bab ii kajian pustaka 2.1 pestisida...pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin, sebagai...
Post on 18-Nov-2020
5 Views
Preview:
TRANSCRIPT
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
21 Pestisida
Pestisida digunakan untuk melindungi hasil produksi tanaman dari
kerugian akibat berbagai gangguan hama Penggunaan pestisida organik sintetik
merupakan pilihan utama petani sayuran untuk mengendalikan organisme
pengganggu tanaman (OPT) Pestisida yang digunakan di bidang pertanian dan
kehutanan yang sudah mendapat ijin diedarkan dari Kementrian Pertanian sampai
tahun 2011 terdapat 2247 formulasi (Kementrian Pertanian 2011) Satu formulasi
pestisida sekurang-kurangnya mengandung 3 bahan utama yaitu 1) bahan aktif
2) stabilisator dan 3) bahan tambahan (pengharum pewarna dan sebagainya)
Pestisida dianggap sebagai produk teknologi yang mudah diterapkan
hasilnya efektif tersedia dengan mudah ditingkat petani dan yang penting secara
ekonomis menguntungkan Pestisida dianggap sebagai jaminan bagi keselamatan
dan keberhasilan tanaman oleh petani sehingga pestisida tidak dapat dilepaskan
dari petani terutama petani sayuran (Jaga dan Dharmani 2003) Pestisida juga
bermanfaat di bidang kesehatan karena dapat mengendalikan vektorminusvektor
penyakit menular tertentu sehingga mampu menurunkan prevalensi penyakit
seperti malaria schistosomiasis filariasis demam berdarah dengue dan penyakit
pes (Saftarina 2011) Pestisida organofofat (OPs) sangat bermanfaat namun juga
sangat berbahaya bagi organisme bertulang belakang termasuk manusia Manusia
dapat terpapar pestisida dari lingkungan baik udara tanah maupun air Para petani
10
cenderung memakai pestisida bukan atas dasar indikasi untuk pengendalian hama
namun mereka menjalankan cara cover blanket system yaitu ada ataupun tidak ada
hama tanaman tetap disemprot dengan pestisida Penggunaan pestisida oleh
petani dilakukan dengan mencampur beberapa macam bahkan dicampur dengan
pupuk
Penggunaan pestisida pada beberapa daerah pusat pertanaman sayur baik
di dataran tinggi maupun dataran rendah di pulau Jawa Bali dan Sumatra dari
tahun ke tahun meningkat dalam hal dosis cara pemakaian frekuensi penggunaan
maupun jenis yang dipergunakan Interval penyemprotan pada pertanaman
kentang tomat dan kubis dapat mencapai 4 ndash 5 hari sekali atau antara 12 ndash 15 kali
penyemprotan selama satu musim tanam Penyemprotan justru lebih intensif
dilakukan mendekati waktu panen dengan tujuan memperoleh hasil yang
berkualitas Penggunaan pestisida yang demikian merupakan ancaman tidak
hanya bagi lingkungan tetapi juga bagi manusia yang terpapar baik petani
penyemprot maupun konsumen Setiap tahun terjadi 1-5 juta kasus keracunan
pada pekerja pertanian dan 80 dari jumlah ini terjadi di negara berkembang
dengan tingkat kematian sebesar 55 atau sekitar 220000 jiwa (WHO 2014)
Pestisida dapat dikelompokkan berdasarkan 1) organisme target seperti
insektisida (pembasmi serangga) herbisida (pembasmi gulma) rodentisida
(pembasmi tikus) 2) berdasarkan kandungan senyawa kimianya seperti
organofosfat organoklorin dan karbamat dan yang paling aman bagi lingkungan
adalah organofosfat (Salvador et al 2008) Efek toksisitas bahan aktif dalam
11
pestisida umumnya tidak spesifik sehingga dapat mempengaruhi organisme non
target manusia maupun lingkungan dan ekosistem secara keseluruhan
Salah satu populasi yang berisiko untuk mengalami keracunan pestisida
dengan dampak negatif jangka panjang adalah petani sayur di daerah pertanian
terutama di dataran tinggi karena kondisi suhu rendah dan kelembaban tinggi
sangat baik untuk tumbuh dan berkembangnya hama dan penyakit tanaman
Kondisi ini menyebabkan penggunaan pestisida menjadi sangat intensif Dinas
Kesehatan Propinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Asosiasi Industri
Perlindungan Tanaman Indonesia (AIPTI) menyatakan telah terjadi 70 kasus
keracunan petani di Brebes yang menggunakan pestisida Petani sayur dan buah
di Kota Batu Malang Jawa Timur mengalami keracunan pestisida sebanyak
958 yang dilihat melalui pengukuran kadar kolinesterase darah Hasil
pemeriksaan kolinesterase darah pada petani di Kabupaten Magelang pada tahun
2006 dengan jumlah sampel yang diperiksa 550 orang menunjukkan terdapat
keracunan sebanyak 998 dengan rincian keracunan berat 182 keracunan
sedang 7273 dan keracunan ringan 89 (Afriyanto 2012)
Penggunaan pestisida yang tidak dikelola dengan baik dapat berdampak
negatif bagi petani penyemprot dan keluarganya Petani penyemprot terpapar
pestisida secara langsung saat mencampur dan memegang alat penyemprot selama
penyemprotan berlangsung Penyemprotan juga dapat mencemari tanah perairan
air minum makanan dan rokok di sekitar tempat penyemprotan Konsumen juga
dapat terkena dampak negatif dari pestisida
12
Pestisida masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan absorpsi melalui kulit
dan melalui mulut Pestisida yang masuk melalui mulut akan bercampur dengan
ludah yang mengandung enzim masuk ke lambung kemudian ke usus halus dan
seterusnya sampai terbuang melalui usus besar proses absorpsi melalui mukosa
usus kemudian mengalir mengikuti sistem sirkulasi darah Absorpsi pestisida
melalui kulit akan menembus epidermis masuk ke dalam kapiler darah dan
terbawa ke paru-paru dan organ vital lain seperti otot dan otak (Suwindre 1993
dalam Rustia 2010) Pestisida yang masuk ke dalam tubuh mengakibatkan aksi
antara molekul yang terdapat dalam pestisida dengan sel dalam tubuh yang
bereaksi secara spesifik maupunnon spesifik Pestisida dapat merusak
keseimbangan antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh dan menyebabkan
terjadinya peroksidasi lemak di dalam membran lemak
Pestisida dalam tubuh dapat meracuni manusia melalui mekanisme a)
mempengaruhi kerja enzim dan hormon yaitu dapat menonaktifkan aktivator
sehingga enzim atau hormon tidak dapat bekerja dan b) merusak jaringan karena
pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin sebagai hormon yang
memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih toksik
(Bolognesi 2003) Pernyataan ini didukung oleh Diamanti dalam Suhartono
(2008) bahwa pestisida tergolong sebagai endocrine discrupting chemicals
(EDCs) yaitu bahan kimia yang mengganggu sintesis sekresi transport
metabolisme pengikatan dan eliminasi hormon-hormon yang berfungsi menjaga
homeostasis reproduksi dan proses tumbuh kembang
13
Pestisida dalam tubuh yang didistribusikan dan disimpan di dalam jaringan
lemak dapat mengalami biotransformasi dapat juga dijumpai dalam darah serta
dikeluarkan melalui urine Pestisida dapat mengakibatkan efek sistemik dan efek
lokal bagi penggunanya Efek sistemik terjadi apabila pestisida tersebut masuk
ke seluruh tubuh melalui peredaran darah sedangkan sedangkan efek lokal terjadi
di bagian tubuh yang terkena pestisida Senyawa aktif dalam pestisida diketahui
dapat meningkatkan produksi species oxygen reactive (SOR) atau reaktif oksigen
spesies (ROS) sehingga memberikan efek toksik (El-Gendy et al 2010)
Keracunan pestisida yang kronis dapat ditemukan sebagai kelainan saraf
dan perilaku serta berdampak mutagenitas Yuantari (2011) menyatakan paparan
pestisida yang bertahun-tahun menyebabkan masalah pada ingatan sulit
berkonsentrasi perubahan kepribadian kelumpuhan bahkan kehilangan
kesadaran dan koma Keracunan kronis juga berdampak pada organ paru-paru
hati lambung dan usus
211 Pestisida organofosfat (OPs)
Organofosfat (OPs) adalah nama umum ester dari asam fosfat Ester-ester
dari organofosfat atau karbamat banyak digunakan sebagai pestisida insektisida
bahan obat-obatan untuk gangguan kesehatan seperti glaukoma infeksi parasit
dan penyakit alzaimer OPs bisa diabsorpsi melalui absorpsi kulit atau mukosa
atau parenteral per oral inhalasi dan juga injeksi (Elersek dan Filipic 2012)
Pestisida OPs penggunaannya sangat luas di dunia demikian juga di
Indonesia petani umumnya menggunakan pestisida golongan ini baik untuk
pertanian pertamanan dalam rumah tangga dan kesehatan Pestisida OPs dan
14
karbamat paling banyak beredar dan digunakan dalam pengendalian hama
penyakit tanaman secara terpadu karena cepat membunuh hama dan relatif aman
bagi lingkungan Pestisida yang termasuk golongan OPs antara lain mefinofos
(fosdrin) paration monokrotofos (azodrin) dikrotofos fosfamidon diklorfos
etion fention dan diazinon metil paration dan profenofos yang tergolong
karbamat di antaranya metomil (Plianbangchang et al2008)
Penggolongan OPs dapat juga berdasarkan dosis mematikan atau daya
racun dari senyawa tersebut terdiri dari klas I a daya racunnya sangat tinggi klas
I b daya racunnya tinggi klas II terdiri dari senyawa organofosfat dengan daya
racun sedang dan klas III daya racunnya ringan (WHO 2009) Berdasarkan
penggolongan ini 40 dari 23 bahan aktif pestisida OPs termasuk klas I a yaitu
daya racunnya sangat tinggi dan ekstrim namun sampai saat ini masih sangat
diperlukan sebagai sarana peningkatan produksi di bidang pertanian dan perikanan
juga untuk peningkatan kualitas kesehatan
OPs bersumber dari H3PO4 (asam fosfat) yang mempunyai sifat sebagai
berikut a) Efektif terhadap serangga yang resisten terhadap hidrokarbon
organoklorin b) Tidak menimbulkan kontaminasi terhadap lingkungan untuk
jangka waktu yang lama c) Kurang mempunyai efek yang lama terhadap
organisme non target d) Lebih toksik terhadap hewan-hewan organisme
bertulang belakang jika dibandingkan dengan organoklorin e) Mempunyai cara
kerja menghambat fungsi enzim kolinesterase (Afriyanto 2012)
Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronkokonstriksi
dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini
15
timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit Senyawa dari golongan pestisida
ini berkerja menghambat aktivitas enzim kolinesterase yang dapat berakibat fatal
dengan gejala antara lain sakit kepala pusing-pusing lemah pupil mengecil
gangguan penglihatan dan sesak nafas mual muntah kejang pada perut dan diare
sesak pada dada dan detak jantung menurun (Jakob et al 2002) Paparan
subkutan umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda
dan gejala OPs dikenal sebagai neurotoksik terhadap mamalia karena
menghambat enzim asetilkolinestester (AChE) yang mengkatalisis hidrolisis
asetilkolin (ACh) yaitu suatu neurotransmitter sehingga akan terakumulasi
212 Toksisitas OPs
Risiko paparan pestisida OPs sangat tinggi pada pekerja pertanian dan
pekerja pada industri kimia seperti pedagang bahan kimia dan pestisida
Mekanisme masuknya racun pestisida tersebut dapat melalui kulit luar mulut dan
saluran makanan serta melalui saluran pernapasan Laju absorpsi OPs melalui
kulit dipengaruhi oleh bagian kulit yang terkena seperti paration akan lebih cepat
masuk melalui kulit di kepala dan leher dibandingkan dengan kulit di tangan dan
lengan (Subash et al 2010) OPs yang terserap selanjutnya akan terakumulasi
dengan cepat dalam lemak hati ginjal dan kelenjar ludah
Saluran cerna merupakan salah satu jalur utama penyerapan toksikan
selain paru-paru dan kulit (Juhryyah 2009) Toksikan dapat merusak permukaan
internal dari traktus gastrointestinal dan memperlambat bahkan menghentikan
peristaltik usus sehingga menyebabkan terjadinya penyerapan toksikan tersebut
16
(Manahan 2003) Apabila paparan toksikan pada sel berlangsung cukup lama dan
konsentrasi tinggi sel akan mencapai suatu titik dimana sel tidak dapat lagi
mengkompensasi toksikan tersebut dan tidak dapat melanjutkan metabolisme
Perubahan yang reversibel akan menjadi irreversibel yaitu terjadinya kematian
sel Proses kematian sel dapat terjadi secara apoptosis dan nekrosis
Tanda dan gejala awal toksisitas organofosfat adalah stimulasi berlebihan
kolinergenik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi
miosis gangguan perkemihan diare defekasi eksitasi dan salivasi (Rustia et al
2010) Toksisitas OPs berpengaruh pada berbagai sistem dalam tubuh termasuk
hematologi dan perubahan biokimia (Kalender et al 2005) Selain itu terjadinya
stress oksidatif menunjukkan bahwa pestisida memberi efek sitotoksik (Khan dan
Kour 2007)
Toksisitas OPs dipengaruhi oleh struktur kimia metabolisme dalam
tubuh target dosis cara aplikasi tingkat dekomposisi dan cara masuknya ke
organisme Struktur umum dari organofosfat dapat dilihat pada Gambar 21
Gambar 21
Struktur umum organofosfat (Herljac 2009)
17
R1 dan R2 merupakan metil etil atau isopropil dan X merupakan suatu
gugus dapat pergi (leaving group) biasanya berupa substitusi nukleofilik oleh
oksigen dari serin pada sisi aktif protein target Variasi X tergantung dari jenis
OPs (Mangas et al 2016) Unsur yang berikatan rangkap dengan fosfor (P)
dapat berupa oksigen (untuk pestisida paraokson) dapat juga berupa sulfur (S)
untuk pestisida parathion
OPs menghambat fungsi berbagai ester karboksilat hidrolase seperti
asetilkolinesterase plasma dan karboksilesterase hepar paraoksonase dan esterase
yang lain dalam tubuh (Soltatinejad dan Abdollahi 2009) Bagian lipofilik dari
pestisida organofosfat akan berinteraksi dengan membran sel dan mengacaukan
struktur fosfolipid dualapis Kemampuan toksisitas utama dari OPs adalah
menghambat aktivitas enzim kolinesterase dalam darah yang berfungsi mengatur
kerja saraf (neurotransmiter) selanjutnya akan mengaktifkan reseptor kolinergik
Mekanisme toksisitas OPs membentuk ikatan kovalen organofosforilasi
dengan esterase dari kolinesterase menghasikan enzim terfosforilasi yang sangat
sulit dipecah sehingga aktivitasnya terhambat Mekanisme ini ditunjukan pada
Gambar 22 Mekanisme penghambatan AChE adalah terbentuk ikatan antara
satu hidroksil dari gugus serin dalam pusat esteratik AChE dengan fosfor dari
OPs yang membentuk kompleks enzim-inhibitor yang reversibel selanjutnya
terjadi fosforilasi serin secara kovalen (Pohanka 2011) Apabila kolinesterase
terikat maka enzim ini tidak dapat melaksanakan fungsinya terutama meneruskan
pengiriman perintah kepada otot-otot tertentu sehingga otot-otot senantiasa
bergerak tanpa dapat dikendalikan
18
Gambar 22
Ikatan OP pada sisi aktif AChE Reaksi Fosforilasi AChE
(Hreljac 2009)
Efek toksik dari pestisida OPs dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis
(lumpuh) terjadinya kelainan hematologi meningkatkan kadar SGOT dan SGPT
dalam darah (Jaga dan Dharmani 2003) Toksisitas OPs dalam tubuh berupa 1)
neurotoksisitas 2) molekul target bukan neuron 3) imunotoksisitas 4)
genotoksisitas dan karsinogenitas (Elersek dan Filipic 2012)
213 Neurotoksisitas OPs
Mekanisme toksisitas OPs umumnya dimulai dengan menghambat
aktivitas enzim asetilkolinesterase (AChE) yang menyebabkan asetilkolin (ACh)
tidak dapat terhidrolisis menjadi kolin dan asam asetat sehingga ACh
terakumulasi dalam sistem saraf yang menyebabkan mobilitas limposit dan
19
sitotoksisitas meningkat Penghambatan AChE oleh OPs disebabkan oleh
terjadinya reaksi fosforilasi akibat lepasnya gugus fosfat dari senyawa OPs
kemudian membentuk ikatan kovalen dengan AChE sehingga menghambat
aktivitasnya (Manal dan Lobna 2006) seperti tampak pada Gambar 22
Hidrolisis secara spontan OPs dari sisi aktif ini berlangsung sangat lambat
kadang-kadang irreversible sehingga menghasilkan efek beracun dalam jangka
panjang
Aktivitas enzim AChE yang terhambat menyebabkan asetilkolin (ACh)
terakumulasi di dalam sistem saraf yaitu pada kantung-kantung sinaptik sehingga
terjadi aktivasi reseptor kolinergik (muskarinik atau nikotinik) Akumulasi
asetilkolin menyebabkan overstimulasi dari reseptor dan jika keracunan
organofosfat tetap tidak diobati akan menyebabkan kematian Mekanisme ini
berlaku bagi organisme berdarah panas sehingga manusia juga mudah keracunan
OPs (Bajgar 2004) Hambatan dari enzim tersebut menyebabkan ACh tertimbun
pada sinaps yang terletak diantara saraf dan otot (neuromuscular junction)
Akumulasi ACh menyebabkan depolarisasi persisten pada otot rangka
mengakibatkan kelemahan dan fasikulasi Akumulasi asetilkolin yang terjadi
pada sistem saraf otonom dapat menyebabkan diare uriniterase tanpa sadar
bronko konstriksi dan miosis (Rustia et al 2010)
Efek toksik OPs berupa gejala neurologi dengan target primer
kolinesterase Penghambatan kolinesterase terjadi secara progresif oleh OPs
karena terjadi fosfilasi (fosforilasi atau fosfonilasi) pada sisi aktif serin dari
kolinesterase (Ser198 BChE dan Ser 200 untuk AChE pada manusia) Seperti
20
tampak pada Gambar 22 terjadi fosforilasi pada sisi aktif serin membentuk anion
intermediate yang pada proses aging mengalami dealkilasi membentuk anion
fosfonil yang stabil kemudian akan menghambat AChE secara irreversible
Enzim yang terfosforilasi ini tidak mampu lagi menghidrolisis ACh sehingga
tertimbun pada tempat-tempat reseptor ACh yang tertimbun ini menyebabkan
terjadi stimulasi berlebihan dan selanjutnya mengganggu pengiriman antara sistem
saraf pusat dan saraf tepi
OPs dalam tubuh selain mengalami forforilasi yang menyebabkan
neurotoksik dapat juga mengalami detoksikasi secara alami oleh enzim
karboksilase atau glutation transferase seperti tampak pada Gambar 23
Neurotoksik terjadi bila OPs berikatan dengan AChE BChE dan esterase yang
lain
Gambar 23
Toksikasi dan detoksikasi OPs
(Mangas et al 2016 )
21
Petani yang terpapar oleh pestisida OPs dapat mengalami penghambatan
Aktivitas AChE peningkatan reaksi Thiobarbituric Acid dan penurunan
kemampuan plasma darah dalam penyerapan besi (Fe) Dasar patofisiologi gejala
klinis dari keracunan OPs adalah inaktifasi dari enzim AChE pada sekeliling
nicotinic and muscarinic pada sistem saraf pusat central nervous system (CNS)
dan pada neuromuscular junction (Gagandeep dan Dheeraj 2009) Penghambatan
OPs secara ireversibel pada kedua muskarinik dan nikotinik dapat mempengaruhi
central nervous system (CNS) (Hundekari et al 2013) OPs sebagai anti-
kolinesterase akan memblok asetilkolinesterase sehingga asetilkolin terakumulasi
dalam saraf tepi yang dapat menimbulkan pengaruh neurotoksik seperti kontraksi
otot secara kontinyu Nilai normal aktivitas kolinesterase untuk laki ndash laki sebesar
4620 ndash 11500 Ul dan nilai normal untuk perempuan sebesar 3930 - 10800 Ul
Bila dibawah nilai normal menunjukkan adanya keracunan darah yang
diakibatkan oleh pestisida OPs
OPs di dalam sel darah merah akan mempengaruhi AChE dan di dalam
plasma darah akan mempengaruhi pseudokolinesterase OPs akan terikat di
dalam sinapsis melalui proses fosforilasi bagian ester anion dari enzim AChE
ikatan ini sangat kuat dan irreversible (Raini 2007) Keracunan akut dari OPs
pada manusia menyebabkan kelemahan otot paralisis disorientasi serta kematian
akibat paralisis otot pernafasan Efek neurotoksisitas organofosfat tidak selalu
muncul mendadak Neurotoksisitas lambat (delayed neurotoxicity) dapat
dihasilkan oleh sejumlah ester organofosfor yang diklasifikasikan sebagai
aksonopati Efek ini bisa ditimbulkan oleh dosis tunggal yang besar ataupun dosis
22
akumulasi Neurotoksisitas yang terjadi lambat ini disebut organophosphorus
ester-induced delayed neuropathy (OPIDN) OPIDN tidak terjadi secara
mendadak tetapi butuh waktu antara 7-10 minggu untuk timbulnya degenerasi
aksonal OPIDN adalah suatu sindrom gejala toksisitas yang disebabkan oleh OPs
berupa melemahnya otot-otot pada tangan dan kaki terganggunya keseimbangan
dan bisa menjadi lumpuh yang muncul 4-21 hari setelah paparan OPs Molekul
target OPIDN adalah enzim dalam sistem saraf yang disebut neuropathy target
esterase (NTE) yang dapat digunakan sebagai biomarker OPIDN (Lotti dan
Moretto 2009) OPs menghambat AChE dengan efektif pada neuromuscular
junctions dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat Selain neurotoksisitas efek
buruk paparan OPs juga dapat mengubah fungsi tubuh lainnya
Katagori keracunan pestisida dilihat dari aktivitas AChE dengan metode
Tintometer Kit 1) Normal gt 75 2) Keracunan ringan 75 - 50 3)
Keracunan sedang 50 - 25 dan 4) Keracunan berat lt 25 Jika penurunan
aktivitas kolinesterase mencapai 25 dari nilai normalnya (dalam katagori
keracunan ringan) maka pekerja harus dijauhkan dari paparan pestisida dan baru
diizinkan kembali bekerja dengan pestisida jika aktivitas kolinesterasenya menjadi
80 atau lebih dari nilai normal
Prinsip reaksi interaksi antara enzim-fosfat adalah 1) fosforilasi enzim 2)
kebalikan penghambatan dan 3) aging (pemeraman) Karakteristik fosforilasi
enzim adalah pembentukan ikatan kimia antara atom fosfor dari OPs dengan atom
oksigen gugus hidroksil dari serin pada pusat katalitik AChE Reaksi antara OP-
23
AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE
Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24
Gambar 24
Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP
(Patočka et al 2005)
Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim
terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond
Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat
irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25
berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan
penghambatan substrat AChE
Gambar 25
Hambatan reversal
(Patočka et al 2005)
Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel
yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible
penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-
phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator
untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai
24
dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena
berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi
secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging
dapat dilihat pada Gambar 26
Gambar 26
Proses aging
(Patočka et al 2005)
Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum
mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit
yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim
salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat
pada Gambar 27
Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi
antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan
enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat
sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs
sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian
Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat
menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas
AChE yang turun oleh paparan OPs
25
Gambar 27
Reaktivasi enzim AChE
(Bharathi et al 2014)
214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf
OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga
mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang
merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic
dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I
menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok
pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)
OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan
melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru
(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan
26
pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal
yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap
Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala
keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam
organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor
muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat
pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda
seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan
sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan
Filipic 2012)
Tabel 21
Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan
tempat akumulasi ACh
Tempat akumulasi ACh Gejala
CNS
Perifer sistem saraf otonom
Reseptor muskarinik
reseptor nikotinik
Sakit kepala insomnia vertigo
kejangkebingungan sulit tidur gangguan
berbicara koma dan lumpuh pernafasan
-
Gejala-gejala muskrinik peningkatan
eliminasi (air liur keringat lachrymation)
gangguan pencernaan (kejang muntah
diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan
gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang
tidak terkontrol dan kelumpuhan
Sumber Elersek dan Filipic 2012
27
Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau
esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem
imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan
diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan
pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun
(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan
tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik
dan non kolinergik
OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan
antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan
antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid
sebagai hasil peroksidasi lipid
Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai
pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan
menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan
deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan
radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu
terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan
malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh
menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik
oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)
28
Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu
1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen
membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga
terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada
komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas
membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang
mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)
OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar
MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang
terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal
ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada
pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan
dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya
peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al
2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi
peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan
radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit
dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas
yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs
akut
Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi
dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini
29
timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit
OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup
kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas
Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak
berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas
meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut
menjadi tumor (Hodgson 2004)
22 Asetilkolinesterase (AChE)
Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot
kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan
tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf
sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu
aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)
Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan
mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik
dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)
AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase
yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh
yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan
kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik
Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan
30
terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya
produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et
al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah
esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh
ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf
dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke
reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf
motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan
Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul
ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif
esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian
diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran
presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada
Gambar 28
Gambar 28
Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada
sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan
Hoffman 2004)
31
Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya
OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase
sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim
tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada
reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum
dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi
saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi
tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan
terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada
sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang
terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi
dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan
organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan
berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE
Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat
dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor
akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka
waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan
glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot
pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik
dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)
32
23 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun
molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal
bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek
yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai
spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul
lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)
Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil
mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya
bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh
akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang
disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah
radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat
tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu
lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal
bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya
Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga
akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan
kerusakan sel (Droge 2007)
Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal
hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal
misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell
dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling
33
aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh
seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase
dan metabolisme asam arakidonat
Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)
merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi
dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal
antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom
peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi
fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas
untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan
membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi
enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal
bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal
bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap
pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-
obatan dan pestisida
Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan
radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida
(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai
Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel
hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari
proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya
34
SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas
tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam
proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan
menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti
sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa
jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga
dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty
acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi
sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi
fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)
dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan
O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar
4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak
et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil
(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan
yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi
protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel
dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya
beberapa penyakit dan proses penuaan
Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan
membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal
bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun
membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak
35
sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam
Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan
DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas
dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang
signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan
meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)
24 Stres Oksidatif
Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh
antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah
enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation
peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas
yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila
jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen
tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal
bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel
Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya
suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan
ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal
bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis
yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan
36
jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan
merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-
komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam
nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan
terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran
sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses
tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-
hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga
kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung
adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR
25 Malondialdehid (MDA)
Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen
penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk
malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et
al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi
kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati
ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat
berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai
penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA
merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
10
cenderung memakai pestisida bukan atas dasar indikasi untuk pengendalian hama
namun mereka menjalankan cara cover blanket system yaitu ada ataupun tidak ada
hama tanaman tetap disemprot dengan pestisida Penggunaan pestisida oleh
petani dilakukan dengan mencampur beberapa macam bahkan dicampur dengan
pupuk
Penggunaan pestisida pada beberapa daerah pusat pertanaman sayur baik
di dataran tinggi maupun dataran rendah di pulau Jawa Bali dan Sumatra dari
tahun ke tahun meningkat dalam hal dosis cara pemakaian frekuensi penggunaan
maupun jenis yang dipergunakan Interval penyemprotan pada pertanaman
kentang tomat dan kubis dapat mencapai 4 ndash 5 hari sekali atau antara 12 ndash 15 kali
penyemprotan selama satu musim tanam Penyemprotan justru lebih intensif
dilakukan mendekati waktu panen dengan tujuan memperoleh hasil yang
berkualitas Penggunaan pestisida yang demikian merupakan ancaman tidak
hanya bagi lingkungan tetapi juga bagi manusia yang terpapar baik petani
penyemprot maupun konsumen Setiap tahun terjadi 1-5 juta kasus keracunan
pada pekerja pertanian dan 80 dari jumlah ini terjadi di negara berkembang
dengan tingkat kematian sebesar 55 atau sekitar 220000 jiwa (WHO 2014)
Pestisida dapat dikelompokkan berdasarkan 1) organisme target seperti
insektisida (pembasmi serangga) herbisida (pembasmi gulma) rodentisida
(pembasmi tikus) 2) berdasarkan kandungan senyawa kimianya seperti
organofosfat organoklorin dan karbamat dan yang paling aman bagi lingkungan
adalah organofosfat (Salvador et al 2008) Efek toksisitas bahan aktif dalam
11
pestisida umumnya tidak spesifik sehingga dapat mempengaruhi organisme non
target manusia maupun lingkungan dan ekosistem secara keseluruhan
Salah satu populasi yang berisiko untuk mengalami keracunan pestisida
dengan dampak negatif jangka panjang adalah petani sayur di daerah pertanian
terutama di dataran tinggi karena kondisi suhu rendah dan kelembaban tinggi
sangat baik untuk tumbuh dan berkembangnya hama dan penyakit tanaman
Kondisi ini menyebabkan penggunaan pestisida menjadi sangat intensif Dinas
Kesehatan Propinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Asosiasi Industri
Perlindungan Tanaman Indonesia (AIPTI) menyatakan telah terjadi 70 kasus
keracunan petani di Brebes yang menggunakan pestisida Petani sayur dan buah
di Kota Batu Malang Jawa Timur mengalami keracunan pestisida sebanyak
958 yang dilihat melalui pengukuran kadar kolinesterase darah Hasil
pemeriksaan kolinesterase darah pada petani di Kabupaten Magelang pada tahun
2006 dengan jumlah sampel yang diperiksa 550 orang menunjukkan terdapat
keracunan sebanyak 998 dengan rincian keracunan berat 182 keracunan
sedang 7273 dan keracunan ringan 89 (Afriyanto 2012)
Penggunaan pestisida yang tidak dikelola dengan baik dapat berdampak
negatif bagi petani penyemprot dan keluarganya Petani penyemprot terpapar
pestisida secara langsung saat mencampur dan memegang alat penyemprot selama
penyemprotan berlangsung Penyemprotan juga dapat mencemari tanah perairan
air minum makanan dan rokok di sekitar tempat penyemprotan Konsumen juga
dapat terkena dampak negatif dari pestisida
12
Pestisida masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan absorpsi melalui kulit
dan melalui mulut Pestisida yang masuk melalui mulut akan bercampur dengan
ludah yang mengandung enzim masuk ke lambung kemudian ke usus halus dan
seterusnya sampai terbuang melalui usus besar proses absorpsi melalui mukosa
usus kemudian mengalir mengikuti sistem sirkulasi darah Absorpsi pestisida
melalui kulit akan menembus epidermis masuk ke dalam kapiler darah dan
terbawa ke paru-paru dan organ vital lain seperti otot dan otak (Suwindre 1993
dalam Rustia 2010) Pestisida yang masuk ke dalam tubuh mengakibatkan aksi
antara molekul yang terdapat dalam pestisida dengan sel dalam tubuh yang
bereaksi secara spesifik maupunnon spesifik Pestisida dapat merusak
keseimbangan antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh dan menyebabkan
terjadinya peroksidasi lemak di dalam membran lemak
Pestisida dalam tubuh dapat meracuni manusia melalui mekanisme a)
mempengaruhi kerja enzim dan hormon yaitu dapat menonaktifkan aktivator
sehingga enzim atau hormon tidak dapat bekerja dan b) merusak jaringan karena
pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin sebagai hormon yang
memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih toksik
(Bolognesi 2003) Pernyataan ini didukung oleh Diamanti dalam Suhartono
(2008) bahwa pestisida tergolong sebagai endocrine discrupting chemicals
(EDCs) yaitu bahan kimia yang mengganggu sintesis sekresi transport
metabolisme pengikatan dan eliminasi hormon-hormon yang berfungsi menjaga
homeostasis reproduksi dan proses tumbuh kembang
13
Pestisida dalam tubuh yang didistribusikan dan disimpan di dalam jaringan
lemak dapat mengalami biotransformasi dapat juga dijumpai dalam darah serta
dikeluarkan melalui urine Pestisida dapat mengakibatkan efek sistemik dan efek
lokal bagi penggunanya Efek sistemik terjadi apabila pestisida tersebut masuk
ke seluruh tubuh melalui peredaran darah sedangkan sedangkan efek lokal terjadi
di bagian tubuh yang terkena pestisida Senyawa aktif dalam pestisida diketahui
dapat meningkatkan produksi species oxygen reactive (SOR) atau reaktif oksigen
spesies (ROS) sehingga memberikan efek toksik (El-Gendy et al 2010)
Keracunan pestisida yang kronis dapat ditemukan sebagai kelainan saraf
dan perilaku serta berdampak mutagenitas Yuantari (2011) menyatakan paparan
pestisida yang bertahun-tahun menyebabkan masalah pada ingatan sulit
berkonsentrasi perubahan kepribadian kelumpuhan bahkan kehilangan
kesadaran dan koma Keracunan kronis juga berdampak pada organ paru-paru
hati lambung dan usus
211 Pestisida organofosfat (OPs)
Organofosfat (OPs) adalah nama umum ester dari asam fosfat Ester-ester
dari organofosfat atau karbamat banyak digunakan sebagai pestisida insektisida
bahan obat-obatan untuk gangguan kesehatan seperti glaukoma infeksi parasit
dan penyakit alzaimer OPs bisa diabsorpsi melalui absorpsi kulit atau mukosa
atau parenteral per oral inhalasi dan juga injeksi (Elersek dan Filipic 2012)
Pestisida OPs penggunaannya sangat luas di dunia demikian juga di
Indonesia petani umumnya menggunakan pestisida golongan ini baik untuk
pertanian pertamanan dalam rumah tangga dan kesehatan Pestisida OPs dan
14
karbamat paling banyak beredar dan digunakan dalam pengendalian hama
penyakit tanaman secara terpadu karena cepat membunuh hama dan relatif aman
bagi lingkungan Pestisida yang termasuk golongan OPs antara lain mefinofos
(fosdrin) paration monokrotofos (azodrin) dikrotofos fosfamidon diklorfos
etion fention dan diazinon metil paration dan profenofos yang tergolong
karbamat di antaranya metomil (Plianbangchang et al2008)
Penggolongan OPs dapat juga berdasarkan dosis mematikan atau daya
racun dari senyawa tersebut terdiri dari klas I a daya racunnya sangat tinggi klas
I b daya racunnya tinggi klas II terdiri dari senyawa organofosfat dengan daya
racun sedang dan klas III daya racunnya ringan (WHO 2009) Berdasarkan
penggolongan ini 40 dari 23 bahan aktif pestisida OPs termasuk klas I a yaitu
daya racunnya sangat tinggi dan ekstrim namun sampai saat ini masih sangat
diperlukan sebagai sarana peningkatan produksi di bidang pertanian dan perikanan
juga untuk peningkatan kualitas kesehatan
OPs bersumber dari H3PO4 (asam fosfat) yang mempunyai sifat sebagai
berikut a) Efektif terhadap serangga yang resisten terhadap hidrokarbon
organoklorin b) Tidak menimbulkan kontaminasi terhadap lingkungan untuk
jangka waktu yang lama c) Kurang mempunyai efek yang lama terhadap
organisme non target d) Lebih toksik terhadap hewan-hewan organisme
bertulang belakang jika dibandingkan dengan organoklorin e) Mempunyai cara
kerja menghambat fungsi enzim kolinesterase (Afriyanto 2012)
Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronkokonstriksi
dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini
15
timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit Senyawa dari golongan pestisida
ini berkerja menghambat aktivitas enzim kolinesterase yang dapat berakibat fatal
dengan gejala antara lain sakit kepala pusing-pusing lemah pupil mengecil
gangguan penglihatan dan sesak nafas mual muntah kejang pada perut dan diare
sesak pada dada dan detak jantung menurun (Jakob et al 2002) Paparan
subkutan umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda
dan gejala OPs dikenal sebagai neurotoksik terhadap mamalia karena
menghambat enzim asetilkolinestester (AChE) yang mengkatalisis hidrolisis
asetilkolin (ACh) yaitu suatu neurotransmitter sehingga akan terakumulasi
212 Toksisitas OPs
Risiko paparan pestisida OPs sangat tinggi pada pekerja pertanian dan
pekerja pada industri kimia seperti pedagang bahan kimia dan pestisida
Mekanisme masuknya racun pestisida tersebut dapat melalui kulit luar mulut dan
saluran makanan serta melalui saluran pernapasan Laju absorpsi OPs melalui
kulit dipengaruhi oleh bagian kulit yang terkena seperti paration akan lebih cepat
masuk melalui kulit di kepala dan leher dibandingkan dengan kulit di tangan dan
lengan (Subash et al 2010) OPs yang terserap selanjutnya akan terakumulasi
dengan cepat dalam lemak hati ginjal dan kelenjar ludah
Saluran cerna merupakan salah satu jalur utama penyerapan toksikan
selain paru-paru dan kulit (Juhryyah 2009) Toksikan dapat merusak permukaan
internal dari traktus gastrointestinal dan memperlambat bahkan menghentikan
peristaltik usus sehingga menyebabkan terjadinya penyerapan toksikan tersebut
16
(Manahan 2003) Apabila paparan toksikan pada sel berlangsung cukup lama dan
konsentrasi tinggi sel akan mencapai suatu titik dimana sel tidak dapat lagi
mengkompensasi toksikan tersebut dan tidak dapat melanjutkan metabolisme
Perubahan yang reversibel akan menjadi irreversibel yaitu terjadinya kematian
sel Proses kematian sel dapat terjadi secara apoptosis dan nekrosis
Tanda dan gejala awal toksisitas organofosfat adalah stimulasi berlebihan
kolinergenik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi
miosis gangguan perkemihan diare defekasi eksitasi dan salivasi (Rustia et al
2010) Toksisitas OPs berpengaruh pada berbagai sistem dalam tubuh termasuk
hematologi dan perubahan biokimia (Kalender et al 2005) Selain itu terjadinya
stress oksidatif menunjukkan bahwa pestisida memberi efek sitotoksik (Khan dan
Kour 2007)
Toksisitas OPs dipengaruhi oleh struktur kimia metabolisme dalam
tubuh target dosis cara aplikasi tingkat dekomposisi dan cara masuknya ke
organisme Struktur umum dari organofosfat dapat dilihat pada Gambar 21
Gambar 21
Struktur umum organofosfat (Herljac 2009)
17
R1 dan R2 merupakan metil etil atau isopropil dan X merupakan suatu
gugus dapat pergi (leaving group) biasanya berupa substitusi nukleofilik oleh
oksigen dari serin pada sisi aktif protein target Variasi X tergantung dari jenis
OPs (Mangas et al 2016) Unsur yang berikatan rangkap dengan fosfor (P)
dapat berupa oksigen (untuk pestisida paraokson) dapat juga berupa sulfur (S)
untuk pestisida parathion
OPs menghambat fungsi berbagai ester karboksilat hidrolase seperti
asetilkolinesterase plasma dan karboksilesterase hepar paraoksonase dan esterase
yang lain dalam tubuh (Soltatinejad dan Abdollahi 2009) Bagian lipofilik dari
pestisida organofosfat akan berinteraksi dengan membran sel dan mengacaukan
struktur fosfolipid dualapis Kemampuan toksisitas utama dari OPs adalah
menghambat aktivitas enzim kolinesterase dalam darah yang berfungsi mengatur
kerja saraf (neurotransmiter) selanjutnya akan mengaktifkan reseptor kolinergik
Mekanisme toksisitas OPs membentuk ikatan kovalen organofosforilasi
dengan esterase dari kolinesterase menghasikan enzim terfosforilasi yang sangat
sulit dipecah sehingga aktivitasnya terhambat Mekanisme ini ditunjukan pada
Gambar 22 Mekanisme penghambatan AChE adalah terbentuk ikatan antara
satu hidroksil dari gugus serin dalam pusat esteratik AChE dengan fosfor dari
OPs yang membentuk kompleks enzim-inhibitor yang reversibel selanjutnya
terjadi fosforilasi serin secara kovalen (Pohanka 2011) Apabila kolinesterase
terikat maka enzim ini tidak dapat melaksanakan fungsinya terutama meneruskan
pengiriman perintah kepada otot-otot tertentu sehingga otot-otot senantiasa
bergerak tanpa dapat dikendalikan
18
Gambar 22
Ikatan OP pada sisi aktif AChE Reaksi Fosforilasi AChE
(Hreljac 2009)
Efek toksik dari pestisida OPs dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis
(lumpuh) terjadinya kelainan hematologi meningkatkan kadar SGOT dan SGPT
dalam darah (Jaga dan Dharmani 2003) Toksisitas OPs dalam tubuh berupa 1)
neurotoksisitas 2) molekul target bukan neuron 3) imunotoksisitas 4)
genotoksisitas dan karsinogenitas (Elersek dan Filipic 2012)
213 Neurotoksisitas OPs
Mekanisme toksisitas OPs umumnya dimulai dengan menghambat
aktivitas enzim asetilkolinesterase (AChE) yang menyebabkan asetilkolin (ACh)
tidak dapat terhidrolisis menjadi kolin dan asam asetat sehingga ACh
terakumulasi dalam sistem saraf yang menyebabkan mobilitas limposit dan
19
sitotoksisitas meningkat Penghambatan AChE oleh OPs disebabkan oleh
terjadinya reaksi fosforilasi akibat lepasnya gugus fosfat dari senyawa OPs
kemudian membentuk ikatan kovalen dengan AChE sehingga menghambat
aktivitasnya (Manal dan Lobna 2006) seperti tampak pada Gambar 22
Hidrolisis secara spontan OPs dari sisi aktif ini berlangsung sangat lambat
kadang-kadang irreversible sehingga menghasilkan efek beracun dalam jangka
panjang
Aktivitas enzim AChE yang terhambat menyebabkan asetilkolin (ACh)
terakumulasi di dalam sistem saraf yaitu pada kantung-kantung sinaptik sehingga
terjadi aktivasi reseptor kolinergik (muskarinik atau nikotinik) Akumulasi
asetilkolin menyebabkan overstimulasi dari reseptor dan jika keracunan
organofosfat tetap tidak diobati akan menyebabkan kematian Mekanisme ini
berlaku bagi organisme berdarah panas sehingga manusia juga mudah keracunan
OPs (Bajgar 2004) Hambatan dari enzim tersebut menyebabkan ACh tertimbun
pada sinaps yang terletak diantara saraf dan otot (neuromuscular junction)
Akumulasi ACh menyebabkan depolarisasi persisten pada otot rangka
mengakibatkan kelemahan dan fasikulasi Akumulasi asetilkolin yang terjadi
pada sistem saraf otonom dapat menyebabkan diare uriniterase tanpa sadar
bronko konstriksi dan miosis (Rustia et al 2010)
Efek toksik OPs berupa gejala neurologi dengan target primer
kolinesterase Penghambatan kolinesterase terjadi secara progresif oleh OPs
karena terjadi fosfilasi (fosforilasi atau fosfonilasi) pada sisi aktif serin dari
kolinesterase (Ser198 BChE dan Ser 200 untuk AChE pada manusia) Seperti
20
tampak pada Gambar 22 terjadi fosforilasi pada sisi aktif serin membentuk anion
intermediate yang pada proses aging mengalami dealkilasi membentuk anion
fosfonil yang stabil kemudian akan menghambat AChE secara irreversible
Enzim yang terfosforilasi ini tidak mampu lagi menghidrolisis ACh sehingga
tertimbun pada tempat-tempat reseptor ACh yang tertimbun ini menyebabkan
terjadi stimulasi berlebihan dan selanjutnya mengganggu pengiriman antara sistem
saraf pusat dan saraf tepi
OPs dalam tubuh selain mengalami forforilasi yang menyebabkan
neurotoksik dapat juga mengalami detoksikasi secara alami oleh enzim
karboksilase atau glutation transferase seperti tampak pada Gambar 23
Neurotoksik terjadi bila OPs berikatan dengan AChE BChE dan esterase yang
lain
Gambar 23
Toksikasi dan detoksikasi OPs
(Mangas et al 2016 )
21
Petani yang terpapar oleh pestisida OPs dapat mengalami penghambatan
Aktivitas AChE peningkatan reaksi Thiobarbituric Acid dan penurunan
kemampuan plasma darah dalam penyerapan besi (Fe) Dasar patofisiologi gejala
klinis dari keracunan OPs adalah inaktifasi dari enzim AChE pada sekeliling
nicotinic and muscarinic pada sistem saraf pusat central nervous system (CNS)
dan pada neuromuscular junction (Gagandeep dan Dheeraj 2009) Penghambatan
OPs secara ireversibel pada kedua muskarinik dan nikotinik dapat mempengaruhi
central nervous system (CNS) (Hundekari et al 2013) OPs sebagai anti-
kolinesterase akan memblok asetilkolinesterase sehingga asetilkolin terakumulasi
dalam saraf tepi yang dapat menimbulkan pengaruh neurotoksik seperti kontraksi
otot secara kontinyu Nilai normal aktivitas kolinesterase untuk laki ndash laki sebesar
4620 ndash 11500 Ul dan nilai normal untuk perempuan sebesar 3930 - 10800 Ul
Bila dibawah nilai normal menunjukkan adanya keracunan darah yang
diakibatkan oleh pestisida OPs
OPs di dalam sel darah merah akan mempengaruhi AChE dan di dalam
plasma darah akan mempengaruhi pseudokolinesterase OPs akan terikat di
dalam sinapsis melalui proses fosforilasi bagian ester anion dari enzim AChE
ikatan ini sangat kuat dan irreversible (Raini 2007) Keracunan akut dari OPs
pada manusia menyebabkan kelemahan otot paralisis disorientasi serta kematian
akibat paralisis otot pernafasan Efek neurotoksisitas organofosfat tidak selalu
muncul mendadak Neurotoksisitas lambat (delayed neurotoxicity) dapat
dihasilkan oleh sejumlah ester organofosfor yang diklasifikasikan sebagai
aksonopati Efek ini bisa ditimbulkan oleh dosis tunggal yang besar ataupun dosis
22
akumulasi Neurotoksisitas yang terjadi lambat ini disebut organophosphorus
ester-induced delayed neuropathy (OPIDN) OPIDN tidak terjadi secara
mendadak tetapi butuh waktu antara 7-10 minggu untuk timbulnya degenerasi
aksonal OPIDN adalah suatu sindrom gejala toksisitas yang disebabkan oleh OPs
berupa melemahnya otot-otot pada tangan dan kaki terganggunya keseimbangan
dan bisa menjadi lumpuh yang muncul 4-21 hari setelah paparan OPs Molekul
target OPIDN adalah enzim dalam sistem saraf yang disebut neuropathy target
esterase (NTE) yang dapat digunakan sebagai biomarker OPIDN (Lotti dan
Moretto 2009) OPs menghambat AChE dengan efektif pada neuromuscular
junctions dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat Selain neurotoksisitas efek
buruk paparan OPs juga dapat mengubah fungsi tubuh lainnya
Katagori keracunan pestisida dilihat dari aktivitas AChE dengan metode
Tintometer Kit 1) Normal gt 75 2) Keracunan ringan 75 - 50 3)
Keracunan sedang 50 - 25 dan 4) Keracunan berat lt 25 Jika penurunan
aktivitas kolinesterase mencapai 25 dari nilai normalnya (dalam katagori
keracunan ringan) maka pekerja harus dijauhkan dari paparan pestisida dan baru
diizinkan kembali bekerja dengan pestisida jika aktivitas kolinesterasenya menjadi
80 atau lebih dari nilai normal
Prinsip reaksi interaksi antara enzim-fosfat adalah 1) fosforilasi enzim 2)
kebalikan penghambatan dan 3) aging (pemeraman) Karakteristik fosforilasi
enzim adalah pembentukan ikatan kimia antara atom fosfor dari OPs dengan atom
oksigen gugus hidroksil dari serin pada pusat katalitik AChE Reaksi antara OP-
23
AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE
Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24
Gambar 24
Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP
(Patočka et al 2005)
Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim
terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond
Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat
irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25
berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan
penghambatan substrat AChE
Gambar 25
Hambatan reversal
(Patočka et al 2005)
Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel
yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible
penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-
phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator
untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai
24
dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena
berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi
secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging
dapat dilihat pada Gambar 26
Gambar 26
Proses aging
(Patočka et al 2005)
Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum
mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit
yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim
salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat
pada Gambar 27
Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi
antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan
enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat
sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs
sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian
Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat
menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas
AChE yang turun oleh paparan OPs
25
Gambar 27
Reaktivasi enzim AChE
(Bharathi et al 2014)
214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf
OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga
mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang
merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic
dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I
menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok
pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)
OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan
melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru
(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan
26
pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal
yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap
Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala
keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam
organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor
muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat
pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda
seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan
sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan
Filipic 2012)
Tabel 21
Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan
tempat akumulasi ACh
Tempat akumulasi ACh Gejala
CNS
Perifer sistem saraf otonom
Reseptor muskarinik
reseptor nikotinik
Sakit kepala insomnia vertigo
kejangkebingungan sulit tidur gangguan
berbicara koma dan lumpuh pernafasan
-
Gejala-gejala muskrinik peningkatan
eliminasi (air liur keringat lachrymation)
gangguan pencernaan (kejang muntah
diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan
gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang
tidak terkontrol dan kelumpuhan
Sumber Elersek dan Filipic 2012
27
Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau
esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem
imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan
diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan
pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun
(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan
tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik
dan non kolinergik
OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan
antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan
antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid
sebagai hasil peroksidasi lipid
Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai
pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan
menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan
deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan
radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu
terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan
malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh
menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik
oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)
28
Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu
1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen
membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga
terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada
komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas
membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang
mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)
OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar
MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang
terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal
ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada
pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan
dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya
peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al
2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi
peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan
radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit
dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas
yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs
akut
Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi
dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini
29
timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit
OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup
kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas
Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak
berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas
meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut
menjadi tumor (Hodgson 2004)
22 Asetilkolinesterase (AChE)
Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot
kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan
tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf
sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu
aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)
Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan
mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik
dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)
AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase
yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh
yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan
kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik
Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan
30
terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya
produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et
al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah
esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh
ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf
dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke
reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf
motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan
Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul
ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif
esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian
diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran
presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada
Gambar 28
Gambar 28
Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada
sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan
Hoffman 2004)
31
Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya
OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase
sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim
tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada
reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum
dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi
saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi
tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan
terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada
sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang
terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi
dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan
organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan
berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE
Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat
dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor
akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka
waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan
glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot
pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik
dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)
32
23 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun
molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal
bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek
yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai
spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul
lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)
Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil
mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya
bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh
akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang
disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah
radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat
tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu
lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal
bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya
Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga
akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan
kerusakan sel (Droge 2007)
Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal
hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal
misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell
dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling
33
aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh
seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase
dan metabolisme asam arakidonat
Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)
merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi
dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal
antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom
peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi
fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas
untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan
membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi
enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal
bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal
bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap
pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-
obatan dan pestisida
Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan
radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida
(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai
Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel
hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari
proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya
34
SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas
tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam
proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan
menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti
sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa
jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga
dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty
acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi
sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi
fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)
dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan
O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar
4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak
et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil
(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan
yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi
protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel
dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya
beberapa penyakit dan proses penuaan
Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan
membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal
bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun
membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak
35
sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam
Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan
DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas
dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang
signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan
meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)
24 Stres Oksidatif
Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh
antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah
enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation
peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas
yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila
jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen
tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal
bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel
Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya
suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan
ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal
bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis
yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan
36
jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan
merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-
komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam
nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan
terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran
sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses
tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-
hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga
kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung
adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR
25 Malondialdehid (MDA)
Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen
penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk
malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et
al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi
kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati
ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat
berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai
penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA
merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
11
pestisida umumnya tidak spesifik sehingga dapat mempengaruhi organisme non
target manusia maupun lingkungan dan ekosistem secara keseluruhan
Salah satu populasi yang berisiko untuk mengalami keracunan pestisida
dengan dampak negatif jangka panjang adalah petani sayur di daerah pertanian
terutama di dataran tinggi karena kondisi suhu rendah dan kelembaban tinggi
sangat baik untuk tumbuh dan berkembangnya hama dan penyakit tanaman
Kondisi ini menyebabkan penggunaan pestisida menjadi sangat intensif Dinas
Kesehatan Propinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Asosiasi Industri
Perlindungan Tanaman Indonesia (AIPTI) menyatakan telah terjadi 70 kasus
keracunan petani di Brebes yang menggunakan pestisida Petani sayur dan buah
di Kota Batu Malang Jawa Timur mengalami keracunan pestisida sebanyak
958 yang dilihat melalui pengukuran kadar kolinesterase darah Hasil
pemeriksaan kolinesterase darah pada petani di Kabupaten Magelang pada tahun
2006 dengan jumlah sampel yang diperiksa 550 orang menunjukkan terdapat
keracunan sebanyak 998 dengan rincian keracunan berat 182 keracunan
sedang 7273 dan keracunan ringan 89 (Afriyanto 2012)
Penggunaan pestisida yang tidak dikelola dengan baik dapat berdampak
negatif bagi petani penyemprot dan keluarganya Petani penyemprot terpapar
pestisida secara langsung saat mencampur dan memegang alat penyemprot selama
penyemprotan berlangsung Penyemprotan juga dapat mencemari tanah perairan
air minum makanan dan rokok di sekitar tempat penyemprotan Konsumen juga
dapat terkena dampak negatif dari pestisida
12
Pestisida masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan absorpsi melalui kulit
dan melalui mulut Pestisida yang masuk melalui mulut akan bercampur dengan
ludah yang mengandung enzim masuk ke lambung kemudian ke usus halus dan
seterusnya sampai terbuang melalui usus besar proses absorpsi melalui mukosa
usus kemudian mengalir mengikuti sistem sirkulasi darah Absorpsi pestisida
melalui kulit akan menembus epidermis masuk ke dalam kapiler darah dan
terbawa ke paru-paru dan organ vital lain seperti otot dan otak (Suwindre 1993
dalam Rustia 2010) Pestisida yang masuk ke dalam tubuh mengakibatkan aksi
antara molekul yang terdapat dalam pestisida dengan sel dalam tubuh yang
bereaksi secara spesifik maupunnon spesifik Pestisida dapat merusak
keseimbangan antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh dan menyebabkan
terjadinya peroksidasi lemak di dalam membran lemak
Pestisida dalam tubuh dapat meracuni manusia melalui mekanisme a)
mempengaruhi kerja enzim dan hormon yaitu dapat menonaktifkan aktivator
sehingga enzim atau hormon tidak dapat bekerja dan b) merusak jaringan karena
pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin sebagai hormon yang
memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih toksik
(Bolognesi 2003) Pernyataan ini didukung oleh Diamanti dalam Suhartono
(2008) bahwa pestisida tergolong sebagai endocrine discrupting chemicals
(EDCs) yaitu bahan kimia yang mengganggu sintesis sekresi transport
metabolisme pengikatan dan eliminasi hormon-hormon yang berfungsi menjaga
homeostasis reproduksi dan proses tumbuh kembang
13
Pestisida dalam tubuh yang didistribusikan dan disimpan di dalam jaringan
lemak dapat mengalami biotransformasi dapat juga dijumpai dalam darah serta
dikeluarkan melalui urine Pestisida dapat mengakibatkan efek sistemik dan efek
lokal bagi penggunanya Efek sistemik terjadi apabila pestisida tersebut masuk
ke seluruh tubuh melalui peredaran darah sedangkan sedangkan efek lokal terjadi
di bagian tubuh yang terkena pestisida Senyawa aktif dalam pestisida diketahui
dapat meningkatkan produksi species oxygen reactive (SOR) atau reaktif oksigen
spesies (ROS) sehingga memberikan efek toksik (El-Gendy et al 2010)
Keracunan pestisida yang kronis dapat ditemukan sebagai kelainan saraf
dan perilaku serta berdampak mutagenitas Yuantari (2011) menyatakan paparan
pestisida yang bertahun-tahun menyebabkan masalah pada ingatan sulit
berkonsentrasi perubahan kepribadian kelumpuhan bahkan kehilangan
kesadaran dan koma Keracunan kronis juga berdampak pada organ paru-paru
hati lambung dan usus
211 Pestisida organofosfat (OPs)
Organofosfat (OPs) adalah nama umum ester dari asam fosfat Ester-ester
dari organofosfat atau karbamat banyak digunakan sebagai pestisida insektisida
bahan obat-obatan untuk gangguan kesehatan seperti glaukoma infeksi parasit
dan penyakit alzaimer OPs bisa diabsorpsi melalui absorpsi kulit atau mukosa
atau parenteral per oral inhalasi dan juga injeksi (Elersek dan Filipic 2012)
Pestisida OPs penggunaannya sangat luas di dunia demikian juga di
Indonesia petani umumnya menggunakan pestisida golongan ini baik untuk
pertanian pertamanan dalam rumah tangga dan kesehatan Pestisida OPs dan
14
karbamat paling banyak beredar dan digunakan dalam pengendalian hama
penyakit tanaman secara terpadu karena cepat membunuh hama dan relatif aman
bagi lingkungan Pestisida yang termasuk golongan OPs antara lain mefinofos
(fosdrin) paration monokrotofos (azodrin) dikrotofos fosfamidon diklorfos
etion fention dan diazinon metil paration dan profenofos yang tergolong
karbamat di antaranya metomil (Plianbangchang et al2008)
Penggolongan OPs dapat juga berdasarkan dosis mematikan atau daya
racun dari senyawa tersebut terdiri dari klas I a daya racunnya sangat tinggi klas
I b daya racunnya tinggi klas II terdiri dari senyawa organofosfat dengan daya
racun sedang dan klas III daya racunnya ringan (WHO 2009) Berdasarkan
penggolongan ini 40 dari 23 bahan aktif pestisida OPs termasuk klas I a yaitu
daya racunnya sangat tinggi dan ekstrim namun sampai saat ini masih sangat
diperlukan sebagai sarana peningkatan produksi di bidang pertanian dan perikanan
juga untuk peningkatan kualitas kesehatan
OPs bersumber dari H3PO4 (asam fosfat) yang mempunyai sifat sebagai
berikut a) Efektif terhadap serangga yang resisten terhadap hidrokarbon
organoklorin b) Tidak menimbulkan kontaminasi terhadap lingkungan untuk
jangka waktu yang lama c) Kurang mempunyai efek yang lama terhadap
organisme non target d) Lebih toksik terhadap hewan-hewan organisme
bertulang belakang jika dibandingkan dengan organoklorin e) Mempunyai cara
kerja menghambat fungsi enzim kolinesterase (Afriyanto 2012)
Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronkokonstriksi
dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini
15
timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit Senyawa dari golongan pestisida
ini berkerja menghambat aktivitas enzim kolinesterase yang dapat berakibat fatal
dengan gejala antara lain sakit kepala pusing-pusing lemah pupil mengecil
gangguan penglihatan dan sesak nafas mual muntah kejang pada perut dan diare
sesak pada dada dan detak jantung menurun (Jakob et al 2002) Paparan
subkutan umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda
dan gejala OPs dikenal sebagai neurotoksik terhadap mamalia karena
menghambat enzim asetilkolinestester (AChE) yang mengkatalisis hidrolisis
asetilkolin (ACh) yaitu suatu neurotransmitter sehingga akan terakumulasi
212 Toksisitas OPs
Risiko paparan pestisida OPs sangat tinggi pada pekerja pertanian dan
pekerja pada industri kimia seperti pedagang bahan kimia dan pestisida
Mekanisme masuknya racun pestisida tersebut dapat melalui kulit luar mulut dan
saluran makanan serta melalui saluran pernapasan Laju absorpsi OPs melalui
kulit dipengaruhi oleh bagian kulit yang terkena seperti paration akan lebih cepat
masuk melalui kulit di kepala dan leher dibandingkan dengan kulit di tangan dan
lengan (Subash et al 2010) OPs yang terserap selanjutnya akan terakumulasi
dengan cepat dalam lemak hati ginjal dan kelenjar ludah
Saluran cerna merupakan salah satu jalur utama penyerapan toksikan
selain paru-paru dan kulit (Juhryyah 2009) Toksikan dapat merusak permukaan
internal dari traktus gastrointestinal dan memperlambat bahkan menghentikan
peristaltik usus sehingga menyebabkan terjadinya penyerapan toksikan tersebut
16
(Manahan 2003) Apabila paparan toksikan pada sel berlangsung cukup lama dan
konsentrasi tinggi sel akan mencapai suatu titik dimana sel tidak dapat lagi
mengkompensasi toksikan tersebut dan tidak dapat melanjutkan metabolisme
Perubahan yang reversibel akan menjadi irreversibel yaitu terjadinya kematian
sel Proses kematian sel dapat terjadi secara apoptosis dan nekrosis
Tanda dan gejala awal toksisitas organofosfat adalah stimulasi berlebihan
kolinergenik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi
miosis gangguan perkemihan diare defekasi eksitasi dan salivasi (Rustia et al
2010) Toksisitas OPs berpengaruh pada berbagai sistem dalam tubuh termasuk
hematologi dan perubahan biokimia (Kalender et al 2005) Selain itu terjadinya
stress oksidatif menunjukkan bahwa pestisida memberi efek sitotoksik (Khan dan
Kour 2007)
Toksisitas OPs dipengaruhi oleh struktur kimia metabolisme dalam
tubuh target dosis cara aplikasi tingkat dekomposisi dan cara masuknya ke
organisme Struktur umum dari organofosfat dapat dilihat pada Gambar 21
Gambar 21
Struktur umum organofosfat (Herljac 2009)
17
R1 dan R2 merupakan metil etil atau isopropil dan X merupakan suatu
gugus dapat pergi (leaving group) biasanya berupa substitusi nukleofilik oleh
oksigen dari serin pada sisi aktif protein target Variasi X tergantung dari jenis
OPs (Mangas et al 2016) Unsur yang berikatan rangkap dengan fosfor (P)
dapat berupa oksigen (untuk pestisida paraokson) dapat juga berupa sulfur (S)
untuk pestisida parathion
OPs menghambat fungsi berbagai ester karboksilat hidrolase seperti
asetilkolinesterase plasma dan karboksilesterase hepar paraoksonase dan esterase
yang lain dalam tubuh (Soltatinejad dan Abdollahi 2009) Bagian lipofilik dari
pestisida organofosfat akan berinteraksi dengan membran sel dan mengacaukan
struktur fosfolipid dualapis Kemampuan toksisitas utama dari OPs adalah
menghambat aktivitas enzim kolinesterase dalam darah yang berfungsi mengatur
kerja saraf (neurotransmiter) selanjutnya akan mengaktifkan reseptor kolinergik
Mekanisme toksisitas OPs membentuk ikatan kovalen organofosforilasi
dengan esterase dari kolinesterase menghasikan enzim terfosforilasi yang sangat
sulit dipecah sehingga aktivitasnya terhambat Mekanisme ini ditunjukan pada
Gambar 22 Mekanisme penghambatan AChE adalah terbentuk ikatan antara
satu hidroksil dari gugus serin dalam pusat esteratik AChE dengan fosfor dari
OPs yang membentuk kompleks enzim-inhibitor yang reversibel selanjutnya
terjadi fosforilasi serin secara kovalen (Pohanka 2011) Apabila kolinesterase
terikat maka enzim ini tidak dapat melaksanakan fungsinya terutama meneruskan
pengiriman perintah kepada otot-otot tertentu sehingga otot-otot senantiasa
bergerak tanpa dapat dikendalikan
18
Gambar 22
Ikatan OP pada sisi aktif AChE Reaksi Fosforilasi AChE
(Hreljac 2009)
Efek toksik dari pestisida OPs dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis
(lumpuh) terjadinya kelainan hematologi meningkatkan kadar SGOT dan SGPT
dalam darah (Jaga dan Dharmani 2003) Toksisitas OPs dalam tubuh berupa 1)
neurotoksisitas 2) molekul target bukan neuron 3) imunotoksisitas 4)
genotoksisitas dan karsinogenitas (Elersek dan Filipic 2012)
213 Neurotoksisitas OPs
Mekanisme toksisitas OPs umumnya dimulai dengan menghambat
aktivitas enzim asetilkolinesterase (AChE) yang menyebabkan asetilkolin (ACh)
tidak dapat terhidrolisis menjadi kolin dan asam asetat sehingga ACh
terakumulasi dalam sistem saraf yang menyebabkan mobilitas limposit dan
19
sitotoksisitas meningkat Penghambatan AChE oleh OPs disebabkan oleh
terjadinya reaksi fosforilasi akibat lepasnya gugus fosfat dari senyawa OPs
kemudian membentuk ikatan kovalen dengan AChE sehingga menghambat
aktivitasnya (Manal dan Lobna 2006) seperti tampak pada Gambar 22
Hidrolisis secara spontan OPs dari sisi aktif ini berlangsung sangat lambat
kadang-kadang irreversible sehingga menghasilkan efek beracun dalam jangka
panjang
Aktivitas enzim AChE yang terhambat menyebabkan asetilkolin (ACh)
terakumulasi di dalam sistem saraf yaitu pada kantung-kantung sinaptik sehingga
terjadi aktivasi reseptor kolinergik (muskarinik atau nikotinik) Akumulasi
asetilkolin menyebabkan overstimulasi dari reseptor dan jika keracunan
organofosfat tetap tidak diobati akan menyebabkan kematian Mekanisme ini
berlaku bagi organisme berdarah panas sehingga manusia juga mudah keracunan
OPs (Bajgar 2004) Hambatan dari enzim tersebut menyebabkan ACh tertimbun
pada sinaps yang terletak diantara saraf dan otot (neuromuscular junction)
Akumulasi ACh menyebabkan depolarisasi persisten pada otot rangka
mengakibatkan kelemahan dan fasikulasi Akumulasi asetilkolin yang terjadi
pada sistem saraf otonom dapat menyebabkan diare uriniterase tanpa sadar
bronko konstriksi dan miosis (Rustia et al 2010)
Efek toksik OPs berupa gejala neurologi dengan target primer
kolinesterase Penghambatan kolinesterase terjadi secara progresif oleh OPs
karena terjadi fosfilasi (fosforilasi atau fosfonilasi) pada sisi aktif serin dari
kolinesterase (Ser198 BChE dan Ser 200 untuk AChE pada manusia) Seperti
20
tampak pada Gambar 22 terjadi fosforilasi pada sisi aktif serin membentuk anion
intermediate yang pada proses aging mengalami dealkilasi membentuk anion
fosfonil yang stabil kemudian akan menghambat AChE secara irreversible
Enzim yang terfosforilasi ini tidak mampu lagi menghidrolisis ACh sehingga
tertimbun pada tempat-tempat reseptor ACh yang tertimbun ini menyebabkan
terjadi stimulasi berlebihan dan selanjutnya mengganggu pengiriman antara sistem
saraf pusat dan saraf tepi
OPs dalam tubuh selain mengalami forforilasi yang menyebabkan
neurotoksik dapat juga mengalami detoksikasi secara alami oleh enzim
karboksilase atau glutation transferase seperti tampak pada Gambar 23
Neurotoksik terjadi bila OPs berikatan dengan AChE BChE dan esterase yang
lain
Gambar 23
Toksikasi dan detoksikasi OPs
(Mangas et al 2016 )
21
Petani yang terpapar oleh pestisida OPs dapat mengalami penghambatan
Aktivitas AChE peningkatan reaksi Thiobarbituric Acid dan penurunan
kemampuan plasma darah dalam penyerapan besi (Fe) Dasar patofisiologi gejala
klinis dari keracunan OPs adalah inaktifasi dari enzim AChE pada sekeliling
nicotinic and muscarinic pada sistem saraf pusat central nervous system (CNS)
dan pada neuromuscular junction (Gagandeep dan Dheeraj 2009) Penghambatan
OPs secara ireversibel pada kedua muskarinik dan nikotinik dapat mempengaruhi
central nervous system (CNS) (Hundekari et al 2013) OPs sebagai anti-
kolinesterase akan memblok asetilkolinesterase sehingga asetilkolin terakumulasi
dalam saraf tepi yang dapat menimbulkan pengaruh neurotoksik seperti kontraksi
otot secara kontinyu Nilai normal aktivitas kolinesterase untuk laki ndash laki sebesar
4620 ndash 11500 Ul dan nilai normal untuk perempuan sebesar 3930 - 10800 Ul
Bila dibawah nilai normal menunjukkan adanya keracunan darah yang
diakibatkan oleh pestisida OPs
OPs di dalam sel darah merah akan mempengaruhi AChE dan di dalam
plasma darah akan mempengaruhi pseudokolinesterase OPs akan terikat di
dalam sinapsis melalui proses fosforilasi bagian ester anion dari enzim AChE
ikatan ini sangat kuat dan irreversible (Raini 2007) Keracunan akut dari OPs
pada manusia menyebabkan kelemahan otot paralisis disorientasi serta kematian
akibat paralisis otot pernafasan Efek neurotoksisitas organofosfat tidak selalu
muncul mendadak Neurotoksisitas lambat (delayed neurotoxicity) dapat
dihasilkan oleh sejumlah ester organofosfor yang diklasifikasikan sebagai
aksonopati Efek ini bisa ditimbulkan oleh dosis tunggal yang besar ataupun dosis
22
akumulasi Neurotoksisitas yang terjadi lambat ini disebut organophosphorus
ester-induced delayed neuropathy (OPIDN) OPIDN tidak terjadi secara
mendadak tetapi butuh waktu antara 7-10 minggu untuk timbulnya degenerasi
aksonal OPIDN adalah suatu sindrom gejala toksisitas yang disebabkan oleh OPs
berupa melemahnya otot-otot pada tangan dan kaki terganggunya keseimbangan
dan bisa menjadi lumpuh yang muncul 4-21 hari setelah paparan OPs Molekul
target OPIDN adalah enzim dalam sistem saraf yang disebut neuropathy target
esterase (NTE) yang dapat digunakan sebagai biomarker OPIDN (Lotti dan
Moretto 2009) OPs menghambat AChE dengan efektif pada neuromuscular
junctions dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat Selain neurotoksisitas efek
buruk paparan OPs juga dapat mengubah fungsi tubuh lainnya
Katagori keracunan pestisida dilihat dari aktivitas AChE dengan metode
Tintometer Kit 1) Normal gt 75 2) Keracunan ringan 75 - 50 3)
Keracunan sedang 50 - 25 dan 4) Keracunan berat lt 25 Jika penurunan
aktivitas kolinesterase mencapai 25 dari nilai normalnya (dalam katagori
keracunan ringan) maka pekerja harus dijauhkan dari paparan pestisida dan baru
diizinkan kembali bekerja dengan pestisida jika aktivitas kolinesterasenya menjadi
80 atau lebih dari nilai normal
Prinsip reaksi interaksi antara enzim-fosfat adalah 1) fosforilasi enzim 2)
kebalikan penghambatan dan 3) aging (pemeraman) Karakteristik fosforilasi
enzim adalah pembentukan ikatan kimia antara atom fosfor dari OPs dengan atom
oksigen gugus hidroksil dari serin pada pusat katalitik AChE Reaksi antara OP-
23
AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE
Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24
Gambar 24
Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP
(Patočka et al 2005)
Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim
terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond
Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat
irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25
berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan
penghambatan substrat AChE
Gambar 25
Hambatan reversal
(Patočka et al 2005)
Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel
yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible
penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-
phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator
untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai
24
dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena
berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi
secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging
dapat dilihat pada Gambar 26
Gambar 26
Proses aging
(Patočka et al 2005)
Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum
mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit
yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim
salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat
pada Gambar 27
Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi
antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan
enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat
sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs
sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian
Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat
menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas
AChE yang turun oleh paparan OPs
25
Gambar 27
Reaktivasi enzim AChE
(Bharathi et al 2014)
214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf
OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga
mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang
merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic
dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I
menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok
pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)
OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan
melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru
(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan
26
pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal
yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap
Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala
keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam
organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor
muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat
pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda
seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan
sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan
Filipic 2012)
Tabel 21
Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan
tempat akumulasi ACh
Tempat akumulasi ACh Gejala
CNS
Perifer sistem saraf otonom
Reseptor muskarinik
reseptor nikotinik
Sakit kepala insomnia vertigo
kejangkebingungan sulit tidur gangguan
berbicara koma dan lumpuh pernafasan
-
Gejala-gejala muskrinik peningkatan
eliminasi (air liur keringat lachrymation)
gangguan pencernaan (kejang muntah
diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan
gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang
tidak terkontrol dan kelumpuhan
Sumber Elersek dan Filipic 2012
27
Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau
esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem
imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan
diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan
pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun
(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan
tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik
dan non kolinergik
OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan
antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan
antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid
sebagai hasil peroksidasi lipid
Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai
pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan
menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan
deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan
radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu
terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan
malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh
menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik
oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)
28
Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu
1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen
membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga
terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada
komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas
membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang
mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)
OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar
MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang
terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal
ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada
pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan
dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya
peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al
2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi
peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan
radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit
dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas
yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs
akut
Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi
dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini
29
timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit
OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup
kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas
Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak
berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas
meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut
menjadi tumor (Hodgson 2004)
22 Asetilkolinesterase (AChE)
Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot
kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan
tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf
sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu
aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)
Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan
mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik
dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)
AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase
yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh
yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan
kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik
Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan
30
terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya
produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et
al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah
esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh
ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf
dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke
reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf
motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan
Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul
ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif
esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian
diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran
presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada
Gambar 28
Gambar 28
Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada
sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan
Hoffman 2004)
31
Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya
OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase
sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim
tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada
reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum
dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi
saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi
tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan
terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada
sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang
terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi
dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan
organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan
berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE
Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat
dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor
akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka
waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan
glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot
pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik
dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)
32
23 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun
molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal
bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek
yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai
spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul
lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)
Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil
mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya
bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh
akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang
disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah
radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat
tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu
lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal
bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya
Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga
akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan
kerusakan sel (Droge 2007)
Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal
hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal
misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell
dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling
33
aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh
seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase
dan metabolisme asam arakidonat
Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)
merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi
dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal
antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom
peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi
fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas
untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan
membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi
enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal
bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal
bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap
pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-
obatan dan pestisida
Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan
radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida
(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai
Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel
hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari
proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya
34
SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas
tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam
proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan
menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti
sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa
jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga
dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty
acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi
sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi
fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)
dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan
O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar
4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak
et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil
(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan
yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi
protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel
dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya
beberapa penyakit dan proses penuaan
Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan
membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal
bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun
membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak
35
sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam
Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan
DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas
dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang
signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan
meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)
24 Stres Oksidatif
Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh
antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah
enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation
peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas
yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila
jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen
tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal
bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel
Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya
suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan
ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal
bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis
yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan
36
jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan
merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-
komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam
nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan
terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran
sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses
tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-
hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga
kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung
adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR
25 Malondialdehid (MDA)
Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen
penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk
malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et
al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi
kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati
ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat
berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai
penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA
merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
12
Pestisida masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan absorpsi melalui kulit
dan melalui mulut Pestisida yang masuk melalui mulut akan bercampur dengan
ludah yang mengandung enzim masuk ke lambung kemudian ke usus halus dan
seterusnya sampai terbuang melalui usus besar proses absorpsi melalui mukosa
usus kemudian mengalir mengikuti sistem sirkulasi darah Absorpsi pestisida
melalui kulit akan menembus epidermis masuk ke dalam kapiler darah dan
terbawa ke paru-paru dan organ vital lain seperti otot dan otak (Suwindre 1993
dalam Rustia 2010) Pestisida yang masuk ke dalam tubuh mengakibatkan aksi
antara molekul yang terdapat dalam pestisida dengan sel dalam tubuh yang
bereaksi secara spesifik maupunnon spesifik Pestisida dapat merusak
keseimbangan antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh dan menyebabkan
terjadinya peroksidasi lemak di dalam membran lemak
Pestisida dalam tubuh dapat meracuni manusia melalui mekanisme a)
mempengaruhi kerja enzim dan hormon yaitu dapat menonaktifkan aktivator
sehingga enzim atau hormon tidak dapat bekerja dan b) merusak jaringan karena
pestisida menginduksi produksi serotonin dan histamin sebagai hormon yang
memicu reaksi alergi dan dapat menimbulkan senyawa baru yang lebih toksik
(Bolognesi 2003) Pernyataan ini didukung oleh Diamanti dalam Suhartono
(2008) bahwa pestisida tergolong sebagai endocrine discrupting chemicals
(EDCs) yaitu bahan kimia yang mengganggu sintesis sekresi transport
metabolisme pengikatan dan eliminasi hormon-hormon yang berfungsi menjaga
homeostasis reproduksi dan proses tumbuh kembang
13
Pestisida dalam tubuh yang didistribusikan dan disimpan di dalam jaringan
lemak dapat mengalami biotransformasi dapat juga dijumpai dalam darah serta
dikeluarkan melalui urine Pestisida dapat mengakibatkan efek sistemik dan efek
lokal bagi penggunanya Efek sistemik terjadi apabila pestisida tersebut masuk
ke seluruh tubuh melalui peredaran darah sedangkan sedangkan efek lokal terjadi
di bagian tubuh yang terkena pestisida Senyawa aktif dalam pestisida diketahui
dapat meningkatkan produksi species oxygen reactive (SOR) atau reaktif oksigen
spesies (ROS) sehingga memberikan efek toksik (El-Gendy et al 2010)
Keracunan pestisida yang kronis dapat ditemukan sebagai kelainan saraf
dan perilaku serta berdampak mutagenitas Yuantari (2011) menyatakan paparan
pestisida yang bertahun-tahun menyebabkan masalah pada ingatan sulit
berkonsentrasi perubahan kepribadian kelumpuhan bahkan kehilangan
kesadaran dan koma Keracunan kronis juga berdampak pada organ paru-paru
hati lambung dan usus
211 Pestisida organofosfat (OPs)
Organofosfat (OPs) adalah nama umum ester dari asam fosfat Ester-ester
dari organofosfat atau karbamat banyak digunakan sebagai pestisida insektisida
bahan obat-obatan untuk gangguan kesehatan seperti glaukoma infeksi parasit
dan penyakit alzaimer OPs bisa diabsorpsi melalui absorpsi kulit atau mukosa
atau parenteral per oral inhalasi dan juga injeksi (Elersek dan Filipic 2012)
Pestisida OPs penggunaannya sangat luas di dunia demikian juga di
Indonesia petani umumnya menggunakan pestisida golongan ini baik untuk
pertanian pertamanan dalam rumah tangga dan kesehatan Pestisida OPs dan
14
karbamat paling banyak beredar dan digunakan dalam pengendalian hama
penyakit tanaman secara terpadu karena cepat membunuh hama dan relatif aman
bagi lingkungan Pestisida yang termasuk golongan OPs antara lain mefinofos
(fosdrin) paration monokrotofos (azodrin) dikrotofos fosfamidon diklorfos
etion fention dan diazinon metil paration dan profenofos yang tergolong
karbamat di antaranya metomil (Plianbangchang et al2008)
Penggolongan OPs dapat juga berdasarkan dosis mematikan atau daya
racun dari senyawa tersebut terdiri dari klas I a daya racunnya sangat tinggi klas
I b daya racunnya tinggi klas II terdiri dari senyawa organofosfat dengan daya
racun sedang dan klas III daya racunnya ringan (WHO 2009) Berdasarkan
penggolongan ini 40 dari 23 bahan aktif pestisida OPs termasuk klas I a yaitu
daya racunnya sangat tinggi dan ekstrim namun sampai saat ini masih sangat
diperlukan sebagai sarana peningkatan produksi di bidang pertanian dan perikanan
juga untuk peningkatan kualitas kesehatan
OPs bersumber dari H3PO4 (asam fosfat) yang mempunyai sifat sebagai
berikut a) Efektif terhadap serangga yang resisten terhadap hidrokarbon
organoklorin b) Tidak menimbulkan kontaminasi terhadap lingkungan untuk
jangka waktu yang lama c) Kurang mempunyai efek yang lama terhadap
organisme non target d) Lebih toksik terhadap hewan-hewan organisme
bertulang belakang jika dibandingkan dengan organoklorin e) Mempunyai cara
kerja menghambat fungsi enzim kolinesterase (Afriyanto 2012)
Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronkokonstriksi
dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini
15
timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit Senyawa dari golongan pestisida
ini berkerja menghambat aktivitas enzim kolinesterase yang dapat berakibat fatal
dengan gejala antara lain sakit kepala pusing-pusing lemah pupil mengecil
gangguan penglihatan dan sesak nafas mual muntah kejang pada perut dan diare
sesak pada dada dan detak jantung menurun (Jakob et al 2002) Paparan
subkutan umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda
dan gejala OPs dikenal sebagai neurotoksik terhadap mamalia karena
menghambat enzim asetilkolinestester (AChE) yang mengkatalisis hidrolisis
asetilkolin (ACh) yaitu suatu neurotransmitter sehingga akan terakumulasi
212 Toksisitas OPs
Risiko paparan pestisida OPs sangat tinggi pada pekerja pertanian dan
pekerja pada industri kimia seperti pedagang bahan kimia dan pestisida
Mekanisme masuknya racun pestisida tersebut dapat melalui kulit luar mulut dan
saluran makanan serta melalui saluran pernapasan Laju absorpsi OPs melalui
kulit dipengaruhi oleh bagian kulit yang terkena seperti paration akan lebih cepat
masuk melalui kulit di kepala dan leher dibandingkan dengan kulit di tangan dan
lengan (Subash et al 2010) OPs yang terserap selanjutnya akan terakumulasi
dengan cepat dalam lemak hati ginjal dan kelenjar ludah
Saluran cerna merupakan salah satu jalur utama penyerapan toksikan
selain paru-paru dan kulit (Juhryyah 2009) Toksikan dapat merusak permukaan
internal dari traktus gastrointestinal dan memperlambat bahkan menghentikan
peristaltik usus sehingga menyebabkan terjadinya penyerapan toksikan tersebut
16
(Manahan 2003) Apabila paparan toksikan pada sel berlangsung cukup lama dan
konsentrasi tinggi sel akan mencapai suatu titik dimana sel tidak dapat lagi
mengkompensasi toksikan tersebut dan tidak dapat melanjutkan metabolisme
Perubahan yang reversibel akan menjadi irreversibel yaitu terjadinya kematian
sel Proses kematian sel dapat terjadi secara apoptosis dan nekrosis
Tanda dan gejala awal toksisitas organofosfat adalah stimulasi berlebihan
kolinergenik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi
miosis gangguan perkemihan diare defekasi eksitasi dan salivasi (Rustia et al
2010) Toksisitas OPs berpengaruh pada berbagai sistem dalam tubuh termasuk
hematologi dan perubahan biokimia (Kalender et al 2005) Selain itu terjadinya
stress oksidatif menunjukkan bahwa pestisida memberi efek sitotoksik (Khan dan
Kour 2007)
Toksisitas OPs dipengaruhi oleh struktur kimia metabolisme dalam
tubuh target dosis cara aplikasi tingkat dekomposisi dan cara masuknya ke
organisme Struktur umum dari organofosfat dapat dilihat pada Gambar 21
Gambar 21
Struktur umum organofosfat (Herljac 2009)
17
R1 dan R2 merupakan metil etil atau isopropil dan X merupakan suatu
gugus dapat pergi (leaving group) biasanya berupa substitusi nukleofilik oleh
oksigen dari serin pada sisi aktif protein target Variasi X tergantung dari jenis
OPs (Mangas et al 2016) Unsur yang berikatan rangkap dengan fosfor (P)
dapat berupa oksigen (untuk pestisida paraokson) dapat juga berupa sulfur (S)
untuk pestisida parathion
OPs menghambat fungsi berbagai ester karboksilat hidrolase seperti
asetilkolinesterase plasma dan karboksilesterase hepar paraoksonase dan esterase
yang lain dalam tubuh (Soltatinejad dan Abdollahi 2009) Bagian lipofilik dari
pestisida organofosfat akan berinteraksi dengan membran sel dan mengacaukan
struktur fosfolipid dualapis Kemampuan toksisitas utama dari OPs adalah
menghambat aktivitas enzim kolinesterase dalam darah yang berfungsi mengatur
kerja saraf (neurotransmiter) selanjutnya akan mengaktifkan reseptor kolinergik
Mekanisme toksisitas OPs membentuk ikatan kovalen organofosforilasi
dengan esterase dari kolinesterase menghasikan enzim terfosforilasi yang sangat
sulit dipecah sehingga aktivitasnya terhambat Mekanisme ini ditunjukan pada
Gambar 22 Mekanisme penghambatan AChE adalah terbentuk ikatan antara
satu hidroksil dari gugus serin dalam pusat esteratik AChE dengan fosfor dari
OPs yang membentuk kompleks enzim-inhibitor yang reversibel selanjutnya
terjadi fosforilasi serin secara kovalen (Pohanka 2011) Apabila kolinesterase
terikat maka enzim ini tidak dapat melaksanakan fungsinya terutama meneruskan
pengiriman perintah kepada otot-otot tertentu sehingga otot-otot senantiasa
bergerak tanpa dapat dikendalikan
18
Gambar 22
Ikatan OP pada sisi aktif AChE Reaksi Fosforilasi AChE
(Hreljac 2009)
Efek toksik dari pestisida OPs dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis
(lumpuh) terjadinya kelainan hematologi meningkatkan kadar SGOT dan SGPT
dalam darah (Jaga dan Dharmani 2003) Toksisitas OPs dalam tubuh berupa 1)
neurotoksisitas 2) molekul target bukan neuron 3) imunotoksisitas 4)
genotoksisitas dan karsinogenitas (Elersek dan Filipic 2012)
213 Neurotoksisitas OPs
Mekanisme toksisitas OPs umumnya dimulai dengan menghambat
aktivitas enzim asetilkolinesterase (AChE) yang menyebabkan asetilkolin (ACh)
tidak dapat terhidrolisis menjadi kolin dan asam asetat sehingga ACh
terakumulasi dalam sistem saraf yang menyebabkan mobilitas limposit dan
19
sitotoksisitas meningkat Penghambatan AChE oleh OPs disebabkan oleh
terjadinya reaksi fosforilasi akibat lepasnya gugus fosfat dari senyawa OPs
kemudian membentuk ikatan kovalen dengan AChE sehingga menghambat
aktivitasnya (Manal dan Lobna 2006) seperti tampak pada Gambar 22
Hidrolisis secara spontan OPs dari sisi aktif ini berlangsung sangat lambat
kadang-kadang irreversible sehingga menghasilkan efek beracun dalam jangka
panjang
Aktivitas enzim AChE yang terhambat menyebabkan asetilkolin (ACh)
terakumulasi di dalam sistem saraf yaitu pada kantung-kantung sinaptik sehingga
terjadi aktivasi reseptor kolinergik (muskarinik atau nikotinik) Akumulasi
asetilkolin menyebabkan overstimulasi dari reseptor dan jika keracunan
organofosfat tetap tidak diobati akan menyebabkan kematian Mekanisme ini
berlaku bagi organisme berdarah panas sehingga manusia juga mudah keracunan
OPs (Bajgar 2004) Hambatan dari enzim tersebut menyebabkan ACh tertimbun
pada sinaps yang terletak diantara saraf dan otot (neuromuscular junction)
Akumulasi ACh menyebabkan depolarisasi persisten pada otot rangka
mengakibatkan kelemahan dan fasikulasi Akumulasi asetilkolin yang terjadi
pada sistem saraf otonom dapat menyebabkan diare uriniterase tanpa sadar
bronko konstriksi dan miosis (Rustia et al 2010)
Efek toksik OPs berupa gejala neurologi dengan target primer
kolinesterase Penghambatan kolinesterase terjadi secara progresif oleh OPs
karena terjadi fosfilasi (fosforilasi atau fosfonilasi) pada sisi aktif serin dari
kolinesterase (Ser198 BChE dan Ser 200 untuk AChE pada manusia) Seperti
20
tampak pada Gambar 22 terjadi fosforilasi pada sisi aktif serin membentuk anion
intermediate yang pada proses aging mengalami dealkilasi membentuk anion
fosfonil yang stabil kemudian akan menghambat AChE secara irreversible
Enzim yang terfosforilasi ini tidak mampu lagi menghidrolisis ACh sehingga
tertimbun pada tempat-tempat reseptor ACh yang tertimbun ini menyebabkan
terjadi stimulasi berlebihan dan selanjutnya mengganggu pengiriman antara sistem
saraf pusat dan saraf tepi
OPs dalam tubuh selain mengalami forforilasi yang menyebabkan
neurotoksik dapat juga mengalami detoksikasi secara alami oleh enzim
karboksilase atau glutation transferase seperti tampak pada Gambar 23
Neurotoksik terjadi bila OPs berikatan dengan AChE BChE dan esterase yang
lain
Gambar 23
Toksikasi dan detoksikasi OPs
(Mangas et al 2016 )
21
Petani yang terpapar oleh pestisida OPs dapat mengalami penghambatan
Aktivitas AChE peningkatan reaksi Thiobarbituric Acid dan penurunan
kemampuan plasma darah dalam penyerapan besi (Fe) Dasar patofisiologi gejala
klinis dari keracunan OPs adalah inaktifasi dari enzim AChE pada sekeliling
nicotinic and muscarinic pada sistem saraf pusat central nervous system (CNS)
dan pada neuromuscular junction (Gagandeep dan Dheeraj 2009) Penghambatan
OPs secara ireversibel pada kedua muskarinik dan nikotinik dapat mempengaruhi
central nervous system (CNS) (Hundekari et al 2013) OPs sebagai anti-
kolinesterase akan memblok asetilkolinesterase sehingga asetilkolin terakumulasi
dalam saraf tepi yang dapat menimbulkan pengaruh neurotoksik seperti kontraksi
otot secara kontinyu Nilai normal aktivitas kolinesterase untuk laki ndash laki sebesar
4620 ndash 11500 Ul dan nilai normal untuk perempuan sebesar 3930 - 10800 Ul
Bila dibawah nilai normal menunjukkan adanya keracunan darah yang
diakibatkan oleh pestisida OPs
OPs di dalam sel darah merah akan mempengaruhi AChE dan di dalam
plasma darah akan mempengaruhi pseudokolinesterase OPs akan terikat di
dalam sinapsis melalui proses fosforilasi bagian ester anion dari enzim AChE
ikatan ini sangat kuat dan irreversible (Raini 2007) Keracunan akut dari OPs
pada manusia menyebabkan kelemahan otot paralisis disorientasi serta kematian
akibat paralisis otot pernafasan Efek neurotoksisitas organofosfat tidak selalu
muncul mendadak Neurotoksisitas lambat (delayed neurotoxicity) dapat
dihasilkan oleh sejumlah ester organofosfor yang diklasifikasikan sebagai
aksonopati Efek ini bisa ditimbulkan oleh dosis tunggal yang besar ataupun dosis
22
akumulasi Neurotoksisitas yang terjadi lambat ini disebut organophosphorus
ester-induced delayed neuropathy (OPIDN) OPIDN tidak terjadi secara
mendadak tetapi butuh waktu antara 7-10 minggu untuk timbulnya degenerasi
aksonal OPIDN adalah suatu sindrom gejala toksisitas yang disebabkan oleh OPs
berupa melemahnya otot-otot pada tangan dan kaki terganggunya keseimbangan
dan bisa menjadi lumpuh yang muncul 4-21 hari setelah paparan OPs Molekul
target OPIDN adalah enzim dalam sistem saraf yang disebut neuropathy target
esterase (NTE) yang dapat digunakan sebagai biomarker OPIDN (Lotti dan
Moretto 2009) OPs menghambat AChE dengan efektif pada neuromuscular
junctions dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat Selain neurotoksisitas efek
buruk paparan OPs juga dapat mengubah fungsi tubuh lainnya
Katagori keracunan pestisida dilihat dari aktivitas AChE dengan metode
Tintometer Kit 1) Normal gt 75 2) Keracunan ringan 75 - 50 3)
Keracunan sedang 50 - 25 dan 4) Keracunan berat lt 25 Jika penurunan
aktivitas kolinesterase mencapai 25 dari nilai normalnya (dalam katagori
keracunan ringan) maka pekerja harus dijauhkan dari paparan pestisida dan baru
diizinkan kembali bekerja dengan pestisida jika aktivitas kolinesterasenya menjadi
80 atau lebih dari nilai normal
Prinsip reaksi interaksi antara enzim-fosfat adalah 1) fosforilasi enzim 2)
kebalikan penghambatan dan 3) aging (pemeraman) Karakteristik fosforilasi
enzim adalah pembentukan ikatan kimia antara atom fosfor dari OPs dengan atom
oksigen gugus hidroksil dari serin pada pusat katalitik AChE Reaksi antara OP-
23
AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE
Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24
Gambar 24
Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP
(Patočka et al 2005)
Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim
terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond
Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat
irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25
berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan
penghambatan substrat AChE
Gambar 25
Hambatan reversal
(Patočka et al 2005)
Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel
yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible
penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-
phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator
untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai
24
dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena
berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi
secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging
dapat dilihat pada Gambar 26
Gambar 26
Proses aging
(Patočka et al 2005)
Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum
mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit
yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim
salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat
pada Gambar 27
Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi
antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan
enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat
sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs
sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian
Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat
menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas
AChE yang turun oleh paparan OPs
25
Gambar 27
Reaktivasi enzim AChE
(Bharathi et al 2014)
214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf
OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga
mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang
merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic
dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I
menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok
pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)
OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan
melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru
(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan
26
pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal
yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap
Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala
keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam
organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor
muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat
pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda
seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan
sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan
Filipic 2012)
Tabel 21
Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan
tempat akumulasi ACh
Tempat akumulasi ACh Gejala
CNS
Perifer sistem saraf otonom
Reseptor muskarinik
reseptor nikotinik
Sakit kepala insomnia vertigo
kejangkebingungan sulit tidur gangguan
berbicara koma dan lumpuh pernafasan
-
Gejala-gejala muskrinik peningkatan
eliminasi (air liur keringat lachrymation)
gangguan pencernaan (kejang muntah
diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan
gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang
tidak terkontrol dan kelumpuhan
Sumber Elersek dan Filipic 2012
27
Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau
esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem
imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan
diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan
pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun
(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan
tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik
dan non kolinergik
OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan
antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan
antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid
sebagai hasil peroksidasi lipid
Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai
pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan
menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan
deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan
radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu
terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan
malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh
menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik
oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)
28
Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu
1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen
membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga
terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada
komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas
membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang
mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)
OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar
MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang
terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal
ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada
pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan
dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya
peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al
2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi
peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan
radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit
dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas
yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs
akut
Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi
dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini
29
timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit
OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup
kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas
Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak
berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas
meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut
menjadi tumor (Hodgson 2004)
22 Asetilkolinesterase (AChE)
Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot
kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan
tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf
sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu
aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)
Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan
mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik
dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)
AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase
yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh
yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan
kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik
Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan
30
terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya
produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et
al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah
esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh
ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf
dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke
reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf
motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan
Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul
ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif
esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian
diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran
presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada
Gambar 28
Gambar 28
Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada
sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan
Hoffman 2004)
31
Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya
OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase
sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim
tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada
reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum
dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi
saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi
tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan
terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada
sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang
terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi
dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan
organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan
berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE
Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat
dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor
akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka
waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan
glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot
pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik
dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)
32
23 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun
molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal
bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek
yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai
spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul
lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)
Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil
mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya
bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh
akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang
disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah
radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat
tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu
lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal
bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya
Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga
akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan
kerusakan sel (Droge 2007)
Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal
hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal
misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell
dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling
33
aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh
seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase
dan metabolisme asam arakidonat
Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)
merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi
dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal
antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom
peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi
fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas
untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan
membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi
enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal
bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal
bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap
pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-
obatan dan pestisida
Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan
radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida
(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai
Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel
hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari
proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya
34
SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas
tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam
proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan
menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti
sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa
jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga
dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty
acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi
sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi
fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)
dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan
O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar
4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak
et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil
(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan
yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi
protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel
dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya
beberapa penyakit dan proses penuaan
Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan
membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal
bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun
membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak
35
sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam
Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan
DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas
dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang
signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan
meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)
24 Stres Oksidatif
Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh
antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah
enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation
peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas
yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila
jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen
tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal
bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel
Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya
suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan
ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal
bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis
yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan
36
jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan
merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-
komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam
nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan
terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran
sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses
tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-
hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga
kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung
adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR
25 Malondialdehid (MDA)
Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen
penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk
malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et
al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi
kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati
ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat
berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai
penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA
merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
13
Pestisida dalam tubuh yang didistribusikan dan disimpan di dalam jaringan
lemak dapat mengalami biotransformasi dapat juga dijumpai dalam darah serta
dikeluarkan melalui urine Pestisida dapat mengakibatkan efek sistemik dan efek
lokal bagi penggunanya Efek sistemik terjadi apabila pestisida tersebut masuk
ke seluruh tubuh melalui peredaran darah sedangkan sedangkan efek lokal terjadi
di bagian tubuh yang terkena pestisida Senyawa aktif dalam pestisida diketahui
dapat meningkatkan produksi species oxygen reactive (SOR) atau reaktif oksigen
spesies (ROS) sehingga memberikan efek toksik (El-Gendy et al 2010)
Keracunan pestisida yang kronis dapat ditemukan sebagai kelainan saraf
dan perilaku serta berdampak mutagenitas Yuantari (2011) menyatakan paparan
pestisida yang bertahun-tahun menyebabkan masalah pada ingatan sulit
berkonsentrasi perubahan kepribadian kelumpuhan bahkan kehilangan
kesadaran dan koma Keracunan kronis juga berdampak pada organ paru-paru
hati lambung dan usus
211 Pestisida organofosfat (OPs)
Organofosfat (OPs) adalah nama umum ester dari asam fosfat Ester-ester
dari organofosfat atau karbamat banyak digunakan sebagai pestisida insektisida
bahan obat-obatan untuk gangguan kesehatan seperti glaukoma infeksi parasit
dan penyakit alzaimer OPs bisa diabsorpsi melalui absorpsi kulit atau mukosa
atau parenteral per oral inhalasi dan juga injeksi (Elersek dan Filipic 2012)
Pestisida OPs penggunaannya sangat luas di dunia demikian juga di
Indonesia petani umumnya menggunakan pestisida golongan ini baik untuk
pertanian pertamanan dalam rumah tangga dan kesehatan Pestisida OPs dan
14
karbamat paling banyak beredar dan digunakan dalam pengendalian hama
penyakit tanaman secara terpadu karena cepat membunuh hama dan relatif aman
bagi lingkungan Pestisida yang termasuk golongan OPs antara lain mefinofos
(fosdrin) paration monokrotofos (azodrin) dikrotofos fosfamidon diklorfos
etion fention dan diazinon metil paration dan profenofos yang tergolong
karbamat di antaranya metomil (Plianbangchang et al2008)
Penggolongan OPs dapat juga berdasarkan dosis mematikan atau daya
racun dari senyawa tersebut terdiri dari klas I a daya racunnya sangat tinggi klas
I b daya racunnya tinggi klas II terdiri dari senyawa organofosfat dengan daya
racun sedang dan klas III daya racunnya ringan (WHO 2009) Berdasarkan
penggolongan ini 40 dari 23 bahan aktif pestisida OPs termasuk klas I a yaitu
daya racunnya sangat tinggi dan ekstrim namun sampai saat ini masih sangat
diperlukan sebagai sarana peningkatan produksi di bidang pertanian dan perikanan
juga untuk peningkatan kualitas kesehatan
OPs bersumber dari H3PO4 (asam fosfat) yang mempunyai sifat sebagai
berikut a) Efektif terhadap serangga yang resisten terhadap hidrokarbon
organoklorin b) Tidak menimbulkan kontaminasi terhadap lingkungan untuk
jangka waktu yang lama c) Kurang mempunyai efek yang lama terhadap
organisme non target d) Lebih toksik terhadap hewan-hewan organisme
bertulang belakang jika dibandingkan dengan organoklorin e) Mempunyai cara
kerja menghambat fungsi enzim kolinesterase (Afriyanto 2012)
Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronkokonstriksi
dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini
15
timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit Senyawa dari golongan pestisida
ini berkerja menghambat aktivitas enzim kolinesterase yang dapat berakibat fatal
dengan gejala antara lain sakit kepala pusing-pusing lemah pupil mengecil
gangguan penglihatan dan sesak nafas mual muntah kejang pada perut dan diare
sesak pada dada dan detak jantung menurun (Jakob et al 2002) Paparan
subkutan umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda
dan gejala OPs dikenal sebagai neurotoksik terhadap mamalia karena
menghambat enzim asetilkolinestester (AChE) yang mengkatalisis hidrolisis
asetilkolin (ACh) yaitu suatu neurotransmitter sehingga akan terakumulasi
212 Toksisitas OPs
Risiko paparan pestisida OPs sangat tinggi pada pekerja pertanian dan
pekerja pada industri kimia seperti pedagang bahan kimia dan pestisida
Mekanisme masuknya racun pestisida tersebut dapat melalui kulit luar mulut dan
saluran makanan serta melalui saluran pernapasan Laju absorpsi OPs melalui
kulit dipengaruhi oleh bagian kulit yang terkena seperti paration akan lebih cepat
masuk melalui kulit di kepala dan leher dibandingkan dengan kulit di tangan dan
lengan (Subash et al 2010) OPs yang terserap selanjutnya akan terakumulasi
dengan cepat dalam lemak hati ginjal dan kelenjar ludah
Saluran cerna merupakan salah satu jalur utama penyerapan toksikan
selain paru-paru dan kulit (Juhryyah 2009) Toksikan dapat merusak permukaan
internal dari traktus gastrointestinal dan memperlambat bahkan menghentikan
peristaltik usus sehingga menyebabkan terjadinya penyerapan toksikan tersebut
16
(Manahan 2003) Apabila paparan toksikan pada sel berlangsung cukup lama dan
konsentrasi tinggi sel akan mencapai suatu titik dimana sel tidak dapat lagi
mengkompensasi toksikan tersebut dan tidak dapat melanjutkan metabolisme
Perubahan yang reversibel akan menjadi irreversibel yaitu terjadinya kematian
sel Proses kematian sel dapat terjadi secara apoptosis dan nekrosis
Tanda dan gejala awal toksisitas organofosfat adalah stimulasi berlebihan
kolinergenik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi
miosis gangguan perkemihan diare defekasi eksitasi dan salivasi (Rustia et al
2010) Toksisitas OPs berpengaruh pada berbagai sistem dalam tubuh termasuk
hematologi dan perubahan biokimia (Kalender et al 2005) Selain itu terjadinya
stress oksidatif menunjukkan bahwa pestisida memberi efek sitotoksik (Khan dan
Kour 2007)
Toksisitas OPs dipengaruhi oleh struktur kimia metabolisme dalam
tubuh target dosis cara aplikasi tingkat dekomposisi dan cara masuknya ke
organisme Struktur umum dari organofosfat dapat dilihat pada Gambar 21
Gambar 21
Struktur umum organofosfat (Herljac 2009)
17
R1 dan R2 merupakan metil etil atau isopropil dan X merupakan suatu
gugus dapat pergi (leaving group) biasanya berupa substitusi nukleofilik oleh
oksigen dari serin pada sisi aktif protein target Variasi X tergantung dari jenis
OPs (Mangas et al 2016) Unsur yang berikatan rangkap dengan fosfor (P)
dapat berupa oksigen (untuk pestisida paraokson) dapat juga berupa sulfur (S)
untuk pestisida parathion
OPs menghambat fungsi berbagai ester karboksilat hidrolase seperti
asetilkolinesterase plasma dan karboksilesterase hepar paraoksonase dan esterase
yang lain dalam tubuh (Soltatinejad dan Abdollahi 2009) Bagian lipofilik dari
pestisida organofosfat akan berinteraksi dengan membran sel dan mengacaukan
struktur fosfolipid dualapis Kemampuan toksisitas utama dari OPs adalah
menghambat aktivitas enzim kolinesterase dalam darah yang berfungsi mengatur
kerja saraf (neurotransmiter) selanjutnya akan mengaktifkan reseptor kolinergik
Mekanisme toksisitas OPs membentuk ikatan kovalen organofosforilasi
dengan esterase dari kolinesterase menghasikan enzim terfosforilasi yang sangat
sulit dipecah sehingga aktivitasnya terhambat Mekanisme ini ditunjukan pada
Gambar 22 Mekanisme penghambatan AChE adalah terbentuk ikatan antara
satu hidroksil dari gugus serin dalam pusat esteratik AChE dengan fosfor dari
OPs yang membentuk kompleks enzim-inhibitor yang reversibel selanjutnya
terjadi fosforilasi serin secara kovalen (Pohanka 2011) Apabila kolinesterase
terikat maka enzim ini tidak dapat melaksanakan fungsinya terutama meneruskan
pengiriman perintah kepada otot-otot tertentu sehingga otot-otot senantiasa
bergerak tanpa dapat dikendalikan
18
Gambar 22
Ikatan OP pada sisi aktif AChE Reaksi Fosforilasi AChE
(Hreljac 2009)
Efek toksik dari pestisida OPs dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis
(lumpuh) terjadinya kelainan hematologi meningkatkan kadar SGOT dan SGPT
dalam darah (Jaga dan Dharmani 2003) Toksisitas OPs dalam tubuh berupa 1)
neurotoksisitas 2) molekul target bukan neuron 3) imunotoksisitas 4)
genotoksisitas dan karsinogenitas (Elersek dan Filipic 2012)
213 Neurotoksisitas OPs
Mekanisme toksisitas OPs umumnya dimulai dengan menghambat
aktivitas enzim asetilkolinesterase (AChE) yang menyebabkan asetilkolin (ACh)
tidak dapat terhidrolisis menjadi kolin dan asam asetat sehingga ACh
terakumulasi dalam sistem saraf yang menyebabkan mobilitas limposit dan
19
sitotoksisitas meningkat Penghambatan AChE oleh OPs disebabkan oleh
terjadinya reaksi fosforilasi akibat lepasnya gugus fosfat dari senyawa OPs
kemudian membentuk ikatan kovalen dengan AChE sehingga menghambat
aktivitasnya (Manal dan Lobna 2006) seperti tampak pada Gambar 22
Hidrolisis secara spontan OPs dari sisi aktif ini berlangsung sangat lambat
kadang-kadang irreversible sehingga menghasilkan efek beracun dalam jangka
panjang
Aktivitas enzim AChE yang terhambat menyebabkan asetilkolin (ACh)
terakumulasi di dalam sistem saraf yaitu pada kantung-kantung sinaptik sehingga
terjadi aktivasi reseptor kolinergik (muskarinik atau nikotinik) Akumulasi
asetilkolin menyebabkan overstimulasi dari reseptor dan jika keracunan
organofosfat tetap tidak diobati akan menyebabkan kematian Mekanisme ini
berlaku bagi organisme berdarah panas sehingga manusia juga mudah keracunan
OPs (Bajgar 2004) Hambatan dari enzim tersebut menyebabkan ACh tertimbun
pada sinaps yang terletak diantara saraf dan otot (neuromuscular junction)
Akumulasi ACh menyebabkan depolarisasi persisten pada otot rangka
mengakibatkan kelemahan dan fasikulasi Akumulasi asetilkolin yang terjadi
pada sistem saraf otonom dapat menyebabkan diare uriniterase tanpa sadar
bronko konstriksi dan miosis (Rustia et al 2010)
Efek toksik OPs berupa gejala neurologi dengan target primer
kolinesterase Penghambatan kolinesterase terjadi secara progresif oleh OPs
karena terjadi fosfilasi (fosforilasi atau fosfonilasi) pada sisi aktif serin dari
kolinesterase (Ser198 BChE dan Ser 200 untuk AChE pada manusia) Seperti
20
tampak pada Gambar 22 terjadi fosforilasi pada sisi aktif serin membentuk anion
intermediate yang pada proses aging mengalami dealkilasi membentuk anion
fosfonil yang stabil kemudian akan menghambat AChE secara irreversible
Enzim yang terfosforilasi ini tidak mampu lagi menghidrolisis ACh sehingga
tertimbun pada tempat-tempat reseptor ACh yang tertimbun ini menyebabkan
terjadi stimulasi berlebihan dan selanjutnya mengganggu pengiriman antara sistem
saraf pusat dan saraf tepi
OPs dalam tubuh selain mengalami forforilasi yang menyebabkan
neurotoksik dapat juga mengalami detoksikasi secara alami oleh enzim
karboksilase atau glutation transferase seperti tampak pada Gambar 23
Neurotoksik terjadi bila OPs berikatan dengan AChE BChE dan esterase yang
lain
Gambar 23
Toksikasi dan detoksikasi OPs
(Mangas et al 2016 )
21
Petani yang terpapar oleh pestisida OPs dapat mengalami penghambatan
Aktivitas AChE peningkatan reaksi Thiobarbituric Acid dan penurunan
kemampuan plasma darah dalam penyerapan besi (Fe) Dasar patofisiologi gejala
klinis dari keracunan OPs adalah inaktifasi dari enzim AChE pada sekeliling
nicotinic and muscarinic pada sistem saraf pusat central nervous system (CNS)
dan pada neuromuscular junction (Gagandeep dan Dheeraj 2009) Penghambatan
OPs secara ireversibel pada kedua muskarinik dan nikotinik dapat mempengaruhi
central nervous system (CNS) (Hundekari et al 2013) OPs sebagai anti-
kolinesterase akan memblok asetilkolinesterase sehingga asetilkolin terakumulasi
dalam saraf tepi yang dapat menimbulkan pengaruh neurotoksik seperti kontraksi
otot secara kontinyu Nilai normal aktivitas kolinesterase untuk laki ndash laki sebesar
4620 ndash 11500 Ul dan nilai normal untuk perempuan sebesar 3930 - 10800 Ul
Bila dibawah nilai normal menunjukkan adanya keracunan darah yang
diakibatkan oleh pestisida OPs
OPs di dalam sel darah merah akan mempengaruhi AChE dan di dalam
plasma darah akan mempengaruhi pseudokolinesterase OPs akan terikat di
dalam sinapsis melalui proses fosforilasi bagian ester anion dari enzim AChE
ikatan ini sangat kuat dan irreversible (Raini 2007) Keracunan akut dari OPs
pada manusia menyebabkan kelemahan otot paralisis disorientasi serta kematian
akibat paralisis otot pernafasan Efek neurotoksisitas organofosfat tidak selalu
muncul mendadak Neurotoksisitas lambat (delayed neurotoxicity) dapat
dihasilkan oleh sejumlah ester organofosfor yang diklasifikasikan sebagai
aksonopati Efek ini bisa ditimbulkan oleh dosis tunggal yang besar ataupun dosis
22
akumulasi Neurotoksisitas yang terjadi lambat ini disebut organophosphorus
ester-induced delayed neuropathy (OPIDN) OPIDN tidak terjadi secara
mendadak tetapi butuh waktu antara 7-10 minggu untuk timbulnya degenerasi
aksonal OPIDN adalah suatu sindrom gejala toksisitas yang disebabkan oleh OPs
berupa melemahnya otot-otot pada tangan dan kaki terganggunya keseimbangan
dan bisa menjadi lumpuh yang muncul 4-21 hari setelah paparan OPs Molekul
target OPIDN adalah enzim dalam sistem saraf yang disebut neuropathy target
esterase (NTE) yang dapat digunakan sebagai biomarker OPIDN (Lotti dan
Moretto 2009) OPs menghambat AChE dengan efektif pada neuromuscular
junctions dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat Selain neurotoksisitas efek
buruk paparan OPs juga dapat mengubah fungsi tubuh lainnya
Katagori keracunan pestisida dilihat dari aktivitas AChE dengan metode
Tintometer Kit 1) Normal gt 75 2) Keracunan ringan 75 - 50 3)
Keracunan sedang 50 - 25 dan 4) Keracunan berat lt 25 Jika penurunan
aktivitas kolinesterase mencapai 25 dari nilai normalnya (dalam katagori
keracunan ringan) maka pekerja harus dijauhkan dari paparan pestisida dan baru
diizinkan kembali bekerja dengan pestisida jika aktivitas kolinesterasenya menjadi
80 atau lebih dari nilai normal
Prinsip reaksi interaksi antara enzim-fosfat adalah 1) fosforilasi enzim 2)
kebalikan penghambatan dan 3) aging (pemeraman) Karakteristik fosforilasi
enzim adalah pembentukan ikatan kimia antara atom fosfor dari OPs dengan atom
oksigen gugus hidroksil dari serin pada pusat katalitik AChE Reaksi antara OP-
23
AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE
Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24
Gambar 24
Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP
(Patočka et al 2005)
Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim
terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond
Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat
irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25
berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan
penghambatan substrat AChE
Gambar 25
Hambatan reversal
(Patočka et al 2005)
Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel
yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible
penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-
phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator
untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai
24
dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena
berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi
secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging
dapat dilihat pada Gambar 26
Gambar 26
Proses aging
(Patočka et al 2005)
Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum
mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit
yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim
salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat
pada Gambar 27
Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi
antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan
enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat
sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs
sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian
Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat
menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas
AChE yang turun oleh paparan OPs
25
Gambar 27
Reaktivasi enzim AChE
(Bharathi et al 2014)
214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf
OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga
mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang
merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic
dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I
menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok
pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)
OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan
melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru
(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan
26
pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal
yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap
Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala
keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam
organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor
muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat
pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda
seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan
sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan
Filipic 2012)
Tabel 21
Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan
tempat akumulasi ACh
Tempat akumulasi ACh Gejala
CNS
Perifer sistem saraf otonom
Reseptor muskarinik
reseptor nikotinik
Sakit kepala insomnia vertigo
kejangkebingungan sulit tidur gangguan
berbicara koma dan lumpuh pernafasan
-
Gejala-gejala muskrinik peningkatan
eliminasi (air liur keringat lachrymation)
gangguan pencernaan (kejang muntah
diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan
gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang
tidak terkontrol dan kelumpuhan
Sumber Elersek dan Filipic 2012
27
Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau
esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem
imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan
diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan
pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun
(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan
tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik
dan non kolinergik
OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan
antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan
antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid
sebagai hasil peroksidasi lipid
Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai
pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan
menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan
deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan
radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu
terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan
malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh
menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik
oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)
28
Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu
1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen
membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga
terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada
komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas
membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang
mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)
OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar
MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang
terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal
ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada
pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan
dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya
peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al
2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi
peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan
radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit
dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas
yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs
akut
Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi
dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini
29
timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit
OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup
kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas
Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak
berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas
meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut
menjadi tumor (Hodgson 2004)
22 Asetilkolinesterase (AChE)
Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot
kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan
tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf
sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu
aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)
Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan
mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik
dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)
AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase
yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh
yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan
kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik
Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan
30
terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya
produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et
al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah
esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh
ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf
dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke
reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf
motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan
Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul
ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif
esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian
diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran
presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada
Gambar 28
Gambar 28
Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada
sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan
Hoffman 2004)
31
Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya
OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase
sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim
tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada
reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum
dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi
saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi
tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan
terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada
sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang
terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi
dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan
organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan
berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE
Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat
dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor
akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka
waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan
glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot
pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik
dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)
32
23 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun
molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal
bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek
yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai
spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul
lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)
Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil
mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya
bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh
akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang
disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah
radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat
tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu
lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal
bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya
Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga
akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan
kerusakan sel (Droge 2007)
Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal
hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal
misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell
dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling
33
aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh
seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase
dan metabolisme asam arakidonat
Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)
merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi
dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal
antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom
peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi
fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas
untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan
membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi
enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal
bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal
bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap
pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-
obatan dan pestisida
Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan
radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida
(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai
Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel
hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari
proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya
34
SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas
tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam
proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan
menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti
sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa
jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga
dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty
acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi
sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi
fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)
dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan
O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar
4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak
et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil
(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan
yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi
protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel
dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya
beberapa penyakit dan proses penuaan
Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan
membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal
bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun
membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak
35
sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam
Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan
DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas
dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang
signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan
meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)
24 Stres Oksidatif
Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh
antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah
enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation
peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas
yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila
jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen
tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal
bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel
Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya
suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan
ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal
bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis
yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan
36
jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan
merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-
komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam
nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan
terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran
sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses
tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-
hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga
kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung
adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR
25 Malondialdehid (MDA)
Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen
penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk
malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et
al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi
kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati
ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat
berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai
penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA
merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
14
karbamat paling banyak beredar dan digunakan dalam pengendalian hama
penyakit tanaman secara terpadu karena cepat membunuh hama dan relatif aman
bagi lingkungan Pestisida yang termasuk golongan OPs antara lain mefinofos
(fosdrin) paration monokrotofos (azodrin) dikrotofos fosfamidon diklorfos
etion fention dan diazinon metil paration dan profenofos yang tergolong
karbamat di antaranya metomil (Plianbangchang et al2008)
Penggolongan OPs dapat juga berdasarkan dosis mematikan atau daya
racun dari senyawa tersebut terdiri dari klas I a daya racunnya sangat tinggi klas
I b daya racunnya tinggi klas II terdiri dari senyawa organofosfat dengan daya
racun sedang dan klas III daya racunnya ringan (WHO 2009) Berdasarkan
penggolongan ini 40 dari 23 bahan aktif pestisida OPs termasuk klas I a yaitu
daya racunnya sangat tinggi dan ekstrim namun sampai saat ini masih sangat
diperlukan sebagai sarana peningkatan produksi di bidang pertanian dan perikanan
juga untuk peningkatan kualitas kesehatan
OPs bersumber dari H3PO4 (asam fosfat) yang mempunyai sifat sebagai
berikut a) Efektif terhadap serangga yang resisten terhadap hidrokarbon
organoklorin b) Tidak menimbulkan kontaminasi terhadap lingkungan untuk
jangka waktu yang lama c) Kurang mempunyai efek yang lama terhadap
organisme non target d) Lebih toksik terhadap hewan-hewan organisme
bertulang belakang jika dibandingkan dengan organoklorin e) Mempunyai cara
kerja menghambat fungsi enzim kolinesterase (Afriyanto 2012)
Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronkokonstriksi
dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini
15
timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit Senyawa dari golongan pestisida
ini berkerja menghambat aktivitas enzim kolinesterase yang dapat berakibat fatal
dengan gejala antara lain sakit kepala pusing-pusing lemah pupil mengecil
gangguan penglihatan dan sesak nafas mual muntah kejang pada perut dan diare
sesak pada dada dan detak jantung menurun (Jakob et al 2002) Paparan
subkutan umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda
dan gejala OPs dikenal sebagai neurotoksik terhadap mamalia karena
menghambat enzim asetilkolinestester (AChE) yang mengkatalisis hidrolisis
asetilkolin (ACh) yaitu suatu neurotransmitter sehingga akan terakumulasi
212 Toksisitas OPs
Risiko paparan pestisida OPs sangat tinggi pada pekerja pertanian dan
pekerja pada industri kimia seperti pedagang bahan kimia dan pestisida
Mekanisme masuknya racun pestisida tersebut dapat melalui kulit luar mulut dan
saluran makanan serta melalui saluran pernapasan Laju absorpsi OPs melalui
kulit dipengaruhi oleh bagian kulit yang terkena seperti paration akan lebih cepat
masuk melalui kulit di kepala dan leher dibandingkan dengan kulit di tangan dan
lengan (Subash et al 2010) OPs yang terserap selanjutnya akan terakumulasi
dengan cepat dalam lemak hati ginjal dan kelenjar ludah
Saluran cerna merupakan salah satu jalur utama penyerapan toksikan
selain paru-paru dan kulit (Juhryyah 2009) Toksikan dapat merusak permukaan
internal dari traktus gastrointestinal dan memperlambat bahkan menghentikan
peristaltik usus sehingga menyebabkan terjadinya penyerapan toksikan tersebut
16
(Manahan 2003) Apabila paparan toksikan pada sel berlangsung cukup lama dan
konsentrasi tinggi sel akan mencapai suatu titik dimana sel tidak dapat lagi
mengkompensasi toksikan tersebut dan tidak dapat melanjutkan metabolisme
Perubahan yang reversibel akan menjadi irreversibel yaitu terjadinya kematian
sel Proses kematian sel dapat terjadi secara apoptosis dan nekrosis
Tanda dan gejala awal toksisitas organofosfat adalah stimulasi berlebihan
kolinergenik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi
miosis gangguan perkemihan diare defekasi eksitasi dan salivasi (Rustia et al
2010) Toksisitas OPs berpengaruh pada berbagai sistem dalam tubuh termasuk
hematologi dan perubahan biokimia (Kalender et al 2005) Selain itu terjadinya
stress oksidatif menunjukkan bahwa pestisida memberi efek sitotoksik (Khan dan
Kour 2007)
Toksisitas OPs dipengaruhi oleh struktur kimia metabolisme dalam
tubuh target dosis cara aplikasi tingkat dekomposisi dan cara masuknya ke
organisme Struktur umum dari organofosfat dapat dilihat pada Gambar 21
Gambar 21
Struktur umum organofosfat (Herljac 2009)
17
R1 dan R2 merupakan metil etil atau isopropil dan X merupakan suatu
gugus dapat pergi (leaving group) biasanya berupa substitusi nukleofilik oleh
oksigen dari serin pada sisi aktif protein target Variasi X tergantung dari jenis
OPs (Mangas et al 2016) Unsur yang berikatan rangkap dengan fosfor (P)
dapat berupa oksigen (untuk pestisida paraokson) dapat juga berupa sulfur (S)
untuk pestisida parathion
OPs menghambat fungsi berbagai ester karboksilat hidrolase seperti
asetilkolinesterase plasma dan karboksilesterase hepar paraoksonase dan esterase
yang lain dalam tubuh (Soltatinejad dan Abdollahi 2009) Bagian lipofilik dari
pestisida organofosfat akan berinteraksi dengan membran sel dan mengacaukan
struktur fosfolipid dualapis Kemampuan toksisitas utama dari OPs adalah
menghambat aktivitas enzim kolinesterase dalam darah yang berfungsi mengatur
kerja saraf (neurotransmiter) selanjutnya akan mengaktifkan reseptor kolinergik
Mekanisme toksisitas OPs membentuk ikatan kovalen organofosforilasi
dengan esterase dari kolinesterase menghasikan enzim terfosforilasi yang sangat
sulit dipecah sehingga aktivitasnya terhambat Mekanisme ini ditunjukan pada
Gambar 22 Mekanisme penghambatan AChE adalah terbentuk ikatan antara
satu hidroksil dari gugus serin dalam pusat esteratik AChE dengan fosfor dari
OPs yang membentuk kompleks enzim-inhibitor yang reversibel selanjutnya
terjadi fosforilasi serin secara kovalen (Pohanka 2011) Apabila kolinesterase
terikat maka enzim ini tidak dapat melaksanakan fungsinya terutama meneruskan
pengiriman perintah kepada otot-otot tertentu sehingga otot-otot senantiasa
bergerak tanpa dapat dikendalikan
18
Gambar 22
Ikatan OP pada sisi aktif AChE Reaksi Fosforilasi AChE
(Hreljac 2009)
Efek toksik dari pestisida OPs dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis
(lumpuh) terjadinya kelainan hematologi meningkatkan kadar SGOT dan SGPT
dalam darah (Jaga dan Dharmani 2003) Toksisitas OPs dalam tubuh berupa 1)
neurotoksisitas 2) molekul target bukan neuron 3) imunotoksisitas 4)
genotoksisitas dan karsinogenitas (Elersek dan Filipic 2012)
213 Neurotoksisitas OPs
Mekanisme toksisitas OPs umumnya dimulai dengan menghambat
aktivitas enzim asetilkolinesterase (AChE) yang menyebabkan asetilkolin (ACh)
tidak dapat terhidrolisis menjadi kolin dan asam asetat sehingga ACh
terakumulasi dalam sistem saraf yang menyebabkan mobilitas limposit dan
19
sitotoksisitas meningkat Penghambatan AChE oleh OPs disebabkan oleh
terjadinya reaksi fosforilasi akibat lepasnya gugus fosfat dari senyawa OPs
kemudian membentuk ikatan kovalen dengan AChE sehingga menghambat
aktivitasnya (Manal dan Lobna 2006) seperti tampak pada Gambar 22
Hidrolisis secara spontan OPs dari sisi aktif ini berlangsung sangat lambat
kadang-kadang irreversible sehingga menghasilkan efek beracun dalam jangka
panjang
Aktivitas enzim AChE yang terhambat menyebabkan asetilkolin (ACh)
terakumulasi di dalam sistem saraf yaitu pada kantung-kantung sinaptik sehingga
terjadi aktivasi reseptor kolinergik (muskarinik atau nikotinik) Akumulasi
asetilkolin menyebabkan overstimulasi dari reseptor dan jika keracunan
organofosfat tetap tidak diobati akan menyebabkan kematian Mekanisme ini
berlaku bagi organisme berdarah panas sehingga manusia juga mudah keracunan
OPs (Bajgar 2004) Hambatan dari enzim tersebut menyebabkan ACh tertimbun
pada sinaps yang terletak diantara saraf dan otot (neuromuscular junction)
Akumulasi ACh menyebabkan depolarisasi persisten pada otot rangka
mengakibatkan kelemahan dan fasikulasi Akumulasi asetilkolin yang terjadi
pada sistem saraf otonom dapat menyebabkan diare uriniterase tanpa sadar
bronko konstriksi dan miosis (Rustia et al 2010)
Efek toksik OPs berupa gejala neurologi dengan target primer
kolinesterase Penghambatan kolinesterase terjadi secara progresif oleh OPs
karena terjadi fosfilasi (fosforilasi atau fosfonilasi) pada sisi aktif serin dari
kolinesterase (Ser198 BChE dan Ser 200 untuk AChE pada manusia) Seperti
20
tampak pada Gambar 22 terjadi fosforilasi pada sisi aktif serin membentuk anion
intermediate yang pada proses aging mengalami dealkilasi membentuk anion
fosfonil yang stabil kemudian akan menghambat AChE secara irreversible
Enzim yang terfosforilasi ini tidak mampu lagi menghidrolisis ACh sehingga
tertimbun pada tempat-tempat reseptor ACh yang tertimbun ini menyebabkan
terjadi stimulasi berlebihan dan selanjutnya mengganggu pengiriman antara sistem
saraf pusat dan saraf tepi
OPs dalam tubuh selain mengalami forforilasi yang menyebabkan
neurotoksik dapat juga mengalami detoksikasi secara alami oleh enzim
karboksilase atau glutation transferase seperti tampak pada Gambar 23
Neurotoksik terjadi bila OPs berikatan dengan AChE BChE dan esterase yang
lain
Gambar 23
Toksikasi dan detoksikasi OPs
(Mangas et al 2016 )
21
Petani yang terpapar oleh pestisida OPs dapat mengalami penghambatan
Aktivitas AChE peningkatan reaksi Thiobarbituric Acid dan penurunan
kemampuan plasma darah dalam penyerapan besi (Fe) Dasar patofisiologi gejala
klinis dari keracunan OPs adalah inaktifasi dari enzim AChE pada sekeliling
nicotinic and muscarinic pada sistem saraf pusat central nervous system (CNS)
dan pada neuromuscular junction (Gagandeep dan Dheeraj 2009) Penghambatan
OPs secara ireversibel pada kedua muskarinik dan nikotinik dapat mempengaruhi
central nervous system (CNS) (Hundekari et al 2013) OPs sebagai anti-
kolinesterase akan memblok asetilkolinesterase sehingga asetilkolin terakumulasi
dalam saraf tepi yang dapat menimbulkan pengaruh neurotoksik seperti kontraksi
otot secara kontinyu Nilai normal aktivitas kolinesterase untuk laki ndash laki sebesar
4620 ndash 11500 Ul dan nilai normal untuk perempuan sebesar 3930 - 10800 Ul
Bila dibawah nilai normal menunjukkan adanya keracunan darah yang
diakibatkan oleh pestisida OPs
OPs di dalam sel darah merah akan mempengaruhi AChE dan di dalam
plasma darah akan mempengaruhi pseudokolinesterase OPs akan terikat di
dalam sinapsis melalui proses fosforilasi bagian ester anion dari enzim AChE
ikatan ini sangat kuat dan irreversible (Raini 2007) Keracunan akut dari OPs
pada manusia menyebabkan kelemahan otot paralisis disorientasi serta kematian
akibat paralisis otot pernafasan Efek neurotoksisitas organofosfat tidak selalu
muncul mendadak Neurotoksisitas lambat (delayed neurotoxicity) dapat
dihasilkan oleh sejumlah ester organofosfor yang diklasifikasikan sebagai
aksonopati Efek ini bisa ditimbulkan oleh dosis tunggal yang besar ataupun dosis
22
akumulasi Neurotoksisitas yang terjadi lambat ini disebut organophosphorus
ester-induced delayed neuropathy (OPIDN) OPIDN tidak terjadi secara
mendadak tetapi butuh waktu antara 7-10 minggu untuk timbulnya degenerasi
aksonal OPIDN adalah suatu sindrom gejala toksisitas yang disebabkan oleh OPs
berupa melemahnya otot-otot pada tangan dan kaki terganggunya keseimbangan
dan bisa menjadi lumpuh yang muncul 4-21 hari setelah paparan OPs Molekul
target OPIDN adalah enzim dalam sistem saraf yang disebut neuropathy target
esterase (NTE) yang dapat digunakan sebagai biomarker OPIDN (Lotti dan
Moretto 2009) OPs menghambat AChE dengan efektif pada neuromuscular
junctions dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat Selain neurotoksisitas efek
buruk paparan OPs juga dapat mengubah fungsi tubuh lainnya
Katagori keracunan pestisida dilihat dari aktivitas AChE dengan metode
Tintometer Kit 1) Normal gt 75 2) Keracunan ringan 75 - 50 3)
Keracunan sedang 50 - 25 dan 4) Keracunan berat lt 25 Jika penurunan
aktivitas kolinesterase mencapai 25 dari nilai normalnya (dalam katagori
keracunan ringan) maka pekerja harus dijauhkan dari paparan pestisida dan baru
diizinkan kembali bekerja dengan pestisida jika aktivitas kolinesterasenya menjadi
80 atau lebih dari nilai normal
Prinsip reaksi interaksi antara enzim-fosfat adalah 1) fosforilasi enzim 2)
kebalikan penghambatan dan 3) aging (pemeraman) Karakteristik fosforilasi
enzim adalah pembentukan ikatan kimia antara atom fosfor dari OPs dengan atom
oksigen gugus hidroksil dari serin pada pusat katalitik AChE Reaksi antara OP-
23
AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE
Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24
Gambar 24
Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP
(Patočka et al 2005)
Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim
terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond
Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat
irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25
berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan
penghambatan substrat AChE
Gambar 25
Hambatan reversal
(Patočka et al 2005)
Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel
yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible
penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-
phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator
untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai
24
dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena
berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi
secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging
dapat dilihat pada Gambar 26
Gambar 26
Proses aging
(Patočka et al 2005)
Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum
mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit
yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim
salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat
pada Gambar 27
Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi
antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan
enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat
sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs
sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian
Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat
menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas
AChE yang turun oleh paparan OPs
25
Gambar 27
Reaktivasi enzim AChE
(Bharathi et al 2014)
214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf
OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga
mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang
merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic
dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I
menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok
pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)
OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan
melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru
(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan
26
pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal
yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap
Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala
keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam
organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor
muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat
pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda
seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan
sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan
Filipic 2012)
Tabel 21
Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan
tempat akumulasi ACh
Tempat akumulasi ACh Gejala
CNS
Perifer sistem saraf otonom
Reseptor muskarinik
reseptor nikotinik
Sakit kepala insomnia vertigo
kejangkebingungan sulit tidur gangguan
berbicara koma dan lumpuh pernafasan
-
Gejala-gejala muskrinik peningkatan
eliminasi (air liur keringat lachrymation)
gangguan pencernaan (kejang muntah
diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan
gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang
tidak terkontrol dan kelumpuhan
Sumber Elersek dan Filipic 2012
27
Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau
esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem
imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan
diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan
pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun
(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan
tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik
dan non kolinergik
OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan
antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan
antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid
sebagai hasil peroksidasi lipid
Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai
pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan
menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan
deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan
radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu
terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan
malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh
menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik
oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)
28
Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu
1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen
membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga
terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada
komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas
membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang
mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)
OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar
MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang
terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal
ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada
pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan
dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya
peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al
2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi
peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan
radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit
dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas
yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs
akut
Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi
dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini
29
timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit
OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup
kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas
Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak
berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas
meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut
menjadi tumor (Hodgson 2004)
22 Asetilkolinesterase (AChE)
Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot
kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan
tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf
sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu
aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)
Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan
mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik
dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)
AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase
yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh
yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan
kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik
Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan
30
terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya
produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et
al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah
esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh
ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf
dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke
reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf
motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan
Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul
ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif
esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian
diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran
presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada
Gambar 28
Gambar 28
Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada
sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan
Hoffman 2004)
31
Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya
OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase
sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim
tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada
reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum
dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi
saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi
tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan
terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada
sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang
terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi
dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan
organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan
berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE
Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat
dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor
akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka
waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan
glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot
pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik
dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)
32
23 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun
molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal
bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek
yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai
spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul
lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)
Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil
mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya
bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh
akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang
disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah
radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat
tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu
lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal
bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya
Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga
akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan
kerusakan sel (Droge 2007)
Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal
hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal
misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell
dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling
33
aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh
seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase
dan metabolisme asam arakidonat
Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)
merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi
dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal
antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom
peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi
fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas
untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan
membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi
enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal
bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal
bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap
pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-
obatan dan pestisida
Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan
radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida
(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai
Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel
hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari
proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya
34
SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas
tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam
proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan
menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti
sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa
jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga
dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty
acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi
sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi
fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)
dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan
O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar
4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak
et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil
(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan
yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi
protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel
dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya
beberapa penyakit dan proses penuaan
Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan
membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal
bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun
membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak
35
sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam
Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan
DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas
dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang
signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan
meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)
24 Stres Oksidatif
Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh
antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah
enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation
peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas
yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila
jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen
tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal
bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel
Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya
suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan
ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal
bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis
yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan
36
jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan
merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-
komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam
nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan
terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran
sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses
tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-
hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga
kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung
adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR
25 Malondialdehid (MDA)
Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen
penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk
malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et
al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi
kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati
ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat
berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai
penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA
merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
15
timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit Senyawa dari golongan pestisida
ini berkerja menghambat aktivitas enzim kolinesterase yang dapat berakibat fatal
dengan gejala antara lain sakit kepala pusing-pusing lemah pupil mengecil
gangguan penglihatan dan sesak nafas mual muntah kejang pada perut dan diare
sesak pada dada dan detak jantung menurun (Jakob et al 2002) Paparan
subkutan umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda
dan gejala OPs dikenal sebagai neurotoksik terhadap mamalia karena
menghambat enzim asetilkolinestester (AChE) yang mengkatalisis hidrolisis
asetilkolin (ACh) yaitu suatu neurotransmitter sehingga akan terakumulasi
212 Toksisitas OPs
Risiko paparan pestisida OPs sangat tinggi pada pekerja pertanian dan
pekerja pada industri kimia seperti pedagang bahan kimia dan pestisida
Mekanisme masuknya racun pestisida tersebut dapat melalui kulit luar mulut dan
saluran makanan serta melalui saluran pernapasan Laju absorpsi OPs melalui
kulit dipengaruhi oleh bagian kulit yang terkena seperti paration akan lebih cepat
masuk melalui kulit di kepala dan leher dibandingkan dengan kulit di tangan dan
lengan (Subash et al 2010) OPs yang terserap selanjutnya akan terakumulasi
dengan cepat dalam lemak hati ginjal dan kelenjar ludah
Saluran cerna merupakan salah satu jalur utama penyerapan toksikan
selain paru-paru dan kulit (Juhryyah 2009) Toksikan dapat merusak permukaan
internal dari traktus gastrointestinal dan memperlambat bahkan menghentikan
peristaltik usus sehingga menyebabkan terjadinya penyerapan toksikan tersebut
16
(Manahan 2003) Apabila paparan toksikan pada sel berlangsung cukup lama dan
konsentrasi tinggi sel akan mencapai suatu titik dimana sel tidak dapat lagi
mengkompensasi toksikan tersebut dan tidak dapat melanjutkan metabolisme
Perubahan yang reversibel akan menjadi irreversibel yaitu terjadinya kematian
sel Proses kematian sel dapat terjadi secara apoptosis dan nekrosis
Tanda dan gejala awal toksisitas organofosfat adalah stimulasi berlebihan
kolinergenik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi
miosis gangguan perkemihan diare defekasi eksitasi dan salivasi (Rustia et al
2010) Toksisitas OPs berpengaruh pada berbagai sistem dalam tubuh termasuk
hematologi dan perubahan biokimia (Kalender et al 2005) Selain itu terjadinya
stress oksidatif menunjukkan bahwa pestisida memberi efek sitotoksik (Khan dan
Kour 2007)
Toksisitas OPs dipengaruhi oleh struktur kimia metabolisme dalam
tubuh target dosis cara aplikasi tingkat dekomposisi dan cara masuknya ke
organisme Struktur umum dari organofosfat dapat dilihat pada Gambar 21
Gambar 21
Struktur umum organofosfat (Herljac 2009)
17
R1 dan R2 merupakan metil etil atau isopropil dan X merupakan suatu
gugus dapat pergi (leaving group) biasanya berupa substitusi nukleofilik oleh
oksigen dari serin pada sisi aktif protein target Variasi X tergantung dari jenis
OPs (Mangas et al 2016) Unsur yang berikatan rangkap dengan fosfor (P)
dapat berupa oksigen (untuk pestisida paraokson) dapat juga berupa sulfur (S)
untuk pestisida parathion
OPs menghambat fungsi berbagai ester karboksilat hidrolase seperti
asetilkolinesterase plasma dan karboksilesterase hepar paraoksonase dan esterase
yang lain dalam tubuh (Soltatinejad dan Abdollahi 2009) Bagian lipofilik dari
pestisida organofosfat akan berinteraksi dengan membran sel dan mengacaukan
struktur fosfolipid dualapis Kemampuan toksisitas utama dari OPs adalah
menghambat aktivitas enzim kolinesterase dalam darah yang berfungsi mengatur
kerja saraf (neurotransmiter) selanjutnya akan mengaktifkan reseptor kolinergik
Mekanisme toksisitas OPs membentuk ikatan kovalen organofosforilasi
dengan esterase dari kolinesterase menghasikan enzim terfosforilasi yang sangat
sulit dipecah sehingga aktivitasnya terhambat Mekanisme ini ditunjukan pada
Gambar 22 Mekanisme penghambatan AChE adalah terbentuk ikatan antara
satu hidroksil dari gugus serin dalam pusat esteratik AChE dengan fosfor dari
OPs yang membentuk kompleks enzim-inhibitor yang reversibel selanjutnya
terjadi fosforilasi serin secara kovalen (Pohanka 2011) Apabila kolinesterase
terikat maka enzim ini tidak dapat melaksanakan fungsinya terutama meneruskan
pengiriman perintah kepada otot-otot tertentu sehingga otot-otot senantiasa
bergerak tanpa dapat dikendalikan
18
Gambar 22
Ikatan OP pada sisi aktif AChE Reaksi Fosforilasi AChE
(Hreljac 2009)
Efek toksik dari pestisida OPs dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis
(lumpuh) terjadinya kelainan hematologi meningkatkan kadar SGOT dan SGPT
dalam darah (Jaga dan Dharmani 2003) Toksisitas OPs dalam tubuh berupa 1)
neurotoksisitas 2) molekul target bukan neuron 3) imunotoksisitas 4)
genotoksisitas dan karsinogenitas (Elersek dan Filipic 2012)
213 Neurotoksisitas OPs
Mekanisme toksisitas OPs umumnya dimulai dengan menghambat
aktivitas enzim asetilkolinesterase (AChE) yang menyebabkan asetilkolin (ACh)
tidak dapat terhidrolisis menjadi kolin dan asam asetat sehingga ACh
terakumulasi dalam sistem saraf yang menyebabkan mobilitas limposit dan
19
sitotoksisitas meningkat Penghambatan AChE oleh OPs disebabkan oleh
terjadinya reaksi fosforilasi akibat lepasnya gugus fosfat dari senyawa OPs
kemudian membentuk ikatan kovalen dengan AChE sehingga menghambat
aktivitasnya (Manal dan Lobna 2006) seperti tampak pada Gambar 22
Hidrolisis secara spontan OPs dari sisi aktif ini berlangsung sangat lambat
kadang-kadang irreversible sehingga menghasilkan efek beracun dalam jangka
panjang
Aktivitas enzim AChE yang terhambat menyebabkan asetilkolin (ACh)
terakumulasi di dalam sistem saraf yaitu pada kantung-kantung sinaptik sehingga
terjadi aktivasi reseptor kolinergik (muskarinik atau nikotinik) Akumulasi
asetilkolin menyebabkan overstimulasi dari reseptor dan jika keracunan
organofosfat tetap tidak diobati akan menyebabkan kematian Mekanisme ini
berlaku bagi organisme berdarah panas sehingga manusia juga mudah keracunan
OPs (Bajgar 2004) Hambatan dari enzim tersebut menyebabkan ACh tertimbun
pada sinaps yang terletak diantara saraf dan otot (neuromuscular junction)
Akumulasi ACh menyebabkan depolarisasi persisten pada otot rangka
mengakibatkan kelemahan dan fasikulasi Akumulasi asetilkolin yang terjadi
pada sistem saraf otonom dapat menyebabkan diare uriniterase tanpa sadar
bronko konstriksi dan miosis (Rustia et al 2010)
Efek toksik OPs berupa gejala neurologi dengan target primer
kolinesterase Penghambatan kolinesterase terjadi secara progresif oleh OPs
karena terjadi fosfilasi (fosforilasi atau fosfonilasi) pada sisi aktif serin dari
kolinesterase (Ser198 BChE dan Ser 200 untuk AChE pada manusia) Seperti
20
tampak pada Gambar 22 terjadi fosforilasi pada sisi aktif serin membentuk anion
intermediate yang pada proses aging mengalami dealkilasi membentuk anion
fosfonil yang stabil kemudian akan menghambat AChE secara irreversible
Enzim yang terfosforilasi ini tidak mampu lagi menghidrolisis ACh sehingga
tertimbun pada tempat-tempat reseptor ACh yang tertimbun ini menyebabkan
terjadi stimulasi berlebihan dan selanjutnya mengganggu pengiriman antara sistem
saraf pusat dan saraf tepi
OPs dalam tubuh selain mengalami forforilasi yang menyebabkan
neurotoksik dapat juga mengalami detoksikasi secara alami oleh enzim
karboksilase atau glutation transferase seperti tampak pada Gambar 23
Neurotoksik terjadi bila OPs berikatan dengan AChE BChE dan esterase yang
lain
Gambar 23
Toksikasi dan detoksikasi OPs
(Mangas et al 2016 )
21
Petani yang terpapar oleh pestisida OPs dapat mengalami penghambatan
Aktivitas AChE peningkatan reaksi Thiobarbituric Acid dan penurunan
kemampuan plasma darah dalam penyerapan besi (Fe) Dasar patofisiologi gejala
klinis dari keracunan OPs adalah inaktifasi dari enzim AChE pada sekeliling
nicotinic and muscarinic pada sistem saraf pusat central nervous system (CNS)
dan pada neuromuscular junction (Gagandeep dan Dheeraj 2009) Penghambatan
OPs secara ireversibel pada kedua muskarinik dan nikotinik dapat mempengaruhi
central nervous system (CNS) (Hundekari et al 2013) OPs sebagai anti-
kolinesterase akan memblok asetilkolinesterase sehingga asetilkolin terakumulasi
dalam saraf tepi yang dapat menimbulkan pengaruh neurotoksik seperti kontraksi
otot secara kontinyu Nilai normal aktivitas kolinesterase untuk laki ndash laki sebesar
4620 ndash 11500 Ul dan nilai normal untuk perempuan sebesar 3930 - 10800 Ul
Bila dibawah nilai normal menunjukkan adanya keracunan darah yang
diakibatkan oleh pestisida OPs
OPs di dalam sel darah merah akan mempengaruhi AChE dan di dalam
plasma darah akan mempengaruhi pseudokolinesterase OPs akan terikat di
dalam sinapsis melalui proses fosforilasi bagian ester anion dari enzim AChE
ikatan ini sangat kuat dan irreversible (Raini 2007) Keracunan akut dari OPs
pada manusia menyebabkan kelemahan otot paralisis disorientasi serta kematian
akibat paralisis otot pernafasan Efek neurotoksisitas organofosfat tidak selalu
muncul mendadak Neurotoksisitas lambat (delayed neurotoxicity) dapat
dihasilkan oleh sejumlah ester organofosfor yang diklasifikasikan sebagai
aksonopati Efek ini bisa ditimbulkan oleh dosis tunggal yang besar ataupun dosis
22
akumulasi Neurotoksisitas yang terjadi lambat ini disebut organophosphorus
ester-induced delayed neuropathy (OPIDN) OPIDN tidak terjadi secara
mendadak tetapi butuh waktu antara 7-10 minggu untuk timbulnya degenerasi
aksonal OPIDN adalah suatu sindrom gejala toksisitas yang disebabkan oleh OPs
berupa melemahnya otot-otot pada tangan dan kaki terganggunya keseimbangan
dan bisa menjadi lumpuh yang muncul 4-21 hari setelah paparan OPs Molekul
target OPIDN adalah enzim dalam sistem saraf yang disebut neuropathy target
esterase (NTE) yang dapat digunakan sebagai biomarker OPIDN (Lotti dan
Moretto 2009) OPs menghambat AChE dengan efektif pada neuromuscular
junctions dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat Selain neurotoksisitas efek
buruk paparan OPs juga dapat mengubah fungsi tubuh lainnya
Katagori keracunan pestisida dilihat dari aktivitas AChE dengan metode
Tintometer Kit 1) Normal gt 75 2) Keracunan ringan 75 - 50 3)
Keracunan sedang 50 - 25 dan 4) Keracunan berat lt 25 Jika penurunan
aktivitas kolinesterase mencapai 25 dari nilai normalnya (dalam katagori
keracunan ringan) maka pekerja harus dijauhkan dari paparan pestisida dan baru
diizinkan kembali bekerja dengan pestisida jika aktivitas kolinesterasenya menjadi
80 atau lebih dari nilai normal
Prinsip reaksi interaksi antara enzim-fosfat adalah 1) fosforilasi enzim 2)
kebalikan penghambatan dan 3) aging (pemeraman) Karakteristik fosforilasi
enzim adalah pembentukan ikatan kimia antara atom fosfor dari OPs dengan atom
oksigen gugus hidroksil dari serin pada pusat katalitik AChE Reaksi antara OP-
23
AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE
Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24
Gambar 24
Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP
(Patočka et al 2005)
Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim
terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond
Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat
irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25
berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan
penghambatan substrat AChE
Gambar 25
Hambatan reversal
(Patočka et al 2005)
Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel
yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible
penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-
phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator
untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai
24
dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena
berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi
secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging
dapat dilihat pada Gambar 26
Gambar 26
Proses aging
(Patočka et al 2005)
Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum
mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit
yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim
salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat
pada Gambar 27
Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi
antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan
enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat
sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs
sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian
Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat
menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas
AChE yang turun oleh paparan OPs
25
Gambar 27
Reaktivasi enzim AChE
(Bharathi et al 2014)
214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf
OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga
mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang
merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic
dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I
menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok
pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)
OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan
melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru
(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan
26
pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal
yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap
Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala
keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam
organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor
muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat
pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda
seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan
sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan
Filipic 2012)
Tabel 21
Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan
tempat akumulasi ACh
Tempat akumulasi ACh Gejala
CNS
Perifer sistem saraf otonom
Reseptor muskarinik
reseptor nikotinik
Sakit kepala insomnia vertigo
kejangkebingungan sulit tidur gangguan
berbicara koma dan lumpuh pernafasan
-
Gejala-gejala muskrinik peningkatan
eliminasi (air liur keringat lachrymation)
gangguan pencernaan (kejang muntah
diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan
gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang
tidak terkontrol dan kelumpuhan
Sumber Elersek dan Filipic 2012
27
Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau
esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem
imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan
diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan
pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun
(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan
tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik
dan non kolinergik
OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan
antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan
antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid
sebagai hasil peroksidasi lipid
Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai
pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan
menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan
deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan
radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu
terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan
malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh
menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik
oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)
28
Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu
1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen
membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga
terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada
komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas
membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang
mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)
OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar
MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang
terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal
ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada
pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan
dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya
peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al
2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi
peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan
radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit
dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas
yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs
akut
Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi
dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini
29
timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit
OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup
kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas
Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak
berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas
meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut
menjadi tumor (Hodgson 2004)
22 Asetilkolinesterase (AChE)
Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot
kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan
tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf
sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu
aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)
Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan
mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik
dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)
AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase
yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh
yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan
kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik
Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan
30
terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya
produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et
al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah
esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh
ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf
dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke
reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf
motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan
Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul
ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif
esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian
diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran
presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada
Gambar 28
Gambar 28
Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada
sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan
Hoffman 2004)
31
Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya
OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase
sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim
tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada
reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum
dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi
saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi
tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan
terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada
sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang
terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi
dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan
organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan
berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE
Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat
dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor
akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka
waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan
glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot
pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik
dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)
32
23 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun
molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal
bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek
yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai
spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul
lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)
Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil
mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya
bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh
akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang
disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah
radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat
tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu
lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal
bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya
Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga
akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan
kerusakan sel (Droge 2007)
Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal
hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal
misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell
dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling
33
aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh
seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase
dan metabolisme asam arakidonat
Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)
merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi
dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal
antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom
peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi
fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas
untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan
membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi
enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal
bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal
bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap
pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-
obatan dan pestisida
Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan
radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida
(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai
Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel
hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari
proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya
34
SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas
tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam
proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan
menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti
sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa
jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga
dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty
acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi
sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi
fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)
dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan
O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar
4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak
et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil
(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan
yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi
protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel
dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya
beberapa penyakit dan proses penuaan
Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan
membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal
bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun
membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak
35
sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam
Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan
DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas
dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang
signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan
meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)
24 Stres Oksidatif
Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh
antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah
enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation
peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas
yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila
jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen
tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal
bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel
Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya
suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan
ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal
bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis
yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan
36
jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan
merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-
komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam
nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan
terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran
sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses
tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-
hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga
kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung
adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR
25 Malondialdehid (MDA)
Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen
penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk
malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et
al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi
kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati
ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat
berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai
penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA
merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
16
(Manahan 2003) Apabila paparan toksikan pada sel berlangsung cukup lama dan
konsentrasi tinggi sel akan mencapai suatu titik dimana sel tidak dapat lagi
mengkompensasi toksikan tersebut dan tidak dapat melanjutkan metabolisme
Perubahan yang reversibel akan menjadi irreversibel yaitu terjadinya kematian
sel Proses kematian sel dapat terjadi secara apoptosis dan nekrosis
Tanda dan gejala awal toksisitas organofosfat adalah stimulasi berlebihan
kolinergenik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi
miosis gangguan perkemihan diare defekasi eksitasi dan salivasi (Rustia et al
2010) Toksisitas OPs berpengaruh pada berbagai sistem dalam tubuh termasuk
hematologi dan perubahan biokimia (Kalender et al 2005) Selain itu terjadinya
stress oksidatif menunjukkan bahwa pestisida memberi efek sitotoksik (Khan dan
Kour 2007)
Toksisitas OPs dipengaruhi oleh struktur kimia metabolisme dalam
tubuh target dosis cara aplikasi tingkat dekomposisi dan cara masuknya ke
organisme Struktur umum dari organofosfat dapat dilihat pada Gambar 21
Gambar 21
Struktur umum organofosfat (Herljac 2009)
17
R1 dan R2 merupakan metil etil atau isopropil dan X merupakan suatu
gugus dapat pergi (leaving group) biasanya berupa substitusi nukleofilik oleh
oksigen dari serin pada sisi aktif protein target Variasi X tergantung dari jenis
OPs (Mangas et al 2016) Unsur yang berikatan rangkap dengan fosfor (P)
dapat berupa oksigen (untuk pestisida paraokson) dapat juga berupa sulfur (S)
untuk pestisida parathion
OPs menghambat fungsi berbagai ester karboksilat hidrolase seperti
asetilkolinesterase plasma dan karboksilesterase hepar paraoksonase dan esterase
yang lain dalam tubuh (Soltatinejad dan Abdollahi 2009) Bagian lipofilik dari
pestisida organofosfat akan berinteraksi dengan membran sel dan mengacaukan
struktur fosfolipid dualapis Kemampuan toksisitas utama dari OPs adalah
menghambat aktivitas enzim kolinesterase dalam darah yang berfungsi mengatur
kerja saraf (neurotransmiter) selanjutnya akan mengaktifkan reseptor kolinergik
Mekanisme toksisitas OPs membentuk ikatan kovalen organofosforilasi
dengan esterase dari kolinesterase menghasikan enzim terfosforilasi yang sangat
sulit dipecah sehingga aktivitasnya terhambat Mekanisme ini ditunjukan pada
Gambar 22 Mekanisme penghambatan AChE adalah terbentuk ikatan antara
satu hidroksil dari gugus serin dalam pusat esteratik AChE dengan fosfor dari
OPs yang membentuk kompleks enzim-inhibitor yang reversibel selanjutnya
terjadi fosforilasi serin secara kovalen (Pohanka 2011) Apabila kolinesterase
terikat maka enzim ini tidak dapat melaksanakan fungsinya terutama meneruskan
pengiriman perintah kepada otot-otot tertentu sehingga otot-otot senantiasa
bergerak tanpa dapat dikendalikan
18
Gambar 22
Ikatan OP pada sisi aktif AChE Reaksi Fosforilasi AChE
(Hreljac 2009)
Efek toksik dari pestisida OPs dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis
(lumpuh) terjadinya kelainan hematologi meningkatkan kadar SGOT dan SGPT
dalam darah (Jaga dan Dharmani 2003) Toksisitas OPs dalam tubuh berupa 1)
neurotoksisitas 2) molekul target bukan neuron 3) imunotoksisitas 4)
genotoksisitas dan karsinogenitas (Elersek dan Filipic 2012)
213 Neurotoksisitas OPs
Mekanisme toksisitas OPs umumnya dimulai dengan menghambat
aktivitas enzim asetilkolinesterase (AChE) yang menyebabkan asetilkolin (ACh)
tidak dapat terhidrolisis menjadi kolin dan asam asetat sehingga ACh
terakumulasi dalam sistem saraf yang menyebabkan mobilitas limposit dan
19
sitotoksisitas meningkat Penghambatan AChE oleh OPs disebabkan oleh
terjadinya reaksi fosforilasi akibat lepasnya gugus fosfat dari senyawa OPs
kemudian membentuk ikatan kovalen dengan AChE sehingga menghambat
aktivitasnya (Manal dan Lobna 2006) seperti tampak pada Gambar 22
Hidrolisis secara spontan OPs dari sisi aktif ini berlangsung sangat lambat
kadang-kadang irreversible sehingga menghasilkan efek beracun dalam jangka
panjang
Aktivitas enzim AChE yang terhambat menyebabkan asetilkolin (ACh)
terakumulasi di dalam sistem saraf yaitu pada kantung-kantung sinaptik sehingga
terjadi aktivasi reseptor kolinergik (muskarinik atau nikotinik) Akumulasi
asetilkolin menyebabkan overstimulasi dari reseptor dan jika keracunan
organofosfat tetap tidak diobati akan menyebabkan kematian Mekanisme ini
berlaku bagi organisme berdarah panas sehingga manusia juga mudah keracunan
OPs (Bajgar 2004) Hambatan dari enzim tersebut menyebabkan ACh tertimbun
pada sinaps yang terletak diantara saraf dan otot (neuromuscular junction)
Akumulasi ACh menyebabkan depolarisasi persisten pada otot rangka
mengakibatkan kelemahan dan fasikulasi Akumulasi asetilkolin yang terjadi
pada sistem saraf otonom dapat menyebabkan diare uriniterase tanpa sadar
bronko konstriksi dan miosis (Rustia et al 2010)
Efek toksik OPs berupa gejala neurologi dengan target primer
kolinesterase Penghambatan kolinesterase terjadi secara progresif oleh OPs
karena terjadi fosfilasi (fosforilasi atau fosfonilasi) pada sisi aktif serin dari
kolinesterase (Ser198 BChE dan Ser 200 untuk AChE pada manusia) Seperti
20
tampak pada Gambar 22 terjadi fosforilasi pada sisi aktif serin membentuk anion
intermediate yang pada proses aging mengalami dealkilasi membentuk anion
fosfonil yang stabil kemudian akan menghambat AChE secara irreversible
Enzim yang terfosforilasi ini tidak mampu lagi menghidrolisis ACh sehingga
tertimbun pada tempat-tempat reseptor ACh yang tertimbun ini menyebabkan
terjadi stimulasi berlebihan dan selanjutnya mengganggu pengiriman antara sistem
saraf pusat dan saraf tepi
OPs dalam tubuh selain mengalami forforilasi yang menyebabkan
neurotoksik dapat juga mengalami detoksikasi secara alami oleh enzim
karboksilase atau glutation transferase seperti tampak pada Gambar 23
Neurotoksik terjadi bila OPs berikatan dengan AChE BChE dan esterase yang
lain
Gambar 23
Toksikasi dan detoksikasi OPs
(Mangas et al 2016 )
21
Petani yang terpapar oleh pestisida OPs dapat mengalami penghambatan
Aktivitas AChE peningkatan reaksi Thiobarbituric Acid dan penurunan
kemampuan plasma darah dalam penyerapan besi (Fe) Dasar patofisiologi gejala
klinis dari keracunan OPs adalah inaktifasi dari enzim AChE pada sekeliling
nicotinic and muscarinic pada sistem saraf pusat central nervous system (CNS)
dan pada neuromuscular junction (Gagandeep dan Dheeraj 2009) Penghambatan
OPs secara ireversibel pada kedua muskarinik dan nikotinik dapat mempengaruhi
central nervous system (CNS) (Hundekari et al 2013) OPs sebagai anti-
kolinesterase akan memblok asetilkolinesterase sehingga asetilkolin terakumulasi
dalam saraf tepi yang dapat menimbulkan pengaruh neurotoksik seperti kontraksi
otot secara kontinyu Nilai normal aktivitas kolinesterase untuk laki ndash laki sebesar
4620 ndash 11500 Ul dan nilai normal untuk perempuan sebesar 3930 - 10800 Ul
Bila dibawah nilai normal menunjukkan adanya keracunan darah yang
diakibatkan oleh pestisida OPs
OPs di dalam sel darah merah akan mempengaruhi AChE dan di dalam
plasma darah akan mempengaruhi pseudokolinesterase OPs akan terikat di
dalam sinapsis melalui proses fosforilasi bagian ester anion dari enzim AChE
ikatan ini sangat kuat dan irreversible (Raini 2007) Keracunan akut dari OPs
pada manusia menyebabkan kelemahan otot paralisis disorientasi serta kematian
akibat paralisis otot pernafasan Efek neurotoksisitas organofosfat tidak selalu
muncul mendadak Neurotoksisitas lambat (delayed neurotoxicity) dapat
dihasilkan oleh sejumlah ester organofosfor yang diklasifikasikan sebagai
aksonopati Efek ini bisa ditimbulkan oleh dosis tunggal yang besar ataupun dosis
22
akumulasi Neurotoksisitas yang terjadi lambat ini disebut organophosphorus
ester-induced delayed neuropathy (OPIDN) OPIDN tidak terjadi secara
mendadak tetapi butuh waktu antara 7-10 minggu untuk timbulnya degenerasi
aksonal OPIDN adalah suatu sindrom gejala toksisitas yang disebabkan oleh OPs
berupa melemahnya otot-otot pada tangan dan kaki terganggunya keseimbangan
dan bisa menjadi lumpuh yang muncul 4-21 hari setelah paparan OPs Molekul
target OPIDN adalah enzim dalam sistem saraf yang disebut neuropathy target
esterase (NTE) yang dapat digunakan sebagai biomarker OPIDN (Lotti dan
Moretto 2009) OPs menghambat AChE dengan efektif pada neuromuscular
junctions dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat Selain neurotoksisitas efek
buruk paparan OPs juga dapat mengubah fungsi tubuh lainnya
Katagori keracunan pestisida dilihat dari aktivitas AChE dengan metode
Tintometer Kit 1) Normal gt 75 2) Keracunan ringan 75 - 50 3)
Keracunan sedang 50 - 25 dan 4) Keracunan berat lt 25 Jika penurunan
aktivitas kolinesterase mencapai 25 dari nilai normalnya (dalam katagori
keracunan ringan) maka pekerja harus dijauhkan dari paparan pestisida dan baru
diizinkan kembali bekerja dengan pestisida jika aktivitas kolinesterasenya menjadi
80 atau lebih dari nilai normal
Prinsip reaksi interaksi antara enzim-fosfat adalah 1) fosforilasi enzim 2)
kebalikan penghambatan dan 3) aging (pemeraman) Karakteristik fosforilasi
enzim adalah pembentukan ikatan kimia antara atom fosfor dari OPs dengan atom
oksigen gugus hidroksil dari serin pada pusat katalitik AChE Reaksi antara OP-
23
AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE
Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24
Gambar 24
Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP
(Patočka et al 2005)
Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim
terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond
Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat
irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25
berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan
penghambatan substrat AChE
Gambar 25
Hambatan reversal
(Patočka et al 2005)
Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel
yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible
penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-
phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator
untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai
24
dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena
berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi
secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging
dapat dilihat pada Gambar 26
Gambar 26
Proses aging
(Patočka et al 2005)
Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum
mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit
yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim
salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat
pada Gambar 27
Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi
antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan
enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat
sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs
sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian
Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat
menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas
AChE yang turun oleh paparan OPs
25
Gambar 27
Reaktivasi enzim AChE
(Bharathi et al 2014)
214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf
OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga
mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang
merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic
dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I
menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok
pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)
OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan
melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru
(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan
26
pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal
yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap
Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala
keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam
organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor
muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat
pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda
seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan
sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan
Filipic 2012)
Tabel 21
Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan
tempat akumulasi ACh
Tempat akumulasi ACh Gejala
CNS
Perifer sistem saraf otonom
Reseptor muskarinik
reseptor nikotinik
Sakit kepala insomnia vertigo
kejangkebingungan sulit tidur gangguan
berbicara koma dan lumpuh pernafasan
-
Gejala-gejala muskrinik peningkatan
eliminasi (air liur keringat lachrymation)
gangguan pencernaan (kejang muntah
diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan
gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang
tidak terkontrol dan kelumpuhan
Sumber Elersek dan Filipic 2012
27
Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau
esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem
imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan
diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan
pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun
(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan
tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik
dan non kolinergik
OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan
antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan
antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid
sebagai hasil peroksidasi lipid
Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai
pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan
menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan
deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan
radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu
terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan
malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh
menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik
oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)
28
Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu
1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen
membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga
terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada
komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas
membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang
mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)
OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar
MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang
terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal
ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada
pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan
dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya
peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al
2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi
peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan
radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit
dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas
yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs
akut
Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi
dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini
29
timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit
OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup
kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas
Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak
berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas
meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut
menjadi tumor (Hodgson 2004)
22 Asetilkolinesterase (AChE)
Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot
kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan
tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf
sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu
aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)
Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan
mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik
dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)
AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase
yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh
yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan
kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik
Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan
30
terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya
produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et
al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah
esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh
ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf
dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke
reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf
motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan
Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul
ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif
esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian
diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran
presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada
Gambar 28
Gambar 28
Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada
sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan
Hoffman 2004)
31
Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya
OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase
sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim
tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada
reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum
dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi
saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi
tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan
terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada
sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang
terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi
dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan
organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan
berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE
Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat
dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor
akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka
waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan
glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot
pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik
dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)
32
23 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun
molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal
bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek
yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai
spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul
lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)
Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil
mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya
bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh
akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang
disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah
radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat
tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu
lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal
bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya
Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga
akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan
kerusakan sel (Droge 2007)
Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal
hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal
misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell
dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling
33
aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh
seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase
dan metabolisme asam arakidonat
Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)
merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi
dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal
antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom
peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi
fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas
untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan
membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi
enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal
bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal
bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap
pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-
obatan dan pestisida
Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan
radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida
(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai
Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel
hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari
proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya
34
SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas
tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam
proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan
menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti
sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa
jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga
dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty
acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi
sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi
fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)
dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan
O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar
4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak
et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil
(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan
yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi
protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel
dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya
beberapa penyakit dan proses penuaan
Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan
membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal
bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun
membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak
35
sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam
Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan
DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas
dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang
signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan
meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)
24 Stres Oksidatif
Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh
antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah
enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation
peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas
yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila
jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen
tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal
bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel
Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya
suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan
ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal
bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis
yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan
36
jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan
merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-
komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam
nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan
terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran
sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses
tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-
hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga
kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung
adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR
25 Malondialdehid (MDA)
Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen
penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk
malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et
al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi
kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati
ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat
berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai
penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA
merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
17
R1 dan R2 merupakan metil etil atau isopropil dan X merupakan suatu
gugus dapat pergi (leaving group) biasanya berupa substitusi nukleofilik oleh
oksigen dari serin pada sisi aktif protein target Variasi X tergantung dari jenis
OPs (Mangas et al 2016) Unsur yang berikatan rangkap dengan fosfor (P)
dapat berupa oksigen (untuk pestisida paraokson) dapat juga berupa sulfur (S)
untuk pestisida parathion
OPs menghambat fungsi berbagai ester karboksilat hidrolase seperti
asetilkolinesterase plasma dan karboksilesterase hepar paraoksonase dan esterase
yang lain dalam tubuh (Soltatinejad dan Abdollahi 2009) Bagian lipofilik dari
pestisida organofosfat akan berinteraksi dengan membran sel dan mengacaukan
struktur fosfolipid dualapis Kemampuan toksisitas utama dari OPs adalah
menghambat aktivitas enzim kolinesterase dalam darah yang berfungsi mengatur
kerja saraf (neurotransmiter) selanjutnya akan mengaktifkan reseptor kolinergik
Mekanisme toksisitas OPs membentuk ikatan kovalen organofosforilasi
dengan esterase dari kolinesterase menghasikan enzim terfosforilasi yang sangat
sulit dipecah sehingga aktivitasnya terhambat Mekanisme ini ditunjukan pada
Gambar 22 Mekanisme penghambatan AChE adalah terbentuk ikatan antara
satu hidroksil dari gugus serin dalam pusat esteratik AChE dengan fosfor dari
OPs yang membentuk kompleks enzim-inhibitor yang reversibel selanjutnya
terjadi fosforilasi serin secara kovalen (Pohanka 2011) Apabila kolinesterase
terikat maka enzim ini tidak dapat melaksanakan fungsinya terutama meneruskan
pengiriman perintah kepada otot-otot tertentu sehingga otot-otot senantiasa
bergerak tanpa dapat dikendalikan
18
Gambar 22
Ikatan OP pada sisi aktif AChE Reaksi Fosforilasi AChE
(Hreljac 2009)
Efek toksik dari pestisida OPs dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis
(lumpuh) terjadinya kelainan hematologi meningkatkan kadar SGOT dan SGPT
dalam darah (Jaga dan Dharmani 2003) Toksisitas OPs dalam tubuh berupa 1)
neurotoksisitas 2) molekul target bukan neuron 3) imunotoksisitas 4)
genotoksisitas dan karsinogenitas (Elersek dan Filipic 2012)
213 Neurotoksisitas OPs
Mekanisme toksisitas OPs umumnya dimulai dengan menghambat
aktivitas enzim asetilkolinesterase (AChE) yang menyebabkan asetilkolin (ACh)
tidak dapat terhidrolisis menjadi kolin dan asam asetat sehingga ACh
terakumulasi dalam sistem saraf yang menyebabkan mobilitas limposit dan
19
sitotoksisitas meningkat Penghambatan AChE oleh OPs disebabkan oleh
terjadinya reaksi fosforilasi akibat lepasnya gugus fosfat dari senyawa OPs
kemudian membentuk ikatan kovalen dengan AChE sehingga menghambat
aktivitasnya (Manal dan Lobna 2006) seperti tampak pada Gambar 22
Hidrolisis secara spontan OPs dari sisi aktif ini berlangsung sangat lambat
kadang-kadang irreversible sehingga menghasilkan efek beracun dalam jangka
panjang
Aktivitas enzim AChE yang terhambat menyebabkan asetilkolin (ACh)
terakumulasi di dalam sistem saraf yaitu pada kantung-kantung sinaptik sehingga
terjadi aktivasi reseptor kolinergik (muskarinik atau nikotinik) Akumulasi
asetilkolin menyebabkan overstimulasi dari reseptor dan jika keracunan
organofosfat tetap tidak diobati akan menyebabkan kematian Mekanisme ini
berlaku bagi organisme berdarah panas sehingga manusia juga mudah keracunan
OPs (Bajgar 2004) Hambatan dari enzim tersebut menyebabkan ACh tertimbun
pada sinaps yang terletak diantara saraf dan otot (neuromuscular junction)
Akumulasi ACh menyebabkan depolarisasi persisten pada otot rangka
mengakibatkan kelemahan dan fasikulasi Akumulasi asetilkolin yang terjadi
pada sistem saraf otonom dapat menyebabkan diare uriniterase tanpa sadar
bronko konstriksi dan miosis (Rustia et al 2010)
Efek toksik OPs berupa gejala neurologi dengan target primer
kolinesterase Penghambatan kolinesterase terjadi secara progresif oleh OPs
karena terjadi fosfilasi (fosforilasi atau fosfonilasi) pada sisi aktif serin dari
kolinesterase (Ser198 BChE dan Ser 200 untuk AChE pada manusia) Seperti
20
tampak pada Gambar 22 terjadi fosforilasi pada sisi aktif serin membentuk anion
intermediate yang pada proses aging mengalami dealkilasi membentuk anion
fosfonil yang stabil kemudian akan menghambat AChE secara irreversible
Enzim yang terfosforilasi ini tidak mampu lagi menghidrolisis ACh sehingga
tertimbun pada tempat-tempat reseptor ACh yang tertimbun ini menyebabkan
terjadi stimulasi berlebihan dan selanjutnya mengganggu pengiriman antara sistem
saraf pusat dan saraf tepi
OPs dalam tubuh selain mengalami forforilasi yang menyebabkan
neurotoksik dapat juga mengalami detoksikasi secara alami oleh enzim
karboksilase atau glutation transferase seperti tampak pada Gambar 23
Neurotoksik terjadi bila OPs berikatan dengan AChE BChE dan esterase yang
lain
Gambar 23
Toksikasi dan detoksikasi OPs
(Mangas et al 2016 )
21
Petani yang terpapar oleh pestisida OPs dapat mengalami penghambatan
Aktivitas AChE peningkatan reaksi Thiobarbituric Acid dan penurunan
kemampuan plasma darah dalam penyerapan besi (Fe) Dasar patofisiologi gejala
klinis dari keracunan OPs adalah inaktifasi dari enzim AChE pada sekeliling
nicotinic and muscarinic pada sistem saraf pusat central nervous system (CNS)
dan pada neuromuscular junction (Gagandeep dan Dheeraj 2009) Penghambatan
OPs secara ireversibel pada kedua muskarinik dan nikotinik dapat mempengaruhi
central nervous system (CNS) (Hundekari et al 2013) OPs sebagai anti-
kolinesterase akan memblok asetilkolinesterase sehingga asetilkolin terakumulasi
dalam saraf tepi yang dapat menimbulkan pengaruh neurotoksik seperti kontraksi
otot secara kontinyu Nilai normal aktivitas kolinesterase untuk laki ndash laki sebesar
4620 ndash 11500 Ul dan nilai normal untuk perempuan sebesar 3930 - 10800 Ul
Bila dibawah nilai normal menunjukkan adanya keracunan darah yang
diakibatkan oleh pestisida OPs
OPs di dalam sel darah merah akan mempengaruhi AChE dan di dalam
plasma darah akan mempengaruhi pseudokolinesterase OPs akan terikat di
dalam sinapsis melalui proses fosforilasi bagian ester anion dari enzim AChE
ikatan ini sangat kuat dan irreversible (Raini 2007) Keracunan akut dari OPs
pada manusia menyebabkan kelemahan otot paralisis disorientasi serta kematian
akibat paralisis otot pernafasan Efek neurotoksisitas organofosfat tidak selalu
muncul mendadak Neurotoksisitas lambat (delayed neurotoxicity) dapat
dihasilkan oleh sejumlah ester organofosfor yang diklasifikasikan sebagai
aksonopati Efek ini bisa ditimbulkan oleh dosis tunggal yang besar ataupun dosis
22
akumulasi Neurotoksisitas yang terjadi lambat ini disebut organophosphorus
ester-induced delayed neuropathy (OPIDN) OPIDN tidak terjadi secara
mendadak tetapi butuh waktu antara 7-10 minggu untuk timbulnya degenerasi
aksonal OPIDN adalah suatu sindrom gejala toksisitas yang disebabkan oleh OPs
berupa melemahnya otot-otot pada tangan dan kaki terganggunya keseimbangan
dan bisa menjadi lumpuh yang muncul 4-21 hari setelah paparan OPs Molekul
target OPIDN adalah enzim dalam sistem saraf yang disebut neuropathy target
esterase (NTE) yang dapat digunakan sebagai biomarker OPIDN (Lotti dan
Moretto 2009) OPs menghambat AChE dengan efektif pada neuromuscular
junctions dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat Selain neurotoksisitas efek
buruk paparan OPs juga dapat mengubah fungsi tubuh lainnya
Katagori keracunan pestisida dilihat dari aktivitas AChE dengan metode
Tintometer Kit 1) Normal gt 75 2) Keracunan ringan 75 - 50 3)
Keracunan sedang 50 - 25 dan 4) Keracunan berat lt 25 Jika penurunan
aktivitas kolinesterase mencapai 25 dari nilai normalnya (dalam katagori
keracunan ringan) maka pekerja harus dijauhkan dari paparan pestisida dan baru
diizinkan kembali bekerja dengan pestisida jika aktivitas kolinesterasenya menjadi
80 atau lebih dari nilai normal
Prinsip reaksi interaksi antara enzim-fosfat adalah 1) fosforilasi enzim 2)
kebalikan penghambatan dan 3) aging (pemeraman) Karakteristik fosforilasi
enzim adalah pembentukan ikatan kimia antara atom fosfor dari OPs dengan atom
oksigen gugus hidroksil dari serin pada pusat katalitik AChE Reaksi antara OP-
23
AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE
Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24
Gambar 24
Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP
(Patočka et al 2005)
Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim
terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond
Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat
irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25
berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan
penghambatan substrat AChE
Gambar 25
Hambatan reversal
(Patočka et al 2005)
Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel
yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible
penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-
phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator
untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai
24
dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena
berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi
secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging
dapat dilihat pada Gambar 26
Gambar 26
Proses aging
(Patočka et al 2005)
Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum
mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit
yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim
salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat
pada Gambar 27
Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi
antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan
enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat
sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs
sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian
Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat
menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas
AChE yang turun oleh paparan OPs
25
Gambar 27
Reaktivasi enzim AChE
(Bharathi et al 2014)
214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf
OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga
mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang
merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic
dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I
menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok
pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)
OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan
melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru
(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan
26
pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal
yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap
Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala
keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam
organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor
muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat
pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda
seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan
sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan
Filipic 2012)
Tabel 21
Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan
tempat akumulasi ACh
Tempat akumulasi ACh Gejala
CNS
Perifer sistem saraf otonom
Reseptor muskarinik
reseptor nikotinik
Sakit kepala insomnia vertigo
kejangkebingungan sulit tidur gangguan
berbicara koma dan lumpuh pernafasan
-
Gejala-gejala muskrinik peningkatan
eliminasi (air liur keringat lachrymation)
gangguan pencernaan (kejang muntah
diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan
gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang
tidak terkontrol dan kelumpuhan
Sumber Elersek dan Filipic 2012
27
Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau
esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem
imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan
diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan
pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun
(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan
tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik
dan non kolinergik
OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan
antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan
antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid
sebagai hasil peroksidasi lipid
Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai
pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan
menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan
deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan
radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu
terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan
malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh
menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik
oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)
28
Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu
1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen
membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga
terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada
komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas
membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang
mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)
OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar
MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang
terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal
ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada
pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan
dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya
peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al
2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi
peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan
radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit
dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas
yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs
akut
Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi
dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini
29
timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit
OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup
kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas
Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak
berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas
meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut
menjadi tumor (Hodgson 2004)
22 Asetilkolinesterase (AChE)
Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot
kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan
tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf
sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu
aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)
Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan
mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik
dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)
AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase
yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh
yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan
kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik
Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan
30
terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya
produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et
al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah
esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh
ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf
dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke
reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf
motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan
Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul
ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif
esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian
diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran
presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada
Gambar 28
Gambar 28
Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada
sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan
Hoffman 2004)
31
Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya
OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase
sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim
tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada
reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum
dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi
saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi
tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan
terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada
sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang
terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi
dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan
organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan
berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE
Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat
dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor
akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka
waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan
glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot
pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik
dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)
32
23 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun
molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal
bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek
yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai
spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul
lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)
Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil
mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya
bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh
akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang
disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah
radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat
tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu
lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal
bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya
Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga
akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan
kerusakan sel (Droge 2007)
Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal
hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal
misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell
dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling
33
aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh
seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase
dan metabolisme asam arakidonat
Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)
merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi
dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal
antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom
peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi
fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas
untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan
membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi
enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal
bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal
bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap
pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-
obatan dan pestisida
Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan
radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida
(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai
Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel
hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari
proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya
34
SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas
tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam
proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan
menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti
sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa
jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga
dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty
acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi
sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi
fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)
dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan
O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar
4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak
et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil
(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan
yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi
protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel
dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya
beberapa penyakit dan proses penuaan
Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan
membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal
bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun
membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak
35
sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam
Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan
DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas
dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang
signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan
meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)
24 Stres Oksidatif
Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh
antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah
enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation
peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas
yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila
jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen
tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal
bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel
Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya
suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan
ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal
bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis
yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan
36
jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan
merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-
komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam
nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan
terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran
sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses
tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-
hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga
kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung
adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR
25 Malondialdehid (MDA)
Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen
penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk
malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et
al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi
kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati
ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat
berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai
penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA
merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
18
Gambar 22
Ikatan OP pada sisi aktif AChE Reaksi Fosforilasi AChE
(Hreljac 2009)
Efek toksik dari pestisida OPs dapat menimbulkan kejang otot dan paralisis
(lumpuh) terjadinya kelainan hematologi meningkatkan kadar SGOT dan SGPT
dalam darah (Jaga dan Dharmani 2003) Toksisitas OPs dalam tubuh berupa 1)
neurotoksisitas 2) molekul target bukan neuron 3) imunotoksisitas 4)
genotoksisitas dan karsinogenitas (Elersek dan Filipic 2012)
213 Neurotoksisitas OPs
Mekanisme toksisitas OPs umumnya dimulai dengan menghambat
aktivitas enzim asetilkolinesterase (AChE) yang menyebabkan asetilkolin (ACh)
tidak dapat terhidrolisis menjadi kolin dan asam asetat sehingga ACh
terakumulasi dalam sistem saraf yang menyebabkan mobilitas limposit dan
19
sitotoksisitas meningkat Penghambatan AChE oleh OPs disebabkan oleh
terjadinya reaksi fosforilasi akibat lepasnya gugus fosfat dari senyawa OPs
kemudian membentuk ikatan kovalen dengan AChE sehingga menghambat
aktivitasnya (Manal dan Lobna 2006) seperti tampak pada Gambar 22
Hidrolisis secara spontan OPs dari sisi aktif ini berlangsung sangat lambat
kadang-kadang irreversible sehingga menghasilkan efek beracun dalam jangka
panjang
Aktivitas enzim AChE yang terhambat menyebabkan asetilkolin (ACh)
terakumulasi di dalam sistem saraf yaitu pada kantung-kantung sinaptik sehingga
terjadi aktivasi reseptor kolinergik (muskarinik atau nikotinik) Akumulasi
asetilkolin menyebabkan overstimulasi dari reseptor dan jika keracunan
organofosfat tetap tidak diobati akan menyebabkan kematian Mekanisme ini
berlaku bagi organisme berdarah panas sehingga manusia juga mudah keracunan
OPs (Bajgar 2004) Hambatan dari enzim tersebut menyebabkan ACh tertimbun
pada sinaps yang terletak diantara saraf dan otot (neuromuscular junction)
Akumulasi ACh menyebabkan depolarisasi persisten pada otot rangka
mengakibatkan kelemahan dan fasikulasi Akumulasi asetilkolin yang terjadi
pada sistem saraf otonom dapat menyebabkan diare uriniterase tanpa sadar
bronko konstriksi dan miosis (Rustia et al 2010)
Efek toksik OPs berupa gejala neurologi dengan target primer
kolinesterase Penghambatan kolinesterase terjadi secara progresif oleh OPs
karena terjadi fosfilasi (fosforilasi atau fosfonilasi) pada sisi aktif serin dari
kolinesterase (Ser198 BChE dan Ser 200 untuk AChE pada manusia) Seperti
20
tampak pada Gambar 22 terjadi fosforilasi pada sisi aktif serin membentuk anion
intermediate yang pada proses aging mengalami dealkilasi membentuk anion
fosfonil yang stabil kemudian akan menghambat AChE secara irreversible
Enzim yang terfosforilasi ini tidak mampu lagi menghidrolisis ACh sehingga
tertimbun pada tempat-tempat reseptor ACh yang tertimbun ini menyebabkan
terjadi stimulasi berlebihan dan selanjutnya mengganggu pengiriman antara sistem
saraf pusat dan saraf tepi
OPs dalam tubuh selain mengalami forforilasi yang menyebabkan
neurotoksik dapat juga mengalami detoksikasi secara alami oleh enzim
karboksilase atau glutation transferase seperti tampak pada Gambar 23
Neurotoksik terjadi bila OPs berikatan dengan AChE BChE dan esterase yang
lain
Gambar 23
Toksikasi dan detoksikasi OPs
(Mangas et al 2016 )
21
Petani yang terpapar oleh pestisida OPs dapat mengalami penghambatan
Aktivitas AChE peningkatan reaksi Thiobarbituric Acid dan penurunan
kemampuan plasma darah dalam penyerapan besi (Fe) Dasar patofisiologi gejala
klinis dari keracunan OPs adalah inaktifasi dari enzim AChE pada sekeliling
nicotinic and muscarinic pada sistem saraf pusat central nervous system (CNS)
dan pada neuromuscular junction (Gagandeep dan Dheeraj 2009) Penghambatan
OPs secara ireversibel pada kedua muskarinik dan nikotinik dapat mempengaruhi
central nervous system (CNS) (Hundekari et al 2013) OPs sebagai anti-
kolinesterase akan memblok asetilkolinesterase sehingga asetilkolin terakumulasi
dalam saraf tepi yang dapat menimbulkan pengaruh neurotoksik seperti kontraksi
otot secara kontinyu Nilai normal aktivitas kolinesterase untuk laki ndash laki sebesar
4620 ndash 11500 Ul dan nilai normal untuk perempuan sebesar 3930 - 10800 Ul
Bila dibawah nilai normal menunjukkan adanya keracunan darah yang
diakibatkan oleh pestisida OPs
OPs di dalam sel darah merah akan mempengaruhi AChE dan di dalam
plasma darah akan mempengaruhi pseudokolinesterase OPs akan terikat di
dalam sinapsis melalui proses fosforilasi bagian ester anion dari enzim AChE
ikatan ini sangat kuat dan irreversible (Raini 2007) Keracunan akut dari OPs
pada manusia menyebabkan kelemahan otot paralisis disorientasi serta kematian
akibat paralisis otot pernafasan Efek neurotoksisitas organofosfat tidak selalu
muncul mendadak Neurotoksisitas lambat (delayed neurotoxicity) dapat
dihasilkan oleh sejumlah ester organofosfor yang diklasifikasikan sebagai
aksonopati Efek ini bisa ditimbulkan oleh dosis tunggal yang besar ataupun dosis
22
akumulasi Neurotoksisitas yang terjadi lambat ini disebut organophosphorus
ester-induced delayed neuropathy (OPIDN) OPIDN tidak terjadi secara
mendadak tetapi butuh waktu antara 7-10 minggu untuk timbulnya degenerasi
aksonal OPIDN adalah suatu sindrom gejala toksisitas yang disebabkan oleh OPs
berupa melemahnya otot-otot pada tangan dan kaki terganggunya keseimbangan
dan bisa menjadi lumpuh yang muncul 4-21 hari setelah paparan OPs Molekul
target OPIDN adalah enzim dalam sistem saraf yang disebut neuropathy target
esterase (NTE) yang dapat digunakan sebagai biomarker OPIDN (Lotti dan
Moretto 2009) OPs menghambat AChE dengan efektif pada neuromuscular
junctions dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat Selain neurotoksisitas efek
buruk paparan OPs juga dapat mengubah fungsi tubuh lainnya
Katagori keracunan pestisida dilihat dari aktivitas AChE dengan metode
Tintometer Kit 1) Normal gt 75 2) Keracunan ringan 75 - 50 3)
Keracunan sedang 50 - 25 dan 4) Keracunan berat lt 25 Jika penurunan
aktivitas kolinesterase mencapai 25 dari nilai normalnya (dalam katagori
keracunan ringan) maka pekerja harus dijauhkan dari paparan pestisida dan baru
diizinkan kembali bekerja dengan pestisida jika aktivitas kolinesterasenya menjadi
80 atau lebih dari nilai normal
Prinsip reaksi interaksi antara enzim-fosfat adalah 1) fosforilasi enzim 2)
kebalikan penghambatan dan 3) aging (pemeraman) Karakteristik fosforilasi
enzim adalah pembentukan ikatan kimia antara atom fosfor dari OPs dengan atom
oksigen gugus hidroksil dari serin pada pusat katalitik AChE Reaksi antara OP-
23
AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE
Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24
Gambar 24
Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP
(Patočka et al 2005)
Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim
terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond
Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat
irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25
berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan
penghambatan substrat AChE
Gambar 25
Hambatan reversal
(Patočka et al 2005)
Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel
yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible
penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-
phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator
untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai
24
dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena
berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi
secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging
dapat dilihat pada Gambar 26
Gambar 26
Proses aging
(Patočka et al 2005)
Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum
mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit
yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim
salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat
pada Gambar 27
Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi
antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan
enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat
sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs
sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian
Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat
menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas
AChE yang turun oleh paparan OPs
25
Gambar 27
Reaktivasi enzim AChE
(Bharathi et al 2014)
214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf
OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga
mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang
merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic
dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I
menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok
pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)
OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan
melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru
(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan
26
pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal
yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap
Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala
keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam
organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor
muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat
pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda
seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan
sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan
Filipic 2012)
Tabel 21
Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan
tempat akumulasi ACh
Tempat akumulasi ACh Gejala
CNS
Perifer sistem saraf otonom
Reseptor muskarinik
reseptor nikotinik
Sakit kepala insomnia vertigo
kejangkebingungan sulit tidur gangguan
berbicara koma dan lumpuh pernafasan
-
Gejala-gejala muskrinik peningkatan
eliminasi (air liur keringat lachrymation)
gangguan pencernaan (kejang muntah
diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan
gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang
tidak terkontrol dan kelumpuhan
Sumber Elersek dan Filipic 2012
27
Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau
esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem
imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan
diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan
pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun
(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan
tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik
dan non kolinergik
OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan
antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan
antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid
sebagai hasil peroksidasi lipid
Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai
pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan
menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan
deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan
radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu
terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan
malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh
menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik
oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)
28
Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu
1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen
membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga
terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada
komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas
membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang
mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)
OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar
MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang
terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal
ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada
pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan
dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya
peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al
2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi
peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan
radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit
dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas
yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs
akut
Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi
dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini
29
timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit
OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup
kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas
Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak
berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas
meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut
menjadi tumor (Hodgson 2004)
22 Asetilkolinesterase (AChE)
Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot
kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan
tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf
sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu
aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)
Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan
mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik
dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)
AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase
yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh
yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan
kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik
Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan
30
terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya
produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et
al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah
esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh
ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf
dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke
reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf
motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan
Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul
ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif
esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian
diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran
presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada
Gambar 28
Gambar 28
Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada
sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan
Hoffman 2004)
31
Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya
OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase
sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim
tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada
reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum
dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi
saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi
tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan
terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada
sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang
terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi
dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan
organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan
berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE
Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat
dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor
akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka
waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan
glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot
pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik
dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)
32
23 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun
molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal
bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek
yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai
spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul
lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)
Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil
mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya
bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh
akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang
disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah
radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat
tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu
lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal
bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya
Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga
akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan
kerusakan sel (Droge 2007)
Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal
hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal
misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell
dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling
33
aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh
seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase
dan metabolisme asam arakidonat
Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)
merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi
dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal
antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom
peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi
fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas
untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan
membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi
enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal
bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal
bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap
pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-
obatan dan pestisida
Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan
radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida
(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai
Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel
hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari
proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya
34
SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas
tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam
proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan
menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti
sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa
jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga
dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty
acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi
sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi
fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)
dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan
O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar
4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak
et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil
(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan
yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi
protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel
dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya
beberapa penyakit dan proses penuaan
Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan
membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal
bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun
membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak
35
sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam
Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan
DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas
dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang
signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan
meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)
24 Stres Oksidatif
Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh
antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah
enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation
peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas
yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila
jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen
tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal
bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel
Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya
suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan
ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal
bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis
yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan
36
jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan
merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-
komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam
nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan
terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran
sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses
tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-
hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga
kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung
adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR
25 Malondialdehid (MDA)
Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen
penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk
malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et
al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi
kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati
ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat
berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai
penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA
merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
19
sitotoksisitas meningkat Penghambatan AChE oleh OPs disebabkan oleh
terjadinya reaksi fosforilasi akibat lepasnya gugus fosfat dari senyawa OPs
kemudian membentuk ikatan kovalen dengan AChE sehingga menghambat
aktivitasnya (Manal dan Lobna 2006) seperti tampak pada Gambar 22
Hidrolisis secara spontan OPs dari sisi aktif ini berlangsung sangat lambat
kadang-kadang irreversible sehingga menghasilkan efek beracun dalam jangka
panjang
Aktivitas enzim AChE yang terhambat menyebabkan asetilkolin (ACh)
terakumulasi di dalam sistem saraf yaitu pada kantung-kantung sinaptik sehingga
terjadi aktivasi reseptor kolinergik (muskarinik atau nikotinik) Akumulasi
asetilkolin menyebabkan overstimulasi dari reseptor dan jika keracunan
organofosfat tetap tidak diobati akan menyebabkan kematian Mekanisme ini
berlaku bagi organisme berdarah panas sehingga manusia juga mudah keracunan
OPs (Bajgar 2004) Hambatan dari enzim tersebut menyebabkan ACh tertimbun
pada sinaps yang terletak diantara saraf dan otot (neuromuscular junction)
Akumulasi ACh menyebabkan depolarisasi persisten pada otot rangka
mengakibatkan kelemahan dan fasikulasi Akumulasi asetilkolin yang terjadi
pada sistem saraf otonom dapat menyebabkan diare uriniterase tanpa sadar
bronko konstriksi dan miosis (Rustia et al 2010)
Efek toksik OPs berupa gejala neurologi dengan target primer
kolinesterase Penghambatan kolinesterase terjadi secara progresif oleh OPs
karena terjadi fosfilasi (fosforilasi atau fosfonilasi) pada sisi aktif serin dari
kolinesterase (Ser198 BChE dan Ser 200 untuk AChE pada manusia) Seperti
20
tampak pada Gambar 22 terjadi fosforilasi pada sisi aktif serin membentuk anion
intermediate yang pada proses aging mengalami dealkilasi membentuk anion
fosfonil yang stabil kemudian akan menghambat AChE secara irreversible
Enzim yang terfosforilasi ini tidak mampu lagi menghidrolisis ACh sehingga
tertimbun pada tempat-tempat reseptor ACh yang tertimbun ini menyebabkan
terjadi stimulasi berlebihan dan selanjutnya mengganggu pengiriman antara sistem
saraf pusat dan saraf tepi
OPs dalam tubuh selain mengalami forforilasi yang menyebabkan
neurotoksik dapat juga mengalami detoksikasi secara alami oleh enzim
karboksilase atau glutation transferase seperti tampak pada Gambar 23
Neurotoksik terjadi bila OPs berikatan dengan AChE BChE dan esterase yang
lain
Gambar 23
Toksikasi dan detoksikasi OPs
(Mangas et al 2016 )
21
Petani yang terpapar oleh pestisida OPs dapat mengalami penghambatan
Aktivitas AChE peningkatan reaksi Thiobarbituric Acid dan penurunan
kemampuan plasma darah dalam penyerapan besi (Fe) Dasar patofisiologi gejala
klinis dari keracunan OPs adalah inaktifasi dari enzim AChE pada sekeliling
nicotinic and muscarinic pada sistem saraf pusat central nervous system (CNS)
dan pada neuromuscular junction (Gagandeep dan Dheeraj 2009) Penghambatan
OPs secara ireversibel pada kedua muskarinik dan nikotinik dapat mempengaruhi
central nervous system (CNS) (Hundekari et al 2013) OPs sebagai anti-
kolinesterase akan memblok asetilkolinesterase sehingga asetilkolin terakumulasi
dalam saraf tepi yang dapat menimbulkan pengaruh neurotoksik seperti kontraksi
otot secara kontinyu Nilai normal aktivitas kolinesterase untuk laki ndash laki sebesar
4620 ndash 11500 Ul dan nilai normal untuk perempuan sebesar 3930 - 10800 Ul
Bila dibawah nilai normal menunjukkan adanya keracunan darah yang
diakibatkan oleh pestisida OPs
OPs di dalam sel darah merah akan mempengaruhi AChE dan di dalam
plasma darah akan mempengaruhi pseudokolinesterase OPs akan terikat di
dalam sinapsis melalui proses fosforilasi bagian ester anion dari enzim AChE
ikatan ini sangat kuat dan irreversible (Raini 2007) Keracunan akut dari OPs
pada manusia menyebabkan kelemahan otot paralisis disorientasi serta kematian
akibat paralisis otot pernafasan Efek neurotoksisitas organofosfat tidak selalu
muncul mendadak Neurotoksisitas lambat (delayed neurotoxicity) dapat
dihasilkan oleh sejumlah ester organofosfor yang diklasifikasikan sebagai
aksonopati Efek ini bisa ditimbulkan oleh dosis tunggal yang besar ataupun dosis
22
akumulasi Neurotoksisitas yang terjadi lambat ini disebut organophosphorus
ester-induced delayed neuropathy (OPIDN) OPIDN tidak terjadi secara
mendadak tetapi butuh waktu antara 7-10 minggu untuk timbulnya degenerasi
aksonal OPIDN adalah suatu sindrom gejala toksisitas yang disebabkan oleh OPs
berupa melemahnya otot-otot pada tangan dan kaki terganggunya keseimbangan
dan bisa menjadi lumpuh yang muncul 4-21 hari setelah paparan OPs Molekul
target OPIDN adalah enzim dalam sistem saraf yang disebut neuropathy target
esterase (NTE) yang dapat digunakan sebagai biomarker OPIDN (Lotti dan
Moretto 2009) OPs menghambat AChE dengan efektif pada neuromuscular
junctions dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat Selain neurotoksisitas efek
buruk paparan OPs juga dapat mengubah fungsi tubuh lainnya
Katagori keracunan pestisida dilihat dari aktivitas AChE dengan metode
Tintometer Kit 1) Normal gt 75 2) Keracunan ringan 75 - 50 3)
Keracunan sedang 50 - 25 dan 4) Keracunan berat lt 25 Jika penurunan
aktivitas kolinesterase mencapai 25 dari nilai normalnya (dalam katagori
keracunan ringan) maka pekerja harus dijauhkan dari paparan pestisida dan baru
diizinkan kembali bekerja dengan pestisida jika aktivitas kolinesterasenya menjadi
80 atau lebih dari nilai normal
Prinsip reaksi interaksi antara enzim-fosfat adalah 1) fosforilasi enzim 2)
kebalikan penghambatan dan 3) aging (pemeraman) Karakteristik fosforilasi
enzim adalah pembentukan ikatan kimia antara atom fosfor dari OPs dengan atom
oksigen gugus hidroksil dari serin pada pusat katalitik AChE Reaksi antara OP-
23
AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE
Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24
Gambar 24
Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP
(Patočka et al 2005)
Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim
terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond
Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat
irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25
berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan
penghambatan substrat AChE
Gambar 25
Hambatan reversal
(Patočka et al 2005)
Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel
yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible
penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-
phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator
untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai
24
dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena
berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi
secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging
dapat dilihat pada Gambar 26
Gambar 26
Proses aging
(Patočka et al 2005)
Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum
mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit
yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim
salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat
pada Gambar 27
Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi
antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan
enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat
sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs
sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian
Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat
menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas
AChE yang turun oleh paparan OPs
25
Gambar 27
Reaktivasi enzim AChE
(Bharathi et al 2014)
214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf
OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga
mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang
merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic
dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I
menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok
pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)
OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan
melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru
(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan
26
pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal
yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap
Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala
keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam
organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor
muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat
pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda
seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan
sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan
Filipic 2012)
Tabel 21
Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan
tempat akumulasi ACh
Tempat akumulasi ACh Gejala
CNS
Perifer sistem saraf otonom
Reseptor muskarinik
reseptor nikotinik
Sakit kepala insomnia vertigo
kejangkebingungan sulit tidur gangguan
berbicara koma dan lumpuh pernafasan
-
Gejala-gejala muskrinik peningkatan
eliminasi (air liur keringat lachrymation)
gangguan pencernaan (kejang muntah
diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan
gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang
tidak terkontrol dan kelumpuhan
Sumber Elersek dan Filipic 2012
27
Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau
esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem
imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan
diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan
pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun
(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan
tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik
dan non kolinergik
OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan
antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan
antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid
sebagai hasil peroksidasi lipid
Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai
pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan
menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan
deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan
radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu
terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan
malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh
menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik
oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)
28
Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu
1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen
membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga
terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada
komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas
membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang
mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)
OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar
MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang
terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal
ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada
pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan
dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya
peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al
2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi
peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan
radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit
dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas
yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs
akut
Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi
dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini
29
timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit
OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup
kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas
Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak
berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas
meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut
menjadi tumor (Hodgson 2004)
22 Asetilkolinesterase (AChE)
Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot
kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan
tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf
sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu
aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)
Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan
mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik
dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)
AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase
yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh
yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan
kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik
Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan
30
terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya
produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et
al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah
esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh
ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf
dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke
reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf
motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan
Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul
ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif
esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian
diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran
presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada
Gambar 28
Gambar 28
Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada
sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan
Hoffman 2004)
31
Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya
OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase
sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim
tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada
reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum
dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi
saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi
tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan
terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada
sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang
terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi
dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan
organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan
berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE
Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat
dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor
akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka
waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan
glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot
pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik
dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)
32
23 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun
molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal
bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek
yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai
spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul
lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)
Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil
mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya
bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh
akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang
disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah
radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat
tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu
lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal
bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya
Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga
akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan
kerusakan sel (Droge 2007)
Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal
hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal
misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell
dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling
33
aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh
seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase
dan metabolisme asam arakidonat
Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)
merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi
dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal
antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom
peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi
fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas
untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan
membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi
enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal
bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal
bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap
pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-
obatan dan pestisida
Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan
radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida
(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai
Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel
hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari
proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya
34
SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas
tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam
proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan
menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti
sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa
jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga
dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty
acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi
sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi
fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)
dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan
O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar
4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak
et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil
(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan
yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi
protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel
dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya
beberapa penyakit dan proses penuaan
Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan
membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal
bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun
membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak
35
sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam
Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan
DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas
dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang
signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan
meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)
24 Stres Oksidatif
Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh
antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah
enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation
peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas
yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila
jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen
tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal
bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel
Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya
suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan
ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal
bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis
yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan
36
jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan
merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-
komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam
nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan
terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran
sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses
tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-
hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga
kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung
adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR
25 Malondialdehid (MDA)
Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen
penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk
malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et
al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi
kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati
ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat
berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai
penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA
merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
20
tampak pada Gambar 22 terjadi fosforilasi pada sisi aktif serin membentuk anion
intermediate yang pada proses aging mengalami dealkilasi membentuk anion
fosfonil yang stabil kemudian akan menghambat AChE secara irreversible
Enzim yang terfosforilasi ini tidak mampu lagi menghidrolisis ACh sehingga
tertimbun pada tempat-tempat reseptor ACh yang tertimbun ini menyebabkan
terjadi stimulasi berlebihan dan selanjutnya mengganggu pengiriman antara sistem
saraf pusat dan saraf tepi
OPs dalam tubuh selain mengalami forforilasi yang menyebabkan
neurotoksik dapat juga mengalami detoksikasi secara alami oleh enzim
karboksilase atau glutation transferase seperti tampak pada Gambar 23
Neurotoksik terjadi bila OPs berikatan dengan AChE BChE dan esterase yang
lain
Gambar 23
Toksikasi dan detoksikasi OPs
(Mangas et al 2016 )
21
Petani yang terpapar oleh pestisida OPs dapat mengalami penghambatan
Aktivitas AChE peningkatan reaksi Thiobarbituric Acid dan penurunan
kemampuan plasma darah dalam penyerapan besi (Fe) Dasar patofisiologi gejala
klinis dari keracunan OPs adalah inaktifasi dari enzim AChE pada sekeliling
nicotinic and muscarinic pada sistem saraf pusat central nervous system (CNS)
dan pada neuromuscular junction (Gagandeep dan Dheeraj 2009) Penghambatan
OPs secara ireversibel pada kedua muskarinik dan nikotinik dapat mempengaruhi
central nervous system (CNS) (Hundekari et al 2013) OPs sebagai anti-
kolinesterase akan memblok asetilkolinesterase sehingga asetilkolin terakumulasi
dalam saraf tepi yang dapat menimbulkan pengaruh neurotoksik seperti kontraksi
otot secara kontinyu Nilai normal aktivitas kolinesterase untuk laki ndash laki sebesar
4620 ndash 11500 Ul dan nilai normal untuk perempuan sebesar 3930 - 10800 Ul
Bila dibawah nilai normal menunjukkan adanya keracunan darah yang
diakibatkan oleh pestisida OPs
OPs di dalam sel darah merah akan mempengaruhi AChE dan di dalam
plasma darah akan mempengaruhi pseudokolinesterase OPs akan terikat di
dalam sinapsis melalui proses fosforilasi bagian ester anion dari enzim AChE
ikatan ini sangat kuat dan irreversible (Raini 2007) Keracunan akut dari OPs
pada manusia menyebabkan kelemahan otot paralisis disorientasi serta kematian
akibat paralisis otot pernafasan Efek neurotoksisitas organofosfat tidak selalu
muncul mendadak Neurotoksisitas lambat (delayed neurotoxicity) dapat
dihasilkan oleh sejumlah ester organofosfor yang diklasifikasikan sebagai
aksonopati Efek ini bisa ditimbulkan oleh dosis tunggal yang besar ataupun dosis
22
akumulasi Neurotoksisitas yang terjadi lambat ini disebut organophosphorus
ester-induced delayed neuropathy (OPIDN) OPIDN tidak terjadi secara
mendadak tetapi butuh waktu antara 7-10 minggu untuk timbulnya degenerasi
aksonal OPIDN adalah suatu sindrom gejala toksisitas yang disebabkan oleh OPs
berupa melemahnya otot-otot pada tangan dan kaki terganggunya keseimbangan
dan bisa menjadi lumpuh yang muncul 4-21 hari setelah paparan OPs Molekul
target OPIDN adalah enzim dalam sistem saraf yang disebut neuropathy target
esterase (NTE) yang dapat digunakan sebagai biomarker OPIDN (Lotti dan
Moretto 2009) OPs menghambat AChE dengan efektif pada neuromuscular
junctions dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat Selain neurotoksisitas efek
buruk paparan OPs juga dapat mengubah fungsi tubuh lainnya
Katagori keracunan pestisida dilihat dari aktivitas AChE dengan metode
Tintometer Kit 1) Normal gt 75 2) Keracunan ringan 75 - 50 3)
Keracunan sedang 50 - 25 dan 4) Keracunan berat lt 25 Jika penurunan
aktivitas kolinesterase mencapai 25 dari nilai normalnya (dalam katagori
keracunan ringan) maka pekerja harus dijauhkan dari paparan pestisida dan baru
diizinkan kembali bekerja dengan pestisida jika aktivitas kolinesterasenya menjadi
80 atau lebih dari nilai normal
Prinsip reaksi interaksi antara enzim-fosfat adalah 1) fosforilasi enzim 2)
kebalikan penghambatan dan 3) aging (pemeraman) Karakteristik fosforilasi
enzim adalah pembentukan ikatan kimia antara atom fosfor dari OPs dengan atom
oksigen gugus hidroksil dari serin pada pusat katalitik AChE Reaksi antara OP-
23
AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE
Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24
Gambar 24
Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP
(Patočka et al 2005)
Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim
terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond
Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat
irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25
berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan
penghambatan substrat AChE
Gambar 25
Hambatan reversal
(Patočka et al 2005)
Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel
yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible
penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-
phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator
untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai
24
dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena
berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi
secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging
dapat dilihat pada Gambar 26
Gambar 26
Proses aging
(Patočka et al 2005)
Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum
mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit
yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim
salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat
pada Gambar 27
Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi
antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan
enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat
sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs
sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian
Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat
menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas
AChE yang turun oleh paparan OPs
25
Gambar 27
Reaktivasi enzim AChE
(Bharathi et al 2014)
214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf
OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga
mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang
merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic
dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I
menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok
pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)
OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan
melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru
(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan
26
pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal
yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap
Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala
keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam
organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor
muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat
pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda
seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan
sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan
Filipic 2012)
Tabel 21
Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan
tempat akumulasi ACh
Tempat akumulasi ACh Gejala
CNS
Perifer sistem saraf otonom
Reseptor muskarinik
reseptor nikotinik
Sakit kepala insomnia vertigo
kejangkebingungan sulit tidur gangguan
berbicara koma dan lumpuh pernafasan
-
Gejala-gejala muskrinik peningkatan
eliminasi (air liur keringat lachrymation)
gangguan pencernaan (kejang muntah
diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan
gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang
tidak terkontrol dan kelumpuhan
Sumber Elersek dan Filipic 2012
27
Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau
esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem
imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan
diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan
pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun
(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan
tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik
dan non kolinergik
OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan
antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan
antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid
sebagai hasil peroksidasi lipid
Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai
pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan
menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan
deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan
radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu
terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan
malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh
menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik
oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)
28
Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu
1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen
membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga
terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada
komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas
membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang
mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)
OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar
MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang
terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal
ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada
pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan
dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya
peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al
2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi
peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan
radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit
dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas
yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs
akut
Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi
dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini
29
timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit
OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup
kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas
Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak
berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas
meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut
menjadi tumor (Hodgson 2004)
22 Asetilkolinesterase (AChE)
Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot
kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan
tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf
sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu
aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)
Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan
mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik
dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)
AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase
yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh
yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan
kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik
Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan
30
terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya
produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et
al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah
esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh
ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf
dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke
reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf
motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan
Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul
ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif
esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian
diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran
presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada
Gambar 28
Gambar 28
Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada
sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan
Hoffman 2004)
31
Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya
OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase
sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim
tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada
reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum
dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi
saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi
tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan
terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada
sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang
terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi
dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan
organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan
berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE
Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat
dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor
akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka
waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan
glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot
pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik
dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)
32
23 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun
molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal
bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek
yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai
spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul
lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)
Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil
mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya
bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh
akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang
disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah
radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat
tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu
lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal
bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya
Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga
akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan
kerusakan sel (Droge 2007)
Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal
hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal
misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell
dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling
33
aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh
seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase
dan metabolisme asam arakidonat
Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)
merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi
dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal
antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom
peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi
fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas
untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan
membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi
enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal
bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal
bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap
pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-
obatan dan pestisida
Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan
radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida
(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai
Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel
hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari
proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya
34
SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas
tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam
proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan
menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti
sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa
jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga
dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty
acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi
sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi
fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)
dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan
O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar
4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak
et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil
(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan
yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi
protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel
dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya
beberapa penyakit dan proses penuaan
Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan
membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal
bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun
membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak
35
sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam
Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan
DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas
dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang
signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan
meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)
24 Stres Oksidatif
Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh
antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah
enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation
peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas
yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila
jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen
tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal
bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel
Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya
suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan
ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal
bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis
yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan
36
jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan
merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-
komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam
nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan
terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran
sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses
tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-
hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga
kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung
adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR
25 Malondialdehid (MDA)
Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen
penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk
malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et
al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi
kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati
ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat
berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai
penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA
merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
21
Petani yang terpapar oleh pestisida OPs dapat mengalami penghambatan
Aktivitas AChE peningkatan reaksi Thiobarbituric Acid dan penurunan
kemampuan plasma darah dalam penyerapan besi (Fe) Dasar patofisiologi gejala
klinis dari keracunan OPs adalah inaktifasi dari enzim AChE pada sekeliling
nicotinic and muscarinic pada sistem saraf pusat central nervous system (CNS)
dan pada neuromuscular junction (Gagandeep dan Dheeraj 2009) Penghambatan
OPs secara ireversibel pada kedua muskarinik dan nikotinik dapat mempengaruhi
central nervous system (CNS) (Hundekari et al 2013) OPs sebagai anti-
kolinesterase akan memblok asetilkolinesterase sehingga asetilkolin terakumulasi
dalam saraf tepi yang dapat menimbulkan pengaruh neurotoksik seperti kontraksi
otot secara kontinyu Nilai normal aktivitas kolinesterase untuk laki ndash laki sebesar
4620 ndash 11500 Ul dan nilai normal untuk perempuan sebesar 3930 - 10800 Ul
Bila dibawah nilai normal menunjukkan adanya keracunan darah yang
diakibatkan oleh pestisida OPs
OPs di dalam sel darah merah akan mempengaruhi AChE dan di dalam
plasma darah akan mempengaruhi pseudokolinesterase OPs akan terikat di
dalam sinapsis melalui proses fosforilasi bagian ester anion dari enzim AChE
ikatan ini sangat kuat dan irreversible (Raini 2007) Keracunan akut dari OPs
pada manusia menyebabkan kelemahan otot paralisis disorientasi serta kematian
akibat paralisis otot pernafasan Efek neurotoksisitas organofosfat tidak selalu
muncul mendadak Neurotoksisitas lambat (delayed neurotoxicity) dapat
dihasilkan oleh sejumlah ester organofosfor yang diklasifikasikan sebagai
aksonopati Efek ini bisa ditimbulkan oleh dosis tunggal yang besar ataupun dosis
22
akumulasi Neurotoksisitas yang terjadi lambat ini disebut organophosphorus
ester-induced delayed neuropathy (OPIDN) OPIDN tidak terjadi secara
mendadak tetapi butuh waktu antara 7-10 minggu untuk timbulnya degenerasi
aksonal OPIDN adalah suatu sindrom gejala toksisitas yang disebabkan oleh OPs
berupa melemahnya otot-otot pada tangan dan kaki terganggunya keseimbangan
dan bisa menjadi lumpuh yang muncul 4-21 hari setelah paparan OPs Molekul
target OPIDN adalah enzim dalam sistem saraf yang disebut neuropathy target
esterase (NTE) yang dapat digunakan sebagai biomarker OPIDN (Lotti dan
Moretto 2009) OPs menghambat AChE dengan efektif pada neuromuscular
junctions dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat Selain neurotoksisitas efek
buruk paparan OPs juga dapat mengubah fungsi tubuh lainnya
Katagori keracunan pestisida dilihat dari aktivitas AChE dengan metode
Tintometer Kit 1) Normal gt 75 2) Keracunan ringan 75 - 50 3)
Keracunan sedang 50 - 25 dan 4) Keracunan berat lt 25 Jika penurunan
aktivitas kolinesterase mencapai 25 dari nilai normalnya (dalam katagori
keracunan ringan) maka pekerja harus dijauhkan dari paparan pestisida dan baru
diizinkan kembali bekerja dengan pestisida jika aktivitas kolinesterasenya menjadi
80 atau lebih dari nilai normal
Prinsip reaksi interaksi antara enzim-fosfat adalah 1) fosforilasi enzim 2)
kebalikan penghambatan dan 3) aging (pemeraman) Karakteristik fosforilasi
enzim adalah pembentukan ikatan kimia antara atom fosfor dari OPs dengan atom
oksigen gugus hidroksil dari serin pada pusat katalitik AChE Reaksi antara OP-
23
AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE
Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24
Gambar 24
Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP
(Patočka et al 2005)
Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim
terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond
Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat
irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25
berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan
penghambatan substrat AChE
Gambar 25
Hambatan reversal
(Patočka et al 2005)
Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel
yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible
penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-
phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator
untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai
24
dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena
berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi
secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging
dapat dilihat pada Gambar 26
Gambar 26
Proses aging
(Patočka et al 2005)
Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum
mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit
yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim
salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat
pada Gambar 27
Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi
antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan
enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat
sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs
sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian
Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat
menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas
AChE yang turun oleh paparan OPs
25
Gambar 27
Reaktivasi enzim AChE
(Bharathi et al 2014)
214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf
OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga
mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang
merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic
dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I
menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok
pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)
OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan
melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru
(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan
26
pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal
yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap
Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala
keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam
organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor
muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat
pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda
seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan
sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan
Filipic 2012)
Tabel 21
Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan
tempat akumulasi ACh
Tempat akumulasi ACh Gejala
CNS
Perifer sistem saraf otonom
Reseptor muskarinik
reseptor nikotinik
Sakit kepala insomnia vertigo
kejangkebingungan sulit tidur gangguan
berbicara koma dan lumpuh pernafasan
-
Gejala-gejala muskrinik peningkatan
eliminasi (air liur keringat lachrymation)
gangguan pencernaan (kejang muntah
diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan
gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang
tidak terkontrol dan kelumpuhan
Sumber Elersek dan Filipic 2012
27
Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau
esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem
imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan
diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan
pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun
(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan
tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik
dan non kolinergik
OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan
antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan
antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid
sebagai hasil peroksidasi lipid
Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai
pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan
menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan
deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan
radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu
terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan
malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh
menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik
oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)
28
Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu
1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen
membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga
terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada
komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas
membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang
mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)
OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar
MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang
terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal
ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada
pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan
dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya
peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al
2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi
peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan
radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit
dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas
yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs
akut
Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi
dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini
29
timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit
OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup
kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas
Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak
berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas
meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut
menjadi tumor (Hodgson 2004)
22 Asetilkolinesterase (AChE)
Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot
kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan
tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf
sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu
aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)
Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan
mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik
dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)
AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase
yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh
yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan
kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik
Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan
30
terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya
produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et
al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah
esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh
ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf
dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke
reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf
motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan
Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul
ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif
esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian
diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran
presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada
Gambar 28
Gambar 28
Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada
sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan
Hoffman 2004)
31
Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya
OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase
sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim
tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada
reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum
dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi
saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi
tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan
terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada
sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang
terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi
dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan
organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan
berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE
Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat
dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor
akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka
waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan
glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot
pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik
dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)
32
23 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun
molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal
bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek
yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai
spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul
lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)
Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil
mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya
bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh
akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang
disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah
radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat
tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu
lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal
bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya
Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga
akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan
kerusakan sel (Droge 2007)
Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal
hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal
misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell
dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling
33
aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh
seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase
dan metabolisme asam arakidonat
Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)
merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi
dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal
antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom
peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi
fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas
untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan
membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi
enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal
bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal
bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap
pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-
obatan dan pestisida
Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan
radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida
(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai
Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel
hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari
proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya
34
SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas
tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam
proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan
menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti
sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa
jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga
dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty
acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi
sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi
fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)
dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan
O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar
4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak
et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil
(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan
yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi
protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel
dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya
beberapa penyakit dan proses penuaan
Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan
membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal
bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun
membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak
35
sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam
Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan
DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas
dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang
signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan
meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)
24 Stres Oksidatif
Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh
antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah
enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation
peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas
yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila
jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen
tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal
bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel
Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya
suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan
ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal
bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis
yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan
36
jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan
merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-
komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam
nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan
terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran
sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses
tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-
hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga
kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung
adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR
25 Malondialdehid (MDA)
Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen
penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk
malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et
al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi
kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati
ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat
berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai
penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA
merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
22
akumulasi Neurotoksisitas yang terjadi lambat ini disebut organophosphorus
ester-induced delayed neuropathy (OPIDN) OPIDN tidak terjadi secara
mendadak tetapi butuh waktu antara 7-10 minggu untuk timbulnya degenerasi
aksonal OPIDN adalah suatu sindrom gejala toksisitas yang disebabkan oleh OPs
berupa melemahnya otot-otot pada tangan dan kaki terganggunya keseimbangan
dan bisa menjadi lumpuh yang muncul 4-21 hari setelah paparan OPs Molekul
target OPIDN adalah enzim dalam sistem saraf yang disebut neuropathy target
esterase (NTE) yang dapat digunakan sebagai biomarker OPIDN (Lotti dan
Moretto 2009) OPs menghambat AChE dengan efektif pada neuromuscular
junctions dalam sistem saraf tepi dan saraf pusat Selain neurotoksisitas efek
buruk paparan OPs juga dapat mengubah fungsi tubuh lainnya
Katagori keracunan pestisida dilihat dari aktivitas AChE dengan metode
Tintometer Kit 1) Normal gt 75 2) Keracunan ringan 75 - 50 3)
Keracunan sedang 50 - 25 dan 4) Keracunan berat lt 25 Jika penurunan
aktivitas kolinesterase mencapai 25 dari nilai normalnya (dalam katagori
keracunan ringan) maka pekerja harus dijauhkan dari paparan pestisida dan baru
diizinkan kembali bekerja dengan pestisida jika aktivitas kolinesterasenya menjadi
80 atau lebih dari nilai normal
Prinsip reaksi interaksi antara enzim-fosfat adalah 1) fosforilasi enzim 2)
kebalikan penghambatan dan 3) aging (pemeraman) Karakteristik fosforilasi
enzim adalah pembentukan ikatan kimia antara atom fosfor dari OPs dengan atom
oksigen gugus hidroksil dari serin pada pusat katalitik AChE Reaksi antara OP-
23
AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE
Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24
Gambar 24
Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP
(Patočka et al 2005)
Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim
terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond
Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat
irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25
berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan
penghambatan substrat AChE
Gambar 25
Hambatan reversal
(Patočka et al 2005)
Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel
yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible
penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-
phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator
untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai
24
dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena
berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi
secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging
dapat dilihat pada Gambar 26
Gambar 26
Proses aging
(Patočka et al 2005)
Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum
mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit
yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim
salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat
pada Gambar 27
Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi
antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan
enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat
sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs
sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian
Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat
menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas
AChE yang turun oleh paparan OPs
25
Gambar 27
Reaktivasi enzim AChE
(Bharathi et al 2014)
214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf
OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga
mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang
merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic
dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I
menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok
pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)
OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan
melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru
(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan
26
pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal
yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap
Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala
keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam
organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor
muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat
pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda
seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan
sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan
Filipic 2012)
Tabel 21
Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan
tempat akumulasi ACh
Tempat akumulasi ACh Gejala
CNS
Perifer sistem saraf otonom
Reseptor muskarinik
reseptor nikotinik
Sakit kepala insomnia vertigo
kejangkebingungan sulit tidur gangguan
berbicara koma dan lumpuh pernafasan
-
Gejala-gejala muskrinik peningkatan
eliminasi (air liur keringat lachrymation)
gangguan pencernaan (kejang muntah
diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan
gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang
tidak terkontrol dan kelumpuhan
Sumber Elersek dan Filipic 2012
27
Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau
esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem
imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan
diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan
pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun
(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan
tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik
dan non kolinergik
OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan
antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan
antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid
sebagai hasil peroksidasi lipid
Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai
pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan
menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan
deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan
radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu
terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan
malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh
menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik
oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)
28
Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu
1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen
membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga
terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada
komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas
membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang
mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)
OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar
MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang
terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal
ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada
pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan
dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya
peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al
2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi
peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan
radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit
dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas
yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs
akut
Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi
dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini
29
timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit
OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup
kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas
Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak
berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas
meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut
menjadi tumor (Hodgson 2004)
22 Asetilkolinesterase (AChE)
Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot
kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan
tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf
sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu
aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)
Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan
mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik
dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)
AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase
yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh
yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan
kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik
Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan
30
terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya
produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et
al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah
esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh
ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf
dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke
reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf
motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan
Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul
ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif
esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian
diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran
presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada
Gambar 28
Gambar 28
Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada
sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan
Hoffman 2004)
31
Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya
OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase
sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim
tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada
reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum
dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi
saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi
tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan
terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada
sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang
terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi
dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan
organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan
berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE
Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat
dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor
akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka
waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan
glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot
pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik
dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)
32
23 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun
molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal
bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek
yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai
spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul
lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)
Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil
mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya
bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh
akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang
disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah
radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat
tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu
lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal
bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya
Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga
akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan
kerusakan sel (Droge 2007)
Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal
hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal
misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell
dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling
33
aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh
seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase
dan metabolisme asam arakidonat
Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)
merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi
dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal
antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom
peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi
fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas
untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan
membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi
enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal
bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal
bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap
pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-
obatan dan pestisida
Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan
radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida
(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai
Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel
hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari
proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya
34
SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas
tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam
proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan
menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti
sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa
jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga
dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty
acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi
sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi
fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)
dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan
O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar
4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak
et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil
(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan
yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi
protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel
dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya
beberapa penyakit dan proses penuaan
Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan
membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal
bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun
membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak
35
sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam
Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan
DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas
dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang
signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan
meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)
24 Stres Oksidatif
Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh
antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah
enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation
peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas
yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila
jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen
tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal
bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel
Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya
suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan
ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal
bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis
yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan
36
jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan
merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-
komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam
nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan
terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran
sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses
tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-
hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga
kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung
adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR
25 Malondialdehid (MDA)
Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen
penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk
malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et
al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi
kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati
ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat
berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai
penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA
merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
23
AChE ini hampir sama atau dapat disamakan dengan reaksi antara AChE-AChE
Reaksi fosforilasi ini dapat dilihat pada Gambar 24
Gambar 24
Reaksi fosforilasi antara AChE dan OP
(Patočka et al 2005)
Enzim AChE terfosforilasi yang terbentuk sangat stabil lain halnya dengan enzim
terasetilasi yang sangat tidak stabil dengan waktu paruh hanya dalam millisecond
Penghambatan AChE oleh senyawa OPs terutama nerve agent bersifat
irreversible Reaksi penghambatan yang reversal seperti Gambar 25
berlangsung sangat lambat sehingga merupakan penghambatan OPs bukan
penghambatan substrat AChE
Gambar 25
Hambatan reversal
(Patočka et al 2005)
Reaktivasi secara spontan merupakan kombinasi dari dua proses paralel
yaitu defosforilasi dan aging Aging adalah pembentukan fosforilasi irreversible
penuh sehingga terjadi dealkilasi dari OO-dialkyl-phosphorylated atau O-alkyl-
phoshonylated enzim Age enzym ini tidak dapat reaktif lagi oleh reaktivator
untuk penghambatan AChE oleh OPs Proses aging digambarkan sebagai
24
dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena
berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi
secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging
dapat dilihat pada Gambar 26
Gambar 26
Proses aging
(Patočka et al 2005)
Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum
mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit
yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim
salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat
pada Gambar 27
Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi
antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan
enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat
sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs
sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian
Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat
menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas
AChE yang turun oleh paparan OPs
25
Gambar 27
Reaktivasi enzim AChE
(Bharathi et al 2014)
214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf
OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga
mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang
merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic
dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I
menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok
pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)
OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan
melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru
(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan
26
pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal
yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap
Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala
keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam
organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor
muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat
pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda
seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan
sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan
Filipic 2012)
Tabel 21
Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan
tempat akumulasi ACh
Tempat akumulasi ACh Gejala
CNS
Perifer sistem saraf otonom
Reseptor muskarinik
reseptor nikotinik
Sakit kepala insomnia vertigo
kejangkebingungan sulit tidur gangguan
berbicara koma dan lumpuh pernafasan
-
Gejala-gejala muskrinik peningkatan
eliminasi (air liur keringat lachrymation)
gangguan pencernaan (kejang muntah
diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan
gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang
tidak terkontrol dan kelumpuhan
Sumber Elersek dan Filipic 2012
27
Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau
esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem
imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan
diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan
pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun
(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan
tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik
dan non kolinergik
OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan
antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan
antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid
sebagai hasil peroksidasi lipid
Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai
pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan
menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan
deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan
radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu
terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan
malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh
menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik
oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)
28
Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu
1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen
membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga
terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada
komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas
membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang
mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)
OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar
MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang
terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal
ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada
pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan
dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya
peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al
2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi
peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan
radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit
dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas
yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs
akut
Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi
dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini
29
timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit
OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup
kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas
Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak
berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas
meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut
menjadi tumor (Hodgson 2004)
22 Asetilkolinesterase (AChE)
Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot
kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan
tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf
sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu
aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)
Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan
mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik
dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)
AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase
yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh
yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan
kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik
Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan
30
terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya
produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et
al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah
esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh
ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf
dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke
reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf
motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan
Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul
ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif
esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian
diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran
presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada
Gambar 28
Gambar 28
Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada
sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan
Hoffman 2004)
31
Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya
OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase
sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim
tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada
reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum
dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi
saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi
tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan
terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada
sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang
terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi
dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan
organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan
berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE
Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat
dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor
akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka
waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan
glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot
pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik
dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)
32
23 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun
molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal
bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek
yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai
spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul
lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)
Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil
mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya
bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh
akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang
disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah
radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat
tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu
lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal
bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya
Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga
akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan
kerusakan sel (Droge 2007)
Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal
hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal
misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell
dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling
33
aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh
seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase
dan metabolisme asam arakidonat
Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)
merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi
dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal
antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom
peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi
fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas
untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan
membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi
enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal
bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal
bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap
pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-
obatan dan pestisida
Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan
radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida
(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai
Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel
hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari
proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya
34
SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas
tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam
proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan
menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti
sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa
jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga
dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty
acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi
sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi
fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)
dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan
O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar
4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak
et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil
(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan
yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi
protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel
dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya
beberapa penyakit dan proses penuaan
Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan
membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal
bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun
membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak
35
sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam
Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan
DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas
dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang
signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan
meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)
24 Stres Oksidatif
Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh
antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah
enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation
peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas
yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila
jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen
tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal
bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel
Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya
suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan
ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal
bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis
yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan
36
jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan
merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-
komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam
nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan
terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran
sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses
tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-
hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga
kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung
adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR
25 Malondialdehid (MDA)
Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen
penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk
malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et
al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi
kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati
ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat
berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai
penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA
merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
24
dealkilasi dari fosforil menghasilkan muatan negatip yang stabil karena
berinteraksi dengan katalitik His 440 Proses aging menghambat defosforilasi
secara irreversible dan hanya sebagian dari enzim menjadi reaktif Reaksi aging
dapat dilihat pada Gambar 26
Gambar 26
Proses aging
(Patočka et al 2005)
Proses reaktivasi dapat terjadi pada enzim terfosforilasi yang belum
mengalami proses aging Mekanisme ini digunakan dalam pengobatan penyakit
yang berhubungan dengan keracunan OPs seperti alzaimer menggunakan oksim
salah satunya adalah pralidoksim Mekanisme reaksi reaktivasi ini dapat dilihat
pada Gambar 27
Pralidoksim dapat berperan sebagai reaktivator dimana terjadi reaksi
antara pralidoksim dengan OPs yang terikat pada sisi aktif serin sehingga ikatan
enzim AChEndashOPs putus dan enzim AChE kembali aktif Pralidoksim juga dapat
sebagai catalytic scavenger dimana pralidoksim dengan cepat memblok OPs
sehingga OPs tidak dapat berikatan dengan enzim AChE Hasil penelitian
Hundekari et al 2013 mendapatkan treatment atropin dengan pralidoksim dapat
menurunkan MDA yang meningkat oleh paparan OPs dan meningkatkan aktivitas
AChE yang turun oleh paparan OPs
25
Gambar 27
Reaktivasi enzim AChE
(Bharathi et al 2014)
214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf
OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga
mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang
merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic
dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I
menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok
pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)
OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan
melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru
(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan
26
pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal
yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap
Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala
keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam
organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor
muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat
pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda
seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan
sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan
Filipic 2012)
Tabel 21
Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan
tempat akumulasi ACh
Tempat akumulasi ACh Gejala
CNS
Perifer sistem saraf otonom
Reseptor muskarinik
reseptor nikotinik
Sakit kepala insomnia vertigo
kejangkebingungan sulit tidur gangguan
berbicara koma dan lumpuh pernafasan
-
Gejala-gejala muskrinik peningkatan
eliminasi (air liur keringat lachrymation)
gangguan pencernaan (kejang muntah
diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan
gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang
tidak terkontrol dan kelumpuhan
Sumber Elersek dan Filipic 2012
27
Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau
esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem
imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan
diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan
pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun
(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan
tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik
dan non kolinergik
OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan
antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan
antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid
sebagai hasil peroksidasi lipid
Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai
pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan
menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan
deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan
radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu
terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan
malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh
menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik
oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)
28
Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu
1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen
membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga
terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada
komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas
membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang
mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)
OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar
MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang
terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal
ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada
pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan
dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya
peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al
2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi
peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan
radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit
dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas
yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs
akut
Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi
dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini
29
timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit
OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup
kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas
Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak
berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas
meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut
menjadi tumor (Hodgson 2004)
22 Asetilkolinesterase (AChE)
Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot
kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan
tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf
sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu
aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)
Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan
mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik
dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)
AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase
yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh
yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan
kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik
Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan
30
terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya
produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et
al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah
esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh
ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf
dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke
reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf
motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan
Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul
ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif
esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian
diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran
presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada
Gambar 28
Gambar 28
Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada
sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan
Hoffman 2004)
31
Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya
OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase
sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim
tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada
reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum
dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi
saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi
tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan
terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada
sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang
terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi
dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan
organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan
berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE
Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat
dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor
akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka
waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan
glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot
pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik
dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)
32
23 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun
molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal
bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek
yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai
spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul
lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)
Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil
mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya
bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh
akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang
disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah
radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat
tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu
lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal
bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya
Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga
akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan
kerusakan sel (Droge 2007)
Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal
hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal
misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell
dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling
33
aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh
seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase
dan metabolisme asam arakidonat
Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)
merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi
dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal
antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom
peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi
fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas
untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan
membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi
enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal
bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal
bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap
pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-
obatan dan pestisida
Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan
radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida
(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai
Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel
hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari
proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya
34
SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas
tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam
proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan
menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti
sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa
jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga
dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty
acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi
sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi
fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)
dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan
O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar
4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak
et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil
(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan
yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi
protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel
dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya
beberapa penyakit dan proses penuaan
Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan
membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal
bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun
membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak
35
sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam
Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan
DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas
dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang
signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan
meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)
24 Stres Oksidatif
Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh
antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah
enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation
peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas
yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila
jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen
tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal
bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel
Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya
suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan
ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal
bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis
yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan
36
jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan
merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-
komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam
nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan
terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran
sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses
tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-
hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga
kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung
adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR
25 Malondialdehid (MDA)
Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen
penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk
malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et
al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi
kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati
ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat
berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai
penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA
merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
25
Gambar 27
Reaktivasi enzim AChE
(Bharathi et al 2014)
214 Toksisitas OPs terhadap fungsi tubuh selain saraf
OPs selain mempengaruhi saraf (menghambat asetilkolinesterase) juga
mempengaruhi fungsi tubuh yang lain seperti menghambat karboksilase yang
merupakan bagian dari metabolisme xenobiotic Metabolisme xenobiotic
dipengaruhi melalui atom sulphur dari desulfurasi dalam metabolisme fase I
menghambat lipase yang berperan penting dalam cell signalling juga memblok
pembentukan metabolik berbagai substansi (Quistad et al 2006)
OPs juga memicu hypoxia karena terganggunya pusat pernafasan
melemahnya otot-otot pernafasan dan berpengaruh pada paru-paru
(bronchospasm dan bronchorrhoea) dan akhirnya menyebabkan kegagalan
26
pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal
yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap
Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala
keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam
organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor
muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat
pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda
seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan
sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan
Filipic 2012)
Tabel 21
Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan
tempat akumulasi ACh
Tempat akumulasi ACh Gejala
CNS
Perifer sistem saraf otonom
Reseptor muskarinik
reseptor nikotinik
Sakit kepala insomnia vertigo
kejangkebingungan sulit tidur gangguan
berbicara koma dan lumpuh pernafasan
-
Gejala-gejala muskrinik peningkatan
eliminasi (air liur keringat lachrymation)
gangguan pencernaan (kejang muntah
diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan
gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang
tidak terkontrol dan kelumpuhan
Sumber Elersek dan Filipic 2012
27
Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau
esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem
imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan
diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan
pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun
(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan
tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik
dan non kolinergik
OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan
antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan
antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid
sebagai hasil peroksidasi lipid
Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai
pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan
menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan
deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan
radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu
terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan
malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh
menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik
oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)
28
Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu
1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen
membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga
terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada
komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas
membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang
mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)
OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar
MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang
terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal
ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada
pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan
dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya
peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al
2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi
peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan
radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit
dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas
yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs
akut
Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi
dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini
29
timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit
OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup
kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas
Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak
berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas
meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut
menjadi tumor (Hodgson 2004)
22 Asetilkolinesterase (AChE)
Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot
kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan
tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf
sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu
aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)
Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan
mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik
dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)
AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase
yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh
yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan
kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik
Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan
30
terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya
produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et
al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah
esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh
ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf
dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke
reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf
motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan
Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul
ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif
esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian
diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran
presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada
Gambar 28
Gambar 28
Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada
sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan
Hoffman 2004)
31
Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya
OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase
sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim
tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada
reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum
dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi
saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi
tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan
terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada
sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang
terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi
dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan
organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan
berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE
Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat
dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor
akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka
waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan
glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot
pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik
dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)
32
23 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun
molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal
bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek
yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai
spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul
lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)
Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil
mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya
bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh
akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang
disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah
radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat
tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu
lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal
bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya
Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga
akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan
kerusakan sel (Droge 2007)
Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal
hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal
misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell
dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling
33
aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh
seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase
dan metabolisme asam arakidonat
Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)
merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi
dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal
antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom
peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi
fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas
untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan
membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi
enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal
bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal
bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap
pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-
obatan dan pestisida
Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan
radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida
(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai
Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel
hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari
proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya
34
SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas
tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam
proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan
menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti
sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa
jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga
dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty
acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi
sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi
fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)
dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan
O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar
4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak
et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil
(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan
yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi
protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel
dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya
beberapa penyakit dan proses penuaan
Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan
membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal
bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun
membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak
35
sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam
Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan
DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas
dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang
signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan
meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)
24 Stres Oksidatif
Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh
antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah
enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation
peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas
yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila
jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen
tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal
bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel
Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya
suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan
ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal
bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis
yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan
36
jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan
merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-
komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam
nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan
terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran
sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses
tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-
hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga
kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung
adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR
25 Malondialdehid (MDA)
Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen
penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk
malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et
al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi
kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati
ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat
berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai
penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA
merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
26
pernafasan (Lopez et al 2008) OPs pada tikus menyebabkan apnea sentral fatal
yang memicu berbagai disfungsi pulmoner melalui efek langsung terhadap
Central Respiratory Oscillator (CRO) dan inhibisi umpan balik CRO Gejala
keracunan akut OPs sesuai dengan tempat terakumulasinya ACh dalam
organisme seperti pada central nervous system (CNS) sistem saraf tepi reseptor
muskarinik dan reseptor nikotinik menimbulkan gejala berbeda seperti terlihat
pada Tabel 21 Waktu munculnya beberapa gejala keracunan juga berbeda-beda
seperti melemahnya otot pernapasan akan muncul 1-4 hari setelah keracunan
sedangkan melemahnya otot peripheral muncul setelah 7-21 hari (Elersek dan
Filipic 2012)
Tabel 21
Gejala keracunan Ops akut yang berbeda sesuai dengan
tempat akumulasi ACh
Tempat akumulasi ACh Gejala
CNS
Perifer sistem saraf otonom
Reseptor muskarinik
reseptor nikotinik
Sakit kepala insomnia vertigo
kejangkebingungan sulit tidur gangguan
berbicara koma dan lumpuh pernafasan
-
Gejala-gejala muskrinik peningkatan
eliminasi (air liur keringat lachrymation)
gangguan pencernaan (kejang muntah
diare) menurunkan detak jantung gangguan penglihatan
gejala-gejala nikotinik kontraksi otot yang
tidak terkontrol dan kelumpuhan
Sumber Elersek dan Filipic 2012
27
Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau
esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem
imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan
diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan
pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun
(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan
tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik
dan non kolinergik
OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan
antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan
antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid
sebagai hasil peroksidasi lipid
Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai
pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan
menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan
deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan
radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu
terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan
malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh
menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik
oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)
28
Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu
1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen
membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga
terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada
komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas
membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang
mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)
OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar
MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang
terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal
ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada
pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan
dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya
peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al
2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi
peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan
radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit
dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas
yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs
akut
Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi
dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini
29
timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit
OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup
kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas
Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak
berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas
meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut
menjadi tumor (Hodgson 2004)
22 Asetilkolinesterase (AChE)
Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot
kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan
tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf
sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu
aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)
Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan
mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik
dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)
AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase
yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh
yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan
kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik
Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan
30
terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya
produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et
al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah
esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh
ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf
dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke
reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf
motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan
Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul
ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif
esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian
diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran
presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada
Gambar 28
Gambar 28
Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada
sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan
Hoffman 2004)
31
Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya
OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase
sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim
tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada
reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum
dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi
saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi
tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan
terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada
sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang
terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi
dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan
organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan
berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE
Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat
dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor
akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka
waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan
glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot
pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik
dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)
32
23 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun
molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal
bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek
yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai
spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul
lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)
Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil
mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya
bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh
akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang
disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah
radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat
tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu
lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal
bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya
Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga
akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan
kerusakan sel (Droge 2007)
Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal
hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal
misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell
dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling
33
aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh
seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase
dan metabolisme asam arakidonat
Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)
merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi
dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal
antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom
peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi
fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas
untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan
membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi
enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal
bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal
bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap
pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-
obatan dan pestisida
Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan
radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida
(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai
Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel
hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari
proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya
34
SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas
tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam
proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan
menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti
sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa
jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga
dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty
acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi
sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi
fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)
dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan
O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar
4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak
et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil
(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan
yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi
protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel
dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya
beberapa penyakit dan proses penuaan
Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan
membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal
bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun
membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak
35
sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam
Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan
DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas
dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang
signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan
meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)
24 Stres Oksidatif
Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh
antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah
enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation
peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas
yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila
jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen
tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal
bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel
Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya
suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan
ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal
bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis
yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan
36
jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan
merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-
komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam
nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan
terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran
sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses
tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-
hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga
kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung
adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR
25 Malondialdehid (MDA)
Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen
penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk
malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et
al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi
kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati
ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat
berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai
penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA
merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
27
Pengaruh imunotoksik OPs dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung Secara langsung adalah dengan 1) menghambat hidrolase serin atau
esterase dalam sistem imun 2) kerusakan oksidatif pada organ-organ sistem
imun 3) perubahan dalam cara sinyal transduksi pada kontrol poliferasi dan
diferensiasi sel kekebalan Secara tidak langsung OPs menyebabkan perubahan
pada sistem saraf atau efek kronik dari perubahan metabolisme pada sistem imun
(Elersek dan Filipic 2012) Pestisida OPs dapat mengganggu sistem kekebalan
tubuh dan memberikan efek immunotoksik melalui kedua jalur anti kolinergik
dan non kolinergik
OPs menginduksi peningkatan stres oksidatif yakni ketidakseimbangan
antara antioksidan dan radikal bebas Pestisida OPs dapat merusak keseimbangan
antara prooksidan dan antioksidan dalam tubuh juga merusak membran lipid
sebagai hasil peroksidasi lipid
Malation dan klorfirifos yang merupakan pestisida OPs mempunyai
pengaruh yang beragam pada sel seperti menghasilkan ROS radikal bebas dan
menginduksi stres oksidatif intra sel sehingga mengganggu perkembangan dan
deferensiasi sel normal (Bebe dan Panemangalore 2003) Peningkatan ROS dan
radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya kondisi stres oksidatif serta memicu
terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel yang akan menghasilkan
malondialdehid (MDA) Peroksidasi lipid ini dapat terjadi karena pengaruh
menipisnya sistem antioksidan baik antioksidan enzimatik maupun non enzimatik
oleh paparan pestisida OPs (Khan dan Kour 2007)
28
Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu
1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen
membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga
terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada
komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas
membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang
mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)
OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar
MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang
terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal
ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada
pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan
dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya
peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al
2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi
peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan
radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit
dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas
yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs
akut
Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi
dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini
29
timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit
OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup
kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas
Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak
berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas
meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut
menjadi tumor (Hodgson 2004)
22 Asetilkolinesterase (AChE)
Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot
kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan
tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf
sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu
aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)
Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan
mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik
dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)
AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase
yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh
yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan
kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik
Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan
30
terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya
produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et
al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah
esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh
ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf
dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke
reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf
motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan
Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul
ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif
esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian
diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran
presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada
Gambar 28
Gambar 28
Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada
sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan
Hoffman 2004)
31
Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya
OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase
sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim
tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada
reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum
dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi
saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi
tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan
terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada
sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang
terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi
dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan
organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan
berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE
Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat
dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor
akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka
waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan
glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot
pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik
dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)
32
23 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun
molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal
bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek
yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai
spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul
lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)
Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil
mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya
bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh
akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang
disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah
radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat
tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu
lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal
bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya
Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga
akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan
kerusakan sel (Droge 2007)
Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal
hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal
misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell
dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling
33
aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh
seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase
dan metabolisme asam arakidonat
Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)
merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi
dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal
antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom
peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi
fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas
untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan
membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi
enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal
bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal
bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap
pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-
obatan dan pestisida
Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan
radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida
(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai
Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel
hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari
proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya
34
SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas
tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam
proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan
menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti
sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa
jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga
dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty
acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi
sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi
fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)
dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan
O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar
4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak
et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil
(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan
yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi
protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel
dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya
beberapa penyakit dan proses penuaan
Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan
membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal
bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun
membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak
35
sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam
Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan
DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas
dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang
signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan
meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)
24 Stres Oksidatif
Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh
antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah
enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation
peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas
yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila
jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen
tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal
bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel
Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya
suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan
ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal
bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis
yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan
36
jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan
merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-
komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam
nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan
terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran
sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses
tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-
hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga
kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung
adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR
25 Malondialdehid (MDA)
Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen
penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk
malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et
al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi
kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati
ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat
berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai
penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA
merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
28
Perusakan membran sel oleh radikal bebas melalui beberapa proses yaitu
1) Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen komponen
membran (enzim membran komponen karbohidrat membran plasma) sehingga
terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor 2) Oksidasi gugus tiol pada
komponen membran oleh radikal bebas mengganggu proses transport lintas
membran 3) Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol serta membran yang
mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) (Suhartono et al 2008)
OPs dapat mendorong terjadinya stres oksidatif dan meningkatkan kadar
MDA sebagai produk akhir dari peroksidasi lipid pada petani penyemprot yang
terpapar pestisida OPs karbamat dan organoklorin (Prakasam et al 2001) Hal
ini didukung oleh Vidyasagar et al(2004) yang mendapatkan kadar MDA pada
pasien keracunan OPs (67 nMml) lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan
dengan kontrol (36 nMml) OPs triklorfos dan dimetoat mendorong terjadinya
peroksidasi lipid yang ditunjukan dengan meningkatnya MDA (Sharma et al
2005) OPs berperan sebagai inhibitor enzim kolinesterase dan menginduksi
peningkatan stres oksidatif yaitu ketidakseimbangan antara antioksidan dan
radikal bebas (Patil et al 2003) Kerusakan oksidatif membran lipid eritrosit
dan protein mencerminkan terjadinya reaksi serupa pada myocyte Radikal bebas
yang merusak myocyte juga menyebabkan melemahnya otot pada penderita OPs
akut
Keracunan OPs pada sistem respirasi mengakibatkan bronko konstriksi
dengan sesak nafas dan peningkatan sekresi bronkus Pada umumnya gejala ini
29
timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit
OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup
kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas
Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak
berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas
meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut
menjadi tumor (Hodgson 2004)
22 Asetilkolinesterase (AChE)
Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot
kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan
tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf
sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu
aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)
Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan
mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik
dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)
AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase
yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh
yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan
kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik
Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan
30
terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya
produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et
al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah
esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh
ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf
dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke
reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf
motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan
Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul
ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif
esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian
diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran
presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada
Gambar 28
Gambar 28
Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada
sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan
Hoffman 2004)
31
Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya
OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase
sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim
tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada
reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum
dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi
saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi
tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan
terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada
sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang
terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi
dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan
organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan
berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE
Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat
dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor
akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka
waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan
glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot
pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik
dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)
32
23 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun
molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal
bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek
yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai
spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul
lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)
Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil
mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya
bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh
akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang
disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah
radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat
tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu
lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal
bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya
Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga
akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan
kerusakan sel (Droge 2007)
Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal
hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal
misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell
dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling
33
aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh
seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase
dan metabolisme asam arakidonat
Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)
merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi
dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal
antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom
peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi
fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas
untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan
membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi
enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal
bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal
bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap
pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-
obatan dan pestisida
Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan
radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida
(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai
Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel
hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari
proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya
34
SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas
tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam
proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan
menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti
sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa
jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga
dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty
acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi
sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi
fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)
dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan
O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar
4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak
et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil
(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan
yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi
protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel
dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya
beberapa penyakit dan proses penuaan
Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan
membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal
bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun
membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak
35
sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam
Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan
DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas
dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang
signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan
meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)
24 Stres Oksidatif
Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh
antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah
enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation
peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas
yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila
jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen
tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal
bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel
Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya
suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan
ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal
bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis
yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan
36
jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan
merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-
komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam
nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan
terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran
sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses
tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-
hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga
kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung
adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR
25 Malondialdehid (MDA)
Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen
penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk
malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et
al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi
kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati
ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat
berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai
penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA
merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
29
timbul dengan cepat dalam waktu 6-8 jam tetapi bila paparan berlebihan dapat
menimbulkan kematian dalam beberapa menit
OPs juga menunjukan efek genotoksisitas (DNA) pada saat sel hidup
kemudian saat replikasi sel dan berakhir pada mutagenitas dan karsinogenitas
Genotoksisitas dihasilkan karena reaksi OPs dengan DNA sehingga DNA rusak
berupa penyimpangan kromosom OPs juga menunjukan efek karsinogenitas
meliputi perubahan sel normal menjadi sel neoplastik dan berkembang lebih lanjut
menjadi tumor (Hodgson 2004)
22 Asetilkolinesterase (AChE)
Kolinesterase merupakan katalis biologis yang berperan menjaga agar otot
kelenjar dan sel saraf bekerja harmonis Jika aktivitas kolinesterase jaringan
tubuh menurun maka dapat mempengaruhi aktivitas asetilkolinesterase saraf
sehingga asetilkolin (ACh) akan menumpuk di bagian ujung saraf dan menganggu
aliran impuls saraf akhirnya terjadi paralisis otot (Depkes RI 2007)
Kolinesterase merupakan suatu enzim dengan berat molekul sekitar 3000000 dan
mempunyai 48 bagian aktif yang masing-masing terdiri dari satu bagian anionik
dan satu bagian esteratik (protenated acidic group)
AChE adalah suatu serine hidrolase termasuk dalam kelompok esterase
yang mempunyai banyak sel satu AChE berperan sangat penting dalam tubuh
yaitu menghidrolisis neurotransmitter asetilkolin (ACh) menjadi asam asetat dan
kolin pada saraf sinapsis Kelompok ini berbeda dengan jenis ester karbosiklik
Aktivitas AChE yang terhambat oleh OPs pada CNS menyebabkan
30
terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya
produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et
al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah
esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh
ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf
dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke
reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf
motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan
Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul
ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif
esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian
diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran
presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada
Gambar 28
Gambar 28
Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada
sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan
Hoffman 2004)
31
Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya
OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase
sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim
tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada
reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum
dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi
saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi
tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan
terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada
sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang
terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi
dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan
organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan
berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE
Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat
dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor
akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka
waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan
glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot
pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik
dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)
32
23 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun
molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal
bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek
yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai
spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul
lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)
Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil
mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya
bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh
akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang
disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah
radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat
tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu
lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal
bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya
Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga
akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan
kerusakan sel (Droge 2007)
Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal
hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal
misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell
dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling
33
aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh
seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase
dan metabolisme asam arakidonat
Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)
merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi
dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal
antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom
peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi
fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas
untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan
membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi
enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal
bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal
bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap
pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-
obatan dan pestisida
Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan
radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida
(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai
Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel
hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari
proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya
34
SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas
tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam
proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan
menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti
sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa
jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga
dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty
acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi
sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi
fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)
dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan
O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar
4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak
et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil
(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan
yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi
protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel
dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya
beberapa penyakit dan proses penuaan
Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan
membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal
bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun
membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak
35
sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam
Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan
DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas
dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang
signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan
meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)
24 Stres Oksidatif
Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh
antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah
enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation
peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas
yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila
jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen
tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal
bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel
Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya
suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan
ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal
bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis
yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan
36
jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan
merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-
komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam
nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan
terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran
sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses
tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-
hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga
kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung
adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR
25 Malondialdehid (MDA)
Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen
penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk
malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et
al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi
kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati
ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat
berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai
penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA
merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
30
terakumulasinya ACh dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala meningkatnya
produksi ludah pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan kematian (Du et
al 2008) AChE mempunyai dua sisi pengikatan yaitu daerah anionik dan daerah
esteratik keduanya penting untuk degradasi ACh
ACh adalah suatu hormon neuro yang terdapat diantara ujung-ujung saraf
dan otot sebagai media kimia yang berfungsi meneruskan rangsangan saraf ke
reseptor sel-sel otot dan kelenjar ACh dibuat di dalam ujung serabut saraf
motorik melalui proses asetilasi dari kolin ekstra sel dan koenzim A (Erwin dan
Kusuma 2012) Daerah anionik berfungsi untuk pengikatan sebuah molekul
ACh pada enzim Saat ACh terikat reaksi hidrolisis terjadi pada sisi aktif
esteratik ACh akan terurai menjadi kolin dan asam asetat Kolin kemudian
diambil lagi melalui sistem uptake kolin berafinitas tinggi pada membran
presinaps Proses hidrolisis ACh menjadi kolin dan asam asetat dapat dilihat pada
Gambar 28
Gambar 28
Reaksi hidrolisis ACh menjadi asam asetat dan kolin pada
sisi anion dan ester dari enzim asetilkolinesterase (Wiener dan
Hoffman 2004)
31
Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya
OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase
sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim
tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada
reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum
dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi
saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi
tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan
terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada
sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang
terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi
dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan
organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan
berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE
Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat
dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor
akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka
waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan
glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot
pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik
dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)
32
23 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun
molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal
bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek
yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai
spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul
lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)
Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil
mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya
bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh
akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang
disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah
radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat
tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu
lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal
bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya
Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga
akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan
kerusakan sel (Droge 2007)
Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal
hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal
misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell
dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling
33
aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh
seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase
dan metabolisme asam arakidonat
Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)
merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi
dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal
antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom
peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi
fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas
untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan
membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi
enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal
bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal
bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap
pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-
obatan dan pestisida
Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan
radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida
(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai
Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel
hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari
proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya
34
SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas
tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam
proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan
menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti
sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa
jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga
dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty
acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi
sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi
fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)
dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan
O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar
4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak
et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil
(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan
yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi
protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel
dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya
beberapa penyakit dan proses penuaan
Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan
membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal
bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun
membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak
35
sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam
Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan
DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas
dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang
signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan
meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)
24 Stres Oksidatif
Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh
antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah
enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation
peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas
yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila
jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen
tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal
bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel
Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya
suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan
ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal
bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis
yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan
36
jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan
merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-
komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam
nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan
terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran
sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses
tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-
hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga
kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung
adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR
25 Malondialdehid (MDA)
Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen
penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk
malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et
al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi
kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati
ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat
berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai
penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA
merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
31
Penurunan aktivitas kolinesterase darah seseorang terjadi karena adanya
OPs dalam darah yang membentuk senyawa phosphorilated cholinesterase
sehingga enzim kolinesterase tidak dapat berfungsi lagi dan kadar aktif dari enzim
tersebut akan berkurang hal ini menyebabkan ACh lebih lama berada pada
reseptor sehingga memperpanjang efek rangsang saraf cholinergic pada sebelum
dan sesudah ganglion Rangsangan saraf yang terus-menerus akan merusak fungsi
saraf dan muncul dalam bentuk kelemahan otot mual-mual muntah hipersalivasi
tremor dan paralisis (Bajgar 2004) Akumulasi ACh yang menyebabkan
terjadinya disfungsi sistem saraf dan perilaku akan memicu kerusakan pada
sistem pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan kematian Sistem saraf yang
terganggu akibat penumpukan ACh menyebabkan terganggunya pasokan nutrisi
dan oksigen ke seluruh sel dan jaringan sehingga menghambat pertumbuhan
organisme (Robert 2011) Rangsang yang ditimbulkan oleh asetilkolin akan
berhenti bila ACh dihidrolisis menjadi kolin dan asam asetat oleh AChE
Aktivitas AChE yang terhambat menyebabkan ACh tidak dapat
dihidrolisis sehingga impuls saraf dari satu sel ke sel yang lain atau ke efektor
akan terganggu Petani yang terpapar OPs dengan dosis rendah dalam jangka
waktu lama juga menunjukan penurunan Superoxyde dismutase (SOD) dan
glutation reduktase OPs yang terakumulasi bertahun-tahun pada penyemprot
pestisida berbanding lurus dengan penurunan AChE dan berbanding terbalik
dengan Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6DPH)
32
23 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun
molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal
bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek
yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai
spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul
lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)
Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil
mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya
bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh
akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang
disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah
radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat
tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu
lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal
bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya
Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga
akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan
kerusakan sel (Droge 2007)
Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal
hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal
misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell
dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling
33
aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh
seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase
dan metabolisme asam arakidonat
Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)
merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi
dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal
antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom
peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi
fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas
untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan
membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi
enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal
bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal
bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap
pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-
obatan dan pestisida
Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan
radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida
(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai
Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel
hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari
proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya
34
SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas
tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam
proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan
menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti
sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa
jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga
dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty
acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi
sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi
fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)
dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan
O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar
4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak
et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil
(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan
yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi
protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel
dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya
beberapa penyakit dan proses penuaan
Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan
membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal
bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun
membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak
35
sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam
Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan
DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas
dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang
signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan
meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)
24 Stres Oksidatif
Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh
antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah
enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation
peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas
yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila
jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen
tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal
bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel
Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya
suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan
ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal
bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis
yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan
36
jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan
merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-
komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam
nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan
terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran
sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses
tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-
hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga
kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung
adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR
25 Malondialdehid (MDA)
Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen
penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk
malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et
al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi
kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati
ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat
berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai
penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA
merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
32
23 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah sekelompok spesies kimia baik berupa atom maupun
molekul yang memiliki elektron tidak berpasangan pada lapisan luarnya Radikal
bebas juga merupakan suatu kelompok spesies kimia dengan reaksi jangka pendek
yang memiliki satu atau lebih elektron bebas sehingga sangat reaktif mempunyai
spesifitas kimia yang rendah sehingga dapat bereaksi dengan berbagai molekul
lain seperti protein lemak karbohidrat dan DNA (Droge 2007)
Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil
mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya
bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya Radikal bebas dalam tubuh
akan segera bereaksi dengan molekul lain sehingga terjadi reaksi berantai yang
disebut peroksidasi lipid dan menghasilkan radikal bebas baru sehingga jumlah
radikal bebas terus bertambah (Marinajati et al 2012) Radikal bebas bersifat
tidak stabil sehingga tidak dapat mempertahankan bentuk aslinya dalam waktu
lama karena segera akan berikatan dengan molekul lain di sekitarnya Radikal
bebas akan menyerang molekul stabil yang terdekat dan mengambil elektronnya
Molekul yang terambil elektronnya ini akan menjadi radikal bebas baru sehingga
akan memulai suatu reaksi berantai yang pada akhirnya akan menyebabkan
kerusakan sel (Droge 2007)
Kelompok radikal bebas antara lain anion superoksida (O2) radikal
hidroksil (OH) dan radikal peroksil (RO2) sedangkan kelompok non radikal
misalnya hidrogen peroksida (H2O2) dan peroksida organik (ROOH) (Halliwell
dan Whiteman 2004) Radikal superoksida ( O2 -) merupakan bentuk yang paling
33
aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh
seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase
dan metabolisme asam arakidonat
Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)
merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi
dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal
antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom
peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi
fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas
untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan
membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi
enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal
bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal
bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap
pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-
obatan dan pestisida
Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan
radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida
(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai
Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel
hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari
proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya
34
SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas
tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam
proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan
menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti
sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa
jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga
dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty
acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi
sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi
fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)
dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan
O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar
4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak
et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil
(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan
yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi
protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel
dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya
beberapa penyakit dan proses penuaan
Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan
membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal
bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun
membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak
35
sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam
Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan
DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas
dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang
signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan
meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)
24 Stres Oksidatif
Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh
antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah
enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation
peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas
yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila
jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen
tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal
bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel
Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya
suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan
ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal
bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis
yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan
36
jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan
merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-
komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam
nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan
terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran
sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses
tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-
hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga
kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung
adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR
25 Malondialdehid (MDA)
Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen
penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk
malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et
al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi
kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati
ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat
berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai
penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA
merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
33
aktif yang paling banyak dihasilkan oleh berbagai mekanisme di dalam tubuh
seperti mitokondria sistem enzim NADPH oksidase reaksi dari xanthin oksidase
dan metabolisme asam arakidonat
Radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh (radikal bebas internal)
merupakan bagian integral dari proses fisiologis seperti saat pembentukan energi
dalam mitokondria melalui oksidasi fosforilasi Sumber radikal bebas internal
antara lain 1) Organ subseluler seperti mitokondria kloroplas mikrosom
peroksisom dan nuklei menghasilkan O2- 2) inflamasi selama inflamasi terjadi
fagositosis oleh makrofag dan metrofil keduanya membentuk radikal bebas
untuk memfagositosis bakteri 3) ion logam transisi Fe dan Cu berperan
membentuk radikal bebas dan menimbulkan peroksidasi lipid 4) oksidasi
enzimatik seperti xanthin oksidase dan lipoksigenase (Droge 2007) Radikal
bebas dapat juga berasal dari luar tubuh (radikal bebas eksternal) Sumber radikal
bebas eksternal antara lain polusi lingkungan (asap rokok asap kendaraan asap
pabrik) aktivitas fisik yang berlebih sinar ultra violet dari matahari radiasi obat-
obatan dan pestisida
Radikal bebas dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan
radikal bebas tetapi mudah menjadi radikal bebas misalnya hidrogen peroksida
(H2O2) dan ozon Kedua kelompok senyawa ini sering diistilahkan sebagai
Reactive Oxygen Species (ROS) atau senyawa Oksigen Reaktif (SOR) Sel-sel
hidup dari organisme aerob secara kontinyu membentuk SOR sebagai bagian dari
proses fisiologi metabolik dan reaksi-reaksi biokimia lainnya
34
SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas
tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam
proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan
menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti
sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa
jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga
dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty
acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi
sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi
fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)
dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan
O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar
4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak
et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil
(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan
yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi
protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel
dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya
beberapa penyakit dan proses penuaan
Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan
membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal
bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun
membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak
35
sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam
Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan
DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas
dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang
signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan
meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)
24 Stres Oksidatif
Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh
antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah
enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation
peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas
yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila
jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen
tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal
bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel
Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya
suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan
ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal
bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis
yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan
36
jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan
merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-
komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam
nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan
terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran
sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses
tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-
hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga
kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung
adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR
25 Malondialdehid (MDA)
Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen
penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk
malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et
al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi
kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati
ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat
berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai
penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA
merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
34
SOR adalah kelompok senyawa yang sebenarnya bukan radikal bebas
tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Droge 2007) SOR dihasilkan dalam
proses metabolisme oksidatif dalam tubuh misalnya pada proses oksidasi makanan
menjadi energi SOR diproduksi dalam jumlah yang cukup dalam tubuh seperti
sel darah putih menghasilkan H2O2 yang berfungsi untuk membunuh beberapa
jenis bakteri dan jamur namun H2O2 tidak menyerang secara spesifik sehingga
dapat menyerang asam-asam lemak tidak jenuh ganda atau polyunsaturated fatty
acid (PUFA) dari membran sel yang menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi
sel (Winarsi 2007) SOR terbentuk sebagai produk samping reaksi oksidasi
fosforilasi untuk membentuk energi berupa Adenosine Tri Phosphate (ATP)
dalam rantai transport elektron pada mitokondria Proses tersebut membutuhkan
O2 tetapi tidak semua O2 berikatan dengan hidrogen untuk membentuk air sekitar
4 sampai 5 dari oksigen yang dikonsumsi berubah menjadi SOR (Marciniak
et al 2009) SOR seperti radikal super oksida (SOO-) dan radikal hidroksil
(OH-) yang dihasilkan oleh metabolisme sel yang normal maupun lingkungan
yang stres dapat menyebabkan sel-sel mati melalui peroksidasi lipid oksidasi
protein menghambat aktivitas enzim-enzim perubahan reduksi oksidasi intra sel
dan kerusakan DNA Hal ini menunjukkan bahwa SOR terlibat dalam timbulnya
beberapa penyakit dan proses penuaan
Organofosfat merupakan senyawa toksik yang mempunyai kemampuan
membentuk radikal bebas pada sistem biologi (Nur et al 2010) Reaksi radikal
bebas dengan komponen sel baik komponen struktural (molekul penyusun
membran) maupun komponen fungsional yaitu enzim dan DNA dapat merusak
35
sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam
Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan
DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas
dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang
signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan
meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)
24 Stres Oksidatif
Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh
antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah
enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation
peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas
yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila
jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen
tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal
bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel
Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya
suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan
ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal
bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis
yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan
36
jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan
merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-
komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam
nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan
terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran
sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses
tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-
hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga
kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung
adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR
25 Malondialdehid (MDA)
Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen
penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk
malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et
al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi
kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati
ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat
berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai
penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA
merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
35
sel melalui oksidasi lipid tidak jenuh dan protein sel (Zakaria 1996 dalam
Mardawati et al 2011) Kerusakan lebih lanjut pada organ sel adalah kerusakan
DNA dan membran sel Mekanisme tersebut menunjukan bahwa radikal bebas
dapat mempengaruhi timbulnya berbagai jenis penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis Penelitian Amran et al (2009) mendapatkan ada korelasi yang
signifikan antara kerusakan DNA dengan perkembangan aterosklerosis dan
meningkatnya jumlah pasien Coronary Artery Disease (CAD)
24 Stres Oksidatif
Radikal bebas dalam jumlah tertentu di dalam tubuh dapat dinetralisir oleh
antioksidan endogen Antioksidan endogen utama pada sel-sel tubuh adalah
enzim SOD (Superoksida dismutase) glutation reduktase dan glutation
peroksidase (GPr dan GPx) serta catalase (CAT) Pembentukan radikal bebas
yang melebihi kemampuan aktivitas antioksidan endogen menyebabkan jumlah
keseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan akan terganggu Apabila
jumlah radikal bebas terus bertambah sedangkan jumlah antioksidan endogen
tetap maka kelebihan radikal bebas tidak dapat dinetralkan akibatnya radikal
bebas bereaksi dengan komponen-komponen sel dan menyebabkan kerusakan sel
Peningkatan jumlah radikal bebas atau oksidan menyebabkan timbulnya
suatu keadaan yang disebut stres oksidatif Stres oksidatif adalah suatu keadaan
ketidak seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan dimana jumlah radikal
bebas lebih besar dari antioksidan Stres oksidatif adalah suatu keadaan patologis
yang disebabkan oleh kerusakan jaringan di dalam tubuh karena peningkatan
36
jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan
merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-
komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam
nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan
terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran
sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses
tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-
hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga
kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung
adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR
25 Malondialdehid (MDA)
Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen
penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk
malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et
al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi
kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati
ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat
berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai
penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA
merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
36
jumlah radikal bebas yang tidak normal (Halliwel 2006) Radikal bebas yang
jumlahnya jauh lebih banyak dari antioksidan akan bereaksi dengan cepat dan
merusak bermacam-macam substrat di dalam tubuh termasuk komponen-
komponen sel protein asam lemak tak jenuh ganda karbohidrat dan asam-asam
nukleat hal ini mengakibatkan berkembangnya penyakit kronik Serangan oksidan
terhadap asam lemak tidak jenuh sebagai komponen penting penyusun membran
sel dapat menimbulkan reaksi rantai yang disebut peroksidasi lipid Proses
tersebut mengakibatkan terputusnya ikatan dalam asam-asam lemak menjadi
berbagai senyawa yang toksik terhadap sel seperti malondialdehid (MDA) dan 9-
hidroksi nonenal MDA yang dihasilkan kemudian dilepaskan ke darah sehingga
kadar MDA di dalam darah dapat dijadikan sebagai penanda tidak langsung
adanya peroksidasi lipid dan peningkatan SOR
25 Malondialdehid (MDA)
Peningkatan stres oksidatif berdampak negatif pada beberapa komponen
penyusun membran sel yaitu kerusakan pada membran lipid membentuk
malondialdehida (MDA) kerusakan protein karbohidrat dan DNA (Kevin et
al2006) Kerusakan oksidatif yang diakibatkan oleh radikal bebas mempengaruhi
kondisi patologis berupa kerusakan sel jaringan dan berbagai organ seperti hati
ginjal dan jantung baik pada manusia maupun hewan Kerusakan ini dapat
berakhir pada kematian sel sehingga terjadi percepatan timbulnya berbagai
penyakit degeneratif (Kevin et al 2006 dan Valko et al 2007) MDA
merupakan metabolit hasil peroksidasi lipid oleh radikal bebas sehingga dapat
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
37
menggambarkan aktivitas radikal bebas dalam sel dan menjadi petunjuk terjadinya
stres oksidatif akibat radikal bebas (Asni 2009) Semakin tinggi kadar MDA
plasma maka semakin tinggi stres oksidatif yang terjadi dalam sel-sel tubuh
Peroksidasi lipid menghasilkan MDA dari radikal bebas akan selalu membentuk
reaksi berantai yang terus berlanjut sampai radikal bebas ini dihilangkan oleh
sistem antioksidan dari tubuh
MDA adalah hasil proksidasi lipid yang larut dalam air pada kondisi
normal MDA secara parsial diekskresikan melalui urine tetapi tidak diketahui
berapa jumlah MDA yang terbentuk dalam tubuh itu dapat dihilangkan oleh
ginjal MDA merupakan salah satu hasil dari peroksidasi lipid yang digunakan
sebagai indikator dari stres oksidatif (Hundekari et al 2013) Peningkatan
peroksidasi lipid mungkin disebabkan oleh inflamasi yang berkaitan dengan
infeksi virus dan menurunnya kadar antioksidan
Penelitian in vitro pada eritrosit manusia yang menyemprot pestisida
menunjukan peningkatan konsentrasi karbofuran meningkatkan kadar MDA
secara signifikan (Misrha et al 2013) yang mendapatkan kadar MDA pada darah
petani penyemprot pestisida lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan
kontrol seperti ditunjukan pada Tabel 22
Paparan pestisida atrazine pada tikus dapat meningkatkan peroksidasi lipid
dan merusak membran di dalam sel yang dipapar Kandungan fosfolipid dan
kolesterol dalam membran eritrosit dapat diketahui dengan menggunakan teknik
scanning electron microscopy (SEM) dan dapat diketahui terjadi perubahan
morfologi dalam eritrosit yang sebanding dengan perubahan parameter biokimia
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
38
termasuk stres oksidatif (Singh et al2006) Kerusakan sel cedera irreversible sel
dan kematian sel dapat terjadi apabila stres oksidatif berlangsung lama
Tabel 22 Perbandingan profil biokimia antara kontrol
dan penyemprot pestisida
Parameters Controls(n=18)
Mean plusmnSD
Sprayers (n=50)
Mean plusmnSD
MDA (nmolTBARSml blood)
943 plusmn078
2630 plusmn202
CAT (μ mol H2O2 hydrolysed X
104mlg Hb)
1055plusmn1520
13569 plusmn 1234
SOD(μmol hydroysed X 104mlg
Hb)
329 plusmn 079 803 plusmn 246
Sumber Mishra et al 2013
26 Antioksidan
Antioksidan adalah molekul yang mampu memperlambat atau mencegah
oksidasi molekul lain (Chakraborty et al 2009) Antioksidan adalah senyawa-
senyawa yang dapat menunda atau menghambat terjadinya oksidasi biomolekul
dengan menghambat reaksi-reaksi oksidasi rantai oleh radikal bebas dan mampu
menurunkan kerusakan oksidatif (Jantan et al 2011) Antioksidan juga
didefinisikan sebagai senyawa yang mampu menunda memperlambat atau
menghambat reaksi oksidasi makanan maupun obat Antioksidan akan bereaksi
dengan oksidan sehingga mengurangi kapasitas oksidan untuk dapat menimbulkan
kerusakan (Shahidi 1997 dalam Asep et al 2012)
Antioksidan dalam sistem biologi baik antioksidan enzim maupun non
enzim melindungi sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul-molekul yang
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
39
tidak stabil yang disebut radikal bebas Antioksidan membantu menghancurkan
radikal bebas yang merusak sel mendukung pertumbuhan sel-sel yang sehat
melindungi sel dari penuaan mendukung sistem imun dalam tubuh Antioksidan
bersifat sangat mudah teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan
molekul lain sehingga keefektifan antioksidan tergantung dari seberapa kuat daya
oksidasinya semakin mudah teroksidasi maka semakin efektif antioksidan
tersebut Antioksidan mampu melindungi sel melawan kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas dan SOR seperti singlet oksigen peroksi nitrit
superoksida radikal peroksida dan radikal hidroksil (Chaveri et al2008 )
Antioksidan dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi
radikal bebas dan oksidasi lipid dalam konsentrasi yang lebih rendah dari substrat
yang dapat dioksidasi Suhartono et al (2008) menyatakan antioksidan dapat
diklasifikasikan dalam 5 tipe yaitu a) Antioksidan primer berupa senyawa-
senyawa fenol yang mampu memutus rantai reaksi pembentukan radikal bebas
asam lemak Senyawa ini memberikan atom hidrogen yang berasal dari gugus
hidroksi sehingga terbentuk senyawa yang stabil seperti BHA (butyl
hidroksilanisol) BHT (butyl hydrotoluen) dan tokoferol b) Antioksidan
perangkap oksigen yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga mencegah reaksi oksidasi Senyawa ini mengadakan reaksi
dengan oksigen yang berada dalam sistem sehingga jumlahnya berkurang seperti
vitamin C (asam askorbat) askorbil palminat asam eritorbat dan sulfit c)
Antioksidan sekunder adalah senyawa-senyawa yang mempunyai kemampuan
untuk berdekomposisi dengan hidroperoksida menjadi produk akhir yang stabil
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
40
d) Antioksidan enzim yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya radikal
bebas seperti glukose oksidase superoksida dismutase (SOD) glutation
peroksidase (GPx) dan katalase (CAT) dan e) Antioksidan Chelators
sequestrants yaitu senyawa-senyawa yang mampu mengikat logam seperti besi
dan tembaga yang mampu mengkatalisis reaksi oksidasi lemak seperti asam sitrat
asam amino ethylenediaminetetra acetid acid (EDTA) dan fosfolipid
Antioksidan bereaksi dengan radikal bebas dengan mengurangi
konsentrasi oksigen mencegah pembentukan singlet oksigen yang reaktif
mencegah inisiasi rantai pertama dengan menangkap radikal primer seperti radikal
hidroksil mengikat katalis ion logam mendekomposisi produk-produk primer
radikal menjadi senyawa non-radikal dan memutus rantai hidroperoksida
sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk menimbulkan kerusakan
(Mardawati et al 2011)
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan dikelompokan menjadi 1)
Antioksidan primer yaitu antioksidan yang bereaksi dengan radikal lipid berenergi
tinggi untuk menghasilkan produk yang memiliki kestabilan termodinamis lebih
baik seperti golongan fenol (isoflavon) 2) Antioksidan sekunder yang juga
dikenal dengan antioksidan pencegah (Preventive Antioxidant) yang dapat
memperlambat reaksi inisiasi dengan cara memutus rantai hidroperoksida seperti
dilauril thio-dipropionate dan asam thiodipropionate Antioksidan golongan ini
adalah antioksidan yang berikatan dengan gugus thiol (Shahidi dan Naczk1995
dalam Mardawati et al 2011)
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
41
Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima
dan memberi elektron dari atau ke radikal bebas sehingga membentuk senyawa
baru yang stabil seperti vitamin E dan vitamin C Sedangkan antioksidan logam
transisi terikat protein bekerja mengikat ion-ion logam Fe2+
dan Cu2+
seperti
flavonoid dapat mencegah radikal bebas Antioksidan jenis ini memperbaiki
kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas (Winarsi 2007)
Mekanisme kerja antioksidan senyawa fenolik adalah sebagai berikut
Radikal Lipida Antioksidan Radikal Antioksidan
ROO + AH ROOH + A
RO + AH ROH + A
R + AH RH + A
OH + AH H2O + A
Senyawa antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke
radikal lipida (ROO RO R OH ) dan mengubahnya menjadi bentuk yang lebih
stabil Sementara turunan radikal antioksidan (A) yang dihasilkan lebih stabil
dibandingkan radikal lipida karena akan terjadi delokalisasi perbaikan elektron
dari ikatan rangkap pada cincin benzen sebagai indikasi oleh ikatan isomer
valensi
Peningkatan jumlah gugus hidroksil (alkil hidrogen pada struktur
kimianya) pada posisi para atau ortho seperti pada genistein dapat meningkatkan
aktivitas antioksidan isoflavon Antioksidan dapat menghambat oksidasi atau
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
42
menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi
dapat melalui empat macam mekanisme reaksi yaitu 1) Pelepasan hidrogen dari
antioksidan 2) Pelepasan elektron dari antioksidan 3) Adisi lemak ke dalam
cincin aromatik pada antioksidan dan 4) Pembentukan senyawa kompleks antara
lemak dan cincin aromatik dari antioksidan
Antioksidan dapat mencegah tidak terkontrolnya pembentukan radikal
bebas dan aktivitas SOR atau mencegah reaksinya dengan struktur biologi (Nisar
et al 2013) Status antioksidan baik yang endogen maupun yang eksogen yang
menurun dapat mengganggu keseimbangan redoks seluler dan kondisi patologis
akan menjadi karakteristik utama dan membentuk stres oksidatif pada sel maupun
jaringan
261 Antioksidan enzimatis
Di dalam sistem biologis sudah tersedia antioksidan berupa enzim
(antioksidan enzimatis) yaitu superoksida dismutase (SOD) katalase (CAT) dan
glutation peroksidase (GPx) Antioksidan-antioksidan ini bekerja dengan cara
mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru atau mengubah radikal bebas
yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif (Finosh dan Jayabalan
2013) Mekanisme kerja antioksidan enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan
radikal bebas dalam sel Aktivitas enzim intrasel SOD dan CAT mengkatalisasi
dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida aktivitas GPx mereduksi hidrogen
peroksida dan peroksida organik menjadi air dan oksigen Aktivitas enzim
intrasel ini dapat dilihat pada Gambar 29
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
43
GPx merupakan enzim penangkal radikal bebas dengan dua cara yaitu
pertahanan terhadap oksidan dan dengan mengkatalisis peroksida menjadi air dan
oksigen GPx memerlukan glutation sebagai substrat terdapat dalam dua bentuk
yaitu glutation tereduksi atau GSH dan glutation teroksidasi atau GSSG Ketika
mengkatalisis perubahan hidrogen peroksida (H2O2) menjadi H2O GSH
dioksidasi menjadi GSSG kemudian GSSG dapat direduksi kembali oleh NADPH
untuk mendapatkan kembali GSH (Marciniak et al 2009)
Gambar 29
SOD dan CAT mengkatalisasi dismutasi superoksida dan hidrogen peroksida
(Finosh dan Jayabalan 2013)
Enzim GPx terdapat terutama dalam mitokondria merupakan enzim
scavenger terhadap hidrogen peroksida dan berperan utama dalam mengatur
konsentrasi H2O2 dan dan berbagai macam peroksida organik Aktivitas GPx yang
menurun menunjukkan terjadinya penurunan kapasitas menghilangkan H2O2 dan
terjadinya hidroperoksida lemak
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
44
Enzim GPx sangat berperan dalam pengaktifan kembali enzim
kolinesterase melalui 1) Pengaktifan AMP siklik yang secara langsung dapat
mengaktifkan enzim kolinesterase 2) keseimbangan NADP dan NADPH pada
jalur glikolisis aerobik dalam eritrosit sehingga eritrosit tidak rusak kerusakan
eritrosit dapat menurunkan produksi kolinesterase darah 3) peranan kofaktor
prostaglandin pada sintesis tromboksan A2 yang memacu trombogenesis dan
vasokonstriksi pembuluh darah bersamaan dengan terbentuknya tromboksan akan
diaktifkan cAMP yang secara langsung mengaktifkan kinase protein termasuk
kinase protein enzim kolinesterase 4) sebagai antioksidan yang dapat melindungi
sel termasuk eritrosit dari kerusakan akibat radikal bebas 5) sebagai kofaktor
proses oksidasi dealkilasi ikatan organofosfat dengan kolinesterase darah 6)
berperan sebagai detoksifikasi dalam tubuh dengan mereduksi radikal bebas
peroksida sekaligus membentuk peroksida lipid di dalam membran sel (Stranges
et al 2010)
GPx adalah enzim antioksidan yang dapat mendetoksifikasi hidrogen
peroksida dan lipid hidroperoksida dalam menurunkan glutation Di dalam darah
terdapat beberapa jenis GPx dua diantaranya adalah GPx seluler (cGPx) dalam sel
darah merah dan GPx ekstrasel (eGPx) terdapat dalam plasma GPx sebagai enzim
antioksidan bekerja menjadi peredam (quenching) radikal bebas dan berperan
dalam metabolisme xenobiotik yang ditemukan dalam sel (Sen et al 2010)
GPx dengan konsentrasi tinggi ditemukan dalam hepar dan sel darah
merah sedangkan pada jantung ginjal paru-paru adrenal lambung dan jaringan
adipose mengandung GPx dalam kadar sedang GPx kadar rendah ditemukan
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
45
dalam otak otot testis dan lensa mata GPx yang rendah berkorelasi dengan
gangguan yang berhubungan dengan radikal bebas (Judge et al 2005) Jika
antioksidan endogen gagal mengatasi produksi metabolit reaktif maka
antioksidan eksogen akan diperlukan untuk menyeimbangkan status redoks
(Noori 2012) Sumber makanan termasuk tanaman rempah-rempah vitamin dan
ekstrak herbal memainkan peran penting dalam hal ini
262 Antioksidan non enzimatis
Antioksidan non enzimatis disebut juga antioksidan sekunder atau
antioksidan eksogen (diperoleh dari luar) digolongkan menjadi dua golongan
yaitu yang larut dalam lemak seperti tokoferol karotenoid flavoniod quinon dan
bilirubin serta yang larut dalam air seperti asam askorbat asam urat protein
pengikat logam dan protein pengikat heme (Winarsi 2007) Antioksidan ini dapat
berupa bahan-bahan alami dan juga sintetis Antioksidan alami seperti vitamin
adalah campuran redoks yang seimbang dengan bentuk tereduksi dan teroksidasi
dan sebaliknya untuk antioksidan sintetis merupakan redoks yang tidak seimbang
bahkan menghasilkan radikal bebas yang pada beberapa kasus berbahaya (Rani
etal 2004)
Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat penting dalam cairan
ekstra sel karena dapat menyerang radikal-radikal yang larut dalam darah dan
melindungi lemak plasma dari perusakan peroksidasi oleh radikal-radikal peroksil
Peran utama vitamin C adalah menetralisir radikal bebas yang ada di dalam dan
di luar sel Vitamin C merupakan sumber elektron pendonor bagi radikal bebas
(Nisar et al 2013) Vitamin C berperan positip dalam proses detoksifikasi
46
yang sangat diperlukan untuk sintesis kolagen dan pertumbuhan serta
pemeliharaan jaringan epitel Peranan vitamin C sebagai pembawa hidrogen yang
merupakan siklus esensial dalam metabolisme protein dan karbohidrat yang
berfungsi memelihara kekuatan pembuluh darah Vitamin C sangat penting untuk
melawan radikal bebas dalam cairan ekstra sel dan melindungi biomembran dari
peroksidasi Pemberian air kelapa dapat meningkatkan aktivitas GPx SOD dan
CAT pada pekerja terpapar merkuri karena air kelapa mengandung vitamin C
B1 B6 asam-asam amino metionin selenium dan mineral berfungsi melindungi
sel tubuh dari serangan radikal bebas dan mencegah efek paparan merkuri
(Zulaikhah et al 2013) Defisiensi antioksidan yang berupa vitamin C vitamin
E Se Zn dan glutation dalam derajat ringan hingga berat sangat berpengaruh
terhadap respon imun
Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik yang memiliki kemampuan untuk menangkap
radikal bebas Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol
yang sangat efektif digunakan sebagai antioksidan Senyawa-senyawa ini banyak
terdapat di alam terutama pada tumbuh-tumbuhan seperti teh buah-buahan
sayuran dan anggur (Ramle et al 2008)
Aktivitas antioksidan dari berbagai tanaman erat hubungannya dengan
kandungan fenolnya ada indikasi substansi fenol seperti flavonoid dan asam-
asam fenolat berpotensi lebih besar sebagai antioksidan dibandingkan dengan
vitamin C dan vitamin E Aktivitas antioksidan flavonoid tergantung pada
struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2 Department of
47
Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University dalam
penelitiannya mendapatkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk
pencegahan atau terapi terhadap penyakit-penyakit yang dihubungkan dengan
radikal bebas
Asupan antioksidan diperlukan untuk membantu mengembalikan
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan endogen serta
mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh Salah satu terapi antioksidan yang
digunakan adalah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L) Kulit
buah manggis memiliki kandungan xanthone yang tinggi sehingga memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas Gugus hidroksil (OH) yang dimiliki
oleh xanthone efektif mengikat radikal bebas dengan elektron yang tidak memiliki
pasangan Antioksidan ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya sehingga radikal bebas tidak
akan bereaksi dengan komponen seluler dan kerusakan sel dapat dihindari
Makanan yang kaya antioksidan memegang peran dalam mencegah
penyakit-penyakit kanker dan penyakit penurunan fungsi otak Antioksidan dapat
mengurangi resiko penyakit kronis dan mencegah berbagai penyakit baik dengan
cara meningkatkan pertahanan antioksidan dalam tubuh atau dengan cara
mengkonsumsi makanan yang kaya antioksidan Mengkonsumsi antioksidan yang
ada dalam makanan sehari-hari dapat memberi perlindungan terhadap stres
oksidatif Hundekari et al (2013) mendapatkan perlakuan antioksidan dengan
dosis yang sesuai dapat menurunkan kerusakan oksidatif sehingga efektif untuk
memperbaiki kasus keracunan akut OPs
48
27 Manggis
271 Tumbuhan manggis
Tumbuhan manggis (Garcinia mangostana L) berasal dari Asia Tenggara
dan merupakan tumbuhan fungsional karena hampir semua bagian dari tumbuhan
ini dapat dimanfaatkan sebagai obat Manggis termasuk dalam family Guttiferae
dan merupakan species terbaik dari genus Garcia Buah manggis sering dijuluki
Queen of tropical fruit karena mempunyai rasa enak daging buah putih halus
bentuk buah bagus dan disukai banyak orang (Chaverri et al 2008) Manggis
sering disebut mangostin atau kadang-kadang disebut buah super dengan berbagai
karakteristik seperti rasa aroma kaya nutrisi dan daya antioksidan yang tinggi
Buah manggis (Garcinia mangostana L) merupakan buah yang eksotik
karena memiliki warna yang menarik dan kandungan gizi yang tinggi sehingga
buah manggis memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan
(Mardawati et al 2011) Tingkatan taksonomi tanaman manggis adalah sebagai
berikut (Prihatman 2000)
- Kingdom Plantae
- Divisi Spermathophyta (Tumbuhan berbiji)
- Sub Divisi Angiospermae (Berbiji tertutup)
- Kelas Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
49
- Ordo Theales
- Famili GuttiferaeClusiaceae
- Genus Garcinia
- Spesies Garcinia mangostana L
Selain sebagai buah yang eksotik manggis juga mengandung berbagai senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh seperti triterpenoid mangostin tannin resin
kalsium zat besi dan vitamin B1 Potensi manggis tidak hanya terbatas pada
buahnya saja tetapi juga hampir seluruh bagian tumbuhan manggis menyimpan
potensi yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia
Kulit buah manggis mengandung beberapa senyawa yang memiliki
aktivitas farmakologi seperti antiinflamasi antihistamin antibakteri anti penyakit
jantung antijamur bahkan untuk terapi HIV (Chaveri et al 2008) Senyawa
utama kandungan kulit buah manggis yang dilaporkan bertanggung jawab atas
beberapa aktivitas farmakologi adalah golongan xanthone yang meliputi
mangostin mangosterol mangostinon A dan B trapezifolixanthone tovophyllin
B dan beta mangostin garcinon B mangostanol flavonoid epikatekin dan
gartanin136-trihidoksi-7-metoksi-28-bis(3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on(alfa
mangostin) dan 1367-tetrahidroksi-28-bis (3-metil-2-butenil)-9H-xanten-9-on
(gamma mangostin) yang sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim 2007)
Kandungan antioksidan manggis banyak terdapat pada kulit buahnya
dikenal sebagai antioksidan yang efektif karena mengandung senyawa biologi
xanthones walaupun dapat juga ditemukan dalam semua bagian manggis baik
pada buah kulit buah kulit kayu maupun daunnya Senyawa xanthone hanya
50
dihasilkan oleh genus garcinia Xanthone memiliki struktur kimia yang unik
terdiri dari sistem aromatik trisiklik (C6-C3-C6) dengan kelompok isoprena
metoksil dan hidroksil terletak pada cincin A dan B sehingga senyawa xanthone
beragam Struktur umum xanthone dapat dilihat pada Gambar 210
Gambar 210
Struktur umum senyawa xanthone (Chaverri et al 2008)
Xanthone termasuk golongan senyawa flavonoid Senyawa ini memiliki
dua cincin benzene dan satu cincin piran Inti xanthone dikenal sebagai 9-
xanthenone atau dibenzo-c-pyrone Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kelompok yaitu oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone
xanthonolignoid dan miscellaneous xanthone Menurut Chaverri et al (2008)
terdapat 200 lebih xanthone yang tersedia di alam ini dan 50 diantaranya
terkandung dalam kulit buah manggis
Xanthone memiliki rumus molekul C13H8O2 sehingga memiliki massa
molar sebesar 196191 gram mol Dalam penamaan menurut IUPAC senyawa ini
diberi nama 9H-xanthen-9-one Uji aktivitas antioksidan kulit buah manggis
dengan menggunakan peroksinitrit sebagai radikal bebas diketahui bahwa 8-
hydroxycudraxanthone G gartanin α-mangostin γ-mangostin dan smeath-
xanthone A merupakan komponen yang memiliki aktivitas antioksidan terbesar
51
(Jung et al 2006) Senyawa xanthone yang banyak terdapat pada kulit manggis
yaitu α - dan γ - mangostin (Obolsky et al 2009)
Struktur kimia beberapa turunan xanthone seperti α mangostin β
mangostin dan γ mangostin dapat dilihat pada pada Gambar 211
(Chaivisuthangkura et al 2008)
α mangostin β mangostin γ mangostin
Gambar 211
Struktur Kimia beberapa derivat xanthone
(Chaivisuthangkura et al 2008)
Senyawa-senyawa xanthone juga mempunyai aktivitas antibakteri
melawan S Aureus strain yang resisten terhadap penicillin dan methicillin
aktivitas antifungi melawan F Oxiforum A Tenuls dan D Oryzae (Chomnawang
2007) Garcinia mangostana dan senyawa-senyawa xanthone α-mangostin
mendorong aktivitas antimikroba melawan P acnes dan S epidermis yang
merupakan agen etiologi kritis pada jerawat (Chomnawang et al 2007)
Senyawa alfa-mangostin sebagai turunan xanthone memiliki kemampuan
dalam menekan pembentukan senyawa karsinogen pada kolon Xanthone juga
52
bermanfaat mencegah pertumbuhan sel kanker dan tumor Kemampuan
antioksidannya bahkan melebihi vitamin C dan E yang selama ini dikenal sebagai
antioksidan yang paling efektif (Ummi dan Any 2014) Hasil penelitian Kosem
et al (2007) mendapatkan ekstrak metanol kulit buah manggis mengandung α
mangostin sebesar 2519 g100 g ekstrak
Moongkandi et al (2004) menyatakan kulit buah manggis bermanfaat
penting bagi kesehatan karena kaya akan antioksidan seperti xanthone dan
antosianin Antosianin merupakan salah satu antioksidan kuat yang mampu
mencegah berbagai kerusakan akibat stress oksidatif sehingga mampu melindungi
sel dari radikal bebas Penelitian lain juga mendapatkan bahwa xanthone dari
manggis memiliki aktivitas antioksidan antitumor antiinflamasi antialergi
antifungi dan antibakteri (Suksamrarn et al 2006 dan Chaverri et al 2008)
Garcinia mangostana memiliki aktivitas antioksidan yang signifikan pada
IC50 sebesar 613 μgml juga efektif dalam scavenging radikal bebas dan bisa
mengurangi produksi cytokine sebagai suatu proinflamasi Senyawa xanthone
pada kulit buah manggis merupakan antioksidan tingkat tinggi karena kandungan
antioksidannya 667 kali dari wortel dan 83 kali jeruk (Qosim 2007)
Antioksidan yang terkandung dalam kulit buah manggis didominasi oleh
senyawa fenol yaitu xanthone Kadar xanthone dalam manggis berbeda-beda
tergantung pada kualitas buah yang terbesar didapatkan pada buah dengan kulit
burik atau kasar yakni sebesar 23544 μgg ekstrak sedangkan pada buah besar
dengan kulit mulus mengandung kadar xanthone sebesar 18502 μgg ekstrak
buah kecil sebesar 20434 μgg dan buah dengan kulit mengandung getah kuning
53
15289 μgg ekstrak Xanthone dalam kulit buah yang mengandung getah kuning
berperan dalam mekanisme pertahanan mencegah terjadinya stres akibat serangan
hama atau kerusakan fisik (Arsana 2014)
Xanthone sebagai antioksidan akan memutus rantai reaksi oksidasi radikal
bebas untuk mencegah reaksi oksidasi dengan reaksi reduksi yang melibatkan
hidrogen Keterlibatan hidrogen dalam reaksi-reaksi reduksi dapat menghambat
reaksi oksidasi antara radikal bebas dengan oksigen Kadar Oxygen Radical
Absorbance Capacity (ORAC) dari xanthone mencapai 17000-20000 ORAC per
100 ons kulit manggis lebih besar dari wortel dan jeruk yang kadar ORAC-nya
hanya 300 dan 2400 (Fanany 2013) Manfaat yang demikian besar menyebabkan
xanthone sangat dibutuhkan dalam tubuh sebagai penyeimbang prooksidan
Prenilasi xanthone juga mempunyai efek penghambat terhadap M Tuberculosis
Alfa-mangostin yang merupakan derivat xanthone didapatkan mempunyai potensi
sebagai antimikroba (Suksamrarn et al 2006) Selain itu kulit buah manggis
juga mengandung beberapa senyawa lain seperti yang tertera pada Tabel 23
Tabel 23
Komposisi Tepung Kulit Buah Manggis
Sumber Shahidi 1997 dalam Ummi dan Any 2014
No Komponen Kadar ( bk)
1
Air 900
2 Abu 258
3 Gula 692
4 Protein 269
5 Serat Kasar 3005
6 Lainnya (Tanin lemak dll) 4876
54
272 Ekstrak kulit buah manggis
Ekstrak kulit buah manggis mengandung berbagai senyawa yang diduga
bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan elektronnya kepada radikal
bebas sehingga mencegah terjadinya peroksidasi lipid baik pada tahap inisiasi
propagasi maupun pada tahap terminasi (Middleton et al 2000) Senyawa-
seyawa ini bekerja sebagai sinyal yang akan mengaktivasi nuclear factor
erythroid 2- related factor 2 (Nrf2) yang terikat pada Kelch-like ECH-associated
protein-1 (Keap1) dalam sitoplasma sehingga mengalami disosiasi dan translokasi
menuju nukleus Dalam nukleus Nrf2 berasosiasi pada bagian promoter gen yang
disebut Antioxidant Respone Element (ARE) sehingga memicu ekspresi gen
penyandi antioksidan Senyawa yang terkandung dalam ekstrak kulit buah
manggis disamping bekerja sebagai antioksidan dengan cara mendonorkan
elektronnya kepada radikal bebas juga dapat menstimulasi ekspresi gen penyandi
antioksidan melalui aktivasi Nrf2 Salah satu stimulan tersebut adalah golongan
fenol (Inoue 2001) Ekstrak kulit buah manggis dapat mengatur aktivitas catalase
dalam aktivitasnya sebagai scavenger H2O2 atau mengatur gen Nrf-2 (Bartz et
al 2010) Hal ini sesuai dengan yang didapatkan dalam penelitian
Weecharangsan et al (2006) aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol kulit buah
manggis berperan sebagai scavenger H2O2
Skrining fitokimia dilakukan untuk memberikan gambaran tentang
golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol kulit buah manggis
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit buah
manggis mengandung senyawa golongan alkaloid triterpenoid saponin
55
flavonoid tannin dan polifenol (Kristianti et al 2008) Polifenol adalah senyawa
fenolik yang memiliki lebih dari satu gugus hidroksil (OH) golongan senyawa ini
terdapat pada berbagai jenis tumbuhan yang mempunyai berbagai macam aktivitas
biologi salah satunya adalah aktivitas antioksidan (Scalbert et al 2005)
Polifenol banyak ditemukan dalam buah-buahan sayuran dan biji-bijian
yang merupakan sumber antioksidan alami Senyawa polifenol terdiri dari
beberapa subkelas yakni flavonol isoflavon (dalam kedelai) flavanon
antosianidin katekin dan biflavan Semua polifenol mampu menjadi perangkap
oksigen dan radikal alkil dengan memberikan donor elektron sehingga terbentuk
radikal fenoksil yang relatif stabil (Mokgope 2006) Senyawa-senyawa polifenol
alami secara langsung sebagai scavenger SOR dan secara tak langsung melindungi
aktivitas beberapa enzim sehingga berpotensi meningkatkan antioksidan endogen
(Masella et al 2005) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Martin et al
(2010) yang mendapatkan CPE (cocoa polyphenolic extrac) yang mengandung
senyawa-senyawa flavonoid seperti katecin epikatecin dan prosianidin
meningkatkan aktivitas GPx dan glutation reduktase (GR) Senyawa-senyawa ini
mereduksi produksi SOR dan mengatur aktivitas antioksidan enzim Peningkatan
aktivitas enzim antioksidan dapat digunakan sebagai terapi penyakit-penyakit
yang disebabkan oleh stress oksidatif
Senyawa fenol sebagai antioksidan tergantung dari beberapa faktor seperti
ikatan gugus hidroksil pada cincin aromatik posisi ikatan posisi hidroksil bolak
balik pada cincin aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen
atau donor elektron serta kemampuannya dalam memerangkap radikal bebas (free
56
radical scavengers) Palakawong et al (2010) mendapatkan daya antioksidan
ekstrak kulit buah manggis sebesar 594 microgml yang dianalisis dengan metode
DPPH Ekstrak kulit manggis mengandung total fenol yang cukup tinggi yaitu
sebesar 4112 mgg dengan aktivitas antioksidannya sebesar 8442 (Dyahnugra
et al 2015) Ekstrak etanol kulit buah manggis menunjukkan aktivitas yang
signifikan dalam menghambat pembentukan 50 radikal menghambat radikal
superoxide (O2-) mereduksi produksi ROS dan dapat menangkap radikal
hidroksil (OH-) (Chomnawang et al 2007)
Senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang memiliki 15
atom karbon (C6-C3-C6) terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan
menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon Flavonoid
dalam ekstrak kulit buah manggis berperan membasmi radikal bebas dengan
berbagai cara misalnya dengan menghambat enzim yang bertanggung jawab
memproduksi anion superoksida yaitu xantin oksidase ada juga dengan
menyumbangkan elektronnya ke radikal superoksida atau radikal lipid agar stabil
(Smith et al 2005)
Ekstrak kulit buah manggis baik dengan pelarut air etanol 50 etanol
95 dan etil asetat menunjukan aktivitas antioksidan dan neuroprotektif
(Weecharangsan et al 2006) Kapasitas antioksidan ekstrak air dan etanol 50
diuji dengan metoda DPPH didapatkan masing-msing sebesar 3498 dan 3076
Kapasitas antioksidan ekstrak ini sudah dicobakan pada sel neuroblastoma
(NG108-15) yang terpapar hidrogen peroksida (H2O2) kedua ekstrak ini
memperlihatkan aktivitas neuroprotektif dengan konsentrasi 50 lgmL Aktivitas
57
neuroprotektif ekstrak etanol 50 kulit buah manggis lebih tinggi dibandingkan
dengan ekstrak air Ekstrak etanol kulit buah manggis juga mempunyai aktivitas
antioksidan yang signifikan sebagai penghambat pembentukan radikal DPPH
(Chomnawang et al 2007)
Ekstrak kulit buah manggis diketahui memiliki daya antioksidan sangat
kuat hal ini dibuktikan dengan menggunakan fraksi pelarut metanol etanol dan
etil asetat semuanya memiliki daya antioksidan EC50 kurang dari 50 Fraksi
metanol mempunyai nilai EC50 yang paling kecil dibanding dengan kedua
fraksi lainnya masing-masing 800 mgL 926 mgL dan 2948 mgL ini berarti
fraksi metanol mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih besar dibandingan
dengan fraksi etanol dan etil asetat (Mardawati et al 2011) Hal ini didukung
oleh Li dan Xu (2015) yang menyatakan ekstrak metanol kulit buah manggis
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat karena kandungan polifenolnya sangat
tinggi
Senyawa fenol banyak ditemukan pada berbagai tanaman Senyawa ini
telah dieksploitasi secara intensif karena selain berfungsi sebagai antioksidan juga
memiliki berbagai fungsi biologi seperti anti mutagenik dan anti karsinogenik
Antioksidan alami yang terdapat dalam tanaman akan meredam radikal bebas
yang berbahaya dari tubuh Senyawa-senyawa polifenol dari tanaman seperti
flavonoid digambarkan sebagai peredam SOR Ekstrak kulit buah manggis dapat
mengurangi produksi SOR intrasel secara signifikan yang ditentukan dengan 27-
dichlorofluorescein diacetate (DCFH-DA) dalam SKBR3 saluran sel
(Moongkarndi et al 2004) Aktivitas radikal hidroksil (HO-) diperangkap oleh
58
xanthone yang diisolasi dari beberapa ekstrak kulit buah manggis (Chin et al
2008) Xanthone dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok yaitu
oxygenated xanthone xanthone glycoside prenylated xanthone xanthonolignoid
dan miscellaneous xanthone Saat ini sekitar 1000 xanthone berbeda telah
diketahui (Chaverri et al 2008)
Kulit buah manggis mengandung 90 xanthone terutama α dan β
mangostin yang disebut panaxanthone dapat memulihkan sistem pertahanan
antioksidan endogen seperti aktivitas SOD GPx dan kadar GSH secara invitro
dan in vivo memecah langsung SOR untuk mengurangi penipisan GSH dan
meghambat peroksidasi lipid Efek protektif α mangostin diduga terhadap stress
oksidatif dimediasi melalui jalur Nrf2 (Jung et al 2006) Ekstrak kulit buah
manggis dapat menurunkan MDA meningkatkan SOD dan GPx pada tikus yang
mengalami peningkatan MDA serta penurunan SOD dan GPx karena perlakuan
latihan (Arsana 2013) Hal yang sama didapatkan oleh Sudjarwo dan
Koerniasari (2015) bahwa pemberian ekstrak kulit buah manggis dapat
meningkatkan aktivitas GPx dan SOD ginjal tikus yang menurun karena diberi
perlakuan logam berat timbal mungkin disebabkan oleh kemampuan ekstrak
kulit buah manggis mengurangi akumulasi radikal bebas
Skrining fitokimia ekstrak kulit manggis juga menunjukkan bahwa kulit
buah manggis mengandung senyawa metabolit sekunder berupa golongan alkaloid
saponin tanin polifenol dan flavonoid (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Saponin merupakan zat aktif yang dapat meningkatkan permeabilitas membran
sehingga terjadi hemolisis sel Apabila saponin berinteraksi dengan sel bakteri
59
maka bakteri tersebut akan rusak atau lisis sedangkan flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang mempunyai kecenderungan untuk mengikat
protein sehingga mengganggu proses metabolisme bakteri tersebu Senyawa-
senyawa fenolik dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif disebabkan
oleh satu atau dua gugus hidroksil pada cincin aromatik dapat berperan sebagai
donor hidrogen (Dungir et al 2012)
Tanin dalam konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan
bakteri sedangkan pada konsentrasi tinggi mampu bertindak sebagai antibakteri
dengan cara menggumpalkan protoplasma bakteri sehingga terbentuk ikatan yang
stabil dengan protein bakteri Selain itu pada saluran pencernaan tanin mampu
mengeliminasi toksin (Poeloengan dan Praptiwi 2010)
Flavonoid merupakan golongan senyawa yang mempunyai kemampuan
sebagai antioksidan Flavonoid juga berperan mengaktifkan enzim kunci dalam
respirasi mitokondria dan melindungi sel neuron sehingga mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan Asupan flavonoid berperan sebagai
neuroprotektif berpotensi melindungi neuron dari neurotoksin meningkatkan
fungsi memori pembelajaran dan kognitif (Spencer 2009)
Uji daya antioksidan ekstrak kulit manggis buah dilakukan oleh Lin et al
(2014) menggunakan DPPH Radikal bebas DPPH (DPPHbull) mungkin akan
ditangkap oleh antioksidan dengan memberikan atom hidrogen (Hbull) membentuk
molekul stabil DPPH-H mekanismenya seperti tampak pada Gambar 212
Gambar ini menunjukkan reaksi antara γ-mangostin dengan DPPH akan
menghasilkan senyawa yang stabil sehingga tidak akan terjadi reaksi rantai yang
60
akan menghasilkan radikal-radikal lain yang lebih reaktif Dalam molekul γ-
mangostin gugus ortho-dihidroksil menjadi homolysis menghasilkan radikal
hidrogen (Hmiddot) dan radikal γ-mangostinmiddot (I) Hmiddot kemudian bergabung dengan
DPPHmiddot membentuk molekul DPPH-H dan radikal γ-mangostin menjadi (II)
yang selanjutnya dapat menghasilkan radikal hidrogen (Hmiddot) melebihi yang
diperlukan oleh radikal DPPH (DPPHmiddot) untuk membentuk quinone (III) Hasil ini
mengindikasikan bahwa ekstrak kulit buah manggis sebagai sumber antioksidan
yang baik dengan cara mendonasikan elektron kepada radikal bebas untuk
membentuk produk stabil sehingga tidak menimbulkan reaksi berantai
Gambar 212
Reaksi γ mangostin dengan DPPH sebagai radikal bebas
Lin et al (2014)
61
62
63
top related