bab iii identifikasi data - abstrak.uns.ac.id · dam-daman permainan ini hampir mirip dengan catur...
Post on 20-Sep-2019
11 Views
Preview:
TRANSCRIPT
45
BAB III
IDENTIFIKASI DATA
A. Permainan Tradisional dalam Naskah Diah Rahmawati
Perancangan buku ilustrasi ini akan berkolaborasi dengan seorang penulis
dari Solo yang telah menerbitkan beberapa buku, selaku penulis konten dari buku
ini sendiri.
1. Profil Penulis Naskah
Gambar 1. Foto Diah Rahmawati (Sumber: https://www.facebook.com/dediah.cmut?fref=ts, diakses 27 Maret 2016)
Nama : Diah Rahmawati, S.Psi.
Tempat, tanggal lahir : Karanganyar, 5 Mei 1989
46
Alamat : Jalan Solo-Purwodadi Km 10,5, Dusun Cinet, Desa
Bulurejo, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten
Karanganyar
Pendidikan terakhir : Sarjana Psikologi Universitas Sebelas Maret Solo
Komunitas yang diikuti :
a. Forum Lingkar Pena (FLP) Soloraya
b. Pengurus Nibiru Readers Solo
c. Komunitas Anak Bawang Solo
d. Komunitas Tangan Grathil
e. CMOC (Cinet Motor Club)
f. KPBA (Komunitas Penulis Bacaan Anak)
Karya yang sudah diterbitkan :
a. Antologi Cerpen dan Puisi: Balada Doa Mustofa (Forum Lingkar Pena
Soloraya, 2010)
b. Permen Permen Kastil Lolli (Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2012)
47
Gambar 2. Buku ‘Permen-Permen Kastil Lolli’
(Sumber: https://diahcmut.wordpress.com/cmuts-diary/, diakses 27 Maret 2016)
2. Permainan Tradisional dalam Naskah Diah Rahmawati
Sumber naskah dalam buku ilustrasi ini merupakan tulisan dari Diah
Rahmawati selaku penulis yang bekerja sama dengan pihak Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri. Naskah ini akan diterbitkan oleh pihak Tiga Serangkai
sebagai buku parenting dengan judul ‘Aku Pintar dengan Bermain’ yang
akan ditebitkan pada bulan Mei 2016 nanti.
Dalam naskah yang ditulis oleh Diah Rahmawati ini berisi 18 permainan
tradisional terutama permainan tradisional di Jawa Tengah. Permainan
tersebut meliputi:
48
a. Catur Surakarta
Catur Surakarta merupakan permainan papan asli Indonesia yang
belum banyak dikenal oleh masyarakat. Permainan ini sudah dikenal di
mancanegara dengan nama Roundabouts. Penyebutan tersebut ada dalam
buku Book of Classic Board games (Sid Sackson). Permainan ini
dikenalkan di Perancis pada tahun 1970 dengan nama Surakarta. Menurut
sejarah, orang yang membawa mainan ini ke Eropa lupa nama
permainannya dan menamakannya sesuai dengan nama daerah asalnya.
Permainan Surakarta mirip dengan Bas-basan Sepur dari
Yogyakarta. Ada beberapa perbedaan antara lain: Surakarta memiliki 6
garis vertikal dan 6 garis horizontal. Sedangkan di daerah Yogyakarta
terdapat 7 garis vertikal dan 7 garis horizontal. Tetapi, masing-masing
permainan menggunakan titik dari 4 garis terluar yang dihubungkan oleh
garis melingkar. Selain itu, bidak seperti kecik atau kerikil yang
digunakan pada permainan Surakarta hanya 12 buah untuk 1 pemain.
Sedangkan pada permainan bas-basan sepur di Yogyakarta
menggunakan 14 buah kecik atau kerikil yang dimainkan. Tetapi untuk
cara memainkannya relatif sama. Tujuan dari permainan ini adalah untuk
menangkap semua bidak lawan.
Cara bermain:
1) Bergerak
a) Setiap pemain membuat satu gerakan secara bergantian.
49
b) Setiap bidak bisa bergerak ke segala arah (vertikal, atau
diagonal horizontal) antara dua titik yang berdekatan, titik yang
dituju harus kosong. Jadi, bidak dapat bergerak seperti raja
dalam catur.
2) Menangkap
a) Untuk menangkap bidak lawan adalah dengan melalui garis
melingkar yang ada pada luar kotak dengan memindahkan bidak
menuju bidak lawan yang dituju.
b) Selama pertandingan, untuk menangkap bidak lawan harus
melalui garis melingkar, tidak dapat melompati bidak lawan
maupun bidak milik sendiri.
b. Dam-daman
Permainan ini hampir mirip dengan catur pada permainan modern,
hanya pada permainan ini tidak ada Raja, Patih, Menteri, Benteng, Kuda,
Prajurit, semuanya sama. Tidak ada keistimewaan dalam cara
melangkahnya, bisa ke kanan, kiri, diagonal (miring), maju atau mundur,
semua sama. Apalagi dalam hal bentuk, karena alat yang digunakan
sebagai pion hanya batu kerikil, pecahan genteng, atau batu putih, yang
beda hanya kubu satu dengan yang lain, misalnya satu kubu
menggunakan pecahan genteng, maka yang lainya menggunakan batu,
atau batu putih. Jumlah yang dibutuhkan oleh setiap pemain adalah 16
biji.
50
Bentuk permainan dam-daman:
Alat yang digunakan untuk bermain tidak harus papan khusus dari
kayu atau marmer. Syarat lokasi untuk bermain bersih, bisa
menggunakan tempat berlantai tanah, tegel, keramik, atau lainnya,
asalkan rata dan nyaman kemudian digambar dengan menggunakan
pecahan batu bata, genteng, atau kapur tulis. Dalam satu petak dibagi
untuk dua orang pemain.
Cara bermain:
1) Masing-masing prajurit bergerak maju untuk menyerang daerah
lawan, dengan arah jalan ke depan, ke kanan, dan ke kiri, dan
mundur, arahnya bebas tetapi hanya boleh satu langkah. Cara
membunuh prajurit lawan dengan melompatinya, dan menempati
tempat yang kosong. Prajurit yang dilompati berarti mati dan
dikeluarkan dari daerah permainan dengan peraturan hanya boleh
melompati satu prajurit, tidak boleh lebih.
2) Jika yang dilompati adalah dam dengan warna senada, maka dam
yang dilompati tidak “dimakan”, tetapi jika dam yang dilompati
adalah dam berbeda warna (dam lawan) maka dam tersebut diambil
(dimakan).
51
3) Bila lawan tidak mau/lupa makan (padahal ada kesempatan) maka
kena penalti dengan cara mengambil 3 buah lawan tersebut dengan
gratis dan bebas, pada saat mengambil penalti sebaiknya dipilih agar
bisa makan secara beruntun. Setelah mengambil buah dam pemain
boleh melanjutkan langkah.
4) Kedua belah pihak harus berusaha agar buah dam yang berada di
daerah ekor dapat keluar ke daerah persegi. Bila salah satu pihak
berhasil menyarangkan 2 buah damnya ke daerah ekor (segitiga)
maka permainan selesai dan kedua pemain menghitung jumlah dam
yang dimakan. Jumlah yang terbanyak adalah pemenang dari
permainan ini. Selain itu, bila salah satu kubu prajuritnya habis,
berarti kalah.
c. Benthik
Benthik merupakan permainan tradisional yang dilakukan secara
berkelompok. Biasanya terdiri dari dua kelompok. Satu kelompok
sebagai pelempar, kelompok yang lain sebagai penangkap. Di beberapa
daerah di Indonesia, Benthik memiliki sebutan yang berbeda-beda.
Masyarakat Jawa Timur menyebutnya dengan nama patil lele.
Masyarakat Sunda sering menyebut permainan benthik dengan gatrik.
Kapan mulai muncul dan dari mana asalnya, sampai sekarang belum
dapat diketahui secara pasti. Namun seperti permainan tradisional
lainnya, permainan benthik sudah dikenal sejak dahulu dan merupakan
salah satu permainan yang cukup populer di masyarakat Jawa.
52
Permainan benthik dilakukan dengan menggunakan alat berupa
potongan bambu atau kayu yang dibentuk seperti tongkat. Tongkat yang
digunakan berjumlah dua. Satu tongkat berukuran lebih panjang dari
tongkat lainnya dengan perbandingan sekitar 1:3. Bila yang pendek atau
janak berukuran 10 cm maka ukuran benthong adalah tiga kalinya yaitu
30 cm. Potongan kayu yang panjang disebut benthong dan potongan kayu
yang pendek disebut janak. Menurut cerita, benturan antara benthong dan
janak yang menimbulkan bunyi “thik” membuat permainan ini disebut
benthik.
Cara bermain:
1) Bagi dua kelompok, yaitu kelompok pelempar dan kelompok
penjaga.
2) Letakkan janak di atas lubang kecil di tanah atau di antara dua batu.
3) Dengan menggunakan benthong, janak dilemparkan sejauh-jauhnya
dengan cara dicongkel atau dalam bahasa Jawa disebut dengan
istilah nyuthat.
4) Kelompok penjaga harus berusaha menangkap janak. Bila penjaga
berhasil menangkap janak tersebut, maka ia mendapatkan poin.
Besarnya poin ditentukan dari cara pihak lawan menangkap janak;
10 poin untuk menangkap dengan dua tangan, 25 poin untuk
menangkap dengan tangan kanan, dan 50 poin apabila berhasil
menangkap dengan tangan kiri.
53
5) Pelempar diminta meletakkan benthong di atas lubang dengan posisi
melintang. Sedangkan, pihak penjaga bertugas melempar janak yang
telah dilontarkan tadi ke arah benthong tersebut. Bila janak
mengenai atau menyentuh benthong, maka giliran bermain akan
berganti ke pihak lawan.
6) Jika penjaga tidak dapat menangkap janak, maka pemain pelempar
berhak melakukan namplek. Yaitu, pelempar harus memukul janak
yang dilemparkan oleh pemain penjaga.
7) Di sini, ketangkasan sang pemain benar-benar diuji apakah mampu
memukul janak atau tidak. Penghitungan poin dilakukan dari tempat
jatuhnya janak ke lubang menggunakan benthong. Semakin jauh
janak jatuh, maka semakin banyak poin yang didapatkan. Namun,
poin yang dikumpulkannya akan hangus begitu saja jika lemparan
tongkat pendek dari pihak lawan malah masuk ke dalam lubang.
8) Pemenang ditentukan dari poin yang telah disepakati antarkedua
kelompok. Misal: kelompok yang pertama kali mendapatkan 50 poin
maka kelompok tersebut yang dinyatakan menang.
d. Kontrakol
Kontrakol merupakan salah satu jenis permainan yang dimainkan
secara berkelompok. Permainan menggunakan sebuah sasaran, yaitu
berupa kereweng (pecahan genteng) yang ditumpuk berjumlah 10 buah.
Asal dari permainan ini kurang diketahui tapi di daerah Jawa, dari Jawa
54
Timur sampai Jawa Barat ada permainan semacam ini dengan nama
berbeda.
Cara bermain:
1) Membuat lapangan/area permainan.
2) Dibagi menjadi 2 kelompok atau 2 orang yang berlawanan,
kelompok pemain dan kelompok penjaga. Kelompok pemain
nantinya melempar bola kecil (bisa diganti dengan gulungan kertas
bekas) agar mengenai sasaran, yaitu kereweng yang ditumpuk.
Sedangkan kelompok penjaga berdiri di belakang atau di daerah
kereweng.
3) Apabila lemparan bola dari semua anggota kelompok pemain tidak
ada yang dapat mengenai sasaran (tumpukan kereweng) maka kedua
kelompok tersebut bergantian posisi.
4) Apabila salah satu lemparan bola itu mengenai sasaran dan kereweng
tersebut jatuh, maka kelompok pemain segera berlari menyebar.
Sedangkan kelompok penjaga segera mengejar untuk mengenai
lawan dengan bola.
5) Kelompok pemain harus berusaha menyusun kembali kereweng yang
rubuh. Apabila berhasil menyusun kereweng yang jatuh maka
kelompok tersebut berkata “GAME” dan kelompok tersebut
mendapat nilai 1.
6) Kelompok penjaga harus dapat menyentuhkan bola pada semua
anggota kelompok pemain, sebelum kereweng tersebut selesai
55
disusun kembali. Apabila sudah terkena semua pemain dari
kelompok lawan, maka kelompok tersebut bergantian. Kelompok
yang jaga jadi kelompok pelempar begitu sebaliknya. Permainan
dimulai lagi dari awal.
7) Permainan dimenangkan kelompok yang paling banyak mampu
menyusun kereweng yang jatuh. Permainan berhenti ketika pemain
sudah merasa lelah.
e. Engklek
Permainan ini dapat ditemukan di berbagai wilayah di Indonesia, di
Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan dan Sulawesi dengan nama yang
berbeda-beda tentunya. Nama-nama untuk permainan Engklek antara lain
Engklek/Sunda Manda (Jawa), Asinan, Gala Asin (Kalimantan), Intingan
(Sampit), Tengge-tengge (Gorontalo), Cak Lingking (Bangka),
Dengkleng, Teprok (Bali), Gili-gili (Merauke), Deprok (Betawi), Gedrik
(Banyuwangi), Bak-baan, Engkle (Lamongan), Bendang (Lumajang),
Engkleng (Pacitan), Sonda (Mojokerto), Tepok Gunung (Jawa Barat), dan
masih banyak lagi nama yang lain.
Permainan engklek ini biasanya dimainkan oleh anak-anak, dengan
dua sampai lima orang pemain. Di Jawa, biasanya dimainkan oleh anak-
anak perempuan. Permainan yang serupa dengan peraturan berbeda di
Britania Raya disebut dengan hopscotch. Permainan hopscotch tersebut
diduga sangat tua dan dimulai dari zaman Kekaisaran Romawi.
56
Pendapat lain mengatakan bahwa permainan engklek ini menyebar
pada zaman kolonial Belanda dengan latar belakang cerita perebutan
petak sawah. Nama Sunda Manda diduga berasal dari "zondag-maandag"
yang berasal dari Belanda yang berarti Sunday Manday dan menyebar ke
nusantara pada zaman kolonial.
Cara bermain:
1) Pertama kali yang harus dilakukan sebelum melakukan permainan
engklek adalah menggambar bidang engklek terlebih dahulu. Ada
bermacam-macam pola engklek yang dapat dimainkan.
2) Kemudian pemain harus melakukan hompimpah untuk menentukan
urutan siapa yang jalan terlebih dahulu.
3) Untuk dapat bermain, setiap anak harus mempunyai kereweng/gacuk
yang biasanya berupa pecahan genting, keramik lantai, ataupun batu
yang datar. Gacuk ini digunakan sebagai umpan atau senjata.
4) Semua kereweng/gacuk diletakkan pada kotak pertama. Kemudian
pemain pertama melompati kotak pertama dan berpindah dari kotak
ke kotak dengan satu kaki, hingga kotak terakhir. Kotak dengan
gacuk yang sudah berada di atasnya tidak boleh diinjak/ditempati
oleh setiap pemain. Jadi, para pemain harus melompat ke kotak
berikutnya dengan satu kaki.
5) Setelah sampai di kotak terakhir, pemain harus berbalik arah dan
melewati kotak-kotak tersebut. Pemain berhenti di kotak sebelum
57
kotak pertama untuk mengambil gacuk (masih tetap bertumpu
dengan satu kaki). Kemudian dilanjutkan melewati kotak pertama.
6) Selanjutnya, pemain melempar gacuk ke kotak kedua, dan
melakukan lompatan seperti tadi. Begitu seterusnya.
7) Pemain tidak diperbolehkan untuk melemparkan kereweng hingga
melebihi garis kotak yang telah disediakan. Jika ada pemain yang
melakukan kesalahan tersebut maka pemain tersebut akan
dinyatakan gugur dan diganti dengan pemain selanjutnya.
8) Pemain yang menyelesaikan satu putaran sampai di puncak gunung,
mengambil gacuk dengan membelakangi gunung dan menutup mata,
tidak boleh menyentuh garis. Apabila pemain tersebut menyentuh
garis/terjatuh saat mengambil kerewengnya maka dia mati dan
digantikan pemain selanjutnya.
9) Apabila pemain berhasil mengambil kereweng di gunung, maka dia
harus melemparkannya keluar dari bidang engklek. Kemudian
pemain tersebut melewati kotak-kotak dengan satu kaki dan diakhiri
dengan berpijak pada kereweng yang dilemparkan tadi.
10) Selanjutnya apabila berhasil pemain lanjut ke tahap mencari sawah
dengan cara, men-juggling kereweng dengan telapak tangan bolak-
balik sebanyak 5 kali tanpa terjatuh. Hal ini dilakukan dalam posisi
berjongkok membelakangi bidang engklek dan berada di tempat
jatuhnya kereweng yang tadi dilempar. Kemudian melemparkan
kereweng ke bidang engklek. Apabila tepat pada salah satu bidang
58
engklek maka bidang tersebut menjadi sawah pemain. Namun
apabila gagal pemain mengulangi kembali dari gunung.
11) Pemain yang memiliki sawah paling banyak adalah pemenangnya.
f. Lompat Tali/Karet
Lompat tali merupakan permainan tradisional yang sangat populer di
kalangan anak-anak pada era 80-an. Permainan ini dapat dimainkan
secara bersama-sama oleh 3 hingga 10 anak. Lompat tali biasanya
dimainkan di halaman rumah atau halaman sekolah. Permainan ini sudah
tidak asing lagi tentunya, karena permainan lompat tali ini bisa
ditemukan hampir di seluruh Indonesia meskipun dengan nama yang
berbeda-beda. Permainan lompat tali biasanya identik dengan kaum
perempuan. Tetapi juga tidak sedikit anak laki-laki yang ikut bermain.
Peralatan yang digunakan dalam permainan lompat tali yaitu karet
gelang sebanyak-banyaknya, kemudian karet gelang tersebut dirangkai
hingga menjadi tali yang memanjang. Cara merangkainya adalah dengan
menyambungkan dua buah karet pada dua buah karet lainnya hingga
memanjang dengan ukuran sekitar 2-4 meter.
Cara bermain:
1) Sebelum permainan dimulai, terlebih dahulu akan dipilih dua orang
pemain yang akan menjadi pemegang tali dengan jalan hompipah
dan pingsut.
59
2) Kedua pemain yang menjadi pemegang tali melakukan pingsut untuk
menentukan siapa yang akan mendapatkan giliran bermain terlebih
dahulu jika ada pemain yang gagal melompat.
3) Kemudian pemain yang jaga merentangkan karet dan para pemain
harus melompatinya satu per satu. Ketinggian karet mulai dari
setinggi mata kaki, lalu naik ke lutut, hingga pinggang. Pada tahap-
tahap ketinggian ini, pemain harus melompat tanpa menyentuh tali
karet. Jika ada pemain yang menyentuh tali karet ketika melompat,
gilirannya bermain selesai dan ia harus menggantikan pemain yang
memegang tali.
4) Selanjutnya posisi karet dinaikkan ke dada, dagu, telinga, lalu ke atas
kepala, kemudian sejengkal di atas kepala dan tangan yang diangkat
ke atas (atau biasa disebut “merdeka”). Pada tahap ketinggian ini
pemain diperbolehkan menyentuh karet ketika melompat, asalkan
pemain dapat melewati tali tanpa terjerat. Selain itu, pemain juga
boleh menggunakan berbagai gerakan untuk mempermudah
lompatan, asalkan tidak memakai alat bantu. Gerakan-gerakan untuk
mempermudah di antaranya adalah koprol dan ‘buka baju’. ‘Buka
baju’ di sini maksudnya bukan membuka pakaian pemain, tetapi
dengan merentangkan serta melilitkan tangan ke untaian karet,
kemudian pemain diperbolehkan molos ke bawahnya. Teknik ini
biasanya dilakukan oleh ‘anak bawang’.
60
5) Pemain yang tidak berhasil melompati tali karet harus menghentikan
permainannya dan menggantikan pemain pemegang tali.
g. Dhakon
Permainan tradisional yang dimainkan oleh dua orang ini dikenal
dengan berbagai macam nama di penjuru nusantara. Di daerah Jawa,
permainan ini lebih dikenal dengan nama dhakon, dhakon atau dhakonan
serta congklak. Selain itu di Lampung permainan ini lebih dikenal dengan
nama dentuman lamban. Sedangkan di Sulawesi permainan ini disebut
dengan Mokaotan, Maggaleceng, Aggalacang dan Nogarata. Dalam
bahasa Inggris, permainan ini disebut Mancala.
Beberapa ahli menyebutkan bahwa kata dhakon mungkin berasal
dari kata ‘dhaku’ yang diberi akhiran -an yang berarti mengakui bahwa
sesuatu itu adalah miliknya. Ketika bermain dhakon ini biji yang ada di
sisi pemain adalah milik masing-masing. Begitu pula lumbung, lubang
yang lebih besar dari ketujuh lubang yang ada di tiap sisinya dan terletak
di sebelah kanan pemain itu, selalu menjadi milik pemain (mengingat
perjalanan pembagian biji dari kiri ke kanan).
Cara bermain:
1) Kedua pemain saling berhadapan. Papan Dhakon diletakkan di
tengah-tengah. Setiap sawah diisi dengan 7 biji dhakon (bisa kerikil,
biji sawo atau biji buah asam). Lumbung masing-masing pemain
berada di sebelah kanan pemain.
61
2) Pemain pertama mengambil biji di sawah yang dipilihnya.
Kemudian meletakkan satu persatu biji dhakon ke setiap sawah yang
dilewatinya dan juga lumbungnya sendiri. Arah jalan ke kanan.
3) Aturan jalan: jika biji di tangan sudah habis dan di sawah terakhir
masih terdapat biji, maka pemain tetap melanjutkan. Semua biji di
sawah terakhir itu diambil dan dibagikan satu persatu kembali. Jika
biji terakhir jatuh pada sawah yang kosong di sawah lawan, maka
pemain harus berhenti dan giliran pemain lawan yang berjalan.
Namun jika biji terakhir jatuh pada sawahnya sendiri, dan sawah di
depannya berisi biji, maka biji itu berhak dimasukkan ke dalam
lumbungnya.
4) Permainan dilanjutkan hingga semua biji habis tersimpan di
lumbung masing-masing. Permainan berhenti karena tidak ada lagi
biji yang bisa diambil dari sawah. Pemenang ditentukan dengan
menghitung jumlah biji yang diperoleh. Siapa yang mendapat biji
terbanyak, dialah pemenangnya.
h. Malingan/Lurah-lurahan
Permainan tradisional ini termasuk salah satu dolanan yang memakai
alat, yaitu lidi karena mudah diperoleh atau dalam istilah bahasa Jawa
disebut biting. Selain itu, dibutuhkan sebuah gambar kotak sebagai
pembatas permainan. Biasanya yang bermain ini adalah kelompok anak-
anak sekolah dasar usia 7-12 tahun, baik laki-laki, perempuan, atau
campuran. Jenis permainan ini tidak banyak menguras tenaga, hanya
62
membutuhkan ketekunan dan kesabaran. Sehingga permainan ini bersifat
santai untuk menghilangkan rasa lelah. Waktu yang sering dipakai untuk
bermain malingan adalah waktu senggang, bisa pagi, siang, atau sore
hari. Namun biasanya permainan ini dilakukan pada siang hari, karena
diperlukan cahaya yang terang. Seperti permainan tradisional lain yang
tidak banyak membutuhkan tempat yang luas, permainan ini juga hanya
membutuhkan tempat terbatas.
Cara bermain:
1) Permainan dimulai dengan menyebarkan kumpulan lidi ke kotak
yang sudah digambar di atas tanah/lantai. Usahakan lidi menyebar
dengan teratur, sehingga lidi mudah diambil. Lidi yang melewati
garis pembatas/sebagian besar bagian lidi melewati garis pembatas,
maka lidi itu dinyatakan keluar. Jika ada satu atau dua lidi yang
keluar, maka disebut maling.
2) Aturan maling: pemain penutup mata, sementara pemain lawan
menyembunyikan lidi yang keluar tadi ke dalam kumpulan lidi di
dalam kotak. Pemain harus menebak di mana maling tersebut
diletakkan. Jika benar, lidi maling tersebut bisa dimiliki oleh pemain.
Jika salah, maka lidi itu tidk dihitung. Kemudian pemain
melanjutkan permainan.
3) Pemain mengambil lidi satu persatu, lidi yang lain tidak boleh ada
yang bergerak atau tersenggol. Apabila lidi yang lain bergerak
karena tersentuh lidi itu, maka permainan selesai dan pemain yang
63
lain mengatakan “Mil”. Permainan berhenti dan ganti giliran pemain
yang lain.
4) Setiap lidi yang berhasil diambil diberi poin 1, dan lidi lurah (yang
paling panjang) diberi poin 15. Lurah dapat menolong lidi yang lain
dengan mencongkel dengan kepala lurah.
5) Permainan dilanjutkan terus menerus hingga ada salah satu pemain
yang mendapatkan poin maksimal sesuai kesepakatan, misalnya 100
poin.
i. Kelereng
Kelereng adalah mainan kecil berbentuk bulat yang terbuat dari
kaca, tanah liat, atau agate. Kelereng adalah mainan kecil berbentuk bulat
yang terbuat dari kaca atau tanah liat. Ukuran kelereng sangat bermacam-
macam, umumnya ½ inci (1.25 cm) dari ujung ke ujung.
Permainan ini dikenal di seluruh pelosok nusantara, bahkan juga di
berbagai negara. Di Indonesia mainan ini memiliki nama yang berbeda-
beda di masing-masing daerah. Kelereng dikenal dengan nama nèker
dalam bahasa Jawa, dan gundu dalam bahasa Betawi. Di Sunda, disebut
dengan kaleci. Di daerah Palembang biasa disebut ekar, dan orang-orang
Banjar menyebutnya kleker.
Kelereng merupakan permainan yang umurnya sudah sangat tua.
Permainan ini telah dikenal sejak peradaban Mesir Kuno, tahun 3000
Sebelum Masehi. Pada zaman itu, kelereng dibuat dari batu atau tanah
liat. Sementara itu, kelereng tertua koleksi The British Museum di
64
London berasal dari tahun 2000-1700 SM. Kelereng tersebut ditemukan
di Kreta pada situs Minoan of Petsofa. Saat ini umumnya kelereng dibuat
dari kaca. Sejak abad ke-12, di Perancis kelereng disebut dengan bille,
artinya bola kecil. Berbeda halnya dengan orang-orang Belanda yang
menyebutnya dengan knikkers. Kemungkinan pengaruh dari Belanda ini,
khususnya di Jawa, knikkers diserap menjadi kata nekker.
Kelereng identik dengan mainan anak laki-laki. Pada jaman dahulu
kelereng merupakan salah satu benda yang tidak dapat dipisahkan dari
anak laki-laki. Tidak banyak anak perempuan yang mengoleksi atau
bermain kelereng. Tetapi saat ini kelereng tidak sepopuler dulu, terutama
bagi anak-anak di daerah perkotaan.
Jumlah peserta pada permainan ini minimal 2 orang sampai tak
terhingga. Namun semakin banyak anak yang bermain permainan pun
akan semakin seru. Bermain kelereng dapat dilakukan di atas tanah, ubin,
permukaan beraspal maupun permukaan semen.
Cara bermain:
1) Sebelum permainan dimulai, terlebih dahulu membuat gambar
lingkaran lebar dengan menggunakan kapur atau ranting kayu jika
permainan dilakukan di atas tanah. Selanjutnya, semua pemain
meletakkan kelereng taruhannya di dalam lingkaran, misalnya
masing-masing pemain harus meletakkan 5 buah kelereng
taruhannya.
65
2) Kemudian semua pemain berdiri di garis start yang berjarak sekitar
5 langkah dari lingkaran yang telah diisi kelereng.
3) Pemain melemparkan sebuah kelereng yang disebut gacuk ke dalam
lingkaran untuk mengeluarkan kelereng yang ada di dalam lingkaran.
Gacuk ini yang selalu digunakan untuk membidik kelereng lainnya.
Namun bila gacuk berhenti di dalam lingkaran meskipun lemparan
gacuk-nya berhasil mengeluarkan kelereng yang lain dari dalam
lingkaran, pemain tetap dianggap mati.
4) Apabila saat melempar gacuk para pemain tidak berhasil
mengeluarkan kelereng dari dalam lingkaran, pemilik gacuk yang
posisinya paling dekat dengan lingkaran mendapat giliran pertama
untuk membidik kelereng di dalam lingkaran. Jika pemain berhasil
mengeluarkan kelereng dari dalam lingkaran dengan gacuk-nya,
maka kelereng tersebut dapat menjadi miliknya.
5) Kemudian pemain ini melanjutkan permainan dengan membidik
kelereng lain yang juga berada di dalam lingkaran tetap dengan
menggunakan gacuk. Pemain dianggap mati jika ia gagal
mengeluarkan kelereng dari dalam lingkaran. Hal ini menandakan
giliran pemain berikutnya untuk bermain.
6) Pemenang dari permainan ini adalah pemain yang berhasil
mendapatkan kelereng terbanyak.
66
j. Plethokan
Bermain perang-perangan memang sangat mengasyikan. Bermain
bersama teman-teman, saling mengejar, saling menembak, bersembunyi,
atau menghindari tembakan lawan, benar-benar menjadi sebuah aktivitas
yang sangat menghibur. Salah satu peralatan yang digunakan dalam
permainan perang-perangan adalah senapan. Senapan bambu dikenal
pula dengan nama plethokan. Ada pula yang menyebutnya dengan
bedhil-bedhilan. Mungkin karena terinspirasi oleh senjata yang pernah
dibawa oleh penjajah di kala itu, anak-anak masyarakat Jawa tempo dulu
mengenal permainan ini dengan bedhil-bedhilan. Dalam bahasa
Indonesia artinya permainan yang menyerupai pistol. Walaupun
sebenarnya bila dilihat sepintas tidak mirip sama sekali.
Permainan ini lebih sering dimainkan oleh anak laki-laki, walaupun
tidak menutup kemungkinan anak perempuan untuk memainkannya.
Sebagaimana mainan tradisional lainnya, senapan mainan pun dapat
dibuat sendiri dengan cara yang mudah menggunakan bahan-bahan yang
didapat dari lingkungan sekitar.
Mainan plethokan biasa dimainkan saat anak-anak sedang senggang.
Dapat dimainkan secara individu atau kelompok. Dapat juga dibuat dua
regu yang saling berhadapan, seolah-olah sedang berperang. Satu
kelompok menyerang kelompok lainnya, saling berkejaran.
67
Langkah-langkah Membuat Plethokan:
1) Plethokan biasanya dibuat dari bahan bambu yang berukuran kecil.
Bahan tersebut biasanya diambil dari ranting bambu apus atau
beberapa jenis bambu lainnya. Potonglah satu ruas batang bambu
berdiameter 1 hingga 1,5 cm sehingga didapat bentuk seperti pipa
(pipa bambu). Panjang bambu sekitar 30 cm.
2) Siapkan batang bambu berdiameter 1 hingga 1,5 cmsepanjang 40
cm. Raut hingga sebesar ukuran pensil, dengan panjang 30 cm. 10
cm sisanya dibiarkan utuh dan digunakan sebagai pegangan.
3) Balutkan kain kaus pada ujung tangkai kecil. Balutkan kain kaus ini
dengan kuat dan dapat masuk ke dalam pipa bambu pada posisi
rapat.
4) Senapan bambu/plethokan siap digunakan.
Cara Bermain:
1) Masukkan peluru ke dalam pipa bambu melalui salah satu ujung
pipa, kemudian dorong perlahan menggunakan penyodok hingga ke
ujung pipa yang lain. Untuk peluru, dapat digunakan kembang jambu
air, kembang lamtoro, dedaunan licin (daun randu) yang diremas-
remas, atau kertas bekas yang dibasahi dan dibentuk bulat-bulat.
2) Letakkan peluru kedua di ujung pipa, lalu paksa masuk dengan
sedikit dipukul-pukul menggunakan bagian pegangan pada
penyodok. Kemudian dorong dengan cepat menggunakan batang
penyodok.
68
3) Peluru pertama pun akan terdorong keluar disertai suara “plethok”.
Itulah sebabnya mainan ini dinamakan plethokan.
k. Bekelan
Bekelan merupakan permainan tradisional yang identik sebagai
permainan anak perempuan. Permainan ini dilakukan di atas permukaan
yang halus, misalnya di atas lantai ubin, keramik, atau semen di dalam
rumah dan teras. Selain itu, bekelan juga banyak dimainkan di sekolah
pada jam istirahat.
Bekelan berasal dari bahasa Belanda, bikkelen. Bekel ini terdiri dari
sebuah bola bekel dan lima buah biji bekel berbentuk logam. Bola bekel
terbuat dari karet, sehingga bisa memantul ketika dijatuhkan ke lantai.
Sedangkan biji bekel, ada yang terbuat dari kuningan, dan ada yang
terbuat dari bahan timah. Pada awalnya biji bekel dibuat dari engsel
tulang tumit kaki belakang domba. Sekarang dibuat dari logam. Logam
ini memiliki bentuk yang khas, yaitu seperti huruf S tiga dimensi.
Cara bermain:
Permainan ini dilakukan dengan cara menyebar dan melempar bola
ke atas dan menangkapnya setelah bola memantul sekali di lantai. Kalau
bola tidak tertangkap atau bola memantul beberapa kali maka pemain
dinyatakan mati.
1) Pertama, pemain menggenggam seluruh biji bekel, Bola dilemparkan
ke atas, biarkan memantul sekali. Selama memantul, sebarkan biji
bekel ke lantai, kemudian tangkap bola bekel dengan cepat.
69
2) Biji bekel diambil satu-satu sampai habis. Ulangi lagi menyebar
seluruh biji bekel dan diambil 2 biji bekel, diambil dengan 3 biji
bekel, diambil 4 biji bekel, terakhir lima biji bekel diraup sekaligus.
Semuanya dilakukan dengan melempar dan memantulkan bola
bekel.
3) Langkah kedua, Balik posisi bekel menghadap ke atas semua satu
persatu. Nama tahap ini adalah pet. Ulangi terus sampai seluruh
permukaan bekel menghadap ke atas semua. Lalu ambil satu bekel,
ambil 2 biji bekel, ambil 3 biji bekel, ambil 4 biji bekel, terakhir raup
seluruh biji bekel.
4) Langkah ketiga , balik posisi biji bekel menghadap ke bawah. Tahap
ini disebut roh. Ulangi langkah seperti langkah kedua dengan
mengambil biji bekel 1, 2, 4, dan seluruhnya.
5) Langkah keempat, balik seluruh posisi bekel bagian permukaan yang
halus menghadap ke atas. Tahap ini disebut klat. Lalu ambil biji
bekel seperti langkah ketiga.
6) Langkah kelima, balik posisi bekel posisi permukaan kasar
menghadap ke atas semua. Tahap ini disebut es. Lalu ambil biji
bekel seperti langkah sebelumnya.
7) Langkah keenam disebut Haranto. Semua biji bekel menghadap
posisi pet, lalu diambil bersamaan. Kemudian disebar lagi, dibalik
menghadap posisi roh, lalu diambil lagi bersamaan. Begitu
selanjutnya pada posisi klat dan es.
70
8) Langkah terakhir dinamakan Nasgopel. Balik posisi biji bekel
menghadap ke atas semua, kemudian balik lagi semuanya
menghadap ke bawah semua. Lalu permukaan halus menghadap ke
atas semua, dan terakhir balik satu persatu permukaan kasarnya
menghadap ke atas semua. Raup seluruh biji bekel dalam sekali
genggaman.
9) Bila ada kesalahan dalam langkah nasgopel ini pemain harus
mengulang ke langkah awal nasgopel. Pemain yang bisa melewati
tahap ini dinyatakan sudah menang dan berhak untuk istirahat sambil
menonton teman-temannya yang belum bisa menyelesaikan
permainan.
l. Gathengan
Permainan gathengan adalah permainan yang menggunakan batu
sebagai alatnya. Batu tersebut disebut dengan watu gatheng atau batu
gatheng. Permainan gatheng mirip dengan permainan bekelan.
Permainan gatheng merupakan permainan yang murah, mudah,
sederhana dan tidak memakan waktu lama. Permainan bersifat kompetitif
perseorangan. Gathengan memerlukan kejujuran dan ketrampilan
pemainnya.
Pemain gatheng berjumlah 2-5 orang anak. Permainan ini bersifat
perorangan. Pada mulanya, permainan gatheng dimainkan oleh anak
perempuan, namun pada perkembangannya anak laki-laki juga bisa
memainkannya
71
Cara bermain:
1) Gatheng membutuhkan lima buah batu kerikil sebesar kelereng.
Pemain gatheng duduk melingkar kemudian melakukan undian
urutan main dengan hompimpa.
2) Terdapat beberapa tahap dalam permainan gatheng. Tiap pemain
harus menyelesaikan tiap tahap hingga selesai:
a) Gaji : 5 kerikil disebar di lantai. Kemudian pemain mengambil
satu kerikil (A). kerikil A dilempar ke atas. Selama A masih
berada di udara, pemain harus mengambil kerikil yang
bertebaran (satu saja) yaitu B, tanpa menyentuh kerikil yang lain
(C, D, E). apabila A tidak tertangkap atau jatuh, maka pemain
dianggap mati dan berganti ke pemain selanjutnya. Jika A bisa
tertangkap, maka selanjutnya B dilempar ke udara untuk
mengambil C. Begitu seterusnya sampai semua kerikil dapat
diambil. Selanjutnya kerikil disebar dan lanjut ke tahap Garo.
b) Garo : hampir sama dengan Gapuk, tetapi ketika A masih di
udara, kerikil yang diambil 2 buah (B dan C). Kemudian,
dilanjutkan A dilempar lagi untuk mengambil D dan E. Lanjut
ke tahap Galu.
c) Galu : kerikil disebar kembali. Salah satu kerikil dilempar ke
atas. Sambil melempar, pemain harus mengambil tiga kerikil
sekaligus. Jika tidak mampu meraup ketiganya, maka pemain
dianggap mati dan diganti pemain selanjutnya. Jika ketiganya
72
bisa terambil, maka sisa satu kerikil juga harus diambil dengan
cara yang sama. Lanjut ke Gapuk.
d) Gapuk : kerikil disebar (pelan-pelan agar tidak terlalu
menyebar). Ambil satu kerikil dan dilempar ke atas. Begitu
kerikil terlempar, maka keempat kerikil tadi diambil sambil
menangkap kerikil yang dilempar. Lanjut ke Saku Umbul.
e) Umbul : pemain memegang kelima kerikil, lalu sebuah kerikil
dilempar. Sambil melempar kerikil, keempat kerikil lainnya
dijatuhkan ke lantai dan segera menangkap kerikil yang
dilempar tadi. Lanjut ke tahap Saku Ceruk.
f) Ceruk : kerikil disebar. Tangan kiri membentuk seperti pintu
gua. Satu kerikil dilempar ke atas. Selama kerikil masih berada
di udara, kerikil yang lain dilewatkan melalui ‘pintu gua’ tangan
kiri hingga habis.
g) Dulit: ketika tangan memegang kelima kerikil, satu diantaranya
dilempar ke atas dan keempat lainnya masih dalam genggaman.
Kemudian jari telunjuk menyentuh tanah (ndulit) sambil segera
menangkap kerikil yang dilempar tadi.
h) Sawah : jika telah sampai tahap Dulit, maka disebut Sawah satu.
Batasan sawah adalah berdasarkan kesepakatan, misalnya 5, 6
atau 8. Pemenang ditentukan oleh perolehan sawah yang didapat
oleh pemain.
73
3) Pemain yang mendapatkan sawah paling sedikit harus mendapat
hukuman yang disebut Nggenjeng. Pemain yang kalah harus
menutup matanya, sedangkan pemain yang lain menyembunyikan
sejumlah kerikil gatheng di tangan kanan. Tugas pemain yang kalah
adalah menebak jumlah kerikil yang ada di tangan lawan mainnya.
Jika jawabannya benar, maka permainan dimulai lagi dari awal.
Namun jika salah, pemain tersebut harus dihukum lagi dengan
hukuman yang sama.
m. Egrang
Egrang adalah galah atau tongkat yang digunakan seseorang agar
bisa berdiri dalam jarak tertentu di atas tanah. Permainan ini merupakan
permainan yang menggunakan batang kayu atau bambu yang diberi
pijakan untuk berjalan.
Di Pulau Jawa, permainan egrang hanya dimainkan secara biasa
(dengan berjalan). Namun di daerah Sulawesi Tengah, egrang biasanya
digunakan untuk balapan egrang sambil saling menjatuhkan dengan cara
memukul kaki egrang. Egrang memilik nama yang berbeda-beda
tergantung daerah asalnya.
Egrang dikategorikan sebagai permainan anak-anak, tapi tak jarang
orang dewasa yang memainkan permainan ini. Pada umumnya dimainkan
oleh anak laki-laki yang berusia 7-13 tahun. Egrang dapat dimainkan di
mana saja asalkan di atas tanah. Bisa di lapangan, pantai, dan sebagainya.
Peralatan yang digunakan adalah bambu sepanjang 1.5 sampai 2 meter
74
yang diberi lubang pada jarak sekitar 30-50 cm untuk diberi pijakan.
Untuk orang-orang yang memiliki keberanian tinggi, ada yang
melebihkan jarak tersebut menjadi di atas 50 cm.
Cara bermain:
1) Siapkan egrang.
2) Tegakkan egrang namun posisikan agak condong ke depan.
3) Posisikan egrang tidak sejajar. Salah satu kaki egrang harus di depan
dan satunya dibelakang.
4) Mulai menginjakkan salah satu kaki pada pijakan egrang diikuti kaki
satunya.
5) Mulai berjalan di tempat dan jangan berhenti jika tidak yakin pada
posisi seimbang.
6) Jika merasa akan terjatuh, jatuhkan kaki di antara egrang. Usahakan
bermain di tempat yang luas.
n. Gobag Sodor
Kata gobag sodor terdiri dari dua kata gobag dan sodor. Gobag
berarti bergerak bebas dan menjadi nggobag yang berarti berjalan
memutar. Sedangkan arti kata sodor sama dengan watang yaitu semacam
tombak yang panjangnya 2 meter tanpa mata tombak yang tajam pada
ujungnya. Hal ini terilhami dari latihan keprajuritan Keraton jaman
dahulu kala. Pendapat lain mengatakan bahwa kata gobag sodor berasal
dari istilah bahasa asing, yaitu go back through the door karena
permainan ini dimainkan dengan maju mundur melalui pintu-pintu
75
(garis). Ada juga yang menyebut permainan ini dengan sebutan galasin,
yang diduga sebutan ini merupakan adaptasi dari bahasa Inggris “go last
in”. Pendapat yang lain menyebutkan bahwa galasin berasal dari frase
Galah Asin. Disebut galah karena para pemain dari tim jaga berusaha
meraih sejauh mungkin dengan tangannya supaya bisa menyentuh
pemain dari tim lawan.
Kata sodor dalam permainan gobag sodor merupakan penjaga garis
sumbu atau garis sodor yang membagi lapangan menjadi dua. Sedang
garis sodor merupakan lalu lintas si sodor untuk mempersempit ruang
gerak para pemain yang sedang mentas sehingga mudah menyentuhnya.
Lawan yang sudah tersentuh oleh sodor dianggap mati. Permainan ini
disebut dengan gobag sodor mungkin karena sesuai dengan jalannya
permainan yang dilakukan dengan bebas dan berputar-putar sebab selalu
dikejar-kejar oleh si sodor dari kelompok penjaga.
Cara bermain:
1) Peserta berjumlah genap dibagi menjadi dua kelompok. Setiap
kelompok terdiri dari empat orang. Maka dibuatlah arena berupa
garis melintang sebanyak empat buah. Salah satu kelompok menjadi
pemain (mentas) dan kelompok lain menjadi penjaga garis (Jaga).
2) Kelompok jaga berjaga di garis melintang dan pergerakannya tidak
boleh di luar garis. Penjaga yang boleh melalui garis sumbu atau
sodor adalah penjaga garis melintang pertama (Lawang ngarep)
yang juga disebut sodor.
76
3) Kelompok mentas harus mampu melewati keempat garis melintang
tadi.
4) Bila seorang kelompok mentas tersentuh oleh anggota kelompok
jaga, berarti kelompok itu kalah dan terjadilah pergantian kelompok.
5) Demikian juga bila dalam suatu kotak berisi lebih dari satu pemain,
maka kejadian itu disebut dengan kobong. Hal itu berarti mati/gugur
sehingga harus berganti pemain.
6) Bila salah satu anggota kelompok mentas berhasil menyeberangi
garis melintang dan kembali lagi ke posisi start tanpa tersentuh
penjaga, berarti kelompok itu menang.
7) Kelompok yang kalah harus menerima hukuman.
o. Betengan
Mengingat nama serta jenis permainannya, betengan terinspirasi
oleh aksi peperangan tempo dulu. Beteng/benteng adalah satu tempat
yang biasanya menjadi pertahanan suatu pasukan. Jika suatu kelompok
pasukan kalah maka ia harus meninggalkan betengnya.
Permainan ini memiliki nama yang berbeda di masing-masing
daerah. Di daerah Kulonprogo permainan semacam ini dinamakan Raton,
sedangkan di Kota Yogyakarta lebih dikenal dengan istilah Betengan. Di
daerah Jawa Barat permainan ini biasa disebut dengan "Rerebonan".
Selain itu, ada yang menyebut permainan ini dengan istilah jeg-jegan.
Istilah jeg-jegan berasal dari kata “jeg” yang artinya menduduki. Jadi
jeg-jegan adalah suatu permainan, dimana pemain yang kalah harus
77
meninggalkan tempat markasnya dan harus berpindah ke markas lain
setelah diduduki oleh pemain lawan. Meskipun memiliki istilah yang
berbeda di masing-masing daerah, yang jelas permainan benteng ini
cukup mudah dan meriah
Cara bermain:
1) Sebelum permainan dimulai diadakan undian. Yang menang dapat
memilih tempat atau lebih dulu memancing.
2) Setiap pemain berfungsi sebagai pemancing atau yang dikejar dan
juga berfungsi sebagai pengejar. Seseorang pemain mengejar pemain
lawan, apabila pemain lawan lebih dulu meninggalkan bentengnya
dan ia menjadi orang yang dikejar oleh pemain lawan.
3) Anggota regu yang tertangkap atau yang keluar dari lapangan
permainan akan menjadi tawanan dari pihak lawan. Cara menangkap
lawan cukup dengan menyentuh bagian tubuh lawan dengan tangan
terbuka.
4) Tawanan yang berkumpul di daerah tawanan dapat bebas kembali
apabila teman sekelompoknya yang belum tertangkap dapat
membebaskan dengan jalan menyentuh bagian tubuh temannya.
Tawanan yang lebih dari satu orang, semuanya dapat dibebaskan
dengan jalan menyentuh salah seorang dari tawanan itu dengan
ketentuan satu sama lain dalam keadaan berpegangan/bergandengan.
5) Kapten regu ditandai ban/pita di lengan kanan dan bertugas
mengatur setiap anggota regunya. Bila kapten regu tertangkap, tugas
78
diserahkan kepada salah seorang anggota regunya yang belum
tertangkap.
6) Benteng suatu regu dinyatakan kobong/terbakar, apabila salah
seorang atau lebih regu lawan dapat membakar benteng dengan cara
menginjakkan salah satu kakinya di benteng lawannya aatau
menyentuh tiang benteng lawan dan berteriak,”Jek”.
7) Setelah salah satu regu bentengnya terbakar, permainan dilanjutkan
dengan ketentuan regu yang berhasil membakar benteng lawannya
berfungsi lebih dulu sebagai pemancing
p. Jelungan
Jelungan atau lebih dikenal dengan nama Petak Umpet merupakan
permainan tradisional yang sangat dikenal di berbagai daerah di
Indonesia. Di daerah Jawa sendiri banyak dikenal dengan nama yang
berbeda-beda, seperti jethungan, dhelikan, atau umpetan. Namun prinsip
permainan ini sama yaitu menemukan teman yang bersembunyi. Istilah
jethungan atau jelungan biasa digunakan karena istilah itu sering
diucapkan oleh pemain-pemain yang berhasil tiba di benteng tanpa bisa
ditebak oleh pemain jaga. Sementara istilah dhelikan dan umpetan yang
dipakai di daerah lain, lebih menunjuk ke pemain yang menang ketika
sedang bersembunyi. Selain itu, petak umpet juga digemari oleh anak-
anak di berbagai negara. Dalam bahasa Inggris, permainan ini disebut
“Hide and Seek”.
79
Seperti umumnya permainan tradisional yang dikenal oleh anak-anak
di lingkungan Jawa, Jelungan juga tidak membutuhkan biaya dan
perlengkapan yang mahal. Permainan ini dapat dimainkan oleh anak-
anak tanpa harus mengeluarkan biaya, hanya membutuhkan tempat yang
cukup luas seperti di halaman rumah maupun perkampungan. Namun
tidak menutup kemungkinan permainan ini dimainkan di dalam rumah.
Cara bermain:
1) Anak-anak yang akan bermain melakukan hompipah terlebih dahulu
untuk menentukan anak yang mendapat giliran jaga.
2) Anak yang jaga memejamkan mata atau menghadap ke tembok,
pohon, atau apa saja yang membuatnya tidak dapat melihat gerakan
temannya yang akan bersembunyi. Tempat jaga ini memiliki sebutan
yang berbeda-beda untuk setiap daerah. Ada yang menyebutnya
benteng, hong, bon, atau inglo.
3) Anak yang jaga menghitung 1 sampai 10 atau sesuai kesepakatan.
Selama anak yang jaga menghitung, anak-anak lain mencari tempat
persembunyian.
4) Setelah menyebutkan hitungan terakhir, misalnya 10, anak yang jaga
segera bergerak mencari tempat persembunyian teman-temannya.
5) Jika anak yang jaga telah menemukan satu anak, maka ia harus
segera berlari ke benteng (tempat jaga) sambil menyebutkan nama
teman yang ditemukannya itu. Jika anak yang jaga hanya
menyebutkan nama teman yang ditemukannya itu tanpa menepuk
80
yang menjadi tempat jaga tadi atau hanya menepuk tanpa
menyebutkan nama temannya, maka ia dianggap kalah dan kembali
jaga. Demikian pula ketika anak yang disebutkan namanya tersebut
lebih dahulu sampai ke benteng dan menyentuh benteng, anak yang
jaga harus kembali jaga.
6) Jika pemain jaga terlalu penakut, biasanya ia lebih banyak menuggu
benteng atau disebut ‘tunggu brok’. Jika ini terjadi, maka pemain
yang bersembunyi akan selalu mengejek dengan kata-kata “sing
dadi tunggu brok, sing dadi tunggu brok” begitu seterusnya.
Sehingga pemain kalah akan merasa risih dan muncul keberanian
untuk mencari asal suara-suara ejekan tadi. Ia akan mulai berani
mencari walaupun dengan risiko jika larinya kalah cepat, maka ia
akan sering jaga.
7) Apabila selama anak yang jaga mencari teman-temannya yang
bersembunyi kemudian ada seorang temannya yang berhasil
mengendap-endap menuju benteng dan menyentuh benteng, maka
anak-anak yang lain yang sedang bersembunyi seolah-seolah
‘dibebaskan’ dan anak yang jaga harus kembali jaga dan mengulang
permainan dari awal.
i. Jika anak-anak yang bersembunyi sudah ditemukan semua,
permainan dilanjutkan. Yang mendapat giliran menjadi pemain jaga
adalah anak yang pertama ditemukan oleh anak yang jaga
sebelumnya. Cara lain untuk menentukan pemain jaga yaitu anak
81
yang jaga menghadap ke benteng sambil memejamkan mata. Teman-
teman yang lain yang dapat ditemukan oleh pemain jaga berjajar di
belakangnya. Kemudian anak yang jaga tadi menyebutkan nomor
urut anak yang berdiri di belakangnya, maka anak yang berdiri di
urutan yang angkanya disebutkan tadi menjadi pemain jaga
selanjutnya.
q. Cublak-cublak Suweng
Dinamakan Cublak-cublak suweng mungkin dikarenakan jalannya
permainan ini dengan cara dicublek-cublek (dipukul-pukulkan perlahan).
Benda yang digunakan adalah suweng (subang) yang terbuat dari tanduk
yang disebut dengan uwer. Namun, jika uwer sulit didapatkan, bisa
diganti dengan kerikil, biji-bijian, atau apa saja yang memiliki bentuk
mirip suweng.
Selain suweng, cublak-cublak suweng disertai pula dengan sebuah
lagu pengiring. Lagu ini dinyanyikan pemain sewaktu permainan
berlangsung. Syair lagu cublak-cublak suweng adalah sebagai berikut:
Cublak-cublak suweng
Suwenge ting gelenter
Mambu ketundhung gudel
Pak empong lera-lere
Sopo ngguyu ndhelikake
Sir sir pong udele bodong
Sir sir pong udele bodong
82
Cara bermain:
1) Seorang pemain yang kalah dalam suit atau hompimpah dinyatakan
menjadi ‘dadi’ atau penebak.
2) Pemain dadi duduk telungkup di tengah-tengah pemain lain.
3) Kedua telapak tangan lainnya diletakkan di atas punggung pemain
dadi dengan posisi terbuka.
4) Salah seorang pemain bertugas untuk menyentuhkan kerikil
berkeliling ke setiap telapak tangan pemain.
5) Sambil mengedarkan kerikil, semua pemain harus menyanyikan lagu
cublak-cublak suweng. Ketika syair lagu sampai pada kalimat “sopo
ngguyu ndelikake”, salah satu pemain harus menyembunyikan
kerikil pada salah satu tangan pemain tanpa diketahui oleh pemain
dadi.
6) Selanjutnya semua pemain mengepalkan kedua tangannya, tetapi
telunjuk tidak ikut dikepalkan. Seakan-akan semuanya memegang
kerikil. Kemudian, pemain menggesek-gesekkan telunjuk seperti
mengiris, sambil menyanyikan, “sir sir pong udele bodong, sir sir
pong udele bodong”.
7) Pemain dadi atau penebak harus menebak siapa yang menggenggam
kerikil dengan menunjuk pemain yang dia duga menggenggam
kerikil tersebut. Bila tebakannya benar, pemain pemegang kerikil
berganti menjadi pemain penebak. Jika tebakannya salah, maka
pemain penebak tersebut, menjadi penebak lagi. Bila tiga kali
83
berturut-turut gagal menebak, maka pemain tersebut mendapatkan
hukuman sesuai jenis hukuman yang disepakati bersama sebelum
bertanding.
r. Jamuran
Jamuran merupakan salah satu permainan tradisional Jawa.
Permainan ini dilakukan secara bersama-sama dengan diiringi lagu
dolanan. Anak-anak bermain sekaligus bernyanyi. Jamur artinya
cendawan, dan mendapat akhiran –an. Jamur berbentuk bulat, maka
permainan Jamuran pun memvisualisasikan bentuk jamur yang bulat
tersebut, yaitu membentuk lingkaran.
Permainan jamuran ini dulu sering dimainkan di waktu senggang di
saat pagi, sore, atau malam hari ketika bulan purnama. Permainan
jamuran tidak membutuhkan peralatan bantu. Permainan ini hanya
membutuhkan tanah lapang atau halaman yang cukup luas. Biasanya
memakai halaman rumah, halaman sekolah, atau di lapangan.
Cara bermain:
1) Sebelum bermain, anak-anak melakukan hompipah untuk
menentukan pemain yang berjaga atau ‘dadi’.
2) Selanjutnya anak-anak bergandengan tangan membentuk sebuah
lingkaran dan anak yang ‘dadi’ duduk atau jongkok di tengah
lingkaran. Anak-anak yang bergandengan tangan dan membentuk
lingkaran kemudian bergerak memutari anak yang di dalam
lingkaran sambil menyanyikan tembang berikut ini.
84
“Jamuran ya ge ge thok
Jamur apa ya ge ge thok
Jamur gajih mbejijih sak ara-ara
Sira badhe jamur apa?”
3) Anak yang ‘dadi’ segera meneriakkan satu kata nama jamur untuk
menjawab lagu tersebut. Begitu kata itu disebut, anak-anak lain yang
semula bergandengan tangan membentuk lingkaran dan harus
menirukan gerakan benda/hewan yang dibeutkan oleh yang ‘dadi’.
Misalnya anak yang ‘dadi’ menyebutkan “jamur parut”, maka anak-
anak yang membentuk lingkaran harus menyiapkan salah satu
telapak kakinya untuk digaruk-garuk (diparut) oleh pemain ‘dadi’.
Jika ada anak yang digaruk merasa geli dan tidak dapat menahan
tertawa, maka ia kalah dan gantian menjadi pemain ‘dadi’.
4) Bila anak yang ‘dadi’ meneriakkan kata “jamur kendhil” maka
anak-anak yang membuat lingkaran lari dan berjongkok berdekatan
satu sama lain. Jarak antarpemain kurang dari satu depa. Apabila ada
yang berjarak lebih dari satu depa, maka anak yang berada di sebelah
kiri menjadi pemain ‘dadi’. Jika anak-anak yang berjongkok tadi
sangat rapat, maka pemain ‘dadi’ boleh mengangkat salah seorang di
antara mereka. Apabila ada yang terangkat maka ia berganti menjadi
pemain ‘dadi’.
5) Selanjutnya ada juga “jamur patung”, anak-anak yang lain tadi
harus segera diam seperti patung, tidak boleh bergerak, tersenyum,
85
tertawa, atau berbicara. Pemain ‘dadi’ boleh menggoda temannya
agar bergerak, tersenyum, tertawa, atau berbicara. Jika ada anak
yang bergerak atau tidak dapat menahan tertawa maka ia
mendapatkan giliran jaga.
i. Selain itu, “jamur kethek menek”, para pemain harus menirukan
gerakan kera yang sedang memanjat. Bisa memanjat pohon, bangku,
kursi, atau yang lainnya asal tidak menginjak tanah. Dan masih
banyak lagi jenis jamur-jamur, tergantung kreasi dari anak-anak
yang bermain
s. Sedhingklik Oglak-Aglik
Dhingklik kalau diartikan dalam bahasa Indonesia adalah kursi
kecil. Sedang oglak aglik adalah sebuah istilah bahasa Jawa bila
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia "goyah". Jadi yang dimaksud
Dingklik oglak-aglik adalah kursi kecil yang goyah. Kenapa bisa goyah?
mungkin kurang presisi ketika membuat sambungan-sambungan bahan
untuk kursi itu. Kaki-kaki kursi tidak bagus. Ketika dirangkai,
kemungkinan terjadi pemaksaan, yang penting jadi kursi dan bisa untuk
tempat duduk sehingga kursi yang dihasilkan menjadi goyah ketika
digunakan untuk duduk.
Dingklik oglak-aglik bisa diartikan sebuah kiasan, sebagai contoh
dalam sebuah kalimat jawa : "wong agung lungguh Dingklik oglak-
aglik....." artinya seorang pejabat tinggi yang kedudukannya sedang
86
goyah. Mungkin sedang terjerat kasus atau sengaja digulingkan karena
terjadi perbedaan paham atau kepentingan.
Permainan ini tidak membutuhkan alat apapun. Hanya diperlukan
tempat yang cukup dan aman seperti halaman berumput atau lantai.
Jumlah peserta permainan ini bisa 3, 4 atau 5 anak. Namun apabila
dipertandingkan, maka diperlukan dua kelompok yang bertanding. Dalam
permainan ini, pemain akan melompat-lompat sambil bernyanyi. Berikut
syair lagu sedhingklik oglak-aglik:
Pasang dhingklik oglak-aglik
Yen keceklik adang gogik
Yu yu mbakyu mangga
Dhateng pasar blanja
Leh-olehe napa
Jenang jagung
Enthok-enthok jenang jagung
Enthok-enthok jenang jagung
Enthok-enthok jenang jagung
Cara bermain:
1) Satu kelompok yang terdiri dari 4 orang (A, B, C, D) berdiri
berhadapan dengan tangan saling bergandengan.
2) Pemain B dan C menerobos di bawah lengan A dan D, sehingga
mereka berdiri bertolak belakang dan tangan tetap bergandengan.
87
3) Salah satu kaki pemain (setiap anak), boleh kanan atau kiri) di
angkat ke dalam dan saling dikaitkan sangat kokoh sehingga mereka
tidak mudah goyah.
4) Pemain melepaskan gandengan mereka. Lalu peserta bertepuk
tangan sambil melonjak-lonjak memutar dan menyanyikan lagu
Sedhingklik oglak-aglik. Lagu tersebut dinyanyikan berulangkali
sampai ada pemai yang terjatuh.
5) Jika dalam pertandingan, kelompok yang terjatuh lebih dulu akan
dianggap kalah dan mendapat hukuman. Hukuman tergantung
kesepakatan bersama. Contoh hukuman adalah menggendong
anggota tim lawan dengan jarak tertentu.
B. PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
Dalam perancangan buku ilustrasi ini, PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
berlaku sebagai publisher buku ilustrasi sebagai media kampanye pelestarian
permainan tradisional terutama di Jawa Tengah ini.
1. Profil PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
Tiga Serangkai merupakan salah satu penerbit buku yang berada di Solo.
Tiga Serangkai telah banyak menerbitkan buku terutama buku pelajaran,
buku pengetahuan serta buku umum yang terdiri dari buku religi, buku anak,
dan buku populer. Tiga Serangkai didirikan oleh Bapak Abdullah Marzuki
dan Ibu Siti Aminah pada tahun 1959.
88
Gambar 3 .Bangunan Tiga Serangkai
(Sumber: http://www.panoramio.com/photo/45534467, diakses 27 Maret 2016)
a. Alamat : Jl. Dr. Supomo 23, Solo 57141, Surakarta, Jawa Tengah
b. Telepon : (0271) 714344
c. Fax : (0271) 713607
d. Website : www.tigaserangkai.co.id
e. Email : tspm@tigaserangkai.co.id
2. Imprit Tiga Serangkai
PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri memiliki imprint penerbitan sesuai
dengan jenis buku yang akan diterbitkan. Imprint dari Tiga Serangkai terdiri
dari:
89
a. Metagraf
Gambar 4. Logo Metagraf
(Sumber: General Book Tiga Serangkai, 22 Maret 2016)
Metagraf merupakan imprint dari Tiga Serangkai yang menerbitkan
buku-buku populer dewasa non-fiksi, seperti ‘Jokowi: Memimpin Kota
Menyentuh Jakarta’, ‘My Passion My Career’, ‘101 Young CEO’, dan
banyak buku lainnya.
Gambar 5. Buku terbitan Metagraf
(Sumber: General Book Tiga Serangkai, 22 Maret 2016
90
b. Tinta Medina
Gambar 6.Logo Tinta Medina
(Sumber: General Book Tiga Serangkai, 22 Maret 2016)
Tinta Medina merupakan imprint dari Tiga Serangkai yang menerbitkan
buku-buku religi dewasa, baik fiksi maupun non-fiksi. Buku yang telah
diterbitkan seperti ‘Hidayah dalam Cinta’, ‘Zŭwad: Menapak Jejak
Cinta’, ‘Beauty Jannaty, dan berbagai buku lainnya.
Gambar 7. Buku terbitan Tinta Medina
(Sumber: General Book Tiga Serangkai, 22 Maret 2016)
91
c. Tiga Ananda
Gambar 8. Logo Tiga Ananda
(Sumber: General Book Tiga Serangkai, 22 Maret 2016)
Tiga Ananda juga termasuk salah satu imprint dari Tiga Serangkai yang
menerbitkan buku untuk anak maupun remaja (maksimal usia 15 tahun),
baik populer maupun religi. Buku-buku ynag telah diterbitkan oleh Tiga
Ananda contohnya ‘Teka-teki Putri Mutiara’, ‘Kreasi Feltie Angkasa’,
‘Aku Senang Shalat Sunnah’, dan lain-lain.
Gambar 9. Buku terbitan Tiga Ananda
(Sumber: General Book Tiga Serangkai, 22 Maret 2016)
92
d. Metamind
Gambar 10. Logo Metamind
(Sumber: General Book Tiga Serangkai, 22 Maret 2016)
Metamind merupakan salah satu imprint dari Tiga Serangkai yang
menerbitkan buku-buku fiksi populer remaja maupun dewasa. Buku
populer yang diterbitkan oleh Metamind contohnya Seri ‘Gajahmada’,
‘Mahamimpi Anak Negeri’, ‘Perjalanan Menuju Langit’, dan masih
banyak lainnya.
Gambar 11. Buku terbitan Metamind
(Sumber: General Book Tiga Serangkai, 22 Maret 2016)
3. Struktur Organisasi
Struktur organisasi dari PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri adalah
sebagai berikut:
93
Bagan 2. Struktur Organisasi Tiga Serangkai
(Sumber: General Book Tiga Serangkai, 22 Maret 2016)
4. Prosedur Publikasi
Prosedur publikasi dari PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri dapat
digambarkan sebagai berikut:
Managing Director
TSPM
General Manager for
General Book
Publishing
Manager
Religion Book
Division
Religion Book
Editor
C & T Book
Division
C & T Book
Editor
Popular Book
Division
Popular Book
Editor
Design
Division
Designer
Illustrator
Layouter
Proof ReaderTraffic & Monitoring
ADM Inistration
Marketing
Manager
Promo
ManagerNational Sales
Manager
94
Bagan 3. Alur Publikasi ke Tiga Serangkai
(Sumber: General Book Tiga Serangkai, 22 Maret 2016)
Alur pengajuan buku dalam PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri adalah
naskah dari penulis atau pengarang yang berisi konsep buku, sinopsis, isi dan
tentang penulis dapat diserahkan langsung melalui showroom Tiga Serangkai
dalam bentuk print. Selain melalui showroom Tiga Serangkai, naskah juga
dapat dikirimkan dalam bentuk soft file melalui email Tiga Serangkai. Setelah
itu naskah yang masuk akan dipilah untuk disampaikan ke editor masing-
masing divisi untuk di-review. Naskah-naskah yang masuk dalam sebulan
akan dibagikan dengan rata ke masing-masing editor di masing-masing divisi.
Koreksi, Revisi,
Siap cetak.
Naskah Masuk
(Penulis/Pengarang)
Review/Evaluasi
(Bagian Editor)
Naskah diterima Naskah ditolak
Preparation Forum
(Promosi, Penjualan
dan Marketing)
Naskah diterima Naskah ditolak
Proses Editing
(Tipografi, Layouting
dan Ilustrasi)
95
Dalam waktu 3 bulan, penulis atau pengarang akan diberitahukan naskah
tersebut diterima atau ditolak. Jika naskah ditolak, naskah akan kembali
kepada penulis atau pengarang. Jika naskah tersebut diterima dan dianggap
layak, selanjutnya naskah tersebut akan dipresentasikan dalam presentation
forum. Dalam forum tersebut naskah akan dipresentasikan kepada divisi
marketing, sales dan promosi sebagai pertimbangan apakah buku tersebut
layak terbit sesuai dengan kondisi pasar. Keputusan dari divisi marketing,
sales dan promosi akan diberitahukan paling lambat satu bulan setelah forum
berlangsung. Jika naskah ditolak, naskah akan tetap kembali kepada penulis
atau pengarang. Jika naskah diterima, pihak Tiga Serangkai akan mengontak
penulis atau pengarang untuk merevisi konten naskah hingga siap edit.
Selanjutnya, naskah yang sudah siap edit akan dimasukkan ke dalam jadwal
editing. Setelah tiba waktu editing, naskah akan diserahkan kepada editor
yang bertanggung jawab meng-edit naskah tersebut. Editing naskah meliputi
pemilihan tipografi, pembuatan cover, layouting dan pembuatan ilustrasi yang
sesuai dengan konten buku. Editing naskah ini biasanya berjalan selama 1-3
bulan. Naskah yang telah di-edit dan sudah siap cetak akan diberikan ke
bagian percetakan untuk kemudian dicetak menjadi sebuah buku. Buku yang
telah dicetak pun tidak langsung diterbitkan. Penerbitan buku ynag telah jadi
tergantung bagaimana kondisi pasar serta menyesuaikan momen dalam
masyarakat, contohnya ketika bulan puasa, awal masuk kuliah, dan
sebagainya.
96
5. Sistem Royalti
a. Besaran Royalti
Royalti merupakan sejumlah uang sebagai pengganti jasa yang
dibayarkan penerbit kepada penulis atau pengarang naskah untuk setiap
buku yang diterbitkan. Besaran royalti yang diberikan kepada penulis
atau pengarang dari pihak Tiga Serangkai yaitu sebesar 7%-10% dari
hasil penjualan buku.
b. Sistem Pembayaran Royalti
Sistem pembayaran royalti di Tiga Serangkai yaitu dibayarkan setiap
satu semester dalam satu tahun. Royalti biasanya dibayarkan di bulan
Januari dan Juni. Royalti akan langsung masuk ke rekening penulis atau
pengarang sesuai dengan data yang diberikan penulis pada awal
menandatangani surat perjanjian.
6. Distribusi Produk
Produk yang telah diterbitkan oleh PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
telah tersebar ke seluruh Indonesia. Penyebaran terbesarnya berada di daerah
JABODETABEK. Selain itu, produk juga didistribusikan ke daerah-daerah.
Produk Tiga Serangkai didistribusikan melalui toko-toko buku besar maupun
kecil di seluruh Indonesia.
7. Promosi yang dilakukan
Pihak Tiga Serangkai tidak hanya menerbitkan buku, namun juga
melakukan promosi supaya buku tersebut dikenal di pasar Indonesia.
97
Beberapa promosi yang dilakukan oleh Tiga Serangkai untuk
mempromosikan berbagai buku yang telah terbit antara lain:
a. Melalui distribusi ke toko-toko buku besar dengan spot terbaik.
b. Melalui kegiatan-kegiatan pameran dan workshop
c. Melalui bedah buku lewat radio
d. Promosi melalui media pendukung seperti poster, sticker, video promosi,
postcard, dan lain-lain.
e. Promosi melalui media sosial (website, twitter, facebook, dan media
sosial masing-masing penulis).
C. Target Market
Segmentasi target market yang disasar pada konsep perancangan buku
cerita bergambar pengenalan permainan tradisional ini adalah sebagai berikut:
a. Segmentasi Demografis
1) Usia : Dewasa (18-40 tahun)
2) Pendidikan : Semua jenjang pendidikan
3) Jenis Kelamin : Laki-laki dan perempuan
4) Agama : Semua agama
5) Kelas Sosial : Semua golongan
b. Segmentasi Geografis
Daerah yang akan menjadi target sasaran buku ini secara khusus
adalah wilayah karisidenan Surakarta dan sekitarnya, dan seluruh
Indonesia secara umumnya.
98
c. Segmentasi Psikografis
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang mengambil
keputusan untuk membeli buku ini. Faktor psikologis tersebut antara lain
orang-orang yang ingin bernostalgia kembali ke masa kecilnya ketika
memainkan permainan tradisional, orang-orang yang ingin melestarikan
serta memperkenalkan kembali permainan tradisional kepada
masyarakat, orang tua yang ingin memperkenalkan kembali permainan
tradisional terutama permainan tradisional Jawa Tengah kepada anak-
anaknya.
D. Kompetitor
1. Buku “Ensiklopedia Negeriku: Permainan Tradisional”
a. Deskripsi Umum
Buku “Ensiklopedia Negeriku: Permainan Tradisional” ini
merupakan buku ensiklopedi yang bertemakan kebudayaan, terutama
mengangkat mengenai permainan tradisional di Indonesia. Buku
ensiklopedi ini ditujukan untuk anak-anak dan memuat berbagai
permainan, tidak hanya permainan tradisional, namun permainan dengan
dadu dan permainan hari kemerdekaan pun dimasukkan ke dalam
kontennya.
1) Judul : Ensiklopedia Negeriku: Permainan Tradisional
2) Pengarang : Dian Kristiani
3) Penerbit : PT. Bhuana Ilmu Populer
99
4) Tahun terbit : 2015
5) Jumlah halaman : 126 halaman
6) Ukuran : 17 cm x 21 cm
7) Garis besar isi :
Selayaknya sebuah buku ensiklopedia, buku ini berisi berbagai
macam permainan yang ada di Indonesia. Permainan-permainan
tersebut terbagi menjadi 10 bagian, yaitu permainan ramai-ramai,
permainan dengan alat, permainan dengan nyanyian, permainan di
atas tanah, permainan dengan tali, permainan kejar-kejaran,
permainan duduk santai, permainan tebak-tebakan, permainan
dengan dadu, dan permainan hari kemerdekaan. Setiap permainan
dilengkapi dengan petunjuk asal daerah, penjelasan yang ringkas,
dan cara bermain. Hampir setiap permainan dilengkapi dengan
ilustrasi yang menjelaskan setiap langkah-langkah permainan. Gaya
bahasa yang digunakan adalah gaya bahasa formal santai yang
sangat ringkas dan mudah dimengerti oleh anak-anak.
b. Target Market
1) Segmentasi Demografis
a) Umur : Anak-anak dan remaja awal (9-15 tahun)
b) Jenis Kelamin : Laki-laki dan perempuan
c) Agama : Semua agama
d) Kelas Sosial : Menengah ke atas
100
2) Segmentasi Geografis
Segmentasi geografis buku ensiklopedia ini mencakup seluruh
Indonesia
3) Segmentasi Psikografis
Buku “Ensiklopedia Negeriku: Permainan Tradisional” ini
dibuat untuk usia anak-anak serta remaja awal yang tertarik dengan
warisan budaya terutama berbagai macam permainan di Indonesia,
untuk anak-anak yang ingin mempelajari berbagai macam
permainan, serta untuk anak-anak yang gemar membaca.
c. Distribusi
Buku ensiklopedia ini didistribusikan ke seluruh Indonesia melalui
toko-toko buku besar maupun kecil.
d. Promosi yang Dilakukan
Buku ini dipromosikan melalui penempatan spot terbaik di jajaran
buku baru di toko-toko buku. Selain itu, melalui media sosial dari pihak
penerbit, diantaranya melalui website BIP, instagram BIP, facebook dan
twitter.
e. Tampilan Visual
1) Cover buku “Ensiklopedia Negeriku: Permainan Tradisional”
101
Gambar 12. Cover Depan ‘Ensiklopedia Negeriku: Permainan Tradisional”
2) Bagian isi buku “Ensiklopedia Negeriku: Permainan Tradisional”
Tampilan visual keseluruhan isi buku ensiklopedi ini cukup
menarik dengan menggunakan kertas HVS dengan cetakan fullcolor
menggunakan pilihan warna yang cerah di seluruh halaman. Layout
buku ini tergolong rapi dengan keterbacaan tinggi, dan ilustrasi yang
digunakan termasuk menarik bagi anak-anak. Berikut contoh
tampilan visual isi buku ensiklopedi ini:
102
Gambar 13. Isi buku “Ensiklopedia Negeriku: Permainan Tradisional”
Gambar 14. Isi buku “Ensiklopedia Negeriku: Permainan Tradisional”
2. Buku Cerita “Little Mice: Game Over!!”
a. Deskripsi Umum
Buku cerita “Little Mice: Game Over!!” ini merupakan buku cerita
yang mengangkat tema masa kecil dari tokoh utama, yaitu Mice. Buku
ini lebih ditujukan kepada orang dewasa yang ingin kembali merasakan
103
permainan di Jakarta era 70-80an, sehingga buku ini termasuk buku
nostalgia yang membawa pembacanya kembali ke masa kecilnya.
Kontennya secara umum membahas mengenai berbagai permainan
tradisional ynag pernah Mice mainkan di masa kecilnya.
1) Judul : Little Mice: Game Over!!
2) Pengarang : Muhammad Mice Misrad
3) Penerbit : Percetakan Octopus’s Garden
4) Tahun terbit : 2013
5) Jumlah halaman : 112 halaman
6) Ukuran : 22 cm x 17,5 cm
7) Garis besar isi :
Suatu hari, hujan turun dengan derasnya. Mice, yang kini sudah
memiliki keluarga memandang keluar jendela dan kembali ke
ingatan masa lalunya ketika masih kecil. Kembali ke masa kecilnya
di Jakarta ketika tahun 1977-1985. Mice kemudian menceritakan
pengalaman bermainnya ketika kecil ketika bermain tembak-
tembakan kayu, pletokan, sumpitan, bola gebok, gelatik, gundu, dan
adu biji karet. Mice menceritakan bagaimana cara membuat alat
permainan, bagaimana jalannya permainan hingga pengalaman
pribadinya ketika memainkan permainan tersebut. Di sela-sela
ceritanya mengenai permainan yang dimainkannya, Mice juga
menyelipkan beberapa cerita yang menarik mengenai profil anak
kecil era 70-80an. Gaya bahasa yang digunakan termasuk formal,
104
santai dan ringan, serta menggunakan istilah-istilah yang banyak
digunakannya di masa kecil. Kisah Mice ini diakhiri dengan
sepotong adegan Mice bermain hujan-hujanan di luar rumah bersama
dengan anaknya, Hana.
b. Target Market
1) Segmentasi Demografis
a) Umur : Dewasa (18-50 tahun)
b) Jenis Kelamin : Laki-laki dan perempuan
c) Agama : Semua agama
d) Kelas Sosial : Menengah ke atas
2) Segmentasi Geografis
Segmentasi geografis buku cerita “Little Mice: Game Over!!”
ini mencakup seluruh Indonesia.
3) Segmentasi Psikografis
Buku “Little Mice: Game Over!!” ini ditujukan untuk orang
dewasa yang ingin bernostalgia dengan kenangan masa kecilnya
serta untuk orang-orang yang ingin mengenal permainan yang ada
ketika era 70-80an.
c. Distribusi
Buku cerita ini didistribusikan ke seluruh Indonesia melalui toko-
toko buku besar, toko-toko buku kecil serta penjualan melalui toko buku
online.
105
d. Promosi yang Dilakukan
Buku ini dipromosikan melalui melalui media sosial dari pihak
penulis, diantaranya melalui instagram, pinterest, facebook dan twitter.
e. Tampilan Visual
1) Cover Buku Cerita“Little Mice: Game Over!!”
Gambar 15. Cover Depan “Little Mice: GameOver!!” vol.01
2) Bagian Isi Buku Cerita “Little Mice: Game Over!!”
Tampilan visual keseluruhan isi buku cerita ini cukup menarik
dengan menggunakan kertas bookpaper. Namun sayang sekali
cetakan bagian dalam buku ini hanya dicetak dalam satu warna, yaitu
hitam putih, tanpa menggunakan warna lain. Layout buku ini tidak
kaku dan terkesan sedikit berantakan namun masih dengan
keterbacaan tinggi bagi orang dewasa. Ilustrasi yang digunakan
106
merupakan ilustrasi khas Mice sendiri yang menarik dan ekspresif.
Berikut contoh tampilan visual isi buku cerita ini:
Gambar 16. Isi Buku “Little Mice: GameOver!!” vol.01
Gambar 17. Isi Buku “Little Mice: GameOver!!” vol 01
E. Analisa SWOT
Analisa SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) merupakan alat
identifikasi untuk merumuskan strategi produk agar lebih terarah melalui berbagai
faktor. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksmalkan kekuatan
(strength) dan kesempatan (opportunities), namun secara bersamaan dapat
meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats), sekaligus sebagai
bahan perbandingan dengan kompetitornya. Dalam hal ini analisa SWOT
107
diterapkan dalam perbandingan buku ilustrasi tentang permainan tradisional
terutama di Jawa Tengah ini dengan kompetitornya untuk mengetahui peluang
utama dalam pembuatannya.
Tabel berikut ini memuat analisa SWOT dari buku ilustrasi permaian
tradisional terutama di Jawa Tengah yang berjudul “Replay!” dengan dua
kompetitornya, yaitu “Ensiklopedia Negeriku: Permainan Tradisional” dan “Little
Mice: Game Over!!”
Tabel analisis SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunities, Threat)
Analisa
SWOT Buku “Replay!”
Buku “Ensiklopedia Negeriku:
Permainan Tradisional”
Buku “Little Mice: Game
Over!!”
Strength
(Kekuatan)
1. Mengangkat tema mengenai
permainan tradisional yang
spesifik untuk target audience
dewasa yang jarang ditemukan
dalam bentuk buku.
2. Menggunakan gaya bahasa yang
formal, ringan dan lugas
sehingga mudah dipahami.
3. Ilustrasi yang akan dibuat
sederhana namun ekspresif.
4. Color tone menggunakan
warna-warna watercolor
sehingga tidak monoton.
5. Layout akan dibuat rapi dan
seimbang dengan gambar.
1. Tema yang diangkat mengenai
berbagai macam permainan di
seluruh Indonesia.
2. Ilustrasi menggunakan warna-
warna cerah dan gambar yang
menarik bagi target audiencenya.
3. Menggunakan media cetak kertas
HVS tebal sehingga warna
maksimal, dan seluruh halaman
fullcolor.
4. Menggunakan color tone cerah
sehingga tidak monoton
5. Teks bagian kontennya tidak
terlalu panjang dengan penjelasan
yang sistematis
1. Tema yang diangkat menarik,
yaitu mengenai beberapa
permainan yang pernah
dimainkan pada era 70-80an.
2. Ide ceritanya menarik
mengajak pembaca
bernostalgia kembali ke masa
kecilnya
3. Alur ceritanya mengalir dan
menarik, dengan selipan info-
info yang menyenangkan.
4. Gaya bahasa yang digunakan
non-formal dan santai, namun
tetap menarik dan mudah
dipahami. 108
6. Dalam elemen teks
menggunakan font yang tidak
terlalu formal namun tetap
menarik dengan keterbacaan
tinggi.
6. Penataan layout rapi dan
pemilihan font dengan
keterbacaan tinggi
5. Ilustrasinya khas, ekspresif
dan detail, dengan
penggambaran yang lugas.
6. Pemilihan jenis huruf serta
layout terkesan sesuai dan
menyatu dengan ilustrasi.
Weaknesses
(Kelemahan)
1. Tidak menggunakan hardcover
pada bagian covernya, sehingga
cover mudah rusak.
2. Tidak menggunakan alur cerita
sehingga kurang mengalir.
3. Menggunakan campuran hitam
putih dan warna yang
kemungkinan akan terasa
monoton di beberapa bagian.
1. Tidak menggunakan hardcover
pada bagian covernya, sehingga
cover mudah rusak.
2. Penataan layout di beberapa
tempat terasa sangat penuh tanpa
ada white space yang cukup.
3. Tidak menggunakan alur cerita
sehingga kurang mengalir.
1. Tidak menggunakan
hardcover pada bagian
covernya, sehingga cover
mudah rusak.
2. Dicetak menggunakan satu
warna saja sehingga terkesan
monoton
3. Dicetak menggunakan kertas
bookpaper sehingga lama
kelamaan akan menguning.
Opportunities 1. Jarang ditemukan buku koleksi 1. Tidak menutup kemungkinan 1. Jarang ditemukan buku cerita
109
(Peluang) dewasa yang mengangkat tema
permainan tradisional.
2. Ilustrasi yang dibuat diharapkan
mampu membawa target
audience bernostalgia ke masa
kecilnya.
orang dewasa membeli buku
ensiklopedia ini, karena konten
bukunya komplit.
2. Dapat menjadi buku edukasi
sekaligus buku parenting bagi
anak-anak dan orang tuanya.
yang membahas permainan
masa kecil dengan alur yang
mengalir.
2. Ilustrasi yang menarik dan
khas menjadikan buku ini
buku yang ingin dimiliki
sebagai buku koleksi.
Threat
(Ancaman)
1. Semakin banyak bermunculan
buku dengan ilustrasi yang lebih
menarik dan detail.
2. Semakin banyaknya buku
terjemahan dengan tema yang
lebih menarik.
1. Semakin banyaknya buku
ensiklopedia dengan alur cerita
yang menarik.
2. Mulai banyak muncul buku ynag
bertema sejenis dengan
penggambaran yang lebih bagus
dan rapi.
1. Banyak bermunculan buku
yang mengangkat tema
permainan lain yang lebih
menarik.
2. Banyak buku lain yang
memiliki gaya ilustrasi yang
lebih menarik dan lebih
berwarna.
Tabel 2. Tabel Analisa SWOT
110
top related