bab 09 induktansi (1)
Post on 29-Dec-2014
98 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Rosari Saleh dan Sutarto
Energi listrik dapat disimpan dalam sebuah kapasitor
dalam bentuk medan listrik. Energi listrik juga dapat
disimpan dalam bentuk medan magnet menggunakan
alat yang disebut induktor. Induktor bekerja
berdasarkan prinsip Faraday yaitu perubahan medan
magnet dapat menginduksi medan listrik dan
sebaliknya.
Prinsp kerja dari induktor shampir mirip dengan gerak
harmonik teredam, lihat kembali Bab 13 mekanika.
Karena sifat induktor yang cukup unik, induktor
banyak dimanfaatkan untuk mendukung kerja alat-alat
elektronika. Pada bab ini kita akan mempelajari prinsip
dasar induktor dan bagaimana perilaku sebuah
rangkaian yang di dalamnya terdapat induktor.
Bab yang akan dipelajari:
1. Induktansi Bersama 2. Induktansi Diri dan Induktor 3. Induktor dan Energi Medan Magnet 4. Rangkaian R–L 5. Rangkaian L–C 6. Rangkaian R–L–C
Tujuan Pembelajaran:
1. Menjelaskan bahwa perubahan arus dalam kumparan (1) dapat menginduksi GGL Induksi pada kumparan (2) di sebelahnya.
2. Menghubungkan GGL Induksi dalam rangkaian dengan kecepatan perubahan arus pada rangkaian tersebut.
3. Menghitung energi tersimpan dalam medan magnet.
4. Menganalisa rangkaian yang terdiri dari sebuah resistor dan sebuah induktor.
5. Menjelaskan osilasi pada rangkaian yang terdiri dari kapasitor dan induktor.
6. Menjelaskan peluruhan osilasi pada rangkaian resistor, kapasitor dan induktor.
Rosari Saleh dan Sutarto
Bab 9 Induktansi | 195
Rosari Saleh dan Sutarto
Pada dasarnya setiap bentuk energi dapat diubah menjadi bentuk energi yang lain melalui mekanisme tertentu. Seperti yang telah kita pelajari pada Bab 4, kita dapat menyimpan sejumlah energi dalam bentuk medan listrik pada kapasitor. Energi tersebut terepresentasi dalam bentuk polarisasi muatan pada setiap plat. Michael Faraday, dengan serentetan eksperimen yang telah dilakukannya, telah membuktikan bahwa energi listrik dapat dihasilkan dari energi mekanik melalui mekanisme induksi elektromagnetik. Dua kumparan yang didekatkan satu sama lain dimana salah satu kumparan diberi arus listrik dapat menginduksi kumparan yang lain sehingga pada kumparan tersebut dihasilkan GGL induksi. Dari sudut pandang energetik, peristiwa tersebut dapat dilihat sebagai suatu bentuk mekanisme pengubahan energi. Kumparan yang terinduksi menyimpan sejumlah energi dalam bentuk medan magnet. Alat yang berperilaku seperti kumparan, yaitu dapat menyimpan energi dalam bentuk medan magnet, disebut induktor.
9 – 1 Induktansi Diri, Induktansi Bersama dan Induktor
Seperti yang telah dipelajari pada Bab 8, arus listrik yang mengalir pada kawat akan menghasilkan medan magnet, lihat Gambar 9.1. Perhatikan bahwa rangkaian tersebut membentuk sebuah loop. Ketika medan magnet dibangkitkan pada rangkaian tersebut maka fluks magnet pada loop tersebut juga berubah. Berdasarkan hukum Faraday, ketika saklar di on kan, arus listrik tidak seketika menjadi maksimum tetapi naik secara perlahan dari nol hingga nilai maksimum yaitu ε/R. Arus listrik yang berubah-ubah tersebut menyebabkan fluks magnet yang mengenai loop juga berubah-ubah, semakin lama semakin besar.
Adanya perubahan fluks magnetik tersebut menginduksi loop itu sendiri. Perubahan fluks magnet menyebabkan munculnya GGL induksi yang, berdasarka hukum Lenz, melawan perubahan fluks magnetik yang menyebabkannya. Keadaan tersebut diilustrasikan pada Gambar 9.2, terepresentasi dalam gambar sumber tegangan εin.
Keadaan semacam ini, dimana suatu rangkaian menginduksi dirinya sendiri, disebut induksi diri. Fluks
Gambar 9.1 Sebuah rangkaian listrik yagn terdiri dari kawat penghantar dan sebuah resistor. Rangkaian dihubungkan dengan sumber tegangan. Ketika saklar di on kan, arus listrik mengalir pada rangkaian.
196 | Bab 9 Induktansi
Rosari Saleh dan Sutarto
magnet yang mengenai loop dapat ditentukan dengan persamaan:
θcosBA
AdBluasan
magnet
=
•=Φ ∫
Jika sudut antara medan magnet dan vektor bidang luas A2 sejajar maka sudut θ = 0 sehingga fluks magnet menjadi
BAmagnet =Φ . Berdasarkan hukum Faraday, fluks magnet
akan menginduksi loop sehingga pada loop dihasilkan GGL induksi, dimana GGL tersebut terepresentasi dalam simbol εin:
dtd magnet
inΦ
−=ε (9–1)
Kita akan sedikit bermain trik dengan persamaan (9–1), perhatikan bahwa GGL induksi εin dapat dinyatakan sebagai:
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ Φ−=
×Φ
−=
dtdI
dId
dIdI
dtd
magnet
magnetinε
Seperti diketahui bahwa fluks magnet bergantung pada arus listrik sehingga jika arus listrik berubah maka fluks magnet juga berubah. Pada sistem dimana arus listrik dan fluks magnet saling bergantung secara linier maka nilai
dari 1dI
d magnetΦ adalah konstan. Implikasinya adalah nilai
dari 1dI
d magnetΦ sama dengan
1ImagnetΦ
. Besaran 1dI
d magnetΦ
didefinisikan sebagai induktansi, L:
LIdI
dL magnet
magnet =Φ→Φ
= (9–2)
Induktansi L disebut dengan induktansi diri atau induksi diri. Secara umum induktansi diri yang dihasilkan oleh suatu sistem yang terdiri dari N kumparan dapat ditentukan dengan persamaan:
dId
NL magnetΦ= (9–3)
Arus induksi
GGL induksi εin
Gambar 9.2 Rangkaian menginduksi dirinya sendiri melalui perubahan fluks magnetik yang mengenai loop tersebut. GGL induksi yang dihasilkan terepresentasi dalam εin.
Bab 9 Induktansi | 197
Rosari Saleh dan Sutarto
GGL induksi pada persamaan (9–1) dapat dinyatakan kembali sebagai berikut:
dtdILin −=ε (9–4)
Contoh soal 1:
Lihat Gambar 9.3, sebuah toroida memiliki N lilitan. Toroida diberi arus listrik sebesar I. Jari-jari penampang toroida adalah R sedangkan panjang kawat yang digunakan adalah l. Tentukan induktansi toroida.
Penyelesaian:
Medan magnet yang dihasilkan oleh toroida adalah:
lNInIBtoroida
0
0
µµ
=
=
Fluks magnetik toroida:
22
0 Rl
IN
ANBtoroidatoroida
πµ
=
=Φ
Induktansi toroida dengan demikian dapat ditentukan dengan persamaan:
22
0 RlN
dId
NL magnet
πµ
=
Φ=
Sekarang, perhatikan rangkaian berikut ini.
Gambar 9.4 Dua rangkaian listrik didekatkan satu sama lain. Fluks magnet yang terdapat pada loop 1 disebabkan oleh fluks magnetik dari loop 1 itu sendiri dan juga dari loop 2.
Sumbu pusat Toroida
Gambar 9.3 Sebuah toroida memiliki N lilitan. Toroida diberi arus listrik sebesar I.
198 | Bab 9 Induktansi
Rosari Saleh dan Sutarto
Pada Gambar 9.4, pada loop 1 mengalir arus listrik I1 sedangkan pada loop 2 mengalir arus listrik I2. Rangkaian 1 menghasilkan medan magnet B1 sedangkan rangkaian 2 menghasilkan medan magnet B2. Kita perhatikan rangkaian 1, fluks magnet total 1Φ yang mengenai loop 1 dapat dinyatakan sebagai:
21211
12111
IMIL +=Φ+Φ=Φ →→
Yang mana M12 menyatakan induksi oleh rangkaian 2 terhadap rangkaian 1. M12 disebut sebagai induksi bersama yang secara matematis dinyatakan dengan persamaan:
2
2112 dI
dM →Φ
= (9–5)
Bagaimana dengan rangkaian 2? Rangkaian 2 juga mengalami induksi magnetik dari rangkaian 1. Fluks total yang mengenai loop 1 berasal dari fluks oleh rangkaian 1 dan rangkaian 2.
12122
21222
IMIL +=Φ+Φ=Φ →→
Seperti pada loop 1, induksi bersama pada loop 2 dapat ditentukan dengan persamaan:
1
1221 dI
dM →Φ= (9–6)
Induktansi bersama antara loop 1 terhadap loop 2 atau sebaliknya adalah sama, M12 = M21. Relasi tersebut dapat dibuktikan dengan mudah, sebagai berikut:
Perhatikan dua buah rangkaian dimana induktansi bersamanya dinyatakan dengan persamaan (9–6). Karena perubahan fluks magnet selalu sebanding dengan
perubahan arus listrik maka 1
21
dIdΦ sama dengan
1
21
IΦ .
Mengacu pada persamaan (8–4), persamaan (9–6) dapat dtuliskan kembali sebagai berikut:
( )2
2 13
12
1211
012 4
danrr
rrLdI •⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛
−
−×=Φ ∫ ∫→ πµ (9–7)
Bab 9 Induktansi | 199
Rosari Saleh dan Sutarto
Karena ( )∫∫ −
×∇=−
××
1 12
12
13
12
121
rrLd
rrrrLd maka induktansi
bersama menjadi
22 1 12
12
0
1
1221 4
danrr
LdI
M •⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛
−×∇=
Φ= ∫ ∫→
πµ
Ingat kembali definisi operator (∇ ) pada Bab 4, tanda (× ) menunjukkan operasi cross, tengok kembali Bab Pengukuran. Solusi dari persamaan (9–7) dapat dituliskan sebagai berikut:
∫ ∫ −•
=2 1 12
21021 4 rr
LdLdMπµ (9–8)
Dari persamaan (9–8) terlihat bahwa induktansi bersama antara rangkaian 1 dan 2 bersifat simetris. Sifat tersebut terlihat pada suku 21 LdLd • . Seperti yang telah dikemukakan pada Bab Pengukuran, operasi vektor dot bersifat simetris artinya 21 LdLd • sama dengan 12 LdLd • . Persamaan (9–8) disebut sebagai persamaan Neumann.
Contoh soal 2:
Perhatikan Gambar 9.5, dua buah solenioda dengan jari-jari masing-masing r1 dan r2 dimana r1 < r2 diletakan secara konsentris. Solenoida pertama memiliki N1 lilitan sedangkan solenoida kedua memiliki N2 lilitan. Panjang kedua solenoida adalah sama yaitu l. Solenoida masing-masing diberi arus listrik I1 dan I2. Tentukan induktansi bersama solenoida 1 dan 2!
Penyelesaian:
Medan magnet yang dihasilkan oleh solenoida 1 dan 2 masing-masing adalah:
lINB
lINB
2202
1101
µ
µ
=
=
Fluks magnet yang dihasilkan oleh solenoida 1 terhadap solenoida 2 adalah:
Gambar 9.5 Dua buah solenioda dengan jari-jari masing-masing r1 dan r2 dimana r1 < r2 diletakan secara konsentris.
200 | Bab 9 Induktansi
Rosari Saleh dan Sutarto
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
=
=→=Φ →
lrINN
rl
INNAABAABN
21
1210
21
1210
1'21
'2
'21221 ,magnet medan dikenai yangluasan
πµ
πµ
Fluks magnet yang dihasilkan oleh solenoida 2 terhadap solenoida 1 adalah:
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
=
=→=Φ →
lrINN
rl
INNAABAABN
21
2210
21
2210
1'12
'1
'12112 ,magnet medan dikenai yangluasan
πµ
πµ
Induktansi bersama antara rangkaian 1 terhadap 2 adalah:
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
Φ= →
lrNN
IM
21
210
2
2112
πµ
Sedangkan induktansi bersama antara rangkaian 2 terhadap rangkaian 1 adalah:
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=
Φ= →
lrNN
IM
21
210
1
1221
πµ
Alat yang digunakan dalam proses induksi elektromagnetik disebut inductor. Induktor banyak digunakan dalam rangkaian elektronika. Salah satu contoh induktor sederhana adalah solenoida. Kemampuan induktor untuk menyimpan energi dalam bentuk medan magnet , dalam aplikasinya, banyak digunakan untuk mendukung rangkaian elektronika mulai dari televisi hingga komputer. Induktansi diukur dalam satuan Henry (H) dimana 1 H = 1 Wb/A = 1 T m2/A.
Bab 9 Induktansi | 201
Rosari Saleh dan Sutarto
9 – 2 Energi Medan Magnet
Dalam sebuah rangkaian tertutup yang dihubungkan dengan sumber tegangan, hubungan antara arus listrik dan GGL induksi secara umum dapat dinyatakan sebagai:
V + εin = IR
Kerja yang dilakukan oleh potensial V untuk memindahkan partikel pembawa muatan q sebanding dengan W = Vdq. Dengan menggunakan hukum Faraday, kerja potensial tersebut dinyatakan sebagai:
RdtIIdVdqdW magnet2+Φ== (9–9)
Perhatikan bahwa suku I2Rdt merupakan kerja irreversible yang dihasilkan dari proses termal pada sirkuit. Faktor kerja tersebut muncul sebagai representasi penyerapan energi total dari beda potensial. Kerja maksimum oleh suku I2Rdt hanya terjadi ketika perubahan fluks magnet nol, dengan kata lain arus listrik yang mengalir adalah maksimum. Ketika fluks magnet pada suatu rangkaian berubah karena arus listrik naik secara perlahan maka pada rangkaian akan dihasilkan GGL induksi. GGL induksi menghasilkan sejumlah kerja tertentu yang melawan kerja yang dihasilkan oleh potensial listrik. Kerja yang dilakukan potensial listrik tersebut dinyatakan oleh suku persamaan magnetIdΦ .
Suku persamaan magnetIdΦ menyatakan kerja yang
dilakukan oleh potensial listrik terhadap rangkaian sebagai bentuk reaksi munculnya kerja akibat munculnya GGL induksi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, GGL induksi dihasilkan dari induksi elektromagnetik dan dengan demikian kerja magnetIdΦ tidak lain adalah kerja
magnetik yang dilakukan oleh potensial. Jika kita abaikan suku persamaan kerja non-magnetik pada persamaan (9–9), maka kita peroleh:
magnetmagnet IddW Φ= (9–10)
Dalam konteks bab yang kita bahas saat ini, diasumsikan tidak ada energi yang hilang kecuali energi yang hilang karena panas, suku persamaan I2Rt. Perubahan kerja pada persamaan (9–10) sebanding dengan perubahan fluks magnetik. Perubahan kerja tersebut dapat bernilai negatif
202 | Bab 9 Induktansi
Rosari Saleh dan Sutarto
atau positif. Perubahan kerja dWmagnet positif jika perubahan fluks magnet positif dan sebaliknya.
Dari persamaan (9–10) kita dapat menentukan persamaan kerja magnet dengan cara mengambil nilai integral dari persamaan tersebut. Namun karena variabel arus listrik I dan fluks magnet Фmagnet selalu berubah maka persamaan (9–10) tidak dapat langsung ditentukan dengan integral langsung. Perhatikan bahwa arus listrik selalu mengalami perubahan setiap saat. Kita asumsikan bahwa nilai arus listrik naik dengan fraksi yang sama, misalnya ζ, maka pada setiap keadaan arus listrik dapat dinyatakan sebagai:
Iζ = Iζ (9–11)
Fluks magnet Фmagnet dapat dinyatakan juga dalam persamaan berikut:
dФmagnet = Фmagnet dζ (9–12)
Kerja magnetik dengan demikian menjadi:
magnet
magnet
magnet
magnetmagnet
I
I
dI
dIW
Φ=
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡Φ=
Φ=
Φ=
∫
∫
21
21 1
0
2
1
0
1
0
ζ
ζζ
ζζ
Mengacu pada persamaan (9–2) kerja magnetik dapat dinyatakan sebagai:
2
21 LIWmagnet = (9–13b)
LW magnet
magnet 2Φ
= (9–13c)
Persamaan (9–13abc) menyatakan kerja magnetik dalam suatu rangkaian tunggal.
Kita dapat mengaplikasikan persamaan (9–13abc) untuk sistem yang terdiri dari banyak rangkaian, tentu saja dengan sedikit modifikasi. Untuk sistem yang terdiri dari banyak rangkaian, fluks magnetik total yang bekerja pada rangkaian ke i dapat dinyatakan sebagai berikut:
(9–13a)
Bab 9 Induktansi | 203
Rosari Saleh dan Sutarto
∑=Φ=
Φ++Φ+Φ+Φ=Φn
jij
iniiiii
1
11 ...
Fluks magnet yang mengenai rangkaian i berasal dari rangkaian ke 1, 2, 3 dan seterusnya termasuk dari rangkaian i sendiri, ingat bahwa suatu rangkaian dapat menginduksi dirinya sendiri. GGL induksi rangkaian ke i dengan demikian dapat dinyatakan sebagai berikut:
∑=
Φ−=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ Φ
++Φ
+Φ
+Φ
−=
Φ−=
n
j
ij
iniiii
iiin
dtd
dtd
dtd
dtd
dtddt
d
1
11 ...
ε
Perhatikan bahwa perubahan fluks disebabkan oleh perubahan arus listrik dan dalam sistem yang kita bahas diasumsikan bahwa rangkaian bersifat statsioner dan rigid sehingga kebergantungan fluks magnetik adalah linier terhadap perubahan arus listrik.
dtdI
dId
dtd j
j
ijij Φ=
Φ
Karena fluks magnetik bergantung secara linier terhadap
perubahan arus listrik maka j
ij
dIdΦ
adalah konstan.
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan pada
pembahasan induktansi bersama, besaran j
ij
dIdΦ
tidak lain
adalah induktansi bersama yang disimbolkan dengan Mij.
jidId
Mj
ijij ≠→
Φ= (9–14)
Persamaan (9 – 14) menyatakan induktansi bersama antara rangkaian ke i dengan rangkaian ke j. Indeks i ≠ j karena jika i = j maka induktansi yang terjadi bukan induktansi bersama melainkan induktansi diri.
Kita kembali sejenak ke definisi kerja magnetik pada persamaan (9–13a), untuk sejumlah n rangkaian maka Ii
ζ = ζIi sedangkan fluks magnet Фmagnet dapat dinyatakan sebagai dФi magnet = Фi magnet dζ sehingga kerja magnetik dapat dituliskan sebagai berikut:
204 | Bab 9 Induktansi
Rosari Saleh dan Sutarto
∑
∑
∫∑
∫ ∑
Φ=
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡Φ=
Φ=
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ Φ=
n
i
magnetii
n
i
magnetii
n
i
magnetii
n
i
magnetimagnet
I
I
dI
dIW
21
21 1
0
2
1
0
1
0
ζ
ζζ
ζζ
Mengacu pada persamaan (9–14) dan mengacu pada persamaan Neumaan, kerja magnetik dapat dinyatakan sebagai:
( )( )nnnn
nn
nn
n
i
n
jjiijmagnet
IIMIIMIIMIIMIIMIIM
ILILIL
IIMW
1,143343223
1121122112
2222
211
1 1
...
...21...
21
21
21
−−
= =
++++++++
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ +++=
= ∑∑
(9–16)
Dengan menggunakan hasil pada persamaan di atas, untuk kerja magnetik yang dihasilkan oleh dua rangkaian dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
MMMILIMIILWmagnetik ≡=→++= 211222221
211 2
121
Yang mana suku pertama menunjukka kerja magnetik dari induksi diri pada rangkaian 1, suku kedua menunjukkan kerja magnetik hasil induksi bersama, sedangkan suku ketiga merupakan kerja magnetik hasil induksi diri rangkaian 2.
Contoh soal 3:
Induktansi magnetik pada solenoida ideal. Sebuah solenoida ideal memiliki luas penampang A dan panjang l dengan jumlah lilitan N. Solenoida diberi arus listrik I.
Energi yang tersimpan pada solenoida tersebut adalah:
220
2
02
2121
AINl
AlNLLIWmagnet
µ
µ
=
=→=
Medan magnet yang dikandung oleh solenoida adalah:
(9–15)
(9–17)
Bab 9 Induktansi | 205
Rosari Saleh dan Sutarto
lNIB 0µ=
Dengan mensubstitusikan persamaan medan magnet pada persamaan energi diperoleh:
AlBWmagnet0
2
21µ
= (*)
Perhatikan bahwa pada persamaan (*), Al tidak lain adalah volume yang dilingkupi oleh solenoida. Dengan mendefinisikan energi per satuan volume umagnetik persamaan (*) dapat dinyatakan sebagai:
AluW magnetmagnet = (**)
Yang mana 0
2
21µBumagnet = adalah energi magnetik per
satuan volume.
Pada Bab 4 kita telah mempelajari mengenai energi yang disimpan dalam bentuk medan listrik pada kapasitor. Dalam induksi elektromagneti, jika energi elektrik dan magnetik muncul secara bersama-sama maka energi totalnya merupakan penjumlahan dari energi magentik dan energi listrik.
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+→+=
+=
20
0
22
00
2
21
21
21 EBEB
uuu listrikmagnettotal
εµ
εµ
Jadi energi total per satuan volume yang tersimpan dalam suatu sistem yang mengandung medan listrik dan medan magnet adalah:
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+= 2
00
2
21 EButotal ε
µ (9–18)
9 – 3 Rangkaian R – L
Rangkaian R – L adalah suatu rangkaian yang terdiri dari resistor dan induktor yang terhubung dengan sumber tegangan. Perhatikan Gambar 9.6.
206 | Bab 9 Induktansi
Rosari Saleh dan Sutarto
Ketika saklar di on kan, arus listrik yang mengalir pada rangkaian tidak serta maksimum melainkan naik secara perlahan. Hal ini karena efek induksi elektromagnetik oleh induktor. Dengan menggunakan aturan loop Kirchoff, rangkaian pada Gambar 9.4 dapat kita analisis sebagai berikut:
0
0
=−−
=−−
dtdILIRV
VVV induktorresistorsumber
Dari persamaan tersebut kita ingin mengetahui bagaimana perilaku rangkaian R–L. Solusi persamaan tersebut dapat kita tentukan dengan cara sebagai berikut:
LRdt
RVI
dIIRV
LR
dtdIdtdILIRV
−=⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
→⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −=
=−− 0
( )LRteRVI −−= 1 (9–19)
Dengan:
I = arus listrik yang mengalir pada rangkaian (A)
V = beda potensial (volt)
R = hambatan (ohm)
L = induktor (Henry)
t = waktu (detik)
Perhatikan bahwa arus listrik semakin lama semakin besar dengan bertambahnya waktu. Arus listrik naik secara eksponensial. Jika digambarkan dalam grafik arus listrik vs waktu, maka akan diperoleh grafik seperti pada Gambar 9.7. Dari persamaan (9–19), pada saat t = 0 terlihat bahwa tidak ada arus listrik yang mengalir. Hal ini dikarenakan arus listrik dicegah agar tidak langsung mengalir dalam orde maksimum melainkan naik sedikit demi sedikit. Pada saat t ∞ maka arus listrik yang mengalir hampir konstan dimana besar arus tersebut ≈ V/R. Hal ini dikarenakan pada saat t ∞ suku persamaan LRte− ≈ 0, artinya rangkaian berperilaku seperti halnya rangkaian dengan sebuah
Gambar 9.4 Rangkaian R–L seri yang dihubungkan dengan sumber tegangan.
( )LRteRVI −−= 1
Gambar 9.7 Grafik antara arus listrik terhadap waktu pada rangkaian R – L. Arus listrik naik secara eksponensial dan ketika mencapai limit waktu tertentu, arus listrik mendekati keadaan stabil.
Bab 9 Induktansi | 207
Rosari Saleh dan Sutarto
resistor biasa. Walaupun masih menghasilkan induksi elektromagnetik, namun ketika t ∞ efek GGL induksi dari induktor sangat kecil sehingga tidak memberikan efek signifikan terhadap rangkaian. Arus listrik pada rangkaian baru akan menuju ke keadaan asimptotik (hampir stabil) jika telah melampaui t = L/R. Waktu t tersebut didefinisikan sebagai konstanta τ:
RL
=τ (9–20)
Dengan menggunakan persamaan (9–20), persamaan (9–19) dapat kita tuliskan dalam bentuk yang lebih pendek yaitu:
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−=
−τt
eRVI 1 (9–21)
9 – 4 Rangkaian L – C
Berbeda dengan rangkaian R–L, rangkaian lainnya yang juga menggunakan induktor memiliki perilaku yang berbeda apabila dirangkai bersama-sama dengan kapasitor. Rangkaian semacam itu, yang terdiri dari kapasitor dan induktor, disebut dengan rangkaian L–C. Perhatikan contoh rangkaian L–C sederhana pada Gambar 9.8.
Rangkaian di atas merupakan gabungan dari dua rangkaian. Pada saat saklar berada pada posisi 1, kapasitor mengalami proses pengisian. Tegangan maksimum yang disimpan dalam kapasitor adalah V sedangkan muatan maksimumnya adalah C = Q/V.
Pada saat saklar dipindahkan ke posisi 2, kapasitor bertindak sebagai sumber tegangan bagi induktor L. Dengan menggunakan aturan loop Kirchoff, kita peroleh:
0=+ LC VV (9–22)
Tegangan pada kapasitor dapat dinyatakan sebagai VC = Q/C sedangkan tegangan pada induktor VL = L dI/dt. Karena I merupakan turunan pertama muatan terhadap waktu, I = dQ/dt, maka VL = L d2Q/dt2. Persamaan (9–22) dapat dituliskan menjadi:
Gambar 9.8 Rangkaian L–C terdiri dari kapasitor C, induktor L dan beda potensial V. Pada saat saklar berada pada posisi 1, terjadi proses pengisian kapasitor. Pada saat saklar berada pada posisi 2 kapasitor berperilaku sebagai sumber tegangan bagi induktor.
208 | Bab 9 Induktansi
Rosari Saleh dan Sutarto
01
0
2
2
2
2
=⎟⎠⎞
⎜⎝⎛+
=+
QLCdt
Qddt
QdLCQ
Persamaan (9–23) tampak cukup familiar, iya tentu saja, persamaan tersebut koheren dengan persamaan gerak harmonic sederhana yang telah kita pelajari pada Bab 13 Mekanika. Pada kenyataannya, solusi persamaan (9–23) tersebut menunjukkan bahwa rangkaian L–C berperilaku seperti halnya pegas! Solusi persamaan tersebut merupakan fungsi sinusoidal:
( ) tQtQtQ ωω cossin 21 += (9–24)
ω menyatakan frekuensi sudut dimana frekuensi tersebut sama dengan:
LC1
=ω (9–25)
Dengan menerapkan syarat batas, persamaan (9–24) dapat dinyatakan dalam ekspresi yang lebih kompak. Pada saat t = 0, jumlah muatan pada kapasitor adalah maksimum sehingga suku sinus pada persamaan (9–24) tidak memenuhi syarat sehingga yang tersisa adalah suku cosines. Dengan mendefinisikan Q2 sebagai Q0, muatan pada saat t = 0, maka solusi persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
( ) ( )ϕω += tQtQ cos0 (9–26)
Dengan φ sudut fase yang bergantung pada keadaan awal sistem rangkaian L–C. persamaan arus listrik rangkaian L – C juga dapat kita tentukan yaitu dengan mengambil turunan pertama persamaan (9–26) terhadap waktu.
( ) ( )
( )( )ϕω
ωϕωω+−=
≡→+−=
=
tIIQtQ
dttdQtI
maks
maks
sinsin 00
9 – 5 Rangkaian R – L – C
Rangkaian R–C seperti yang telah kita bahas sebelumnya menunjukkan bahwa induktor berperan sebagai peredam arus listrik yang mengalir pada rangkaian, yang
(10–23)
(9–27)
Bab 9 Induktansi | 209
Rosari Saleh dan Sutarto
menghambat arus listrik sehingga arus listrik tersebut tidak langsung mengalir pada nilai maksimumnya melainkan naik sedikit demi sedikit.
Ketika induktor dihubungkan dengan kapasitor, terdpat perbedaan perilaku yang cukup signifikan. Bukannya menjadi peredam, induktor malah menyebabkan aliran muatan mengalami osilasi, demikian juga dengan arus listrik, lihat persamaan (9–26) dan (9–27). Apa yang akan terjadi jika induktor dan kapasitor, dan juga resistor, diletakkan dalam rangkaian yang sama? Rangkaian yang terdiri dari resistor, induktor dan kapasitor disebut rangkaian R–L–C. Supaya pembahasan kita lebih menarik, kita akan mulai dengan melihat skema rangkaian R–L–C seperti tampak pada Gambar 9.9.
Setelah kapasitor dimuati oleh sumber tegangan V, posisi saklar diubah ke posisi 2. Kapasitor bertindak sebagai sumber tegangan untuk induktor dan resistor. Dengan menerapkan aturan loop, kita peroleh:
0=++ LRC VVV
Tegangan sumber VC = Q/C, sedangkan tegangan yang mengalir ked an induktor masing-masing adalah VR = IR dan VL = LdI/dt.
0
00
2
2
2
2
=++
=++→=→=++
CQ
dtdQR
dtQdL
dtQdL
dtdQR
CQ
dtdQI
dtdILIR
CQ
Persamaan (9–28) mirip dengan bahasan osilasi teredam pada Bab 13 Gerak Harmonik sederhana. Persamaan tersebut dapat diselesaikan secara analitik. Dengan mengikuti logika penurunan persamaan pada Bab 13, solusi untuk persamaan (9–28) dapat ditentukan sebagai berikut. Misalnya kita ambil solusi persamaan (9–28) sebagai fungsi eksponensial:
( ) ( )tAtQ ηexp= (9–28)
Dengan A adalah amplitudo getaran (Coulomb) sedangkan h memiliki dimensi T-1. Dengan turunan biasa, kita
tentukan fungsi dtdQ
dtQd dan2
2
sebagai berikut:
Gambar 9.9 Rangkaian R–L–C terdiri dari sebuah kapasitor C, induktor L dan resistor R. Sebuah sumber tegangan V dihubungkan dengan kapasitor, proses pengisian kapasitor, dengan cara menghubungkan saklar pada posisi 1.
210 | Bab 9 Induktansi
Rosari Saleh dan Sutarto
( )
( )
( )
( ) ( ) ( ) 0expexpexp
exp
exp
exp
2
22
2
=++→
=
=
=
tAtAtA
tAdtdQ
tAdtdQ
tAQ
ηηηηη
ηη
ηη
η
Solusi persamaan (9–29) dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut:
( ) 01exp 2 =⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ ++
CRLtA ηηη
( )tA ηexp tidak mungkin bernilai nol karena jika fungsi tersebut nol maka kita tidak memiliki fungsi persamaan getaran. Agar persamaan tersebut dapat diselesaikan maka suku kedua haruslah benilai nol. Suku tersebut hanya persamaan kuadrat biasa dan karena biasa maka dapat diselesaikan dengan mudah yaitu:
LCLR
LR 1
42 2
2
−±−=η (9–30)
Solusi untuk h antara lain:
⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛−+−=
LCLR
LRA 1
42exp 2
2
11η
dan
⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛−−−=
LCLR
LRA 1
42exp 2
2
22η
Sehingga:
⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛−−−+
⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛−+−=+=
LCLR
LRA
LCLR
LRA 1
42exp1
42exp 2
2
22
2
121 ηηη
Solusi persamaan (9–28) dengan demikian adalah:
( ) ( ) ( )
( ) tL
RLC
iL
RtAtL
RLC
iL
RtAtQ
tQtQtQ
⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛−−⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛−+
⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛−+⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛−=
+=
2
2
12
2
1
21
41exp
2exp
41exp
2exp
Suku pangkat pada eksponensial memiliki dimensi [T-1], sama dengan dimensi frekuensi sudut ω, sehingga kita bisa mengidentifikasi suku pangkat sebagai frekuensi sudut.
(9–29)
(9–31)
(9–32)
Bab 9 Induktansi | 211
Rosari Saleh dan Sutarto
Dengan menuliskan RLCLR
LCω=− 2
2
41 , maka persamaan
(9–32) dapat kita tuliskan kembali menjadi:
( ) ( ) ( )
( ) ( )[ ]tiAtiAL
Rt
tiL
RtAtiL
RtAtQ
RLCRLC
RLCRLC
ωω
ωω
−++⎟⎠⎞
⎜⎝⎛−=
−⎟⎠⎞
⎜⎝⎛−++⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛−=
expexp2
exp
exp2
expexp2
exp
11
11
Dengan menuliskan φiei
AA2
01 = dan φie
iAA −−=2
02 yang
mana A0 dan φ adalah konstanta yang didefinisikan pada saat t = 0 maka:
( )( ) ( )( ) ( ) ( )( )
( ) ( )
( ) ( )φω
φω
ωφωφωφωφ
+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛−=
+=
+→
+⎟⎠⎞
⎜⎝⎛−=
+−++−+
tL
RtAtQ
ttQiee
ieeA
LRttQ
RLC
RLC
titititi RLCRLCRLCRLC
sin2
exp
sin222
exp
0
0
Dengan menuliskan RLCAL
RtA =⎟⎠⎞
⎜⎝⎛−
2exp0 maka solusi
persamaan (9–28) adalah:
( ) ( )φω += tAtQ RLCRLCsin (9–34)
Dengan 2
2
41
LR
LCRLC −=ω dan ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛−=
LRtAARLC 2
exp0
menyatakan frekuensi sudut dari osilasi teredam yang terjadi. Pada t = 0, amplitudo gelombang adalah
maksimum yaitu 00 2exp A
LRtA =⎟
⎠⎞
⎜⎝⎛− . Seiring dengan
berjalannya waktu, amplitudo semakin lama semakin mengecil secara eksponensial. Pola gelombang yang muncul tetap menunjukkan pola gelombang harmonik karena terdapat fungsi sinus yaitu ( )t'sin ωφ + . Bentuk grafik yang merepresentasikan gejala osilasi teredam pada rangkaian R–L–C adalah seperti terlihat pada Gambar 9.10. Persamaan arus listrik rangkaian RLC dapat diperoleh denga mencari turunan pertama terhadap waktu dari persamaan (9–34), yaitu:
( ) ( )
( ) ( )φωω +=
=
tosAtIdt
tdQtI
RLCRLCRLC c (9–35)
Arus listrik juga membentuk persamaan osilasi teredam.
Gambar 9.10 Grafik osilasi teredam pada rangkaian RLC. Amplitudo meluruh secara eksponensial sedangkan muatan berosilasi relatif terhadap waktu.
212 | Bab 9 Induktansi
Rosari Saleh dan Sutarto
Bab 9 Rotasi Benda Tegar Gambar Cover Bab 9 Rotasi Benda Tegar Sumber: Dokumentasi Penulis
Gambar Sumber Gambar 9.1 Sebuah rangkaian listrik yang terdiri dari kawat penghantar dan sebuah resistor. Rangkaian dihubungkan dengan sumber tegangan. Ketika saklar di on kan, arus listrik mengalir pada rangkaian.
Halliday, R., Walker. 2006. Fundamental of Physics, 7th Edition. John‐Willey and Sons, Inc. Page: 1015.
Gambar 9.2 Rangkaian menginduksi dirinya sendiri melalui perubahan fluks magnetik yang mengenai loop tersebut. GGL induksi yang dihasilkan terepresentasi dalam εin.
Halliday, R., Walker. 2006. Fundamental of Physics, 7th Edition. John‐Willey and Sons, Inc. Page: 1015.
Gambar 9.3 Sebuah toroida memiliki N lilitan. Toroida diberi arus listrik sebesar I
Fishbane, P.M., et.al. 2005. Physics for Scientists and Engineers with Modern Physics, 3rd Edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Page: 831.
Gambar 9.4 Dua rangkaian listrik didekatkan satu sama lain. Fluks magnet yang terdapat pada loop 1 disebabkan oleh fluks magnetik dari loop 1 itu sendiri dan juga dari loop 2.
Fishbane, P.M., et.al. 2005. Physics for Scientists and Engineers with Modern Physics, 3rd Edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Page: 894.
Gambar 9.5 Dua buah solenioda dengan jari‐jari masing‐masing r1 dan r2 dimana r1 < r2 diletakan secara konsentris.
Tipler, P.A. and Mosca, G. Physics For Scientist and Engineers: Extended Version, 5th Edition. W.H. Freeman & Company. Page: 941.
Gambar 9.6 Rangkaian R–L seri yang dihubungkan dengan sumber tegangan.
Serway, R.A and Faughn, J.S., 1999. College Physics, 7th Edition, USA: Harcourt Brace College Publisher. Page: 680.
Gambar 9.7 Grafik antara arus listrik terhadap waktu pada rangkaian R – L. Arus listrik naik secara eksponensial dan ketika mencapai limit waktu tertentu, arus listrik mendekati keadaan stabil.
Serway, R.A and Faughn, J.S., 1999. College Physics, 7th Edition, USA: Harcourt Brace College Publisher. Page: 681.
Gambar 9.8 Rangkaian L–C terdiri dari kapasitor C, induktor L dan beda potensial V. Pada saat saklar berada pada posisi 1, terjadi proses pengisian kapasitor. Pada saat saklar berada pada posisi 2 kapasitor berperilaku sebagai sumber tegangan bagi induktor.
Serway, R.A and Faughn, J.S., 1999. College Physics, 7th Edition, USA: Harcourt Brace College Publisher. Page: 709.
Gambar 9.9 Rangkaian R–L–C terdiri dari sebuah kapasitor C, induktor L dan resistor R. Sebuah sumber tegangan V dihubungkan dengan kapasitor, proses pengisian kapasitor, dengan cara menghubungkan saklar pada posisi 1.
Serway, R.A and Faughn, J.S., 1999. College Physics, 7th Edition, USA: Harcourt Brace College Publisher. Page: 699.
Gambar 9.10 Grafik osilasi teredam pada rangkaian RLC. Amplitudo meluruh secara eksponensial sedangkan muatan berosilasi relatif terhadap waktu.
Halliday, R., Walker. 2006. Fundamental of Physics, 7th Edition. John‐Willey and Sons, Inc. Page: 1033.
Daftar Pustaka
Serway, R.A and Faughn, J.S., 1999. College Physics, 7th Edition, USA: Harcourt
Brace College Publisher.
Dick, Greg, et.al. 2001. Physics 11, 1st Edition. Canada: McGraw-Hill Ryerson.
Dick, Greg, et.al. 2001. Physics 12, 1st Edition. Canada: McGraw-Hill Ryerson.
Fishbane, P.M., et.al. 2005. Physics for Scientists and Engineers with Modern
Physics, 3rd Edition. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Huggins, E.R. 2000. Physics 2000. Moose Mountain Digital Press. Etna, New
Hampshire 03750.
Tipler, P.A. and Mosca, G. Physics For Scientist and Engineers: Extended Version,
5th Edition. W.H. Freeman & Company.
Young, Freedman. 2008. Sears and Zemanky’s University Physics with Modern
Physics, 12th Edition. Pearson Education Inc.
Crowell, B. 2005. Electricity and Magnetism. Free Download at:
http://www.lightandmatter.com.
Crowell, B. 2005. Optics. Free Download at: http://www.lightandmatter.com.
Halliday, R., Walker. 2006. Fundamental of Physics, 7th Edition. USA: John Wiley &
Sons, Inc.
Pain, H.J. 2005. The Physics of Vibrations and Waves, 6th Edition. John Wiley &
Sons Ltd, The Atrium, Southern Gate, Chichester, West Sussex PO19
8SQ, England.
Mason, G.W., Griffen, D.T., Merril, J.J., and Thorne, J.M. 1997. Physical Science
Concept, 2nd Edition. Published by Grant W. Mason. Brigham Young
University Press.
Cassidy, D., Holton, G., and Rutherford, J. 2002. Understanding Physics, Springer–
Verlag New York, Inc.
Serway, R.A. and Jewet, J. 2003. Physics for Scientist and Engineers, 6th Edition.
USA: Brooks/Cole Publisher Co.
Vanderlinde, J. 2005. Classical Electromagnetic Theory, 2nd. Kluwer Academic
Publisher, Dordrecht.
Griffith, D.J. 1999. Introduction to Electrodynamics, 3rd Edition. Prentice Hall, Upper
Saddle River, New Jersey 07458.
Reitz, J.R., Milford, F.J., and Christy, R. W. 1993. Foundations of Electromagnetic
Theory, 4th Edition. USA: Addison-Wesley Publishing Company.
Bloomfield, L. 2007. How Everything Works: Making Physics Out of The Ordinary.
USA: John Wiley & Sons, Inc.
top related