analisis semiotik komik strip “kpk dalam kepungan”...
Post on 29-Apr-2019
222 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ANALISIS SEMIOTIK KOMIK STRIP “KPK DALAM KEPUNGAN”
PADA KAVER KORAN TEMPO EDISI NO. 4008 TAHUN XII, 27
SEPTEMBER 2012
Skripsi
Dianjurkan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)
Disusun Oleh:
BOBBY ALEXANDER
NIM: 109051100042
KONSENTRASI JURNALISTIK
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/ 2013
ANALISIS SEMIOTIK KOMIK STRIP “ KPK DALAM KEPUNGAN “ PADA
KAVER KORAN TEMPO EDISI NO. 4008 TAHUN XII, 27 SEPTEMBER 2012.
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom.I)
Oleh
Bobby Alexander
NIM: 109051100042
Di Bawah Bimbingan
Dr. Suhaimi, M.Si.
NIP: 196709061994031002
KONSENTRASI JURNALISTIK
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2013 M
i
ABSTRAK
ANALISIS SEMIOTIK KOMIK STRIP “ KPK DALAM KEPUNGAN “ PADA
KAVER KORAN TEMPO EDISI NO. 4008 TAHUN XII, 27 SEPTEMBER 2012
Oleh :Bobby Alexander (109051100042)
Bersamaan dengan semakin majunya industri persuratkabaran Indonesia,
eksistensi penggunaan kartun dan komik pada media surat kabar semakin kuat.
Pentingnya kehadiran kartun dan komik dalam pers penerbitan seperti majalah, surat
kabar, sudah tidak dapat disangkal lagi. Kartun dan komik sudah menyatu dengan
pers sebagai bagian dari sebuah berita. Koran Tempo merupakan salah satu media
cetak yang akrab dengan penggunaan kartun dan komik dalam proses penyampaian
berita kepada pembaca.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti melakukan
penelitian menggunakan kajian Semiotik model Roland Barthes pada salah satu kaver
Koran Tempo yang menampilkan sebuah komik strip tentang rentetan masalah yang
sedang dihadapi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berjudul “KPK Dalam
Kepungan” pada edisi 27 September 2012. Peneliti merumuskan pertanyaan yakni:
apakah makna Denotasi, Konotasi dan Mitos komik strip “KPK Dalam Kepungan” ?
Peneliti menggunakan analisis semiotik Roland Barthes karena menurut
peneliti di balik tanda yang terdapat pada komik strip tersebut tersimpan makna lain.
Lewat pemaknaan denotasi, konotasi dan mitos sesuai semiotik Roland Barthes,
peneliti akan mengungkap makna lain di balik komik strip tersebut. Untuk
mendapatkan data dan hasil yang sempurna dalam penelitian ini, maka peneliti
menggunakan metode pendekatan kualitatif deskriptif yakni berupa pengamatan yang
mendalam terhadap isi pesan yang disampaikan dengan menjabarkan isi pesan
tersebut secara mendalam dan apa adanya.
Dari hasil temuan yang didapat, peneliti berkesimpulan bahwa konotasi yang
terdapat dalam komik strip tersebut bermakna bahwa KPK menjadi pihak yang
ditakuti dan sekaligus dilemahkan dan membutuhkan dukungan. Sedangkan posisi
Polri menjadi pihak yang berkuasa namun sekaligus menjadi pihak yang ketakutan
karena KPK mencoba membongkar skandal korupsi dalam tubuh Polri.
Tempo menggambarkannya lewat ekspresi wajah, latar gambar, gambar
hewan yang menjadi lambang korupsi, properti yang digunakan tokoh dalam komik
tersebut dan balon dialog yang mendukung peneliti dalam menemukan makna lain
yang terdapat dalam komik strip “KPK Dalam Kepungan” pada kaver Koran Tempo
Edisi 27 September 2012. Peneliti juga menemukan makna mitos dari komik strip ini
yaitu bahwa korupsi sudah menjadi budaya di Indonesia dan KPK lembaga yang
sakti.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kepada ALLAH SWT tuhan
semesta alam, atas limpahan karunia dan ridho-Nya yang tidak pernah putus
memberikan nikmat dan barakahnya. Shalawat serta salam senantiasa kita curahkan
kepada Rasulullah SAW yang telah membawa umatnya dari jalan yang gelap menuju
jalan yang tenang.
Peneliti bersyukur setelah melalui proses yang cukup panjang, akhirnya
peneliti dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Analisis Semiotik Komik
Strip “KPK Dalam Kepungan“ Pada Kaver Koran Tempo Edisi No. 4008
Tahun XII, 27 September 2012, untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam
(S.Kom.I).
Peneliti menyadari adanya kekurangan dan kelemahan yang melekat pada diri
peneliti, khususnya saat menyelesaikan skripsi ini. Namun, Alhamdulillah dengan
keterbatasan dan kekurangan ini akhirnya peneliti bisa menyelesaikan penelitian ini.
Hal ini tidak terwujud sendirinya melainkan karena dukungan dan bantuan dari
banyak pihak baik moril maupun materi, sehingga banyak ucapan terimakasih peneliti
ucapkan kepada yang terhormat:
1. Dr. Arief Subhan M.A., Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
Drs. Wahidin Saputra M.A., Wakil Dekan I Bidang Akademik, Drs. Mahmud
Jalal M.A., Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Drs. Study Rizal,
LK M.A., Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan.
iii
2. Orangtua tercinta, Mamaku Hj. Delfiani S.Pd dan Papaku M. Djenal yang
selalu memberikan dukungan baik moril serta material selama awal
perkuliahan sampai penyelesaian skripsi ini.
3. Rubiyanah M.A., Ketua Konsentrasi Jurnalistik dan Ade Rina Farida, M.Si.,
Sekretaris Konsentrasi Jurnalistik yang selalu mendukung dan memberi
banyak kemudahan kepada peneliti dalam penyusunan skripsi ini.
4. Dr. Suhaimi M.Si., Dosen Pembimbing peneliti yang telah banyak
memberikan bimbingan kepada peneliti selama penyusunan skripsi ini.
5. Seluruh dosen, karyawan, dan staf Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, yang telah banyak memberikan ilmu, bantuan, dan informasi
kepada peneliti selama proses perkuliahan selama delapan semester di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Yosep Suprayogi, sekertaris redaksi Koran Tempo, yang telah memberikan
banyak bantuan berupa akses masuk meneliti di Koran Tempo, Sukma N.
Loppies, redaktur nasional Koran Tempo yang telah bersedia meluangkan
waktunya untuk diwawancarai peneliti, dan Luci, staf PDAT Koran Tempo
yang telah banyak memberikan bantuan berupa data asli komik strip edisi 27
September 2012 .
7. Wanita spesial yang selalu menjadi inspirasi peneliti untuk menjalani semua
aktifitas, wanita yang baik, sabar dan selalu memberi semangat tiada henti,
Shifa Anisah Setiawan. Terimakasih atas segala pengorbanan waktu,
dukungan, semangat, saran dan kritiknya pada peneliti semoga kita bisa
sukses bersama di masa depan nanti.
iv
8. Adik-adikku, Rommy Ardhilles, Novian Reynaldi, M Satria Pamungkas dan
Siti Annisa Meywilda serta tak lupa Mba Juju yang selalu memberikan
semangat dan hiburan dikala peneliti merasa jenuh dalam proses penyelesaian
skripsi.
9. Teman-teman seperjuangan di kelas Konsentrasi Jurnalistik B Sigit Lincah
Hadmadi, Hilman Fauzi, Yusuf Gandang P, Ilham Adiansyah, Abdul Aziz,
Ali Mansyur, Jaffry Prabu, Samsul Arifin, Arintika “Bogeg”, Ziah, Adjri,
Dado Savitri, Ima, Wawi, Turi, Andin, Ica, Dewi boy dan seluruh teman
sekelas termasuk Jurnalistik A, serta teman-teman KKN Access 2012 Zaki,
Ina, Ceces, Faruk dan seluruh kru 107,7 RDK FM. Kalian telah banyak
memberikan kenangan, suka maupun duka bersama-sama selama masa
perkuliahan di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Semoga
pertemanan kita tidak pernah putus dan tali silaturahmi diantara kita tetap
terjaga.
10. Sahabatku Jeffri Kaharsyah, Lepi, Bahtiar dan Gorby, yang selalu menjadi
teman seperjuangan peneliti selama menjalani perkuliahan di UIN.
Terimakasih untuk segala bantuan dan semangat yang diberikan kepada
peneliti. Semoga pertemanan ini bisa menjadi persaudaraan.
Akhirnya peneliti hanya mampu mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu peneliti
baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga Allah SWT menambah
Rahmat dan Karunia-Nya. Peneliti mohon maaf apabila terdapat kesalahan
v
dalam penulisan karya ilmiah ini. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat untuk
para pembacanya, Amin yarabbal’alamin.
Jakarta, 1 Juni 2013
Bobby Alexander
Nim: 109051100042
vi
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini Saya Menyatakan Bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ilmiah ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 1 Juni 2013
Bobby Alexander
Nim : 109051100042
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah................................. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................... 7
D. Tinjauan Pustaka ................................................................ 8
E. Metodologi Penelitian. ....................................................... 10
F. Sistematika Penulisan ........................................................ 15
BAB II LANDASAN TEORI
A. Media Cetak
a. Pengertian Media Cetak ............................................... 17
b. Pengertian Surat Kabar ................................................ 19
B. Kartun dan Komik
a. Pengertian Kartun......................................................... 22
b. Pengertian Komik..........................................................24
c. Jenis Komik…………………………………………...28
d. Pengertian Komik Strip dan Sejarahnya ...................... 29
C. Semiotik
a. Pengertian Semiotik.......................................................30
b. Konsep Dasar Semiotik dan Bidang Terapan Semiotik.34
c. Tokoh Semiotik ............................................................. 35
d. Semiotik Roland Barthes .............................................. 36
a) Denotasi ................................................................... 37
b) Konotasi ................................................................... 39
c) Mitos ........................................................................ 41
BAB III PROFIL DAN GAMBARAN UMUM KORAN TEMPO A. Sejarah dan Perkembangan Koran Tempo ......................... 44
B. Visi dan Misi PT Tempo Inti Media Harian ..................... 47
C. Alamat Redaksi PT Tempo Inti Media Harian .................. 48
D. Struktur Redaksi PT Tempo Inti Media Harian ................. 48
E. Latar Belakang Terbitnya Komik Strip Edisi 27September
2012 ................................................................................... 53
viii
BAB IV ANALISIS SEMIOTIK KOMIK STRIP “KPK DALAM
KEPUNGAN” A. Makna Denotasi, Konotasi, Mitos Komik Strip “KPK Dalam
Kepungan ............................................................... 56
B. Denotasi Komik Strip “KPK Dalam Kepungan” .............. 62
C. Konotasi Komik Strip “KPK Dalam Kepungan” .............. 64
D. Mitos Komik Strip “KPK Dalam Kepungan” .................. 66
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................68
B. Saran ................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 71
LAMPIRAN .................................................................................................... 74
ix
Daftar Tabel
1. Tabel 1 Suasana Hati Yang Diasosiasikan Dengan Warna .......................... 27
2. Tabel 2 Pembagian Redaksi PT Tempo Inti Media Harian ......................... 49
3. Tabel 3 Tabel Analisis Data ......................................................................... 57
Daftar Gambar
1. Peta Makna Roland Barthes ......................................................................... 39
2. Second-order semiological system ............................................................... 43
3. Komik Strip “KPK Dalam Kepungan” ........................................................ 53
4. Komik Strip “KPK Dalam Kepungan” ........................................................ 56
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penggunaan komik pada media massa khususnya media cetak
persuratkabaran sudah merupakan hal yang tidak asing lagi bagi masyarakat
khususnya di Indonesia. Sifat komik yang menghibur, melalui humornya dan
mudah dimengerti banyak kalangan membuat komik menjadi selingan yang tepat
di tengah kejenuhan masyarakat membaca berita-berita yang bersifat “keras” pada
headline surat kabar. Tentu tujuan penggunaan komik pada headline sebuah surat
kabar bukan hanya sekadar memberi hiburan bagi para pembaca, namun di balik
itu tersimpan sebuah makna lain yang diberikan terkait sebuah kasus atau
peristiwa yang terjadi. Pekerjaan media pada hakikatnya adalah mengonstruksikan
realitas. Isi media adalah hasil para pekerja media mengonstruksikan berbagai
realitas yang dipilihnya.1 Isi media pada hakikatnya adalah hasil konstruksi
realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Sedangkan bahasa bukan saja
sebagai alat merepresentasikan realitas, namun juga bisa menentukan relief seperti
apa yang akan diciptakan oleh bahasa tentang realitas tersebut.2 Komik pada surat
kabar merupakan hasil konstruksi yang dilakukan pelaku media. Tentu komik
tersebut harus melalui proses perencanaan dan mengumpulan data serta fakta dan
kemudian didesain dan diterbitkan.
Tempo merupakan media yang kerap kali menggunakan media komik atau
karikatur dalam menyampaikan berita kepada pembacanya baik pada majalah
maupun harian surat kabarnya. Seperti pada edisi 27 september 2012, Koran
1 Alex Sobur, Analisis Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Semiotik, dan
Framing (Bandung: PT Rosdakarya,2004)cet.ke-4,h. 88 2 Ibid,h.88
2
Tempo menampilkan sebuah komik strip pada kavernya. Edisi tersebut
menampilkan pemberitaan seputar perseteruan antara Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri). KPK adalah
sebuah komisi di Indonesia yang didirikan berdasarkan kepada Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.3 Meskipun pada awal kemunculannya KPK menjelma
menjadi ujung tombak negara untuk memberantas kejahatan korupsi, namun
perlahan kekuatan KPK melemah digrogoti berbagai masalah yang datang baik
dari dalam ataupun luar KPK, mulai dari perseteruan KPK dengan Kepolisian
Republik Indonesia (Polri) dalam kasus “Cicak vs Buaya”, skandal pembunuhan
yang dilakukan mantan ketua KPK, Antasari Azhar, terhadap Nasrudin
Zulkarnaen dan yang terbaru seputar perebutan penanganan kasus Simulator
Suran Izin Mengemudi (SIM) dengan Polri dan penarikan penyidik kepolisian
yang bertugas di KPK.
Peristiwa penarikan penyidik kepolisian yang bertugas di KPK memang
bukan yang pertama terjadi. Sebelumnya juga terjadi penarikan penyidik
kepolisian di KPK dalam kasus “cicak vs buaya” pada akhir 2009. Namun
penarikan kali ini juga sarat dengan kejanggalan. Sulit bagi publik untuk tidak
mengaitkan penarikan 20 penyidik ini dengan polemik rebutan kasus simulator
SIM antara KPK dan Polri. Secara momentum waktu, penarikan ini bertepatan
dengan penanganan kasus tersebut yang berada pada level penyidikan. Hal
tersebut mengakibatkan beberapa perwira polisi yang seharusnya menjalani
pemeriksaan terkait kasus simulator SIM justru mangkir dari pemanggilan KPK.
3 Id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Pemberantasan_Korupsi diakses pada 23 April 2013
pukul 12:55
3
Belum lagi dengan rencana parlemen yang ingin merevisi Undang-undang tentang
penyadapan dan penuntutan KPK, lalu penasihat KPK, Abdullah Hehamahua,
yang mengancam akan mundur jika Undang-Undang tersebut jadi akan direvisi.
Kondisi ini membuat KPK melemah. Rentetan masalah inilah yang dicoba
tuangkan Koran Tempo pada kavernya edisi 27 September 2012 lewat sebuah
komik strip. Kesemua panil dalam komik strip tersebut berisikan gambaran
tantang kondisi KPK yang sedang dalam tekanan beberapa pihak.
Berkaitan dengan kasus di atas, Koran Tempo mencoba mengangkat berita
tersebut sebagai berita utama pada edisi 27 September 2012 dengan penyampaian
yang santai menggunakan sebuah komik strip dengan lima panil di dalamnya.
Penggunaan ilustrasi berupa kartun, komik dan karikatur di media massa
Indonesia bukanlah barang baru, mungkin setua usia media massa itu sendiri.4
Tempo adalah salah satu media cetak yang sudah sejak lama menggunakan
ilustrasi baik dalam bentuk kartun, komik dan karikatur. Media cetak Indonesia
menampilkan kartun, komik dan karikatur sebagai ungkapan kritis terhadap
berbagai masalah yang berkembang secara tersamar dan tersembunyi. Pembaca
diajak untuk berpikir, merenungkan, dan memahami pesan-pesan yang tersurat
dan tersirat dalam gambar. Acapkali gambar tersebut terkesan lucu karena
mengandung unsur humor sehingga pembaca tersenyum dan tertawa.5 Kartun,
komik dan karikatur yang dimuat pada koran memang bermain di antara hal-hal
yang serius dan tidak serius. Ia memindahkan suatu peristiwa aktual menjadi
sebuah gambar yang ganjil dengan kejenakaan yang khas. 6
4 Opini TEMPO, Kumpulan Karikatur Prijanto S, PT. Tempo Inti Media, 2001
5 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi( Bandung: PT Rosdakarya, 2006), h.140
6 Ahda Imran, “Sebuah Kritik Sosial Bernama Kartun”,(www.pikiran-rakyat.com,
diposting 14 November 2002), diakses 27 April 2013, 13.45 WIB
4
Proses komunikasi yang menggunakan kartun dan komik pada koran
merupakan proses komunikasi secara primer, maksudnya adalah proses
penyampaian pikiran, kritikan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan lambang (symbol) sebagai media.7 Sebagai karya visual yang
minim kata-kata, tentunya komunikasi lewat kartun dan komik itu akan membuka
keran pemaknaan yang sebebas-bebasnya bagi para pembaca untuk memahami
dan mengetahui makna yang sebenarnya dari sebuah kartun dan komik yang
dimuat dalam koran. Kalaupun pembaca bisa memaknai kartun dan komik
tersebut, apakah makna yang didapat tidak terlepas dari konstruksi realitas yang
dibentuk media tersebut? Bertolak dari pertanyaan itu, berkembanglah studi
tentang kartun, komik atau karikatur, termasuk dalam studi tentang semiotik.
Studi semiotik kartun menggunakan kajian kritis yang bertujuan untuk
mengungkap tanda-tanda visual, simbol-simbol, dan kata-kata yang ada di kartun
tersebut.8 McCloud berkata: “Ada maksud yang lebih dalam, dari sekadar yang
terlihat, pada kartun”.9
Dalam kaitannya dengan kasus di atas, Koran Tempo mempunyai andil
dalam mengonstruksikan rentetan masalah yang melilit KPK menjadi berita
utama. Sebuah komik strip yang muncul pada kaver Koran Tempo Edisi 27
September 2012 menjadi hal pembeda halaman depan Koran Tempo dengan
koran lain. Lewat kelima panil dalam komik tersebut, Koran Tempo mencoba
menginformasikan kepada khalayak tentang masalah yang dihadapi oleh KPK.
7 Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktek, (Bandung:
Rosdakarya,1990), h.11 8Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2006),h.132
9Scott McCloud, Memahami Komik, Penerjemah bahasa: S. Kinanti, (Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia,2001), h.30
5
Peneliti menganggap komik strip yang berjudul “KPK Dalam Kepungan”
yang ditampilkan halaman depan Koran Tempo pada edisi tanggal 27 September
2012 sangatlah menarik untuk diteliti. Penelitian tentang komik sudah pernah
dilakukan sebelumnnya oleh Nurma Wazibali, 2011 melalui skripsi dengan judul
“Analisis Semiotik Kritik Sosial Handphone Dalam Komik Kartun BENNY &
MICE TALK ABOUT HAPE” pada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
perkembangan teknologi perkomunikasian lewat handphone mempengaruhi
kehidupan masyarakat. Kemudian juga ada penelitian tentang komik dari
Universitas Indonesia yang diteliti oleh Dina Listiorini, 2002, melaui tesis dengan
judul “Diskursus Angkasa Luar, UFO dan Alien Pada Komik Disney”. Penelitian
ini menyimpulkan bahwa perkembangan diskursus angkasa luar UFO dan alien di
komik Disney sesungguhnya mencerminkan perkembangan diskursus yang sama
di masyarakat Amerika. Perkembangan komik di Indonesia juga pernah diteliti
oleh seorang Doktor asal Perancis Marcel Bonnef, bahkan hasilnya telah
diterjemahkan dalam bentuk buku dan diterbitkan oleh Gramedia. Bonnef meneliti
komik Indonesia mulai dari asal-usul, perkembangan, serta industrinya sebagai
pop-culture.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pisau analisis semiotik Roland
Barthes guna untuk mengetahui makna denotasi, konotasi serta mitos di balik
komik strip yang dimuat pada Koran Tempo edisi tersebut. Peneliti memilih
Koran Tempo sebagai bahan kajian karena menurut peneliti, Koran Tempo adalah
salah satu media cetak yang disegani di Indonesia dan yang mempunyai pembaca
yang memiliki ketertarikan dengan berita-berita seputar politik. Koran Tempo
6
juga dikenal sebagai media yang paling netral, independen dan bersih dari
keberpihakan.
Edisi tanggal 27 September 2012 yang peneliti jadikan bahan kajian
merupakan satu-satunya edisi yang menampilkan ilustrasi berupa komik strip
yang merangkum rentetan masalah yang menimpa KPK selama periode bulan
April sampai September 2012. Analisis Semiotika Roland Barthes dirasa tepat
bagi peneliti untuk membongkar makna denotasi, konotasi, dan mitos di balik
komik strip “KPK Dalam Kepungan“ pada kaver Koran Tempo edisi tanggal 27
September 2012 sebab peneliti berasumsi bahwa di balik tanda dan simbol yang
tergambar dalam komik strip tersebut tersimpan konotasi lain dan juga mitos yang
ingin disampaikan ke pembaca. Dengan menggunakan analisis semiotik,
penelitian ini mengupas lebih dalam makna tanda-tanda dalam komik strip “ KPK
Dalam Kepungan” yang muncul pada kaver Koran Tempo Edisi 27 September
2012.
Perlunya penelitian dan pemahaman lebih mendalam tentang ilustrasi
komik strip tersebut dirasa peneliti sangatlah menarik dan membuat peneliti
penasaran. Karena itu peneliti mengambil judul penelitian, Analisis Semiotik
Komik Strip “KPK Dalam Kepungan“ Pada Kaver Koran Tempo Edisi
No.4008 Tahun XII, 27 September 2012
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
penulis membatasi masalah yaitu penelitian ini berfokus pada pembahasan
7
mengenai makna (Message) denotasi, konotasi, dan mitos komik strip
berdasarkan gambar dan teks pada kaver Koran Tempo edisi 27 September 2012
yang berjudul “ KPK Dalam Kepungan” , dan tidak berfokus pada makna menurut
tim redaksi Koran Tempo (source), pada bagian produksi Koran Tempo
(channel) , pembaca (receive ) dan akibat yang dirasakan oleh masyarakat (effect).
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang telah disebutkan di atas rumusan
masalah skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Apa makna denotasi komik strip berjudul ”KPK Dalam Kepungan” pada kaver
Koran Tempo menurut semiotik Roland Barthes?
b. Apa makna konotasi komik strip berjudul ”KPK Dalam Kepungan” pada kaver
Koran Tempo menurut semiotik Roland Barthes?
c. Apa makna mitos komik strip berjudul ”KPK Dalam Kepungan” pada kaver
Koran Tempo menurut semiotik Roland Barthes?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berkenaan dengan pokok pemasalahan di atas, tujuan penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui makna denotasi komik strip berjudul ”KPK Dalam Kepungan”
pada kaver Koran Tempo menurut semiotik Roland Barthes
b. Untuk mengetahui makna konotasi komik strip berjudul ”KPK Dalam Kepungan”
pada kaver Koran Tempo menurut semiotik Roland Barthes
8
c. Untuk mengetahui makna mitos komik strip berjudul ”KPK Dalam Kepungan”
pada kaver Koran Tempo menurut semiotik Roland Barthes
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada
pengembangan keilmuan komunikasi, dan juga bermanfaat untuk para mahasiswa
yang ingin meneliti tentang komik/kartun/karikatur bagi penelitian yang
menggunakan semiotik khususnya model Roland Barthes.
b. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis penelitian ini adalah agar dapat memberikan
pemahaman kepada pembaca bahwa komik atau kartun yang dimuat dalam media
massa bukanlah hanya sekadar hiburan, tetapi juga menjadi sarana bagi orang lain
untuk mengekspresikan atau mengkritisi sebuah permasalahan secara ringan
namun tegas.
D. Tinjauan Pustaka
Skripsi yang menjadi acuan penulis untuk memfokuskan penelitian ini
adalah skripsi berjudul “Analisis Semiotik Kritik Sosial Handphone Dalam
Komik Kartun BENNY & MICE TALK ABOUT HAPE” karya Nurma Wazibali,
mahasiswa jurusan Konsentrasi Jurnalistik UIN Syarif Hidayatulaah Jakarta.
Penulis memilih skripsi tersebut untuk dijadikan sebagai acuan karena analisis
yang digunakan sama dengan penulis yaitu Semiotik dan juga meneliti tentang
komik, namun objek komik yang diteliti adalah kartun yang membahas komik
9
kartun Benny & Mice tentang Hand Phone bukan membahas komik strip “KPK
Dalam Kepungan”. Pasti temuannya akan berbeda.
Adapun skripsi lain yang menjadi acuan penulis yaitu skripsi berjudul
“Analisis Semiotika Foto Berita Headline Koran Tempo” karya Angga Rizal
Nurhuda mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik UIN Syarif Hidayatulaah Jakarta.
Penulis memilih skripsi tersebut karena analisis yang digunakan sama dengan
penulis yaitu menggunakan analisis Semiotik dengan model Roland Barthes,
media yang diteliti juga sama dengan penulis yaitu Koran Tempo, perbedaannya
yaitu pada objek yang diteliti berbeda dengan penulis, pada skripsi ini objek yang
diteliti berupa Foto tentang perang negara-negara Timur Tengah sedangkan
penulis menggunakan komik strip yang membahas seputar kasus dalam negeri dan
bukan tentang peperangan, tentu hasil temuan analisisnya juga berbeda.
Dalam penelitian ini, peneliti juga menjadikan tesis mahasiswa Universitas
Indonesia bernama Dina Listiorini sebagai acuan. Tesis tersebut berjudul
“Diskursus Angkasa Luar, UFO dan Alien Pada Komik Disney”. Paradigma
penelitian yang digunakan bersifat Marxian dan kritis dengan mendasarkan pada
teori Althusser dan Gramci serta teori diskursus dari Pcheux dan Michel Foucault.
Metode analis yang digunakan adalah metode diskursus kritis multilevel dari
Norman Fairclough dengan teknik analisis semiotik. Jelas terlihat perbedaan yang
signifikan antara tesis ini dengan skripsi yang peneliti buat.
10
E. Metodologi Penelitian
a. Paradigma Penelitian
Peran paradigma sangat penting dalam memengaruhi teori, analisis
maupun tindak perilaku seseorang. Secara tegas boleh dikatakan bahwa pada
dasarnya tidak ada suatu pandangan atau teori pun yang bersifat netral dan
objektif, melainkan salah satu di antaranya sangat tergantung pada paradigma
yang digunakan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan paradigma
konstruktivisme. Paradigma ini memandang ilmu sosial sebagai analisis sistematis
terhadap socially meaningful action melalui pengamatan langsung dan terperinci
terhadap pelaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan memelihara atau
mengelola dunia sosial mereka.10
Konstruktivisme adalah suatu filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi
(bentukan) kita sendiri, karenanya pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari
kenyataan (realitas). Pengetahuan bukanlah gambaran dari kenyataan yang ada.
Pengetahuan selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan
melalui kegiatan seseorang.
Menurut Patton, para peneliti konstruktivis mempelajari beragam realita
yang terkonstruksi oleh individu dan implikasi dari konstruksi tersebut bagi
kehidupan mereka dengan yang lain dalam konstruktivisme, setiap individu
memiliki pengalaman yang unik. Dengan demikian, penelitian dengan strategi
seperti ini menyarankan bahwa setiap cara yang diambil individu dalam
memandang dunia adalah valid dan perlunya rasa menghargai atas pandangan
10
Dedy N. Hidayat, Paradigma dan Metodologi Penelitian Sosial Empirik
Klasik,(Jakarta:Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI, 2003), h.3
11
tersebut.11
Konstruktivisme percaya bahwa untuk dapat memahami suatu arti
orang harus menerjemahkan pengertian tentang sesuatu. Para peneliti harus
menguraikan konstruksi dari suatu pengertian/makna dan melakukan klarifikasi
tentang apa dan bagaimana dari suatu arti dibentuk melalui bahasa serta tindakan-
tindakan yang dilakukan oleh aktor/pelaku sosialnya. Peneliti menggunakan
paradigma konstruktivisme karena peneliti ingin mendapat pengembangan
pemahaman yang membantu proses interpretasi suatu peristiwa.
b. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif.
Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat
tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu.12
Penelitian dengan
jenis kualitatif ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan kuantitatif yang
berbasis pada paradigma positivistik (positivisme-empiris).13
Teknik yang
digunakan dalam penelitian teks media ini adalah menggunakan analisis semiotik
model Roland Bathes dalam memaknai komik strip pada kaver Koran Tempo.
Pendekatan kualitatif ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman
bersifat umum yang diperoleh setelah melakukan analisis terhadap kenyataan
sosial yang menjadi fokus penelitian, kemudian ditarik kesimpulan berupa
pemahaman umum tentang kenyataan-kenyataan tersebut.14
Ciri-ciri dari
penelitian deskriptif adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan
11
Michael Quinn Patton, Qualitative Research and Evaluation Methodes,
3rdEdition,(thousand Oaks, Calofornia : Sage Publications, Inc.,2002, h. 96-97 12
Rachmat Kriyantono, Teknis Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2007)h.69 13
Antonious Birowo, Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta:
Gitanyali, 2004), h. 184 14
Rosady Ruslan, Metodologi Penelitian Publik Relation dan Komunikasi, (Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada, 2003), h.215
12
bukan merupakan angka-angka. Laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan
data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut.
Dalam penelitian ini, peneliti berfokus pada pembahasan mengenai komik.
Objek yang diteliti adalah sebuah komik strip pada kaver Koran Tempo edisi 27
September 2012 mengenai kasus yang melibatkan KPK dan Polri. Peneliti
menggunakan Analisis Semiotik model Roland Barthes untuk meneliti komik
strip tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mencari makna denotatif, konotatif
dan Mitos sesuai dengan Analisis Semiotik Roland Barthes. Teori konotasi dan
denotasi dikemukakan oleh Roland Barthes (1915-1980), dalam teorinya tersebut
Barthes mengembangkan semiotik menjadi 2 tingkatan pertandaan, yaitu tingkat
denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan
hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit,
langsung, dan pasti atau dengan kata lain denotasi adalah makna sebenarnya
sesuai kamus. Maka dari itu makna denotasi komik strip “KPK Dalam kepungan”
bisa diartikan makna sebenarnya gambar apapun yang terlihat oleh indra pembaca.
Seperti contoh, terdapat gambar tikus hitam pada komik strip tersebut. Makna
denotasi dari tikus hitam tersebut adalah seekor binatang mamalia pengerat.
Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda
dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak
langsung, dan tidak pasti atau dengan kata lain konotasi adalah makna ganda yang
lahir dari pengalaman kultural dan personal seseorang. Maka dari itu makna
konotasi komik strip “KPK Dalam Kepungan” bisa diartikan sesuai dengan
pengalaman personal masing-masing pembaca dalam melihat gambar pada komik
13
itu. Seperti contoh, terdapat gambar tikus hitam pada komik strip tersebut. Makna
konotasi tikus hitam menurut peneliti adalah jorok, kotor, hama, dan menjijikkan.
Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu “mitos” yang
menandai suatu masyarakat. “Mitos” menurut Barthes terletak pada tingkat kedua
penandaan, jadi setelah terbentuk sistem sign-signifier-signified, tanda tersebut
akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan
membentuk tanda baru. Ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi
kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut
akan menjadi mitos. Dengan kata lain konotasi yang kuat akan berubah menjadi
mitos. Seperti contoh, terdapat gambar tikus hitam pada komik strip tersebut.
Makna mitos tikus hitam menurut peneliti adalah koruptor yang kotor dan licik.
Dalam objek yang diteliti, terdapat sebuah komik strip dengan lima panel yang
masing-masing panel terdapat gambar yang menunjukkan rentetan masalah yang
sedang menimpa KPK dan juga hasil konstruksi Redaksi Tempo. Terdapat tanda-
tanda yang mungkin saja menimbulkan multi tafsir oleh para pembaca seperti
tanda tokoh Kapolri, Ketua KPK, Presiden SBY, Gedung DPR, seekor tikus
hitam, gelas-gelas berisikan minuman anggur, balon dialog dan bangku
singgasana raja.
Itulah sebabnya mengapa penting melihat komik strip ini melalui sebuah
kacamata semiotik. Karena apa yang tergambar dalam setiap panelnya bolehlah
lucu, namun dibalik gambar lucu tersebut tersimpan berbagai makna yang
memiliki arti yang jika dipahami secara seksama akan menerangkan banyak hal
tentang masalah yang melibatkan KPK dan Polri. Maka dari itu, penelitian ini
14
bermaksud untuk meneliti makna denotatif, konotatif dan mitos komik strip “KPK
Dalam Kepungan” sesuai dengan Analisis Semiotik Roland Barthes.
c. Tempat Penelitian
Penelitian akan akan dilakukan di Gedung Tempo, Kebayoran Center
Blok A11-A15 Jalan Kebayoran Baru, Mayestik, Jakarta 12240, Telp. 021-
7255625, Fax: 725-5642, E-mail: red@tempo.co.id
d. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dari penelitian ini adalah Koran Tempo, sedangkan objeknya
adalah komik strip pada kaver depan Koran Tempo berjudul “KPK Dalam
Kepungan” Edisi No. 4008 Tahun XII, 27 September 2012 yang memuat lima
panil komik berisikan gambar dan teks.
e. Teknik Pengumpulan Data
Teknik dan pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
- Observasi, yaitu pengamatan secara langsung kondisi yang terjadi di lapangan
yang memiliki relevansi terhadap permasalahan yang dikaji. Observasi atau
pengamatan merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang sering
digunakan untuk jenis penelitian kualitatif.15
Dalam penelitian ini, peneliti akan
melakukan observasi ke Gedung Tempo untuk mengumpulkan data terkait objek
penelitian yang diteliti.
- Wawancara, dalam riset kualitatif yang disebut sebagai wawancara mendalam
atau wawancara intensif dan kebanyakan tak berstruktur.16
Dengan tujuan
mendapatkan data yang mendalam. Dalam penelitian ini, peneliti akan
15 Antonious Birowo, Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta:
Gitanyali, 2004), h.186 16
Rachmat Kriantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2007), Cet ke-
2 h.96
15
mewawancarai pihak yang terkait langsung dengan proses perencanaan dan
pembuatan komik strip pada kaver Koran Tempo edisi 27 September 2012.
- Studi Kepustakaan, yaitu pengumpulan data melalui pengamatan mendalam
terhadap data dari buku-buku dan berbagai bacaan, baik berupa karya tulis,
maupun artikel-artikel yang dipublikasikan di berbagai media.
f. Teknik Analisis Data
Pada dasarnya dapat dinyatakan bahwa analisis semiotik adalah suatu cara
atau teknik untuk meneliti teks.17
Data dianalisis dengan menggunakan analisis
semiotik Roland Barthes yang mengacu pada hubungan antara signifier (penanda)
dan signified (petanda). Barthes menyebutnya sebagai denotasi (makna paling
nyata dari tanda) dan konotasi (pemberian makna tertentu pada suatu ujaran) dan
makna mitos. Data yang terkumpul akan dijabarkan secara konkrit dengan
beberapa hasil temuan studi pustaka. Maka akan dijelaskan sebuah fakta dan
masalah untuk memperoleh suatu kesimpulan yang akurat.
F. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan, dalam bab ini berisikan paparan latar belakang masalah,
batasan masalah, dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodelogi
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II Landasan Teori, dalam bab ini dijabarkan isi penelitian yang didapat
dari hasil studi pustaka dan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Yaitu
pengertian media cetak, pengertian semiotik, teori konstruksi sosial media,
pengertian komik/kartun serta bagaimana membaca makna yang terdapat dalam
17
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif (Yogyakarta: LkiS, 2008), h. 237
16
komik strip tersebut menggunakan analisis semiotik, terutama menggunakan
model Roland Barthes.
BAB III Gambaran Umum Tempo, dalam bab ini berisi profil PT Tempo Inti
Media, Profil itu sendiri terdiri atas sejarah singkat berdirinya Koran Tempo, Visi
dan Misi, serta struktur redaksional dari Koran Tempo. Bab ini juga akan
memaparkan alasan Koran Tempo memuat komik strip “KPK Dalam Kepungan”
edisi 27 September 2012.
BAB IV Temuan dan Analisis Data, dalam bab ini berisi temuan dan analisis
semiotik model Roland Barthes yaitu makna Denotasi, Konotasi dan Mitos komik
strip pada kaver Koran Tempo yang berjudul “KPK Dalam Kepungan” edisi No.
4008 Tahun XII, 27 September 2012.
BAB V Penutup, dalam bab ini adalah bab terakhir yang berisikan mengenai
kesimpulan dan saran penulis.
17
BAB II
LANDASAN TEORI
A . Media Cetak
a. Pengertian Media Cetak
Pengertian media cetak bagi masyarakat masih dipahami secara sempit.
Banyak orang beranggapan bahwa media cetak sama dengan pengertian surat
kabar atau majalah. Padahal, jika diurai maknanya secara mendalam, media cetak
tidak terbatas pada dua jenis media itu saja. Secara sederhana pengertian media
cetak bisa diartikan sebagai sebuah media penyampai informasi kepada
masyarakat yang disampaikan secara tertulis.
Media cetak merupakan bagian dari saluran informasi masyarakat di
samping media eletronik dan juga media digital. Dalam pergerakan dinamika
masyarakat yang demikian pesat, media cetak dianggap sudah tertinggal
dibandingkan dengan dua pesaingnya yakni media elektronik dan media digital.
Meski demikian, bukan berarti media cetak sudah tidak mampu meraih konsumen
yang menantikan informasi yang dibawanya.
Dari pemaparan tentang media cetak tersebut, nampak ada keunggulan
media ini dibandingkan dua pesaingnya. Media cetak bisa menyampaikan sebuah
informasi secara detail dan terperinci. Sementara untuk media elektronik dan
digital, mereka lebih mengutamakan kecepatan informasi. Sehingga tak jarang
18
informasi yang disampaikan lebih bersifat sepotong dan berulang-ulang.18
Secara
umum, jenis media cetak yang ada di Indonesia diklasifikasikan menjadi delapan
bagian. Pengklasifikasian tersebut, didasarkan pada waktu terbit media tersebut.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikeluarkan oleh Dirjen Pembinaan Pers dan
Grafika, tentang pembagian media cetak dan pengklasifikasiannya.
Kedelapan jenis media cetak tersebut di antaranya adalah: 19
1. Surat Kabar Harian
Ini adalah jenis media cetak yang terbit setiap hari, kecuali pada
hari-hari tertentu seperti pada libur nasional. Jenis media cetak ini
masih dibagi lagi menjadi Surat Kabar Harian Nasional, Surat
Kabar Harian Daerah, dan Surat Kabar Harian Lokal. Berita yang
disampaikan adalah jenis berita news atau informasi terkini dan
disampaikan dengan sistem straight news atau apa adanya.
2. Surat Kabar Mingguan
Jenis media cetak ini lebih banyak dikenal dengan sebutan tabloid.
Biasanya berita yang diangkat adalah berita hiburan atau juga in
depth news atau liputan mendalam. Tulisan dalam media ini lebih
banyak bergaya feature atau deskriptif.
3. Majalah Mingguan
Jenis majalah ini terbit setiap minggu sekali. Berita yang diangkat
adalah berita in depth news dengan jenis berita adalah berita news
atau tentang sebuah peristiwa.
4. Majalah Tengah Bulanan
Majalah ini terbit sebulan dua kali. Berita yang ditampilkan lebih
bersifat informatif dan biasanya memuat tentang berita life style
atau gaya hidup.
5. Majalah Bulanan
Majalah bulanan terbit sekali dalam sebulan. Jenis pemberitaan
yang disampaikan biasanya termasuk investigatif atau berita yang
didapat dari hasil penelitian.
18
http://komunikasiyudharta07.blogspot.com/2011/01/pengertian-media-cetak-dan-
jenisnya.html diakses pada 21 Januari 2013 pukul 13:52 19
http://masitharisani.blogspot.com/2011/11/perkembangan-teknologi-di-media-
cetak.html diakses pada 26 Februari 2013 pukul 20.06
19
6. Majalah Dwibulanan
Majalah ini terbit sekali dalam dua bulan. Informasi yang
disampaikan dalam majalah ini biasanya terkait dengan laporan
dari hasil aktivitas sesuatu. Misalnya laporan neraca perusahaan
atau juga majalah yang berisi laporan pendapatan sebuah lembaga
zakat.
7. Majalan Tribulanan
Majalah ini berkonsep hampir mirip dengan majalah dwi bulanan.
Yang membedakan hanya masalah waktu terbit, yang dilakukan
setiap tiga bulan sekali.
8. Bulletin
Media cetak ini biasanya dibuat untuk kalangan tertentu atau intern
saja. Dan media ini biasanya hanya terdiri dari beberapa halaman,
serta dibuat dengan konsep sederhana. Buletin juga tidak dibuat
untuk kepentingan komersial.
b. Pengertian Surat Kabar
Pada awalnya surat kabar sering kali diidentikkan dengan pers, namun
karena pengertian pers sudah luas, di mana media elektronik sekarang ini sudah
dikategorikan dengan media juga. Untuk itu pengertian pers dalam arti sempit,
pers hanya meliputi media cetak saja, salah satunya adalah surat kabar.
Surat kabar di Indonesia hadir dalam berbagai bentuk yang jenisnya
bergantung pada frekuensi terbit, bentuk, kelas ekonomi pembaca, peredarannya
serta penekanan isinya. Menurut Onong Uchjana Effendy, “Surat kabar adalah
lembaran tercetak yang memuat laporan yang terjadi di masyarakat dengan ciri-
ciri terbit secara periodik, bersifat umum, isinya termasa dan aktual mengenai apa
saja dan dimana saja di seluruh dunia untuk diketahui pembaca”.20
Pada umumnya kalau kita berbicara mengenai pers sebagai media massa
tercetak ialah dalam pengertian sempit, yakni surat kabar. Menurut Onong
20
Effendy, Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek.( Bandung: Remaja
Rosdakarya,1992), h. 241
20
Uchjana Effendy ada empat ciri yang dapat dikatakan sebagai syarat yang harus
dipenuhi oleh surat kabar, antara lain :21
1. Publisitas (Publicity)
Yang mengandung arti penyebaran kepada khalayak atau kepada
publik. Karena diperuntukkan untuk khalayak umum, isi atau informasi
dalam surat kabar ini terdiri dari berbagai kepentingan yang berkaitan
dengan umum. Untuk itu, penerbitan yang meskipun sama dengan surat
kabar tidak bisa disebut sebagai surat kabar jika hanya ditujukan kepada
sekelompok orang atau golongan.
2. Periodesitas (Periodicity)
Yang berarti keteraturan dalam penerbitannya. Keteraturan ini bisa
satu kali sehari bisa juga satu atau dua kali terbit dalam seminggu. Karena
mempunyai keteraturan dalam penerbitannya, maka penerbit buku tidak
dapat dikategorikan sebagai surat kabar meskipun isinya menyangkut
kepentingan umum karena tidak disebarkan secara periodik dan berkala.
3. Universalitas (Universality)
Yang berarti kemestaan dan keragaman. Isinya yang datang dari
berbagai penjuru dunia. Untuk itu jika sebuah penerbitan berkala isinya
hanya mengkhususkan diri pada suatu profesi atau aspek kehidupan,
seperti majalah kedokteran, arsitektur, koperasi atau pertanian, tidak
termasuk surat kabar. Memang benar bahwa berkala itu ditujukan kepada
khalayak umum dan diterbitkan secara berkala, namun bila isinya hanya
mengenai salah satu aspek kehidupan saja maka tidak dapat dimasukkan
ke dalam kategori surat kabar.
4. Aktualitas (Actuality)
Menurut kata asalnya aktualitas, berarti “kini” dan “keadaan
sebenarnya”. Kedua-duanya erat sekali sangkut pautnya dengan berita yang
disiarkan surat kabar. Berita adalah laporan mengenai peristiwa yang terjadi
kini, dengan perkataan lain laporan mengenai peristiwa yang baru terjadi
dan yang dilaporkan itu harus benar. Tetapi yang dimaksudkan aktualitas
sebagai ciri surat kabar adalah pertama, yaitu kecepatan laporan, tanpa
menyampingkan pentingnya kebenaran berita.
Pada zaman modern sekarang ini, surat kabar tidak hanya mengelola
berita, tetapi juga aspek-aspek lain untuk isi surat kabar. Fungsi surat kabar
sekarang meliputi berbagai aspek, yaitu :
21
Ibid., h. 199-121
21
a) Menyiarkan informasi
Adalah fungsi surat kabar yang pertama dan utama khalayak pembaca
berlangganan atau membeli surat kabar karena memerlukan informasi
mengenai berbagai hal mengenai peristiwa yang terjadi, gagasan atau
pikiran orang lain, apa yang dilakukan orang lain, apa yang dikatakan
orang lain dan lain sebagainya.
b) Mendidik
Sebagai sarana pendidikan massa (Mass Education), surat kabar
memuat tulisan-tulisan yang mengandung pengetahuan, sehingga
khalayak pembaca bertambah pengetahuannya. Fungsi mendidik ini
bisa secara implisit dalam bentuk berita, bisa juga secara eksplisit
dalam bentuk artikel atau tajuk rencana. Kadang-kadang cerita
bersambung atau berita bergambar juga mengandung aspek
pendidikan.
c) Menghibur
Hal-hal yang bersifat hiburan sering dimuat surat kabar untuk
mengimbangi berita-berita berat (Hard News) dan artikel yang
berbobot. Isi surat kabar yang bersifat hiburan bisa berbentuk cerita
pendek, cerita bersambung, cerita bergambar, teka-teki silang, pojok,
karikatur, tidak jarang juga berita mengandung minat insani (Human
Interest) dan kadang-kadang tajuk rencana.
d) Mempengaruhi
Mempengaruhi adalah fungsinya yang keempat yakni fungsi
mempengaruhi yang menyebabkan surat kabar memegang peranan
penting dalam kehidupan masyarakat. Fungsi mempengaruhi dari surat
kabar secara implisit terdapat pada berita, sedang secara eksplisit
terdapat pada tajuk rencana dan artikel. Fungsi mempengaruhi khusus
untuk bidang perniagaan pada iklan-iklan yang dipesan oleh
perusahaan-perusahaan.22
Dengan demikian surat kabar telah membawa banyak perubahan pada
kehidupan individu dan masyarakat. Melalui berita-berita dan artikel yang
disajikan, serta iklan-iklan yang ditawarkan dengan berbagai bentuk dan tulisan
yang menarik. Cakrawala pandangan seseorang menjadi bertambah, sehingga
dapat tercipta aspirasi untuk membenahi diri dan lingkungannya.
Arti penting surat kabar terletak pada kemampuannya untuk menyajikan
berita-berita dan gagasan-gagasan tentang perkembangan masyarakat pada
22
Onong Uchjana Effendy . Dinamika Komunikasi. (Bandung :Remadja Karya CV , 1986
), h. 122-123
22
umumnya, yang dapat mempengaruhi kehidupan modern seperti sekarang ini.
Selain itu surat kabar mampu menyampaikan sesuatu setiap saat kepada
pembacanya melalui surat kabar pendidikan, informasi dan interpretasi mengenai
beberapa hal, sehingga hampir sebagian besar dari masyarakat menggantungkan
dirinya kepada pers untuk memperoleh informasi.23
Hal-hal yang dimuat media cetak lainnya bisa saja mengandung
kebenaran, tetapi belum tentu mengenai sesuatu yang baru saja terjadi. Diantara
media cetak, hanyalah surat kabar yang menyiarkan hal-hal yang baru terjadi.
Pada kenyataannya, memang isi surat kabar beranekaragam, selain berita juga
terdapat artikel, rubrik, cerita bersambung, cerita bergambar, dan lain-lain yang
bukan merupakan laporan tercepat. Kesemuanya itu sekedar untuk menunjang
upaya membangkitkan minat agar surat kabar bersangkutan dibeli masyarakat.
B. Kartun Dan Komik
a) Pengertian Kartun
Pengertian kartun yang sebenarnya adalah meminjam istilah dari bidang
fine arts. Kata kartun berasal dari bahasa Italy, yaitu cartone yang berarti ”kertas”.
Menurut I Dewa Putu Wijana, kartun merupakan sebuah permainan bahasa.
Pemilihan kata-kata pada teks kartun sangatlah mempengaruhi nilai humor kartun
tersebut.24
Sebagai salah satu bentuk komunikasi grafis, kartun merupakan suatu
gambar interpretatif yang menggunakan simbol-simbol untuk menyampaikan
suatu pesan secara cepat dan ringkas, atau sesuatu sikap terhadap orang, situasi,
23
http://all-about-theory.blogspot.com/2010/10/pengertian-surat-kabar.html diakses pada
26 Februari 2013 pukul 20:10 24
I Dewa Putu Wijaya, Kartun: Studi Tentang Permainan Bahasa
(Yogyakarta:Ombak,2004) ,h.6.
23
atau kejadian-kejadian tertentu. Kartun biasanya hanya mengungkap esensi pesan
yang harus disampaikan dan menuangkannya ke dalam gambar sederhana, tanpa
detail, dengan menggunakan simbol-simbol, serta karakter yang mudah dikenal
dan dimengerti secara cepat.
Terkadang kartun menjadi sebuah gambar yang bersifat reprensentasi atau
simbolik, mengandung unsur sindiran, lelucon, atau humor. Kartun biasanya
muncul dalam publikasi secara periodik, dan paling sering menyoroti masalah
politik atau masalah publik. Namun masalah-masalah sosial kadang juga menjadi
target, misalnya dengan mengangkat kebiasaan hidup masyarakat, peristiwa
olahraga, atau mengenai kepribadian seseorang.25
Secara sederhana kartun bisa dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kartun
verbal dan nonverbal. Kartun verbal adalah kartun yang memanfaatkan unsur
verbal seperti kata, frasa, kalimat, wacana di samping gambar-gambar jenaka yang
digunakan untuk memancing tawa para pembacanya. Sementara itu, kartun
nonverbal adalah kartun yang semata-mata memanfaatkan gambar-gambar atau
visualisasi jenaka untuk menjalankan tugas itu. Adapun gambar yang disajikan
pada jenis kartun yang kedua ini adalah gambar-gambar yang memutar balikkan
logika.26
Terdapat lima jenis kartun yang biasanya digunakan dalam media cetak, yaitu :27
25 Setiawan, Muhammad Nashir, Menakar Panji Koming;Tafsiran Komik Karya Dwi
Koendoro pada Masa Reformasi Tahun 1998, (Jakarta :Penerbit Buku Kompas, 2002). h. 16 26
I Dewa Putu Wijaya, Kartun: Studi Tentang Permainan Bahasa (Yogyakarta
:Ombak,2004),h.8. 27
Ibid,h.11
24
1) kartun murni (gags cartoon), kartun yang dimaksudkan
sebagai gambar lucu untuk mengolok-olok tanpa
bermaksud mengulas suatu permasalahan atau peristiwa
aktual
2) kartun animasi, kartun yang dapat bergerak atau hidup,
yang terdiri dari susunan gambar yang direkam dan
ditayangkan di televisi atau layar film, disebut juga film
kartun
3) kartun komik, kartun yang terdiri atas kotak-kotak (panel)
yang menampilkan alur cerita
4) kartun editorial (editorial cartoon), kartun yang
menitikberatkan misinya pada kritik dan yang merupakan
visualisasi editorial/ tajuk rencana sebuah media cetak,
Kartun Editorial adalah bagian dari opini media yang
dituangkan dalam gambar-gambar khusus. Semula, kartun
hanya merupakan selingan atau ilustrasi belaka. Namun
pada perkembangan selanjutnya, kartun dijadikan sarana
untuk menyampaikan kritik sehat, yaitu lewat kartun
editorial
5) kartun politik (political cartoon), kartun yang
menitikberatkan sasarannya pada masalah-masalah politik
Dari kelima jenis kartun yang telah dijelaskan di atas, peneliti
menyimpulkan bahwa komik strip “KPK Dalam Kepungan” pada kaver Koran
Tempo edisi 27 September 2012 adalah kartun editorial. Lewat kartun yang
berbentuk komik strip tersebut, Koran Tempo ingin menyampaikan “kritik sehat”
mereka terkait masalah yang melibatkan KPK dan Polri.
b) Pengertian Komik
Kata komik sebenarnya berasal dari bahasa Inggris “comic” atau dalam
bahasa Yunani di sebut juga “komikos” yang berarti segala sesuatu yang
berhubungan dengan komedi yang lucu dan bersifat menghibur atau diartikan juga
sebagai sebuah buku atau gambar yang terdiri dari komik strip. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, komik adalah cerita bergambar (dalam majalah,surat
25
kabar atau berbentuk buku) yang umumnya mudah dibaca dan lucu.28
Menurut
Marcel Danesi, komik merupakan gambar yang memiliki cerita dengan
menggunakan rangkaian gambar, disusun secara horizontal dalam kotak-kotak
yang disebut panel dan dibaca seperti layaknya teks, yaitu dari arah kiri ke
kanan.29
Toni Masidiono, dalam bukunya 14 Jurus Membuat Komik, mengartikan
komik sebagai Gambar Bercerita (Gamcer) bukan Cerita Bergambar (Cergam).
Karena menurutnya komik adalah sebuah dunia tutur gambar, suatu rentetan yang
bertutur menceritakan sebuah cerita.30
Sedangkan menurut Scott McCloud, komik
adalah gambar-gambar serta lambang-lambang lain yang bersebelahan dalam
urutan tertentu untuk menyampaikan informasi kepada pembacanya.31
Saat pertama kali komik muncul, ceritanya biasanya bertema superhero
yang menyelamatkan orang-orang tanpa balas budi, namun sekarang komik telah
berkembang menjadi berbagai macam pilihan tema. komik di masa kini sangat
berbeda apabila dibandingkan dengan komik-komik pendahulunya. Panel-panel
kaku yang dahulu digunakan sebagai pembatas, kini tidak lagi kaku. Kemudian
tulisan yang pada awalnya hanya berfungsi sebagai pendukung gambar, kini telah
berperan lebih dari sekedar pendukung gambar, bahkan tidak jarang memiliki
kedudukan yang setara dengan gambar. Gagasan dan gambar menjadi semakin
28
Lihat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia(
Jakarta: Balai Pustaka,1999),Cet-10,h.515. 29
Marcel Danesi. Understanding Media Semiotics (NewYork: Oxford University Press
Inc,2002),h.78. 30
Toni Masdiono. 14 Jurus Membuat Komik (Jakarta:Creative Media,1998),h.39. 31
Scott McCloud, Memahami Komik (Jakarta:Kepustakaan Populer Gramedia,2001)h.20.
26
kompleks dengan banyaknya simbol yang harus dipahami terlebih dahulu oleh
para pembacanya.
Saat ini komik tidak hanya untuk mengisi dan menambah imajinasi saja,
tetapi juga dapat memberitahukan sejarah, perekonomian, keadaan masyarakat,
budaya, nilai-nilai sosial, dan bahkan menjadi alat sindir menyindir dalam dunia
media massa dan politik.32
Kartun adalah unsur yang paling penting dari sebuah
komik. Tanpa kartun, tidak akan ada komik. Salah satu fungsi yang dimiliki
kartun adalah untuk menyindir. Hal ini bisa disama artikan dengan mengkritik.
Paradopo menyatakan, “Kritik dalam artinya yang paling tajam adalah
penghakiman (judgement)”.33
Sebagai penghakiman, kritik merupakan hasil
pertimbangan terhadap situasi yang terjadi. Komik Indonesia merujuk pada istilah
manga dalam bahasa Jepang. Manga berarti karikatur, kartun, komik strip, buku
komik, atau animasi.
Biasanya dalam sebuah komik terdapat unsur yang menjadi tanda dan
akhirnya menimbulkan suatu makna tertentu sehingga secara tidak langsung dapat
mempengaruhi yang melihatnya. Dalam komik hal yang jelas terlihat dan
bermakna adalah bahasa tubuh dan warna. Setiap anggota tubuh seperti wajah
(termasuk senyuman dan pandangan mata), tangan, kaki, kepala dan bahkan tubuh
secara keseluruhan dapat digunakan sebagai isyarat simbolik.34
Karena kita hidup,
seluruh anggota tubuh kita selalu bergerak. Selain itu pemberian warna juga
sangat penting dalam kartun atau komik. Biasanya warna mempengaruhi suasana
32
I Dewa Putu Wijaya, Kartun: Studi Tentang Permainan Bahasa (Yogyakarta
:Ombak,2004),h.25. 33
Rahmat Djoko Pradopo, Prinsip-prinsip Kritik Sastra, (UGM Press: 1994) h. 10. 34
Deddy Mulyana,Metode Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan
Ilmu Sosial Lainnya. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2001) h. 353
27
hati. Pembuat komik kerap kali memberikan warna untuk mengekspresikan
sesuatu kepada pembaca. Berikut ini adalah uraian suasana hati yang
diapresiasikan dengan warna sebagaimana diungkapkan oleh Barker dalam
Mulyana.35
Tabel 1.
Suasana Hati Yang Diasosiasikan Dengan Warna
Suasana Hati Warna
Menggairahkan, merangsang, mewah Merah
Aman, nyaman Biru
Tertekan, terganggu, bingung Oranye
Lembut, menenangkan Biru
Melindungi, mempertahankan Merah,coklat,hitam
Sangat sedih, patah hati, tidak
bahagia
Hitam,coklat
Kalem, damai, tentram Biru,hijau
Berwibawa, agung Ungu
Menyenangkan, riang gembira Kuning
Menantang, melawan, memusuhi Merah,oranye
Berkuasa, kuat, bagus sekali Hitam
35
Ibid.,h.429-430
28
c) Jenis-jenis Komik
Berikut adalah jenis-jenis komik dengan pengertiannya:36
1) Komik Strip atau Comic Strip
Komik Strip disebut juga newspaper strip, jenis komik
ini biasa muncul pada surat kabar atau majalah dan
biasanya terdiri dari susunan beberapa panil/kolom saja.
Di Indonesia, komik strip tercatat sebagai komik yang
pertama kali muncul yaitu tahun 1930, komik humor
tersebut diciptakan oleh Kho Wang Gie di surat kabar
Sin Po. Melihat bentuk tampilan komik yang dimuat
Koran Tempo edisi 27 September 2012, peneliti
mengkategorikan komik tersebut sebagai komik strip
karena muncul pada kaver Koran Tempo dalam bentuk
lima panil.
2) Komik Buku atau Comic Book
Jenis komik ini adalah komik yang dikemas dalam
bentuk buku. Berisikan sebuah cerita dan biasanya
memiliki halaman-halaman yang bersambung.
3) Komik Buku Kompilasi atau Graphic Novels
Berbagai cerita dengan beda pengarang dalam satu
buku, dan tiap cerita tidak memiliki hubungan. Banyak
dipakai komikus independen Indonesia. Ada juga yang
menggabungkan format majalah dalam comic books
dengan teknik kompilasi graphic novels.
Esvandiari dalam bukunya yang berjudul Cara Mudah Mengedit Komik
dengan Photoshop, mengungkapkan beberapa istilah dalam dunia komik yang
harus dipahami oleh para komikus pemula. Diantaranya:37
1. Outline : garis utama yang membentuk suatu objek, walaupun bukan
standar yang baru, outline yang memiliki tebal tipis akan terlihat lebih
dinamis dan hidup.
36
http://pensilseni.wordpress.com/2011/07/22/jenis-jenis-komik/diakses pada
25April2013 pukul 13.00 37
Esvandiari Sant, Cara Mudah Mengedit Komik dengan Photoshop. (Jakarta: PT Elex
Media Komputindo),h.3
29
2. Panil : kotak tempat gambar diletakkan. Biasanya dalam suatu halaman
terdapat beberapa panil sekaligus. Umumnya bentuk panel adalah persegi
empat, namun seringkali ditemukan berbagai macam variasi panil.
3. Tone dan Screentone : lembaran motif yang digunakan untuk mengisi
bidang kosong pada komik. Terbuat dari lembaran film khusus yang salah
satu sisinya dilapisi lem atau perekat.
4. Toning : proses mengisi bidang kosong menggunakan tone.
5. Balon Dialog : tempat meletakkan dialog. Umumnya berbentuk bulat atau
lonjong. Untuk menyampaikan emosi tertentu.
6. Foreground : gambar yang dilihat mata lebih dulu atau terletak dibagian
depan. Biasanya memiliki outline yang lebih tebal dibandingkan latar
belakang.
7. Background : gambar yang terletak di belakang foreground. Biasanya
memiliki outline yang lebih tipis dibandingkan foreground.
d) Pengertian Komik Strip dan Sejarahnya
Ketika seseorang membaca surat kabar, umumnya ia akan menemukan
sederet panil berisikan gambar yang disertai dengan tulisan yang menceritakan
kisah yang menghibur, yang disebut komik strip. Komik strip, seperti namanya,
disebut karena beberapa strip (baris) berisi cerita dalam rangkaian gambar dan
diterbitkan secara teratur dalam surat kabar ataupun majalah. Di Indonesia
penelusuran jejak sejarah komik strip menghasilkan temuan berupa keberadaan
relief cerita candi, cerita lontar, dan wayang beber, yaitu cerita yang dikisahkan
oleh pendeta atau dalang melalui gambar dua dimensi atau tiga dimensi dengan
media batu, daun lontar, dan kain.38
Tabrani menyebut ketiga hal di atas sebagai
komik tradisional yang berbentuk strip dengan bentuk panil yang berbeda.
Menurut Tabrani terdapat cara bahasa rupa komik tradisional yang dapat
ditemukan di dalam komik modern, yaitu panil, teks, warna, dan gambar. Dengan
demikian dapat dikatakan komik tradisional merupakan cikal bakal komik strip
38
Tabrani,P. Bahasa Rupa,(Bandung:kelir,2005),h 69
30
modern Indonesia. Sementara itu dari penelusuran komik strip modern Indonesia
menghasilkan temuan berupa komik strip berjudul “Put On” karya Kho Wang Gie
yang muncul dalam surat kabar Sin Popada tahun 1931.
C. Semiotik
a. Pengertian Semiotik
Semiologi atau semiotik berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni
logika, retorika, dan poetika.39
Akar nama semiotik berasal dari kata Yunani:
semeion, yang berarti tanda atau “seme” yang berarti penafsir tanda.40
Secara
sederhana semiotik dapat diartikan sebagai ilmu atau metode analisis untuk
mengkaji tanda. Semiotik sebagai suatu model dari ilmu pengetahuan sosial yang
memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut
dengan “tanda”.41
Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-
konvensi, yang memungkinkan tanda itu memiliki arti.42
Tanda itu sendiri
didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun
sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain.
Istilah semiotik biasanya didefinisikan sebagai teori filsafat umum yang
berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari
sistem kode yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi. Semiotik
meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta “tactile” dan “olfactory” (semua
tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang kita
39
Kurniawan, Semiologi Roland Barthes, (Magelang: Indonesiatera, 2001), h. 49 40
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: PT Rosdakarya,2009)h.16 41
Ibid, h, 87 42
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi. Edisi-1 (Jakarta; Kencana
Prenada Media Group, 2006) cet.ke-2, h.261-262
31
miliki) ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis
menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan perilaku
manusia.43
Dalam pandangan Piliang, penjelajahan semiotik sebagai metode kajian ke
dalam berbagai cabang keilmuan ini dimungkinkan karena ada kecendrungan
untuk memandang berbagai wacana sosial sebagai fenomena bahasa. Dengan kata
lain, bahasa dijadikan model dalam berbagai wacana sosial. Berdasarkan
pandangan semiotik, bila seluruh praktik sosial dapat dianggap sebagai fenomena
bahasa, maka semuanya dapat juga dipandang sebagai tanda. Hal yang
dimungkinkan karena luasnya pengertian tanda itu sendiri.44
Sedangkan menurut Komaruddin Hidayat, bidang kajian semiotik atau
semiologi adalah mempelajari fungsi tanda dalam teks, yaitu bagaimana
memahami sistem tanda yang ada dalam teks yang berperan membimbing
pembacanya agar bisa menangkap pesan yang terkandung di dalamnya. Dengan
kata lain, semiologi berperan untuk melakukan interogasi terhadap kode-kode
yang dipasang oleh penulis agar pembaca bisa memasuki bilik-bilik makna yang
tersimpan dalam teks. Seorang pembaca ibarat pemburu harta karun yang
bermodalkan peta, harus paham terhadap sandi dan tanda-tanda yang menunjukan
di mana “makna-makna” itu tersimpan dan kemudian dengan bimbingan tanda-
tanda baca itu pintu makna dibuka.45
43
http://id.wikipedia.org/wiki/Semiotika, diakses pada 11 Februari 2013 pukul 14:51 44
Yasraf Amir Piliang, Sebuah Dunia yang Dilipat, realitas Kebudayaan menjelang
Milenium Ketiga dan Matinya Posmoderansm. (Bandung: Penerbit Mizan,1998.) 45
Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa agama: Sebuah Kajian Hermeneutik
(Jakarta: Paramadina, 1996)
32
Secara sederhana, semiotik adalah segala sesuatu tentang pemaknaan
tanda. Karena pada dasarnya seluruh aktifitas manusia dalam keseharian selalu
diliputi berbagai kejadian-kejadian yang secara langsung atau tidak langsung,
disadari atau tak-sadar, memiliki potensi makna dan tanda yang terkadang luas
nilainya jika dipandang dari sudut-sudut yang dapat mengembangkan suatu objek
pada kaitan-kaitan yang mengindikasikan suatu pesan atau tanda tertentu. Ketika
tanda tersebut berada dalam kehidupan manusia, maka ini berarti tanda dapat pula
berada pada kebudayaan manusia, dan menjadi sistem tanda yang digunakan
sebagai pengatur kehidupan manusia. Oleh karenanya, tanda-tanda itu (yang
berada pada sistem tanda) sangatlah akrab dan bahkan melekat pada kehidupan
manusia yang penuh makna (meaningful action) seperti teraktualisasi pada
bahasa, religi, seni, sejarah, dan ilmu pengetahuan.46
Berdasarkan beberapa pengertian yang sudah dipaparkan sebelumnya,
peneliti menyimpulkan bahwa semiotik adalah sebuah ilmu yang mengkaji
tentang apapun yang memiliki tanda dalam kehidupan manusia. Menurut peneliti,
kehidupan manusia tidak pernah lepas dari yang namanya tanda yang bisa
ditangkap oleh panca indra manusia dan di balik tanda pasti tersimpan makna.
Menurut Berger dalam Sumbo, semiotik memiliki dua tokoh utama, yakni
Ferdinand de Saussure (1857-1913) dan Charles Sander Peirce (1839-1914).
Kedua tokoh tersebut mengembangkan ilmu semotik secara terpisah dan tidak
46
Alex Sobur, Analisis Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Semiotik, dan
Framing (Bandung: PT Rosdakarya,2004)cet.ke-4, h.124
33
saling mengenal satu sama lain. Sausurre di Eropa dan Pierce di Amerika Serikat,
latar belakang keilmuan Sausurre adalah linguistik, sedangkat Pierce filsafat.47
Sampai sekarang kajian semiotik dibedakan menjadi dua, yakni semiotik
komunikasi dan semiotik signifikasi. Yang pertama menekankan kepada teori
tentang produksi tanda yang salah satu diantaranya mengasumsikan adanya enam
faktor dalam berkomunikasi, yaitu pengirim, penerima kode (sistem tanda), pesan,
saluran komunikasi, dan acuan. Sedangkan yang kedua memberikan tekanan pada
teori tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks tertentu.48
Berikut adalah
rumusan istilah semiotik:49
S( s,i,e,r,c )
S = Semiotic Relation (hubungan semiotik)
s = Sign (tanda)
i = Interpreter (penafsir)
e = Effect (pengaruh)
r = Reference (rujukan)
c = Context (konteks)
Berdasarkan rumusan di atas dapat diartikan bahwa relasi atau hubungan
semiotik dari suatu subjek tertentu harus melihat atau mempertimbangkan tanda,
tafsiran atau makna, efek atau pengaruh apa yang ditimbulkan, rujukan atau
referensi atau landasan penafsiran suatu makna dan pengaruhnya, yang
berdasarkan konteks tertentu (diciptakan atau dikonstruksikan).
47
Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, (Yogjakarta : Jalasutra,2008) cet.ke-
2, h. 11 48
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi( Bandung: PT Rosdakarya, 2006), h 15 49
Ibid, h. 17
34
b. Konsep Dasar Semiotik dan Bidang Terapan Semiotik
Secara garis besar semiotik digolongkan menjadi tiga konsep dasar, yaitu
semiotik pragmatik (semiotic pragmatic), semiotik sintaktik (semiotic syntactic),
dan semiotik semantik (semiotic semantic).50
1. Semiotik Pragmatik , menguraikan tentang asal usul tanda, kegunaan
tanda menurut yang menerapkan tanda tersebut dan bagi yang
menginterpretasikannya, serta makna atau efek tanda tersebut bagi yang
menginterpretasikan makna tersebut.
2. Semiotik Sintaktik, mengurai tentang kombinasi tanda yang
memperlihatkan “makna”nya ataupun hubungannya terhadap perilaku
subjek. Jadi semiotik ini mengabaikan pengaruh atau tidak memperhatikan
dampak yang dialami oleh subjek yang mengiterpretasikan tanda tersebut.
3. Semiotik Semantik, mengurai tentang pengertian suatu tanda sesuai
dengan „arti‟ yang disampaikan oleh tanda itu sendiri. Sehingga semiotik
ini bersifat objektif jika dibandingkan dengan kategori semiotik lainnya.
Bidang terapan semiotik bisa dikatakan sangat luas. Bidang ini bisa berupa
proses komunikatif yang tampak lebih “alamiah” dan spontan sampai pada istem
budaya yang lebih kompleks. Umberto Eco dalam Sobur menyebutkan tidak
kurang ada 19 bidang yang bisa dipertimbangkan sebagai terapan ilmu semiotik,
yaitu: (1) Semiotik Binatang, (2) tanda-tanda bauan, (3) komunikasi rabaan, (4)
kode-kode cecapan, (5) paralingustik, (6) semiotik medis, (7) kinesik dan
proksemik, (8) kode-kode musik, (9) bahasa yang diformalkan, (10) bahasa tulis,
alfabet dan kode rahasia, (11) bahasa alam, (12) komunikasi visual, (13) sistem
objek, (14) struktur alur, (15) teori teks, (16) kode-kode budaya, (17) teks estetik,
(18) komunikasi masa, (19) retorika.51
50
http://id.wikipedia.org/wiki/Semiotik diakses pada 18 Maret 2013 pukul 16.30 51
Ibid, h. 169
35
c. Tokoh-tokoh Semiotik
Berikut ini beberapa tokoh yang berkecimpung dalam bidang semiotik,
diantaranya:52
a. Charles Sanders Pierce : Pierce adalah seorang filusuf asal Amerika
Serikat yang juga merupakan ahli logika. Pierce dikenal karena teori
tandanya. Di dalam lingkup semiotik, Pierce sebagaimana dipaparkan
Lechte, sering kali mengulang-ulang bahwa secara umum tanda adalah
yang mewakili sesuatu bagi seseorang. Perumusan yang terlalu sederhana
ini menyalahi kenyataan tentang adanya suatu fungsi tanda : tanda A
menunjukkan suatu fakta (objek B), kepada penafsirnya yaitu C. Oleh
karena itu, suatu tanda itu tidak pernah berupa suatu entitas sendirian,
tetapi yang memiliki ketiga aspek tersebut. Berdasarkan Objeknya, Pierce
membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol). Ikon
adalah hubungan antara tanda dan objek yang bersifat kemiripan,
contohnya potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjukan adanya
hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau
kenyataan. Contoh asap sebagai tanda adanya api. Simbol adalah tanda
yang menunjukan hubungan alamiah antara penanda dan petandanya.
b. Ferdinand de Saussure : Saussure dilahirkan di Jenewa pada tahun
1857 dalam sebuah keluarga yang sangat terkenal di kota itu karena
keberhasilan mereka dalam bidang ilmu. Ia hidup sezaman dengan Sigmun
Freud dan Emile Durkheim meski tidak banyak bukti bahwa ia sudah
pernah berhubungan dengan mereka. Ada lima pandangan Saussure yang
di kemudian hari menjadi peletak dasar dari strukturalisme Levi-Strauss,
yaitu (1) signifier (penanda) dan signified (penanda); (2) form (bentuk) dan
content (isi); (3) langue (bahasa) dan parole (tuturan,ujaran); (4)
synchronic (sinkronik) dan diachronic (diakronik); serta (5) syntagmatic
(sintagmatik) assosiative (paradigmatik). Dengan kata lain penanda adalah
“bunyi yang bermakna” atau “coretan yang bermakna”. Bisa juga disebut
aspek material dari bahasa (apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang
ditulis atau dibaca). Sedangkan, petanda adalah gambaran mental, pikiran,
atau konsep. Bagi Saussure, penanda dan petanda adalah seperti dua sisi
kertas yang tidak bisa terpisahkan.
c. Roman Jacobson : Roman Jacobson adalah salah satu dari beberapa
ahli linguistik abad kedua puluh yang pertama kali meneliti secara serius
baik pembelajaran bahasa maupun bagaimana fungsi bahasa bisa hilang.
Jacobson juga merupakan salah seorang teoritikus yang pertama-tama
berusaha menjelaskan komunikasi teks sastra. Berbicara mengenai
pandangan Jakobson, dapat dikemukakan bahwa bagi dia, bahasa itu
52
Ibid, h. 39-62
36
memiliki enam fungsi yaitu : (1) fungsi refrensial, pengacu pesan; (2)
fungsi emotif, pengungkap keadaan pembicara; (3) fungsi konatif,
pengungkap keinginan pembicara yang langsung atau segera dilakukan
atau dipikirkan oleh sang penyimak; (4) fungsi metalingual, penerang
terhadap sandi atau kode yang digunakan; (5) fungsi fatis, pembuka,
pembentuk, pemelihara hubungan atau kontak antara pembicara dan
penyimak; (6) fungsi puitis, penyandi pesan. Pengaruh Jacobson pada
semiotik berawal pada abad 20. Jacobson menerangkan adanya fungsi
bahasa yang berbeda, yang merupakan faktor pembentuk dalam setiap
jenis komunikasi verbal : addreser (pengirim), message (pesan), adresse
(yang dikirimi), context (konteks), code (kode), dan contact (kontak).
d. Louis Hjelmslev : Hjelmslev adalah salah satu tokoh linguistik yang
berperan dalam pengembangan semiologi pasca Sasussure. Pakar
Linguistik dan semiotika ini lahir di Denmark pada tahun 1899. Pemikiran
pokoknya ia tuangkan dalam beberapa karya tulis, antara lain lewat dua
karya terbaiknya, Prolegomena to Theory of Language (1963), yang
kemudian diterjemahkan oleh Francis J.Whitfield (1963); dan Language :
An Introduction (1970). Hjelmslev mengembangkan sistem dwipihak
(dyadic system) yang merupakan ciri sistem Saussure. Sumbangan
Hjelmslev terhadap semiologi Saussure adalah dalam menegaskan
perlunya sebuah “sains” yang mempelajari bagaimana tanda hidup dan
berfungsi dalam masyarakat. Dalam pandangan Hjelmslev, sebuah tanda
tidak hanya mengandung sebuah internal antara aspek material (penanda)
atau konsep mental (petanda), namun juga mengandung hubungan antara
dirinya dan sebuah sistem yang lebih luas di luar dirinya.
D . Semiotik Roland Barthes
Barthes lahir pada 1915 dari keluarga kelas menengah Protestan di
Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai Atlantik sebelah
barat daya Perancis.53
Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir
strukturalis yang giat mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussurean.
Ia berpendapat bahwa bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan
asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Barthes juga
memandang dunia modern sebagai produsen dari begitu banyak sistem tanda pada
saat ini. Laju perkembangan komunikasi massa, misalnya, telah membuat bidang
ini begitu luasnya, mulai dari film, iklan, komik, fotografi hingga koran.
53
Ibid, h. 63
37
Sejak kemunculan Saussure dan Pierce, semiologi menitikberatkan dirinya
pada studi tentang tanda dan segala yang berkaitan dengannya. Meskipun dalam
semiotik Pierce masih ada kecenderungan meneruskan tradisi Skolastik yang
mengarah pada pemikiran logis dan Saussure menekankan pada linguistik, pada
kenyataannya semiologi juga signifikasi dan komunikasi yang terdapat dalam
sistem tanda non linguistik. Bagi Barthes, semiologi hendak mempelajari
bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Barthes melihat
signifikasi sebagai sebuah proses yang total dengan suatu susunan yang
terstruktur. Signifikasi tidak terbatas pada bahasa, tetapi terdapat pula pada hal-hal
yang bukan bahasa.54
a) Denotasi
Menurut Barthes, denotasi (denotation) merupakan tanda yang
penandanya mempunyai tingkat konvensi atau kesepakatan yang tinggi dan
sebaliknya tingkat keterbukaan maknanya rendah dengan kata lain, denotasi
merupakan tanda yang menghasilkan makna-makna eksplisit. Denotasi biasanya
dimengerti sebagai makna harfiah, makna yang „sesungguhnya‟, kasat mata dan
sesuai dengan makna kamus.
Akan tetapi, di dalam semiologi Roland Barthes dan para pengikutnya,
denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama. Reaksi yang paling
ekstrim melawan keharfiahan denotasi yang bersifat operasif, Barthes mencoba
menyingkirkan dan menolaknya. Baginya yang ada hanyalah konotasi semata-
mata. Penolakan ini mungkin terasa berlebihan, namun ia tetap berguna sebagai
54
Kurniawan, Semiologi Roland Barthes, (Magelang: Indonesiatera, 2001), h. 52-53
38
sebuah koreksi atas kepercayaan bahwa makna “harfiah” merupakan sesuatu yang
bersifat alamiah. Barthes berpendapat bahwa denotasi sebagai suatu sistem
signifikasi tingkat pertama. Dalam konteks yang terakhir, menurut Barthes,
walaupun konotasi merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca
agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering
disebut sebagai sistem pemakanaan tataran kedua ini, yang dibangun dia atas
sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sastra merupakan contoh paling jelas
sistem pemaknaan tataran kedua yang dibangun di atas bahasa sebagai sistem
yang pertama. Sistem pemaknaan tataran kedua atau disebut konotatif yang
digagas Barthes pada dasarnya melanjutkan studi Hjelmslev.55
Dia adalah tokoh
linguistik yang berperan dalam pengembangan semiologi pasca Sasussure. Dalam
pandangan Hjelmslev, sebuah tanda tidak hanya mengandung sebuah internal
antara aspek material (penanda) atau konsep mental (petanda), namun juga
mengandung hubungan antara dirinya dan sebuah sistem yang lebih luas di luar
dirinya.
Berikut ini adalah peta tentang bagaimana tanda bekerja menurut Roland
Barthes:56
55
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi( Bandung: PT Rosdakarya, 2006),h 69 56
Ibid., h.69
39
Gambar 1.
Peta Makna Roland Barthes
1. Signifier
(penanda)
2. Signified
(petanda)
3. Denotative sign ( tanda denotatif)
4. Conotative Signifier
(penanda konotatif)
5. Conotative Signified
(petanda konotatif)
6. Conotative Sign (tanda konotatif)
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denotatif (3) terdiri atas
penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif
adalah juga penanda konotatif (4). Denotasi menempati tingkat pertama dan
Barthes mengasosiasikan terhadap “ketertutupan makna”, atau dengan kata lain
suatu kata yang pertama mewakili ide atau gagasan atau sebenar-benarnya makna.
Denotasi adalah aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas
perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicaraan (penulis)
dan pendengar.
b) Konotasi
Konotasi (connotation) menurut Barthes merupakan tanda yang
penandanya mempunyai keterbukaan petanda atau makna. Dengan kata lain,
konotasi adalah makna yang dapat menghasilkan makna lapis kedua yang bersifat
implisit, tersembunyi atau makna konotatif (connotative meaning). Biasanya,
40
konotasi mengacu pada makna yang menempel pada suatu kata karena sejarah
pemakaiannya. Akan tetapi di dalam semiologi Roland Barthes, konotasi
dikembalikan lagi secara retoris. Bagi Barthes, tanda konotatif tidak sekadar
memiliki makna tambahan, namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif
yang melandasi keberadaannya.57
Konotasi dapat didefinisikan sebagai suatu sitem yang bidang ekspresinya
merupakan suatu sistem signifikasi, sebagai suatu sistem tanda yang terdiri atas
signifier/penanda, signified/petanda dan signifikasi yang adalah suatu proses
menggabungkan penanda dengan petanda.
Ekspresi/penanda pada konotasi disebut konotator. Karena konotator
adalah gabungan ekspresi dan isi pada sistem denotasi, maka konotator sebetulnya
adalah tanda juga. Suatu konotator bisa saja tidak hanya terdiri atas satu tanda
denotasi, melainkan kumpulan dari beberapa tanda denotasi, dengan syarat yaitu
kumpulan tanda denotasi tadi dihubungkan dengan satu petanda.
Isi/petanda konotasi, menurut Barthes adalah satu serpihan dari ideologi,
segang ideologi itu sendiri adalah kumpulan sejumlah pesan. Pesan-pesan
konotasi berhubungan dengan kebudayaan, pengetahuan, dan sejarah pembaca.
Menurut Barthes sebuah sistem konotasi adalah sistem yang berlapis
ekspresinya sendiri sudah berupa sistem penandaan. Pada umumnya kasus-kasus
konotasi terdiri dari sistem-sistem kompleks yang di dalamnya bahasa menjadi
sistem pertama, sebagaimana terlihat dalam sastra. Misalnya, bila pendengar
dihadapkan pada kalimat, 1) Salsabila bunga desa; dan 2) Tazkiya sedang
57
Ibid, h.69
41
kedatangan bulan. Konsep bunga dan bulan yang telah ada lebih dulu dipikiran
manusia kini berubah maknanya atau mengalami konotasi. Sehingga diperlukan
kata-kata lain untuk menjelaskan kata-kata bunga dan bulan. Kata bunga pada
contoh kalimat di atas berarti gadis ,tentulah bunga dan gadis sebelumnya tidak
berkaitan, tapi bunga dan gadis diinterpretasikan memiliki sifat yang sama seperti
cantik, indah dipandang, dan menarik hati. Begitupun contoh yang kedua, bulan
berarti haid. Kata bulan dan haid di sini bermakna waktu. Pada „bulan‟ yang
memiliki jumlah 30 hari dan haid adalah kodrat wanita yang mengalami haid di
waktu tertentu dibilangan 30 hari tersebut. Konotasi sebagai sistem tersendiri
tersusun oleh penanda-penanda, petanda-petanda serta proses yang
memadukannya (signifikasi). Signifier dari konotasi (disebut sebagai „konotator‟)
dibentuk oleh tanda-tanda (kesatuan signifier dan signified) dari sistem denotasi,
secara predikat gabungan tanda-tanda denotasi dapat tergabung dalam sebuah
konotator unggul.58
b. Mitos
Teori mitos yang dikemukakan Barthes berbeda dengan teori mitos yang
secara umum dipahami yaitu mitos sebagai bentuk narasi. Mitos yang
dikemukakan Barthes berhubungan denga fenomena sehari-hari sedangkan yang
umum dipahami, mitos adalah suatu fenomena dasar kebudayaan manusia yaitu
suatu kisah, sebagai contoh kisah mitos Yunani.
Teori mitos Barthes adalah suatu pendekatan semiotik terhadap kenyataan
sehari-hari. Secara singkat mitos Barthes dapat dijelaskan bahwa signifikasi akan
58
Rusmana Dadan, Tokoh dan Pemikiran Semiotik,(Jakarta: Tazkiya Press, 2005). h, 138-
141
42
fenomena kehidupan sehari-hari dapat berlangsung secara denotasi (sistem
semiologis pertama) dan konotasi (sistem semiologi kedua), dan bahwa mitos
adalag signifikasi yang didasarkan pada konotasi. Mitos menurut Barthes terletak
pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem sign-signifier-
signified, tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki
petanda kedua dan membentuk tanda baru. Jadi ketika suatu tanda yang memiliki
makna konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna
denotasi tersebut akan menjadi mitos. Misalnya: Pohon beringin yang rindang dan
lebat menimbulkan konotasi “keramat” karena dianggap sebagai hunian para
makhluk halus. Konotasi “keramat” ini kemudian berkembang menjadi asumsi
umum yang melekat pada simbol pohon beringin, sehingga pohon beringin yang
keramat bukan lagi menjadi sebuah konotasi tapi berubah menjadi denotasi pada
pemaknaan tingkat kedua. Pada tahap ini, “pohon beringin yang keramat”
akhirnya dianggap sebagai sebuah Mitos.59
Konotasi yang mantap akan menjadi
sebuah mitos yang menurut Barthes, adalah sebuah tipe pembicaraan ( a type of
speech). Tetapi yang harus ditegaskan bahwa mitos adalah suatu pesan, mitos
tidak mungkin merupakan suatu objek, konsep, atau gagasan. Barthes
menjelaskan mitos sebagai suatu sistem yang janggal, karena ia dibentuk dari
rantai semiologis yang telah ada sebelumnya, mitos merupakan sistem tatanan
kedua (second-order semiological system). Berikut ini adalah gambar bagan mitos
59
http://repo.isi-dps.ac.id/464/1/469-1617-1-PB.pdf diakses pada 25 Frebruari 2012
pukul 10:30 WIB
43
sebagai sistem semiologi tingkat kedua dan bahasa sebagai sistem semiologi
tingkat pertama60
Gambar 2.
Second-order semiological system
1. Penanda 2. Petanda
3. Tanda
I. PENANDA
II. PETANDA
III. TANDA
Menurut Barthes di dalam mitos terdapat dua sistem semiologi, yaitu
pertama adalah sistem bahasa dan sistem kedua adalah mitos itu sendiri. Mitos
dalam hal ini merupakan isi pesan pada proses pemaknaan kedua (konotasi).
Sehingga secara detail dapat dikatakan bahwa mitos adalah isi (content) pada
sistem pemaknaan kedua, sedangkan konotasi adalah bentuk dari sistem
pemaknaan kedua itu sendiri. Perspektif Barthes mengenai mitos menjadi salah
satu ciri khas semiologinya yang membuka ranah baru mengenai semiologi, yaitu
penggalian lebih jauh dari proses pemaknaan (signification) untuk mencapai mitos
yang bekerja dalam realitas keseharian masyarakat. Menurut Barthes fenomena
keseharian bisa menjadi mitos, karena mitos adalah segala wicara, segalanya
dapat menjadi mitos asal hal itu disampaikan lewat wacana.
60
Barthes Roland , Petualangan Semiologi. Terjemahan oleh Udasmoro Wening (
Yogyakarta;Jalasutra, 2007)
Bahasa
MITOS
44
BAB III
PROFIL DAN GAMBARAN UMUM KORAN TEMPO
A. Sejarah Dan Perkembangan Koran Tempo
Bermula dari sebuah ruko kecil di bilangan Pecinan, Senen, Jakarta Pusat,
beberapa wartawan muda, seperti Goenawan Mohamad, Fikri Jufri, Bur Rasuanto,
Harjoko Trisnadi, dan Christianto Wibisono, membidani lahirnya Majalah Berita
Mingguan Tempo pada 1971.61
Sejak pertama kali Tempo terbit, para pendirinya
memang meniatkan media ini dapat menyajikan berita peristiwa secara faktual,
akurat, dan berimbang. Dan faktanya, dengan falsafah itu, Tempo mampu tumbuh
dan berkembang pesat, bahkan kemudian menjadi ikon dan satu-satunya media
cetak yang independen sekaligus tepercaya di Indonesia.
Dalam perjalanannya, tentu saja ada masa pasang-surut yang harus
dilewati. Khususnya yang berkaitan dengan sajian berita yang ditampilkan. Fakta
yang sesungguhnya kerap bersinggungan dan memunculkan rasa tak nyaman bagi
kalangan penguasa Orde Baru kala itu. Tempo lahir dan mati di zaman orde baru.
Beberapa pendiri Tempo adalah aktivis mahasiswa tahun 1965/1966 yang ikut
menggulingkan Soekarno dan kemudian menempuh jalan masing- masing untuk
“mengisi” zaman orde baru. Beberapa diantaranya lalu mendirikan Tempo setelah
gagal berkongsi dengan pengusaha pers kala itu B.M Diah, untuk majalah
Ekspress nya. Tempo luput dari pembredelan dua kali pada masa orde baru, tahun
61
Lampiran Company Profile Koran Tempo
45
1974 dan 1978 namun kembali dibredel pada 1982 dan akhirnya terbit lagi pada 6
oktober 1998 sampai sekarang.62
Di tengah upaya Tempo untuk bertahan, beragam produk mereka
luncurkan sebagai alternatif cara untuk terus bertahan di ranah persaingan media
di Indonesia. Salah satu produknya adalah Koran Tempo. Sudah satu dekade ini
Koran Tempo hadir di hadapan pembaca. Sejak terbit pertama kali pada 2 April
2001, banyak hal telah diungkap untuk memenuhi tuntutan pembaca akan berita
yang lebih cerdas dan berkualitas. Dengan format enam kolom, Koran Tempo
berusaha menghadirkan berita yang ringkas tanpa kehilangan kedalamannya.
Tempo juga tetap menyajikan berita-berita investigatif, terutama yang berkaitan
dengan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Tak heran pada 2002 Koran
Tempo memperoleh penghargaan sebagai koran paling kredibel dari Dewan Pers.
Selain itu, Koran Tempo selalu memperbaiki desain agar senantiasa menarik
perhatian pembaca. Kualitas penulisan juga terus ditingkatkan. Upaya ini
membuahkan penghargaan dari Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.
Koran Tempo berhasil meraih penghargaan sebagai koran berbahasa Indonesia
terbaik selama empat tahun berturut-turut, mulai 2007 hingga 2010.
Pada 2011, Koran Tempo menampilkan lebih banyak desain yang segar.
Infografis akan tampil rutin pada rubrik seperti Ilmu dan Teknologi, Gaya Hidup,
Kesehatan, Olahraga, dan Internasional. Tujuannya tidak lain adalah
memaksimalkan ruang yang terbatas dengan menyajikan sebanyak mungkin
62
Lampiran Company Profile Koran Tempo
46
informasi melalui tampilan infografis yang memikat, bukan dalam bentuk teks
yang padat.63
Pertimbangan memandirikan Koran Tempo di samping majalah Tempo
secara teknis ialah untuk mewadai bahan-bahan berita majalah Tempo yang
terbuang percuma, secara idealis Koran Tempo mencoba memunculkan sesuatu
yang baru dan berbeda dengan surat kabar lainnya. Idealisme Koran Tempo
sendiri ialah untuk menjadi media massa cetak yang mampu mendorong
masyarakat agar menjadi kritis dalam menerima informasi. Sasaran pemasaran
Koran Tempo yaitu pada masyarakat kelas menengah ke atas yang secara
ekonomi berkecukupan dan memiliki pendidikan yang tinggi. Motto yang dimiliki
Koran Tempo yaitu “to be concise”, yaitu memberitakan sebuah peristiwa dengan
ringkas, padat, dan sesuai dengan 5W + 1 H. Motto ini juga mendasari desain
Koran Tempo yang pendek dan berita tidak bersambung dari satu halaman ke
halaman lainnya.pertimbangan ini agar untuk membantu masyarakat yang tidak
mempunyai waktu yang banyak untuk membaca, bisa memahami dan mengerti
maksud berita tersebut.
Saat ini Koran Tempo memiliki label sebagai koran kompak, sebuah
pergeseran konsep surat kabar harian broadsheed menjadi format tabloid enam
kolom yang lebih mungil dan ringkas. Ketika muncul perdana, Koran Tempo
memang menampilkan sejumlah kejutan, diantaranya yaitu desain yang segar,
cara penulisan yang back to basic, ringkas tapi lebih dalam dan temtu dengan isi
keseluruhan yang lebih berbobot.
63
http://korporat.tempointeraktif.com/koran diakses pada 20 Maret 2013 pukul 17.00
WIB
47
Berikut ini sekilas tentang Koran Tempo:64
Terbit 7 hari seminggu
Terdiri dari 40 halaman
Tiras 240.000 eksemplar
Sejak berubah dalam format compact, tiras meningkat 20% dan
readership 34%
Dilengkapi dengan sisipan regular yaitu iTEMPO (setiap Jumat)
dan TEMPO GADING (untuk kawasan Kelapa Gading dan
sekitarnya)
Edisi khusus Jawa Timur dan Jawa Tengah (cetak jarak jauh)
Distribusi Jabodetabek 60,19%, Jateng & DIY 16,21%, Jabar
& Banten 6,08%, Sumatera 2,72%, Jatim 1,03% dan daerah
lainnya 0,82%
B. Visi Misi Tempo Inti Media
Visi : Menjadi acuan dalam proses meningkatkan kebebasan rakyat untuk
berpikir dan mengutarakan pendapat serta membangun suatu masyarakat
yang menghargai kecerdasan dan perbedaan pendapat.
Misi:
1. Menyumbang kepada masyarakat suatu produk multimedia yang
menampung dan menyalurkan secara adil suara yang berbeda-beda
2. Sebuah produk multimedia yang mandiri, bebas dari tekanan kekuasaan
modal dan politik.
64
Lampiran Company Profile Koran Tempo
48
3. Terus menerus meningkatkan apresiasi terhadap ide-ide baru, bahasa, dan
tampilan visual yang baik.
4. Sebuah karya yang bermutu tinggi dan berpegang teguh pada kode etik.
5. Menjadi tempat kerja yang mencerminkan Indonesia yang beragam sesuai
kemajuan jaman.
6. Sebuah proses kerja yang menghargai kemitraan dari semua sektor.
7. Menjadi lahan yang subur bagi kegiatan-kegiatan yang memperkarya
khasanah artistik dan intelektual. 65
C. Alamat Redaksi Tempo Inti Media Harian
Koran Tempo diterbitkan oleh PT Tempo Inti Media Harian. Redaksi
Koran Tempo beralamatkan di Kebayoran Centre Blok A11-A15 Jalan Kebayoran
Baru Mayestik, Jakarta 12240. Nomor telpon (021) 7255625 dan faksimili (021)
7255645 atau (021) 7255650. Adapun perusahaannya sekaligus proses produksi
percetakan yaitu PT Temprint yang beralamat di Jalan Palmerah Barat No.8,
Jakarta 12210. Nomor telpon (021)5360409.66
D. Struktur Redaksi PT Tempo Inti Media Harian
Direktur Utama : Bambang Harymurti
Direktur : Herry Hernawan, Toriq Hadad
Sekertariat Korporat : Diah Purnomowati
Pemimpin Redaksi/ Penanggung Jawab : Danu Priyambodo
Redaktur Eksekutif : Burhan Solihin
65
http://korporat.tempointeraktif.com/visimisi 66
Lampiran Company Profile Koran Tempo
49
Tabel 2.
Pembagian Redaksi PT Tempo Inti Media harian
1. NASIONAL DAN HUKUM
Jabatan Nama
Redaktur Pelaksana Budi Setyarso, Elik Susanto, L.R.
Baskoro, Yosep Suprayogi
Redaktur Bagja Hidayat, Jajang Jamaluddin, Setri
Yasra, Sukma N. Loppies, Widiarsi
Agustina
Staf Redaksi Anton Aprianto, Anton Septian, Aryani
Kristanti, Fanny Febiana, Kartika
Candra, Mustafa Silalahi, Rachma Tri
Widuri, Stefanus Teguh Edi Pramono
Reporter Ananda Badudu, Febriyan, Febriana
Firdaus, Francisco Rosarians Enga
Geken, Indra Wijaya, Ira Guslina, Isma
Savitri, Prihandoko, Rusman
Paraqbeuq, Tri Suharman
2. EKONOMI
Jabatan Nama
Redaktur Pelaksana Nugroho Dewanto
Redaktur Ali Nur Yasin, Dewi Rina Cahyani, Efri
N.P. Ritonga, Jobpie Sugiharto, Retno
Sulistyowati, Y. Tomi Aryanto
Staf Redaksi Agoeng Wijaya, Bobby Chandra, Fery
Firmansyah, Harun Mahbub, RR
Ariyani, Setiawan Adiwijaya
Reporter Akbar Tri Kurniawan, Bernadette
Christina, Eka Utami, Gustidha
Budiartie, Jayadi Supriadin, Martha
Ruth Thertina, Rosalina, Sutji Decilya
3. INTERNASIONAL DAN NUSA
Jabatan Nama
Redaktur Pelaksana Bina Bektiati, Idrus F. Shahab
Redaktur Dwi Arjanto, Maria Hasugian, Mustafa
Ismail, Raju Febrian, Sapto Yunus
50
Staf Redaksi Abdul Manan, Hayati Maulana Nur, Juli
Hantoro, Sandy Indra Pratama, Sita
Planasari
Reporter Eko Ari, Agus Supriyanto, Jalil Hakim,
Zed Abidin, Sunudyantoro (Kepala
Biro), L.N Idayanie, R. Fadjri , Eni
Saeni ,Yudhono Yanuar, Nur Haryanto
4. METRO DAN NEWS
Jabatan Nama
Redaktur Pelaksana Wahyu Dhyatmika
Redaktur Grace Samantha Gandhi, Purwanto,
Yandi Rofyandi, Zakarias Wuragil
Staf Redaksi Ahmad Nurhasim, Endri Kurniawati,
Kodrat Setiawan, Martha Warta
Silaban, Nieke Indrietta Baiduri, Suseno
Reporter A. Aditya Budiman, Amandra, Baiq
Atmi, Choirul Aminudin, Cornila
Desyana, Dianing Sari, Erwin Z. Prima,
Munawwaroh, Pingit Aria Mutiara
Fajrin, Rina Widiastuti
5. SAINS DAN SPORT
Jabatan Nama
Redaktur Pelaksana Tulus Wijanarko, Yosrizal Suriaji
Redaktur Firman Atmakusumah, Hary Prasetyo,
Irfan Budiman, Nurdin Saleh, Tjandra
Dewi
Staf Redaksi Agus Baharudin, Ali Anwar, Angelus
Tito, Budi Riza, Kelik M. Nugroho, M.
Reza Maulana, Rini Kustiani, Untung
Widyanto
Reporter Anton William, Arie Firdaus, Dwi
Riyanto Agustiar, Mahardika Satria
Hadi, Muhammad Iqbal, Ratnaning
Asih
51
6. GAYA HIDUP DAN SENI
Jabatan Nama
Redaktur Pelaksana Qaris Tajudin, Seno Joko Suyono
Redaktur Dody Hidayat, Dwi Wiyana,
Kurniawan, Nurdin Kalim, Purwani
Diyah Prabandari
Staf Redaksi Adek Media, Andari Karina Anom,
Cheta Nilawati, Evieta Fajar Pusporini,
Hadriani Pudjiarti, Istiqomatul Hayati,
Ninien Damayanti, Nunuy Nurhayati
Sorta Martalena Tobing
Reporter Amirullah, Dian Yuliastuti, Heru
Triyono, Ismi Wahid, Riky Ferdianto,
Ririn Agustia
7. INVESTIGASI DAN EDISI KHUSUS
Jabatan Nama
Redaktur Pelaksana Purwanto Setiadi
Redaktur Philipus Parera, Yandhrie Arvian
Staf Redaksi Muhammad Nafi , Yuliawati
Reporter Agung Sedayu
8. KREATIF
Jabatan Nama
Redaktur Kreatif Gilang Rahadian
Redaktur Desain Eko Punto Pambudi, Yuyun
Nurrachman
Desainer Senior Ehwan Kurniawan, Imam Yunianto,
Kendra H. Paramita
Desainer Aji Yuliarto, Djunaedi, Gatot Pandego,
Riama Yuanita Asmara
Penata Letak Achmad Budy, Ahmad Fatoni, Agus
Darmawan Setiadi, Agus Kurnianto,
Arief Mudi Handoko, Imam Riyadi
Untung, Kuswoyo, Mistono, Rudy
Asrori, Tri Watno Widodo, Wahyu
Risyanto
Redaktur Foto Rully Kesuma
52
Koordinator Foto Ijar Karim, Mahanizar Djohan
Periset Foto Ayu Ambong, Gunawan Wicaksono,
Nita Dian Afi anti, Tomy Satria, Wahyu
Setiawan, Latifah Zaid Nahdi, Fardi
Bestari
Fotografer Aditia Noviansyah, Amston Probel,
Subekti
Web Developer Radja Komkom Siregar, Anugerah
Trihatmojo, Fransiskus Saferius, Unay
Sunardi
9. BAHASA
Jabatan Nama
Redaktur Bahasa Uu Suhardi (Koordinator), Hasto
Pratikto, Sapto Nugroho
Staf Redaktur bahasa Dewi Kartika, Hadi Prayuda, Heru
Yulistiyan, Iyan Bastian, Michael Timur
Kharisma
Staf Bahasa Sekar Septiandari, Fadjriah Nurdiarsih,
Eka Suryana Saputra.
10. PDAT ( PUSAT DATA DAN ANALISA TEMPO )
Jabatan Nama
Koordinator Priatna, Ade Subrata
Riset Ngarto Februana
Staf Riset Indra Mutiara, Viva B. Kusnandar
Redaktur Senior Bambang Harymurti, Diah
Purnomowati, Edi Rustiadi M, Fikri
Jufri, Goenawan Mohamad, Leila S.
Chudori, Putu Setia, S. Malela
Mahargasarie, Toriq Hadad
Kepala Pemberitaan Korporat Toriq Hadad
Kepala Desain Korporat S. Malela Mahargasarie
Kepala Biro Eksekutif dan Pendidikan M. Taufi qurohman
53
D. Latar Belakang Terbitnya Komik Strip Edisi 27 September 2012
Berikut adalah tampilan Komik Strip “KPK dalam Kepungan” yang
menjadi objek penelitian ini:67
Gambar 4.
Komik Strip “KPK Dalam Kepungan”
Berdasarkan hasil wawancara langsung peneliti dengan Redaktur Nasional
Tempo, Sukma N. Loppies, diketahui bahwa sebelum komik strip pada kaver
67
Data dari PDAT (Pusat Data dan Analisa Tempo), diunduh pada 10 April 2013, pukul
16.00 WIB
54
Koran Tempo edisi 27 September 2012 itu naik cetak, awal mula tercetus ide
membuat komik strip dan ada beberapa pertimbangan dan pembicaraan serius
yang dilakukan oleh jajaran redaksi Koran Tempo sebelum komik tersebut terbit
pada halaman depan Koran Tempo edisi 27 September 2012. Berawal dari
beberapa rentetan masalah yang dihadapi KPK, kemudian jajaran redaksi Koran
Tempo mengumpulkan data berupa fakta-fakta seperti hasil wawancara ataupun
dokumentasi seputar masalah-masalah tersebut. Tentunya apa yang akan tampil
pada halaman depan sebuah surat kabar, pasti hal tersebut adalah berita utama
yang tengah hangat diperbincangkan oleh khalayak.
Pada tanggal 27 September 2012 terbit edisi Koran Tempo yang
membahas rentetan masalah yang dihadapi KPK namun penyampaiannya lewat
sebuah komik strip. Tentu penggunaan sebuah komik strip pada halaman kaver
surat kabar sudah merupakan hal yang tidak asing lagi di Indonesia. Namun bukan
sembarang komik strip yang bisa dimuat pada halaman kaver surat kabar, apalagi
surat kabar sekaliber Koran Tempo.
“Kalau halaman depan adalah berita-berita yang terbaik yang kami
tampilkan, yaitu berangkat dari usulan perkompetemen. Tentu sebuah proses yang
panjang untuk menggarap ini, perencanaan dari pagi, rapat koreksi dan kami nanti
ada rapat jam 3.34, adalagi nanti jam 7 malam kalau ada perubahan, nah kalau
rapat pagi ini kita sudah menyiapkan ini, waktu itu yah, 27 September 2012, ini
sudah disiapkan pagi. Tapi waktu itu belum ada gambarnya, baru sebatas ide yang
sebenarnya sudah ada sehari sebelumnya. Kita mau bikin komik, ini, terus waktu
itu pak pemred, mendengarkan dulu, ini maksudnya apa, mengapa gitu, ada
temen-temen desain juga, temen desain itu mengungkapkan gambar ini, desain
55
grafik ini. nah pada waktu itu kebetulan itu bicara soal Korlantas, gak
didiskusikan teks-teks itu. Pagi sudah didiskusikan, oke, gambarnya belum tau
waktu itu, idenya adalah soal Korlantas”,68
kata Sukma N. Loppies, Redaktur
Nasional Tempo.
Pemilihan komik strip sebagai kaver sebuah surat kabar tentu memiliki
tujuan tertentu, berdasarkan keterangan yang didapat oleh peneliti lewat
wawancara langsung dengan Redaktur Nasional Tempo, maksud dan tujuan dari
dimuatnya komik strip tersebut adalah untuk memberikan kepada khalayak suatu
informasi atau berita lewat penyampaian yang berbeda namun tetap mengena.
“ada hal-hal yang kami anggap hal yang angat serius , hal tersebut kami kemas
menjadi hal yang lebih “renyah” untuk bisa dimengerti oleh publik. Nah, adanya
komik strip ini bermaksud dan tujuan ingin, begini loh, kita ingin coba sampaikan
ke publik, jadi gini, rentetan masalah yang mengepung KPK ingin kita coba
sampaikan tidak dengan sesuatu yang kaku, kalau koran lain kan, headline-nya
pasti keras-keras tuh, kita coba sampaikan lewat komik yang bersifat humor tapi
tetap faktual yang terjadi saat itu” ujarnya.
68
Hasil wawancara dengan Redaktur Nasional Koran Tempo, Sukma N. Loppies, Rabu 20
Maret 2013, pukul 12.15WIB
56
BAB IV
ANALISIS DATA
Pada bab ini akan dibahas mengenai masalah pokok yang dijadikan objek
penelitian. Dengan menggunakan analisis Semiotik model Roland Barthes yang
mengemukakan tetang pemaknaan tanda berupa Makna Denotasi, Makna
Konotasi dan Makna Mitos komik strip berjudul “KPK Dalam Kepungan”. Selain
itu dalam bab ini peneliti juga menambahkan tabel analisis agar memudahkan
para pembaca untuk mengerti apa yang diteliti.
A. Makna Denotasi, Konotasi, Mitos Komik Strip “KPK Dalam Kepungan”
Gambar 5.
Komik Strip “KPK Dalam Kepungan” Koran Tempo 27 September 2012”
57
Tabel 3.
Tabel Analisis Data
No Penanda Petanda Konotasi Mitos
1. -Kapolri, Timur
Pradopo memberi
perintah kepada
anak buahnya
-Kalimat yang
diucapkan
Kapolri : “kalau
yang sudah habis
masa jabatannya
bagaimana....?”
-Ketua KPK,
Abraham Samad
melihat kearah
Kapolri
-Empat polisi
tertunduk
-Keberkuasaan
Kapolri atas anak
buahnya
-Kekhawatiran
Abraham tidak
ada penggantian
penyidik
Terkait perseteruan
KPK dengan Polri,
Polri menarik para
penyidiknya yang
bertugas di KPK
agar KPK melemah
dan tidak bisa
melakukaan
pemeriksaan kepada
Polri terkait kasus
yang melibatkan
beberapa perwira
polisi tentang kasus
pengadaan simulator
SIM. Hal tersebut
membuat KPK yang
disimbolkan dengan
wajah Abraham
Samad. Ekspresi
wajah menunjukan
Abraham Samad
menjadi khawatir
dengan penarikan
penyidik tersebut
Korupsi sudah
menjadi sebuah
kebudayaan di
Indonesia.
Beragam cara
dilakukan oleh
pemerintah namun
korupsi tetap sulit
dihilangkan dari
bumi Indonesia.
Bahkan ketika
sudah dibuat
sebuah lemaga
pemberantasan
korupsi, KPK,
korupsi tetap
menjadi musuh
utama Indonesia.
Seperti sudah
mendarah daging,
korupsi merasuk
kedalam setiap
elemen
pemerintahan
Indonesia. Tidak
terkecuali dalam
tubuh Kepolisian
Indonesia.
Beragam kasus
korupsi yang
melibatkan para
perwira polisi
ramai menghiasi
media massa
Indonesia. Upaya
KPK memberantas
korupsi yang
dilakukan oleh
Kepolisian
Indonesia seperti
menemui halangan.
Korupsi seakan
2. -Seorang laki-laki
gendut dari
parlemen
membawa kardus
-Kardus penuh
oleh barang-
barang elektronik
-Kalimat yang
diucap laki-laki
parlemen “agar
KPK tidak seperti
di masa lalu,
remnya blong....”
-Seekor tikus
hitam tersenyum
melihat kearah
laki-laki parlemen
-Kalimat yang
-Beranjak pergi
meninggalkan
sebuah tempat
-Alat-alat
penyadap milik
KPK
-Keinginan untuk
ikut melemahkan
KPK
-Simbol koruptor
yang senang KPK
melemah
-Keputusasaan
Abraham Samad
akan kondisi KPK
Seakan ikut ingin
melemahkan KPK,
Parlemen ikut ingin
merevisi Undang-
Undang KPK
tentang penyadapan
dan penuntutan, hal
tersebut tentu
semakin membuat
KPK menjadi tidak
menakutkan sebagai
sebuah lembaga
pemberantas korupsi.
Berbanding terbalik
dengan para koruptor
yang menjadi senang
melihat KPK
melemah,
58
No Penanda Petanda Konotasi Mitos
diucap tikus
hitam
“Wah...KPK jadi
macan ompong”
-Abraham Samad
melihat kearah
laki-laki parlemen
yang membawa
kardus
-Kalimat yang
diucap Abraham
Samad “ Kalau
KPK lemah, apa
gunanya,
bubarkan
sajalah!”
disimbolkan oleh
gambar tikus hitam
sebagai lambang
para koruptor yang
licik. Rencana
Parlemen tersebut
membuat Ambraham
Samad marah dan
menjadi putus asa
akan kelanjutan
nasib KPK yang
ditunjukan lewat
ekspresi wajah
Abraham pada
gambar
mendapat
perlindungan yang
kuat karena
dilakukan oleh
institusi negara
yang justru
bertugas untuk
menjaga keamanan
Indonesia. KPK
yang awalnya
ditakuti oleh para
koruptor, kini
keadaannya
semakin melemah
dan membuat para
koruptor merasa
bebas. KPK terus
mendapat serangan
yang seolah ingin
membebaskan
tindak korupsi di
Indonesia. Ketika
KPK justru
diserang
menunjukkan
bahwa korupsi dan
Indonesia tidak
bisa terpisah dan
mustahil untuk bisa
dihapus dari
Indonesia karena
budaya ini telah
melekat kuat pada
setiap bagian dari
pemerintahan
negeri ini.
3. -Penasehat KPK,
Abdullah
Hehamahua
berbicara dalam
sebuah acara
televisi
-Kalimat yang
diucap Abdullah
Hehamahua
“Kalau begitu,
saya mundur saja
dari penasehat
KPK!”
-Seorang laki-laki
gendut tertawa
menonton televisi
-Gelas berisikan
anggur merah
-Ekspresi tawa
“he he he”
-Keputusasaan
penasehat KPK
diungkap lewat
media
-Kemerdekaan
para koruptor
menyaksikan
KPK lemah
Tekanan besar pada
KPK membuat
penasehat KPK,
Abdullah
Hehamahua merasa
KPK semakin
tersudut dan
melontarkan
ancaman mundur
sebagai penasehat
KPK lewat media
televisi. Berita
tersebut menjadi
berita bahagia para
koruptor
menyaksikan
perkembangan berita
KPK lewat media
televisi. Para
koruptor
menganggap
mundurnya Abdullah
Hehamahua sebagai
kegembiraan dan
menandakan KPK
bukanlah ancaman
lagi bagi para
koruptor di negeri
Indonesia
4. -Sebuah pengeras
suara berlambang
-Upaya KPK
memanggil
Walau sedang dalam
tekanan, KPK tetap
59
No Penanda Petanda Konotasi Mitos
KPK
-Kalimat yang
keluar dari
pengeras suara “
Sini, mau
diperiksa!”
-Dua perwira
polisi bersantai
sambil mengobrol
-Kalimat yang
diucap perwira
polisi “Panggilan
itu, tulisan nama
dan jabatannya,
bener engga....?
-Singgasana raja
berwarna merah
dan gelas emas
perwira polisi
untuk diperiksa
-Bahasa tubuh
meremehkan dan
mengabaikan
panggilan KPK
-Alasan untuk
mangkir
-Barang mewah
kerajaan
- Warna merah
dan emas pada
singgasana dan
gelas
menunjukkan
kemewahan dan
kekayaan
menjalankan
tugasnya dengan
tetap menjalankan
proses pemeriksaan
terhadap beberapa
perwira polisi terkait
kasus simulator SIM,
namun upaya
tersebut justru
mendapat respon
negatif dari para
perwira polisi yang
akan diperiksa.
Terlihat mereka
mengabaikan
pemanggilan tersebut
dan bersantai bebas
dari pemeriksaan.
Singgasana raja
berwarna merah dan
gelas minuman dari
emas menunjukan
kondisi santai dan
menikmati kekayaan
5. -Presiden RI,
Susilo Bambang
Yudhoyono
bermain gitar
sambil bernyanyi
-Kalimat yang
diucap SBY
““Du..du..du
Tidaklah kau
sadar dengan
semua ulahmu…
Tunas bangsalah
yang jadi
sengsara..la..la..la
*)”
-Gedung DPR
-Langit oranye
kekuningan di
atas gedung DPR
-Kerumunan
orang
berdemonstrasi
-Ekspresi tenang
dan santai
-lirik lagu
ciptaan SBY
tentang negeri
Indonesia
-Tempat
berkumpulnya
para wakil
rakyat
-Ketidak puasan
rakyat akan
kinerja anggota
DPR
-Warna oranye
pada langit di
atas gedung
DPR
menandakan
suasana tertekan
Keadaan KPK yang
berada dalam
tekanan rupanya
belum mendapat
respon dari Presiden
RI, rakyat yang
kecewa karena
lambannya respon
Presiden dalam
memberikan solusi
masalah yang
membelit KPK.
60
Pada dasarnya korupsi atau rasuah adalah suatu tindakan pejabat publik,
baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan
itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik
yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.69
Bagi masyarakat Indonesia, masalah korupsi merupakan masalah yang
tidak kunjung tuntas pemberantasannya. Satu kasus terbongkar, kasus lain
muncul. Korupsi yang terjadipun mulai dari tingkat kecil-kecilan sampai ke
tingkat korupsi besar-besaran. Ada korupsi perseorangan dan juga korupsi yang
kolektif alias melibatkan kelompok. Tentu kerugian negara akibat masalah
korupsi tersebut juga tidak sedikit. Kegelisahan akan masalah korupsi di
Indonesia ini menjadi awal mula lahirnya sebuah Komisi Pemberantasan Korupsi
atau yang lebih akrab dengan nama KPK. KPK adalah sebuah komisi di Indonesia
yang didirikan berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sederet prestasi KPK yang berhasil mengungkap berbagai kasus tindak
korupsi sempat membuat KPK menjadi begitu menakutkan bagi para koruptor.
Tercatat dalam kurun waktu delapan tahun atau sejak 2004 sampai 2012, KPK
telah melakukan 480 penyelidikan, 278 penyidikan, 222 penuntutan, dengan 191
perkara telah berkekuatan hukum tetap serta 193 dilakukan eksekusi.70
Kemunculan KPK seolah menjadi penyelamat bagi Indonesia dalam memerangin
69
http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi diakses pada 30 Mei 2013 pukul 08.00 70
Budi Setyraso, KPK VS POLRI:Mengungkap Fakta Mengejutkan yang Belum
Terekspos Media.(Jakarta:PT.Mizan, 2012)h. 167
61
kejahatan korupsi. Jika ditotalkan, KPK telah menyelamatkan uang Negara
sebanyak Rp155,3 triliun. Dengan sepak terjang tersebut, tidak heran banyak
pihak yang terus berusaha menghambat bahkan menghancurkan KPK. Segala cara
dan upaya dilakukan untuk menjatuhkan dan menghancurkan KPK. Tentu upaya
tersebut dilakukan untuk mempermulus kejahatan korupsi yang dilakukan oleh
berbagai kalangan.
Dalam upayanya untuk memberantas tindak kejahatan korupsi di
Indonesia, sering kali KPK bersinggungan dengan lembaga atau instritusi negara
yang dicurigai melakukan korupsi. Polri adalah salah satu institusi negara yang
bisa dikatakan dekat sekali dengan kejahatan korupsi. Berbagai kasus korupsi
yang melibatkan para anggota polisi ramai mencuat pada pemberitaan media
massa Indonesia. Sempat heboh dengan kasus “cicak vs Buaya” terkait kasus bank
Century, rekening gendut polisi, dan kini heboh dugaan korupsi pengadaan
Simulator SIM di Korlantas Polri.
Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Simulator SIM di Korlantas Polri,
terjadi perebutan hak penyelidikan yang diperebutkan oleh pihak KPK dengan
pihak Polri. Kasus dugaan korupsi ini memang bukanlah perkara biasa, KPK pada
saat itu menetapkan Inspektur Jendral Djoko Susilo sebagai tersangka. Djoko
dituduh menyalahgunakan wewenang hingga merugikan keuangan Negara ketika
menjadi Kepala Korps Lalu Lintas. Polri menganggap kasus tersebut adalah
tanggung jawab institusi dan harus diselesaikan di pengadilan instritusi. KPK
mencium ketakutan Polri karena dengan dibongkarnya kasus tersebut, akan
membuka peluang besar untuk perang besar terhadap korupsi. Terutama korupsi
yang sangat subur di kepolisian.
62
Namun Polri tidak begitu saja membiarkan KPK beraksi, beragam
hambatan coba diberikan salah satunya adalah penarikan 20 penyidik kepolisian
yang bertugas di KPK. Memang masa jabatan 20 penyidik itu habis, namun terkait
konflik yang terjadi antara KPK dengan Polri, pihak Polri mengancam tidak akan
menempatkan penyidik pengganti di KPK. Tentu hal tersebut berdampak buruk
untuk KPK. Ditambah dengan mangkirnya tiga perwira polisi yang seharusnya
menjalani pemeriksaan di KPK. Belum selesai masalah dengan Polri, kini
Parlemen seperti ikut melemahkan KPK dengan rencana untuk merevisi Undang-
Undang KPK tentang penyadapan dan penuntutan. Hal tersebut mebuat penasehat
KPK mengancam mundur dari jabatannya. Masyarakatpun bertanya, mau
bagaimana nasib KPK nanti? Presiden SBY seolah tidak mau tahu dan
membiarkan masalah-masalah tersebut mengrogoti KPK sampai habis. Hal
tersebut membuat masyarakatpun kembali bertanya, kemanakah Presiden?
B. Makna Denotasi Komik Strip “KPK Dalam Kepungan”
Berdasarkan pengertian denotasi dalam semiotik Roland Barthes yaitu
makna harfiah atau sesuangguhnya yang tertangkap oleh panca indera, peneliti
menemukan makna denotasi sebagai berikut :
-Kapolri, Timur Pradopo memberi perintah kepada anak buahnya
-Kalimat yang diucapkan Kapolri : “kalau yang sudah habis masa jabatannya
bagaimana....?”
-Ketua KPK, Abraham Samad melihat kearah Kapolri
-Empat polisi tertunduk
63
-Seorang laki-laki gendut dari parlemen membawa kardus
-Kardus penuh oleh barang-barang elektronik
-Kalimat yang diucap laki-laki parlemen “agar KPK tidak seperti di masa lalu,
remnya blong....”
-Seekor tikus hitam tersenyum melihat kearah laki-laki parlemen
-Kalimat yang diucap tikus hitam “Wah...KPK jadi macan ompong”
-Abraham Samad melihat kearah laki-laki parlemen yang membawa kardus
-Kalimat yang diucap Abraham Samad “ Kalau KPK lemah, apa gunanya,
bubarkan sajalah!”
-Penasehat KPK, Abdullah Hehamahua berbicara dalam sebuah acara televisi
-Kalimat yang diucap Abdullah Hehamahua “Kalau begitu, saya mundur saja dari
penasehat KPK!”
-Seorang laki-laki gendut tertawa menonton televisi
-Gelas berisikan anggur merah
-Ekspresi tawa “he he he”
-Sebuah pengeras suara berlambang KPK
-Kalimat yang keluar dari pengeras suara “ Sini, mau diperiksa!”
-Dua perwira polisi bersantai sambil mengobrol
64
-Kalimat yang diucap perwira polisi “Panggilan itu, tulisan nama dan jabatannya,
bener engga....?
-Singgasana raja berwarna merah dan gelas emas
-Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono bermain gitar sambil bernyanyi
-Kalimat yang diucap SBY ““Du..du..du Tidaklah kau sadar dengan semua
ulahmu… Tunas bangsalah yang jadi sengsara..la..la..la*)”
-Gedung DPR
-Kerumunan orang berdemonstrasi
-Langit berwarna oranye di atas Gedung DPR
Berdasarkan hasil temuan makna denotasi yang merujuk pada semiotik
Barthes dipaparkan di atas, terlihat jelas bahwa Koran Tempo menggabungkan
masalah-masalah yang sedang dihadapi KPK dan menggamarkan kembali lewat
panil-panil dalam komik strip tersebut. Mulai dari masalah penarikan penyidik
kepolisian kembali ke Mabes Polri, rencana parlemen yang ingin merevisi UU
KPK, rencana pengunduran diri penasehat KPK, mangkirnya beberapa perwira
polisi yang seharusnya menjalani pemanggilan dan pemeriksaan di KPK, dan
Presiden SBY yang lambat menanggapi masalah yang melibatkan KPK dan Polri
tersebut.
C. Makna Konotasi Komik Strip “KPK Dalam Kepungan”
Berdasarkan hasil temuan peneliti yang merujuk pada analisis semiotik
Roland Barthes, ditemukan makna konotasi yaitu bagaimana licik dan busuknya
65
praktik kejahatan korupsi di Indonesia. Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK
seolah hanya sebuah duri kecil yang mengganggu bagi para koruptor. Segala
upaya telah dilakukan KPK untuk menghapuskan korupsi di Indonesia. Memang
banyak hasil positif yang diperoleh oleh KPK dengan terungkapnya banyak kasus
korupsi di Inonesia ini. Namun korupsi seakan tidak ada habisnya. Tertangkap
satu, tumbuh seribu kasus-kasus korupsi lain. Negara ini seolah menjadi ladang
subur praktik kejahatan korupsi. Masyarakatpun seolah bosan dengan terus
bermunculannya berita-berita tentang korupsi. Selain itu, konotasi lain yang
ditemukan dalam komik strip ini yaitu kekuatan korupsi di Indonesia sangatlah
besar, lembaga apapun yang dibuat untuk memberantas kejahatan korupsi tidak
akan bisa melawan kegilaan korupsi di negeri ini. Tergambar ironi KPK sebagai
lembaga yang sangat ditakuti oleh koruptor namun dalam kondisi yang lemah
dengan berbagai masalah yang dihadapi.
Tergambar pula bagaimana Polri sebagai kekuatan yang besar namun
menyimpan ketakutan yang besar kepada KPK. Penarikan penyidik menunjukan
Polri takut kasus korupsi besar yang mereka lakukan terbongkar, sehingga mereka
berusaha melemahkan KPK. KPK ibarat jagoan dalam film laga, sekuat apapun
musuh mencoba menghancurkan KPK, KPK tetap mampu bertahan dan
mengalahkan korupsi. Tergambar juga sebuah parodi lewat gambar Presiden SBY
yang bermain gitar dan tersenyum riang tanpa beban. Makna konotasi yang
peneliti temukan adalah kekecewaan yang digambarkan dalam gambar tersebut.
Kecewa karena tidak ada upaya yang dilakukan SBY untuk menyelesaikan
konflik kedua lembaga penegak hokum tersebut. Disaat yang sangat genting
tersebut, SBY justru menghilang dan sibuk dengan urusannya sendiri.
66
Konotasi lain yang berhasil ditemukan adalah pada pewarnaan yang ada
dalam komik strip tersebut. Warna oranye pada panil kelima yang berisikan
gambar SBY dan gedung DPR menunjukkan konotasi bahwa SBY adalah pihak
yang justru menjadi tertekan dan bingung dalam masalah ini. SBY seolah sangat
hati-hati dalam mengambil keputusan terkait penyelesaian masalah perseteruan
ini. Langkah hati-hati tersebut yang menyebabkan masyarakat geram dan menilai
bahwa SBY lambat dalam menyelesaikan konflik ini.
D. Makna Mitos Komik Strip “KPK Dalam Kepungan”
Berdasarkan hasil temuan peneliti yang merujuk pada analisis semiotik
Roland Barthes, ditemukan makna mitos bahwa korupsi di Indonesia telah
membudaya dan tidak akan pernah bisa dihilangkan apabila pihak yang
seharusnya ikut membantu memberantas korupsi justru juga melakukan tindak
korupsi. Korupsi telah merasuk hampir keseluruh elemen pemerintahan di
Indonesia. Kasus-kasus penilapan uang negara inipun terjadi hampir disemua
aspek negara, dari mulai pembagunan pusat olahraga, gedung lembaga
pendidikan, fasislitas kesehatan, pembangkit listrik, proyek ujian nasional, impor
daging untuk konsumsi, bahkan proyek kitab suci.
Korupsi tidak mengenal agama, gender ataupun tingkat pendidikan. Pada
periode 2004-2012 tercatat pelaku korupsi terbanyak adalah Islam (236 orang) ,
Kristen (89 orang), Hindu (1 orang), serta Budha (6 orang). Berdasarkan gender,
sekitar 7 persen dari pelaku korupsi tersebut adalah wanita. Dari segi pendidikan,
25 dari 332 terpidana korupsi periode 2004-2012 merupakan lulusan jenjang strata
tiga alias bergelar Doktor. 147 orang bergelar Master atau S2, 119 orang SI dan
67
41 orang lulusan SMA.71
Jelas mitos yang tertangkap adalah bagaimana korupsi
telah membudaya di Indonesia.
Mitos lain yang ditemukan peneliti adalah kesakralan dan kesaktian KPK
yang mampu mengendus praktik korupsi apapun yang dilakukan. KPK tidak
pandang bulu, Kepolisian Republik Indonesia pun mereka jerat untuk dibongkar
kasus korupsi besar-besaran yang terjadi di dalamnya. Walau dalam perjalananya
KPK banyak sekali menghadai masalah, namun eksistensi KPK sebagai lembaga
pemberantas korupsi tetap disegani dan ditakuti para koruptor. Kesaktian KPK
terbukti oleh fakta yang menunjukkan selama periode 2004-2011, KPK telah
menyelamatkan total dana Rp155,3 triliun. Jumlah tersebut setara dengan biaya
pembangunan 2 juta rumah sederhana, 1.2 juta ruang kelas sekolah dasar atau 700
kilometer jalan raya. Tentunya akan banyak lagi kasus-kasus yang akan diungkap
KPK demi menyelamatkan negara Indonesia dari praktik kejahatan korupsi.
71
Ibid, h. 167
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penggunaan komik pada media cetak adalah sesuatu yang sudah terjadi
sejak dulu. Komik digunakan untuk menggambarkan sebuah keadaan suatu
masalah tertentu. Tentu komik merupakan produk dari konstruksi sosial media.
Berdasarkan analisis semiotik yang dilakukan terhadap komik strip “KPK Dalam
Kepungan” pada kaver Koran Tempo edisi 27 September 2012, peneliti dapat
mengungkap makna yang ada di balik sistem tanda yang dibentuk komik strip
“KPK Dalam kepungan” tersebut. Kesimpulan yang didapat dari temuan dan hasil
analisis data pada komik strip “KPK Dalam Kepungan” yang diambil dari kaver
Koran Tempo edisi 27 September 2012 adalah sebagai berikut :
1. Makna Denotasi
Makna Denotasi yang ditemukan pada kelima gambar yang diteliti
menggambarkan posisi KPK yang sedang menghadapi masalah yang tergambar
pada masing-masing panil. Mulai dari masalah penarikan penyidik kepolisian
kembali ke Mabes Polri, rencana parlemen yang ingin merevisi UU KPK, rencana
pengunduran diri penasehat KPK, mangkirnya beberapa perwira polisi yang
seharusnya menjalani pemanggilan dan pemeriksaan di KPK, dan Presiden SBY
yang lambat menanggapi masalah yang melibatkan KPK dan Polri tersebut.
69
2. Makna Konotasi
Makna Konotasi yang ditemukan pada kelima gambar yang diteliti adalah
bagaimana kekuatan besar yang dimiliki KPK untuk bertahan menghadapi
berbagai serangan yang datang untuk menghancurkannya. Tergambar juga
bagaimana liciknya para koruptor yang mencoba menjatuhkan KPK dengan
berbagai cara dan berlindung dalam lembaga yang terkamuflase dengan baik
seperti Polri, Kementrian, DPR, dan lain-lain.
3. Makna Mitos
Makna Mitos yang ditemukan pada kelima gambar yang diteliti adalah
bahwa budaya korupsi yang ada di Indonesia sudah mendarah daging, sangat sulit
untuk dihilangkan. Mitos lainnya adalah KPK menjadi lembaga pemberantas
korupsi yang sakti yang terus berusaha memutus mata rantai korupsi dan tetap
bertahan di negara yang penuh dengan praktik kejahatan korupsi yang ingin
menjatuhkan KPK.
B. Saran
Saran penulis yang ditujukan untuk masyarakat dan akademisi perkuliahan :
1. Sebagai masyarakat, tentu kita dituntut untuk jeli dan kritis atas apa yang
terjadi di negara Indonesia tercinta. Hal tersebut bisa diawali dengan
meningkatkan kesadaran media atau media literacy. Hal tersebut di
maksudkan agar ketika kita membaca atau melihat berita di suatu media
tidak serta merta hanya melihat, namun juga dipahami dan ditanggapi lalu
kemudian coba pikirkan solusi dari masalah tersebut.
70
2. Ketika menemukan kartun/komik/karikatur dalam media massa
(cetak,digital,online) , jangan hanya tertawa atas kelucuan dari gambar
tersebut, namun pahami apa maksud di baliknya.
3. Masyarakat dituntut harsu jeli dan melek media agar dapat selektif
menentukan sebuah berita benar atau tidak. Karena pada dasarnya segala
berita yang diinformasikan media massa merupakan konstruksi sosial yang
dilakukan media itu sendiri.
Adapun saran penulis yang ditujukan untuk Koran Tempo :
1. Sebagai media yang terkenal independen tanpa keberpihakkan , Koran
Tempo harus bisa terus melayani para pembaca produknya dengan sajian
berita yang aktual dan netral.
2. Pemilihan menggunakan media komik,kartun atau karikatur harus lebih
sering menjadi pilihan Koran Tempo agar para pembaca tidak jenuh akan
berita-berita yang bersifat keras.
71
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Barthes Roland , Petualangan Semiologi. Terjemahan oleh Udasmoro Wening,
(Yogyakarta;Jalasutra, 2007)
Birowo, Antonious. Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi,
(Yogyakarta: Gitanyali, 2004)
Dadan, Rusmana. Tokoh dan Pemikiran Semiotik,(Jakarta: Tazkiya Press, 2005)
Danesi, Marcel. Understanding Media Semiotics (NewYork: Oxford
University Press Inc,2002)
Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktek,
(Bandung: Rosdakarya,1990)
--------------------------------. Dinamika Komunikasi. (Bandung :Remadja
Karya CV , 1986 )
Hidayat, Dedy N. Paradigma dan Metodologi Penelitian Sosial Empirik Klasik,
(Jakarta:Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI, 2003)
Hidayat, Komaruddin. Memahami Bahasa agama: Sebuah Kajian Hermeneutik
(Jakarta: Paramadina, 1996)
Kriantono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2007)
Kurniawan, Semiologi Roland Barthes, (Magelang: Indonesiatera, 2001)
Lampiran Company Profile Koran Tempo
Lihat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta: Balai Pustaka,1999),Cet-10
McCloud, Scott. Memahami Komik, Alih bahasa: S. Kinanti, (Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia,2001)
Patton, Michael Quinn. Qualitative Research and Evaluation Methodes,
3rdEdition,(thousand Oaks, Calofornia : Sage Publications, Inc.,2002)
Masdiono, Toni. 14 Jurus Membuat Komik (Jakarta:Creative Media,1998)
Mulyana, Deddy. Metode Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya,2001)
Nashir, Setiawan Muhammad . Menakar Panji Koming;Tafsiran Komik Karya
72
Dwi Koendoro pada Masa Reformasi Tahun 1998, (Jakarta :Penerbit Buku
Kompas, 2002).
Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, (Jakarta:Rajawali Pers,2011)
Opini TEMPO, Kumpulan Karikatur Prijanto S, PT. Tempo Inti Media, 2001
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif (Yogyakarta: LkiS, 2008)
Piliang, Yasraf Amir. Sebuah Dunia yang Dilipat, realitas Kebudayaan
menjelang Milenium Ketiga dan Matinya Posmoderansm. (Bandung:
Penerbit Mizan,1998)
Pradopo, Rahmat Djoko. Prinsip-prinsip Kritik Sastra, (UGM Press: 1994)
Ruslan, Rosady. Metodologi Penelitian Publik Relation dan Komunikasi, (Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada, 2003)
Sant, Esvandiari. Cara Mudah Mengedit Komik dengan Photoshop. (Jakarta: PT
Elex Media Komputindo, 2006)
Setyraso, Budi. KPK VS POLRI:Mengungkap Fakta Mengejutkan yang Belum
Terekspos Media.(Jakarta:PT.Mizan, 2012)
Sobur, Alex. Analisis Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Semiotik,
dan Framing (Bandung: PT Rosdakarya,2004)
----------------. Semiotika Komunikasi( Bandung: PT Rosdakarya, 2006)
Tinarbuko, Sumbo. Semiotika Komunikasi Visual, (Yogjakarta : Jalasutra,2008)
Wijaya, I Dewa Putu. Kartun: Studi Tentang Permainan Bahasa
(Yogyakarta:Ombak,2004)
Situs Internet:
Ahda Imran, “Sebuah Kritik Sosial Bernama Kartun”,(www.pikiran-rakyat.com,
diposting 14 November 2002), diakses 27 April 2013, 13.45 WIB
Id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Pemberantasan_Korupsi
http://korporat.tempointeraktif.com/visimisi
http://korporat.tempointeraktif.com/koran diakses pada 20 Maret 2013 pukul
17.00 WIB
http://repo.isi-dps.ac.id/464/1/469-1617-1-PB.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Semiotik diakses pada 18 Maret 2013 pukul 16.30
73
http://id.wikipedia.org/wiki/Semiotika, diakses pada 11 Februari 2013 pukul
14:51
http://all-about-theory.blogspot.com/2010/10/pengertian-surat-kabar.html diakses
pada 26 Februari 2013 pukul 20:10
http://komunikasiyudharta07.blogspot.com/2011/01/pengertian-media-cetak-dan-
jenisnya.html diakses pada 21 Januari 2013 pukul 13:52
http://masitharisani.blogspot.com/2011/11/perkembangan-teknologi-di-media-
cetak.html diakses pada 26 Februari 2013 pukul 20.06
http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi diakses pada 30 Mei 2013 pukul 08.00
Pengertian makna denotatif&konotatif” diakses pada tanggal 25 Februari 2013
pukul 11:00 WIB dari http:// organisasi.org
74
Lampiran-lampiran
top related