bab 2 landasan teori - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/bab...
Post on 10-May-2018
219 Views
Preview:
TRANSCRIPT
9
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Internet
Internet ditemukan pada tahun 1969, ketika Departemen Pertahanan Amerika
Serikat mendukung pembuatan hubungan antar komputer di beberapa universitas
untuk menciptakan suatu model untuk jaringan yang berlebihan di seluruh Negara
yang mengizinkan angkatan bersenjata dan anggota pemerintah untuk menjaga
hubungan komunikasi setelah serangan musuh (Warwick et Al, 2000, p:14). Selain
itu, proyek ini telah meluas menjadi suatu koleksi dari jaringan interkoneksi, yang
menyediakan konektivitas kepada jaringan lokal pada bermacan situs yang melewati
Negara secara keseluruhan.
Selama beberapa tahun internet telah berkembang secara drastis dan dengan
cepat telah menjadi jangkauan secara global dan juga sebagai tempat tersedianya
bahan-bahan atau informasi untuk eksploitasi secara komersil. Secara sederhana,
internet kini telah menyediakan satu set layanan yang kaya dan meluas di seluruh
sektor ekonomi dan kelompok (Warwick et Al, 2000). Perkembangan internet bisa
disamakan seperti makhluk hidup yang sedang berkembang dan masih akan terus
berkembang.
10
Melalui internet, semuanya bergerak semakin mendekat secara bersamaan,
menghasilkan waktu respon yang mendekati nol dan hampir tidak memiliki jarak
(Amor, 2000). Teknologi hari ini telah secara luas digunakan oleh berbagai organisasi
karena mereka percaya bahwa internet akan memberikan keuntungan yang banyak
dalam hal kemudahan akses, penekanan biaya, tanggapan yang cepat dan kesetiaan.
Ada banyak aplikasi internet dan diasosiasikan dengan protokol lapisan
aplikasi. Bagaimanapun, dua aplikasi internet hamper relevan dengan e-commerce
adalah World Wide Web atau dengan sederhana kita menyebutnya dengan Web dan
Surat Elektronik atau email. Web adalah pencarian informasi yang pintar dan lengkap
(Berners-Lee, 1999). Aplikasi ini bekerja dengen mempresentasikan pengguna
dengan suatu gambaran yang disebut dengan Dokumen Hypermedia. Dokumen
tersebut meliputi informasi multimedia (teks, grafik, gambar, suara dan video) yang
mana juga tersimpan referensi terhadap dokumen hypermedia lainnya yang disimpan
didalam server yang sama ataupun yang berada pada system lain yang dapat diakses
melalui web. Email secara mendasar merupakan aplikasi yang dapat mengirimkan
pesan dari satu sistem ke sistem lain. Untuk secara jelas, surat elektronik dapat
digambarkan sebagai seseorang yang berada pada satu sistem (asal) mengirimkan
pesan ke satu ataupun lebih yang berada pada sistem lain (penerima) (Warwick,
2000) Aplikasi email penerima bertindak sebagai jaringan penerima, secara periodik
atau berdasar perintah, berkomunikasi dengan server dari email tersebut untuk
memeriksa kotak surat dan menampilkan bila ada surat baru( Meyers, 1994).
11
Pengguna internet didunia pada kuartal pertama tahun 2008 adalah
sekitar1,407 miliar jiwa, dimana 530 juta merupakan pengguna internet Asia
(http://www.Internetworldstats.com , 2008). Hasil tersebut akan terus berkembang
setiap tahunnya. Selain itu, pengguna internet di Indonesia diprediksikan akan
mencapai 25 juta pada tahun 2008 (APJII, 2008) Dengan melihat hasil ini, dapat
disimpulkan bahwa aplikasi e-commerce di Indonesia masih merupakan pasar
potensial bagi perusahaan untuk mulai berpindah ke area internet commerce.
2.2 E-commerce
Aplikasi e-commerce digunakan pertama kali pada awal tahun 1970, dimana
Transfer Dana Elektronik telah digunakan oleh beberapa perusahaan besar, lembaga
keuangan dan perusahaan bisnis skala kecil yang cukup berani. Dengan komersilisasi
dari internet pada awal tahun 1990, dan dengan cepat tumbuh dan berkembang
menjadi jutaan konsumen potensial, Internet telah menjadi suatu investasi dan
aplikasi e-commerce berkembang secara drastic. (Turban, 2000).
E-commerce merupakan suatu konsep baru yang menggambarkan proses
pembelian dan penjualan ataupun pertukaran produk, jasa dan informasi melalui
jaringan internet termasuk Internet (Turban et Al, 2001 p4). Selain itu juga, Kalakota
dan Whinston (1997) mendefinisikan E-commerce dari beberapa pandangan seperti
berikut:
12
‐ Dari pandangan komunikasi e-commerce adalah penyampaian informasi dari
suatu produk atau jasa, atau pembayaran melalui sambungan telepon, jaringan
computer atau hal lain yang terkait dengan makna elektronik.
‐ Dari pandangan proses bisnis, e-commerce merupakan penerapan teknologi
kedepan dalam hal otomatisasi dari transaksi bisnis dan aliran kerja.
‐ Dari pandangan jasa, e-commerce merupakan suatu perangkat yang ditujukan
bagi perusahaan, konsumen dan manajemen dalam rangka memangkas biaya
jasa atau layanan sementara itu terus meningkatkan kualitas dari produk dan
meningkatkan kecepatan pengiriman jasa layanan.
‐ Dari pandangan Online, e-commerce menyediakan kemampuan untuk
membeli dan menjual produk serta informasi melalui internet dan jasa layanan
Online lainnya.
Bagaimanapun, penggunaan dari e-commerce tidak hanya sebatas dari proses
membeli atau menjual sesuatu. Hal tersebut bisa menjadi bermacam-macam,
tergantung dari derajat digitalisasi dari suatu produk atau jasa yang dijual, proses
itu sendiri serta agen pelayanan (perantara). Choi (1997) membuat suatu model
yang menjelaskan konfigurasi yang mungkin dari dimensi-dimensi tersebut.
13
Gambar 2.1 Dimensi dari E-commerce
(Sumber : Choi et. Al, 1997, hal.18)
Dengan penjelasan sebagai berikut:
Terdapat tiga bagian besar yang membangun dimensi tersebut, diantaranya
adalah sebagai berikut : (1) Produk, (2) Perantara (3) Proses. Tiap bagian dimensi
tersebut bisa merupakan fisik atau digital, sehingga dalam dimensi tersebut akan
terdapat delapan kotak, dimana masing-masing kotak tersebut memiliki tiga dimensi.
Pada e-commerce tradisional, seluruh dimensi berupa dimensi fisik (kotak pojok kiri
bawah) and pada e-commerce murni, seluruh dimensinya berupa digital (kotak pada
sudut kanan atas). Sedangkan kotak-kotak lainnya merupakan gabungan dari dimensi
fisik dan digital.
Partial Electronic Commerce Areas
Pure Electronic Commerce
Digital Product
PhysicalProduct
Virtual Product
Digital Proses
Physical Proses
Physical Agent
Digital Agent
Virtual Player
T r a d i t i o n a l C omme r c e
14
Model ini dapat menjelaskan mengapa belanja online melaui computer dalam
sudut pandang perusahaan dapat di kategorikan menjadi e-commerce yang tidak
murni dikarenakan pengantarannya dapat melalui jasa lain, seperti kurir lokal.
2.2.1 Klasifikasi dari aplikasi E-commerce
Aplikasi dari e-commerce terbagi kedalam 3 kategori (Turban et. al,2000,p.7).
Pertama, pembelian dan penjualan barang dan jasa. Kategori ini biasanya mengacu
sebagai pasar elektronik. Dalam pasar ini, pusat bisnis bukanlah bangunan fisik,
melainkan lebih kepada lokasi yang didasarkan pada jaringan dimana interaksi bisnis
terjadi. Kategori berikutnya, memfasilitasi aliran informasi, komunikasi dan
kolaborasi dari inter dan intra-organisasi. Kategori ini mengacu pada Sistem Inter
Organisasi (Inter Organizational System / IOS). Sebuah IOS meliputi kumpulan
informasi antara dua atau lebih organisasi. Secara umum, IOS terdiri dari pemrosesan
transaksi, seperti mengirimkan order,tagihan dan pembayaran dengan menggunakan
EDI atau extranet. Dengan kata lain, IOS digunakan secara eksklusif untuk aplikasi
B2B. Kategori e-comerce yang terakhir adalah kategori yang menyediakan layanan
konsumen.
15
2.2.2 Klasifikasi dari E-commerce berdasarkan Transaksi
E-commerce pada umumnya dapat diklasifikasikan berdasarkan transaksi.
Tipe-tipe e-commerce dapat digambarkan sebagai berikut (Turban et. al,2000,p. 11) :
‐ Business to Business (B2B)
Hampir seluruh e-commerce saat ini merupakan tipe B2B. Hal tersebut karena
tipe ini sudah termasuk transaksi IOS dan transaksi pasar elektronik antar
organisasi.
‐ Business to Customer (B2C)
Secara umum, transaksi eceran melibatkan pembelanja individu dan
perusahaan yang menyediakan aplikasi e-commerce, Dalam kasus ini, Belanja
Online.
‐ Consumer to consumer (C2C)
Dalam kategori ini, konsumen menjual produk atau jasa langsung ke
konsumen lainnya. Ada beberapa yang menjual produk atau jasa
menggunakan iklan dan setelah itu penjualan dilakukan di web site.
‐ Consumer to Business (C2B)
Kategori ini termasuk individu yang menjual produk atau jasa ke organisasi.
16
‐ Non business E-commerce
Jenis dari e-commerce ini termasuk juga institusi non-bisnis seperti institusi
akademik, organisasi non-profit, organisasi keagamaan dan agen pemerintah
yang menggunakan e-commerce untuk menekan pengeluaran mereka.
‐ Intra business (organizational) E-commerce
Kategori ini termasuk semua aktifitas internal, biasanya dilakukan dalam
bentuk Intranet yang melibatkan pertukaran produk dan jasa atau informasi
2.3 Belanja Online
Belanja online telah menjadi popular saat ini karena ada banyak orang
menggunakan keunggulan ini untuk membeli sesuatu dari perusahaan internet.
Keragaman produk yang ditawarkan di internet seperti aksesoris komputer (perangkat
lunak dan perangkat keras), buku, kaset, tiket, video, majalah, bunga, dll. Umumnya,
orang membeli produk tersebut karena bukan hanya mereka memiliki banyak pilihan,
namun mereka dapat membandingkan dan memeriksa harga dari produk tersebut
dengan perusahaan lain. Bagaimanapun, apakah belanja online merupakan cara
terbaik untuk membeli suatu produk masih dipertanyakan, terutama di Indonesia,
dimana seringkali bertubrukan dengan budaya di Indonesia sendiri, ketika hal tersebut
ikut terlibat didalamnya.
17
Belanja online diklasifikasikan sebagai transaksi e-commerce Business to
Consumer (B2C) (Turban et. al,2000). Hal ini biasanya terkait dengan transaksi
eceran dengan pembelanja individu. Perusahaan B2C merancang bisnis mereka
dengan cara mempersiapkan pemeliharaan pencatatan transaksi yang baik,
kemampuan pelacakan, dapat dipertanggung jawabkan serta kontrak secara formal.
Terkadang, perusahaan menggunakan tempat berbelanja (e-malls) sebagai perantara
mereka untuk mempromosikan produk mereka atau sebagai tempat penjualan mereka.
Tren ini sangat berguna bagi perusahan kecil menengah yang ingin mendirikan web
site e-commerce namun dengan dana yang terbatas. Sebagai contoh, Portal seperti E-
glodokshop (http://www.glodokshop.com) terdiri atas kumpulan perusahaan-
perusahaan kecil yang melakukan perdagangan secara elektronik melalui internet.
Ada beberapa keuntungan dan kerugian melakukan belanja online menurut
pandangan konsumen. Secara ringkas, keuntungan dari berbelanja online adalah
sebagai berikut :
1. Terdapat banyak informasi mengenai produk tertentu di internet
2. Produk dapat diperbandingkan dengan toko lain yang menjual produk
yang sama dalam hal harga, lamanya pengiriman serta keberagaman
produk yang ditawarkan.
3. Hal ini simple dan sangat mudah untuk dimenerti.
4. Hal ini juga mengurangi waktu yang terbuang.
18
Disisi lain, kerugian dari belanja online, dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Tidak adanya produk secara fisik.
2. Masalah Keamanan.
3. Hukum dan Regulasi yang berbeda di setiap negara.
2.4 Kriteria Penerimaan Pengguna
Ide yang mendasar untuk mencari kriteria penerimaan dari pengguna
ditemukan oleh Davis (1986) yang mengembangkan Model Penerimaan Teknologi
(Technology Acceptance Model /TAM) serta telah digunakan secara luas untuk
menganalisa perilaku pengguna yang berhubungan dengan lingkungan teknologi
informasi.
Teori dasar dari TAM berasal dari Theory of reason Action (TRA), yang mana
dikembangkan, oleh Fishbein and Ajzen. Menurut TRA, Rasa kepercayaan
mempengaruhi perilaku, yang mana berubah menjadi suatu pengertian yang
menghasilkan perilaku tertentu. Goal dari TAM adalah “untuk memberikan
penjelasan faktor-faktor dari penerimaan computer secara umum, memungkinkan
menjelaskan perilaku konsumen diantara populasi pengguna dan pengguna putus dari
teknologi komputer secara luas, sementara hal yang sama telah menjadi hal yang sulit
dan ditutup-tutupi” (Liao et, Al,2000)
19
Selain itu, Davis mengembangkan TAM, yang mana termasuk dua konsep
didalamnya: Persepsi kegunaan dan Persepsi kemudahan penggunaan. Davis
mendefinisikan persepsi kegunaan sebagai derajat dimana seseorang mempercayai
bahwa menggunakan sebuah sistem yang bagus akan meningkatkan performa kerja
mereka, dan persepsi kemudahan penggunaan sebagai derajat dimana seseorang
mempercayai bahwa menggunakan sebuah sistem yang bagus akan menjadi suatu
upaya dan bebas.
Berdasar pada teori TAM, kriteria penerimaan pengguna dapat dimodifikasi
agar memenuhi kebutuhan dari persepsi belanja online. Oleh karena itu, Kriteria
penerimaan user harus menyangkut hal-hal berikut:
1. Keramahan Sistem
Keramahan sistem itu sendiri menjadi hal yang mendasar dengan kemampuan
pengguna mengoperasikan sistem secara mudah tanpa harus bergantung pada
keahlian teknik dari luar sistem.
2. Kehandalan Sistem
Kehandalan sistem mengacu kepada manajemen sistem dari bagaimana sistem
tersebut dapat mengatur sistem tertentu untuk menjadi lebih handal dan
efektif. Secara singkat, sistem tersebut memenuhi kebutuhan dan keinginan
dari konsumen yang melakukan belanja online, mengembangkan dan
20
meningkatkan sistem yang ada sehingga secara operasional bisa lebih efisien
dan dapat dihandalkan.
3. Kepuasan Konsumen
Memastikan kepuasan pelanggan baik individual ataupun korporat, dimana
sangat penting bagi perusahaan untuk meraih suatu keuntungan untuk
dibandingkan dengan perusahaan pesaing.
4. Keamanan Sistem
Keamanan sistem meliputi persoalan seperti hak pribadi, kerahasiaan dan
integritas dari transaksi melalui internet, karena transaksi melalui internet
meningkatkan pengetahuan untuk persoalan keamanan dan fokus mengenai
meraih gol dari bisnis yang aman.
2.5 Perilaku Konsumen
Perilaku pembelian menurut Sargeant dan West (2001) merupakan proses
dimana individu ataupun kelompok terpengaruh ketika mereka mengevaluasi,
mendapatkan dan menggunakan atau membuang barang, jasa atau ide. Arens (2004)
menegaskan pentingnya menemukan bahasa umum untuk suatu komunikasi, dimana
studi dari perilaku konsumen memungkinkan pemasar dan perusahaan untuk
memahami konsumen mereka dan menjaga mereka tetap tertarik akan penawaran
mereka. Hal terpenting dalam memahami perilaku konsumen adalah lebih spesifik
21
pada kesempatan yang ada di pasar, seleksi target konsumen, bauran pemasaran atau
marketing mix, dan mengirimkan pesan yang cocok. Tujuan dari mempelajari tentang
konsumen “perilaku pembelian adalah “dari suatu perspektif bisnis, memungkinkan
untuk lebih efektif dalam menjangkau konsumen dan meningkatkan kemungkinan
untuk sukses (Sargeant dan West, 2001). Area dari perilaku konsumen menyinggung
atas sejumlah ide dan model yang membuat dibutuhkannya penyeleksian untuk
beberapa bagian. Aspek-aspek diatas dipilih dengan tujuan dari tesis ini, dimana
beberapa bagian secara umum menyangkut keputusan pembelian konsumen.
2.6 Konsep Kepuasan Konsumen
Saat ini, konsep kepuasan konsumen telah menjadi lebih penting dan suatu
kewajiban untuk perusahaan yang berencana untuk bergerak secara global. Salah satu
objektif dari seiap perusahaan adalah memuaskan konsumen mereka sehingga
perhatian tersebut akan memberikan nilai tambah bagi perusahaan.
Kepuasan konsumen tergantung pada performa persepsi produk saat nilai
yang diterima berhubungan dengan ekspektasi pembeli (Kottler et. al,2000,p.8). Jika
performa produk itu jatuh dan jauh dari ekspektasi konsumen, maka pembeli kecewa.
Namun jika performa sama dengan ekspektasi dari pembeli, maka pembeli akan
terpuaskan. Dalam hal ini, jika performa melebihi ekspektasi, pembeli akan sangat
senang. Oleh karena itu, perusahaan harus mengatur perusahan mereka untuk
22
menjaga konsumen mereka terpuaskan. Konsep ini pun bisa diterapkan pada semua
perusahaan e-commerce di internet, dimana mereka menjual produknya kepada
pengguna putus. Jika konsumen dari pembelanja online merasa mereka puas, mereka
tentunya akan dating kembali untuk membeli produk yang lain, namun jika mereka
tidak puas, maka mereka tidak akan dating kembali.
Terdapat bermacam-macam pendekatan untuk mengeliminasi jenjang antara
hasil dan ekspektasi dalam membangun kepuasan konsumen. Secara mendasar, hal
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Mengurangi jenjang antara perusahaan dan ekspektasi konsumen
2. Perusahaan harus melakukan apapun untuk memuaskan konsumen ketika
membangun hubungan yang baik dengan konsumen.
3. Merespon keluhan konsumen secepatnya.
2.7 Konsep Keamanan di Internet
Saat ini, banyak organisasi yang mengimplementasikan aplikasi e-commerce
agar lebih kompetitif dan inovatif disemua aspek organisasi. Bagaimanapun,
komunikasi melalui internet telah terbuka dan tidak terkendali (Amor, 2000). Situasi
ini akan mengkhawatirkan banyak pengguna untuk lebih berhati-hati ketika
melakukan transaksi melalui internet.
23
Menurut Ford dan Baum (2000), keamanan informasi memiliki empat objektif
utama:
1. Kerahasiaan: Memastikan bahwa informasi tidak terlihat atau tersingkap oleh
orang-orang yang tidak berhak.
2. Integritas: Memastikan konsistensi data, secara khusus, mencegah pembuatan,
pengubahan dan penghapusan data dari pihak yang tidak memiliki akses.
3. Ketersediaan: Memastikan pengguna yang sah tidak digunakan oleh orang
yang tidak berhak atau dengan cara yang tidak semestinya.
Berdasarkan dari objektif diatas, banyak perusahaan di internet mengkhawatirkan
tentang persoalan keamanan dengan mengimplementasikan kebijakan keamanan,
pelindungi privasi pengguna dan melibatkan pihak lain yang menyediakan garansi
kemananan agar dapat meyakinkan dari terjadinya transaksi internet yang aman.
2.8 Proses Keputusan Pembeli
Seperti yang dipresentasikan oleh Kotler et al. (2005) proses keputusan
pembeli terdiri dari lima tahap, yaitu pengenalan kebutuhan,pencarian informasi,
evaluasi dari alternative yang ada, keputusan pembelian dan perilaku konsumen
setelah pembelian. Pengertian yang terpenting adalah bahwa pembelian harus dilihat
sebagai sebuah proses daripada hanya sekedar suatu kegiatan, seperti yang terlihat
pada gambar dibawah ini. Konsumen tidak perlu bersusah payah melewati kelima
24
tahapan pada setiap situasi pembelian, karena beberapa pembelian terkadang lebih
kompleks dari yang lain, seperti dijelaskan pada gambar berikut.
Gambar 2.2 Proses Keputusan Pembeli (Kotler, 2005).
Tahap pertama dalam proses pembelian adalah pengenalan kebutuhan, sebagai
contoh konsumen merasakan perbedaan antara keadaan mereka yang sesungguhnya
dan beberapa keadaan yang diinginkan. Keubuthan dapat di aktivasi oleh stimulant
internal maupun eskternal ketika stimul internal mengharuskan konsumen
mengerjakan kebutuhan normalnya (merasa lapar, hapus, dll) Stimul eksternal, dilain
pihak bisa menjadi tanda yang memacu rasa lapar, suatu kekaguman pada suatu objek
dsb. Pemahaman dari pengenalan kebutuhan menjelaskan kebutuhan jenis apa yang
dipacu oleh produk tertentu yang secara signifikan dari suatu bisnis atau pandangan
pemasar (Kotler et al. 2005).
Langkah kedua adalah mencari informasi yang berhubungan dengan produk
yang akan memberikan kepuasan akan kebutuhan konsumen. Seperti dijelaskan
diatas, konsumen memungkinkan untuk melewati beberapa step karena kompleksitas
dan kepentingan dalam pembelian. Jika konsumen sudah mempunyai rasa puas
terhadap suatu produk di benak mereka, pencarian informasi lebih banyak tidak akan
terjadi. Jumlah informasi yang dibutuhkan secara langsung berhubungan dengan
biaya dan keuntungan dari pencarian informasi itu sendiri. Faktor yang bermain disini
25
adalah kemudahan mengakses informasi, jumlah informasi yang ada pada awal,
kepuasan dalam melakukan pencarian, dsb. Informasi tambahan bisa didapat melalui
sumber pribadi, sumber komersial dan sumber yang pernah mengalami/membelinya.
Sumber pribadi pada intinya adalah orang-orang dimana mengenal konsumen dalam
hal pribadi, seperti keluarga, teman, dsb. Sumber komersial adalah pesan pemasaran
secara umum yang dikirimkan perusahaan dalam berbagai cara. Sumber umum adalah
dengan kata lain media, organisasi dan semacamnya dimana konsumen dapat meng-
ekstrak informasi dari produk spesifik yang dicari. Sumber berpengalaman adalah
yang berhubungan dengan percobaan atas suatu produk atau pengalaman sebelumnya,
dsb. Perusahaan dapat menyimpan sejumlah sumber yang besar dengan
mengindentifikasikan sumber informasi dari konsumen dan kepentingan mereka
masing masing. Setelah hal tersebut dilakukan, perusahaan akan dengan mudah
menyesuaikan marketing mix untuk tujuan dari suatu kondisi (Kotler et al. 2005).
Langkah ketiga menitikberatkan kepada evaluasi dari alternative yang tersedia
pada saat itu. Ketersediaan dari alternative saat ini sangatlah dipengaruhi oleh
keuntungan yang ditawarkan oleh suatu produk yang diinginkan oleh konsumen. Satu
aspek yang relevan dengan atribut produk yang saat ini sedang dicari dan bagaimana
pentingnya setiap atribut itu sendiri. Aspek yang lain melibatkan kepercayaan
terhadap brand dimana beberapa brand lebih disukai daripada brand lainnya. Ada
bermacam aturan pengambilan keputusan yang dapat membantu konsumen ketika
memilih alternative, mulai dari perhitungan yang hati-hati sampai impulse atau
26
pengambilan keputusan secara intuisi. Hal ini berarti bahwa proses evaluasi
konsumen sering tergantung kepada situasi yang terjadi dan konsumen individual
(Kotler et al., 2005).
Langkah ke empat, keputusan pembelian, intinya tergantung pada hasil dari
proses evaluasi, sebagai contoh konsumen memutuskan untuk membeli produk yang
paling menguntungkan menurut atribut produk, pemilihan brand atau aturan
keputusan dalam proses evaluasi. Bagaimanapun, terdapat juga beberapa ketercualian
dari keputusan pembelian secara umum. Dua faktor pada gambar dibawah, yang
dapat mempengaruhi tujuan pembelian adalah perilaku orang lain dan faktor
perubahan yang tidak terduga. Orang yang dekat dengan konsumen dapat
mempengaruhi tujuan pembelian jika perilaku orang tersebut kuat dan jika konsumen
memilih untuk bertindak sesuai dengan perilaku tersebut. Faktor perubahan yang tak
terduga terjadi tanpa kendali dari konsumen itu sendiri dan mempengarhui tujuan
pembelian dengan mengubah keadaan yang mana memungkinkan memaksa
konsumen untu memikirkan kembali proses secara keseluruhan. Keputusan
pembelian harus banyak dilakukan dengan meminimalisasi resiko yang terkait dengan
pembelian, yang mana mengapa konsumen mengerjakan beberapa tindakan seperti,
pencarian informasi, memilih brand tertentu atau mengabaikan produk yang tidak
memiliki garansi, menyebutkan beberapa (Kotler, 2005)
p
a
e
t
k
p
m
p
D
e
m
l
p
p
(
Gambar 2
Taha
pembelian, y
atau ketidak
ekspektasi c
terjadi adal
konsumen
perusahaan,k
membeli ke
positif dari W
Di sisi lain,
efek Word
mengacu ke
lebih banyak
positif, yang
perlu untuk
(Kotler et al
2.3 Tahap-ta
ap terakhir,
yang mana m
kpuasan kons
consumer ses
lah sebalikn
merupakan
karena kepu
mbali produ
Word Of Mo
konsumen y
Of Mouth d
epada keluh
k orang dan
g mana sec
k mencocoka
., 2005).
ahap antara e
(
yakni taha
melibatkan t
sumen sete
suai dengan
nya, maka
n sangat
uasan konsum
uk yang ber
outh, tanpa m
yang kecewa
daripada kon
an daripada
memiliki efe
cara jelas m
an atau mem
evaluasi dari
(Kotler, 200
ap ke lima
tindakan yan
lah produk t
persepsi per
konsumen
penting ba
men adalah
asal dari pe
memperhatik
a akan menye
nsumen yang
a pujian. Wo
fek yang lebi
mengindikasi
menuhi eks
alternatif da
5).
adalah per
ng lebih jau
tertentu dibe
rforma yang
akan kece
agi eksiste
secara umum
erusahaan ter
kan brand pe
ebarkan seca
g terpuaskan
ord of Mout
ih besar dari
kan bahwa
spektasi kon
an keputusan
rilaku setela
uh berdasar p
eli. Kepuasa
g diterima. K
ewa. Menja
ensi dan
m adalah ke
rsebut, men
esaing dan p
ara merata e
n, meskipun
th negatif a
ipada efek W
perusahaan
nsumen agar
n pembelian
ah melakuk
pada kepuas
an hadir keti
Ketika hal ya
aga kepuas
kesejahtera
einginan unt
nyebarkan ef
penawaranny
mpat kali lip
n hal itu leb
akan mencap
Word Of Mou
n dan pemas
r tetap suks
27
kan
san
ika
ang
san
aan
tuk
fek
ya.
pat
bih
pai
uth
sar
ses
28
2.9 Pengaruh Kelompok
Konsumen terpengaruh oleh beberapa faktor social dalam perilaku pembelian
mereka, seperti keluarga, kelompok, aturan sosial dan status. Kelompok utama adalah
keluarga, teman, tetangga atau kelompok lain dimana konsumen melakukan interaksi
informal secara teratur. Kelompok ke dua di sisi lain merupakan kelompok orang
yang tidak begitu sering namun lebih kepada pertemuan normal seperti kelompok
keagamaan, organisasi, asosiasi professional dan lain lain (Kotler et al., 2005;
Sargeant & West, 2001). Kelompok mempengaruhi perilaku konsumen dalam
berbagai cara dan Kotler et al. (2005) berpendapat bahwa pengaruhg kelompok
adalah pengaruh tertinggi untuk pembelian yang terlihat. Hal yang sama juga
dikemukakan oleh Sargeant and West (2001), dimana penulis berpendapat bahwa
pengaruh kelompok terbesar terjadi untuk produk dengan kategori produk High Risk.
Gambar berikut menunjukkan tingkat dari pengaruh kelompok terkait dengan produk
dan pemilihan brand untuk ke empat tipe produk.
Produk terkemuka jatuh kedalam kemewahan dan kebutuhan khalayak umum
karena produk tersebut terlihat secara sosial. Perbedaan antara kebutuhan dan
kemewahan adalah tergantung bagaimana banyak atau sedikit orang memiliki produk
tersebut (Kotler , 2005).
29
Gambar 2.4 Pengaruh Group pada pemilihan produk dan brand (Kotler , 2005).
Pengaruh kelompok yang paling lemah adalah yang terkait dalam kebutuhan
pribadi. Hal tersebut dikarenakan produk tersebut dapat dikenali dan dimiliki oleh
mayoritas konsumen. Di lain pihak, pengaruh terkuat adalah sebagai kemewahan
publik. (Bearden & Etzel, 1982).
Kelompok tambahan dapat menjadi referensi dan kelompok aspirasi, dimana
kelompok referensi ini mempengaruhi perilaku konsumen dengan membandingkan
atau mereferensikan suatu produk atau brand. Dalam kasus ini, konsumen
terpengaruh oleh kebutuhan mereka untuk menyocokkan dengan pendapat dan
perilaku kelompok tersebut. Kebutuhan ini secara sederhana datang dari
permasalahan menilai dan merasakan anggota kelompok kita, dan yang mana
pendapat dan persetujuannya sangat berarti (Arens, 2004). Pengaruh yang tinggi dari
kelompok referensi ini adalah kuat karena konsumen memandang anggota dari
30
kelompok mereka adalah masuk akal (Sargeant & West, 2001). Kelompok aspirasi
mempengaruhi konsumen secara tidak langsung dengan bertindak berdasar kasih
sayang untuk artis atau atlit favorit mereka (Kotler et al., 2005).
2.10 Keterlibatan (Involvement)
Tingkat keterlibatan adalah individu dan tergantung pada ketertarikan
konsumen atau pengenalan kepentingan. Suatu tingkat keterlibatan dan perbedaan
antar brand memutuskan bagaimana konsumen yang termotivasi adalah memproses
informasi (lihat gambar dibawah). Perilaku pembelian yang kompleks – Ada
beberapa faktor yang mungkin membuat konsumen secara tinggi ikut terlibat, sebagai
contoh ketika (Kotler et al., 2005) :
• Pembelian yang melibatkan resiko tinggi,
• Produk yang mahal,
• Ada perbedaan yang mencolok antar brand,
• Produk itu sendiri sangat mahal,
• Dan ketika produk itu jarang dibeli.
Gambar 2.5 Empat tipe perilaku pembelian (Kotler, 2005)
31
Dalam situasi seperti itu konsumen cenderung terbawa perilaku pembelian
yang kompleks. Dalam hal ini, kosumen harus memproses informasi yang cukup
banyak agar mampu memiliki pengetahuan tentang produk tersebut, membangun
kepercayaan dan sikap tentang hal itu, dan pada akhirnya membeli produk
tersebut,Sebagai contoh, sebuah computer personal dihubungkan sebagai sesuatu
yang kompleks sesuai kepada perbedaan yang cukup besar dalam hal spesifikasi
teknis dan brand (Kotler et al., 2005).
Ketidakcocokan – perilaku mengurangi pembelian– Dalam situasi dimana
konsumen melakukan ketidakcocokan – perilaku mengurangi pembelian, faktor yang
sama merupakan aturan yang penting sebagai perilaku pembelian yang kompleks,
terkecuali kita dapat menemukan sedikit perbedaan diantara brand yang ada. Oleh
karena itu, keterlibatan konsumen sangat tinggi, namun lebih cenderung untuk
membuat keputusan yang cepat setelah belajar tentang pilihan apa yang mereka
punya, dan harga terkadang menjadi faktor utama yang penting (Kotler et al., 2005).
Perilaku pembelian sehari-hari – Perikau pembelian sehari-hari dilakukan
ketika keterlibatan konsumen rendah. Disini lah terdapat perbedaan antar merk /
brand yang disadari sebagai sesuatu yang tidak signifikan, dan harga yang rendah.
Produk tersebut dibeli atas dasar keperluan sehari-hari, dan brand yang dipilih adalah
brand yang memang sering dibeli karena rutinitas (Kotler et al., 2005).
Perilaku pembelian yang mencari variasi – Pada perilaku inilah pengetahuan
yang tinggi tentang perbedaan brand sering menjadikan konsumen tersebut bergonta-
32
ganti brand. Konsumen yang memiliki tingkat keterlibatan yang rendah , jarang
memiliki rasa percaya tentang suatu produk sebelum mereka membeli produk
tersebut. Evaluasi dari produk tersebut pada akhirnya terjadi paska penggunaan /
konsumsi produk tersebut (Kotler et al., 2005).
Komunikasi dan bujuk rayu tidak sama, namun konsumen dapat terbujuk pada
beberapa perluasannya dengan memikirkan bentuk komunikasi yang terarah.
Pendekatan konsumen secara dua arah dapat digunakan dengan cara menggunakan
pengarahan terpusat dan sekeliling untuk mempengaruhi konsumen. Ketika
keterlibatan konsumen tinggi, pengarahan terpusat lebih cocok sebagai sarana
pendekatan. Namun, ketika tingkat keterlibatan konsumen terhadap suatu produk itu
rendah, maka pendekatan dengan pengarahan sekeliling akan lebih baik. (Arens,
2004). Tahap-tahap dari pendekatan terpusat dimulai dengan keterlibatan tingkat
tinggi dari konsumen tersebut untuk suatu produk atau pesan dimana perhatian dari
kesemuanya harus berada dipusat informasi yang berhubungan dengan produk
tersebut. Pendekatan dengan pengarahan sekeliling harus disesuaikan dengan tingkat
keterlibatan konsumen tingkat rendah dan perhatian yang dimunculkan di sekeliling
konsumen adalah yang tidak terkait dengan informasi produk tersebut.
Pengembangan jangka pendek pemahaman dari semua ini bertitik berat pada
informasi yang tidak terkait dengan produk tersebut serta ringan. Pendekatan
bertindak atas pemahaman yang bukan berasal dari produk tertentu dan perilaku
yang tidak mengarah pada produk itu sendiri, melainkan komunikasinya. (Arens,
33
2004). Untuk pembelian yang memerlukan tingkat keterlibatan yang tinggi dan ketika
suatu produk memiliki keunggulan yang berbeda, harus berfokus pada keunggulan
dari produk tersebut dan informasi pembanding. Meskipun begitu, kunci dari
pendekatan itu adalah mengulang pesan yang disampaikan pada konsumen agar
masuk dalam gambaran dan persepsi konsumen (Arens, 2004).
2.11 Perilaku Konsumen Online
Memahami mekanisme dari belanja secara virtual dan perilaku dari konsumen
online merupakan permasalahan utama bagi praktisi untuk berkompetisi dalam
marketplace virtual yang berkembang secara cepat. Topik ini pun secara cepat
menarik perhatian para peneliti. Indikasi dari hal ini adalah dengan fakta bahwa lebih
dari 120 makalah akademik dengan topic yang relevan diterbikan pada tahun 2001
(Cheung et al., 2003). Ekspansi secara berkelanjutan dari Internet dalam hal
pengguna, volum transaksi dan penetrasi bisnis, tidak mengejutkan semakin giatnya
dilakukan riset secara besar-besaran. Lebih dari 20 persen pengguna internet
dibeberapa Negara telah membeli produk dan jasa secara online (Taylor Nelson
Sofres, 2002) Sedangkan, lebih dari 50 persen dari pengguna internet di Amerika
Serikat secara teratur melakukan pembelian online (Forrester Research, 2003).
Pengembangan tersebut secara berangsur-angsur membentuk e-commerce menjadi
suatu aktivitas bisnis yang utama dimana pada waktu yang bersamaan konsumen
online semakin dewasa dan vendor virtual menyadari pentingnya dan mendesak para
34
professional untuk melakukan pendekatan berorientasi konsumen. Belum lagi dengan
menurunnya bisnis Internet pada akhir tahun 1990 dan kejadian berdasarkan
pengalaman dan cerita yang ada mengindikasikan bahwa banyak perusahaan online
masih belum secara keseluruhan memahami kebutuhan dan perilaku dari konsumen
online (Lee, 2002) dimana banyak diantara mereka “. . . terus berjuang dengan
bagaimana memasarkan dan mejual produk online secara efektif” (Joines et al., 2003,
p. 93). Seperti yang terjadi pada pemasaran tradisional pada waktu yang lalu, hampir
keseluruhan dari riset difokuskan pada identifikasi dan analisis dari faktor-faktor
bahwa pada cara bagaimana dapat mempengaruhi atau bahkan membentuk perilaku
konsumen online, Usaha riset yang cukup baik adalah dengan berfokus pada model
proses pengambilan keputusan dan pembelian online (Miles et al., 2000; Liu and
Arnett, 2000; Cockburn and McKenzie, 2001; Liao and Cheung, 2001; McKnight et
al., 2002; Joines et al., 2003; O’Cass and Fenech, 2003). Sedangkan banyak peneliti
tidak melihat dasar yang berbeda antara perilaku konsumen dalam pembelian online
maupun tradisional, hal ini sering diperdebatkan bahwa sebuah tahap baru telah
ditambahkan pada proses pembelian online: Langkah untuk membangun kepercayaan
(Lee, 2002; Liebermann and Stashevsky, 2002; McKnight et al., 2002; Suh and Han,
2002; Liang and Lai, 2002).
Kontribusi yang penting dalam mengklasifikasikan berkembangnya makalah
riset pada subjek dari perilaku virtual konsumen adalah Studi dari Cheung et al.
(2003). Penemuan dari resensi pustaka mereka yang lengkap dirangkum dalam
35
sebuah model yang menggambarkan kategori utama dari faktor-faktor yang
mempengaruhi konsumen online. Studi tersebut mengidentifikasikan dua kelompok
dari faktor tidak dapat di atur – karakteristik konsumen dan pengaruh lingkungan –
serta kelompok dari faktor yang dapat diatur sebagai berikut :
(1) Karakteristik Produk/Jasa
(2) Karakteristik Media Perantara
(3) Karakteristik Pedagang/perantara
Klasifikasi ini menggarisbawahi sebuah fakta bahwa hampir kebanyakan
periset – menyetujui saran bahwa – seperti pada pasar tradisional – interaksi terjadi
tidak hanya dari faktor yang dapat diatur dan faktor tidak dapat diatur, namun juga
proses pengambilan keputusan (O’Cass and Fenech, 2003).
2.12 Perkakas Pendekatan Pemasar Online dan Web
experience
Setelah faktor personal dan eksternal yang tak terkontrol yang mempengaruhi
perilaku pembelian, keterbukaan dari konsumen kepada pemasaran perusahaan dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan dengan menyediakan masukan bagi kotak
hitam konsumen dimana informasi diproses sebelum keputusan terakhir konsumen
diambil (Kotler, 2003). Pemasar Online dapat mempengaruhi proses pengambilan
keputusan dari konsumen virtual dengan mengikutsertakan perangkat pemasaran
tradisional secara fisik namun dengan cara membuat dan mengirimkan pengalaman
36
online yang benar, Web experience: suatu kombinasi dari fungsionalitas, informasi,
emosi, tanda, pendorong dan produk/jasa, dengan kata lain suatu campuran elemen
yang kompleks yang berjalan diatas 4P dari marketing mix tradisional. Media utama
untuk mengantarkan Web experience ini merupakan situs dari perusahaan itu sendiri,
sarana berkomunikasi antara perusahaan dan kliennya (Constantinides, 2004).
Tesis ini berfokus pada identifikasi dan klasifikasi dari elemen Web
experience : perangkat pemasaran dan pelaku dibawah kuasa dari pemasar internet
yang mana mampu mempengaruhi atau membentuk perilaku konsumen online
selama terjadinya interaksi secara virtual. Web experience merupakan indera perasa
yang baru, Masukan tambahan dalam kerangka perilaku pembelian tradisional yang
dapat ditemukan pada buku textbook marketing (Kotler, 2003). Pada gambar dibawah
ini sebuah kategori baru dari elemen yang terkontrol – Web experience – telah
ditambahkan pada faktor yang mempengaruhi konsumen online. Identifikasi dan
klasifikasi dari elemen Web experience adalah penting untuk suatu gambaran secara
keseluruhan dari pelaku terkontrol yang mungkin mempengaruhi atau bahkan
menentukan hasil dari interaksi virtual tersebut. Klasifikasi tersebut dapat membantu
praktisi marketing untuk mengenali dan secara lebih baik memahami potensi alami
dari perangkat pemasaran online mereka.
37
Gambar 2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen online
(Constantinides,2004)
2.13 Web experience: Definisi dan Artian
Beberapa praktisi dan akademisi telah mengidentifikasikan “online shopping
experience” atau “virtual experience” sebagai permasalahan pemasaran e-commerce
yang penting. Tamimi et al. (2003) mendefinisikan online shopping experience
sebagai suatu proses dari empat tahapan yang menggambarkan tahapan yang
berurutan dari suatu transaksi online. Mengingat bahwa konsumen online itu tidak
dapat secara sederhana dikatakan sebagai pembelanja, namun juga sebagai pengguna
teknologi informasi (Cho and Park, 2001) Satu yang dapat memperdebatkan bahwa
online experience merupakan permasalahan yang lebih rumit daripada physical
shopping experience: Web experience dapat didefinisikan sebagai kesan secara
keseluruhan dari seorang konsumen terhadap suatu perusahaan online (Watchfire
38
Whitepaper Series, 2000) yang diperoleh dari penggambaran mereka terhadap
kombinasi dari perangkat pemasaran virtual “. . .dibawah kontrol langsung dari
pemasar, memiliki kemungkinan untuk mempengaruhi perilaku pembelian konsumen
online” (Constantinides,2004, p. 60). Web experience mencakup elemen seperti
pencarian, browsing, penemuan, penyeleksian, membandingkan dan mengevaluasi
informasi sebagaimana berinteraksi dan bertransaksi dengan perusahaan online.
Kesan keseluruhan dari seorang konsumen virtual dan tindakan yang dilakukan
dipengaruhi oleh rancangan, pengalaman, emosi, atmosfir dan elemen lainnya yang
terjadi selama berinteraksi dengan situs yang dituju, elemen-elemen tersebut
bertujuan untuk menimbulkan keiigninan dan berpengaruh pada hasil dari interaksi
online[1]. Hal tersebut harus diperhatikan disini karena Web experience penting tidak
hanya untuk situs pemasaran produk atau jasa namun juga menargetkan konsumen
tertarik pada isi kandungan informasinya (berita, prakiraan cuaca, dll.), Situs tersebut
bertindak selaku perantara online dan secara umum untuk semua tipe usaha internet
yang bersaing untuk menarik perhatian khalayak online.
Web experience sebagai parameter utama dari pengaruh konsumen sangatlah
penting bagi perusahaan tipe dot.com namun juga bagi vendor multi-kanal. Untuk
perusahaan tradisional yang memperluas bisnis mereka dengan hadirnya internet
kualitas dari pengalaman online mereka merupakan masalah yang membutuhkan
perhatian yang lebih : rancangan yang buruk dan situs yang tidak berfungsi dengan
baik merupakan ancaman yang cukup besar tidak hanya untuk aspirasi dari
39
perusahaan virtual, namun juga suatu resiko bagi aktivitas mereka secara fisik.
Menurut Dieringer Research Group setengah dari orang dewasa pengguna internet
yang telah membatalkan pemesanan online nampaknya harus merubah pendapat
mereka tentang brand mengingat pada pengalaman online negatif mereka, sedangkan
60 persen dari orang dewasa pengguna internet yang telah berubah pendapat,
berpindah brand pada saat pembelian, apakah mereka membelinya via toko internet
atau toko brick-and-mortar (Nua Internet Surveys, 2002). Riset juga menggaris
bawahi efek sinergis dari Web experience yang positif pada konsumen adalah
membuat situs perusahaan terkait digunakan mendekati kanal tradisional
mereka.Berdasarkan hasil penilaian NielsenNet pada tahun 2003, kumpulan online
dan in-store atau lalu lintas catalog dari pedagang eceran pada tahun 2002 bahwa jika
dibandingkan dengan rata-rata pengguna internet, konsumen mengunjungi web site
yang dirancang dengan baik seperti J.Crews dan Bloomingdale adalah sepuluh kali
lipat lebih suka untuk mengunjungi toko brick-and-mortar; pengunjung dari
NiemanMarcus.com adalah 18 kali lipat lebih menyukai untuk mengunjungi toko
Nieman Marcus physical store daripada rata-rata pengguna internet, dimana untuk
Coach Shops adalah 27 kali lipat.
Maksud utama dari penyampaian Web experience adalah Web site
perusahaan. Penyampaian Web experience yang bermutu tinggi adalah dirancang
dengan cara tidak hanya mengacu pada kebutuhan produk dan harapan klien, namun
juga membantu konsumen dalam tahap proses pembelian. Terkait dengan hal
40
tersebut, infrastruktur back-office dari e-commerce (O’Keefe and McEachern, 1998)
juga merupakan suatu keharusan yang penting. Web site harus terlihat sebagaimana
instrument vital dari pelayanan konsumen daripada hanya sekedar brosur online atau
katalog dari produk perusahaan.
top related