bab i pendahuluan a. latar belakangdigilib.uinsgd.ac.id/6393/4/4_bab1.pdf · berdasarkan prinsip...
Post on 28-Jun-2019
214 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan perekonomian yang meningkat akhir-akhir ini
mengakibatkan semakin kompleksnya sektor kelembagaan ekonomi. Peran serta
lembaga keuangaan baik perbankan maupun lembaga keuangaan non bank sangat
dibutuhkan dalam menopang pertumbuhan perekonomian saat ini terutama yang
berkaitan langsung dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini yang
mempengaruhi permintaan terhadap kebutuhan pendanaan di masyarakat baik
untuk usaha, rumah tangga atau kebutuhan lainnya yang bersipat primer dengan
cara yang sangat mudah dan bisa dibilang aman. Salah satu lembaga yang
menyediakan fasilitas ini adalah lembaga keuangan perbankan berbasis syari‟ah.
Bank adalah simbol bahwa para penukar uang (money changer)
meletakan uang penukaran di atas sebuah meja, meja ini dinamakan banko yaitu
bangku dalam bahasa Indonesia. Jadi, kata bank diambil dari kata banko sebagai
simbol penukaran uang di Italia. Bank menurut istilah adalah suatu perusahaan
yang memperdagangkan hutang-pihutang, baik berupa uangnya sendiri maupun
uang orang lain1.
Bank syari‟ah adalah lembaga keuangan yang beroperasikan dengan
tidak mengandalkan pada bunga atau bisa disebut lembaga keuangaan/perbankan
yang operasional dan produknya dikembangkan berdasarkan prinsip syari‟ah atau
1 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Edisi 1-3, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2007),
hal. 275
2
berlandaskan pada Al-Quraan dan Hadits Nabi Muhammad SAW2. Keberadaan
perbankan syari‟ah diharapkan dapat mendorong perekonomian suatu negara.
Tujuan dan fungsi perbankan syari‟ah dalam perekonomian adalah kemakmuran
ekonomi yang meluas, tingkat kerja penuh dan tingkat pertumbuhan ekonomi
yang optimum, keadilan sosial ekonomi dan distribusi pendapatan serta kekayaan
yang merata, nilai uang, mobilisasi dan investasi tabungan yang menjamin adanya
pengembalian yang adil serta pelayanan yang efektif.
Bank syari‟ah sesuai dengan fungsinya sebagai lembaga intermediaty,
dana yang dikumpulkan dari masyarakat harus disalurkan kembali kepada
masyarakat yang membutuhkan. Kepercayaan dalam penyaluran dana ke tempat
yang halal merupakan amanah yang harus dijaga oleh suatu lembaga keuangan
syari‟ah. Karena yang membedakan antara lembaga keuangan syari‟ah dengan
non syari‟ah salah satu diantaranya adalah penyaluran dana ke tempat yang
halal3.
Prinsip bagi hasil (profit sharing) merupakan karakteristik umum dan
landasan dasar bagi operasional bank syari‟ah secara keseluruhan. Secara
syari‟ah prinsipnya berdasaran kaidah al-muḍārabah. Berdasarkan prinsip ini,
bank syari‟ah akan berfungsi sebagai mitra, baik dengan penabung maupun
dengan pengusaha yang meminjam dana. Dengan penabung bank akan bertindak
sebagai muḍārib “pengelola”, sedangkan penabung bertindak sebagai ṣāḥib māl
2 Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Pricing di Bank Syaria, Cet.I
(Yogyakarta: UII Press, 2004), hal. 1 3 Ali Mauludi, Statistika I Penelitian Ekonomi Islam dan Sosial, ( Jakarta: Prima
Heza Lestari, 2006), hal. 262
3
“penyandang dana”. Antara keduanya diadakan akad muḍārabah yang
menyatakan pembagian keuntungan masing-masing pihak.4
Skema Perbankan Syari‟ah secara alamiah merujuk kepada dua kategori
kegiatan ekonomi, yakni produksi dan distribusi. Kategori yang pertama
difasilitasi melalui skema profit and sharing (mudharbah) dan Partnership
(Muasyarakah), sedangkan kegiatan distribusi manfaat hasil-hasil produk
dilakukan melalui skema jual-beli (murabahah) dan sewa-menyewa (ijarah).
Berdasarkan sifat tersebut maka kegiatan lembaga keuangan Syari‟ah dapat di
kategorikan Investment Banking dan Merchant/Commercial banking.
Dalam bank syari‟ah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi
duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum islam.
Seringkali nasabah melanggar kesepakatan atau perjanjian yang telah dilakukan
bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tapi tidak demikian bila
perjanjian tersebut memiliki pertanggung jawaban hingga Yaumil qiyamah nanti.
Setiap akad dalam perbankan syari‟ah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi,
maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad. Perbankan syari‟ah
harus berlandaskan dari Al-Quraan dan As-sunnah yang secara jelas menolak
yang namanya bunga bank yang dianggap riba dalam perspektif Islam sedangkan
di bank konvensional hanya memberikan pembiayaan yang berbasis kredit atau
menggunakan system bunga bank.
4 Muhammad Syafi‟i Antonio, Bank Syari‟ah : Dari Teori ke Praktik, Cet. I, (Jakarta:
Gema Insani, 2001), hal. 137.
4
Untuk meningkatkan daya saing, bank harus mencari nasabah baik untuk
menghimpun dana dengan akad Al Wadi‟ah, ataupun Pembiayaan lainnya seperti
Mudhorabah, Musyarakah, dan Murabahah. Akad tersebut adalah sebuah
terobasan dunia perbankan yang berbasis syari‟ah sebagai pembeda sekaligus
prodak unggulan untuk menarik minat ke perbankan Syari‟ah.
Dalam upaya untuk mencari nasabah baru, bank syari‟ah bisa mencari
seorang nasabah baru atau dengan pengalihan hutang dari bank konvensional atau
bank syariah. Faktor yang mempengaruhi nasabah agar dapat melakukan
pengalihan hutang, yaitu; Service, Margin, dan Religi (SEMAR).
Transaksi pengalihan hutang (take over) pembiayaan dari bank
konvensional ke bank syari‟ah diatur dalam Fatwa DSN No. 31/DSN-
MUI/VI/2002, tentang pengalihan hutang. Dalam fatwa ini dijelaskan bawaha
bank syari‟ah boleh melakukan pengalihan hutang dengan empat (4) alternative,
antara lain;
1. Qard dan Murabahah
2. Syirkah Al Milk dan Murabahah
3. Qard dan Ijarah
4. Qard dan IMBT (Ijarah Muntahiya bit Tamlik).
Bank syari‟ah saat ini banyak yang menggunakan alternative pertama
(Qard dan Murabahah). Akad ini secara teori boleh dilakukan dikarenakan
memang sesuai secara syari‟ah. Permasalahan yang muncul adalah ketika akad ini
5
dipraktikan ternyata kurang sesuai dengan syari‟ah karena menimbulkan ba‟i
gharar dan ba‟i al innah.5
Menurut bahasa Arab, makna al-gharar adalah, al-khathr (pertaruhan).
Sehingga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, al-gharar adalah yang
tidak jelas hasilnya (majhul al-„aqibah). Sedangkan menurut Syaikh As-Sa‟di, al-
gharar adalah al-mukhatharah (pertaruhan) dan al-jahalah (ketidak jelasan).
Perihal ini masuk dalam kategori perjudian.6 Gharar atau tahrir adalah
situasi di mana terjadi incomplete information karena adanya uncertainty to both
parties (ketidakpastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi). Dalam tadlis,
yang terjadi adalah pihak A tidak mengetahui apa yang diketahui pihak B
(unknwon to one party). Sedangkan dalam taghrir, baik pihak A maupun pihak B
sama-sama tidak memiliki kepastian mengenai sesuatu yang di transaksikan
(uncertain to both parties).7 Adapun firman Allah SWT sebagai berikut:
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu
5 Farida Sutarsih, Desain Akad Pembiayaan Take Over KPR Syari‟ah di Bank
Muamalat Indonesia, (Skripsi S1 Konsentrasi Perbankan Syari‟ah. Prodi Muamalat. Fakultas
Syaria‟ah dan Hukum. Uin Syarif Hidayatullah, Jakarta: 2008), hal. 15
6 Abu Asma Kholid Syamhudi, Jual Beli Gharar, (https://almanhaj.or.id/2649-jual-beli-
gharar.html), diakses pada hari senin. 23/01/2017 7 Adiwarman Karim, Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan, Edisi ke empat,
(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2004), hal. 32
6
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda
orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.”8 (02:188)
Hadits Nabi Muhammad SAW.
“Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam melarang jual beli al-hashah
(dengan melempar batu) dan jual beli gharar.” (HR Muslim).
Bai‟ al-innah adalah akad jual beli ketika penjual menjual assetnya
kepada pembeli dengan janji untuk dibeli kembali (sales and buy back) dengan
pihak sama. Bai‟ al-innah adalah jual beli yang bertujuan untuk menghindar dari
dengan riba yaitu seseorang menjual suatu barang dengan harga tangguh bayar
atau belum diterima, kemudian membelinya dengan kontan. Akad jual beli bai‟
al-innahi ini mempunyai kemiripan dengan pinjaman tunani dengan jaminan aset
pada bank konvensional. Perbedaannya terletak pada akadnya. Sedangkan secara
fisik nasabah sama-sama memperoleh dana tunai.9
Pengalihan pembiayaan (take over) tidak hanya dilakukan dari bank
konvensional ke bank syari‟ah tetapi bisa juga dari bank syariah ke bank syariah
lainnya. Oleh karena itu, untuk pengalihan pembiayaan antar Lembaga Keuangan
Syaraiah (LKS), DSN mengeluarkan fatwa No. 90/DSN-MUI/XII/2013 tentang
“Pengalihan Pembiayaan Murabahah Antar Lembaga Keuangan Syari‟ah
(LKS)”. Isi dalam fatwa ini adanya pelarangan tentang pengalihan hutang dengan
akad murabahah yang dijelaskan dalam pasal II tentang ketentuan hukum, yaitu;
“Pengalihan hutang pembiayaan murabahah atas inisiatif nasabah boleh dilakukan
8 Qur‟an In Word. Versi 2.2.0. Taufik Product. Inc. 2005
9 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Edisi 1, (Jakarta: Rajagrapindo Persada,
2007), hal. 189
7
dengan menggunakan akad Hawalah bi al-ujrah, MMQ atau IMBT dan tidak
boleh menggunakan akad murabahah karena termasuk bai' al- 'inah.”10
Dalam fatwa ini dijelaskan bahwa LKS boleh melakukan pengalihan
pembiayaan antar LKS dengan tiga alternative, antara lain; (1) dengan akad
Hawalah bil ujroh (2) akad IMBT, dan (3) MMQ (Musyarakah muntanaqisah).
Namun dari hasil temuan penelitian dilapangan masih ada Lembaga
Keuangan Syari‟ah yang melakukan pengalihan pembiayaan antar LKS dengan
akad murrabahah, dimana akad ini termasuk pada Bai‟ al- 'inah. Seperti yang
dilakukan oleh Bank Syariah Mandiri yang melakukan take over kepemilikan
rumah dari bank syariah lainnya. Dimana akad yang digunakan adalah murabahah
bil qard dengan mekanisme pengalihan pembiayaan yang sama dengan bank
konvensional.
B. Rumusan Masalah
Bank syariah Mandiri cabang Cianjur ada pengalihan pembiayaan
dengan Bank syariah lainya dimana alternative akad yang digunakan
menggunakan alternative akad pada Fatwa DSN-MUI no 31 yaitu dengan
menggunakan akad murabahab bil qard. Berdasarkan pemaparan diatas bahwa
pengalihan pembiyaan murabahah boleh dilakukan tetapi tidak boleh
menggunakan akad murabahah. sebagaimana dijelaskan dalam fatwa DSN No.
90/DSN-MUI/XII/2013. Yang dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan pengalihan pembiayaan murabahah antar
lemabaga keuangan syariah di Bank Syariah Mandiri Cabang Cianjur?
10
Fatwa DSN No. 90/DSN-MUI/XII/2013 tentang Pengalihan Pembiayaan Murabahah
antar LKS
8
2. Bagaimana pelaksanaan pengalihan pembiayaan antar LKS di Bank Syari‟ah
Mandiri KC Cianjur?
3. Bagaimana harmonisasi pengalihan pembiayaan murabahah dengan Fatwa
DSN No. 31/DSN-MUI/VI/2002 dan Fatwa DSN No. 90/DSN-
MUI/XII/2013?
C. Tujuan Peneletian
Berdasarkan pada pokok masalah diatas, tujuan yang ingin penulis capai
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengalihan pembiayaan murabahah antar lemabaga
keuangan syariah.
2. Untuk mengetahui pelaksanaan pengalihan pembiayaan antar LKS di Bank
Syari‟ah Mandiri KC Cianjur.
3. Untuk mengetahui harmonisasi pengalihan pembiayaan murabahah dengan
Fatwa DSN No. 31/DSN-MUI/VI/2002 dan Fatwa DSN No. 90/DSN-
MUI/XII/2013.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Secara Teoritis
a. Memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum islam,
khususnya dalam hal jaminan hukum Islam, serta dapat menambah
kepustakaan.
b. Menambah khasanah keilmuan di bidang fikih, baik yang bersifat teoritis
maupun praktis.
9
c. Untuk memberikan kontribusi terhadap pengembangan ekonomi Islam bagi
kita akademisi dan praktisi sebagai pertimbangan dalam prosedur pengalihan
pembiayaan.
2. Manfaat Secara Praktis
a. Mencari kesesuaaian antara teori yang telah di dapat di perkuliahan dengan
kenyataan yang ada di lapangan.
b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk semua pihak yang
berkaitan dengan penelitian ini.
E. Kerangka Pemikiran
1. Tinjauan Pustaka
Studi penulisan tentang pengalihan pembiayaan (takeover), bukan lah
sebagai studi yang baru dimana penulis menemukan berbagai skripsi yang
membahas tentang takeover dari bank konvensional ke bank syariah. Diamana
salah satu skripsinya ialah yang ditulis oleh Nining Widya Ningsih (2011), yang
meneliti tentang “Akad Pembiayaan Take over Pemilikan Rumah Syariah Di
Bank Syariah Mandiri Garut” yang menyimpulkan; (1) bahwa aplikasi akad
take over kredit pemilikan rumah syariah di BSM GARUT sama seperti
pembiayaan lainnya, menggunakan akad qard dan murabahah. (2) alasan bank
BSM GARUT menetapkan margin dalam pembiayaan take over untuk kredit
pemilikan rumah yaitu sudah menjadi kebijakan bank yang tidak bisa di ganggu
gugat selain itu untuk menghindari kerugian. (3) korelasi antara pembiayaan take
over dengan akad qard dan murabahah dalam kredit pemilikan rumah syariah
dalam pelaksanaan menimbulkan masalah dalam penetapan margin dan bai'al
10
inah. maka akad yg lebih sesuai yg lebih sesuai untuk pembiayaan take over kredit
pemilikan rumah adalah akad musyarakah muntanaqisah.
Skripsi dari Mirah Matillah (2015) yang berjudul “Pembiayaan Take
over Pada produk Griya IB Hasanah di BNI Syariah cabang Buah Batu”.
Beliau menyimpulkan bahwasanya; (1) pelaksanaan pembiayaan take over pada
BNI Syariah cabang Buah Batu telah mendekati alternative ke II pada fatwa DSN
No. 31/DSN-MUI/VI/2002 tentang pengalihan hutang, yaitu menggunakan akad
murabahah. (2) tinjauan fatwa DSN No. 31/DSN-MUI/VI/2002, tentang
pengalihan hutang. terhadap pelaksanaan pembiayaan take over, akad yg
digunakan telah sesuai dengan syariah. (3) kedudukan hukum take over di BNI
Syariah Buah Batu.
Kemudian skripsi yang ditulis oleh Farida Sutarsi (2008) yang berjudul
“Desain Akad Pembiayaan take over KPR syariah di Bank Muamalat
Indonesia”. Yang menyimpulkan bahwa (1) Akad pembiayaan take over KPR
syariah di Bank Muamalat Indonesia menggunakan qard dan murabahah yang
merupakan alternatif kesatu dari keempat alternatif yang ditetapkan dalam fatwa
DSN No. 31/DSN-MUI/VI/2002. (2) Desain akad pembiayaan KPR yang lebih
relevan dan lebih sesuai dengan syariah yang telah diterapkan di bank-bank
syariah di negeri lain yaitu akad musyarakah mutanaqisah.
2. Kerangka Berpikir
Secara garis besar kegiatan bank syariah dapat dibedakan menjadi tiga,
yaitu menghimpun dana (funding), menyalurkan dana (financing), dan kegiatan
dibidang jasa (service). Secara garis besar kegiatan bank syariah sama dengan
11
bank konvensional seperti menghimpun dana dalam bentuk tabungan, giro dan
deposito. Perbedaannya dapat dilihat dari mekanisme operasional pembiayaan di
bank syariah yang harus berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Adapun yang
dimaksud dengan pembiayaan berdasarkan syariah ialah, penyediaan uang atau
tagihan yang dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil.11
Salah satu jasa keuangan bank syariah adalah membantu masyarakat
untuk mengalihkan transaksi nonsyariah yang berjalan menjadi transaksi yang
sesuai syariah. dalam hal ini, atas permintaan nasabah, bank syariah melakukan
pengambil alihan hutang nasabah di bank konvensional dengan cara memberikan
jasa hiwalah atau dapat juga menggunakan qard, disesuaikan dengan ada atau
tidak adanya unsur bunga dalam hutang nasabah kepada bank konvensioanal.
Setelah nasabah melunasi kewajibannya kepada bank konvensional, transaksi
yang terjadi adalah transaksi antara nasabah dengan bank syariah. dengan
demikian, yang dimaksud dengan pembiayaan berdasarkan take over adalah
pembiayaan yang timbul sebagai akibat dari take over terhadap transaksi
nonsyariah yang telah berjalan yang dilakukan oleh bank syariah atas permintaan
nasabah.12
11
Atang Abd. Hakim, Fiqh Perbankan Syariah : Transformasi Fiqih Muamalah ke
dalam Peraturan Perundang undangan, Cet. 1, (Bandung: Refika Aditama, 2011), hal. 95 12
Adiwarman Karim, Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan, edisi ke empat,
(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2004), hal. 248
12
Take over menurut BRI Syariah adalah pemindahan hutang pembiayaan
yang dimiliki oleh nasabah dari bank/Lembaga Keuangan non Syariah atau Bank
Syariah kepada bank/Lembaga Keuangan Syariah lainnya.13
Take over sangat
identik dengan pengalihan hutang dari bank konvensional ke bank syariah namun
tidak menutup kemungkinan dilakukan antar bank syariah.
DSN-MUI melarang pengalihan pembiayaan dengan menggunakan akad
murabahah dan qard karena dapat menimbulkan bai‟ al-innah, yaitu
memungkinkan seseorang untuk menjual barangnya kemudian dibeli kembali
dengan harga yang lebih murah. Jual beli secara Al-„Inah ini adalah haram
hukumnya dan tidak diperbolehkan menurut Jumhur ulama (kebanyakan ulama).14
F. Langkah-langkah Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriftif.
Menurut Suharismi Arikunto, penelitian deskriftif berasal dari istilah bahasa
inggris to describe yang berarti memaparkan atau menggambarkan satu hal
misalnya keadaan, kondisi atau hal lain. Dengan demikian yang dimaksud
penelitian deskriftif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki
keadaan, kondisi atau hal lain yang sudah disebutkan yang hasilnya dipaparkan
dalam bentuk laporan penelitian.15
Dengan menggunakan metode deskriftif ini
13
Uswatun Chasanah, Penyelesaian Hutang yang Dialihkan Secara Take Over Dengan
Akad Musharakah Di Bri Syariah Kcp Diponegoro Surabaya, Vol. 03, No. 02. (Surabaya: 2013),
hal. 12. 14
Abu Muawiah, Jual Beli Dengan Cara Al-„Inah, (http://al-atsariyyah.com/jual-beli-
dengan-cara-al-%E2%80%98inah.html), Diakses pada hari selasa. 24/01/2017.
15Suharsimi Arikunto, Prosedur Pendekatan Praktik, Edisi Revisi, Cet. 14, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2010), hal. 3
13
penulis dapat mendeskriftifkan atau memberikan gambaran tentang kegiatan
pengalihan hutang (take over) di Bank Syariah Mandiri KC. Cianjur.
2. Jenis Data
Jenis data yang ditemukan dalam penulisan ini berupa data kualitatif,
menurut Suharsimi Arikunto, data kualitatif adalah tampilan kata-kata lisan atau
tertulis yang dicermati oleh peneliti, dan benda-benda yang diamati sampai
detailnya agar dapat ditangkap makna yang tersirat dalam dokumen atau
bendanya. Dalam penelitian kualitatif ada dua teknik sampling, yaitu sampling
secara internal (internal sampling) dan sampling waktu (time sampling). Sampling
internal dilakukan terkait apa yang diteliti oleh penulis. Penulis melakukan
obeservasi serta wawancara kepada pihak bank BSM KC. Cianjur. Wawancara
yang dilakukan kepada pimpinan bank, staf bank dengan memberikan pertanyaan
yang berkaitan dengan masalah yang ingin diteliti. Hasil dari wawancara tersebut
dibuat sebuah laporan. Sedangkan sampling waktu ialah seberapa lama penelitian
itu akan dilakukan atau seberapa lama wawancara itu dilakukan dengan pihak
bank.
3. Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini terbagi pada dua bagian, yaitu sumber
data primer dan sumber data sekunder.
a. Sumber data Primer, yaitu data pokok yang terdiri dari Fatwa DNS, DPS,
Direktur Operasional, staff Manajemen di BSM KC Cianjur, dan dari data
transaksi nasabah.
14
b. Sumber data sekunder, yaitu buku-buku atau jurnal yang dijadikan literatur
dalam penelitian ini, yang berkaitan dengan objek penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi yang dilakukan penulis adalah datang langsung ke bank BSM
KC. Cianjur untuk melaksanakan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL). Selama
kegiatan berlangsung penulis mengamati setiap kegiatan yang dilakukan oleh
BSM serta mencari data yang bersangkutan dengan masalah yang di kaji.
b. Wawancara
Wawancara dalam penelitian ini dimaksudkan agar mendapatkan
informasi dan data lapangan secara langsung dari responden yang dianggap valid
dan tidak didapat dari dokumentasi. Wawancara yang dilkukan adalah wawancara
terstuktur dan tidak terstruktur. Wawancara terstruktur dilakukan agar beberapa
pertanyaan yang akan diajukan teratur dan tidak melebar ke pertanyaan yang tidak
diperlukan misalnya mewawancari Kepala Pimpinan BSM KC. Cianjur yaitu
Bapak Abdul Rohim, sedangkan wawancara tidak terstruktur hanya sebagai
pelengkap, karena dimungkinkan ada pertanyaan yang perlu dipertanyakan diluar
yang sudah disiapkan.
c. Dokumnetasi
Dokumentasi yang dimaksud adalah usaha untuk mengumpulkan
dokumen-dokumen yang ada dan memiliki keterkaitan dengan tema penelitian
yang sedang dilakukan. Dokumen ini seperti; data yang berkaitan dengan masalah
15
yang dikaji penulis, sejarah di dirikannya BSM, struktur Organisasi Perusahaan,
mekanisme pembiayaan yang dilakukan pada periode 2016, serta manajemen
pembiayaan.
5. Analisis Data
Adapun langkah terakhir yang dilkukan oleh penulis adalah menganilisis
data denga cara sebagai berikut:
a. Mengumpulkan data, data yang didapat dari hasil observasi, wawancara dan
dokumentasi yang berkaitan dengan pengalihan pembiayaan kemudian
dikumpulkan.
b. Menyeleksi data, proses dimana data yang telah terkumpulkan dikelompokan
menurut kategorinya masing-masing yang didapat di BSM KC. Cianjur.
c. Menganalisis data, tahapan dimana data yang sudah dikelompokan dianalisis
sesuai dengan kebutuhan penulisan.
d. Menyimpulkan, tahapan akhir dalam penelitian dan dari kesimpulan tersebut
akan diketahui hasil akhir dari penelitian.
top related