010 nautika
Post on 06-Nov-2015
202 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
-
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wilayah bumi kita sebagian besar adalah lautan sehingga alat
transportasi laut sangat dibutuhkan untuk pengangkutan di laut
khususnya untuk lokasi pengeboran lepas pantai, termasuk negara
Qatar, yang terletak di Lintang 25 30 0 U Bujur 51 55 00 T, Negara ini
mempunyai pengeboran minyak yang tersebar di beberapa wilayah,
seperti di Halul Island dan Al Sheheen Field yang dioperasikan oleh
perusahaan setempat maupun oleh negara lain.
Dalam menunjang pengoperasian pengeboran minyak,
dibutuhkan kapal dengan tipe tertentu, yang dirancang sedemikian
rupa termasuk Kapal Anchor Handling. Salah satu yang menjadi
pekerjaan utamanya adalah melakukan rig move di area lepas pantai
(offshore), di mana rig ini digunakan untuk melakukan pengeboran
minyak di Jacket atau platform yang di bawahnya terdapat sumur
minyak. Pekerjaan lainnya adalah untuk meletakkan jangkar dari
instalasi offshore di dasar laut, supaya tongkang atau alat instalasi
penunjang pengeboran, dapat bertahan pada posisi yang
dikehendaki, kemudian mengambil jangkar tersebut apabila pekerjaan
telah selesai dilaksanakan. Kapal anchor handling juga biasa
digunakan untuk membantu pekerjaan instalasi pemasangan
platform, di samping juga sebagai penunjang operasi di lokasi
pengeboran minyak.
Pengalaman penulis sebagai Mualaim1 di kapal MV. Rawabi 13,
menunjukkan bahwa bekerja di kapal-kapal yang beroperasi di lepas
pantai umumnya dan khususnya di kapal MV. Rawabi 13, sering
menemui hambatan dalam pengoperasiannya, yang disebkan karena
-
2
kapal yang di pesan oleh pencharter kurang memenuhi standar
yang telah di tetapkan oleh pencarter, sumber daya manusia juga
dalam hal ini Crew kapal kurang memadai dan memiliki pengalaman
dalam melaksanakan pekerjaan anchor handling. Misalnya sering
terjadi kesalahan dalam melakukan prosedur kerja, karena crew
yang bersangkutan baru pertama kali bekerja dengan tipe anchor
handling. Hal ini juga dapat mencakup kesalahan komunikasi
dengan instansi terkait,seperti pihak Rig, Platform station,
Accommodation Barge atau pencharter yang umumnya
menggunakan bahasa Inggris, kadang terjadi miskomunikasi atau
salah paham dalam menerima instruksi pencharter sehingga
mendatangkan teguran-teguran pada pihak kapal maupun pemilik
kapal.
Di lain hal adanya sebagian crew yang tidak melaksanakan
perawatan-perawatan kapal secara berkala, sehingga plan
maintenance system (PMS) tidak berjalan dan juga tidak
maksimalnya dukungan perusahaan dalam pelaksanaan perawatan
kapal seperti penyediaan suku cadang.
Dari kekurangan-kekurangan yang terjadi di kapal yang
menyangkut crew di kapal serta berdasarkan pengalaman yang
penulis dapatkan penulis tertarik memilih judul: UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN CREW DALAM PELAKSANAAN ANCHOR HANDLING DAN RIG MOVE KAPAL AHTS Rawabi 13.
B. Tujuan Dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui kendala-kendala dan faktor-faktor
penyebab keterlambatan maupun kesalahan pada saat
pelaksanaan Anchor Handling dan Rig Move, agar dapat
-
3
meningkatkan kinerja semua personel dan mencegah komplain
dari pihak pencharter.
2. Manfaat penulisan
a. Bagi Dunia Akademis
Dapat menambah wawasan bagi pembaca yang
ingin menambah wawasan di bidang kelautan terutama kapal-
kapal AHTS yang bekerja di lepas pantai. Dapat memberi
sumbangan pengetahuan bagi para pembaca dan bagi Pasis
yang ingin bekerja di kapal AHTS.
b. Bagi Dunia Praktisi
Bagi Nakhoda dan awak kapal sebagai bahan masukan
tentang bagaimana meningkatkan keterampilan kerja awak
kapal dan mengurangi tingkat kecelakaan di atas kapal. Bagi
perusahaan kapal sebagai sumbangsih saran kepada
perusahaan dalam menyeleksi awak kapal yang handal dan
berkualitas serta memenuhi semua persyaratan yang berlaku.
C. Ruang Lingkup
Peranan kapal Anchor Handling saat pengeboran minyak di
lepas pantai sangat membantu dalam menunjang kelancaran
pekerjaan pengeboran karena luasnya permasalahan kerja terutama
untuk kapal anchor handling dan rig move, maka penulis membatasi
penelitian ini hanya yang mencakup KURANG LANCARNYA PELAKSANAAN ANCHOR HANDLING DAN RIG MOVE dimana
penulis bertugas sebagai Mualim 1 di AHTS Rawabi 13.
-
4
D. Metode penyajian
1. Metode Pengumpulan Data
a. Pengalaman Lapangan
Studi pengalaman lapangan merupakan suatu metode
pengkajian hasil pengalaman lapangan baik melalui
pengamatan, penyelidikan dan penelitian secara langsung
pada obyek yang dijadikan topik, sewaktu penulis bekerja
pada kapal MV Rawabi 13.
.
b. Studi Kepustakaan
Pengumpulan data melalui data sekunder seperti
mencari dan mengumpulkan data yang ada Hubungannya
dengan judul Makalah Ini untuk dapat mengetahui pemecahan
masalah ini melalui kajian buku-buku,dokumen,jurnal dan
bahan bukan tertulis lainya.
2. Metode Analisis Data
Metode yang penulis gunakan adalah melalui pengamatan
langsung penulis selama bekerja diatas kapal dan kemudian
membandingkannya dengan penyebab-penyebab dari
permasalahan yang terjadi selama penulis bekerja diatas kapal
kemudian dipaparkan (deskriptif) sebagaimana adanya yang
selanjutnya disimpulkan secara kualitatif.
-
5
BAB II FAKTA DAN PERMASALAHAN
A. Fakta
1. Data Kapal
Kapal MV.RAWABI 13 adalah milik RAWABI SWIBER
OFFSHORE SERVICES berkantor pusat di Saudi Arabia yang
menjadi objek penelitian yang penulis ambil. Kapal AHTS Rawabi
13 berbendera Tuvalu termasuk dalam klasifikasi American
Bureau of Shipping (ABS) dimana penulis bekerja sebagai Mualim
1 sejak dari bulan Februari-July 2014
Kapal AHTS Rawabi 13 adalah kapal dengan tipe AHTS,
Multi Purpose, Fire Fighting Ship-1, DP-1,Offshore Support
Vessel, Standby / Res cue operation, dibangun pada tahun 2013
di ASL Shipyard Batam Indonesia Kapal ini memiliki bobot 1.714
Gross Tonnage (GT), dengan ukuran panjang keseluruhan /
Length Over All (LOA); 59,85 meter, Lebar; 14,95 meter
mempunyai draft 5.10 meter. Kapal AHTS Rawabi 13
menggunakan salah satu sistem penggerak Z-Drive Maneuvering
System, termasuk dalam golongan Azimuth Stern Drive (ASD)
yang baling- balingnya bisa berputar 360 derajat, memiliki
tenaga sebesar 2x2240 KWatau 4.480 BHP Pada putaran 1.000
RPM, mempunyai Bollard Pull Depan 50 Ton sedangkan
Belakang 55 Ton. Kapal ini adalah jenis kapal Anchor Handling
and Towing (AHTS) yang dirancang khusus untuk menunjang
kegiatan operasi pengeboran minyak lepas pantai dan berfungsi
-
6
sebagai kapal pedukung, yang beroperasi di pengeboran lepas
pantai Al Shaheen Field Qatar di operasikan oleh Maersk Oil
Qatar (MOQ).
Pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan Rawabi 13 selama
dicharter oleh MOQ antara lain mendistribusikan material-
material yang dibutuhkan oleh Platform, Acomodation, Anchor
Handling operation dan Rig move.
Dalam pelaksanaan pekerjaan ini, maka penulis dapat
melihat bahwa betapa penting peranan kapal Rawabi 13 dalam
menunjang kelancaran kegiatan eksplorasi dan produksi minyak
dan gas bumi di lepas pantai Al shaheen field Qatar. Oleh sebab
itu, sangat penting bagi kapal untuk memiliki perwira-perwira yang
mempunyai pengetahuan luas tentang prosedur-prosedur kerja
dan pengenalan lokasi yang cukup dimana kapal beroperasi,
serta mempunyai kecakapan dan keterampilan dalam bekerja
yang mengutamakan keselamatan diri sendiri, orang lain, kapal
serta lingkunganya.
2. Fakta dan Kondisi
a. Pada Bulan April 2014 Kapal Melakukan Towing Pipe
terhadap Barge Swiber Quish dan saat tiba di lokasi oil field
akan dilakukan serah terima barge ke kapal lain,saat kapal
sedang melakukan pemendekan tali tiba-tiba tali stetcher
terbelit ke baling-baling mengakibatkan kapal harus offhire
dan menunggu penyelam dari darat untuk melepaskan lilitan
tali dari propeller. Hal ini. Hal ini diakibatkan kurangnya
koordinasi antara anjungan dan ABK di dek yang tidak
menyesuaikan kecepatan winch dengan kapal dalam
menghibob tali.
-
7
b. Pada April 2014, penulis mengalami keterlambatan waktu
kerja saat melakukan pekerjaan rig move ARB 1 di mana ABK
tidak paham tentang apa yang akan dilakukan saat
connecting tali sehingga rig move Master yang langsung
melihat kondisi tersebut dari helidek langsung memberi
teguran kepada pihak kapal, hal ini terjadi disebabkan karena
ABK kurang menguasai dan memahami penggunaan alat-alat
configurasi towing line dan semua peralatan pendukung untuk
pekerjaan tersebut.
c. Pada Juni 2014, penulis mengalami keterlambatan waktu
kerja saat melakukan pekerjaan rig move Rowan midleton,
saat itu rig akan inclining experiment karena rig tersebut baru
mengalami perubahan bangunan dalam pemasangan
helideck karena sebelumnya tidak ada, yang dilaksanakan di
Khalid port sharjah, UAE. Keterlambatan waktu itu terjadi
disebabkan karena tow wire untuk Rig move tidak tertata dan
tergulung dengan rapi di wire drum. Hal ini disebabkan karena
alat spooling guide macet dan tidak bisa berputar, sehingga
harus membongkar dan memperbaiki alat tersebut, kemudian
wire tadi di area seluruhnya ke laut untuk ditata dan disusun
kembali, akibatnya kapal mengalami keterlambatan sampai 6
jam.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
a. Plan Maintenance System yang tidak berjalan
Pekerjaan anchor handling atau Rig move yang
-
8
membutuhkan waktu lama, kadangkala membuat setiap crew
menjadi jenuh, yang bisa berpengaruh kepada kondisi fisik
setiap Individu yang mengakibatkan kurangnya rasa tanggung
jawab crew tersebut. Faktor kelelahan juga bisa berpengaruh
pada kondisi dari setiap crew sehingga pelaksanaan
perawatan secara berkala tidak berjalan. Dalam pekerjaan di
wilayah pengeboran minyak mempunyai pekerjaan beragam
dan disesuaikan dengan kondisi dan permintaan pencharter
itu sendiri, misalnya kapal yang dirancang untuk anchor
handling tetapi kapalnya hanya dipakai untuk running cargo
(minsupply barang ke platform) dan peralatan anchor
handling tidak pernah digunakan, mengakibatkan perawatan-
perawatan terhadap peralatan anchor handling menjadi
terbengkalai dan tidak dilaksanakan meskipun sudah ada di
jadwal PMS. Salah satunya penulis pernah menemukan stern
roller dan capstan macet karena tidak pernah dilumasi dan
dites yang tentu saja akan menjadi kendala ketika nantinya
kapal itu difungsikan untuk pekerjaan anchor handling.
b. Kurangnya keterampilan crew dalam pelaksanaan anchor handling dan Rig move
Selama penulis bekerja di atas kapal Rawabi 13
mengevaluasi awak kapal, baik yang baru naik, khususnya
departemen dek dalam pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab sesuai dengan tugas masing-masing.
Keterampilan awak kapal dalam melaksanakan tugas-
tugas di atas kapal sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan setiap pelayarannya. Beberapa kecelakaan dan
lambannya kelancaran operasi kapal AHTS yang banyak
terjadi di karenakan kurangnya keterampilan awak kapal
-
9
dalam mengoperasikan peralatan kapal. Keadaan ini sering
terjadi karena banyak awak kapal yang baru pertama kali
bekerja di Anchor handling maupun coba-coba tanpa
mempertimbangkan kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi.
Dalam melakukan perekrutan crew perusahaan pelayaran
kurang melakukan seleksi yang benar karena hanya
berdasarkan pada standar gaji yang rendah sehingga sulit
untuk mendapat crew yang berpengalaman. Demi
mendapatkan awak kapal yang bermutu tentu perusahaan
juga harus dapat memberikan gaji tambahan bagi crew yang
lebih berpengalaman, maupun pengajian menurut senioritas
sehingga dengan demikian ada perbedaan bagi yang
bertahan lama di perusahaan maupun yang baru naik diatas
kapal
c. Kurangnya koordinasi antar Crew dengan Mualim I
Antar crew seharusnya perlu koordinasi yang efektif
supaya dapat melakukan pekerjaan dengan lancar dan aman.
Kecelakaan kerja yang sering terjadi di atas kapal, sering
terjadi karena kurangnya koordinasi antar crew dan mualim I
sendiri dari pengamatan penulis lakukan bahwa crew tersebut
kurang kontrol dan konsentrasi dalam melaksanakan
pekerjaanya. salah satunya penulis pernah melihat adanya
crew yang tidak konsentrasi ketika melakukan transfer drum
saat kapal berada di Al shaheen field ke kapal lain di mana
crew tersebut tidak memasukkan hook atau cradle pengait
drum dalam posisi yang benar mengakibatkan drum tersebut
terjatuh yang hampir mencelakai dirinya sendiri.
d. Hambatan Cuaca Buruk Dalam Pekerjan Anchor Handling
-
10
Pelaksanaan anchor handling sangat dipengaruhi
oleh faktor luar seperti cuaca yang buruk, walaupun salah
satu karakteristik dari suatu kapal AHTS yakni dapat berolah
gerak dengan baik dan sempurna pada saat cuaca yang
buruk. Meskipun demikian pekerjaan anchor handling yang
dilakukan pada waktu cuaca yang tidak bagus sangat
membahayakan khususnya terhadap anak buah kapal yang
bekerja di atas dek kapal AHTS, karena kadangkala pada
saat cuaca buruk ombak yang tinggi masuk naik ke atas dek
kapal dan dapat menyeret apa yang ada di atas dek.
Oleh karena itu di dalam prosedur pelaksanaan Anchor
Handling harus selalu dilakukan observasi keadaan cuaca
yang akan terjadi sehingga dapat meminimalisasi terhadap
kendala-kendala serta hambatan-hambatan pada saat
pelaksanaan Anchor handling, Walaupun pengamatan cuaca
itu tidak benar seratus persen tergantung dari akurasi
peralatan yang digunakan pada saat pengamatan
2. Masalah Utama
Dengan melihat Identifikasi masalah di atas kapal, penulis
mengambil dua masalah utama tersebut yaitu :
a. Plan Maintenance System (PMS) Belum Berjalan b. Kurangnya Keterampilan Crew Dalam Pelaksanaan
Anchor Handling Dan Rig Move
-
11
BAB III PEMBAHASAN
A. Landasan Teori
Bagi crew kapal untuk memperoleh ketrampilan dan disiplin ilmu
yang sesuai haruslah melalui training atau pelatihan secara formal,
biasanya training yang diisyaratkan oleh IMO (International Maritime
Organisation) yang telah menetapkan aturan-aturan yang berlaku bagi
negara-negara yang menjadi anggotanya, dimana aturan-aturan itu
tercantum di dalam :
1. STCW 78 amandemen 95
2. Amandemen SOLAS (ISM Code)
3. Faktor-faktor keselamatan kerja.
(Sistem Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja, Suardi
Rusdi, 2007 : 8).
Untuk dapat menganalisis penyebab dan menganalisis
pemecahan masalah tentang kurangnya ketrampilan dan disiplin crew
kapal dalam pekerjaan anchor handling dan Rig move, maka
sebelumnya perlu diketahui apa sebenarnya maksud istilah
ketrampilan dan disiplin itu sendiri.
Keterampilan yaitu hal-hal atau kecakapan yang kita kuasai
karena kita melatih secara terus-menerus suatu pekerjaan atau tugas
tertentu (kamus bahasa Indinesia modern. Anwar, 2002: 381).
Disiplin merupakan suatu ketaatan pada ketentuanketentuan
atau aturan-aturan yang berlaku atau aturan-aturan yang sudah
disepakati. (kamus pintar bahasa Indonesia, Hermawan SS, 2013 :
150).
Jadi dapat diketahui cara mendapatkan ketrampilan untuk ABK
dalam pekerjaan anchor handling adalah :
-
12
Kita dapat memperhatikan faktorfaktor yang dapat
mempengaruhi keterampilan yang biasa kita lihat adalah :
1. Tidak adanya kesungguhan dan kedisiplinan pada ABK untuk
mendalami pekerjaan anchor handling dan Rig move.
2. Tidak adanya kesadaran pada ABK untuk belajar tentang
pekerjaan anchor handling dan Rig move.
3. ABK tidak pernah taat untuk pelatihan tentang tata cara pekerjaan
anchor handling dan Rig move.
Berdasarkan factor-faktor di atas, sebenarnya setiap anak buah
kapal memang di tuntut melaksanakan kewajiban kerja sesuai
perjajian yang telah di sepakati sebelumnya dengan perusahaan
tempat dia bekerja. Dan agar selalu meningkatkan ketrampilan diri
untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam mencapai target
perusahaan yang di inginkan.
Guna kelancaran operasional tanpa melupakan tentang
keselamatan pekerjaan. Jadi kurangnya ketrampilan dan kedisiplinan
crew kapal untuk anchor handling akan dapat mengganggu dan
menghambat kelancaran pelaksanaan keseluruhan kegiatan yang
ditargetkan perusahaan.
Kompetensi menurut STCW 1978 Hal lain yang penulis jadikan acuan tentang pentingnya
kompetensi adalah berdasarkan STCW 1978 amandemen 2010
(International convention on standards of training, certification and
watchkeeping for seafarers, 1995) Regulation I/14 alinea 4 dan 5
yaitu : 1. Para pelaut yang akan ditugaskan pada setiap kapal-kapalnya
mengenal akan tugas-tugas khusus yang diberikan kepada
mereka dan semua penataan kapal, instalasi, prosedur prosedur
perlengkapan dan karasteristik dengan tugas-tugas rutin dan
keadaan darurat.
-
13
2. Awak kapal selengkapnya dapat secara efektif
mengkoordinasikan tugas-tugas mereka dalam suatu situasi
darurat dan dalam menyelenggarakan fungsi-fungsi yang vital
terhadap keselamatan dan pencegahan pencemaran.
3. Kompetensi
Berdasarkan ISM Code tentang keselamatan yaitu :
a. ISM Code Elemen 6.3 :
Perusahaan harus menyusun prosedur yang berkaitan
dengan keselamatan dan perlindungan lingkungan, harus
diberikan pengenalan (familiarisasi), tentang tugas-tugas
yang baru.
b. ISM Code Elemen 6.4 :
Perusahaan harus memastikan agar seluruh personil
yang terlibat dalam sistem manajemen keselamatan
perusahaan memliki pengertian yang cukup mengenai
aturan,peraturan,
c. ISM Code Elemen 6.5 :
Perusahaan harus menyusun dan memelihara prosedur
untuk mengenal setiap pelatihan yang mungkin disyaratkan
dalam menunjang sistem manajemen keselamatan dan
memastikan bahwa pelatihan yang dimaksud, diberikan
kepada semua personil terkait.
-
14
B. Analisis Penyebab Masalah
Dalam permasalahan yang penulis bahas di dalam makalah ini,
maka penulis mengambil beberapa penyebabnya yaitu sebagai
berikut :
1. Plan Maintenance system (PMS) tidak berjalan
Penyebabnya adalah :
a. Terbatasnya suku cadang yang tersedia di kapal.
Dalam operasi di lokasi pengeboran minyak di mana
Kapal AHTS bekerja tidak mengenal waktu, maka bukan tidak
mungkin apabila terjadi suatu kerusakan pada peralatan kapal
yang sangat penting maka pekerjaan akan tertunda yang bisa
berakibat offhire yang mana saat terjadi offhire adanya
tekanan dari pencharter supaya kapal segera diperbaiki
sehingga pelaksanaanya tidak maksimal
Selain penyebab penyebab diatas juga sering terjadi
penyebab- penyebab lain sebagai berikut:
1) Sulit mendapatkan suku cadang, karena tidak tersedia
dinegara kapal beropeasi.
2) Pengiriman suku cadang yang tidak tepat waktu.
3) Kurangnya kerja sama dari team mekanik
4) Pelaporan dari pihak kapal yang kurang jelas.
5) Sulitnya transportasi dalam pengiriman suku cadang.
Dalam pengawasan PMS di atas kapal di awasi
-
15
sepenuhnya oleh Nakhoda yang tentu saja harus didukung
oleh manajemen perusahaan, tetapi program yang
direncanakan senantiasa tidak berjalan, karena susahnya
jangkauan ke lokasi di mana kapal berada juga banyaknya
Armada yang harus diurus oleh port engineer/Port captain
sehingga setiap permintaan yang dikirim dari kapal kadang
terbengkalai karena kesibukan mengurus kapal lain.
Salah satu contoh penulis pernah mengalami wire melorot
dari winch, sehingga kapal hampir menabrak kapal lain yang
ada di sekitar dan melakukan pekerjaan yang sama yang
tentu saja hal ini sangat berbahaya. Penyebab dari
melorotnya wire ini karena kanvas daripada rem sudah tipis
sedangkan baut untuk menyetel kanvas rem telah habis.
Setelah Penulis check SMS form dari kapal ternyata masalah
ini telah dilaporkan sebelumnya dan penulis, juga telah
mengirim kembali Deffect report dan diikuti dengan
permintaan barang kekantor, tetapi perusahaan berdalih
susahnya mendapan suku cadang dengan tipe sama di
negara kapal di mana beroperasi dan harus di datangkan dari
luar Negara lain.
b. Tidak adanya waktu khusus untuk melakukan perawatan.
Untuk mencapai target yang di kehendaki oleh
pencharter maka kapal dikehendaki harus selalu dalam
kondisi yang terbaik setiap saat. Untuk menjaga supaya kapal
tetap dalam kondisi terbaik tentu pihak kapal harus selalu
melakukan perawatan secara berkala, yang tentu saja sulit
karena kerja di lokasi pengeboran yang beroperasi secara
terus menerus.
Hal inilah yang menjadi kendala terhadap harus
-
16
dapatnya mengatur dalam melaksanakan pekerjaan maupun
perawatan peralatan yang ada di kapal.
Pernah penulis mengalami kerusakan pada sistim ME
kapal, saat itu RPM tidak bisa dinaikkan dan untuk
memperbaiki harus menunggu suku cadang dan teknisi dari
darat, maka pencharter memberi batas tiga jam untuk
memperbaiki, tentu saja waktu ini tidak cukup karena harus
mencari suku cadang dari negara dimana kapal dibangun dan
memerlukan proses 5 hari kerja termasuk dalam pengiriman,
sehingga kapal harus offhire dan pencharter meminta pemilik
kapal mencari pengganti kapal dengan tipe yang sama.
Apabila crew hendak melakukan perawatan kapal saat
operasi tidak ada pihak kapal harus meminta izin dari
beberapa instansi terkait seperti rig move Master, Radio
room, sampai Platform supervisor yang tentu saja
memerlukan waktu dalam menunggu jawaban dari pencharter
sebelum melakukan perawatan. Kendala ini menjadi
pengalaman buat penulis, dalam melakukan setiap perawatan
di kapal, penulis sering memanfaatkan waktu senggang,
seperti penggantian peralatan tali towing, tugger wire maupun
peralatan yang lain secara diam- diam tanpa ada izin dari
instansi terkait dikarenakan susahnya mendapat persetujuan
untuk melakukan perawatan secara khusus.
2. Kurangnya keterampilan crew dalam pelaksanaan anchor handling dan rig move.
Penyebabnya adalah :
a. Minimnya Pengalaman yang dimiliki Crew.
-
17
Pengalaman crew dalam melaksanakan tugas di atas
kapal sangat mendukung setiap keberhasilan operasional
suatu kapal. Apabila ada crew yang bekerja di atas kapal
belum mempunyai pengalaman yang cukup maka akan
menimbulkan masalah dalam pengoperasian kapal. Hal ini
bisa terjadi karena adanya crew yanag baru pertama kali
bekerja diatas kapal terutama apabila pergantian crew lebih
dari satu orang tentu saja bisa menjadi hambatan dalam
pengoperasian kapal.
Banyaknya crew yang berpengalaman keluar dan
mencari perusahaan yang memberikan intensif lebih,
sehingga mennyulitkan sebagian perusahaan dalam mencari
pengganti crew dengan pengalaman yang sama, sehingga
pihak pemilik kapal banyak menyerahkan pengaturan crew
kepada setiap agen dari lokasi Negara crew berasal. hal ini
menjadi kendala sebab ada sebagian agen yang tidak selektif
dalam perekrutan dan hanya mengirim crew berdasarkan
hubungan kekerabatan dengan mengabaikan pengalaman
yang dimiliki.
Dari pengalaman sering kali terjadi hambatan
operasioanal yang timbul oleh sumber daya manusia yang
kurang mampu atau trampil dalam bekerja, baik perwira
maupun anak buah kapalnya, masalah ini timbul karena:
1) Minimnya pengalaman crew dengan type kapal dan
operasi yang sama Perusahaan atau agent tidak selektif
dalam penerimaan crew.
2) Belum adanya pelatihan khusus dari badan pendidikan
mengenai pengoperasian kapal-kapal anchor handling
dan rig move.
-
18
3) Jarangnya perusahaan yang member pelatihan kepada
crew yang baru diterima.
4) Adanya crew yang sifatnya coba-coba walaupun yang
bersangkutan sudah menyadari tidak mempunyai
pengalaman dengan type anchor handling.
Hal tersebut yang kadang terjadi di kapal tempat penulis
bekerja, sebagian dari crew di atas kapal kurang memiliki
pengalaman, khususnya untuk kapal anchor handling atau rig
move, sehingga Nakhoda perwira sering mengalami kesulitan
dalam mengoperasikan kapal karena crew yang kurang
memahami tugas masing-masing.
b. Awak kapal kurang memahami prosedur kerja
Dalam melakukan setiap pekerjaan prosedur kerja perlu
dilaksanakan, supaya nantinya dalam setiap pekerjaan tidak
mengalami kendala. Agar hal tersebut bisa tercapai, maka
setiap crew diatas kapal harus membiasakan mengikuti setiap
prosedur yang ditetapkan perusahaan seperti mengikuti
setiap langkah atau ketentuan dalam SMS dari perusahaan.
Dalam pelaksanaan setiap operasi kapal seperti anchor
handling atau rig move ada sebagian crew yang kurang
memahami mengenai prosedur yang dalam melaksanakan
pekerjaan tersebut.
Adapaun kesalahan dalam prosedure ini diakibatkan
beberapa hal dibawah ini.
1) Adanya sebagian crew yang terburu-buru sehingga ada
prosedur yang terlewatkan.
2) Hambatan dalam berkomunikasi dikarenakan
kemampuan terhadap bahasa yang dipakai yaitu bahasa
-
19
inggris.
3) Kurangnya disiplin dan kerjasama sesama Crew di atas
kapal .Kurangnya pembiasaan pelatihan.
4) Adanya sebagian Crew tidak mau bertanya dan berpura-
pura sudah mempunyai pengalaman.
Faktor-faktor yang penulis sebut di atas yang membuat
kendala dalam prosedur pelaksanaan anchor handling di
kapal penulis seperti crew yang terburu-buru dalam
melaksanakan pekerjaan, salah satunya penulis pernah
mengalami kesalahan dalam pengoperasian winch, saat itu
tali sudah terpasang dan mau di area (Pay out) supaya siap
untuk menarik rig, pada saat winch akan dilepas operator
winch sudah memutar tombol pada release dan melepas
winch brake,operator winch melaporkan ke Master bahwa
clutch sudah out. Master yang tidak bisa melihat secara
visual kondisi winch apakah clutch telah keluar dan ternyata
belum keluar (clutch out) dan Nakhoda sudah terlanjur
mundur dengan kecepatan tinggi sehinga ketika saat ada
tekanan pada tali mengakibatkan winch tersebut tersentak
sehingga mengalami kebocoran minyak hydrolic. Hal inilah
merupakan masalah yang timbul dikapal karena kesalahan
prosedur. adanya sebagian kesalahan operasi dikarenakan
adanya sebagian crew yang segan untuk bertanya, karena
ingin menutupi kekurangan dan berpura-pura sudah
mempunyai pengalaman. masalah seperti ini sering terjadi
dimana crew tersebut tidak menyadari saat kerja nanti
apabila terjadi kesalahan prosedur bisa mencelakai dirinya,
crew dan bahaya terhadap keselamatan kapal.
-
20
C. Analisis Pemecahan Masalah
Dari penyebab masalah yang sudah dikemukakan di atas maka
pemecahannya sebagai berikut :
1. Plan maintenance sistem (PMS) yang tidak berjalan
Pemecahannya:
a. Perusahaan menyiapkan suku cadang yang cukup.
MV Rawabi 13 sebagai kapal yang telah menerapkan
ISM Code didalamnya memuat aturan - aturan standar
termasuk PMS sehingga kapal dapat melaksanakan
perawatan secara terencana, Dengan adanya sistem
perawatan terencana (Plan Maintenance System) seperti
yang di haruskan dalam sistim manajemen keselamatan,
maka hasil pelaksanaan pekerjaan dapat dipertanggung
jawcrewan sesuai dengan manajemen keselamatan yang
telah ditentukan oleh perusahaan.
Dalam melakukan perawatan kapal supaya tidak terjadi
pemborosan waktu dan material maka setiap CREW perlu
mengadakan:
1) Adanya perencanaan pekerjaan pemeliharaan.
2) Di lakukannya inventarisasi alat yang di gunakan.
3) Pengontrolan pelaksanaan pemeliharaan selama
perawatan dilakukan.
4) Evaluasi hasil pekerjaan setelah selesai di laksanakan.
5) Melakukan dokumentasi terhadap pekerjaan yang
dilakukan (Maintenance record)
-
21
Untuk menjamin terlaksananya hal di atas perusahaan
hendaknya menyiapkan suku cadang yang cukup supaya
crew bisa melaksanakan perawatan secara terencana
pengiriman teknisi ke kapal yang siap dikirim setiap saat
apabila ada permintaan dari pihak kapal dan bila ada
permintaan suku cadang yang sifatnya mendesak dapat
segera diberikan ukur lain dari keberhasilan sistem
manajemen keselamatan sesuai prosedur ISM Code adalah
tidak adanya catatan hal tersebut atau ketidak sesuaian pada
waktu di adakan audit baik dari internal perusahaan ataupun
eksternal perusahaan seperti Quality inspection maupun
annual inspection oleh kelas kapal.
b. Menyediakan waktu khusus untuk melakukan perawatan secara terencana.
Untuk menjaga dan mempertahankan supaya kapal tetap
dalam kondisi terbaik maka perlu disesuaikan antara
pekerjaan dan sistem perawatan secara berkesinambungan.
Pihak pencharter dengan pemilik kapal harus berkordinasi
dalam menentukan program perawatan kapal dengan
menyediakan waktu perawatan (maintenance day) terhadap
kapal tersebut di mana waktu ini dipakai untuk melakukan
segala pekerjaan yang tertunda menurut PMS dikarenakan
kesibukan kapal di lokasi pengeboran minyak. Jadi untuk
memecahkan masalah dalam melakukan perawatan secara
terencana beberapa hal yang perlu dilakukan adalah
sebagian berikut:
1) Menyediakan waktu khusus (Maintenance day) untuk
-
22
kapal minimal satu kali dalam sebulan (Job for repair)
2) Pihak pencharter dalam hal ini rig move Master
hendaknya memberitahukan rencana kerja untuk hari
berikutnya dan berapa lama pekerjaan tersebut
direncanakan sehingga pihak kapal dapat mengatur
apabila ada kesempatan melakukan perawatan ringan.
3) Pihak pencharter hendaknya memberi waktu yang cukup
apabila ada perbaikan terhadap peralatan di kapal
sehingga hasilnya maksimal.
4) Pihak perusahaan harus mengirimkan tehnisi darat
apabila waktu perawatan sudah ditentukan.
5) Pihak kapal hendaknya mengirimkan detail peralatan
yang akan diperbaiki ke perusahaan yang kemudian
perusahaan mengajukan ke pihak pencharter
Dengan adanya hal-hal yang di atas, maka diharapkan
apabila ada kerusakan, dapat segera ditangani untuk
menghindari kapal down time dalam jangka waktu yang lama.
2. Kurangnya keterampilan crew dalam pelaksanaan anchor
handling
Pemecahannya:
a. Perusahaan menyediakan program training untuk crew baru.
Untuk dapat bekerja dengan baik dikapal tipe AHTS
hendaknya setiap crew membekali diri sendiri mengenai
pengetahuan tentang AHTS dengan banyak bertanya
kepada rekan yang lebih berpengalaman sehingga nantinya
-
23
apabila sudah di atas kapal dapat segera memahami
pekerjaan apabila melihat operasi tersebut.
Dalam penerimaan dan seleksi crew perusahaan atau
agen pelayaran hendaknya lebih selektif dalam menempatkan
setiap Crew yang akan bekerja diatas kapal. Apabila ada
salah satu crew yang kurang pengalaman maka hendaknya
perusahaan menempatkan crew tersebut di kapal yang
tingkat resiko pekerjaannya kurang sehingga crew tersebut
akan dilatih mengenai sistim kerja sampai menguasai
mengenai sistim pekerjaan yang ada. Sebelum naik di atas
kapal hendaknya crew tersebut dibekali pelatihan di darat
yang bertujuan untuk membekali pelaut menguasai tentang
keselamatan kerja dan terampil menggunakan peralatan yang
berkaitan dengan anchor handling.
Adapun latihan-latihan tersebut adalah:
1) Basic offshore safety.
2) Hydro sulphide (H2S).
3) Helicopter safety training.
Dengan dibekalinya setiap crew tersebut diharapkan
pihak kapal, tidak akan mengalami kesulitan memberikan
pengenalan mengenai prosedur kerja diatas kapal, termasuk
menyediakan program khusus mengenai pengenalan kerja
dan lokasi terhadap crew baru, di mana kapal beroperasi
sampai benar- benar menguasai pekerjaan yang ada,
sebelum crew yang digantikan akan sign off (pulang).
-
24
b. Melakukan Familiarisasi mengenai prosedur kerja
Untuk memastikan setiap crew yang baru naik di atas
kapal memahami prosedur, maka perusahaan sudah
meginstruksikan setiap perwira senior di atas kapal untuk
melakukan familiarisasi terhadap crew tersebut. Bentuk
familiarisasi ini biasanya mengenai alat-alat keselamatan di
kapal, susunan dari penataan-penataan kapal, juga termasuk
tugas rutin maupun tugas dalam keadaan darurat. Tujuannya
familiarisasi ini supaya semua Crew yang baru naik
mengetahui semua peralatan yang dipakai, untuk operasi
kapal dan bagaimana cara pengoperasiaan alat-alat kerja
tersebut, sehingga tingkat kecelakaan kerja di atas kapal
dapat di minimalisir.
Dalam pengoperasian kapal AHTS sangat dibutuhkan
perhatian khusus sehubungan dengan pekerjaan tersebut
untuk menghindari resiko kesalahan kecelakaan yang cukup
tinggi. Resiko kecelakaan dalam pengoperasian kapal AHTS
biasanya terjadi pada kegiatan-kegiatan seperti :
1) Kegiatan Rig Move
Kegiatan menunda di mana sebuah Jack Up Rig
dari satu tempat ke tempat lain ditunda oleh kapal AHT
karena Jack Up Rig tidak mempunyai mesin penggerak
yang lokasinya berada di daerah pengeboran minyak
yang biasanya dibutuhkan 3 (tiga) buah tipe AHTS untuk
menarik Rig tersebut ke tempat tujuan dan dalam
pelaksanaannya ke 3 (tiga) AHT ini harus mengikuti
instruksi yang dipimpin oleh Rig move Master.
-
25
2) Kegiatan Kerja Jangkar
Dalam kegiatan ini memang dibutuhkan pengalaman
dan keterampilan khusus dalam penanganan kerja
jangkar sebab resiko kecelakaannya cukup tinggi.
Contohnya pada saat AHTS akan memindahkan jangkar
daripada Pipe Lay Barge yang hendak melaksanakan
kegiatannya. Jangkar tersebut biasanya mempunyai
berat 10-15 Ton dan tiap jangkar yang sudah di let go
memiliki sebuah Buoy di lengkapi dengan pennant wire
dan pick up rope.
Untuk memindahkan jangkar ini terlebih dahulu
mengangkat Buoy ke atas dek kemudian pennant wire
yang sudah terhubung ke jangkar, setelah itu jangkar di
heave up (diangkat) hingga jangkar tersebut bergantung
di Stern Roller. Selama kegiatan ini berlangsung Nakhoda
melaporkan pada Barge Master dan jangkar tersebut
dibawa oleh kapal AHTS dan di let go pada posisi target
yang ditentukan sesuai order dari Anchor foreman.
3) Resiko kecelakaan dapat terjadi selama kegiatan
berlangsung biasanya dari :
a) Pada saat pengambilan Buoy dari barge terutama
apabila ada ombak atau alun resiko CREW terkena
barge crane maupun buoy itu sendiri.
b) Dalam proses connecting and disconnecting daripada
buoy dan jangkar dengan work wire.
4) Kategori pekerjaan anchor handling meliputi :
a) Running anchor
Maksudnya proses mengambil jangkar dari
-
26
crane barge diletakkan diatas dek kapal ataupun di
stern roller kemudian membawa jangkar tersebut dan
meletakkannya pada posisi yang telah ditentukan di
dasar laut.
b) Retrieving anchors
Maksudnya proses pengangkatan kembali
jangkar dari dasar laut, diletakkan di atas dek kapal
ataupun di stern roller dan kemudian dibawa kembali
ke crane barge.
c) Chasing/graphing anchor
Adalah proses pekerjaan untuk mencari dan
mengangkat jangkar yang putus, apabila pennant wire
(tali kawat baja) untuk menghubungkan buoy dan
jangkar putus.
5) Sistim pelaksanaannnya dapat dibagi :
a) Sistim pelampung/buoy terdiri dari :
(1) Curucifix buoy (pelampung yang bagian atas
terdapat palang berbentuk salib dan bagian
bawah ada mata atau tempat segel) untuk
menghubungkan ke pennant wire.
(2) Suit case buoy yaitu (pelampung yang
bagian tengah berlobang poros terusan sebagai
tempat lewat wire)
-
27
b) Sistem permanent chain chaser (PCC), yaitu suatu
sistim yang menggunakan ring/gelang baja yang
disambung dengan tali kawat baja 60 mm atau
70mm. Dengan panjang kira-kira 25 meter sampai 50
meter dan dipasang permanen pada rantai atau tali
kawat jangkar.
6) Pengenalan prosedur daripada kapal AHTS dalam
pelaksanaan Rig Move
Kapal AHTS adalah kapal yang dirancang khusus
dengan didukung oleh peralatan-peralatan yang ada di
atasnya untuk melaksanakan kerja jangkar (anchor handling)
maupun rig move. Dalam hal ini penulis akan menguraikan
tahapan-tahapan dalam melakukan rig move. Dalam
pelaksanaan rig move harus disiapkan beberapa check list
seperti tersebut dibawah ini:
1) Towing Preparation Check List
Suatu daftar pengecekan alat-alat penundaan
apakah alat tersebut ada dan dalam keadaan baik untuk
dipergunakan dalam kegiatan menunda (towing).
2) Toolbox talk
Dalam setiap akan melakukan pekerjaan biasanya
di dek crew yang terlibat dalam kegiatan melakukan
Toolbox talk yaitu diskusi mengenai rencana pekerjaan
yang akan dilakukan, tugas masing masing, peralatan
apa yang akan digunakan termasuk alat keselamatan
-
28
untuk setiap kegiatan.
3) Job Safety Analysisn (JSA)
Uraian suatu pekerjaan yang akan dilakukan mulai
dari jenis-jenis pekerjaan maupun tingkat bahaya
sampai pada penanganan dari bahaya tersebut tercantum
dalam Risk Assesment. Setelah RA ini selesai dianalisis
bersama crew yang terlibat maka Nakhoda
menandatangani dan menyerahkan copy kepada pihak
rig gunanya untuk mencocokan cara penanganan
daripada pekerjaan tersebut, sehingga tidak terjadi
kesalah pahaman di dalam operasional antara pihak kapal
dan pihak jack up rig. Untuk memperlancar kegiatan ini
Biasanya kapal diberi portable radio dengan channel
pribadi supaya komunikasi antara rig dan kapal tidak
terganggu oleh kapal lain :
a) Beberapa macam pekerjaan dalam pelaksanaan rig
Move, Pelaksanaan inclining experiment pada rig
yang baru selesai dibangun atau mengalami
perubahan bangunan seperti pemasangan helideck:
(1) Rig move yang dilakukan untuk delivery dari satu
pelabuhan ke pelabuhan lain,
(2) Rig yang dikirim antar negara dimana rig ini harus
dimuat ke dock wise atau heavy lift vessel. jack
up rig ditarik dari dry dock atau pelabuhan dan
ditarik ke dock wise yang berada di tengah laut.
(3) Rig move dari satu platform ke platform lainya
seperti yang penulis lakukan di lokasi al shaheen
field.
-
29
Disini akan penulis bahas cara operasi rig move
dari satu platform ke platform lain, dalam proses
ini perlu penulis ceritakan mengenai susunan atau
configurasi towing line.
Dalam operasi ini diperlukan 3 AHTS untuk
melakukan penundaan dengan HP 5000-13000.
Untuk susunan tali yang paling depan atau tug no 1
diperlukan Chaving chain, 2 Wire bridle 60 mm,Delta
atau tri plate, pennant wire 60 mm, 8 Bow Shackel
yang disesuaikan dengan kapasitas Bollard Pull.
Karena bollard pull kapal penulis 50 Ton maka
diperlukan shackle dengan SWL 120 Ton yang sudah
diberi kode warna yaitu warna hitam dan
dihubungkan ke tow 60 mm wire. Pada jack up rig
tertentu kadang susunan tali ini sudah tersedia dan
tergantung di helidek dan siap di area untuk di
sambungkan tug tow wire.
Untuk AHTS yang berada di sebelah kiri dan
kanan mempunyai susunan tali yang sama yaitu
pennant wire,tali stretcher dan dihubungkan ke tow
wire, di sini penulis uraikan untuk AHTS paling depan
(main tug).
Saat pengiriman tali pennant wire dari jack up
rig ke atas kapal, Kapal harus berusaha sedekat
mungkin dengan rig dan mempertahankan posisi
sehingga saat rig mengarea pennat wire ke dek,
Crew bisa leluasa dan konsentrasi dalam melakukan
poses connecting line tanpa khawatir dengan
pergerakan kapal yang bisa membahayakan mereka.
Persiapan crew di dek yaitu terdiri dari 1 Perwira
dan 3 AB dimana AB 1 berada di dekat stern roller
-
30
siap untuk mengambil pennant wire, AB 2 stanby di
tugger mengontrol tugger,AB 3 siap dengan boat
hook dan tali buangan atau tali anak, Perwira didek
melakukan komunikasi dengan anjungan.
Jack up rig menurunkan Pennant wire dan di
ujungnya sudah ada (wire strop). AB 3 mengaitkan
wire strop lalu diambil AB 1 dan menghubungkan
ujung wire strop dengan tuggers saat bersamaan
anjungan menaikkan towing pin, AB 2 menghibob
tugger wire yang diarahkan AB 1, AB 3 merapikan
peralatan dek seperti boat hook dan peralatan lain
, anjungan menaikkan towing pin AB 1 Membuat
stopper yang terhubung dengan capstan dan
mengarahkan ujung pennat wire ke shark jaw untuk
menahan pennant wire anjungan menaikkan shark
jaw AB 2 mengarea tugger wire, AB 1 dan 3 siap
untuk menyambung ke tow wire.
Setelah pennant wire terhubung dengan tali
towing maka crew di dek memasang Gog line untuk
menghindari tali towing menyentuh crash rail dan
membatasi gerakan tow wire, kemudian
menyingkirkan semua peralatan yang ada di dek
setelah itu crew menyingkir ke belakang crash rail
dan Nakhoda memberitahu ke rig move Master
bahwa tali telah terikat dan terhubung dengan tali
towing kapal dan siap menunggu instruksi
selanjutnya,
Setelah semua tug terikat maka rig move Master
memberi tahu semua kapal untuk siap-siap menarik
rig, supaya tidak terjadi kesalahan dalam
berkomunikasi maka standar untuk komunikasi
-
31
umumnya sudah sama dan biasanya hal ini telah
diberitahukan saat pre operation meeting.
Disini penulis uraikan mengenai komunikasi
utama yang sering penulis gunakan dalam rig move.
b) Komunikasi utama:
(1) Alter course to port/starboar (heading 0-360)
(2) Increase/Decrease Power to present
(3) Push/Pull with persen power
(4) Reduce to Minimum Power Slack off
all strain on tow gear
(5) Easy down Reduce power slowly
(6) Slack away towline/Heave up tow
line
(7) Pay out/retrieve tow line
(8) Follow me round as barge alter course
the Master of tug should move in the
same direction.
Setelah rig dekat dengan platform dan main tug
berada di depan mendekati platform dengan
kecepatan minimal, saat semua tug mendekati
Platform maka rig move Master menyuruh semua tug
boat untuk memendekkan tali, kemudian tug nomor 1
stop, tug nomor 2 dan 3 memutar rig sampai
posisi buritan rig berhadapan dengan platform. Untuk
mendekati platform tug nomor 2 dan 3 menarik rig ke
arah platform sedangkan tug nomor 1 tetap dengan
minimum power dan siap menarik setiap saat apabila
diorder rig move Master setelah rig move Master
-
32
merasa sudah pada posisi yang diinginkan maka
Rig mulai menurunkan kakinya untuk menahan
supaya rig tidak bergeser lagi, setelah dilakukan
pengecekan ulang dan rig sudah pada posisi yang
dikehendaki maka rig mulai menurunkan kakinya dan
memulai preload operation.
Setelah rig sudah naik dan siap melakukan
pengeboran maka Rig move Master memerintahkan
semua Tug untuk melego semua tali towing.
-
33
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, penulis
menyimpulkan sebagai berikut :
1. Tidak berjalannya PMS karena kurangnya kesadaran crew dan
tidak maksimalnya dukungan dari perusahaan.
2. Tidak tersedianya waktu khusus untuk melakukan perawatan
sehingga PMS tidak berjalan dengan maksimal.
3. Perusahaan atau agen kurang selektif dalam penerimaan crew
khusus untuk pengalaman operasi anchor handling dan rig move.
B. Saran
Dari kesimpulan di atas, penulis memberikan beberapa saran
sebagai berikut:
1. Sebaiknya perusahaan memberi pengarahan pada crew sebelum
naik kapal pentingnya melakukan PMS, guna menjaga
kesinambungan kapal, tentu saja didukung perusahaan dalam
penyediaan suku cadang.
2. Sebaiknya pemilik kapal hendaknya berkoordinasi dengan
pencharter untuk menyediakan waktu khusus untuk perawatan.
3. Sebaiknya semua crew yang baru naik di atas kapal diberi
pengarahan dan pengenalan semua prosedur kerja di kapal.
-
34
DAFTAR PUSTAKA
International Maritime Organization ( 2010 ), SOLAS Consolidated, Edition 2010, London.
International Maritime Organization ( 1996 ), STCW95 London,
Including 2010 Manila Amandement
Istopo. Capt. (2010) Kamus Istilah Pelayaran Dan Perkapalan, PustakaBeta, Jakarta
Michael Hankok (1996), Towing Part 4, DNV (Det Norske Veritas) Michael hankok (1996), Procedure anchor Handling part 3, DNV (det Norske Veritas)
Nawawi, Hadari, Prof. Dr (2005) Manajemen Personalia,Manajemen Sumber Daya Manusia. Gajah Mada University Press. Jakarta
R. Moedjiman , SH (2006), Prosedur Penulisan Makalah,
Penerbit BP3IP Jakarta.
Rozaimi Yatim ,Capt. ( 2003 ), Kodefikasi Manajemen Keselamatan Internasional ( ISM CODE ), Penerbit Yayasan Bina Citra Samudra Jakarta.
.
top related