fajarss.blog.uns.ac.idfajarss.blog.uns.ac.id/files/2010/06/bab-ii.docx · web viewprogram semester,...
Post on 08-Mar-2019
214 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Hakikat Belajar dan Mengajar
1.1 Proses Belajar
Belajar artinya berusaha (berlatih dan sebagainya) supaya
mendapatkan suatu panduan (Kamus Umum Bahasa Indonesia). Sedangkan
dalam Wittaker (1970:215) yang dikutip Westy Soemanto (dalam Fatah
2007:12) menyebutkan bahwa : belajar dapat didefinisikan sebagai proses
dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau
pengalaman (learning may be defined as the proscess by which behavior
originates or as altered through training or experience).
Menurut Fontana (dalam Tim MKPMB, 2001:8), pengertian belajar
adalah proses perubahan tingkah laku individual yang relatif tetap sebagai
hasil dari pengalaman. Selanjutnya Arifin dalam (Hartini dalam Fatah,
2007:12) memberikan definisi sebagai berikut : Belajar adalah suatu kegiatan
peserta didik dalam menerima, menenggapi, serta menganalisa bahan-bahan
pelajaran yang disajikan oleh para guru yang berakhir pada kemampuan anak,
menguasai bahan pelajaran yang disajikan itu. Dengan kata lain, belajar
adalah suatu rangkaian proses kegiatan respons yang terjadi dalam suatu
rangkaian belajar mengajar yang berakhir pada terjadinya perubahan tingkah
laku, baik jasmaniah maupun rohaniah akibat pengalaman atau pengetahuan
yang diperoleh.
Belajar selalu melibatkan tiga hal pokok yaitu : adanya perubahan
tingkah laku, sifat perubahannya relatif permanen serta perubahan tersebut
disebabkan oleh interaksi dengan lingkungan, bukan oleh proses kedewasaan
ataupun perubahan kondisi fisik yang sifatnya temporer. Oleh karena itu,
pada prinsinya belajar adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat
8
interaksi antara siswa dengan sumber–sumber belajar, baik sumber yang
didesain maupun yang dimanfaatkan. Proses belajar tidak hanya trerjadi
karena adanya interaksi antara siswa dengan guru, namun hasil belajar yang
maksimal juga bisa diperoleh dari interaksi antara siswa dengan sumber-
sumber belajar lainnya.
Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah
suatu proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman dalam interaksai
dengan lingkungan. Belajar sebagaimana yang dikemukakan diatas
merupakan suatu proses yang dilakukan oleh seseorang, sehingga terjadi
perubahan pada diri orang tersebut. Perubahan tersebut mencakup perubahan
tingkah laku secaran keseluruhan, baik dalam hal pengetahuan (kognitif),
nilai sikap (afektif), maupun keterampilan (psikomotor).
1.2 Mengajar
Menurut Arifin (dalam Muhibin Syahdalam Fatah, 2007:14) :
“Mengajar merupakan suatu rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran
kepada murid agar dapat menerima, menanggapi, menguasai dan
mengembangkan bahan pelajaran itu”. Dari definisi di atas, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa mengajar itu pada intinya mengarah pada
timbulnya prilaku belajar siswa. Mengajar merupakan aktivitas yang
dilakukan oleh seorang guru dalam proses pembelajaran. Guru memegang
peranan penting dalam kegiatan pembelajaran, oleh karena itu guru harus
memiliki berbagai pengetahuan dan kemampuan untuk mencapai hasil yang
lebih baik sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam menjalankan tugas sehari-hari, setiap guru akan melaksanakan
pembelajaran di kelas, disadari atau tidak, akan memilih strategi tertentu agar
pelaksanaan pembelajaran yang dilakukannya di kelas berjalan dengan hasil
optimal. Strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru Matematika
sebelum melaksanakan pembelajaran Matematika di kelas, biasanya dibuat
9
secara tertulis, mulai dari telaah kurikulum, penyusunan program tahunan,
program semester, silabus, sampai pembuatan rencana pelaksanaan
pembelajaran. Strategi pembelajaran meliputi pendekatan, metode, teknik,
model pembelajaran, bentuk media, sumber belajar, pengelompokan peserta
didik, dan upaya evaluasi dampak pembelajaran.
Pendekatan pembelajaran Matematika adalah cara yang ditempuh
guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa
beradaptasi dengan siswa. Ada dua jenis pendekatan dalam pembelajaran
Matematika, yaitu pendekatan yang bersifat metodologi dan pendekatan
bersifat materi. Pendekatan metodologi diantaranya adalah pendekatan
intuitif, analitik, sintetik, spiral, induktif, deduktif, tematik, realistik,
heuristik. Sedangakan pendekatan material yaitu pendekatan pembelajaran
Matematika dengan dalam penyajian konsep Matematika disajikan dengan
konsep lain.
Ada beberapa macam metode pengajaran yang dapat digunakan dalam
pembelajaran Matematika, diantaranya metode ceramah, tanya jawab, dikusi,
pemberian tugas belajar (resitasi), demonstrasi dan eksperimen, kerja
kelompok, wisata, mengajar beregu (team teaching).
2. Hakikat Pendidikan Matematika
2.1 Matematika Sekolah
Matematika sekolah adalah Matematika yang diajarkan di jenjang
persekolahan seperti Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan
Sekolah Menengah Atas. Matematika sekolah tidaklah sepenuhnya sama
dengan Matematika sebagai ilmu. Dikatakan tidak sepenuhnyan sama, karena
memiliki perbedaan, antara lain :
1. Penyajian Matematika
Penyajian atau pengungkapan butir-butir Matematika di sekolah
disesuaikan dengan perkiraan perkembangan intelektual peserta didik
dengan mengaitkan butir yang akan disampaikan dengan realitas disekitar
10
siswa atau disesuaikan dengan pemakaiannya. Penyajian Matematika di
SMA berbeda dengan penyajian di SMP maupun di SD.
2. Pola Pikir Matematika
Pola pikir Matematika secara ilmu adalah deduktif. Sifat atau teorema
yang ditentukan secara induktuf ataupun empirik kemudian dibuktikan
kebenarannya dengan langkah-langkah deduktif sesuai strukturnya.
Tidaklah demikian halnya dengan Matematika sekolah, meskipun siswa
pada akhirnya diharapkan mampu berpikir deduktif namun dalam proses
pembelajarannya dapat digunakan pola pikir induktif. Pola pikir induktif
yang digunakan yang dimaksud untuk menyesuaikan dengan tahap
perkembangan intelektual siswa.
3. Keterbatasan Semesta
Sebagai akibat dipilihnya unsur atau elemen Matematika sekolah dengan
memperhatikan aspek kependidikan, dapat terjadi “penyederhanaan” pada
konsep Matematika yang kompleks. Pengertian semesta pembicaraan
tetap diperlukan namun mungkin sekali lebih dipersempit. Selanjutnya
semakin meningkat usia siswa, yang berarti meningkat juga tahap
perkembangannya, maka semesta itu berangsur lebih diperluas lagi.
4. Tingkat Keabstrakan
Objek Matematika adalah abstrak. Sifat abstrak objek Matematika
tersebut tetap ada pada Matematika sekolah. Hal ini merupakan salah satu
penyebab sulitnya seorang guru mengajarkan Matematika sekolah.
Seorang guru Matematika harus mengurangi sifat abstrak dari objek
Matematika sehingga memudahkan siswa dalam menangkap pelajaran
Matematika sesuai dengan tingkatannya.
2.2 Fungsi dan Tujuan Pendidikan Matematika
Fungsi Matematika sekolah adalah sebagai salah satu unsur masukan
instrumental, yang memiliki obyek dasar abstrak dan melandaskan kebenaran,
konsistensi, dalam setiap proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan
11
pendidikan. Kebenaran konsistensi adalah kebenaran yang terdahulu yang
telah diterima. Tujuan pembelajaran Matematika yang dituntut dalam
kurikulum 2006 adalah :
1. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya
melalui kegiatan penyelildikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukan
kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsistensi.
2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melkibatkan imajinasi, institusi,
dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa
ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
3. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.
4. Mengembangkan kemampuann menyampaikan informasi atau
mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicartaan lisan,
catatan, grafik, peta, diagram, dan menjelaskan gagasan.
Kecakapan dan kamahiran Matematika yang diharapkan dapat tercapai
dalam belajar Matematika adalah:
1. Menunjukan pemahaman konsep Matematika yang dipelajari,
menjelaskan keterkaitan anatar konsep dan mengaplikasikan konsep atau
algoritma secara luwes, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
2. Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,
tabel, grafik, atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah.
3. Menggunakanan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manifulasi
Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika.
4. Menunujukan kemampuan strategi dalam membuat (merumuskan),
menafsirkan dan menyelesaikan model Matematika dalam pemecahan
masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan.
2.3 Strategi Belajar Mengajar Matematika
12
Strategi belajar mengajar Matematika adalah seperangkat
kebijaksanaan terpilih mengenai kurikulum dan materi, yang bila bersama-
sama dengan tujuan, bahan pelajaran, metode mengajar dan media pengajaran
dikembangkan dalam bentuk sajian seperti rencana pelaksanaan
pembelajaran, modul, atau pengajaran terprogram menjadi rancangan
pelajaran atau disain instruksional.
2. 4 Tipe Pembelajaran Matematika
Ketika akan melakukan pembelajaran Matematika, maka seharusnya
ditetapkan sasaran yang akan dicapai. Untuk mencapai sasaran tersebut maka
harus dipilih pendekatan yang tepat sehingga diperoleh hasil yang optimal,
berhasil guna dan tepat guna. Demikian juga halnya dengan pelaksanaan
pembelajaran Matematika, diperlukan adanya suatu pendekatan khusus yang
harus ditempuh guru agar konsep yang disajikan bisa disajikan dan bisa
beradaptasi dengan siswa.
3. Pembelajaran Matematika Realistik
Matematika adalah disiplin ilmu tentang tata cara berfikir dan
mengolah logika, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Pada Matematika
diletakan dasar bagaimana mengembangkan cara berpikir dan bertindak
melalui aturan yang disebut dalil (dapat dibuktikan) dan aksioma (tanpa
pembuktian). Kekhasan dari pendekatan pembelajaran Matematika yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan Realistik atau Realistic
matemathics Education (RME).
Pembelajaran Matematika Realistik adalah suatu teori dalam
pendidikan Matematika yang berdasarkan pada ide bahwa Matematika adalah
aktivitas manusia dan Matematika harus dihubungkan secara nyata terhadap
konteks kehidupan sehari-hari siswa sebagai suatu sumber pengembangan
dan sebagai area aplikasi melalui proses matematisasi baik horizontal maupun
vertikal. Dalam Realistic Mathematics Education, siswa belajar
13
mematematisasi masalah-masalah kontekstual. Dengan kata lain, siswa
mengidentifikasi bahwa soal kontekstual harus ditransfer ke dalam soal
bentuk Matematika untuk lebih dipahami lebih lanjut, melalui penskemaan,
perumusan dan pemvisualisasian. Hal tersebut merupakan proses
matematisasi horizontal. Sedangkan matematisasi vertikal, siswa
menyelesaikan bentuk Matematika dari soal kontekstual dengan
menggunakan konsep, operasi dan prosedur Matematika yang berlaku dan
dipahami siswa (Dian Armanto, 2001). Sehingga dalam matematisasi
horizontal berangkat dari dunia nyata masuk ke dunia simbol sedangkan
matematisasi vertikal berarti proses/pelaksanaan dalam dunia simbol.
Pada pendekatan ini peran guru tak lebih sebagai fasilitator, moderator,
evaluator, sementara siswa berpikir, berkomunikasi, respponding, dan melatih
nuansa demokratis dengan mernghormati pendapat orang lain.
RME (Realistic Matematic Education) banyak diwarnai pandangan
feudhental tentang Matematika. Adapun dua pandangan feudhental yaitu
Matematika harus dihubungkan dengan realitas dan Matematika sebagai
aktivitas manusia, sehingga siswa harus diberikan kesempatan belajar
melakukan aktivitas matematisasi pada semua topik dalam Matematika.
Dengan menggunakan pendekatan realistik dapat diciptakan lingkungan
belajar yang kondusif untuk terjadinya interaksi belajar mengajar yang lebih
efektif sehingga siswa dapat membangun sendiri kemampuannya.
Beberapa karakteristik belajar mengajar Matematika dengan
menggunakan pendekatan realistik yang direkomendasikan oleh NCTM
(1989, dalam Susilawati 2001:9 dalam Suparta 2006:16) antara lain dengan
meningkatkan perhatian pada :
a. Menginvestasikan dan memformulasikan pertanyaan “problem solution”.
b. Menyatakan situasi secara verbal, bilangan, grafik atau simbol.
c. Menghubungkan Matematika dengan subyek lain dan dunia luar kelas.
d. Mengaitkan topik-topik dalam Matematika.
e. Menerapkan Matematika.
14
f. Menciptakan algoritma dan prosedur.
g. Mengembangkan dan menggunakan tabel, grafik, aturan-aturan untuk
menjelaskan situasi.
h. Menggunakan macam-macam metode untuk memecahkan
permasalahkan Matematika.
Karakteristik Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Realistik.
Pendekatan pembelajaran yang didasarkan pada RME banyak
dipengaruhi oleh pandangan Freudental tentang Matematika. Salah satu
filosofi yang mendasari pendekatan realistik adalah bahwa Matematika
bukanlah suatu kumpulan aturan-aturan atau sifat-sifat yang sudah lengkap
yang harus siwa pelajari.
Pembelajaran Matematika Realistik mempunyai lima karakteristik,
yaitu :
1. Menggunakan konteks yang real terhadap siswa sebagai titik awal untuk
belajar.
2. Menggunakan model sebagai suatu jembatan antara real dan abstrak yang
membantu siswa belajar Matematika pada level abstraksi yang berbeda.
3. Menggunakan produksi siswa sendiri atau strategi sebagai hasil dari
mereka “doing mathematics”.
4. Interaksi adalah penting untuk belajar Matematika antara guru dan siswa,
siswa dan siswa.
5. Keterkaitan antara unit-unit Matematika dan masalah-masalah yang ada
dalam dunia ini.
Kelima prinsip belajar dan mengajar menurut filosofi realistik di atas
inilah yang menjiwai setiap aktivitas pembelajaran Matematika. Dalam proses
pengembangan bahan ajarnya, disampaikan dengan dua karakteristik yaitu
percobaan berpikir dan implementasi pembelajaran. Kerangka pembelajaran
15
Matematika dengan pendekatan realistik mempunyai dua kelebihan, yaitu
menuntun siswa dari keadaan yang sangat konkret melalui proses
matematisasi horizontal (Matematika dalam tingkat ini adalah Matematika
informal). Biasanya para siswa dibimbing oleh masalah-masalah konstektual,
dimana dalam falsafah realistik dunia nyata digunakan sebagai pangkal
permulaan dalam pengembangan konsep-konsep dan gagasan Matematika.
4. Kurikulum Pendidikan Dasar Matematika
Pengertian Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, dewasa ini telah
berkembang sangat pesat, baik materi maupun kegunaannya. Dengan
demikian maka setiap upaya penyusunan kembali atau penyempurnaan
kurikulum Matematika sekolah perlu mempertimbangkan perkembangan-
perkembangan tersebut, pengalaman masa lalu, dan perkembangan masa
depan. Matematika sekolah adalah Matematika yang diajarkan di pendidikan
dasar dan pendidikan menengah. Matematika sekolah tersebut terdiri atas
bagian Matematika yang dipilih guna menumbuh kembangkan kemampuan-
kemampuan dan membentuk klepribadian siswa serta terpadu pada
perkembangan IPTEK. Ini berarti bahwa Matematika sekolah memiliki ciri-
ciri penting, yaitu (a) Memiliki obyek yang abstrak dan (b) memiliki pola
pikir dedukatif dan konsisten, juga tidak dpat dipisahkan dari perkembangan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
5. Minat Belajar
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan
mengenai beberapa kegiatan. Kegiatan yang dimiliki seseorang diperhatikan
terus menerus yang disertai dengan rasa sayang. Menurut Winkel (1996:24)
minat adalah “kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa
tertarik pada bidang/hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam
bidang itu.” Selanjutnya Slameto (1995:57) mengemukakan bahwa minat
adalah “kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang
16
beberapa kegiatan, kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus yang
disertai dengan rasa sayang. ”Kemudian Sardiman (1992:76) mengemukakan
minat adalah “suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciri-ciri
atai arti sementara situasi yang dihubungkan dengan keinginan-keinginan
atau kebutuhan-kebutuhannya sendiri”.Berdasarkan pendapat di atas, jelaslah
bahwa minat besar pengaruhnya terhadap belajar atau kegiatan. Bahkan
pelajaran yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan disimpan
karena minat menambah kegiatan belajar. Untuk menambah minat seorang
siswa di dalam menerima pelajaran di sekolah siswa diharapkan dapat
mengembangkan minat untuk melakukannya sendiri. Minat belajar yang telah
dimiliki siswa merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil
belajarnya. Apabila seseorang mempunyai minat yang tinggi terhadap sesuatu
hal maka akan terus berusaha untuk melakukan sehingga apa yang
diinginkannya dapat tercapai sesuai dengan keinginannya.
Terlepas dari kompleksitas dalam kegiatan pemotivasian tersebut,
dengan merujuk pada pemikiran Wina Senjaya (2008), di bawah ini
dikemukakan beberapa petunjuk umum bagi guru dalam rangka
meningkatkan motivasi belajar siswa, yaitu :
1. Memperjelas tujuan yang ingin dicapai.
Tujuan yang jelas dapat membuat siswa paham ke arah mana ia ingin
dibawa. Pemahaman siswa tentang tujuan pembelajaran dapat
menumbuhkan minat siswa untuk belajar yang pada gilirannya dapat
meningkatkan motivasi belajar mereka. Semakin jelas tujuan yang ingin
dicapai, maka akan semakin kuat motivasi belajar siswa. Oleh sebab itu,
sebelum proses pembelajaran dimulai hendaknya guru menjelaskan
terlebih dulu tujuan yang ingin dicapai. Dalam hal ini, para siswa pun
seyogyanya dapat dilibatkan untuk bersama-sama merumuskan tujuan
belajar beserta cara-cara untuk mencapainya.
2. Membangkitkan minat siswa.
17
Siswa akan terdorong untuk belajar manakala mereka memiliki minat
untuk belajar. Oleh sebab itu, mengembangkan minat belajar siswa
merupakan salah satu teknik dalam mengembangkan motivasi belajar.
Beberapa cara dapat dilakukan untuk membangkitkan minat belajar
siswa, diantaranya : Hubungkan bahan pelajaran yang akan diajarkan
dengan kebutuhan siswa. Minat siswa akan tumbuh manakala ia dapat
menangkap bahwa materi pelajaran itu berguna untuk kehidupannya.
Dengan demikian guru perlu enjelaskan keterkaitan materi pelajaran
dengan kebutuhan siswa. Sesuaikan materi pelajaran dengan tingkat
pengalaman dan kemampuan siswa. Materi pelaaran yang terlalu sulit
untuk dipelajari atau materi pelajaran yang jauh dari pengalaman siswa,
akan tidak diminati oleh siswa. Materi pelajaran yang terlalu sulit tidak
akan dapat diikuti dengan baik, yang dapat menimbulkan siswa akan
gagal mencapai hasil yang optimal; dan kegagalan itu dapat membunuh
minat siswa untuk belajar. Biasanya minat siswa akan tumbuh kalau ia
mendapatkan kesuksesan dalam belajar. Gunakan berbagai model dan
strategi pembelajaran secara bervariasi, misalnya diskusi, kerja
kelompok, eksperimen, demonstrasi, dan lain-lain.
3. Ciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar.
Siswa hanya mungkin dapat belajar dengan baik manakala ada dalam
suasana yang menyenangkan, merasa aman, bebas dari rasa takut.
Usahakan agar kelas selamanya dalam suasana hidup dan segar, terbebas
dari rasa tegang. Untuk itu guru sekali-sekali dapat melakukan hal-hal
yang lucu.
4. Berilah pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan siswa.
Motivasi akan tumbuh manakala siswa merasa dihargai.
Memberikanpujian yang wajar merupakan salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk memberikan penghargaan. Pujian tidak selamanya harus
dengan kata-kata. Pujian sebagain penghargaan dapat dilakukan dengan
18
isyarat, misalnya senyuman dan anggukan yang wajar, atau mungkin
dengan tatapan mata yang meyakinkan.
5. Berikan penilaian.
Banyak siswa yang belajar karena ingin memperoleh nilai bagus. Untuk
itu mereka belajar dengan giat. Bagi sebagian siswa nilai dapat menjadi
motivasi yang kuat untuk belajar. Oleh karena itu, penilaian harus
dilakukan dengan segera agar siswa secepat mungkin mengetahui hasil
kerjanya. Penilaian harus dilakukan secara objektif sesuai dengan
kemampuan siswa masing-masing.
6. Berilah komentar terhadap hasil pekerjaan siswa.
Siswa butuh penghargaan. Penghargaan bisa dilakukan dengan
memberikan komentar positif. Setelah siswa selesai mengerjakan suatu
tugas, sebaiknya berikan komentar secepatnya, misalnya dengan
memberikan tulisan “bagus” atau “teruskan pekerjaanmu” dan lain
sebagainya. Komentar yang positif dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa.
7. Ciptakan persaingan dan kerja sama.
Persaingan yang sehat dapat memberikan pengaruh yang baik untuk
keberhasilan proses pembelajaran siswa. Melalui persaingan siswa
dimungkinkan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memperoleh
hasil yang terbaik. Oleh sebab itu, guru harus mendesain pembelajaran
yang memungkinkan siswa untuk bersaing baik antara kelompok maupun
antar-individu. Namun demikian, diakui persaingan tidak selamanya
menguntungkan, terutama untuk siswa yang memang dirasakan tidak
mampu untuk bersaing, oleh sebab itu pendekatan realistik dapat
dipertimbangkan untuk menciptakan persaingan antar kelompok.
Di samping beberapa petunjuk cara membangkitkan motivasi belajar
siswa di atas, adakalanya motivasi itu juga dapat dibangkitkan dengan
cara-cara lain yang sifatnya negatif seperti memberikan hukuman,
teguran, dan kecaman, memberikan tugas yang sedikit berat (menantang).
19
Namun, teknik-teknik semacam itu hanya bisa digunakan dalam kasus-
kasus tertentu. Beberapa ahli mengatakan dengan membangkitkan
motivasi dengan cara-cara semacam itu lebih banyak merugikan siswa.
Untuk itulah seandainya masih bisa dengan cara-cara yang positif,
sebaiknya membangkitkan motivasi dengan cara negatif dihindari.
6. Pembelajaran matematika Pada Pokok Bahasan Operasi Bilangan
Pecahan.
Obyek ilmu ukurnya adalah benda-benda. Setiap benda memiliki
harga yang berbeda-beda antara benda yang satu dengan benda yang lainnya.
Apabila beberapa benda dibahas sekaligus, maka perlu juga diperhatikan
jumlah dan banyaknya benda yang satu dengan yang lainnya.
Dalam pembelajaran Matematika berdasarkan pendekatan Realistik, materi
disajikan dengan bentuk persoalan-persoalan konstektual yang merupakan
masalah-masalah yang menghadirkan lingkungan yang nyata bagi siswa.
Sebagai contoh, persoalan konstektual tentang gambar-gambar yang mirip
dengan bentuk suatu benda yang sesuai dengan benda yang disebutkan dalam
soal.
Hal ini berbeda dengan pembelajaran matematika biasa, dimana
persoalan yang diberikan, guru menjelaskan cara menyelesaikan, sedangkan
dalam pembelajaran Matematika berdasarkan pendekatan realistik siswa
dengan pengalaman yang dimilikinya mencoba menyelesaikan dengan
strategi mereka sendiri, sehingga diharapkan akan muncul beragam strategi
jawaban. Aspek lain yang ada pada pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan realistik adalah adanya aktivitas siswa berupa komunikasi dalam
kelas, sehingga pembelajaran matematika menjadi lebih efisien
B. Penelitian yang Relevan
20
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain sebagai
berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Rini Susanti (2008) yang berjudul
“Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Pendekatan
Realistik pada siswa kelas XI MA Annajah Sesela Gunug Sari Tahun
Pelajaran 2007/2008”. Rini Susanti menyimpulkan bahwa dengan
menggunakan pendekatan realistik dapat meningkatkan hasil belajar
siswa.
2. Penelitian lain yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh Iwan
Firmansyah (2008) dengan judul “Pembelajaran Matematika dengan
menggunakan Pendekatan Realistik untuk Meningkatkan Minat Belajar
dan hasil Belajar Siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Cisalak”. Iwan
Firmansyah menyimpulkan bahwa terdapat keterkaitan positif antara
pembelajaran Matematika dengan menggunakan pendekatan Realistik
terhadap minat dan hasil belajar Matematika siswa
Kedua penelitian tersebut pada dasarnya memiliki relevansi dalam
pemilihan Pendekatan yang tepat sebagai upaya peningkatan minat belajar
dan hasil belajar siswa.
C. Kerangka Berpikir
Pembelajaran Matematika pada kelas V SD sampai sejauh ini
masih menggunakan metode yang konvensional. Hal itu menyebabkan
rendahnya minat belajar siswa dalam mengikuti pelajaran. Dari rendahnya
minat belajar tersebut menyebabakan siswa tidak antusias dalam mengikuti
pelajaran sehingga sebagian besar siswa tidak menguasai pelajaran yang
diajarkan. Pendekatan Realistik atau Realistic Matemathict Education
(RME) merupakan salah satu alternatif untuk menanggulangi metode
konvensional yang biasa dilakukan oleh guru.
21
Pendekatan Realistik atau Realistic Matemathict Education (RME)
dipilih karena pendekatan tersebut sangat menyenangkan dan
mengaktifkan siswa sehingga dapat meningkatkan minat belajar siswa
dalam mengikuti pelajaran dan pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas
proses pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD.
Berdasarkan analisis ini diduga bahwa melalui pendekatan realistik
dapat meningkatkan minat belajar dan hasil belajar Matematika Siswa
kelas V SD Negeri III Waleng Girimarto Wonogiri
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat
sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data
yang terkumpul (Arikunto, 2002: 64). Hipotesis penelitian ini diturunkan
berdasarkan cara berpikir deduktif, yakni menentukan jawaban sementara
atas dasar analisis teori-teori pengetahuan ilmiah yang relevan dengan
permasalahan melalui penalaran.
Hipotesis yang diajukan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Terdapat pengaruh positif antara pendekatan pembelajaran realistik
atau Realistic Matemathict Education (RME) terhadap peningkatan
hasil belajar Matematika
2. Terdapat pengaruh positif antara minat belajar matematika yang
tinggi terhadap peningkatan hasil belajar Matematika.
3. Terdapat pengaruh positif antara pendekatan pembelajaran realistik
atau Realistic Matemathict Education (RME) dan minat belajar
terhadap peningkatan hasil belajar Matematika.
22
top related