bab ii tinjauan pustaka 2.1 uraian tumbuhan 2.1.1...
Post on 06-Feb-2018
225 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian tumbuhan
Uraian tumbuhan meliputi klasifikasi tumbuhanan, nama lain, morfologi
tumbuhan, kandungan kimia, kasiat dan kegunaan.
2.1.1 Klasifikasi tumbuhan
Tumbuhan ubi jalar dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Rukmana,
1997):
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Solanales
Famili : Convolvulaceae
Genus : Ipomoea
Spesies : Ipomoea batatas L.
2.1.2 Nama lain:
Indonesia : Ubi jalar (nama umum), ketela, ketela rambat, telo rambat (Jawa), patatas (Papua), mantang (Sunda).
Inggris : Sweet potato. Melayu : Ubi keledek. Thailand : Phak man thet. Pilipina : Kamote. Jepang : Satsumaimo, Caiapo.
2.1.3 Morfologi tumbuhan
Universitas Sumatera Utara
Secara morfologi tumbuhan ubi jalar adalah tumbuhan merambat yang
bercabang, batang gundul atau berambut, kadang-kadang membelit dan bergetah.
Panjang batang sampai lima meter, tangkai daun 4-20 cm, helai daun lebar, mulai
bentuk telur sampai membulat dengan pangkal yang berbentuk jantung atau
terpancung rata, bersudut sampai berlekuk. Karangan bunga diketiak daun, bentuk
payung. Daun pelindung kecil dan rontok. Daun kelopak memanjang bulat telur
dan runcing. Mahkota terluar paling kecil berbentuk lonjong sampai bentuk
terompet. Warna bunga ungu muda, panjang 3-4 cm. Benang sari tertanam tidak
sama panjangnya. Tangkai putik bentuk benang, kepala putik bentuk bola
rangkap. Buah kotak bentuk telur. Ditanam pada ketinggian 2-2.000 m di atas
permukaan laut. Kadang-kadang menjadi liar. Pada tumbuhan ubi jalar (Ipomoea
batatas L) cadangan makanan disimpan terutama didalam umbi.
2.1.4 Kandungan kimia tumbuhan
Daun ubi jalar biasa digunakan sebagai sayuran. Tumbuhan ubi jalar juga
merupakan sumber vitamin dan mineral, vitamin yang terkandung dalam
tumbuhan ubi jalar antara lain vitamin A, vitamin C, thiamin (vitamin B1), dan
riboflavin. Sedangkan mineral diantaranya adalah zat besi (Fe), fosfor (P), dan
kalsium (Ca). Kandungan lainnya adalah protein, lemak, serat kasar dan abu
(Kumalaningsih, 2006).
2.1.5 Khasiat dan kegunaan tumbuhan
Daun ubi jalar digunakan sebagai obat diabetes melitus, obat luka akibat
terluka benda tajam, untuk obat rambut rontok dan kebotakan, obat kanker,
antioksidan dan sebagai obat mata (Islam.I). Daun ubi jalar digunakan sebagai
obat diabetes yaitu dengan cara merebus 100 gram daun dengan 1 liter air sampai
Universitas Sumatera Utara
airnya tinggal 500 ml, kemudian air rebusan diminum . Selain dari itu daun ubi
jalar bisa digunakan untuk sayur sedangkan umbinya bisa digunakan untuk
berbagai macam makanan (Setiawan, 2009).
2.2 Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain berupa bahan
yang telah dikeringkan. Simplisia dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu
simplisia nabati, hewani, dan mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang
berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Simplisia hewani
berupa zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat-zat
kimia murni. Simplisia mineral merupakan simplisia yang berasal dari bumi, baik
telah diolah atau belum, tidak berupa zat kimia murni.
2.3 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh dengan
mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut
diuapkan dan masa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang telah ditetapkan (Ditjen POM, 1995).
2.3.1 Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penarikan komponen atau zat aktif suatu simplisia
dengan menggunakan pelarut tertentu. Pemilihan metode ekstraksi dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu sifat jaringan tumbuhan, sifat kandungan zat aktif serta
kelarutan dalam pelarut yang digunakan. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan
senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non polar dalam pelarut non
Universitas Sumatera Utara
polar. Ekstraksi bertingkat secara umum dilakukan secara berturut-turut mulai
dengan pelarut non polar (n-heksana), lalu pelarut kepolarannya menengah (diklor
metan atau etilasetat) kemudian pelarut bersifat polar (metanol atau etanol)
(Harborne, 1987). Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibagi menjadi
2 yaitu cara dingin dan cara panas.
2.3.1.1 Cara Dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan cara perendaman
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur ruangan. Maserasi sering digunakan dalam penelitian karena cara ini
tidak merusak zat kandungan simplisia. Proses ini sangat menguntungkan karena
dengan perendaman sampel tanaman akan mengakibatkan pemecahan dinding sel
dan membran sel akibat perbedaaan tekanan antara di dalam sel dan di luar sel
sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam
pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama
perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut dalam proses maserasi akan
memberikan efektifitas yang tinggi dalam memperhatikan kelarutan senyawa
bahan alam dalam pelarut tersebut. Secara umum, pelarut etanol merupakan
pelarut yang paling banyak digunakan dalam proses isolasi senyawa organik
bahan alam karena dapat melarutkan golongan metabolit sekunder seperti
alkaloid, tanin, flavonoid (Anonim, 1993). Lebih lanjut, untuk bahan serbuk dari
tumbuhan dapat juga diekstraksi dengan n-Heksana untuk memecahkan
kandungan lemaknya dan dengan pelarut etil asetat atau etanol untuk kandungan
Universitas Sumatera Utara
phenolnya. Namun pendekatan ini tidak cocok dengan senyawa-senyawa yang
sensitif terhadap panas.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna yang umunya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari
tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan atau penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat).
2.3.1.2 Cara Panas
a. Infundasi
Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus diatas penangas air mendidih, temperatur terukur 90o
a. Dekoktasi
C) selama 15
menit. Cara ini biasa digunakan untuk zat yang akan diekstraksi tahan pemanasan.
Jika tidak ada ketentuan lain infus biasanya disaring panas.
Dekoktasi adalah sama dengan infundasi pada waktu yang lebih lama (≥
30 menit).
b. Soxhletasi
Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
dilakukan dengan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi berkelanjutan dengan
jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik. Keuntungan cara ini
adalah pelarut yang digunakan lebih sedikit dan pelarut murni sehingga dapat
menarik senyawa dalam simplisia lebih banyak dalam waktu lebih singkat
Universitas Sumatera Utara
dibanding dengan maserasi atau perkolasi. Kerugian cara ini adalah tidak dapat
digunakan untuk senyawa-senyawa termo labil (Harborne, 1987).
c. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umunya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali.
d. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukkan kontinyu) pada
temperatur ruangan (kamar).
2.4 Pengaturan Kadar Glukosa Dalam Darah
Pengaturan kadar glukosa dalam darah dipengaruhi oleh organ-organ
tertentu yang paling penting adalah pankreas dan hati.
a. Pankreas
Pankreas adalah suatu organ lonjong kira-kira 15 cm, yang terletak
dibelakang lambung dan sebagian di belakang hati. Organ ini terdiri dari jaringan
eksokrin dan endokrin. Sel endokrin mensekresikan beberapa jenis hormon. Jenis
hormon yang paling banyak dijumpai adalah sel-α (mensekresikan hormon
glukagon), sel-ß (mensekresikkan hormon insulin), sel-D (memproduksi
somatostatin), dan sel yang bekerja memproduksi pankreas polipeptida (Tan dan
Raharja, 2002). Hormon yang berperan paling penting dalam pengaturan glukosa
darah adalah glukagon dan insulin. Fungsi utama insulin adalah menurunkan
Universitas Sumatera Utara
kadar glukosa darah, sedangkan glukagon bekerja meningkatkan glukosa darah
dengan cara mengubah glikogen menjadi glukosa (Faigin, 2001).
b. Hati
Hati merupakan organ utama yang menstabilkan keseimbangan glukosa
antara absorbsi dan penimbunannya sebagai glikogen (Tan dan Raharja, 2002).
Pada keadaan setelah makan, sebanyak dua pertiga glukosa yang diabsorbsi dari
usus segera disimpan di hati dalam bentuk glikogen. Jika glukosa tidak memasuki
tubuh selama beberapa jam, glikogen hati diubah atas perintah glukagon (yang
mengaktifkan enzim pengubah glikogen, phosporilase). Degradasi glikogen
menghasilkan glukosa, yang kemudian dilepaskan kedalam aliran darah sehingga
konsentrasi dalam darah meningkat. Sebagai reaksi dari kegiatan glukagon yang
menaikkan glukosa darah, insulin diproduksi untuk membawa glukosa yang baru
saja dilepaskan kedalam aliran darah menuju sel-sel tubuh. Hal ini mempercepat
turunnya glukosa darah, jika masukan karbohidrat ditiadakan, aksi hormon-
hormon ini secara perlahan menghilang karena glikogen hati habis (Faigin, 2001).
c. Insulin.
Insulin merupakan protein kecil yang mengandung dua rantai
polipeptida yang dihubungkan oleh ikatan disulfida. Disintesis sebagai protein
perkusor yang mengalami pemisahan proteolik untuk membentuk insulin dan
peptida C keduanya disekresi oleh sel β-pankreas. Sekresi insulin diatur tidak
hanya oleh kadar glukosa darah tetapi juga oleh hormon lain dan mediator
Universitas Sumatera Utara
autonomik sekresi insulin dipacu karena kadar glukosa dalam darah meningkat
dan di fosfolirasi dalam sel β-pankreas.
Gejala hipoglikemia merupakan reaksi samping yang paling serius dan
umum dari kelebihan dosis insulin. Diabetes jangka lama sering tidak
memproduksi sejumlah hormon yang menghalangi pengaturan insulin (glukagon,
epineprin, kortisol dan hormon pertumbuhan) yang secara normal memberikan
pertahanan efektif terhadap hipoglikemia reaksi samping lainnya berupa
klipoodistrofi dan reaksi alergi (Price dan Wilson, 2006).
2.5 Diabetes melitus
Diabetes melitus adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya
hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme khususnya karbohidrat di dalam
tubuh karena defisiensi insulin relatif maupun absolut. Kekurangan insulin relatif
terjadi jika produksi insulin tidak sesuai dengan kebutuhannya, kerja insulin pada
sel yang dituju diperlemah oleh antibodi insulin, jumlah reseptor insulin pada
organ yang dituju berkurang atau ada cacat reseptor insulin sedangkan
kekurangan insulin absolut terjadi jika pankreas tidak mampu untuk
mensekresikan insulin. Gejala diabetes melitus berupa poliuria (sering buang air
kecil), polidipsia (banyak minum), berat badan menurun walaupun polifagia
(banyak makan) dan rasa lemas (Mutschler, 1999).
2.5.1 Klasifikasi DM
Klasifikasi diabetes melitus dan kategori lain intoleransi glukosa
berdasarkan National Diabetes Data Group of the National Institutes of Health
adalah:
a. Diabetes melitus (DM)
Universitas Sumatera Utara
i. Diabetes melitus tipe I tergantung insulin (DMTI)
Penderita tipe ini umumnya timbul pada masa kanak-kanak. Pada diabetes
melitus tipe I terdapat destruksi dari sel-sel-ß pankreas, sehingga tidak
memproduksi insulin lagi dengan akibat sel-sel tidak bisa menyerap glukosa
dan glukosa akan tetap berada di dalam pembuluh darah yang artinya kadar
glukosa darah akan meningkat.
ii. Diabetes melitus tipe II tidak tergantung insulin (DMTII)
Diabetes tipe II lebih sering dijumpai dibandingkan dengan diabetes melitus
tipe I dan biasanya penderita berusia di atas 40 tahun dan disertai kegemukan.
Pada diabetes melitus tipe II jumlah insulin yang diproduksi normal tetapi
jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel sedikit sehingga sel
akan kekurangan glukosa dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat
menyebabkan terjadinya hiperglikemia.
iii. Diabetes melitus tipe lain yang berkaitan dengan sindroma tertentu seperti
penyakit pankreas, penyakit hormonal, obat/bahan kimia dan kelainan
reseptor.
b. Gangguan toleransi glukosa
i. Gangguan toleransi glukosa pada orang yang tidak gemuk
ii. Gangguan toleransi glukosa pada orang yang gemuk
iii. Gangguan toleransi glukosa yang berkaitan dengan sindroma tertentu.
c. Diabetes Melitus pada kehamilan
Diabetes Melitus Gestasional (DMG) adalah keadaan diabetes atau
intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan dan biasanya berlangsung
hanya sementara atau temporer. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui menderita
Universitas Sumatera Utara
DMG dan umumnya terdeteksi pada atau setelah trisemester kedua. Kebanyakan
kembali normal setelah melahirkan, tetapi 30% - 50% berkembang menjadi DM
type 2 atau intoleransi glukosa. Kontrol metabolisme yang ketat dapat mengurangi
resiko tersebut.
2.5.2 Penyebab diabetes
Diabetes melitus dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut
(Soegondo, 2002):
a. Kelainan fungsi sel-sel ß pankreas yang bersifat genetik (menurun)
Faktor genetik/keturunan biasanya memegang peranan penting pada
mayoritas penderita diabetes melitus.
b. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan dapat mengubah integritas dan fungsi sel ß-pankreas
pada individu yang rentan. Faktor-faktor tersebut antara lain:
i. Agen yang dapat menimbulkan infeksi virus seperti virus penyebab
penyakit gondongan dan coxackievirus B4
ii. Obesitas
. Virus ini kemungkinan
berperan sebagai pemicu terhadap destruksi pulau Langerhans
secara langsung atau secara autoimun.
Obesitas berkaitan dengan resistensi insulin menyebabkan
kemungkina besar gangguan toleransi glukosa dan diabetes melitus tipe II.
c. Faktor demografi
Faktor demografi yaitu jumlah penduduk meningkat, penduduk berumur di
atas 40 tahun meningkat dan adanya urbanisasi merupakan penyebab
diabetes melitus terutama tipe II.
Universitas Sumatera Utara
d. Gangguan sistem imunitas
Gangguan sistem imun mungkin merupakan dasar timbulnya diabetes pada
orang-orang tertentu. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas disertai
pembentukan sel-sel antibodi terhadap sel-sel ß pankreas dan akhirnya
akan menyebabkan kerusakan sel-sel pensekresi insulin.
2.5.3 Diagnosis diabetes
Kriteria yang biasa digunakan untuk menegakkan diagnosis diabetes
mellitus adalah dari gejala yang timbul dan glukosa plasma. Adapun gejala
diabetes ditandai dengan poliuria, polidipsia serta penurunan berat badan
walaupun terjadi polifagia (peningkatan nafsu makan). Gejala lainnya adalah
glikosuria, ketosis, asidosis dan koma. Untuk parameter glukosa plasma,
American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan parameter glukosa
puasa sebagai acuan utama untuk mendiagnosis diabetes melitus pada orang
dewasa. Namun selain itu bisa juga ditetapkan dari glukosa plasma sewaktu
maupan 2 jam setelah mengkonsumsi glukosa. Jika nilai glukosa plasma masih
belum dapat ditentukan dengan tegas, maka pengujian dapat diulangi pada hari
yang berbeda (Triplitt, dkk., 2005).
Tabel 2.1 Diagnosis diabetes melitus
Parameter Normal (mg/dl)
Gangguan (mg/dl)
Diabetes Melitus (mg/dl)
Glukosa plasma puasa < 100 100-125 ≥ 126
Glukosa plasma 2 jam setelah uji
tolerensi glikosa
< 140
140-199
≥ 200
2.5.4 Pengobatan Diabetes Melitus
Universitas Sumatera Utara
Pengobatan diabetes melitus pada dasarnya ada 3 hal yaitu diet, olah raga
dan obat-obatan. Dalam penanggulangan diabetes melitus, obat hanya merupakan
pelengkap dari diet. Obat hanya perlu diberikan bila pengaturan diet secara
maksimal tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa darah. Peranan diet dalam
pengobatan diabetes sangat besar, oleh karena itu bila dengan diet saja tidak
berhasil boleh diberikan insulin, sedang antidiabetik oral hanya diberikan pada
penderita bila benar-benar dibutuhkan (Ganiswara, 1995). Obat yang sering
digunakan dalam mengatasi penyakit diabetes melitus adalah insulin dan non
insulin.
a. Insulin (parentral)
Pemberian insulin dilakukan apabila pankreas dari pasien tidak dapat bekerja
memproduksi insulin secara maksimal. Insulin tidak dapat digunakan secara oral
karena dirusak oleh enzim-enzim protease di lambung, maka selalu diberikan
secara parentral.
Insulin parentral ada 4 tipe:
i. Rapid acting (reaksi cepat), contoh Aspart, onset 15-30 menit, puncak 1-2
jam, durasi 3-5 jam, durasi maksimum 5-6 jam. Lispro, onset 15-30 menit,
puncak1-2 jam, durasi 3-4 jam, durasi maksimum 4-6 jam.
ii. Short–acting (kerja singkat) contoh,Reguler, onset 0,5-1,0 jam, puncak 2-3
jam, durasi 3-6 jam, durasi maksimum 6-8 jam.
iii. Intermediate–acting (kerja sedang) contoh, Lente, onset 3-4 jam, puncak 6-
12 jam, durasi 12-18 jam, maksimum20 jam.6-10 jam, puncak 10-16
iv. Long-acting (kerja panjang) contoh, Ultralente, onset 6-10 jam, puncak 10-
16 jam, durasi 18-20 jam, durasi maksimum 24 jam (DiPiro, 2006).
Universitas Sumatera Utara
b. Obat antidiabetik oral
Obat antidiabetik oral digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu
i. Golongan sulfonilurea
Golongan ini bekerja dengan merangsang produksi insulin pada sel ß
pankreas untuk mempertinggi sekresi insulinnya. Oleh karena itu, obat
golongan sulfonilurea ini hanya efektif pada penderita diabetes melitus tipe II
yang sel-sel-ß pulau Langerhansnya masih dapat berfungsi karena merangsang
sekresi insulin di pankreas. Obat-obat yang termasuk golongan sulfonylurea
seperti klorpropamida, tolbutamid, glibenklamid, asetoheksamida dan lain-lain
(Katzung, 1998).
ii. Golongan biguanida
Golongan biguanida berbeda dengan sulfonilurea karena tidak
merangsang sekresi insulin. Golongan biguanida bagi penderita obesitas
refrakter dimana hiperglikemianya disebabkan karena kerja insulin yang tidak
efektif, sebagai terapi kombinasi dengan golongan sulfonilurea bila dengan
sulfonilurea gagal diobati dan sebagai terapi kombinasi dengan insulin
(Katzung, 1998). Golongan biguanida mempunyai mekanisme kerja sebagai
berikut : mengurangi glukoneogenesis di hati, memperlambat absorbsi glukosa
dari saluran pencernaan dan peningkatan penyerapan glukosa di jaringan
perifer.
iii. Penghambat α-glukosidase
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α-
glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan
Universitas Sumatera Utara
glukosa dan menurunkan hiperglikemia. Obat ini tidak menyebabkan
hipoglikemia. Absorbsinya sangat sedikit dan efek samping utama adalah
perut kembung, diare dan kram abdominal. Contoh obat yang termasuk dalam
golongan ini adalah akarbose, pemakaiannya per oral sebagai obat aktif pada
pengobatan penderita DMTI dan sebagai tambahan memungkinkan dengan
insulin pada DMTI. Akarbose menghambat a glukosidase pada vili- vili usus
sehingga menurunkan absorbsi glukosa. Tidak seperti obat oral hipoglikemik
lainnya, akarbosa tidak merangsang pelepasan insulin dari pankreas (Mycek,
2001).
iv. Golongan thiazolidinediones
Thiazolidinediones adalah golongan obat baru yang mempunyai efek
farmakologis meningkatkan sensitivitas insulin. Dapat diberikan secara oral.
Obat ini bekerja dengan jalan mengurangi produksi glukosa di hati. Golongan
obat ini baru mulai dicoba dan belum beredar di pasaran. Obat yang termasuk
ke dalam golongan ini adalah pioglitazone dan rosiglitazone.
v. Golongan miglitinida
Kelompok obat terbaru ini bekerja menurut suatu mekanisme khusus
yaitu mencetuskan pelepasan insulin dari pankreas segera sesudah makan.
Miglitinida harus diminum sebelum makan dan karena resorpsinya cepat,
maka mencapai kadar darah puncak dalam 1 jam. Insulin yang dilepaskan
menurunkan glukosa darah secukupnya. Obat yang termasuk golongan
miglitinida adalah repaglinida (Tan dan Raharja, 2002).
2.6 Penilaian Pengontrolan Glukosa
2.6.1 Metode Pengontrolan Glokusa
Universitas Sumatera Utara
Metoda yang digunakan untuk pengontrolan glukosa pada semua tipe
diabetes adalah pengukuran glikat hemoglobin. Hemoglobin pada keadaan normal
tidak mengandung glukosa ketika pertama kali keluar dari sumsum tulang. Selama
120 hari masa hidup hemoglobin didalam eritrosit normalnya hemoglobin sudah
mengandung glukosa. Bila kadar glukosa meningkat di atas normal, maka jumlah
glikat hemoglobin juga akan meningkat karena pergantian hemoglobin yang
lambat, nilai hemoglobin yang tinggi menunjukkan bahwa kadar glukosa darah
tinggi selama 4 hari hingga 8 minggu.
2.6.2 Kadar glukosa
Kadar glukosa serum puasa normal adalah 70 sampai 110 mg/dl.
Hiperglikemi didefenisikan sebagai kadar glukosa puasa yang lebih tinggi dari
110 mg/dl, sedangkan hipoglikemi bila kadarnya lebih rendah dari 70 mg/dl.
Glukosa difiltrasi oleh glomerulus ginjal dan hampir semuanya diabsorbsi oleh
tubulus ginjal selama kadar glukosa dalam plasma tidak melebihi kadar ini. Jika
glukosa keluar bersama urin, maka keluarnya glukosa dalam urin merupakan
pertanda DM (Price dan Wilson, 2006).
2.7 Streptozotocin
Streptozotocin dengan nama IUPAC 2-deoxy-2[(methylnitrosoamino)-
carbony-L-amino)-D-glukopyranose] Memiliki rumus molekul C8H15N3O7
Streptozotocin adalah senyawa yang dihasilkan dari Streptomyces
acromogenes yang merupakan suatu senyawa nitroso urea analog glukosa.
Streptozotocin mudah larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dan keton.
Dalam penelitian digunakan sebagai penginduksi diabetes pada hewan coba. Obat
dengan berat molekul 265,22.
Universitas Sumatera Utara
ini mempunyai spesifitas yang tinggi terhadap sel-β. Penyuntikan secara
intraperitonial dosis 55 mg/kg bb, dosis tunggal akan menyebabkan hiperglikemia
secara cepat (Mc Neill, 1999). Streptozotocin mempunyai aktivitas anti-
neoplasma dan antibiotik spektrum luas. Streptozotosin dapat secara langsung
merusak masa kritis sel-β-Langerhans atau menimbulkan proses autoimun
terhadap sel-β. Streptozotocin menginduksi diabetes pada berbagai spesies hewan
sehingga menyerupai adanya hiperglikemik pada manusia. Efek ini secara
ekstensif sudah kelihatan dengan adanya penurunan sel beta nicotinamide adenine
dinucleotide (NAD+) dan menghasilkan perubahan histopatologi sel beta
pankreas. Streptozotocin secara efektif dapat menginduksi diabetes pada kelinci
yang ditandai dengan polidipsia, poliuria, polipagia dan hiperglikemia
STZ menembus sel-β-Langerhans melalui tansporter glukosa GLUT 2.
Aksi STZ intraseluler menghasilkan perubahan DNA sel-β pankreas. Alkilasi
DNA oleh STZ melalui gugus nitrosourea mengakibatkan kerusakan pada sel-β
pankreas. STZ merupakan donor NO (nitric oxide) yang mempunyai kontribusi
terhadap kerusakan sel tersebut melalui peningkatan aktivitas guanil siklase dan
pembentukan cGMP. NO dihasilkan sewaktu STZ mengalami metabolisme dalam
sel. Selain itu, STZ juga mampu membangkitkan oksigen reaktif yang mempunyai
peran tinggi dalam kerusakan sel-β-pankreas. Pembentukan anion superoksida
karena aksi STZ dalam mitokondria dan peningkatan aktivitas xantin oksidase.
Dalam hal ini, STZ menghambat siklus Krebs dan menurunkan konsumsi oksigen
mitokondria. Produksi ATP mitokondria yang terbatas selanjutnya mengakibatkan
pengurangan secara drastis nukleotida sel-β pancreas. Streptozocin adalah
senyawa penghasil radikal Nitric Oxide dan radikal Hydroxil dalam jumlah besar.
Universitas Sumatera Utara
Streptozotocin menghasilkan efek sitotoksiknya melalui pemutusan
spontan menjadi gugus pengalkilasi dan pengkarbonilasi. Obat ini khususnya
bermanfaat pada pengobatan tumor sel beta pankreas fungsional yang ganas. Obat
ini mempengaruhi sel-sel pada semua tahap dalam siklus sel mamalia. Absorpsi
dan sekresi streptozotocin diberikan secara parenteral setelah pemberian infus
intravena 200-1600 mg/m2, konsentrasi puncak dalam plasma adalah 30-40
μg/ml. waktu paruh obat tersebut mendekati 15 menit. Hanya 10-20% dosis yang
ditemukan kembali dalam urin (Goodman dan Gilman, 1998).
2.8 Metformin
Rumus Metformin Hidroklorida (C4H11N5
Mudah larut dalam air, praktis tidak larut dalam eter dan dalam
kloroforom, sukar larut dalam etanol.
.HCl) dengan BM 165,6
(Gambar 2.1). Pemerian Serbuk hablur putih, tidak berbau atau hampir tidak
berbau, higroskopik.
Gambar 2.1 Rumus bangun Metformin.
Metformin adalah obat hipoglikemik oral yang termasuk kedalam
golongan biguanida. Penggunaan utama metformin untuk pengobatan pada DM
tipe 2, terutama pada orang yang mengalami obesitas (Katzung, 2007).
Kerjanya dalam menurunkan glukosa darah tidak menyebabkan ransangan
sekresi insulin. Mekanisme kerjanya meliputi stimulasi glikolisis dan tidak
Universitas Sumatera Utara
langsung pada jaringan perifer dengan peningkatan pengeluaran glukosa dari
darah, mengurangi glukoneogenesis hati, memperlambat absorbsi glukosa dari
saluran pencernaan, pengurangan kadar glukagon plasma dan meningkatkan
pengikatan insulin pada reseptor insulin (Katzung, 2007).
Metformin mempunyai waktu paruh 1,5–3 jam, tak terikat protein plasma,
tidak dimetabolisme dan diekskresi oleh ginjal sebagai senyawa aktif. Kerjanya
pada glukoneogenesis di hati dan diduga mengganggu ambilan asam laktat oleh
hati (Ediningsih, 2006).
Metformin diabsorbsi dengan lambat dan tidak mengalami metabolisme
dan dibersihkan dari tubuh dengan sekresi tubular dan diekskresikan lewat urin
dalam bentuk yang tidak berubah. Metformin dikontra indikasikan untuk orang-
orang dengan kondisi yang dapat meningkatkan resiko asidosis laktat (metabolik),
termasuk kelainan ginjal (kadar kreatinin lebih dari 150 µmol/l), kelainan paru-
paru dan hepar. Kegagalan jantung kongestif juga meningkatkan resiko asidosis
laktat dengan metformin.
Efek samping yang paling sering pada metformin yaitu kelainan pada
gastrointestinal, termasuk diare, mual, muntah dan peningkatan flatus. Pontensial
yang paling serius dari efek samping penggunaan metformin adalah asidosis
laktat, meskipun begitu ini sangat jarang dan kebanyakan kasus berkaitan dengan
kondisi komorbid.
Universitas Sumatera Utara
top related