analisis hukum perdata terhadap pembatalan …
Post on 17-Oct-2021
10 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS HUKUM PERDATA TERHADAP PEMBATALAN KEBERANGKATAN JAMA’AH
UMRAH OLEH TRAVEL (Studi Di PT. Sabrina Alfikri Tour & Travel)
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Program Studi Ilmu Hukum
Oleh:
BIMASAPUTRA SIREGAR NPM. 1406200587
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN 2018
iii
ABSTRAK
ANALISIS HUKUM PERDATA TERHADAP PEMBATALAN KEBERANGKATAN JAMA’AH UMRAH OLEH TRAVEL
(Studi Di PT. Sabrina Alfikri Tour & Travel )
Bimasaputra Siregar
Perusahaan Travel didirikan berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia No.3 tahun 1982 tentang wajib daftar perusahan, sehingga travel tersebut sah di badan hukum. Perjanjian para pihak antara calon jama’ah umrah dengan travel biasanya memiliki kesepakatan terlebih dahulu mengenai besaran biaya sampai kesepakatan pemberangkatan calon jama’ah umrah, tetapi seringkali pada saat berjalannya waktu dan sudah memasuki kesepakatan keberangkatan calon jama’ah umrah terjadinya pembatalan keberangkatan yang dibuat oleh pihak travel. Pembatalan perjanjian bisa terjadi dengan sendirinya atau dengan wanprestasi yang terjadi pada salah satu pihak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui aturan yang menyangkut tentang proses izin berdirinya PT. Sabrina Alfikri Tour & Travel dan untuk mengetahui penerapan perjanjian keberangkatan jama’ah umrah oleh PT. Sabrina Alfikri Tour & Travel serta untuk mengetahui tanggung jawab atas pembatalan janji memberangkatkan jama’ah umrah oleh PT. Sabrina Alfikri Tour & Travel.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif dengan pendekatan yuridis empiris dengan menggunakan data primer yang didukung oleh data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukun sekunder dan bahan hukum tersier. Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwasannya proses izin berdirinya perusahaan travel telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 1982 tentang wajib daftra perusahaan dan Peraturah Daerah Kota Medan No. 10 Tahun 2002 tentang retribusi usaha industri, perdagangan, tanda daftar gudang/ruangan dan tanda daftar perusahaan. Perjanjian keberangkatan umrah yang terjadi dilakukan dengan kesepakatan bersama antar pihak yang bersangkutan untuk saling mengikat dirinya yang berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata. Pembatalan perjanjian dapat dilihat dalam dua aspek, yaitu pembatalan terhadap perjanjian yang melanggar syarat subjektif sahnya perjanjian sehingga dapat dibatalkan dan pembatalan terhadap perjanjian yang melanggar syarat objektif perjanjian yang batal demi hukum. Tanggung jawab atas pembatalan janji memberangkatkan jama’ah umrah oleh travel yaitu ditanggung oleh perusahaan travel yang mana berupa ganti rugi berupa uang kembali sesuai dengan perjanjian yang dibuat. Apabila tidak dilakukannya ganti rugi oleh pihak travel maka dapat dituntut pidana atas dasar penipuan berdasarkan Pasal 378 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Kata kunci: Pendirian Izin Usaha, Perjanjian, Pembatalan Perjanjian
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualikum Wr.Wb.
Syukur Ahamdulillah, karena berkat dan rahmat-Nya, skripsi ini dapat
diselesaikan dengan tepat waktu. Skripsi ini disusunkan dan diajukan untuk
memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas
Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Medan. Sehubungan dengan
itu, disusun skripsi yang judul: Analisis Hukum Perdata Terhadap Pembatalan
Keberangkatan Jama’ah Umrah Oleh Travel (Studi Di PT. Sabrina Alfikri
Tour & Travel).
Dengan selesainya skripsi ini, penulis memperoleh banyak petunjuk
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. . Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang kepada: Rektor
Universtas Muhammadiyah Sumatera Utara Bapak Dr. Agussani, M.AP atas
kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan program sarjana ini. Dekan Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara Ibu Hj. Ida Hanifa, S.H., M.Hum atas
kesempatan menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara. Demikian juga halnya kepada Wakil Dekan I Bapak Faisal, S.H.,
M.Hum dan Wakil Dekan III Bapak Zainudin, S.H., M.H.
Terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya
diucapkan kepada Bapak Zainuddin, S.H., M.H selaku Pembimbing I, dan Bapak
v
Fajaruddin, S.H., M.H selaku pembimbing II, yang dengan penuh perhatian telah
memberikan dorongan, bimbingan dan saran sehingga skripsi ini selesai.
Disampaikan juga penghargaan kepada seluruh staff pengajar dan staff
biro administrasi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
Tak terlupakan saya sampaikan kepada seluruh narasumber yang telah
memberikan data selama penelitian berlangsung, sehingga atas bantuan dan
dorongannya skripsi ini dapat diselesaikan.
Secara khusus rasa hormat saya berikan kepada ayahanda Muhammad
Yaman Siregar dan ibunda Erlohot Dalimunthe yang telah mengasuh, mendidik,
memberikan motivasi dan memberikan dukungan moril maupun materil, juga
kepada kakak-kakak dan abang tercinta Rudi Ahmad Siregar S.Pdi, Siti Mahyuni
Siregar, Nuri Yanti Siregar yang telah memberikan dukungan serta motivasi
kepada penulis.
Demikian juga kepada teman-teman terbaik kakak Ratna Dewi Samosir,
abang Asrul Hasibuan, Desi Rizky Perdana, dan teman-teman seperjuangan
Fakultas Hukum yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang turut
membantu dan memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelsaikan
penulisan skripsi ini.
Akhirnya kepada semua yang telah memberikan semangat, dukungan dan
kerjasamanya selama penulis membuat skripsi ini yang tidak mampu penulis
sebutkan satu persatu, hanya Allah SWT penulis bermunajat semoga semua
kebaikan yang dicurahkan kepada penulis ini ternilai ibadah disisi Allah SWT,
Amin. Tidak ada gading yang tak retak, retaknya karna alami, tiada orang yang
vi
tidak bersalah, kecuali Ilahi Robbi. Mohon maaf atas kesalahan selama ini,
begitupun skripsi ini jauh dari sempurna. Untuk itu, diharapkan ada masukan yang
membangun untuk kesempurnaannya. Dengan harapan, semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pengembang ilmu pengetahuan, khususnya dibidang hukum.
Wassalamualikum, Wr.Wb
Medan, 29 Januari 2018
Bimasaputra Siregar 1406200587
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... i
LEMBAR BERITA ACARA ....................................................................... ii
ABTRAK ...................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
1. Rumusan Masalah ................................................................. 6
2. Faedah Penelitian .................................................................. 7
B. Tujuan Penelitian ......................................................................... 7
C. Metode penelitian ........................................................................ 7
D. Defenisi Operasional ................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembatalan Perjanjian .................................................................. 12
B. Umrah ......................................................................................... 33
C. Travel .......................................................................................... 34
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Aturan Yang Menyangkut Tentang Proses Izin Berdirinya
PT. Sabrina Alfikri Tour & Travel ............................................... 39
B. Penerapan Perjanjian Keberangkatan Jama’ah Umrah Oleh
PT. Sabrina Alfikri Tour & Travel ............................................... 50
viii
C. Tanggung Jawab Atas Pembatalan Janji Memberangkatkan
Jama’ah Umrah Oleh PT. Sabrina Alfikri Tour & Travel ............. 55
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 70
B. Saran ........................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini banyak yang berbisnis dibidang travel karena bisnis ini sangat
menjanjikan dengan mengingat adanya permintaan masyarakat dan calon jama’ah
umrah untuk menunaikan ibadah umrah yang merupakan kewajiban sekali seumur
hidup untuk melakukannya, dengan berharap yang belum memenuhi ibadah haji
paling tidak untuk mengunjungi tanah suci merupakan bagian pembelajaran
bagaimana tempat beribadah haji nanti dilaksanakan dan menjadikan semakin
menambahnya iman kepada Allah, maka bisnis yang menjanjikan ini merupakan
bisnis yang banyak diminati oleh masyarakat yang tentunya memiliki nilai ibadah
didalam menjalankan ibadah atau juga ikut membantu calon jama’ah umrah demi
tercapainya cita-cita memijak tanah suci mekah.
Banyaknya bisnis travel ini mengakibatkan mudahnya para calon jama’ah
umrah mendaftarkan dirinya untuk ikut sebagai anggota calon jama’ah umrah
dengan tidak adanya batasan waktu tertentu dalam menjalankan ibadah ini,
sehingga memiliki ketertarikan bagi para pengusaha travel untuk meningkatkan
kualitasnya dalam memberangkatkan calon jama’ah umrah dengan harapan
semakin bertambahnya calon jama’ah umrah yang ingin mendaftarkan ke suatu
travel tertentu.
Travel didirikan berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan oleh
Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 1982 tentang wajib daftar
2
perusahan, sehingga travel tersebut sah di badan hukum. Travel merupakan usaha
yang berbentuk perusahaan di bidang jasa dan keparawisataan, yang mana
berdirinya perusahaan harus mendapatkan ijin berdiri usaha. Masi banyak
perusahaan travel yang tidak memiliki izin usaha sehingga terjadinya masalah
antara pihak hukum, pihak yang bersangkutan dan travel. Dalam melakukan
transaksi banyak juga pihak travel yang tidak menggunakan perjanjian atau tidak
membuat perjanjian antar pihak, sehingga pihak travel dengan mudahnya
melakukan penipuan.
Perjanjian para pihak antara calon jama’ah umrah dengan travel biasanya
memiliki kesepakatan terlebih dahulu mengenai besaran biaya sampai
kesepakatan pemberangkatan calon jama’ah umrah, tetapi seringkali pada saat
berjalannya waktu dan sudah memasuki kesepakatan keberangkatan calon
jama’ah umrah, seringkali calon jama’ah umrah dikecewakan oleh pihak travel
dengan pembatalan sepihak, sehingga timbullah kekecewaan para calon jama’ah
umrah yang pada awalnya sudah ditetapkan tentang keberangkatannya menjadi
batal untuk diberangkatkan.
Sementara dalam suatu perjanjian itu disebut bahwa perjanjian atau
persetujuan adalah suatu perbuatan dimana seseorang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap seseorang lain atau lebih. Menyangkut apa yang sudah
diperjanjikan, masing-masing pihak haruslah saling menghormati terhadap apa
yang telah mereka perjanjikan sebab didalam ketentuan hukum yang terdapat
dalam Al-Qur’an antara lain dalam surat Al-Maidah ayat 1 yang artinya berbunyi
“hai orang-orang beriman, penuhilah akad-akad itu”.
3
Ketentuan hukum diatas dapat dilihat, bahwa apapun alasannya
merupakan suatu perbuatan melanggar hukum, dan apabila seseorang itu telah
melakukan sesuatu perbuatan yang melanggar hukum, maka kepada pelakunya
dapat dijatuhkan suatu sanksi. Penjatuhan sanksi tersebut dengan alasan
melanggar perjanjian atau yang dalam istilah lain dinamakan dengan
“wanprestasi”.1
Diketahui dalam pembuatan suatu perjanjian/kontrak tidak ada persyaratan
yang formal atau suatu format tertentu. Dalam undang-undang tidak ada ketentuan
yang secara tegas menentukan format yang baik. Perjanjian/kontrak yang dibuat
secara tertulis dan diperintahkan oleh undang-undang biasanya telah disiapkan
oleh notaris, perjanjian tersebut disebut dengan perjanjian formal dengan ancaman
bahwa perjanjian tersebut tidak mengikat jika tidak dibuat secara tertulis.
Pasal 1338 ayat 3 B.W. Secara umum, bahwa segala persetujuan harus
dilaksanakan secara jujur, sedangkan menurut pasal 1339 kedua belah pihak tidak
hanya terikat oleh apa yang secara tegas disebutkan dalam suatu persetujuan
melainkan juga oleh apa yang diharuskan menurut sifat persetujuan, kepatutan,
adat kebiasaan dan undang-undang.2
Kalau perjanjian tersebut bukan merupakan perjanjian formal artinya tidak
diwajibkan oleh undang-undang untuk dibuat secara tertulis, maka perjanjian
semacam inilah yang biasanya merupakan hasil rundingan langsung oleh para
pihak yang membuat perjanjian. Bahwa karena tidak adanya ketentuan undang-
1 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi lubis. 1996. Hukum Perjanjian Dalam Islam.
Jakarta: Sinar Grafika, halaman 2. 2 Wirjono Prodjodikoro. 2011. Azas-Azas Hukum Perjanjian. Bandung: Mandar Maju,
halaman 186
4
undang yang mengatur format perjanjian, maka agar memperoleh perjanjian yang
benar dan memenuhi persyaratan hukum, sehingga kesulitan-kesulitan yang
timbul di kemudian hari dapat dihindari.
Adapun akibat dari suatu perjanjian adalah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata) asas
janji itu mengikat. Maka konsekuensinya para pihak dalam perjanjian tidak dapat
secara sepihak menarik diri dari akibat-akibat perjanjian yang dibuat oleh mereka
(Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata).3
Maka dalam hal perjanjian antara kedua belah pihak tidaklah dibenarkan
untuk menarik diri secara sepihak atau tanpa adanya kesepakatan oleh kedua belah
pihak antar pemilik travel dan calon jama’ah umrah. Suatu perjanjian, merupakan
suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seseorang lain, atau dimana dua
orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu.4 Hal yang harus dilaksanakan
itu dinamakan: prestasi.
Perjanjian yang disepakati oleh kedua belah pihak yang harus
dilaksanakan adalah perjanjian untuk berbuat sesuatu, karena para pemilik travel
yang akan memberangkatkan calon jama’ah umrah pada waktu yang disepakati
dan dilakukan pemberangkatan dengan itikad baik. Pembatalan pemberangkatan
jamaah umrah dapat juga terjadi diluar dari perjanjian seperti halnya pihak travel
dalam mengurus administrasi jamaah umrah, seperti dalam kepengurusan visa
jamaah umrah yang terjadi kesalahan data didalamnya ataupun terjadinya
3 R. Soeroso. 2011. Perjanjian Di Bawah Tangan Pedoman Praktis Pembuatan dan
Aplikasi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, halaman 16. 4 Subekti. 2005. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa, halaman 36.
5
pemboikotan terhadap pengurusan visa dan paspor, dan atau pemutusan kontrak
pihak travel dengan maskapai penerbangan.
Maka dalam penulisan ini dianggap penting dan menarik untuk diteliti
karena banyaknya pengingkaran janji yang memang seyogianya dilakukan para
pihak dan memenuhi semua perjanjian yang telah disepakati, tetapi pada
kenyatannya masih banyak kesalahan para pemilik travel dalam menjalankan
perjanjiannya kepada calon jama’ah umrah dengan tidak dilakukannya perjanjian
yang telah disepakati atau biasa dalam masyarakat membatalkan calon jamaah
umrah pada saat waktu yang sudah ditentukan sehingga menimbulkan
kekecewaan dan kerugian bagi para calon jama’ah umrah untuk melakukan ibadah
umrah yang memang sudah disepakati oleh kedua belah pihak.
PT. Sabrina Al-Fikri Tour & Travel merupakan salah satu perusahaan
umrah yang ada di Medan dan sudah berdiri kurang lebih 4 tahun yang mana
merupakan perusahaan biro perjalanan, yang mana telah banyak memberangkatan
jamaah umrah dan perjalanan lainnya. Setiap tahunnya kurang lebih 500 orang
yang telah melakukan kerjasama dengan PT. Sabrina Al-Fikri Tour & Travel
dalam melakukan perjalan wisata dan lainnya. PT. Sabrina Al-Fikri Tour &
Travel memiliki Nomor Tanda Daftar Perusahaan
02.12.1.79.22349/3847/3891/08/2014 dan Tanda Daftar Usaha Parawisata Nomor
503/530/SK/TDUP.BR/BPW/MP/2014.
Penulisan ini yang menjadi kesenjangan antara para pemilik travel dan
calon jama’ah umrah sering kali dikagetkan dengan pemberitahuan yang pada
saatnya untuk mengeksekusi perjanjian dan melakukan perbuatan atas apa yang
6
telah diperjanjikan tidak sesuai atas apa yang sudah menjadi kesepakatan awal
para pihak yang memang sudah disetujui oleh kedua belah pihak saat membuat
perjanjian. Maka disini para calon jama’ah haji wajib haknya dilindungi atas apa
yang memang kedua belah pihak perjanjikan atau sepakati agar tidak terjadi lagi
pembatalan pemberangkatan calon jama’ah umrah yang seyogiyanya berangkat
pada waktu yang sudah diperjanjikan memiliki perlindungan hukum dalam
menuntut haknya atau juga perlindungan bagi calon jama’ah umrah untuk
mempertahankan haknya.
Berdasarkan uraian diatas maka disusun penelitian ini dengan judul:
“Analisis Hukum Perdata Terhadap Pembatalan Keberangkatan Jama’ah
Umrah Oleh Travel (Studi Di PT. Sabrina Al-Fikri Tour & Travel) ”
1. Rumusan Masalah
Masalah yang dirumuskan berdasarkan uraian diatas dapat ditarik
permasalahan yang akan menjadi batasan pembahasan dari penelitian, adapun
rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini antara lain:
a. Bagaimana aturan yang menyangkut tentang proses izin berdirinya PT.
Sabrina Alfikri Tour & Travel?
b. Bagaimana penerapan perjanjian keberangkatan jama’ah umrah oleh
PT. Sabrina Alfikri Tour & Travel?
c. Bagaimana tanggung jawab atas pembatalan janji memberangkatkan
calon jama’ah umrah oleh PT. Sabrina Alfikri Tour & Travel?
7
2. Faedah Penelitian
Faedah penelitian diharapkan dapat memeberikan manfaat baik secara
teoritis maupun praktis, manfaat yang diperoleh dari penelitian adalah sebagai
berikut:
a. Secara teoritis yaitu menambah wawasan dan khazanah ilmu
pengetahuan dalam bidang hukum perdata khususnya dalam perjanjian
terkait pembatalan sepihak yang yelah dilakukan oleh salah satu pihak.
b. Secara praktis sebagai sumbangan pemikiran bagi kepentingan Negara,
bangsa, dan pembangunan serta memberikan manfaat kepada
masyarakat umum agar mendapatkan pemahaman tentang perjanjian
yang dibatalkan secara sepihak oleh salah satu pihak.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui aturan yang menyangkut tentang proses izin berdirinya
PT. Sabrina Alfikri Tour & Travel.
2. Untuk mengetahui penerapan perjanjian keberangkatan jama’ah umrah
oleh PT. Sabrina Alfikri Tour & Travel.
3. Untuk mengetahui tanggung jawab atas pembatalan janji
memberangkatkan jama’ah umrah oleh PT. Sabrina Alfikri Tour & Travel.
C. Metode Penelitian
Agar mendapatkan hasil yang maksimal, maka metode yang dipergunakan
dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Sifat penelitian
8
Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis yang
menggunakan jenis penelitian normatif empiris. Melalui penelitian deskriptif,
peneliti berusaha mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat
perhatian tanpa memberikan perlakuan khusus terhadap peristiwa tersebut.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari data primer dan data
sekunder yang terdiri dari:
a. Data primer adalah sumber data atau keterangan yang merupakan data
yang diperoleh langsung dari sumber pertama berdasarkan penelitian
lapangan. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui
keterangan dan informasi yang didapat dari pihak PT. Sabrina Al-Fikri
Tour & Travel.
b. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui bahan kepustakaan,
seperti peraturan perundang-undangan, dokumen, laporan, buku
ilmiah dan hasil penelitian terdahulu, yang terdiri dari:
1) bahan hukum primer, dalam penelitian ini adalah Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata. Seperti Pasal 1315 menetukan asas
personalia perjanjian, Pasal 1337 menentukan asas kesusilaan dan
ketertiban umum, Pasal 1338 ayat (1) menetukan asas
mengikatnya perjanjian, Pasal 1338 ayat (3) menetukan asas
itikad baik, Pasal 1339 menetukan asas keputusan dan kebiasaan.
2) bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer yang berupa buku-buku dan lain yang
9
berhubungan dengan permasalahan yang diajukan yang sesuai
dengan judul proposal.
3) bahan hukum tersier yaitu berupa bahan-bahan hukum yang
memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum
primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, internet
dan sebagainya yang ada hubungannya dengan permasalahan
yang sesuai dengan judul ini.
3. Alat Pengumpul Data
Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
melakukan wawancara dengan Ibu Syarifah Sabrina Alydrus selaku direktur
utama PT. Sabrina Al-Fikri Tour & Travel dan studi dokumentasi atau studi
kepustakaan yang mengumpulkan data dan informasi dengan menggunakan
studi dokumentasi dan melalui wawancara dengan pihak rina travel sesuai
dengan materi penelitian.
4. Analisis Data
Data yang terkumpul dari data primer dan data sekunder diformulasikan
serta dianalisis dengan analisis kualitatif .
D. Definisi operasional
Definisi operasional atau kerangka konsep adalah kerangka yang
menggambarkan hubungan antara definisi-definisi atau konsep-konsep khusus
yang akan diteliti. Sesuai dengan judul penelitian yang diajukan yaitu
“Pembatalan janji memberangkatkan calon jama’ah umrah secara sepihak oleh
10
travel umrah (studi di PT. Sabrina Al-Fikri Tour & Travel)”, maka dapat
diterangkan definisi operasional penelitian, yaitu:
1. Pembatalan perjanjian pada dasarnya adalah suatu keadaan yang membawa
akibat suatu hubungan kontraktual itu dianggap tidak ada. Dengan
pembatalan perjanjian, maka eksistensi perjanjian dengan sendirinya menjadi
hapus. Akibat hukum pembatalan yang menghapus eksistensi perjanjian
selalu dianggap berlaku sejak pembuatan perjanjian.5 Pembatalan janji secara
sepihak juga merupakan pembatalan yang dilakukan tanpa adanya
kesepakatan kedua belah pihak, dalam hal ini hanya ada satu pihak yang
membatalkan perjanjian tersebut. Pembatalan perjanjian juga salah satu
kemungkinan yang dapat dituntut kreditur terhadap debitur yang melakukan
wanprestasi.
2. Calon jama’ah adalah orang yang menunaikan ibadah tertentu.6 Yang mana
calon jama’ah juga mendaftarkan diri kepada pihak travel dan melakukan
perjanjian pada pihak travel untuk kerjasama dalam melakukan suatu
perjalanan ke suatu daerah tertentu.
3. Travel adalah sebuah perjalanan seseorang dari satu tempat ketempat lain
dengan didalamnya mengandung unsur strategi, tantangan, pengetahuan, serta
tujuan dan dapat ditempuh dalam kurun waktu yang cukup lama mulai dari
seminggu atau bahkan bertahun-tahun yang dilakukan oleh berbagai kalangan
5 Agus Yudha Hernoko. 2010. Hukum Perjanjian: Asas Proporsional Dalam Kontrak
Komersil, Jakarta: Kencana, halaman 293 6 Lambertus Hurek. Jamaah Calon Haji vc Calon Jamaah Haji.
http://hurek.blogspot.co.id/2013/09/jamaah-calon-haji-vs-calon-jamaah-haji.html?m=1 diakses tanggal 15 Januari 2018
11
dari pemuda bahkan yang sudah berumur tua.7 Berdirinya travel sama halnya
mendirikan perusahaan yang mana diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia No. 3 Tahun 1982 tentang wajib perusahaan dan Undang-Undang
Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas.
4. Umrah adalah berkunjung ke Baitullah untuk melaksanakan thawaf, sa’i, dan
bercukur (tahallul) demi mengharap ridho Allah SWT. Umrah dapat
dilaksanakan kapan saja, kecuali ada beberapa waktu yang dimakruhkan
melaksanakan umrah bagi jamaah haji, yaitu pada saat jamaah haji wukuf di
padang arafah pada hari arafah, hari nahr (10 dzulhijjah) dan hari-hari tasyriq
(11, 12, 13 dzulhijjah). Hukum umrah wajib sekali seumur hidup. Umrah
dilakukan dengan niat berihram dari miqad, kemudian tawaf, sa’i dan diakhiri
dengan memotong rambut/bercukur (tahallul umrah) dan dilaksanakan
dengan berurutan (tertib).8
7 Bawa Ransel. Pengertian Arti Kata Travel.
http://bawaransel.blogspot.co.id/2016/02/pengertian-arti-kata-travel.html diakses tanggal 26 Maret 2018
8 Buya Amiruddin dan Muzakkir. 2016. Tuntunan Manasik Haji dan Umrah. Medan: Perdana Publishing, halaman 17
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembatalan Perjanjian
Perjanjian atau verbintenis mengandung pengertian: suatu hubungan
hukum kekayaan/harta benda dua orang atau lebih, yang memberikan kekuatan
hak kepada satu pihak untuk memperoleh presentasi dan sekaligus mewajibkan
pada pihak lain untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak
lain untuk menunaikan prestasi. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang
melahirkan perikatan. Perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki oleh dua
orang atau satu pihak yang membuat perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir
dari undang-undang dibuat atas dasar kehendak yang saling berhubungan manusia
yang terdiri dua pihak.9
Buku III KUH Perdata berjudul “Perihal Perikatan” Perkataan perikatan
(verbintenis) mempunyai arti yang luas dari perkataan “perjanjian” sebab dalam
buku III diatur juga perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber
pada suatu persetujuan atau perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari
perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perikatan yang
timbul dari pengurus kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan
(zaakwaarneming). Tetapi sebagian besar dari buku III ditujukan pada perikatan-
perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian. Jadi berisikan hukum
perjanjian. Adapun yang dimaksud dengan “perikatan” oleh buku III KHU
Perdata ialah: Suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda ) antara
9 Suharnoko. 2004. Hukum Perjanjian. Jakarta:Preneda Media. halaman 117
13
dua orang yang memberikan hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu
dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya diwajibkan memenuhi tuntutan
itu.10
Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih
mengikatkan diri terhadap satu orang lainnya atau lebih (Pasal 1313 KUH
Perdata).11 dan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa semua
persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka
yang membuatnya.
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada
seorang lain dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
Perjanjian menerbitkan suatu perikatan antara orang yang membuatnya. Dalam
bentuknya, perjanjian berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-
janji atau kesanggupan yang telah diucapkan atau ditulis.12
Perjanjian merupakan hal yang terpenting dalam suatu ikatan yang
membuat sesuatu menjadi hal yang kongkrit. Pada nyatanya banyak perikatan
yang melahirkan suatu perjanjian. Dan setiap perikatan adalah untuk memberikan
sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu (1234 KUH
Perdata). Sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata yaitu
perjanjian sah apabila memenuhi persyaratan seperti kesepakatan, kecakapan, hal
tertentu, dan sebab yang diperbolehkan.
10 Subekti. 1982. Pokok Pokok Hukum Perdata. Bandung: Intermasa. halaman 122-123 11 R. Soeroso. Op. Cit., halaman 3 12 Subekti. Op. Cit., halaman 1
14
Menurut Badrulzaman perjanjian adalah hubungan yang terjadi diantara
dua orang atau lebih yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan dimana
pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lainnya wajib memenuhi
prestasi itu.13
Menurut Sudikto Mertokusumo dalam Hernawati, perjanjian adalah suatu
hubungan hukum antara dua belah pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat
untuk menimbulkan akibat hukum. Maksudnya, kedua pihak tersebut sepakat
untuk menentukan peraturan atau kaidah atau hak dan kewajiban yang mengikat
untuk ditaati dan dilaksanakan. Kesepakatan tersebut adalah untuk menimbulkan
akibat hukum, yaitu menimbulkan hak dan 22 kewajiban sehingga apabila
kesepakatan itu dilanggar maka akan ada akibat hukum atau sanksi bagi
sipelanggar.14
Hubungan antara perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan
perikatan. Dengan kata lain, perjanjian adalah sumber perikatan. Perjanjian juga
dinamakan suatu persetujuan, Karena dua pihak setuju untuk melakukan sesuatu.
Sedangkan perkataan kontrak lebih sempit karena ditunjukan karena perjanjian
yang tertulis. Sumber lain dari sutu perikatan adalah undang-undang. Sumber ini
dapat dibedakan lagi menjadi undang-undang saja (semata-mata) serta undang-
undang yang berhubungan dengan akibat perbuatan manusia.15
13 Zulkifli. Hukum Perikatan Diatur Dalam Buku III BW.
http://sczoel.wordpress.com/2012/06/01/hukum-perikatan-diatur-dalam-buku-iii-bw/ diakses tanggal 15 Januari 2018
14 Herniwati. 2015. Penerapan Pasal 1320 KUHPerdata Terhadap Jual Beli Secara Online (E Commerce). Jurnal IPTEK Terapan. Volume 8.nomor 4 halaman 177
15 Ketut Oka Setiawan. 2016. Hukum Perikatan. Jakarta: Sinar Grafika., halaman 5-6
15
Antara perikatan yang bersumber dari perjanjian dengan perikatan yang
bersumber dari undang-undang terdapat perbedaan, yaitu perikatan yang lahir dari
perjanjian menimbulkan hubungan hukum yang memberikan hak dan meletakkan
kewajiban kepada para pihak yang membuat perjanjian berdasarkan atas kemauan
dan kehendak sendiri dari pada pihak yang bersangkutan yang mengikatkan diri
tersebut. Sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang adalah perikatan
yang terjadi karena adanya suatu peristiwa tertentu sehingga melahirkan
hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak yang
bersangkutan, tetapi bukan berasal atau merupakan kehendak para pihak yang
bersangkutan melainkan telah diatur dan ditemtukan oleh undang-undang.16
Suatu perjanjian dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan untuk
memperoleh seperangkat hak dan kewajiban. Perbuatan hukum dalam sebuah
perjanjian merupakan perbuatan-perbuatan untuk melakukan sesuatu yaitu
memperoleh seperangkat hak dan kewajiban yang disebut sebagai prestasi.
Prestasi meliputi perbuatan-perbuatan menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu,
dan tidak melakukan sesuatu. Perjanjian setidaknya melibatkan dua pihak atau
lebih untuk memberikan kesepakatan.17
Perjanjian lahir pada saat terjadinya kesepakatan yang diterima oleh kedua
belah pihak atau lebih baik secara tertulis maupun lisan. Suatu perjanjian tidak
16 R. Soeroso. Op. Cit., halaman 4 17 Legal Akses. Pengertian dan Syarat-Syarat Sah Perjanjian.
http://www.legalakses.com/perjanjian/?fdx_switcher=true diakses tanggal 15 Januari 2018
16
terjadi seketika atau serta merta dan perjanjian dibuat untuk dilaksanakan, oleh
karena itu dalam suatu perjanjian yang dibuat selalu terdapat tahapan, yaitu:18
1. Pracontractual, yaitu tahap-tahap saat para pihak belum terikat perjanjian,
tetapi melakukan negosiasi untuk mencapai kata seapakat. Negosiasi
adaalh suatu proses untuk mencapai kesepakatan dengan saling
memberikan consensus satu sama lain..
2. Contractual, yaitu para pihak sudah terikat kontrak melalui kesepakatan
yang sudah tercapai sampai dengan akhir dari suatu perjanjian.
3. Post-contractual, yaitu kewajiban para pihak setelah masa kontrak.
Unsur-unsur dari suatu perjanjian terdiri atas adanya hubungan hukum,
kekayaan, pihak-pihak, dan prestasi. Pentingnya unsur-unsur tersebut adalah
untuk mempertegas bahwa hukum melekat “hak” pada suatu pihak dan
melekatkan “kewajiban” pada pihak yang lainnya dalam hubungan-hubungan
yang terjadi di masyarakat. Apabila ada salah satu pihak yang melanggar
hubungan tadi maka hukum dapat memaksakan supaya hubungan dilaksanakan.19
Suatu perjanjian lahir jika disepakati hal yang pokok atau unsur esensial
dalam suatu perjanjian. Penekanan tentang unsur yang esensial tersebut karena
selain unsur yang esesial masih dikenal unsur lain dalam suatu perjanjian. Dalam
suatu perjanjian dikenal tiga unsur, yaitu:20
18 Ardi Budhi. Tahapan Pembuatan Perjanjian Kontrak Kerja dan Anatominya.
http://bas28.wordpress.com//2012/04/07/tahapan-pembuatan-perjanjian-kontrak-kerja-dan-anatominya/amp/ diakses tanggal 16 Januari 2018
19 Ketut Oka Setiawan. Op. Cit., halaman 2 20 R. Soeroso. Op. Cit., halaman 16-17
17
1. Unsur Esensialia, yaitu unsur yang harus ada dalam suatu kontrak karena
tanpa adanya kesepakatan tentang unsur esensialia ini maka tidak ada
kontrak.
2. Unsur Naturalia, yaitu unsur yang telah diatur dalam undang-undang
sehingga apabila tidak diatur oleh para pihak dalam perjanjian, undang-
undang yang mengaturnya. Dengan demikian, unsur naturalia ini
merupakan unsur yang selalu dianggap ada dalam kontrak.
3. Unsur Aksidentalia, yaitu unsur yang nanti ada atau mengikat para pihak
jika para pihak memperjanjikannya.
Asas hukum adalah dasar normatif untuk membedakan daya ikat normatif
dan memaksa. Dengan demikian dalam melakukan perjanjian selain
memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ada juga harus memperhatikan asas-
asas yang terdapat pada hukum perjanjian pada umumnya.
Kebebasan berkontrak memberikan kebebasan kepada para pihak untuk
membuat perjanjian dengan bentuk atau format seperti tertulis, lisan, scripless,
paperless, autentik, nonautentik, sepihak, adhesi, standar atau baku, dan lain-lain.
Asas kebebasan perjanjian pada umum mempunyai pilihan bebas untuk
mengadakan perjanjian dan bebas menetapkan syarat-syarat perjanjian. Menurut
Sultan Remi Sjahdeini asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian
Indonesia meliputi ruang lingkup sebagai berikut:21
1. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian.
2. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ingin membuat perjanjian.
21 Agus Yudha Hernoko. Op. Cit., halaman 108
18
3. Kebebasan untuk menentukan atau memilih kuasa dari perjanjian yang
akan dibuat.
4. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian.
5. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian.
6. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang
yang bersifat opsional(aanvullend, optional).
KUH Perdata menetukan dengan jelas mengenai beberapa asas perjanjian
diantaranya dalam Pasal 1315 menetukan asas personalia perjanjian, Pasal 1337
menentukan asas kesusilaan dan ketertiban umum, Pasal 1338 ayat (1)
menentukan asas mengikatnya perjanjian, Pasal 1338 ayat (3) menentukan asas
itikad baik, Pasal 1339 menentukan asas keputusan dan kebiasaan. Namun
menurut Rutten hanya ada tiga asas yang sangat pokok dalam hukum perjanjian,
yaitu asas konsensualisme, asas kekuatan mengikatnya perjanjian, dan asas
kebebasan berkontrak.22
Selain itu, dalam hukum perjanjian banyak dikenal asas perjanjian, yaitu
antara lain:23
1. Asas konsensualisme
Asas konsensualisme diartikan bahwa lahirnya perjanjian ialah pada saat
terjadinya kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan
antara pihak, lahirlah perjanjian walaupun perjanjian itu belum
dilaksanakan pada saat itu juga. Berarti bahwa dengan tercapainya
kesepakatan oleh para pihak yang melahirkan hak dan kewajiban oleh para
22 Purwahid Patrik. 1962. Asas Itikad Baik dan Kepatuhan dalam Perjanjian.Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, halaman 3
23 Herniwati. Op. Cit., halaman 179
19
pembuat perjanjian atau biasa perjanjian tersebut disebut sudah besifat
obligator, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi
perjanjian tersebut.
Asas konsensualisme mempunyai hubungan yang erat dengan asas
kebebasan berkontrak dan asat kekuatan mengikat yang terdapat didalam
Pasal 1338 (1) BW. Hal ini sedasar dengan pendapat Subekti yang
menyatakan bahwa asas konsensualisme terdapat dalam Pasal 1320 jo.
1338 BW. Pelanggaran terhadap ketentuan ini akan mengakibatkan
perjanjian tidak sah dan juga tidak mengikat sebagai undang-undang.
Sementara Rutten, menggarisbawahi secara formal tetapi konsensual,
artinya perjanjian itu selesai karena persesuaian kehendak atau kensensus
semata-mata.
2. Asas kebebasan berkontrak
Asas kebebasan berkontrak, yang mana memberikan jaminan kebebasan
kepada seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan
dengan perjanjian. Kalau hukum benda dikatakan mempunyai sistem
tertutup, sedangkan hukum perjanjian mempunyai sifat terbuka. Sistem
tertutup hukum benda artinya bahwa macam-macam hak atas benda adalah
terbatas pada peraturan-peraturan yang mengenai hak atas benda yang
bersifat memaksa. Sedangkan hukum perjanjian memberikan kebebasan
yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian
yang berisi dan bermacam apa saja asalkan tidak melanggar ketertiban
umum dan kesusilaan. Pasal-pasal dalam perjanjian dinamakan hukum
20
pelengkap (optional law) yang berarti pasal-pasal itu boleh
dikesampingkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat
suatu perjanjian.
3. Asas mengikatnya suatu kontrak
Asas mengikatnya suatu kontrak, yang mana seseorang yang membuat
perjanjian dia terikat untuk memenuhi perjanjian tersebut karena
perjanjian tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji
tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang.
Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang
menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya.
Asas mengikat kontrak dipahami sebagai mengikatnya kewajiban traktual
yang harus dilaksanakan para pihak. Pada dasarnya janji itu mengikat
sehingga perlu diberikan kekuatan untuk berlakunya daya mengikat
kontrak, maka kontrak dibuat secara sah mengikat serta dikualifikasikan
mempunyai kekuatan setara dengan daya berlaku dan mengikatnya
undang-undang.
Perjanjian akan melindungi proses bisnis antar pihak apabila pertama-tama
dan terutama, perjanjian tersebut dibuat secara sah karena ini menjadi penentu
proses hubungan hukum. Pasal 1320 BW merupakan instrumen pokok untuk
menguji keabsahan perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Dalam pasal ini
terdapat empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :24
24 Agus Yudha Hernoko. Op. Cit., halaman 157
21
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (de toestemming van degenen
die zich verbindem)
Syarat ini merupakan bentuk dari suatu perjanjian, yaitu adanya
kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan
dilaksanakan. Oleh karena itu, kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh
tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan keliruan. Apabila
perjanjian tersebut dapat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak
maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
2. Kecakapan untuk membuat perikatan (de bekwaamheid om eene
verbintenis aan te gaan)
Pada saat membuat perjajian, para pihak secara hukum sudah dewasa atau
cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap
untuk membuat suatu perjanjian adalah orang yang belum dewasa dan
mereka yang berada dibawah pengampunan.
3. Suatu hal tertentu (een bepaald onderwerp)
Suatu hal tertentu merupakan objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap
perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas dan tegas.
4. Suatu sebab yang halal atau diperbolehkan (eene geoorloofde oorzaak)
Sebab yang halal merupakan perjanjian itu sendiri atau tujuan para pihak
yang mengadakan perjanjian itu halal, tidak bertentangan dengan undang-
undang, ketertiban umum dan kesusilaan.
22
Dua syarat yang pertama yaitu poin (1) dan poin (2) dinamakan syarat subjektif,
dikarenakan kedua syarat tersebut mengenai subjek perjanjian. Sedangkan dua
syarat terakhir poin (3) dan poin (4) dinamakan syarat objektif karena mengenai
objek dari perjanjian.
Substansi syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320
BW hampir sama dengan pada sistem common law. Perbedaan mendasar di antara
keduanya terletak pada syarat kausa (oorzaak) yang tidak dikenal dalam sistem
common low. Demikian pula sabaliknya, elemen consideration sebagai syarat
pembentukan kontrak tidak dikenal dalam sistem BW. Sehubungan dengan
keempat syarat dalam Pasal 1320 BW terdapat penjelasan terkait dengan
konsekuensi tidak terpenuhinya masing-masing syarat dimaksud. Pertama, syarat
kesepakatan dan kecakapan merupakan unsur subjektif karena berkenaan dengan
diri orang atau subjek yang membuat kontrak. Kedua, syarat objektif tertentu dan
kausa yang diperbolehkan merupakan unsur objektif.25
Syarat sahnya suatu perjanjian yaitu subjektif (kesepakatan dan
kecakapan) dan objektif (suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal).
Pembatalan perjanjian dapat disebjabkan kedua syarat tersebut karena tidak
terpenuhi maka akibatnya yaitu bahwa dengan tidak dipenuhinya persyaratan
subjektif (kesepakatan dan kecakapan) maka perjanjian dapat dibatalkan oleh
salah satu pihak melalui pengadilan, sedangkan apabila yang tidak terpenuhi
syarat objektif (suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal) maka perjanjian
batal demi hukum.
25 Agus Yudha Hernoko. Op. Cit., halaman 160
23
Keabsahan kontrak merukan hal yng esensial dalam hukum perjanjian.
Pelaksanaan isi perjanjian yakni hak dan kewajiban hanya dapar dituntut oleh
pihak yang satu kepada pihak yang lain, demikian pula sebaliknya, apabila
perjanjian yang dibuat itu sah menurut hukum. Oleh karena itu, keabsahan
perjanjian sangat menentukan pelaksaan isi perjanjian yang ditutup. Perjanjian
yang sah tidak boleh diubah atau dibatalkan secara sepihak. Kesepakatan yang
tertuang dalam suatu perjanjian karenanya menjadi aturan yang dominan bagi para
piahk yang menutup perjanjian.26
Perjanjian yang lahir karena akibat perbuatan orang yang halal dijumpai
dalam Pasal 1354 KUH Perdata yang berbunyi “jika seorang dengan suka rela,
dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain dengan
atau tanpa pengetahuan orang ini maka secara diam-diam mengikat dirinya untuk
meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut hingga orang yang diwakili
kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu...”. Perikatan yang
disebutkan dalam pasal disebut zaakwaarneming. Perikatan yang lahir karena
akibat perbuatan melawan hukum dikenal dengan sebutan onrechtmatige daad,
contohnya diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang menyatakan bahwa tiap
perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menggantikan
kerugian tersebut.27
Dalam khazanah hukum perjanjian, yang dimaksud dengan pembatalan
perjanjian pada dasarnya adalah suatu keadaan yang membawa akibat suatu
26 Yahman., 2014. Karakteristik Wanprestasi dan Tindak Adil Pidana. Jakarta: Prenadamedia., halaman 53
27 Ketut Oka Setiawan. Op. Cit., halaman 6
24
hubungan kontraktual yang dianggap tidak pernah ada. Dengan adanya
pembatalan perjanjian, maka eksistensi perjanjian dengan sendirinya menjadi
hapus. Akibat hukum kebatalan yang menghapus eksistensi perjanjian selalu
dianggap berlaku surut sejak dibuatnya perjanjian. Pembatalan perjanjian
seharusnya dihubungkan dengan tidak terpenuhinya syarat sah perjanjian.28
1. Tidak dipenuhinya unsur subjektif, apabila perjanjian tersebut lahir karena
adanya cacat kehendak (wilgebreke) atau karena ketidakcakapan
(onbekwaamheid) (Pasal 1320 BW ayat 1 dan 2), sehingga berakibatkan
perjanjian tersebut dapat dibatalkan (vernietigbaar).
2. Tidak dipenuhinya unsur objektif, apabila terdapat perjanjian yang tidak
memenuhi syarat objek tertentu atau tidak mempunyai causa atau causanya
tidak diperbolehkan (Pasal 1320 BW Angka 3 dan 4 jis. 1335, 1337, 1339
BW), sehingga perjanjian tersebut batal demi hukum (nietig).
Dalam rumusan pasal 1338 ayat 2 BW yang menyatakan bahwa perjanjian
itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau
karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Dengan demikian daya
mengikatnya perjanjian yang didasarkan pada otonomi para pihak diakui dan
semakin dipertegas kekuatan berlakunya terhadap para pihak. Penarikan kembali
perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak hanya dapat dilakukan melalui:29
1. Kesepakatan para pihak untuk menarik kembali apa yang telah
disepakati, atau
2. Undang-undang yang bersifat memaksa (dwingend recht).
28 Agus Yudha Hernoko. Op. Cit., halaman 293 29 Ibid., halaman 247
25
Akibat terhadap perjanjian yang dapat dibatalkan adalah salah satu pihak
dapat meminta pembatalan perjanjian. Perjanjian akan tetap mengikat para pihak
apabila tidak dibatalkan oleh hakim atau permintaan pihak yang berhak meminta
pembatalan. Hak untuk meminta pembatalan perjanjian, menuntut pemulihan
bahkan hak untuk menuntut ganti rugi merupakan hak bagi para pihak yang
merasa dirugikan, sedangkan pihak yang lainnya yang telah terlanjur menerima
prestasi dari pihak lain wajib mengembalikannya. Sedangkan, akibat hukum
terhadap perjanjian yang batal demi hukum adalah perjanjian dianggap batal atau
bahkan perjanjian dianggap tidak ada dan tidak pernah terjadi dari awal.
Konsekuensi lanjutan dari pembatalan perjanjian adalah apabila setelah
pembatalan salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya untuk
mengembalikan apa yang telah diperolehnya maka pihak lain dapat mengajukan
gugatan. Hal ini semata-mata untuk melaksanakan tujuan pembatalan yaitu
pengembalian keadaan sebagaimana semula sebelum perjanjian terjadi.
Pembatalan perjanjian dan pengembalian kapada keadaan semula bagi
orang yang tidak cakap melakukan kontrak hanya dapat dilakuakn selama barang
tersebut masih ada pada pihak lawan atau pihak lawan tersebut telah memperoleh
manfaat darinya atau berguna bagi kepentingannya. Pembatalan perjanjian dapat
disertai dengan tuntutan penggantin biaya rugi dan bunga jika ada alasan untuk
itu.30
Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menyatakan bahwa
syarat batal dianggap selamanya dicantumkan dalam perjanjian timbal balik
30 R. Soeroso. Op. Cit., halaman 47
26
ketika salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban atau wanprestasi.31 Hal ini
dimaksud bahwa salah satu pihak diperbolehkan untuk menuntut pembatalan
apabila lawan janjinya wanprestasi.
Tiga syarat agar pembatalan perjanjian dapat dilakukan, yaitu pertama
perjanjian tersebut harus bersifat timbal balik, kedua harus ada wanprestasi, ketiga
harus ada keputusan dari hakim.32 Sehingga dalam hal ini ada dua pihak yang
memiliki kewajiban untuk saling memenuhi prestasi. Jika salah satu melakukan
wanprestasi, maka pihak lain dalam meminta pembatalan perjanjian di pengadilan
dengan mengajukan gugatan pembatalan, dengan demikian pembatalan perjanjian
adalah keputusan hakim. Wanprestasi hanya merupakan alasan didalam hakim
menjatuhkan keputusan, dengan kata lain wanprestasi hanya sebagai syarat untuk
terbitnya keputusan hakim.
Konsep wanprestasi merupakan domain dalam hukum perdata (privat).
Pasal 1234 BW menyatakan bahwa tujuan dari perikatan yaitu untuk memberikan
sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Perbedaan antara membuat
sesuatu atau tidak membuat sesuatu seringkali menimbulkan keraguan dan
memerlukan penjelasan, yang pertama adalah bersifat positif, yang kedua adalah
bersifat negatif. Yang dimaksud berbuat sesuatu merupakan menyerahkan hak
milik atau memberikan kenikmatan atas sesuatu.
Pada umumnya hak dan kewajiban yang lahir dari perikatan dipenuhi oleh
pihak-pihak baik debitur maupun kreditur, akan tetapi dalam praktik kadang-
kadang debitur tidak mematuhi apa yang menjadi kewajibannya dan inilah yang
31 Suharnoko. Op. Cit., halaman 63 32 Sugeng. Pembatalan Perjanjian. http://alinxdragneel.blogspot.co.id/2016/03/pengertian-
pembatalan-perjanjian-dalam.html?m=1 diakses tanggal 28 Januari 2018
27
disebut dengan wanprstasi. Bentuk wanprestasi terdiri dari memenuhi prestasi
tetapi tidak tepat dapa waktunya dengan kata lain terlambat melakukan prestasi,
tidak memenuhi prestasi, dan memenuhi prestasi tidak sempurna.33
Dalam Pasal 1234 BW ternyata bahwa pada umumnya wanprestasi itu
terjadi setelah debitur dinyatakan lalai (ingebreeke). Atas dasar itu untuk debitur
dinyatakan lalai kadang-kadang disyaratkan somasi dan dalam hal-hal lain debitur
wanprestasi karena hukum. Upaya-upaya yang dilakukan yaitu dengan melakukan
somasi. Dengan adanya wanprestasi, pihak yang dirugikan akibat kegagalan
pelakanaan prestasi mempunyai hak gugat dalam upaya menegakkan hak-hak
kontrak ataupun perjanjian. Hak-hak gugat dapat diajukan secara tersendiri
maupun dikombinasikan dengan gugutan lain, meliputi:34
1. Pemenuhan (nakoming), yang mana pemenuhan lahir dari hubungan
kontrak sebagai sarana antara hak dan kewajiban yang diharapkan dapat
berlangsungbsecara baik, fair sesuai dalam kesepakatan para pihak dalam
menutup suatu kontrak.
2. Ganti rugi (vervangende vergoeding), yaitu ganti kerugian yang timbul
karena debitur melakukan wanprestasi karena lalai. Unsure kerugian terdiri
atas tiga yaitu ongkos-ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan, kerugian
karena kerusakan, bunga atau keuntungan yang diharapkan.
3. Pembubaran, pemutusan, atau pembatalan (ontbinding), yang mana pada
dasarnya merupakan suatu keadaan yang membawa akibat hubungan
33 Ketut Oka Setiawan. Op. Cit., halaman 19 34 Yahman. Op. Cit., halaman 85-86
28
kontraktual itu dianggap tidak pernah terjadi. Dengan pembatalan kontrak,
maka fungsi kontrak itu dengan sendirinya menjadi hapus.
4. Pemenuhan ditambah ganti rugi pemengkap (nakoming en anvvulled
vergoeding), atau
5. Pembubaran ditambah ganti rugi pelengkap (ontbinding en anvvullend
vergoeding).
Dalam Pasal 1253 KUH Perdata, suatu perikatan adalah bersyarat
manakala ia digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan yang
masih belum tentu akan terjadi, baik dengan cara menagguhkan perikatan hingga
terjadinya peristiwa semacam itu, maupun dengan cara membatalkan perikatan
menurut terjadi atau tidak terjadi perisiwa tersebut. Syarat dalam ketemtuan pasal
ini, maka terdapat dua macam perikatan bersyarat, yaitu perikatan bersyarat
tangguh yang merupakan perikatan yang lahir apabila peristiwa yang dimaksud
terjadi, dan perikatan bersyarat yang merupakan perikatan yang sudah lahir justru
berakhir atau diabatalkan bila peristiwa yang dimaksud terjadi. Semua syarat yang
bertujuan untuk melaksanakan suatu yang tidak mungkin terlaksana, sesuatu yang
bertentangan dengan kesusilaan baik atau sesuatu yang dilarang oleh undang-
undang adalah batal dab berakibatkan bahwa persetujuan tang diagntungkan
padanya tak berdaya apapun (Pasal 1254 KUH Perdata).35
Hapusnya perikatan yang diakibatkan oleh berlakunya syarat batal berlaku
jika perjanjian yang dibuat oleh para pihak dibuat dengan syarat tangguh atau
sayarat batal. Karena apabila perjanjian tersebut dibuat dengan syarat tangguh dan
35 Ketut Oka Setiawan. Op. Cit., halaman 8
29
syarat yang dijadikan syarat tangguh tidak terpenuhi, perjanjain tersebut batal
dengan sendirinya. Demikin dengan perjanjian yang dibuat dengan syarat batal,
apabila syarat batal tersebut terpenuhi, perjanjian tersebut dengan sendirinya telah
batal yang berarti mengkibatkan hapusnya perjanjian tersebut.36
Pelanggaran hak-hak kontraktual menimbulkan kewajiban ganti rugi
berdasarkan wanprestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1236 BW (untuk
prestasi memberikan sesuatu) dan pasal 1239 BW (untuk prestasi berbuat
sesuatu). Kemudian berkenaan dengan wanprestasi dalam Pasal 1243 BW
menyatakan bahwa Penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tak dipenuhinya
suatu perikatan barulah diwajibkan apabila si berutang setelah dinyatakan lalai
memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus
diberikan atau dibuatnya hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu
yang dilampauinya.37 Menurut M. Yahya Harahap dalam Yahman secara umum
wanprestasi yaitu pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau
dilakukan tidak menurut selayaknya.38
Suatu perjanjian yang diancam dengan ‘batal demi hukum’ mengandung
arti bahwa kontrak yang dibuat oleh para pihak bertentangan dengan undang-
undang, kesusilaan, ketertiban umum dan tidak mengikat terhadap salah satu
pihak. Pada persoalan perjanjian yang batal demi hukum (nietigbaarheid), sebab-
sebab dari kebatalan perjanjian dapat melekat pada tiga hal, yaitu: Pertama, dapat
ditemukan pada orang-orang yang berbuat tidak cakap sama sekali, cakap secara
terbatas (orang-orang yang belum dewasa, orang-orang dibawah pengampunan,
36 R. Soeroso. Op. Cit., halaman 48 37 Yahman. Op. Cit., halaman 81 38 Ibid . halaman 83
30
istri, wali, sepanjang memerlukan kuasa). Jika tidak memerlukan kuasa, apabila
melakukan kontrak, maka kontrak tetap sah dan hanya dapat dibatalkan, bukan
batal demi hukum. Kedua, isi dari perbuatan itu, khususnya apabila mengenai
perjanjian yaitu bertentangan dengan undang-undang seperti kontrak yang tidak
mempunyai sebab yang diperbolehkan. Ketiga, demikian pula dapat diancam
kebatalannya (batal demi hukum) bila dapat ditemukan sebabnya di dalam hal
tidak mengindahkan bentuk yang disyaratkan oleh undang-undang.
Kontrak timbal balik (bilateral) yang dibuat secara sah akan melahirkan
perikatan yang mengikat para pihak dengan hak dan kewajiban yang saling
dipertukarkan. Lazimnya pelaksaan prestasi dari perikatan tersebut menghapuskan
perikatan itu sendiri. Buku III BW dalam Bab IV tentang hapusnya perikatan,
merincikan sebab-sebab hapusnya perikatan sebagaimana diatur dalam Pasal 1381
BW, yaitu:39
1. Karena pembayaran,
2. Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan peyimpangan atau
penitipan,
3. Karena pembaruan utang,
4. Karena perjumpaan utang atau kompensasi,
5. Karena percampuran utang,
6. Karena pembebasan utang,
7. Karena musnahnya barang yang terutang,
8. Karena kebatalan atau pembatalan,
39 Agus Yudha Hernoko. Op. Cit., halaman 292
31
9. Karena berlakunya suatu syarat pembatalan,
10. Karena lewat waktu.
Praktik rancangan perjanjian sering dijumpai klausul ketentuan umum yang berisi
tentang subtansi putusnya perikatan dengan judul pembatalan kontrak dan
pemutusan kontrak, yang dihubungkan dengan wanprestasinya salah satu pihak
(klausul wanprestasi atau kelalaian/default). Analisis kritis perlu dilakukan
terhadap penggunaan istilah pembatalan dan pemutusan dalam suatu perjanjian,
meskipun awam mengartikan kedua istilah tersebut dalam pengertian yang sama.
Terlebih lagi dalam praktik pembatalan perjanjian, acap kali para pihak
mencantumkan kalusul pembatalan atau pemutusan tersebut yang diikuti dengan
redaksi “...para pihak sepakat mengesampingkan ketentuan Pasal 1266 BW”.
Dalam upaya melakukan gugatan pembatalan perjanjian ada dua hal atau
dua alasan yang dapat dijadikan dasar, yaitu penipuan, kesesatan, dan paksaan.
Pertama, pada pembatalan suatu perjanjian berdasarkan penipuan, kesesatan dan
paksaan, pihak lawan hanya harus mengganti kerugian, ‘jika ada alasan untuk itu’
(vide Pasal 1453 BW). Menurut peradilan dasar membayar ganti rugi yaitu
apabila perbuatan pihak lawan melanggar hukum. Keuntungan gugatan
pembatalan yang didasarkan pada penipuan yaitu bahwa dikabulkannya gugatan
atas dasar ini sekaligus memastikan sifat melanggar hukum perbuatan pihak lawan
(penyesatan yang disengaja) dan akibatnya akan dikabulkannya gugatan ganti rugi
atas kerugian yang diderita. Sebaliknya , keberhasilan dalil kesesatan sama sekali
tidak berarti perbuatan pihak lawan adalah melanggar hukum, ini harus diungkap
secara terpisah. Kedua, memang ada persamaan dalil kesesatan dan penipuan
32
dengan gugatan pembatalan berdasarkan penipuan yaitu kedua hal itu hanya akan
berhasil jika dapat diterima bahwa tidak akan menutup perjanjian atau tidak akan
menutup perjanjian dengan syarat yang sama, andai kata tidak ada pernyataan
yang disengaja (syarat hubungan kausal antara penipuan timbulnya perjanjian eks-
Pasal 1328 BW).
Secara prinsip suatu perjanjian yang telah dibuat dapat dibatalkan jika
perjanjian tersebut dalam pelaksanaannya akan merugikan pihak-pihak tertentu.
Pembatalan atas perjanjian dapat terjadi, baik sebelum perikatan yang lahir dari
perjanjian itu dilaksanakan maupun setelah prestasi yang wajib dilaksanakan
berdasarkan perjanjian yang dibuat. Pembatalan perjanjian secara garis besar
alasan pembatalan perjanjian dapat digolongkan kedalam dua golongan besar,
yaitu yang berkaitan dengan pembatalan perjanjian oleh salah satu pihak dalam
perjanjian, dan yang berhubungan dengan pembatalan perjanjian oleh pihak ketiga
diluar perjanjian.40
Perjanjian yang batal demi hukum, dalam pengertian tidak dapat
dipaksakan pelaksanaannya jika terjadi pelanggaran terhadap syarat objektif dari
sahnya suatu perikatan. Keharusan akan adanay suatu hal tertentu yang menjadi
objek dalam perjanjian dirumuskan dalam Pasal 1332 sampai dengan Pasal 1334
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang diikuti dengan Pasal 1335 smapai
engan Pasal 1336 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang mengatur
40 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja. 2008. Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada., halaman 172
33
mengenai rumusan sebab yang halal, yaitu sebab yang tidak dilarang oleh undang-
undang dan tidak berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.41
Kebatalan relative dan kebatalan mutlak, yang mana suatu kebatalan
disebut relatife jika kebatalan tersebut hanya berlaku terhadap individu orang
perorangan tertentu dan disebut dengan mutlak jika kebatalan tersebut berlaku
umum terhadap seluruh anggota masyarakat tanpa kecuali. Suatu perjanjian yng
dapat dibatalkan dapat saja berlaku relatif atau mutlak, meskipun tiap-tiap
perjanjian yang batal demi hukum pasti berlaku mutlak.42
B. Umrah
Umrah yang artinya menziarahi atau berkunjung. Dimaksudkan berziarah
ke Ka’bah, mengelilinginya, sa’i antara Shafa dan Marwah dan bercukur rambut
dengan cara-cara tertentu sebagaimana ditentukan oleh syara’.43 Umrah juga dapat
dikatakan suatu perbuatan menyengaja dengan mendatangi tempat yang biasa
selalu dikunjungi, karena umrah dapat dilakukan kapan saja tanpa terikat waktu
seperti halnya ibadah haji yang dilakukan pada bulan Dzulhijjah yang mana
setahun sekali.
Kalangan ahli fiqh menyepakati legalitas umroh dari segi syara’ dan ia
wajib bagi orang yang disyariatkan untuk menyempurnakannya. Namun mereka
berbeda pendapat mengenai hukumnya dari segi wajib dan tidaknya ke dalam dua
arus pendapat berikut.
41 Ibid., halaman 182 42 Ibid., halaman 183-184 43 Musthafa Kamal Pasha. 2009. Fiqih Islam: Sesuai Dengan Putusan Majelis Tarjih.
Jogjakarta: Citra karsa Mandiri., halaman 246
34
Pertama, sunnah mu’akkadah. Ini adalah pendapat Ibnu Mas’ud, Imam
Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, Imam Ahmad menurut salah satu
versi pendapat, juga Abu Tsaur dan kalangan mazhab Zaidiyah. Pendapat mereka
didasarkan atas sabda Nabi SAW tatkala ditanya tentang umroh, apakah ia wajib
atau tidak? Beliau menjawab,” Tidak. Namun jika kalian umroh, maka itu lebih
baik,” Juga berdasarkan sabda Nabi SAW:
تطوع الحج جھاد والعمرة
Artinya : “Haji adalah jihad, sementara umroh hanya tathawwu’.”
Alasan lain, umroh adalah nask (ibadah) yang pelaksanannya tidak
ditentukan waktu, maka ia pun tidak wajib sebagaimana halnya thawaf mujarrad.
Kedua, wajib, terutama bagi orang-orang yang diajibkan haji. pendapat ini dianut
oleh Imam Asy-Syafi’i menurut versi yang paling sahih di antara kedua
pendapatnya, Imam Ahmad menurut versi lain, Ibnu Hazm, sebagian ulama
mazhab Maliki, kalangan mazhab Imamiyyah, Asy-Sya’bi, dan Ats-Tsauri.
pendapat ini juga merupakan pendapat mayoritas ulama dari kalangan sahabat dan
lainnya, dan mereka bersepakat bahwa pelaksanannya hanya sekali seumur hidup
sebagaimana halnya haji.44
C. Travel
Travel merupakan badan usaha yang memberikan informasi tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan dunia perjalanan yang umumnya dan
44 Lutfi Indah Nurmalasari. “Makalah Fiqih Ibadah Umrah”.
http://lutfindahns.blogspot.co.id/2015/04/makalah-fiqih-ibadah-umrah.html?m=1 diakses tanggal 15 Januari 2018
35
perjalanan wisata yang bertindak atas nama perusahaan.45 Travel juga
merencenakan dan menyelenggarakan perjalanan yang mana tanggung jawab dan
resiko ditanggung perusahaan.
Travel atau sering disebut biro perjalanan adalah kegiatan usaha komersil
yang mengatur dan menyediakan pelayanan bagi seseorang, sekelompok orang
untuk melakukan perjalanan dengan tujuan utama berwisata dimana badan usaha
ini menyelenggarakan kegiatan perjalanan yang bertindak sebagai perantara dalam
menjual atau mengurus jasa untuk melakukan perjalanan baik di dalam dan luar
negeri. Kegiatan utama travel yaitu membuat atau menyusun paket wisata dan
kemudian menjualnya kepada konsumen serta memberikan pelayanan kepada
konsumen yang membeli paket wisata mereka. Paket wisata biasanya terdiri dari
transportasi, penginapan, makan, objek wisata, pertunjukan yang dirangkai
menjadi satu paket perjalanan dan dijual dengan satu harga.
Usaha perjalanan wisata bisa berbentuk badan usaha, baik berupa
Perseroan Terbata (PT), Perseroan Komanditer (CV), Firma (Fa), ataupun usaha
perseorangan. Yang termasuk dalam jenis usaha perjalanan wisata yaitu biro
perjalanan wisata dan agen perjalanan wisata. Biro maupun agen perjalanan harus
memiliki izin usaha biro dan agen wisata dari walikota ataupun pejabat yang
ditunjukkan. Izin usaha ini dilakukan untuk memperlancar pelaksanaan usaha
perjalanan. Dalam hukum pendirian biro dan agen perjalanan wisata adalah
Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 1996 mengenai keparawisataan.
45 Yuflyanty Lintong. Pengertian Travel Agent.
http://angetravelmmbc.blogspot.co.id/2015/06/pengertian-travel-agent.html?m=1 Diakses Tanggal 15 Januari 2018
36
Fungsi umum biro perjalanan yaitu badan usaha yang dapat memberikan
penerangan atau informasi tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia
perjalanan pada umumnya dan perjalanan wisata khususnya. Sedangkan fungsi
khusus dari biro perjalanan yaitu sebagai perantara dalam bertindak atas nama
perusahaan lain dan menjual jasa-jasa perusahaan yang diwakili, sebagai badan
usaha yang merencanakan dan melancarkan perjalanan dengan tanggung jawab
dan resikonya, serta menggiatkan usaha biro perjalanan aktif menjalin kerjasama
dengan perusahaan lain baik dalam dan luar negeri.
Pada dasarnya pihak travel selalu bekerjasama dengan pihak lain, yang
mana perjanjian dilaksanakan setelah ada kata sepakat diantara kedua belah pihak
dan dibuat secara tertulis maupun secara lisan. Pihak yang terlibat dalam
perjanjian bersama travel yaitu biro perjalanan dan konsumen. Namun, ada
beberapa perusahaan yang terlibat juga didalamnya agar berlangsungnya
perjalanan kegiatan usaha yaitu perusahaan pengangkutan, rumah makan atau
restaurant, tempat rekreasi, perusahaan yang tekait dalam perjanjian dan lain
sebagainya.
1. Biro perjalanan
Biro perjalan merupakan badan udaha atau penjual produk, yang mana
menjual tiket pesawat udara dari maskapai penerbangan atau menjual
produk dari pihak hotel. Biro perjalanan biasa bertindak sebagai
produsen yang membuat suatu paket wisata yang telah disusun dengan
berbagai rincian tempat wisata beserta akomodasi dan transport yang
digunakan.
37
2. Konsumen
Konsumen dalam hal ini yaitu pengguna jasa biro perjalanan yang
mempunyai peran dalam kemajuan kegiatan usaha perjalanan, karena
dalam hal ini tanpa adanya konsumen kegiatan pihak travel tidak dapat
berjalan. Kewajiban utama konsumen yaitu membayar sejumlah uang
kepada pihak perjalanan sesuai dengan kesepakan yang telah dibuat
sebelum melakukan perjalanan dan berhak atas pelayanan yang akan
diberikan sesuai dengan apa yang ditawarkan sebelumnya.
3. Airline/maskapai penerbangan
Maskapai penerbangan merupakan penyedia jasa transportasi udara
yang mana biasa digunakan oleh perusahaan travel apabila tujuan dari
wisata berjarak jauh dan menghabiskan banyak waktu apabila
menggunakan jalur darat.
4. Penginapan/hotel
Pada perusahaan travel juga memberikan jasa dalam pemesanan
kamar hotel konsumen dan biasanya akan mendapatkan komisi sesuai
dengan kesepakatan yang telah dibuat antar pihak travel dan pihak
hotel.
5. Penyedia jasa transportasi darat
Penyedia tranportasi darat merupakan perusahaan maupun
perseorangan yang menyediakan fasilitas kendaraan yang dapat
disewakan dalam beberapa waktu, seperti sepeda motor, angkutan
umum, mobil dan bus.
38
6. Rumah makan/restaurant
Rumah makan merupakan penyedia makanan dan minuman yang
dibutuhkan karena pada dasarnya konsumen wisata dalam perjanjian
dibuat dijamin akan makanan dan minumannya.
7. Pemandu wisata
Pemandu wisata sangat penting dalam perjalanan wisata karena
memiliki tugas untuk menjelaskan setiap hal yang berkaitan dengan
perjalanan baik selama perjalanan maupun setelah tiba pada objek
wisata.
8. Dinas dan perusahaan yang berkaitan dengan dokumen perjalanan
Perusahaan yang berkaitan dengan dokumen wisata merupakan
perusahaan ataupun dinas yang memiliki fungsi untuk mengeluarkan
dokumen yang dibutuhkan dalam perjalanan wisata, seperti tiket objek
wisata, paspor, fiskal, visa, dan sebagainya.46
46 Litari Elisa Putri. 2017. Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Perjalanan (Travel Agency)
Terhadap Konsumennya. Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Lampung. halaman 39-42
39
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Aturan Yang Menyangkut Tentang Proses Izin Berdirinya PT. Sabrina
Alfikri Tour & Travel
Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan,
menegaskan bahwa penyelenggaraan pendaftaran bertujuan untuk mengadakan
perlindungan kepada perusahaan-perusahaan yang menjalankan usahanya secara
jujur dan terbuka.47 Bagi pemerintah, daftar perusahaan sangat penting karena
akan memudahkan pengawasan keadaan dan perkembangan di dunia usaha. Dan
bagi dunia usaha daftar perusahaan sangat penting untuk mencegah dan
menghindari praktik-praktik usaha yang tidak jujur.
Dari pengertian perusahaan dapat diketahui bahwa unsur pokok yang
terkandung dalam perusahaan yaitu bentuk badan usaha yang menjalankan setiap
jenis usaha baik berupa suatu persekutuan atau badan uaha yang didirikan,
bekerja dan berkedudukan di Indonesia. Jenis usaha yang dilakukan dalam
kegiatan bisnis dijalankan terus menurus demi untuk mendapatkan keuntungan.
Sumber hukum utama perusahaan adalah Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (KUHD) yang merupakan lex spesialis dari KUH Perdata. KUHD ini
merupakan warisan dari Hindia Belanda berupa Wetboek van Koophandel (WvK),
yang berdasarkan asas konkordansi masih terus berlaku sampai ada peraturan
perundang-undangan Republik Indonesia yang menggantikannya.48 Berdasarkan
tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia, sumber hukum
47 Gatot Supramono. 2007. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Djambatan., halaman 28 48 Zaeni Asyhadie dan Budi Sutrisno. 2012. Hukum Perusahaan dan Kepailitan. Mataram:
Erlangga., halaman 13
40
perusahaan yaitu berdasarkan Undang-Undang, yurisprudensi, kebiasaan,
perjanjian internasional, dan dokrin atau pendapat para ahli.
Perusahaan yang berdiri sebagai wahana/pilar pembangunan
perekonomian telah diatur dalam KUH Perdata, KUH Dagang, dan peraturan
perundang-undangan Indonesia dengan bentuk hukum yang terdiri tiga jenis,
yaitu:49
1. Perusahaan perseorangan, atau disebut dengan perusahaan individu, adalah
badan usaha yang kepemilikannya dimiliki oleh satu orang. Individu dapat
membuat badan usaha perseorangan tanpa izin dan tata cara tertentu. Pada
umumnya perusahaan perseorangan bermodal kecil, jenis serta jumlah
produksi terbatas, memiliki pekerja yang sedikit, dan menggunakan alat
produksi teknologi sederhana. Perusahaan perseorangan dapat berbentuk
perusahaan dagang atau jasa, misalnya toko swalayan atau biro konsultan
dan perusahaan industri.
2. Perusahaan persekutuan badan hukum yang dapat berbentuk Perseroan
Terbatas (PT), koperasi, dan BUMN. Perseroan terbatas adalah organisasi
yang memiliki badan hukum resmi yang dimiliki oleh minimal dua orang,
dengan tanggung jawab yang hanya berlaku pada perusahaan tanpa
melibatkan harta pribadi atau perseorangan yang ada di dalamnya. Untuk
mendirikan perseroan terbatas dibutuhkan sejumlah modal minimal dalam
jumlah tertentu dan berbagai persyaratan lainnya.
49 Ibid., halaman 37-38
41
3. Perusahaan persekutuan badan hukum atau disebut juga perusahaan
persekutuan, yang artinya badan usaha yang dimiliki oleh dua orang atau
lebih untuk mencapai tujuan bisnis. Badan usaha yang termasuk dalam
badan usaha persekutuan adalah persekutuan perdata, persekutuan firma,
dan perseroan komanditer. Untuk mendirikan badan usaha persekutuan
dibutuhkan izin khusus pada instansi pemerintahan yang terkait.
Legalitas suatu perusahaan atau badan usaha merupakan unsur penting
karena merupakan jati diri yang melegalkan atau mengesahkan suatu badan usaha
sehingga diakui oleh masyarakat. Jenis jati diri yang melegalkan badan usaha atau
perusahaan yaitu seperti nama perusahaan, Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP),
Tanda Daftar Perusahaan (TDP), dan Surat Izin Tempat Usaha (SITU).50
1. Nama Perusahaan
Nama perusahaan adalah jati diri yang dipakai oleh perusahaan untuk
menjalankan usahanya. Nama perusahaan melekat pada bentuk badan usaha atau
perusahaan yang dikenal masyarakat, dipribadikan sebagai perusahaan tertentu
dan dapat membedakan perusahaan satu dengan yang lain.
Di Indonesia peraturan undang-undang yang mengatur nama perusahaan
secara menyeluruh belum ada. Hanya ada badan usaha dalam bentuk perseroan
terbatas yang mengaturnya secara khusus, sedangkan nama firma, persekutuan
komanditer belum ada atau tidak ada yang mengaturnya. Namun dalam
pelaksanaannya diakui bahwa nama perusahaan sebagai hak objektif. Hal objektif
adalah hak yang melekat pada harta kekayaan. Dengan demikian, yang melanggar
50 Ibid.., halaman 184
42
hak atas nama perusahaan yang sudah dimiliki dan dipergunakan oleh perusahaan
lain diancam dengan sanksi hukum karena melakukan kecurangan atau melanggar
hak orang lain. Pemberantasannya dapat dilakukan melalui Pasal 1365 KUH
Perdata (perbuatan melawan hukum) dan Pasal 393 KUHP (perbuatan curang).51
Sebaliknya apabila ada pihak yang menyangkal, membantah, atau tidak
mengakui nama perusahaan yang didaftarkan dalam daftar perusahaan, pihak
tersebut dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Menteri Perdagangan
mengenai nama yang didaftarkan dengan alasannya. Menteri memberikan putusan
setelah memberikan mendengar pihak yang berkepentingan. Jika tenyata
beralasan, menteri akan membatalkan pendaftaran yang berarti tidak mengesahkan
nama perusahaan tesebut, Pasal 27 Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang
Wajib Daftar Perusahaan.
Dalam penggunaan nama perseroan terbatas diatur dalam Peraturan
Pemerintah No. 43 tahun 2011 tentang Tata Cara Pengajuan dan Pemakaian Nama
Perseroan Terbatas. Menurut Pasal 2 peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2011,
setiap perseroan harus memiliki nama perseroan. Nama perseroan hanya dapat
dipakai setelah memperoleh persetujuan Menteri Hukum dan HAM. Nama
perseroan yang telah diperbolehkan persetujuannya dimuat dalam anggaran dasar
perseroan.
Nama perseroan terbatas tidak boleh sama dengan nama perseroan terbatas
lain, walaupun domisili antara kedua perseroan terbatas tersebut berbeda karena
hal tersebut dilarang peraturan perundang-undangan. Larangan tersebut diatur
51 Ibid, halaman 185
43
dalam Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2011, dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b
Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2011 disebutkan antara lain bahwa: nama
perseroan yang diajukan harus memenuhi persyaratan belum dipakai secara sah
oleh perseroan lain atau tidak sama pada pokoknya dengan nama perseroan lain.
Jika terjadi kesamaan nama antar perseroan terbatas yang didaftarkan dengan
perseroan terbatas yang terdaftar, Menteri Hukum dan HAM menolak pendaftaran
perseroan terbatas tersebut. Pengajuan tersebut, menurut Pasal 3 ayat (3)
Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2011, diajukan secara elektronik melalui
Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH).
2. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) adalah jati diri yang diapaki oleh
perusahaan atau badan usaha untuk menjalankan usahanya secara sah. Surat Izin
Usaha Perdagangan (SIUP) adalah surat izin untuk dapat melaksanakan kegiatan
usaha perdagangan. Dasar hukum SIUP terdapat dalam Peraturan Menteri
Perdagangan Republik Indinesia Nomor: 36/M-Dag/Per/9/2007 tentang
Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan. Menurut Pasal 2 ayat (1), setiap
perusahaan yang melakukan usaha perdagangan wajib memiliki SIUP. SIUP
terbagi menjadi tiga klasifikasi yang terdiri dari:52
a. SIUP Kecil. SIUP Kecil wajib dimiliki oleh perusahaan perdagangan
dengan modal dan kekayaan bersih (neto) seluruhnya sampai dengan
Rp200.000.000.,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha,
52 Ibid., halaman 188
44
b. SIUP Menengah. SIUP Menengah wajib dimiliki oleh perusahaan
perdagangan dengan modal dan kekayaan bersih (neto) seluruhnya di atas
Rp200.000.000.,- sampai dengan Rp500.000.000.,- tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha.
c. SIUP Besar. SIUP Besar wajib dimiliki oleh perusahaan perdaganagn
dengan modal dan kekayaan bersih (neto) seluruhnya diatas
Rp500.000.000.,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
Jika perusahaan ingin memiliki SIUP, SIUP dapat diberikan tetapi dilarang
digunakan untuk melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan kelembagaan
dan/atau kegiatan usaha sebagai mana yang dicantumkan dalam SIUP,
menghimpun dana dari masyarakat dengan menawarkan janji keuntungan yang
tidak wajar (money game), perdagangan barang dan/atau jasa dengan sistem
penjualan langsung (single-level marketing atau multi-level marketing),
perdagangan jasa survei, dan perdagangan komotidas.
SIUP diberikan kepada pemiliki, pengurus, penanggung jawab perusahaan
atau badan usaha atas nama peusahaan. SIUP dapat diberikan kepada penanam
modal dalam negeri dan penanam modal asing sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang menanaman modal. Pasal 18 menentukan bahwa
pemilik SIUP yang tidak melakukan kegiatan usaha selama enam bulan berturut-
turut atau menutup perusahaannya wajib menyampaikan laporan secara tertulis
kepada pejabat penerbit SIUP disertai alasan penutupan dan mengembalian SIUP
asli.
45
Tata cara dan prosedur mengajukan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
harus diajukan kepada pihak yang berwenang dengan tata cara dan prosedur yang
telah ditentukan seperti harus mengisi dan menandatangani surat permohonan izin
dan melampirkan dokumen yang diminta. Permohonan dan dokumen yang
dilampirkan akan diteliti kebenaran dan kelengkapannya oleh pejabat yang
berwenang dibidang perizinan yang ditujukan Departemen yang bersangkutan.
Berkas permohonan izin yang telah memenuhi syarat akan diteruskan kepada
Departemen Perdagangan dengan surat pengantar dari Kepala Kantor
Perdagangan dan Perindustrian Provinsi untuk diterbitkan Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP).
Wajib daftar perusahaan telah diatur dalam Undang-Undang No. 3 Tahun
1982 dengan penjelasan Undang-Undang tentang daftar perusahaan merupakan
upaya dalam mewujudkan pemberian perlindungan, serta membimbing dunia
usaha dan perusahaan, khususnya golongan ekonomi lemah. Daftar perusahaan
saat penting karena memudahkan untuk dapat mengikuti secara seksama keadaan
dan perkembangan sebenarnya dunia usaha di wilayah Republik Indonesia secara
menyeluruh, termasuk tentang perusahaan asing.
3. Surat Izin Tempat Usaha (SITU)
Surat Izin Tempat Usaha (SITU) wajib dimiliki oleh badan usaha atau
usaha perseorangan. Dasar hukum kepemilikan Surat Izin Tempat Usaha (SITU)
sampai sekarang belum ada peraturan secara nasional, namun diatur dalam
berbagai pemerintah daerah. Walaupun pengaturan SITU tidak diatur secara
nasional, ada beberapa peraturan daerah yang dapat disimpulkan yaitu pengajuan
46
permohonan izin tempat usaha kepada camat atau bupati dengan melampirkan
semua persyaratan administrasi yang diperlukan. Apabila di kecamata atau
kabupaten terdapat kantor pelayanan perizinan satu atap, surat permohonan bisa
ditujukan kepada camat atau bupati melalui kepala kantor pelayanan perizinan
satu atap. Apabila persyaratan sudah sesuai. Pemohon membayar retribusi kepada
pemerintah yang dalam waktu sekitar empat belas hari kerja , SITU diterbitkan.
Perusahaan travel merupakan perusahaan perseroan terbatas, yang mana
dalam mendirikannya harus mengurus pendirian perusahaan perseroan terbatas
(PT). Dalam kepengurusan pendirian perusahaan travel, pihak pemilik travel
harus sudah memberangkatkan kunsumen jama’ah umrah minimal 200 orang agar
dapat mengurus pendirian usaha. Berhubungan dengan sabrina travel, pemiliknya
telah memberangkatkan jamaah umrah sebanyak 300 orang dengan melalui pihak
travel lain yang membantu pemilik sabrina travel dalam menjalan usahanya.
Namun, ijin pendirian usaha dapat dicabut oleh pihak yang berwenang apabila
sudah terbitnya surat ijin tersebut namun disalah gunakan.53
Usaha travel berperan sebagai perantara pemesanan tiket dalam serta
mengurus dokumen perjalanan yang telah dibuat oleh biro perjalanan umum.
Travel termasuk dalam usaha atau perusahaan yang berjalan pada bidang jasa atau
dapat disebut usaha pariwisata, dimana dalam pendiriannya memakai tanda izin
yang sah agar dapat menjalankan operasinalnya sehingga masyarakat juga percaya
untuk melakukan bisnis dengan pihak travel. Pendirian perusahaan travel juga
telah diatur oleh undang-undang dan pemerintah daerah mulai dari tanda
53 Wawancara dengan Syarifah Sabrina Alydrus, tanggal 13 Januari 2018 di Kantor PT
Sabrina Alfikry Tour & Travel.
47
pendirian usaha, izin gangguan yang menyatakan bukanlah perusahaan industri,
tanda daftar parawisata, dan keputusan menteri hukum dan hak asasi manusia
tentang pendirian usaha.
Pendirian perusahaan travel di Sumatea Utara ataupun dilakukan oleh
Pemerintah Kota Medan oleh Badan Pelayanan Perizinan Terpadu yang mana
nantinya akan di keluarkannya tanda daftar perusahaan. Travel di kota Medan
merupakan usaha yang berdiri di bidang jasa bnro perjalanan yang mana
pendirian perusahaannya telah diatur oleh seperti dalam Undang-Undang
Republik Indonesia No. 3 Tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan, Undang-
Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas,
Peraturan Daerah kota Medan No. 10 tahun 2002 tentang retribusi ijin usaha
industri, perdagangan, tanda daftar gudang/ruangan dan tanda daftar perusahaan
serta peraturan walikota Medan No. 36 Tahun 2010 tentang pendelegasian
sebagian kewenangan proses penandatanganan perijinan kepada kepala badan
pelayanan perijinan terpadu kota Medan.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 tahun 1982 tentang
wajib daftar perusahaan merupakan untuk memajukan dan mengembangkan
kegiatan dunia usaha dan perusahaan dengan adanya pendaftaran perusahaan,
yang mana untuk sumber informasi resmi mengenai data atau identitas
menyangkut usaha yang bediri. Dengan adanya daftar perusahaan yang diatur oleh
undang-undang ini guna untuk melakukan pembinaan, pengarahan, pengawasan
dan menciptakan dunia yang sehat. Daftar perusahaan juga merupakan daftar
catatan resmi untuk pelaksanaan peraturan dan memuat hal-hal yang wajib
48
didaftarkan serta setiap usaha yang dijalankan bersifat tetap dan terus menerus
berdiri dan bekerja dengan tujuan untuk memperoleh laba ataupun keuntungan.
Dan dalam Undang-Undang No. 3 tahun 1982 Pasal 22 disebutkan kepada
perusahaan yang telah disahkan perusahaannya dalam daftar perusahaan diberikan
tanda daftar perusahaan yang berlaku untuk jangka waktu 5 tahun sejak tanggal
dikeluarkannya dan wajib diperbaharui sekurang-kurangnya 3 bulan sebelum
tanggal berlaku berakhir.
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas , yang
mana melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi
dalam saham dan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh undang-
undang. Dalam undang-undang ini juga memperjelas ketentuan yang menyangkut
tentang perseroan, dapat dilihat dalam ketentuan yang ada dalam undang-undang
yaitu mengenai pengajuan permohonan, pengesahan status badan hukum,
pemberian pengesahan status badan hukum dan lainnya. Pasal 14 ayat (1)
disebutkan bahwa perbuatan hukum atas nama perseroan yang belum
memperoleh status badan hukum hanya boleh dilakukan oleh semua anggota
direksi bersama semua pendiri serta semua anggota Dewan Komisaris Perseroan
dan mereka semua bertanggungjawab secara tanggung reteng atas perbuatan
hukum tersebut.
Peraturan Daerah Kota Medan No. 10 tahun 2002 tentang retribusi izin
usaha industri, perdagangan, gudang/ruangan dan tanda daftar perusahaan, Pasal 2
disebutkan pemberian izin usaha industri, izin usaha perdagangan, izin usaha
gudang/ruangan dan tanda daftar perusahaan dimaksudkan untuk mengatur,
49
mengendalikan, mengawasi dan melakukan pembinaan terhadap pertumbuhan dan
berbagai aktifitas usaha dalam daerah.
Pengurusan tanda ijin gangguan yang menandakan bahwa perusahaan
travel bukanlah perusahaan industri diatur berdasarkan Peraturan Dearah Kota
Medan No. 22 Tahun 2002 tentang retribusi ijin gangguan serta Peraturan
Walikota Medan No. 36 tahun 2010 tentang pendelegasian sebagian kewenangan
proses dan penandatanganan perijinan kepada kepala Badan Pelayanan Perijinan
Terpadu Kota Medan.
Tanda ijin gangguan merupakan pemberian izin tempat usaha kepada
orang atau badan disuatu lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya,
kerugian dan gangguan . Peraturan Daerah Kota Medan No 22 tahun 2002 pasal 2
dan pasal 3 disebutkan bahwa pemberian izin gangguan dengan maksud untuk
mengatur, menata lokasi usaha dalam daerah dan izin gangguan bertujuan untuk
mewujudkan tertib usaha baik ditinjau dari segi lokasi maupun hubungan dengan
kelestarian lingkungan.
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang pengesahan
pendirian badan hukum perseroan terbatas kepada perusahaan travel yaitu
disahkannya sesuai dengan data format isian pendirian yang disimpan dalam
database Sistem Administrasi Badan Hukum yang telah dibuat oleh pihak travel
yang diajukan. Format isian tersebut merupakan pengajuan pemakaian nama
perseroan yang akan dipakai dana apabila nama tidak memenuhi persyaratan
pengajuan dan pemakaian nama perseroan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, pengajuan tersebut dapat ditolak.
50
B. Penerapan Perjanjian Keberangkatan Jama’ah Umrah Oleh Travel
Suatu perjanjian disebut formal akan menjadi sah apabila dilaksanakan
dengan suatu tindakan tertentu, apabila tidak dilakukan maka perjanjian tersebut
tidak sah. Untuk perjanjian perdamaian yang dilaksanakan secara tertulis, kalau
tidak maka dia tidak sah. Demikian pula terhadap perjanjian riil, perjanjian itu
menjadi sah apabila telah dilaksanakan penyerahan.
Pada umumnya perjanjian biro perjalanan atau travel dilaksanakan setelah
adanya kata sepakat antar para pihak, dan dibuat secara tertulis maupun secara
lisan. Perjanjian yang dibuat secara tertulis biasa disebut perjanjian formalitas,
yang mana tujuannya untuk bukti pelengkap mengenai yang diperjanjikan.
Sedangkan perjanjian lisan terjadi sejak tercapai kata sepakat antara pihak-pihak
mengenai pokok perjanjian , maka perjanjian tersebut mengikat dan menimbulkan
akibat hukum.
Pasal 1340 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan
bahwa perjanjian-perjanjian yang dibuat hanya berlaku diantara para pihak yang
membuatnya. Dalam pasal tersebut menyatakan bahwa setiap perjanjian hanya
membawa akibat yang berlakunya ketentuan Pasal 1131 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata bagi para pihak yang terlibat atau yang membuat perjanjian
tersebut. Maka yang menjadi kewajiban atau prestasi yang harus dilaksanakan
oleh debitor dalam perjanjian hanya merupakan dan menjadi kewajiban semata-
mata.54
54 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja. Op. Cit., halaman 165
51
Pelaksanaan perjanjian merupakan realisasi atau pemenuhan hak dan
kewajiban yang telah diperjanjikan oleh para pihak yang membuat perjanjian agar
perjanjian dapat tercapai.hal yang dilaksanakan dalam perjanjian merupakan
prestasi yang mana sesuatu hal yang wajib dipenuhi atau dilaksanakan dalam
perjanjian. Dalam Pasal 1234 KUH Perdata, macam-macam prestasi adalah untuk
memberikan sesuatu, membuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu. Pasal
1339 KUH Perdata, disebutkan bahwa pejanjian tidak hanya mengikat untuk hal-
hal yang tegas dinyatakan dalam perjanjian, tetapi juga dalam sutu hal yang sifat
perjanjian diharuskan kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Dalam
melakukan perjanjian harus menggunakan norma-norma kepatuhan dan
kesusilaan.55
Pasal 1320 KUH Perdata, syarat sahnya perjanjian yaitu sepakat mereka
yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perjanjian, adanya
hal tertentu, dan adanya suatu sebab yang halal.56 Dalam melakukan suatu
perjanjian, terlebih dahulu bersepakat atau setuju mengenai hal-hal dari perjanjian
yang akan diadakan. Kata sepakat tidak apabila kata sepakat tersebut diberikan
karena khilaf, paksaan ataupun penipuan. Kecakapan sangan perlu dalam
membuat suatu perjanjian, kecuali jika oleh undang-undang tidak dinyatakan tak
cakap. Ketidakcakapan merupakan bahwa perjanjian yang telah diatur dibuat
dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim. Adanya suatu hal tertentu dalam
perjanjian dibuat menyangkut objek perjanjian yang harus jelas dan dapat
ditentukan. Seperti dalam Pasal 1333 KUH Perdata menyatakan suatu perjanjian
55 P.N.H. Simanjuntak. 2015. Hukum Perdata Indonesia. Jakarta: Kencana., halaman 290 56 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja. Op. Cit., halaman 93
52
harus mempunyai sebagai pokok barang yang peling sedikit ditentukan jenisnya,
tidak menjadi halangan jumlah jenis barang asalkan jumlahnya dapat dihitung di
kemdian hari. Ada suatu sebab yang halal dalam perjanjian merupakan
menyangkut tentna isi perjanjian yang tidak bertentanga dengan ketertiban umum,
kesusilaan dan undang-undang.
Telah jelas bahwa prestasi yang dibebankan oleh Kitab Undang-Undang
Perdata bersifat personal dan tidak dapat dialihkan dengan begitu saja. Perjanjian
yang telah dibuat berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata akan berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Maka perjanjian tersebut akan
mengikat dan melahirkan perikatan para pihak dalam perjanjian.
Akibat dari perjanjian diatur dengan tegas dalam Pasal 1338 KUHPerdata
yang menyataan semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu dapat
ditarik kembali selain dari sepakat dua belah pihak atau karena alasan-alasan yang
diundang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuan harus
dilaksanakan dengan itikad baik. Dengan ketentuan Pasal 1338 jelas bahwa apa
yang telah disepakati oleh para pihak tidak boleh diubah oleh siapa pun kecuali
jika hal tersebut memang dikehendaki secara bersama, atau ditentukan oleh
undang-undang berdasarkan perbuatan hukum atau peristiwa hukum atau badan
hukum.
Untuk melaksanakan suatu perjanjian, harus ditetapkan secara tegas dan
cermat isi perjanjian, atau dengan kata lain hak dan kewajiaban masing-masing
pihak. Biasanya bayak yang melakukan perjanjian dengan tidak mengatur atau
53
menetapkan secara teliti hak dan kewajiban, hanya menetapkan hal yang penting
dan pokok saja. Misalnya dalam perjalanan umrah, ditetapkan tentang harga,
waktu pembayaran, perjalanan, penginapan, dan lainnya dengan waktu yang telah
ditetapkan. Tidak ditetapkan tentang lainnya yang tidak menyangkut dengan
perjanjian seperti dengan barang-barang yang dibeli oleh nasabah.
Menurut pasal 1339 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, suatu
perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan
dalam perjanjian, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian
diharuskan oleh kepatutaan, kebiasaan, dan undang-undang. Dengan demikian,
setiap perjanjian dilengkapi dengan aturan-aturan yang terrdapat dalam undang-
undang, dalam adat kebisaan (disuatu tempat atau kalangan tertentu), sedangkan
kewajiban-kewajiban yang diharuskan oleh kepatutan harus diindahkan.57
Apabila kehendak yang satu menyatakan dan diterima dengan jelas bagi
pihak yang bersangkutan maka tidak ada masalah mengenai isi perjanjian bagi
kedua belah pihak. Lain halnya apabila perjanjian yang diterima dengan isi yang
berbeda maka perlu dicari tau apa maksud dari pihak yang bersangkutan. Karena
sepakat dalam suatu perjanjian merupakan hasil dari pertemuan kehendak dalam
peristiwa yang sedang dicari atau hal yang disepakati.
Pasal 1343 KUH Perdata menyebutkan bahwa jika kata-kata suatu
persetujuan dapat diberikan berbagai macam penafsiran, harus dipilihnya
menyelidiki maksud kedua belah pihak yang membuat persetujuan itu dari pada
memegang teguh arti kata-kata menurut huruf. Maka, dalam hal ini perjanjian
57 Subekti. Op. Cit., halaman 39
54
harus ditafsirkan mana yang paling sesuai dengan kata perjanjian. Karena tidak
mungkin kata-kata mempunyai arti lain daripada yang dikehendaki oleh para
pihak, tetapi mungkin ditafsirkan yang sesuai dengan kehendak para pihak.58
Dalam pasal 1339 dapat dilihat bahwa adat kebiasaan yang telah
ditunjukan sebagai sumber norma telah dikesampingkan oleh undang-undang
yang menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara kedua belah pihak
dalam suatu perjanjian. Pada pasal atau aturan undang-undang, ataupun suatu adat
kebiasaan yang menyimpang, masi tetap berlaku dan barang siapa nantinya
menunjukan undang-undang tersebut harus dibenarkan dan tidak boleh
dipersalahkan.
Perjanjian yang dibuat oleh perusahaan sabrina travel yaitu mulai dari
keberangkatan konsumen ke tujuan yang dipilih dan sanksi yang dibuat apabila
kepergian ditunda. Dalam keberangkatan umrah pada sabrina travel konsumen
harus lah mendaftarkan diri sebagai calon jamaah umrah kepada sabrina travel dan
melengkapi data-data dan administrasi lainnya untuk kelancaran transaksi.
Keberangkatan umrah biasanya dapat dilakukan setelah melakukan berbagai
administrasi yang ditentukan dan menunggu waktu yang telah ditentukan ataupun
waktu yang telah disepakati dalam perjanjian yang telah dibuat bersama.59
Untuk keberangkatan umrah, sabrina travel mengirimkan data-data
konsumen untuk pembuatan pasport dan ijin lainnya untuk kelengkapan
keberangkatan umrah, tidak lain juga menyiapkan kendaraan dan penginapan
untuk konsumen yang telah dijanjiakan pada saat awal pembuatan perjanjian
58 Ketut Oka Setiawan. Op. Cit., halaman 78 59 Wawancara dengan Syarifah Sabrina Alydrus, tanggal 13 Januari 2018 di Kantor PT
Sabrina Alfikry Tour & Travel
55
secara bersama. Setelah pembuatan pasport selesai, maka sabrina travel akan
mengurus visa konsumen agar konsumen dapat berangkat umrah tanpa ada
kendala apapun. Visa dapat keluar setelah pihak perusahaan travel melihat atau
memeriksa apakah MOFA (Ministry of Foreign Affairs) telah keluar atau belum.
Tetapi biasanya MOFA keluar setelah data-data telah dikirimkan oleh pihak trave
yang mendaftarkan peserta umrah ke Kedutaan Besar Arab Saudi (KBSA), yang
mana MOFA biasa keluar atau dapat dilihat satu hari setelah pengiriman data an
paling lama MOFA keluar dua hari setelah pengiriman data. MOFA keluar sudah
dipastikannya bahwa visa juga sudah dapat sehingga konsumen tidak akan
mendapat masalah diluar negeri apabila dalam perjalanan. Namun, apabila MOFA
tidak keluar sudah pasti visa juga tidak keluar.60
Adanya banyak pihak perusahaan travel lainnya yang tidak mengetahui
dalam kepengurusan visa, yang mana perusahaan-perusahaan tersebut
menggunakan calo atau pun orang dalam untuk mengurus segala sesutu yang
menyangkut dengan visi ataupun izin keluar negara. Dengan perlakuan tersebut
dapat dikataka bahwa perusahaan travel lain sudah tidak bertanggung jawab
dalam melakukan janji yang telah dibuat dalam perjanjian.
C. Tanggung Jawab Atas Pembatalan Janji Memberangkatkan Jama’ah
Umrah Oleh Travel
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen, yang memberikan pengertian pelaku usaha adalah setiap perseorangan
60 Wawancara dengan Syarifah Sabrina Alydrus, tanggal 13 Januari 2018 di Kantor PT
Sabrina Alfikry Tour & Travel.
56
atau badan usaha, yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum
yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.61
Untuk menciptakan kenyamanan berusaha bagi para pelaku usaha dan
sebagai keseimbangan atas hak-hak yang diberikan kepada konsumen, kepada
para pelaku usaha diberikan hak sebagaimana diatur pada Pasal 6 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen. Hak-hak pelaku usaha adalah:62
1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diprdagangkan,
2. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beretikat tidak baik,
3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen,
4. Hak untuk rehabilitas nama baik apabila tidak terbukti secara hukum
bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh orang dan/atau jasa yang
diperdagangkan,
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
61 Abdul Halim Barkatullah. 2010. Hak-Hak Konsumen. Bandung: Nusa Media., halaman
37 62 Ibid., halaman 39
57
Sebagai konsekuensi dari hak konsumen yang telah disebutkan pada
sebelumnya, maka kepada pelaku usaha dibebankan pula kewajiban-kewajiban
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen:63
1. Beretikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya,
2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa, serta memeberikan penjelasan penggunaan,
perbaikan, dan pemeliharaan,
3. Memberlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur, serta
tidak diskriminatif,
4. Menjamin mutu barang dan/jasa yang diproduksi dan/atau
dipeerdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa
yang berlaku,
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba
barang dan/atau jasa tertentu, serta memberi jaminan dan/atau garansi atau
barang yang dibuang dan/atau diprdagangkan,
6. Memberikan konpensasi, ganti rugi dan/atau jasa penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima yang dimanfaatkan tidak sesuai dengan
perjanjian.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen pelaku usaha diwajibkan
beritikad baik dalam melakukan usahanya, sedangkan bagi konsumen diwajibkan
beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa. Pasal 8
63 Ibid., halaman 40
58
Undang-Undang Perlindunagn Konsumen mengatur larangan bagi pelaku usaha
yang meliputi:64
1. Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memeprdagangkan barang
dan/atau jasa, yang seperti tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan
standar yang dipersyaratkandan ketentuan peraturan perundang-undangan,
2. Larangan mengenai produk itu sendiri, yang tidak memenuhi syarat dan
standar yang layak untuk dipergunakan atau dipakai atau dimanfaatkan
untuk konsumen,
3. Larangan mengenai ketersediaan informasi yang tidak benar, dan tidak
akurat, yang menyesatkan konsumen.
Tanggung jawab hukum berkaitan erat dengan hak dan kewajiban, yang
mana hak merupakan suatu konsep yang menekankan pada pengertian hak yang
berpasangan dengan kewajiban. Suatu yang berkaitan dengan kewajiban hukum
adalah suatu tanggung jawab atau pertanggung jawaban. Tanggung jawab
merupakan tanggung jawab seseorang atas suatu perbuatan tertentu, yang mana
harus bertanggung jawab atas sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan.
Seseorang dapat dibebani tanggung jawab untuk kesalahan perdata yang
dilakukan orang lain walaupun berbuatan melawan hukum bukan kesalahannya.
Secara umum tanggung jawab dalam hukum memiliki prinsip yang dapat
dibedakan, yaitu :65
64 Ibid., halaman 42 65 Yuoky Surinda. Konsep Tanggung Jawab Menurut Teori Dalam Hukum .
ttp://id.linkedin.com/pulse/konsep-tanggung-jawab-menurut -teori-dalam-hukum-yuoky-surinda. Diakses tanggal 13 januari 2018 pukul 14.20 WIB
59
1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kelalaian/kesalahan
(liability based on fault).
Tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah prinsip tanggung jawab
yang bersifat subjektif, yaitu suatu tanggung jawab yang ditentukan
oleh prilaku produsen. Kelalaian produsen yang berakitkan pada
muncuknya kerugian konsumen merupakan faktor penentu adanya hak
konsumen untuk mengajukan gugutan ganti rugi kepada produsen.66
Prinsip ini merupakan prinsip yang umum berlaku dalam hukum
perdata khususnya Pasal 1365, 1366, dan 1367 KUH Perdata. Secara
umum, asas tanggung jawab dapat diterima karena adil bagi orang
yang berbuat salah untuk mengganti kerugian bagi pihak korban.
Dalam prinsi ini adalah defenisi tentang subjek pelaku kesalah yang
dalam doktrin hukum asas vicarious liability dan corporate laibility.
Vicarious liability merupakan majikan bertanggung jawab atas
kerugian pihak lain yang ditimbulkan oleh orang atau karyawan
dibawah pengawasannya. Corporate liability memiliki pengertian yang
sama dengan vicarius liability. Prinsip tanggung jawab berdassarkan
kelalaian /kesalahan terbagi menjadi empat, yaitu:
a. Tanggung jawab berdasarkan kelalaian/kesalahan dengan
persyaratan hubungan kontrak.
b. Tanggung jawab berdasarkan kelalaian/kesalahan dengan
beberapa pengecualian terhadap persyaratan hubungan kontrak.
66 Litari Elisa Putri. Op. Cit., halaman 45
60
c. Tanggung jawab berdasarkan kelalaian/kesalahan tanpa
persyaratan hubungan kontrak.
d. Prinsip praduga lalai dan prinisp praduga bertanggung jawab
dengan pembuktian terbalik.
2. Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab (presumtion of
liability)
Prinsip ini merupakan prinsip kealikan dari prinsip praduga untuk
selalu bertanggung jawab dan prinsip ini dikenal dalam lingkup
transaksi konsumen yang terbatas. Prinsip ini lebih diterapkan pada
kasus-kasus seperti kasus dimana apabila terjadi sesuatu kecelakaan
lalu lintas yang mempunyai peran aktif dalam melakukan pembuktian
adalah pihak penggugat.
3. Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability)
Prinsip tanggung jawab mutlak sering diindetikkan dengan prinsip
tanggung jawab absolut. Tanggung jawab mutlah adalah prinsip yang
menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan.
Sedangkan tanggung jawab absolut adalah tanggung jawab tanpa
kesalahan dan tidak ada pengecualiaannya. Asas tanggung jawab
mutlak merupakan suatu jenis pertanggung jawaban perdata, yang
mana pertanggung jawaban perdata merupakan suatu instrumen hukum
perdata dalam konteks penegakan hukum untuk mendapatkan ganti
kerugian pada kasus tersebut.
61
4. Prinsip tanggung jawab berdasarkan wanprestasi (Breach Of
Warranty)
Tanggung jawab berdasarkan wanprestasi juga merupakan bagia dari
tanggung jawab kontrak (contractual liability). Apabila terjadi sesuatu
yang mengakibatkan kerugia, maka berhak melihat perjanjian yang
secara tertulis maupun tidak tertulis. Keuntungan pada prinsip ini
penerpaan kewajiban yang bersifat mutlak, yang mana kewajiban
didasarkan pada upaya yang telah dilakukan untuk memenuhi
janjinya. Namun, kelemahan pada prinsip ini adanya pembatasan
waktu gugatan, persyaratan pemberitahuan, kemungkinan adanya
bantahan, dan persyaratan hubungan kontrak.67
Dalam perusahaan travel, adanya pertanggung jawaban karna dilakukan
suatu perjanjian antar sesama. Yang mana pihak konsumen tidak ingin tertipu oleh
janji yang hanya di ucapkan secara lisan oleh pihak perusahaan travel. Maka dari
itu, sudah banyak pihak perusahaan travel yang membuat perjanjian dengan
konsumen secara tulisan dan kesepakan bersama. Serta sanksi yang dibuat atas
perjanjian apabila perjanjian yang dibuat batal ataupun tidak dilakukan oleh pihak
travel.
Pertanggung jawaban perusahaan travel atau jasa perjalanan apabila terjadi
kerugian pada konsumen, ditentukan dalam peraturan undang-undangan yaitu
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Perlindungan
Konsumen. Pertanggung jawaban dalam hukum perdata dapat timbul karena
67 Ibid., halaman 46
62
adanya wanprestasi dan karena perbuatan yang melawan hukum. Wanprestasi
biasa terjadi jika perusahaan travel tidak melaksanakan kewajibannya yaitu tidak
memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti yang telah disepakati. Tidak
terpenuhnya kewajiban oleh perusahaan travel disebabkan oleh kemungkinan
kesalahan/kelalaian yang di lakukan perusahaan jasa perjalan sehingga tidak
terpenuhinya kewajiban dan karena keadaan memaksa yang terjadi di luar
kemampuan perusahaan travel. Dalam menentukan perusahaan travel bersalah
atau tidak dalam hal wanprestasi dapat dilihat pada keadaan perusahaan travel
tidak memenuhi prestasi sama sekali, perusahaan travel memenuhi prestasi tetapi
tidak baik atau lalai, dan perusahaan travel memenuhi prestasi namun tidak tepat
waktu atau terlambat.
Setiap konsumen yang menuntut ganti rugi pada perusahaan perjalanan
yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan ataupun kelalaian. Pertanggung
jawaban dalam hukum perdata juga dapat disebabkan karena adanya perbuatan
melawan hukum. Perbuatan melawan hukum terjadi jika memenuhi syarat:
1. Bertentangan dengan kewajiban hukum sipelaku
2. Melanggar hak orang lain
3. Melanggar kaidah tata usaha
4. Bertentangan dengan asas kepatuhan, ketelitian serta sikap kehati-hatian
yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama.
Tanggung jawab menurut undang-undang perlindungan konsumen dapat
dilihat dari setiap pelaku usaha dibebani tanggung jawab atas perilaku tidak baik
yang dapat merugikan konsumen. Tanggung jawab pada pelaku usaha dilihat dari
63
jenis usaha yang digeluti. Bentuk tanggung jawab yang paling utama adalah ganti
rugi yang dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa
pemberian santunan. Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengadopsi
prinsip tanggung jawab secara langsung dan prinsip tanggung jawab produk
sebagaimana diatur dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 28 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, sedangkan tanggung jawab prefosional dalam Undang-
Undang Perlindungan Konsumen diatur dalam Bab IV tentang perbuatan yang
dilarang bagi pelaku usaha diatur Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 dan ketentuan
pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-
kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu
sama lain yang berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen dalam pergaulan
hidup. Pasal 3 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, tujuan dari perlindungan
konsumen adalah:68
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri,
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari akses negative pemakaian barang dan/atau jasa,
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen,
68 Ade Sanjaya. “Pengertian Perlindungan Konsumen Defenisi Dalam Hukum Undang-
Undang”. http://www.landasanteori.com/2015/09/pengertian-perlindungan-konsumen.html?m=1 diakses tanggal 17 Januari 2018
64
4. Menciptakan system perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi,
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggungjawab dalam berusaha,
6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan konsumen.
Pejanjian mengandung kata sepakat antara kedua belah pihak dalam
melakukan prestasi. Suatu perjanjian dikatakan sah jika terpenuhinya undang-
undang Pasal 1320 KUHPerdata, yang mana kesepakatan antara kedua belah
pihak dalam melakukan perjanjian. Apabila suatu syarat objektif tidak terpenuhi,
maka perjanjian batal demi hukum. Secara yuridis dari semula tidak ada perjajian
dan tidak ada suatu perikatan antara pihak yang membuat perjanjian. Apa bila ada
waktu pembuatan perjanjian, ada kekurangan mengenai subyektif maka
pembatalan bukan terjadi batal demi hukum tetapi dapat dimintakan pembatalan.
Persetujuan kedua belah pihak merupakan kesepakatan yang diberikan
secara bebas. Hukum perjanjian yang membuat perjanjian tersebut tidak bebas
yaitu dikarenakan adanya paksaan, kekhilafan, dan penipuan. Misalnya paksaan
dalam travel yang akan melaksanakan pejanjian untuk melakukan umrah, dimana
salah satu pihak diancam untuk menyetujui peraturan yang telah dibuat oleh pihak
travel. Dalam hal ini pihak tersebut tidak dapat memberika persetujuan yang
65
bebas dalam memberikan persetujuan, seperti orang yang di ancam agar
menyetujui suatu perjanjian.
Kekhilafan atau keliruan terjadi apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-
hal yang pokok dari yang telah dijanjikan atau tentang khilaf yang terpenting
dalam perjanjian atau mengenai siapa diadakan perjanjian. Misalnya dalam travel
untuk melaksanakan umrah yang telah ditetapkan pada awal bulan februari namun
karna kehilafan yang terjadi oleh pihak travel umrah dilakukan pada akhir bulan
februari. Khilaf yang terjadi harus diketahui oleh lawan atau paling tidak lawan
berhadapan dengan orang yang berada dalam kekhilafan.
Penipuan terjadi apabila satu pihak dengan sengaja memberikan
keterangan yang palsu atau tidak benar disertai tipu muslihat untuk lawannya agar
dapat perizinan. Pihak yang menipu lawannya bergerak secara aktif untuk
menjerumuskan. Seperti misalnya pada travel yang telah membuat perjanjian
dengan pihak lain untuk malakukan pemberangkatan umrah sesuai dengan
kesepakatan, namun pihak lain tersebut tidak berangkat umrah dikarenakan
alasana travel bahwasannya visa belum keluar demi untuk meyakinkan pihak lain
tersebut dan pada nyatanya visa tersebut memang tidak pernak didaftarkan oleh
pihak travel. Atau misalnya pihak travel telah memalsukan visa pihak lain tersebut
sehingga pada saat keberangkatan untuk umrah, pihak lain tidak dapat berangkat
karena visa yang telah dikasi oleh pihak travel tidak terdaftar atau palsu.
Akibat kebatalan perjanjian bagi orang yang berwenang melakukan
perbuatan hukum adalah pulihnya barang-barang dan orang-orang yang
bersangkutan, seperti dalam hukum perikatan dibuat (Pasal 1451 KUH Perdata).
66
Syarat batalnya perjanjian adalah satu syarat yang bila dipenuhi akan
menghapuskan perjanjian dan membawa segala sesuatu pada keadaan semula,
seolah-olah tidak ada suatu perjanjian (Pasal 1265 KUH Perdata). Penentuan
jangka waktu dan tanggal berakhirnya perjanjian adalah didasarkan kemauan dan
kesepakatan para pihak. Ada perjanjian yang jangka waktu dan tanggal berakhir
singkat dan ada juga yang jangka panjang.
Pembatalan perjanjian yang terjadi pada pihak travel dalam
pemberangkatan umrah yaitu terjadi biasanya dikarenakan kurangnya jumlah
orang minimun pada pihak travel sehingga pemberangkatan dibatalkan. Yang
mana dalam perjanjian yang dibuat bahwasaannya pihak perusahaan akan
mengganti rugi atas kerugian yang telah ditanggung oleh konsumen. Ganti rugi
tersebt biasanya sudah ditentukan oleh kedua pihak yaitu antara perusahaan travel
dan konsumen yang mana ada pihak konsumen meminta ganti rigu untuk
mengembalikan semua jumlah uang yang telah dikeluarkan atau diberikan kepada
perusahaan travel atau pun meminta ganti rugi sebesar dua kali lipat atas uang
yang telah dikeluarkan. Semua ganti rugi yang terjadi pada pihak travel dan
konsumen yaitu sesuai dengan kesepakatan yang dibuat pada saat perjanjian.69
Menurut Pasal 43 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2008 tentang
penyelenggaraan ibadah haji yakni dilakukan olh pemerintah dan/atau biro
perjalanan wisata yang ditetapkan oleh menteri. Ketentuan yang wajib dipenuhi
oleh penyelenggara perjalanan ibadah umrah dalam Pasal 45 ayat (1) Undang-
Undang No. 13 Tahun 2008, yaitu:
69 Wawancara dengan Syarifah Sabrina Alydrus, tanggal 13 Januari 2018 di Kantor PT
Sabrina Alfikry Tour & Travel
67
1. Menyediakan pembimbing ibadah dan petugas kesehatan,
2. Memberangkatkan dan memulangkan jamaah sesuai dengan masa berlaku
visa umrah di Arab Saudi dan ketentuan peraturan perundang-undangan,
3. Memberikan pelayanan kapada jamaah sesuai dengan perjanjian tertulis
yang disepakati antara penyelenggara dan jamaah, dan
4. Melapor kepada perwakilan Republik Indonesia di Arab Saudi pada saat
datang ke Arab Saudi dan pada saat akan kembali ke Indonesia.
Apabila penyelenggaraan ibadah umrah tidak memberikan pelayanan kepada
jamaah umrah terkait keberangkatan padahal telah terdapat perjanjian tertulis yang
disepakati, maka langkah hukum yang dapat dilakukan oleh jamaah umrah yang
dirugikan adalah dengan melaporkan kepada pihak yang berwenang atas dasar
pelanggaran dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2008 dalam Pasal 64 ayat (2)
bahwa penyelenggara perjalanan ibadah umrah tidak melaksanakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/tahun denda paling banyak Rp1.000.000.000,00.
Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang penipuan bahwa
barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan
tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk
menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun
menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana paling lama
panjara 4 (empat) tahun. Mangacu pada pasal ini, apabila pihak penyelenggara
perjalanan ibadah umrah memenuhi unsur-unsur Pasal 378 KUHP dan
68
menggerakkan calon jamaah umrah untuk menyerahkan sesuatu kepadanya
(misalnya mentranfer sejumlah uang) dengan maksud untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain dengan melawan hak, maka langkah hukum dapat
dilakukan pihak yang dirugikan adalah menuntut secara pidana penyelenggara
perjalanan umrah atas dasar tindak pidana penipuan.70
Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu
prjanjian, barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan lalai
memenuhi perjanjiannya tetap melalaikannya, atau ssuatu yang harus diberikan
atau dibuatnya, hanya dapat dibrikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang
dilampukannya (Pasal 1243 KUH Per). Dengan denikian pada dasarnya, ganti
kerugian itu adalah ganti krugian yang timbul karena debitur melakukan
wanprestasi.71
Pembatalan perjanjian keberangkatan umrah juga dapat terjadi karena
tidak terbitnya visa dikarenakan kelalaian pihak perusahaan travel. Dikarenakan
pihak perusahaan travel tidak dapat mengurus visa secara sendiri melainkan
diwakilkan ataupun menggunakan orang dalam sehingga memicunya penipuan
yang terjadi diluar kendali pihak travel. Yang mana keluarnya visa merupakan
visa palsu sehingga konsumen tidak dapat berangkat umrah dan terjadinya
pembatalan dan juga mengakitkan kecewanya pihak konsumen serta hilangnya
kepercayaan konsumen kepada pihak travel.
70 Hukum Online. “Langkah Hukum Jika Ditipu Biro Perjalanan”.
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5352fcaf8293e/langkah-hukum-jika-ditipu-biro-perjalanan-haji-umrah diakses tanggal 28 Februari 2018
71 P.N.H. Simanjuntak. Op.Cit., halaman 294
69
Apabila pembatalan keberangkatan umrah dikarenakan kendaraan ataupun
maskapai, itu bukan merupakan pembatalan keberangkatan tetapi penundaan
keberangakatan. Yang mana penundaan tersebut dapat terjadi dikarenakan cuaca
buruk, mesin rusak, atau delaynya maskapai karna faktor tertentu, dan lain
sebagainya. Yang mana biasanya juga akan ada ganti rugi yang diberikan oleh
pihak maskapai bukan pihak perusahaan, seperti penginapan untuk beristirahan
apabila kendalan sempai satu hari atau lebih, makan, dan kebutuhan lainnya. Hal
yang menunda keberangkatan ini adalah diluar pihak perusahan travel maka dari
itu semua ganti rugi dan lain sebagainya ditanggung oleh pihak maskapai yang
telah bekerjasama dengan perusahaan travel. Namun, dalam hal ini biasa kendala
yang terjadi biasanya oleh cuaca buruk atau diluar dari prediksi yang telah
ditentukan.72
72 Wawancara dengan Syarifah Sabrina Alydrus, tanggal 13 Januari 2018 di Kantor PT
Sabrina Alfikry Tour & Travel
70
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari pembahasan uraian pada bab sebelumnya, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Aturan yang menyangkut tentang proses izin berdirinya PT Sabrina Alfikri
Tour & Travel di mulai dari izin perusahaan yang akan berdiri, yang mana
dimulai dari izin nama perusahaan, Surat Izin Usaha Perdagangan
(SIUD), dan Surat Izin Tempat Usaha (SITU). Berdirinya suatu
perusahaan harus mendapatkan izin yanga mana telah diatur dalam
Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 1982 tentang wajib
daftar perusahaan, Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun
2007 tentang perseroan terbatas, Peraturan Daerah kota Medan No. 10
tahun 2002 tentang retribusi ijin usaha industri, perdagangan, tanda daftar
gudang/ruangan dan tanda daftar perusahaan serta peraturan walikota
Medan No. 36 Tahun 2010 tentang pendelegasian sebagian kewenangan
proses pemtandatanganan perijinan kepada kepala badan pelayanan
perijinan terpadu kota Medan. Dan dalam hal ini perusahaan PT Sabrina
Alfikri Tour & Travel telah melakukan dan membuat izin atas berdirinya
sebuah perusahaan travel.
2. Penerapan perjanjian keberangkatan jama’ah umrah oleh PT Sabrina
Alfikri Tour & Travel dilakukan sesuai dengan perjanjian yang dibuat
pada saat awal dimana konsumen mebuat perjanjian pada pihak travel.
71
Perjanjian yang dilakukan oleh konsumen dan travel secara tertulis karena
banyak yang takut akan terjadinya penipuan. Pelaksanaan perjanjian
merupakan pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjian oleh
para pihak yang membuat perjanjian agar perjanjian dapat tercapai.
Penerapan dilakukan oleh PT Sabrina Alfikri Tour & Travel sesuai
dengan apa yang diperjanjikan sebagaimana dalam Pasal 1343 KUH
Perdata yang menjelaskan tujuan dari berbagai macam penafsiran
perjanjian antar kedua belah pihak yang membuat persetujuan agar tidak
salah dalam tujuan dari perjanjian yang dibuat.
3. Tanggung jawab atas pembatalan janji memberangkatkan jama’ah umrah
oleh PT Sabrina Alfikri Tour & Travel yaitu ditanggung oleh perusahaan
travel yang mana berupa ganti rugi berupa uang sesuai dengan perjanjian
yang dibuat. Tanggung jawab perusahaan travel yang berupa ganti rugi
dilakukan sesuai dengan keinginan konsumen yang mana sering terjadi
akibat kelalaian perusahaan travel, baik dari fasilitas maupun yang lainnya
sehingga terjadi pembatalan keberangkatan jamaah umrah. Kebatalan
tersebut juga ditanggung jawabin pihak perusahaan dengan ganti rugi yang
diminta konsumen dengan cara ganti rugi atau penundaan keberangkatan.
B. Saran
1. Aturan yang menyangkut tentang proses izin berdirinya PT Sabrina
Alfikri Tour & Travel merupakan perizinan suatu usaha atau perusahaan
telah diatur sebagaimana mestinya oleh yang berwenang dalam Undang-
72
Undang. Sebaiknya digunakan dengan semestinya jangan menyalahi apa
yang telah ditentukan semestinya. Karena dengan adanya izin berdirinya
suatu usaha atau perusahaan dapat menambah kepercayaan konsumen.
2. Penerapan perjanjian keberangkatan jama’ah umrah oleh PT Sabrina
Alfikri Tour & Travel merupakan suatu perjanjian yang dibuat antar
sesama pihak dan haruslah diterapkan atau dilaksanakan sesuai dengan
perjanjian agar tidak mengecewakan konsumen, karena kepercayaan
konsumen merupakan hal yang utama dalam menjalankan usaha.
Penerapan dalam perjanjian hendaklah dilakukan dengan terbuka apabila
konsumen bertanya bagaimana proses yang telah berjalan dalam
memenuhi perjanjian tersebut. Dengan menerapkan perjanjian yang dibuat
maka akan tercapai semua sesuai dengan keinginan yang diperjanjikan,
apabila tidak dilakukan dengan sesuai dan ada kecurangan maka akan
dapat mengecewakan konsumen.
3. Tanggung jawab atas pembatalan janji memberangkatkan jama’ah umrah
oleh PT Sabrina Alfikri Tour & Travel yang dibuat hendaklah
dipertanggungjawabkan oleh pihak perusahaan travel dalam melakukan
pemberangkatan umrah, karena apabila tidak dilakukan konsumen akan
menganggap perusahaan tersebut tidak menjalankan janji yang telah
disepakati.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Abdul Halim Barkatullah. 2010. Hak-Hak Konsumen. Bandung: Nusa Media
Agus Yudha Hernoko. 2010. HukumPerjanjian: Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial. Jakarta: Kencana
Buya Amiruddindan Muzakkir. 2016. Tuntunan Manasik Haji & Umrah Perspektif Syariah dan Tasawuf. Medan: Perdana Publishing.
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi Lubis.1996. Hukum Perjanjian Dalam Islam. Jakarta: SinarGrafika.
Gatot Supramono. 2007. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Djambatan.
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja.2008. Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Ketut Oka Setiawan. 2016. HukumPerikatan. Jakarta: SinarGrafika.
Musthafa Kamal Pasha. 2009. Fiqih Islam: Sesuai Dengan Putusan Majelis Tarjih. Jogjakarta:Citra karsa Mandiri
P.N.H. Simanjuntak. 2015. Hukum Perdata Indonesia. Jakarta: Kencana
R. Soeroso. 2011. Perjanjian Di Bawah Tangan Pedoman Praktis Pembuatan dan Aplikasi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Subekti. 2005. HukumPerjanjian. Jakarta: Intermasa.
Subekti. 1982. Pokok Pokok Hukum Perdata. Bandung: Intermasa.
Suharnoko. 2004. Hukum Perjanjian. Jakarta:Preneda Media.
Wirjono Prodjodikoro. 2011. Azas-Azas Hukum Perjanjian. Bandung: Mandar Maju.
Yahman. 2014. Karakteristik Wanprestasi dan Tindak Adil Pidana. Jakarta: Prenada Media.
Zaeni Asyhadie dan Budi Sutrisno. 2012. Hukum Perusahaan dan Kepailitan. Mataram: Erlangga.
B. Jurnal dan Artikel
Herniwati. 2015. Penerapan Pasal 1320 KUHPerdata Terhadap Jual Beli Secara Online (E Commerce). Jurnal IPTEK Terapan. Volume 8.nomor 4
Purwahid Patrik. 1962. Asas Itikad Baik dan Kepatuhan dalam Perjanjian.Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
C. Karya Ilmiah
Litari Elisa Putri. 2017. Tanggung Jawab Perusahaan Jasa Perjalanan (Travel Agency) Terhadap Konsimennya. Skripsi. Fakultas Hukum Universitas Lampung
D. Peraturan Perundang-Undang
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 1982 Tentang Wajib Daftar Perusahaan
Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Peraturan Daerah Kota Medan No. 10 Tahun 2002 Tentang Retribusi Izin Usaha Industri, Perdagangan, Gudang/Ruangan Dan Tanda Daftar Perusahaan
Peraturan Daerah No 22 Tahun 2001 Tentang Retribusi Gangguan Izin Gangguan
E. Internet
Ade Sanjaya. “Pengertian Perlindungan Konsumen Defenisi Dalam Hukum Undang-Undang”. http://www.landasanteori.com/2015/09/pengertian-perlindungan-konsumen.html?m=1 diakses tanggal 17 Januari 2018
Ardi Budhi. “Tahapan Pembuatan Perjanjian Kontrak Kerja dan Anatominya”, http://bas28.wordpress.com//2012/04/07/tahapan-pembuatan-perjanjian-kontrak-kerja-dan-anatominya/amp/ diakses tanggal 16 Januari 2018
Bawa Ransel. ”Pengertian Arti Kata Travel”.http://bawaransel.blogspot.co.id/2016/02/pengertian-arti-kata-travel.html diakses tanggal 26 Maret 2018
Hukum Online. Langkah hukum Jika Ditipu Biro Perjalanan. http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5325fcaf8293e/langkah-hukum-jika-ditipu-biro-perjalanan-haji-umroh diakses tanggal 28 Februari 2018
LambertusHurek. “Jamaah Calon Haji vc Calon Jamaah Haji”.http://hurek.blogspot.co.id/2013/09/jamaah-calon-haji-vs-calon-jamaah-haji.html?m=1 diakses tanggal 15 Januari 2018
Legal Akses. “Pengertian dan Syarat-Syarat Sah Perjanjian”. http://www.legalakses.com/perjanjian/?fdx_switcher=true diakses tanggal 15 Januari 2018
Lutfi Indah Nurmalasari. “Makalah Fiqih Ibadah Umrah”. http://lutfindahns.blogspot.co.id/2015/04/makalah-fiqih-ibadah-umrah.html?m=1 diakses tanggal 15 Januari 2018
Sugeng. “Pembatalan Perjanjian”, http://alinxdragneel.blogspot.co.id/2016/03/pengertian-pembatalan-perjanjian-dalam.html?m=1 diakses tanggal 28 Januari 2018
Yuflyanty Lintong. “Pengertian Travel Agent”, http://angetravelmmbc.blogspot.co.id/2015/06/pengertian-travel-agent.html?m=1 Diakses tanggal 15 Januari 2018
Youky Surinda. Konsep Tanggung Jawab Menurut Teori Tanggung Jawab Dalam Hukum. http://id.linkedin.com/pulse/konsep-tanggung-jawab-menurut -teori-dalam-hukum-yuoky-surinda diakses pada tanggal 13 Januari 2018 pukul 14.20 WIB
Zulkifli. “Hukum Perikatan Diatur Dalam Buku III BW”. http:/.sczoel.woedpress.com/2012/06/01/hukum-perikatan-diatur-dalam-buku-iii-bw/ diakses tanggal 15 Januari 2018
top related