bab ii (dbd)
Post on 31-Jan-2016
13 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD)
2.1.1 Pengertian Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi
oleh virus dengue yang di tularkan melalui gigitan nyamuk Aides aegypti.9
Dengue fever/DF dan Demam Berdarah Dengue/DBD (Dengue
Haemorrhagic Fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan nyeri sendi
yang disertai ruam,leukopenia, trombositopenia, dan perdarahan.1
2.1.2 Epidemiologi
Berdasarkan data World health organization (WHO) tahun 2013
melaporkan lebih dari 2,5 miliar orang dari 2/5 populasi dunia saat ini
berisiko terinfeksi virus dengue, lebih dari 100 negara di Afrika, Amerika,
Mediterania Timur, Asia tenggara dan Pasifik Barat merupakan wilayah
dengan dampak DBD serius. Kasus DBD di dunia pertahun yang
mencapai 48,8 % per 100.000 penduduk dan di Asia Tenggara
diprtkirakan 23.793 kasus pertahun.10
Prevalensi DBD di Indonesia menurut WHO adalah kedua terbesar
setelah Thailand di kawasan Asia Tenggara.11 Pada tahun 2012 sampai
dengan bulan Agustus, di Indonesia dilaporkan 45.964 kasus DBD,
6
7
dibandingkan dengan tahun 2011 dengan periode yang sama kasus ini
meningkat 22,32%. Case Fatality Rate (CFR) di Indonesi pada tahun 2012
ini sebesar 0,86%, tidak jauh berbeda dengan CFR di tahun sebelumnya
yaitu sebesar 0,80%.3
Dinas Kesehatan Provinsi Lampung menyatakan bahwa Incidence
Rate (IR) penyakit DBD di Provinsi pada tahun 2012 sebanyak 68%
dimana Kota Bandar Lampung merupakan kota dengan IR tertinggi bila
dibandingkan dengan daerah lainnya. Data tahun 2012 di Kota Bandar
Lampung, dari 13 kecamatan yang ada, seluruhnya dinyatakan endemis
DBD, dan dari 98 Kelurahan, tercatat 86 Kelurahan endemis DBD. IR
penyakit DBD dari tahun 2002 – 2012 berfluktuatif. Tahun 2007 terjadi
lonjakan kasus, tercatat IR per 100.000 penduduk sebesar 235,5,
meningkat tajam dari tahun 2006 yang hanya sebesar 109,8. Kemudian
lonjakan kasus selanjutnya terjadi di tahun 2012 dengan IR sebesar 179,2,
meningkat hampir 400% dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 47,4.
Peningkatan IR kasus DBD yang terjadi di tahun 2007 dan 2012 ini dinilai
sangat signifikan, dan banyak menimbulkan pertanyaan mengenai
penyebab utamanya.6, 7
Pada wilayah tropis, demam berdarah dengue (DBD) umumnya
meningkat pada musim penghujan dimana banyak terdapat genangan air
bersih yang menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypty.
Pada daerah perkotaan, umumnya wabah demam berdarah dengue (DBD)
kembali meningkat menjelang awal musim kemarau.11
8
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk
genus Aedes (terutama A. aegepty dan A. albopictus). Beberapa faktor
diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu : 1)
Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor
lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain; 2) Pejamu:
terdapat penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan
terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3) Lingkungan: curah hujan,
suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.12
2.1.3 Etiologi DBD
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga flaviviridae.
Flavivirus merupakam virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam
ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Semuanya dapat
menyebabkan Demam Dengue atau Demam Berdarah Dengue. Keempat
serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe
terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan Flavivirus
lain seperti Yellow Fever, Japanese Encephalitis dan West Nile Vyrus.1
9
Gambar 2.1 Nyamuk Aedes aegepti.39
Virus adalah parasit berukuran mikroskopis yang menginfeksi sel
organisme biologis. Virus bersifat parasit obligat, hal tersebut disebabkan
karena virus hanya dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan
menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk hidup karena virus tidak
memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri.12
Masa inkubasi virus dengue 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus
hanya dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan
sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat
tergantung pada daya tahan tubuh manusia12.
2.1.4 Gambaran Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik,
atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam
berdarah dengue atau dengue shock syndrome (DSS).1
10
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari,
yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada fase ini pasien sudah
tidak demam, akan tetapi mempunyai resiko untuk terjadinya renjatan jika
tidak mendapat pengobatan tidak adekuat.1
Adapun tanda dan gejala pada penyakit demam berdarah diawali
dengan gejala :1
1. Mendadak demam tinggi antara 2-7 hari ( 38°C - 40°C).
2. Tampak adanya bintik (purpura) perdarahan pada pemeriksaan
uji tourniquet.
3. Pada kelopak mata bagian dalam (konjungtiva) terdapat bentuk
perdarahan, buang air besar dengan kotoran (feses) berupa lendir
bercampur darah (melena) dan mimisan (epistaksis).
4. Adanya pembesaran hati (hepatomegali).
5. Menurunnya tekanan darah sehingga bisa menyebabkan
penderitan syok.
6. Terjadinya penurunan trombosit di bawah 100.000/mm3
(trombositopenia) pada pemeriksaan laboratorium darah pada
hari ke 3 sampai hari ke 7.
7. Penderita mengalami mual, penurunan nafsu makan, muntah,
menggigil, sakit kepala.
8. Pada gusi terjadi perdarahan.
9. Adanya demam yang diderita oleh penderita menyebabkan sakit
pada persendian dan pegal.
11
Sedangkan tanda dan gejala demam dengue (DD) probable dengue
ditandai dengan demam akut selama 2-7 hari di tambah dua atau
lebih manifestasi klinis sebagai berikut:1
1. Nyeri kepala.
2. Nyeri retro-orbital
3. Mialgia.
4. Atralgia.
5. Ruam kulit.
6. Manifestasi perdarahan (Petekie atau uji bendung positif).
7. Leukopenia (leukosit < 5000).
8. Trombosit <150.000.
9. Hematokrit naik 5-10 %.
2.1.5 Klasifiksasi Demam Berdarah Dengue (DBD)
Tabel 2.1 klasifikasi BDB berdasarkan WHO (1997).1
DD/DBD Derajat Gejala klinis Laboratorium
DD - Demam disertai 2
atau lebih tanda :
sakit kepala,
nyeri retro orbita,
mialgia, atralgia.
Leukopenia,
trombositopenia,
tidak ditemukan
kebocoran plasma.
DBD I Gejala di atas
ditambah uji
tourniquet (+)
Trombositopenia
(< 100.000/ul),
adanya kebocoran
plasma
(Peningkatan
12
hematokrit > 20 %)
DBD II Gejala di atas
ditambah adanya
perdarahan
( epistaksis,
perdarahan gusi
dll).
Trombositopenia
(< 100.000/ul),
adanya kebocoran
plasma.
(Peningkatan
hematokrit > 20 %)
DBD III Geajala di atas di
tambah
kegagalan
sirkulasi (kulit
dingin dan
lembab serta
gelisah).
Trombositopenia
(< 100.000/ul),
adanya kebocoran
plasma.
(Peningkatan
hematokrit > 20 %)
DBD IV Syok berat
disertai dengan
tekanan darah
dan nadi tidak
terukur.
Trombositopenia
(< 100.000/ul),
adanya kebocoran
plasma.
(Peningkatan
hematokrit > 20 %)
(Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 Edisi 4)
2.1.6 Patogenesis
Patogenesis DBD belum diketahui dengan jelas, dan masih
diperdebatkan. Berbagai teori/hipotesis dikemukakan seperti: 1) infeksi
sekunder (Secondary Heterologous Teory); 2) Antibody Dependent
Enhancement (ADE); 3) virulensi virus; dan 4) mediator inflamasi.
13
Hipotesis infeksi sekunder menerangkan bahwa manifestasi klinis
yang muncul berhubungan dengan seseorang setelah terinfeksi virus
dengue untuk pertama kali kemudian mendapat infeksi kedua dengan virus
dengue tipe lain.13,14 Bila seseorang mendapat infeksi kedua oleh Virus
Dengue yang sama dengan infeksi yang pertama, maka akan terjadi
eliminasi virus, oleh karena antibodi yang terbentuk saat pertama kali
terinfeksi adalah spesifik, sehingga pada infeksi kedua mampu
menetralkan Virus Dengue (VD) tipe yang sama (teori pembentukan
antibodi spesifik terhadap antigen yang merangsangnya).15 Teori ini masih
diperdebatkan. Virus Dengue (VD) dengan tipe yang sama tetapi bila telah
mengalami mutasi genetik pada subtipenya (ini bisa terjadi pada VD dari
daerah yang berbeda), maka yang menjadi pertanyaan adalah seberapa
besar efektivitas reaksi netralisasi antigen (Ag) dan antibodi (Ab) pada
infeksi sekunder tersebut.
Reaksi Ag-Ab antara infeksi sekunder dan ADE pada prinsipnya
adalah sama, hanya berbeda dari sisi sudut pandang. Teori infeksi
sekunder memandang dari infeksi VD dengan serotipe yang berbeda,
sedangkan ADE memandang dari akibat reaksi Ag-Ab yang dapat
memperburuk patogenesis DBD.15 Teori ADE merupakan peranan sentral
dari patogenesis DBD, karena teori ini dapat dihubungkan dengan berbagai
mekanisme lanjutan seperti trombositopenia, gangguan koagulasi dan
kebocoran plasma.16
14
Menjelaskan teori ADE, bahwa pembentukan antibodi non
netralisasi akan mempermudah sel terinfeksi oleh virus dan memiliki sifat
memacu replikasi virus. Pada infeksi kedua yang dipicu oleh VD dengan
serotipe berbeda, maka VD akan berperan sebagai super antigen setelah
difagositosis oleh monosit/ makrofag. Antigen ini membawa muatan
polipeptida spesifik yang berasal dari Major Histocompatibility Complex II
(MHC class II), yang kemudian akan berikatan dengan limfosit T CD4+
dengan perantaraan T Cell Receptor (TCR). Limfosit T CD4+ akan
mengeluarkan substansi Th1 yaitu IFN-γ, IL-2, dan Colony Stimulating
Factor (CSF). Peningkatan kadar IFN-γ akan merangsang makrofag untuk
melepaskan sitokin yang bersifat vasoaktif atau prokoagulasi, seperti IL-1,
IL-6, TNF-α, Platelet Activating Facor (PAF), dan Nitric Oxide (NO).
Bahan-bahan mediator tersebut akan mempengaruhi sel endotel dinding
pembuluh darah dan sistem hemostasis yang akan menyebabkan
kebocoran plasma dan perdarahan.17
Virulensi virus adalah kemampuan dari virus untuk menimbulkan
penyakit. Kemampuan ini dihubungkan dengan serotipe dari VD. Peneliti
menemukan terdapat perbedaan serotipe VD untuk masing-masing daerah.
Di Hawai tipe DEN-1 yang mendominasi,18 di Filipina DEN-1 dan DEN-
2,19 di Indonesia DEN-3.1 Viral load (titer) dari virus yang ada dalam tubuh
pasien DBD mempunyai hubungan positif terhadap derajat beratnya
penyakit. Titer virus pada DSS 10-100 kali lebih tinggi dari penderita
DD.16
15
Mediator inflamasi merupakan reaksi penghubung antara ADE
dengan komplikasi DBD. Pada reaksi ini, yang terlibat adalah sel limfosit
T (T-helper/CD4, T sitotoksik/CD8), sel B, monosit/makrofag, sel endotel,
sitokin, serta aktivasi komplemen. Perkembangan virus pada pasien
mengaktivasi sel T. Sel Th1 mensekresi berbagai mediator seperti: IFN-γ,
IL-2, dan TNF-α. Sel Th2 akan mensekresi IL-4,IL-5,IL-6 dan IL-10.
Virus dengue yang berkembang dalam tubuh manusia akan merangsang
komunikasi antar sel. Antigen Presenting Cell (APC) sebagai sel penyaji
peptida virus melalui MHC, sel T melalui ligan dan mediatornya akan
mengaktivasi sel B, sehingga sel B memproduksi imunoglobulin/ antibodi.
Makrofag yang teraktivasi akan mensekresi TNF-α, IL−1, IL-6 dan
histamin (mediator inflamasi). Akibat rangsangan dari ikatan virus
antibodi komplek dan tersekresi berbagai mediator yang berlebihan, maka
komplemen teraktivasi secara berjenjang (cascade) membentuk C3a dan
C5a (komplemen anafilatoksin). Ikatan virus-antibodi komplek, sitokin,
komplemen C3a dan C5a, dapat memicu aktivasi faktor koagulasi (Platelet
Activating Factor/ PAF), sistem fibrinolisis, sampai akhirnya terjadi
gangguan agregasi trombosit, dan meningkatkan reaksi inflamasi penderita
DBD. Akibat dari respon imun yang menyimpang dan efek sinergi dari
mediator di atas (berbagai sitokin, TNF-α, IFN-γ, C3a, C5a dan aktivasi
faktor koagulasi) menyebabkan puncak reaksi berupa trombositopenia,
kerusakan endotel, meningkatkan permiabilitas kapiler, Diseminated
Intravascular Coagulation (DIC) dan DSS.16
16
2.1.7 Diagnosis
Berdasarkan manifestasi klinis dan pemeriksaan laboratorium
dapat ditegakkan diagnosis DBD dengan mengacu pada kriteria WHO
1997.1 Diagnosis DBD ditegakkan bila semua atau beberapa hal di bawah
ini dipenuhi:1
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari.
2. Terdapat minimal satu dari manifstasi perdarahan berikut :
a. Uji bendung positif
b. Petekie, ekimosis, atau purpura.
c. Perdarahan mukosa (tersering epistaksis dan perdarahan gusi),
atau perdarahan dari tempat lain.
3. Hematemesis atau melena.
4. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/µl).
5. Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma sebagai berikut:
a. Peningkatan hematokrit > 20 % setelah mendapat terapi cairan
dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin.
b. Penurunan hematokrit > 20 % setelah mendapat terapi cairan
di bandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
c. Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, atau
hipoproteinemia.
17
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium bersama pemeriksaan klinis merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan untuk menegakkan diagnosa
infeksi dengue.20
2.1.8.1 Pemeriksaan Darah Lengkap
a. Nilai hematokrit
Peningkatan hematokrit menggambarkan hemokonsentrasi dan
merupakan indikator yang peka akan terjadinya kebocoran plasma.
Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit ≥
20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.
Perlu diketahui bahwa nilai hematokrit dipengaruhi oleh penggantian
cairan atau perdarahan.1
b. Jumlah trombosit
Pada umumnya trombositopenia terjadi sebelum ada peningkatan
hematokrit dan terjadi sebelum suhu turun. Trombositopenia (jumlah
trombosit <100.000/µl) biasanya ditemukan pada hari ke 3-8.1
c. Jumlah leukosit
Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relatif >45% dari total leukosit disertai adanya
limfositosis relatif >15% dari jumlah total leukosit pada fase syok
meningkat. Hitung leukosit ini cukup penting untuk diperhitungkan
dalam menentukan prognosis pada fase-fase awal infeksi. Leukopenia
18
<5000 sel/µl merupakan pertanda bahwa dalam 24 jam kedepan
demam akan turun dan penderita akan memasuki fase kritis.1
2.1.8.2 Pemeriksaan Serologis
Pemeriksaan serologis dilakukan untuk mendeteksi adanya respon
imun dari penderita yaitu pembentukan antibodi terhadap virus dengue
(IgG, IgM). Pada infeksi primer diawali dengan adanya antibodi IgM
terlebih dahulu yaitu pada hari ke 3-5 meningkat sampai minggu ke-3,
menghilang setelah 60-90 hari. Setelah itu diikuti dengan munculnya IgG
pada hari ke-14, tetapi pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi pada
hari ke-2. Pemeriksaan serologis yang lain adalah pemeriksaan NS-1 yaitu
mendeteksi adanya antigen virus dengue, pemeriksaan NS-1 dapat
mendeteksi antigen virus dengue pada awal demam hari pertama sampai
hari ke delapan. Sensitivitas anti gen NS-1 berkisar 63% - 93,4% dengan
spesifisitas 100% sama tingginya dengan gold standard kultur virus.1
2.1.8.3 Pemeriksaan Isolasi Virus
Diagnosa pasti didapatkan dari hasil isolasis virus dengue dengan
teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction),
namun teknik yang digunakan sulit, biaya yang dikeluarkan mahal dan
membutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang terampil, saat ini tes
serologis yang dapat mendeteksi adanya antibodi spesifik sudah banyak
tersedia.1
19
2.2 Platelet (Trombosit)
2.2.1 Definisi
Trombosit (Platelet) adalah salah satu segmen sel darah yang tidak
memiliki inti, jumlah normal dalam sirkulasi berkisar 150.000-450.000
sel/mm3 dengan jumlah rata rata sedikit lebih tinggi pada wanita
dibandingkan pria.20
2.2.2 Morfologi
Trombosit tidak berinti, berbentuk bulat atau oval, gepeng,
memberikan struktur mirip piringan dengan diameter 1 – 4 mikrometer dan
volume 7 – 8 fl. Trombosit dapat dibagi menjadi 3 daerah (zona) yaitu
zona daerah tepi yang berperan dalam adhesi dan agregasi, zona “sol gel”
yang menunjang struktur dan mekanisme interaksi trombosit dan zona
organel yang berperan dalam pengeluaran isi trombosit. Aktivitas
trombosit penting pada proses awal pembekuan darah (hemostasis) yang
akan berakhir dengan pembentukan sumbat trombosit (Trombosit Plug).
Trombosit akan mengalami proses adhesi, aktivasi dan agregasi. Masa
hidup trombosit sekitar 7,5 hari. Normalnya, dua pertiga total trombosit
berada di sirkulasi darah, sementara sepertiga lainnya berada di organ
limpa.21 Pada orang dewasa, trombosit berasal dari sumsum tulang merah
dibentuk dari fragmentasi sitoplasma megakariosit matang. Produksi
trombosit diatur oleh hormon trombopoitin yang diproduksi oleh hepar dan
ginjal.21
20
2.2.3 Proses Maturasi Trombosit
Gambar 2.2 Proses Maturasi Trombosit.42
Awal pembentukan trombosit berasal dari stem sel pluripoten atau
yang sering disebut dengan sel induk, kemudian menjadi megakariosit
progenitor, progenitor paling awal dari megakariosit adalah Burst-
Forming Unit Megakaryocyte (BFU-Mega), dan progenitor selanjutnya
adalah Colony –Forming Unit Megakaryocyte (CFU-Mega). Kemudian
berlanjut lagi menjadi prekursor pertama yang dapat dikenal secara
morfologi adalah megakarioblas Dalam proses pematang megakarioblas
mengalami endomitosis, yaitu proses dimana terjadi penggandaan inti
tetapi tidak mengalami pembelahan. Selanjutnya sel ini akan mengalami
pematangan menjadi promegakariosit, dari prokursor ini dibentuk
megakariosit granular matang yang merupakan sel rakasasa dengan
21
diamneter 30-160 µm, kemudian trombosit terbentuk melalui pelesan
sitoplasma atau fragmen dari tepi megakariosit matang yang memliki
ukuran lebih kecil dibandingkan ukuran megakariosit matang, kemudian
trombosit disalurkan ke aliran darah. Pada manusia proses pematangan
megakariosit kira-kira 5 hari.20
2.2.4 Fungsi Trombosit
Fungsi trombosit pada umumnya adalah pembentukan sumbat
mekanik selama respon hemostatis normal terhadap cedera vaskular.
Tanpa trombosit dapat terjadi kebocoran darah spontan melalui pembuluh
darah kecil. Reaksi trombosit dapat berupa adhesi, agregasi, dan reaksi
pembebasan serta aktivitas prokoagulannya sangat penting untuk
fungsinya.22
Trombosit berperan penting dalam bekuan darah, trombosit dalam
keadaan normal bersikulasi ke seluruh tubuh melalui aliran darah, namun
dalam beberapa detik setelah kerusakan suatu pembuluh darh, trombosit
tertarik ke daerah tersebut sebagai respon terhadap kolagen yang terpajan
di lapisan subendotel pembuluh darah. Trombosit melekat ke permukaan
yang rusak dan mengeluarkan beberapa zat (termasuk serotonin dan
histmain) yang menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah . Ini adalah
langkah pertama untuk mengurangi aliran darah ke daerah tersebut.
Histamin dan serotonin kemudian menyebabkan vasokonstriksi
berkepanjangan, suatu langkah penting pada reaksi peradangan.22
22
2.2.5 Trombosit pada Demam Berdarah Dengue
Patofisiologi trombositopenia pada pasien DBD masih merupakan
bahan perdebatan, diantaranya adalah: 1) penurunan produksi,23 2)
meningkatnya destruksi,24 dan 3) pemakaian trombosit yang berlebihan.25
1. Penurunan Produksi Trombosit Akibat Supresi Sumsum Tulang
Penelitian sumsum tulang pada pasien DBD sewaktu
demam akut menunjukkan terjadi depresi sumsum tulang yaitu
tahap hiposeluler pada hari ke 3,4 demam dan perubahan patologis
sistem megakariosit, eritroblast dan prekursor mieloid. Penemuan
ini selanjutnya dijelaskan dengan adanya infeksi virus langsung
pada sel hematopoietik progenitor dan sel stromal.24,26,27 Hal ini
sesuai dengan keadaan klinis pasien DBD di mana jumlah
trombosit mulai menurun pada hari ke 3 demam, dan mengalami
trombositopenia pada hari ke 4-5 demam.28
2. Meningkatnya Destruksi Trombosit
Konsisten dengan penelitian pada manusia, antibodi yang
diproduksi sewaktu infeksi virus dengue menunjukkan adanya
reaksi silang dengan beberapa sel antigen (antigen pasien). Reaksi
silang antara antibodi virus dengue, terutama anti-NS1 dengan sel
dari endotel dan platelet dapat dijadikan dasar dari hipotesis
terjadinya trombositopenia. Antibodi anti-NS1 yang bereaksi silang
dengan sel endotel dapat merangsang sel ini untuk menghasilkan
23
Nitric Oxide (NO) dan apoptosis. Nitric Oxide berfungsi untuk
menghambat replikasi virus dengue, akan tetapi jika diproduksi
dalam jumlah berlebihan akan menyebabkan kerusakan sel.29
Antibodi anti-NS-1 juga menunjukkan adanya reaksi silang
dengan platelet dan menyebabkan trombositopenia.24 Hal tersebut
terjadi pada fase akut pasien DBD, diduga platelet
mengekspresikan molekul permukaan spesifik yang dikenali oleh
autoantibodi seperti anti-NS-1 tersebut, khususnya regio C terminal
dari NS1.30 Pengaruh dari reaksi silang antara antibodi dengan
platelet adalah terjadi lisis dari platelet dan inhibisi agregasi
platelet. Platelet yang bereaksi silang dengan antibodi anti-NS1
akan mengaktivasi komplemen yang akhirnya akan mengakibatkan
bertambah banyaknya lisis dari platelet. Induksi platelet lisis
melalui reaksi silang dengan Antibodi anti-NS1 menjelaskan
mekanisme terjadinya trombositopenia pada fase akut infeksi virus
dengue.25,29
Infeksi virus dengue dapat menyebabkan penyimpangan
respon imun yang mengakibatkan ratio CD4/CD8 terbalik. Pada
respon imun ini, monosit/makrofag dan atipikal limfosit tidak
mampu mengeliminasi virus. Penyimpangan respon imun ini
diperparah oleh produksi sitokin yang berlebihan, dan adanya
autoantibodi terhadap platelet dan endotel. Sitokin IFN-γ
mengaktivasi makrofag untuk memfagosit antibodi-platelet dan
24
antibodi-endotel komplek sehingga terjadi kerusakan trombosit dan
sel endotel.
3. Pemakaian Jumlah Trombosit Berlebih
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, pada pasien DBD
terjadi kerusakan vaskular yang akan menimbulkan kebocoran
plasma. Fungsi hemostasis platelet diperlukan untuk memperbaiki
keadaan ini. Peningkatan pemakaian platelet ini akan memperburuk
keadaan trombositopenia pada pasien DBD.
Selain karena peningkatan pemakaian trombosit, pada fase
akut infeksi virus dengue sekunder, parameter koagulasi seperti
jumlah platelet dan Activated Partial Thromboplastine Time
(aPTT) atau parameter fibrinolisis dari Tissue Type Plasminogen
Activator (tPA) dan Plasminogen Activator Inhibitor (PAI-1)
mengalami perubahan. aPTT memanjang sementara itu tPA juga
meningkat. Hal tersebut menyebabkan aktivasi koagulasi dan
fibrinolisis terjadi bersamaan. Aktivasi koagulasi dan fibrinolisis
bersamaan ini jauh lebih parah pada pasien DBD daripada pasien
DD.25 Jika keadaan ini terus berlangsung maka akan terjadi DIC
pada pasien DBD. Pada keadaan DIC menggambarkan keadaan
kecepatan konsumsi faktor koagulan atau trombosit melebihi
kemampuan tubuh untuk mensintesis faktor tersebut.25
25
2.3 Automatic Hematology Analyzer
2.3.1 Prinsip Kerja
1. Red Blood Cell (RBC), Platelet, White Blood Cell (WBC) count.20
2. White Blood Cell (WBC) Differential Count.20
3. Hemoglobin.20
2.3.2 Metode
2.3.2.1 Electrical Impedance Method
Metode ini didasarkan pada pengukuran perubahan hambatan arus
listrik yang dihasilkan oleh sel-sel darah pada saat melewati celah
(aperture). Darah sample diencerkan oleh Diluent, sehingga didapatkan
suspensi darah yang tidak terlalu pekat. Kemudian suspensi tersebut akan
dibagi ke dalam WBC chamber dan RBC chamber. Di dalam chamber,
sel-sel darah akan dialirkan melewati aperture, tiap aperture dilengkapi
dengan elektroda yang memiliki arus listrik. Ketika sel-sel melewati
apperture, sel akan menabrak arus listrik tersebut sehingga timbul suatu
gangguan/hambatan (impedance) pada arus tersebut. Hambatan yang
terbentuk menyebabkan terbentuknya suatu pulse tegangan. Pulse
tegangan yang terbentuk sesuai dengan besar atau kecilnya sel. Semakin
besar sel, akan semakin besar pula pulse yang terbentuk. Perbedaan
electrical impedance inilah yang digunakan untuk mengklasifikasikan sel-
sel.20
26
2.3.2.2 Dual Channel Method
Dual Channel Method dibagi atas 2 metode yaitu:20
1. Methoda Dual Angle Laser Scattering combined cytochemical
staining yaitu metode ini didasarkan pada perbedaan pengukuran
antara ukuran inti sel WBC dengan ukuran sitoplasma sel WBC
yang melewati sinar laser. Metode ini digunakan untuk pengukuran
Eosinofil, Neutrofil, Lymfosit dan Monosit. Darah sample
diencerkan oleh Diluent, sehingga didapatkan suspensi darah yang
tidak terlalu pekat. Kemudian suspensi tersebut akan dibagi ke
dalam WBC chamber, RBC chamber, dan DIFF Chamber. Di
dalam DIFF chamber, RBC dan platelet akan dilisiskan, sehingga
hanya tersisa WBC. WBC kemudian akan didorong dengan
tekanan yang tinggi oleh Diluent ke dalam Flow Cell, efek
pendorongan dengan tekanan tinggi oleh Diluent akan memisahkan
WBC menjadi individual sel dan melewati Flow Cell satu persatu
(Sheath flow) Ujung flow cell disinari dengan sinar laser, sehingga
sel-sel yang melewati flow cell akan tersinari oleh laser tersebut.
Pada saat sel melewati sinar laser, Sel akan membiaskan sinar laser
yang mengenai membran dan inti sel. Bias sinar yang terbentuk
oleh masing-masing sel berbeda-beda dan mempunyai karakteristik
tersendiri yang spesifik untuk tiap-tiap jenis sel. Bias sinar yang
dihasilkan pada saat sel melewati sinar laser akan ditangkap oleh
detektor dan dikonversikan ke dalam bentuk signal elektrik.
27
Berdasarkan signal elektrik yang diperoleh, akan didapatkan data
tentang ukuran sel dan informasi bagian dalam sel (inti sel), untuk
kemudian digunakan dalam mengklasifikasikan masing masing
jenis leukosit yang berbeda.20
2. Impedance Method yaitu metode yang digunakan untuk
pengukuran basofil. Menggunakan Reagent SLS-I Lyse, reagen ini
akan menghancurkan sel-sel RBC, Platelet dan Dinding sel WBC
(kecuali Basofil). Basofil akan tetap dalam bentuk aslinya dan
diukur secara impedance.20
2.3.3 Output Automatic Hematology Analyzer
Hasil yang dikeluarkan dari mesin hematologi adalah bagian dari
sel sel darah yaitu trombosit, sel darah merah, sel darah putih yang terdiri
dari limfosit, neutrofil, eosinofil, basofil. Dari bagian sel darah yaitu
trombosit, mesin hematologi dapat menghasilkan nilai Platelet
Distribution Widht (PDW) dan Mean Platelet Volume (MPV) yang didapat
diketahui ukuran sel trombosit melalui metoda electrical impedance.20
2.4 Platelet Distributions Widht (PDW) dan Mean Platelet Volume (MPV)
2.4.1 Platelet Distribution Width (PDW)
PDW adalah variasi ukuran diameter trombosit yang beredar dalam
darah perifer, trombosit muda berukuran lebih besar dan trombosit tua
mempunyai ukuran yang lebih kecil. Jadi, dalam sirkulasi darah terdapat
28
trombosit bifasik. Sebagai akibat meningkatan proporsi trombosit muda
maka juga terdapat peningkatan PDW. Nilai normal 10,0-18,0%.8
2.4.2 Mean platelet volume (MPV)
MPV adalah rata rata ukuran diameter trombosit yang beredar
dalam darah perifer. Oleh karena trombosit muda berukuran lebih besar
maka MPV yang tinggi merupakan petanda peningkatan produksi
trombosit atau mungkin sebagai kompensasi untuk distribusi trombosit .
Nilai normal 6,5-11,0 µm.8
2.4.3 Aplikasi dari Pemeriksaan PDW dan MPV
Pada penelitian yang dilakukan oleh Teoman dkk. Menemukan
bahwa peningkatan MPV dapat terjadi pada keadaan inflamasi akut seperti
infark miokard akut dan simdrom metabolik.31 Keadaan inflamsi akut juga
terjadi pada kasus DBD. Salah satu hipotesis patofisiologi dari DBD yaitu
hipotesis mediator menyebutkan bahwa pada infeksi dengue akan terjadi
aktivasi kaskade sitokin terutama TNFα, interleukin-1 dan interleukin-6,
ketiga mediator tersebut merupakan mediator proinflamasi.32,33,34,35
Andreas dkk menemukan bahwa MPV dapat digunakan sebagai
petanda aktivitas inflamasi pada inflammatory bowel disease.36 Hal serupa
juga dilaporkan oleh Bunyamin dkk menemukan bahwa peningkatan MPV
dapat menunujukan adanya inflamasi pada kasus spondilitis dan arthritis
rematoid.37 Penelitian mengenai PDW telah di lakukan oleh Luzzato dkk
29
bahwa PDW lebih baik dalam menggambarkan stimulus trombopoietik
pada kasus serosis hati di bandung MPV.
Dari penelitian oleh Buttarello dkk didapatkan juga bahwa PDW
dan MPV dapat digunakan dalam mengetahui etiologi keadaan
trombositopenia, didapat hasil bahwa trombositopenia yang diakibatkan
oleh infeksi virus akan menyebabkan peningkatan PDW dan MPV.38
Stefanus dkk8 juga melakukan penelitian, ditemukan keadaan nilai
PDW dan MPV yang lebih tinggi pada sindrom syok dengue dan
trombositopenia.
2.4.4 Hubungan antara Perubahan Nilai PDW & MPV dengan Derajat
Klinis pada Pasien Demam Berdarah
Penelitian tentang hubungan antara perubahan nilai PDW dan
MPV dengan derajat klinis pada pasien demam berdarah dengue pernah
dilakukan oleh Stefanus dkk di Manado, Sulawesi Utara, dengan
kesimpulan nilai PDW dan MPV terlihat meningkat pada DSS
dibandingkan dengan DBD. Pasien yang menderita DBD pada
pemeriksaan laboratoriumnya selalu ditemukan adanya penurunan jumlah
trombosit (trombositopenia), maka dengan turunnya jumlah trombosit di
perifer akan meningkatkan nilai dari Platelet Distribution Width (PDW)
dan Mean Platelet Volume (MPV), apabila keadaan trombositopenia terus
berlangsung. Dengan ditemukannya nilai PDW dan MPV yang
meningkatkan dapat dipastikan bahwa terjadi variasi bentuk dan variasi
30
sebaran dari trombosit di perifer, sebagai kompensasi dari tubuh yang
dilakukan oleh sumsum tulang dalam mengatasi keadaan trombositopenia
yang terjadi dengan cara mengeluarkan segmen trombosit yang belum
matang/immature. Dengan demikian adanya peningkatan nilai PDW dan
MPV dapat dihubungan dengan progesivitas atau derajat klinis pada pasien
DBD, karena semakin rendah kadar trombosit membuat semakin tingginya
nilai PDW dan MPV yang berarti derajat klinis DBD semakin
tinggi/progresitivitas dan dapat menimbulkan DSS.8
31
2.5 Kerangka Teori
Gambar 2.3 Kerangka Teori.1,8
Infeksi sekunder (teori pembentukan antibodi spesifik terhadap antigen yang merangsangnya)
Demam berdarah dengue (DBD)
Antibody Dependent Enhancement (ADE), memproduksi sitokin yang mengganggu produksi trombosit
Mediator inflamasi (akibat aktivasi makrofag,makrofag mensekresikan TNF-α, IL−1, IL-6 dan histamin
PDW
Trombositopenia
Respon tubuh terhadap trombositopnenia
Respon dari tubuh
Pemeriksaan hematologi
Produksi giant trombosit
Virulensi virus langsung terhadap trombosit
Derajat III dan derajat IV > derajat I dan derajat II
MPV
32
2.6 Kerangka Konsep
Gambar 2.4 Kerangka Konsep Penelitian.
2.7 Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah:
Ha: Terdapat hubungan antara Nilai Platelet Distribution Width (PDW)
dan Mean Platelet Volume (MPV) dengan Derajat Klinis DBD di
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek.
Ho: Tidak terdapat hubungan antara Nilai Platelet Distribution Width
(PDW) dan Mean Platelet Volume (MPV) dengan derajat klinis DBD
di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek.
Nilai Platelet Distribution Width (PDW) dan Nilai Mean Platelet Volume
(MPV)
Derajat Klinis Demam Berdarah Dengue
(DBD)
top related