askep tumor paru
Post on 16-Jan-2016
61 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kanker paru merupakan penyebab kematian tertinggi
di dunia, dengan prognosis yang sering kali buruk (Somantri,
2012). Kanker paru menjadi penyebab paling sering dari
kasus kematian akibat kanker pada laki-laki di Amerika Utara
dan hampir di semua negara-negara Eropa Timur maupun
Eropa Barat, dan semakin sering menjadi penyebab kematian
di negara-negara berkembang di Asia, Amerika Latin, dan
Afrika, meskipun data-data yang berkualitas tinggi untuk
perbandingan belum tersedia dari kebanyakan populasi
tersebut (Boyle, 2008).
Prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi,
di USA tahun 2002 dilaporkan terdapat 169.400 kasus baru
(merupakan kanker baru yang terdiagnosis) dengan 154.900
kematian (merupakan 28% dari seluruh kematian akibat
kanker), di Inggris prevalensi kejadian mencapai 40.000 per
tahun, sedangkan di Indonesia menduduki peringkat 4 kanker
terbanyak. Angka kematian akibat kanker paru di seluruh
dunia mencapai kurang lebih satu juta penduduk tiap
tahunnya (Amin, 2007).
Kanker paru biasanya tidak dapat diobati dan
penyembuhan hanya mungkin dilakukan dengan jalan
pembedahan, dimana sekitar 13% dari klien yang menjalani
pembedahan mampu bertahan selama 5 tahun. Metastasis
penyakit biasanya muncul dan hanya 16% klien yang
penyebaran penyakitnya dapat dilokalisasi pada saat
diagnosis. Dikarenakan terjadinya metastasis,
penatalaksanaan kanker paru seringkali hanya berupa
tindakan paliatif (mengatasi gejala) dibandingkan dengan
kuratif (penyembuhan) (Somantri, 2012).
1
Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru
yang memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan
terarah. Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan
ketrampilan dan sarana yang tidak sederhana dan
memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit
ini membutuhkan kerja sama yang erat dan terpadu antara
ahli paru dengan ahli radiologi diagnostik, ahli patologi
anatomi, ahli radiologi terapi dan ahli bedah toraks, ahli
rehabilitasi medik dan ahli-ahli lainnya (PDPI, 2003).
Perawat sebagai tenaga kesehatan harus mampu
memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan mampu
ikut serta dalam upaya penurunan angkainsiden kanker paru
melalui upaya preventif, promotor, kuratif dan rehabilitatif.
Berdasarkan pemaparan diatas, kelompok tertarik membahas
Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Kanker Paru.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah konsep kanker paru dan asuhan keperawatan pada
klien dengan kanker paru?
C. TUJUAN
1. Tujuan umum
Mengidentifikasi konsep kanker paru dan asuhan keperawatan
pada klien dengan kanker paru.
2. Tujuan khusus
a. Menjelaskan pengertian kanker paru
b. Menjelaskan anatomi fisiologi paru
c. Menjelaskan klasifikasi kanker paru
d. Menjelaskan etiologi kanker paru
e. Menjelaskan patofisiologi kanker paru
f. Menjelaskan staging kanker paru
g. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik kanker paru
h. Menjelaskan penatalaksanaan kanker paru
i. Menjelaskan komplikasi kanker paru
2
j. Menjelaskan pengkajian keperawatan pada kasus kanker paru
k. Menjelaskan diagnosa keperawatan pada kasus kanker paru
l. Menjelaskan intervensi pada kasus kanker paru
m. Menjelaskan Web of Causation (WOC) kanker paru
D. MANFAAT
1. Mahasiswa memahami konsep dan proses asuhan keperawatan pada klien
yang menjalani kanker paru sehingga menunjang pembelajaran mata
kuliah.
2. Mahasiswa mengetahui proses asuhan keperawatan kanker paru yang
benar sehingga dapat menjadi bekal dalam persiapan praktik di rumah
sakit.
3
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A.Pengertian
Kanker paru adalah neoplasma ganas yang muncul dari
epitel bronkus (Brashers, 2008).
Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang
tidak terkendali dalam jaringan paru-paru dapat disebabkan
oleh sejumlah karsinogen, lingkungan, terutama asap rokok
(Suryo, 2010).
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru,
mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari
luar paru (metastasis tumor di paru) (Jusuf, 2005).
B.Anatomi dan fisiologi paru-paru
1. Anatomi Paru
Paru terletak di kedua sisi jantung di dalam rongga
dada dan dikeliling serta dilindungi oleh sangkar iga.
Bagian dasar setiap paru terletak di atas diafragma; bagian
apeks paru (ujung superior) terletak setinggi klavikula.
Pada permukaan tengah dari setiap paru terdapat identasi
yang disebut hillus, tempat bronkus primer dan masuknya
arteri serta vena pulmonari ke dalam paru. Bagian kanan
dan kiri paru terdiri atas percabangan saluran yang
membentuk pohon bronkial, jutaan alveoli dan jaring-jaring
kapilernya, dan jaringan ikat.
4
Gambar 1. Struktur Paru (Asih, 2004)
Setiap paru dibagi menjadi kompartemen yang lebih
kecil. Pembagian pertama disebut lobus. Paru kanan terdiri
atas tiga lobus dan lebih besar dari kiri yang hanya terdiri
dari dua lobus. Lapisan yang membatasi antara lobus
disebut fisura. Setiap lobus dipasok oleh cabang utama
percabangan bronkial dan diselaputi oleh jaringan ikat.
Lobus kemudian membagi lagi menjadi
kompartemen yang lebih kecil dan dikenal sebagi segmen.
Setiap segmen terdiri atas baanyak lobulus, yang masing-
masing mempunyai bronkiole, arteriole, venula, dan
pembuluh limfatik.
Dua lapis membran serosa mengelilingi setiap paru
yang disebut sebagai pleurae. Lapisan terluar disebut
pleura parietal yang melapisi dada dan mediastinum.
Lapisan dalamny disebut pleura viseral yang mengelilingi
paru dan dengan kuat melekat pada permukaan luarnya.
Rongga pleural ini mengandung cairan yang dihasilkan oleh
sel-sel serosa di dalam pleura (Asih, 2004).
2. Fisiologi Paru
Fungsi utama paru-paru adalah untuk pertukaran
gas antara udara atmosfer dan darah. Dalam menjalankan
5
fungsinya, paru-paru ibarat sebuah pompa mekanik yang
berfungsi ganda, yakni menghisap udara atmosfer ke
dalam paru (inspirasi) dan mengeluarkan udara alveolus
dari dalam tubuh (ekspirasi). Untuk melakukan fungsi
ventilasi, paru-paru mempunyai beberapa komponen
penting, antara lain (Guyton, 2007):
a. Dinding dada yang terdiri dari tulang, otot, saraf perifer.
b. Parenkim paru yang terdiri dari saluran napas, alveoli,
dan pembuluh darah.
c. Dua lapisan pleura, yakni pleura viseralis yang
membungkus erat jaringan parenkim paru, dan pleura
parietalis yang menempel erat ke dinding toraks bagian
dalam. Di antara kedua lapisan pleura terdapat rongga
tipis yang normalnya tidak berisi apapun.
d. Beberapa reseptor yang berada di pembuluh darah arteri
utama.
Volume paru-paru dibagi menjadi empat macam,
yakni (Guyton, 2007):
a. Volume tidal merupakan volume udara yang
diinspirasikan dan diekspirasikan pada setiap
pernapasan normal;
b. Volume cadangan merupakan volume tambahan udara
yang dapat diinspirasikan di atas volume tidal normal;
c. Volume cadangan ekspirasi merupakan jumlah udara
yang masih dapat dikeluarkan dengan ekspirasi kuat
setelah akhir suatu ekspirasi;
d. Volume residual adalah volume udara yang masih tersisa
di dalam paru-paru setelah melakukan ekspirasi kuat.
Dalam menguraikan peristiwa-peristiwa pada siklus
paru-paru, juga diperlukan kapasitas paru-paru yaitu
(Guyton, 2007):
a. Kapasitas inspirasi
6
b. Kapasitas residual fungsional
c. Kapasitas vital paksa
d. Kapasitas total paru-paru
C.Klasifikasi Tumor Paru
Menurut Corwin (2009) terdapat 4 jenis umum kanker paru antara lain:
1. Karsinoma sel skuamosa sebanyak 30% dari kanker paru. Kanker ini jelas
berkaitan dengan asap rokok dan pajanan dengan toksin-toksin lingkungan,
seperti asbestos dan komponen polusi udara. Tumor sel skuamosa biasanya
terletak di bronkus pada sisi tempat bronkus masuk ke paru, yang disebut
hilus, yang kemudian meluas kebawah ke bronkus. Karena bronkus pada
derajat tertentu mengalami obstruksi, dapat terjadi atelektasis absorpsi dan
pneumonia, serta penurunan kapasitas ventilasi. Tumor ini tumbuh retif
lambat dan memiliki prognosis yang paling baik, yaitu kemungkinan hidup
lima tahun jika didiagnosis sebelum metastasis.
2a 2b 2c
Gambar 2. Sitologi karsinoma sel skuamosa (Travis, 2004)
2. Adenokarsinoma adalah jenis kanker paru yang berasal dari kelenjar paru.
Tumor ini biasanya terjadi dibagian perifer paru, termasuk bronkiolus
terminal dan alveolus. Kanker Jenis ini terhitung sekitar 30% dari kanker
paru dan lebih tinggi diantara wanita. Adenokarsinoma biasanya berukuran
kecil dan tumbuh lambat, tetapi bermetastasis secara dini dan angka
bertahan hidup sampai 5 tahunnya buruk.
3. Kanker sel besar tak berdiferensiasi sangat anaplastik dan cepat
bermetastasis. Tumor ini sekitar 10-15% dari semua kanker paru, sering
terjadi di bagian perifer dan meluas kearah pusat paru. Tumor ini berkaitan
erat dengan merokok dan dapat menyebabkan nyeri dada. Kanker jenis ini
memiliki prognosis bertahan hidup yang sangat buruk.
7
4. Karsinoma sel kecil sekitar 25% dari semua sel kanker paru. Tumor jenis ini
juga disebut sebagi karsinoma oat cell dan biasanya tumbuh dibagian tengah
paru. Karsinoma sel kecil sejenis tumor yang bersifat sangat anaplastik, atau
embrionik, sehingga memperlihatkan insiden metastasis yang tinggi. Tumor
ini sering merupakan tempat produksi tumor ektopik dan dapat
menyebabkan gejala awal berdasarkan gangguan endokrin. Metastasis paru
yang timbul ada tumor ini juga disebabkan obstruksi aliran udara. Tumor
jenis ini mungkin merupakn jenis yang paling sering dijumpai pada
perokok, dan memiliki prognosis paling buruk.
Sementara itu, menurut Amin (2007), terdapat pembagian praktis
untuk tujuan pengobatan, yaitu:
1. Small Cell Lung Cancer (SCLC), Gambaran histologinya yang khas adalah
dominasi sel-sel kecil yang hampir semuanya diisi oleh mucus dengan
sebaran kromatin yang sedikit sekali tanpa nucleoli. Disebut juga “oat cell
carcinoma” karena bentuknya mirip dengan bentuk biji gandum, sel kecil
ini cenderung berkunpul sekeliling pembuluh darah halus menyerupai
psedoroset. Sel-sel yang bermitosis banyak sekali ditemukan begitu juga
gambaran nekrosis. DNA yang terlepas menyebabkan warna gelap disekitar
pembuluh darah
2. Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC) karsinoma skuamosa, adeno
karsinoma, karsinoma sel besar. Karsinoma sel skuamosa/karsinoma
bronkogenik. Karsinoma sel skuamosa berciri khas proses keratisasi dan
pembentukan “bridge” intraseluler, studi sitologi memperlihatkan perubahan
yang nyata dari dysplasia skuamosa ke karsinoma insitu
Klasifikasi histologis WHO (1999) dalam Travis (2004) untuk tumor
paru dan tumor pleura:
1. Benign epithelial tumours
2. Malignant epithelial tumours
3. Lymphoproliferative tumours
4. Miscellaneous tumors
5. Metastatic Tumors
D. Etiologi
8
Menurut Davey (2005) adapun etiologi dari kanker paru adalah
sebagai berikut:
1. Pengaruh Rokok
Dari beberapa kepustakaan telah dilaporkan bahwa etiologi
kanker paru sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok. Terdapat
hubungan antara rata-rata jumlah rokok yang dihisap per hari dengan
tingginya insiden kanker paru. Dikatakan bahwa, 1 dari 9 perokok berat
akan menderita kanker paru. Belakangan, dari laporan beberapa penelitian
mengatakan bahwa perokok pasif pun akan be risiko terkena kanker paru.
Anak-anak yang terpapar asap rokok selama 25 tahun pada usia dewasa
akan terkena risiko kanker paru dua kali lipat dibandingkan dengan yang
tidak terpapar dan perempuan yang hidup dengan suami/pasangan perokok
juga terkena risiko kanker paru 2-3 kali lipat. Diperkirakan 25% kanker
paru dari bukan perokok adalah berasal dari perokok pasif. Insiden kanker
paru pada perempuan di USA dalam 10 tahun terakhir ini juga naik
menjadi 5% per tahun, antara lain karena meningkatnya jumlah perempuan
perokok atau sebagai perokok pasif. Efek rokok bukan saja mengakibatkan
kanker paru, tapi dapat juga menimbulkan kanker pada organ lain seperti
mulutt laring dan esofagus.Laporan dari NCI (National Cancer Institute) di
USA tahun 1992 menyatakan kanker pada organ lain seperti ginjal, vesika
urinaria, ovarium, uterus, kolon, rektum, hati, penis dan Iain-lain lebih
tinggi pada pasien yang merokok daripada yang bukan perokok.
Diperkirakan terdapat metabolit dalam asap rokok yang bersifat
karsinogen terhadap organ tubuh tersebut. Zat-zat yang bersifat karsinogen
(C), kokarsinogenik (CC), tumor promoter (TP), mutagen (M) yang telah
dibuktikan terdapat dalam rokok. Kandungan zat yang bersifat
karsinogenik dalam rokok inilah yang dapat mengakibatkan perubahan
epitel bronkus termasuk metaplasia atau displasia (Hayati, 2012).
Menurut Guidotti (2007) yang dikutip oleh Irawan (2008), rokok
yang dihirup juga mengandung komponen gas dan partikel yang berbahaya
Nikotin dalam rokok dapat mempercepat proses penyempitan dan
penyumbatan pembuluh darah. Penyumbatan dan penyempitan ini bisa
9
terjadi pada pembuluh darah koroner, yang bertugas membawa oksigen ke
jantung. Nikotin, merupakan alkaloid yang bersifat stimulan dan beracun
pada dosis tinggi. Zat yang terdapat dalam tembakau ini sangat adiktif, dan
mempengaruhi otak dan sistem saraf. Efek jangka panjang penggunaan
nikotin akan menekan kemampuan otak untuk mengalami kenikmatan,
sehingga perokok akan selalu membutuhkan kadar nikotin yang semakin
tinggi untuk mendapatkan tingkat kepuasan. Tar, mengandung zat kimia
sebagai penyebab terjadinya kanker dan menganggu mekanisme alami
pembersih paru-paru, sehingga banyak polusi udara tertinggal menempel
di paru-paru dan saluran bronchial. Tar dapat membuat sistem pernapasan
terganggu salah satu gejalanya adalah pembengkakan selaput mucus.
Dibawah ini dapat dilihat hubungan antara jumlah rokok yang
dihisap dengan besar resiko terjadinya tumor paru pada perokok. Dalam
jangka panjang (10-20 tahun merokok), merokok:1-10 batang/hari
meningkatkan resiko 15 kali, 20-30 batang/hari meningkatkan resiko 40-
50 kali, 40-50 batang/hari meningkatkan resiko 70-80 kali (Sudoyo, 2007).
2. Pengaruh paparan industri
Yang berhubungan dengan paparan zat karsninogen, seperti:
a. Asbestos, sering menimbulkan mesoteliom, dinyatakan bahwa asbestos
dapat meningkatkan risiko kanker 6-10 kali.
b. Radiasi ion pada pekerja tambang uranium. Para penambang uranium
mempunyai resiko menderita kanker paru 4 kali lebih besar daripada
populasi umum.
c. Radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil klorid.
3. Pengaruh Genetik dan status imunologis
Terdapat perubahan/mutasi beberapa gen yang berperanan dalam
kanker paru, yakni: Protooncogen, Tumor supressor gene, Gene encoding
enzyme. Teori Onkogenesis. Terjadinya kanker paru didasari dari
tampilnya gen supresor tumor dalam genom (onkogen). Adanya inisiator
mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan (delesi/del)
atau penyisipan (insersi/ins) sebagian susunan pasangan basanya,
tampilnya gen erbB 1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis
10
(mekanisme sel untuk mati secara alamiah programmed cell death)
Pcrubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini
sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang
otonom.
Status imunologis penderita yang dipantau dari respon imun
seluler menunjukkkan adanya derajat diferensiasi sel, stadium penyakit,
tanggapan terhadap pengobatan, serta prognosis. Penderita yang anergi
umumnya tidak memberikan tanggapan yang baik terhadap pengobatan
lebih cepat meninggal (Alsagaff&mukty, 2002)
4. Diet
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi
terhadap betakarotene, selenium dan vitamin A menyebabkan tingginya
risiko terkena kanker paru. Hipotesis ini didapatkan dari penelitian yang
menyimpulkan bahwa vitamin A dapat menurunkan resiko peningkatan
jumlah sel-sel kanker. Hal ini berkaitan dengan fungsi utama vitamin A
yang turut berperan dalam pengaturan diferensiasi sel.
5. Pengaruh penyakit lain/predisposisi oleh karena penyakit lain
Tuberculosis paru banyak dikaitkan sebagai faktor predisposisi
tumor paru melalui mekanisme hiperplasia metaplasia. Karsinoma insitu
dari karsinoma bronkogenik diduga timbul sebagai akibat adanya jaringan
parut tuberkulosis. Data dari Aurbach (1979) menyatakan bahwa 6,9% dari
kasus karsinoma bronkogenik berasal dari jaringan parut. Dari 1186
karsinoma paru tersebut 23,2% berasal dari bekas tuberkulosis. Patut
dicatat bahwa data ini berasal dari Amerika serikat dimana insiden
tuberkulosis paru hanya 0,015% atau ±1/20 insiden tuberkulosis di
Indonesia (Alsagaff & Mukty, 2002).
E. Gambaran Klinis Tumor Paru
Menurut Amin (2007) pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak
menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila sudah menampakkan gejala berarti
pasien dalam stadium lanjut. Gejala-gejala dapat bersifat:
1. Lokal (tumor setempat)
a. Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
11
b. Hemoptisis
c. Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas
d. Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
e. Atelektasis
2. Invasi lokal
a. Nyeri dada
b. Dispnea karena efusi pleura
c. Invasi ke pericardium terjadi temponade atau aritmia
d. Sindrom vena cava superior
e. Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
f. Suara sesak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
g. Syndrome Pancoasta karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf
simpatis servikalis
3. Gejala penyakit metastasis
a. Pada otak, tulang, hati, adrenal
b. Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis
4. Sindrom Paraneoplastik
Terdapat pada 10% kanker paru, dengan gejala:
a. Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
b. Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
c. Hipertrofi : osteoartropati
d. Neurologic : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
e. Neuromiopati
f. Endokrin : sekresi berlebihan hormone paratiroid
(hiperkalsemia)
g. Dermatologi : eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh
h. Renal : syndrome of inappropriate andiuretic hormone
(SIADH)
5. Asimtomatik dengan kelainan radiologis
a. Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/COPD yang terdeteksi
secara radiologis
b. Kelainan berupa nodul soliter
12
F. Patofisiologi
Menurut Asih & Christantie (2004), karena sebagian besar
pertumbuhan baru yang terjadi di dalam paru dapat timbul dari bronkhi, maka
istilah karsinoma bronkhogenik sering digunakan dalam kondisi ini. Kanker
paru primer biasanya diklasifikasikan menurut jenis histologinya, semua
memiliki riwayat alami dan respons terhadap pengobatan yang berbeda-beda.
Walaupun terdapat lebih dari satu lusin jenis kanker paru primer, namun
kanker bronkogenik (termasuk keempat tipe sel yang pertama) merupakan 95%
dari seluruh kanker paru.
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia, hiperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hiperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul
efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang
terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti
dengan supurasi di bagian distal. Gejala-gejala yang timbul dapat berupa batuk,
hemoptisis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan
pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya
menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat
bermetastase ke struktur-struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding
esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
G. Staging Kanker Paru
Staging yang dibuat oleh The International System For Staging Lung
Cancer, serta diterima oleh The American Joint Commite on Cancer (AJCC)
dan The Union Internationale Contrele Cancer (UICC), membuat klasifikasi
kanker paru pada tahun 1973 dan kemudian direvisi 1986 dan terakhir pada
tahun 1997 (Amin, 2007).
Tabel 1. Staging Tumor Paru menurut International System For Staging Lung Cancer, AJCC dan UICC tahun 1997 (Amin, 2007)
TNM Occult Ca Tx Mo Baru 1997
13
No
Stage 0 Tis Carcinoma in situ
Stage I T1-2 N0 Mo Stage IA T1N0M0
Stage II T1-2 N1 Mo Stage 1B T2N0M0
Stage IIIA T3 N0-1 Mo Stage IIA T1N1M0
T1-3 N2 Mo Stage IIB T2N1M0
Stage IIIB T4 N0-3 Mo Stage IIIA T1-3N2M0
T3N1M0
T1-3 N3 No Stage IIIB T4 Any NM0
Any TN3M0
Stage IV T1-4 N1-3 M1 Stage IV Any T Any
NM1
Keterangan:
T (tumor atau lesi primer dan luasnya)
Tx : Tumor terbukti ganas di dapat dari sekret bronkopulmoner, tapi tidak
terlihat secara bronkoskopis dan radiologis. Tumor tidak bisa dinilai
pada staging retreatment
Tis : carcinoma in situ (pre invasive carcinoma)
T1 : Tumor, diameter <3cm
T2 : Tumor, diameter >3cm atau terdapat atelektasis pada distal hilus
T3 : Tumor ukuran apapun meluas ke pleura, dinding dada, diafragma,
perikardium, <2cm dari carina, terdapat atelektasis total
T4 : Tumor ukuran apapun invasi ke mediastinum atau terdapat efusi
pleura malignan
N (limfonodus regional dan keadaannya)
No : tidak ada kelenjar getah bening (KGB) yang terlibat
N1 : Metastasis KGB bronkopulmoner atau ipsilateral hilus
N2 : Metastasis KGB mediastinal atau sub carina
N3 : Metastasis KGB mediastinal kontra latera atau hilus atau KGB
skaleneus atau supraklavikular
M (metastasis jauh)
14
Mo : tidak ada metastasis jauh
M1 : Metastasis jauh pada organ (otak, hati, dan lain-lain)
Staging kanker paru dapat dilakukan secara: 1. Diagnosis klinis (c.
TNM); 2. Reseksi surgikal-patologis (p TNM); 3. Evaluasi surgikal (s TNM);
4. Retreatment (r TNM); 5. Autopsi (a TNM). Untuk staging kanker paru,
sedikitnya diperlukan pemeriksaan CT Scan torak, USG abdomen (atau CT
Scan Abdomen), CT Scan otak dan bone scanning (Amin, 2007).
H. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada klien dengan
kanker paru menurut Amin (2007) adalah sebagai berikut:
1. Radiologi
a. Foto thorax posterior-anterior (PA) dan lateral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya
kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat
menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis
erosi tulang rusuk atau vertebra.
b. Bronkhografi. Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2. Laboratorium
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe). Dilakukan untuk mengkaji
adanya/ tahap karsinoma.
b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA. Dapat dilakukan untuk mengkaji
kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit. Dapat dilakukan untuk
mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).
3. Histopatologi
a. Bronkoskopi. Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan
pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat
diketahui).
15
b. Biopsi Trans Torakal (TTB). Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi
yang letaknya perifer dengan ukuran <2 cm, sensitivitasnya mencapai
90-95 %.
c. Torakoskopi. Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang
lebih baik dengan cara torakoskopi.
d. Mediastinosopi. Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar
getah bening yang terlibat.
e. Torakotomi. Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila
bermacam – macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal
mendapatkan sel tumor.
4. Pemeriksaan lain
a. Petanda Tumor
Petanda tumor, seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan lainya tidak dapat
digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan evaluasi hasil
pengobatan.
b. Pemeriksaan biologi molekuler
Pemeriksaan biologi molekuler telah semakin berkembang, cara paling
sederhana dapat menilai ekspresi beberapa gen atau produk gen yang
terkait dengan kanker paru,seperti protein p53, bcl2, dan lainya.
Manfaat utama dari pemeriksaan biologi molekuler adalah menentukan
prognosis penyakit.
5. Pencitraan
a. CT-Scan
Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru
secara lebih baik daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor
dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian juga
tanda-tanda proses keganasan juga tergambar secara lebih baik, bahkan
bila terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intra bronkial,
atelektasis, efusi pleura yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke
mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi
dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk
menentukan stage juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1 s/d N3)
16
dapat dideteksi. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi kemungkinan
metastasis intrapulmoner.
b. MRI
I. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa:
1. Kuratif. Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka
harapan hidup klien.
2. Paliatif. Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
3. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal. Mengurangi dampak
fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
4. Supotif. Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia
pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan
anti infeksi. (Amin, 2007 dan Doenges, 2002)
5. Pembedahan. Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit
paru lain, untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara
mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru yang tidak terkena
kanker.
6. Toraktomi eksplorasi. Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka
penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
7. Pneumonektomi pengangkatan paru). Karsinoma bronkogenik bilaman
dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.
8. Lobektomi (pengangkatan lobus paru). Karsinoma bronkogenik yang
terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula emfisematosa; abses
paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
9. Resesi segmental. Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
10. Resesi baji. Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau
penyakit peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari
permukaan paru – paru berbentuk baji (potongan es).
11. Dekortikasi. Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura
viscelaris)
12. Radiasi. Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan
kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/paliatif pada tumor dengan
17
komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap
pembuluh darah/ bronkus.
13. Kemoterapi. Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan
tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan
metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
Tabel 2. Penanganan Kanker Paru Berdasarkan Stadium (Minna, 2011)Stadium Penanganan Primer Terapi Adjuvant
I Reseksi Kemoterapi
II Reseksi Kemoterapi dengan
atau tanpa radioterapi
IIIA (resectable) Reseksi dengan atau
tanpa kemoterapi
preoperatif
Kemoterapi dengan
atau tanpa radioterapi
IIIA (unresectable)
IIIB (keterlibatan
limfonodi kontralateral
atau supraklavikula)
Kemoterapi dengan
radioterapi bersamaan
atau setelahnya
Tidak ada
IIIB atau IV Kemoterapi atau reseksi
metastasis utama di otak
dan tumor primer T1
Tidak ada
Limited disease Kemoterapi dengan
radioterapi bersamaan
Tidak ada
Extensive disease Kemoterapi Tidak ada
J. ASUHAN KEPERAWATAN KANKER PARU
1. Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan
kebiasaan, rutin, dispnea karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan
b. Sirkulasi
18
Gejala : JVD (obstruksi vena kava), bunyi jantung: gesekan
perikardial (menunjukkan efusi),
takikardi/disritmia, dan jari tabuh.
c. Integritas Ego
Gejala : Perasaan takut.
Tanda : Kegelisahan, insomnia.
d. Eliminasi
Gejala : Diare yang hilang timbul (ketidakseimbangan
hormonal,karsinoma sel kecil). Peningkatan
frekuensi/jumlah urine.
e. Makanan/Cairan
Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk,
penurunan
masukan makanan, kesulitan menelan,
haus/peningkatan
masukan cairan
Tanda : Kurus, edema wajah/leher, edema dada, edema
punggung glukosa dalam urine.
f. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri dada, nyeri bahu/tangan, nyeri tulang/sendi,
nyeri abdomen hilang timbul.
g. Pernapasan
Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari
biasanya, napas
pendek, serak, riwayat merokok.
Tanda : Dispnea, peningkatan premitus taktil
(menunjukkan konsolidasi), hemoptisis.
h. Keamanan
Tanda : Demam, kemerahan, kulit pucat.
i. Seksualitas
19
Tanda : Ginekomastia (perubahan hormon neoplastik,
karsinoma sel besar), amenorea/impoten
(ketidakseimbangan hormonal).
j. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker, tuberkulosis.
(Doenges, 2002)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kapasistas
paru sekunder terhadap destruksi jaringan
b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi tumor
dan peningkatan sekresi trakeobronkial
c. Nyeri akut berhubungan dengan tekanan tumor pada jaringan penunjang
dan erosi jaringan
3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kapasistas
paru sekunder terhadap destruksi jaringan
NOC:
1)Respiratory Status: gas exchange
2)Keseimbangan asam basa, elektrolit
3)Respiratory Status : ventilation
4)Vital Sign Status
Setelah dilakukan tindakan keperawatan,
gangguan pertukaran pasien teratasi dengan kriteria
hasil:
1)Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan
oksigenasi yang adekuat
2)Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda
tanda distress pernafasan
3)Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang
bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed lips)
20
4)Tanda tanda vital dalam rentang normal
5)AGD dalam batas normal
6)Status neurologis dalam batas normal
Intervensi (NIC):
1) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2) Pasang mayo bila perlu
3) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
4) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
5) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
6) Berikan bronkodilator
7) Barikan pelembab udara
8) Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
9) Monitor respirasi dan status O2
10)Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
11)Monitor suara nafas, seperti dengkur
12)Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes, biot
13)Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak
adanya ventilasi dan suara tambahan
14)Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental
15)Observasi sianosis khususnya membran mukosa
16)Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan
tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2,
Suction, Inhalasi)
17)Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut
jantung
b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi tumor
dan peningkatan sekresi trakeobronkial
NOC:
21
1) Respiratory status : Ventilation
2) Respiratory status : Airway patency
3) Aspiration Control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien
menunjukkan keefektifan jalan nafas dibuktikan dengan
kriteria hasil:
1) Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas
yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, bernafas dengan mudah, tidak
ada pursed lips)
2) Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan
dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
3) Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor
yang penyebab.
4) Saturasi O2 dalam batas normal
5) Foto thorak dalam batas normal
Intervensi NIC:
1) Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning.
2) Berikan O2
3) Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
4) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
5) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
7) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
8) Berikan bronkodilator
9) Monitor status hemodinamik
10)Berikan antibiotik
11)Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
12)Monitor respirasi dan status O2
22
13)Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk
mengencerkan secret
14)Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
penggunaan peralatan : O2, Suction, Inhalasi
c. Nyeri akut berhubungan dengan tekanan tumor pada jaringan penunjang
dan erosi jaringan
NOC:
1) Pain Level,
2) pain control,
3) comfort level
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien
tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:
1) Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri
3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
4) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5) Tanda vital dalam rentang normal
6) Tidak mengalami gangguan tidur
Intervensi (NIC)
1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
2) Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3) Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan
4) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
5) Kurangi faktor presipitasi nyeri
23
6) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
7) Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
8) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
9) Tingkatkan istirahat
10)Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan
antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
11)Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
BAB IIITINJAUAN KASUS
Tn. J berusia 55 tahun MRS tanggal 11 November 2014 dengan keluhan
utama Sesak nafas, tidak nyaman dan sesak nafas bila berbaring serta batuk
berdahak. Diperoleh hasil TD:110/70mmHg. RR:26 x/menit, N:80 x/menit,
S:37°C.. Pasien mengatakan sebelumnya mempunyai riwayat merokok 10 tahun
yang lalu dimana frekuensinya 15 batang perhari. Klien mengatakan tidak ada
anggota keluarga yang mengalami CA paru sebelumnya.
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama : Tn.J,
Jenis kelamin : laki – laki
Usia : 55
Alamat : Surabaya
Status : Menikah
Diagnosa medic : Ca Paru Dextra.
24
2. Riwayat kesehatan
Mempunyai riwayat merokok 10 tahun yang lalu dimana frekuensinya 15
batang perhari.
3. Keluhan Utama
Sesak nafas, tidak nyaman dan sesak nafas bila berbaring serta batuk berdahak.
4. Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengidap CA Paru sebelumnya
5. Riwayat Penyakit Masa lalu
Pasien belum pernah sakit sebelumnya
6. Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital
1. Suhu : 370C
2. Nadi : 88x/mnt
3. Tekanan darah: 110/70 mmHg
4. RR : 26x/menit
a. B1 ( Breathing ) :
1. RR 26x/mnt
2. tidak ada retraksi dada
3. menggunakan alat bantu nafas nassal canul 1 lpm
4. Batuk: (+) Sputum: (+)
b. B2 ( Blood ) :
irama jantung teratur, nadi 88x/mnt
c. B3 (Brain)
Kesadaran : kompos mentis
25
d. B4 ( Bladder ) :
1. buang air kecil lancar
2. jumlah urine kurang lebih 1500cc per hari
3. BAB lancar 1x/hr, konsistensi lembek biasa
e. B5 ( Bowel ) :
1. tidak kembung
2. bising usus normal
3. nafsu makan normal
4. makan 3kali sehari, diet bubur
f. B6 ( Bone ) :
1. kekuatan otot normal
2. kaki dan tangan tidak ada kelumpuhan
7. Pengkajian psikologis dan spiritual
Klien tetap rajin beribadah dan memohon agar penyakitnya bisa disembuhkan.
8. Laboratorium
1. Hb 12,6 gr%,
2. Ht 34,7 %,
3. leukosit 4400 /ml,
4. trombosit,191000 /ml,
5. kreatinin 2,40 mg/dl
9. Pengobatan
infuse RL 12 tts/mnt, Aminophillin 3 x 500 mg, dan injeksi Dexamethason3 x
2 ampul.
10. Pemeriksaan Penunjang
pH : 7,25 TCO2 : 23 mmol/L
PCO2 : 30mmHg BE : 1 mEq/L
26
PO2 : 85mmHg saturasi O2 : 95 %
HCO3 : 23
A. Analisa data.
NO DATA KEMUNGKINAN PENYEBAB
MASALAH
1 DS: klien mengeluh sesak
nafas, tidak nyaman
dan sesak nafas bila
berbaring
DO: klien tampak sesak
RR 26x/mnt
Masa tumor dalam
↓Penurunan ekspansi paru
↓Kerja napas meningkat
↓Dyspnea
↓Kerusakan pertukaran gas
Kerusakan
pertukaran
gas
2 DS: klien mengeluh batuk
berdahak
DO: klien tampak batuk-
batuk, dan
mengeluarkan sputum
Masa tumor dalam
↓Hipersekresi kelenjar mukus
↓Peningkatan produksi sputum
↓Obstruksi jalan napas
↓Bersihan jalan napas tidak
efektif
Bersihan
jalan napas
tidak efektif
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan jumlah
mukus, akumulasi sekret pada saluran pernapasan
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
C. Rencana Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan
Rencana Keperawatan
Tujuan dan Krieria Hasil Intervensi
1. Bersihan jalan
nafas tidak
NOC: NIC
27
efektif
berhubungan
dengan
peningkatan
jumlah mukus,
akumulasi
sekret pada
saluran
pernapasan
1. Respiratory status : Ventilation
2. Respiratory status : Airway patency
3. Aspiration ControlSetelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukkan keefektifan jalan nafas dibuktikan dengan kriteria hasil :
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
3. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang penyebab.
4. Saturasi O2 dalam batas normal
5. Foto thorak dalam batas normal
1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning.
2. Berikan O23. Anjurkan pasien
untuk istirahat dan napas dalam
4. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
8. Berikan bronkodilator
9. Monitor status hemodinamik
10. Berikan antibiotik11. Atur intake untuk
cairan mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2
13. Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk mengencerkan secret
14. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penggunaan peralatan : O2, Suction, Inhalasi.
2. Gangguan pertukaran gas
NOC: NIC :
28
berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
1. Respiratory Status : Gas exchange
2. Keseimbangan asam Basa, Elektrolit
3. Respiratory Status : ventilation
4. Vital Sign StatusSetelah dilakukan tindakan keperawatan, gangguan pertukaran pasien teratasi dengan kriteria hasi:
1. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
2. Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
3. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
4. Tanda tanda vital dalam rentang normal
5. AGD dalam batas normal
6. Status neurologis dalam batas normal
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
3. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
4. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
5. Berikan bronkodilator ;
6. Barikan pelembab udara
7. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
8. Monitor respirasi dan status O2
9. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostals
10. Monitor suara nafas, seperti dengkur
11. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
12. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
29
13. Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental
14. Observasi sianosis khususnya membran mukosa
15. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang persiapan tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2, Suction, Inhalasi
16. Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut jantung
BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
30
Kanker paru yang diderita seseorang bisa bersifat benigna atau maligna.
Tumor paru terjadi sering kali karena aliran darah yang membawa sel-sel
kanker yang bebas dari kanker primer dimana saja didalam tubuh ke paru.
Pada hampir 70% pasien kanker paru mengalami penyebaran ketempat
limfatik regional dan tempat lain pada saat di diagnosis. Beragam faktor telah
dikaitkan dengan terjadinya kanker paru.
Asap tembakau, perokok pasif, polusi udara, radon, masukan vitamin A,
PPOM, dan tuberkolosis. Gejala kanker paru yang paling sering adalah batuk,
nyeri dada, sesak, kelemahan, anoreksia, penurunan berat badan dan anemia.
Kebanyakan kasus kanker paru dapat dicegah jika merokok dihilangkan.
Peran perawat pada klien dengan kanker paru adalah sebagai care giver,
educator, communicator, advocator dan manajer dalam pemberian asuhan
keperawatan pada setiap tahap keperawatan.
B. SARAN
1. Kepada masayarakat agar selalu menjaga pola hidup sehat khususnya
dalam hal pola dan diit sehari-hari. .
2. Kepada petugas kesehatan, khususnya perawat, untuk menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien dengan kanker paru sesuai dengan teori sehingga
dapat memperbaiki keadaan umum pasien, mencegah komplikasi serta
mempercepat penyembuhan.
31
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Z. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan DIPD FKUI.
Asih, N.G.Y & Christantie E. 2004. Keperawatan Medikal Bedah: Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC.
Brashers,Valentina L. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan dan Manajemen, Ed.2. Jakarta: EGC.
Boyle P, Gandini S, Gray N. Epidemiology of Lung Cancer: a Century of Great Success and Ignominious Failure. In: Hansen H. 2008. Textbook of Lung Cancer. United Kingdom: Informa UK Ltd.
Corwin, E. J. 2009. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Davey, P. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Davis, W. D., et all. 2004. World Health Organization Classification of Tumours: Pathology & Genetics. Tumours of The Lung, Pleura, Thymus and Heart. Lyon: IARC Press.
Doenges, Marilyn E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Penerbit :EGC, Jakarta.
Elizabeth, J. Corwin. 2008. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta: ECG.
Guyton, A.C.2007. Buku Teks Fisiologi KedokteraN. Ed. V, bagian 2. Jakarta: EGC.
Jusuf A, Harryanto A, Syahruddin E, Endardjo S, Mudjiantoro S, Sutandio N. 2005. Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil. Pedoman Nasional Untuk Diagnosa & Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Minna J.D. Neoplasma of the Lung. In Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, et al. 2011. Harrison’s principles of internal medicine. 17th ed. New York: McGraw Hil.
PDPI. 2003. Kanker Paru: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. (online) diakses dari https://agus34drajat.files.wordpress.com/2010/10/kankerparu.pdf tanggal 1 November 2014 pukul 22.15 WIB.
Somantri, Iman.2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta: B First.
32
33
top related