analisis nilai tambah dan strategi ......dokumentasi. metode analisis menggunakan konsep nilai...
Post on 12-Aug-2020
30 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS NILAI TAMBAH DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
OLAHAN TAPE PADA AGROINDUSTRI KOPLAK FOOD
DI KABUPATEN JEMBER
SKRIPSI
Oleh
Karina Dinda Ainni
NIM 141510601056
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNVERSITAS JEMBER
2019
i
ANALISIS NILAI TAMBAH DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
OLAHAN TAPE PADA AGROINDUSTRI KOPLAK FOOD
DI KABUPATEN JEMBER
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Mnyelesaikan Strata Satu
(S1) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Jember
Oleh
Karina Dinda Ainni
NIM 141510601056
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNVERSITAS JEMBER
2019
ii
PERSEMBAHAN
Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, saya
persembahkan Skripsi ini kepada :
1. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Slamet Abdul Hadi dan Ibunda
Djamilah yang senantiasa memberikan doa, semangat, cinta dan
dukungannya yang tiada henti kepada saya.
2. Kakakku tercinta Karnila Hadi dan Rani Pratiwi serta seluruh keluarga
besar yang memberikan doa, dukungan, nasihat dan motivasi.
3. Guru dan Dosen yang telah memberikan bimbingan selama masa
perkuliahan dan selama penulisan skripsi ini serta nasehat yang berguna
bagi saya.
4. Teman-teman Program Studi Agribisnis 2014 yang telah menemani dan
mendukung saya dalam setiap langkah untuk menyelesaikan tugas akhir
kuliah.
5. Almamater yang saya banggakan Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian / PS
Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jember.
iii
MOTTO
“Bermimpilah dalam hidup, jangan hidup dalam mimpi”
(Andrea Hirata)
“Lawan kesedihan dengan harapan. Lawan ketakutan dengan persiapan. Lawan
Kegagalan dengan Ketekunan”
(Merry Riana)
“Jangan membenci siapapun, tak peduli seberapa banyak kesalahan yang mereka
lakukan terhadapmu. Hiduplah dengan rendah hati, tak peduli seberapa banyak
kekayaanmu. Berpikirlah positif, tak peduli seberapa keras kehidupan yang kamu
jalani. Berikanlah banyak, meskipun menerima sedikit. Tetaplah menjalin
hubungan dengan orang-orang yang telah melupakanmu, maafkanlah orang yang
berbuat salah padamu, dan jangan berhenti mendoakan yang terbaik untuk orang
yang kau sayangi.”
(Ali bin Abi Thalib)
iv
v
SKRIPSI
ANALISIS NILAI TAMBAH DAN STRATEGI PENGEMBANGAN
OLAHAN TAPE PADA AGROINDUSTRI KOPLAK FOOD
DI KABUPATEN JEMBER
Oleh:
Karina Dinda Ainni
NIM 141510601056
Pembimbing,
Dosen Pembimbing Skripsi : Titin Agustina, SP., MP.
NIP. 19820811 200604 2 001
vi
vii
RINGKASAN
Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Olahan Tape pada
Agroindustri Koplak Food di Kabupaten Jember; Karina Dinda Ainni,
141510601056; 2019: 155 halaman; Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian
Universitas Jember.
Tape merupakan produk turunan singkong yang menjadi primadona di
Kabupaten Jember. Hampir seluruh pusat oleh-oleh khas Jember menyediakan
tape dan produk turunan tape sebagai oleh-oleh. Hal tersebut menandakan bahwa
produk olahan tape memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan, sehingga
tidak sedikit agroindusri yang mengolah tape dan produk turunan tape lainnya
untuk menciptakan nilai tambah. Koplak Food merupakan agroindustri yang
melihat adanya peluang dalam mengolah tape menjadi beberapa produk olahan
yang lebih inovatif selain prol tape dan suwar-suwir, sehingga koplak food
mengolah tape menjadi ladrang tape dan keripik tape. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui (1) nilai tambah produk olahan tape pada agroindustri koplak
food di Kabupaten Jember (2) pendapatan yang diperoleh agroindustri koplak
food dari proses produksi keripik tape dan ladrang tape (3) penerapan marketing
mix dari olahan tape pada agroindustri koplak food di Kabupaten Jember (4)
strategi pengembangan usaha olahan tape pada agroindustri koplak food di
Kabupaten Jember.
Penelitian ini dilakukan pada agroindustri koplak food di Kabupaten
Jember. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dan analitik.
Metode pengambilan contoh menggunakan purposive sampling. Metode
pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Metode analisis menggunakan konsep nilai tambah, teori biaya dan
pendapatan, bauran pemasaran dan SWOT.
Hasil penelitian menunjukkan: (1) nilai tambah yang diciptakan melalui
olahan tape menjadi ladrang tape dan keripik tape berbeda (a) nilai tambah
ladrang tape sebesar Rp 46.255,07/kg bahan baku tape dengan rasio sebesar
67,14% (b) nilai tambah keripik tape sebesar Rp 21.565,56/kg bahan baku tape
dengan rasio sebesar 60,42%. (2) berdasarkan pendekatan totalitas, dengan
viii
membandingkan nilai TR dan TC diperoleh pendapatan ladrang tape dan keripik
tape (a) pendapatan ladrang tape sebesar Rp 4.868.649/bulan, dimana nilai TR dan
TC masing-masing sebesar Rp 8.130.000/bulan dan Rp 3.261.351,00/bulan (b)
pendapatan keripik tape sebesar Rp 4.814.892,14/bulan, dimana nilai TR dan TC
masing-masing sebesar Rp 10.065.000,13/bulan dan Rp 5.520.108,33/bulan. (3)
penerapan marketing mix pada agroindustri koplak food terdiri dari 4P (Product,
Price, Place, Promotion) (4) strategi pengembangan yang ditetapkan yaitu
meningkatkan kapasitas produksi olahan tape dan memperluas distribusi.
ix
SUMMARY
Value Added Analysis and Development Strategy of Tape Derivative Product at
Koplak Food Agroindustry in Jember; Karina Dinda Ainni, 141510601056; 2019:
155 page; Department of Social Economics of Agriculture/Agribusiness, Faculty
of Agriculture, University of Jember
Fermented Cassava (Tape) as one of cassava derivative product having a
prominent positioning in Jember Regency. It proven by mostly shouvenir shop in
Jember not only provide Tape but also it’s derivative product. This condition
present derivative product of Tape is also having a good prospect to be developed.
Regarding on this situation, some agroindustries inisiate to produce Tape and its
derivative product also to create value added. Koplak Food is an agroindustry
which utilize its opportunity in proccessing Tape becoming more innovative, not
only as Prol Tape and Suwar-Suwir. Koplak Food processes Tape into Ladrang
Tape and Keripik Tape. The objective of this study is to find out : (1) value added
of Tape derivative products in koplak food agroindustry (2) net income of Koplak
Food agroindustry by producing Keripik Tape and Ladrang Tape (3) marketing
mix practices of Tape derivative product in Koplak Food agroindustry (4)
business strategy for developing Tape derivative product in Koplak Food
agroindustry Jember Regency.
This research was conducted at Koplak Food agroindustry in Jember
Regency. The research method used is descriptive and analytical methods. The
sampling method used purposive sampling. The data was collecter by by
interview, observation and documentation. The analytical method used value
added concepts, cost and income theory, marketing mix and SWOT.
The Results showed: (1) the added value by processing Tape into Ladrang
Tape and Keripik Tape is different (a) Ladrang Tape provide value added Rp
46.255,07/kg raw material with ratio of 67,14%. (b) meanwhile Keripik Tape is
only Rp 21.565,56/kg raw material Tape with ratio of 60,42%. (2) based on
totality approach, by comparing the TR and TC values, net income of Ladrang
Tape and Keripik Tape sequencely are (a) by processing Ladrang Tape the
obtained income is Rp 4.868.649 each month month, where the TR and TC values
x
in a month are Rp 8.130.000,00 and Rp 3.261.351,00 (b) processing Keripik Tape
provide Rp 4.814.892,14 per month, where TR and TC value sequencely per
month are Rp 10.065.000,13 and Rp 5.520.108,33. (3) marketing mix practices on
Koplak Food Agroindustry consists of 4P (Product, Price, Place, Promotion) (4)
the suitable business development strategy is increasing the production capacity
and enlarge marketing scope of tape derivative product.
xi
PRAKATA
Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat serta
hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Tertulis yang
berjudul Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pengembangan Olahan Tape
pada Agroindustri Koplak Food di Kabupaten Jember dapat diselesaikan.
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi Sarjana Strata 1
(S-1) Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Program Studi Agribisnis pada Fakultas
Pertanian Universitas Jember.
Penyusunan karya ilmiah tertulis ini banyak mendapat bantuan, arahan,
bimbingan dan saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Drs. Moh. Hasan, MS., Ph.D., selaku Rektor Universitas Jember
2. Ir. Sigit Soeparjono, MS., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas
Jember.
3. Dr. Ir. Joni Murti Mulyo Aji, M.Rur.M., selaku Ketua Jurusan Sosial
Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jember dan Dosen
Pembimbing Akademik.
4. M. Rondhi, SP.,MP.,Ph.D., selaku koordinator program studi Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Jember.
5. Titin Agustina, SP.,MP. Selaku Dosen Pembimbing Utama, Bapak Agus
Supriono, SP., M.Si. Selaku Dosen Penguji I, Bapak Dr. Ir. Joni Murti Mulyo
Aji, M.Rur.M Selaku Dosen Penguji II, yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan, nasihat, saran dan pengalaman berharga sehingga
penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
6. Kedua orang tua, Ayahanda Slamet Abdul Hadi dan Ibunda Djamilah,
kakakku Karnila Hadi dan Rani Pratiwi atas seluruh kasih sayang, motivasi,
materi, tenaga dan doa yang selalu diberikan dengan tulus dan ikhlas, serta
ponakanku yang banyak menghibur Elshanum Jasmin Ravani, Yasira
Azzahra Yura, dan M. Azfar Raki R. dan keluarga besar Oedjir.
xii
7. Keluarga Besar Agroindustri Koplak Food, Bapak Muhammad Bustomi dan
Ibu Indah Puji Lestari selaku Pemilik dan Bapak Totok dari Dinas Koperasi
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang telah mendukung dan membantu
pencarian data dan penelitian hingga menghasilkan skripsi ini.
8. Teman-teman dekatku Afan Taufiqurrohman, Hidayatus Sibyan, Rohmayana
Girsang, Prisya Niken Mahardika P, Muslima Kurniawati, Farah Rizqi
Fauziah, Nabilah Amaryl Ulfa, Firstyana A.P, Kurnia Anis, Bethari B, Bagus
Talijiwo, Rahmad Hidayat, Doni Septian, Razaq Arif, Danang Apriliyandi
yang telah menemani saya selama perkuliahan hingga diselesaikannya skripsi
ini.
9. Teman-teman Kos Nias Cluster D2, Fania Narulita, Serly Tri P, Ulfa,
Hestifar, Della, dan Sindi yang telah menemani saya selama tinggal di Jember
dan memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi.
10. Teman-teman HIMASETA Periode 2016/2017 yang memberikan
pengalaman dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi
11. Teman-teman Agribisnis 2014 Fakultas Pertanian Universitas Jember terima
kasih atas doa, bantuan dan semangatnya.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
penulis selama melaksanakan penelitian.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah tertulis ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu diharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga karya ilmiah tertulis ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang ingin mengembangkannya.
Jember, 08 Februari 2019
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... ii
HALAMAN MOTTO .................................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iv
HALAMAN PEMBIMBING ........................................................................ v
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ vi
RINGKASAN ................................................................................................. vii
SUMMARY………………………………………………………………….. ix
PRAKATA ...................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xviii
BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 7
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 8
1.3.1 Tujuan .................................................................................... 8
1.3.2 Manfaat ................................................................................... 8
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 9
2.1 Penelitian Terdahulu .................................................................... 9
2.2 Landasan Teori .............................................................................. 15
2.2.1 Ubi Kayu ................................................................................ 15
2.2.2 Usaha Agroindustri ................................................................ 18
2.2.3 Konsepsi Nilai Tambah .......................................................... 19
2.2.4 Biaya Produksi ....................................................................... 21
2.2.5 Penerimaan……………………………………………........ 24
xiv
2.2.6 Teori Pendapatan .................................................................... 24
2.2.7 Teori Pemasaran ..................................................................... 26
2.2.8 Konsep Strategi ...................................................................... 28
2.2.9 Bauran Pemasaran .................................................................. 30
2.2.10 SWOT .................................................................................. 32
2.3 Kerangka Pemikiran ...................................................................... 34
2.4 Hipotesis .......................................................................................... 39
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 40
3.1 Penentuan Lokasi Penelitian ......................................................... 40
3.2 Metode Penelitian ........................................................................... 40
3.3 Metode Pengambilan Contoh ........................................................ 40
3.4 Metode Pengumpulan Data ........................................................... 41
3.5 Metode Analisis Data ..................................................................... 42
3.6 Defenisi Operasional ...................................................................... 48
BAB 4. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ........................................... 50
4.1 Latar Belakang Agroindustri Koplak Food ................................. 50
4.2 Struktur Organisasi Agroindustri Koplak Food ......................... 52
4.3 Proses Produksi Ladrang Tape dan Keripik Tape ..................... 53
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………… 62
5.1 Analisis Nilai Tambah Produk Olahan Tape pada
Agroindustri Koplak Food di Kabupaten Jember …............... 62
5.1.1 Analisis Nilai Tambah Ladrang Tape pada Agroindustri
Koplak Food di Kabupaten Jember ………………….......... 62
5.1.2 Analisis Nilai Tambah Keripik Tape pada Agroindustri
Koplak Food di Kabupaten Jember ……………………...... 65
5.1.3 Analisis Nilai Tambah Ladrang Tape dan Keripik Tape
pada Agorindustri Koplak Food di Kabupaten Jember……. 68
5.2 Analisis Pendapatan Produk Olahan Tape pada Agroindustri
xv
Koplak Food di Kabupaten Jember ………………………….. 70
5.2.1 Analisis Pendapatan Ladrang Tape pada Agroindustri
Koplak Food di Kabupaten Jember ……………………..... 70
5.2.2 Analisis Pendapatan Keripik Tape pada Agroindustri
Koplak Food di Kabupaten Jember……………………….. 73
5.2.3 Analisis Pendapatan Ladrang Tape dan Keripik Tape pada
Agroindustri Koplak Food di Kabupaten Jember ……....... 75
5.3 Marketing Mix Usaha Olahan Tape pada Agroindustri
Koplak Food di Kabupaten Jember …….................................. 77
5.4 Analisis Strategi Pengembangan Usaha Olahan Tape pada
Agroindustri Koplak Food di Kabupaten Jember ……........... 81
5.4.1 Analisis Faktor Internal Usaha Olahan Tape pada
Agroindustri Koplak Food di Kabupaten Jember ……….... 81
5.4.2 Analisis Faktor Eksternal Usaha Olahan Tape pada
Agroindustri Koplak Food di Kabupaten Jember ………... 86
5.4.3 Analisis Matrik Posisi Kompetitif Relatif Usaha Olahan
Tape pada Agroindustri Koplak Food di Kabupaten Jember 89
5.4.4 Analisis Matrik Internal Eksternal Usaha Olahan Tape
pada Agroindustri Koplak Food di Kabupaten Jember….... 90
5.4.5 Analisis Matrik SWOT Usaha Olahan Tape pada
Agroindustri Koplak Food di Kabupaten Jember……….... 91
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………..... 95
6.1 Kesimpulan ……………………………………………….......... 95
6.2 Saran…………………………………………………………….. 96
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 97
LAMPIRAN………………………………………………………………. 101
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
1.1 Produksi Ubi Kayu di Indonesia Tahun 2016 (Ton)………………… 1
1.2 Produksi Ubi Kayu Berdasarkan Kabupaten dan Kota di Jawa Timur
Tahun 2016 (Ton)…………………………………………………….
3
1.3 Data Jenis Usaha Berbahan Baku Singkong di Kabupaten
Bondowoso Tahun 2014-2016………………………………………..
4
1.4 Daftar Usaha Mikro Kecil dan Menengah Olahan Singkong di
Kabupaten Jember……………………………………………………
5
2.1 Kandungan Gizi dalam Tiap 100 Gram Ubi Kayu………………….. 15
2.2 Pengelompokkan Agroindustri Berdasarkan Tingkat Perubahan
Bahan Baku…………………………………………………………..
18
3.1 Daftar Responden Penelitian untuk Tujuan Pertama dan Kedua……. 41
3.2 Daftar Responden Penelitian untuk Tujuan Ketiga…………………. 41
3.3 Daftar Responden Penelitian untuk Tujuan Keempat………….……. 41
3.4 Analisis Nilai Tambah Hayami……………………………………… 43
3.5 Evaluasi Faktor Internal (IFE) dan Evaluasi Faktor Eksternal (EFE). 45
5.1 Nilai Tambah Ladrang Tape pada Agroindustri Koplak Food di
Kabupaten Jember……………………………………………………
63
5.2 Nilai Tambah Keripik Tape pada Agroindustri Koplak Food di
Kabupaten Jember…………………………………………………..
66
5.3 Nilai Tambah Ladrang Tape dan Keripik Tape pada Agroindustri
Koplak Food di Kabupaten Jember………………………………….
68
5.4 Total Biaya Usaha Ladrang Tape pada Agroindustri Koplak Food di
Kabupaten Jember……………………………………………………
71
5.5 Total Penerimaan Usaha Ladrang Tape pada Agroindustri Koplak
Food di Kabupaten Jember…………………………………………..
72
5.6 Analisis Pendapatan Usaha Ladrang Tape pada Agroindustri Koplak
Food di Kabupaten Jember…………………………………………..
72
5.7 Total Biaya Usaha Keripik Tape pada Agroindustri Koplak Food Di
Kabupaten Jember……………………………………………………
73
5.8 Total Penerimaan Usaha Keripik Tape pada Agroindustri Koplak
Food Di Kabupaten Jember………………………………………….
74
5.9 Analisis Pendapatan Usaha Keripik Tape pada Agroindustri Koplak
Food di Kabupaten Jember…………………………………………..
75
5.10 Perbedaan Pendapatan Ladrang Tape dan Keripik Tape pada
Agroindustri Koplak Food di Kabupaten Jember ……………………
75
5.11 Marketing Mix Produk Olahan Tape pada Agroindustri Koplak Food
di Kabupaten Jember…………………………………………………
78
5.12 Faktor Internal Strategi Pengembangan Usaha Olahan Tape pada
Agroindustri Koplak Food di Kabupaten Jember……………………
82
5.13 Faktor Eksternal Strategi Pengembangan Usaha Olahan Tape pada
Agroindustri Koplak Food di Kabupaten Jember……………………
86
5.14 Matriks SWOT Usaha Produk Olahan Tape Koplak Food…………. 92
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Diagram Flowchart Diversifikasi Vertikal Komoditas Ubi Kayu…... 17
2.2 Kurva-kurva Biaya Total, Biaya Tetap, Biaya Variabel…………….. 23
2.3 Kurva TR dan TC (Pendekatan Totalitas)…………………………… 25
2.4 Diagram Analisis SWOT….…………………………........................ 33
2.5 Kerangka Pemikiran….…………………………................................ 38
3.1 Diagram Matriks Posisi Kompetitif Usaha Olahan Tape pada
Agroindustri Koplak Food di Kabupaten Jember….………………...
46
3.2 Matriks Internal Eksternal….…………………………....................... 47
3.3 Matriks SWOT….…………………………........................................ 47
4.1 Produk Olahan Salak pada Agroindustri Koplak Food….…………... 50
4.2 Produk Olahan Tape pada Agroindustri Koplak Food….…………... 51
4.3 Struktur Organisasi Agroindustri Koplak Food….………….............. 52
4.4 Tape yang Akan Digunakan Ladrang Tape….…………..................... 54
4.5 Proses Penambahan Bahan Baku Lain Untuk Ladrang Tape….…….. 54
4.6 Adonan Ladrang Tape Siap Digiling ….…………............................. 55
4.7 Proses Penggilingan Menggunakan Gilingan Kayu ….…………....... 55
4.8 Adonan Ladrang Tape Siap Dipotong….…………............................. 56
4.9 Proses Pemotongan Ladrang Tape….………….................................. 56
4.10 Ladrang Tape Siap Dikemas….…………........................................... 57
4.11 Proses Pemotongan Tape yang Akan Diolah Menjadi Keripik Tape... 58
4.12 Hasil Potongan Tape yang Sudah Beku Siap Diolah………………... 58
4.13 Proses Penataan Tape pada Vacuum frying………………………… 59
4.14 Proses Menghilangkan Minyak pada Keripik Tape Menggunakan
Spinner………………………………………………………………..
60
4.15 Proses Pengemasan Keripik Tape….…………................................... 60
4.16 Hasil Produksi Keripik Tape dan Ladrang Tape yang Sudah
Dikemas………………………………………………………………
61
5.1 Diagram Matriks Posisi Kompetitif Usaha Olahan Tape pada
Agroindustri Koplak Food di Kabupaten Jember…………………….
89
5.2 Matriks Internal Eksternal….…………............................................... 90
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
5.1 Data Ladrang Tape pada Bulan Agustus 2018……………….................. 101
5.2 Data Biaya Variabel Usaha Ladrang Tape pada Bulan Agustus 2018….. 102
5.3 Rangkuman Data Biaya Variabel Usaha Ladrang Tape pada Bulan
Agustus 2018…………………………………………………………….
108
5.4 Data Penyusutan Biaya Tetap Usaha Ladrang Tape pada Bulan Agustus
2018………………………………………………………………………
108
5.5 Rangkuman Penyusutan Biaya Tetap Usaha Ladrang Tape pada Bulan
Agustus 2018……………………………………………………………..
113
5.6 Data Total Biaya Usaha Ladrang Tape pada Bulan Agustus 2018…….... 114
5.7 Data Total Penerimaan Usaha Ladrang Tape pada Bulan Agustus
2018………………………………………………………………………
114
5.8 Data Pendapatan Usaha Ladrang Tape pada Bulan Agustus 2018…….... 115
5.9 Analisis Nilai Tambah Usaha Ladrang Tape pada Bulan Agustus 2018… 116
5.10 Data Keripik Tape pada Bulan Agustus 2018…………………………… 117
5.11 Data Biaya Variabel Usaha Keripik Tape pada Bulan Agustus 2018…… 117
5.12 Rangkuman Data Biaya Variabel Usaha Keripik Tape pada Bulan
Agustus 2018……………………………………………………………..
120
5.13 Data Penyusutan Biaya Tetap Usaha Keripik Tape pada Bulan Agustus
2018……………………………………………………………………….
120
5.14 Rangkuman Data Penyusutan Biaya Tetap Usaha Keripik Tape pada
Bulan Agustus 2018………………………………………………………
124
5.15 Data Total Biaya Usaha Keripik Tape pada Bulan Agustus 2018……….. 124
5.16 Data Total Penerimaan Usaha Keripik Tape pada Bulan Agustus 2018… 125
5.17 Data Pendapatan Usaha Keripik Tape pada Bulan Agustus 2018……….. 126
5.18 Analisis Nilai Tambah Usaha Keripik Tape pada Bulan Agustus 2018…. 127
5.19 Analisis Faktor Internal………………………………………………….. 128
5.20 Analisis Faktor Eksternal………………………………………………… 128
5.21 Pemberian Bobot Dan Rating pada Faktor Internal……………………… 129
5.22 Pemberian Bobot Dan Rating pada Faktor Eksternal……………………. 130
5.23 Diagram Matriks Posisi Kompetitif Usaha Olahan Tape pada
Agroindustri Koplak Food di Kabupaten Jember………………………...
131
5.24 Matriks Internal Eksternal……………………………………………….. 132
5.25 Matriks SWOT Usaha Produk Olahan Tape Koplak Food………………. 133
5.26 Kuisioner…………………………………………………………………. 134
5.27 Dokumentasi…………………………………………………………….. 148
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Singkong atau ubi kayu merupakan salah satu bahan makanan pokok
masyarakat Indonesia selain padi dan sagu. Guna menekan konsumsi padi,
pemerintah terus melakukan sosialisasi dan menjadikan singkong sebagai salah
satu bentuk diversivikasi pangan, dimana singkong memiliki kandungan gizi yang
cukup lengkap bagi tubuh. Adanya kandungan gizi tersebut memunculkan
beberapa aneka olahan singkong yang memiliki nilai ekonomis tinggi (Muntoha
dkk., 2015).
Menurut Saleh (2016), Ubi kayu menjadi fokus kebijakan pembangunan
pertanian 2015-2019, dimana yang menjadi fokus adalah pengembangan ubi kayu
sebagai bahan makanan pokok lokal, produk industri pertanian, dan bahan baku
industri. Fokus pengembangan ubi kayu dilakukan karena ubi kayu dapat
memberikan nilai produk lebih tinggi dan memiliki beragam produk turunan yang
sangat prospektif dan berkelanjutan sebagai pangan maupun non pangan. Produk
turunan ubi kayu sebagai pangan umumnya diolah menjadi tepung tapioka, pati,
mokaf, dan kudapan sederhana lainnya sedangkan produk turunan ubi kayu
sebagai non pangan berupa bahan baku kosmetik, bioethanol, bahan kimia, dan
industri tekstil. Ubi kayu banyak tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia.
Berikut adalah tabel produksi ubi kayu di Indonesia tahun 2016.
Tabel 1.1 Produksi Ubi Kayu di Indonesia Tahun 2016 (Ton)
No Provinsi Produksi (Ton) Share Ranking
1 Aceh 24.531 0,12 30
2 Sumatera Utara 1.228.138 6,06 5
3 Sumatera Barat 201.201 0,99 10
4 Riau 105.992 0,52 14
5 Jambi 53.944 0,27 24
6 Sumatera Selatan 386.881 1,91 9
7 Bengkulu 65.693 0,32 19
8 Lampung 6.481.382 32,00 1
9 Kepulauan Bangka Belitung 61.471 0,30 21
10 Kepulauan Riau 24.012 0,12 31
11 Daerah Khusus Ibukota Jakarta 0 0,00 34
2
12 Jawa Barat 1.792.716 8,85 4
13 Jawa Tengah 3.536.711 17,46 2
14 Daerah Istimewa Yogyakarta 1.125.375 5,56 6
15 Jawa Timur 2.924.933 14,44 3
16 Banten 90.629 0,45 17
17 Bali 99.370 0,49 15
18 Nusa Tenggara Barat 55.041 0,27 23
19 Nusa Tenggara Timur 618.281 3,05 7
20 Kalimantan Barat 163.023 0,80 11
21 Kalimantan Tengah 63.862 0,32 20
22 Kalimantan Selatan 80.904 0,40 18
23 Kalimantan Timur 56.508 0,28 22
24 Kalimantan Utara 37.262 0,18 26
25 Sulawesi Utara 45.522 0,22 25
26 Sulawesi Tengah 34.971 0,17 27
27 Sulawesi Selatan 416.553 2,06 8
28 Sulawesi Tenggara 161.492 0,80 12
29 Gorontalo 2.470 0,01 33
30 Sulawesi Barat 25.700 0,13 29
31 Maluku 151.767 0,75 13
32 Maluku Utara 98.907 0,49 16
33 Papua Barat 10.074 0,05 32
34 Papua 30.551 0,15 28
Sumber: Kementrian Pertanian (2017)
Berdasarkan data tersebut, Jawa Timur merupakan salah satu provinsi
penghasil ubi kayu terbesar ke-3 setelah Lampung dan Jawa Tengah dengan nilai
share sebesar 14,44%. Menurut Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan
Umbi (2013) terdapat perbedaan varietas ubi kayu di Lampung dan Jawa Timur.
Petani ubi kayu di Lampung hampir seluruhnya menggunakan varietas unggul
yaitu UJ-3, UJ-5 dan varietas unggul tahun 2012. Sedangkan jenis ubi kayu yang
dibudidayakan di Jawa Timur terdiri dari varietas lokal dan varietas unggul.
Varietas lokal ubi kayu di Jawa Timur meliputi pandemir, mentega, telo ijo,
gatutkoco, faroka, ganyong putih, sopongiro, putih, tenggeng kuning, dan aspen
sedangkan varietas unggul ubi kayu di Jawa Timur meliputi UJ 5, adira 4, malang
6, dan malang 4. Selain perbedaan varietas, penanaman ubi kayu di Jawa Timur
memiliki tujuan yang berbeda dari penanaman ubi kayu di Lampung. Adapun
tujuan utama penanaman ubi kayu di Lampung yaitu untuk industri oleh karena
Lanjutan tabel 1.1
3
itu varietas yang dipilih yaitu ubi kayu dengan kadar pati tinggi. Sedangkan tujuan
utama penanaman ubi kayu di Jawa Timur tidak hanya untuk industri tetapi juga
dikonsumsi. Di Jawa Timur, penanaman ubi kayu tersebar di seluruh kabupaten
dan kota. Berikut adalah tabel produksi ubi kayu berdasarkan kabupaten dan kota
di Jawa Timur.
Tabel 1.2 Produksi Ubi Kayu Berdasarkan Kabupaten dan Kota di Jawa Timur Tahun
2016 (Ton)
No. Kabupaten/Kota Produksi (Ton) Share Rangking
1 Kab. Pacitan 322.139 11,01 2
2 Kab. Ponorogo 518.565 17,73 1
3 Kab. Trenggalek 226.279 7,74 4
4 Kab. Tulungagung 160.362 5,48 5
5 Kab. Blitar 119.175 4,07 8
6 Kab. Kediri 154.787 5,29 6
7 Kab. Malang 284.783 9,74 3
8 Kab. Lumajang 32.982 1,13 21
9 Kab. Jember 17.112 0,59 25
10 Kab. Banyuwangi 23.277 0,80 23
11 Kab. Bondowoso 82.073 2,81 14
12 Kab. Situbondo 4.935 0,17 28
13 Kab. Probolinggo 79.409 2,71 15
14 Kab. Pasuruan 85.551 2,92 12
15 Kab. Sidoarjo 0 0,00 33
16 Kab. Mojokerto 15.254 0,52 26
17 Kab. Jombang 24.587 0,84 22
18 Kab. Nganjuk 64.265 2,20 16
19 Kab. Madiun 88.151 3,01 11
20 Kab. Magetan 91.351 3,12 10
21 Kab. N g a w i 136.435 4,66 7
22 Kab. Bojonegoro 82.082 2,81 13
23 Kab. T u b a n 96.976 3,32 9
24 Kab. Lamongan 35.709 1,22 20
25 Kab. Gresik 9.141 0,31 27
26 Kab. Bangkalan 36.600 1,25 19
27 Kab. Sampang 57.251 1,96 17
28 Kab. Pamekasan 17.413 0,60 24
29 Kab. Sumenep 52.203 1,78 18
30 Kota Kediri 417 0,01 31
31 Kota Blitar 0 0,00 34
4
32 Kota Malang 3.857 0,13 29
33 Kota Probolinggo 0 0,00 35
34 Kota Pasuruan 0 0,00 36
35 Kota Mojokerto 0 0,00 37
36 Kota Madiun 0 0,00 38
37 Kota Surabaya 20 0,00 32
38 Kota Batu 1.792 0,06 30
Sumber: Badan Pusat Statistik (2017), diolah
Berdasarkan Tabel 1.2 Kabupaten Jember merupakan kabupaten dengan
produksi ubi kayu terendah ke-13 atau urutan 25 dari daerah produksi terbesar ubi
kayu. Meski demikian terdapat banyak produk turunan ubi kayu yang dijadikan
sebagai oleh-oleh khas jember seperti tape, suwar-suwir, prol tape, tape bakar, pia
tape, brownies tape, dan dodol tape, sesuai yang dikutip oleh Kompas (2012),
terdapat dua wilayah di Jawa Timur yang menjadikan tape sebagai primadona
daerahnya yaitu Bondowoso dan Jember. Berikut adalah tabel data perusahaan
berbahan singkong di Bondowoso.
Tabel 1.3 Data Jenis Usaha Berbahan Baku Singkong di Kabupaten Bondowoso Tahun
2014-2106
Jenis Usaha Jumlah Perusahaan
2014 2015 2106
Tepung gaplek 450 450 -
Kerupuk ketela 83 83 -
Keripik singkong 58 58 -
Tape dll 506 506 18
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bondowoso (2015-2017)
Berdasarkan data tersebut, pada tahun 2016 terdapat 18 perusahan yang
mengolah ubi kayu menjadi tape, namun tidak tersedia data terkait variasi produk
olahan tape lainnya. Variasi olahan tape di Bondowoso tidak sebanyak di Jember.
Adapun produk olahan tape yang sering dijumpai di Bondowoso yaitu brownies
tape, prol tape dan tape bakar. Sedangkan di Jember, produk turunan ubi kayu,
khususnya olahan tape banyak dijumpai hampir di seluruh toko oleh-oleh khas
Jember, sehingga tidak sedikit agroindustri yang mengolah ubi kayu menjadi tape
dan produk olahan tape lainnya untuk meningkatkan nilai tambah. Menurut
Wardono dalam Leksana (2006), secara potensial Jember memiliki industri kecil
yang berdaya saing dan mampu untuk ditingkatkan. Berikut adalah tabel
agroindustri/UKM olahan singkong di Kabupaten Jember.
Lanjutan tabel 1.2
5
Tabel 1.4 Daftar Usaha Mikro Kecil dan Menengah Olahan Singkong di Kabupaten
Jember Tahun 2016
No Nama UD / CV / Toko Jenis Usaha
1 A2 Family Produksi Kripik Singkong
2 Usaha Mikro Produksi Tape
3 UD. 96 Tape, Suwar Suwir, Prol Tape dll
4 UD. Liberty Prol Tape, Kripik Tempe, Ceker Ayam
5 UD. Super Madu Tape dan Prol Tape
6 Usaha Mikro Produksi Tape
7 Adelia Putri Jual Kripik Singkong
8 Sumber Madu Sae Tape Singkong
9 Ziza Aneka Olahan Tape
10 Usaha Mikro Krupuk dan krupuk singkong
11 Usaha Mikro Camilan (Kripik singkong)
12 Berkah Produksi Kripik Singkong
13 Makmur Jaya Produksi Kripik Singkong
14 Berkah Produksi Kripik Singkong
15 Elmalik produksi Kripik-Singkong
16 Karomah Jual Krupuk Singkong
17 Usaha Mikro Kripik Singkong
18 Adi Putra Kripik Singkong
19 Usaha Mikro Kripik Singkong – Tempe
20 Usaha Mikro Kripik Singkong dan Tempe
21 Bunda Krupuk dan Kripik Singkong
22 Putra Mandiri Produksi Kripik Pisang dan Singkong
23 Tiga Putra Produksi Kripik Pisang dan Singkong
24 UD. Mutiara Rasa Jual Suwar Suwir dan Dodol Buah
25 UD. Alianda Produksi Suwar Suwir
26 Tape Kembang Madu Produksi Tape Singkong
27 Koplak Food Produksi Olahan Salak dan Tape Singkong
28 Safira Jual Tape, Madu Mongso, Dodol Pisang, Sambal
Goreng Tempe
29 Kube (Anak Singkong) Produksi Kripik Singkong
30 Kurnia Produksi Permen Asem dan Suwar Suwir
31 Orangiro Produksi Kripik Singkong dan Jual Emping
Jagung
Sumber: Dinas Koperasi dan UMKM Jember (2016)
Berdasarkan data tersebut, terdapat 31 UKM berbahan baku singkong di
Kabupaten Jember yang mengolah singkong menjadi beberapa produk turunannya
seperti keripik singkong, tape, prol tape, suwar-suwir, dan produk olahan tape
lainnya. Koplak food merupakan salah satu bentuk industri kreatif di Jember milik
6
seorang pemuda. Menurut Setiawan (2012) agribisnis atau industri kreatif
memiliki potensi untuk penciptaan lapangan kerja dan wirausaha, pengentasan
kemiskinan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Disisi lain,
agribisnis kreatif yang cenderung digeluti oleh kaum muda, secara tidak langsung
juga dapat membangkitkan kesadaran generasi muda akan potensi negaranya. Hal
tersebut penting sebagai upaya menyongsong gelombang ekonomi hijau berbasis
agribisnis.
Koplak food sebagai industri kreatif melihat adanya peluang ntuk mengolah
tape menjadi suatu produk olahan yang lebih inovatif, sehingga muncul olahan
baru tape yaitu keripik tape dan ladrang tape. Keripik tape dan ladrang tape
tergolong produk baru yang diproduksi oleh Koplak Food, dimana ladrang tape
lebih dulu diproduksi sejak 2015 sedangkan keripik tape diproduksi pada bulan
November 2017.
Proses pengolahan kedua produk tersebut diolah dengan cara berbeda, dimana
ladrang tape diolah secara tradisional menggunakan gilingan stainless sedangkan
keripik tape diolah secara modern menggunakan vacuum frying. Penggunaan
teknologi baik tradisional maupun modern dalam proses pengolahan tape tidak
diimbangi dengan skala produksi yang tinggi karena terbatasnya alat vacuum
frying dan penggunaan tenaga kerja. Terbatasnya jumlah tenaga kerja tersebut
menyebabkan agroindustri tidak dapat memaksimalkan penggunaan alat untuk
memproduksi keripik tape secara maksimal, sehingga skala produksi yang mampu
dihasilkan masih rendah.
Menurut Rachmat dalam supriyati dan suryani (2006) struktur agroindustri
berdasarkan kriteria jumlah tenaga kerja yaitu; (1) industri rumah tangga 1-4
orang; (2) industri kecil 5-19 orang; (3) industri Menengah 20-99 orang; dan (4)
industri Besar 100 orang ke atas. Berdasarkan referensi tersebut, penggunaan
tenaga kerja pada agroindustri koplak food sebagai industri rumah tangga sudah
sesuai namun masih dalam jumlah minimum yaitu 2 tenaga kerja untuk keripik
tape dan 1 tenaga kerja untuk ladrang tape.
Disisi lain, dengan skala produksi yang masih rendah, harga bahan baku juga
mengalami peningkatan sedangkan harga jual produk tetap. Kondisi tersebut
7
menyebabkan biaya produksi yang dikeluarkan dalam proses pengolahan tape
menjadi lebih besar. Besar kecilnya biaya produksi yang dikeluarkan selama
proses pengolahan tape dapat mempengaruhi pendapatan yang diterima
agroindustri koplak food, sehingga perincian penggunaan biaya pada suatu
agroindustri perlu diperhatikan.
Selain perincian biaya, diperlukan pula strategi pengembangan usaha yang
dimulai dari penerapan marketing mix dan menganalisis faktor internal eksternal
agroindustri menggunakan analisis SWOT. Adanya analisis strategi tersebut,
dapat membantu agroindustri meningkatkan usaha keripik tape dan ladrang tape
yang masih tergolong baru dan memiliki pesaing produk olahan tape lain yang
juga produk khas Jember. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai
tambah yang diperoleh melalui proses pengolahan tape, pendapatan yang diterima,
bauran pemasaran olahan tape serta strategi pengembangan usaha olahan tape
pada agroindustri koplak food di Kabupaten Jember.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana nilai tambah keripik tape dan ladrang tape pada agroindustri koplak
food di Kabupaten Jember?
2. Bagaimanakah pendapatan yang diperoleh agroindustri koplak food dari proses
produksi keripik tape dan ladrang tape?
3. Bagaimana penerapan marketing mix dari olahan tape pada agroindustri koplak
food di Kabupaten Jember?
4. Bagaimana strategi pengembangan usaha olahan tape pada agroindustri koplak
food di Kabupaten Jember?
8
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui nilai tambah keripik tape dan ladrang tape pada agroindustri
koplak food di Kabupaten Jember
2. Untuk mengetahui pendapatan yang diperoleh agroindustri koplak food dari
proses produksi keripik tape dan ladrang tape
3. Untuk mengetahui penerapan marketing mix dari olahan tape pada agroindustri
koplak food di Kabupaten Jember
4. Untuk mengetahui strategi pengembangan usaha olahan tape pada agroindustri
koplak food di Kabupaten Jember
1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Bagi pemerintah dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
pengembangan kebijakan komoditas ubi kayu
2. Bagi agroindustri dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengembangkan
usahanya untuk meningkatkan nilai tambah, pendapatan, serta
mengembangkan usaha olahan tape.
3. Bagi peneliti dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan bahan referensi
untuk melakukan penelitian selanjutnya.
9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian pertama yang dijadikan sebagai acuan terkait rumusan masalah
pertama mengenai nilai tambah adalah penelitian oleh Reptiana (2016) dengan
judul penelitian “Analisis Nilai Tambah Chip Ubi Kayu dan Prospek
Pengembangan Agroindustri Tepung Ubi Kayu di CV. Tulus Abadi Kabupaten
Trenggalek”. Pengolahan chip ubi kayu menjadi tepung ubi kayu merupakan suatu
upaya untuk meningkatkan nilai guna dan nilai tambah dari chip ubi kayu
tersebut. Analisis nilai tambah pengolahan chip ubi kayu menjadi tepung ubi kayu
dilakukan dengan menggunakan tabel Hayami. Berdasarkan analisis yang
dilakukan, pengolahan chip ubi kayu menjadi tepung ubi kayu memberikan nilai
tambah sebesar Rp 614,03/kg bahan baku dengan rasio 15,03%. Artinya setiap
satu kilogram input yang digunakan mampu menciptakan nilai tambah sebesar Rp
614,03 dimana setiap Rp 100 nilai produk akan diperoleh nilai tambah sebesar Rp
15,03.
Penelitian kedua yang dijadikan sebagai acuan terkait rumusan masalah
pertama mengenai nilai tambah adalah penelitian oleh Adyanti (2016) dengan
judul penelitian “Analisis Harga Pokok Produksi dan Nilai Tambah pada
Agroindustri Tapioka CV. INTAF di Desa Wonorejo Kecamatan KedungJajang
Kabupaten Lumajang”. Agroindustri Tapioka CV. INTAF merupakan
agroindustri yang mengolah ubi kayu menjadi tapioca. Pengolahan ubi kayu
menjadi tapioca mampu memberikan nilai guna dan nilai tambah komoditas ubi
kayu. Proses pengolahan ubi kayu menjadi tapioca terdapat limbah onggok yang
juga memiliki nilai guna. Perhitungan nilai tambah dilakukan berdasarkan
kapasitas produksi, bahan baku yang digunakan, tenaga kerja, upah, harga input
dan output, serta input lain yang digunakan dalam proses produksi. Berdasarkan
perhitungan nilai tambah dengan menggunakan metode hayami, nilai tambah yang
diperoleh dari proses pengolahan ubi kayu menjadi tapioca sebesar Rp 660,76/kg
dan onggok sebesar Rp 200,00/kg sehingga total nilai tambah yang dihasilkan
sebesar Rp 860,76/kg bahan baku yang digunakan.
10
Penelitian ketiga yang dijadikan sebagai acuan terkait nilai tambah adalah
penelitian oleh Praptiwi dkk. (2015) dengan judul “Analisis Pendapatan dan Nilai
Tambah Agroindustri Tape Singkong di Kota Pekanbaru”. Proses pembuatan tape
singkong mampu menciptakan nilai tambah, dimana nilai tambah tersebut
dihitung menggunakan tabel hayami. Nilai tambah yang diciptakan yaitu sebesar
Rp 2.079,13/kg bahan baku dengan rasio nilai tambah sebesar 48,92%. Artinya
setiap satu kilogram singkong yang digunakan mampu menciptakan nilai tambah
sebesar Rp 2.079,13 dimana setiap Rp 100 nilai produk akan diperoleh nilai
tambah sebesar Rp 48,92.
Penelitian keempat yang dijadikan sebagai acuan terkait nilai tambah adalah
penelitian oleh Elvia (2016) dengan judul penelitian “Analisis Nilai Tambah Ubi
Kayu sebagai Bahan Baku Keripik Singkong pada Agroindustri Pak Ali di Desa
Ujong Tanjung Kecamatan Mereubo Kabupaten Aceh Barat”. Pengolahan ubi
kayu menjadi keripik singkong mampu memberikan nilai tambah. Perhitungan
nilai tambah dilakukan menggunakan tabel hayami dan diperoleh nilai tambah
sebesar Rp 4.313 /kg bahan baku dengan rasio nilai tambah 43,13%. Artinya
setiap satu kilogram input singkong yang digunakan dalam pembuatan keripik
mampu menciptakan nilai tambah sebesar Rp 4.313 dimana setiap Rp 100 nilai
produk akan diperoleh nilai tambah sebesar Rp 43,13.
Penelitian kelima yang dijadikan sebagai acuan terkait nilai tambah adalah
penelitian oleh Leksana (2006) dengan judul penelitian “Analisis Nilai Tambah
dan Prospek Agroindustri Suwar Suwir di Kabupaten Jember”. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan, pengolahan tape ubi kayu menjadi suwar-suwir mampu
menciptakan nilai tambah sebesar Rp 2.816,90/kg bahan baku. Artinya setiap satu
kilogram bahan baku tape yang digunakan untuk suwar suwir mampu
menciptakan nilai tambah sebesar Rp 2.816,90.
Penelitian keenam yang dijadikan sebagai acuan terkait nilai tambah adalah
penelitian oleh Elida dan Hamidi (2009) dengan judul penelitian “Analisis
Pendapatan Agroindustri Rengginang Ubi Kayu di Kabupaten Kampar Provinsi
Riau”. Kabupaten Kampar merupakan sentra ubi kayu dan berbagai produk
olahannya. Produk olahan ubi kayu yang diolah di Kabupaten Kampar yaitu
11
keripik ubi, rengginang ubi, tape, dan dodol ubi. Kegiatan pengolahan ubi kayu
dilakukan karena ketersediaan ubi kayu yang melimpah dan belum dapat
meningkatkan nilai ekonominya, sehingga guna meningkatkan nilai ekonomi
tersebut ubi kayu diolah menjadi berbagai macam produk olahan, salah satunya
rengginang ubi. Pengolahan ubi kayu menjadi rengginang ubi mampu
memberikan nilai tambah sebesar Rp 7.000/kg bahan baku ubi kayu. Artinya
setiap satu kilogram ubi kayu yang diolah untuk rengginang ubi kayu mampu
menciptakan nilai tambah sebesar Rp 7.000.
Penelitian Praptiwi dkk. (2015) dengan judul “Analisis Pendapatan dan
Nilai Tambah Agroindustri Tape Singkong di Kota Pekanbaru”. Salah satunya
juga bertujuan untuk mengetahui pendapatan agroindustri tape singkong.
Pendapatan bersih atau keuntungan dapat dihitung menggunakan rumus
. Berdasarkan penelitian tersebut, diketahui penerimaan (TR) dari
pembuatan tape singkong sebesar Rp 18.116.343,99 dengan total biaya yang
dikeluarkan (TC) sebesar Rp 11.477.189,21 sehingga pendapatan bersih yang
diperoleh agroindustri sebesar Rp 6.764.743,66 per bulan.
Penelitian Elvia (2016) dengan judul penelitian “Analisis Nilai Tambah Ubi
Kayu sebagai Bahan Baku Keripik Singkong pada Agroindustri Pak Ali di Desa
Ujong Tanjung Kecamatan Mereubo Kabupaten Aceh Barat”. Salah satunya juga
bertujuan untuk mengetahui pendapatan agroindustri keripik singkong. Biaya
produksi yang digunakan selama proses pengolahan ubi kayu menjadi keripik
singkong terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel yang
digunakan dalam proses pengolahan sebesar Rp 242.000 sedangkan biaya tetap
sebesar Rp 385,45 sehingga diperoleh biaya total (TC) sebesar Rp 280.545 per
bulan dengan total penerimaan (TR) sebesar Rp 320.000. Berdasarkan nilai TR
dan TC yang diperoleh dalam proses pengolahan ubi kayu menjadi keripik
singkong, maka dapat diketahui pendapatan dan efisiensi usaha tersebut.
Pendapatan atau keuntungan yang diterima dihitung dengan menggunakan rumus
π = TR – TC dan diperoleh keuntungan sebesar Rp 39.455.
Penelitian Leksana (2006) dengan judul penelitian “Analisis Nilai Tambah
dan Prospek Agroindustri Suwar Suwir di Kabupaten Jember”. Salah satunya juga
12
bertujuan untuk mengetahui pendapatan agroindustri suwar-suwir. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan, diperoleh biaya total (TC) yang dikeluarkan untuk
proses pengolahan tape menjadi suwar suwir sebesar Rp 353.920,66 dengan
penerimaan (TR) sebesar Rp 519.166,67 sehingga setiap proses produksi suwar-
suwir, pendapatan yang diperoleh agroindustri sebesar Rp 165.249,01 dengan
tingkat efisiensi 1,46. Efisiensi > 1 artinya usaha pengolahan tape menjadi suwar
suwir efisien, dimana setiap Rp 1.00 yang dikeluarkan dalam pembuatan suwar
suwir, dapat memberikan penerimaan sebesar 1,46 kali dari biaya yang telah
dikeluarkan.
Penelitian Elida dan Hamidi (2009) dengan judul penelitian “Analisis
Pendapatan Agroindustri Rengginang Ubi Kayu di Kabupaten Kampar Provinsi
Riau”. Kabupaten Kampar merupakan sentra ubi kayu dan berbagai produk
olahannya. Salah satunya juga bertujuan untuk mengetahui pendapatan
agroindustri rengginang ubi kayu. Berdasarkan analisis yang dilakukan, total
biaya yang dikeluarkan untuk satu kali proses produksi rengginang ubi kayu
sebesar Rp 199.486,31 dengan pendapatan kotor sebesar Rp 420.000. Pendapatan
tersebut diperoleh melalui proses pengolahan 60 kg ubi kayu yang menghasilkan
18 kg rengginang ubi kayu (60 kotak rengginang) dengan harga per kotak Rp
7.000. Perhitungan tersebut memberikan laba/pendapatan bersih bagi agroindustri
sebesar Rp 204.513,69.
Penelitian pertama yang dijadikan sebagai acuan terkait rumusan masalah
ketiga mengenai bauran pemasaran atau marketing mix adalah penelitian oleh
Ismini (2010) dengan judul penelitian “Analisis Nilai Tambah dan Strategi
Pemasaran Keripik Singkong di Perusahaan “Mickey Mouse” di Malang”.
Marketing mix merupakan salah satu unsur dalam strategi pemasaran yang
dilaksanakan oleh perusahaan. Terdapat empat unsur strategi bauran pemasaran
yaitu strategi; (a) produk, (b) harga, (c) penyaluran, dan (d) promosi. Strategi
produk dilakukan dengan; (a) pemberian merek dagang dan kemasan, (b)
perbaikan mutu, (c) diferensiasi produk, dan (d) perbaikan pelayanan. Strategi
harga dilakukan dengan cara; (a) mempertahankan harga yang sudah diterima
konsumen, (b) keseragaman harga, (c) pemberian diskon pada pelanggan dan
13
distributor, dan (d) syarat pembayaran yang disesuaikan dengan kondisi
pelanggan dan distributor. Strategi penyaluran, dilakukan dengan dua saluran
pemasaran. Strategi promosi, dilakukan kurang begitu lancar dengan
pertimbangan produk yang dipasarkan cukup lancar.
Penelitian pertama yang dijadikan sebagai acuan terkait rumusan masalah
keempat mengenai strategi pengembangan adalah penelitian oleh Mashuri (2006)
dengan judul penelitian “Strategi Pengembangan Usaha Industri Kecil Tape
Bondowoso”. Faktor internal yang dimiliki industri dikelompokkan menjadi lima
yaitu; (1) manajemen/sumberdaya manusia, (2) pemasaran, (3) keuangan, (4)
produksi dan operasi, (5) penelitian dan pengembangan. Manajemen/sumberdaya
manusia yang dimaksudkan adalah kemampuan tenaga kerja, dimana pada
industri tape di bondowoso banyak tenaga kerja yang sudah berpengalaman.
Pemasaran merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam
mengembangkan usaha, dimana terdapat beberapa aspek pemasaran yaitu produk,
harga, tempat penjualan dan promosi. Keuangan yang dimaksudkan adalah modal
awal dalam menjalankan sebuah usaha. Produksi dan operasi merupakan seluruh
aktivitas yang merubah input menjadi output. Penelitian dan pengembangan
diartikan sebagai penemuan produk baru sebelum pesaing melakukannya,
mengembangkan produk, meningkatkan mutu, memperbaiki efisiensi proses
manufaktur, dan memperdalam teknologi perusahaan.
Faktor Eksternal dikelompokkan menjadi tiga yaitu; (1) lingkungan umum,
(2) lingkungan operasional, (3) lingkungan industri. Adapun kekuatan yang
dimiliki industri tape terdiri dari rasa dan kualitas produk yang memiliki ciri
tersendiri, fasilitas perusahaan untuk menunjang kegiatan operasi, pengalaman
perusahaan, produk sangat praktis, adanya labelisasi kemasan, sudah ada job
description, adanya loyalitas pelanggan, letak perusahaan strategis. Kelemahan
yang dimiliki meliputi sumber dana yang terbatas, kurangnya promosi produk,
produksi belum optimal, daerah pemasaran masih terbatas, teknologi masih
sederhana, tingkat pendidikan pekerja rendah, produk bersifat mudah rusak.
Peluang yang dimiliki yaitu perkembangan teknologi yang semakin maju, krisis
ekonomi yang berangsur pulih, adanya citra rasa sebagai makanan khas daerah,
14
terbukanya pasar baik di dalam maupun luar Kabupaten Bondowoso,
pertumbuhan penduduk semakin tinggi, adanya pelatihan dan pembinaan dari
pemerintah daerah, adanya pemasok bahan baku perusahaan yang tetap. Ancaman
yang dimiliki industri meliputi adanya produk subtitusi, biaya produk yang
berfluktuasi, bahan baku besek yang sulit ketika panen tembakau, stabilitas politik
dan keamanan belum pulih, adanya pemalsuan produk, wilayah Bondowoso
kurang strategis, bahan baku bersifat musiman.
Berdasarkan perhitungan bobot dan rating, diperoleh nilai IFE sebesar 2,785
dan EFE sebesar 2,867 dan menempatkan posisi industri pada sel V. Posisi
tersebut menggambarkan bahwa industri berada pada kondisi internal rata-rata dan
respon industri terhadap faktor eksternal tergolong sedang. Strategi yang
digunakan yaitu strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk.
Penelitian kedua yang dijadikan sebagai acuan terkait rumusan masalah
keempat mengenai strategi pengembangan adalah penelitian oleh Putra dkk.
(2015) dengan judul penelitian “Competitive Strategy of a Market Leader; Case of
UD. Primadona’s Prol Tape Jember-East Java”. Penelitian tersebut bertujuan
untuk menjaga eksistensi prol tape primadona dengan merumuskan alternatif
strategi, dimana alternatif strategi tersebut dianalisis menggunakan analisis IFE,
EFE, CPM, IE, SWOT, dan QSPM. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat faktor
internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi perkembangan usaha prol tape
primadona. Faktor Internal meliputi kekuatan dan kelemahan perusahaan
sedangkan faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman perusahaan.
Kekuatan yang dimiliki oleh perusahaan meliputi pengaplikasian teknologi
canggih kecuali oven, pemanggangan secara tradisional, lokasi outlet strategis,
kekuatan merk, dan kemasan produk. Kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan
yaitu kegiatan promosi yang kurang intensif, implementasi dari penelitian dan
produk baru, ruang outlet yang terbatas, kecilnya kapasitas produksi, harga jual
yang tinggi dibandingkan harga pesaing, tidak tersedianya web site atau blog
perusahaan. Peluang perusahaan yaitu meningkatnya kunjungan turis dan pelajar,
mudahnya akses keuangan atau modal untuk pengembangan bisnis, melimpahnya
bahan baku, loyalitas pelanggan yang kuat, dan implementasi Jember visiting
15
month (BBJ) sebagai media promosi. Ancaman bagi perusahaan yaitu banyaknya
pesaing, adanya isu bahwa prol tape makanan khas daerah lain, adanya produk
subtitusi seperti pia tape dan edamame.
Berdasarkan analisis faktor internal dan eksternal diperoleh nilai IFE
sebesar 2,405 dan nilai EFE sebesar 2,630. Hasil penilaian tersebut menunjukkan
bahwa prol tape primadona berada pada kuadran V (menjaga dan
mempertahankan), sehingga strategi yang dapat dilakukan yaitu strategi penetrasi
pasar dan produk baru.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Ubi Kayu
Menurut Rukmana (1997) Ubi kayu merupakan sumber pangan (karbohidrat)
nomor tiga di Indonesia setelah padi dan jagung yang berasal dari Brasil (Amerika
Selatan). Ubi kayu masuk ke wilayah Indonesia pada abad ke-18 tepatnya sejak
tahun 1852 dan mulai menyebar ke seluruh Nusantara tahun 1914 – 1918 ketika
Indonesia kekurangan bahan pangan (beras) sehingga ubi kayu menjadi alternatif
pengganti makanan pokok. Kegunaan ubi kayu sebagai bahan pangan dapat diolah
menjadi beberapa produk olahan seperti ubi kayu rebus, ubi kayu goreng, ubi
kayu bakar, kolak, keripik, tape, dan juga produk antara (Intermediet Product)
seperti tapioca dan gaplek. Ubi kayu dan berbagai produk olahannya mengandung
gizi yang cukup tinggi. Berikut adalah kandungan gizi ubi kayu.
Tabel 2.1 Kandungan Gizi dalam Tiap 100 Gram Ubi Kayu
No. Kandungan Gizi Ubi Kayu Biasa Ubi Kayu Kuning
1 Kalori (kal) 146,00 157,00
2 Protein (g) 1,20 0,80
3 Lemak (g) 0,30 0,30
4 Karbohidrat (g) 34,70 37,90
5 Kalsium (mg) 33,00 33,00
6 Fosfor (mg) 40,00 40,00
7 Zat Besi (mg) 0,70 0,70
8 Vitamin A (SI) 0 385,00
9 Vitamin B1 (mg) 0,06 0,06
10 Vitamin C (mg) 30,00 30,00
11 Air (g) 62,50 60,00
12 Bagian yang dapat dimakan (%) 75,00 75,00
Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI (1981)
16
Berdasarkan tabel tersebut, kandungan gizi yang terdapat pada ubi kayu
terdiri dari kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A,
vitamin B1, vitamin C, air, serta persentase bagian yang bisa dimakan. Ubi kayu
biasa dan ubi kayu kuning memiliki kandungan gizi berbeda yang terletak pada
kandungan protein, karbohidrat, vitamin A, dan air. Berdasarkan kandungan
protein dan air, ubi kayu biasa memiliki protein yang lebih tinggi yaitu 1,20 g dan
air sebanyak 62,50 g, sedangkan protein ubi kayu kuning sebesar 0,80 g dan air
60,00 g. Berdasarkan kandungan karbohidrat dan vitamin A, ubi kayu kuning
memiliki karbohidrat yang lebih tinggi yaitu 37,90 g dan vitamin A sebanyak
385,00 SI, sedangkan ubi kayu biasa memiliki karbohidrat 34,70 g dan vitamin A
0. Berikut adalah klasifikasi ubi kayu:
Kingdom : Plantae (Tumbuh-tumbuhan)
Divisio : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua)
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Species : Manihot esculenta Crantz sin. Manihot utilisima Phohl.
17
Gambar 2.1 Diagram Flowchart Diversifikasi Vertikal Komoditas Ubi Kayu
Sektor Pertanian Sektor Industri Konsumen
UBI KAYU
Kulit
Daging Gula Fruktosa
Etanol
Asam-asam
Organik
Senyawa
kimia lain
Gaplek
Tape
Pelet
Arang
Tapioka Plaki
Dextrin
Gula Glukosa
Onggok
Tapioka
Industri makanan
ternak
Industri makanan
ternak
Industri makanan
dan lain-lain
Industri makanan
Ind. textil, Ind.
farmasi, Ind. kimia
Industri makanan
Industri makanan
Industri kimia
Industri makanan
Industri kimia
Industri makanan
ternak
Industri makanan
Industri makanan
ternak Industri makanan
18
Menurut Soetriono dkk. (2003) terdapat dua bagian ubi kayu yang diolah
pada sektor industri yaitu kulit dan daging. Dari kedua bagian tersebut, daging
merupakan bagian ubi kayu yang banyak diolah untuk industri makanan, industri
makanan ternak, industri kimia, industri textile, dan industri farmasi. Produk
daging ubi kayu untuk industri makanan terdiri dari tapioka, onggok, tapioka
plaki, gula glukosa, gula fruktosa, asam organic, gaplek, dan tape. daging ubi
kayu untuk industri makanan ternak terdiri dari arang, gaplek, dan pellet.
Sedangkan daging ubi kayu lainnya digunakan untuk industri kimia, farmasi, dan
textil.
2.2.2 Usaha Agroindustri
Agroindustri merupakan industri yang mengolah komoditas pertanian primer
menjadi produk olahan baik produk antara (intermediate product) maupun produk
akhir (finish product). Agroindustri menjadi salah satu pendukung keberhasilan
produksi pertanian, dimana adanya keterbatasan waktu untuk menjual produk
pertanian segar dapat diatasi dengan melakukan proses pengolahan pada suatu
agroindustri. Adanya proses pengolahan produk pertanian dapat menciptakan nilai
tambah dari aspek daya guna, daya simpan, dan efisiensi penyediaannya bagi
konsumen. Berdasarkan tingkat perubahan bahan bakunya, proses pengolahan
pada agroindustri terbagi menjadi empat kelompok kegiatan. Berikut adalah tabel
pengelompokkan agroindustri berdasarkan tingkat perubahan bahan baku.
Tabel 2.2 Pengelompokkan Agroindustri Berdasarkan Tingkat Perubahan Bahan Baku
I II III IV
Kegiatan Proses
Pembersihan
Penilaian
Pemisahan
Penggilingan
Pemotongan
Pencampuran
Pemasakan
Pasteurisasi
Pengalengan
Dehidrasi
Pembekuan
Penyusunan
Ekstraksi
Perakitan
Perubahan kimia
Teksturisasi
Produk Ilustratif
19
Buah segar
Sayur segar
Telur
Bulir Gandum
Daging
Rempah-rempah
Makanan Hewan
Goni
Kapas
Kayu
Karet
Pabrik Susu
Produk buah dan
Sayuran
Daging
Saus
Tekstil dan Garmen
Minyak
Perabot rumah
Gula
Minuman
Makanan instan
Produk sayuran
Ban
Sumber: Austin (1993) dalam Santoso (2013)
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian (2013)
Industri pengolahan berdasarkan skalanya dibagi menjadi tiga yaitu skala
mikro/rumah tangga, skala kecil dan skala sedang besar. Berdasarkan UU No.
20/2008 tentang usaha mikro kecil dan menengah adalah sebagai berikut:
1. Usaha mikro, adalah usaha yang memiliki kekayaan paling banyak lima puluh
juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki
hasil penjualan tahunan paling banyak tiga ratus juta rupiah
2. Usaha kecil, adalah kegiatan usaha yang memiliki kekayaan bersih lebih dari
lima puluh juta rupiah sampai dengan lima ratus juta rupiah tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih
dari tiga ratus juta rupiah hingga dua milyar lima ratus juta rupiah.
3. Usaha menengah, adalah kegiatan usaha yang memiliki kekayaan bersih lebih
dari lima ratus juta rupiah sampai dengan sepuluh milyar rupiah tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih
dari dua milyar lima ratus juta rupiah hingga lima puluh milyar rupiah. Dengan
demikian, usaha skala besar adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih lebih
dari sepuluh milyar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha,
atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari lima puluh milyar rupiah.
2.2.3 Konsepsi Nilai Tambah
Menurut Hadi (2014), nilai tambah (value added) menggambarkan
kemampuan suatu industri untuk menciptakan pendapatan, baik bagi pelaku
usaha, wilayah, maupun negara. Semakin tinggi nilai tambah yang diciptakan,
maka daya saing komoditas yang bersangkutan di pasar global dan lokal semakin
Lanjutan Tabel 2.2
20
meningkat. Hal tersebut mendorong pemerintah untuk terus berupaya
meningkatkan nilai tambah komoditas pertanian melalui pengembangan
agroindustri (industri pengolahan hasil pertanian).
Konsep nilai tambah adalah suatu perubahan nilai pada input akibat adanya
perlakuan yang diberikan selama proses produksi. Arus peningkatan nilai tambah
ini terjadi dari hulu hingga ke hilir, dimana pihak yang terlibat dimulai dari petani
hingga ke konsumen akhir. Nilai tambah disektor hulu dilakukan dengan
penyediaan bahan baku berkualitas dan berkesinambungan yang melibatkan para
petani, penyedia sarana prasarana pertanian, dan teknologi. Nilai tambah disektor
hilir dilakukan dengan melibatkan industri pengolahan. Pengolahan ini dilakukan
untuk komoditas pertanian khususnya komoditas yang mudah rusak, dimana
tujuan dari pengolahan ini yaitu menciptakan nilai tambah dan menciptakan
produk agar siap dikonsumsi oleh konsumen. Penciptaan nilai tambah dilakukan
dengan memberikan perlakukan. Perlakuan yang dimaksudkan antara lain seperti
pengemasan, pengawetan, pengolahan, dan manajemen mutu untuk menambah
kegunaan atau meninmbulkan nilai tambah sehingga harga produk pertanian
menjadi lebih tinggi (Marimin dan Maghfiroh, 2010).
Menurut Hayami et al. dalam Sudiyono (2002) nilai tambah (value added)
adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena adanya input fungsional yang
diberlakukan terhadap komoditas yang bersangkutan. Input fungsional yang
dimaksudkan yaitu proses perubahan bentuk (form utility), pemindahan tempat
(place utility), maupun penyimpanan (time utility). Nilai tambah dapat dihitung
dengan dua cara yaitu menghitung nilai tambah selama proses pengolahan dan
menghitung nilai tambah selama proses pemasaran. Nilai tambah dipengaruhi oleh
faktor teknis dan non teknis (faktor pasar). Faktor teknis yang dimaksudkan yaitu
jumlah bahan baku serta input lain, kualitas produk, penerapan teknologi,
kapasitas produksi, dan penggunaan unsur tenaga kerja. Faktor non teknis yang
dimaksud meliputi harga bahan baku, harga jual output, upah tenaga kerja, modal
investasi, informasi pasar, dan nilai output lain. Adapun komponen pendukung
dalam analisis nilai tambah yaitu faktor konversi, faktor koefisien tenaga kerja,
dan nilai produk. Besarnya nilai tambah hasil pertanian karena proses pengolahan
21
merupakan pengurangan biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai
produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja. Nilai tambah memberikan
gambaran imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen yang dapat
dinyatakan secara matematis sebagai berikut:
Keterangan:
K = Kapasitas produksi
B = Bahan baku yang digunakan
T = Tenaga kerja yang digunakan
U = Upah tenaga kerja
H = Harga output
h = Harga bahan baku
L = Nilai input lain
Nilai tambah dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
VA = NP – IC
Keterangan:
VA : Nilai tambah (Value Added)
NP : Nilai Produksi
IC : Intermediet Cost
Kriteria pengambilan keputusan:
1. Apabila VA > 0 maka mampu memberikan nilai tambah
2. Apabila VA ≤ 0 maka tidak mampu memberikan nilai tambah
2.2.4 Biaya Produksi
A. Biaya Ekspilisit
Menurut Pracoyo dan Pracoyo (2006) biaya eksplisit merupakan biaya yang
benar-benar dikeluarkan oleh produsen untuk membeli atau menyewa inputyang
digunakan dalam proses produksi. Yang tergolong biaya eksplisit antaranya yaitu
gaji, upah pegawai, sewa tanah, bangunan, pembelian bahan baku dan lain-lain
yang idkeluarkan dalam bentuk uang.
22
B. Biaya Implisit
Menurut Pracoyo dan Pracoyo (2006) biaya implisit merupakan biaya yang
dicerminkan oleh nilai input atau sumberdaya yang dimiliki sendiri dan yang
dipekerjakan sendiri oleh perusahaan dalam proses produksi, dimana perusahaan
tidak tidak perlu membayar atas penggunaan input karna milik sendiri, namun
tetap harus diperhitungkan dalam perhitungan biaya meskipun tidak dibayarkan
dalam bentuk uang.
C. Biaya Kesempatan
Menurut Setiyo (2018) Biaya eksplisit dan implisit merupakan komponen
dari opportunity cost atau biaya kesempatan. Biaya kesempatan tersebut diperoleh
dari penjumlahan antara biaya eksplisit dan implisit. Terdapat dua sudut pandang
untuk menghitung biaya kesempatan yaitu dari sudut pandang ekonom dengan
akuntan. Perhitungan biaya kesempatan dari segi ekonom cenderung
memperhitungkan biaya eksplisit maupun implisit karena kajian ekonomi
mempertimbangkan aspek efektivitas dan efisiensi sebuah kebijakan. Sedangkan
perhitungan biaya kesempatan dari segi akuntansi cenderung memasukkan biaya
eksplisit saja karena kajian akuntansi menitikberatkan pada aliran biaya yang
benar-benar terjadi dan pertanggungjawaban arus biaya dalam sebuah laporan
keuangan.
C. Biaya variabel (variabel cost)
Menurut Rahardja dan Manurung (2008) biaya variabel (VC) merupakan
biaya yang besarnya tergantung pada tingkat produksi. Apabila jumlah yang akan
diproduksi bertambah, maka biaya variabel yang dikeluarkan juga akan
bertambah. Contoh biaya yang tergolong biaya variabel adalah upah buruh dan
biaya bahan baku.
D. Biaya Tetap (fix cost)
Menurut Sukirno (2010) biaya tetap merupakan keseluruhan biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh faktor produksi (input) yang jumlahnya tidak
dapat diubah. Besar kecilnya biaya tetap yang dikeluarkan tidak bergantung pada
besar kecilnya jumlah yang akan diproduksi. Contoh biaya yang tergolong dalam
biaya tetap yaitu membeli mesin dan mendirikan bangunan pabrik.
23
E. Biaya Total (total cost)
Menurut Putong (2005) Biaya total (TC) merupakan biaya yang harus
dikeluarkan oleh perusahaan, baik bersifat tetap maupun variabel. Hal tersebut
dikarenakan biaya tetap dan biaya variabel merupakan komponen dalam
perhitungan biaya total. Berikut adalah rumus perhitungan biaya total:
TC = FC + VC
Keterangan:
TC : Biaya total jangka pendek
FC : Biaya tetap jangka pendek
VC : Biaya variabel jangka pendek
Gambar 2.2 Kurva-kurva Biaya Total, Biaya Tetap, Biaya Variabel (Sukirno, 2010)
Berdasarkan Gambar 2.2 Kurva FC mendatar menunjukkan bahwa besar
kecilnya biaya tetap yang dikeluarkan, tidak bergantung dengan besar kecilnya
jumlah output yang diproduksi. Kurva VC menunjukkan bahwa besar kecilnya
biaya variabel yang dikeluarkan, bergantung pada besar kecilnya jumlah output
yang akan diproduksi. Kurva TC sejajar dengan VC menunjukkan bahwa dalam
jangka pendek, perubahan biaya total (TC) dipengaruhi oleh perubahan biaya
variabel (VC).
0
TC
VC
FC
Kuantitas
Biaya
24
F. Biaya Rata-Rata
Menurut Sukirno (2010) biaya rata-rata merupakan biaya yang dikeluarkan
untuk memproduksi satu unit output. Besarnya biaya rata-rata dapat dihitung
melalui pembagian biaya total dengan jumlah output yang diproduksi atau
menjumlahkan biaya tetap rata-rata dengan biaya variabel rata-rata. Berikut
adalah rumus perhitungan biaya rata-rata:
AC = AFC + AVC
Keterangan:
AC : Biaya rata-rata jangka pendek
AFC : Biaya tetap rata-rata jangka pendek
AVC : Biaya variabel rata-rata jangka pendek
2.2.5 Penerimaan
Menurut Rahardja dan Manurung (2008) penerimaan merupakan suatu
konsep yang menghubungkan antara jumlah barang yang diproduksi dengan harga
jual perunitnya. Konsep penerimaan dipandang dari sisi permintaan karena tidak
semua barang yang ditawarkan akan menjadi penerimaan. Menurut Arif dan
Amalia (2010) Penerimaan total (Total Revenue) merupakan total penerimaan
produsen dari hasil penjualan produksinya (output), dimana nilai penerimaan total
diperoleh dari hasil kali jumlah produksi yang terjual (Q) dengan harga jual
produk (P). berikut adalah rumus penerimaan total:
TR = Q x P
2.2.6 Pendapatan
Menurut Rahardja dan Manurung (2008) terdapat tiga pendekatan yang
digunakan untuk menghitung laba maksimum, yaitu pendekatan totalitas (totality
approach), pendekatan rata-rata (average approach), dan pendekatan marjinal
(marginal approach). Perhitungan laba dengan pendekatan totalitas dilakukan
dengan membandingkan pendapatan total (TR) dengan biaya total (TC).
Pendapatan total merupakan perkalian antara harga output per unit (P) dengan
jumlah unit output yang terjual (Q), sehingga TR = P . Q. Biaya total (TC)
25
merupakan penjumlahan dari total biaya tetap (FC) dengan total biaya variabel
(VC), sehingga TC = FC + VC. Biaya variabel per unit output dalam pendekatan
totalitas dianggap konstan, dimana biaya variabel adalah jumlah output (Q) dikali
biaya variabel per unit (v), sehingga VC = v.Q. Adapun rumus perhitungan
dengan pendekatan totalitas yaitu: π = TR – TC atau π = P.Q – (FC + vQ).
Gambar 2.3 Kurva TR dan TC (Pendekatan Totalitas)
Berdasarkan Gambar 2.3 kurva TR dan TC dengan pendekatan totalitas, dapat
diketahui bahwa pada awalnya perusahaan mengalami kerugian dimana kurva TR
berada dibawah kurva TC (TR < TC). Kerugian tersebut dapat diminimalisir
dengan meningkatkan jumlah output yang diproduksi, dimana semakin besar
jumlah output yang di produksi, maka pendapatan total (TR) suatu perusahaan
akan meningkat. Pada saat produksi dengan jumlah tertentu, perusahaan tidak
dirugikan dan tidak diuntungkan atau perusahaan berada pada titik impas (break
event point) dimana kurva TR akan berpotongan dengan kurva TC (TR = TC).
Setelah perusahaan mencapai titik BEP (Break Even Point), maka pertambahan
output yang diproduksi akan memberikan laba pada perusahaan, dimana kurva TR
berada diatas kurva TC (TR > TC).
Kriteria Pengambilan Keputusan:
1. Apabila TR > TC maka usaha tersebut mampu memberikan keuntungan bagi
agroindustri
2. Apabila TR = TC maka usaha tersebut tidak memberikan keuntungan ataupun
kerugian bagi agroindustri
TC
TR
Titik impas
Rugi
Laba
TR = TC
Q 0
FC
VC = vQ
Rp
Kuantitas
26
3. Apabila TR < TC maka usaha tersebut tidak mampu memberikan keuntungan
bagi agroindustri
2.2.7 Teori Pemasaran
Menurut Kotler (1997) Pemasaran merupakan suatu proses sosial dan
manajerial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang
dibutuhkan dan diinginkan dengan menciptakan, menawarkan, serta
mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Berdasarkan definisi
tersebut, pemasaran tercipta melalui interaksi antara pihak satu dengan lainnya
untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya, dimana interaksi tersebut dapat
menimbulkan pemikiran pada salah satu pihak untuk mendapatkan tanggapan
pihak lain sesuai dengan yang dikehendakinya, hal ini yang disebut sebagai
manajemen pemasaran. Manejemen pemasaran adalah proses perencanaan dan
pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi, serta penyalur gagasan, barang,
dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memuaskan tujuan-tujuan individu
dan organisasi. Terdapat lima konsep yang dapat dipilih organisasi dalam
melakukan kegiatan pemasaran, yaitu:
1. Konsep Produksi : menyatakan bahwa konsumen akan menyukai produk yang
tersedia di banyak tempat dengan harga murah. Asumsi tersebut berlaku dalam
dua situasi. Situasi pertama adalah situasi dimana permintaan produk melebihi
penawaran, pada kondisi tersebut konsumen akan tertarik untuk memperoleh
produk daripada keistimewaan produk sedangkan pemasok akan memusatkan
perhatian untuk peningkatan produksi. Situasi kedua adalah situasi ketika biaya
produk tinggi dan harus diturunkan untuk memperluas pasar, pada kondisi ini
volume produksi ditingkatkan untuk menekan biaya dan memperluas pasar.
Pada konsep ini manajer organisasi yang berorientasi produksi memusatkan
perhatian pada usaha-usaha untuk menciptakan efisiensi produksi yang tinggi
dan distribusi luas.
2. Konsep Produk : menyatakan bahwa konsumen akan menyukai produk yang
menawarkan mutu, kinerja, dan pelengkap inovatif terbaik. Pada konsep ini
manajer mengasumsikan bahwa pembeli menghargai produk yang di buat
27
dengan baik dan mereka dapat menilai kualitas dan kinerja suatu produk,
sehingga manajer dalam organisasi berorientasi produk memusatkan
perhatiannya pada usaha untuk menghasilkan produk unggul dan terus
menyempurnakannya.
3. Konsep Menjual/penjualan : menyatakan bahwa organisasi harus melakukan
usaha penjualan dan promosi yang agresif karena jika konsumen diabaikan,
maka konsumen tersebut tidak akan membeli produk suatu organisasi dalam
jumlah yang cukup.
4. Konsep Pemasaran : menyatakan bahwa organisasi harus menjadi lebih efektif
dibanding pesaingnya dalam melakukan kegiatan pemasaran guna menetapkan
dan memuaskan kebutuhan serta keinginan pasar sasaran, dengan demikian
organisasi akan lebih mudah untuk mencapai tujuannya.
5. Konsep Pemasaran Berwawasan Sosial : menyatakan bahwa tugas organisasi
adalah menentukan kebutuhan, keinginan, dan kepentingan pasar sasaran dan
memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien daripada
pesainh dengan mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan konsumen
dan masyarakat.
Menurut Firdaus (2009) Pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang yang
harus dilakukan oleh para pengusaha, termasuk pengusaha tani
(agribusinessman). Hal itu dikarenakan dengan adanya pemasaran, pengusaha tani
dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya, mendapatkan laba, dan untuk
berkembang, dimana berhasil tidaknya suatu usaha bergantung pada keahliannya
di bidang pemasaran, produksi, keuangan, dan sumber daya manusia. Pemasaran
agribisnis merupakan suatu kegiatan pemasaran yang diawali dengan penyaluran
sarana produksi pertanian, produksi bahan mentah pada tingkat pengusaha tani,
dan mencapai puncak dengan produk akhir yang diinginkan ditingkat konsumen.
Pada proses pemasaran agribisnis, terdapat perubahan kegunaan dari produk
bahan mentah menjadi produk akhir yang diinginkan oleh konsumen. Adanya
perubahan kegunaan tersebut, semua bagian pemasaran memperoleh nilai tambah
(value added) karena usahanya menambah kegunaan produk. Terdapat empat
jenis kegunaan yaitu:
28
1. Guna karena bentuk (form utility)
2. Guna karena waktu (time utility)
3. Guna karena tempat (place utility)
4. Guna karena hak milik (possession utility)
2.2.8 Konsep Strategi
Manajemen strategi merupakan upaya untuk mengelola strategi suatu bisnis
dalam mencapai tujuan. Strategi merupakan pola tindak manajemen untuk
mencapai tujuan badan usaha, dimana dengan berkembangnya bisnis atau badan
usaha, pemilik menyerahkan pengelolaan bisnis pada manajemen yang
professional agar lebih efisien. Adapun tugas manajemen menjadikan bisnis
tersebut mempunyai nilai seperti yang diharapkan pelanggan (Reksohadiprodjo,
2003).
Menurut Amirullah (2015), manajemen strategi merupakan suatu proses atau
tahapan yang didalamnya terdapat kerangka gabungan bagi manajer perusahaan
untuk menangani masalah, mengidentifikasi peluang baru dengan mudah dan
untuk memperkirakan kekuatan yang dapat digunakan serta kelemahan yang harus
diperbaiki. Proses tersebut bertujuan untuk memadukan misi dan tujuan yang
dihubungkan dengan lingkungan eksternal maupun internal, sehingga dalam
perumusan strategis diperlukan identifikasi dan analisis lingkungan eksternal dan
internal.
Analisis lingkungan eksternal merupakan suatu aktivitas analisis terkait
dimensi peluang (opportunity-O) dan ancaman (threats-T). Peluang merupakan
faktor lingkungan luar yang positif dan dapat serta mampu mengarahkan kegiatan
organisasi kearahnya. Sedangkan ancaman merupakan faktor lingkungan luar
yang negatif karena mampu menghambat pergerakan organisasi. Menurut Porter
(1990) peluang dan ancaman dapat diidentifikasi dengan mengidentifikasi lima
karakteristik pasar yaitu tingkat persaingan antara pesaing, kemudahan competitor
dalam memasuki pasar, kekuatan pemasok, kekuatan pelanggan, dan ketersediaan
barang pengganti.
29
Analisis internal merupakan proses perencanaan strategi yang mengkaji
pemasaran dan distribusi perusahaan, penelitian dan pengembangan, produksi dan
operasi, sumberdaya dan karyawan, serta faktor-faktor keuangan dan akuntansi
untuk mengetahui kemampuan penting yang dimiliki perusahaan sehingga
perusahaan dapat memanfaatkan peluang dengan cara yang paling efektif serta
dapat mengatasi ancaman di dalam lingkungan (Jauch dan Glueck, 1990). Analisis
lingkungan internal penting dilakukan sebagai upaya untuk mengidentifikasi
kekuatan dan kelemahan perusahaan. Kekuatan merupakan suatu kondisi
perusahaan yang mampu melaksanakan keseluruhan tugasnya dengan baik karena
memiliki sumber daya, keterampilan, atau keunggulan lain relatif terhadap
pesaing dan kebutuhan pasar. Dengan kata lain, kekuatan merupakan kompetisi
khusus yang memberikan keunggulan komparatif bagi perusahaan di pasar.
Sedangkan kelemahan merupakan kondisi dimana perusahaan kurang mampu
melaksanakan tugasnya dengan baik karena memiliki keterbatasan atau
kekurangan dalam sumberdaya, keterampilan, dan kapabilitas yang secara serius
mengahmbat kinerja efektif perusahaan.
Menurut Rangkuti (1997) strategi dikelompokkan berdasarkan tiga tipe
strategi yaitu:
1. Strategi manajemen: meliputi strategi yang dapat dilakukan oleh manajemen
dengan orientasi pengembangan strategi secara makro seperti strategi
pengembangan produk, strategi penetapan harga, strategi akuisisi, strategi
pengembangan pasar, strategi terkait keuangan, dan sebagainya.
2. Strategi investasi: strategi yang kegiatannya berorientasi pada investasi seperti
usaha perusahaan dalam mengadakan penetrasi pasar, strategi bertahan, strategi
pembangunan kembali suatu divisi baru atau strategi divestasi dan sebagainya.
3. Strategi bisnis: strategi yang kegiatannya berorientasi pada fungsi-fungsi
kegiatan manajemen seperti strategi pemasaran, strategi produksi atau
operasional, strategi distribusi, strategi organisasi, dan strategi yang
berhubungan dengan keuangan.
30
2.2.9 Bauran Pemasaran
Bauran pemasaran tergolong dalam salah satu unsur taktik pemasaran yang
berkaitan dengan kegiatan-kegiatan mengenai produk, harga, promosi dan tempat
yang dapat membantu mencapai tujuan pemasaran (Rangkuti, 1997).
1. Produk (Product)
Produk didefinisikan sebagai sesuatu yang bisa ditawarkan ke pasar untuk
memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen, dimana produk yang ditawarkan
tersebut dapat berupa makanan, pakaian, dan jasa. Guna mengembangkan rencana
produk suatu organisasi harus mempertimbangkan mutu, desain, fitur, ukuran,
opsi, nama, dan kemasan. Menurut Firdaus (2009) suatu perusahaan harus
memiliki orientasi yang kuat untuk memutuskan suatu produknya, karena apabila
perusahaan tidak memiliki orientasi yang kuat, maka keputusan mengenai produk
hanya berdasarkan pada tradisi, perasaan, atau coba-coba.
2. Harga (Price)
Harga merupakan sejumlah uang yang harus dikorbankan oleh konsumen atau
pembeli untuk memperoleh suatu produk yang dibutuhkan atau diinginkan.
Penetapan harga produk suatu organisasi dapat mempengaruhi permintaan produk
yang ditawarkan, sehingga diperlukan metode yang tepat untuk menetapkan
harga. Menurut firdaus (2009) terdapat beberapa metode penetapan harga yang
dapat dilakukan yaitu:
a. Penetapan harga berdasar biaya (cost plus pricing), adalah penetapan
harga dengan menambahkan marjin tetap pada biaya dasar masing-
masing untuk menutup biaya tetap, biaya penanganan, dan sisanya
merupakan laba.
b. Penetapan harga bersaing adalah metode penetapan harga dengan
mengikuti harga rata-rata di pasar atau mengikuti harga dari pesaing
utama.
c. Penetapan harga penetrasi adalah metode dengan menentukan harga
rendah pada produk agar pasar terbuka luas dan penerimaan yang cepat
atas produk yang bersangkutan
31
d. Penjenjangan pasar (skimming the market), adalah metode penentuan
harga dengan menetapkan harga produk tinggi untuk memperkenalkan
produk tersebut pada masyarakat kalangan atas, dimana ketika
masyarakat mulai jenuh, harga produk diturunkan secara bertahap agar
masyarakat menengah turut serta menjadi pelanggan.
e. Penetapan harga berdasar daya serap pasar adalah metode penentuan
harga dengan menawarkan berbagai tingkat harga untuk menentukan dan
membebankan harga maksimum yang disanggupi pelanggan.
f. Potongan harga adalah pemberian potongan harga (discount) dari harga
semula.
g. Penetapan harga psikologis adalah penetapan harga yang cenderung
terlihat memuaskan karena seakan-akan harga terlihat rendah, contohnya
harga barang sebesar Rp 19.900,00
h. Penetapan harga bergengsi yaitu penetapan harga tinggi untuk menarik
segmen pasar atas
3. Promosi (Promotion)
Promosi sering diartikan sebagai komunikasi membujuk atau strategi
komunikasi untuk meyakinkan konsumen tentang penawaran suatu produk agar
konsumen tersebut melakukan suatu tindakan. Promosi merupakan salah satu
variabel dari marketing mix yang sangat penting, dimana promosi dapat dilakukan
dengan berbagai cara sebagai berikut:
a. Periklanan, adalah komunikasi non individu dengan sejumlah biaya
melalui berbagai media (televise, radio, media cetak, dan lain-lain) yang
dilakukan oleh perusahaan.
b. Personal selling adalah interaksi antar individu dengan cara saling
bertemu untuk menciptakan, memperbaiki, menguasai, atau
mempertahankan hubungan pertukaran yang saling menguntungkan
dengan pihak lain.
c. Publisitas adalah penyebaran informasi suatu barang atau organisasi ke
masyarakat melalui media massa tanpa dipungut biaya secara langsung
atau tanpa pengawasan dari sponsor.
32
d. Promosi penjualan adalah kegiatan pemasaran yang mendorong
konsumen untuk membeli melalui kegiatan peragaan, pertunjukan dan
pameran, demonstarsi dan sebagainya.
4. Tempat (Place)
Setiap agribisnis harus menetapkan cara untuk memindahkan dan
menyalurkan (distribusi) produknya ke pelanggan. Saluran distribusi berkenaan
dengan jejak penyaluran barang dari produsen hingga ke konsumen akhir.
Kegiatan distribusi melibatkan beberapa lembaga yaitu produsen, perantara, dan
konsumen akhir. Perantara dibedakan menjadi dua yaitu perantara pedagang
(merchant middleman) dan perantara agen (agent middleman). Perantara
pedagang yang dimaksudkan adalah perantara yang bertanggung jawab atas
kepemilikan dari keseluruan barang yang dipasarkannya, dimana pedagang
perantara terdiri dari pedagang besar (wholesaler) dan pengecer (retailer).
Perantara agen yang dimaksudkan yaitu perantara yang tidak mempunyai hak
kepemilikan atas semua barang yang ditanganinya, dimana perantara agen terdiri
dari agen penunjang (facilitating agent) dan agen pelengkap (suplemental agent).
2.2.10 SWOT
Menurut Rangkuti (1997) Analisis SWOT merupakan identifikasi faktor
secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan, dimana analisis tersebut
didasarkan pada logika yang memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang
(opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(weakness) dan ancaman (treaths). Dalam analisis SWOT, kinerja perusahaan
dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal, sehingga kedua
faktor tersebut harus dipertimbangkan. Tahapan analisis SWOT dimulai dengan
mengidentifikasi posisi perusahaan melalui evaluasi nilai faktor internal dan
evaluasi faktor eksternal, dimana posisi perusahaan dalam analisis SWOT
dikelompokkan menjadi empat kuadran, berikut adalah diagram analisis SWOT.
33
Gambar 2.4 Diagram Analisis SWOT
Berdasarkan diagram analisis SWOT, terdapat empat kuadran yang dapat
menggambarkan situasi suatu perusahaan sebagai berikut:
1. Kuadran 1 merupakan situasi yang sangat menguntungkan, dimana perusahaan
memiliki peluang dan kekuatan sehingga perusahaan dapat memanfaatkan
peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi di kuadran 1
yaitu mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented
strategy)
2. Kuadran 2 merupakan suatu kondisi dimana perusahaan menghadapi berbagai
ancaman tetapi masih memiliki kekuatan dari segi internal. strategi yang harus
diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka
panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar)
3. Kuadran 3 merupakan suatu kondisi dimana perusahaan memiliki peluang
besar tetapi menghadapi beberapa kendala atau kelemahan dari segi internal,
sehingga fokus strategi perusahaan yaitu meminimalkan masalah-masalah
internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik.
4. Kuadran 4 merupakan suatu kondisi dimana perusahaan dangat tidak
menguntungkan karena menghadapi berbagai macam ancaman dan kelemahan
internal.
Menurut Marimin (2004) setelah matriks internal dan eksternal terbentuk,
tahap selanjutnya dalam analisis SWOT yaitu membuat matriks SWOT yang
BERBAGAI PELUANG
BERBAGAI ANCAMAN
KELEMAHAN
INTERNAL KEKUATAN
INTERNAL
1. Mendukung
strategi agresif
2. Mendukung
strategi
diversifikasi
3. Mendukung
strategi turn
around
4. Mendukung
strategi
defensif
34
menjelaskan berbagai alternatif yang mungkin untuk strategi perusahaan (S-O,
W-O, S-T, W-T. Dalam proses pengambilan keputusan, perlu mengkaji kembali
matriks internal eksternal yang menghasilkan posisi perusahaan untuk
memperoleh kombinasi strategi yang tepat bagi perusahaan.
2.3 Kerangka Pemikiran
Koplak food merupakan salah satu agroindustri di Jember yang melihat
adanya peluang dalam menciptakan produk olahan tape yang lebih inovatif,
sehingga muncul olahan ladrang tape dan keripik tape. Guna mencapai tujuan
perusahaan, ladrang tape dan keripik tape harus mampu bersaing dengan produk
olahan tape lainnya, sehingga diperlukan alternatif strategi yang cocok. Seiring
berjalannya usaha tersebut, harga bahan baku tape mengalami peningkatan dari
semula Rp 5.000/kg menjadi Rp 7.000/kg. Adanya kenaikan harga bahan baku
tersebut tidak diikuti dengan kenaikan harga produk. Hal tersebut tentunya akan
berpengaruh pada besar kecilnya biaya yang harus dikeluarkan serta pendapatan
yang diterima agroindustri. Berdasarkan fenomena tersebut, tujuan penelitian ini
yaitu untuk mengetahui nilai tambah, pendapatan, marketing mix, dan strategi
pengembangan usaha.
Inovasi pengolahan tape pada agroindustri koplak food diharapkan mampu
memberikan nilai tambah. Nilai tambah merupakan adanya perubahan nilai lebih
tinggi karena adanya perlakuan yang diberikan pada suatu komoditas. Nilai
tambah yang dimaksudkan pada agroindustri koplak food yaitu adanya
pertambahan nilai karena suatu perlakuan selama proses pengolahan tape menjadi
ladrang tape dan keripik tape. Berdasarkan penelitian Reptiana (2016) pengolahan
chip ubi kayu menjadi tepung ubi kayu di CV. Tulus Abadi Kabupaten
Trenggalek mampu menciptakan nilai tambah positif. Berdasarkan penelitian
Adyanti (2016) pengolahan ubi kayu menjadi tapioca mampu menciptakan nilai
tambah positif. Berdasarkan penelitian Praptiwi dkk. (2015) pengolahan ubi kayu
menjadi tape mampu menciptakan nilai tambah positif. Berdasarkan penelitian
Elvia (2016) pengolahan ubi kayu menjadi keripik mampu menciptakan nilai
tambah positif. Berdasarkan penelitian leksana (2006) pengolahan tape ubi kayu
35
menjadi suwar-suwir mampu menciptakan nilai tambah positif. Berdasarkan
penelitian Elida dan Hamidi (2009) pengolahan ubi kayu menjadi rengginang ubi
kayu mampu menciptakan nilai tambah positif. Adanya inovasi pengolahan tape
menjadi ladrang dan keripik tape menarik peneliti untuk mengetahui apakah
pengolahan tape menjadi ladrang dan keripik tape mampu menciptakan nilai
tambah dan seberapa besar nilai tambah yang diperoleh dari adanya perlakuan
tersebut. Guna mengetahui nilai tambah yang diciptakan dari adanya proses
pengolahan tape pada agroindustri koplak food dilakukan analisis menggunakan
metode hayami yaitu menghitung besarnya peningkatan nilai produk per satuan
input. Apabila VA > 0 maka usaha tersebut mampu menciptakan nilai tambah,
sedangkan jika VA ≤ 0 maka usaha tersebut tidak mampu menciptakan nilai
tambah
Kenaikan harga bahan baku menyebabkan biaya produksi yang dikeluarkan
menjadi lebih besar, sedangkan penerimaan dari sisi harga output tetap. Hal
tersebut menarik peneliti untuk menganalisis pendapatan yang diperoleh
agroindustri koplak food dalam mengolah tape menjadi keripik dan ladrang tape.
Praptiwi dkk. (2015) pengolahan ubi kayu menjadi tape menguntungkan.
Berdasarkan penelitian Elvia (2016) pengolahan ubi kayu menjadi keripik
menguntungkan. Berdasarkan penelitian leksana (2006) pengolahan tape ubi kayu
menjadi suwar-suwir menguntungkan. Berdasarkan penelitian Elida dan Hamidi
(2009) pengolahan ubi kayu menjadi rengginang ubi kayu menguntungkan.
Berdasarkan penelitian terdahulu, diharapkan adanya kenaikan harga bahan baku
tersebut agroindustri tetap dalam kondisi menguntungkan. Guna menjawab
penelitian ini, dilakukan analisis pendapatan. Apabila TR > TC maka usaha
keripik tape menguntungkan bagi agroindustri koplak food, jika TR = TC maka
agroindustri koplak food dalam keadaan break even point (BEP), dan apabila TR
< TC maka usaha keripik tape tidak menguntungkan bagi agroindustri koplak
food.
Ladrang dan keripik tape merupakan produk inovasi olahan tape yang
tergolong baru dan perlu dikembangkan, dimana produk olahan tape tersebut
harus bersaing dengan produk olahan tape lainnya yang lebih dulu dikenal oleh
36
masyarakat Jember maupun luar Jember. Adanya persaingan tersebut diperlukan
strategi untuk mengembangkan usaha pengolahan tape pada agroindustri koplak
food. Strategi pengembangan usaha olahan tape dilakukan dengan merumuskan
strategi pemasaran dari produk (marketing mix) dan menganalisis faktor internal
eksternal agroindustri menggunakan analisis SWOT.
Guna mengetahui marketing mix yang diterapkan oleh agroindustri koplak
food, diperlukan identifikasi terkait dasar bauran pemasaran yaitu 4P (product,
price, place, promotion). Berdasarkan penelitian Ismini (2010) terdapat empat
unsur marketing mix, dimana dari keempat unsur tersebut product menjadi unsur
yang paling menonjol dengan beberapa atributnya. Metode analisis yang
digunakan untuk menggambarkan marketing mix koplak food adalah metode
deskriptif. Sedangkan untuk strategi pengembangan dianalisis menggunakan
SWOT.
Berdasarkan penelitian terdahulu dan kondisi dilapang, diperoleh faktor
internal yang menjadi kekuatan agroindustri koplak food yaitu kemampuan tenaga
kerja dalam penggunaan teknologi (S1), kemampuan agroindustri dalam
memperoleh bahan baku berkualitas (S2), ciri khas yang unik pada produk olahan
tape (S3), promosi yang efektif (S4), dan legalitas ijin usaha serta PIRT (S5).
Kelemahan agroindustri koplak food dalam mengembangkan usaha yaitu
rendahnya skala produksi (W1), terbatasnya jumlah tenaga kerja (W2), masih
kurang dikenal masyarakat (W3), dan minimnya pencatatan keuangan (W4).
Faktor eksternal yang menjadi peluang agroindustri dalam mengembangkan usaha
yaitu pasar terbuka luas (O1), tingginya permintaan pasar (O2), produk olahan
tape merupakan produk inovasi (O3), penggunaan teknologi modern (O4), dan
adanya kerjasama dengan dosen dalam membantu penyediaan peralatan (O5).
Faktor eksternal yang menjadi ancaman bagi agroindustri adalah kualitas bahan
baku yang kurang konsisten (T1), harga bahan baku cenderung meningkat (T2),
adanya negosiasi persyaratan dalam memperluas pasar yang merugikan
agroindustri (T3), dan adanya produk subtitusi (T4). Adapun penelitian terdahulu
yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian keempat yaitu penelitian
Mashuri (2006) diperoleh nilai IFE sebesar 2,785 dan EFE sebesar 2,867 dan
37
menempatkan posisi industri pada sel V yang menggambarkan bahwa industri
berada pada kondisi internal rata-rata dan respon industri terhadap faktor eksternal
tergolong sedang. Strategi yang digunakan yaitu strategi penetrasi pasar dan
pengembangan produk. Berdasarkan penelitian Putra dkk. (2015) diperoleh nilai
IFE sebesar 2,405 dan EFE sebesar 2,630. hasil tersebut menunjukkan bahwa prol
tape primadona berada pada posisi V (menjaga dan mempertahankan), dimana
strategi yang dipilih yaitu strategi stabilitas atau strategi pertumbuhan konsentrasi
melalui integrasi horizontal, sehingga strategi yang dapat dilakukan yaitu strategi
penetrasi pasar dan produk baru.
Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran
Keterangan:
Hasil penelitian terdahulu : S1, S3, W1, O1, O4, T2, T4
Hasil penelitian lapang : S2, S4, S5, W2, W3, W4, W5,
O2, O3, O5, T1, T3
38
Tujuan ketiga:
Strategi Pemasaran
4P Marketing mix:
a. Product b. Price
c. Place d. Promotion
Hasil Penelitian terdahulu:
- Ismini (2010)
Menyatakan bahwa
marketing mix keripik
singkong meliputi 4P
(product, price, place,
promotion)
Permasalahan:
Produk baru
Adanya persaingan dengan produk
olahan tape lainnya
Harga bahan baku meningkat
Agroindustri Koplak Food
Permasalahan:
Harga produk tetap
Terdapat beraneka ragam kemasan
Skala produksi rendah
Tujuan kedua:
Pendapatan
Kriteria:
1. TR > TC = Untung
2. TR = TC = BEP
3. TR < TC = Rugi
Hasil Penelitian
terdahulu:
- Praptiwi dkk.
(2015)
- Elvia (2016)
- Leksana (2006)
- Elida dan Hamidi
(2009)
Menyatakan
bahwa usaha
produk turunan ubi
kayu
menguntungkan
Analisis Pendapatan
Tujuan pertama:
Nilai Tambah
Kriteria:
1. Positif: VA > 0
2. Negatif: VA ≤ 0
Hasil Penelitian
terdahulu:
- Reptiana (2016)
- Adyanti (2016)
- Praptiwi dkk.
(2015)
- Elvia (2016)
- Leksana (2006)
- Elida dan Hamidi
(2009)
Menyatakan
bahwa produk
turunan ubi kayu
mampu
menciptakan nilai
tambah positif
Metode Hayami
Tujuan keempat:
Strategi Pengembangan
Analisis SWOT
Hasil Penelitian
terdahulu:
- Mashuri (2006)
- Putra dkk. (2015)
Menyatakan bahwa
perusahaan berada
pada posisi V atau
kondisi
pertumbuhan/
stabilitas dengan
strategi integrasi
horizontal
Alternatif Strategi Pengembangan Usaha Olahan Tape
pada Agroindustri Koplak Food di Kabupaten Jember
Faktor
Internal:
S1, S2, S3, S4,
S5
W1, W2, W3,
W4, W5
Faktor Eksternal:
O1, O2, O3, O4,
O5
T1, T2, T3, T4
39
2.4 Hipotesis
1. Usaha ladrang tape dan keripik tape mampu menciptakan nilai tambah positif
2. Pendapatan yang diterima oleh Koplak Food dari produksi ladrang tape dan
keripik tape menguntungkan
3. Bauran pemasaran ladrang tape dan keripik tape yang paling menonjol adalah
Produk
4. Strategi pengembangan usaha ladrang tape dan keripik tape agroindustri
koplak food berada pada posisi V, artinya perusahaan berada pada kondisi
pertumbuhan/stabilitas sehingga strategi yang dapat dilakukan yaitu strategi
stabilitas atau pertumbuhan konsentrasi melalui integrasi horizontal.
40
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Penentuan Lokasi Penelitian
Penentuan daerah pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
purposive methode. Daerah yang dipilih dalam penelitian ini yaitu agroindustri
koplak food di Kabupaten Jember dengan pertimbangan bahwa terdapat inovasi
baru olahan tape yaitu keripik tape dan ladrang tape. Sementara ini hanya
agroindustri koplak food yang memproduksi tape menjadi keripik tape dan
ladrang tape, sehingga agroindustri koplak food dipilih sebagai lokasi penelitian.
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan
metode deskriptif dan analitik. Menurut Hamdi dan Bahruddin (2014) Penelitian
deskriptif merupakan suatu metode penelitian yang digunakan untuk memberikan
gambaran terkait dengan fenomena yang akan diteliti. Metode deskriptif dalam
penelitian ini digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena actual yang terjadi di
daerah penelitian, mendeskripsikan bauran pemasaran produk olahan tape dan
menginterpretasikan hasil penelitian. Metode analitik digunakan untuk
membuktikan hipotesis dengan menganalisa nilai tambah, pendapatan, serta
strategi pengembangan usaha olahan tape pada agroindustri koplak food.
3.3 Metode Pengambilan Contoh
Pengambilan contoh dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling.
Metode purposive sampling merupakan metode yang digunakan untuk mengambil
responden secara sengaja, dengan pertimbangan bahwa responden tersebut
mampu memberikan informasi terkait penelitian yang dilakukan. Untuk mencapai
tujuan penelitian terkait dengan nilai tambah dan pendapatan peneliti
menggunakan 4 responden (Tabel 3.1). Untuk mencapai tujuan terkait bauran
pemasaran peneliti menggunakan 12 responden (Tabel 3.2). Sedangkan untuk
mencapai tujuan penelitian terkait strategi pengembangan produk olahan tape
pada agroindustri koplak food, peneliti menggunakan 2 responden yang terdiri
41
dari 1 responden kunci dan 1 ekspert (Tabel 3.3). Berikut adalah tabel responden
yang digunakan dalam penelitian.
Tabel 3.1 Daftar Responden Penelitian untuk Tujuan Pertama dan Kedua
No Sampel Jumlah (Orang)
1 Pemilik Agroindustri Koplak Food 1
2 Tenaga Kerja 2
3 Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Jember 1
Total 4
Tabel 3.2 Daftar Responden Penelitian untuk Tujuan Ketiga
No Sampel Jumlah (Orang)
1 Pemilik Agroindustri Koplak Food 1
2 Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Jember 1
3 Konsumen 10
Total 12
Tabel 3.3 Daftar Responden Penelitian untuk Tujuan Keempat
No Sampel Jumlah (Orang)
1 Pemilik Agroindustri Koplak Food 1
2 Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Jember 1
Total 2
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data yaitu
metode wawancara, observasi, dan dokumentasi. Metode wawancara dilakukan
dengan menggunakan panduan wawancara yang telah disiapkan untuk
memperoleh informasi atau data primer yang dibutuhkan melalui narasumber
(pihak agroindustri) guna mencapai tujuan penelitian. Informasi yang dibutuhkan
yaitu terkait dengan komponen dalam perhitungan nilai tambah, pendapatan, serta
efisiensi usaha keripik tape dan ladrang tape. Metode observasi dilakukan dengan
mengamati proses pengolahan keripik tape dan ladrang tape serta untuk
mengetahui kondisi internal dan eksternal agroindustri dalam menentukan strategi
42
alternatif. Metode observasi juga diperlukan untuk mengetahui komponen-
komponen yang digunakan dalam proses pengolahan, dimana komponen-
komponen tersebut dapat berpengaruh terhadap total biaya yang dikeluarkan oleh
agroindustri Koplak Food. Metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh
data yang dapat menunjang penelitian, dimana data tersebut diperoleh melalui
catatan-catatan yang dimiliki oleh agroindustri. Pengumpulan data sekunder
dalam penelitian ini bersumber dari jurnal, buku, dan dinas terkait untuk
mendapatkan sebuah informasi mengenai masalah yang akan dibahas oleh
peneliti.
Penelitian ini menggunakan data primer pada bulan Agustus 2018. Pada
bulan Agustus 2018, pengolahan tape menjadi ladrang tape dilakukan sebanyak 12
kali dengan satu tenaga kerja. Sedangkan pengolahan keripik tape dilakukan
sebanyak 4 kali dengan dua tenaga kerja.
3.5 Metode Analisis Data
Metode analisis untuk menguji hipotesis pertama mengenai nilai tambah
dilakukan dengan menggunakan rumus dan tabel hayami untuk mengukur
seberapa besar nilai tambah yang diciptakan. Adapun rumus yang digunakan
dalam perhitungan nilai tambah yaitu:
VA = NP – IC
Keterangan:
VA : Nilai tambah (Value Added)
NP : Nilai Produksi
IC : Intermediet Cost
Kriteria pengambilan keputusan:
1. Apabila VA > 0 maka mampu memberikan nilai tambah
2. Apabila VA ≤ 0 maka tidak mampu memberikan nilai tambah
43
Tabel 3.4 Analisis Nilai Tambah Hayami
No Variabel Satuan Nilai
Output, Input, Harga
1 Output/total produksi Kg/periode (1)
2 Input/bahan baku Kg/periode (2)
3 Input TK HOK/periode (3)
4 Faktor Konversi (4) = (1) / (2)
5 Koefisien TK HOK/Kg (5) = (3) / (2)
6 Harga Produk Rp/Kg (6)
7 Upah rata-rata TK per HOK Rp/HOK (7)
Pendapatan dan Keuntungan
8 Harga input bahan baku Rp/Kg (8)
9 Sumbangan input lain Rp/Kg (9)
10 Nilai produk Rp/Kg (10) = (4) x (6)
11 a. Nilai tambah Rp/Kg (11a) = (10)-(8)-(9)
b. Rasio Nilai tambah % (11b) = (11a)/(10) x 100
12 a. Pendapatan TK Rp/Kg (12a) = (5) x (7)
b. Imbalan TK % (12b) = (12a)/(11a) x 100
13 a. Keuntungan Rp/Kg (13a) = (11a) – (12a)
b. Tingkat keuntungan % (13b) = (13a)/(10) x 100
Balas Jasa Untuk faktor Produksi
14 Marjin Rp/Kg (14) = (10) – (8)
a. Pendapatan TK % (14a) = (12a)/(14) x 100
b. Sumbangan input lain % (14b) = (9)/(14) x 100
c. Keuntungan Perusahaan % (14c) = (13a)/(14) x 100
Sumber; Hayami et.al (1987)
Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis kedua terkait
dengan pendapatan, dianalis menggunakan analisis pendapatan (Rahardja dan
Manurung, 2008). Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung pendapatan
adalah sebagai berikut:
Keterangan:
: Keuntungan (Rp/bulan)
TR : Total Penerimaan (Rp/bulan)
TC : Total Biaya Produksi (Rp/bulan)
Kriteria Pengambilan Keputusan:
1. Apabila TR > TC maka usaha tersebut mampu memberikan keuntungan bagi
agroindustri
44
2. Apabila TR = TC maka usaha tersebut tidak memberikan keuntungan ataupun
kerugian bagi agroindustri
3. Apabila TR < TC maka usaha tersebut tidak mampu memberikan keuntungan
bagi agroindustri
Perhitungan biaya dalam analisis pendapatan dilakukan secara finansial,
dimana perhitungan biaya dilakukan dengan menggunakan biaya eksplisit,
sehingga tenaga kerja dalam keluarga tidak dimasukkan dalam perhitungan biaya.
Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis ketiga terkait
dengan strategi pemasaran produk olahan tape pada agroindustri koplak food
menggunakan bauran pemasaran (marketing mix) yaitu 4P. Menurut Rangkuti
(1997) 4P meliputi:
1. Product: Produk didefinisikan sebagai sesuatu yang bisa ditawarkan ke pasar
untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen,
2. Price: Harga merupakan sejumlah uang yang harus dikorbankan oleh
konsumen atau pembeli untuk memperoleh suatu produk yang dibutuhkan atau
diinginkan.
3. Place: Tempat yang dimaksudkan terkait dengan pendistribusian suatu produk
4. Promotion: Promosi sering diartikan sebagai komunikasi membujuk atau
strategi komunikasi untuk meyakinkan konsumen tentang penawaran suatu
produk agar konsumen tersebut melakukan suatu tindakan
Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis keempat terkait
dengan strategi pengembangan usaha olahan tape, dianalis menggunakan analisis
SWOT. Menurut Rangkuti (1997) untuk memperoleh keputusan strategi yang
tepat bagi perusahaan perlu dilakukan beberapa tahapan analisis SWOT sebagai
berikut:
1. Tahap pengambilan data yaitu evaluasi faktor eksternal dan internal
tahap pengambilan data tersebut dilakukan dengan wawancara terhadap ahli
perusahaan yang bersangkutan untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi
kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi perusahaan.
45
2. Tahap analisis yaitu pembuatan matriks internal eksternal dan matriks SWOT.
Berikut adalah tabel IFE dan EFE.
Tabel 3.5 Evaluasi Faktor Internal (IFE) dan Evaluasi Faktor Eksternal (EFE)
Uraian Faktor-Faktor Internal dan Eksternal Bobot Rating Skor
1. Kekuatan
Kemampuan TK dalam penggunaan teknologi
Kemampuan agroindustri dalam memperoleh
bahan baku berkualitas
Ciri khas yang unik pada produk olahan tape
Promosi online dan offline yang efektif
Adanya legalitas usaha (Ijin usaha dan P-IRT)
2. Kelemahan
Skala produksi rendah
Jumlah TK terbatas
Masih kurang dikenal masyarakat
Perputaran modal yang kurang cepat
Kurangnya pencatatan keuangan
Total skor faktor kekuatan-kelemahan
3. Peluang
Pasar terbuka luas
Tingginya permintaan pasar
Produk sangat inovatif
Penggunaan teknologi modern
Adanya kerjasama dengan instansi
pendidikan
4. Ancaman
Kualitas bahan baku kurang konsisten
Harga bahan baku cenderung meningkat
Adanya negosiasi perluasan pasar yang
merugikan
Adanya subtitusi produk olahan tape
Total skor faktor peluang-ancaman
Sumber: Data primer
46
Adapun langkah-langkah dalam membuat matriks internal eksternal sebagai
berikut:
a. Dilakukan penyusunan semua faktor-faktor yang dimiliki oleh perusahaan dan
membagi menjadi dua bagian pada kolom 1 yaitu faktor internal dan eksternal.
b. Memberikan bobot pada masing-masing faktor pada kolom 2 mulai dari 1,0
(sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting) berdasarkan pengaruhnya
terhadap strategi perusahaan, dimana bobot tersebut diperoleh melalui berbagai
teknik pembobotan.
c. Mengisi perhitungan rating di kolom 3 pada setiap faktor-faktor tersebut
berdasarkan pengaruhnya terhadap kondisi perusahaan dengan rentang nilai
rating 1 (kurang berpengaruh) hingga 4 (sangat berpengaruh).
d. Mengisi kolom 4 dengan mengalikan bobot dan rating
e. Menjumlahkan total skor pembobotan masing-masing faktor internal
(kekuatan-kelemahan) dan eksternal (peluang-ancaman) untuk memperoleh
strategi yang tepat bagi perusahaan dengan meletakkan nilai pada kuadran
(gambar 3.1) yang sesuai kemudian dilakukan pembuatan matriks SWOT yang
akan menjelaskan alternatif strategi.
Gambar 3.1 Diagram Matriks Posisi Kompetitif Usaha Olahan Tape pada Agroindustri
Koplak Food di Kabupaten Jember
4
4 2
2
0
0
WHITE AREA
GREY AREA
GREY AREA
BLACK AREA
IFAS
EFAS
47
Gambar 3.2 Matriks Internal Eksternal
3. Tahap pengambilan keputusan
Kekuatan (Strength-S)
1. Kemampuan tenaga kerja
dalam penggunaan
teknologi
2. Kemampuan agroindustri
memperoleh bahan baku
berkualitas
3. Ciri khas unik pada
produk olahan tape
4. Promosi online dan offline
5. Adanya legalitas usaha
(SKU dan P-IRT)
Kelemahan (Weakness-W)
1. Skala produksi rendah
2. Jumlah tenaga kerja
terbatas
3. Kurang dikenal masyarakat
4. perputaran modal lambat
5. Kurangnya pencatatan
keuangan.
Peluang (Opportunities-O)
1. Pasar terbuka luas
2. Tingginya permintaan
pasar
3. Produk sangat inovatif
4. Penggunaan teknologi
modern
5. Adanya kerjasama dengan
instansi pendidikan
Strategi (S-O)
1. Menciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan
peluang
Strategi (W-O)
1. Menciptakan strategi yang
meminimalkan kelemahan
untuk memanfaatkan
peluang
IFAS
Kuat Rata-rata Lemah
TOTAL SKOR
T
O
T
A
L
S
K
O
R
EFAS Rendah
Menengah
Tinggi
4,0
2,0
3,0
1,0
2,0 3,0 1,0
I
Pertumbuhan
II
Pertumbuhan
III
Penciutan
IV
Stabilitas
V
Pertumbuhan/
Stabilitas
VI
Divestasi
VII
Pertumbuhan
VIII
Pertumbuhan
IX
Likuiditas
Faktor Internal
Faktor Eksternal
48
Ancaman (Threats-T)
1. Kualitas bahan baku
kurang konsisten
2. Harga bahan baku
cenderung meningkat
3. Adanya negosiasi
perluasan pasar yang
merugikan
4. Adanya subtitusi produk
olahan tape
Strategi (S-T)
1. Menciptakan strategi yang
menggunakan kekuatan
untuk mengatasi ancaman
Strategi (W-T)
1. Menciptakan strategi yang
meminimalkan kelemahan
dan menghindari ancaman
Gambar 3.3 Matriks SWOT
3.6 Definisi Operasional
1. Output merupakan produk ladrang tape dan keripik tape yang diproduksi oleh
agroindustri koplak food dinyatakan dalam satuan kilogram
2. Input merupakan faktor produksi yang digunakan oleh agroindustri koplak
food dalam mengolah tape menjadi keripik tape dan ladrang tape dinyatakan
dalam satuan kilogram
3. Faktor konversi merupakan jumlah produk olahan tape yang dihasilkan setiap
satu satuan input
4. Koefisien tenaga kerja merupakan jumlah tenaga kerja yang diperlukan dalam
mengolah satu satuan input dinyatakan dalam satuan HOK/Kg
5. Sumbangan input lain merupakan harga bahan lainnya yang digunakan dalam
proses pembuatan keripik tape dan ladrang tape, terkecuali bahan baku
dinyatakan dalam satuan Rp/Kg
6. Nilai produk merupakan harga output keripik tape dan ladrang tape per satuan
kilogram dinyatakan dalam satuan Rp/Kg
7. Nilai tambah merupakan Total biaya merupakan jumlah keseluruhan biaya
(biaya variabel dan biaya tetap) yang dikeluarkan oleh agroindustri untuk
memproduksi keripik tape dan ladrang tape dinyatakan dalam satuan Rp/Kg
8. Biaya eksplisit merupakan biaya yang dikeluarkan oleh agroindustri untuk
memproduksi keripik dan ladrang tape, dimana biaya tersebut dikeluarkan
dalam bentuk uang.
Lanjutan Gambar 3.3
49
9. Biaya variabel merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh agroindustri
untuk produksi keripik tape dan ladrang tape, dimana besarnya biaya
dipengaruhi oleh jumlah produksinya
10. Biaya tetap merupakan keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan oleh
agroindustri untuk produksi keripik tape dan ladrang tape, dimana besarnya
biaya relatif tetap
11. Produk merupakan sesuatu yang diproduksi oleh koplak food yaitu ladrang
tape dan keripik tape
12. Price merupakan harga yang ditawarkan oleh koplak food untuk produk
ladrang tape dan keripik tape
13. Place merupakan saluran distribusi yang dilakukan oleh koplak food dalam
menyampaikan produk ladrang tape dan keripik tape hingga ke konsumen
14. Promosi merupakan strategi komunikasi yang dilakukan koplak food dalam
menjualkan produk ke konsumen.
15. Faktor internal merupakan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh koplak
food dalam mengembangkan usaha ladrang tape dan keripik tape
16. Faktor eksternal merupakan peluang dan ancaman diluar agroindustri koplak
food yang mempengaruhi pengembangan usaha ladrang tape dan keripik tape.
17. Los-losan adalah produk keripik tape yang dijual dalam bentuk kiloan pada
reseller koplak food
18. Gur-gur adalah remahan produk keripik tape yang dijual oleh koplak food
dengan ukuran keripik lebih kecil dari ukuran keripik packing dan los-losan
50
BAB 4. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
4.1 Latar belakang Agroindustri Koplak Food
Agroindustri Koplak food terbentuk sejak 1 januari 2015, namun berdasarkan
surat keterangan usaha (SKU) Nomor: 518/3207/410/2016 secara resmi
agroindustri tersebut baru terdaftar di Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil dan
Menengah Kabupaten Jember pada tanggal 8 Maret 2016. Awal terbentuknya
usaha, agroindustri hanya mengolah salak untuk dijadikan beberapa produk
olahan, namun saat ini sudah merintis pada pengolahan komoditas lain seperti
tape dan kopi. Agroindustri ini terbentuk karena melimpahnya salak dengan grade
B dan dihargai dengan harga yang sangat murah sehingga dapat merugikan petani
salak di daerah tempat tinggal pemilik agroindustri. Hal tersebut mendorong
Muhammad Bustomi selaku pemilik agroindustri koplak food untuk mengolah
salak menjadi beberapa produk olahan seperti kurma salak, dodol salak, dan kopi
biji salak guna meningkatkan nilai jual salak grade B. Pengolahan salak tidak
hanya dilakukan pada daging buah saja, tetapi pemilik juga mengolah biji untuk
dijadikan sebagai kopi biji salak. Berikut adalah produk olahan salak yang
diproduksi oleh agroindustri koplak food.
Gambar 4.1 Produk Olahan Salak pada Agroindustri Koplak Food
51
Pada pertengahan tahun 2015 selain berinovasi untuk mengolah salak,
agroindustri koplak food tertarik untuk mengolah tape menjadi produk olahan lain
yang lebih inovatif, karena menurut pemilik agroindustri terdapat peluang untuk
mengembangkan produk inovasi olahan tape selain suwar-suwir dan prol tape di
Kabupaten Jember. Tape yang digunakan agroindustri diperoleh dari pengepul
tape di daerah mumbulsari Jember, karena pihak agroindustri merasa belum
mampu jika mengolah tape sendiri. Adapun produk inovasi olahan tape yang
pertama diproduksi oleh agroindustri koplak food adalah keripik tape tradisional
dikenal dengan ladrang tape, diikuti dengan produksi keripik tape modern
menggunakan vacuum frying pada bulan November 2017. Berdasarkan Serifikat
Produksi Pangan Industri Rumah Tangga Nomor 503/A.I/SPP-
IRT/0274.B/35.09.325/2018 agroindustri koplak food memiliki legalitas P-IRT
NO:5153509080132-23 dimana agroindustri dianggap telah memenuhi
persyaratan pemberian SPP-IRT berdasarkan peraturan Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan Republik Indonesia tentang Pedoman pemberian SPP-IRT
Nomor : HK. 03.1.23.04.12.2205. Berikut adalah produk olahan tape yang
diproduksi oleh agroindustri koplak food.
Gambar 4.2 Produk Olahan Tape pada Agroindustri Koplak Food
Disisi lain, banyaknya agroindustri di Jember yang mengolah produk turunan
tape menyebabkan permintaan tape semakin meningkat dibanding dengan
persediaan tape pada pengepul, sehingga harga tape yang diperoleh agroindustri
52
mengalami peningkatan pada tahun 2018. Harga awal tape yang semula hanya Rp
5.000/kg saat ini mencapai Rp 7.000/kg. Peningkatan harga tersebut tidak
merubah harga jual ladrang tape dan keripik tape dalam kemasan. Ladrang tape
kemasan 150 gram dijual dengan harga Rp 15.000, harga tersebut setara dengan
harga jual keripik tape kemasan 125 gram. Saluran pemasaran olahan tape pada
agroindustri terdiri dari 3 saluran yaitu:
Saluran I : Agroindustri koplak food – konsumen
Saluran II : Agroindustri koplak food – toko oleh-oleh – konsumen
Saluran III : Agroindustri koplak food – reseller – toko oleh-oleh – konsumen
4.2 Struktur Organisasi Agroindustri Koplak Food
Gambar 4.3 Struktur Organisasi Agroindustri Koplak Food
A. Tugas dari ketua meliputi:
1. Memimpin dan bertanggung jawab seluruh kinerja dari karyawan UD.
Koplak Food
2. Merencanakan, mengarahkan, menganalisa, mengevaluasi, serta menilai
kegiatan-kegiatan yang berlangsung pada UD. Koplak Food
3. Memeriksa administrasi pembukuan, proses produksi dan pemasaran produk
Ketua:
Muhammad Bustomy
Wakil Ketua:
Indah Puji Lestari
Bendahara:
Istutik Ilmiah
CO Produksi:
1. M. Sulton (Keripik
Tape)
2. Jamilah (Ladrang Tape)
3. Ibu Sulastri (Salak)
CO Pengemasan:
Ahmad Nadi CO Pemasaran:
Ahmad
Sugiyanto
53
B. Tugas dari wakil ketua meliputi:
1. Menggantikan posisi ketua apabila sedang berhalangan
2. Mengawasi proses produksi mulai pembuatan hingga pemasaran
C. Tugas dari bendahara meliputi:
1. Mencatat pengeluaran dan pemasukan keuangan
2. Menyimpan nota pembayara dari pihak pusat oleh-oleh Jember
D. Tugas dari bagian produksi meliputi:
1. Memproduksi produk olahan UD. Koplak Food
E. Tugas dari bagian pengemasan meliputi:
1. Mengemas produk yang telah diproduksi oleh bagian produksi
F. Tugas dari pemasaran meliputi:
1. Mengantar atau memasarkan produk yang telah dikemas oleh bagian
pengemasan
4.3 Proses Produksi Ladrang Tape dan Keripik Tape
A. Proses produksi ladrang tape
Ladrang tape merupakan salah satu produk inovasi olahan tape yang
diproduksi oleh agroindustri koplak food. Pengolahan ladrang tape dilakukan
seiring dengan pengolahan keripik tape, karena tape yang digunakan untuk
ladrang tape merupakan sisa potongan dari tape yang akan digunakan keripik,
kemudian ditambahkan dengan beberapa bahan tambahan (sumbangan bahan lain)
seperti tepung, gula, mentega, telur dan minyak. Selain ditunjang dengan bahan
tambahan, proses pengolahan ladrang tape juga didukung dengan ketersediaan
peralatan seperti gilingan stainless, gilingan kayu, mesin sealer, baskom, nampan
plastik, timbangan, wajan penggorengan, spatula, dan saringan. Berikut adalah
tahap-tahap pengolahan ladrang tape.
1. Menyiapkan bahan baku dan alat yang akan digunakan
Tahap pertama proses pembuatan ladrang tape yaitu menyiapkan bahan-
bahan dan peralatan yang akan digunakan. Bahan-bahan yang digunakan dalam
pembuatan ladrang tape meliputi telur, gula, mentega, minyak, tepung dan tape,
dimana tape yang digunakan cenderung yang sudah hancur seperti pada gambar
54
4.4. Peralatan yang digunakan dalam pembuatan ladrang tape meliputi alat
gilingan stainless, gilingan kayu, pemotong ladrang, baskom, wajan
penggorengan, spatula dan saringan.
Gambar 4.4 Tape yang Akan digunakan Ladrang Tape
2. Mencampur bahan-bahan
Tahap kedua yaitu mencampur bahan-bahan seperti telur, tepung, mentega,
gula dan tape dalam sebuah baskom. Sebelum mencampur semua bahan, terlebih
dahulu tape dihancurkan dan dihilangkan seratnya agar lembaran adonan ladrang
menjadi rata (tidak mengganjal). Setelah tape dihancurkan, bahan-bahan
tambahan pembuatan ladranng dimasukkan dan diuleni, kemudian di bentuk
menjadi beberapa bulatan besar yang nantinya akan digiling menggunakan
gilingan kayu dan gilingan stainless.
Gambar 4.5 Proses Penambahan Bahan Baku Lain Untuk Ladrang Tape
55
Gambar 4.6 Adonan Ladrang Tape Siap Digiling
3. Menggiling Adonan
Tahapan berikutnya yaitu menggiling adonan dengan menggunakan gilingan
kayu terlebih dahulu agar bulatan besar tersebut berbentuk pipih untuk
memudahkan adonan masuk dalam gilingan stainless. Setelah adonan berbentuk
cukup pipih, adonan tersebut digiling menggunakan gilingan stainless, dimana
proses penggilingan dilakukan dengan 2 tahap yaitu menggiling dengan ketebalan
sedang, kemudian digiling lagi dengan ketebalan yang paling kecil untuk
membentuk adonan menjadi lembaran tipis yang siap dipotong.
Gambar 4.7 Proses Penggilingan Menggunakan Gilingan Kayu
56
Gambar 4.8 Adonan Ladrang Tape Siap Dipotong
4. Pemotongan Ladrang Tape
Adonan ladrang yang siap dipotong yaitu adonan ladrang yang sudah
menjadi lembaran tipis. Ladrang tape dipotong dengan menggunakan peralatan
sederhana seperti gerigi sehingga terbentuk gerigi pada pinggiran ladrang tape.
Setelah lembaran ladrang tape dipotong, maka adonan ladrang sudah siap
digoreng.
Gambar 4.9 Proses Pemotongan Ladrang Tape
57
5. Proses penggorengan ladrang tape
Adonan ladrang yang sudah dipotong kemudian digoreng menggunakan api
sedang dengan minyak yang cukup banyak agar ketika ladrang matang bisa
mengambang dan mudah untuk dibolak balikkan. Ketika proses penggorengan,
diupayakan jumlah potongan adonan ladrang yang dimasukkan tidak terlalu
banyak, menyesuaikan dengan minyak yang digunakan. Apabila sudah matang,
ladrang tape ditiriskan diatas saringan kemudian dimasukkan kedalam plastic
packing besar.
Gambar 4.10 Ladrang Tape Siap Dikemas
B. Proses produksi keripik tape
Keripik tape merupakan produk inovasi olahan tape yang diproduksi oleh
agroindustri koplak food. Pengolahan keripik tape dilakukan secara modern
menggunakan teknologi vacuum frying. Keripik tape pada proses pengolahannya
menggunakan bahan baku tape kuning. Bahan baku tersebut sangat
mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan oleh agroindustri, karena tape
kuning dan tape putih memiliki perbedaan apabila diolah menjadi keripik tape.
Tape kuning memiliki tampilan yang lebih bagus daripada tape putih, selain itu
tape kuning juga mampu memberikan cita rasa tape yang khas (manis dan
asamnya lebih terasa) dibandingkan tape putih yang menurut pemilik dirasa
“ampyang”. Berikut adalah tahap-tahap pengolahan keripik tape.
58
1. Pemotongan tape
Tahap pertama proses pengolahan tape menjadi keripik tape dilakukan
dengan memotong bahan baku tape agar produk keripik tape yang dihasilkan
seragam, baik dari segi kematangan dan ukuran. Setelah tape dipotong, tape
dimasukkan kedalam kulkas penyimpanan kurang lebih satu hari agar menjadi
beku seperti gambar 4.12.
Gambar 4.11 Proses Pemotongan Tape yang Akan Diolah Menjadi Keripik Tape
Gambar 4.12 Hasil Potongan Tape yang Sudah Beku Siap Diolah
59
2. Penggorengan tape
Tahap selanjutnya yaitu menggoreng tape yang sebelumnya sudah
didiamkan dalam kulkas. Proses penggorengan tape dilakukan dengan menata rapi
tape pada vacuum frying agar tidak terdapat ruang kosong pada vacuum frying,
dimana kapasitas vacuum frying dalam satu kali penggorengan sebanyak 8 kg.
Setelah tape diproses menggunakan vacuum frying, tahap selanjutnya yaitu
meniriskan minyak dengan menggunakan spinner.
Gambar 4.13 Proses Penataan Tape pada Vacuum frying
3. Meniriskan keripik tape
Keripik tape yang sudah selesai di goreng didiamkan beberapa menit
kemudian ditiriskan menggunakan spinner. Proses penirisan dilakukan dengan
mengambil sedikit demi sedikit keripik tape yang sudah selesai di vacuum frying.
Penirisan ini bertujuan untuk menghilangkan minyak yang masih menempel agar
produk mampu bertahan lama dalam kemasan.
60
Gambar 4.14 Proses Menghilangkan Minyak pada Keripik Tape Menggunakan Spinner
4. Pengemasan
Proses pengemasan dilakukan menggunakan timbangan digital. Keripik tape
dikemas dengan ukuran 125 gram tiap kemasannya sedangkan untuk ladrang tape
dikemas dengan ukuran 150 gram per kemasan.
Gambar 4.15 Proses Pengemasan Keripik Tape
61
Gambar 4.16 Hasil Produksi Keripik Tape dan Ladrang Tape yang Sudah Dikemas
62
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Nilai Tambah Produk Olahan Tape pada Agroindustri Koplak
Food di Kabupaten Jember
Nilai tambah merupakan perubahan nilai pada suatu komoditas akibat
adanya perlakuan yang diberikan pada komoditas tersebut. Pada penelitian ini
nilai tambah yang dimaksudkan adalah pertambahan nilai tape menjadi ladrang
dan keripik tape. Metode analisis yang digunakan untuk menghitung nilai tambah
tape menjadi ladrang tape dan keripik tape yaitu metode hayami.
Ladrang tape dan keripik tape merupakan produk inovasi yang diproduksi
oleh agroindustri koplak food. Pada penelitian ini, analisis perhitungan nilai
tambah dilakukan dengan menggunakan data primer pada bulan agustus 2018.
Selama bulan Agustus 2018, pengolahan ladrang tape dilakukan sebanyak 12 (dua
belas) kali dengan menggunakan 1 (satu) orang tenaga kerja yang sistem
pengupahannya berdasarkan kilogram bahan baku tape. Pengolahan keripik tape
dilakukan sebanyak 4 (empat) kali, dimana satu proses produksi keripik tape
membutuhkan waktu 3 hari dengan 2 (dua) tenaga kerja tiap harinya.
5.1.1 Analisis Nilai Tambah Ladrang Tape pada Agroindustri Koplak Food di
Kabupaten Jember
Nilai tambah merupakan perubahan nilai pada tape yang diciptakan karena
adanya proses pengolahan tape menjadi ladrang tape, sehingga dapat
meningkatkan harga jual produk. Ladrang tape merupakan produk inovasi olahan
tape yang diproduksi oleh agroindustri koplak food selain keripik tape. Berbeda
dengan keripik tape, ladrang tape diproses secara tradisional dengan
menggunakan beberapa bahan tambahan sehingga rasa khas asam manis tape
tidak terlalu menonjol seperti keripik tape. Bahan baku lain yang digunakan untuk
campuran ladrang tape meliputi tepung, gula, telur, mentega, dan minyak. Selain
ditunjang dengan bahan tambahan, proses pengolahan ladrang tape juga didukung
dengan ketersediaan peralatan seperti gilingan stainless, gilingan kayu mesin
sealer, baskom, nampan plastik, timbangan, wajan penggorengan, spatula, dan
63
saringan. Adanya pengolahan tape menjadi ladrang tape merupakan suatu upaya
untuk meningkatkan nilai tambah tape. Berikut adalah tabel analisis nilai tambah
ladrang tape pada agroindustri koplak food di Kabupaten Jember.
Tabel 5.1 Nilai Tambah Ladrang Tape pada Agroindustri Koplak Food di Kabupaten
Jember
No. Analisis Nilai Tambah Satuan Formulasi Nilai
Output, Input, Harga
1 Output/total produksi Kg/siklus [1] 6,775
2 Input/bahan baku Kg/siklus [2]
a. Tape
4,917
b. Tepung
4,917
Total input bahan baku
9,834
3 Input TK HOK/siklus [3] 1
4 Faktor Konversi
[4] = [1] / [2] 0,689
5 Koefisien TK HOK/Kg [5] = [3] / [2] 0,102
6 Harga Produk Rp/Kg [6] 100.000,00
7 Upah rata-rata TK per HOK Rp/HOK [7] 49.170,00
Pendapatan dan Keuntungan
8 Harga input bahan baku
[8]
a. Bahan baku tape Rp/Kg
3.500,00
b. Bahan baku tepung Rp/Kg
4.500,00
Total bahan baku Rp
8.000,00
9 Sumbangan input lain
[9]
a. Biaya penolong Rp/Kg
13.367,00
b. Biaya penyusutan alat Rp/Kg
1.272,00
Total sumbangan lain Rp
14.639,00
10 Nilai produk Rp/Kg [10] = [4] x [6] 68.893,63
11 a. Nilai tambah Rp/Kg [11a] = [10] - [8] - [9] 46.255,07
b. Rasio nilai tambah % [11b] = [11a]/[10] x 100 67,14
12 a. Pendapatan Rp/Kg [12a] = [5] x [7] 5.000,00
b. Imbalan TK % [12b] = [12a]/[11a] x 100 10,18
13 a. Keuntungan Rp/Kg [13a] = [11a] - [12a] 41.255,07
b. Tingkat keuntungan % [13b] = [13a]/[10] x 100 59,88
Sumber: Data Primer Bulan Agustus 2018 (Lampiran 5.9. Halaman 116)
Pada bulan Agustus 2018, pengolahan ladrang tape dilakukan sebanyak 12
kali. Berdasarkan Tabel 5.1 terdapat dua bahan baku utama yang digunakan untuk
membuat ladrang tape yaitu tape dan tepung. Rata- rata bahan baku tape dan
tepung yang digunakan masing-masing sebanyak 4,917 kg, sehingga total bahan
baku sebanyak 9,834 kg. Rata-rata output ladrang tape yang dihasilkan dalam satu
64
kali produksi sebanyak 6,775 kg. Nilai faktor konversi ladrang tape sebesar 0,689
artinya setiap 1 kilogram bahan baku tape dan tepung yang digunakan mampu
menghasilkan output sebesar 0,689 kg ladrang tape. Ladrang tape yang sudah
dikemas, dipasarkan dengan harga Rp 15.000/pcs kemasan 150 gram. Satu kali
proses produksi membutuhkan waktu 6 jam dengan 1 tenaga kerja, dimana dalam
6 jam mampu menyelesaikan 4,917 kg bahan baku tape. 1 HOK setara dengan 6
jam sehingga input tenaga kerja yang dibutuhkan setiap kali produksi sebesar 1
HOK/siklus. Upah yang diterima tenaga kerja tiap HOK sebesar Rp 49.170.
Koefisien tenaga kerja pengolahan keripik tape sebesar 0,102 artinya curahan
tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengolah 1 kg tape dan tepung adalah 0,102
HOK dalam satu kali siklus produksi.
Proses pengolahan ladrang tape menggunakan dua bahan baku utama yaitu
tape dan tepung, dimana harga yang digunakan untuk satu kilogram campuran
tape dan tepung sebesar Rp 8.000/kg tape dan tepung. Ladrang tape diolah secara
tradisional dengan menggunakan gilingan stainless. Pengolahan ladrang tape
menggunakan beberapa bahan tambahan seperti telur, mentega, gula, dan
penunjang seperti minyak, gas, kemasan, stiker, dan tas kertas serta biaya
penyusutan alat dengan total nilai sumbangan bahan lain sebesar Rp. 14.639. Nilai
produk dari proses pengolahan tape menjadi ladrang tape sebesar Rp. 68.893,63
artinya nilai ladrang tape dalam setiap 1 kg bahan baku tape dan tepung yang
digunakan sebesar Rp. 68.893,63.
Nilai tambah merupakan hasil dari nilai produk dikurangi dengan biaya input
dan bahan baku lain selain tenaga kerja. Berdasarkan hasil perhitungan,
pengolahan tape menjadi ladrang tape dapat dikatakan mampu memberikan nilai
tambah karena nilai tambahnya lebih dari nol (0). Nilai tambah yang diciptakan
melalui proses pengolahan sebesar Rp. 46.255,07 artinya setiap 1 kg bahan baku
tape dan tepung yang digunakan mampu menciptakan nilai tambah sebesar Rp.
46.255,07. Rasio nilai tambah tape menjadi ladrang tape sebesar 67,14% artinya
setiap Rp. 100 nilai produk akan diperoleh nilai tambah sebesar Rp. 67,14.
Pendapatan tenaga kerja diperoleh dari perkalian antara koefisien tenaga
kerja dan upah tenaga kerja, sehingga diperoleh pendapatan tenaga kerja sebesar
65
Rp 5.000,00. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendapatan tenaga kerja tiap
kilogram ladrang tape yang dihasilkan sebesar Rp. 5.000,00. Rasio tenaga kerja
diperoleh melalui pembagian pendapatan tenaga kerja dengan nilai tambah dikali
100% sehingga diperoleh rasio sebesar 10,18% artinya bagian tenaga kerja
terhadap nilai tambah sebesar 10,18% dari total nilai tambah. Keuntungan
diperoleh dari nilai tambah dikurangi pendapatan tenaga kerja, sehingga diperoleh
keuntungan pengolahan tape menjadi keripik tape sebesar Rp. 41.255,07/kg tape
dan tepung. Tingkat keuntungan merupakan keuntungan dibagi nilai produk
dikalikan 100% sehingga diperoleh nilai sebesar 59,88%. Hal ini menunjukkan
bahwa keuntungan yang diperoleh agroindustri koplak food sebesar Rp. 41.255,07
setiap kg dari total nilai output. Berdasarkan hasil analisis nilai tambah, dapat
diketahui bahwa pengolahan tape menjadi ladrang tape mampu memberikan nilai
tambah karena nilai tambah lebih dari nol (VA > 0)
5.1.2 Analisis Nilai Tambah Keripik Tape pada Agroindustri Koplak Food di
Kabupaten Jember
Keripik tape merupakan produk inovasi olahan tape dengan cita rasa asam
manis yang khas. Selama bulan Agustus 2018, pengolahan tape menjadi keripik
tape dilakukan sebanyak 4 (empat) kali proses produksi. Satu kali proses produksi
keripik tape membutuhkan waktu 3 hari setelah tape dipotong, dimana setiap
harinya menggunakan tenaga kerja sebanyak 2 (dua) orang. Berbeda dengan
ladrang, keripik tape diolah menggunakan teknologi modern berupa vacuum
frying kemudian dikemas. Terdapat tiga bentuk kemasan pada keripik tape yaitu
kemasan plastik kilogram (los-losan), kemasan foil (125 gram), dan plastik gur-
gur (250 gram). Masing-masing kemasan memiliki perbedaan dari segi mutu
produk, kemasan, dan harga jual. Dari segi mutu produk, terutama ukuran keripik,
los-losan sama dan packing memiliki ukuran yang sama, sedangkan gur-gur
memiliki ukuran yang lebih kecil. Dari sisi kemasan, los-losan dikemas
menggunakan plastik kiloan sama dengan gur-gur, sedangkan keripik tape
packing dikemas dalam foil. Dari sisi produk, gur-gur memiliki ukuran lebih kecil
66
daripada los-losan dan packing. Dari sisi harga, produk yang di packing memiliki
harga lebih tinggi dibandingkan kedua produk lainnya.
Tabel 5.2 Nilai Tambah Keripik Tape pada Agroindustri Koplak Food di Kabupaten
Jember
No. Analisis Nilai Tambah Satuan Formulasi Nilai
Output, Input, Harga
1 Keripik tape Kg/siklus [1] 24,156
a. Los-losan 6,75
b. Packing 16,84
c. Gur-gur 0,56
2 Tape singkong Kg/siklus [2] 70,5
3 Input Tenaga Kerja HOK/siklus [3] 6
4 Faktor Konversi
[4] = [1] / [2] 0,34
5 Koefisien Tenaga Kerja HOK/Kg [5] = [3] / [2] 0,09
6 Harga Produk Rp/Kg [6] 104.165,59
7 Upah rata-rata TK per HOK Rp/HOK [7] 61.750,00
Pendapatan dan Keuntungan
8 Harga tape singkong Rp/Kg [8] 7.000,00
9 Sumbangan input lain Rp/Kg [9]
a. Biaya minyak
1.223,40
b. Biaya gas
1.021,28
c. Biaya kemasan
2.596,45
d. Biaya stiker
573,40
e. Biaya penyusutan alat
1.711,39
Total input lain Rp
7.125,93
10 Nilai produk Rp/Kg [10] = [4] x [6] 35.691,49
11 a. Nilai tambah Rp/Kg [11a] = [10] - [8] - [9] 21.565,56
b. Rasio nilai tambah % [11b] = [11a]/[10] x 100 60,42
12 a. Pendapatan Tenaga Kerja Rp/Kg [12a] = [5] x [7] 5. 255,32
b. Rasio Tenaga Kerja % [12b] = [12a]/[11a] x 100 24,37
13 a. Keuntungan Rp/Kg [13a] = [11a] - [12a] 16.310,00
b. Tingkat keuntungan % [13b] = [13a]/[10] x 100 46,00
Sumber: Data Primer Bulan Agustus 2018 (Lampiran 5.18, Halaman 127)
Berdasarkan Tabel 5.2 dapat diketahui bahwa pada bulan Agustus 2018 rata-
rata produksi keripik tape pada agroindustri koplak food dalam satu kali proses
produksi sebesar 70,5 kilogram bahan baku dengan rata-rata output sebanyak
24,156 kilogram keripik tape. Nilai faktor konversi keripik tape sebesar 0,34
artinya setiap 1 kilogram bahan baku tape yang digunakan mampu menghasilkan
output sebesar 0,34 kg keripik tape. Keripik tape dijual dalam tiga kemasan
berbeda yaitu los-losan (kg) seharga Rp. 70.000, packing menggunakan kemasan
67
foil (pcs/125gram) seharga Rp. 15.000, dan gur-gur (pcs/250 gram) seharga Rp.
10.000. Satu kali proses produksi membutuhkan waktu 3 (tiga) hari dengan 2
(dua) tenaga kerja tiap harinya, sehingga input tenaga kerja yang dibutuhkan
setiap kali produksi sebesar 6 HOK/periode. Upah yang diterima tenaga kerja tiap
HOK sebesar Rp 61.750. Koefisien tenaga kerja pengolahan keripik tape sebesar
0,09 artinya curahan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengolah 1 kg tape
adalah 0,09 HOK dalam satu kali produksi.
Agroindustri koplak food memperoleh bahan baku tape dari pengepul tape di
Jember dengan harga Rp 7.000/kg. Proses pengolahan keripik tape cukup
sederhana dan tidak membutuhkan bahan campuran seperti pembuatan ladrang
tape, sehingga input lain yang digunakan hanya meliputi gas, minyak, kemasan,
stiker, dan biaya penyusutan alat dengan total nilai sumbangan bahan lain sebesar
Rp. 7.125,93. Nilai produk dari proses pengolahan tape menjadi keripik tape
sebesar Rp. 35.691,49. artinya nilai keripik tape dalam setiap 1 kg bahan baku
tape yang digunakan sebesar Rp. 35.691,49.
Nilai tambah merupakan hasil dari nilai produk dikurangi dengan biaya input
dan bahan baku lain selain tenaga kerja. Berdasarkan hasil perhitungan,
pengolahan tape menjadi keripik tape dapat dikatakan mampu memberikan nilai
tambah karena nilai tambahnya lebih dari nol (0). Nilai tambah yang diciptakan
melalui proses pengolahan sebesar Rp. 21.565,56 artinya setiap 1 kg bahan baku
tape yang digunakan mampu menciptakan nilai tambah sebesar Rp. 21.565,56.
Rasio nilai tambah tape menjadi keripik tape sebesar 60,42% artinya setiap Rp.
100 nilai produk akan diperoleh nilai tambah sebesar Rp. 60,42.
Pendapatan tenaga kerja diperoleh dari perkalian antara koefisien tenaga kerja
dan upah tenaga kerja, sehingga diperoleh pendapatan tenaga kerja sebesar Rp
5.255,32. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendapatan tenaga kerja tiap kilogram
keripik tape yang dihasilkan sebesar Rp. 5.255,32. Rasio tenaga kerja diperoleh
melalui pembagian pendapatan tenaga kerja dengan nilai tambah dikali 100%
sehingga diperoleh rasio sebesar 24,37% artinya bagian tenaga kerja terhadap nilai
tambah sebesar 24,37% dari total nilai tambah. Keuntungan diperoleh dari nilai
tambah dikurangi pendapatan tenaga kerja, sehingga diperoleh keuntungan
68
pengolahan tape menjadi keripik tape sebesar Rp. 16.310,00/kg tape dengan
tingkat keuntungan sebesar 46%. Hal ini menunjukkan bahwa keuntungan yang
diperoleh agroindustri koplak food sebesar Rp 16.310,00 setiap kg dari total nilai
output.
5.1.3 Analisis Nilai Tambah Ladrang Tape dan Keripik Tape pada Agorindustri
Koplak Food di Kabupaten Jember
Pengolahan tape menjadi ladrang dan keripik tape mampu menghasilkan nilai
tambah positif dimana VA > 0, artinya hipotesis pengolahan tape memberikan
nilai tambah postif diterima. Berikut adalah perbandingan nilai tambah yang
diperoleh agroindustri koplak food dalam mengolah tape menjadi ladrang dan
keripik tape.
Tabel 5.3 Nilai Tambah Ladrang Tape dan Keripik Tape pada Agroindustri Koplak Food
di Kabupaten Jember
No. Analisis Nilai Tambah Satuan Ladrang Tape Keripik Tape
Output, Input, Harga
1 Output/total produksi Kg/siklus 6,775 24,156
a. Los-losan 6,75
b. Packing 6,775 16,84
c. Gur-gur 0,56
2 Input/bahan baku Kg/siklus
a. Tape 4,917 70,5
b. Tepung 4,917
Total input bahan baku 9,834
3 Input TK HOK/siklus 1 6
4 Faktor Konversi 0,689 0,34
5 Koefisien TK HOK/Kg 0,102 0,09
6 Harga Produk Rp/Kg 100.000,00 104.165,59
7 Upah rata-rata TK per HOK Rp/HOK 49.170,00 61.750,00
Pendapatan dan Keuntungan
8 Harga input bahan baku
a. Bahan baku tape Rp/Kg 3.500,00 7.000,00
b. Bahan baku tepung Rp/Kg 4.500,00
Total bahan baku 8.000,00
9 Sumbangan input lain
a. Biaya penolong Rp/Kg 13.367,00 5414,54
b. Biaya penyusutan alat Rp/Kg 1.272,00 1.711,39
69
Total sumbangan lain Rp 14.639,00 7.125,93
10 Nilai produk Rp/Kg 68.893,63 35.691,49
11 a. Nilai tambah Rp/Kg 46.255,07 21.565,56
b. Rasio nilai tambah % 67,14 60,42
12 a. Pendapatan Rp/Kg 5.000,00 5.255,32
b. Imbalan TK % 10,18 24,37
13 a. Keuntungan Rp/Kg 41.255,07 16.310,00
b. Tingkat keuntungan % 59,88 50,00
Sumber: Data Primer Bulan Agustus 2018 (Lampiran 5.9 dan 5.18, Halaman 116 dan
127)
Agroindustri koplak food mengolah tape menjadi produk turunannya seperti
ladrang dan keripik tape. Berdasarkan Tabel 5.3 kedua produk tersebut mampu
memberikan nilai tambah positif, dimana VA > 0 artinya hipotesis terkait
pengolahan tape memberikan nilai tambah positif diterima. Ladrang tape dan
keripik tape mampu memberikan nilai tambah yang berbeda, dimana pengolahan
ladrang mampu memberikan nilai tambah sebesar Rp 46.255,07/kg dengan rasio
nilai tambah sebesar 67,14% sedangkan keripik tape mampu memberikan nilai
tambah sebesar Rp. 21.565,56/kg dengan rasio nilai tambah sebesar 60,42%.
Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh besarnya sumbangan bahan lain atau
intermediet cost (IC) dan nilai produk (NP) dimana VA = NP – IC.
Nilai tambah ladrang tape lebih besar dibandingkan dengan keripik tape
karena ladrang tape hanya dijual dalam kemasan 150 gram dengan harga
Rp.15.000/pcs sedangkan keripik tape dijual dengan kemasan yang berbeda-beda
sehingga dapat mempengaruhi nilai produk dan nilai tambah. Berdasarkan Tabel
5.3 diperoleh nilai produk ladrang tape yaitu Rp 68.893.63 sedangkan nilai produk
keripik tape yaitu Rp. 35.691,49. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai produk
ladrang tape lebih besar meski intermediet cost juga lebih besar daripada keripik
tape. Keuntungan yang diperoleh dalam produksi ladrang tape juga lebih besar
daripada keripik tape. Satu kilogram tape dan tepung untuk ladrang tape mampu
menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 41.255,07 sedangkan keuntungan satu
kilogram tape untuk keripik sebesar Rp 16.310,00.
Menurut penelitian Leksana (2006) dengan judul “Analisis Nilai Tambah dan
Prospek Agroindustri Suwar Suwir di Kabupaten Jember”. Nilai tambah suwar-
Lanjutan Tabel 5.3
70
suwir sebesar Rp 2.816,90/kg bahan baku. Artinya penerimaan yang diperoleh
agroindustri suwar suwir tiap satu kilogram bahan baku yang digunakan sebesar
Rp 2.816,90/kg. Apabila dibandingkan dengan nilai tambah produk inovasi tape
koplak food, ladrang tape dan keripik tape memiliki nilai tambah yang lebih besar
daripada suwar suwir.
5.2 Analisis Pendapatan Produk Olahan Tape pada Agroindustri Koplak
Food di Kabupaten Jember
Analisis pendapatan produk olahan tape pada penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui besarnya pendapatan yang diterima oleh agroindustri koplak food
dalam mengolah tape menjadi produk olahan tape yang lebih inovatif. Selain itu
harga bahan baku tape yang cenderung mengalami peningkatan juga mendorong
peneliti untuk melakukan penelitian terkait pendapatan, dimana perolehan
pendapatan dan keuntungan merupakan salah satu tujuan dari terbentuknya
agroindustri. Analisis pendapatan pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan perhitungan laba melalui pendekatan totalitas, yaitu
membandingkan antara pendapatan total (TR) dan biaya total (TC). Pendapatan
total merupakan perkalian antara harga output olahan tape (Pkeripik, Pladrang) dan
jumlah produksi olahan tape (Qkeripik, Qladrang), sehingga TR = P . Q. Total biaya
merupakan penjumlahan dari total biaya tetap (TFC) dan total biaya variabel
(TVC), sehingga TC = TFC + TVC. Adapun rumus perhitungan dengan
pendekatan totalitas yaitu: π = TR – TC.
5.2.1 Analisis Pendapatan Ladrang Tape pada Agroindustri Koplak Food di
Kabupaten Jember
Ladrang tape merupakan produk olahan tape yang diproduksi agroindustri
koplak food selain keripik tape. Berbeda dengan keripik tape, ladrang tape diolah
menggunakan peralatan yang masih tradisional seperti gilingan stainless, gilingan
kayu dan di goreng menggunakan wajan alat penggorengan biasa. Proses
pengolahan ladrang tape bulan Agustus 2018 dilakukan sebanyak 12 kali
produksi. Total bahan baku tape dan tepung yang digunakan masing-masing
sebanyak 59 kg dengan rata-rata 4,917 kg tiap satu kali produksi. Output ladrang
71
tape yang dihasilkan sebanyak 81,30 kg dengan rata-rata output yang dihasilkan
tiap produksi sebanyak 6,775 kg pada bulan Agustus 2018. Selama proses
produksi dilakukan, tentunya terdapat beberapa biaya yang dikeluarkan oleh
agroindustri. Berikut adalah total biaya ladrang tape pada agroindustri koplak food
di Kabupaten Jember.
Tabel 5.4 Total Biaya Usaha Ladrang Tape pada Agroindustri Koplak Food di
Kabupaten Jember
No. Uraian Jumlah (Rp/bulan)
1 Biaya Tetap 150.056,00
2 Biaya Variabel 3.111.295,00
Total Biaya 3.261.351,00
Sumber: Data Primer Diolah 2018 (Lampiran 5.6, Halaman 114)
Berdasarkan Tabel 5.4 Proses pengolahan ladrang tape dilakukan dengan
menggunakan beberapa peralatan dan bahan lain yang tentunya mempengaruhi
biaya produksi ladrang tape. Terdapat 2 jenis biaya yaitu biaya tetap dan biaya
variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang harus dibayarkan oleh agroindustri,
dimana besar kecilnya biaya tersebut tidak dipengaruhi oleh total output ladrang
tape yang dihasilkan. Komponen biaya yang tergolong biaya tetap adalah
peralatan yang digunakan untuk memproduksi ladrang tape, yaitu gilingan
stainless, gilingan kayu, mesin sealer, baskom, nampan plastic, timbangan, wajan
penggorengan, spatula, saringan, dan listrik. Biaya bahan lain tergolong dalam
biaya variabel yang harus dibayarkan agroindustri koplak food dalam
memproduksi ladrang tape, dimana besar kecilnya biaya variabel yang
dikeluarkan diperngaruhi oleh besar kecinya output yang diproduksi oleh
agroindustri. Adapun komponen biaya yang tergolong biaya variabel meliputi
tape, tepung, minyak, gas, telur, mentega, gula, kemasan foil, stiker, tas kertas,
dan tenaga kerja. Penyusutan biaya tetap pengolahan ladrang tape pada bulan
Agustus 2018 sebesar Rp. 150.056 sedangkan biaya variabel yang harus
dikeluarkan untuk mengolah tape menjadi ladrang tape sebesar Rp. 3.111.295,
sehingga total biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi keripik tape selama
bulan Agustus 2018 sebesar Rp. 3.261.351. Selain total biaya, komponen
72
perhitungan dalam analisis pendapatan yaitu total penerimaan (TR). Berikut
adalah tabel total penerimaan ladrang tape pada bulan Agustus 2018.
Tabel 5.5 Total Penerimaan Usaha Ladrang Tape pada Agroindustri Koplak Food di
Kabupaten Jember
Produksi
ke- Total Produksi (Kg) Harga (Rp)
Total Penerimaan
(Rp/produksi)
1 8,40 100.000 840.000,00
2 6,90 100.000 690.000,00
3 4,05 100.000 405.000,00
4 5,25 100.000 525.000,00
5 2,85 100.000 285.000,00
6 10,95 100.000 1.095.000,00
7 6,90 100.000 690.000,00
8 6,90 100.000 690.000,00
9 6,90 100.000 690.000,00
10 6,90 100.000 690.000,00
11 8,40 100.000 840.000,00
12 6,90 100.000 690.000,00
Total
(Perbulan) 81,30
8.130.000,00
Sumber: Data Primer Diolah 2018 (Lampiran 5.7, Halaman 114)
Berdasarkan Tabel 5.5 pada bulan Agustus 2018 agroindustri koplak food
mampu menghasilkan ladrang tape sebanyak 81,30 kg dengan harga Rp
100.000/kg yang dijual dengan kemasan 150 gram. Adapun total penerimaan
ladrang tape pada bulan Agustus sebesar Rp 8.130.000. Total penerimaan ladrang
tape diperoleh dari perkalian antara total produksi ladrang tape setiap siklus
produksi dengan harga jual ladrang tape, sehingga diperoleh total penerimaan
ladrang tape selama satu bulan produksi sebesar Rp. 8.130.000.
Tabel 5.6 Analisis Pendapatan Usaha Ladrang Tape pada Agroindustri Koplak Food di
Kabupaten Jember
No. Uraian Jumlah (Rp/bulan)
1 Total penerimaan (TR) 8.130.000,00
2 Total biaya (TC) 3.261.351,00
Pendapatan 4.868.649,00
Sumber: Data Primer Diolah 2018 (Lampiran 5.8, Halaman 115)
Berdasarkan Tabel 5.6 total penerimaan (TR) ladrang tape yang diterima
oleh agroindustri koplak food selama bulan Agustus sebesar Rp 8.130.000,00.
73
Total biaya yang dikeluarkan agroindustri koplak food untuk memproduksi
ladrang tape selama bulan Agustus 2018 sebesar Rp 3.261.351,00. Adapun total
pendapatan yang diterima agroindustri koplak food untuk ladrang tape selama
bulan Agustus 2018 sebesar Rp 4.868.649,00. Hal tersebut menunjukkan bahwa
usaha ladrang tape yang dilakukan oleh agroindustri koplak food menguntungkan,
dimana nilai TR > TC.
5.2.2 Analisis Pendapatan Keripik Tape pada Agroindustri Koplak Food di
Kabupaten Jember
Keripik tape merupakan produk inovatif olahan tape yang diproduksi oleh
agroindustri koplak food. Pengolahan keripik tape merupakan upaya untuk
meningkatan nilai tambah tape dan pendapatan agroindustri koplak food.
Pengolahan tape menjadi keripik tape dilakukan dengan menggunakan teknologi
modern vacuum frying dan spinner, dimana penggunaan teknologi tersebut tidak
diimbangi dengan skala produksi yang masih rendah. Pengolahan keripik tape
pada bulan Agustus 2018 dilakukan sebanyak 4 kali proses pengolahan. Total
bahan baku yang digunakan sebanyak 282 kg dengan rata-rata tape 70,5 kg tiap
satu kali produksi. Output keripik tape yang dihasilkan sebanyak 96,625 kg
dengan rata-rata output yang dihasilkan tiap produksi sebanyak 24,15625 kg pada
bulan Agustus 2018. Selama proses produksi dilakukan, tentunya terdapat
beberapa biaya yang dikeluarkan oleh agroindustri. Berikut adalah total biaya
keripik tape pada agroindustri koplak food di Kabupaten Jember.
Tabel 5.7 Total Biaya Usaha Keripik Tape pada Agroindustri Koplak Food di Kabupaten
Jember
No Uraian Jumlah (Rp/bulan)
1 Biaya Tetap 267.208,33
2 Biaya Variabel 4.982.900,00
Biaya Total 5.250.108,33
Sumber: Data Primer Diolah 2018 (Lampiran 5.15, Halaman 124)
Berdasarkan Tabel 5.7 Proses pengolahan keripik tape dilakukan dengan
menggunakan beberapa peralatan dan bahan lain yang tentunya mempengaruhi
biaya produksi keripik tape. Terdapat 2 jenis biaya yaitu biaya tetap dan biaya
74
variabel. Komponen biaya peralatan tersebut tergolong dalam biaya tetap yang
harus dibayarkan oleh agroindustri. Biaya tetap merupakan biaya yang harus
dibayarkan oleh agroindustri, dimana besar kecilnya biaya tersebut tidak
dipengaruhi oleh total output keripik tape yang dihasilkan. Biaya bahan lain
tergolong dalam biaya variabel yang harus dibayarkan agroindustri koplak food
dalam memproduksi keripik tape, dimana besar kecilnya biaya variabel yang
dikeluarkan diperngaruhi oleh besar kecinya output yang diproduksi oleh
agroindustri. Penyusutan biaya tetap pengolahan keripik tape pada bulan Agustus
2018 sebesar Rp. 267.208 sedangkan biaya variabel yang harus dikeluarkan untuk
mengolah tape menjadi keripik tape sebesar Rp. 4.982.900 sehingga total biaya
yang dikeluarkan untuk memproduksi keripik tape selama bulan Agustus 2018
sebesar Rp. 5.250.108,33. Selain total biaya, komponen perhitungan dalam
analisis pendapatan yaitu total penerimaan (TR). Berikut adalah tabel total
penerimaan keripik tape pada bulan Agustus 2018.
Tabel 5.8 Total Penerimaan Usaha Keripik Tape pada Agroindustri Koplak Food di
Kabupaten Jember
No Total Produksi
(Kg) Harga (Rp)
Total Penerimaan
(Rp/produksi)
1 24,375 104.165,59 2.539.036,26
2 23,375 104.165,59 2.434.870,67
3 25,000 104.165,59 2.604.139,75
4 23,875 104.165,59 2.486.953,46
Total (Rp/bulan) 96,625 10.065.000,14
Sumber: Data Primer Diolah 2018 (Lampiran 5.16, Halaman 125)
Berdasarkan Tabel 5.8 pada bulan Agustus 2018 agroindustri koplak food
mampu menghasilkan keripik tape sebanyak 96,625 kg dengan harga Rp
104.165,59/kg. Harga tersebut diperoleh dengan menggunakan harga rata-rata dari
penjualan keripik tape los-losan, packing, dan gur-gur. Adapun total penerimaan
keripik tape pada bulan Agustus sebesar Rp 10.065.000,14. Total penerimaan
keripik tape diperoleh dari perkalian antara total produksi keripik tape setiap
siklus produksi dengan harga jual keripik tape, sehingga diperoleh total
penerimaan keripik tape selama satu bulan produksi sebesar Rp. 10.065.000,14.
75
Tabel 5.9 Analisis Pendapatan Usaha Keripik Tape pada Agroindustri Koplak Food di
Kabupaten Jember
No. Uraian Total (Rp/bulan)
1 Total penerimaan (TR) 10.065.000,14
2 Total biaya (TC) 5.520.108,33
Pendapatan 4.814.892,14
Sumber: Data Primer Diolah 2018 (Lampiran 5.17, Halaman 126)
Berdasarkan Tabel 5.9 total penerimaan (TR) yang diterima oleh
agroindustri koplak food selama bulan Agustus sebesar Rp 10.065.000,14. Total
biaya yang dikeluarkan agroindustri koplak food selama bulan Agustus 2018
sebesar Rp 5.250.108,33. Adapun total pendapatan yang diterima agroindustri
koplak food selama bulan Agustus 2018 sebesar Rp 4.814.892,14. Hal tersebut
menunjukkan bahwa usaha keripik tape yang dilakukan oleh agroindustri koplak
food menguntungkan, dimana nilai TR > TC.
5.2.3 Analisis Pendapatan Ladrang Tape dan Keripik Tape pada Agroindustri
Koplak Food di Kabupaten Jember
Pendapatan yang dapat diperoleh melalui pengolahan tape menjadi ladrang
tape dan keripik tape berbeda-beda. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh biaya
yang dikeluarkan oleh agroindustri selama proses produksi dan penerimaan yang
dihasilkan oleh agroindustri, dimana keripik tape dijual dalam 3 jenis kemasan
dan ladrang tape dijual hanya dalam satu kemasan. Berikut perbedaan pendapatan
ladrang tape dan keripik tape.
Tabel 5.10 Perbedaan Pendapatan Ladrang Tape dan Keripik Tape pada Agroindustri
Koplak Food di Kabupaten Jember
Jenis Perhitungan Ladrang Tape (Rp/bulan) Keripik Tape (Rp/bulan)
Penerimaan 8.130.000,00 10.065.000,13
Total Biaya 3.261.351,00 5.250.108,33
Pendapatan 4.868.649,00 4.814.892,14
Sumber: Data Primer Diolah 2018 (Lampiran 5.8 dan Lampiran 5.17, Halaman 115 dan
126)
Berdasarkan Tabel 5.10 Pendapatan yang diperoleh agroindustri dalam
mengolah tape menjadi keripik tape sebesar Rp 4.814.892,14/bulan sedangkan
ladrang tape sebesar Rp 4.868.649,00/bulan. Hal tersebut membuktikan bahwa
pendapatan yang diterima agroindustri dalam memproduksi ladrang tape lebih
76
menguntungkan daripada keripik tape, meski output keripik tape yang dihasilkan
lebih banyak. Pada Bulan Agustus 2018, output ladrang tape dan keripik tape
yang dihasilkan masing-masing sebanyak 81,30 kg dan 96,625 kg. Jumlah
produksi keripik tape lebih banyak namun pendapatan keripik tape lebih rendah
dari ladrang tape karena terdapat tiga jenis kemasan dalam penjualan keripik tape
dengan harga yang berbeda. Meski pendapatan yang diperoleh berbeda, kedua
produk olahan tape tersebut menguntungkan bagi agroindustri dengan nilai TR >
TC, sehingga hipotesis terkait pendapatan produk olahan tape menguntungkan
diterima.
Penerimaan yang diterima dalam memproduksi ladrang tape dan keripik
tape selama sebulan masing-masing sebesar Rp 8.130.000/bulan dan Rp
10.065.000,14/bulan. Perbedaan tersebut dikarenakan perbedaan jumlah output
yang dihasilkan serta perbedaan metode penjualan. Pada bulan Agustus jumlah
output ladrang tape dan keripik tape yang dihasilkan masing-masing sebanyak
81,30 kg dan 96,625 kg. Ladrang tape dijual dalam kemasan 125 gram seharga Rp
15.000 sedangkan keripik tape dijual dengan tiga jenis kemasan yaitu los-losan,
kemasan foil, dan gur-gur dengan harga yang berbeda-beda.
Total Biaya yang dikeluarkan untuk produksi ladrang dan keripik tape
berbeda-beda karena jumlah output yang dihasilkan berbeda. Total biaya yang
dikeluarkan masing-masing sebesar Rp 3.111.295 dan Rp 5.250.108,33. Biaya
keripik tape lebih besar karena jumlah output yang dihasilkan lebih banyak,
sehingga biaya bahan baku yang digunakan untuk memproduksi keripik tape juga
lebih banyak. Bahan baku tape yang digunakan untuk keripik tape selama bulan
Agustus 2018 sebanyak 282 kg/bulan sedangkan untuk ladrang tape sebanyak 59
kg tape/bulan dengan 59 kg tepung/bulan dan bahan baku lainnya.
Menurut penelitian yang sama terkait produk turunan ubi kayu, penelitian
Elida dan Hamidi (2009) dengan judul penelitian “Analisis Pendapatan
Agroindustri Rengginang Ubi Kayu di Kabupaten Kampar Provinsi Riau”.
Pendapatan yang diterima agroindustri dalam mengolah rengginang ubi kayu
sebesar Rp 204.513,69. Sedangkan terkait produk olahan tape, menurut penelitian
Leksana (2006) dengan judul penelitian “Analisis Nilai Tambah dan Prospek
77
Agroindustri Suwar Suwir di Kabupaten Jember”. Pendapatan agroindustri suwar
suwir sebesar Rp 165.249,01. Berdasarkan penelitian tersebut menunjukkan
bahwa pendapatan yang diterima dalam mengolah ladrang tape dan keripik tape
lebih besar dibandingkan dengan mengolah rengginang ubi kayu dan suwar suwir.
5.3 Marketing Mix Usaha Olahan Tape pada Agroindustri Koplak Food di
Kabupaten Jember
Marketing mix merupakan salah satu unsur dalam pemasaran yang berkaitan
dengan 4P (product, price, place, promotion). Menurut Kotler dalam Vellas dan
Becheler (2008) bauran pemasaran didefinisikan sebagai perangkat peralatan
pemasaran yang digunakan untuk mencapai tujuan pemasaran. Dasar bauran
pemasaran meliputi 4P yang pertama kali ditemukan oleh McCarthy tahun 1970
yaitu product, price, promotion, dan place. Product yang dimaksudkan mengacu
pada pengembangan produk atau jasa, adapun atribut produk meliputi mutu, ciri
dan pilihan, gaya, merek, pencitraan produk, persepsi produk, kemasan, jaminan,
pendukung layanan, rangkaian, biaya, dan paten merek dagang atau hak cipta.
Price mengacu pada biaya produksi produk atau jasa dan permintaan pasar,
adapun atribut harga meliputi tingkat harga, kebijakan diskon, masa kredit, dan
metode pembayaran. Promotion meliputi pengkomunikasian produk yang
ditawarkan pada pasar. Place merupakan tugas untuk membawa barang ke pasar.
Adanya marketing mix pada produk olahan tape diharapkan dapat membantu
agroindustri untuk mencapai tujuan pemasaran. Berdasarkan atribut pada masing-
masing dasar bauran pemasaran, tidak semua dilakukan oleh agroindustri koplak
food. Berikut adalah tabel marketting mix produk olahan tape pada agroindustri
koplak food.
78
Tabel 5.11 Marketing Mix Produk Olahan Tape pada Agroindustri Koplak Food di
Kabupaten Jember
No. Marketing mix
(4P) Keripik Tape Ladrang Tape
1 Product
Diproduksi menggunakan
tape singkong kuning
Memiliki ciri khas, seperti roti
kering dengan rasa asam
manis khas tape
Diproses secara modern
Bentuk kemasan masih
tergolong umum, dikemas
ukuran 125 gram
menggunakan aluminium foil,
dikemas dalam satuan
kilogram dan 250 gram
menggunakan plastik,
Masa kadaluarsa produk 1
tahun
Dilengkapi dengan legalitas
usaha berupa PIRT
Belum adanya hak paten
keripik tape
Diproduksi menggunakan
tape singkong kuning
Memiliki tekstur yang
renyah
Bentuk kemasan kurang
rapi, dikemas ukuran 150
gram menggunakan
aluminium foil yang
kemudian dimasukkan
dalam tas kertas dan diberi
stiker
Masa kadaluarsa produk
kurang dari 1 tahun
Dilengkapi dengan
legalitas usaha berupa
PIRT
Belum adanya hak paten
ladrang tape
2 Price
Harga jual keripik tape tiap
kemasan 125 gram sebesar Rp
15.000, harga los-losan Rp
70.000/kg, gur-gur p
10.000/250 gram
Harga ditentukan berdasarkan
penetapan harga bersaing
Harga jual ladrang tape
tiap kemasan 150 gram
sebesar Rp 15.000
Harga ditentukan
berdasarkan penetapan
harga bersaing
3 Place
Terdapat 3 saluran distribusi:
Koplak food – konsumen
Koplak food – pusat oleh-oleh
– konsumen
Koplak food – reseller – pusat
oleh-oleh – konsumen
Terdapat 3 saluran distribusi:
Koplak food – konsumen
Koplak food – pusat oleh-
oleh – konsumen
Koplak food – reseller –
pusat oleh-oleh – konsumen
4 Promotion
Promosi penjualan melalui
kegiatan expo atau pameran.
Pemasaran juga dilakukan
secara online menggunakan
media sosial
Promosi penjualan melalui
kegiatan expo atau
pameran. Pemasaran juga
dilakukan secara online
menggunakan media social
Sumber: Data Primer Diolah, 2018
79
Berdasarkan Tabel 5.11 perbedaan antara keripik tape dan ladrang tape lebih
menonjol pada produk. Keripik tape lebih memiliki ciri khas unik dibandingkan
ladrang tape yang hampir sama seperti ladrang pada umumnya karena rasa asam
manis khas tape tidak terlalu menonjol seperti keripik tape. Disisi lain, bahan baku
tape yang digunakan untuk memproduksi keripik tape sangat mempengaruhi mutu
keripik tape tersebut karena hasil yang diperoleh ketika menggunakan tape
singkong putih dan kuning berbeda. Apabila proses pembuatan keripik tape
dilakukan dengan menggunakan tape singkong putih, maka mutu keripik tape
yang diproduksi akan menurun karena tape singkong putih tidak memiliki rasa
yang kompleks (kompleks dalam artian memiliki rasa asam manis) seperti tape
singkong kuning, sehingga diperlukan kemampuan agroindustri dalam perolehan
bahan baku berkualitas agar tidak merubah mutu produk. Namun untuk proses
pembuatan ladrang tape, jenis bahan baku tape tidak berpengaruh karena nantinya
tape akan dihancurkan kemudian diberi tambahan bahan lainnya. Dari segi
kemasan, kedua produk tersebut dikemas dengan model yang berbeda. Ladrang
tape dikemas dengan ukuran 150 gram menggunakan aluminium foil kemudian
dimasukkan ke dalam tas kertas dan diberi stiker. Sedangkan keripik tape dikemas
dengan berbagai ukuran dengan kemasan yang berbeda. Ukuran 125 gram
dikemas menggunakan kemasan foil dan diberi stiker, ukuran los-losan atau
kiloan dan gur-gur (250 gram) dikemas menggunakan plastik. Namun, untuk
stiker pada keripik tape hanya digunakan pada kemasan foil. Stiker pada setiap
kemasan memuat beberapa info seperti proses pengolahan yang dilakukan, ukuran
(gram), komposisi, logo agroindustri serta produk lain yang disediakan oleh
agroindustri, PIRT, dan tanggal kadaluarsa. Komponen informasi yang diberikan
sesuai dengan ciri kemasan produk yang baik, dimana menurut Utami (2018)
salah satu ciri kemasan produk yang baik yaitu menjamin keamanan produk serta
menyertakan informasi bahan dan izin terkait.
Price atau harga merupakan jumlah sejumlah uang yang harus dikorbankan
oleh konsumen dalam membeli keripik tape maupun ladrang tape. Keripik tape
memiliki beberapa variasi produk dengan harga jual yang berbeda, sedangkan
ladrang tape tidak memiliki variasi produk dan hanya dijual seharga Rp 15.000
80
dengan ukuran 150 gram.. Harga tersebut ditetapkan berdasarkan harga bersaing,
yaitu penetapan harga dengan mengikuti harga rata-rata produk olahan tape
lainnya. Hal tersebut sesuai dengan apa yang disampaikan oleh pemilik
agroindustri, dimana harga senilai Rp. 15.000 dianggap sebagai harga rata-rata
jika dibandingkan dengan harga olahan tape lainnya dan tergolong murah jika
dibandingkan dengan harga keripik buah.
Place merupakan distribusi produk olahan tape pada agroindustri koplak
food. Guna mendistribusikan produk hingga ke konsumen terdapat tiga saluran
distribusi yang dilakukan oleh koplak food. Saluran distribusi yang pertama yaitu
dari agroindustri langsung ke konsumen, baik konsumen dalam Kota Jember
maupun luar kota Jember melalui pemesanan online. Saluran distribusi kedua
yaitu dari pihak agroindustri mendistribusikan ke beberapa pusat oleh-oleh di
Kabupaten Jember dilanjutkan ke konsumen. Saluran distribusi ketiga dilakukan
dengan dua perantara yaitu reseller dan pusat oleh-oleh Jember, kemudian
dilanjutkan hingga sampai ke tangan konsumen akhir. Berdasarkan beberapa
saluran tersebut, kedua produk olahan tape masih banyak di jajahkan di Jember
sedangkan untuk pembelian di luar kota dilakukan secara online maupun melalui
reseller, dimana agroindustri tidak menitipkan langsung ke pusat oleh-oleh di luar
Jember. Terdapat dua jenis reseller dalam mendistribusikan keripik tape, dimana
reseller membeli dalam bentuk los-losan kemudian mengemas ulang produk
keripik tape dan terdapat reseller yang membeli keripik tape dalam kemasan 125
gram kemudian memasarkan di toko oleh-oleh luar Jember.
Promotion merupakan bentuk komunikasi atau strategi komunikasi guna
meyakinkan konsumen terkait penawaran suatu produk dan kemudian melakukan
sebuah tindakan. Promosi yang dilakukan agroindustri koplak food dalam
meningkatkan penjualan yaitu berupa promosi penjualan melalui pameran dan
expo. Pada tahun 2018, koplak food telah mengikuti beberapa expo di luar kota
dan luar pulau, dimana expo tersebut difasilitasi oleh dinas UMKM Kabupaten
Jember dan UMKM yang terpilih adalah UMKM produk lokal jember yang
dianggap berdaya saing. Selain melalui expo dan pameran, promosi juga
81
dilakukan melalui media sosial milik koplak food berupa instagram, wa, dan
facebook.
Menurut penelitian Ismini (2010), strategi produk dilakukan dengan
pemberian merek dagang dan kemasan, perbaikan mutu, diferensiasi produk, dan
perbaikan pelayanan. Strategi harga dilakukan dengan cara mempertahankan
harga yang sudah diterima konsumen, keseragaman harga, pemberian diskon pada
pelanggan dan distributor, syarat pembayaran yang disesuaikan dengan kondisi
pelanggan dan distributor. Strategi penyaluran dilakukan dengan dua saluran
pemasaran. Strategi promosi dilakukan kurang begitu lancer dengan pertimbangan
produk yang dipasarkan cukup lancar. Hal tersebut sedikit berbeda dengan bauran
pemasaran koplak food pada Tabel 5.11.
5.4 Analisis Strategi Pengembangan Usaha Olahan Tape pada Agroindustri
Koplak Food di Kabupaten Jember
Agroindustri koplak food merupakan agroindustri yang mengusahakan
beberapa produk olahan, salah satunya olahan tape. Agroindustri koplak food
mengolah tape menjadi dua produk olahan yaitu ladrang tape dan keripik tape.
Pengolahan tape yang lebih inovatif dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan
nilai tambah dan pendapatan agroindustri koplak food. Sebagai produk baru yang
inovatif, diperlukan adanya strategi pengembangan usaha dengan menganalisis
faktor internal eksternal agroindustri menggunakan analisis SWOT. Adanya
analisis strategi tersebut, diharapkan dapat membantu agroindustri meningkatkan
usaha keripik tape dan ladrang tape yang masih tergolong baru dan memiliki
pesaing produk olahan tape lain yang juga produk khas Jember.
5.4.1 Analisis Faktor Internal Usaha Olahan Tape pada Agroindustri Koplak Food
di Kabupaten Jember
Faktor internal merupakan faktor yang dimiliki oleh agroindustri berupa
kekuatan dan kelemahan dalam mengembangkan suatu usaha. Faktor internal
perlu diketahui guna mengembangakan usaha dan mencapai tujuan agroindustri.
Berdasarkan kondisi dilapang, terdapat 5 kekuatan dan 5 kelemahan yang dimiliki
agroindustri koplak food yang secara rinci disajikan pada tabel berikut.
82
Tabel 5.12 Faktor Internal Strategi Pengembangan Usaha Olahan Tape pada Agroindustri
Koplak Food di Kabupaten Jember
Faktor Internal Strength Weakness
Kekuatan (Strength)
Kemampuan TK dalam penggunaan teknologi S1
Kemampuan agroindustri dalam memperoleh bahan baku berkualitas S2
Ciri khas yang unik pada produk olahan tape S3
Promosi online dan offline yang efektif S4
Adanya legalitas usaha (Ijin usaha dan P-IRT) S5
Kelemahan (Weakness)
Skala produksi rendah
W1
Jumlah TK terbatas
W2
Masih kurang dikenal masyarakat
W3
Perputaran modal yang kurang cepat
W4
Kurangnya pencatatan keuangan W5
Sumber: Data Primer Diolah 2018 (Lampiran 5.20, Halaman 128)
Berdasarkan Tabel 5.12 Analisis faktor internal agroindustri meliputi
kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weakness) yang dimiliki agroindustri koplak
food. Faktor internal yang tergolong kekuatan agroindustri koplak food yaitu;
kemampuan tenaga kerja dalam penggunaan teknologi (S1), kemampuan
agroindustri dalam memperoleh bahan baku berkualitas (S2), ciri khas yang unik
pada produk olahan tape (S3), promosi online dan offline (S4), dan adanya
legalitas usaha seperti ijin usaha (SKU) dan P-IRT (S5). Faktor internal yang
tergolong kelemahan agroindustri koplak food yaitu skala produksi rendah (W1),
jumlah tenaga kerja terbatas (W2), masih kurang dikenal masyarakat (W3),
perputaran modal yang kurang cepat (W4), kurangnya pencatatan keuangan (W5).
a. Kekuatan (Strength)
1. Kemampuan tenaga kerja dalam penggunaan teknologi (S1)
Proses pengolahan tape menjadi produk olahan pada agroindustri koplak
food dilakukan dengan menggunakan teknologi modern dan tradisional.
Teknologi modern yang digunakan berupa vacuum frying dan spinner untuk
mengolah tape menjadi keripik tape, sedangkan teknologi tradisional yang
digunakan berupa gilingan stainless untuk mengolah ladrang tape. Penggunaan
teknologi, khusunya teknologi modern dalam proses pengolahan keripik tape
83
perlu dikontrol dan harus selalu bersih. Oleh sebab itu memiliki tenaga kerja yang
mampu mengoperasikan teknologi modern merupakan kekuatan penting bagi
agroindustri.
2. Kemampuan agroindustri dalam memperoleh bahan baku berkualitas (S2)
Bahan baku merupakan komponen paling penting dalam proses pengolahan
keripik tape dan ladrang tape, sehingga agroindustri dituntut untuk mampu
memperoleh bahan baku berkualitas. Bahan baku yang baik digunakan adalah tape
singkong kuning karena dianggap memiliki rasa yang lebih kompleks
dibandingkan tape singkong putih. Kompleks yang dimaksudkan yaitu memiliki
rasa asam manis tape yang khas, tidak hambar seperti tape singkong putih.
Berdasarkan yang dikutip oleh tribuntravel.com (2017) “beberapa orang
beranggapan, tape singkong kuning lebih enak daripada singkong putih, karena
dagingnya lebih halus tanpa ada serat-serat kasar”. Khusus untuk pengolahan
keripik tape, penggunaan bahan baku sangat mempengaruhi kualitas produk yang
dihasilkan karena tidak terdapat bahan baku tambahan lain. Berdasarkan kondisi
di lapang, agroindustri koplak food mampu memperoleh tape singkong kuning,
meski terkadang masih terdapat sedikit tape singkong putih. Hal tersebut dapat
diperoleh karena adanya komunikasi yang baik antara agroindustri dengan
pengepul tape, sehingga kemampuan agroindustri dalam memperoleh bahan baku
berkualitas merupakan suatu kekuatan yang dimiliki agroindustri dalam menjaga
kualitas produknya.
3. Ciri khas yang unik pada produk olaha tape (S3)
Produk olahan tape yang inovatif baik ladrang tape maupun keripik tape
memiliki ciri khas yaitu adanya rasa asam manis khas tape pada produk olahan.
Rasa asam manis tape tersebut lebih menonjol pada keripik tape karena tidak
terdapat bahan tambahan lain dalam proses pembuatannya. Keripik tape juga
memiliki tekstur seperti roti bolu kering dengan rasa asam manis. Sedangkan
ladrang tape memiliki rasa khas tape yang berbeda seperti ladrang secara umum
dan tekstur renyah. Hal tersebut merupakan kekuatan bagi agroindustri karena
memilliki produk yang lebih inovatif dengan ciri khas yang unik.
84
4. Promosi online dan offline yang efektif (S4)
Promosi merupakan kegiatan penting dalam pemasaran produk olahan tape,
dimana untuk memperkuat promosi tersebut agroindustri koplak food bergabung
dalam suatu asosiasi UMKM. Adanya asosiasi tersebut memudahkan
penyampaian informasi suatu kegiatan pada agroindustri koplak food dan UMKM
lain. Pada tahun 2018 koplak food sering ditunjuk untuk mengikuti pameran atau
expo baik diluar kota maupun luar pulau karena produk agroindustri koplak food
dianggap unggul dan mampu bersaing. Adanya expo tersebut mampu
memperkenalkan sekaligus mempromosikan produk-produk yang diproduksi oleh
agroindustri koplak food. Selain offline, promosi juga dilakukan secara online
menggunakan beberapa media sosial koplak food seperti instagram, whatsapp,
facebook dan mulai menggunakan google bisnis. Hal tersebut menjadi kekuatan
bagi agroindustri karena tidak semua produk UMKM dipercaya untuk mengikuti
expo.
5. Adanya legalitas usaha (ijin usaha dan P-IRT) (S5)
Agroindustri koplak food telah memiliki legalitas usaha berupa surat
keterangan usaha (SKU) Nomor: 518/3207/410/2016 yang secara resmi
agroindustri tersebut terdaftar di Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil dan
Menengah Kabupaten Jember pada tanggal 8 Maret 2016. Selain itu agroindustri
koplak food juga memiliki legalitas P-IRT olahan tape P-IRT
NO:5153509080132-23. Hal tersebut menjadi kekuatan agroindustri koplak food
karena adanya legalitas dapat memudahkan agroindustri dalam mengembangkan
dan memasarkan produk melalui outlet pusat oleh-oleh khas Jember.
b. Kelemahan (Weakness)
1. Skala produksi rendah (W1)
Meski telah menggunakan teknologi modern, skala produksi produk olahan
tape khususnya keripik tape masih tergolong rendah, dimana dalam bulan Agustus
hanya terdapat 4 kali produksi. Rendahnya skala produksi tersebut disebabkan
oleh terbatasnya modal dan jumlah tenaga kerja. Hal tersebut menjadi kelemahan
karena bagi suatu agroindustri yang akan mengembangkan usaha tentunya harus
menjaga mutu produk dan keberlanjutan usahanya.
85
2. Jumlah tenaga kerja terbatas (W2)
Tenaga kerja yang dimiliki agroindustri koplak food dalam mengolah tape
sebanyak 3 orang, dimana keripik tape diolah hanya dengan 2 orang saja dan 1
orang lain mengolah ladrang tape. Tenaga kerja yang terbatas menyebabkan skala
produksi produk olahan tape rendah, sehingga hal tersebut menjadi suatu
kelemahan bagi agroindutsri koplak food.
3. Masih kurang dikenal masyarakat (W3)
Produk olahan tape seperti ladrang dan keripik tape merupakan produk baru
yang lebih inovatif. Meski beberapa kali mengikuti expo, produk olahan tersebut
masih kurang dikenal masyarakat jika dibandingkan dengan produk olahan tape
lain yang sudah mendominasi dan menjadi oleh-oleh khas jember seperti suwar-
suwir dan prol tape. Sehingga hal tersebut menjadikan kelemahan bagi
agroindustri dan perlu ditingkatkan kegiatan promosi produk.
4. Perputaran modal kurang cepat (W4)
Produk olahan tape agroindustri koplak food cenderung dititipkan di pusat
oleh-oleh yang sistemnya penitipan. Hal tersebut menyebabkan perputaran modal
untuk memproduksi keripik dan ladrang tape menjadi terbatas, sehingga dapat
menghambat atau mengurangi kapasitas produksi olahan tape. Oleh sebab itu hal
ini menjadi kelemahan bagi agroindustri koplak food dalam pengembangan
usahanya.
5. Kurangnya pencatatan keuangan (W5)
Pencatatan keuangan tidak selalu diterapkan pada agrooindustri koplak
food, hanya saja koplak food menyimpan dalam bentuk nota pembayaran. Hal ini
menjadi kelemahan karena dengan adanya kenaikan harga bahan baku dapat
mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh agroindustri, yang nantinya juga
berpengaruh terhadap ketersediaan modal produksi. Oleh karena itu pencatatan
keuangan merupakan hal yang sangat penting dilakukan oleh agroindustri.
86
5.4.2 Analisis Faktor Eksternal Usaha Olahan Tape pada Agroindustri Koplak
Food di Kabupaten Jember
Faktor eksternal merupakan faktor diluar agroindustri berupa peluang dan
ancaman dalam mengembangkan suatu usaha. Selain faktor internal, faktor
eksternal perlu diketahui guna mengembangakan usaha dan mencapai tujuan
agroindustri. Berdasarkan kondisi dilapang, terdapat 5 peluang dan 4 ancaman
bagi agroindustri koplak food yang secara rinci disajikan pada tabel berikut.
Tabel 5.13 Faktor Eksternal Strategi Pengembangan Usaha Olahan Tape pada
Agroindustri Koplak Food di Kabupaten Jember
Faktor Eksternal Opportunities Threats
Peluang (Opportunities)
Pasar terbuka luas O1
Tingginya permintaan pasar O2
Produk sangat inovatif O3
Penggunaan teknologi modern O4
Adanya kerjasama dengan instansi pendidikan O5
Ancaman (Threats)
Kualitas bahan baku kurang konsisten
T1
Harga bahan baku cenderung meningkat
T2
Adanya negosiasi perluasan pasar yang merugikan
T3
Adanya subtitusi produk olahan tape T4
Sumber: Data Primer Diolah 2018 (Lampiran 5.20, Halaman 128)
Berdasarkan Tabel 5.13 Analisis faktor eksternal agroindustri meliputi
peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats) yang dimiliki agroindustri koplak
food. Faktor eksternal yang tergolong peluang bagi agroindustri koplak food
yaitu; pasar terbuka luas (O1), tingginya permintaan pasar (O2), produk olahan
tape inovatif (O3), penggunaan teknologi modern (O4), dan adanya kerjasama
dengan instansi pendidikan (O5). Faktor eksternal yang tergolong ancaman bagi
agroindustri koplak food yaitu kualitas bahan baku kurang konsisten (T1), harga
bahan baku cenderung meningkat (T2), adanya negosiasi perluasan pasar yang
merugikan (T3), dan adanya subtitusi produk olahan tape lain (T4).
87
a. Peluang (Opportunities)
1. Pasar terbuka luas (O1)
Semakin banyaknya pusat perbelanjaan, produk olahan tape koplak food
memiliki peluang pasar yang cukup baik sebagai oleh-oleh khas jember,
mengingat hanya agroindustri koplak food yang mengolah tape menjadi ladrang
dan keripik tape. Oleh karena itu menjadi peluang yang baik bagi agroindustri
koplak food dalam memperluas pasarnya.
2. Tingginya permintaan pasar (O2)
Permintaan pasar produk olahan tape cukup tinggi, khususnya keripik tape,
dimana ketika keripik tape selesai diproduksi terdapat reseller yang membeli
langsung untuk dijual kembali, dan hanya tersisa beberapa kemasan untuk di stok
di pusat oleh-oleh. Hal tersebut menjadi peluang bagi agroindustri untuk
mengembangkan usahanya dengan meningkatkan kapasitas produksi.
3. Produk inovatif (O3)
Produk olahan tape yang diproduksi oleh agroindustri koplak food tergolong
produk inovatif. Mengingat hanya agroindustri koplak food yang memproduksi
ladrang dan keripik tape. Diciptakannya produk inovatif tersebut, menjadikan
peluang bagi agroindustri untuk meningkatkan pendapatan dan mengembangkan
usaha melalui perluasan pasar.
4. Penggunaan teknologi modern (O4)
Adanya teknologi modern dalam proses produksi keripik tape dapat
memudahkan agroindustri dalam meningkatkan produksinya. Penggunaan
teknologi modern ini juga diimbangi dengan kemampuan tenaga kerja dalam
mengoperasikannya. Hal tersebut tentunya menjadi peluang bagi agroindustri
untuk mengembangkan usahanya.
5. Adanya kerjasama dengan instansi pendidikan (O5)
Kerjasama yang dimaksudkan adalah ketika instansi pendidikan melakukan
pengabdian masyarakat. Pengabdian tersebut membantu agroindustri dalam
menyediakan peralatan produksi. Hal tersebut menjadi peluang bagi agroindustri
dalam mengembangkan usaha melalui penyediaan peralatan yang membantu
proses produksi keripik tape.
88
b. Ancaman (Threats)
1. Kualitas bahan baku kurang konsisten (T1)
Agroindustri koplak food sudah mampu memperoleh bahan baku
berkualitas, namun terkadang bahan baku tersebut kurang konsisten dalam artian
masih terdapat sedikit tape singkong putih atau terkadang terdapat tape singkong
kuning yang lembek diluar keras didalam. Hal tersebut dapat mempengaruhi
kualitas produk keripik tape yang dihasilkan. Oleh karena itu kualitas bahan baku
yang kurang konsisten menjadi ancaman bagi pengembangan usaha olahan tape
koplak food.
2. Harga bahan baku cenderung meningkat (T2)
Harga bahan baku cenderung mengalami peningkatan pada tahun 2018,
dimana harga bahan baku yang semula dihargai Rp 5.000/kg meningkat menjadi
Rp. 7.000/kg. Peningkatan harga bahan baku dan lambatnya perputaran modal
dapat menghambat atau mengurangi kapasitas produksi ladrang tape maupun
keripik tape. Oleh karena itu harga bahan baku menjadi ancaman bagi agroindustri
dalam mengembangkan usaha olahan tape.
3. Adanya negosiasi perluasan pasar yang merugikan agroindustri (T3)
Dengan memasukkannya produk olahan tape di pusat perbelanjaan baru,
diperlukan promosi yang besar-besaran agar konsumen tertarik untuk membeli
produk tersebut. Promosi besar tersebut dapat berupa diskon 50% atau beli 1
gratis 1. Saat ini hal tersebut dapat menjadi ancaman bagi agroindustri dalam
mengembangkan usaha karena dapat mengurangi modal usaha untuk produksi
olahan tape. Namun disisi lain, hal ini juga memiliki manfaat kedepannya bagi
agroindustri dalam meningkatkan penjualan produknya.
4. Adanya subtitusi produk olahan tape (T4)
Produk olahan tape koplak food merupakan produk innovatif, namun masih
belum tersebar secara merata disetiap outlet pusat oleh-oleh Jember. Hal itu
memungkinkan konsumen untuk menggantikan produk ladrang dan keripik tape
dengan produk olahan tape lainnya seperti prol tape dan suwar suwir. Oleh karena
itu subtitusi produk olahan tape lainnya menjadi ancaman bagi pengembangan
usaha olahan tape agroindustri koplak food.
89
5.4.3 Analisis Matrik Posisi Kompetitif Relatif Usaha Olahan Tape pada
Agroindustri Koplak Food di Kabupaten Jember.
Hasil perhitungan faktor internal dan eksternal usaha olahan tape pada
agroindustri koplak food dapat diketahui melalui diagram matriks posisi
kompetitif relative pada gambar 5.1
Gambar 5.1 Diagram Matriks Posisi Kompetitif Usaha Olahan Tape pada Agroindustri
Koplak Food di Kabupaten Jember (Lampiran 5.23 Halaman 131)
Berdasarkan Gambar 5.1 dapat diketahui nilai IFAS dan EFAS hasil analisis
faktor internal dan eksternal agroindustri koplak food. Nilai IFAS 3,01 dan nilai
EFAS 3,37. Besarnya nilai EFAS dan IFAS yang diperoleh, menempatkan posisi
kompetitif agroindustri pada kuadran satu yaitu bidang white area (bidang kuat-
berpeluang). Hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi usaha produk olahan tape
agroindustri koplak food menguntungkan, dimana usaha produk olahan tape
memiliki peluang dan kekuatan yang diharapkan dengan kekuatan tersebut
mampu memanfaatkan peluang yang ada untuk mengembangkan usaha. Strategi
yang digunakan untuk pengembangan usaha produk olahan tape yaitu strategi
agresif, sesuai dengan kuadran posisi kompetitif, dimana kuadran satu mendukung
adanya strategi agresif.
4
4 2
2
0
0
3,01
3,37
WHITE AREA
GREY AREA
GREY AREA
BLACK AREA
IFAS
EFAS
90
Terdapat lima kekuatan dan lima peluang bagi agroindustri dalam
mengembangkan usahanya. Kekuatan tersebut antara lain kemampuan tenaga
kerja dalam penggunaan teknologi (S1), kemampuan agroindustri dalam
memperoleh bahan baku berkualitas (S2), ciri khas yang unik pada produk olahan
tape (S3), promosi online dan offline (S4), dan adanya legalitas usaha seperti ijin
usaha (SKU) dan P-IRT (S5). Peluang yang dimiliki agroindustri antara lain pasar
terbuka luas (O1), tingginya permintaan pasar (O2), produk olahan tape inovatif
(O3), penggunaan teknologi modern (O4), dan adanya kerjasama dengan instansi
pendidikan (O5). Berdasarkan analisis faktor internal eksternal tersebut startegi
yang dipilih yaitu strategi agresif dengan memaksimalkan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang.
5.4.4 Analisis Matrik Internal Eksternal Usaha Olahan Tape pada Agroindustri
Koplak Food di Kabupaten Jember
Hasil perhitungan nilai faktor internal dan eksternal usaha olahan tape dapat
dilihat pada matriks internal eksternal gambar 5.2
Gambar 5.2 Matriks Internal Eksternal (Lampiran 5.24, halaman 132)
IFAS
Kuat Rata-rata Lemah
TOTAL SKOR
T
O
T
A
L
S
K
O
R
EFAS Rendah
Menengah
Tinggi
4,0
2,0
3,0
1,0
2,0 3,0 1,0
I
Pertumbuhan
II
Pertumbuhan
III
Penciutan
IV
Stabilitas
V
Pertumbuhan/
Stabilitas
VI
Divestasi
VII
Pertumbuhan
VIII
Pertumbuhan
IX
Likuiditas
3,37
3,01
91
Berdasarkan Gambar 5.2 hasil perhitungan nilai IFAS sebesar 3,01 dan
EFAS sebesar 3,37 menunjukkan posisi produk olahan tape berada pada daerah I
yaitu daerah pertumbuhan, sehingga hipotesis bahwa strategi pengembangan
produk olahan tape pada daerah V ditolak. Menurut Amirullah (2015) Strategi
pertumbuhan merupakan strategi yang dirancang untuk mencapai pertumbuhan
suatu perusahaan baik dari sisi penjualan, aktiva, laba atau kombinasi dari
ketiganya. Bagi perusahaan yang sedang tumbuh, penggunaan strategi
pertumbuhan dilakukan untuk menutupi kesalahan dan ketidakefisienan dengan
mudah dibandingkan perusahaan yang stabil. Bagi perusahaan yang sedang
berkembang, strategi pertumbuhan menawarkan banyak peluang bagi kemajuan
dan promosi.
Menurut Umar (2003) terdapat dua strategi pertumbuhan yang mendasar
yaitu strategi konsentrasi dan strategi diversifikasi. Pada gambar 5.2 strategi
konsentrasi dilakukan apabila posisi perusahaan pada daerah I, II, dan V
sedangkan strategi diversifikasi dilakukan apabila perusahaan menempati daerah
VII dan VIII. Berdasarkan hal tersebut, maka strategi yang dapat dilakukan
agroindustri dalam mengembangkan usaha produk olahan tape yaitu strategi
pertumbuhan konsentrasi. Strategi pertembuhan konsentrasi merupakan strategi
dimana perusahaan berkonsentrasi dan bertumbuh kembang pada semua atau
hampir semua sumber daya yang sejenis. Strategi pertumbuhan konsentrasi dibagi
menjadi 2 yaitu integrasi horizontal dan vertikal, namun pada daerah I
pertumbuhan konsentrasi dilakukan melalui integrasi vertikal. Integrasi vertikal
dapat dilakukan dengan mengambil alih atau melakukan kerjasama dengan
pemasok atau distributor. Berikut adalah alternatif strategi yang dapat dilakukan
oleh agroindustri dalam mengembangakan usaha produk olahan tape.
5.4.5 Analisis Matrik SWOT Usaha Olahan Tape pada Agroindustri Koplak Food
di Kabupaten Jember
Berdasarkan analisis faktor internal maupun eksternal untuk pengembangan
usaha olahan tape pada agroindustri diperoleh beberapa alternatif strategi yang
92
dapat digunakan. Berikut adalah tabel matrik SWOT usaha olahan tape pada
agroindustri koplak food di Kabupaten Jember.
Tabel 5.14 Matriks SWOT Usaha Produk Olahan Tape Koplak Food
Kekuatan (Strength-S)
1. Kemampuan tenaga kerja
dalam penggunaan
teknologi
2. Kemampuan agroindustri
memperoleh bahan baku
berkualitas
3. Ciri khas unik pada produk
olahan tape
4. Promosi online dan offline
5. Adanya legalitas usaha
(SKU dan P-IRT)
Kelemahan (Weakness-W)
1. Skala produksi rendah
2. Jumlah tenaga kerja
terbatas
3. Kurang dikenal masyarakat
4. Perputaran modal lambat
5. Kurangnya pencatatan
keuangan.
Peluang (Opportunities-O)
1. Pasar terbuka luas
2. Tingginya permintaan
pasar
3. Produk sangat inovatif
4. Penggunaan teknologi
modern
5. Adanya kerjasama dengan
instansi pendidikan
Strategi (S-O)
1. Meningkatkan kapasitas
produksi olahan tape (S1,
S2, S3, S4, S5, O1, O2, O3,
O4)
2. Meningkatkan distribusi
produk (S3, S4, S5, O1, O2)
Strategi (W-O)
1. Meningkatkan kegiatan
promosi (W3, O1, O2, O3)
Ancaman (Threats-T)
1. Kualitas bahan baku
kurang konsisten
2. Harga bahan baku
cenderung meningkat
3. Adanya negosiasi
perluasan pasar yang
merugikan
4. Adanya subtitusi produk
olahan tape
Strategi (S-T)
1. Menjaga dan
mempertahankan kualitas
produk (S1, S2, S3, S4, S5,
T4)
Strategi (W-T)
1. Melakukan pencatatan
keuangan yang teratur (W5,
T2)
Sumber: Data Primer Diolah 2018 (Lampiran 5.25, Halaman 133)
1. Strategi S-O
Strategi S-O merupakan strategi dengan menggunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang sebagai upaya pengembangan usaha agroindustri koplak
food. Terdapat dua alternatif strategi yang dapat dilakukan yaitu:
Faktor Internal
Faktor Eksternal
93
a. Meningkatkan produksi olahan tape
Hal tersebut didukung dengan segala kekuatan yang dimiliki agroindustri.
Dimana dengan adanya tenaga kerja yang mampu menggunakan teknologi
modern dan kemampuan agroindutsri dalam memperoleh bahan baku berkualitas
diharapkan mampu meningkatkan kapasitas produksi karena kedua faktor internal
tersebut nantinya juga dapat mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan,
sehingga agroindustri koplak food mampu menghasilkan produk dengan kuantitas
dan kualitas yang sesuai dengan permintaan pasar. Peningkatan kapasitas produksi
didukung dengan peluang yaitu pasar yang terbuka luas, tingginya permintaan
pasar, serta produk inovatif. Adanya peluang tersebut diharapkan dengan
meningkatnya kapasitas produksi juga akan memperluas pasar produk olahan
tape. Hal itu didukung dengan kekuatan pada produk olahan tape yang memiliki
ciri khas unik dan legalitas usaha sehingga mampu menarik perhatian konsumen
dalam membeli produk yang nantinya juga dapat meningkatkan keuntungan
agroindustri.
b. Meningkatkan distribusi produk
Hal tersebut didukung dengan beberapa kekuatan yang dapat digunakan oleh
agroindustri untuk memanfaatkan peluang yang ada dalam pengembangan produk
olahan tape. Dimana dengan adanya ciri khas yang unik pada produk olahan tape,
media promosi online maupun offline, serta adanya legalitas usaha dapat
memudahkan agroindustri dalam mendistribusikan produknya hingga ke
konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peningkatan distribusi
produk juga didukung dengan adanya peluang pasar yang terbuka luas serta
tingginya permintaan pasar. Distribusi produk yang dimaksudkan adalah
memperluas jangkauan pendistribusian ladrang tape dan keripik tape. Dengan
meningkatnya distribusi produk olahan tape, diharapkan dapat memudahkan
konsumen memperoleh produk baik secara langsung membeli di agroindustri
maupun pusat oleh-oleh yang nantinya juga dapat meningkatkan keuntungan
agroindustri.
94
2. Strategi W-O
Strategi W-O merupakan strategi dengan memanfaatkan peluang untuk
meminimalisir kelemahan yang dimiliki agroindustri. Adapun strategi alternatif
yang digunakan yaitu meningkatkan kegiatan promosi produk olahan tape.
Strategi tersebut didukung dengan adanya pasar yang terbuka luas, permintaan
yang tinggi serta produk inovatif, sehingga perlu ditingkatkan kegiatan promosi
agar produk tersebut lebih dikenal masyarakat. Apabila produk tersebut sudah
banyak dikenal oleh masyarakat, maka proses pemasaran produk menjadi lebih
mudah sehingga perputaran modal tidak lagi lambat.
3. Strategi S-T
Strategi S-T merupakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk
meminimalisir ancaman yang dapat menghambat pengembangan usaha
agroindustri koplak food. Adapun strategi alternatif yang dapat dilakukan yaitu
dengan menjaga dan mempertahankan kualitas produk. Strategi tersebut didukung
dengan kekuatan yang dimiliki agroindustri dimana tenaga kerja yang dapat
mengoperasikan teknologi modern dalam proses produksi dan kemampuan
agroindustri memperoleh bahan baku berkualitas dapat menghasilkan produk
dengan kualitas yang baik. Selain itu dengan nama produk dan ciri khas yang unik
dapat menarik konsumen untuk membeli produk olahan tape, sehingga meskipun
terdapat beberapa subtitusi produk olahan tape lainnya tidak akan mempengaruhi
pengembangan usaha produk olahan tape agroindustri koplak food karena tetap
menjaga dan mempertahankan kualitas produknya.
4. Strategi W-T
Strategi W-T merupakan strategi dengan menggunakan kelemahan untuk
meminimalisir ancaman yang dapat menghambat pengembangan usaha produk
olahan tape. Adapun strategi alternatif yang dapat dilakukan yaitu melakukan
pencatatan keuangan yang lebih teratur. Apabila pencatatan keuangan agroindustri
koplak food dilakukan dengan teratur dan konsisten maka dapat meminimalisir
ancaman seperti adanya kerugian jika harga bahan baku terus mengalami
peningkatan.
95
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Produk olahan tape agroindustri koplak food memberikan nilai tambah positif
dimana VA > 0. Nilai tambah ladrang tape sebesar Rp. 46.255,07/kg bahan
baku tape dan tepung dengan rasio nilai tambah sebesar 67,14%. Sedangkan
nilai tambah keripik tape sebesar Rp. 21.565,56/kg bahan baku tape dengan
rasio nilai tambah sebesar 60,42%. Ladrang tape memiliki nilai tambah lebih
besar dari keripik tape karena faktor konfersi ladrang tape yang cukup besar
sehingga dalam satu kilogram bahan baku mampu menghasilkan output
ladrang tape lebih banyak dari keripik tape dengan harga yang hampir sama.
2. Usaha produk olahan tape pada agroindustri koplak food menguntungkan
dengan nilai TR > TC. Pendapatan yang diterima ketika memproduksi ladrang
tape sebesar Rp 4.868.649,00/bulan. Pendapatan yang diterima ketika
memproduksi keripik tape sebesar Rp 4.814.892,14/bulan. Ladrang tape
memiliki pendapatan lebih besar karena ladrang tape hanya dijual dalam
bentuk packing saja, sedangkan keripik tape dijual dalam tiga kemasan berbeda
dengan harga yang berbeda.
3. Marketing mix produk olahan tape pada agroindustri koplak food meliputi 4P
yaitu Product, Price, Place, Promotion, dimana product merupakan dasar
bauran pemasaran yang paling menonjol. Selain itu, melalui atribut product
dapat diketahui perbedaan ladrang tape dan keripik tape.
4. Berdasarkan hasil analisis SWOT, pengembangan usaha olahan tape dapat
dilakukan melalui beberapa alternatif strategi seperti meningkatan kapasitas
produksi olahan tape dan meningkatan distribusi produk.
96
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, terdapat saran yang ditujukan kepada
agroindustri koplak food:
1. Berdasarkan hasil analisis nilai tambah dan pendapatan, lebih baik agroindustri
meningkatkan produksi ladrang tape karena memiliki nilai tambah dan
pendapatan yang lebih besar, namun bukan berarti agroindustri harus
mengurangi produksi keripik tape.
2. Berdasarkan hasil analisis, dasar marketing mix yang mendukung strategi
adalah product dan place , sedangkan price dan promotion tidak. Price tidak
tergolong dalam strategi karena penetapan harga sudah sesuai dengan produk
subtitusi. Promotion tidak tergolong dalam strategi S-O karena promosi yang
dilakukan sudah efektif, namun perlu ditingkatkan dari segi W-O untuk lebih
mengenalkan produk tersebut ke masyarakat sebagai produk khas Jember.
3. Berdasarkan analisis SWOT, guna mendorong pengembangan usaha produk
olahan tape sebaiknya agroindustri menjalin kerjasama dengan beberapa
pemasok agar dapat meningkatkan kapasitas produksi atau bekerjasama dengan
distributor untuk meningkatkan distribusi produk.
97
DAFTAR PUSTAKA
Adyanti, E. Septia. 2016. Analisis Harga Pokok Produksi dan Nilai Tambah pada
Agroindustri Tapioka CV. INTAF di Desa Wonorejo Kecamatan
Kedungjajang Kabupaten Lumajang. Skripsi. Jember: Fakultas Pertanian
Universitas Jember.
Amirullah. 2015. Manajemen Strategi Teori-Konsep-Kinerjs. Jakarta: Mitra
Wacana Media
Arif, N. R. Al, dan Amalia, E. 2010. Teori Mikroekonomi. Jakarta: Prenadamedia
Group
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian. 2013.
Diversifikasi Pangan dan Transformasi Pembangunan Pertanian. Jakarta:
IAARD Press.
Badan Pusat Statistik. 2017. Jawa Timur dalam Angka 2017. Surabaya: BPS
Provinsi Jawa Timur.
Badan Pusat Statistik. 2017. Kabupaten Bondowoso dalam Angka Tahun 2015-
2017. https://bondowosokab.bps.go.id/index.php/Publikasi. [Diakses pada 16
Februari 2019].
Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. 2013. Ubi Kayu:Hasil Utama
Penelitian Tahun 2013. http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-
content/uploads/2015/02/pages%20from%20highlight%202013_20%20final
%2021-24.pdf. [Diakses pada 1 Oktober 2018].
Elida, S. dan W. Hamidi. 2009. Analisis Pendapatan Agroindustri Rengginang
Ubi Kayu di Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Ekonomi, 17(2): 109-119.
Elvia, Rina. 2016. Analisis Nilai Tambah Ubi Kayu sebagai Bahan Baku Keripik
Singkong pada Agroindustri Pak Ali di Desa Ujong Tanjung Kcamatan
Mereubo Kabupaten Aceh Barat. Skripsi. Aceh: Fakultas Pertanian
Universitas Meulaboh, Aceh Barat.
Firdaus, Muhammad. 2009. Manajemen Agribisnis. Jakarta: Bumi Aksara
Hadi, Projogo U. 2014 Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan
Pertanian. Jakarta: Indonesian Agency For Agricultural Research and
Development (IAARD) Press.
Hamdi, A. S. dan E. Bahruddin. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi
dalam Pendidikan. Yogyakarta: Deepublish.
98
Ismini. 2010. Analisis Nilai Tambah dan Strategi Pemasaran Keripik Singkong di
Perusahaan “Mickey Mouse” di Malang. Agrika, 4(2): 119-129.
Kementrian Pertanian. 2017. https://aplikasi2.pertanian.go.id/bdsp/id/lokasi
[Diakses pada 7 Juni 2018].
Kompas. 2012. Ini Dia Tape Singkong Khas Jember.
https://edukasi.kompas.com/read/2012/02/07/1907556/read-brandzview.html.
[Diakses pada 1 Oktober 2018].
Kotler, Philip. 1997. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Prenhallindo
Leksana, T. Putra. 2006. Analisis Nilai Tambah dan Prospek Agroindustri Suwar-
suwir di Kabupaten Jember. Skripsi. Jember: Fakultas Pertanian Universitas
Jember.
Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.
Jakarta: Grasindo
Marimin dan Maghfiroh, Nurul. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan
dalam Manajemen Rantai Pasok. Bogor : IPB Press.
Mashuri, Fahrurozhi. 2006. Strategi Pengembangan Usaha Industri Kecil Tape
Bondowoso. Diterbitkan. Skripsi. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Muntoha, Jamroni, dan Riska Utami Ummayah. 2015. Pelatihan Pemanfaatan dan
Pengolahan Singkong Menjadi Makanan Ringan Tela Rasa. Jurnal Inovasi
dan Kewirausahaan, 4(3): 188-193
Pracoyo, Tri K., dan A. Pracoyo. 2006. Aspek Dasar Ekonomi Mikro. Jakarta: PT.
Grasindo.
Praptiwi, A. N., Tety, E., dan Jumatri Yusri. 2015. Analisis Pendapatan dan Nilai
Tambah Agroindustri Tape Singkong di Kota Pekanbaru. Jom Faperta, 2(1):
1-11
Putong, Iskandar. 2005. Ekonomi Mikro. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Putra, Adetiya P., Idqan F. dan Yossi Wibowo. 2015. Competitive Strategy Of a
Market Leader; Case Of UD. Primadona’s Prol Tape Jember-East Java.
Indonesian Journal of Business and Enterpreneurship, 1(3): 127-136.
Rahardja, P. dan M. Manurung. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi &
Makroekonomi). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia.
99
Rangkuti, F. 1997. Teknik Membedah Kasus Bisnis Analisis SWOT. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama
Reksohadiprodjo, Sukanto. 2003. Manajemen Sttrategi. Yogyakarta: BPFE-
Yogyakarta
Reptiana, L. Mega. 2016. Nilai Tambah Chip Ubi Kayu dan Prospek
Pengembangan Agroindustri Tepung Ubi Kayu di CV. Tulus Abadi
Kabupaten Trenggalek. Skripsi. Jember: Fakultas Pertanian Universitas
Jember.
Rukmana, H. R. 1997. Ubi Kayu Budidaya dan Pascapanen. Yogyakarta:
Kanisius.
Santoso, I. 2013. Pengantar Agroindustri. Malang: UB Press
Setiyo. 2018. Konsep Biaya (Cost) dalam Ilmu Ekonomi.
https://www.ajarekonomi.com/2018/04/konsep-biaya-cost-dalam-ilmu-
ekonomi.html. [Diakses pada 17 Februari 2019].
Setiawan, I. 2012. Agribisnis Kreatif. Jakarta: Penebar Swadaya
Sudiyono, A. 2002. Pemasaran Pertanian. Malang: UMM Press.
Sukirno, Sadono. 2010. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Supriyati dan Suryani E. 2006. Peranan, Peluang dan Kendala Pengembangan
Agroindustri di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 24(2): 92-106
Saleh, N., A. Taufiq, Y. Widodo, dan Titik Sundari. 2016. Pedoman Budi Daya
Ubi Kayu di Indonesia. Jakarta: Indonesian Agency For Agricultural
Research and Development (IAARD) Press.
Soetriono., Suwandari, A., dan Rijanto. 2003. Pengantar Ilmu Pertanian. Malang:
Bayu Media
Tribuntravel.com. 2017. Sering Dikira Sama! Ini Perbedaan Peuyeum dan
Singkong. http://travel.tribunnews.com/2017/01/30/sering-dikira-sama-ini-
perbedaan-peuyeum-dan-singkong. [Diakses pada 24 Januari 2019]
Umar, Husein. 2003. Strategic Management in Action. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Utami, N. Widya. 2018. Ciri-Citi Packaging Produk yang Baik dan Berpengaruh
Terhadap Penjualan. https://www.jurnal.id/id/blog/2018-ciri-ciri-packaging-
100
produk-yang-baik-dan-pengaruhnya-terhadap-penjualan/. [Diakses pada 17
Januari 2019].
Vellas, F. dan L. Becherel. 2008. Pemasaran Pariwisata Internasional Sebuah
Pendekatan Strategis. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Widaningsih, R. 2015. Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi
Kayu. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementrian Pertanian.
101
Lampiran 5.1 Data Ladrang Tape pada Bulan Agustus 2018
No Jumlah bahan
baku (Kg)
Harga
bahan baku
Total harga
bahan baku
(Rp)
Output Ladrang
Tape (Kg)
Total Jumlah
Kemasan (Pcs)
Harga ladrang
tape/pcs (150
gram)
Total
penerimaan
1 6 7.000 42.000 8,40 56 15.000 840.000
2 5 7.000 35.000 6,90 46 15.000 690.000
3 3 7.000 21.000 4,05 27 15.000 405.000
4 4 7.000 28.000 5,25 35 15.000 525.000
5 2 7.000 14.000 2,85 19 15.000 285.000
6 8 7.000 56.000 10,95 73 15.000 1.095.000
7 5 7.000 35.000 6,90 46 15.000 690.000
8 5 7.000 35.000 6,90 46 15.000 690.000
9 5 7.000 35.000 6,90 46 15.000 690.000
10 5 7.000 35.000 6,90 46 15.000 690.000
11 6 7.000 42.000 8,40 56 15.000 840.000
12 5 7.000 35.000 6,90 46 15.000 690.000
Total 59
413.000 81,30 542
8.130.000
Rata-
rata 4,917
6,775
677.500
10
1
102
Lampiran 5.2. Data Biaya Variabel Usaha Ladrang Tape pada Bulan Agustus 2018
No. Jumlah
tape (Kg) Satuan
Harga
(Rp/kg) Total Harga (Rp)
Tepung
(Kg) Satuan
Harga
(Rp/kg) Total Harga (Rp)
1 6 Kg 7.000 42.000 6 Kg 9.000 54.000
2 5 Kg 7.000 35.000 5 Kg 9.000 45.000
3 3 Kg 7.000 21.000 3 Kg 9.000 27.000
4 4 Kg 7.000 28.000 4 Kg 9.000 36.000
5 2 Kg 7.000 14.000 2 Kg 9.000 18.000
6 8 Kg 7.000 56.000 8 Kg 9.000 72.000
7 5 Kg 7.000 35.000 5 Kg 9.000 45.000
8 5 Kg 7.000 35.000 5 Kg 9.000 45.000
9 5 Kg 7.000 35.000 5 Kg 9.000 45.000
10 5 Kg 7.000 35.000 5 Kg 9.000 45.000
11 6 Kg 7.000 42.000 6 Kg 9.000 54.000
12 5 Kg 7.000 35.000 5 Kg 9.000 45.000
Total 59
413.000 59
531.000
10
2
103
Lanjutan Lampiran 5.2 Data Biaya Variabel Usaha Ladrang Tape pada Bulan Agustus 2018
No. Jumlah
Minyak (L) Satuan
Harga
(Rp/L)
Total Harga
(Rp)
Jumlah
Gas (Kg) Satuan
Harga
(Rp/kg)
Total Harga
(Rp)
1 3 Liter 11.500 34.500 1,2 Kg 6.000 7.200
2 2,5 Liter 11.500 28.750 1 Kg 6.000 6.000
3 1,5 Liter 11.500 17.250 0,6 Kg 6.000 3.600
4 2 Liter 11.500 23.000 0,8 Kg 6.000 4.800
5 1 Liter 11.500 11.500 0,4 Kg 6.000 2.400
6 4 Liter 11.500 46.000 1,6 Kg 6.000 9.600
7 2,5 Liter 11.500 28.750 1 Kg 6.000 6.000
8 2,5 Liter 11.500 28.750 1 Kg 6.000 6.000
9 2,5 Liter 11.500 28.750 1 Kg 6.000 6.000
10 2,5 Liter 11.500 28.750 1 Kg 6.000 6.000
11 3 Liter 11.500 34.500 1,2 Kg 6.000 7.200
12 2,5 Liter 11.500 28.750 1 Kg 6.000 6.000
Total 29,5 339.250 11,8
70.800
10
3
104
Lanjutan Lampiran 5.2. Data Biaya Variabel Usaha Ladrang Tape pada Bulan Agustus 2018
No. Mentega (Kg) Satuan Harga
(Rp/kg) Total Harga (Rp) Telur (Kg) Satuan
Harga
(Rp/kg)
Total Harga
(Rp)
1 0,216 Kg 22.000 4.752 0,375 Kg 17.500 6.563
2 0,18 Kg 22.000 3.960 0,3125 Kg 17.500 5.469
3 0,108 Kg 22.000 2.376 0,1875 Kg 17.500 3.281
4 0,144 Kg 22.000 3.168 0,25 Kg 17.500 4.375
5 0,072 Kg 22.000 1.584 0,125 Kg 17.500 2.188
6 0,288 Kg 22.000 6.336 0,5 Kg 17.500 8.750
7 0,18 Kg 22.000 3.960 0,3125 Kg 17.500 5.469
8 0,18 Kg 22.000 3.960 0,3125 Kg 17.500 5.469
9 0,18 Kg 22.000 3.960 0,3125 Kg 17.500 5.469
10 0,18 Kg 22.000 3.960 0,3125 Kg 17.500 5.469
11 0,216 Kg 22.000 4.752 0,375 Kg 17.500 6.563
12 0,18 Kg 22.000 3.960 0,3125 Kg 17.500 5.469
Total 2,124 46.728 3,6875 64.531
104
105
Lanjutan Lampiran 5.2 Data Biaya Variabel Usaha Ladrang Tape pada Bulan Agustus 2018
No. Gula (Kg) Satuan Harga
(Rp/kg) Total Harga (Rp) Kemasan Foil Satuan
Harga
(Rp/kg)
Total Harga
(Rp)
1 0,36 Kg 10.000 3.600 56 Pcs 1.000 56.000
2 0,3 Kg 10.000 3.000 46 Pcs 1.000 46.000
3 0,18 Kg 10.000 1.800 27 Pcs 1.000 27.000
4 0,24 Kg 10.000 2.400 35 Pcs 1.000 35.000
5 0,12 Kg 10.000 1.200 19 Pcs 1.000 19.000
6 0,48 Kg 10.000 4.800 73 Pcs 1.000 73.000
7 0,3 Kg 10.000 3.000 46 Pcs 1.000 46.000
8 0,3 Kg 10.000 3.000 46 Pcs 1.000 46.000
9 0,3 Kg 10.000 3.000 46 Pcs 1.000 46.000
10 0,3 Kg 10.000 3.000 46 Pcs 1.000 46.000
11 0,36 Kg 10.000 3.600 56 Pcs 1.000 56.000
12 0,3 Kg 10.000 3.000 46 Pcs 1.000 46.000
Total 3,54
35.400 542
542.000
10
5
106
Lanjutan Lampiran 5.2 Data Biaya Variabel Usaha Ladrang Tape pada Bulan Agustus 2018
No. Stiker Satuan Harga (Rp/pcs) Total Harga
(Rp) Tas kertas Satuan Harga (Rp/pcs)
Total Harga
(Rp)
1 56 Pcs 300 16.800 56 Pcs 583 32.648
2 46 Pcs 300 13.800 46 Pcs 583 26.818
3 27 Pcs 300 8.100 27 Pcs 583 15.741
4 35 Pcs 300 10.500 35 Pcs 583 20.405
5 19 Pcs 300 5.700 19 Pcs 583 11.077
6 73 Pcs 300 21.900 73 Pcs 583 42.559
7 46 Pcs 300 13.800 46 Pcs 583 26.818
8 46 Pcs 300 13.800 46 Pcs 583 26.818
9 46 Pcs 300 13.800 46 Pcs 583 26.818
10 46 Pcs 300 13.800 46 Pcs 583 26.818
11 56 Pcs 300 16.800 56 Pcs 583 32.648
12 46 Pcs 300 13.800 46 Pcs 583 26.818
Total 542
162.600 542
315.986
10
6
107
Lanjutan Lampiran 5.2. Data Biaya Variabel Usaha Ladrang Tape pada Bulan Agustus 2018
No. Tenaga kerja Satuan Harga (Rp/kg) Total Harga (Rp)
1 6 Kg bahan baku 10.000 60.000
2 5 Kg bahan baku 10.000 50.000
3 3 Kg bahan baku 10.000 30.000
4 4 Kg bahan baku 10.000 40.000
5 2 Kg bahan baku 10.000 20.000
6 8 Kg bahan baku 10.000 80.000
7 5 Kg bahan baku 10.000 50.000
8 5 Kg bahan baku 10.000 50.000
9 5 Kg bahan baku 10.000 50.000
10 5 Kg bahan baku 10.000 50.000
11 6 Kg bahan baku 10.000 60.000
12 5 Kg bahan baku 10.000 50.000
Total 59
590.000
10
7
108
Lampiran 5.3. Rangkuman Data Biaya Variabel Usaha Ladrang Tape pada Bulan Agustus 2018
No. Komponen Satuan Jumlah Harga Jumlah Biaya (Rp/bulan) Harga Per Kg Bahan Baku
1 Tape Kg 59 7.000,00 413.000,00 3.500,00
2 Tepung Kg 59 9.000,00 531.000,00 4.500,00
3 Minyak L 29,5 11.500,00 339.250,00 2.875,00
4 Gas Kg 11,8 6.000,00 70.800,00 600,00
5 Telur Kg 3,6875 17.500,00 64.531,00 546,88
6 Mentega Kg 2,124 22.000,00 46.728,00 396,00
7 Gula Kg 3,54 10.000,00 35.400,00 300,00
8 Kemasan foil Pcs 542 1.000,00 542.000,00 4.593,22
9 Stiker Pcs 542 300,00 162.600,00 1.377,97
10 Tas kertas Pcs 542 583,00 315.986,00 2.677,85
11 Tenaga kerja Orang 1 590.000,00 590.000,00 5.000,00
Total Variabel Cost (TVC) 3.111.295
Lampiran 5.4 Data Penyusutan Biaya Tetap Usaha Ladrang Tape pada Bulan Agustus 2018
Gilingan Stainless
No. Jumlah (unit) Harga (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis (Thn) Penyusutan (Rp/bulan)
1
Jumlah 1 133.000,00 133.000,00 5 2.216,67
Rata-
rata 1 133.000,00 133.000,00 2.216,67
10
8
109
Lanjutan Lampiran 5.4. Data Penyusutan Biaya Tetap Usaha Ladrang Tape pada Bulan Agustus 2018
Gilingan Kayu
No. Jumlah (unit) Harga (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis (Thn) Penyusutan (Rp/bulan)
2
Jumlah 1 21.000,00 21.000,00 2 875,00
Rata-
rata 1 21.000,00 21.000,00 875,00
Mesin Sealer
No. Jumlah (unit) Harga (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis (Thn) Penyusutan (Rp/bulan)
3
Jumlah 1 2.500.000,00 2.500.000,00 5 20.833,33
Rata-rata 1 2.500.000,00 2.500.000,00 20.833,33
Baskom
No. Jumlah (unit) Harga (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis (Thn) Penyusutan (Rp/bulan)
4
Jumlah 1 40.000,00 40.000,00 3 1.111,11
Rata-rata 1 40.000,00 40.000,00
1.111,11
10
9
110
Lanjutan Lampiran 5.4 Data Penyusutan Biaya Tetap Usaha Ladrang Tape pada Bulan Agustus 2018
Nampan Plastik
No. Jumlah (unit) Harga (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis (Thn) Penyusutan (Rp/bulan)
5
Jumlah 1 10.800,00 10.800,00 2 450,00
Rata-rata 1 10.800,00 10.800,00
450,00
Timbangan
No. Jumlah (unit) Harga (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis (Thn) Penyusutan (Rp/bulan)
6
Jumlah 1 183.000,00 183.000,00 3 2.541,67
1 89.000,00 89.000,00 3 1.236,11
Total 3.777,78
Wajan Penggorengan
No. Jumlah (unit) Harga (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis (Thn) Penyusutan (Rp/bulan)
7
Jumlah 1 69.000,00 69.000,00 3 1.916,67
Rata-rata 1 69.000,00 69.000,00
1.916,67
11
0
111
Lanjutan Lampiran 5.4 Data Penyusutan Biaya Tetap Usaha Ladrang Tape pada Bulan Agustus 2018 Spatula
No. Jumlah (unit) Harga (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis (Thn) Penyusutan (Rp/bulan)
8
Jumlah 1 8.000,00 8.000,00 2 333,33
Rata-rata 1 8.000,00 8.000,00
333,33
Lanjutan Lampiran 5.4 Data Penyusutan Biaya Tetap Usaha Ladrang Tape pada Bulan Agustus 2018
Saringan
No. Jumlah (unit) Harga (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis (Thn) Penyusutan (Rp/bulan)
9
Jumlah 1 13.000,00 13.000,00 2 541,67
Rata-rata 1 13.000,00 13.000,00
541,67
111
112
Lanjutan Lampiran 5.4 Data Penyusutan Biaya Tetap Usaha Ladrang Tape pada Bulan Agustus 2018
Listrik
No. Harga
1 12.000
2 10.000
3 6.000
4 8.000
5 4.000
6 16.000
7 10.000
8 10.000
9 10.000
10 10.000
11 12.000
12 10.000
Total 118.000
112
113
Lampiran 5.5 Rangkuman Penyusutan Biaya Tetap Usaha Ladrang Tape pada Bulan Agustus 2018
No. Komponen Biaya Total Harga Total harga per Kg bahan baku
1 Gilingan Stainless 2.217 19
2 Gilingan kayu 875 7
3 Mesin Sealer 20.833 177
4 Baskom 1.111 9
5 Nampan plastik 450 4
6 Timbangan 3.778 32
8 Wajan penggorengan 1.917 16
9 Spatula 333 3
10 Saringan 542 5
11 Listrik 118.000 1.000
Total 150.056 1.272
113
114
Lampiran 5.6 Data Total Biaya Usaha Ladrang Tape pada Bulan Agustus 2018
Total Cost = TVC + TFC
TVC 3.111.295
TFC 150.056
Total Cost 3.261.351
Lampiran 5.7 Data Total Penerimaan Usaha Ladrang Tape pada Bulan Agustus 2018
Total Revenue (TR)= Harga Output (Py) x Jumlah Output (Qy)
No. Qy Py TR
1 56 15.000 840.000
2 46 15.000 690.000
3 27 15.000 405.000
4 35 15.000 525.000
5 19 15.000 285.000
6 73 15.000 1.095.000
7 46 15.000 690.000
8 46 15.000 690.000
9 46 15.000 690.000
10 46 15.000 690.000
11 56 15.000 840.000
12 46 15.000 690.000
Total 542
8.130.000
11
4
115
Lampiran 5.8 Data Pendapatan Usaha Ladrang Tape pada Bulan Agustus 2018
Pendapatan = TR – TC
TR 8.130.000
TC 3.261.351
Pendapatan 4.868.649
11
5
116
Lampiran 5.9 Analisis Nilai Tambah Usaha Ladrang Tape pada Bulan Agustus 2018
No. Analisis Nilai Tambah Satuan Formulasi Nilai
Output, Input, Harga
1 Output/total produksi Kg/proses [1] 6,775
2 Input/bahan baku Kg/proses [2]
a. Tape
4,917
b. Tepung
4,917
Total input bahan baku
9,834
3 Input TK HOK/proses [3] 1
4 Faktor Konversi
[4] = [1] / [2] 0,689
5 Koefisien TK HOK/Kg [5] = [3] / [2] 0,102
6 Harga Produk Rp/Kg [6] 100.000
7 Upah rata-rata TK per HOK Rp/HOK [7] 49170
Pendapatan dan Keuntungan
8 Harga input bahan baku
[8]
a. Bahan baku tape Rp/Kg
3500
b. Bahan baku tepung Rp/Kg
4500
Total bahan baku Rp
8000
9 Sumbangan input lain
[9]
a. Biaya penolong Rp/Kg
13.367
b. Biaya penyusutan alat Rp/Kg
1.272
Total sumbangan lain Rp
14.639
10 Nilai produk Rp/Kg [10] = [4] x [6] 68.893,63
11 a. Nilai tambah Rp/Kg [11a] = [10] - [8] - [9] 46.255,07
b. Rasio nilai tambah % [11b] = [11a]/[10] x 100 67,14
12 a. Pendapatan Rp/Kg [12a] = [5] x [7] 5.000
b. Imbalan TK % [12b] = [12a]/[11a] x 100 10,18
13 a. Keuntungan Rp/Kg [13a] = [11a] - [12a] 41.255,07
b. Tingkat keuntungan % [13b] = [13a]/[10] x 100 59,88
Lampiran 5.10 Data Keripik Tape pada Bulan Agustus 2018
No
Jumlah bahan
baku Satuan
Harga
bahan baku
Total harga
bahan baku
Output Keripik
Tape (Kg)
Harga keripik
tape (Rp/kg)
Total penerimaan
(Rp)
1 71 kg 7.000 497.000 24,375 104.165,59 2.539.036,26
2 70 kg 7.000 490.000 23,375 104.165,59 2.434.870,67
3 72 kg 7.000 504.000 25 104.165,59 2.604.139,75
4 69 kg 7.000 483.000 23,875 104.165,59 2.486.953,46
Total 282 1.974.000 96,625 10.065.000,13
Rata-
rata 70,5
24,15625
2.516.250,03
Lampiran 5.11 Data Biaya Variabel Usaha Keripik Tape pada Bulan Agustus 2018
No. Jumlah tape (Kg) Satuan Harga (Rp/kg) Total Harga (Rp)
1 71 Kg 7.000 497.000
2 70 Kg 7.000 490.000
3 72 Kg 7.000 504.000
4 69 Kg 7.000 483.000
Total 282 1.974.000
Rata-
rata 70,5
493.500
117
Lanjutan Lampiran 5.11 Data Biaya Variabel Usaha Keripik Tape pada Bulan Agustus 2018
No. Jumlah
Minyak (L) Satuan
Harga
(Rp/L)
Total Harga
(Rp)
Jumlah
Gas Satuan Harga (Rp/kg) Total Harga (Rp)
1 9 Kg 11.500 103.500 12 Kg 6.000 72.000
2 7 Kg 11.500 80.500 12 Kg 6.000 72.000
3 7 Kg 11.500 80.500 12 Kg 6.000 72.000
4 7 Kg 11.500 80.500 12 Kg 6.000 72.000
Total 30 345.000 48 288.000
Rata-
rata 7,5
86.250
12
72.000
No. Jumlah
Kemasan Satuan
Harga
(Rp/pcs) Total Harga (Rp) Jumlah Stiker Satuan
Harga
(Rp/pcs) Total Harga (Rp)
1 127 pcs 1.300 165.100 127 pcs 300 38.100
2 141 pcs 1.300 183.300 141 pcs 300 42.300
3 148 pcs 1.300 192.400 148 pcs 300 44.400
4 123 pcs 1.300 159.900 123 pcs 300 36.900
Total 539 700.700 539
161.700
Rata-
rata 134,75
175.175 134,75 40.425
11
8
No. Plastik Los-losan
(Pcs) Harga (Rp/pcs) Total Harga (Rp)
Plastik Gur gur
(Pcs) Harga (Rp/pcs) Total Harga (Rp)
1 8 1.000 8.000 2 500 1.000
2 5 1.000 5.000 3 500 1.500
3 8 1.000 8.000 2 500 1.000
4 6 1.000 6.000 2 500 1.000
Total 27 27.000 9 4.500
Rata-
rata 6,75 6.750 2,25 1.125
Lanjutan Lampiran 5.11 Data Biaya Variabel Usaha Keripik Tape pada Bulan Agustus 2018
No. Jenis kegiatan Jumlah
Tape Upah
Total
Upah
Jenis
kegiatan Upah
Upah 1 hari
produksi HOK
Upah 3 hari
produksi/TK
Jumlah
TK Total Upah
1 Memotong tape 71 1000 71.000 Menggoreng
+ mengemas 50.000 61.833,33333 3 185.500 2 371.000
2 Memotong tape 70 1000 70.000 Menggoreng
+ mengemas 50.000 61.666,66667 3 185.000 2 370.000
3 Memotong tape 72 1000 72.000 Menggoreng
+ mengemas 50.000 62.000 3 186.000 2 372.000
4 Memotong tape 69 1000 69.000 Menggoreng
+ mengemas 50.000 61.500 3 184.500 2 369.000
Total
282
282.000
247.000
741.000
1.482.000
Rata-rata 70,5
70.500
61.750
185.250
370.500
11
9
Lampiran 5.12 Rangkuman Data Biaya Variabel Usaha Keripik Tape pada Bulan Agustus 2018
No. Komponen Satuan Jumlah Harga Jumlah Biaya
(Rp/bulan)
Harga Per Kg
Bahan Baku
1 Tape Kg 282 7.000 1.974.000 7.000,00
2 Minyak L 30 11.500 345.000 1.223,40
3 Gas Kg 48 6.000 288.000 1.021,28
4 Kemasan foil Pcs 539 1.300 700.700 2.484,75
5 Stiker Pcs 539 300 161.700 573,40
6 Plastik Los-losan Pcs 27 1.000 27.000 95,74
7 Plastik Gur-gur Pcs 9 500 4.500 15,96
8 Tenaga kerja Orang 2 741.000 1.482.000 5.255,32
Total 4.982.900 17.669,86
Rata-
rata 1.245.725
Lampiran 5.13 Data Penyusutan Biaya Tetap Usaha Keripik Tape pada Bulan Agustus 2018
Bangunan Gedung
No. Jumlah (m2) Harga (Rp/m2) Nilai (Rp) Umur Ekonomis (Thn) Penyusutan (Rp/bulan)
1
Jumlah 32 225.000,00 7.200.000,00 25 24.000,00
Rata-
rata 32 225.000,00 7.200.000,00 24.000,00
12
0
Lanjutan Lampiran 5.13 Data Penyusutan Biaya Tetap Usaha Keripik Tape pada Bulan Agustus 2018
Vacuum frying dan spinner
No. Jumlah (unit) Harga (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis (Thn) Penyusutan (Rp/bulan)
2
Jumlah 1 20.000.000,00 20.000.000,00 10 166.666,67
Rata-
rata 1 20.000.000,00 20.000.000,00 166.666,67
Kulkas freezer
No. Jumlah (unit) Harga (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis (Thn) Penyusutan (Rp/bulan)
3
Jumlah 1 2.900.000,00 2.900.000,00 10 24.166,67
1 2.550.000,00 2.550.000,00 10 21.250,00
Total 45.416,67
Mesin Sealer
No. Jumlah (unit) Harga (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis (Thn) Penyusutan (Rp/bulan)
4
Jumlah 1 2.500.000,00 2.500.000,00 5 20.833,33
Rata-
rata 1 2.500.000,00 2.500.000,00 20.833,33
121
Lanjutan Lampiran 5.13 Data Penyusutan Biaya Tetap Usaha Keripik Tape pada Bulan Agustus 2018
Keranjang Kecil
No. Jumlah (unit) Harga (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis (Thn) Penyusutan (Rp/bulan)
5
Jumlah 16 10.500,00 168.000,00 2 7.000,00
Rata-
rata 16 10.500,00 168.000,00 7.000,00
Keranjang Besar
No. Jumlah (unit) Harga (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis (Thn) Penyusutan (Rp/bulan)
6
Jumlah 1 79.000,00 79.000,00 2 3.291,67
Rata-
rata 1 79.000,00 79.000,00 3.291,67
Timbangan
No. Jumlah (unit) Harga (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis (Thn) Penyusutan (Rp/bulan)
7
Jumlah 1 183.000,00 183.000,00 3 2.541,67
1 89.000,00 89.000,00 3 1.236,11
Total 3.777,78
12
2
Lampiran 5.13 Data Penyusutan Biaya Tetap Usaha Keripik Tape pada Bulan Agustus 2018
Kompor
No. Jumlah (unit) Harga (Rp) Nilai (Rp) Umur Ekonomis (Thn) Penyusutan (Rp/bulan)
8
Jumlah 1 279.000,00 279.000,00 2 11.625,00
Rata-
rata 1 279.000,00 279.000,00 11.625,00
Listrik
No. Harga
1 50.000
2 50.000
3 50.000
4 50.000
Total 200.000
12
3
Lampiran 5.14 Rangkuman Data Penyusutan Biaya Tetap Usaha Keripik Tape pada Bulan Agustus 2018
No. Komponen biaya Total Biaya Biaya per kg bahan baku
1 Bangunan gedung 24.000 85
2 Vacuum frying da spinner 166.667 591
3 Kulkas freezer 45.417 161
4 Mesin sealer 20.833 74
5 Keranjang kecil 7.000 25
6 Keranjang besar 3.292 12
7 Timbangan 3.778 13
8 Kompor 11.625 41
9 Listrik 200.000 709
Total 267.208 1.711
Lampiran 5.15. Data Total Biaya Usaha Keripik Tape pada Bulan Agustus 2018
Total Cost (TC) = TVC + TFC
TVC 4.982.900,00
TFC 267.208,33
TC 5.250.108,33
124
Lampiran 5.16 Data Total Penerimaan Usaha Keripik Tape pada Bulan Agustus 2018
a. Los-losan
Total Revenue (TR) = Qx X Px
No. Qx (Kg) Px (Rp) TR
1 8 70.000 560.000
2 5 70.000 350.000
3 6 70.000 420.000
4 8 70.000 560.000
Total 27 1.890.000
Rata-
rata 6,75 472.500
b. Packing
Total Revenue (TR) = Qx X Px
No. Qx (Pcs/125 gram) Px TR
1 127 15.000 1.905.000
2 141 15.000 2.115.000
3 148 15.000 2.222.000
4 123 15.000 1.845.000
Total 539 8.085.000
Rata-
Rata 134,75 2.021.250
125
c. Gur-gur
Total Revenue (TR) = Qx X Px
No. Qx (Pcs/250 gram) Px TR
1 2 10.000 20.000
2 3 10.000 30.000
3 2 10.000 20.000
4 2 10.000 20.000
Total 9 90.000
Rata-
rata 2,25 22.500
Lampiran 5.17 Data Pendapatan Usaha Keripik Tape pada Bulan Agustus 2018
Pendapatan = TR - TC
TR 10.065.000
TC 5.250.108,33
Pendapatan 4.814.892,14
12
6
127
Lampiran 5.18 Analisis Nilai Tambah Usaha Keripik Tape pada Bulan Agustus 2018
No. Analisis Nilai Tambah Satuan Formulasi Nilai
Output, Input, Harga
1 Keripik tape Kg/periode [1] 24,156
a. Los-losan 6,75
b. Packing 16,84
c. Gur-gur 0,56
2 Tape singkong Kg/periode [2] 70,5
3 Input Tenaga Kerja HOK/periode [3] 6
4 Faktor Konversi
[4] = [1] / [2] 0,34
5 Koefisien Tenaga Kerja HOK/Kg [5] = [3] / [2] 0,09
6 Harga Produk Rp/Kg [6] 104.165,59
7 Upah rata-rata TK per HOK Rp/HOK [7] 61.750,00
Pendapatan dan Keuntungan
8 Harga tape singkong Rp/Kg [8] 7.000,00
9 Sumbangan input lain Rp/Kg [9]
a. Biaya minyak
1.223,40
b. Biaya gas
1.021,28
c. Biaya kemasan
2.596,45
d. Biaya stiker
573,40
e. Biaya penyusutan alat
1.711,39
Total input lain Rp
7.125,93
10 Nilai produk Rp/Kg [10] = [4] x [6] 35.691,49
11 a. Nilai tambah Rp/Kg [11a] = [10] - [8] - [9] 21.565,56
b. Rasio nilai tambah % [11b] = [11a]/[10] x 100 60,42
12 a. Pendapatan Tenaga Kerja Rp/Kg [12a] = [5] x [7] 5. 255,32
b. Rasio Tenaga Kerja % [12b] = [12a]/[11a] x 100 24,37
13 a. Keuntungan Rp/Kg [13a] = [11a] - [12a] 16.310,00
b. Tingkat keuntungan % [13b] = [13a]/[10] x 100 46,00
123
Lampiran 5.19 Analisis Faktor Internal
Faktor-Faktor Strategi Internal
Strength (S) Weakness (W)
Kemampuan TK dalam penggunaan teknologi S1 Skala produksi rendah W1
Kemampuan agroindustri dalam memperoleh bahan baku
berkualitas S2 Jumlah TK terbatas W2
Ciri khas yang unik pada produk olahan tape S3 Masih kurang dikenal masyarakat W3
Promosi online dan offline yang efektif S4 Perputaran modal yang kurang cepat W4
Adanya legalitas usaha (Ijin usaha dan PIRT) S5 Kurangnya pencatatan keuangan W5
Lampiran 5.20 Analisis Faktor Eksternal
Faktor-Faktor Strategi Eksternal
Opportunities (O) Threats (T)
Pasar terbuka luas O1 Kualitas bahan baku kurang konsisten T1
Tingginya permintaan pasar O2 Harga bahan baku cenderung meningkat T2
Produk sangat inovatif O3 Adanya negosiasi perluasan pasar yang
merugikan T3
Penggunaan teknologi modern O4 Adanya subtitusi produk olahan tape T4
Adanya kerjasama dengan instansi pendidikan O5
12
8
124
Lampiran 5.21 Pemberian Bobot Dan Rating pada Faktor Internal
Faktor-Faktor Internal Bobot
Bobot Rata-
rata
Rating
Rating
Rata-rata
Nilai (B * R) Responden Responden
Kekuatan 1 2 1 2
Kemampuan TK dalam penggunaan teknologi 0,105263 0,076923 0,091093117 4 2 3 0,273279
Kemampuan agroindustri dalam memperoleh bahan baku berkualitas 0,078947 0,076923 0,077935223 3 2 2,5 0,194838
Ciri khas yang unik pada produk olahan tape 0,105263 0,153846 0,129554656 4 4 4 0,518219
Promosi online dan offline yang efektif 0,105263 0,115385 0,110323887 4 3 3,5 0,386134
Adanya legalitas usaha (Ijin usaha dan PIRT) 0,105263 0,076923 0,091093117 4 2 3 0,273279
Total 0,5 0,5 0,5 19 13 16 1,64575
Faktor-Faktor Internal Bobot
Bobot Rata-
rata
Rating
Rating
Rata-rata
Nilai (B * R) Responden Responden
Kelemahan 1 2 1 2
Skala produksi rendah 0,09375 0,090909 0,092329545 3 2 2,5 0,230823864
Jumlah TK terbatas 0,09375 0,090909 0,092329545 3 2 2,5 0,230823864
Masih kurang dikenal masyarakat 0,09375 0,090909 0,092329545 3 2 2,5 0,230823864
Perputaran modal yang kurang cepat 0,125 0,090909 0,107954545 4 2 3 0,323863636
Kurangnya pencatatan keuangan 0,09375 0,136364 0,115056818 3 3 3 0,345170455
Total 0,5 0,5 0,5 16 11 13,5 1,361505682
129
125
Lampiran 5.22 Pemberian Bobot Dan Rating pada Faktor Eksternal
Faktor-Faktor Eksternal Bobot
Bobot Rata-
rata
Rating
Rating
Rata-rata
Nilai (B * R) Responden Responden
Peluang 1 2 1 2
Pasar terbuka luas 0,131765 0,105 0,118382353 4 3 3,5 0,414338235
Tingginya permintaan pasar 0,098824 0,105 0,101911765 3 3 3 0,305735294
Produk sangat inovatif 0,131765 0,14 0,135882353 4 4 4 0,543529412
Penggunaan teknologi modern 0,131765 0,105 0,118382353 4 3 3,5 0,414338235
Adanya kerjasama dengan instansi pendidikan 0,065882 0,105 0,085441176 2 3 2,5 0,213602941
Total 0,56 0,56 0,56 17 16 16,5 1,89154
Faktor-Faktor Eksternal Bobot
Bobot Rata-
rata
Rating
Rating
Rata-rata
Nilai (B * R) Responden Responden
Ancaman 1 2 1 2
Kualitas bahan baku kurang konsisten 0,125714 0,073333 0,09952381 4 2 3 0,298571429
Harga bahan baku cenderung meningkat 0,094286 0,073333 0,083809524 3 2 2,5 0,20952381
Adanya negosiasi perluasan pasar yang merugikan 0,125714 0,146667 0,136190476 4 4 4 0,544761905
Adanya subtitusi produk olahan tape 0,094286 0,146667 0,12047619 3 4 3,5 0,421666667
Total 0,44 0,44 0,44 14 12 13 1,47452381
Nilai IFAS = 3,007255
Nilai EFAS = 3,366068
130
126
Lampiran 5.23 Diagram Matriks Posisi Kompetitif Usaha Olahan Tape pada Agroindustri Koplak Food di Kabupaten Jember
4
4 2
2
0
0
3,01
3,37
WHITE AREA
GREY AREA
GREY AREA
BLACK AREA
IFAS
EFAS
13
1
127
Lampiran 5.24 Matriks Internal Eksternal
IFAS
Kuat Rata-rata Lemah
TOTAL SKOR
T
O
T
A
L
S
K
O
R
EFAS Rendah
Menengah
Tinggi
4,0
2,0
3,0
1,0
2,0 3,0 1,0
I
Pertumbuhan
II
Pertumbuhan
III
Penciutan
IV
Stabilitas
V
Pertumbuhan/
Stabilitas
VI
Divestasi
VII
Pertumbuhan
VIII
Pertumbuhan
IX
Likuiditas
3,37
3,01
13
2
133
Lampiran 5.25 Matriks SWOT Usaha Produk Olahan Tape Koplak Food
Kekuatan (Strength-S)
1. Kemampuan tenaga kerja
dalam penggunaan
teknologi
2. Kemampuan agroindustri
memperoleh bahan baku
berkualitas
3. Ciri khas unik pada
produk olahan tape
4. Promosi online dan offline
yang efektif
5. Adanya legalitas usaha
(SKU dan P-IRT)
Kelemahan (Weakness-W)
1. Skala produksi rendah
2. Jumlah tenaga kerja
terbatas
3. Kurang dikenal masyarakat
4. perputaran modal lambat
5. Kurangnya pencatatan
keuangan.
Peluang (Opportunities-O)
1. Pasar terbuka luas
2. Tingginya permintaan
pasar
3. Produk sangat inovatif
4. Penggunaan teknologi
modern
5. Adanya kerjasama dengan
instansi pendidikan
Strategi (S-O)
1. Meningkatkan kapasitas
produksi olahan tape (S1,
S2, S3, S4, S5, O1, O2, O3,
O4)
2. Meningkatkan distribusi
produk (S3, S4, S5, O1,
O2,)
Strategi (W-O)
1. Meningkatkan kegiatan
promosi (W3, O1, O2, O3)
Ancaman (Threats-T)
1. Kualitas bahan baku
kurang konsisten
2. Harga bahan baku
cenderung meningkat
3. Adanya negosiasi
perluasan pasar yang
merugikan
4. Adanya subtitusi produk
olahan tape
Strategi (S-T)
1. Menjaga dan
mempertahankan kualitas
produk (S1, S2, S3, S4, S5,
T4)
Strategi (W-T)
1. Melakukan pencatatan
keuangan yang teratur (W5,
T2)
Faktor Internal
Faktor Eksternal
top related