kelak
ia akan tumbuh dewasa menjadi insan yang beriman kepada Allah SWT,
melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dengan
34
keimanan dapat membentengi dirinya dari berbuat dan berkebiasaan buruk (Bisri
Mustofa, 2016: 22).
Pendidikan berbasis aqidah adalah sebuah pendekatan religi terhadap
pendidikan, yang artinya suatu ajaran religi dari agama tertentu dijadikan sumber
inspirasi untuk menyusun teori atau konsep-konsep pendidikan yang dapat
dijadikan landasan untuk melaksanakan pendidikan. Ajaran religi yang berisikan
kepercayaan dan nilai-nilai kehidupan, dapat dijadikan sumber dalam menentukan
tujuan pendidikan, materi pendidikan, metode, bahkan sampai pada jenis-jenis
pendidikan (Mustafa, 2009: 10).
Dari beberapa pengertian pendidikan dan aqidah di atas, dapat disimpulkan
bahwa pendidikan aqidah adalah bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan iman sebagai keyakinan dan kepercayaan peserta didik demi
menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Pendidikan aqidah memerlukan
hati yang bersih demi membentuk keyakinan seseorang akan Tuhan, yang
hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu mentauhidkan Allah dalam
aspek keyakinan (Naufal, 2016: 20).
2. Sumber Pendidikan Aqidah
Sumber pendidikan aqidah islam adalah Al-Qur’an dan Hadits. Hal itu
sebenarnya sama dengan dasar ajaran agama islam (Yunahar Ilyas, 2009: 6).
Adapun penjelasan dari masing-masing sumber pendidikan aqidah tersebut
adalah:
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kitab suci kaum Muslim dan menjadi sumber ajaran
islam yang pertama dan utama yang harus mereka imani dan aplikasikan
dalam kehidupan mereka agar mereka memperoleh kebaikan di dunia dan
35
di akhirat (Athaillah, 2009:1). Menurut Salim Muhsin dalam Tarikh Al-
qur’an al-Karim, al-Qur’an ialah: “Firman Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad saw yang tertulis dalam mushaf-mushaf dan dinukil
(diriwayatkan) secara mutawatir dan dipandang ibadah dengan
membacanya serta menantang (orang yang tidak mempercayainya untuk
membuat yang serupa) meskipun hanya berupa satu surat yang pendek”
(Athaillah, 2009: 15-16).
Fungsi Al-Qur’an adalah menjadi pedoman hidup manusia, maka isi
yang terkandung di dalamnya tidak akan lepas dari hal-hal yang ada
hubungannya dengan kehidupan mereka. Hal-hal yang terkandung dalam
al-Qur’an dapat diklasifikasikan menjadi empat macam, yaitu:
1. Akidah, yang wajib diimani, baik yang berkenaan dengan Allah,
malaikat, kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya, dan hari akhirat. Bagian
yang pertama inilah yang menjadi pemisah antara iman dan kafir
2. Hukum-hukum yang praksis yang mengatur hubungan manusia
dengan Allah, dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia,
baik yang muslim maupun non muslim, dan dengan alam
lingkungannya
3. Akhlak yang mulia, yang dapat memperbaiki kondisi perangai
perorangan dan masyarakat serta mendidik rohani seseorang dan
umat menjadi pribadi-pribadi yang luhur dan umat yang baik
4. Janji akan memperoleh balasan baik yang berlipat ganda bagi
orang-orang beriman dan berbuat baik, orang-orang yang mau
mencari keridhaan Allah dan mau meniti jalan yang selamat baik di
dunia maupun di akhirat. Dan ancaman akan menerima hukuman
36
yang setimpal bagi orang-orang kafir dan berbuat jahat atau
maksiat (Athaillah, 2009: 32-33).
Isi kandungan al-Qur’an yang utama dan terpenting adalah tentang
akidah, yang lazimnya juga disebut dengan istilah ushul al-din, ilmu kalam
dan terutama tauhid atau lengkapnya tauhidullah (pemahaesaan Allah).
Begitu penting kedudukan akidah dalam islam dan karena mudahnya
dipahami dalam al-Qur’an yang di dalamnya terdapat sekitar 136 ayat al-
‘aqaid, itu menempatkan akidah sebagai topik pembahasan yang paling
asasi (Amin Suma, 2013: 93). Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah
QS. Al-Ikhlas ayat 1-4:
مد الل ( ۱) حد ه ا قل هو الل ا احد ( ٣) لم يلد ولم يولد ( ٢) ه الص ولم يكن له كفوا
(٤)
Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa, Allah
tempat meminta segala sesuatu, (Allah) tidak beranak dan tidak
pula diperanakkan, Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan
Dia” (Departemen Agama, 2009: 814).
2. Hadits
Hadits secara bahasa berarti baru, berita, kabar. Sedangkan secara
istilah, hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad, baik yang berupa perkataan, taqrir (pengakuan atau
ketetapan), ataupun sifat (Ghufron dan Rahmawati, 2013: 1). Sedangkan
ulama hadits mendefinisikan hadits sebagai sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi baik berupa diucapkan, diperbuat, ditaqrirkan dan keadaan
Nabi (Suryadilaga, 2018: 138).
Hadits yang berkaitan dengan aqidah adalah sebagai berikut:
37
ني عن اليمان، قال: أن تؤمن بالله،ومالئكته،وكتبه ورسله،واليوم قال: فأخبر
ه قال: صدقت )رواه مسلم( الخر،وتؤمن بالقدر خيره وشر
Artinya: “Dia (Jibril AS) berkata, Wahai Muhammad beritahukan
kepadaku apa itu iman? Dia (Muhammad) berkata, Iman adalah engkau
percaya kepada Allah, dan malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, Rasul-
rasulNya, dan hari akhir (kiamat), dan engkau percaya terhadap ketetapan
Allah yang baik maupun yang buruk. Dia (Jibril AS) berkata, engkau
benar” HR. Muslim (Imam an Nawawi, 2007: 7).
Aqidah yang lurus pada dasarnya merupakan fitrah manusia yang
Allah anugerahkan secara universal, terbukti bahwasanya hati nurani
manusia dapat menentukan ukuran baik dan buruk sebab Allah
memberikan potensi dasar (fitrah) kepada manusia berupa tauhid dan
kecerdasan. Namun, manusia dapat menyimpang dari fitrah tersebut
karena pendidikan aqidah yang salah dari orang tua mereka. Seperti halnya
hati nurani dan akal adalah kebiasaan (tradisi) tidak bisa dijadikan acuan
aqidah secara mutlak. Kecuali disandingkan dan diukur dengan kebenaran
Al-Qur’an dan hadits karena standar ini juga bersifat relatif dan nilainya
paling rendah dibandingkan dengan kedua standar sebelumnya yaitu Al-
Qur’an dan hadits (Naufal, 2016: 26-28).
3. Ruang Lingkup Pendidikan Aqidah
Di dalam buku Kuliah Aqidah Islam (Yunahar Ilyas, 1992: 5), ruang lingkup
pendidikan aqidah adalah hal-hal yang mencakup materi-materi pendidikan aqidah.
Adapun ruang lingkup pendidikan aqidah menurut Hasan Al Banna adalah sebagai
berikut:
1. Illahiyyat
38
Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah
seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah, af’al (perbuatan) Allah
dan lainnya
2. Nubuwwat
Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan
Rasul, termasuk kitab-kitab Allah, mu’jizat, karomah dan lain sebagainya
3. Ruhaniyyat
Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam
metafisik seperti malaikat, jin, iblis, setan, roh dan lain sebagainya
4. Sam’iyyat
Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat
sam’i (dalil naqli berupa Al-Qur’an dan Sunnah) seperti alam barzakh, akhirat,
azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga, neraka dan lain sebagainya (Naufal,
2016: 30-31).
4. Fungsi dan Peranan Pendidikan Aqidah
Aqidah merupakan dasar dan fondasi yang utama dalam kehidupan manusia,
karena hal tersebut berkaitan dengan tingkat keimanan seseorang. Jika seseorang
memiliki iman atau aqidah yang kuat pasti kehidupannya akan baik, dalam segi
ibadahnya, akhlaknya, muamalahnya maupun dalam lingkungannya. Sehingga aqidah
berfungsi sebagai fondasi dan penopang kehidupan manusia. Karena jika aqidah
seseorang kuat maka semakin kuatlah keislaman seseorang, akan tetapi jika aqidah
seseorang lemah maka lemah pula tingkat keislaman seseorang.
Adapun fungsi dan peranan aqidah adalah sebagai berikut:
1. Menuntun dan mengembangkan dasar ketuhanan yang dimiliki manusia sejak
lahir.
39
Manusia sejak lahir telah memiliki keberagaman (fitrah) sehingga sepanjang
hidupnya manusia membutuhkan agama dalam rangka mencari keyakinan
terhadap Tuhan. Aqidah islam berperan memenuhi kebutuhan fitrah manusia
tersebut, menuntun dan mengarahkan manusia kepada keyakinan yang benar
tentang Tuhan, tidak menduga-duga atau mengira-ngira, melainkan menunjukkan
Tuhan yang sebenarnya
2. Memberikan ketenangan dan ketentraman jiwa
Agama sebagai kebutuhan fitrah manusia akan senantiasa menuntut dan
mendorongnya untuk terus mencarinya. Aqidah memberikan jawaban yang pasti
sehingga kebutuhan rohaniahnya dapat terpenuhi sehingga ia memperoleh
ketenangan dan ketentraman jiwa yang diperlukannya
3. Memberikan pedoman hidup yang pasti
Keyakinan terhadap Tuhan yang diberikan akidah islam memberikan arahan
dan pedoman yang pasti, sebab akidah menunjukkan kebenaran keyakinan yang
sesungguhnya. Akidah memberikan pengetahuan dari mana manusia datang,
untuk apa hidup dan kemana manusia akan pergi sehingga kehidupan manusia
akan lebih jelas dan lebih bermakna (Luthfiah dan Mujahidin, 2011: 17-18).
5. Tingkatan Akidah
Akidah atau iman yang dimiliki oleh seseorang tidak selalu sama bobot dan
tingkatannya dengan iman yang dimiliki oleh orang lain. Akidah memiliki tingkatan-
tingkatan tertentu tergantung kepada upaya orang itu sebab iman pada dasarnya
berkembang. Iman bisa tumbuh subur atau sebaliknya. Jika tidak dipelihara, iman
akan berkurang, mengecil atau hilang sama sekali (Luthfiah dan Mujahidin, 2011:
19).
40
Menurut Abd. Rachman Assegaf (2005: 46-47) melihat proses terbentuknya
akidah dalam diri seseorang dapat kita ketahui bahwa akidah memiliki beberapa
tingkatan. Tingkatan akidah ada empat macam, antara lain:
1. Tingkat taqlid (ragu)
Yaitu orang yang berakidah karena ikut-ikutan saja, tanpa didasari atas
pendirian yang mantap. Biasanya hal ini disebabkan karena pengetahuannya
tentang masalah ketuhanan yang kurang, sementara ia tidak berupaya untuk
meningkatkan pengetahuannya
2. Tingkat yakin
Yaitu orang yang berakidah dengan pengetahuannya serta mampu
menunjukkan bukti, alasan (dalil) atas keyakinannya tersebut, namun belum
mampu merasakan hubungan yang kuat dan mendalam antara objek dengan bukti
yang didapatnya. Sehingga tingkat ini masih bisa goyahkan dengan argumen lain
yang lebih rasional dan mendalam. Atau keyakinan yang didasarkan kepada
pengetahuan semata, seperti firman Allah dalam surat At-Takatsur ayat 5:
(۵) كال لو تعلمون علم اليقين
Artinya: “Janganlah begitu jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang
yakin” (Departemen Agama RI, 2009: 759).
3. Tingkat ‘ainul yakin
Yaitu orang yang berakidah atau meyakini sesuatu secara mendalam, rasional
dan ilmiah, sehingga ia mampu menemukan hubungan antara objek dengan
buktinya. Pada tingkat seperti ini, ia rasional dan ilmiah. Atau keyakinan yang
didasarkan kepada penglihatan rohani yang disebut ‘ain al-basirah (melihat
dengan mata kepala sendiri sehingga menimbulkan keyakinan yang kuat).
Sebagaimana Allah berfirman dalam surat At-Takatsur ayat 7:
41
(۷) ثم لترونها عين اليقين
Artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan
‘ainul yaqin” (Departemen Agama RI, 2009: 759).
4. Tingkat haqqul yakin
Yaitu tingkat tertinggi dari capaian akidah atau keyakinan seseorang, karena
bukan saja telah mampu menemukan hubungan antara objek dengan hatinya,
mendalami masalah ketuhanan secara mendalam, rasional dan ilmiah, melainkan
telah merasakan melalui pengalaman keberagaman, penghayatan dan pengamalan
ajarannya. Atau berkeyakinan didasarkan pada pengetahuan dan penglihatan
rohani. Orang yang memiliki akidah pada tingkat ini tidak akan tergoyahkan dari
sisi manapun, ia akan berani berbeda dengan orang lain sekalipun hanya seorang
diri, ia akan berani mati untuk membela akidah itu sekalipun tidak seorangpun
yang mendukung atau menemaninya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-
Haqqah ayat 51:
( ۱۵) وإنه لحق اليقين
Artinya: “Dan sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar kebenaran yang
diyakini” (Departemen Agama RI, 2009: 322).
6. Metode Pengajaran Pendidikan Aqidah
Chabib Thoha dkk (1999: 95-97) mengatakan bahwa setiap pengajaran
diperlukan metode-metode agar tujuan pendidikan dapat dicapai dengan baik.
Diantara metode-metode pengajaran pendidikan aqidah antara lain: Metode ceramah,
metode cerita , metode tanya jawab, metode widya wisata, metode bermain peran,
metode demonstrasi, metode latihan sosio drama, metode diskusi. Metode-metode
tersebut yang paling banyak dipakai dalam pengajaran akidah islamiyah adalah
42
metode cerita, ceramah dan tanya jawab, disamping metode sosio drama, metode
demonstrasi, metode bermain peran, yaitu:
a. Metode bercerita dicantumkan sebagai alternatif pada hampir semua pokok
bahasa, karena selain aspek kognitif, tujuan bidang studi ini adalah aspek
afektif yang secara garis besar berupa tertanamnya akidah islamiyah dan
pengamalannya dalam kehidupan sehari-hari yang memiliki nilai-nilai akhlak
yang mulia. Contoh: Luqman Hakim dengan putranya, dimana seorang ayah
mengajarkan akidah islamiyah kepada putranya dengan bersyukur kepada
Allah Swt, jangan syirik (menyekutukan) Allah Swt dan bersyukur kepada
ayah dan ibu dengan berbakti atau tawadhu’ kepada kedua orang tuanya
b. Metode ceramah merupakan metode mau’idhoh hasanah dengan bi lisan agar
dapat menerima nasihat-nasihat atau pendidikan yang baik. Seperti yang
dilakukan Nabi Muhammad saw kepada umatnya, yaitu untuk beriman kepada
Allah Swt dan Rasulullah Saw
c. Metode tanya jawab, bertujuan agar anak didik memiliki kemampuan berpikir
dan dapat mengembangkan pengetahuan yang berpangkal pada kecerdasan
otak dan intelektualitas. Ini merupakan tujuan dalam aspek kognitif. Di dalam
pengajaran aqidah islamiyah dapat dicontohkan, seperti: dialog atau tanya
jawab antara nabi Ibrahim as dengan umatnya. Dengan cara seperti itu akan
menghasilkan nilai-nilai yang berhubungan dengan tingkah laku
Di samping ketiga metode tersebut, dalam pokok bahasan dan tujuan
yang sesuai, ada metode sosio drama, metode demonstrasi dan metode
bermain peran. Adapun penggunaan metode-metode tersebut, antara lain:
d. Metode sosio drama, dipergunakan dalam pokok bahasan:
1) Adat di sekolah, mengunjungi orang sakit, ta’ziyah dan ziarah kubur
43
2) Kisah Siti Masyithoh, Abu Bakar ash Shiddiq, Umar bin Khottob dan
lain sebagainya
e. Metode demonstrasi, dipergunakan dalam pokok bahasan:
1) Sifat-sifat Allah Swt, sifat-sifat Rasulullah Saw
2) Praktik shalat, manasik haji
3) Akhlak terpuji, akhlak tercela dan sebagainya
f. Metode bermain peran, dipergunakan dalam pokok bahasan:
1) Berbakti kepada ayah dan ibu
2) Adab makan dan minum
3) Adab kepada guru, orang yang tua, teman dan sebagainya (Chabib
Thoha dkk, 1999: 95-97).
Metode mempunyai peran yang sangat penting dalam proses
pendidikan. Pada hakikatnya semua metode itu baik, hanya saja tergantung
yang menerapkan dan menggunakan. Karena setiap orang pasti memiliki
kemampuannya masing-masing dalam menerapkan metode. Sehingga
apapun metodenya asalkan bisa dan mampu menerapkan maka itu sudah
termasuk berhasil.
B. Pokok pendidikan aqidah dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 186 dan Q.S. An-Nisa’
ayat 80
1. Pokok pendidikan aqidah dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 186
Dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 186 menjanjikan pengabulan doa bagi yang
benar-benar berdoa, dan bahwa yang berdoa hendaklah memperkenankan
tuntunan Allah SWT. dan percaya kepada-Nya. Doa bukan sekedar ucapan dengan
mengangkat tangan menengadah ke langit, tetapi doa adalah permohonan terucap
atau tidak yang dipanjatkan dengan tulus, sambil menampakkan kebutuhan
44
dengan “mendesak” kepada Allah SWT. disertai dengan pengagungan kepada-
Nya dan dengan adab-adab doa lainnya (M. Quraish Shihab, 2012: 59).
Seorang hamba harus meminta dan tidak boleh berputus asa dalam berdoa,
seorang hamba harus senantiasa memohon dan tidak berhenti dalam
melakukannya. Kemurahan Allah itu sangat luas, pemberian-Nya sangat banyak
dan karunia-Nya sangat besar.
Karena salah satu sarana takarub (taqarrub) hamba kepada Allah merupakan
fenomena doa, selain dengan pernyataan bagian peraturan islam yang agung yang
dibahas pada ayat-ayat sebelumnya, ayat ini pun menyoroti pokok persoalan ini.
Fenomena ini merupakan sebuah proses umum bagi setiap pendoa dan bagi orang-
orang yang ingin dekat dengan Allah. Alasannya, ruh setiap ibadah adalah
memperoleh kedekatan kepada Allah dengan cara rintihan dan tangisan hati yang
tulus (Allamah Kamal Faqih Imani, 2003: 89-90).
Dalam tafsir Al-Mishbah menjelaskan bahwa Allah begitu dekat kepada
manusia dan manusia pun dekat kepada-Nya, karena pengetahuan tentang wujud
Allah melekat pada fitrah manusia, bukti-bukti wujud dan keesaan-Nya pun
terbentang luas. Berbeda dengan pengetahuan tentang hal-hal lain yang
dipertanyakan, seperti mengapa bulan pada mulanya terlihat berbentuk sabit,
kemudian sedikit demi sedikit membesar lalu mengecil dan hilang dari
pandangan, demikian pula dengan pertanyaan-pertanyaan yang lain. Kalimat
seorang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku menunjukkan bahwa bisa
jadi ada seseorang yang bermohon tetapi dia belum lagi dinilai berdoa oleh-Nya.
Yang dinilai-Nya berdoa antara lain adalah yang tulus menghadapkan harapan
hanya kepada-Nya, bukan kepada selain-Nya, bukan juga yang menghadapkan
45
diri kepada-Nya bersama dengan selain-Nya. Ini dipahami dari penggunaan kata
kepada-Ku (Quraish Shihab, 2000: 382).
Kekuasaan Allah sangat besar dan karunia-Nya sangat luas sekali. Maka Allah
memerintahkan agar berdoa kepada-Nya agar tidak menimbulkan rasa sombong,
sebab seseorang yang tidak mau dan enggan berdoa kepada Yang Maha
Menciptakan berarti ia merasa mampu melakukan segalanya sendiri tanpa bantuan
dari orang lain maupun bantuan dari Allah Yang Maha Penolong. Padahal jika
seorang hamba berdoa kepada Allah, maka Allah pasti akan mengabulkan apapun
yang diminta. Hanya saja persoalan waktu, kapan Allah akan mengabulkan doa
tersebut. Seorang hamba hanya perlu berusaha atas apa yang ia minta. Allah hanya
ingin mengetahui seberapa jauh dan seberapa kerja kerasnya ia dalam berusaha
untuk mewujudkan apa yang ia minta kepada Allah. Maka dari itu Allah
menjelaskan bahwa Allah mengabulkan doa seseorang yang berdoa dengan
sungguh-sungguh dengan penuh keyakinan. Sarana untuk mencapai sesuatu salah
satunya adalah dengan berdoa. Tidak cukup dengan berdoa saja, harus ada usaha
yang sungguh-sungguh. Salah satunya yaitu dengan menjalankan apa yang
diperintahkan oleh Allah dan apa yang dilarang oleh-Nya.
Dalam ayat tafsir Nurul Qur’an, ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad
Saw. bahwa apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu mengenai Aku
(katakanlah kepada mereka) sesungguhnya Aku dekat...” “Aku lebih dekat
(kepada mereka) daripada yang mereka perkirakan”. Aku lebih dekat kepada
kalian daripada kalian kepada diri kalian sendiri dan lebih dekat daripada urat nadi
kalian. Di bagian lain dalam Al-Qur’an, Allah berfirman mengenai manusia
sebagai berikut, ...dan Kami lebih dekat darinya daripada urat lehernya (Q.S.
Qaf: 16). Kemudian ayat tersebut meneruskan, ...Aku mengabulkan permohonan
46
orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka
(harus) mendengarkan seruan-Ku, dan beriman kepada-Ku, agar mereka selalu
berada dalam kebenaran (Faqih Imani, 2003: 90). Seorang hamba tidak perlu
ragu dan khawatir akan kedekatan Allah, karena Allah selalu bersama dengan para
hamba-Nya. Meskipun seseorang pergi jauh ke seluruh penjuru dunia, Allah tetap
bersamanya. Allah mengetahui apapun yang dilakukan seorang hamba dan apapun
yang diminta seorang hamba meskipun hanya dalam hati.
Dari beberapa pendapat mufassir tersebut bahwa pokok pendidikan aqidah
dalam QS. Al- Baqarah ayat 186 adalah:
a. Keyakinan dalam berdoa
Berdoa adalah memohon atau meminta terhadap sesuatu yang ia hajati
dan berhasrat untuk memperolehnya. Karenanya orangpun berusaha yang
dilakukan. Demikian halnya dengan berdoa, terkabul dan tidak terkabulnya
doa itu tergantung dari kesungguhan kita dalam memanjatkan doa itu
sendiri. Serta keyakinan kita terhadap Allah Swt.
Kita semua tahu bahwa apapun yang kita peroleh ataupun hasil yang
kita capai, semua itu tergantung dari kesungguhan kita dalam
memanjatkan doa itu sendiri. Serta keyakinan itu terhadap Allah SWT
bahwa tiap-tiap doa yang kita panjatkan pasti dikabulkan oleh-Nya. Dalam
sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Turmudzi, Hakim dan Ibnu Majah
juga mengatakan bahwa:
ل أدعوا الله وأنتم موقنون بالجا بة واعلموا أن الله ل يستجيب دعاءا من قلب غاف
(له )رواه الترمذى
“Rasulullah Saw. bersabda, ‘Berdoalah kepada Allah dengan penuh
keyakinan bahwa Allah akan mengabulkannya. Dan ketahuilah bahwa
Allah tidak akan mengabulkan doa yang lahir dari hati yang lalai dan
tidak khusyu’.” (HR. Tirmidzi)
47
Dari hadis tersebut tegaslah bahwa Allah Swt. tidaklah akan
mengijabahi doa mereka yang hatinya diliputi dengan keraguan. Dan
sebaliknya orang yang senantiasa sungguh-sungguh dalam berdoa dan
teguh dalam keyakinan. Maka sudah pasti Allah akan memperkenankan
doanya tersebut. Sebab Allah tidak akan pernah mengingkari janji-Nya
(Al-Hazza, TT: 24-25).
Doa berarti memohon bantuan Allah swt atau harapan atas rahmat-
Nya. Dalam pengertian sehari-hari berdoa berarti permintaan manusia
kepada Allah yang menciptakannya. Atau dengan kata lain berdoa berarti
permohonan makhluk terhadap khalik. Doa merupakan permohonan
manusia kepada Allah karena ingin terlepas dari kesulitan atau harapan
atas pertolongan (Aminuddin, 2000: 35).
(Nawawi, 2010: 502) Perlu ditekankan bahwa berdoa itu harus dengan
keyakinan dan sepenuh hati, salah satu hadits yang menjelaskan hal ini
adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.,
ادعوا الله وأنتم موقنون بالجا بة واعلموا أن الله ل يستجيب دعاءا من قلب
لترمذى(غافل له )رواه ا
“Rasulullah Saw. bersabda, ‘Berdoalah kepada Allah dengan penuh
keyakinan bahwa Allah akan mengabulkannya. Dan ketahuilah bahwa
Allah tidak akan mengabulkan doa yang lahir dari hati yang lalai dan
tidak khusyu’.” (HR. Tirmidzi).
Dalam tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat yang memotivasi
untuk berdoa ini diselipkan diantara hukum-hukum puasa sebagai petunjuk
agar bersungguh-sungguh dalam berdoa setelah menyelesaikan jumlah hari
dalam sebulan, bahkan pada setiap kali berbuka (Ar-Rifa’i, 2009: 294).
Dalam ayat sebelumnya menjelaskan tentang hukum puasa,
sehingga setelah satu hari tidak makan, tidak minum, menjauhi maksiat
48
maka diwajibkan berbuka yang diawali dengan berdoa. Salah satu doa
yang pasti dikabulkan adalah doanya orang yang berpuasa. Jadi seseorang
yang berdoa meskipun tidak puasa harus berdoa dengan penuh keyakinan
bahwa doanya pasti dikabulkan sama halnya dengan doanya orang yang
puasa, ia memiliki keyakinan bahwa doanya pasti dikabulkan oleh Allah.
Maka Allah memerintahkan rasul-Nya agar memberi kabar kepada hamba-
hamba-Nya bahwa Dia Maha Mendengar, Maha Dekat, lagi Maha
Mengabulkan, Dia Maha Mendengar semua doa, mengabulkan setiap
permintaan, menghilangkan kesusahan, menyingkirkan duka cita,
menjauhkan kesulitan, menjawab tuntutan, dan mengetahui setiap keadaan
mereka (Al-Qarni, 2008: 143). Karena satu-satunya penolong adalah
Allah, yang mengetahui segala sesuatu yang ada di muka bumi sehingga
meskipun seseorang yang berdoa hanya dalam hati saja, Allah sudah pasti
mengetahui dan mendengar meskipun dari lubuk hati yang paling dalam.
Firman-Nya: ( فليستجيبولي) hendaklah mereka memenuhi (segala
perintah)-Ku, mengisyaratkan bahwa yang pertama dan utama dituntut
dari setiap yang berdoa adalah memenuhi segala perintah-Nya. Ayat
tersebut memerintahkan agar percaya kepada-Nya ( واليؤمنوبي) ini bukan
saja mengakui keesaan-Nya, tetapi juga percaya bahwa Dia akan memilih
yang terbaik untuk si pemohon. Dia tidak akan menyia-nyiakan doa itu,
tetapi bisa jadi Allah memperlakukan si pemohon seperti seorang ayah
kepada anaknya. Sekali memberi sesuai permintaannya, di kali lain
diberinya yang tidak dia mohonkan tetapi lebih baik untuknya, dan tidak
jarang pula Allah menolak permintaannya, namun memberi sesuatu yang
lebih baik di masa mendatang. Kalau tidak di dunia, maka di akhirat kelak.
49
Bukankah ayah yang baik tidak memberi sesuatu yang merugikan anaknya
walau sang anak mendesak? Oleh karena itu, percayalah kepada Allah
sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw. “Berdoalah kepada Allah
disertai dengan keyakinan penuh bahwa Allah akan memperkenankan”
(Quraish Shihab, 2000: 383).
Berdoa tidak cukup hanya dengan menengadah tangan keatas,
perlu disertai tindakan yang merupakan usaha dalam menggapai doa
tersebut dan juga disertai dengan keyakinan dan kepercayaan bahwa Allah
pasti akan memberikan yang terbaik dengan menyerahkan dan tawakkal
kepada Allah. Perlunya yakin adalah agar berharap hanya kepada-Nya
bukan berharap kepada selain-Nya, karena jika berharap kepada selain-
Nya yang timbul hanyalah rasa ragu dan kecewa. Sehingga dalam berdoa
diperlukan rasa yakin agar hatinya hanya terpaut kepada Allah semata.
Az- Zindani dkk (2006: 115), Orang yang berdoa dan beristighatsah
tidaklah berakal kecuali bila dia berdoa kepada dzat yang bisa
mendengarkannya, dan mendengar dari selain dirinya di setiap waktu,
tempat dan dengan berbagai bahasa. Dia juga tidak berakal kecuali jika dia
berdoa kepada yang diyakininya mampu mengabulkan doanya,
melepaskan penderitaannya dan memenuhi kebutuhannya dengan jalan
yang tidak diketahui dan dengan kemampuan yang luar biasa dalam
mengubah keadaan. Dan tidak mungkin ada yang mampu kecuali Allah.
Tidak mungkin itu dimampui oleh seorangpun dari makhluk-Nya, baik
yang hidup maupun yang mati. Barangsiapa yang meyakini bahwa selain
Allah ada yang mampu melakukan itu semua, lalu dia berdoa kepadanya,
maka dia telah terjerumus dalam kemusyrikan.
50
Berdoa sebagai media untuk mengajukan berbagai macam permohonan
kepada Allah yang di dalamnya terdapat beberapa keutamaan. Diantara
keutamaan dalam berdoa, yaitu:
1) Sebagai alat komunikasi dengan Allah swt
Seseorang yang berdoa akan menghindarkan diri dari
sifat lupa terhadap penciptanya dan penyakit sombong serta
takabur sehingga ia tidak enggan untuk minta tolong apa yang
telah diusahakan
2) Sebagai alat mendekatkan dan menyandarkan diri kepada Allah
Berdoa berkomunikasi, semakin sering dilakukan
semakin sering pula berkomunikasi sehingga antara hamba dan
khaliknya semakin dekat
3) Doa sebagai inti ibadah
Selain segala aktifitas kehidupan disandarkan pada-Nya,
juga selalu memanjatkan doa agar apa yang dilakukan (amal)
dapat diterima sebagai ibadah mahdah maupun ghairu mahdah.
Agar usahanya dapat berhasil dengan baik, islam
memerintahkan agar berdoa, karena doa merupakan inti ibadah
(Aminuddin, 2000: 37).
b. Beriman kepada Allah
Rukun iman pertama adalah beriman kepada Allah swt. Inilah ajaran
paling pokok yang mendasari seluruh ajaran islam. Mengenal Allah swt
dapat ditempuh melalui dua jalur, yaitu: Pertama, dengan menggunakan
akal pikiran untuk memeriksa dan memikirkan secara teliti apa yang
51
diciptakan Allah. Kedua, dengan mengerti nama-nama dan sifat-sifatNya
dalam Al-Qur’an (Chirzin, 2015: 37).
Beriman kepada Allah merupakan keharusan dan menjadi hal yang
paling utama dalam kehidupan seorang muslim. Dalam beriman hal
pertama yang harus dilakukan adalah mengucapkan dua kalimat syahadat
yang dapat menandakan bahwa seseorang telah beriman kepada Allah
dengan mengakui bahwa Allah adalah Tuhannya dan Muhammad adalah
utusan-Nya. Dengan begitu setelah mengucapkan dua kalimat syahadat
maka setelahnya seorang hamba menjalankan kewajibannya sebagai
seorang hamba dengan menjalankan perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya.
Manusia wajib beriman kepada Allah swt. jika manusia sedikit
berpikir, niscaya ia mendapati bahwa Allah yang telah menciptakan
dirinya, telah memberinya sarana-sarana untuk mempelajari seluruh ilmu
agama dan dunia. Tanpa sarana-sarana itu, ia tidak mungkin mendapatkan
ilmu sedikitpun. Diantaranya bentuk syukurnya kepada Allah swt yang
paling utama adalah menggunakan sarana-sarana ilmu yang telah
dikaruniakan kepada kita untuk mengenal-Nya. Tanpa mengenal
penciptanya, manusia tidak akan bisa mengikuti petunjuk-Nya yang akan
memberikan kebahagiaan di dunia dan di akhirat, sehingga ia kelak
termasuk golongan orang-orang yang merugi. Karena itu, kewajiban
manusia yang pertama adalah mengenal Allah swt (Az- Zindani dkk, 2006:
33).
2. Pokok pendidikan aqidah dalam Q.S. An-Nisa’ ayat 80
52
Aqidah merupakan suatu keyakinan atau kepercayaan yang menerapkan
bahwa Allah itu Esa, pencipta, dan pengatur alam semesta dengan segala isinya.
(Shadiq Salahuddin, 1993:46).
Hafid, (1998: 109) Aqidah merupakan materi pertama yang harus diberikan
kepada anak dalam rangka merealisasikan pendidikan dalam sebuah keluarga
yang agamis. Materi ini mencapai enam aspek, yaitu : Iman kepada Allah, kepada
Malaikat Allah, kepada Kitab Allah, kepada Rasul Allah, kepada hari akhir dan
kepada ketentuan yang telah dikehendaki Allah. Iman lebih awal harus sudah
ditanamkan pada diri anak sejak masa pertumbuhannya. Hal ini penting agar
pertumbuhan dan perkembangannya selalu berada di bawah kendali iman yang
telah dimilikinya. Dengan terbentuknya aqidah pada anak di usia dini, akan lebih
mempermudah masuknya ingatan-ingatan yang agamis yang dilakukan secara
nyata oleh kedua orang tuanya.
Dalam upaya menanamkan nilai keimanan pada diri anak memerlukan
kesabaran dan ketekunan. Iman merupakan hal yang ghaib sehingga sukar
ditangkap dalam panca indera. Sedangkan anak, menurut teori perkembangan,
baru dapat berpikir secara abstrak setelah mencapai usia kira-kira 11 tahun. Oleh
karena itu penanaman nilai-nilai keimanan pada diri anak memerlukan kesabaran
dan ketekunan dari orang tua maupun para pendidik. Memahami perkembangan
anak dan spiritualnya dalam mewujudkan keimanan, adalah sebuah landasan
utama bagi berjalannya nilai-nilai keimanan yang telah ada dan diketahui sesuai
dengan daya tangkap anak terhadap realitas wujud keimanan secara nyata (Hafid,
1998: 110).
Pendidikan aqidah menjadi pendidikan dasar dan prioritas yang diberikan
sejak usia anak-anak, ketika pribadi mereka masih mudah dibentuk dan mereka
53
masih lekat dengan kultur kehidupan keluarga Bapak dan Ibu menjadi pilar utama
dan pendidik bagi anak-anaknya.
سول فقد اطاع الله ) ك ن فما ارسل ( أعرض عن طاعته فال يهمنك )ىومن تول من يطع الر
ا وإلينا عليهم حفيظا اا لعمالهم بل نذيرا القتال امرهم فنجازيهم وهذا قبل المر ب ( حاف
(Kitab Tafsir Alqur’an ‘Adzim (Tafsir Jalalain) karangan Imam Jalaluddin Juz 1-2
hlm. 82).
Dalam tafsir Jalalain tersebut, Jalaluddin dalam bukunya Tafsir Jalalain (terjemah
Abu Firly, 2018: 233) menjelaskan bahwa (Barangsiapa menaati Rasul itu,
sesungguhnya ia telah menaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling) artinya
tak mau menaatinya, maka bukan menjadi urusanmu (Maka Kami tidaklah
mengutusmu sebagai pemelihara) atau penjaga amal-amal perbuatan mereka,
tetapi hanyalah sebagai pemberi peringatan sedangkan urusan mereka terserah
kepada Kami dan Kami beri ganjaran dan balasannya. Ini sebelum datangnya
perintah berperang. Allah SWT menggambarkan tentang hamba dan rasulnya
Muhammad Saw, bahwa barangsiapa yang taat kepadanya, berarti ia taat kepada
Allah. Dan barangsiapa yang maksiat atau ingkar kepadanya maka ia ingkar
kepada Allah. Hal itu disebabkan karena wahyu bukan karena nafsu nabi
muhammad Saw. Rasulullah bukan hanya bertanggung jawab menyampaikan
perintah-perintah ilahi, beliau juga menjadi hakim dan pemimpin masyarakat
islam sehingga menaati rasulullah sejajar dengan mengikuti perintah Allah.
Perintah menaati Rasul tersebut datang sebelum perintah untuk berperang.
Karena dalam ketaatan tentunya ada yang patuh dan tunduk ada juga sebaliknya
yang memberontak. Orang-orang kafir sudah pasti tidak akan taat, sehingga
mereka akan memberontak, dan jika hal tersebut terjadi Allah memerintahkan
54
agar tawakkal kepada-Nya. Sehingga Allah juga memerintahkan agar berperang di
jalan Allah, maka Allah akan menjadi penolong bagi orang-orang yang taat.
Point penting yang patut diperhatikan, ayat ini menyatakan bahwa Rasullulah
saw didepan masyarakat menerima kebenaran dan melaksanakannya, sekalipun
beliau merupakan pemimpin masyarakat. Tanggung jawab beliau hanya
mengarahkan dan memimpin masyarakat bukan memaksa mereka melaksanakan
perintah-perintah ilahi.
Dari beberapa pendapat mufassir tersebut bahwa pokok pendidikan aqidah
dalam Al-Qur’an pada Surat An-Nisa’ ayat 80 yaitu:
a. Taat kepada Rasul
Rasul berasal dari bahasa Arab, rasuul yang artinya utusan. Kata
jamaknya rusul yang artinya para utusan. Menurut istilah, rasul adalah
seorang laki-laki mulia yang menerima wahyu dari Allah untuk diamalkan
sendiri dan disampaikan kepada umatnya. Apabila wahyu yang diterima
dari Allah hanya untuk dirinya sendiri disebut Nabi. Iman kepada Rasul
artinya mempercayai bahwa Rasul adalah orang diutus dan ditugaskan
Allah untuk menyampaikan ajarannya kepada umatnya untuk dijadikan
pedoman hidup. Kepatuhan dan ketaatan kepada rasul diperintahkan dalam
ajaran islam. Bahkan diperintahkan agar selalu menjalankan dan meyakini
kebenaran risalah yang dibawanya. Setiap orang wajib mempercayai
sepenuh hati para rasul yang telah dinyatakan dalam Al-Qur’an dan Hadis
serta wajib diyakini pula bahwa mereka memperoleh wahyu dan
terpelihara dari dosa, perbuatan dari dosa, perbuatan tercela, dan dari
cacat-cacat rohani dan jasmani lainnya (Aminuddin, 2000: 108-109).
55
Iman kepada Nabi dan Rasul berarti mempercayai dan meyakini bahwa
Rasul itu benar-benar diangkat oleh Allah swt sebagai utusan-Nya, dengan
membawa ajaran kebenaran yang akan menuntun umat manusia menuju
jalan keselamatan, baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, kita
wajib mengikuti ajaran-ajaran yang telah dibawa oleh para rasul agar
kehidupan kita akan selamat di dunia maupun di akhirat. Di samping itu,
dalam diri para rasul itu terdapat teladan yang sangat perlu untuk kita
terapkan dalam kehidupan sehari-hari (Abdul Wahid, 2008: 20).
Rasul membawa risalah yang baik yang harus disampaikan kepada
umatnya. Risalah tersebut dapat berupa aqidah, akhlak, syariah, ibadah dan
lain sebagainya. Sehingga risalah yang dibawa Rasul harus diikuti dan
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Rasul tidak mungkin membuat
umatnya salah jalan menuju jalan Allah sebab Rasul sebagai teladan yang
baik bagi umatnya.
Penjelasan Allah SWT. yang tercantum dalam tafsir Ibnu Katsir bahwa
barangsiapa yang menaati hamba dan Rasul-Nya yaitu Muhammad Saw.
maka sesungguhnya dia telah menaati Allah. Dan barangsiapa
mendurhakainya berarti dia mendurhakai Allah. Ibnu Abi Hatim
meriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Saw.
bersabda (787), ”Barangsiapa taat kepadaku berarti dia menaati Allah,
barangsiapa menaati amirku berarti dia menaatiku. Dan barangsiapa
mendurhakai amir berarti dai mendurhakaiku.” Dalam sahihain, hadits ini
diterima dari al A’masy (Ar-Rifa’i, 2009: 756). Kata mengikuti dalam
bahasa arab diterjemahkan “Ittaba”. Ittiba adalah bentuk masdar dari kata
kerja Ittiba`a-yattabi`u, yang bermakna menyusul, mencari-cari, mengikuti
56
yang dibelakang, mengulangi, meneladani dan meniru Ittiba`ur Rasul
berarti mengikuti Rasulullah saw. Hal ini menjelaskan bahwa mengerjakan
perintah nabi baik yang wajib dan yang sunnah dan juga larangannya.
Seperti halnya ulil amri yaitu orang yang mengurusi kepentingan umat,
menaati perintah ulil amri dalam rangka taat kepada allah dan
mengharapkan pahala yang ada disisinya.
Taat kepada ulil amri berarti taat kepada nabi Muhammad Saw, karena
nabi tidak pernah memerintahkan selain kepada allah sehingga barang
siapa yang taat kepada rasul maka ia taat kepada Allah. Disamping itu
Allah memerintahkan untuk mengembalikan segala permasalahan yang
diperselisihkan oleh umat kepada Allah dan Rasul-Nya, yakni taat kepada
kitab (Al-Qur`an) dan As-Sunnah, karena Al-Qur`an dan As-Sunnah
adalah hakim yang menyelesaikan segala permasalahan Khilafiyah
an(permasalahan yang diperselisihkan) baik ittu nash, peringatan maupun
pemahaman ayat. Oleh karena itu taat kepada perintah nabi sudah menjadi
pegangan umat islam dalam melakukan tindakan yang bersifat sunnah.
Sedangkan dalam tafsir Muyassar dijelaskan bahwa barangsiapa
menaati perintah Rasulullah Saw. berarti ia menaati perintah Allah Swt.
Karena Muhammad Saw. hanya sekedar menyampaikan (segala perintah
dan larangan) dari Rabb-nya. Dan barangsiapa mendustakan Rasulullah
Saw. maka Allah Swt. yang akan memperhitungkan tindakannya itu,
bukan Rasulullah Saw. sendiri, karena Rasulullah Saw. hanya
menyampaikan apa yang harus disampaikan dari Allah Swt. dan yang
berhak memberikan balasan (pahala atau siksa) adalah hanya Allah Swt
saja (Al-Qarni, 2008: 143).
57
Tugas seorang Rasul adalah menyampaikan wahyu dari Allah untuk
disampaikan kepada umatnya. Ada umat yang mau menerima wahyu
dengan lapang dada dan ada juga umat yang tidak mau patuh dan menolak
kebenaran wahyu. Apabila ada umat yang tidak mau menerima maka tugas
seorang Rasul hanya menyampaikan dan selebihnya tidak menjadi
tanggung jawab Rasul tersebut. Apabila umat yang mau menerima maka ia
harus taat atas apa yang menjadi kewajibannya sebagai seorang umat
dengan patuh dan tunduk atas apa yang diperintahkan oleh Rasul maka hal
tersebut sudah menjadi ketaatan kepada Allah.
Allah menerangkan bahwa Dia mengutus para Rasul kepada manusia
agar mereka beriman kepada Allah. Rasul memberi kabar gembira kepada
orang yang membenarkan risalahnya, bahwa mereka akan dimasukkan ke
dalam surga yang penuh kenikmatan dan kesenangan. Rasul juga memberi
peringatan kepada orang yang mendustakannya dan menolak wahyu yang
diturunkan Allah swt bahwa mereka akan dimasukkan ke dalam neraka
yang penuh azab dan siksa. Setiap hamba harus taat kepada Tuhan mereka
dengan mengikuti Rasul-Nya dan mengamalkan syariat-Nya,
membenarkan apa yang Dia turunkan dalam kitab-Nya serta meyakini
kebenaran apa-apa yang dibawa Rasul-Nya.
Mengimani rasul-rasul Allah harus berpegang teguh kepada Al-Qur’an,
yaitu untuk memperkuat keyakinan bahwa semua umat rasul Allah
diangkat dan diberi wahyu guna disampaikan kepada umatnya. Jadi
mengimani rasul Allah berarti kita telah mempercayai bahwa apa yang
mereka sampaikan benar-benar dari Allah. Adapun tanda-tanda kita
beriman kepada rasul antara lain sebagai berikut:
58
a. Menjadikan rasul sebagai teladan
b. Menjadikan hidup manusia lebih terarah dan tenteram
c. Menjadikan manusia memiliki keluhuran budi pekerti sehingga
akan bermanfaat bagi dirinya serta lingkungannya
d. Meningkatkan amal saleh dan menjauhi kemaksiatan
e. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan (Abdul Wahid dkk,
2008: 21-22).
Beriman kepada para rasul adalah salah satu rukun aqidah. Oleh karena
itu, manusia wajib beriman kepada para rasul tanpa membedakan diantara
mereka. Jika seseorang beriman kepada sebagian rasul dan tidak beriman
kepada sebagian yang lain serta membeda-bedakan di antara mereka dalam
keimanan mereka, maka dia adalah kafir (Az- Zindani dkk, 2006: 141).
C. Implementasi Pendidikan Aqidah pada Q.S. Al-Baqarah Ayat 186 dan Q.S. An-
Nisa’ Ayat 80 dalam Kehidupan Sehari-hari
1. Dalam Q.S. Al-Baqarah Ayat 186
a. Keyakinan dalam berdoa
Doa artinya memohon atau meminta pertolongan sesuatu yang baik kepada
Allah Swt. dengan mendekatkan dan merendahkan diri serta memohon ridha
dari Allah Swt. Berdoa adalah sebagian dari ibadah yang dapat dilakukan
setiap waktu dan dimana saja berada, karena Allah Maha Mengetahui dan
Maha Mendengar semua yang diminta oleh hamba-Nya (Mathroni, 2010: 3).
59
Doa merupakan otaknya ibadah, maka Allah memerintahkan kepada
manusia agar berdoa kepada-Nya dan Allah sangat melarang berdoa dan
meminta kepada selain-Nya karena hal tersebut termasuk kepada perbuatan
syirik yang berarti menyekutukan atau menduakan Allah. Berdoa (memohon)
kepada Allah SWT adalah memerlukan kesabaran dan ketekunan, oleh karena
itu bagi orang yang memohon kepada Allah hendaknya tidak perlu tergesa-
gesa untuk dikabulkan permohonannya. Allah pasti mengabulkan permohonan
hamba-Nya, karena Allah SWT. itu Tuhan yang Maha Rahman dan Rahim
serta Bijaksana. Berdoa merupakan sarana yang paling tepat bagi kita untuk
mengajukan permohonan kepada Allah, yang juga sebagai amal qauliyah yag
paling disenangi Allah. Oleh karena itu, Allah berjanji akan mengabulkan doa
bagi siapa saja yang memohon kepada-Nya, sesuai dengan tuntunan serta
petunjuk dari Allah dan Rasulullah (Amin dan Al-Fandi, 2011: 17).
Dalam melakukan suatu pekerjaan maupun amal harus diiringi dengan
keyakinan kepada Allah, keyakinan bahwa apapun yang dikerjakan akan
terasa ringan dan berhasil. Keberhasilan bukan karena kehebatan diri sendiri
dalam mencapainya akan tetapi karena Allah yang telah membuatnya menjadi
berhasil. Sehingga harus ada keyakinan agar semuanya berhasil. Apalagi
dalam berdoa harus selalu disertai dengan keyakinan bahwa Allah akan
mengabulkan permintaan dan permohonan yang diminta. Keyakinan bahwa
Allah Maha mengabulkan segala doa, akan tetapi jika apa yang kita minta
kepada Allah tidak segera dikabulkan oleh Allah maka tidak boleh putus asa
sehingga berhenti berdoa, terus memohon dan yakin bahwa Alah pasti
mengabulkan jika tidak juga dikabulkan yakin saja bahwa hal tersebut bukan
yang terbaik.
60
Agar doa dapat dikabulkan oleh Allah SWT hendaknya menggunakan
adab (tata krama). Menurut Imam Ghazali dalam buku Mathroni (2010: 10),
adab (tata krama) dalam berdoa serta implementasinya dalam kehidupan
sehari-hari, adalah sebagai berikut:
1). Berdoa dilakukan dalam keadaan yang khidmat, seperti: di saat sujud,
dengan hati yang tenang, tidak membayangkan hal-hal yang lain
2). Dengan merendahkan suara, sekedar dapat terdengar oleh telinganya
sendiri atau terdengar oleh orang yang berada di sisinya, meskipun dalam
hati tidak masalah karena meskipun hanya di dalam hati Allah pasti
mengetahui
3). Berdoa dengan hati yang khusyu’, ialah memusatkan fikiran secara bulat-
bulat kepada Allah SWT. kita berdoa sebagaimana mestinya, yakni
dengan cara yang khusyu’, doa orang yang benar-benar memohon kepada-
Nya.
4). Berdoa dengan mengulang-ulang dengan penuh keyakinan. Kita tidak
boleh cepat merasa puas apabila doa kita dikabulkan oleh Allah, atau
cepat merasa apabila doa kita belum dikabulkan. Kita harus sering
mengulang doa kepada Allah karena dengan sering mengulang dan yakin
akan kasih sayang Allah, maka Allah akan mengabulkan doa kita (Kahhar,
2007: 28).
5). Mempunyai keyakinan, bahwa doanya diterima oleh Allah. Kita berdoa
harus dengan penuh pengharapan dan keyakinan serta tak ada keraguan
sedikitpun dalam hati bahwa Allah pasti akan mengabulkan permohonan
kita
b. Beriman kepada Allah SWT.
61
Seorang muslim beriman kepada Allah Swt. yakni membenarkan
keberadaan Rabb dan bahwasanya Dia ‘Azza wa Jalla adalah pencipta langit
dan bumi, Yang Maha Mengetahui segala sesuatu yang ghaib dan yang nyata,
pemelihara dan pemilik segala sesuatu, tiada Illah (sesembahan yang berhak
diibadahi) selain Dia, tiada Rabb selain Dia dan bahwasanya Dia disifati
dengan seluruh kesempurnaan, Mahasuci dari segala kekurangan. Keimanan
dalam jiwa seorang Muslim tidak lain merupakan buah dari hidayah yang
dianugerahkan Allah Swt kepadanya, sebelum segala sesuatu yang lainnya
(Al-Jazairi, 2017: 38).
Rusyah (2009: 552-573), Adapun diantara implementasi beriman
kepada Allah dalam kehidupan sehari-hari adalah:
1). Tunduk (taat) kepada Allah
Ketundukan yaitu ketawadhu’an dan ketenangan.orang-orang
yang tunduk yaitu orang-orang yang tawadhu’ dan merasa tenang pada
Allah. Diantara sikap tunduk kepada Allah yaitu:
a) Jika keteguhannya mampu mengalahkan syahwatnya
b) Jika niatnya mampu mengalahkan kelalaiannya
c) Jika kecintaannya kepada Tuhannya mampu
mengalahkan perasaannya pada kesendirian,
keterasingan, dan kesepian
d) Berkesinambungan dalam mengecam dirinya sendiri,
membimbingnya, membersihkannya dari penyakit-
penyakitnya, membatasinya pada ketaatan dan
mengekang syahwat dan hawa nafsunya.
2). Tawakal kepada Allah
62
Tawakal kepada Allah adalah ketulusan penyandaran hati
kepada-Nya dalam segala urusan, baik itu dalam mendatangkan
manfaat kepada hamba, ataupun dalam mencegah bahaya darinya pada
urusan-urusan dunia dan akhirat. Adapun jalan menuju tawakal
(Rusyah, 2009: 57-58), yaitu:
a) Mengesakan Allah SWT dan menjernihkan hati dari berbagai
rintangan syirik sekecil apapun
b) Tidak meninggalkan amal usaha. Siapa yang meninggalkan
usaha dan mengklaim tawakal, maka tawakalnya kurang
c) Penyandaran hati kepada Allah dan ketergantungannya kepada-
Nya, serta tidak terikat pada usaha-usaha walaupun
melakukannya, tetapi dia bergantung kepada Tuhannya
d) Berbaik sangka kepada Allah dalam segala urusan dan perkara,
serta menyadari bahwa Allah mengatur orang-orang yang
beriman dan beramal saleh
e) Penyerahan diri kepada Allah, yaitu menerima pengaturan
Allah dan ridha kepada-Nya bagaimana pun keadaannya
f) Penyerahan urusan kepada Allah. yaitu penyerahan orang yang
tidak berdaya dan lemah kepada Yang Mahakuasa, Mahakuat.
3). Percaya kepada Allah
Orang yang percaya kepada Allah Swt, dia mengetahui bahwa
agama-Nyalah sebagai agama yang paling sempurna, dan syariat-Nya
adalah syariat yang paling relevan, paling besar dan terbaik, dia pun
mengetahui bahwa setiap keputusan-Nya adalah hikmah yang paling
63
tepat dan keadilan yang penuh serta rahmat yang sempurna (Rusyah
2009: 559).
Orang mukmin percaya kepada Tuhannya pada setiap keadaan,
percaya terhadap pertolongan-Nya yang pasti terwujud bagi hamba-
hamba-Nya yang beriman, dan orang yang berjihad di jalan Allah
percaya terhadap pemenuhan-Nya terhadap janji-Nya.
4). Ridha kepada Allah
Derajat ridha adalah derajat yang mulia dan sangat berharga,
maka dari itu Allah tidak mewajibkannya kepada hamba-hamba-Nya,
tetapi menganjurkan mereka untuk menggapainya (Rusyah 2009:
561). Untuk menggapai derajat ridha maka ada beberapa jalan yang
harus ditempuh, yakni:
a) Meridhai Allah sebagai Tuhan yang mengatur (Rabb),
yaitu ridha terhadap pengaturan-Nya dan mengesakan-
Nya dalam bertawakal, memohon pertolongan dan
kepercayaan
b) Meridhai Allah sebagai Tuhan yang disembah (Illah),
yaitu ridha dalam mencitai-Nya, takut kepada-Nya,
kembali kepada-Nya dan memfokuskan diri dalam
ibadah serta cinta kepada-Nya
c) Meridhai Nabi-Nya, yaitu kesempurnaan ketundukan
kepada beliau, pasrah kepada beliau, dan lebih
mencintai beliau daripada diri sendiri
64
d) Meridhai agama-Nya, yaitu ridha terhadap hukum
agama itu, penetapan syariatnya, dan tunduk pada
aturannya meskipun bertentangan dengan dirinya
5). Bersyukur kepada Allah
Rusyah (2009: 565) Bersyukur kepada Allah yaitu memuji
Allah atas berbagai nikmat yang telah Allah limpahkan. Syukur
memiliki tiga penopang, yakni mengakui nikmat dengan hati,
mengungkapkannya dengan lisan, dan memanfaatkannya dengan
ketaatan kepada Allah. Bersyukur kepada Allah termasuk tanda
bahwa seseorang beriman kepada-Nya karena ia masih ingat atas apa
yang telah diberikan kepada Allah. dan sadar bahwa tidak ada yang
memberi nikmat kecuali Allah Swt.
6). Mencintai Allah
Mencintai Allah swt adalah kebahagiaan hati orang yang
beriman, konsumsi ruhnya, cahaya yang jika hilang darinya, maka dia
berada dalam kegelapan, obat yang menyembuhkannya dari segala
macam penyakit, serta kelezatan yang dengannya berbagai
kegelisahan dan kepedihan menjadi sirna (Rusyah 2009: 572).
Jalan terbesar yang dapat mengantarkan seorang mukmin
menuju cinta Allah adalah mengikuti Rasulullah Saw dalam segala
hal, bersikap penuh kasih sayang terhadap orang-orang yang beriman,
jihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa, tidak terpengaruh oleh
celaan orang yang suka mencela.
2. Dalam Q.S. An-Nisa’ Ayat 80
a. Taat kepada Rasul
65
Kepatuhan dan ketaatan kepada Rasul diperintahkan dalam ajaran
Islam, bahkan diperintahkan agar selalu menjalankan dan meyakini kebenaran
risalah yang dibawanya. Dalam kehidupan sehari-hari tidak sedikit orang yang
menyatakan kekagumannya, kehormatannya dan cintanya kepada Rasul
melalui ittiba’nya yaitu selalu mengucapkan shalawat kepada beliau.
Adapun implementasi taat kepada Rasul dalam kehidupan sehari-hari
sebagai wujud kecintaan kepada beliau menurut Abdul Wahid (2008: 21-23)
adalah sebagai berikut:
1). Memuliakan dan mengucapkan shalawat kepada beliau
Shalawat merupakan salah satu bentuk ketaatan kepada Rasul,
dan juga ketaatan kepada Allah yang telah menganjurkan agar
membaca shalawat. Karena shalawat merupakan salam kepada
Rasul dan merupakan sebab mendapatkan syafaat dari Rasul.
Dengan membaca shalawat maka akan sampai kepada Rasul
sehingga menjadi lantara mendapatkan syafaat kelak. Shalawat
juga dapat menghapuskan dosa dan menjadi sebab terkabulnya doa.
2). Mengerjakan segala sesuatu yang diperintahkan dan menjauhi
segala sesuatu yang dilarang
Dalam ajaran islam, Allah telah menetapkan dengan jelas apa
yang diperintahkan dan yang dilarang. Segala sesuatu yang
diperintahkan jika dilakukan akan bernilai ibadah dan mendapatkan
pahala. Dan sebaliknya, jika melakukan apa yang telah dilarang
oleh Allah maka akan mendapatkan dosa. Begitupun sesuatu yang
diperintahkan dan dilarang oleh Rasul.
66
3). Menjadikan Rasul sebagai teladan
Setiap kaum harus mengikuti petunjuk dan jejak Rasul. Para
Rasul yang diberi tugas untuk memimpin umatnya merupakan
orang-orang pilihan. Kita sebagai umat Nabi Muhammad Saw.
tentunya harus mengikuti segala apa yang diperintahkan dan
diajarkan, serta menjauhi apa yang dilarang oleh beliau
4). Menyampaikan ajaran tauhid
Yaitu seruan untuk mengesakan dan menyembah Allah swt.
Tauhid merupakan ajaran pokok para Rasul dalam berdakwah
dengan mengajak manusia agar menyembah Allah Yang Maha Esa
dan tidak menyekutukan-Nya serta melaksanakan apa yang
diperintahkan oleh Allah dan menjauhi yang dilarang-Nya
5). Amar ma’ruf nahi munkar
Yaitu menganjurkan kepada umat manusia untuk mengerjakan
kebajikan dan menghindari kemungkaran atau kemaksiatan.
Melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar merupakan kewajiban
bagi setiap manusia, melakukannya dengan ikhlas karena Allah
sebagai bentuk ketaatan kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya
6). Memberi tuntunan untuk berperilaku terpuji (akhlakul karimah)
Akhlak yaitu sikap, perilaku dan tingkah laku yang dilakukan
seseorang. Akhlakul karimah merupakan akhlak terpuji yang
dimiliki Rasul. Kita sebagai umatnya hendaknya meniru dan
mencontoh akhlak mulia beliau. Akhlak tidak bisa dibuat-buat, ia
67
muncul dari diri sendiri melalui pembiasaan yang dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari. Jika kebiasaannya melakukan sesuatu yang
buruk maka akan mencerminkan perilaku atau akhlak yang buruk
pula. Begitupun sebaliknya jika kebiasaannya melakukan sesuatu
hal yang baik maka hal itu akan mencerminkan perilaku yang baik
pula yang disebut dengan akhlak terpuji
7). Meningkatkan amal saleh dan menjauhi kemaksiatan
Salah satu tugas kerasulan adalah amar ma’ruf nahi munkar,
menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran.
Karenanya dengan meneladani segala perilaku Rasul, diharapkan
dapat selalu mendorong kita untuk berbuat kebaikan dan menjauhi
kemaksiatan
8). Meningkatkan keimanan dan ketakwaan
Iman merupakan keyakinan atau kepercayaan kepada Allah dan
segala hal tentang-Nya. Sedangkan takwa merupakan menjaga diri
dari sesuatu yang dilarang oleh Allah yang dapat menimbulkan
dosa sebagai bentuk dari kepercayaan kepada-Nya
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari paparan yang telah dipaparkan dalam bab-bab sebelumnya dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pokok Pendidikan Aqidah dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 186 dan Q.S. An-Nisa’
ayat 80
a. Dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 186
1) Keyakinan dalam berdoa
Doa merupakan permohonan manusia kepada Allah karena
ingin terlepas dari kesulitan atau harapan atas pertolongan. Berdoa
itu harus dengan keyakinan dan sepenuh hati, salah satu hadits
yang menjelaskan hal ini adalah hadits yang diriwayatkan dari Abu
Hurairah r.a., dia berkata, “Rasulullah Saw. bersabda, ‘Berdoalah
kepada Allah dengan penuh keyakinan bahwa Allah akan
mengabulkannya. Dan ketahuilah bahwa Allah tidak akan
69
mengabulkan doa yang lahir dari hati yang lalai dan tidak
khusyu’.”
2) Beriman kepada Allah
Manusia wajib beriman kepada Allah swt. jika manusia sedikit
berpikir, niscaya ia mendapati bahwa Allah yang telah
menciptakan dirinya, telah memberinya sarana-sarana untuk
mempelajari seluruh ilmu agama dan dunia. Tanpa sarana-sarana
itu, ia tidak mungkin mendapatkan ilmu sedikitpun. Diantaranya
bentuk syukurnya kepada Allah swt yang paling utama adalah
menggunakan sarana-sarana ilmu yang telah dikaruniakan kepada
kita untuk mengenal-Nya.
b. Dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 186 dan Q.S. An-Nisa’ ayat 80
1) Taat kepada Rasul
Kepatuhan dan ketaatan kepada rasul diperintahkan dalam
ajaran islam. Bahkan diperintahkan agar selalu menjalankan dan
meyakini kebenaran risalah yang dibawanya. Setiap orang wajib
mempercayai sepenuh hati para rasul yang telah dinyatakan dalam
Al-Qur’an dan Hadis serta wajib diyakini pula bahwa mereka
memperoleh wahyu dan terpelihara dari dosa, perbuatan dari dosa,
perbuatan tercela, dan dari cacat-cacat rohani dan jasmani lainnya.
2. Implementasi Pendidikan Aqidah pada Q.S. Al-Baqarah Ayat 186 dan Q.S. An-
Nisa’ Ayat 80 dalam Kehidupan Sehari-hari
a. Implementasi Pendidikan Aqidah pada Q.S. Al-Baqarah Ayat 186
1) Keyakinan dalam berdoa
70
Mempunyai keyakinan, bahwa doanya diterima oleh Allah. Kita
berdoa harus dengan penuh pengharapan dan keyakinan serta tak ada
keraguan sedikitpun dalam hati bahwa Allah pasti akan mengabulkan
permohonan kita
2) Beriman kepada Allah
Diantara implementasi beriman kepada Allah dalam kehidupan sehari-
hari adalah:
a) Tunduk (taat) kepada Allah
b) Tawakal kepada Allah
c) Percaya kepada Allah
d) Ridha kepada Allah
e) Bersyukur kepada Allah
f) Mencintai Allah
b. Implementasi Pendidikan Aqidah pada Q.S. An-Nisa’ ayat 80
1) Taat kepada Rasul
Setiap kaum harus mengikuti petunjuk dan jejak Rasul. Para Rasul
yang diberi tugas untuk memimpin umatnya merupakan orang-orang
pilihan. Kita sebagai umat Nabi Muhammad Saw. tentunya harus
mengikuti segala apa yang diperintahkan dan diajarkan, serta menjauhi apa
yang dilarang oleh beliau.
B. Saran
Berdasarkan uraian kesimpulan di atas, penulis akan menyampaikan saran
sebagai berikut:
1. Bagi pendidik dan peserta didik
71
Pendidik dan peserta didik hendaknya mampu memahami nilai-nilai
pendidikan agama islam terutama pendidikan aqidah baik secara teori maupun
tahapan implementasinya. Sehingga dapat menjalankan proses pendidikan aqidah
secara baik. Dengan demikian, pendidik hendaknya dapat menjadi contoh dan
tauladan yang baik bagi peserta didik sehingga dapat membantu proses
pelaksanaan pendidikan agama islam khususnya pendidikan aqidah di lembaga
formal maupun nonformal
2. Bagi orang tua
Pendidikan aqidah merupakan pendidikan yang pokok dan utama dalam
kehidupan. Karena hal tersebut menyangkut tentang Yang Maha Menciptakan.
Sehingga bagi orang tua perlunya menanamkan pendidikan aqidah kepada anak
yang dilakukan sejak dini agar dapat menumbuhkan generasi-generasi yang
beriman dan bertakwa kepada Allah. Dan hendaknya setiap orang tua dapat
mengajari lebih mendalam tentang pendidikan aqidah juga memberikan tauladan
yang baik bagi anaknya
3. Bagi pembaca
Diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis kepada dunia
pendidikan dan secara praktis kepada pendidik dan orang tua yang berperan dalam
pembentukan aqidah yang dimiliki anak
72
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ashfahani, Ar-Raghib. 2017. Al-Mufradat fi Gharbil Qur’an. Terjemahan oleh Ahmad
Zaini Dahlan. Depok: Pustaka Khasanah Fawa’id
Al Fauzan, Syaikh Sholih Bin Fauzan. 2015. Al Irsyad ila Shohihili’tiqod. Jakarta: Darul
Haq
Al-Hazza, Ahmad Filyan. TT. Kumpulan Doa Berbagai Macam Keperluan. Pasla Media
Al-Jazairi, Abu Bakar Jabir. 2017. Minhajul Muslim: Panduan Hidup Menjadi Muslim
Kaffah. Solo: Pustaka Arafah
Al-Mahalli. Jalaluddin Muhammad bin Ahmad. 2018. Tafsir Jalalain. Terjemahan oleh
Abu Firliy Bassam Taqiy. Depok: Senja Media Utama
73
Al-Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Kamus Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka
Progressif
Aminuddin. 2000. Pendidikan Agama Islam 2 Untuk SMU Kelas 2. Jakarta: PT Bumi
Aksara
An Nawawi, Imam. 2007. Hadits Arba’in An-Nawawi. Jakarta: Ali’tishom Cahaya Umat
Ar-Rifa’i, Muhammad Nasib. 2009. Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir.
Jakarta: Gema Insani
AS, Mudzakir. 2013. Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Bogor: Pustaka Litera AntarNusa
Assegaf, Abd. Rachman. 2005. Studi Islam Kontekstual. Yogyakarta: Gama Media
Athaillah. 2010. Sejarah Al-Qur’an: Verifikasi tentang Otensitas Al-Qur’an. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Az-Zindani, Abdul Majid dkk. 2006. Al Iman: Kajian Lengkap tentang Iman, Rukun
Pembatal & Konsekwensinya. Terjemahan oleh Hawin Murtadho & Alva
Yusriyah. Solo: Pustaka Barokah
Baidan, Nashruddin. 2010. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Departemen Agama RI. 2009. Mukadimah Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang
Disempurnakan). Jakarta: Departemen Agama RI
____________________. 2009. Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan)
Jilid I. Jakarta: Departemen Agama RI
____________________. 2009. Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan)
Jilid II. Jakarta: Departemen Agama RI
74
____________________. 2009. Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan)
Jilid X. Jakarta: Departemen Agama RI
Faqih, Allamah Kamal. 2003. Tafsir Nurul Qur’an: Sebuah Tafsir Sederhana Menuju
Cahaya Al-Qur’an. Jakarta: Al-Huda
Ghufron, Mohammad dan Rahmawati. 2013. Ulumul Hadis: Praktis dan Mudah.
Yogyakarta: Teras
Habib, Moh. Tohiri dkk. 2017. Kamus Super Lengkap Arab-Inggris-Indonesia.
Yogyakarta. Diva Press
Kahhar, Joko S. 2007. Berdoa Khusyu’ dengan Ayat-ayat Al-Qur’an. Yogyakarta:
Diglossia Media
Luthfiah, Zeni dan Farhan Mujahidin. 2011. Pendidikan Agama Islam: Pendidikan
Karakter Berbasis Agama Islam. Surakarta: Yuma Pustaka
Mathroni, Moh. 2010. Amalan dan Do’a Mustajab. Semarang: Aneka Ilmu
Mohaqqeq, Mehdi. 2012. Kamus Kecil Al-Qur’an: Homonim Kata Secara Alfabetis.
Jakarta: Citra
Mustafa, Syaikh Fuhaim. 2009. Kurikulum Pendidikan Anak Muslim terjemahan Wafi
Marzuqi Ammar. Surabaya: Pustaka Elba
Naufal, Murtadho. 2016. Konsep Pendidikan Aqidah Perspektif Syaikh Shalih Fauzan Al-
Fauzan. Skripsi tidak diterbitkan. Lampung: Jurusan Pendidikan Agama Islam
IAIN Raden Intan Lampung
Nawawi, Imam. 2010. Shahih Doa dan Dzikir. Terjemahan oleh Zenal Mutaqin. Bandung:
Jabal
75
Nuha, Ulin. 2014. Buku Lengkap Kaidah-Kaidah Nahwu. Jogjakarta: Diva Press
Rusyah, Khalid Sayyid. 2009. Menggapai Nikmatnya Beribadah dalam Konsep
Pendidikan Islam. Jakarta: Cakrawala Publishing
Shihab, M. Quraish. 2000. Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an.
Ciputat: Lentera Hati
Shihab, M. Quraish dkk. 2007. Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata. Jakarta:
Lentera Hati
Shihab, M. Quraish. 2015. Kaidah Tafsir: Syarat,Ketetntuan dan Aturan yang patut Anda
Ketahui dalam Memahami Al-Qur’an. Tangerang: Lentera Hati (Anggota IKAPI)
Shohib, Muhammad. 2009. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Syaamil Quran
Siswoyo, Dwi. 2008. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press
Suma, Muhammad Amin. 2013. Ulumul Qur’an. Jakarta: Rajawali Pers
Sunarto, Ahmad. 2014. Buku Pintar Ilmu Nahwu: Metode Tanya Jawab. Surabaya: Al-
Miftah
Suryadilaga, Alfatih. 2018. Pengantar Studi Al-Qur’an dan Hadis. Yogyakarta: Kalimedia
Syarifudin, Tatang. 2009. Landasan Pendidikan. Jakarta Pusat: Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia
Thoha, Chabib dkk. 1999. Metodologi Pengajaran Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Wahid, Abdul dkk. 2008. Pendidikan Agama Islam 2 Untuk SMA Kelas XI. Semarang:
Aneka
Yunus, Mahmud. 2010. Kamus Arab Indonesia. Jakarta: PT. Mahmud Yunus Wa
Dzurriyyah
76
Zain, Abdullah. 2006. Modul Gramatika Metode “Al-Masyhadiy”: Cara Cepat Bisa Baca
Kitab Sistim 30 Jam. Pekalongan: Ponpes Al-Masyhad
77
78
79
80
SATUAN KETERANGAN KEGIATAN (SKK)
Nama : Tatik Mulyani Progdi : PAI
Nim : 23010150222 Dosen PA : Noor Malihah, S.Pd., M.Hum., Ph.D.
NO NAMA KEGIATAN PELAKSANAAN KETERANGAN NILAI
1. Seminar Nasional
“Menyelami Samudra Cinta
Maulana Jalaludin Rumi”
(HMJ BSA)
27 September
2018
PESERTA
8
2. Seminar Nasional “Peran
Pemuda dalam
Mengembangkan Potensi
Ekonomi Daerah Menuu
Indonesia Emas 2045”
(HMPS FEBI)
29 Oktober 2018
PESERTA
8
3. Seminar Nasional
“Menumbuhkan Semangat
Berinvestasi Kaum Santri,
Menuju Kemandirian
Ekonomi” (PPTI Al-Falah)
04 September
2017
PESERTA
8
4. Seminar Nasional “Peluang
Mahasiswa dalam
Berinvestasi Menuju
Kemandirian Ekonomi”
(DEMA Syari’ah)
08 November
2017
PESERTA
8
5. Seminar Nasional “ISIS?
Rahmatal Lil Alaminnya
Mana?” (PMII Rayon
Tarbiyah Matori Abdul
Djalil Salatiga)
19 Desember
2015
PESERTA
8
81
6. Seminar Nasional “Sastra
Islam dan Perannya dalam
Pembentuk Moral Bangsa”
(HMJ BSA)
16 November
2016
PESERTA
8
7. Seminar Nasional
“Pengaplikasian Ekonomi
Syariah Menuju Stabilitas
Perekonomian Indonesia”
(HMJ ES)
21 November
2016
PESERTA
8
8. Seminar Nasional
“Implementasi Nilai-nilai
Pancasila sebagai Benteng
dalam Menolak Gerakan
Radikalisme” (DEMA
IAIN)
10 Februari 2016
PESERTA
8
9. Seminar Nasional “Sejarah
dan Revitalisasi Identitas
Bangsa” (HMJ SKI)
08 November
2016
PESERTA
8
10. Seminar Nasional “How To
Be A Young Entrepreneur”
(HMJ ES)
03 Desember
2015
PESERTA
8
11. Seminar Nasional “Peran
Media Massa terhadap
Kelestarian Lingkungan
Hidup” (HMJ KPI)
19 November
2015
PESERTA
8
12. Seminar Nasional “Hak
Gender Kaum Difabel
dalam Perspektif Sosiologi
dan Hukum Islam
Himpunan Mahasiswa
Jurusan Ahwal Al-
Syakhshiyyah” (HMJ AS)
24 Desember
2015
PESERTA
8
13. Program Pelatihan Intensif 22 Februari-10 PESERTA 8
82
Bahasa Arab Juni 2016
14. Masa Penerimaan Anggota
Baru PMII dengan Tema
“ASWAJA sebagai Benteng
Kader PMII untuk
Mewujudkan Mahasiswa
yang Berpribadi Ulul
Albab” (PMII Rayon
Tarbiyah Matori Abdul
Djalil Salatiga)
18-20 September
2015
PESERTA
4
15. Pelatihan Kader Dasar PMII
dengan Tema “Realisasi
Kader Mujahid dalam
Aktualisasi Gerakan dan
Pemikiran yang Responsif-
Revolusioner” (PMII Rayon
Tarbiyah Matori Abdul
Djalil Salatiga)
6-9 April 2017
PESERTA
4
16. OPAK IAIN SALATIGA
2015 dengan Tema
“Penguatan Nilai-nilai Islam
Indonesia Menuju Negara
yang Aman dan Damai
(DEMA IAIN)
14 Agustus 2015
PESERTA
3
17. OPAK FTIK 2015 dengan
Tema “Integrasi Pendidikan
Karakter Mahasiswa
Melalui Kampus Edukatif
Humanis dan Religius
(DEMA FTIK)
13 Agustus 2015
PESERTA
3
18. Gerakan Santri Menulis
“Sarasehan Jurnalistik
Ramadhan 2017 Oleh Suara
05 Juni 2017
PESERTA
3
83
Merdeka” (Ponpes Sunan
Giri)
19. Seminar Pendidikan dengan
Tema “Menciptakan Metode
Pendidikan Agama Islam
yang Ideal dalam Proses
Membedakan dan
Memerdekakan Manusia”
(HMJ PAI)
12 November
2015
PESERTA
3
20. Bakti Sosial Peduli Pasar
Bekerjasama dengan UPTD
Pasar Legi Parakan oleh
FORMATAS
12 Januari 2017
PESERTA
3
21. Doa Bersama untuk
Temanggung oleh
FORMATAS
15 April 2017
PESERTA
3
22. Diskusi dalam Rangka HUT
FORMATAS ke 14 Tahun
oleh FORMATAS
14 November
2016
PESERTA
3
23. Malam Keakraban
(MAKRAB) FORMATAS
10-11 September
2016
PESERTA 3
24. Bakti Sosial ke VII
(BAKSOS) FORMATAS
17-21 September
2016
PESERTA 3
25. Diskusi dengan Tema
“Kenapa Aku Harus
Kembali ke Desa?” oleh
FORMATAS
05 Februari 2017
PESERTA
3
26. Kegiatan Seminar Sehari
dalam Rangka Kunjungan
Studi dengan Tema “Peran
Masyarakat dalam
Mewujudkan Pendidikan
Islam yang Rahmatallil
17 Desember
2017
PESERTA
3
84
Alamin” oleh IAN Salatiga
Bekerjasama dengan SMPIT
Nurul Islam Kab. Semarang
27. Festival Ramadhan “Peran
Spiritual Keagamaan dalam
Meningkatkan Kualitas
Pendidikan dan
Kebangsaan” (DEMA
FTIK)
25 Mei 2018
PESERTA
3
28. Syiar Ramadhan In Kampus
“Menumbuhkan Semangat
Berbagi dan Kebersamaan
Sesama Muslim di Bulan
Ramadhan” (DEMA FEBI)
23 Juni 2016
PESERTA
3
29. Khotmil Qur’an dan
Berbagi Ta’jil HMJ PAI
IAIN Salatiga dengan Tema
“Dialog Pendidikan
12 Juni 2017
PESERTA
3
85