analisis pendapatan petani karet di kecamatan …repository.utu.ac.id/719/1/i-v.pdf · skripsi oleh...
Post on 18-Feb-2020
10 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS PENDAPATAN PETANI KARETDI KECAMATAN SAMATIGA KABUPATEN ACEH BARAT
SKRIPSI
OLEH
HENDRIK FARIZALNIM : 07C20101114
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNANFAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TEUKU UMARMEULABOH, ACEH BARAT
2015
iii
ABSTRAK
Hendrik Farizal. Analisis Pendapatan Petani Karet di Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat. Di bawah bimbingan Zulbaidi dan Chairiyaton.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapatan petani karet yang
ada di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat. Data yang diperoleh dari hasil
kuisioner atau wawancara langsung dengan petani karet yang ada di Kecamatan
Samatiga.
Produksi karet yang diperoleh oleh petani karet di Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat ada memperoleh produksi tinggi, dan ada yang
memperoleh produksi rendah walaupun dengan harga tetap 15 ribu/kg.
Biaya yang dikeluarkan oleh petani karet di Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2013. Untuk luas lahan karet 1 ha petani karet
mengeluarkan biaya sebesar Rp. 1.700.000 dalam setahun. dan untuk luas lahan 2
ha petani karet mengeluarkan biaya sebesar Rp. 2.400.000.
Pendapatan yang diperoleh petani karet di Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat yang luas lahan 1 ha memperoleh pendapatan sebesar
32.400.000-43.200.000 dalam satu tahun. dan yang luas lahan 2 ha memperoleh
pendapatan sebesar Rp. 64.800.000-86.400.000 dalam satu tahun
Kata Kunci : Pendapatan Petani Karet, Produksi Karet, biaya.
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Tanaman karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang
menduduki posisi cukup penting sebagai sumber devisa nonmigas bagi Indonesia,
sehingga memiliki prospek yang cerah, oleh sebab itu upaya peningkatan
produktifitas usahatani karet terus dilakukan terutama dalam bidangteknologi
budidaya. Perkebunan karet Indonesia dinilai strategis karena pada tahun 2005
mempunyai areal terluas di dunia yaitu 3,262 juta ha,volume ekspor karet
Indonesia sebesar 1,874 juta ton merupakan salah satu sumber devisa kedua
setelah kelapa sawit dengan nilai US $ 2,18 juta, dan merupakan sumber
pendapatan bagi lebih dari 15 juta penduduk Indonesia (Direktorat Jenderal Bina
Produksi Perkebunan, 2004).
Pola kebijakan dan strategi agribisnis karet Indonesia yaitu
mensejahterakan masyarakat dan berkelanjutan yang berbasis lateks dan kayu
berdaya saing tinggi dengan strategi peningkatan produktivitas perkebunan rakyat
melalui penggunaan klon unggul, percepatan peremajaan karet tua atau rusak,
diversifikasi usahatani dan penerapan pola tanam sela (Departemen Pertanian
Republik Indonesia, 2005). Rendahnya produktivitas karet rakyat menyebabkan
rendahnya produksi karet dan pendapatan dari usaha tani karet juga
mempengaruhi rendahnya pendapatan rumah tangga petani sedangkan kebutuhan
hidup petani tetap bahkan meningkat sehingga mendorong petani meningkatkan
pendapatannya dengan melakukan eksploitasi penyadapan kurang baik dan
berlebihan yang menyebabkan tanaman karet menjadi rusak.
2
Petani karet merupakan salah satu kelompok masyarakat yang mempunyai
corak kehidupan yang berbeda dari masyarakat lainnya. Demikian juga kehidupan
masyarakat petani karet di Aceh Barat. Masalah yang mendasar dalam kehidupan
petani karet Aceh Barat adalah kemiskinan. Kemiskinan ini di sebabkan oleh
berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Salah satu faktor eksternal yang
sangat penting adalah sistem pemasaran hasil karet yang lebih menguntungkan
pedagang perantara.
Produksi karet di Provinsi Aceh pada tahun 2012 sebesar 51.377 ton/tahun
ini sangat menunjang Pendapatan petani karet, dengan luas tanam sebesar 96.470
hektar tersebar dibeberapa kabupaten kota yang ada di Provinsi Aceh terkecuali
Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Aceh Tengah, peningkatan jumlah
pohon karet pada tahun 2013 di Aceh 2,38 juta pohon atau sebesar 7,43 persen.
(Aceh Dalam Angka Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh)
Melonjak harga karet dan membuat banyak masyarakat yang
mengusahakan tanaman ini sehingga luas arealnya terus bertambah setiap
tahunnya. Pada Tahun 2013 luas kebun karet yang ada di Kabupaten Aceh Barat
mencapai 24.096 hektar. Dengan luas lahan tersebut dihasilkan produksi karet
sebesar 17.270 ton.
Kabupaten Aceh Barat salah satu Kabupaten yang ada di Provinsi Aceh
mendapat bantuan membuka 9500 hektar kebun karet sebagai upaya percepatan
peningkatan ekonomi rakyat, pada tahun 2013 jumlah petani bertambah banyak
dari tahun 2012, karena setelah begitu menjanjikan petani lain ikut terangsang dan
mengajukan permohonan membuka kebun karet rakyat dengan bantuan
pemerintah. Program perkembangan kebun rakyat ini juga merupakan langkah
3
pemerintah daerah menyahuti permintaan investor Negara Thailand
mengharapkan meulaboh menjadi sentra pemasaran karet dengan target produksi
berskala pasar ekspor. Selain membantu percepatan peningkatan ekonomi rakyat
program rehabilitas lahan tidur menjadi kebun karet ikut mendorong
terlaksananya program pemerintah daerah mengembangkan komoditas
kompetensi inti wilayah ini. Berikut ini luas area karet yang ada di Kecamatan
Samatiga Kabupaten Aceh Barat :
Tabel 1
Luas Area dan Produksi Karet di Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010-2013
No Tahun Luas Area (Hektar) Produksi (Ton)
1 2010 2071,00 1799,80
2 2011 2196,00 1799,80
3 2012 2170,06 1981,00
4 2013 2268,06 2519,87 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Barat (2013)
Berdasarkan tabel 1 diatas dapat kita lihat luas area karet di Kecamatan
Samatiga Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2010 dengan luas 2071,00 ha, dengan
produksi karet pada tahun tersebut sebesar 1799,80 ton, pada tahun 2011 luas area
seluas 2196,00 ha, pada tahun luas lahan bertambah. dan produksi belum
mengalami peningkatan masih seperti tahun sebelumnya sebesar 1799,80 ton, dan
pada tahun 2012 luas area karet bertambah sebesar 2170,06 ha, dengan produksi
karet sebesar 1981,00 ton, pada tahun tersebut produksi semakin bertambah
kerena semakin banyak bertambah batang karet yang sudah diambil getahnya, dan
pada tahun 2013 luas area karet 2268,06 ha, semakin luas dari dan produksi
sebesar 2519,87 ton.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat kita lihat luas area karet yang ada di
Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh semakin luas dan produksinya juga
semakin meningkatan ini dikarenakan semakin adanya perhatian dari pemerintah
4
memberi bantuan bibit kepada masyarakat yang mempunyai lahan untuk ditanami
pohon karet, sehingga sangat membantu perekonomian masyarakat tersebut dalam
memenuhi kebutuhan sehari - hari.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk membuat suatu
penelitian dengan judul “Analisis Pendapatan Petani Karet di Kecamatan
Samatiga Kabupaten Aceh Barat “.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah
menganalisis bagaimana pendapatan petani karet di Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pendapatan petani karet yang
ada di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat
.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Adapun penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi kepada :
1. Penulis
Menambah wawasan penulis sebagai bahan perbandingan antara teori yang
telah dipelajari dengan praktek yang diterapkan.
2. Lingkungan Akademik
5
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam menambah bahan bacaan
bagi yang ingin mendalami tentang pendapatan petani karet.
1.4.2. Manfaat Praktis
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat dan masukan serta
ide dalam meningkatkan pendapatan petani karet yang ada di Kecamatan
Samatiga Kabupaten Aceh Barat.
1.5. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bagian kesatu pendahuluan merupakan bagian pendahuluan yang beri
latang belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bagian kedua tinjauan pustaka diberi landasan teori dan juga
mengungkapkan kerangka pemikiran teoritis dan hipotesis.
Bagian ketiga metode penelitian berisikan deskripsi tentang bagaimana
penelitian akan dilaksanakan secara operasional yang menggunakan model analisi
data, definisi operasional penelitian, pengujian hipotesis.
Bagian keempat hasil dan pembahasan yang terdiri dari Deskriptif Objek
Penelitian, Perkembangan Penduduk Petani Karet di Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat, Perkembangan Pendidikan Petani Karet di Kecamatan
Samatiga Kabupaten Aceh Barat, Perkembangan Petani Karet berdasarkan
Tanggungan Keluarga di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat, Gambaran
Umum Tanaman karet di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat, Biaya
6
Produksi, Produksi Usahatani karet di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh
Barat, Pendapatan Usaha Tani Karet di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh
Barat, Faktor-faktor yang mempengaruhi Pendapatan Petani Karet di Kecamatan
Samatiga Kabupaten Aceh Barat.
Bagian kelima Simpulan yang terdiri dari Simpulan dan Saran.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Pendapatan
Pendapatan merupakan penerimaan bersih seseorang, baik berupa uang
kontan maupun tidak. Pendapatan juga disebut income dari seorang warga
masyarakat adalah hasil dari penjualan faktor-faktor produksi yang dimilikinya
pada sektor produksi. Sektor produksi ini membeli factor-faktor produksi tersebut
untuk digukan sebangai input proses produksi dengan harga yang berlaku dipasar
faktor produksi. (Sukirno 2008, h. 48).
2.1.1. Jenis-Jenis Pendapatan
Menurut Sukirno Pendapatan terdiri dari beberapa jenis yaitu (Sukirno 2008,
h.33)
a. Pendapan Nasional Neto (NNI)
Pendapatan Nasional Neto (Net National Income) adalah pendapatan yang
dihitung menurut jumlah belas jasa yang diterima oleh masyarakat sebagai
pemilik factor produksi.Besarnya NNI dapat diperoleh dari NNI dikurangi pajak
tidak langsung. Yang dimaksud pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya
dapat dialihkan kepada pihak lain seperti pajak penjualan, pajak hadiah.
b. Pendapatan Perseorangan (PI)
Pendapatan Perseorangan (Personal Income) adalah jumlah pendapatan
yang diterima oleh rumah tangga dan usaha yang bukan perusahaan.Tidak seperti
pendapatan nasional, pendapatan perseorangan tidak mengikutsertakan
pendapatan tertahan (etained earnings), yaitu pendapatan yang diperoleh
perusahaan, namun tidak dibagikan kepada pemiliknya.Pendapatan perseorangan
8
juga mengurangi pajak pendapatan perusahan dan kontribusi pada tunjangan
sosial (MankieW 2006, h. 9).
c. Pendapatan yang siap dibelanjakan (DI)
Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income) adalah
pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa
konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi
investasi.Disposable Income (DI) ini diperoleh dari Personal Income (PI)
dikurangi dengan pajak langsung.Pajak langsung (direct tax) adalah pajak yang
bebannya wajib pajak,contohnya pajak pendapatan.
d. Pendapatan Nasional Riel
Pendapatan Nasional Riel adalah pendapatan yang dihitung atau
ditentukan berdasarkan harga-harga yang tidak berubah atau tetap dari tahun ke
tahun.
e. Pendapatan Nasional Menurut Harga Yang Berlaku
Pendapatan Nasional Menurut Harga Yang Berlaku adalah pendapatan
nasional yang dihitung atau ditentukan berdasarkan harga-harga yang berlaku
pada tahun dimana produksi nasional yang sedang dinilai diproduksikan.
f. Pendapatan Nasional Menurut Harga Tetap
Pendapatan Nasional Menurut Harga Tetap adalah harga yang berlaku
pada suatu tahun tertentu dan seterusnya digunakan untuk menilai barang dan jasa
yang dihasilkan pada tahun-tahun yang lain.
2.1.2. Pendapatan Petani Karet
Pendapatan merupakan hal yang sangat penting dimiliki olehnseseorang
guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Setiap orang selalu berusaha
9
untuk memiliki pendapatan agar dapat memenuhi semua kebutuhan hidupnya,
paling tidak memenuhi kebutuhan pokoknya. Untuk itu berbagai macam
pekerjaan dilakukan oleh seseorang agar memperoleh pendapatan termasuk
pekerjaan sebagai petani karet. (Priyanto 2013, h. 22).
Hasil penjualan karet merupakan pendapatan bagi petani karet penyadap.
Pendapatan petani karet penyadap sering kali tidak stabil karena dapat
dipengaruhi oleh besar produksi,harga jual beli karet dengan pedagang
pengumpul, waktu kerja dan kualitas karet. Faktor yang mempengaruhi
pendapatan petani antara lain kurang tersedianya sarana yang diperlukan untuk
meningkatkan pendapatan.
Benih ataupun bibit sebagai produk akhir dari suatu program pemuliaan
tanaman yang pada umumnya memiliki karakteristik keunggulan tertentu,
mempunyai peranan yang vital sebagai penentu batas atas produktivitas dan dalam
menjamin keberhasilan budidaya tanaman. Sampai saat ini perbaikan ginetik
tanaman di Indonesia masih terbatas melalui metode pemuliaan tanaman, seperti
persilangan, seleksi dan mutasi, dam masih belum secara optimal memanfaatkan
aneka teknologi pemuliaan modern yang saat ini sangat pesat berkembang di
Negara-negara maju. Tujuan pemuliaan masih berkisar pada upaya peningkatan
produktifitas. (Priyanto 2013, h. 23).
2.2. Petani
Petani adalah seseorang yang bergerak di bidang pertanian utamanya
dengan cara melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan
dan menghasilkan barang-barang tanaman (seperti padi, karet, buah dan lain
lain), dengan harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk di
10
gunakan sendiri ataupun menjualnya kepada orang lain. Mereka juga dapat
menyediakan bahan mentah bagi industri, seperti karet.
Seorang petani mengusahakan tanah miliknya atau bekerja sebagai buruh
di kebun orang lain. Pemilik tanah yang mengusahakan tanahnya dengan
mempekerjakan buruh juga dikenal sebagai petani atau buruh tani.
Petani umumnya merujuk kepada orang yang mengelola kebun atau ladang dan
menjalankan peternakan hewan. Biasanya hasil pertanian digunakan sendiri atau
dijual kepada orang lain atau pihak lain misalnya melalui Koperasi Unit Desa
untuk disalurkan kepasar. http://id.wikipedia.com/pengertian-petani) diakses
tanggal 2 April 2014.
2.2.1. Pengertian Pertanian
Menurut (Firdaus 2009, h. 4) dalam berbagai buku atau tulisan, kita sering
menjumpai pembagian pertanian ke dalam pertanian dalam arti luas dan pertanian
dalam arti sempit. Pertanian dalam arti luas mencakup: Pertanian rakyat atau
disebut pertanian besar,dalam arti sempit: Perkebunan, termasuk di dalamnya
perkebunan rakyat dan perkebunan besar, Kehutanan, Peternakan, dan Perikanan.
Secara praktik pembagian secara konvensional tersebut ternyata kurang
konsisten dan tidak jarang menimbulkan kesulitan. Misalnya, perkebunan rakyat
secara ekonomis juga dapat disamakan dengan pertanian rakyat karena
perbedaannya hanya terletak pada macam komoditi atau hasilnya saja, yaitu
tanaman bahan makanan bagi pertanian rakyat dan tanaman perdagangan terutama
bahan-bahan ekspor bagi perkebunan rakyat.
11
Bagi pihak lain, dalam kenyataannya tanaman padi, jagung, dan ketela
juga merupakan tanaman perdagangan yang penting tidak saja untuk pasaran
dalam negeri, tetapi jagung dan ketela (gaplek) juga untuk pasaran luar negeri.
Sebaliknya, petani yang menanam tanaman perkebunan seperti karet, kopi, lada
banyak pula yang menanam padi dan jagung terutama untuk kebutuhan konsumsi
keluarganya sendiri. Dengan demikian, pembagian antara pertanian rakyat dan
perkebunan menjadi kabur dan kehilangan arti.
2.2.2. Pertanian Rakyat
Pertanian rakyat adalah usaha pertanian keluarga di mana diproduksi
bahan makanan utama seperti padi, palawija (jagung, kacang-kacangan, dan ubi-
ubian) dan tanaman hortikultura, yaitu sayur-sayuran dan buah-buahan. Pertanian
rakyat diusahakan di tanah sawah, ladang, dan pekarangan.Walaupun tujuan
penggunaan hasil-hasil tanaman ini bukan merupakan kriteria, namun pada
umumnya sebagian besar hasil-hasil pertanian rakyat adalah untuk keperluan
konsumsi keluarga. Pertanian rakyat meliputi pula usaha-usaha mata pencaharian
tambahan, yaitu peternakan, perikanan, dan kadang-kadang usaha pencaharian
hasil hutan. (Firdaus 2009, h. 5).
2.3. Pemasaran Karet Rakyat
Rendahnya harga karet yang diterima oleh petani selama ini sering
dituduhkan karena jeleknya kualitas produksi karet-rakyat. Sebaiknya ke depan,
persoalan yang menimpa petani karet ini tidak dilihat hanya dari sisi rendahnya
mutu karet yang dihasilkan petani karet rakyat. Namun perlu juga dilihat dari sisi
faktor penyebab lainnya, misalnya sisi hubungan sosial antara petani dengan pihak
12
lain yang ada di tingkat lokal. Artinya, persoalan rendahnya pendapatan dan
kehidupan petani tidak hanya disebabkan oleh persoalan teknis semata, tapi yang
tidak kalah pentingnya adalah dukungan situasi dan kondisi sosial masyarakat di
tingkat bawah. Iklim sosial yang dimaksud adalah adanya kenyataan bahwa
penentuan harga karet di tingkat bawah justru sering ditentukan oleh keterikatan
hubungan sosial antara petani kecil, petani besar dengan pedagang karet di tingkat
lokal yang menggiringnya ke sudut posisi tawar petani karet rakyat menjadi
lemah. Kenyataan seperti ini, di pedesaan sulit sekali untuk dihindarkan.
Keinginan yang besar dari petani untuk tetap menjaga keeratan hubungan sosial
sering memaksa dan menghilangkan rasionalitas petani dalam berbisnis. Hal ini
dapat menyulitkan posisi petani dalam adu tawar-menawar dalam proses
penentuan harga bagi produksi karetnya. Karenanya kebanyakan mereka, suka
atau tidak, terpaksa atau rela, mereka pasrah dan menerima harga yang telah
ditentukan (sepihak) oleh para toke.
Variabel lain yang juga berperan ikut menentukan tingkat pendapatan petani
adalah rantai pemasaran karet, sebab kenyataan menunjukkan bahwa begitu
banyaknya lapisan pedagang yang terlibat, sehingga menjadikan rantai tataniaga
karet di sini cukup panjang,dan kondisi demikian sudah merupakan suatu
fenomena lama. Petani tidak pernah bisalangsung dalam memasarkan produksi
karetnya kepada pabrik atau pedagang eksportir. Paling kurang mereka harus
melalui dua atau tiga orang pedagang perantara yaitu pedagangdi tingkat desa dan
pedagang di tingkat kecamatan. Meski disadari, rantai tataniaga yang pendek sulit
dijumpai, petani pun harus melalui rantai pemasaran yang panjang dan berliku,
mulai dari pedagang ditingkat kelompok, di tingkat desa, pedagang di tingkat
13
kecamatan, sampai ke pedagang agen-komisi,baru masuk ke pabrik pengolahan
atau eksportir karet. Panjangnya rantai tataniaga itu berakibat kepada rendahnya
harga jual di tingkat petani, karenanya petani hanya bisa menerima harga karet
apa adanya.
Menurut Didit ( 2005, h. 20-21 ) jalur tata niaga karet di bagi dua macam,
yaitu jalur tata niaga tahap satu dan tahap kedua. Jalur tata niaga tahap satu adalah
pengumpulan karet produksi perkebunan dari pabrik pengolah yang bermuara
pada konsumen, baik dalam maupun luar negeri (ekspor). Jalur tata niaga kedua
ini juga melibatkan perkebunan besar milik swasta dan milik pemerintah sebagai
pemasok. Jalur tataniaga karet tahap satu dimulai dari petani yang menjual karet
baku, tempat pelelangan atau KUD. Para pembeli karet rakyat ini selanjutnya
menjual karet beku ke pabrik.
Jalur tata niaga tersebut petani menempati posisi sangat lemah dalam
transaksi dengan pihak pembeli karet produksinya. Para pedagang perantara
umumnya juga merangkap sebagai pedagang kebutuhan sehari-hari petani karet
.dalam hal ini mereka menyediakan keluarga petani dan petani akan membayarnya
dengan karet hasil produksi dikemudian hari.
Jalur tata niaga karet tahap dua yang merupakan kelanjutan dari jalur tata
niaga tahap satu, dimulai dari dari pabrik pengolah bokar atau pengolah latek
perkebunan besar. dari pabrik pengolah ini dibeli pihak swasta atau PT
Perkebunan Nusantara (PTPN). Pihak swasta umumnya lansung menjual ke
konsumen dalam negeri, sedangkan PTPN untuk diekspor setelah melalui
beberapa tahap.
14
2.3.1. Perkembangan Karet Rakyat
Perkembangan karet rakyat non revitalisasi adalah upaya percepatan
pengembangan perkebunan karet, baik melalui perluasan atau penanaman baru
maupun peremajaan yakni dengan melakukan penggantian tanaman karet yang
sudah tidak produktif (tua/rusak) dengan tanaman karet baru secara keseluruhan
dalam satu areal tertentu dengan menerapkan inovasi teknologi. Percepatan
pengembangan perkebunan rakyat melalui perluasan areal penanaman baru pada
areal tetentu dengan menggunakan bibit karet unggul.
Peningkatan produktifitas tanaman umumnya merupakan tujuan yang
paling sering dilakukan pemuliaan dalam merakit suatu kultivar. Hal ini karena
peningkatan produktifitas berpotensi menguntungkan secara ekonomi bagi petani,
peningkatan produktifitas diharapkan dapat mengkonpensasi biaya produksi yang
telah dikeluarkan. Peningkatan produktifitas (daya hasil persatuan luas )
diharapkan akan dapat meningkatkan produksi secara nasional. (Priyanto 2013, h.
25).
2. 3.2. Pengembangan Karet Alam
Kebutuhan karet alam di Indonesia terus meningkat sejalan dengan
meningkatnya standar hidup manusia dan mobilitas manusia serta barang yang
memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sabuk
transmisi, sepatu dan sandal karet. Secara fundamental harga karet alam
dipengaruhi oleh permintaan (konsumsi) dan penawaran (produksi) serta
stok/cadangan dan masing-masing faktor. (Pane 2011, h. 26)
15
2.3.3. Pertumbuhan Konsumsi Karet Alam
Konsumsi karet alam dunia dalam dua dekade terakhir meningkat secara
drastis, walaupun terjadi ressesi ekonomi dunia kurun waktu 2011 konsumsi karet
alam mengalami pertumbuhan yang menurun. Kondisi ini akan mempengaruhi
pihak konsumen terutama pabrik-pabrik ban mobil, pertumbuhsn produksi
Indonesia ini adapat dicapai melalui peremajaan atau penanaman baru karet yang
cukup luas dengan perkiraan produksi pada tahun 2020 sebesar 3,5 juta ton dan
tahun 2035 sebesar 5,1 ton. (Anwar 2006, h. 30).
2.3.4. Pertumbuhan Produksi Karet Alam di Indonesia
Penawaran karet dunia meningkat lebih dari tiga persen pertahun dalam
dua dekade terakhir, dimana menacapai 8,81 juta ton pada tahun 2005,
pertumbuhan tersebut berdasar dari Negara produsen Thailand, Indonesia,
Malaysia, India, china dan lainya. Pengembangan pertumbuhan karet di Indonesia
hampir seluruhnya diusahakan oleh petani (PR) seluas 2.935.081 ha (84,75 %)
kemudia perkebunan besar nasioanal seluas 239.132 ha (6,97 %), dan 275.931 ha
(8,28 %) yang dikelola oleh perkebunan besar swasta, sehingga permasalahan
sosial khususnya yang terkait dengan lahan tidak pernah terjadi. Kehadiran
tanaman karet sebagai tanaman perkebunan telah memberikan manfaat sosial yang
positif khususnya dalam menyediakan kesempatan kerja dan berusaha. Oleh
karena itu biaya dan manfaat sosial dalam pengembangan perkebunan karet
bernilai positif dan juga akan meningkat pendapatan petani karet itu sendri.
(Damarjati 2011, h. 56)
Menurut (Damarjati 2011, h. 56) Target pengembangan karet harus
didukung dengan berbagai faktor antara lain :
16
1. Seluruh sentra produksi mempunyai komitmen untuk pengembangan karet
pada wilayah masing-masing
2. Penyediaan benih bibit karet sesuai permintaan setiap wilayah pengembangan.
3. Petugas penyuluh perkebunan yang menangani karet
4. Sumber daya manusia dan sarana petani untuk pemeliharaan kebun dan
penanganan pasca panen.
5. Dukungan perbankan berupa dana untuk pemeliharaan dan pengelolaan kebun.
Pengembangan perkebunan karet dilakukan secara tradisional dan masih
memegang kuat ketentuan-ketentuan adat khususnya terkait dengan konservasi
sumber daya alam. Karena itu penentuan lokasi kebun karet dan cara pengelolaan
oleh petani dilakukan dengan sangat hati-hati, sehingga pengembangan
perkebunan karet dapat dikatakan tidak menimbulkan permasalahan lingkungan
yang bearti.
2.3.5. Lateks
Lateks perupakan suatu cairan berwarna putih sampai kekuning-kuningan
yang diperoleh dengan cara penyadapan (membuka pembuluh lateks) pada kulit
tanaman karet. Lateks banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan barang
yang berasal dari karet. Bahan kimia yang umunya digunakan untuk pengawetan
lateks kebun adalah larutan amoniak dalam lateks kebun harus disesuiakan dengan
lamanya waktu yang dibutuhkan, proses pengelolaan di pabrik dan jenis mutu
karet yang diperlukan. Lateks kebun dari tempat pengumpulan hasil harus
diangkut segera kepabrik walaupun telah diberi bahan pengawet kimia. (Damarjati
2011, h. 57)
17
2.4. Usaha Tani dan Pertanian
2.4.1. Pengertian Usahatani dan Pertanian
Usaha Tani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di
tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tubuh tanah dan air,
perbaikan-perbaikan yang dilakukan di atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-
bangunan yang didirikan di atas tanah tersebut dan sebagainya Usaha tani dapat
berupa bercocok tanam atau memelihara ternak. (Daniel 2004, h. 20)
Kegiatan produksi dalam usaha tani merupakan suatu bagian usaha dimana
biaya dan penerimaan sangat penting sekali. Hal terpenting dalam usaha tani
adalah bahwa usaha tani senantiasa berubah baik dalam ukurannya maupun
susunannya. Hal ini karena petani selalu mencari metode usaha tani yang baru dan
efisien serta dapat meningkatkan produksi yang sangat tinggi. (Daniel 2004, h. 20)
2.4.2. Pengertian Pertanian
Pertanian dalam arti sempit adalah suatu usaha yang meliputi bidang-
bidang seperti bercocok tanam, perikanan, peternakan, perkebunan, kehutanan,
pengelolaan hasil bumi, dan pemasaran hasil bumi, sedangkan pertanian
dalam arti luas dimana zat-zat atau bahan - bahan anorganis dengan bantuan
tumbuhan dan hewan yang bersifat reproduktif dan usaha pelestariannya.
(Firdaus 2009, h. 4)
2.4.3. Pertanian Indonesia
Pertanian Indonesia adalah pertanian tropika, karena sebagian besar
daerahnya berada di daerah tropik yang langsung dipengaruhi oleh garis
khatulistiwa yang memotong Indonesia hampir menjadi dua. Di samping
18
pengaruh khatulistiwa, ada dua faktor alam lainnya yang ikut memberi corak
pertanian Indonesia. Pertama, bentuknya sebagai kepulauan, dan kedua,
topografinya yang bergunung-gunung. Dalam hubungan ini letaknya di antara
dua lautan besar, yaitu lautan Indonesia dan lautan Pasifik serta dua benua yaitu
benua Asia dan benua Australia, juga ikut mempengaruhi iklim Indonesia,
terutama perubahan arah angin dari daerah tekanan tinggi ke daerah tekanan
rendah. Bentuk tanah yang bergunung-gunung memungkinkan adanya variasi
suhu udara yang berbeda-beda pada suatu daerah tertentu. Pada daerah
pegunungan yang makin tinggi, pengaruh iklim tropik makin berkurang dan
digantikan oleh semacam iklim subtropik (setengah panas) dan iklim setengah
dingin. Pada kenyataannya, tanaman-tanaman pertanian iklim subtropik dan
tanaman iklim sedang seperti teh, kopi, kina,sayur-sayuran dan buah-buahan
menjadi komoditi penting dalam perdagangan domestik maupun internasional.
Hal itu disebabkan iklim yang mendukung serta penduduk yang sebagian besar
masih bermata pencaharian di sektor pertanian. (Http//google.com perekonomian
Indonesia di akses 1 April 2014)
2.4.4. Pembangunan Pertanian
Banyak hal yang harus kita lakukan dalam mengembangkan pertanian pada masa
yang akan datang. Kesejahteraan petani dan keluarganya merupakan tujuan utama yang
harus menjadi prioritas dalam melakukan program apapun. Pembangunan adalah
penciptaan sistem dan tata nilai yang lebih baik hingga terjadi keadilan dan tingkat
kesejahteraan yang tinggi. Sistem tersebut harus berdaya saing, berkerakyatan,
berkelanjutan, dan desentralistik. Berdaya saing berarti pertanian pertanian dapat kita
sejajarkan dengan produk pertanian Negara lain, baik jumlah maupun kualitasnya.
Berkerakyatan berarti setiap usaha pembangunan pertanian harus mengikutkan petani
19
supaya semakin berdaya sebagai subjek pembangunan. Berkelanjutan berarti
pembangunan pertanian memberikan jaminan bagi keberlangsungan pertanian.
Sementara desentralisasi mengandung arti bahwa pembangunan pertanian harus
berdasarkan keinginan petani, sesuai dengan kebutuhannya dan sangat menghargai
budaya lokal. (Firdaus 2009, h. 5)
Program pembangunan pertanian pada hakikatnya adalah serangkaian upaya
untuk memfasilitasi, melayani, dan mendorong berkembangnya sistem pertanian dan
usaha usaha pertanian yang berdaya saing, berkerakyatan, dan berkelanjutan. Program
pembangunan pertanian di arahkan kepada pencapaian tujuan pembangunan pertanian
jangka panjang, yaitu sektor pertanian sebagai andalan pembangunan nasional.
Ketangguhan perekonomian nasional dengan basis agraris sebagaimana Indonesia
tidak ada pilihan lain kecuali meningkatkan ketangguhan sektor pertanian. Relevan
sekali apabila visi, misi, tujuan, dan strategi pembangunan pertanian adalah untuk
meningkatkan kesejateraan masyarakat pertanian dalam mendukung perekonomian
nasional.
2.4.5. Produksi Usaha Tani dan Faktor Produksi
Produksi adalah kegiatan yang menciptakan manfaat (utility) baik dimasa kini
maupun di masa yang akan datang. (Nasution 2006, h. 102)
Menurut Sugiarto (2007, h. 56) berpendapat produksi adalah setiap kegiatan
yang mengubah input menjadi output, kegiatan tersebut dalam ekonomi biasa
dinyatakan dalam fungsi produksi.
Faktor produksi adalah input yang digunakan untuk menghasilkan
barang-barang dan jasa. Faktor produksi memang sangat menentukan besar
kecilnya produksi yang diperoleh. Adapun faktor produksi yang dimaksud
adalah : (Rosyidi 2003, h. 56)
20
a. Alam (dalam hal ini luas lahan atau tanah)
Tanah sebagai salah satu faktor produksi merupakan suatu pabriknya dari
hasil-hasil pertanian yaitu tempat dimana produksi berjalan dan tempat
produksi itu keluar. Semakin luas lahan yang digunakan, maka semakin besar
hasil produksi yang diperoleh dari lahan tersebut.
b. Modal
Modal adalah barang atau uang yang secara bersama-sama dengan faktor
produksi lainnya (tanah atau tenaga kerja) menghasilkan barang-barang baru
yaitu dalam hal ini hasil pertanian. Modal dalam pertanian dapat diwujudkan
dalam bentuk pengeluaran pupuk dengan tujuan untuk meningkatkan hasil
pertanian.
c. Tenaga kerja
Tenaga kerja adalah kapasitas buruh untuk bekerja bukan dalam keahlian yang
produktif, melainkan reaksi sosialnya terhadap kesempatan ekonomi dan
kesediaannya untuk mengalami perubahan ekonomi.
d. Teknologi
Dalam pengertian sederhana, kemajuan teknologi terjadi karena ditemukannya
cara-cara baru atau perbaikan atas cara-cara lama dalam menangani pekerjaan-
pekerjaan tradisional seperti pekerjaan menanam, membuat pakaian, atau
membuat rumah.
2.5. Gambaran Usahatani di Indonesia
Di Indonesia, usahatani dikategorikan sebagai usaha tani kecil karena
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Berusahatani dalam lingkungan tekanan penduduk lokal yang meningkat
21
b. Mempunyai sumberdaya terbatas sehingga menciptakan tingkat hidup yang
rendah
c. Bergantung seluruhnya atau sebagian kepada produksi yang subsisten
d. Kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan
lainnya. Usaha tani tersebut masih dilakukan oleh petani kecil, maka telah
disepakati menetapkan bahwa petani kecil didefinisikan sebagai berikut :
a. Petani yang pendapatannya rendah, yaitu kurang dari setara 240 kg beras per
kapita per tahun
b. Petani yang memiliki lahan sempit, yaitu lebih kecil dari 0,25 ha lahan
sawah untuk di Pulau Jawa atau 0,5 ha di luar Pulau Jawa. Bila petani
tersebut juga memiliki lahan tegal maka luasnya 0,5 ha di Pulau Jawa dan
1,0 ha di luar Pulau Jawa.
c. Petani yang kekurangan modal dan memiliki tabungan yang terbatas.
d. Petani yang memiliki pengetahuan terbatas dan kurang dinamis. Dari segi
otonomi.
Ciri-ciri daerah dengan pertumbuhan dan perkembangan usahatani, adalah :
a. Tingkat pertumbuhan dan perkembangan usaha tani atas asas pengelolaan
yang di dasarkan atas tujuan dan prinsip sosial ekonomi dari usaha.Usaha
pertanian atas dasar tujuan dan prinsip sosial ekonomi yang melekat
padanya, usaha tani digolongkan menjadi tiga yaitu :
b. Tingkat pertumbuhan usahatani berdasarkan teknik atau alat pengelolaan
tanah.,
c. Tingkat pertumbuhan usahatani di Indonesia berdasarkan kekuasaan badan-
badan kemasyarakatan atas pengelolaan usaha tani.Menurut para
22
cendekiawan usaha tani di Indonesia itu mula-mula dilakukan oleh suku dan
kemudian digantikan dengan marga atau desa, famili atau keluarga
persekutuan-persekutuan orang dan akhirnya perseorangan.
2.5.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Dalam Usaha tani
Apabila usaha tani dapat diartikan sebagai kesatuan organisasi antara kerja,
modal, dan Pengelolaan yang ditujukan untuk memperoleh produksi dilapangan
pertanian. Petani saja tidak mempunyai kemampuan untuk mengubah keadaan
usaha taninya sendiri. Karena itu bantuan dari luar diperlukan, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Yang harus menjadi perhatian petani agar usaha
taninya maju, keterbatasan yang ada pada dirinya harus diatasi dengan menggali
kesempatan diluar lingkungannya. Bahkan bukan sekedar menggali terlebih lagi
harus mampu mengungkapkannya menjadi kekuatan pendorong dan mengatasi
diluar tersebut. (Soekartiwi 2003, h. 29)
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha tani yang digolongkan
menjadi dua yaitu : (Soekartiwi 2003, h. 29)
1. Faktor-faktor usaha tani itu interen sendiri (faktor interen) yang terdiri dari :
* Petani pengelola
* tanah usaha tani
* tenaga kerja
* modal
* tingkat teknologi kemampuan petani mengalokasikan penerimaan keluarga
* jumlah keluarga.
2. Faktor-faktor usaha tani (faktor eksteren) :
Tersedianya sarana transportasi dan komonikasi
23
Aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani serta
sarana penyeluhan bagi petani.
Aspek-aspek pemasaran merupakan masalah diluar usaha tani yang perlu
diperhatikan seperti kita ketahui yang serba terbatas berada pada posisi yang
lemah dalam penawaran persaingan, terutama yang menyangkut penjualan
hasil dan pembelian bahan-bahan pertanian.
Fasilitas kredit
Sebagai akibat dan langkahnya usaha tani, kredit menjadi penting dalam hal
ini pemerintah perlu menyediakan fasilitas kredit kepada petani dengan
syarat mudah dicapai dengan prosedur yang mudah dan suku bunga yang
relative rendah dapat membuka peluang pemilik modal swasta mengulurkan
tangan.
Sarana penyuluhan bagi petani
Dengan kondisi seperti petani yang demikian, uluran tangan kepada mereka
memang sangat diperlukan termasuk uluran tangan dalam pelayanan
penyuluhan kepada petani. Penyuluhan tersebut dapat berupa introduksi
cara-cara produksi yang baru dilingkungan petani.
Secara sektoral, sektor pertanian terdiri dari sub sektor pertanian tanaman
pangan, sub sektor perkebunan, sub sektor pertenakan, dan sub sektor kehutanan.
Sub sektor pertanian tanaman pangan khususnya padi merupakan penghidupan
bagi sebagian besar penduduk Indonesia. (Soekartiwi 2003, h. 31).
2.5.2. Biaya Usaha Tani
Dalam usaha tani di kenal dua macam biaya yaitu biaya tunai atau biaya
yang dibayarkan dan biaya tidak tunai biaya yang tidak dibayarkan. Biaya yang
24
dibayarkan adalah biaya untuk membayar upah tenaga kerja luar keluarga, biaya
untuk pembelian input produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan. Kadang-kadang
juga termasuk biaya untuk iuran pemakaian air dan irigasi, pembayaran zakat, dan
lain sebagainya. Biaya sering kali jadi masalah bagi petani, terutama dalam
pengadaan input atau sarana produksi. Karena kurangnya biaya yang tersedia,
tidak jarang petani mengalami kerugian dalam usaha taninya. (Daniel 2004, h.
20).
Besar kecilnya modal dalam usaha pertanian tergantung dari :
a. Skala usaha, besar kecilnya skala usaha sangat menentukan besar kecilnya
modal yang dipakai
b. Macam-macam komoditas tertentu dalam proses produksi pertanian juga
menentukan besar kecilnya modal yang dipakai
c. Tersedianya kredit sangat menentukan keberhasilan suatu usaha tani.
2.6. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini mmengambil judul Analisis Pendapatan Petani Karet di Desa
Pangkal Baru Kecamatan Tempunak Kabupaten Sintang’’ penelitian ini bertujuan
mengtahui fluktuasi harga karet yang terjadi didesa pangkal batu Kecamatan
Tempunak Kabupaten Sintang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif yang bersifat kualitatif dengan bentuk penelitian analisis
dokumen atau analisis isi. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi
langsung, komonikasi langsung dan studi dokumentasi. Alat pengumpul data yang
dipergunakan adalah lembar observasi, panduan wawancara dan catatan-catatan.
Analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
pendapatan rata-rata petani penyadap karet dalam satu bulan dengan luas kebun 1
25
hektar ± Rp. 2.800.000. Upaya meningkatkan pendapatan petani penyadap karet
dengan cara bekerja diluar kegiatan penyadapan karet dan melakukan intensifikasi
dan ekstensifikasi pertanian berupa perawatan dan pemupukan pohon karet dan
menambah lahan sadapan ditempat lain. Dari penelitian ini dapat
direkomendasikan yaitu petani penyadap karet harus memperhatikan jumlah
pohon karet yang subur dan produktif. (Nuaini, h. 32)
26
III. METODE PENELITIAN
3.1. Populasi dan Sampel
Populasi yang diambil oleh penulis di daerah penelitian sangat luas aspek
analisisnya yaitu pendapatan petani karet di Kecamatan Samatiga Kabupaten
Aceh Barat. Namun karena aspek penelitian sangat luas penulis mengambil
sampel hanya 5 desa. Yaitu. Desa Lebok, desa Leuken, desa Keureseng, desa
Kreung tinggai, desa Pange.
Sampel merupakan sebagian dari seluruh objek penelitian yang diambil
yang mewakili seluruh populasi. Sampel yang diambil sebanyak 75 orang petani
karet di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat. Teknik pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan boring sampling (Secara acak sederhana),
karena objek terlalu luas. Hal ini dilakukan karena keterbatasan waktu penelitian.
Tabel 2
Jumlah Populasi dan Sampel Usaha Tani Karet
di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2013 No Nama Desa Populasi (KK) Sampel (KK)
1 Lebok 40 20
2 Leuken 30 15
3 Keureseng 25 15
4 Kreung tinggai 20 10
5 Pange 25 15
Jumlah 140 75
Sumber : data kuisioner masyarakat petani karet di Kecamatn Samatiga Kabupaten Aceh Barat
27
Peneliti hanya mengambil 5 desa dari keseluruhan desa dikarenakan
karena objek terlalu luas dan keterbatasan waktu peneltian, maka penulis
mengambil desa yang mayoritas masyarakatnya petani karet.
3.1.1. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan petani karet di
Kecamatan Samatiga dengan menggunakan kuisioner yang telah disiapkan.
Sedangkan data sekunder merupakan data pelengkap yang diperoleh dari berbagai
instansi yang berhubungan seperi BPS, Dinas Pertanian dan literatur yang
mendukung penelitian ini..
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Observasi merupakan salah satu teknik operasional pengumpulan data
melalui proses pencatatan secara cermat dan sistematis terhadap obyek yang
diamati secara langsung. Dalam metode ini pihak pengamat melakukan
pengamatan dan pengukuran dengan teliti terhadap obyek yang diamati,
bagaimanakah keadaannya, kemudian dicatat secara cermat dan sistematis
peristiwa-peristiwa yang diamati, sehingga data yang telah diperoleh tidak
luput dari pengamatan.
b. Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan bertanya
langsung. Dalam wawancara ini terjadi interaksi komunikasi antara pihak
peneliti selaku penanya dan responden selaku pihak yang diharapkan
memberikan jawaban.
28
c. Kuisioner merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden yang telah disusun
secara sistematis dan sesuai dengan rencana jawaban yang diperlukan.
3.2. Model Analisis Data
1. Pendapatan Usahatani dapat dihitung dengan rumus : ( Soekartiwi, 2002. h.
123)
Pd = TR-TC
Dimana :
Pd = Pendapatan Usahatani
TR = Total Penerimaan (Total revuneu)
Tc = Total biaya ( total cost)
3.3. Definisi Operasional Variabel
Dalam penelitian ini di definisi operasional variabel dalam análisis ini
sebagai berikut :
a. Penerimaan Usahatani karet adalah jumlah produksi karet dikalikan harga
jual yang diterima oleh petani
b. Pendapatan bersih Usahatani karet adalah penerimaan yang diperoleh dari
usahatani karet dikurangi seluruh biaya yang dikeluarkan untuk usaha tani
karet.
c. Kelayakan Usahatani karet adalah ukuran suatu usaha dapat dihasilkan
keuntungan yang proposional dengan membandingkan jumlah penerimaan
dengan seluruh biaya produksi dalam pengelolaan.
d. Biaya adalah biaya yang dikeluar petani karet untuk untuk keperluan usaha
tani karet.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskriptif Objek Penelitian
4.1.1. Deskripstif Wilayah Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat
Kecamatan Samatiga merupakan salah satu Kecamatan yang ada di
Kabupaten Aceh Barat. Kecamatan Samatiga Terletak diantara 04011’30’’
04018’50’’ lintang utara serta 95
058’10’’ dan 95
0 65’10’’ bujur timur dengan luas
wilayah 140,69 km2, kecamatan ini berbatasan langsung dengan Kecamatan
Bubon, yang terletak dibagian utara samudra Indonesia dibagian selatan sehingga
menjadi sumber pencarian bagi bagian besar masyarakat. Sedangkan dibagian
barat Kecamatan ini berbatasan langsung dengan Kecamatan Arongan Lambalek,
dan sebelah timur berbatasan dibatasi oleh Kecamatan Johan Pahlawan.
Secara administrasi, terdapat tiga puluh dua gampong dalam kecamatan
ini, dilihat dari topografi keseluruhan gampong di Kecamatan ini di daerah
daratan dengan ketinggian rata-rata 7 meter dipermukaan laut. Sebagian besar
gampong di Kecamatan ini berada kawasan hutan. Suhu udara disepanjang tahun
terus mengalami perubahan yaitu dari 25,50
meningkat menjadi 26,70. Secara
administrasi terdapat sebanyak 32 gampong, 96 dusun dan 6 mukim di Kecamatan
Samatiga. (Badan Pusat Statistik Aceh Barat).
4.1.2. Perkembangan tingkat umur Petani Karet di Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat
Kecamatan Samatiga dikatagorikan sebagai tipe ekspansif yang
mempunyai ciri dominannya penduduk berusia mudah. Tingkat umur dalam usaha
tani sangat begitu penting kerena dengan usia relatif muda masih memiliki fisik
30
yang kuat dan mampu menyadap karet dengan waktu yang lama. di Kecamatan
Samatiga rata-rata masyarakat petani karet relatif memiliki usia muda. Dan
Sebagian besar petani karet di Kecamatan Samatiga berusia muda tetapi mereka
telah memiliki keluarga.
Tabel 3
Klasifikasi Petani Karet Berdasarkan Umur di Kecamatan
Samatiga Kabupaten Aceh Barat
No Interval Umur Jumlah Petani
1 24-35 25
2 36-45 35
3 46-65 15
Sumber : Data Primer (2013)
Berdasarkan tabel 3 diatas menunjukkan bahwa sebanyak 25 orang petani
karet yang berumur 24-35 tahun, dan 35 petani yang berumur 36-45 tahun, dan 15
tahun petani karet berumur 46-65 tahun, sehingga menunjukkan bahwa petani
pada usiatani karet sudah berada pada usia diatas produktif (15-55 tahun) namun
demikian mereka masih cukup potensial untuk mengembangkan usahataninya.
4.1.3. Perkembangan Pendidikan Petani Karet di Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat.
Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang dapat
mempengaruhi cara petani dalam mengelola usahataninya. Tingkat pendidikan
akan mempengaruhi pada kemampuan petani dalam menerapkan informasi baru
dalam bidang pertanian dan membantu petani dalam mengambil keputusan serta
dalam memecahkan masalah yang dihadapi petani dalam menglola usahataninya.
Secara rinci tingkat pendidikan dapat dilihat ditabel dibawah ini :
31
Tabel 4
Klasifikasi petani Karet Berdasarkan Pendidikan di Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2013
No Tingkat Pendidikan Jumlah Petani (jiwa)
1 Tamat SD 20
2 Tamat SLTP 35
3 Tamat SLTA 20 Sumber : Data Primer (2013)
Berdasarkan tabel 4 diatas dapat kita lihat bahwa tingkat pendidikan
formal yang ditempuh oleh responden usahatani karet di Kecamatan Samatiga
bervariasi mulai dari tingkat SD sampai dengan tingkat SLTA. Sebanyak 20
petani yang tamat SD, 35 petani tamatan SLTP, dan 20 petani tamatan SLTA.
4.1.4. Perkembangan Petani Karet berdasarkan Tanggungan Keluarga di
Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat
Jumlah tanggungan keluarga secara langsung akan akan menjadikan petani
lebih giat dalam berusaha tani disamping juga akan menambah tenaga kerja
keluarga, tanggungan keluarga petani responden terdiri dari istri, anak dan
keluarga lainnya. Untuk lebih jelas dapat dilihat tabel dibawah ini :
Tabel 5
Klasifikasi Petani Karet berdasarkan Tanggungan Keluarga di Kecamatan
Samatiga Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2013
No Tanggungan Keluarga Jumlah Petani (jiwa)
1 1 10
2 2 17
3 3 28
4 4 20 Sumber : Data primer (2013)
Berdasarkan tabel 4 diatas menunjukkan bahwa jumlah responden yang
memiliki tanggungan keluarga 1 orang adalah sebanyak 10 orang dan tanggungan
sebanyak 2 orang sebanyak 17 orang, dan yang memiliki tanggungan 3 orang
32
adalah sebanyak 28 orang, dan yang memiliki tanggungan 4 orang adalah
sebanyak 20 orang.
Jumlah tanggungan keluarga juga merupakan salah satu faktor penting
yang dapat mempengaruhi cara petani dalam mengelola usahataninya. Semakin
besar tanggungan keluarganya bearti semakin besar beban yang harus ditanggung
untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
4.2. Gambaran Umum Tanaman karet di Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat
Perkebunan karet Adalah salah satu mata pencarian utama masyarakat
Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat adapun status kepemilikan lahan
adalah lahan milik sendiri, dalam melaksanakan kegiatan usahataninya
pembukaan lahan, persiapan bibit dan penanaman semuanya dikelola sendiri.
Persiapan bibit dan penanaman karet telah menghasilkan dengan jangka waktu 5
tahun. Petani karet di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat melakukan
tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Pembukaan Lahan
Pada awalnya pembukaan lahan untuk tanaman karet dilakukan dengan
penebangan, dalam penebangan ini biasanya dibagi menjadi dua tahap yaitu
yang pertama rintisan kecil yaitu merintis tumbuhan yang masih kecil dan
kedua rintisan besar yaitu merintis tumbuhan besar dan dilanjutkan dengan
pembakaran.
2. Penanaman.
Sebelum melakukan penanaman terlebih dahulu menentukan letak dan jarak
tanaman karet. Adapun jarak penanaman karet di Kecamatan Samatiga 4x6
33
meter, sehingga dapat diketahui dalam satu hektar terdapat 416 pohon karet,
selanjutnya membuat lubang tanam 60x60x60 cm, polibag dibuka kemudian
bibit dimasukkan ke dalam tanah dan lubang tanam ditutup dengan tanah.
3. Pemupukan
Pada umumnya pemupukan dilakukan setahun dua kali, pemupukan diberikan
untuk mempercepat pertumbuhan, caranya pupuk dimasukkan kedalam
lubang 1-1,5 meter dari pohon pada lahan yang tersedia, pupuk yang
digunakan adalah pupuk urea, SP 36 dan KCL.
4. Pemeliharaan
a. Penyiangan
Penyiangan dilakukan tergantung pada keadaan tanaman penggangu
(gulma). Umumnya penyiangan 2-3 kali setahun.
b. Pengendalian hama dan penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan apabila gejala serangan mulai
tampak, binatang yang sering menganggu pada awal penanaman tanaman
karet adalah babi hutan, hal yang dilakukan petani adalah mengusir babi
tersebut atau dibuat pembatas.
5. Penyadapan
Penyadapan merupakan salah satu kegiatan dari pengusahaan tanaman karet.
Tanaman karet umumnya dapat disadap setelah berumur 5 tahun, penyadapan
dilakukan pada pagi hari mulai pukul 06.00 dengan menggunakan pisau
sadap. Notasi penyadapan dilakukan petani di Kecamatan Samatiga 2 hari
sekali, tetesan lateks ditampung didalam mangkuk sadap, mangkuk sadap
yang digunakan didaerah penelitian ini adalah batok kelapa.
34
6. Hasil Produksi
Hasil karet yang sudah disadap oleh petani karet yang ada di Kecamatan
Samatiga Kabupaten Aceh Barat akan dijual kepada agen karet, atau biasa
disebut toke. yang harga berkisar Rp. 15.000 perkilogram.
4.2.1. Biaya Produksi
Biaya produksi dalam usaha tani ini mencakupi biaya pupuk, biaya
peptisida, dan biaya lain-lain, jumlah biaya produksi dalam satu tahun dengan
jumlah 75 responden.
Tabel 6
Biaya yang dikeluarkan oleh Petani Karet di Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat
No Luas
Lahan
Pupuk Peptisida Biaya lain-
lain
Jumlah Jumlah
petani
1 1 ha 800.000 400.000 200.000 1400.000 22
2 1 ha 900.000 500.000 200.000 1600.000 31
3 1 ha 1.000.000 500.000 200.000 1.700.000 19
4 2 ha 2.000.000 1.000.000 300.000 2.400.000 3 Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel diatas dapat kita lihat biaya yang dikeluarkan oleh
petani karet di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2013.
Petani karet yang mengeluarkan biaya produksi sebesar 1.400.000 terdapat 22
petani karet dengan luas lahan 1 ha. dan petani yang mengeluarkan biaya produksi
sebesar 1.600.000 terdapat 31 petani karet dengan luas lahan juga 1 ha. dan petani
karet yang mengeluarkan biaya produksi sebesar 1.700.000 terdapat 19 petani
karet juga dengan luas lahan 1 ha. Untuk luas lahan karet 2 ha petani karet
mengeluarkan biaya sebesar 2.400.000 terdapat 3 petani karet. Biaya yang
dikeluarkan untuk membeli pupuk, peptisida dan untuk biaya lain-lain.
35
4.2.2. Produksi karet di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat
dalam mengusahakan usahataninya tiap petani memiliki lahan 1 ha, hanya
ada sebagian kecil memiliki lahan sampai 2 ha. dengan hasil produksi antara
petani yang satu dengan petani yang lainya bervariasi ada yang mendapatkan hasil
yang tinggi, dan juga ada yang mendapatkan hasil yang rendah.
Untuk lebih jelas Produksi karet yang ada di Kecamaran Samatiga
Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2013 dapat dilihat pada tabel dibawah ini
Tabel 7
Produksi Karet Di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2013
N0 Luas Lahan Produksi karet
perhari
Jumlah hari kerja Jumlah petani
1 1 ha 12 kg 15 hari 10 orang
2 1 ha 13 kg 15 hari 12 orang
3 1 ha 14 kg 15 hari 14 orang
4 1 ha 15 kg 15 hari 17 orang
5 1 ha 16 kg 15 hari 19 orang
6 2 ha 24 kg 15 hari 1 orang
7 2 ha 30 kg 15 hari 1 orang
8 2 ha 32 kg 15 hari 1 orang Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel diatas dapat kita lihat bahwa produksi karet di
Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2013 dengan produksi 12
kg perhari diperoleh oleh 10 orang petani karet yang ada di Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat, dan produksi 13 kg diperoleh oleh 12 orang, dan produksi
14 kg karet perhari diperoleh oleh 14 orang, dan produksi 15 kg diperoleh oleh 17
orang petani karet yang ada di Kecamatan Samatiga, dan 19 orang petani karet
memperoleh 16 kg karet, dan yang memperoleh 24 kg karet diperoleh oleh 1
orang, dan 30 kg karet diperoleh oleh 1 orang, dan 32 kg diperoleh oleh 1 orang.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat kita lihat produksi karet yang
dihasilkan oleh petani karet yang ada di Kecamatan Samatiga sangat bervariasi
36
berkisar antara 12 sampai 32 kg. walaupun dapat kita lihat luas lahan yang
dimiliki rata-rata 1 ha, hanya ada beberapa orang yang memiliki lahan 2 ha,
dengan produksi yang dihasilkan juga berbeda.
4.3. Pendapatan petani Karet di Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat
Pendapatan Usahatani karet di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh
Barat untuk lebih jelas dapat dilihat ditabel bawah ini :
Tabel 8
Pendapatan Petani Karet di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat
Tahun 2013
No Luas
Lahan
Harga
Karet/kg
Produksi
karet perhari
Produksi
(kg)
Pendapatan Jumlah
petani
1 1 ha 15.000 12 kg 2160 32.400.000 10 orang
2 1 ha 15.000 13 kg 2340 35.100.000 12 orang
3 1 ha 15.000 14 kg 2520 37.800.000 14 orang
4 1 ha 15.000 15 kg 2700 40.500.000 17 orang
5 1 ha 15.000 16 kg 2880 43.200.000 19 orang
6 2 ha 15.000 24 kg 4320 64.800.000 1 orang
7 2 ha 15.000 30 kg 5400 81.000.000 1 orang
8 2 ha 15.000 32 kg 5760 86.400.000 1 orang Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 8 diatas dapat kita lihat produksi dan pendapatan karet
di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat pada tahun 2013, produksi karet
sebanyak 2160 kg pertahun didapatkan dari produksi karet perhari dikalikan
dengan hari kerja dan dikalikan dengan 12 bulan.
Pendapatan Rp. 32.400.000 hanya diperoleh oleh 10 orang petani dengan
luas lahan satu hektar, dan produksi karet 2340 ton dengan pendapatan Rp.
35.100.000 diperoleh oleh 12 orang dengan luas lahan 1 ha, dan produksi karet
sebanyakn 2520 kg dengan pendapatan Rp. 37.800.000 diperoleh oleh 14 orang
dengan luas lahan juga 1 ha, produksi karet 2700 kg dengan pendapatan yang
37
diperoleh sebesar Rp. 40.500.000 diperoleh oleh 17 orang dengan luas lahan 1 ha,
dan produksi karet di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat sebanyak 2880
kg, dengan pendapatan sebesar Rp. 43.200.000 diperoleh oleh 19 orang dengan
luas lahan 1 ha, dan produksi 4320 kg, dengan pendapatan Rp. 64.800.000,
diperoleh oleh 1 orang dengan luas lahan 2 ha, dan produksi 5400 kg dengan
pendapatan Rp. 81.000.000 diperoleh oleh 1 orang dengan luas lahan 2 ha,
produksi 5760 kg dengan pendapatan sebesar Rp. 86.400.000 diperoleh oleh 1
orang, dengan luas lahan 1 ha.
Dari penjelasan diatas dapat kita lihat produksi dan pendapatan petani
karet di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat yang diperoleh sangat
bervariasi produksi yang dihasilkan berkisar 12-15 kg/hari walaupun luas lahan
yang sama tetapi pendapatannya berbeda, ini dikarenakan produksi karet yang
diperoleh oleh petani karet di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat ada
memperoleh produksi tinggi, dan ada yang memperoleh produksi rendah
walaupun dengan harga tetap 15 ribu/kg.
V. KESIMPULAN
5.1. Simpulan
a. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dan disimpulkan secara
komprehensif bahwa pendapatan petani karet pada tahun 2013 produksi dan
pendapatan petani karet di Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat yang
diperoleh sangat bervariasi produksi yang dihasilkan berkisar 12-15 kg/hari
walaupun luas lahan yang sama tetapi pendapatannya berbeda.
b. Produksi karet yang diperoleh oleh petani karet di Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat ada memperoleh produksi tinggi, dan ada yang
memperoleh produksi rendah walaupun dengan harga tetap 15 ribu/kg.
c. Biaya yang dikeluarkan oleh petani karet di Kecamatan Samatiga Kabupaten
Aceh Barat pada tahun 2013. Untuk luas lahan karet 1 ha petani karet
mengeluarkan biaya sebesar Rp. 1.700.000 dalam setahun. dan untuk luas
lahan 2 ha petani karet mengeluarkan biaya sebesar Rp. 2.400.000.
d. Pendapatan yang diperoleh petani karet di Kecamatan Samatiga Kabupaten
Aceh Barat yang luas lahan 1 ha memperoleh pendapatan sebesar 32.400.000-
43.200.000 dalam satu tahun. dan yang luas lahan 2 ha memperoleh
pendapatan sebesar Rp. 64.800.000-86.400.000 dalam satu tahun.
5.2. Saran-Saran
a. Adapun saran yang dapat dilakukan bagi para petani adalah dapat menjaga
kualitas karet tidak menurunkan harga karet. Oleh karena itu petani petani
karet tidak perlu mencampuri karetnya dengan barang yang dapat
memberatkan timbangan karet.
39
b. Sedangkan bagi para pedagang hendaknya tidak berusaha untuk menekan
harga beli karet. Jika harga karet terlalu turun drastis dapat berpengaruh pada
motivasi petani karet sebagi dampaknya produksi karet akan menurun.
c. Bagi Pemerintah sendiri harusnya selalu menjadi motivator, ispirator bagi
petani karet sehingga petani karet merasakan pekerjaannya didukung dan
diperhatikan oleh pemerintah. Hal ini akan berpengaruh pada peningkatan
produksi karet petani.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Chairil. 2006. Perkembangan Pasar dan Prospek Agribisnis Karet di
Indonesia. Medan
Badan Pusat Statistik (BPS) 2013. Aceh Barat Dalam Angka. Meulaboh. Aceh Barat.
Badan Pusat Statistik (BPS) 2013. Aceh Dalam Angka. Propinsi Aceh.
Damarjati, 2011. Prospektif harga karet alam. Peragi. Jakarta.
Daniel, M. 2004. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Jakarta
Didit, Heru, Setiawan dan Agus Andoko. 2005, Petunjuk Lengkap Budidaya Karet,
PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2010. Statistik Perkebunan Indonesia
komoditas Karet. Jakarta.
Firdaus Muhammad, 2009 . Manajemen Agribisnis. Bumi aksara, Jakarta.
Irawati Susan, 2006. Manajemen Keuangan. PT. Gramedia. Jakarta.
Mankiw, N. Gregory. 2006. Pengantar Ekonomi Makro. Edisi-3. Salemba Empat.
Jakarta.
Nasution, Mustafa Edwin. Et. Al. Pengenalan Eklusif Ekonomi. Kencana Prenada
Group. Jakarta.
Nuraini. 2011. Skripsi Pendapatan Petani Karet. Program Studi Pendidikan Ekonomi
FKIP. Untan. Pontianak.
Pane, AA, 2011. Prospektif Harga Karet. Peragi. Jakarta.
Priyanto, Ichwan, 2013. Efektivitas Pemupukan Tanaman Karet. Gramedia. Jakarta.
Rosyidi, Suherman. 2003. Pengantar Teori Ekonomi : Pendekatan Kepada Teori
Ekonomi Mikro dan Makro. PT. Raja Grafindo Perkasa. Jakarta
Soekartiwi, 2003. Teori Ekonomi Produksi. Rajawali. Jakarta.
Suharno, 2007. Teori Mikro Ekonomi. Percetakan Andi Offset. Jogyakarta.
44
Sutrisno, 2008. Manajemen Keuangan. Raja Grafindo. Jakarta.
Sukirno, Sadono. 2008. Teori Pengantar Ekonomi Makro. Edisi ke Tiga. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Sugiarto, Herlambang. 2007. Ekonomi Mikro. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
http://id.shvoong.com/pengertian-petani diakses tanggal 2 April 2014.
Http//google.com perekonomian Indonesia di akses 1 April 2014.
top related