bab ii tinjauan pustaka dan dasar teori 2.1 ...eprints.undip.ac.id/82352/3/3_bab_ii.pdfseperti suhu,...
Post on 15-Mar-2021
5 Views
Preview:
TRANSCRIPT
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Indonesia merupakan negara dengan iklim tropis yang menyebabkan
terjadinya dua musim, penghujan dan kemarau. Demam Berdarah merupakan
penyakit yang biasanya menyerang pada musim penghujan. Namun tidak menutup
kemungkinan Demam Berdarah juga menyerang pada musim kemarau. Wabah
Demam Berdarah butuh dilakukan penanggulangan secara tepat, salah satunya
yaitu dengan melakukan upaya pencegahan dan persiapan sebelum wabah Demam
Berdarah menyerang dengan menggunakan peramalan angka kejadian penyakit
(Dinas Kesehatan Kabupaten Demak, 2019).
Beberapa penelitian angka kejadian penyakit sudah pernah dilakukan
sebelumnya. Sebagai contoh prediksi jumlah penderita penyakit Demam Berdarah
di daerah Malang, Indonesia, menggunakan metode regresi linear Ordinary Least
Square. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan data kepada Dinas Kesehatan
kota Malang untuk dapat melakukan upaya pencegahan dan persiapan dalam
menangani wabah Demam Berdarah di masa mendatang. Penelitian tersebut
menggunakan variabel dependen angka kejadian untuk menguji variabel
independen temperatur, curah hujan dan kelembapan udara yang paling
berpengaruh terhadap angka kejadian penyakit Demam Berdarah. Data yang
digunakan yaitu angka kejadian Demam Berdarah tahun 2009 sampai 2014 pada 39
kecamatan di seluruh kota Malang. Data meteorologi diperoleh dari Malang
Regency Weather Observation Station (Anggraeni dkk, 2017).
Peramalan angka kejadian penyakit Demam Berdarah yang pernah diteliti
lainnya yaitu menggunakan algoritma genetika (GA) untuk optimasi parameter alfa,
beta dan gamma pada algoritma Triple Exponential Smoothing untuk memprediksi
angka kejadian penyakit Demam Berdarah pada dua Kecamatan Kabupaten Sragen
mulai dari tahun 2016. Penelitian tersebut menggunakan variabel angka kejadian
penyakit sebagai parameter tunggal peramalan. Data yang digunakan yaitu data
penderita Demam Berdarah pada tahun 2013 sampai 2015. Rekombinasi GA
5
digunakan karena GA merupakan algoritma yang fleksibel sehingga dianggap
mampu memecahkan masalah non-linear. GA juga dinilai cocok untuk
mengoptimasi ruang lungkup dengan skala besar. Sementara algoritma Triple
Exponential Smoothing digunakan karena terdapat pola trend dan musiman pada
data angka kejadian penyakit Demam Berdarah selama 2013 hingga 2015. Akan
tetapi pada penelitian ini hanya menggunakan parameter angka kejadian penyakit
sebagai variabel peramalan angka kejadian Demam Berdarah saja (Kristianto dan
Utami, 2017).
Penelitian angka kejadian penyakit Demam Berdarah juga pernah diteliti
menggunakan metode K-Means. Penelitian tersebut bertujuan untuk memprediksi
angka kejadian Demam Berdarah yang terjadi di Ho Chi Minh, Vietnam, mulai dari
bulan Oktober 2010 hingga Januari 2013 berdasarkan klasifikasi umur
menggunakan metode K-Means. Penelitian ini dibagi menjadi empat tahap, yaitu
preprocessing, pemilihan atribut, clustering hingga hasil akhirnya untuk
memprediksi angka kejadian demam berdarah (Manivannan dan Isakki, 2017).
Pada tahap preprocessing, Metode DWIN digunakan untuk mengisi dataset yang
kosong dengan mengganti nilai atribut numerik dengan nilai rata-rata. Algoritma
K-Means clustering digunakan untuk mempartisi data Demam Berdarah menjadi
K-cluster. Data kemudian dikelompokkan dengan meminimalkan jumlah kuadrat
jarak antara data dan cluster centroid terkait.
Model peramalan dengan menggunakan fuzzy juga dapat digunakan pada
peramalan Demam Berdarah, di antaranya menggunakan Fuzzy Inference Systems
atau FIS untuk peramalan angka kejadian Demam Berdarah di Kabupaten Malang.
Data angka kejadian Demam Berdarah Metode FIS digunakan karena cenderung
memiliki nilai error yang lebih kecil dan akurasi peramalan yang tinggi
dibandingkan dengan metode konvensional. Metode FIS juga tidak tidak
membutuhkan data dalam jumlah banyak, sehingga proses peramalan cenderung
cepat. Peramalan dilakukan dengan memproses data jumlah angka kejadian Demam
Berdarah per bulan yang terjadi pada tiga kecamatan kemudian dikelompokkan
berdasarkan letak geografis dengan melibatkan variabel kepadatan penduduk.
Skema peramalan dibagi menjadi data train dan data test dengan perbandingan
6
70:30. Skema I merupakan model dengan variabel jumlah angka kejadian Demam
Berdarah dengan fungsi keanggotaan dengan batas simetris, skema II model dengan
variabel jumlah kasus angka kejadian Demam Berdarah dengan fungsi keanggotaan
dengan batasan menurut persebaran data. Skema III model variabel kepadatan
penduduk dengan fungsi keanggotaan kurva linear. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel kepadatan penduduk tidak berpengaruh signifikan terhadap hasil
peramalan jumlah angka kejadian Demam Berdarah, melainkan jumlah himpunan
dan batas himpunan fuzzy yang sangat berpengaruh terhadap hasil peramalan.
MAPE pada tiap kelompok kecamatan Dataran Rendah sebanyak 6%, Dataran
Sedang 12%, dan Dataran Tinggi 14% (Pramana dan Anggraeni, 2015).
Metode MFTS pertama kali dikembangkan dan digunakan untuk meramalkan
data angka kejadian kecelakaan mobil di negara Belgia oleh Jilani dkk. Penelitian
ini mendefinisikan angka kematian kecelakaan sebagai faktor utama dan jumlah
kematian setelah luka parah, jumlah kematian setelah 30 hari, jumlah korban luka
parah dan jumlah korban luka ringan sebagai faktor pendukung. Penelitian ini
bertujuan untuk memberikan data prediksi angka kejadian kecelakaan mobil
sebagai penjaminan emisi pemegang polis asuransi. Metode MFTS merupakan
pengembangan dari metode FTS dengan menambahkan lebih dari satu variabel
kedalam peramalan untuk meningkatkan akurasi peramalan, karena suatu kejadian
diyakini terjadi karena memiliki lebih dari satu faktor penyebab. Model MFTS yang
diusung memiliki m-faktor orde tinggi. Semakin tinggi jumlah ordenya, semakin
tinggi akurasi hasil peramalan yang dihasilkan. MFTS diklaim memiliki akurasi
peramalan yang lebih baik dari model FTS lainnya (Jilani dan Bruney, 2008).
Model MFTS pernah digunakan untuk peramalan angka duga muka air waduk
dengan menggunakan variabel DMA atau Duga Muka Air waduk sebagai variabel
utama dan variabel Inflow dan Outflow sebagai variabel pendukung. Penelitian ini
meneliti pengaruh banyaknya Orde dengan akurasi peramalan. Hasil yang diperoleh
yaitu bahwa faktor pendukung dan banyaknya orde dapat membantu meningkatkan
akurasi hasil peramalan, karena faktor pendukung dan banyaknya orde digunakan
untuk pembentukan FLR dan FLRG, dimana keberadaan faktor pendukung dan
banyaknya orde dapat memberikan lebih banyak variasi FLRG, yang dapat
7
mengurangi duplikasi relasi antar fuzzy set, dan meningkatkan keakuratan hasil
prediksi. Dengan makin tinggi atau makin banyaknya Orde, makin akurat hasil
MFTS yang dihasilkan (Kartini dkk, 2019).
MFTS pernah digunakan untuk peramalan angka jumlah wisatawan Australia
yang datang ke Bali, dengan mempertimbangkan variabel angka jumlah wisatawan
dari Juli 2009 – Juni 2014. Tujuan penelitian yaitu membandingkan akurasi
peramalan metode FTS dengan MFTS dalam memodelkan jumlah wisatawan
Australia yang berkunjung ke Bali dan mengetahui prediksi jumlah wisatawan
Australia yang berkunjung ke Bali pada satu bulan berikutnya (Sukarsa dkk, 2015).
2.2 Situasi Penyakit Demam Berdarah
Penyakit Demam Berdarah atau Demam Berdarah merupakan penyakit yang
mirip dengan influenza dan disebarkan oleh nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes
Albopictus dengan gejala demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas selama
2-7 hari, manifestasi perdarahan termasuk uji Tourniquet positif, trombositopeni
(jumlah trombosit ≤ 100.000/μl), hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit ≥
20%), disertai dengan atau tanpa perbesaran hati. Pada anak-anak yang sebelumnya
belum pernah terinfeksi virus dengue, gejala Demam Berdarah yang ditimbulkan
cenderung lebih parah dibanding orang yang lebih dewasa. Beberapa komplikasi
parah seperti ruam merah pada kulit, kebocoran plasma, kesulitan bernafas hingga
muntah darah dapat terjadi hingga berpotensi menyebabkan kematian (Jing dan
Wang, 2019).
Model peramalan Demam Berdarah umumnya di sajikan menjadi data per
bulan karena fenomena keterlambatan yang menjadi salah satu faktor pendukung
angka kejadian Demam Berdarah mempunyai keterkaitan erat dengan faktor iklim,
seperti suhu, kelembapan udara, curah hujan dan bahkan kecepatan angin (Xiang
dkk, 2017). Hal tersebut mengakibatkan terjadinya efek keterlambatan penyebaran
penyakit Demam Berdarah. Fenomena keterlambatan penyebaran penyakit Demam
Berdarah dapat di manfaatkan sebagai celah untuk melakukan prediksi angka
kejadian Demam Berdarah berdasarkan data di bulan sebelumnya dan memberikan
kesempatan untuk mengambil tindakan pencegahan (Lowe dkk, 2018).
8
Banyak penelitian yang sudah dilakukan mengenai penyakit Demam
Berdarah. Hal ini bertujuan untuk melakukan pencegahan dan tindakan
pengendalian penyebaran penyakit Demam Berdarah. Beberapa penelitian yang
sudah dilakukan salah satunya menggabungkan pengetahuan komputer dan ilmu
epidemiologi dalam mengembangkan metode memprediksi potensi penyakit
Demam Berdarah pada sebuah daerah. Beberapa faktor yang dicurigai berpengaruh
dalam penyebaran penyakit Demam Berdarah sering digunakan sebagai variabel
yang digunakan dalam peramalan penyakit Demam Berdarah, dengan selanjutnya
disebut faktor dengue.
Faktor dengue merupakan faktor yang berdampak pada penyebaran infeksi
dengue baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti angka kejadian
Demam Berdarah mempunyai keterkaitan erat dengan faktor iklim, seperti suhu,
kelembapan udara, curah hujan, suhu, kelembaban relatif, dan kepadatan populasi
(Siriyasatien dkk, 2018).
2.3 Fungsi Keanggotaan Fuzzy
Fungsi keanggotaan (membership function) merupakan kurva yang
menunjukkan pemetaan titik input data (sumbu x) kepada nilai keanggotaan atau
derajat keanggotaan yang mempunyai nilai interval mulai 0 sampai 1 (Harliana dan
Rahim, 2017). Fungsi keanggotaan Fuzzy menunjukkan pemetaan titik-titik input
data ke dalam nilai keanggotaannya. Ada beberapa fungsi yang dapat digunakan
melalui pendekatan fungsi untuk mendapatkan nilai keanggotaan. Beberapa fungsi
keanggotaan fuzzy di antaranya :
1. Fungsi keanggotaan trapesium
Representasi kurva trapesium dasarnya seperti bentuk segitiga, hanya saja ada
beberapa titik yang memiliki nilai keanggotaan 1. Kurva keanggotaan fuzzy
trapesium dapat di representasikan pada gambar 2.1 :
9
Gambar 2.1 Fungsi Trapesium
Fungsi keanggotaan kurva trapesium memiliki persamaan 2.1:
𝜇[𝑥] = 𝑚𝑎𝑥 (𝑚𝑖𝑛 (𝑥−𝑎
𝑏−𝑎, 1,
𝑑−𝑥
𝑑−𝑐) , 0)
Keterangan :
𝑎 ∶ nilai domain terkecil dengan derajat keanggotaan 0
𝑏 ∶ nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan 1
𝑐 ∶ nilai domain terbesar dengan derajat keanggotaan 1
𝑑 ∶ nilai domain terbesar dengan derajat keanggotaan 0
𝑥 ∶ nilai input yang akan dirubah kedalam fuzzy
2. Fungsi keanggotaan tringular
Representasi kurva segitiga merupakan gabungan antara 2 garis (linear). Nilai-
nilai di sekitar b memiliki derajat keanggotaan menjauhi 1. Dalam fungsi
keanggotaan tringular ditentukan oleh 3 parameter {𝑎, 𝑏, 𝑐}. Kurva keanggotaan
fuzzy triangular dapat di representasikan pada gambar 2.2 :
Gambar 2.2 Fungsi Tringular
(2.1)
10
Fungsi keanggotaan kurva tringular ditunjukan dengan persamaan 2.2 :
𝑡(𝑥: 𝑎, 𝑏, 𝑐) = {
𝑜, 𝑥 ≤ 𝑎 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 ≥ 𝑐𝑥−𝑎
𝑏−𝑎, 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏
𝑐−𝑥
𝑐−𝑏, 𝑏 ≤ 𝑥 ≤ 𝑐
Keterangan :
𝑎 ∶ nilai domain terkecil dengan derajat keanggotaan 0
𝑏 ∶ nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan 1
𝑐 ∶ nilai domain terbesar dengan derajat keanggotaan 1
𝑥 ∶ nilai input yang akan dirubah kedalam fuzzy
3. Fungsi keanggotaan Generalized Bell (Gbell)
Fungsi keanggotaan Generalized Bell (Gbell) biasanya diterapkan pada sistem
neuro-fuzzy dan jaringan saraf tiruan. Fungsi Bentuk dari fungsi keanggotaan
Generalized bell ditentukan oleh tiga parameter {a,b,c} seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.3:
Gambar 2.3 Fungsi Generalized bell
Fungsi keanggotaan Generalized bell ditunjukkan dengan persamaan 2.3:
Keterangan :
𝑏 ∶ nilai bias yang biasanya bernilai positif
𝑐 ∶ nilai mean kurva
𝑎 ∶ standar deviasi yang terbentuk
(2.2)
(2.3)
11
4. Fungsi Keanggotaan Gaussian
Sama seperti fungsi keanggotaan Generalized bell, fungsi keanggotaan
Gaussian juga banyak diterapkan pada sistem pembelajaran untuk jaringan syaraf
tiruan. Bentuk dari fungsi keanggotaan gaussian ditentukan oleh dua parameter {c
dan σ } seperti yang ditunjukkan oleh gambar 2.5 :
Gambar 2.4 Fungsi Gaussian
Fungsi keanggotaan gaussian ditunjukkan persamaan 2.4 :
Keterangan :
σ ∶ lebar dari fungsi keanggotaan.
𝑐 ∶ domain derajat keanggotaan pusat dari fungsi keanggotaan gaussian.
2.4 Fuzzy Time Series
Konsep Fuzzy time series atau FTS merupakan perkembangan dari teori fuzzy
dan system fuzzy dari konsep milik Wang dan Mendel dengan mengembangkan
metode peramalan time series menggunakan Fuzzy Inference System (Hansun,
2013). Konsep FTS pertama kali digunakan untuk memprediksi jumlah pendaftar
mahasiswa baru di Universitas Alabama. Relasi fuzzy ditentukan menggunakan
metode Fuzzy Mamdani (Song dan Chissom, 1993). Konsep FTS dikembangkan
dengan menyederhanakan operasi aritmatika di dalam algoritma kemudian diuji
keakuratan metode yang diajukan dengan melakukan pengujian dengan data yang
(2.4)
12
sama, yaitu data jumlah pendaftar mahasiswa baru di Universitas Alabama yang
dipakai oleh Song dan Chissom (Chen,1996).
FTS memiliki kelebihan karena kemampuannya untuk melakukan prediksi
meskipun pada situasi kritis dengan sebagian besar model peramalan konvensional
diragukan untuk diterapkan atau menghasilkan nilai fit yang tidak akurat dan
mampu untuk melakukan prediksi data time series tanpa perlu memvalidasi asumsi
teoritis (Selim dan Elanany, 2013). Untuk melakukan peramalan dengan Fuzzy time
series, ada beberapa konsep yang harus diperhatikan, di antaranya mampu
mendefinisikan himpunan semesta, menerapkan interval berbasis rata-rata,
melakukan proses fuzzifikasi, menentukan fuzzy logic relationship, membagi fuzzy
logic relationship menjadi grup-grup fuzzy, kemudian dilakukan proses
defuzzifikasi. Salah satu kekurangan yang dimiliki oleh metode FTS yaitu
bagaimana memilih model yang tepat, bagaimana menentukan himpunan semesta,
menentukan panjang interval, identifikasi hubungan antara variabel fuzzy dan
defuzzifikasi, karena tahapan-tahapan ini sangat mempengaruhi akurasi peramalan
(Bose dan Mali, 2019).
2.5 Multivariate Fuzzy Time Series
Multivariate fuzzy time series atau MFTS merupakan pengembangan metode
dari Fuzzy time series dengan menambahkan beberapa variabel yang
mempengaruhi peramalan. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan akurasi
peramalan, karena dalam kehidupan sehari – hari, sebuah kejadian terjadi karena
banyak faktor. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dalam peramalan
diperlukan mempertimbangkan banyak faktor (Jilani dan Burney, 2008). Metode
MFTS memiliki beberapa model, di antaranya model Two-factor fuzzy time series
yang diusulkan oleh Chen dan Hwang, Model Heuristic fuzzy time series yang
diusulkan oleh Huarng dan model Markov fuzzy time series yang diusulkan oleh
Wu dan Hsu. Pada penelitian ini akan digunakan model MFTS model Jilani, Ardil
dan Burney untuk meramalkan angka kejadian Demam Berdarah. Model MFTS
Jilani, Ardil dan Burney dipilih karena kemampuan untuk mengolah data dengan
jumlah data yang terbatas dan biaya komputasi yang cukup rendah (Wang dkk,
13
2009), karena dalam membentuk nilai keanggotaan model MFTS yang diusulkan
menggunakan fungsi keanggotaan segitiga sehingga tidak terlalu membebani RAM
komputer.
Data yang diolah pada proses peramalan angka kejadian penyakit Demam
Berdarah menggunakan model MFTS dengan alur sebagai berikut (Lee dkk, 2006)
:
1. Mendefinisikan faktor utama dan faktor pendukung. Pada kasus ini, faktor
utama yaitu angka kejadian Demam Berdarah yang di notasikan dengan X di
daerah Demak sedangkan faktor pendukung curah hujan dan hari hujan
daerah Demak yang di notasikan dengan Y.
2. Setelah mendefinisikan faktor utama dan pendukung, langkah selanjutnya
adalah merubah nilai data menjadi presentase dengan persamaan 2.5.
𝑡𝑗 −𝑡𝑗−1
𝑡𝑗−1 𝑥 100%
3. Mendefinisikan himpunan semesta faktor utama 𝑈 = [𝐷𝑚𝑖𝑛 − 𝐷1, 𝐷𝑚𝑎𝑥 +
𝐷2], dengan 𝐷𝑚𝑖𝑛 merupakan nilai minimum pada data dan 𝐷𝑚𝑎𝑥 merupakan
batas atas nilai maksimum. 𝐷1 dan 𝐷2 merupakan bilangan real positif
random untuk membagi himpunan semesta kedalam 𝑛 interval 𝑢1, 𝑢2, … . 𝑢𝑛
yang sama panjang.
4. Untuk faktor pendukung, definisikan himpunan semesta faktor pendukung
𝑉𝑖, 𝑖 = 1,2, … ,𝑚 − 1 dengan 𝑉𝑖 = [(𝐸𝑖)𝑚𝑖𝑛 − 𝐸𝑖1, (𝐸𝑖)𝑚𝑎𝑥 − 𝐸𝑖2] , dengan
(𝐸𝑖)𝑚𝑖𝑛 = (𝐸1)𝑚𝑖𝑛, (𝐸2)𝑚𝑖𝑛, … (𝐸𝑚)𝑚𝑖𝑛 dan (𝐸𝑖)𝑚𝑎𝑥 =
(𝐸1)𝑚𝑎𝑥, (𝐸2)𝑚𝑎𝑥, … (𝐸𝑚)𝑚𝑎𝑥 merupakan nilai minimum dan nilai maksimum
pada masing-masing data faktor pendukung. 𝐸𝑖1dan 𝐸𝑖2 merupakan vektor dari
bilangan positif untuk membagi tiap bilangan semesta pada faktor pendukung
𝑉𝑖, 𝑖 = 1,2, … ,𝑚 − 1 kedalam interval yang sama rata, selanjutnya disebut
sebagai 𝑣1,𝑙 , 𝑣2,𝑙, … , 𝑣𝑚−1,𝑙, 𝑙 = 1,2, … , 𝑝, dengan 𝑣1,1, 𝑣1,2, … , 𝑣1,𝑝mewakili 𝑛
interval dengan panjang yang sama dari himpunan semesta 𝑣1untuk faktor
pendukung fuzzy time series pertama. Matriks interval faktor pendukung di
notasikan sebagai (𝑚 − 1) × 𝑙.
(2.5)
14
5. Setelah himpunan semesta faktor utama dan faktor pendukung didefinisikan,
langkah selanjutnya adalah mendefinisikan nilai linguistik 𝐴𝑖 yang
didefinisikan oleh fuzzy set dari faktor utama pada persamaan 2.6 :
𝐴1 = 1 𝑢1⁄ + 0,5𝑢2⁄ + 0
𝑢3⁄ + 0𝑢4⁄ + ⋯+ 0
𝑢𝑙 − 2⁄ + 0𝑢𝑙 − 1⁄ + 0
𝑢𝑙⁄
𝐴2 = 0,5 𝑢1⁄ + 1𝑢2⁄ + 0,5
𝑢3⁄ + 0𝑢4⁄ + ⋯+ 0
𝑢𝑙 − 2⁄ + 0𝑢𝑙 − 1⁄ + 0
𝑢𝑙⁄
𝐴3 = 0 𝑢1⁄ + 0,5𝑢2⁄ + 1
𝑢3⁄ + 0,5𝑢4⁄ + ⋯+ 0
𝑢𝑙 − 2⁄ + 0𝑢𝑙 − 1⁄ + 0
𝑢𝑙⁄
.
.
.
𝐴𝑛 = 0 𝑢1⁄ + 0𝑢2⁄ + 0
𝑢3⁄ + 0𝑢4⁄ + ⋯+ 0
𝑢𝑙 − 2⁄ + 0,5𝑢𝑙 − 1⁄ + 1
𝑢𝑙⁄
Begitu pula dengan nilai linguistik dari faktor pendukung dengan 𝐵𝑖,𝑗 , 𝑖 =
1,2, … ,𝑚 − 1, 𝑗 = 1,2, . . , 𝑛, didefinisikan dengan fuzzy set faktor pendukung
pada persamaan 2.7 :
𝐵𝑖,1 = 1 𝑣𝑖, 1⁄ + 0,5𝑣𝑖, 2⁄ + 0
𝑣𝑖, 3⁄ + 0𝑣𝑖, 4⁄ + ⋯+ 0
𝑣𝑖, 𝑙 − 2⁄ + 0 𝑣𝑖, 𝑙 − 1⁄ +
0𝑣𝑖, 𝑙⁄
𝐵𝑖,2 = 0,5 𝑣𝑖, 1⁄ + 1𝑣𝑖, 2⁄ + 0,5
𝑣𝑖, 3⁄ + 0𝑣𝑖, 4⁄ + ⋯+ 0
𝑣𝑖, 𝑙 − 2⁄ +
0 𝑣𝑖, 𝑙 − 1⁄ + 0𝑣𝑖, 𝑙⁄
𝐵𝑖,3 = 0 𝑣𝑖, 1⁄ + 0,5𝑣𝑖, 2⁄ + 1
𝑣𝑖, 3⁄ + 0,5𝑣𝑖, 4⁄ + ⋯+ 0
𝑣𝑖, 𝑙 − 2⁄ +
0 𝑣𝑖, 𝑙 − 1⁄ + 0𝑣𝑖, 𝑙⁄
𝐵𝑖,3 = 0 𝑣𝑖, 1⁄ + 0,5𝑣𝑖, 2⁄ + 1
𝑣𝑖, 3⁄ + 0,5𝑣𝑖, 4⁄ + ⋯+ 0
𝑣𝑖, 𝑙 − 2⁄ +
0 𝑣𝑖, 𝑙 − 1⁄ + 0𝑣𝑖, 𝑙⁄
.
.
.
𝐵𝑖,𝑛 = 0 𝑣𝑖, 1⁄ + 0𝑣𝑖, 2⁄ + 0
𝑣𝑖, 3⁄ + 0𝑣𝑖, 4⁄ + ⋯+ 0
𝑣𝑖, 𝑙 − 2⁄ +
0,5 𝑣𝑖, 𝑙 − 1⁄ + 1𝑣𝑖, 𝑙⁄
6. Selanjutnya adalah proses fuzzifikasi data time series untuk faktor utama dan
faktor pendukung. Proses fuzzifikasi faktor utama di awali dengan mencari
interval 𝑢𝑙, dengan 𝑙 = 1,2, … , 𝑝 dengan kondisi :
(2.6)
(2.7)
15
Kondisi 1. Jika nilai dari faktor utama terdapat dalam interval 𝑢1, maka nilai
dari faktor utama di fuzzifikasikan menjadi 1 𝐴1⁄ + 0,5𝐴2⁄ + 0
𝐴3⁄ , di notasikan
menjadi 𝑋1.
Kondisi 2. Jika nilai dari faktor utama terdapat dalam interval 𝑢𝑙 , 𝑙 =
2,3, … , 𝑝 − 1 maka nilai dari faktor utama di fuzzifikasikan menjadi
0,5𝐴𝑖−1⁄ + 1
𝐴𝑖⁄ + 0,5
𝐴𝑖+1⁄ , di notasikan menjadi 𝑋𝑖.
Kondisi 3. Jika nilai dari faktor utama terdapat dalam interval 𝑢𝑝, maka nilai
dari faktor utama di fuzzifikasikan menjadi 0 𝐴𝑛−2⁄ + 0,5
𝐴𝑛−1⁄ + 1
𝐴𝑛⁄ , di
notasikan menjadi 𝑋𝑛.
7. Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai fuzzifikasi data time series untuk
faktor pendukung ke 𝑖𝑡ℎ dengan cari interval 𝑉𝑖,1, yang mana terdapat nilai dari
faktor pendukung pda data time series, dengan beberapa kondisi :
Kondisi 1. Jika nilai dari faktor pendukung ke-𝑖𝑡ℎ, terdapat dalam 𝑣𝑖,1, maka
nilai dari faktor pendukung di fuzzifikasikan menjadi 1 𝐵𝑖,1⁄ + 0,5
𝐵𝑖,2⁄ + 0
𝐵𝑖,3⁄ ,
di notasikan menjadi Y𝑖,1 = [Y1,1, Y2,1, … , Y𝑚−1,1].
Kondisi 2. Jika nilai dari faktor pendukung ke-𝑖𝑡ℎ, terdapat dalam 𝑣𝑖,𝑙, 𝑙 =
2,3, … , 𝑝 − 1, maka nilai dari faktor pendukung𝑖𝑡ℎ di fuzzifikasikan menjadi
0,5𝐵𝑖,𝑗−1
⁄ + 1𝐵𝑖,𝑗⁄ + 0,5
𝐵𝑖,𝑗+1⁄ , 𝑗 = 𝑖 = 2,3,… , 𝑛 − 1, di notasikan menjadi 𝑌𝑖,𝑗,
dengan 𝑗 = 2,3, … , 𝑛 − 1.
Kondisi 3. Jika nilai dari faktor pendukung ke-𝑖𝑡ℎ, terdapat dalam 𝑣𝑖,𝑝, maka
nilai dari faktor pendukung di fuzzifikasikan menjadi 0 𝐵𝑖,𝑛−2⁄ + 0,5
𝐵𝑖,𝑛−1⁄ +
1𝐵𝑖,𝑛⁄ , di notasikan menjadi 𝑌𝑖,𝑛.
8. Bentuk FLR dari faktor ke-𝑚 orde ke- 𝑘 berdasarkan nilai fuzzifikasi faktor
utama dan faktor pendukung. Bentuk FLR faktor ke-𝑚 orde ke- 𝑘 dengan
persamaan 2.8
(𝑋𝑗−𝑘; 𝑌2,𝑗−𝑘,… , 𝑌𝑚−1,𝑗−𝑘), … , (𝑋𝑗−2; 𝑌2,𝑗−2,… , 𝑌𝑚−1,𝑗−2),
(𝑋𝑗−1; 𝑌1,𝑗−1,𝑌2,𝑗−1,… , 𝑌𝑚−1,𝑗−1),→ 𝑋𝑗
16
dengan 𝑗 > 𝑘. 𝑋𝑗−𝑘 menunjukkan langkah ke- 𝑘 ketergantungan dari nilai ke
– 𝑗 faktor utama 𝑋𝑗 , 𝑌𝑖, 𝑗 − 𝑘, i = 1,2, … ,𝑚 − 1, 𝑗 = 1,2, … , 𝑘. Langkah
selanjutnya bagi FLR kedalam FLRG berdasarkan current states dari FLR.
FLR dibagi kedalam FLRG dengan cara mengurutkan FLR dari nilai FLR yang
terkecil ke nilai FLR terbesar. Sedangkan faktor pendukung berperan seperti
komponen pendukung vector dimensi ke – 𝑚.
9. Hitung nilai peramalan berdasarkan aturan di bawah;
Aturan 1. Jika 𝑚 – faktor orde ke-𝑘 FLRG, dengan nilai FLRG yang muncul
hanya satu, ditunjukkan pada persamaan 2.9 berikut
(𝑋𝑗−𝑘; 𝑌2,𝑗−𝑘,… , 𝑌𝑚−1,𝑗−𝑘), … , (𝑋𝑗−2; 𝑌2,𝑗−2,… , 𝑌𝑚−1,𝑗−2),
(𝑋𝑗−1; 𝑌1,𝑗−1,𝑌2,𝑗−1,… , 𝑌𝑚−1,),→ 𝑋𝑗
Dimana 𝑋 merupakan nilai fuzzifikasi faktor utama dan 𝑌 merupakan nilai
fuzzifikasi faktor pendukung, peramalan hari ke- 𝑗 dihitung pada persamaan
2.10 sebagai berikut :
𝑡𝑗 =
{
(
𝑚1+0,5∗𝑚2
1+0,5)
(0,5∗𝑚𝑗−1+𝑚𝑗+0,5∗𝑚𝑗+1
0,5+1+0,5)
(0,5∗𝑚𝑛−1+𝑚𝑛
0,5+1)
𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑗=1
𝑗𝑖𝑘𝑎 2≤𝑗≤𝑛−1
𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑗=𝑛
dengan 𝑚𝑗−1, 𝑚𝑗 dan 𝑚𝑗+1 merupakan nilai titik tengah interval 𝑢𝑗−1, 𝑢𝑗 dan
𝑢𝑗+1. Nilai 𝑗 merupakan nilai fuzzy set yang banyaknya di notasikan dengan 𝑛.
Aturan 2. Jika 𝑚 – faktor orde ke-𝑘 sebelum hari ke-i, dengan nilai FLRG
yang muncul lebih dari satu, ditunjukkan pada persamaan 2.11 di bawah :
(𝑋𝑗−𝑘; 𝑌2,𝑗−𝑘,… , 𝑌𝑚−1,𝑗−𝑘), … , (𝑋𝑗−2; 𝑌2,𝑗−2,… , 𝑌𝑚−1,𝑗−2),
(𝑋𝑗−1; 𝑌1,𝑗−1,𝑌2,𝑗−1,… , 𝑌𝑚−1,𝑗−1),→ 𝑋𝑗1
(𝑋𝑗−𝑘; 𝑌2,𝑗−𝑘,… , 𝑌𝑚−1,𝑗−𝑘), … , (𝑋𝑗−2; 𝑌2,𝑗−2,… , 𝑌𝑚−1,𝑗−2),
(𝑋𝑗−1; 𝑌1,𝑗−1,𝑌2,𝑗−1,… , 𝑌𝑚−1,𝑗−1),→ 𝑋𝑗2
.
.
(2.9)
(2.8)
(2.10)
(2.11)
17
.
(𝑋𝑗−𝑘; 𝑌2,𝑗−𝑘,… , 𝑌𝑚−1,𝑗−𝑘), … , (𝑋𝑗−2; 𝑌2,𝑗−2,… , 𝑌𝑚−1,𝑗−2),
(𝑋𝑗−1; 𝑌1,𝑗−1,𝑌2,𝑗−1,… , 𝑌𝑚−1,𝑗−1),→ 𝑋𝑗𝑝
Hitung nilai prediksi menggunakan prinsip kedua yang ditunjukkan oleh
persamaan 2.12:
𝑛𝑗−1 ∗ 𝑡𝑗1 + 𝑛𝑗−2 ∗ 𝑡𝑗2 +⋯+ 𝑛𝑗𝑝 ∗ 𝑡𝑗𝑝
𝑛𝑗1 + 𝑛𝑗1 +⋯+ 𝑛𝑘𝑝
Dengan nilai 𝑡𝑗1, 𝑡𝑗2, …, dan 𝑡𝑗𝑝 mengacu pada hasil 𝑡𝑗pada prinsip satu.
Aturan 3. Jika 𝑚 – faktor orde ke-𝑘 dengan 𝑘 ≥ 2 sebelum hari ke-i dengan
nilai FLRG yang tidak diketahui seperti yang ditunjukkan pada persamaan
2.13:
(𝑋𝑗−𝑘; 𝑌2,𝑗−𝑘,… , 𝑌𝑚−1,𝑗−𝑘), … , (𝑋𝑗−2; 𝑌2,𝑗−2,… , 𝑌𝑚−1,𝑗−2),
(𝑋𝑗−1; 𝑌1,𝑗−1,𝑌2,𝑗−1,… , 𝑌𝑚−1,𝑗−1),→ #
Hitung hasil prediksi dengan persamaan 2.14 :
1 ∗ 𝑡𝑖𝑘 + 2 ∗ 𝑡𝑖(𝑘−1) +⋯+ 𝑘 ∗ 𝑡𝑖𝑙
1 + 2 +⋯+ 𝑘
Dengan nilai 𝑡𝑖𝑘, 𝑡𝑖(𝑘−1),…, 𝑡𝑖𝑙 mengacu pada perhitungan pada prinsip satu.
10. Setelah didapat nilai prediksi yang masih berupa presentase, langkah
selanjutnya adalah mengubah hasil prediksi presentase menjadi nilai data
aktual dengan persamaan 2.15
(Hasil Prediksi Presentase ∗ Data aktual) + Data aktual
2.6 Pengujian Akurasi
Sebuah model peramalan yang sudah dilakukan kemudian akan diujikan
keakurasiannya menggunakan beberapa indikator. Ada beberapa cara untuk
melakukan pengujian akurasi yang dihasilkan oleh peramalan. Beberapa di
antaranya menggunakan RMSE, AFER, MSE maupun MAPE. MAPE (Mean
Absolute Percentage Error) merupakan nilai rata - rata persentase absolut dari
kesalahan peramalan dengan menghitung nilai kesalahan absolut pada tiap periode
nilai kesalahan dibagi dengan n.
(2.12)
(2.13)
(2.14)
(2.15)
18
MAPE banyak digunakan untuk mengukur akurasi peramalan karena nilai
yang dihasilkan oleh MAPE berupa akurasi peramalan dalam bentuk persentase
sehingga lebih mudah untuk dibaca. Model MAPE yang digunakan di
representasikan dengan persamaan 2.17 sebagai berikut:
𝑀𝐴𝑃𝐸 = (∑|
𝑋𝑡−𝐹𝑡𝑋𝑡
×100|
𝑛)% (2.17)
Dengan : 𝑛 = nilai periode waktu
𝑋𝑡 = nilai sebenarnya pada periode ke-t
𝐹𝑡 = nilai peramalan pada periode ke-t
Untuk kriteria MAPE yang digunakan untuk menukur akurasi peramalan,
digunakan table kriteria menurut tabel 2.1 di bawah (Ding dkk, 2018).
Tabel 2.1 Tabel Kriteria MAPE
MAPE (%) Akurasi Peramalan
< 10 Sangat Akurat
10-20 Akurat
20-50 Cukup Akurat
>50 Tidak Akurat
top related