analisis pelaksanaan advokasi komunikasi
Post on 10-Aug-2015
44 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS PELAKSANAAN ADVOKASI, KOMUNIKASI DANMOBILISASI SOSIAL DALAM PENGENDALIAN
TUBERKULOSIS DI DINAS KESEHATANKOTA PADANG
TAHUN 2011
JURNAL
Oleh :
Hary BudimanBP 0821219022
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKATPASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS
2012
Analisis Pelaksanaan Advokasi. Komunikasi dan Mobilisasi Sosial dalam PengendalianTuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Padang Tahun 2011
Oleh: Hary Budiman( Di bawah Bimbingan Dr. Zulkarnain Agus,MP h,MSc,SpGK dan Dr. Wihardi Triman,MQIH )
ABSTRAK
Indonesia menduduki peringkat ke -5 negara dengan jumlah penderita
Tuberkulosis terbanyak di dunia. Adanya dukungan berbagai pihak, perubahan
perilaku masyarakat dan memberdayakan masyarakat dalam pengendal ian
Tuberkulosis sangat diharapkan sehingga keberhasilan program Pengendalian
Tuberkulosis dapat tercapai di Kota Padang.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan Advokasi,
Komunikasi dan Mobilisasi Sosial dalam Pengendalian Tuberkulosis di DKK Padang.
Jenis penelitian adalah kualitatif, teknik pengumpulan data dengan
wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah, dan telaah dokumen. Pengambilan
sampel secara Purposive Sampling. Data dianalisis dengan teknik analisis isi (content
analysis).
Hasil penelitian ditemukan pelaksanaan advokasi dan pelaksanaan strategi
komunikasi belum mengacu kepada rencana aksi nasional AKMS seperti
pengembangan media promosi, kampanye Tuberkulosis melalui media massa baik
media cetak (Koran, majalah, poster) maupun media elektronik (TV local, radio
local), pelatihan konseling dan komunikasi interpersonal bagi petugas kesehatan di
puskesmas dan kader. Mobilisasi sosial di tingkat puskesmas belum berjalan
maksimal seperti belum adanya menyusun pedoman mobilisa si sosial pengendalian
Tuberkulosis, mereview pedoman pelaksanaan layanan Tuberkulosis dan membuat
perumusan kebijakan yang mendukung implementasi integrasi layanan yang
terintegrasi dengan UKBM, sosialisasi piagam hak dan kewajiban pasien.
Perlunya pelatihan khusus kepada pimpinan puskesmas, pemegang program
Tuberkulosis, pemegang program promkes dan kader tentang Advokasi, Komunikasi
dan Mobilisasi Sosial, untuk program jangka panjang lebih ditingkatkan kebijakan
perencanaan kesehatan yang bersifat bottom up dan program P2TB yang berdasarkan
evidence based serta mengoptimalkan menjalin kemitraan dengan RS swasta, LSM,
sektor swasta dan perguruan tinggi yang ada di Kota Padang seperti kampanye,
lokakarya, seminar pada momen hari TB. meningkatkan inova si dalam modifikasi
strategi AKMS dengan pelatihan character building bagi nakes di puskesmas
contohnya seperti mengadakan ceramah agama yang bertemakan kesehatan secara
kontinu minimal 1 x sebulan dan lain - lain
Kata Kunci : AKMS, TuberkulosisDaftar Bacaan : 40 (2003-2011)
Analysis of Implementation of Advocacy. Communication and Social Mobilization in the Controlof Tuberculosis in Padang City Health Department in 2011
By: Hary Budiman(Under the Guidance of Dr.. Zulkarnain Agus, MPH, MSc, SpGK and
Dr. Wihardi Triman, MQIH)
ABSTRACT
Indonesia was ranked the fifth country with the largest number of tuberculosissufferers in the world. The support of various parties, changes people's behavior andempower communities in TB control is desirable so that the Tuberculosis Controlprogram's success can be achieved in the city of Padang.
The purpose of this study was to determine the implementation of theAdvocacy, Communication and Social Mobilization in the Control of Tuberculosis inDKK Padang.
This type of research is a qualitative data collection techniques with in-depthinterviews, focus groups, and document review. Sampling is purposive sampling.Data were analyzed with content analysis techniques (content analysis).
The study found the implementation of advocacy and implementation ofcommunication strategies have not been referring to the national action plan AKMSas promotional media development, Tuberculosis campaigns through the mass mediaboth print media (newspapers, magazines, posters) and electronic media (local TV,local radio), training, counseling and interpersonal communication for health workersin health centers and cadres. Social mobilization at the health center has not gone upas the absence of social mobilization guidelines set control Tuberculosis,Tuberculosis review guidelines for implementation of the service and make theformulation of policies that support the implementation of the integration service thatintegrates with UKBM in Padang, the socialization of the charter of rights andobligations of the patient.
The need for specialized training to the leadership centers, Tuberculosisprogram holders, holders of health promotion programs and cadres of the Advocacy,Communication and Social Mobilization.
PENDAHULUAN
Indonesia menduduki peringkat ke -5 negara dengan jumlah penderita TB
terbanyak di dunia. Provinsi Sumatera Barat termasuk salah satu diantara 17 provinsi
yang mempunyai prevalensi TB diatas prevalensi nasional dengan CDR berkisar 48%
sampai 54%. Di Kota Padang prevalens TB sekitar 43,3% sampai 62%. Adanya
dukungan berbagai pihak, perubahan perilaku masyarakat dan memberdayakan
masyarakat dalam pengendalian TB sangat diharapkan sehingga keberhasilan
program Pengendalian TB dapat tercapai di Kota Padang. Upaya tersebut dikenal
sebagai AKMS (advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial). Berdasarkan hal
tersebut maka dilakukanlah penelitian ini.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan Advokasi,
Komunikasi dan Mobilisasi Sosial dalam Pengendalian TB di DKK Padang Tahun
2011 ditinjau dari pendekatan system. Input diperoleh tentang kajian ( Kebijakan,
sumber daya manusia, ketersediaan dana, buku pedoman, media promosi, metode,
monitoring dan evaluasi ) dari segi proses ( pelaksanaan advokasi, komunik asi,
mobilisasi social ) dan output ( cakupan suspek tuberculosis ) dalam pengendalian
tuberculosis di dinas kesehatan Kota Padang.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian adalah kualitatif, Penelitian ini dilaksanakan di Dinas
Kesehatan Kota Padang pada Bulan Januari s/d Desember tahun 2011. Teknik
pengumpulan data dengan wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah, dan
telaah dokumen. Informan adalah dari badan pelaksana di DKK (Kabid PMK, Wasor
TB dan Kasie Promkes) dari penyedia pelayanan kesehatan (pi mpinan Puskesmas
Kuranji dan Puskesmas Lubuk Kilangan, Petugas Promkes, Pemegang Program TB).
dari organisasi masyarakat (kader PPTI). Pengambilan sampel secara Purposive
Sampling. Pengolahan data dilakukan melalui tahapan data reduction, data display,
conclusion drawing, analisis data primer maupun data sekunder yang telah
dikumpulkan dilakukan dengan metode triangulasi.
Hasil dan Pembahasan
Karakteristik Informan
Informan yang memberikan informasi melalui wawancara mendalam
sebanyak 15 orang, terdiri dari Wasor TB 1 orang, Kabid PMK 1 orang, Kasie
Promkes 1 orang, 2 orang Kepala Puskesmas, 2 orang Pemegang Promkes
Puskesmas dan 2 orang Pemegang Program TB.
Tabel 5. Karakteristik Informan Berdasarkan Umur, Masa Kerja, Masa Kerja Jabatan
dan Pendidikan di Dinas Kesehatan Kota Padang
No Informan Umur Masa kerja Masa kerja jabatan Pendidikan1 Kabid PMK (If 1) 46 19 5 S1 FK2 Wasor TB (If 2) 52 32 14 SPK3 Kasie Promkes (If 3) 41 12 8 bulan S2 Kesmas4 Kepala Puskesmas Luki (
If 4)32 3.8 2 S1
5 Kepala PuskesmasKuranji (If 5)
48 2 1.5 S2
6 Pemegang Program TBPusk Luki (If 6)
37 5 4 Prog.Pend Bidan
7 Pemegang Program TBPusk Kuranji (If 7)
46 7 7 SPK
8 Pemegang Prog PromkesPusk Luki (If 8)
38 14 5 S I kes.masy
9 Pemegang Prog PromkesPusk Kuranji (If 9)
33 6.5 3 DIII Kebidanan
Sumber Data Primer
Dari tabel 5 karakteristik pendidikan yaitu SPK, DIII Kebidanan, S1
Kedokteran, S1 Kesehatan Masyarakat dan S2 Kesehatan Masyarakat Masa kerja dan
masa kerja jabatan bervariasi antara 3 tahun 8 bulan sampai 14 tahun.
Tabel 6. Karakteristik Informan Peserta FGD Kelompok Kader PPTI
di Dinas Kesehatan Kota Padang
No Informan Umur(th)
MasaKerja(th)
MasaKerjaJabatan(th)
PendidikanTerakhir
1 FI 42 12 2 SKKP2 F2 46 1 1 SMA3 F3 40 2 2 MAN4 F4 38 1 1 SMA5 F5 48 1 1 SMKI6 F6 28 1 1 SMASumber data primer
Pada tabel 6 Focus Group Discussion dari kelompok kader PPTI sebanyak 6
orang dengan karakteristik pendidikan SKKP dan SLTA dan karakteristik usia antara
28 tahun sampai 48 tahun.
Tabel 7 Faktor Input, proses dan Output Pelaksanaan Advokasi, Komunikasi
dan Mobilisasi Sosial dalam Pengendalian Tuberkulosis di Kota Padang .
Variabel Hasil Penelitian
A. KomponenInputKebijakan
Wawancara mendalam : Kebijakan sesuai denganstrategiDOTS,melaluijejaringpuskesmas,pustu,posyandu,DPS,kader Aisyah dan PPTI, penjaringan dilakukan dari penderita ygdatang ke ruang BP lalu jika ada gejala TB dianjurkanpemeriksaan lab jika positif langsung diberikan penyuluhankepada pasien. Sebaiknya penyuluhan aktif ke kelompok berisikodi lapangan juga dilakukan namun terkendala karena tenagakader tidak ada, dan Usulan Perencanaan kegiatan P2TB dipuskesmas bersifat top down karena ketentuan kegiatan apa yangharus dijalankan sudah ditetapkan oleh G lobal FundPenelitian Dokumen : Belum ada SK Tim TB khusus KotaPadang, struktur organisasi dan peraturan daerah tentang TB.
B. Sosialisasi Wawancara mendalam : Sosialisasi dilakukan melalui puskesmas,RS pemerintah dan RS swasta dan DPS, BP4, BLK, dan Kade rseperti di daerah Kuranji Aisyiyah dan kader PPTI.Penelitian dokumen : ada namun belum maksimal
C. SDM Wawancara mendalam : Kuantitas cukup,namun masihditemukan pencatatan dan pelaporan oleh petugas di puskesmasyang kurang lengkap dan sering terjadi tur n over
Dokumentasi : ada sertifikat pelatihanD. Dana Wawancara mendalam : sumber dana terbesar berasal dari Global
fund, dukungan pemko unk keberlangsungan prog TB perluditingkatkan, Untuk kegiatan pokok mencukupi, untukpeningkatan gizi penderita tidak ad aDokumentasi : ada
E. BukuPedoman
Wawancara mendalam : Sebagian besar Ada di masingpuskesmas, namun masih ada puskesmas yang tidak punya bukupedomanDokumentasi : ada
F. MediaPromosi
Wawancara mendalam : Pemanfaatan media cetak terbatasleaflet, pengemb media cetak (majalah,Koran,baliho dll) danelektronik spt TV lokal, radio lokal belum ada, selama ini mediapromosi melalui mobil puskelDokumentasi : ada
G. Metode Wawancara mendalam : Belum semua puskesmas melkpenemuan secara pasif dilanjutkan ke penyulu han secara aktifpada kelompok masyarakat yang berisiko, kerjasama puskesmasdengan melibatkan kader PPTI dalam penjaringan suspek TB
H. Monev Wawancara mendalam : melalui Lokmin dan dari laporanpencapaian target beberapa kegiatan spt CDR,cure rate,conversion rate, error rate
I. ProsesAdvokasi
Wawancara mendalam : Pengembangan media advokasi Kit TBdan Pelatihan khusus ttg AKMS pada tenaga kesehatan yangterkait dalam P2TB di Dinas Kesehatan Kota Padang belum adadilakukan.
J. Komunikasi Wawancara mendalam : belum ada pelatihan komunikasi sepertikonseling dan komunikasi interpersonal, maupun kegiatankampanye TB ke media massa di tingkat puskesmas. Prosesintegrasi dalam kegiatan Passive Promotive Case Finding hanyadilakukan dengan lintas program yaitu promo si kesehatan dalambentuk penyuluhan di dalam gedung dan luar gedung
MobilisasiSosial
Wawancara mendalam : belum adanya menyusun pedomanmobilisasi sosial pengendalian TB, belum adanya mereviewpedoman pelaksanaan layanan TB dan belum adanya membuatperumusan kebijakan yang mendukung implementasi integrasilayanan yang terintegrasi dengan UKBM di Kota Padang, belumterlaksananya kegiatan sosialisasi piagam hak dan kewajibanpasien.
Kebijakan pengendalian TB di Kota Padang dilaksanakan dengan
menggunakan strategi DOTS. Pelaksanaan strategi DOTS dilakukan di Unit
Pelayanan Kesehatan (UPK) antara lain : melibatkan berbagai pihak seperti rumah
sakit pemerintah dan swasta, Puskesmas, BP4, Balai Laboratorium Kesehatan, dokter
praktek swasta, kader Aisyah dan P PTI. Penjaringan dilakukan dari penderita yang
datang ke ruang balai pengobatan. Jika ditemui gejala TB, petugas puskesmas
menganjurkan pemeriksaan laboratorium jika hasil laboratorium menunjukkan BTA
positif petugas puskesmas langsung diberikan penyuluh an (penyuluhan pasif) pada
penderita. Penyuluhan secara pasif tersebut seharusnya didukung dengan penyuluhan
secara aktif, Namun masih ada petugas puskesmas belum melakukan penyuluhan
aktif untuk pemantauan tindak lanjut di lapangan ke penderita hal ini d isebabkan
karena tenaga kader tidak ada.
Disamping itu untuk perencanaan kegiatan suatu program sangat dibutuhkan
data dan informasi yang tepat dan akurat, sementara data Tuberkulosis yang dimiliki
Dinas Kesehatan Kota Padang akan lebih baik bila memanfa atkan optimalisasi data
yang telah ada. Meskipun kebijakan bersifat top down , tapi pemanfaatan optimalisasi
data untuk memperkuat kegiatan program Tuberkulosis bukanlah hal yang keliru
dilakukan.
Usulan perencanaan kegiatan P2TB di puskesmas bersifat top down karena
ketentuan kegiatan apa yang harus dijalankan sudah ditetapkan oleh Global Fund
tanpa melakukan modifikasi sesuai dengan kebutuhan daerah Kota Padang. Jika
timbul permasalahan atau kendala dalam kegiatan pengendalian Tuberkulosis di
tingkat puskesmas tidak dapat melakukan modifikasi kegiatan.
Secara politis program kesehatan termasuk dalam tiga besar prioritas
pembangunan yakni pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Seharusnya Dinas
Kesehatan Kota Padang dan puskesmas, dengan adanya dukungan kebija kan dari
pusat melalui diberlakukannya Undang – Undang Republik Indonesia No. 22 dan 25
tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang memberikan kewenangan cukup besar
kepada kabupaten / kota untuk mengatur sistem kesehatannya dan mengembangkan
berbagai sumber daya kesehatan, sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah
setempat. UU no 36 tahun 2009 tentang kesehatan, UU no 44 tahun 2009 tentang
rumah sakit, UU no 4 tahun 1984 tentang penanganan wabah, mewajibkan semua
fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta wa jib melaporkan penyakit menular yang
masuk dalam daftar prioritas. Kemudian Adanya SOTK puskesmas dan Kepmenkes
RI no.128/Menkes/SK/II/2004 tentang kebijakan dasar puskesmas yang ditetapkan
oleh peraturan daerah dan Permenkes RI no 565/Menkes/Per/III/2011 tentang Strategi
Nasional Pengendalian Tuberkulosis tahun 2011 -2014. Permenkes no.
741/Menkes/PER/VII/2008 tentang standar pelayanan mutu di kabupaten / kota,
Kemenkes RI no.228/2002 tentang standar pelayanan mutu di rumah sakit, dan
undang – undang praktek kedokteran secara khusus menyatakan semua dokter wajib
menyediakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar pelayanan mutu.
Banyaknya sekolah kesehatan di Kota Padang yang memungkinkan untuk
melatih sejumlah mahasiswa Fakultas Kedokteran, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Akademi Perawat, Akademi Kebidanan dan akademi kesehatan lainnya. Berdasarkan
Undang – Undang dan peraturan tersebut sebenarnya peluang bagi Dinas Kesehatan
Kota Padang mengembangkan peraturan lebih lanjut dengan tujuan meningkatkan
status derajat kesehatan masyarakat khususnya dalam keberhasilan pengendalian
Tuberkulosis di Kota Padang.
Pemerintah daerah Kota Padang dapat membuat kebijakan untuk melakukan
upaya pengendalian TB di Kota Padang seperti dengan membuat SK khusus dan
struktur organisasi dari Tim pengendalian TB Kota Padang, peraturan daerah di Kota
Padang.
Dalam SK khusus Tim P2TB Kota Padang tersebut dapat menjelaskan
bagaimana peran dan tanggung jawab dari pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota untuk melaksanaka n perencanaan di tingkat kabupaten/kota,
mendorong ketersediaan dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia,
membantu pengadaan dan distribusi obat, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan
lainnya yang diperlukan, koordinasi dan kemitraan kegiatan pengen dalian
tuberkulosis dengan institusi terkait, monitoring, evaluasi dan bimbingan teknis
kegiatan pengendalian tuberkulosis, koordinasi dan kemitraan kegiatan pengendalian
tuberkulosis dengan antar program dan institusi terkait, pemantapan mutu
laboratorium tuberkulosis dan pencatatan dan pelaporan.
Dampak dari kebijakan pengendalian TB dalam perencanaan di Kota Padang
yang belum berbasis lokal berakibat pada belum tercapainya target CDR (54,34 %) di
Kota Padang, hal ini ditunjukkan dari laporan Dinas Kese hatan Kota Padang tahun
2011 bahwa masih adanya puskesmas dengan cakupan Case Detection Ratenya di
bawah target nasional (min 70%) seperti pada Puskesmas Lubuk Kilangan CDR
yakni 20,2%, Padang Pasir CDR yakni 13,7%, Air Tawar CDR yakni 22,4 %.
Kebijakan yang dilaksanakan oleh Puskesmas Kuranji bersama kader Aisyah
dalam mencapai target CDR antara lain dengan penjemputan dahak ke rumah suspek
penderita Tuberkulosis yang dilakukan teratur, dan adanya pencatatan identitas dari
penderita Tuberkulosis untuk men emukan suspek penderita sedini mungkin dan
mencegah meluasnya penularan penyakit Tuberkulosis dilaksanakan dengan
penelusuran sumber penularan yang biasanya tidak terlalu jauh dari rumah penderita
Tuberkulosis yang positif dan dilaksanakan penyuluhan akt if pada kelompok yang
berisiko tinggi dan berisiko pada penularan TB , hal tersebut merupakan penerapan
strategi DOTS yang dilakukan secara pasive aktif case finding.
Kepala puskesmas hendaknya mengusulkan petugas terkait P2TB yang belum
dilatih kepada Wasor TB atau Kasie P2P agar dapat diikutsertakan dalam pelatihan.
Kepala puskesmas juga harus konsisten dengan surat pernyataan yang dibuat petugas
sebelum melaksanakan pelatihan, bahwa yang bersangkutan selama 3 tahun ke depan
akan tetap melaksanakan tugasn ya dalam P2TB pada puskesmas yang sama.
Berdasarkan surat pernyataan itu, dalam kurun waktu 3 tahun diharapkan tidak terjadi
mutasi / turn over, melanjutkan pendidikan ataupun penggantian pemegang program
TB.
Wasor TB maupun Kasie P2P hendaknya memantau k etenagaan setiap
tahunnya sehingga tidak terjadi kesenjangan dokter umum yang belum dilatih.
Pengembangan pengetahuan manajemen dalam institusi pelayanan kesehatan perlu
dilakukan misal dengan pelatihan dalam menggunakan sistem informasi yang sudah
dikembangkan sehingga semua informasi, bahan atau materi yang terkait dengan
program TB dapat disimpan dan diakses dengan mudah oleh petugas TB yang baru
yang menggantikan petugas TB yang lama.
Dari hasil penelitian ini jika dianalisis dari analisis faktor intern al ( kekuatan
dan kelemahan ) dan faktor eksternal ( peluang dan ancaman/tantangan ) yang ada di
Dinas Kesehatan Kota Padang dan Puskesmas, analisis SWOT ini memungkinkan
Dinas Kesehatan Kota Padang menentukan bagaimana memaksimalkan faktor
kekuatan dan memanfaatkan peluang untuk meminimalisasi kelemahan organisasi
dan menekan dampak ancaman yang timbul dan harus dihadapi dalam pengendalian
Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Padang .
Faktor kekuatan dan faktor peluang antara lain : Puskesmas yang diperk uat
dengan puskesmas pembantu serta puskel dan ditunjang oleh UKBM (posyandu,
polindes, poskeskel), adanya pedoman nasional dan Permenkes no
565/Menkes/Per/III/2011 tentang Strategi Nasional Pengendalian TB tahun 2011 -
2014, UU otonomi daerah no.32 tahun 20 04 tentang pemda memberi peluang yang
besar bagi puskesmas untuk memperbaiki sistem, rencana strategik dan rencana
operasional, mengembangkan program dan kegiatan puskesmas secara mandiri sesuai
kebutuhan masyarakat dan potensi yang tersedia.
Secara politis program kesehatan termasuk dalam tiga besar prioritas
pembangunan yakni pendidikan, kesehatan dan ekonomi, pemerintah daerah dapat
membuat kebijakan untuk melakukan upaya pengendalian TB di Kota Padang seperti
SK, peraturan yang bertujuan memberantas TB di Kota Padang. Adanya SOTK
puskesmas dan Kepmenkes RI no.128/Menkes/SK/II/2004 tentang kebijakan dasar
puskesmas yang ditetapkan oleh peraturan daerah, Adanya prosedur tetap pelayanan
kesehatan, Adanya sistem informasi manajemen puskesmas yang bersumber dari
sistem pencatatan dan pelaporan puskesmas.
Sumber daya manusia tenaga kesehatan di Dinas Kota Padang yang memadai
dengan latar belakang pendidikan kesehatan dan kehidupan masyarakat yang agamais
merupakan peluang dilakukannya pendekatan keagamaan dala m pembangunan
bidang kesehatan, Petugas Kesehatan seperti dokter, pemegang program TB dan
petugas laboratorium di tingkat puskesmas telah mendapatkan pelatihan TB -DOTS.
Pelaksanaan telah dilakukan di tingkat puskesmas, unit pelaksana kesehatan, BP4,
rumah sakit swasta dan rumah sakit pemerintah, DPS dan banyaknya sekolah
kesehatan yang tersebar di Kota Padang yang dapat menjadi mitra dukungan dalam
upaya pengendalian TB di Kota Padang.
Kemitraan di luar pemerintah merupakan kekuatan yang besar yang dapat
membantu pemerintah daerah untuk mendukung program -programnya, yang disebut
sebagai kekuatan Social Capital. Social Capital adalah institusions, relationship,
attitudes dan values yang menggerakkan interaksi antar orang dan memberikan
kontribusi terhadap pembangunan sosial dan ekonomi. Social Capital merupakan
potensi masyarakat yang dapat membuat dan memungkinkan upaya peningkatan
derajat kesehatan masyarakat menjadi efisien dan optimal.
Salah satu solusi untuk mengatasi hal ini yaitu DKK meminta buku pedoma n
kepada Dinkes Provinsi untuk masing -masing UPK minimal 1 buah buku. Buku
tersebut merupakan inventaris UPK dan pemegang program Tuberkulosis
bertanggung jawab untuk hal itu, Pengembangan sistem informasi / ICT yang terpadu
dapat menjadi solusi lain menga tasi permasalahan diatas, sehingga semua informasi
dapat di akses oleh semua pihak, bahan materi yang terkait dengan program
Tuberkulosis dapat di simpan dan di akses dengan mudah oleh petugas Tuberkulosis
baru yang menggantikan petugas Tuberkulosis lama.
Alasan yang yang dapat menjelaskan dari hasil wawancara mendalam
mengapa Dinas Kesehatan Kota Padang belum maksimal melaksanakan
pengembangan media advokasi ke media cetak dan media elektronik padahal Dinas
Kesehatan Kota Padang telah mendapatkan pelatih an advokasi, komunikasi dan
mobilisasi sosial namun di tingkat puskesmas belum pernah mendapat pelatihan
AKMS karena alokasi APBD untuk pengendalian Tuberkulosis rendah, dikarenakan
tingginya pendanaan dari donor internasional (Global Fund) dan banyaknya m asalah
kesehatan masyarakat lainnya yang juga perlu didanai.
Dampak masalah yang ditimbulkan dari masalah Tuberkulosis untuk jangka
panjang akibat rendahnya komitmen politis dalam alokasi dana APBD merupakan
ancaman bagi kesinambungan program pengendalian Tuberkulosis di Kota Padang.
Dalam pendanaan perlu dilakukan peningkatan kapasitas pengelola program dalam
menyusun perencanaan anggaran sebagai dasar advokasi tersebut agar APBD Kota
Padang memberikan porsi yang cukup besar untuk pembiayaan program TB d i Kota
Padang.
Meningkatkan komitmen pemerintah daerah terhadap pelaksanaan program
yang didanai oleh lembaga donor, bukan justru mengurangi anggaran atau alokasi
sumber daya untuk program TB tsb. Oleh karena itu, kemampuan advokasi pada level
pusat dan daerah Kota Padang perlu ditingkatkan misal dengan melakukan pertemuan
– pertemuan untuk berbagi best practices yang dicapai oleh daerah – daerah yang
mampu mendorong pemerintah daerah tetap memberikan komitmen untuk program
TB, selain itu prasyarat untuk menciptakan advokasi yang baik juga perlu dipenuhi.
Alasan yang menjelaskan mengapa puskesmas dalam membuat perencanaan
program yang berkualitas belum berdasarkan evidence based karena puskesmas
terbiasa dengan kebijakan yang bersifat top down, dan belum dipahaminya langkah –
langkah proses perencanaan berdasarkan pedoman program serta tidak adanya
inisiatif untuk akselerasi pengendalian Tuberkulosis di Kota Padang.
Peneliti berpendapat bahwa dalam melakukan advokasi tidak hanya dilakukan
oleh hanya seorang individu saja, melainkan dapat juga melalui jejaring atau
mengembangkan kemitraan dengan pihak yang potensial di Kota Padang,
pengembangan jejaring yang telah dilakukan Dinas Kesehatan Kota seperti kemitraan
dengan kader PPTI dan rumah sakit swasta dan pemerintah harus dilakukan terus
menerus mengembangkan kemitraan tersebut dengan pihak lainnya seperti mitra
dengan bank pemerintah dan bank swasta, perusahaan dan BUMN yang ada di Kota
Padang. Dalam melakukan advokasi Dinas Kesehatan perlu menyiapkan dat a atau
informasi yang cukup serta bahan pendukung lainnya yang sesuai agar dapat
meyakinkan dalam memberikan dukungan pada penegndalian Tuberkulosis di Kota
Padang, untuk itu perlu perencanaan yang matang dalam perencanaan advokasi,
komunikasi dan mobilisasi masyarakat.
Melalui pelatihan tenaga kesehatan seperti pemegang program promosi
kesehatan di puskesmas Kota Padang dalam upaya pengendalian penyakit menular
dan masalah kesehatan khususnya tuberculosis dapat dilakukan melalui
pengembangan media komunikasi kesehatan seperti melalui media visual fotografi,
poster dan cerita bergambar, komik dengan bahasa dan slogan yang merakyat,
disamping upaya tersebut diatas pentingnya dinas kesehatan menjalin mitra dengan
instansi terkait, swasta dan masyarakat sepe rti dengan stasiun radio yang berbasis
masyarakat, media TV lokal dan media cetak, dimana media cetak menggambarkan
berita secara detail, sementara media TV lokal dengan penempatan iklan
Tuberkulosis yang tepat misalnya pada program – program yang di sukai penonton
memiliki kekuatan untuk menampilkan kesan kepada pemirsanya . Untuk media yang
menggunakan audio (TV dan radio) penggunaan jingle sangat bagus dalam
mendukung suasana dan dapat mengikat emosi penonton sekaligus mempengaruhinya
untuk berperilaku sehat.
Berdasarkan hasil focus group discussion dengan kader PPTI didapatkan
bahwa permasalahan yang pada masyarakat antara lain adalah kesadaran untuk
berobat ke unit pelayanan kesehatan masih belum optimal serta masalah adanya
sebagian masyarakat beranggapan bahwa penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit
guna-guna sehingga penderita Tuberkulosis malu dan berusaha menyembunyikan
penyakitnya. Pemahaman tentang hak masyarakat untuk mendapatkan informasi serta
mendapatkan bimbingan konseling sukarela mulai da ri diagnosis sampai selesai
pengobatan menjadi tantangan tenaga kesehatan di Puskesmas Kota Padang.
Pemahaman dan pelaksanaan isi piagam hak dan kewajiban pasien
Tuberkulosis tersebut akan membantu pemberdayaan pasien dan masyarakat serta
membangun terjalinnya hubungan menguntungkan antara pasien dan masyarakat
dengan petugas kesehatan, Piagam tersebut disusun mengacu pada Undang – Undang
Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran dan sesuai dengan Kerangka Kerja
Strategi Nasional Pengendalian Tuberk ulosis dengan pendekatan keberpihakan pada
pasien.
Prinsip untuk sebanyak mungkin melibatkan pasien Tuberkulosis,
memastikan pemberdayaan pasien untuk menjembatani kerjasama yang efektif antara
pasien dengan petugas kesehatan. Keterlibatan pasien sangat p enting untuk
penanggulangan Tuberkulosis. Piagam ini diperuntukkan bagi komunitas
Tuberkulosis di seluruh Indonesia seperti pasien, masyarakat, petugas kesehatan
organisasi pemerintahan maupun organisasi non pemerintahan.
Dalam membangun kemitraan yang efe ktif dan efisien perlu kejelasan misi
kerjasama, bagaimana hirarki dalam kerjasama tersebut, proses kerja yang dibutuhkan
dalam kemitraan yang dilengkapi dengan pembagian tugas dan wewenang yang jelas,
sistem reward dan keterampilan serta pola pikir yang m endukung kemitraan tersebut.
Kemitraan tersebut akan mempengaruhi efektivitas dan keberlangsungan kemitraan
yang terjalin.
Keterlibatan dan peran serta dari berbagai sektor menentukan terhadap
keberhasilan pengendalian Tuberkulosis di Kota Padang. Program pengendalian
Tuberkulosis berbasis masyarakat merupakan wujud partisipasi masyarakat dalam
pengendalian Tuberkulosis. Keaktifan kader dalam program community TB Care
merupakan ujung tombak di lapangan. Dalam mobilisasi masyarakat harus ada tokoh
lokal yang dapat menjadi penarik massa
Kesimpulan dan saran
Di Tingkat nasional AKMS dalam pengendalian Tuberkulosis sudah dirasakan
manfaat dan pentingnya untuk menggerakkan semua sektor, termasuk swasta dan
masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengendalian TB. Dari hasil penelitian yang
dilakukan di Kota Padang dapat disimpulkan bahwa Perencanaan pengendalian
Tuberkulosis di puskesmas masih bersifat top down, puskesmas belum maksimal
melaksanakan pengendalian Tuberkulosis sesuai dengan rencana aksi nasional
Advokasi, Komunikasi Mobilisasi sosial dalam pengendalian Tuberkulosis 2011 –
2014 di Kota Padang :
1. Kebijakan pengendalian TB di Kota Padang dilaksanakan dengan menggunakan
strategi DOTS, dalam pelaksanaannya dilakukan di Unit Pelayanan Kesehatan
(UPK) antara lain : melibatkan berbagai pihak spt RS pemerintah dan swasta,
Puskesmas, BP4, Balai Laboratorium Kesehatan, DPS, kader Aisyah dan PPTI,
dalam hal Perencanaan kegiatan P2TB di puskesmas bersifat top down hal ini
karena ketentuan kegiatan apa yang harus di jalankan sudah ditetapkan oleh Global
Fund.
2. Pelaksanaan pengendalian Tuberkulosis dari aspek sumber daya manusia tenaga
kesehatan segi kuantitas cukup memadai, namun segi kualitas masih terdapat
kekurangan terutama dalam kelengkapan pencatatan dan pelapora n dan turn over
tenaga dokter. Hal ini disebabkan karena kurangnya kemampuan manajerial
program petugas pemegang program di puskesmas dan adanya tenaga dokter yang
telah mendapatkan pelatihan TB kemudian mengikuti pendidikan lanjutan.
3. Pelaksanaan pengendalian Tuberkulosis dari aspek ketersediaan dana sudah
memadai, sumber dana terbesar berasal dari dana Global Fund. Kontribusi Global
Fund sangat signifikan terhadap berjalannya kegiatan pengendalian TB di Kota
Padang, sedangkan sumber dana dari pemerintah Kota sangat minim hal ini
dikarenakan pemerintah daerah Kota Padang menganggap dana untuk kegiatan
program TB sudah cukup besar dalam upaya pengendalian Tuberkulosis di Kota
Padang.
4. Pelaksanaan pengendalian Tuberkulosis dari aspek ketersediaan buku pedoman di
puskesmas cukup memadai
5. Pelaksanaan pengendalian Tuberkulosis dari aspek pemanfaatan dan
pengembangan media promosi media cetak (Koran,majalah,komik) dan elektronik
(radio local, TV local, video) masih belum maksimal dalam pelaksanaannya hal ini
karena alokasi pendanaan APBD Kota Padang masih terbatas untuk P2TB.
6. Pelaksanaan pengendalian Tuberkulosis dari aspek metode penjaringan suspek
penderita TB secara passive case finding sudah dilaksanakan namun penyuluhan
secara aktif belum maksimal dilaksanak an. Hal ini karena tidak tersedianya dana
untuk turun kelapangan dalam melakukan penyuluhan tuberculosis.
7. Pelaksanaan pengendalian Tuberkulosis pada aspek kualitas monitoring dan
evaluasi belum optimal . Masih ditemukan Pemegang program TB di puskesmas
yang belum memahami arti penting indikator sebagai alat monitoring dan evaluasi
kegiatan P2TB.
8. Pelaksanaan advokasi dan sosialisasi program pengendalian TB belum maksimal
dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota Padang. Hal ini disebabkan karena
kurangnya dukungan alokasi dana P2TB oleh pemerintah Kota Padang
9. Pelaksanaan strategi komunikasi belum mengacu kepada rencana aksi nasional
AKMS seperti belum terlaksananya kegiatan pengembangan media promosi
pengendalian TB, belum dilakukan kampanye TB melalui media mas sa baik media
cetak maupun media elektronik, belum terlaksananya pelatihan konseling dan
komunikasi interpersonal bagi petugas kesehatan di puskesmas dan kader
10. Pelaksanaan mobilisasi sosial di tingkat puskesmas belum berjalan maksimal
dan belum mengacu kepada rencana aksi nasional AKMS, seperti belum adanya
menyusun pedoman mobilisasi sosial pengendalian TB, belum adanya mereview
pedoman pelaksanaan layanan TB dan belum adanya membuat perumusan
kebijakan yang mendukung implementasi integrasi layanan yang t erintegrasi
dengan UKBM di Kota Padang, belum terlaksananya kegiatan sosialisasi piagam
hak dan kewajiban pasien.
11. Dari masukan dan proses yang telah dijalankan, keluaran yaitu CDR masih
rendah, sebesar 39,9% dibandingkan target CDR nasional yaitu 70%.
Saran
Bagi Dinas Kesehatan Kota Padang
1. Diharapkan lebih meningkatkan inovasi dalam modifikasi strategi AKMS dengan
pendekatan karakter building tenaga kesehatan di puskesmas contohnya seperti
mengadakan ceramah agama yang bertemakan kesehatan secara kontinu m inimal 1
x sebulan
2. Diharapkan untuk program jangka panjang lebih ditingkatkan kebijakan
perencanaan kesehatan yang bersifat bottom up dan program P2TB yang
berdasarkan evidence based serta mengoptimalkan menjalin kemitraan dengan RS
swasta, LSM, sektor swasta dan perguruan tinggi yang ada di Kota Padang.
3. Perlunya meningkatkan kualitas SDM (dokter, pemegang program TB dan
kader) yang bertugas dalam pengendalian Tuberkulosis melalui keterampilan dan
pengembangan pengetahuan manajemen yang menggunakan sist em informasi
program TB sehingga semua informasi, bahan / materi yang terkait dengan
program TB dapat disimpan dan diakses dengan mudah oleh petugas TB yang
baru, disamping itu upaya lain dengan Training of Trainer (TOT) pada tenaga
kesehatan (pemegang prog.TB,Pemegang prog.promkes, dokter, dan kader) yg
terkait dalam melakukan deteksi dini pada TB, meningkatkan perhatian terhadap
perawatan dan pengobatan yang berkesinambungan dan dapat melakukan advokasi
terhadap strategi DOTS di unit pelayanan kesehatan.
4. Diharapkan keberlangsungan program pengendalian TB untuk jangka panjang
perlu komitmen dan alokasi pendanaan dari pemerintah daerah Kota Padang
khususnya dana operasional.
5. Diharapkan lebih mengoptimalkan pemanfaatkan media elektonik seperti radio
lokal dan televisi daerah contohnya dalam acara dialog interaktif , iklan dan media
tradisional seperti seni pertunjukan daerah dan menjalin kerjasama dengan koran
daerah dalam pengendalian penyakit TB di Kota Padang secara
berkesinambungan.
6. Diperlukan peningkatan penanganan yang lebih terpadu dan komprehensif dari
lintas sektor spt tokoh agama, melibatkan perguruan tinggi dll dalam upaya
promotif dan preventif terhadap penjaringan kasus baru, sehingga angka kasus TB
bisa ditekan.
7. Diharapkan adanya tindak lanjut setelah dilakukan monitoring dan evaluasi
seperti memberikan pembinaan terhadap pengetahuan dan keterampilan tenaga
kesehatan di puskesmas dalam menjalankan tugasnya sehingga dapat
meningkatkan motivasi dalam bertugas.
8. Perlunya dilaksanakan pelatihan khu sus kepada tenaga kesehatan (pimpinan
puskesmas, dokter, pemegang program TB, pemegang program promkes) dan
kader (PPTI dan Aisyah) tentang Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial
terutama di tingkat puskesmas
9. Perlunya ditingkatkan pelaksanaan advokasi dapat menghasilkan kebijakan yang
mendukung upaya pengendalian TB, kebijakan disini dapat berupa Surat
Keputusan Gubernur, Walikota, peraturan daerah, peraturan kelurahan melibatkan
LSM, media serta tokoh masyarakat dan lain sebagainya .
10. Perlunya ditingkatkan strategi komunikasi oleh tenaga kesehatan dan kader
seperti kampanye TB melalui media cetak (majalah, koran, poster dll) dan
elektronik (radio local, TV local), konseling dll tentang cara pencegahan TB paru
11. Perlunya peningkatan keterlibatan dan peran s erta dari berbagai sektor dalam
pengendalian TB berbasis masyarakat dan meningkatkan peran aktif kader dalam
program community TB Care yang merupakan ujung tombak di lapangan. Seperti
mengadakan gerakan masyarakat secara serentak oleh ormas pada momentum
hari kesehatan, menjalin kerja sama dengan pihak swasta -industri untuk
mengarahkan program CSR perusahaan tersebut pada sektor kesehatan
khususnya program TB seperti dukungan dana dari Bank pemerintah dan Bank
swasta di Kota Padang serta PT Semen Padang, Su cofindo dll.
12. Perlunya memberikan penghargaan prestasi bagi kelurahan yang termasuk
kelurahan bebas TB untuk mendorong peran aktif masyarakat dalam
pengendalian penyakit TB.
Saran Bagi Puskesmas Kota Padang1 Diharapkan lebih meningkatkan metode penyuluhan secara aktif dan lebih tepat
sasaran dengan memperhatikan kepada karakteristik kelompok populasi yang
berisiko tinggi dan populasi yang berisiko seperti faktor umur, pendidikan, jenis
kelamin dll agar metode penyuluhan lebih tepat sasaran
2 Perlu peningkatan sosialisasi kebijakan Tuberkulosis di tingkat puskesmas kepada
lintas sektor seperti pada pemegang program promkes, pemegang program
kesling dll, masyarakat (kader, PKK), dan menjalin kerjasama atau kemitraan
dengan DPS di wilayah kerjanya untuk meningkatkan penemuan penderita.
Puskesmas perlu membuat perhitungan indikator dalam Tuberkulosis sebagai
sistem monitoring dan evaluasi.
3 Puskesmas hendaknya mengikuti rangkaian kegiatan perencanaan dan
menggunakan pola Bottom up planning , perlu struktur organisasi dan uraian
tugas untuk pengorganisasian program TB. Pelaksanaan fungsi manajemen
terhadap kegiatan penyuluhan dibawah arahan kepala puskesmas dan perlu
penerapan strategi lain untuk peningkatan cakupan maupun peningkatan kualitas.
Pengawasan dan Pengendalian perlu kerjasama antara Wasor TB, kepala
puskesmas dan petugas terkait program Tuberkulosis. Kepala puskesmas
diharapkan mencari inovasi dalam mengatasi permasalahan program berdasarkan
analisis situasi setempat / evidence based
4 Diharapkan adanya peningkatan pencapaian dari indikator kesehatan lingkungan
ini melalui kegiatan kelembagaan Pamsimas dan S anitasi Total Berbasis
Masyarakat di tingkat kelurahan
Bagi peneliti lanjutan
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang keterlibatan pemerintah daerah
dalam pembiayaan kesehatan khususnya dalam upaya pengendalian TB
2. Perlu penelitian yang mendalam tentang Passive Promotive Case Finding
dalam pengendalian TB di tempat kerja / public private
Daftar Referensi
1. Adisasmito,W. 2007. Sistem Kesehatan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta2. Afifuddin. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. CV. Pustaka Setia.
Bandung3. Armini, Luh Putu Sri,2007. Dampak Kemitraan Swasta Terhadap
Keterlambatan dan Biaya Penanganan Tuberkulosis di Kota Denp asar – Bali.http://www. scholar Respirologi.Org
4. Antoni, Syafrizal.2009. Implementasi Penemuan Suspek Tuberkulosis diPuskesmas Kabupaten Pesisir Selatan. Jurnal KMPK -UGM. http://www.scholar Respirologi.Org
5. Danim, Sudarwan. 2005. Pengantar Studi Penelitia n Kebijakan. PT BumiAksara. Jakarta
6. Daymon, Christine. 2008. Riset Kualitatif dalam Public Realtions &Marketing Communications. Benteng Pustaka. Yogyakarta
7. Depkes RI, 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis, Jakarta8. Dinas Kesehatan Kota Padang, 2011. Profil Kesehatan Kota Padang Tahun
20109. Emzir, 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Rajawali Pers.
Jakarta10. Etylusfina, 2008. Evaluasi Supervisi Program Pemberantasan Penyakit
AIDS/HIV, Tuberkulosis, Malaria. http://www. Jurnal Res pirologi.Org11. Fitriani, Sinta, 2011. Promosi Kesehatan. Graha Ilmu. Yogyakarta12. Gerdunas.2010. Riset Operasional Tuberkulosis -Studi Implikasi Survei
Tuberkulin Penelusuran Anak dengan Mantoux (+) terhadap Kejadian SakitTuberkulosis di Tiga Daerah Sumatera Barat.Dinkes Prov Sumbar-FKUnand
13. Haryanto Wigati, 2006. Penanganan dan Pengobatan Penderita TuberkulosisParu di Banjarnegara. http://www. scholar Respirologi.Org
14. Haris, Abdul. 2004, Efektifitas Pelaksanaan Community Based TuberkulosisControl Program dalam Peningkatan Cakupan Penemuan Penderita, KonversiSputum dan Kesembuhan Penderita di Kabupaten Banggai Sulawesi Tengah.http://www. Jurnal Respirologi.Org
15. Hodmatura Siregar,Julahir (2006), Perencanaan Kegiatan Intervensi untukPemecahan Masalah Kesehatan (Penyakit Tuberkulosis Paru).http://www.Jurnal Respirologi.Org
16. Kemenkes RI,2011. Rencana Aksi Nasional Advokasi Komunikasi danMobilisasi Sosial Pengendalian Tuberkulosis -Indonesia 2011-2011. DirektoratJendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkun gan.
17. Kemenkes RI, 2011. Rencana Aksi Nasional Pengembangan SDMPengendalian Tuberkulosis 2011 -2014. Direktorat Jendral PengendalianPenyakit dan Penyehatan Lingkungan.
18. Kemenkes RI, 2011. Rencana Aksi Nasional Publik Private Mix PengendalianTuberkulosis 2011-2014. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit danPenyehatan Lingkungan.
19. Kemenkes RI, 2011. Rencana Aksi Nasional Strategi Nasional PengendalianTuberkulosis 2011-2014. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit danPenyehatan Lingkungan
20. Notoatmodjo, S. 2005, Promosi Kesehatan- Teori dan Aplikasi. RinekaCipta. Jakarta
21. Rikesdas, 2010. Tuberkulosis. http://www.tbcindonesia.or.id22. Rizanda, Machmud. 2009. Bagaimana Agar Penderita Tuberkulosis Tidak
Lolos ? Upaya Dalam Peningkatan Case Detection Rate. Jurnal KesehatanMasyarakat. FK-Unand. Padang
23. Rizanda, Machmud 2010. Strategi Dalam Meningkatkan Derajat KesehatanMasyarakat di Sumatera Barat. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam BidangIlmu Kesehatan Masyarakat. FK-Unand. Padang
24. Syafrizal, 2008. Pengelolaan Penanganan Pengobatan Tuberkulosis diRS.Dr.M.Djamil Padang. http://www.Jurnal Respirologi.Org
25. Sovianti, Riena. 2010. Analisis Pelaksanaan Passive Promotive Case FindingUntuk Penemuan Penderita Tuberkulosis Paru di Puskesmas KotaPadang.Tesis. Program Studi Kesehatan Masyarakat – Pasca Sarjana Unand
top related