bab 3 dian
Post on 27-Oct-2015
116 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGENALAN SUSUNAN LENGKUNG RAHANG YANG ABNORMAL
Merupakan hal yang sangat penting seorang dokter gigi dapat mengenali tentang
susunan perkembangan lengkung gigi pada setiap anak yang datang ke dokter gigi.
Pengenalan harus dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang hubungan oklusal gigi,
agar dapat menempatkan kategori tertentu dari kelainan tersebut. Tujuan klinis yang
diharapkan adalah seorang dokter gigi mempunyai kemampuan untuk memeriksa,
menganalisa, mendiagnosis dengan baik segala permasalahan maloklusi ketika diperlukan.
Banyak upaya telah dilakukan untuk menjelaskan dan memodifikasi susunan
lengkung gigi yang abnormal, sistem klasifikasi utama maloklusi Edward Angle telah
menjadi sebuah standar hampir selama 80 tahun dan telah digunakan dan dimengerti oleh
para dokter gigi di seluruh dunia. Pada metode Angle, klasifikasi dikhususkan untuk
membagi maloklusi utama dari Kelas II dan Kelas III menjadi sub-kelompok yang dapat
dikenali. Biasanya maloklusi yang banyak terjadi adalah maloklusi Kelas I Angle, dimana
maloklusi banyak disebabkan oleh displasia dental dan jarang oleh skeletal atau displasia
bony.
Sistem maloklusi Kelas I Dewey-Anderson membagi menjadi lima tipe perbedaan
yang muncul untuk memenuhi kebutuhan diagnosa. Dengan menggunakan sistem ini
memungkinkan pengenalan pola lengkung yang menyimpang lebih awal. Sistem ini juga
dapat mendiagnosa secara akurat selama tahap pertumbuhan gigi sulung anak-anak. Pada
konsep Angle, sebaliknya, dianggap bahwa gigi molar pertama permanen harus ber oklusi
sebelum dilakukan diagnosis.
Pada sistem Dewey-Anderson ditemukan bahwa hubungan gigi susu kaninus sangat
penting untuk diagnosa gigi susu molar (gigi molar pertama permanen). Pada beberapa
kasus posisi dari gigi kaninus, gigi susu dan permanen, membuktikan bahwa posisi dari gigi
molar telah di diagnosa dengan tepat dan tidak ditutupi oleh mesial drifting atau hubungan
cross- bite.
1
Tinjauan Klasifikasi Maloklusi
Identifikasi maloklusi tidak terbatas hanya pada gigi saja, tetapi berbagai kategori
utama dari maloklusi harus diidentifikasi secara akurat. Meskipun beberapa sistem telah
diusulkan, salah satu dari yang terbaik adalah sistem Angle.
Untuk membantu mengelompokkan variasi dari oklusi, Angle dan lainnya telah mengusulkan
menggunakan posisi hubungan mesiodistal pada gigi molar pertama permanen atas dan
bawah pada posisi centrik oklusi. Dewey dan Anderson telah menambah sistem Angle untuk
menjelaskan perbedaan yang berlainan antara maloklusi Kelas I, terutama dengan masalah
ruang dan malposisi facial-lingual yang berlebihan pada satu atau beberapa gigi.
Klasifikasi Maloklusi Angle
Edward Angle, diakui sebagai bapak dari American orthodontics, yang menemukan
bahwa ada satu maloklusi yang sering terjadi dan mempunyai hubungan dentofacial yang
normal. Hubungan ini terjadi pada orang yang secara relatif mempunyai profil muka lurus,
disebut maloklusi Kelas I.
Tipe selanjutnya yang lebih sering terlihat, terjadi pada individu dengan bibir atas
yang menonjol dan dagu yang perkembangannya kurang baik, disebut maloklusi Kelas II.
Edward Angle menamai maloklusi Kelas III dengan tampilan dagu bawah yang menonjol
dimana lengkung rahang atas dan bibir atas perkembangannya kurang baik.
Berikut ini klasifikasi ke 3 maloklusi utama menurut Angle ( Johan M, 1977):
Kelas I : mandibula menutup dengan merata dan berhubungan dengan maksila, mesiobuccal
cusp dari molar permanen rahang atas bertemu dengan buccal groove dari molar pertama
permanen rahang bawah. Pada populasi orang kulit putih di US, 60% sampai 65% anak-anak
di kelompokkan dalam maloklusi Kelas I.
Kelas II : mandibula menutup merata dan berhubungan dengan maksila, mesiobuccal cusp
dari molar pertama permanen rahang atas bertemu dengan embrasure antara gigi permolar
kedua rahang bawah dan molar pertama rahang bawah. Populasi orang kulit putih di US,
25% sampai 30% masuk dalam Kelas II.
2
Gambar 3.1. maloklusi kelas I Angle seorang anak perempuan 12 tahun.
Klas III : mandibula menutup merata dan berhubungan dengan maksilla, mesiobuccal cusp
dari molar pertama permanen rahang atas berhubungan dengan distobuccal groove molar
pertama permanen rahang bawah. Di US, 3% sampai 5% pada populasi orang kulit putih
masuk dalam Kelas III.
Gambar 3.2 Maloklusi klas II, divisi 2, anak perempuan 9,5 tahun. Insisif lateral atas
terlihat mulai bergerak ke labial. Kurva Spee yang datar pada lengkung rahang bawah
merupakan karakteristik maloklusi.
3
Gambar 3-3 Anak berusia 8 tahun memiliki kelainan yang menyerupai maloklusi Kelas II, Divisi 1 dimana gigi insisif sentral rahang atas protrusif ke arah labial. Hubungan molar dan kaninus Kelas II. Walaupun gigi anterior berjejal tetapi leeway space menunjukkan kemungkinan perkembangan lengkung rahang secara normal jika lingual arch appliance digunakan. Analisis ruangan lengkung rahang sangat diperlukan pada kasus seperti ini.
Divisi Kelas II
Angle lebih lanjut membagi pertumbuhan gigi Kelas II menjadi dua divisi yang
ditentukan oleh inklinasi aksial dari gigi insisif rahang atas. Kelas II, divisi 1, artinya insisif
sentral rahang atas adalah protrusif. Kelas II, divisi 2, menjelaskan pertumbuhan gigi dimana
insisif sentral rahang atas dapat bervariasi dari posisi vertikal sampai cenderung ke arah
lingual. Pada divisi ini insisif lateral rahang atas biasanya menjadi protrusif dibandingkan
dengan insisif sentral.
Subdivisi Kelas II
Tiap divisi Kelas II mempunyai subdivisi. Subdivisi menjelaskan pertumbuhan gigi yang
dimiliki hubungan molar Kelas I pada satu sisi dari lengkung rahang dan Kelas II pada sisi
yang lainnya. Maloklusi Kelas II akan dibagi menjadi empat kategori berikut :
4
Kelas II, Divisi 1 :
Hubungan molar Kelas II pada kedua sisi rahang ; insisif sentral protusif.
Kelas II, Divisi 1, Subdivisi :
Hubungan molar Kelas II pada satu sisi dan hubungan molar Kelas I pada sisi
lainnya ; insisif sentral protusif.
Kelas II, Divisi 2 :
Hubungan molar Kelas II pada kedua sisi ; gigi insisif sentral vertikal atau cenderung
ke arah lingual dan insisif lateral protusif.
Kelas II, Divisi 2, Subdivisi :
Hubungan molar Kelas II pada satu sisi dan hubungan molar Kelas I pada sisi
lainnya ; insisif sentral vertikal atau cenderung ke arah lingual, dengan satu insisif
lateral yang protusif ke arah labial, biasanya pada sisi Kelas II.
Maloklusi Kelas III
Pada gambaran pertumbuhan gigi Kelas III, Angle menemukan bahwa subdivisi juga
penting. Maloklusi Kelas III menunjukkan pada saat hubungan molar Kelas III terjadi pada
kedua sisi dari lengkung rahang. Kelas III, Subdivisi, menjelaskan dimana hubungan molar
Kelas I terjadi pada satu sisi rahang dan hubungan molar Kelas III pada sisi lainnya.
Modifikasi Kelas I Angle Dewey-Anderson
Sistem Dewey-Anderson digunakan untuk menghilangkan keterbatasan klasifikasi
Angle. Sistem ini membagi Kelas I Angle, sehingga faktor-faktor penyebab maloklusi seperti
genetik atau lingkungan yang menyebabkan berjejalnya insisif, berkurangnya jarak lengkung
rahang posterior akibat dari mesial drifting gigi molar permanen, insisif protrusif dan cross
bite, dapat dianggap sebagai penyebab spesifik dari maloklusi. Masing-masing pola
diagnosis dari maloklusi Kelas I Dewey-Anderson disebut tipe. Tipe ini mudah dikenali dan
khususnya berguna sebagai diagnosis tambahan selama pertumbuhan gigi campuran.
5
Gambar 3-4 Pada anak perempuan 8,5 tahun ini tampak menyerupai maloklusi Kelas III. Tidak tampak kontak insisal ketika terjadi gigitan tertutup, karena gigi insisif rahang atas terlalu jauh ke arah lingual. Ketidaksesuaian pertumbuhan skeletal dapat terlihat jelas pada wajah ketika dewasa. Tetapi pada usia sekarang, kelainan maloklusi dapat diminimalisasi dengan perwatan menggunakan chin-cap selama periode waktu teretentu.
Tabel 3.1 Klasifikasi maloklusi Angle
Maloklusi Persentase di USA
Kelas I 60-65 %
Kelas II, Divisi 1Kelas II, Divisi 1, SubdivisiKelas II, Divisi 2Kelas II, Divisi 2, Subdivisi
25-30 %
Kelas IIIKelas III, Subdivisi
3-5 %
Kelas I, Tipe 1:
Maloklusi kelas I Tipe 1 mempunyai karakteristik berupa gigi berjejal dan rotasi dari insisif
(Gambar 3-5).
6
Gambar 3-5 Kelas I, Tipe I, maloklusi pada 8,5 tahun Dewey-Anderson).Etiologi: genetik, karena gigi berjejal di kedua lengkungan.
Deskripsi maloklusi
Beberapa anak tampaknya memiliki susunan gigi yang secara genetik dapat
digambarkan sebagai gigi berjejal terhadap ruang lengkung yang tersedia. Ketika gigi insisif
permanen atas dan bawah erupsi, gigi tersebut tidak memiliki cukup ruang pada posisi
normal dan pada saat erupsi terjadi rotasi. Kriterianya adalah kekurangan ruangan di daerah
anterior pada kedua lengkung rahang, jangan keliru dengan kehilangan ruang pada daerah
posterior yang jelas disebabkan oleh mesial drifting gigi molar pertama permanen. Pada
umumnya kasus memperlihatkan gigi berjejal di daerah anterior rahang bawah karena
inklinasi terlalu ke lingual dari insisif rahang bawah yang baru erupsi. Hiperaktifitas dari otot
mentalis selama proses penelanan juga menjadi ciri pada maloklusi tipe ini.
Genetik Kelas I, Tipe I
Waktu perawatan terbaik pada maloklusi genetik kelas I tipe 1 adalah saat masa
pertumbuhan. Perawatan oleh dokter gigi akan mengikuti salah satu dari tiga prosedur
dibawah ini:
1. memperluas lengkung anteroposterior (peningkatan lengkung rahang).
7
2. memperluas lengkung lateral (facial) dalam upaya untuk mengakomodasi semua gigi
permanen
3. pencabutan selektif dari gigi susu kemudian gigi permanen tertentu untuk memberikan
ruang yang diperlukan untuk memungkinkan oklusi yang tepat dari gigi yang tersisa
(premolar pertama atau kedua biasanya dipilih untuk ekstraksi pada kasus-kasus yang
membutuhkan ruang). Metode ini disebut serial ekstraksi.
Kesalahan dalam merawat gigi sentral yang berjejal melalui ekstraksi gigi sulung
Seringkali dokter gigi mengharapkan terdapat penambahan ruangan lengkung
rahang pada anak dengan kelainan Kelas I tipe 1 genetik, maka ruangan akan muncul secara
ajaib apabila dilakukan pencabutan pada gigi sulung tertentu pada suatu periode. Gigi
berjejal dilengkung rahang bawah pada maloklusi Kelas I tipe 1, pada masa lalu seringkali
menjadi kesalahan dari terapi serial ekstraksi. Ruangan utamanya sudah hilang, tidak dapat
diperoleh kembali, dalam lengkung rahang melalui terapi ini. Keberhasilan dari terapi serial
ekstraksi harus disertai pengukuran panjang lengkung rahang/lebar gigi-geligi dan dengan
terapi menggunakan lingual arch.
Ekstraksi gigi permanen untuk mendapatkan penambahan ruangan lengkung rahang
Pencabutan gigi permanen dilakukan untuk mendapatkan keseimbangan ruangan
pada lengkung rahang merupakan suatu prosedur yang memiliki konsekuensi terhadap
oklusi pada anak. Aturan umum yang harus diikuti yaitu ketika diperlukan pencabutan pada
gigi permanen tanpa karies, untuk memperoleh ruangan pada lengkung rahang maka
ortodontis menandatangani lembar konsultasi pencabutan terlebih dahulu dahulu. tidak ada
cara yang mudah dalam mengatasi masalah lengkung rahang yang terlalu kecil.
Muskular Kelas I, Tipe 1
Crowding gigi anterior rahang bawah disebabkan oleh tekanan otot bibir bawah. otot
mentalis juga dapat menyebabkan maloklusi bila aktivitasnya terlalu kuat (Gambar 3-7).
Otot mentalis jika tekanan ototnya berlebihan selama proses penelanan dapat
mengakibatkan ketidakseimbangan gigi insisif rahang bawah yang baru erupsi ke arah
lingual.
8
Gambar 3-6 kelas I tipe 1, maloklusi pada anak lelaki 7 tahun memperlihatkan
anterior bawah yang berjejal.
Gambar 3-7 Hiperaktifitas dari otot mentalis terlihat pada saat anak melakukan aktivitas menelan. Umumnya menghasilkan tekanan pada lingkungan yang menyebabkan gigi anterior pada rahang bawah berjejal.
9
Gambar 3-8 Kelas I tipe 1 yang menyerupai maloklusi Kelas II divisi 2, kelainan pada daerah anterior. Ini disebabkan kekuatan otot-otot yang tidak seimbang, dalam kasus ini menyebabkan resorpsi akar gigi sulung kaninus kiri bawah, yang disebabkan erupsi ektopik dari gigi permanen insisif lateral kiri bawah. Setelah gigi sulung kaninus hilang maka garis tengah gigi-geligi bawah akan hilang, daerah anterior akan bergerak ke lingual. Gigi insisif sentral rahang atas juga akan bergerak ke lingual.
Kelas I, Tipe 2
Mempunyai karakteristik gigi-geligi yang protrusif dan terdapat diastema pada
daerah anterior rahang atas (Gambar 3-9).
Deskripsi maloklusi
Pada pandangan pertama maloklusi kelas I tipe 2 tampak menyerupai maloklusi
kelas II divisi 1. Persamaannya pada keduanya tampak gigi anterior rahang atas yang
protrusif. Pada kelas I tipe 2, biasanya terdapat celah diantara gigi insisif rahang atas dan
hubungan molar dan kaninus kelas I. Pada kedua maloklusi, bibir bagian atas tampak lebih
10
pendek dan hipotonus (inaktif), sehingga bibir tidak menutup selama proses penelanan. Di
sisi lain, penyebab Kelas I, Tipe 2 adalah kebiasaan buruk mengisap ibu jari yang kemudian
diikuti dengan kebiasaan mendorong lidah.
Penyebab
Walaupun kedua maloklusi ini tampak serupa tapi jangan menyamakan
penyebabnya. Kelas II divisi 1, maloklusi gigi-geligi timbul karena pengaruh herediter.
Sedangkan kelas I tipe 2, penyebabnya adalah kebiasaan buruk rongga mulut yang terus
menerus, misalnya thumb-sucking, finger-sucking, atau thongue-thrusting. Dalam jangka
waktu lama, kebiasaan ini akan menghasilkan kekuatan yang dapat menyebabkan kedua
lengkung rahang atas dan bawah menjadi open bite dan akan membuat gigi insisif rahang
atas posisinya lebih ke anterior.
Gambar 3-9 Malolusi Kelas I, Tipe 2 pada anak 9 tahun. Perhatikan jarak antara insisif sentral dan insisif lateral rahang atas. Tampak depan, tertutup. Perhatikan midline gigi insisif rahang atas dan bawah pada posisi yang baik. Tampak kanan. Kedua hubungan molar dan gigi kaninus adalah Kelas I meskipun gigi anterior rahang atas tampak seperti Kelas II. Tampak kiri. Hubungan kedua molar dan gigi kaninus adalah Kelas I.
11
Open-Bite Anterior
Umumnya open-bite anterior terjadi pada maloklusi Kelas I, Tipe 2, yaitu adanya
pembukaan yang terlihat dari depan antara tepi insisal rahang atas dan rahang bawah ketika
gigi posterior beroklusi.
Dalam maloklusi Kelas I, Tipe 2, harus tersedia ruang untuk menggerakkan gigi
anterior rahang atas ke hubungan normal dengan gigi rahang bawah. Karena kebiasaan oral
hampir selalu terlibat, latihan khusus atau konseling harus dilakukan oleh dokter gigi untuk
membantu anak mengubah pola penelanannya, untuk menghindari bernafas melalui mulut
pada malam hari dan untuk membantu memperbaiki pola bicara.
Diagnosis awal pada kondisi ini penting, karena kasus ini harus ditangani sedini
mungkin. Jika dokter gigi melihat terjadi maloklusi pada masa erupsi, jauh lebih mudah
dirawat.
Diagnosis melalui kebiasaan buruk
Kebiasaan buruk pada pasien dapat diketahui melalui wawancara dengan pasien,
pemeriksaan kalus pada jari dan jempol akibat pengisapan, mendengarkan pasien ketika
bicara dan memperhatikan pergerakan lidah pada saat bicara dan penelanan, berbicara
dengan orang tua pasien. Melalui hal-hal tersebut maka dokter gigi mendapatkan gambaran
apa yang menjadi penyebab maloklusi. Yang harus diingat pada maloklusi kelas II divisi 2,
biasanya tidak terdapat celah antara gigi anterior rahang atas. Sedangkan pada maloklusi
kelas I tipe 2 terdapat ruangan pada gigi anterior atas yang memungkinkan dokter gigi untuk
menggerakkan gigi anterior rahang ke hubungan yang normal dengan rahang bawah.
Kelas I, Tipe 3
Maloklusi kelas I tipe 3, mempunyai karakteristik cross-bite anterior yang melibatkan
gigi insisif permanen rahang atas.
Deskripsi maloklusi
Erupsi gigi insisif rahang atas cross-bite ke arah lingual rahang bawah, keadaan ini
dinamakan “locked-bite” dimana fungsi otot wajah dan bibir menjadi berkurang, fungsi
pengunyahan juga berkurang, ketidaksesuaian insisal dan okluasl pada permukaan gigi dan
12
perubahan wajah pada anak. Diagnosa awal pada kasus ini sangat penting agar anak bisa
mendapatkan terapi secepat mungkin. Jika dokter gigi sudah menemukan kelainan pada
masa gigi erupsi maka akan lebih mudah untuk dirawat. Jika perawatan ditunda saat anak
berumur 10 - 12 tahun maka kerusakan dapat terjadi pada periodontal daerah gigi insisif
sentral atau lateral.
Pseudo malokulsi kelas III
Cross-bite anterior yang melibatkan dua atau lebih gigi insisif rahang atas mempunyai
prognosis yang kurang baik. Karena diagnosa bukan merupakan kasus cross-bite anterior
yang sederhana melainkan memiliki kecenderungan maloklusi kelas III. Terkadang diagnosa
diklarifikasi kembali sejalan dengan perawatan cross-bite anterior. Hitchcock memberikan
catatan jika dalam 3 minggu perawatan dalam mengurangi cross-bite anterior tidak berhasil
dilakukan maka klasifikasi masuk dalam maloklusi kelas III. Dimana terkadang disebut
sebagai pseudomaloklusi kelas III.
.
Gambar 3-10 Pseudo maloklusi kelas III. Seringkali keliru dengan kelas I tipe 3. Setelah dilakukan perawatan untuk mengurangi cross-bite, terdapat kemungkinan gigi insisif untuk berubah posisi kembali sehingga anak akan mengalami maloklusi kelas III dikarenakan pertumbuhan mandibula yang berlebih.
13
Gambar 3-10 Maloklusi Kelas I, Tipe 3, pada anak 8 tahun. Pasien memiliki cross-bite anterior, disebabkan oleh erupsi gigi insisif yang terlalu jauh ke lingual. Dengan posisi gigi insisif atas terkunci, anak tidak dapat menjalani fungsi pengunyahan normal tetapi hanya bisa melakukan pengunyahan ke atas dan ke bawah dengan cara memotong. Tampak depan, terbuka. Erupsi lingual dari gigi insisif permanen rahang atas dapat terjadi karena trauma gigi insisif sulung rahang atas dan dapat pula merupakan karakteristik genetik.
Kelas I, Tipe 4
Mempunyai karakteristik cross-bite posterior yang melibatkan gigi molar sulung, gigi
molar permanen dan terkadang pada gigi kaninus sulung (Gambar 3-12).
Deskripsi maloklusi
Banyak kesulitan yang ditemui dalam menentukan penyebab dan rencana perawatan
pada kelainan dengan cross-bite posterior. Beberapa buku menggunakan istilah genetik atau
fungsional, unilateral atau bilateral dalam menggambarkan jenis-jenis cross-bite posterior.
Terdapat jenis cross-bite lainnya dengan melihat hubungan gigi rahang atas dan rahang
bawah dalam posisi bukolingual. Ketiga posisi tersebut adalah cross-bite lingual, komplit
cross-bite lingual, cross-bite bukal.14
Gambar 3-12 Maloklusi Kelas I, Tipe 4 pada anak 4,5 tahun. Ditandai pergeseran mandibula ke sisi kanan pada penutupan dalam cross-bite posterior unilateral. Penyebab dari kondisi adalah tidak cukup lebar lengkung rahang atas. Tampak depan, terbuka. Midline gigi sejajar pada saat mulut membuka, dengan posisi otot seimbang. Tampak depan, tertutup. Terjadi pergeseran mandibula. Oklusi normal terlihat pada intercuspasi pada sisi sebelah kiri. Konfigurasi palatal terlihat normal pada kebanyakan kasus cross-bite posterior.Pada rahang bawah, simetri dari lengkung tidak dipengaruhi oleh keadaan cross-bite.
Gigitan yang paling umum terlihat pada anak-anak selama tahap pertumbuhan gigi
sulung adalah cross -bite yang melibatkan gigi kaninus sulung rahang atas dan kedua molar
rahang atas pada satu sisi.
Penyebab
Penyebab dari cross-bite posterior belum diketahui secara pasti. Umumnya kasus
banyak terjadi pada masa gigi sulung dimana cross-bite lingual melibatkan kaninus sulung
rahang atas dan kedua molar sulung rahang atas pada satu sisi. Keadaan klinis selalu
15
memperlihatkan cross-bite unilateral, dimana keadaan klinisnya pada bagian lain rahang
tampak normal.
Fungsional vs pertimbangan genetik pada cross bite
Penulis lain mengatakan bahwa dengan adanya disfungsi cross-bite yang telah
dibedakan menjadi jenis fungsional dan genetik. Fungsional yaitu gigitan silang posterior,
dapat menutup dan membuka mulut dengan nyaman tanpa adanya pergeseran mandibula.
Namun, jika ada pergeseran mandibula yang diamati selama penutupan, cross-bite dapat
dikatakan dari genetik asalnya.
Idealnya perawatan untuk mengatasi cross-bite melibatkan perawatan ekspansi
rahang atas, dengan penambahan yang diperlukan lebar palatal yang ditambahkan oleh
aplikasi kekuatan biomekanik terhadap palatal untuk merangsang pertumbuhan tulang.
Molar pertama permanen
Gigi molar pertama permanen dapat diperkirakan mengalami cross-bite ketika gigi
molar sulung juga mengalami cross-bite sejak usia dini. Perawatan yang dilakukan dapat
berupa ekspansi lengkung rahang dengan menggunakan beberapa jenis alat, tetapi yang
juga penting untuk diingat adalah waktu dimulainya perawatan. Erupsi ektopik gigi molar
permanen juga dapat menyebabkan hubungan oklusi yang cross-bite selain itu gigi molar
yang bergerak ke mesial dapat berotasi ke arah lingual dan menyebabkan lingual cross-bite.
Faktor penyebab lain pada cross-bite unilateral
Sebelumnya dijelaskan bahwa faktor lokal dapat menjadi penyebab cross-bite posterior.
Dibawah ini terdapat beberapa hal yang diduga menjadi penyebab, yaitu :
1. Anak memeluk bantal hanya pada satu sisi yang sama ketika tidur setiap malam.
2. Kebiasaan buruk menghisap-hisap pipi bagian dalam.
3. Trauma pada daerah posterior.
4. Gigi molar sulung yang tanggal sebelum waktunyadan menyebabkan gigi premolar
permanen untuk erupsi ke arah bukal atau lingual.
Belum ada satupun faktor yang pasti menjadi penyebab dari kelainan cross-bite baik
anterior atau posterior.
16
Perawatan dini cross-bite posterior yang disarankan
Karena cross-bite posterior pada pertumbuhan gigi sulung tidak dapat dikonfirmasi
sampai usia setelah 3 tahun, pengobatan yang menunggu sampai setidaknya usia 4 tahun
dan waktu yang dibutuhkan berkisar selama 4 sampai 6 bulan.
Cross-bite posterior bilateral
Anak dengan cross-bite posterior biasanya melibatkan penyempitan atau deformasi
rahang atas. Rhinitis alergi, bernafas lewat mulut dan lidah serta kebiasaan pipi mungkin
pengaruh penyebab atau berbahaya dalam kasus ini. Untuk diingat bahwa dalam
mengurangi setiap cross-bite, anterior atau posterior, harus ada ruangan yang cukup.
Perawatan cross-bite secara umum
Umumnya cross-bite posterior unilateral melibatkan gigi molar sulung dan molar
pertama permanen. Kasus pada anak dengan kebiasaan buruk sulit untuk dirawat, karena
selain menggunakan alat juga dilakukan perawatan mengenai kebiasaan buruk pada daerah
mulut. Pada kasus maloklusi Kelas I tipe 2 (protrusif, diastema gigi anterior), terapi bicara
dan perawatan ortodonti penting dilakukan. Aturan yang harus diingat adalah terdapat
ruangan yang cukup pada lengkung rahang sehingga gigi dapat berada posisi normal.
Gambar 3-13 Maloklusi Kelas I Tipe 5, pada rahang atas terlihat gigi 16 mesial drifting dan
menghalangi erupsi gigi 15. Perawatan ortodonti intersetif menjadi lebih sulit,tetapi masih
dapat dilakukan.
17
Gambar 3-14 Maloklusi Kelas I Tipe 4, cross-bite posterior bilateral pada anak usia 9,5 tahun. Ditandai dengan lengkung rahang atas yang sempit dan gigi insisif rahang atas yang berjejal. Penyebab terutama genetik tetapi kekuatan tekanan dari otot bukal dapat juga menjadi faktor penyebab.
Kelas I, Tipe 5
Merupakan maloklusi yang melibatkan hilangnya ruang pada bagian posterior
sehingga terjadi mesial drifting.
Deskripsi maloklusi
Maloklusi tipe ini memiliki kemiripan dengan maloklusi Kelas I Tipe 1, dimana
kekurangan ruangan lengkung rahang untuk gigi – geligi permanen dapat diketahui.
Walaupun menyerupai Kelas I Tipe 1 (kekurangan ruang secara genetik), Tipe 5 melibatkan
kehilangan ruangan pada lengkung rahang, bukan kekurangan secara genetik. Biasanya,
18
kehilangan ruangan lengkung rahang terjadi didaerah posterior (daerah bukal), bukan di
daerah anterior seperti pada Tipe 1.
Ketidak sesuaian lengkung gigi pada Tipe 5 biasanya disebabkan oleh mesial drifting
dari gigi molar pertama permanen. Jika ini terjadi pada rahang atas, pergerakan secara
bodily tidak akan menyebabkan kemiringan gigi molar pertama permanen ke mesial. Hal ini
khususnya terjadi bila kehilangan gigi molar kedua sulung pada usia 3 atau 4 tahun.
Gambar 3.15 Maloklusi kelas I, tipe 5, bilateral ektopik erupsi pada gigi 16 & 26. Keadaan ini juga menimbulkan efek mesial drifting pada gigi molar pertama permanen rahang atas, terutama jika gigi molar sulung hilang karena pencabutan dini. Keadaan gigi yang ektopik ini harus dirawat secepat mungkin ketika kelainan mulai terlihat.
Penyebab kehilangan ruangan posterior
Pada umumnya, terdapat tiga penyebab terjadinya mesial drifting pada gigi molar
pertama permanen yaitu karies, ekstraksi (iatrogenik) dan faktor genetik (erupsi yang
ektopik). Kehilangan ruangan pada lengkung rahang karena karies interproksimal adalah
19
kesalahan dari orang tua si anak, tetapi hilangnya ruangan adalah akibat pencabutan secara
dini gigi molar sulung, dimana pada kebanyakan kasus terjadi secara iatrogenik. Jika
demikian maka dokter gigi akan menggunakan alat spcae maintainer untuk mencegah
kehilangan ruangan setelah pencabutan gigi sulung.
Erupsi gigi molar pertama permanen secara ektopik akan membentuk pola erupsi ke
mesial yang biasa ditemukan pada gigi molar rahang atas. Kehilangan ruangan pada gigi
molar sulung juga dapat disebabkan kelalaian jangka panjang karena karies pada gigi
tersebut.
Gambar 3.16 Gambar menunjukkan radiografis dari anak usia 7 tahun. Pada bagian atas terlihat erupsi ektopik dari gigi molar pertama permanen rahang atas kanan. Gigi molar rahang atas mempunyai kecenderungan ektopik yang lebih besar dibanding gigi molar rahang bawah. Sedangkan gambar radiografis di bawah menunjukkan pola erupsi gigi molar yang normal pada seorang anak.
Perawatan maloklusi kelas I tipe 5
Mungkin baik untuk mengasumsikan semua oklusi Kelas I kecuali tipe 1, dimana
terdapat cukup ruangan yang tersedia agar gigi premolar pertama dan kedua dapat erupsi
dengan normal. Pengukuran ruang yang tersedia malalui gigi – geligi pada setiap bagian
lengkung melalui model dan radiografi kemudian dilakukan perbandingan sehingga akan
20
didapat ketidaksesuaian dalam milimeter. Melalui perhitungan lebar gigi permanen maka
dokter gigi dapat merencanakan perawatan.
Perawatan pada kelainan Kelas I tipe 5 tidak melibatkan perubahan arah distal pada
gigi molar pertama permanen. Tidak lebih 3 mm di rahang atas dan 2 di rahang bawah mm
ruangan yang diperoleh kembali apabila dilakukan perawatan sejak dini.
Kelas I tipe 0 - oklusi yang sempurna
Walaupun diakui insidensinya kecil di Amerika Serikat, tetapi terdapat Tipe lainnya
dari maloklusi Kelas 1 yang harus dibahas. Tipe melibatkan anak dengan interdigitasi gigi-
geligi yang normal, hubungan rahang Kelas 1 dan garis tengah antara rahang atas dan
rahang bawah tepat satu sama lainnya serta sesuai dengan garis tengah wajah. Dengan kata
lain, pasien tidak memiliki ketidak sesuaian pada lengkung giginya. Keadaan lengkung gigi
yang normal ini termasuk pada kategori Kelas 1, Tipe 0 (zero defects).
Gambar 3.17 Anak perempuan ini mempunyai oklusi yang ideal. Tidak semua anak mempunyai oklusi ideal seperti ini. Oklusi dikategorikan Kelas 1, Tipe 0 dimana tidak terdapat kelainan pada oklusinya.
Dari semua kelainan maloklusi yang telah dibicarakan, terdapat beberapa kelainan
spesifik yang membuat lengkung gigi dikatakan abnormal. Abnormalitas dapat berupa
kelainan genetik pada pertumbuhan lengkung dentoalveolar, mesial drifting pada gigi molar
pertama permanen, gigi anterior rahang atas yang protrusif, cross-bite, atau gigi yang
berjejal pada daerah anterior.
21
Diharapkan , di masa yang akan datang semua anak dapat mendapatkan perawatan
gigi yang meliputi tindakan pencegahan, termasuk aplikasi topikal fluor, sarana air dengan
fluor, penggunaan sehari-hari pasta gigi dengan fluor dan penggunaan dental floss. Maka 25
tahun dari sekarang dokter gigi akan banyak menemukan anak dengan klasifikasi baru ini
pada periode gigi campuran atau bahkan anak remaja.
Tabel 3.2 Tabel 1. Diagnosis, etiologi dan perawatan pada Dewey- Anderson Klas 1
Klasifikasi Gambaran dan Penyebab Perawatan
Kelas 1, tipe 1 *Insisif RB berjejal, insisif RA
normal
Penyebab: hiperaktifitas otot
mentalis
*berjejal, insisif RA & RB
rotasi.
Penyebab : genetik
*Perawatan lip bumper
*Perawatan ekspansi
lengkung rahang
Kelas 1, tipe 2 *Protrusif , diastema insisif
RA&RB, open-bite anterior
pada masa gigi sulung dan
campuran
Penyebab : oral habit,
kebiasaan menelan dan
penempatan lidah saat
istirahat yang salah.
*Protrusif, terdapat ruangan
insisif RA dengan bentuk
lengkung RB nornal.
Penyebab : kebiasaan
menghisap, mendorong lidah
dan bibir.
*Perawatan lengkung gigi
setelah oral habit
dihilangkan
*Alat terapi myofungsional
22
Kelas 1 , tipe 3 *gigi anterior cross-bite
meliputi 1/ 2 gigi tetap RA
Penyebab : trauma gigi
sulung RA menyebabkan
insisif erupsi ke lingual
*gigi anterior cross-bite
meliputi 3/ lebih gigi insisif
RA
Penyebab : genetik.
*Perawatan tongue blade
upper hawley appliances
dengan bite riser
Kelas 1, tipe 4 *cross-bite posterior pada
gigi m1 RA
Penyebab : displasia minor
pada maksila
*cross-bite posterior
unilateral meliputi 2/3 gigi
Penyebab : kehilangan
interdigitasi cusp gigi sulung,
pertumbuhan maksila ke
lateral kurang.
*cross-bite posterior
bilateral
Penyebab : keturunan, alergi
rhinitis dan menghisap pipi.
*Dengan menggerakkan
lengkung RA
*Ekspansi ke palatal
Kelas 1, tipe 5 *Kehilangan ruangan
posterior 2-3 mm pada 1
kuadran disebabkan mesial
drifting
Penyebab : pencabutan dini
atau kerusakan gigi karena
karies pada molar sulung.
*Distalisasi molar
( fixed and removable space
regainer)
23
Kelas 1 tipe 0
*Kehilangan ruangan
posterior lebih 3 mm pada 1
kuadran karena mesial
drifting
Penyebab : erupsi ektopik
gigi molar, karies gigi sulung
Relasi normal, Kelas I Angle,
masa pertumbuhan anak
(pemeriksaan hubungan dari
molar, kaninus, garis tengah,
overbite, dan overjet
menunjukkan batas normal)
Pemeriksaan berkala 6 bulan
sekali
Kesimpulan
Klasifikasi maloklusi Angle telah membagi oklusi menjadi tiga kelompok utama,
salah satu diantaranya adalah normal. Dalam konsep dental utamanya, Angle menetapkan
bahwa hubungan dari gigi molar pertama permanen rahang atas dan bawah menjadi
patokan klasifikasi. Angle pula menyatakan bahwa gigi molar pertama permanen rahang
atas posisinya adalah tetap, tidak berubah dan menganggap mandibula menjadi sumber
kesalahan pada saat gigitan menjadi Kelas II dan Kelas III.
Klasifikasi Angle modifikasi Dewey-Anderson pada maloklusi kelas I menjadi lima
jenis telah dijelaskan secara ringkas. Tipe ini mudah dikenali dan khususnya berguna
sebagai diagnosis tambahan selama pertumbuhan gigi sulung anak- anak dan gigi campuran,
Dengan menggunakan sistem ini memungkinkan pengenalan pola lengkung yang
menyimpang lebih awal.
24
top related