american+and+scandinavian+realism

32
TUGAS FILSAFAT HUKUM AMERICAN AND SCANDINAVIAN REALISM Disusun Oleh: SANTA MARELDA SARAGIH NPM: 0806478203 Nomor Absen : 29 TANTRIE I. SIHOMBING NPM: Nomor Absen : AGUNG NPM: Nomor Absen : FAKULTAS HUKUM

Upload: dmpane

Post on 08-Jul-2016

216 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

AMERICAN and scandinavian realism

TRANSCRIPT

Page 1: AMERICAN+AND+SCANDINAVIAN+REALISM

TUGAS FILSAFAT HUKUM

AMERICAN AND SCANDINAVIAN REALISM

Disusun Oleh:

SANTA MARELDA SARAGIH

NPM: 0806478203

Nomor Absen : 29

TANTRIE I. SIHOMBING

NPM:

Nomor Absen :

AGUNG

NPM:

Nomor Absen :

FAKULTAS HUKUM

PASCA SARJANA

UNIVERSITAS INDONESIA

2009

Page 2: AMERICAN+AND+SCANDINAVIAN+REALISM

American and Scandinavian Realism

REALISME AMERIKA DAN SKANDINAVIA (AMERICAN AND SCANDINAVIAN REALISM)

A. Pendahuluan Pada abad ke sembilan belas dan di awal abad sekarang ini, laissez

faire1 merupakan prinsip yang dominan di Amerika. Prinsip tersebut

dihubungkan dalam lingkup intelektual dengan suatu pemikiran tertentu yang

dinamakan dengan formalism dalam ilmu-ilmu sosial dan filsafat.2 Hal ini

ditandai oleh suatu penghormatan untuk peranan logika dan matematika,

serta alasan a priori3 yang diterapkan terhadap filsafat, ekonomi dan

yurisprudensi, dengan sedikit keinginan untuk menghubungkannya secara

empiris terhadap fakta-fakta kehidupan.4 Seiring dengan berkembangnya

prinsip di atas, ilmu empiris dan teknologi sangat mendominasi masyarakat

Amerika, dan dengan perkembangan ini, bangkitlah suatu pergerakan

intelektual yang hendak mengkaji filsafat dan ilmu-ilmu sosial, bahkan logika

sebagai studi yang bersifat empiris, tidak berbasis pada formalism yang

bersifat abstrak.5 Di Amerika pergerakan ini dihubungkan dengan beberapa

tokoh, yaitu: Wiliam James dan Dewey dalam bidang filsafat dan logika,

Veblen dalam ekonomi, Beard dan Robinson dalam bidang sejarah dan

Holmes dalam yurisprudensi.6 Tokoh-tokoh di atas dengan lingkup studi

mereka yang beragam, memiliki ketertarikan untuk menegaskan kebutuhan

dalam memperluas pengetahuan secara empiris, dan untuk

menghubungkannya dengan solusi dari permasalahan-permasalahan praktis

yang dihadapi oleh individu dalam lingkungan masyarakat sekarang ini.

1 Suatu prinsip yang membuka kesempatan kepada masyarakat atau pihak swasta untuk mengembangkan usaha mereka dalam kegiatan ekonomi tanpa pengaruh atau campur tangan dari pihak pemerintah. Dalam Black’s Law Dictionary: laissez-faire,n. [French”let (people) do (as they choose)”] ; Governmental abstention from interfering in economic or commercial affairs.

2 Morton G. White, Social Thought in America: The Revolt Against Formalism.3 Dalam Black’s Law Dictionary:. A priori: [Latin “from what is before] Deductively;from

general to the particular.4 Ibid.5 Ibid.6 Perlu diketahui bahwa pergerakan ini bertentangan dengan “British Empirical

School” yang berasal dari Hume, yang mana Bentham, Austin dan Mill mengikuti paham tersebut, baca “ Bahan Bacaan Filsafat Hukum Buku ke 1” yang disusun oleh Dr. Agus Brotosusilo, SH., MA, halaman 656.

Filsafat Hukum

1

Page 3: AMERICAN+AND+SCANDINAVIAN+REALISM

American and Scandinavian Realism

Dewey lebih lanjut menegaskan pendekatan empiris, dengan

memandang pengetahuan sebagai suatu jenis pengalaman yang berasal dari

kegiatan manusia, yang melahirkan suatu masalah, dan tercapai dengan

melalui suatu proses ketika masalah tersebut terpecahkan.7 Disamping itu,

Veblen juga menegaskan pentingnya mempelajari institusi-institusi secara

empiris, khususnya hubungan antara institusi ekonomi dan aspek-aspek

budaya lainnya. Para ahli baru di bidang sejarah menekankan pengaruh-

pengaruh ekonomi dalam kehidupan sosial dan kebutuhan untuk mempelajari

sejarah sebagai suatu alat yang bersifat pragmatis dari kendali masa depan

manusia.8 Seluruh pemikiran-pemikiran baru di atas memiliki peranan penting

dalam pergerakan berkelanjutan di Amerika Serikat, dari suatu bentuk yang

sangat individualis menjadi suatu bentuk masyarakat kolektif pada

pertengahan pertama abad XX.

B. Pengertian RealismePergerakan intelektual yang mendukung realisme (realism) dan

menentang formalisme (formalism) diperkirakan mencapai popularitasnya di

akhir tahun sembilan belas dua puluhan.9 Holmes, seorang hakim yang

merupakan salah satu tokoh realis Amerika menyatakan kehidupan dari

hukum merupakan pengalaman sebagaimana juga dengan logika,dan

pandangannya tentang hukum sebagai prediksi tentang apa yang akan

diputuskan pengadilan, menitikberatkan pada aspek empiris dan pragmatis

dari hukum.10 Refleksi pandangan Holmes tentang hukum dapat dilihat dari

kecenderungan karakter dari bidang ilmu sosiologi, terutama

ketergantungannya terhadap ilmu-ilmu sosial lainnya.

Pandangan-pandangan yang telah dikemukakan oleh Holmes, Dewey

dan Veblen memberikan suatu deskripsi bahwa realisme atau “realism”

adalah suatu paham yang mengkaji pengetahuan secara empiris11 dan

7 Morton G. White, op.cit. halaman 2.8 Ibid .9 Op.cit,halaman 4.10 Op.cit, halaman 2.11 Dalam Black’s Law Dictionary: empirical,adj. of, relating to, or based on experience,

experiment, or observation.

Filsafat Hukum

2

Page 4: AMERICAN+AND+SCANDINAVIAN+REALISM

American and Scandinavian Realismpragmatis12 berdasarkan permasalahan yang dialami manusia dan solusi

yang ditemukannya untuk memecahkan masalah tersebut.

Gambar 1. Pengertian Realisme

Frank memaparkan bahwa ada dua kelompok realis, yaitu:

1. rule-skeptics ; kelompok yang menghubungkan ketidapastian

hukum dengan peraturan-peraturan hukum yang tertulis secara

prinsipil dan kelompok ini berusaha untuk menemukan persamaan-

persamaan dalam putusan-putusan hakim.

2. fact-skeptics ; kelompok yang berpikir bahwa putusan-putusan

pengadilan yang tidak dapat diprediksi didasarkan pada fakta-fakta

yang tidak jelas.

Gambar 2. Pembagian Kelompok Realis Oleh Frank C. Pemikiran Para Realis Amerika

12 Dalam Logman Dictionary Contemporary English: pragmatic,adj. dealing with problems in a sensible, practical way instead of strictly following a set of ideas.

Filsafat Hukum

REALISME(REALISM)

Pengetahuan

Empiris(empirical)

Pragmatis (pragmatis)

Masalah-MasalahHidupManusia

Solusi

3

REALIST

Rule-skeptics

Facts-skeptics

Page 5: AMERICAN+AND+SCANDINAVIAN+REALISM

American and Scandinavian Realism

Setelah memberikan gambaran tentang latar belakang realisme di

Amerika Serikat dan pengertian tentang realisme, penulis akan membahas

pemikiran para realis Amerika sebagai berikut.

1. Holmes, O.W : The Path of the Law

Dalam artikelnya yang berjudul “The Path of Law”, Holmes mengajukan

suatu pertanyaan kepada para pembacanya, yaitu:

Take the fundamental question, what constitutes the law ?13

Kemudian Holmes menjawab pertanyaan di atas :

You will find some text writers telling you that it is something different from what is decided by the courts of Massachusetts or England, that it is a system of reason, that it is a deduction from principles of ethics or admitted axioms or what not, which may or may not coincide with the decisions. But if we take the view of our friend the bad man we shall find that he does not care two straws for the axioms or deductions,but that he does want to know what the Massachusetts or English courts are likely to do in fact. I am much of his mind. The prophecies of what the courts will do in fact, and nothing more pretentious, are what I mean by the law. 14

Pertanyaan di atas mengungkap suatu permasalahan tentang apa yang

menjadi unsur pembentuk hukum atau dengan bahasa lain apa makna dari

hukum tersebut. Holmes menjawab, sebagian penulis menyatakan ; hukum

adalah suatu perbedaan diantara putusan-putusan para hakim yang berasal

dari pengadilan Massachussets atau pengadilan Inggris, suatu sistem

pemberian putusan yang merupakan deduksi dari prinsip-prinsip etika atau

peraturan-peraturan yang diakui maupun yang tidak diakui, yang sesuai

maupun tidak sesuai dengan putusan-putusan tersebut. Tetapi jika kita

melihat dari sisi “bad man”, kita akan mengetahui dia tidak peduli terhadap

dua unsur yang dinamakan dengan peraturan-peraturan atau deduksi, namun

dia hendak mengetahui apa yang sesungguhnya diputuskan oleh pengadilan

Massachussets atau pengadilan Inggris. Holmes menyatakan baginya hukum

adalah prediksi-prediksi tentang apa sesungguhnya yang akan diputuskan

oleh pengadilan atau apa yang menjadi putusan para hakim.

13 (1897) 10 Harv. L. Rev. 457-478, copyright 1897, by the Harvard Law Review Association; reprinted in O.W. Holmes, Collected Papers.

14 Ibid.

Filsafat Hukum

4

Page 6: AMERICAN+AND+SCANDINAVIAN+REALISM

American and Scandinavian Realism

Holmes memandang hukum sebagai “prediksi” yang dilakukan oleh

badan litigasi maupun para pengacara professional di tengah-tengah

lapangan hukum.15 Pernyataan Holmes tentang hukum adalah putusan hakim

dan bukan deduksi abstrak dari peraturan-peraturan umum, memfokuskan

perhatiannya pada faktor-faktor empiris yang menimbulkan suatu sistem

hukum.16 Hal di atas membuat pendekatan baru ini lebih diterima dalam

sistem hukum Amerika, khususnya oleh pengacara-pengacara Amerika.17

2. Twining W: The Bad Man Revisited Teori “ Bad Man” yang dikemukakan oleh Holmes menimbulkan

beberapa kritik. Kritik-kritik tersebut, yaitu :

a. konsep-konsep seperti pengadilan atau pejabat18 hukum bergantung

pada suatu sistem hukum;

b. teori prediksi tentang hukum membuat suatu keadaan yang

membingungkan terhadap ide tentang prediksi dengan ide tentang

peraturan;

c. teori prediksi tidak memenuhi syarat sebagai teori hukum karena teori

ini tidak melibatkan pandangan-pandangan dari pihak-pihak yang

terlibat dalam proses hukum seperti hakim, advokat dan legislator.

15 The American Legal System, baca “ Bahan Bacaan Filsafat Hukum Buku ke 1” yang disusun oleh Dr. Agus Brotosusilo, SH., MA, halaman 658.

16 Ibid .17 [Pendapat Penulis] : Teori yang dikemukakan Holmes ini melahirkan suatu adagium

yang menyatakan: “All the law are judges made law ” (keseluruhan hukum adalah putusan-putusan para hakim.

18 Dalam bacaan asli disebut dengan istilah “official”. [ Official : someone who is in a position of authority,especially the government- Longman Dictionary of Contemporary English].

Filsafat Hukum

5

HUKUMPrediksi-prediksitentangputusan-putusan pengadilan

Aspek Hukum

empiris

pragmati

Gambar 3. Pengertian Hukum dari O.W. Holmes

Page 7: AMERICAN+AND+SCANDINAVIAN+REALISM

American and Scandinavian Realism

Gambar 4. Bad Man Theory Oleh O.W. Holmes

Kritikan pertama di atas, mengemukakan bahwa peraturan

menjelaskan konsep atau peraturan mengatur jalannya suatu sistem hukum.

Untuk menjelaskan hukum dalam suatu prediksi tentang apa yang akan

dilakukan oleh pengadilan dan para pejabat hukum, melibatkan suatu unsur

penyangkalan, karena istilah “pengadilan” dan “pejabat hukum” harus dengan

sendirinya diartikan dalam terminologi hukum.

Kemudian kritikan ke dua menguraikan tentang suatu ambigu terhadap

keberadaan prediksi dan peraturan. Hal ini dapat digambarkan secara

sederhana dengan suatu pernyataan.19 “ Dalam masalah X, terdapat suatu

kewajiban untuk tidak…….” Untuk menyatakan bahwa suatu pernyataan

adalah suatu prediksi melibatkan suatu pengubahan terhadap bahasa umum

dan menyebabkan suatu kebingungan. Dalam penggunaan umum pernyataan

“Y memiliki kewajiban” berarti “Y wajib”; merupakan pernyataan

normatif,dimana suatu prediksi adalah suatu pernyataan empiris yang dapat

diverifikasi.20 Menyamakan peraturan-peraturan dengan prediksi-prediksi

dapat membuat perbedaan-perbedaan yang berarti menjadi tidak jelas,

misalnya perbedaan antara keberadaan suatu peraturan dan penegakannya

19 Dalam bacaan aslinya disebut dengan istilah “proportion” [proportion: a statement that consits of a carefully considered opinion or judgement-Logman Dictionary of Contemporary English].

20 W.Twining, The Bad Man Revisited (1973) Criticisms of the bad man concept as a theory of law”, baca Bahan Bacaan Filsafat Hukum Buku ke 1” yang disusun oleh Dr. Agus Brotosusilo, SH., MA, halaman 671.

Filsafat Hukum

6

BAD MANDoes not care

Axioms ordeductions

Do care

What the courts are likely to do In facts

Page 8: AMERICAN+AND+SCANDINAVIAN+REALISM

American and Scandinavian Realismyang aktual. Selain itu juga dapat menyebabkan suatu kesalahan dalam

mendeskripsikan situasi-situasi dimana peraturan secara nyata

mempengaruhi tingkah laku .

Dalam kritikan ke tiga dinyatakan bahwa teori prediksi tidak memenuhi

syarat sebagai teori hukum karena teori ini tidak melibatkan pandangan-

pandangan dari pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses hukum, seperti

hakim, advokat dan legislator. Hal yang menarik dalam kritik ini adalah suatu

asumsi tentang suatu konsep dari teori hukum umum yang layak, yang

menunjukkan adanya pergeseran dari bentuk hukum tradisional sebagai

suatu sistem peraturan ke arah bentuk proses hukum sebagai suatu sistem

dari peranan-peranan.21

Teori “Bad Man” yang dikemukakan oleh Holmes , walaupun

membingungkan, namun memiliki karakter embryonic, dan kerapuhannya

terhadap kritik-kritik dasar sepertinya menarik perhatian dua golongan,

yaitu:22

1. golongan yang merasa pendekatan tradisional terhadap hukum yang

terwujud dalam tulisan-tulisan hukum, literatur-literatur hukum,

penelitian hukum, dan pendidikan hukum berkembang menjadi sesuatu

yang terlalu bersifat akademis atau tidak realistis atau terpisah dari

kenyataan hukum dalam pelaksanaannya (law in action ); dan

2. golongan yang mengetahui; banyak teori analitis para ahli hukum dari

Austin sampai dengan Hart masih sempit dan steril atau jauh dari

kenyataan.

Dari teori di atas, dapat disimpulkan suatu kunci untuk menjadikan hukum

lebih realistik23 adalah dengan mengembangkan bentuk-bentuk dari sistem

21 W.Twining, The Bad Man Revisited (1973) Criticisms of the bad man concept as a theory of law” , baca Bahan Bacaan Filsafat Hukum Buku ke 1” yang disusun oleh Dr. Agus Brotosusilo, SH., MA, halaman 672.

22 Op.cit, halaman 284.

23 Ibid .

Filsafat Hukum

7

Page 9: AMERICAN+AND+SCANDINAVIAN+REALISM

American and Scandinavian Realismhukum dan proses hukum yang setidaknya mencakup tugas-tugas pokok dari

orang-orang yang terlibat dalam proses hukum tersebut. 24

3. Dewey, J: Logical Method and LawLogika adalah suatu disiplin empiris dan konkrit yang bersifat

ultimum.25 Keberadaan konsep logika yang dikembangkan dalam pemikiran

hukum dan keputusan-keputusan dapat dikaji dengan memeriksa perbedaan-

perbedaan nyata yang terletak diantara perkembangan hukum aktual dan

syarat-syarat mutlak dari teori hukum. Holmes telah mengeneralisasikan hal

di atas dengan menyatakan, “keseluruhan garis besar dari hukum adalah

hasil dari suatu konflik pada setiap titik antara logika dan perasaan yang

baik, elemen yang satu berjuang untuk mengungkapkan hasil-hasil yang

bersifat tetap, sementara elemen yang lain membatasi dan pada akhirnya

mengatasi usaha tersebut ketika hasil-hasil di atas menjadi kelihatan terlalu

tidak adil.26 Dari pernyataan di atas, terdapat suatu makna tersirat, yakni

logika bukanlah metode dari perasaan yang baik27, tetapi logika adalah suatu

unsur yang memiliki hakikatnya sendiri, yang bertentangan dengan unsur-

unsur dari keputusan-keputusan baik, yang berkaitan dengan pokok-pokok

permasalahan.

Holmes mengartikan logika sebagai konsistensi formal, konsistensi dari

konsep-konsep yang tidak mempengaruhi satu sama lain terhadap

konsekuensi-konsekuensi dari penerapannya untuk menjelaskan masalah-

masalah yang nyata.28 Kita dapat menyatakan fakta tersebut dengan

mengatakan bahwa konsep-konsep sekali dikembangkan memiliki suatu sifat

tetap yang tidak akan berubah pada prinsipnya; sekali dikembangkan hukum

kebiasaan diterapkan dalam konsep tersebut. Konsep “siap pakai” (ready at

hand) lebih bersifat ekonomis dan praktis daripada memakan waktu untuk

24 Orang-orang yang dimaksud adalah para hakim, legislator dan advokat yang memiliki tugas untuk merancang undang-undang, menafsirkan undang-undang, mencari fakta dan memprediksikan.

25 J. Dewey, Logical Method and Law (1924), Bahan Bacaan Filsafat Hukum Buku ke 1” yang disusun oleh Dr. Agus Brotosusilo, SH., MA, halaman 677.

26 Ibid ,27 Dalam bacaan aslinya disebut dengan istilah “good sense” [good sense: the quality

someone has when they are able to make sensible decisions about what to do-Longman Dictionary of Contemporary English].

28 Loc.cit.

Filsafat Hukum

8

Page 10: AMERICAN+AND+SCANDINAVIAN+REALISM

American and Scandinavian Realismmengubah sesuatu atau untuk membuat sesuatu yang baru. Ilustrasi di atas

memberikan suatu rasa yang bersifat stabil dari jaminan yang menentang

pengubahan peraturan yang bersifat tiba-tiba dan semena-mena.

Gambar 5. Garis Besar Hukum Menurut Holmes

di sisi lain Holmes juga secara tersirat menyatakan logika harus

mengurangi pengaruh dari hukum kebiasaan, dan hal ini dapat disimpulkan

dalam pernyataannya berikut.

“ The actual life of law has not been logic: it has been experience “.29

Praktek di lapangan menunjukkan, para pejabat pemerintahan bahkan para

hakim melakukan penyimpangan atau kolusi dalam memutuskan perkara

daripada menggunakan silogisme dalam menetapkan peraturan

sebagaimana masyarakat seharusnya diatur. Dari pernyataan di atas,

Holmes sedang berpikir, logika sama dengan silogisme. Dalam pandangan

silogisme, sesuai dengan bentuk logika baru yang dibuat oleh scholasticism,

terdapat suatu antithesis antara pengalaman dan logika, antara logika dan

perasaan baik (good sense). Dengan demikian dibutuhkan suatu jenis lain

dari logika, yaitu ; silogisme, yang dapat mengurangi pengaruh dari kebiasaan 29 J. Dewey, Logical Method and Law (1924), Bahan Bacaan Filsafat Hukum Buku ke

1” yang disusun oleh Dr. Agus Brotosusilo, SH., MA, halaman 678.

Filsafat Hukum

Resultant

LAW

9

Logic Good Sense

CONFLICT

Page 11: AMERICAN+AND+SCANDINAVIAN+REALISM

American and Scandinavian Realismdan yang akan memfasilitasi penggunaan dari perasaan baik berkaitan

dengan masalah-masalah dari konsekuensi sosial. Silogisme memberikan

pengaruh yang sangat besar dalam putusan-putusan hukum.30

Gambar 6. Silogisme

4. Frank, J: Law and Modern MindKaum realis memiliki suatu karakter negatif yang telah dikenal oleh

umum, karakter tersebut adalah suatu skeptisme yang didorong oleh suatu

keinginan kuat untuk mengubah beberapa metode pengadilan demi

kepentingan keadilan.31 Seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya, J.

Frank membagi kaum realis ke dalam dua golongan, berdasarkan perbedaan

cara pandang mereka. Kedua golongan tersebut, yaitu :

a. golongan yang skeptis terhadap peraturan (rule-skeptics); dan

b. golongan yang skeptis terhadap fakta ( fact-skeptics).

Golongan pertama yang dinamakan rule-skeptics, bertujuan untuk

mencapai kepastian hukum yang lebih besar. Mereka menganggap penting

bagi pengacara untuk dapat memprediksikan putusan-putusan hakim yang

mana tidak banyak dilakukan oleh orang lain sebelum mengajukan tuntutan

hukum. Mereka percaya, mereka dapat menemukan gambaran dari

persamaan-persamaan atau keteraturan-keteraturan dalam putusan hakim

30 Ibid.31 J.Frank, Law and the Modern Mind (English ed., 1949), dalam Bahan Bacaan

Filsafat Hukum Buku ke 1” yang disusun oleh Dr. Agus Brotosusilo, SH., MA, halaman 679.

Filsafat Hukum

10

Syllogism

Antithesis

experience

Logic Logic Good sense

Page 12: AMERICAN+AND+SCANDINAVIAN+REALISM

American and Scandinavian Realismyang aktual di balik kitab-kitab peraturan, dan peraturan-peraturan yang

bersifat riil tersebut dapat menjadi alat-alat prediksi yang lebih dipercaya,

serta akan menjadi prediksi yang bermanfaat untuk tuntutan-tuntutan

selanjutnya.32 Dalam hal ini, golongan rule-skeptics memfokuskan kajiannya

secara istimewa terhadap pendapat pengadilan di tingkat yang lebih tinggi.

Dengan kata lain, golongan tersebut berusaha untuk menghasilkan prediksi

yang akurat terhadap keputusan pengadilan di tingkat yang lebih tinggi ketika

mereka mengajukan banding terhadap putusan pengadilan di tingkat

sebelumnya.

Golongan ke dua yang dinamakan dengan fact-skeptics, juga memiliki

hubungan dengan rule-skeptics, dan mereka juga mencari penjelasan dibalik

peraturan-peraturan tertulis. Bersama dengan rule-skeptics mereka memiliki

ketertarikan dalam beberapa faktor, mempengaruhi putusan pengadilan tinggi

(upper-court decisions) yang seringkali tidak memberikan penjelasan secara

langsung.33 Namun, fact-skeptics bergerak lebih jauh dari golongan rule-

skeptics. Fokus dasar mereka adalah pengadilan tingkat pertama. Mereka

menyatakan, sekalipun peraturan-peraturan hukum itu jelas dan pasti,

sekalipun persamaan-persamaan dapat ditemukan dibalik peraturan-

peraturan yang bersifat formal tersebut, namun hal tersebut mustahil, dan

selalu menjadi mustahil, karena ketidakjelasan dari fakta-fakta yang

mendasari putusan-putusan hakim. Memprediksi putusan-putusan mendatang

dalam kebanyakan tuntutan-tuntutan hukum, belum dimulai atau belum

dicoba. Disamping itu, mereka juga berpikir, dengan demikian usaha untuk

meningkatkan kepastian hukum yang lebih besar adalah sia-sia dan usaha ini

akan menyebabkan ketidakadilan daripada meningkatkan keadilan hukum.34

5. Frank, J: Court on Trial“ Court on Trial “ merupakan sebuah tulisan yang ditulis oleh J.Frank

untuk mengemukakan kritiknya terhadap beberapa axioma dari pemikiran

hukum tradisional tentang apa yang terjadi di dalam ruang persidangan.

32 Ibid .33 Ibid, halaman 680.34 Ibid.

Filsafat Hukum

11

Page 13: AMERICAN+AND+SCANDINAVIAN+REALISM

American and Scandinavian RealismBeberapa axioma dari pemikiran hukum tradisional yang dikumpulkan oleh J.

Frank adalah sebagai berikut.

1. “Unsur personal” dalam suatu proses hukum seharusnya tidak

memiliki pengaruh yang banyak terhadap hah-hak hukum maupun

putusan-putusan pengadilan. Bahkan jika kita mengakui, personil-

personil dari para saksi, pengacara, juri dan hakim memiliki pengaruh,

kita harus menepis unsur-unsur dari para personil tersebut yang

merupakan sesuatu yang bersifat tidak adil.

2. Peraturan-peraturan hukum adalah faktor dominan dalam

pengambilan keputusan.

3. Ketika peraturan-peraturan tersebut jelas, peraturan-peraturan

tersebut biasanya mencegah litigasi; dan, jika litigasi terjadi, akan lebih

mudah memprediksi putusan-putusan hakim.

4. Para hakim dan juri dalam persidangan hanya memiliki kebijakan yang

terbatas yang diberikan oleh peraturan-peraturan hukum; mereka tidak

memiliki kebijakan ketika peraturran-peraturan tersebut bersifat jelas.

5. Hasil dari putusan-putusan dari penerapan peraturan-peraturan hukum

terhadap fakta-fakta aktual terkandung dalam tuntutan-tuntutan

hukum………………..35

Suatu kekurangan dari asumsi pemikiran hukum tradisional yang

dikemukakan oleh Frank adalah para pihak yang mencampurkan dua sikap,

yaitu :

a. “ This is true” atau “ “Ini benar”; dan

b. “ This is should be true” atau “ Ini seharusnya benar ”.

Dengan mencampurkan kedua sikap di atas, para pihak tanpa disadari

berbalik dan kembali menyatakan, “ Inilah yang terjadi di pengadilan-

pengadilan sekarang” ( “This is what now happens in courts”) dan “ Inilah

yang saya inginkan terjadi di pengadilan-pengadilan “ ( “This is what I would

like to have happen in courts. “ ), antara suatu gambaran dari suatu

35 J. Frank: Courts on Trial (1949) Questioning Some Legal Axioms, dalam Bahan Bacaan Filsafat Hukum Buku ke 1” yang disusun oleh Dr. Agus Brotosusilo, SH., MA, halaman 683.

Filsafat Hukum

12

Page 14: AMERICAN+AND+SCANDINAVIAN+REALISM

American and Scandinavian Realismkeberadaan dan suatu program di masa depan.36 Dari ilustrasi di atas, dapat

disimpulkan, para pihak yang tidak puas dengan keputusan pengadilan akan

membuat suatu asumsi yang tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya

terjadi dalam praktek pengadilan. Frank menyebut asumsi tesebut dengan

istilah wish assumptions atau wish postulates atau programmatic postulates.37

Gambar 7. Wish Assumptions oleh J. Frank

Berdasarkan kedua asumsi di atas, Frank memberikan beberapa

rekomendasi untuk melakukan reformasi, agar kita dapat mendeskripsikan

aktualitas dari aktivitas-aktivitas pengadilan. Rekomendasi-rekomendasi

tersebut , yaitu :

1. Mengurangi kelebihan dari metode pelaksanaan pemeriksaan

persidangan yang bersifat melawan:

a. Meminta pemerintah lebih bertanggung jawab untuk mengawasi

semua bukti yang penting dan yang tersedia diajukan dalam

suatu persidangan dari suatu tuntutan civil.

b. Meminta para hakim di persidangan untuk lebih aktif dalam

memeriksa para saksi.

c. Menyediakan ruang sidang untuk pemeriksaan saksi yang lebih

manusiawi dan cerdas.

d. Menggunakan “kesaksian ahli” non-partisan, yang disebut oleh

hakim, untuk memberi kesaksian berkenaan dengan kesalahan

saksi yang mungkin dapat dideteksi secara akurat dengan

menggunakan “alat tes kebohongan”.

e. Menghapus sebagian besar aturan bukti eksklusioner.36 Ibid, halaman 684.37 Ibid.

Filsafat Hukum

13

TraditionalLegal Thinking

This is what now happen in courts.

This is what I would like to happen in courts.

Wish assumptions

Page 15: AMERICAN+AND+SCANDINAVIAN+REALISM

American and Scandinavian Realism

f. Menyediakan liberal pre-trial “discovery” untuk para terdakwa

dalam kasus pidana.

2. Memperbaharui pendidikan hukum dengan memindahkannya lebih

dekat dengan kantor pengadilan dan aktualitas kantor pengacara, serta

dengan lebih banyak menggunakan metode pemagangan dalam

mengajar.

3. Menyediakan dan mengharuskan pendidikan khusus untuk para hakim

di masa yang akan datang, seperti pendidikan yang meliputi psikologi

intensif berbasis eksplorasi diri oleh masing-masing calon hakim.

4. Menyediakan dan mengharuskan pendidikan khusus untuk para

penuntut yang akan memfokuskanpada kewajiban dari para penuntut

untuk memperoleh semua bukti penting, termasuk yagn memberatkan

tertuduh.

5. Menyediakan dan mengharuskan suatu pendidikan khusus untuk para

polisi sehingga mereka tidak ingin menggunakan “third

degreee”……..38

6. Llewellyn, K: Some Realism About RealismDalam tulisannya yang berjudul “Some Realism About Realism”,

Liewellyn menyatakan, pengelompokan kaum realis tidak didasarkan pada

persamaan mereka dalam keyakinan atau pekerjaan yang mereka lakukan,

namun didasarkan pada unsur-unsur umum dari cara atau teknik modern

yang membagi mereka dalam bidang-bidang pekerjaaan, yang kelihatannya

menyatukan mereka secara keseluruhan, yang tidak direncanakan oleh

siapapun, diprediksikan oleh siapapun dan mungkin juga belum cukup

dimengerti oleh siapapun.39 Unsur-unsur umum dari teknik modern tersebut,

yaitu :40

1. Konsep hukum yang dinamis, hukum yang bergerak, dan putusan

hakim.

38 Baca : J. Frank: Courts on Trial (1949) Questioning Some Legal Axioms, dalam Bahan Bacaan Filsafat Hukum Buku ke 1” yang disusun oleh Dr. Agus Brotosusilo, SH., MA, halaman 686.

39 K. Llewellyn, Some Realism About Realism (1831), Real Realists, dalam Bahan Bacaan Filsafat Hukum Buku ke 1” yang disusun oleh Dr. Agus Brotosusilo, SH., MA, halaman 687.

40 Ibid .

Filsafat Hukum

14

Page 16: AMERICAN+AND+SCANDINAVIAN+REALISM

American and Scandinavian Realism

2. Konsep hukum sebagai suatu alat untuk menyelesaikan sengketa-

sengketa sosialdan bukan suatu akhir dari hukum tersebut; dengan

semikian beberapa bagian perlu diperiksa secara tetap berdasarkan

tujuannya, dan berdasarkan pengaruhnya, dan untuk diadili dari dua

sudut pandang di atas dan juga dari hubungannya satu sama lain.

3. konsep masyarakat yang dinamis, dan lebih dinamis dari hukum,

sehingga kemungkinan untuk memeriksa kembali beberapa porsi dari

hukum selalu ada, supaya dapat menentukan sejauh mana hukum

dapat melayani masyarakat.

4. Pemisahan sementara dari “is” dan “ought” untuk tujuan dari

pengkajian.41

5. Ketidakpercayaan pada peraturan-peraturan hukum tradisional dan

konsep-konsep sejauhmana mereka menggambarkan apa yang

sekarang ini dilakukan oleh pengadilan dan masyarakat.

6. Saling berkaitan dengan poin di atas, timbul ketidakpercayaan

terhadap teori, formulasi hukum tradisional yang bersifat preskriptif

adalah faktor operatif yang berat dalam menghasilkan putusan-putusan

pengadilan.

7. Keyakinan dalam pengutamaan pengelompokan kasus-kasus dan

permasalahan-permasalahan hukum ke dalam kategori-kategori yang

lebih sempit daripada yang telah dipraktekkan di masa lalu.

8. Suatu penegasan terus menerus pada evaluasi dari beberapa bagian

hukum yang berkaitan dengan pengaruh-pengaruhnya, dan

penegasan terus-menerus pada pengutamaan untuk mencoba

menemukan pengaruh-pengaruh ini.

9. Penegasan terus-menerus pada serangan yang bersifat

berkesinambungan dan terencana pada masalah-masalah hukum yang

berkaitan dengan beberapa garis berikut.

a. Konsep rasional yang merupakan garis awal dan membuahkan

serangan psikologi.

41 Baca K. Llewellyn, Some Realism About Realism (1831), Real Realists, dalam Bahan Bacaan Filsafat Hukum Buku ke 1” yang disusun oleh Dr. Agus Brotosusilo, SH., MA, halaman 688.

Filsafat Hukum

15

Page 17: AMERICAN+AND+SCANDINAVIAN+REALISM

American and Scandinavian Realism

b. Garis serangan ke dua yang telah mendiskriminasikan

peraturan-peraturan berdasarkan signifikansinya yang bersifat

relatif.

c. Garis serangan yang lebih jauh, terdapat pada konflik nyata

dan ketidakpastian antara putusan-putusan di pengadilan

banding, memerlukan pernyataan yang lebih dapat dimengerti

dengan mengelompokkan fakta-fakta baru, tetapi tidak selalu

dalam bentuk kategori-kategori yang lebih sempit.

7. Llwellyn, K : Using the New JurisprudenceLlwellyn memaparkan dua metode inti dan penyelesaian dari

Yurisprudensi terbaru dalam tulisannya yang berjudul “Using the New

Jurisprudence”. Kedua metode tersebut adalah sebagai berikut.42

1. Mempelajari doktrin yang diterima dan memeriksa kata-katanya secara

berlawanan dengan hasil-hasilnya, secara khusus dan menyeluruh.

Metode ini mencoba untuk menerima suduut pandang baru dan secara

berkelanjutan berhati-hati terhadap apa yang terjadi. Metode ini

kemudian mencoba untuk mengingat seluruh hasil-hasil yang relevan

dalam waktu yang sama; melihat apakah hasil-hasil di hari Selasa

diperiksa dengan hasil-hasil di hari Senin maupun di hari Rabu; dan

tidak berisi formulasi yang tidak berhubungan dengan seluruh hasil

tersebut.

2. Jikalau doktrin yang diterima tersebut kelihatan tidak menyatu secara

sempurna dengan seluruh hasil, maka kita mencoba sudut pandang

baru yang lain, dari beberapa sisi;namun jika cara ini juga tidak

berhasil, maka kita dapat menggunakan kebiasaan hakim sebagai

pedoman untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

Llwellyn juga menyatakan, ide yang terkandung dalam yurisprudensi modern

adalah suatu kajian yang lebih sulit dan intensif tentang apa yang terjadi, dan

di atas segalanya merupakan kajian yang lebih berkesinambungan tentang

kebijaksanaan dan bagian dari kebijaksanaan yang tertulis dalam buku-buku,

42 Llwellyn, K : Using the New Jurisprudence, dalam Bahan Bacaan Filsafat Hukum Buku ke 1” yang disusun oleh Dr. Agus Brotosusilo, SH., MA, halaman 691-692.

Filsafat Hukum

16

Page 18: AMERICAN+AND+SCANDINAVIAN+REALISM

American and Scandinavian Realismmemeriksanya lagi dan lagi secara berlawanan dengan apa yang terjadi,

sehingga dapat menetapkan pondasi untuk doktrin yang lebih tegas.43

Gambar 8. Modern Jurisprudence oleh K. Llwelyn

8. Llewellyn, K: The Common Law TraditionLlwellyn menyatakan, terdapat suatu periode gaya atau “period style”

yang digunakan oleh pengadilan-pengadilan dalam sistem hukum Amerika.44

Dalam “common law”, praktek pengadilan-pengadilan berubah-ubah diantara

dua jenis gaya yang dinamakan dengan “Grand Style” dan “Formal Style”.

Grand style didasarkan secara esensial pada permintaan banding terhadap

suatu putusan hakim, dan tidak mengandung salinan yang mengikuti

preseden45; pertimbangan diberikan terhadap reputasi dari hakim dalam

memutuskan kasus terdahulu, dan prinsip didiskusikan untuk memastikan

preseden tidak merupakan suatu alat verbal yang penting, tetapi suatu

generalisasi yang menjawab secara jelas dan teratur. Di sisi lain, formal style

menyatakan, peraturan-peraturan hukum menjadi landasan dalam memutus

43 Ibid, halaman 692.44 The Common Law Tradition, dalam Bahan Bacaan Filsafat Hukum Buku ke 1” yang

disusun oleh Dr. Agus Brotosusilo, SH., MA, halaman 663.

45 Dalam bacaan asli disebut dengan istilah “precedent” [a decided case that furnishes a basis for determining later cases involving similar facts or issues.-Black Law Dictionary].

Filsafat Hukum

17

ModernJurisprudence

Harder and intensive study of what goes on.

Above all more sustained study of the wisdoms and part- wisdoms in the book.

Checking them again and against what goes on.

Can lay the foundation for more solid doctrine.

Page 19: AMERICAN+AND+SCANDINAVIAN+REALISM

American and Scandinavian Realismkasus-kasus; kebijakan diperuntukkan bagi lembaga legislatif, bukan untuk

pengadilan, dan dengan demikian pendekatan ini bersifat otoriter46, formal

dan logis.

Llwellyn juga menambahkan; grand style memiliki karakter “situation

sense” sedangkan sebaliknya formal style tidak memperhatikan faktor-faktor

sosial. Lebih lanjut, grand style memberikan pedoman terhadap masa depan

yang lebih jauh daripada formal style.

Gambar 9. Period Style of Common Law in America oleh K.Llwellyn9. Liewellyn, K: My Philosophy of Law

Ada masanya dimana hukum menjadi perhatian para filsuf, dan

dikonsepsikan sebagai bagian dari filsafat.47 Dalam masa sekarang ini, hukum

dianggap sebagai ilmu sosial oleh para ahli sosial. Para pengacara

menganggap hukum sebagai suatu keahlian dan sebagai suatu profesi;

mereka juga mengenalnya sebagai suatu badan hukum; mereka jarang

disibukkan untuk menemukan hubungan diantara fase-fase ini.48 Para

negarawan telah mengenal hukum sebagai aspek kunci dari masyarakat,

sebagai pedoman, sebagai suatu alat, sebagai suatu kewajiban yang bersifat

46 Dalam bacaan asli disebut dengan istilah “authoritarian” [strictly forcing people to obey a set of rules or laws, especially ones that are wrong or unfair-Longman Dictionary of Contemporary English].

47 K.Llwellyn, My Philoshopy of Law (1941), dalam Bahan Bacaan Filsafat Hukum Buku ke 1” yang disusun oleh Dr. Agus Brotosusilo, SH., MA, halaman 703.

Filsafat Hukum

Grand Style Formal Style

Is based essentially on an appeal to reason and do not slavish following of precedent;…….

The rules of law decide the cases;policy is for the legislature, not for the courts, and therefore is authoritarian, formal and logical.

18

Period Style

Page 20: AMERICAN+AND+SCANDINAVIAN+REALISM

American and Scandinavian Realismterbatas, namun mereka jarang memperdebatkan tentang bagaimana semua

ini menyatu bersama. 49

Dalam tulisannya yang berjudul “My Philoshophy of Law” ini, Llwellyn

memaparkan garis-garis dari tugas hukum50, yaitu :

1. Disposisi dari kasus-kasus yang bermasalah: suatu kesalahan, suatu

ketidakadilan, suatu persengketaan. Hal ini merupakan bengkel kerja

atau suatu fokus berkelanjutan terhadap masyarakat, dengan (seperti

ditunjukkan oleh yurisprudensi) pengaruhnya yang berkelanjutan

terhadap pembangunan dari keteraturan masyarakat.

2. Hubungan yang preventif dari tindakan dan harapan untuk mencegah

masalah, dan sejalan dengan kajian efektif dari tindakan dan harapan

dalam bentuk yang sama.

3. Alokasi dari kewenangan dan pengaturan terhadap prosedur-prosedur

yang digolongkan sebagai tindakan authoritative; yang meliputi

beberapa konstitusi dan lain-lain.

4. Bagian positif dari pekerjaan hukum, terlihat sebagai keseluruhan

jaringan: jaringan organisasi dari masyarakat sebagai suatu

keseluruhan yang mengatur integrasi, kontrol dan insentif.

5. “Metode hukum”, untuk menggunakan suatu slogan dalam

penanganan tugas dan membangung tradisi yang bersifat efektif dalam

penanganan, materi dan alat-alat hukum dan para personil

dikembangkan untuk pekerjaan-pekerjaan lain-hingga akhirnya materi-

materi, alat-alat dan para personil tersebut tetap melakukan tugas

hukumnya, dan melakukannya dengan lebih baik, hingga mereka

menjadi sumber dari kemungkinan dan pencapaian baru.

10.Ross, A : Tû-tûA. Ross, seorang realis Skandinavia merumuskan suatu konsep hukum

yang dinamakan dengan Tû-tû. Konsep yang dirumuskan oleh A. Ross ini

menguraikan hubungan antara fakta hukum dan konsekuensi hukum (jurisctic

fact and legal consequence). Salah satu contoh yang dipaparkan oleh A.Ross

berkaitan dengan konsep di atas adalah sebagai berikut.48 Ibid.49 Ibid.50 Dalam bacaan aslinya disebut dengan istilah “law-job”

Filsafat Hukum

19

Page 21: AMERICAN+AND+SCANDINAVIAN+REALISM

American and Scandinavian Realism

…….We find the following phrases, for example, in legal language as used in statutes and the administration of justice:51

1. If a loan is granted, there comes into being a claim;2. If a claim exists, then payment shall be made on the day it falls due,Which is only a round about way of saying:3. If a loan is granted, then payment shall be made on the day it falls due.

“Klaim” yang disebutkan dalam poin 1 dan 2, tetapi tidak disebutkan dalam

poin 3, secara jelas merupakan : “Tû-tû”.52 Penjelasan kita tentang pengaruh

yang menyebabkan si peminjam (borrower) berjanji berhubungan dengan

cerita rakyat yang menyatakan bahwa : jikalau seseorang membunuh hewan-

hewan totem akan menjadi “Tû-tû”.53 Contoh di atas, menunjukkan adanya

suatu hasil dari hubungan pertalian antara fakta hukum dengan konsekuensi

hukum yang bersifat kondisional. Hasil tersebut dinamakan dengan suatu

klaim, suatu hak, seperti suatu hubungan kausal yang membawa sebuah

pengaruh atau yang mendasari konsekuensi hukum tersebut.

Dalam jumlah besar peraturan-peraturan hukum hubungan antara

fakta hukum dengan konsekuensi hukum dapat dideskripsikan sebagai

berikut:

F1-C1 F2-C1 F3-C1 Fp-C1

F1-C2 F2-C2 F3-C2 Fp-C2

F1-C3 F2-C3 F3-C3 Fp-C3

- - - -

- - - -

- - - -

51 A.Ross , Tû-tû, dalam Bahan Bacaan Filsafat Hukum Buku ke 1” yang disusun oleh Dr. Agus Brotosusilo, SH., MA, halaman 778.

52 Dalam artikel yang ditulisnya, A. Ross menyatakan : Tû-tû, bukanlah suatu hal yang nyata, hanyalah sebuah kata yang kurang memiliki makna jikalau diartikan secara harafiah.

53 A.Ross, op.cit.

Filsafat Hukum

20

Page 22: AMERICAN+AND+SCANDINAVIAN+REALISM

American and Scandinavian Realism

F1-Cn F2-Cn F3-Cn Fp-Cn

( Baca: Fakta kondisional atau conditional fact F1 dihubungkan dengan

konsekuensi hukum atau legal consequence C1, dan seterusnya. ). Hal di

atas beerarti setiap fakta adalah suatu jumlah tertentu dari fakta-fakta

kondisional yang ada (F1-Fp) dihubungkan dengan setiap konsekuensi dari

suatu kelompok konsekuensi-konsekuensi hukum tertentu (C1-Cn).54

Perkalian antara n dan p (n x p ) peraturan-peraturan hukum tersebut

dapat dijelaskan secara sederhana dalam skema berikut.55

F1 C1

F2 C2

F3 C3

- O -

- -

- -

Fp Cn

Dari skema di atas, kita mengandaikan bahwa “ownership” atau kepemilikan

adalah suatu hubungan kausal antara F dan C, setiap pengaruh yang dibuat

oleh F, yang mana dalam perubahannya merupakan suatu jumlah

keseluruhan dari konsekuensi-konsekuensi hukum. Ilustrasi di atas dapat

dicontohkan sebagai berikut.56

(1) Jikalau A membeli suatu objek secara legal (F2), kepemilikan

dari objek tersebut dengan demikian berada di tangannya.

54 Baca A. Ross : Tû-tû, dalam Bahan Bacaan Filsafat Hukum Buku ke 1” yang disusun oleh Dr. Agus Brotosusilo, SH., MA, halaman 780.

55 Ibid.

56 Ibid.

Filsafat Hukum

21

Page 23: AMERICAN+AND+SCANDINAVIAN+REALISM

American and Scandinavian Realism

(2) Jikalau A adalah pemilik dari suatu objek, dia memiliki hak untuk

memperbaikinya (C1).

Dengan demikian, (1) + (2) hanyalah pengulangan dari aturan-aturan yang

merupakan hasil dari (F2-C1), dimana pembelian sebagai suatu fakta

kondisional menyebabkan kemungkinan untuk perbaikan sebagai suatu

konsekuensi hukum.57

57 Ibid.

Filsafat Hukum

22