bahan ajar sosiologi pertanian · 2020. 3. 28. · 1. sosiologi bersifat empiris, yang berarti...
Post on 12-Feb-2021
3 Views
Preview:
TRANSCRIPT
-
BAHAN AJAR
SOSIOLOGI PERTANIAN
PENYUSUN
Dr. Ir. Charles Ngangi, MS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI 2018
-
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL....................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................... ii
BAB I ORIENTASI SOSIOLOGI .............................................. 1
BAB II PROSES SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL ............... 14
BAB II KEBUDAYAAN DAN MASYARAKAT ........................... 29
BAB III KELEMBAGAAN SOSIAL ............................................... 43
BAB IV STRATIFIKASI SOSIAL................................................... 55
BAB VI PENGUASAAN TANAH DAN KELEMBAGAAN ......... 75
BAB VII PARTISIPASI MASYARAKAT...................................... 92
BAB VIII GENDER DALAM PERTANIAN................................. 101
BAB IX MOBILITAS SOSIAL....................................................... 113
DAFTAR PUSTAKA........................................................................ 119
-
BAB I
ORIENTASI SOSIOLOGI
A. Pendahuluan
Sosiologi merupakan ilmu sosial yang objeknya adalah masyarakat. Sosiologi
merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri sebab telah memenuhi segenap unsur ilmu
pengetahuan. Unsur-unsur ilmu pengetahuan dari sosiologi adalah sosiologi bersifat logis,
objektif, sistematis, andal, dirancang, akumulatif, dan empiris, teoritis, kumulatif, non etis.
Sosiologis bersifat logis artinya sosiologi disusun secara masuk akal, tidak
bertentangan dengan hukum-hukum logika sebagai pola pemikiran untuk menarik
kesimpulan. Sosiologi bersifat obyektif artinya sosiologi selalu didasarkan pada fakta dan
data yang ada tanpa ada manipulasi dari data. Sosiologi bersifat sistematis artinya sosiologi
disusun secara rapi, sesuai dengan kaidah keilmuan. Sosiologi bersifat andal artinya
sosiologi dapat dibuktikan kembali, dan untuk suatu keadaan terkendali harus menghasilkan
hasil yang sama. Sosiologi bersifat dirancang/direncanakan artinya sosiologi didesain lebih
dahulu sebelum melaksanakan aktivitas penyelidikan. Sosiologi bersifat akumulatif artinya
sosiologi merupakan ilmu yang akan selalu bertambah dan berkembang seiring dengan
perkembangan keinginan dan hasrat manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Penemuan (kesimpulan, kebenaran) kemudian menggugurkan penemuan sebelumnya.
Sosiologi bersifat empiris, artinya sosiologi didasarkan pada observasi terhadap
kenyataan dan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat spekulatif. Sosiologi bersifat teoritis,
artinya sosiologi selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hasil penelitian.
Sosiologi bersifat kumulatif, artinya sosiologi dibentuk atas dasar teori-teori yang sudah ada
dalam arti memperbaiki, memperluas, serta memperhalus teori-teori lama. Sosiologi bersifat
non-ethnis, artinya sosiologi yang dibahas dan dipersoalkan bukanlah buruk baiknya fakta
tertentu, akan tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara analitis.
(Tjipto Subadi, 2009:1-2)
-
Sedangkan ciri-ciri ilmu pengetahuan dari sosiologi menurut Soerjono Soekanto
(1986: 11) adalah :
1. Sosiologi bersifat empiris, yang berarti bahwa ilmu pengetahuan tersebut didasarkan
pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat serta hasilnya tidak bersifat
spekulatif.
2. Sosiologi bersifat teoritis, yaitu ilmu pengetahuan tersebut selalu berusaha untuk
menyusun abstraksi dari hasil-hasil penelitian.
3. Sosiologi bersifat kumulatif, yang berarti bahwa teori-teori sosiologi dibentuk atas dasar
teori-teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki, memperluas, serta memperhalus
teori-teori lama.
4. Sosiologi bersifat non-ethis, yakni yang dipersoalkan bukanlah buruk baiknya fakta
tertentu, akan tetapi tujuannya adalah untuk menjelaskan fakta tersebut secara analitis.
Namun yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana untuk membedakan sosiologi
dengan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya yang tergabung pula dalam ilmu-ilmu sosial?
Mengenai persoalan ini masih banyak tumpang tindih oleh karena pembedaannya tidak
tegas dan bukan hanya menyangkut perbedaan dalam isi atau objek penyelidikan, akan
tetapi juga menyangkut perbedaan tekanan pada unsur-unsur objek yang sama, atau
lebih jelasnya pendekatan yang berbeda terhadap objek yang sama. Untuk lebih
memberikan gambaran yang jelas dipersilahkan membaca secara cermat dan teliti
uraian berikut ini..
1. Pengetian Sosiologi
Sosiolog De Saint Simon, bapak perintis sosiologi (1760-1825) menjelaskan
bahwa sosiologi itu mempelajari masyarakat dalam aksi-aksinya, dalam usaha
koleksinya, baik spiritual maupun material yang mengatasi aksi-aksi para peserta
individu dan saling tembus menembus (lihat “Traite de Sociologie 1962, dari Georges
Gurvitch Jilid I hal. 32).
Mayor Polak, memberikan komentarnya terhadap pandangan Simon tersebut
bahwa definisi itu agak samar-samar bagi para pendatang baru dalam bidang sosiologi.
Maka kemudian Polak menyampaikan pandangannya tentang sosiologi yang diawali
dengan penyataannya sosiologi adalah suatu ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan
-
adalah suatu kompleks atau disiplin pengetahuan tentang suatu bidang realitas tertentu,
yang didasarkan pada kenyataan (fakta-fakta) dan yang disusun serta diantar-hubungkan
secara sistematis dan menurut hukum-hukum logika. Karena pengetahuan ilmiah
didasarkan pada fakta-fakta maka orang sering menamakannya “obyektif”. Pernyataan
ini kurang tepat, pada hakekatnya tidak ada pengetahuan obyektif. Hasil-hasil
pengamatan kita tentang dunia luar semuanya diolah dalam otak kita masing-masing,
jadi sifatnya subyektif. Tetapi panca indera kita adalah serupa dan tidak tunduk kepada
logika yang sama, sehingga kita dapat menemukan pengetahuan ilmiah itu “antar-
subyektif”. Untuk lebih memperdalam pemahaman kita tentang sosiologi berikut ini
penulis sajikan pengertian sosiologi dari beberapa pandangan para ahli tentang
sosiologi.
a. Bapak sosiologi adalah Auguste Comte (1789-1853). Kata sosiologi mula-mula
digunakan oleh Auguste Comte, dalam tuliasannya yang berjudul Cours de
Philosopie Positive (Positive Philosophy) tahun 1842. Sosiologi berasal dari bahasa
latin yang dari dua kata; Socius dan Logos. Secara harfiah atau etimologis kata
socius berarti teman, kawan, sahabat, sedangkan logos berarti ilmu pangetahuan.
Jadi sosiologi berarti ilmu pengetahuan tentang bagaimana berteman, berkawan,
bersahabat atau suatu ilmu yang membicarakan tentang bagaimana bergaul dengan
masyarakat, dengan kata lain sosiologi mempelajari tentang masyarakat, atau ilmu
pengetahuan tentang hidup masyarakat. Secara operasional Auguste Comte
menjelaskan bahwa sosiologi merupakan ilmu pengetahuan kemasyarakatan umum
yang merupakan pula hasil terakhir perkembangan ilmu pengetahuan, didasarkan
pada kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh ilmu-ilmu pengetahuan lainnya,
dibentuk berdasarkan observasi dan tidak pada spekulasi-spekulasi perihal keadaan
masyarakat serta hasilnya harus disusun secara sistematis.
b. Emile Durkheim (1858-1917) pernah menamakan sosiologi adalah ilmu tentang
lembaga-lembaga sosial, yakni pikiran-pikiran dan tindakan-tindakan yang sudah
“tertera” yang sedikit banyak menundukkan para warga masyarakat.
c. Pitirim Sorokin (terjemahan bebas dari Sorokin, Contemporary Sociological
Theories, 1928: 760-761) menjelaskan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang
mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-
-
gejala sosial, misalnya antara gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan
moral, hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik dan lain
sebagainya.
d. William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff dalam bukunya yang berjudul
“Sociology” Edisi Keempat, halaman 39 dijelaskan bahwa sosiologi adalah
penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya berupa organisasai
sosial.
e. J.A.A. Van Doorn dan C.J. Lammers, dalam bukunya yang berjudul “Modern
Sociology, Systematic en Analyse, (1964: 24) dijelaskam bahwa sosiologi ilmu
pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang
bersifat stabil. (Soerjono Soekanto, 1986:15-16).
f. Pengertian sosiologi dari ilmuwan sosial lain, menjelaskan bahwa sosiologi adalah:
1) Suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat.
2) Sosiologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat sebagai
keseluruhan yakni antar hubungan diantara manusia dengan manusia, manusia
dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok.
3) Sosiologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat sebagai
keseluruhan yakni antara hubungan diantara manusia dengan manusia, manusia
dengan kelompok, kelompok dengan kelompok baik formal maupun material.
4) Sosiologi adalah suatu ilmu prengetahuan yang mempelajari masyarakat
sebagai keseluruhan, yakini antar-hubungan diantra manusia dengan manusia,
manusia dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, baik formal maupun
material, baik statis maupun dinamis (Mayor Polak, 1979: 4-8)
Pengertian sosiologi yang lain, disampaikan juga oleh:
g. Alvin Bertrand, ia mengatakan bahwa sosiologi adalah studi tentang hubungan
antar manusia (human relationship).
h. P. J. Bouwman, juga memberikan sumbangan pemikiran tentang pengertian
sosiologi adalah ilmu masyarakat secara umum. Sedangkan menurut Selo
Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari
struktur sosial dan proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial (Ary H.
Gunawan, 2000: 3). Pengertian ini hampir sama dengan pengertian sosiologi yang
-
disampaikan oleh Soerjono Soekanto bahwa sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk di dalamnya
perubahan-perubahan sosial.
Dari beberapa definisi tentang sosiologi tersebut di atas terdapat dua hal yang
penting dalam memahami sosiologi. Pertama, masyarakat sebagai keseluruhan. Kedua,
masyarakat sebagai jaringan antar hubungan sosial. Tugas sosiologi adalah untuk
menyelami, menganalisa dan memahami jaringan-jaringan antar hubungan itu.
Penerapan teori sosiologi. Penerapan teori sosiologi dalam lingkungan
masyarakat ditunjukkan adanya hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala
sosial dengan gejala-gejala non-sosial, misalnya gejala geografis, biologis dan
sebagainya. Dan ciri umum dari pada semua jenis gejala-gejala sosial. Roucek dan
Warren (terjemahan bebas dari Roucek dan Werren, Socuology an Introduction, 1962:
3) bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam
kelompok-kelompok.
1) Obyek Sosiologi
Meyer F. Nimkoff, dalam M. Nata Saputra (1982: 30-31) membagi objek
sosiologi ke dalam 7 objek, yaitu: (1) faktor dalam kehidupan sosial manusia, (2)
kebudayaan, (3) sifat hakiki manusia (human nature), (4) kelakuan kolektif, (5)
persekutuan hidup, (6) lembaga sosial, dan (7) perubahan sosial (social change). Dalam
garis besarnya ada 3 pendapat tentang objek sosiologi, yaitu;
a. Objek sosiologi adalah individu (individualisme). Tokohnya George Simmel, yang
memandang masyarakat dari sudut individu; kresatuan kelompok itu asalnya
semata-mata dari kesatuan yang nyata berwujud yang terdiri dari manusia-manusia
perorangan. George Simmel menitik beratkan pada daya pengaruh mempengaruhi
antara individu-individu yang merupakan sumbar segala pembentukan kelompok.
b. Objek sosiologi adalah kelompok manusia/masyarakat (kolektivisme). Tokohnya
Ludwik Gumplowicz. Baginya masyarakat atau kelompok manusia merupakan
satu-satunya objek sosiologi. Dalam peristiwa sejarah, individu adalah pasif di
mana kehidupan kerokhaniannya ditentukan oleh kehendak masyarakat. Perhatian
Ludwik terutama dicurahkan pada perjuangan antara golongan-golongan.
-
c. Objek sosiologi adalah realitas sosial. Pandangan yang individualistis dan
kolektivistis tersebut di atas itu biasanya dipandang sebagai berat sebelah, karena
itu pandangan ketiga ini ingin menjauhi kelemahan itu. Pandangan ini melihat
kehidupan sosial dari sudut saling mempengaruhi dan bersikap tidak memihak
terhadap pertentangan antara kedua faham tersebut. Bahkan ada yang tidak
mengakui pertentangan yang ada antara kedua faham itu. Ada dua tokoh dalam
pandangan ini;
1) Ch. H. Cooley berpendapat sosiologi ditujukan kepada realitas sosial. Ia
mengembangkan konsepsi dari saling tergantung dan ketidak terpisahanya
individu dan masyarakat. “Diri sendiri dan masyarakat itu adalah dua anak
kembar”. Begitu pula kesadaran sosial tak terpisah dari kesadaran sendiri.
Teori Cooley berdasarkan pendapat bahwa pergaulan hidup masyarakat
merupakan suatu keseluruhan. Individu dan masyarakat tak dapat ada sendiri-
sendiri, tetapi kedua-duanya merupakan segi-segi dari suatu kenyataan. Satu
hal yang penting dari teori ini adalah pengertian tentang “primary group”
seprti keluarga, lingkungan tetangga, lingkungan sahabat dan sebagainya.
Primary group dengan hubungan face to face yang akrab, merupakan tempat
mencetak semua sikap pribadi seseorang dan sikap-sikap sosial.
2) L. Von Wiese. Ia menamakan sosiologi Beziehunglehre, yaitu ilmu pengetahuan
mengenai perhubungan antara sesama manusia, atau hubungan sosial.
Sosiologi dipandang sebagai ilmu pengetahuan empiris dan objeknya adalah
perhubungan manusia membentuk sosial. Dasar penyelidikan sosiologi adalah
hubungan sosial/proses sosial, yaitu perubahan-perubahan dalam social
distance (perubahan-perubahan dalam jarak hubungan sosial). Ia terutama
memperhatikan proses-proses sosial dari “assosiasi” (perkaitan) dan
“disasosiasi” (perpecahan). Dalam suasana sosial, ia hanya melihat proses-
proses dan rangkaian peristiwa-peristiwa yang tentunya juga melibatkan
individu.
Menurut Jabal Tarik Ibrahim (2002: 2) obyek sosiologi adalah masyarakat,
masyarakat yang dimaksud adalah hubungan antar manusia dan proses yang timbul dari
-
hubungan antar manusia dalam masyarakat. Masyarakat (society) adalah sejumlah orang
yang bertempat tinggal hidup bersama menjadi satu kesatuan dalam sistem kehidupan
bersama. Sistem hidup bersama ini kemudian menimbulkan kebudayaan termasuk
siatem hidup itu sendiri.
B. Sejarah Lahirnya Sosiologi sebagai Suatu Ilmu
Sebagai suatu disiplin akademis yang mandiri, sosiologi masih berumur relatif muda
yaitu kurang dari 200 tahun. Istilah sosiologi untuk pertama kali diciptakan oleh Auguste
Comte dan oleh karenanya Comte sering disebut sebagai bapak sosiologi. Istilah sosiologi ia
tuliskan dalam karya utamanya yang pertama, berjudul The Course of Positive Philosophy,
yang diterbitkan dalam tahun 1838. Karyanya mencerminkan suatu komitmen yang kuat
terhadap metode ilmiah. Menurut Comte ilmu sosiologi harus didasarkan pada observasi dan
klasifikasi yang sistematis bukan pada kekuasaan dan spekulasi. Hal ini merupakan
pandangan baru pada saat itu.
Di Inggris Herbert Spencer menerbitkan bukunya Principle of Sociology dalam tahun
1876. Ia menerapkan teori evolusi organik pada masyarakat manusia dan mengembangkan
teori besar tentang “evolusi sosial” yang diterima secara luas beberapa puluh tahun
kemudian. Seorang Amerika Lester F. Ward yang menerbitkan bukunya “Dynamic
Sociology” dalam tahun 1883, menghimbau kemajuan sosial melalui tindakan-tindakan
sosial yang cerdik yang harus diarahkan oleh para sosiolog. Seorang Perancis, Emile
Durkheim menunjukkan pentingnya metodologi ilmiah dalam sosiologi. Dalam bukunya
Rules of Sociological Method yang diterbitkan tahun 1895, menggambarkan metodologi
yang kemudian ia teruskan penelaahannya dalam bukunya berjudul Suicide yang diterbitkan
pada tahun 1897. Buku itu memuat tentang sebab-sebab bunuh diri, pertama-tama ia
merencanakan disain risetnya dan kemudian mengumpulkan sejumlah besar data tentang
ciri-ciri orang yang melakukan bunuh diri dan dari data tersebut ia menarik suatu teori
tentang bunuh diri.
Kuliah-kuliah sosiologi muncul di berbagai universitas sekitar tahun 1890-an. The
American Journal of Sociology memulai publikasinya pada thun 1895 dan The American
Sociological Society (sekarang bernama American Sociological Association) diorganisasikan
dalam tahun 1905. Sosiolog Amerika kebanyakan berasal dari pedesaan dan mereka
-
kebanyakan pula berasal dari para pekerja sosial; sosiolog Eropa sebagian besar berasal dari
bidang-bidang sejarah, ekonomi politik atau filsafat.
Urbanisasi dan industrialisasi di Amerika pada tahun 1900-an telah menciptakan
masalah sosial. Hal ini mendorong para sosiolog Amerika untuk mencari solusinya. Mereka
melihat sosiologi sebagai pedoman ilmiah untuk kemajuan sosial. Sehingga kemudian ketika
terbitnya edisi awal American Journal of Sociology isinya hanya sedikit yang mengandung
artikel atau riset ilmiah, tetapi banyak berisi tentang peringatan dan nasihat akibat urbanisasi
dan industrialisasi. Sebagai contoh suatu artikel yang terbit di tahun 1903 berjudul “The
Social Effect of The Eight Hour Day” tidak mengandung data faktual atau eksperimental.
Tetapi lebih berisi pada manfaat sosial dari hari kerja yang lebih pendek.
Namun pada tahun 1930-an beberapa jurnal sosiologi yang ada lebih berisi artikel
riset dan deskripsi ilmiah. Sosiologi kemudian menjadi suatu pengetahuan ilmiah dengan
teorinya yang di dasarkan pada obeservasi ilmiah, bukan pada spekulasi-spekulasi. Para
sosiolog tersebut pada dasarnya merupakan ahli filsafat sosial. Mereka mengajak agar para
sosiolog yang lain mengumpulkan, menyusun, dan mengklasifikasikan data yang nyata, dan
dari kenyataan itu disusun teori sosial yang baik.
Sejarah lahirnya sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan adalah sebagai berikut;
1. Sejak tahun 1800-an ketika Auguste Comte pertama kali menggunakan kata sosiologi
dalam bukunya yang berjudul; Positive Philosophy pada tahu 1842, sosiologi kemudian
diakui sebagai ilmu pengetahuan dan Comte kemudian disebut sebagai bapak sosiologi
karena Comte-lah yang pertama mengusulkan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan
berdasarkan pengamatan empiris, disusun secara sistematis, dan ilmiah.
2. Kemudian pada tahun 1876, Herbert Spencer (Inggris) menerbitkan teks sosiologi
pertama.
3. Pada tahun 1883 di Amerikan, Lester F Ward menerbitkan buku yang berjudul Dynamic
Sociology.
4. Disusul sosiolog yang lain, Max Weber di Jerman, Emile Durkheim di Perancis, dan
kemudian diikuti William Graham Sumner, Charles Horton Coooley, dan Albion W
Small di Amerika Serikat.
5. Pada tahun 1890 kalangan Universitas di Amerika memunculkan sosiologi dan
menerbitkan American Journa of Sociology tahun 1895. Dalam perkembangannya
-
kemudian di Amerika membentuk organisasi American Sociological Association pada
tahun 1905.
6. Selanjutnya dijelaskan bahwa sejarah perkembangan sosiologi menurut Dr. P.J.
Bouman dalam Saputra (1982: 8) membagi dalam 4 fase yaitu;
(a) Fase pertama, sosiologi sebagai bagian dari pandangan filsafat umum, terutama
mengenai negara, hukum, dan moral dalam sel-sel etika atau norma keagamaan.
(b) Fase kedua, sosiologi yang berdasarkan ajaran ketentuan hukum kodrat yang
meliputi segalanya.
(c) Fase ketiga, sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri tetapi dengan
metode ilmu pengetahuan lainnya.
(d) Fase keempat, sosiologi yang berdiri sendiri dengan objek, metode, dan
pembentukan pengertian sendiri.
7. Sedangkan menurut Ary. H. Gunawan (2000: 8-9) mazhab-mazhab sosiologi setelah
Comte adalah;
b. Mazhab geografi dan lingkungan, ajaran (teori) yang menghubungkan faktor
keadaan alam (lingkungan) dengan struktur serta organisasi social, lingkungan
mempengaruhi struktur dan organisasi sosial. Jadi lingkungan mempengarui
struktur serta organisasi social.
c. Mazhab organis dan Evolusioner, membandingkan masyarakat manusia dengan
organisme manusia dan beranggapan bahwa organisasi secara evolusi akan semakin
sempurna sifatnya.
d. Mazhab formil, masyarakat merupakan wadah saling hubungan (interaksi) antara
individu dengan kelompok, dan seseorang tidak mungkin menjadi pribadi yang
bermakna tanpa menjadi warga masyarakat, (4) mazhab psikologi, masyarakat
adalah proses imitasi (La societe’ c’est l’imitation), yaitu proses kejiwaan, semua
interaksi sosial dan seluruh pergaulan antar manusia, masyarakat menjadi
masyarakat sebenarnya apabila manusia mulai mengimitasi manusia lain.
e. Mazhab ekonomi, Karl Marx mempergunakan metode sejarah dan filsafat untuk
membentuk suatu teori tentang perubahan perkembangan manusia menuju suatu
keadaan yang berkeadilan social.
-
f. Mazhab hukum, hukum itu adalah kaidah-kaidah yang memiliki sanksi dimana
berat ringannya sanksi tergantung pada sifat pelanggaran.
Di Indonesia pada tahun 1948 ilmuwan sosial yang pertama kali mengajarkan sosiologi
adalah Soenario Kolopaking di Akademi Ilmu Politik sekarang bernama UGM.
perkembangan sosiologi di Indonesia, menurut Selo Soemardjan, sosiologi telah
dibicarakan oleh Sri Paku Buwono IV dari Surakarta dalam karyanya “Wulang Reh”
antara lain mengajarkan tata hubungan para anggota berbagai golongan dalam
intergroup relations.
9. Ki Hajar Dewantara juga telah memberikan sumbangannya kepada sosiologi dengan
konsepsi kepemimpinan, pendidikan serta kekeluargaan di Indonesia dan sekarang
dikenal dengan istilah “Ing ngarso sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut Wuri
Handayani.
10. Sosiolog yang lain yang memberikan sumbangan ilmu pengetahuan sosiologi adalah
Mr. Djody Gondokoesoemo dengan bukunya yang berjudul Sosiologi Indonesia.
11. Hasan Shadily dengan bukunya Sosiologi untuk Masyarakat Indonesia telah memuat
bahan-bahan sosiologi modern.
12. Drs. JBAF Mayor Polak (tamatan Universitas Leiden Belanda) telah menerbitkan buku
Sosiologi Suatu Pengantar Ringkas. Selo Soemarjan dengan bukunya Social Changes In
Yogyakarta (1962) tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat
Yogyakarta sebagai akibat revolusi politik dan sosial pada waktu pusat revolusi masih
di Yogyakarta, dan Setangkai Bunga Sosiologi yang merupakan buku wajib beberapa
perguruan tinggi negeri dan swasta di Indonesia.
C. Sosiologi Sebagai Ilmu Pengetahuan
“Ilmu” (Bahasa Arab) berarti “pengetahuan” Pengetahuan adalah segala sesuatu yang
diketahui seseorang dengan jalan apapun. Ilmu atau ilmu pengetahuan ialah pengetahuan
seseorang yang diperoleh dengan penelitian yang mendalam, yang diperoleh dengan
mempergunakan metode-metode ilmuah. Metode ilmiah adalah segala cara yang
dipergunakan oleh sesuatu ilmu untuk sampai kepada pembentukan ilmu menjadi suatu
kesatuan yang sistematis, organis dan logis.
-
Syarat-syarat yang harus dipenuhi sosiologi agar dapat disebut sebagai ilmu
pengetahuan, yang disebut LOSADA
a. Logis (masuk akal, dan tidak bertentangan dengan hokum-hukum logika sebagai pola
pemikiran menarik kesimpulan)
b. Objek yang dibahas jelas, yaitu masyarakat (struktur, unsur, proses dan perubahan
sosial).
c. Sistematis (disusun secara benar dan rapi sesuai dengan bahasa yang benar).
d. Andal (dapat dibuktikan kembali, dan untuk keadaan terkendali harus menghasilkan
hasil yang sama)
e. Dirancang atau direncanakan (datangnya ilmu tidak tiba-tiba, tetapi harus didesain lebih
dahulu sebelum melaksanakan aktivitas penelidikan)
f. Akumulatif (ilmu akan selalu bertambah dan berkembang seiring dengan perkembangan
keinginan dan hasrat manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (M Fatah Santoso,
2009: 300)
g. Menggunakan metode-metode ilmiah, yaitu :
1) Memilih masalah penelitian
2) Mempersiapkan seluruh teori dan ilmu yang berkaitan
3) Merencanakan program penelitian
4) Mengumpulkan data penelitian
5) Menganalisis data penelitian
6) Melaporkan hasil penelitian
h. Merupakan hasil penelitian yang tersusun menjadi suatu kesatuan yang bulat, sistematis,
logis, saling berhubungan.
i. Memiliki tujuan.
D. Kegunaan dan Ciri-Ciri Sosiologi
Kegunaan sosiologi dalam kehidupan sehari-hari yaitu :
a. Untuk pekerjaan sosial, seperti memberikan gambaran tentang pelbagai problem sosial,
asal usul, sumber terjadinya, prosesnya dsb.
-
b. Untuk pembangunan pada umumnya, yaitu dengan memberikan pengertian tentang
masyarakat secara luas, sehingga para perencana dan pelaksana pembangunan dapat
mencari pola pembangunan yang paling sesuai agar berhasil.
Sedangkan ciri-ciri sosiologi adalah sebagai berikut:
(1) Sosiologi termasuk kelompok ilmu sosial. Maksudnya sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari peristiwa/gejala sosial.
(2) Sosiologi bersifat kategoris (deskriptif), tidak normative, artinya bahwa sosiologi
membicarakan objeknya secara apa adanya.
(3) Sosiologi termasuk ilmu murni (pure science), bahwa sosiologi bukan ilmu praktis,
artinya tujuan penelitian ilmu sosiologi semata-mata demi perkembangan ilmu itu
sendiri, bukan untuk kepentingan kehidupan praktis.
(4) Sosiologi bersifat generalis (nometetis), sosiologi meneliti prinsip-prinsip umum saling
hubungan manusia, bukan ideografis, yakni meneliti secara khusus peristiwa demi
peristiwa.
(5) Sosiologi bersifat abstrak, hampir sama dengan generalis, perbedaan terletak pada
penekanannya, yaitu pada wujud kesatuan yang bersifat umum atau terpisah-pisah.
(6) Sosiologi bersifat rasional sekaligus empiris, artinya menyandarkan pada pemikiran
logika sekaligus berdasarkan fakta/kenyataan yang ada dalam masyarakat.
(7) Sosiologi merupakan ilmu yang umum (general), artinya sosiologi mempelajari gejala
umum yang ada pada setiap interaksi manusia, bukan mempelajari ilmu dengan gejala
khusus.
-
BAB II
PROSES SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL
PENDAHULUAN
Proses sosial adalah cara-cara berhubungan yang dilihat apabila orang-perorangan dan
kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta bentu-bentuk hubungan
tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan
goyahnya pola-pola kehidupan yang telah ada. Proses sosial dapat diartikan sebagai pengaruh
timbal-balik antara berbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh-mempengaruhi antara
sosial dengan politik, politik dengan ekonomi, ekonomi dengan hukum.
Lalu apa yang dimaksud dengan interaksi sosial ?
Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu
dengan kelompok dan antara kelompok dengan kelompok. Interaksi sosial merupakan proses
komunikasi diantara orang-orang untuk saling mempengaruhi perasaan, pikiran dan tindakan.
Interaksi sosial akan berlangsung apabila seorang individu melakukan tindakan dan dari
tindakan tersebut menimbulkan reaksi individu yang lain. Interaksi sosial terjadi jika dua orang
atau lebih saling berhadapan, bekerja sama, berbicara, berjabat tangan atau bahkan terjadi
persaingan dan pertikaian.
Interaksi sosial merupakan hubungan tersusun dalam bentuk tindakan berdasarkan norma
dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Dan disinilah dapat kita amati atau rasakan
bahwa apabila sesuai dengan norma dan nilai dalam masyarakat, interaksi tersebut akan
berlangsung secara baik, begitu pula sebaliknya, manakala interaksi sosial yang dilakukan tidak
sesuai dengan norma dan nilai dalam masyarakat, interaksi yang terjadi kurang berlangsung
dengan baik.
-
Pengertian dan Faktor-faktor yang mendorong terjadinya Interaksi Sosial
a. Pengertian Interaksi Sosial
Interaksi berasal dari kata inter dan aksi. Aksi (action) yang dimaksud adalah tindakan.
Tindakan oleh Max Weber diartikan sebagai perilaku yang mempunyai makna subjektif bagi
pelakunya (the subjective meaning of action). Maksudnya adalah bahwa makna yang sebenarnya
dari suatu tindakan hanya diketahui dengan benar oleh pelakunya (aktor) sendiri. Misalnya si A,
seorang pemuda, menyanyi di kamar mandi. Apa makna tindakan A tersebut, apakah sekedar
iseng, belajar bernyanyi ataukah agar didengar oleh si B gadis tetangga yang kepadanya si A
menaruh perhatian? Orang lain, bapaknya, ibunya, kakaknya, adiknya atau tetangga si pemuda A
tadi dapat memberikan penafsirannya masing-masing berdasarkan pengalaman dan
pengetahuannya yang saling berbeda atas tindakan si A. Tetapi makna yang sebenarnya dari
tindakan tadi benar-benar hanya diketahui oleh si A.
Pernyataan seorang ahli sosiologi bernama Peter L. Berger bahwa dalam hidup ini
kenyataan yang sering dihadapi adalah bahwa “things are not what they seem”, bahwa
segala sesuatu sering tidak seperti yang terlihat, kiranya dapat lebih menjelaskan apa yang
dimaksud oleh Max Weber.
Apabila dilihat dari orientasinya, tindakan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a) Tindakan non-sosial, yakni tindakan-tindakan yang dilakukan oleh seseorang tetapi tidak
diorientasikan kepada pihak lain. Sebagai contoh: seseorang yang sedang memandangi
potret dirinya atau seseorang berdiam diri di kamar pribadinya sambil merenungi nasibnya.
b) Tindakan sosial, yakni tindakan-tindakan yang oleh pelakunya diorientasikan kepada pihak
lain. Sebagai contoh: seseorang menyapa teman yang lewat di depan rumahnya atau seorang
murid berbicara dengan gurunya. Dilihat dari tekanannya tentang cara dan tujuan tindakan
itu dilakukan, dapat dibedakan menjadi empat macam tindakan, yaitu:
1) tindakan rasional-instrumental; yakni tindakan yang dilakukan dengan memperhitungkan
kesesuaian antara cara dan tujuan; dalam hal ini actor memperhitungkan efisiensi dan
efektivitas dari sejumlah pilihan tindakan. Contoh: tindakan memilih program atau jurusan di
SMU dengan mempertimbangkan bakat, minat dan cita-cita, tindakan rajin belajar supaya
-
lolos seleksi penerimaan mahasiswa baru, bekerja keras untuk mendapatkan nafkah yang
cukup, dan sebagainya.
2) Tindakan berorientasi nilai; yakni tindakan-tindakan yang berkaitan dengan N ilai-nilai
dasar dalam masyarakat, sehingga aktor tidak lagi mempermasalahkan tujuan dari tindakan,
yang menjadi persoalan dan perhitungan aktor hanyaalah tentang cara. Contoh: tindakan-
tindakan yang bersifat religio-magis atau berdasarkan keyakinan agama tertentu.
3) Tindakan tradisional; merupakan tindakan yang tidak memperhitungkan pertimbangan
rasional. Tindakan ini dilaksanakan berdasarkan pertimbangan kebiaasaan dan adat istiadat.
Contohnya: berbagai macam upacara atau tradisi yang dimaksudkan untuk melestarikan
kebudayaan leluhur. Agak tidak mudah membedakan tindakan tradisional dengan tindakan
yang berorientasi nilai, karena dua tindakan ini memang memiliki kesamaan, misalnya
ketidakpeduliannya tentang tujuan dari tindakan, orientasinya kepada caracara atau tahapan-
tahapan yang harus dilalui, dan sebuah tradisi biasanya dipertahankan oleh sebagian besar
warga masyarakat karena terkait dengan nilai tertentu. Namun, tetap dapat dibedakan yakni
orientasi suatu tindakan tradisional adalah pada bahwa cara tersebut dilakukan menurut cara
yang diwariskan oleh generasi terdahulu. Makna dari tindakan tidak begitu dipermasahkan,
sedangkan pada tindakan berorientasi nilai makna tindakan sangat diperhatikan karena
berkait dengan nilai yang dijunjung tinggi.
4) Tindakan afektif; yakni tindakan-tindakan yang dilakukan oleh actor berdasarkan perasaan
(afeksi). Contohnya: tindakan mengamuk karena marah, meloncat-loncat kegirangan karena
perasaan senang yang berlebihan, tindakan menolak karena benci, jatuh cinta, dan
sebagainya.
Interaksi sosial dapat diberi pengertian sebagai hubungan timbal-balik yang dinamis dan saling
mempengaruhi yang terjadi di antara individu atau kelompok individu dalam masyarakat. Pola
interaksi sosial dapat berupa hubungan timbalbalik antara:
b. individu dengan individu, misalnya dua orang teman yang sedang bercakap-cakap
c. individu dengan kelompok, misalnya seorang guru yang sedang mengajar di kelas
d. kelompok dengan kelompok, misalnya interaksi yang terjadi pada sebuah pertandingan
sepakbola.
-
Interaksi sosial dapat berlangsung apabila terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
g. Kontak sosial, yaitu peristiwa terjadinya hubungan, sambungan atau sentuhansosial (dapat
disertai sentuhan jasmaniah maupun tidak) antara dua orang atau lebih.
h. Komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan atau informasi dari satu pihak (komunikator)
ke pihak lain (komunikan) dengan menggunakan symbol simbol. Simbol dapat berupa kata-
kata, suara, gerak isyarat, benda, dsb. Proses komunikasi dinyatakan berlangsung apabila
telah terjadi pemahaman yang sama atas simbol-simbol yang digunakan, baik oleh
komunikator maupun komunikan.
Kontak dan komunikasi dapat berlangsung secara primer maupun sekunder. Yang dimaksud
kontak atau komunikasi primer adalah kontak atau komunikasi yang terjadi secara langsung
berhadap-hadapan atau tatap muka (face to face). Misalnya: dua orang atau lebih yang saling
bertemu dann berbicara dalam sebuah ruang pertemuan. Sedangkan kontak atau komunikasi
sekunder adalah kontak atau komunikasi yang terjadi dengan bantuan alat-alat komunikasi
seperti surat, telepon, e-mail, percakapan di internet, dan seterusnya (sekunder langsung),
maupun yang melalui bantuan pihak ketiga (sekunder tidak langsung).
Terjadinya interaksi sosial dapat digambarkan secara berurutan sebagai berikut:
i. ada dua orang atau lebih
j. terjadi kontak sosial di antaranya
k. terjadi komunikasi
l. terjadi reaksi atas komunikasi
m. akhirnya, terjadi aksi timbal-balik (aksi-reaksi) yang saling mempengaruhi
Faktor-faktor yang mempengaruhi Interaksi Sosial, antara lain:
1) Imitasi (peniruan)
Imitasi adalah proses sosial ayau tindakan seseorang untuk meniru orang lain melalui
sikap, penampilan, gaya hidup, atau apa saja yang dimiliki oleh orang lain tersebut. Misalnya
seorang anak meniru kebiasaan-kebiasaan orang tuanya, baik cara berbicara atau tutur kata, cara
berjalan, cara berpakaian, dan sebagainya. Proses imitasi yang dilakukan oleh seseorang
berkembang dari lingkup keluarga kepada lingkup lingkungan yang lebih luas, seperti
-
lingkungan tetangga, lingkungan sekolah, lingkungan kerja, dan seterusnya, seiring dengan
pertumbuhan dan perkembangan pergaulan orang tersebut. Ruang lingkup imitasi menjadi
semakin luas seiring dengan berkembangnya media massa, terutama media audio-visual.
Proses imitasi dapat berlangung terhadap hal-hal yang positif maupun negatif, maka
pengaruhnya terhadap interaksi sosial juga dapat positif maupun negatif. Apabila imitasi
berlangsung terhadap cara-cara atau hal-hal yang positif maka akan menghasilkan interaksi
sosial yang berlangsung dalam keteraturan, sebaliknya apabila imitasi berlangsung terhadap
cara-cara atau hal-hal yang negatif, maka akan berperan besar terhadap munculnya prosesproses
interaksi sosial yang negatif.
2) Identifikasi (menyamakan ciri)
Identifikasi adalah upaya yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk
menjadi sama (identik) dengan seseorang atau sekelompok orang lain. Identifikasi dapat
dinyatakan sebagai proses yang lebih dalam atau lebih lanjut dari imitasi. Apabila pada imitasi
orang hanya meniru cara yang dilakukan oleh orang lain, maka dalam identifikasi ini orang tidak
hanya meniru tetapi mengidentikkan dirinya dengan orang lain tersebut. Dalam identifikasi yang
terjadi tidak sekedar peniruan pola atau cara, namun melibatkan proses kejiwaan yang dalam.
Sebagai contoh: seorang pengagum tokoh besar, apakah seorang pemikir, tokoh politik,
ilmuwan, penyanyi ataupun bintang film, sebegitu berat kekaguman orang tersebut sehingga
tidak hanya pola atau gaya perilaku tokoh yang dikaguminya yang ditiru, tetapi juga pikiran-
pikiran dan nilai yang didukung sang tokoh. Bahkan, orang tersebut menyamakan dirinya dengan
sang tokoh. Dalam sosiologi orang-orang yang ditiru (dijadikan sumber imitasi atau identifikasi)
disebut sebagai role model (model peran).
3) Sugesti (diterimanya suatu sikap atau tindakan secara emosional)
Sugesti adalah rangsangan, pengaruh atau stimulus yang diberikan oleh seseorang kepada
individu lain sehingga orang yang dipengaruhi tersebut menerima pengaruh tersebut secara
emosional, tanpa berfikir lagi secara kritis dan rasional.
Sugesti dapat diberikan dari seorang individu kepada kelompok, kelompok kepada individu
ataupun kelompok terhadap kelompok. Wujud sugesti dapat bermacam-macam, dapat berupa
tindakan, sikap-perilaku, pendapat, saran, pemikrian, dan sebagainya. Contoh: iklan obat batuk
-
yang diperagakan oleh seorang bintang film ternama yang dengan sangat sempurna memerankan
sebagai orang yang sedang batuk dan langsung sembuh begitu meminum obat tersebut, dapat
mensugesti orang yang benar-benar sedang menderita batuk untuk membeli dan meminum obat
tersebut. Contoh lain, pernyataan seorang tokoh besar sering diterima oleh pengagumnya sebagai
kebenanaran yang diterimanya tanpa berfikir panjang lagi.
Orang yang mudah tersugesti biasanya adalah orang-orang yang dalam kondisi lemah,
tertekan, frustasi, kelompok minoritas atau berwawasan tidak luas. Orang yang mampu
memberikan sugesti adalah orang-orang yang dikagumi, diakui luas ilmu, keahlian dan
wawasannya, jumlahnya besar atau berkuasa.
4) Motivasi
Motivasi merupakan dorongan, rangsangan, pengaruh atau stimulus yang diberikan oleh
seseorang individu atau sekelompok individu kepada individu atau sekelompok individu lain dan
diterima secara rasional, kritis serta bertanggungjawab. Apabila dibandingkan dengan sugesti,
yang membedakan adalah cara penerimaan pengaruh, dalam sugesti pengaruh diterima secara
tidak rasional, pada motivasi pengaruh diterima dengan pertimbangan akal dan pikiran yang
jernih dan kritis. Contoh seorang guru yang dikenal jujur dan berwibawa memberikan motivasi
kepada para muridnya untuk rajin belajar dan bekerja keras demi meraih prestasi.
5) Simpati (kemampuan merasakan diri dalam keadaan orang lain)
Simpati adalah suatu proses ketika seorang individu atau sekelompok individu tertarik
kepada (atau merasakan diri) dalam keadaan orang atau kelompok orang lain yang sedemikian
rupa sehingga menyentuh jiwa dan perasaannya.
Dinyatakan sedemikian rupa karena dapat jadi bagi jiwa dan perasaan orang lain keadaan
tersebut biasa-biasa saja, artinya tidak menimbulkan simpati. Karena merupakan proses
kejiwaan, berlangsungnya tidak selalu mudah dipahami secara rasional. Misalnya apa yang
menjadi alasan sehingga seorang gadis yang cantik rupa dan perilakuannya menaruh simpati
kepada seorang jejaka yang buruk rupa maupun perilakuanya.
-
6) Empati
Empati lebih dari simpati. Apabila pada simpati hanya melibatkan proses kejiwaan, maka
pada empati proses kejiwaan tersebut diikuti dengan proses organisma tubuh. Misalnya ketika
seseorang mendapatkan teman dekat atau saudaranya mengalami kecelakaan sehingga luka berat
atau meninggal dunia, maka orang tersebut akan ikut merasakan dan menghayati kecelakaan itu
seolah-olah terjadi pada dirinya atau diliputi perasaan kehilangan yang luar biasa sehingga
sampai menitikkan air mata.
Interaksi Sosial dalam hubungannya dengan Status dan Peran Sosial Antar-Individu
dalam Masyarakat
Status atau kedudukan sosial adalah tempat, posisi atau kedudukan individu di dalam
struktur sosial kelompok atau masyarakat. Individu yang status sosialnya berbeda akan memiliki
hak-hak, tanggung jawab dan kewajiban-kewajiban yang berbeda pula. Untuk memudahkan
pemahaman tentang status dapat dinyatakan bahwa di dalam masyarakat ada orang-orang yang
berkedudukan tinggi, menengah dan ada pula yang berkedudukan rendah.
Kedudukan atau status tersebut ada yang diperoleh oleh seseorang sejak kelahirannya
(dinamakan ascribed statuses), misalnya: jenis kelamin, gelar kebangsawanan, gelar dalam kasta,
dan sebagainya, ada yang diperoleh melalui perjuangan atau prestasi (dinamakan achieved
statuses), misalnya: status sebagai seorang pakar, guru, dokter, wartawan, manejer perusahaan,
dan sebagainya, dan ada yang diperoleh karena pemberian atas dasar jasa yang telah diberikan
kepada masyarakat (dinamakan assigned statuses), misalnya gelar pahlawan pembangunan,
pahlawan proklamasi, pahlawan reformasi, doctor kehormatan, dan sebagainya.
Dalam hubungannya dengan tindakan dan interaksi sosial, ternyata dijumpai cara-cara
bertindak dan berinteraksi sosial yang berbeda di antara orang-orang yang kedudukan sosialnya
berbeda. Perbedaan-perbedaan itu tampak pada misalnya cara berbicara, tutur kata dan bahasa
yang digunakan, sikap tubuh, cara berpakaian, simbol status yang digunakan, dan sebagainya.
Status yang disandang oleh seseorang berhubungan pula dengan peran sosialnya. Yang
dimaksud dengan peran sosial adalah perilaku yang diharapkan terhadap seseorang atau
kelompok sehubungan dengan status atau kedudukan yang disandangnya. Jelasnya, ketika
seseorang menyandang status tertentu, misalnya seseorang berstatus sebagai ayah, guru, menteri
ataupun presiden, maka masyarakat akan berharap atau bahkan menuntut agar orang tersebut
-
berperilaku tertentu yang sesuai dengan status dan kedudukan yang disandangnya. Seorang ayah
harus bertanggung jawab atas nafkah bagi anakanak dan isterinya, seorang guru dituntut untuk
berperilaku yang dapat “digugu” dan “ditiru” oleh para muridnya, seorang menteri dituntut untuk
menguasai seluruh permasalahan di departemennya, dan seorang presiden dituntut untuk dapat
mengayomi seluruh golongan dan lapisan yang ada dalam masyarakat, ucapan dan tindakannya
harus mencerminkan budaya bangsa yang mulia.
Ada tiga macam peran sosial:
a. Peran ideal, yaitu peran yang digagas, dirumuskan atau diharapkan oleh masyarakat
terhadap orang-orang dengan status tertentu.
b. Peran dipersepsikan, yaitu peran yang dilaksanakan dalam situasi tertentu. Misalnya
seorang guru ketika mendampingi para siswanya berwidyawisata berperan seperti halnya
kakak atau teman terhadap para siswanya.
c. Peran dilaksanakan, yaitu peran yang secara nyata dilaksanakan oleh seseorang atau
sekelompok orang. Dapat terjadi peran yang dilaksanakan tidak sama dengan peran ideal.
Dalam pelaksanaan peran-peran sosialnya, seseorang dapat mengalami apa yang disebut
sebagai konflik status dan konflik peran.
Konflik status adalah pertentangan di antara status-status yang disandang oleh seseorang
ketika suatu interaksi sosial berlangsung yang disebabkan oleh adanya perbedaan kepentingan di
antara status-status tersebut. Hal ini dapat terjadi karena dalam kenyataannya seseorang akan
sekaligus menyandang berbagaimacam status sosial. Ketika suatu interaksi sosial berlangsung,
terdapat status aktif, yaitu status yang berfungsi ketika sebuah interaksi sosial berlangsung, dan
ada status laten, yakni status yang tidak berfungsi ketika sebuah interaksi social berlangsung.
Konflik status terjadi ketika dalam suatu interaksi sosial muncul lebih dari status aktif dan
kepentingannya berbeda. Contoh seorang polisi muda yang bertugas di jalan raya harus
memberikan sanksi kepada seorang gadis pengendara sepeda motor yang melanggar peraturan
lalu-lintas, dan kebetulan gadis tersebut adalah calon isteri yang sangat dicintainya. Dalam diri
polisi muda tadi dapat terjadi konflik antara status sebagai polisi yang harus menindak pelanggar
aturan lalu-lintas dengan status sebagai calon suami yang harus melindungi.
-
Sedangkan yang dimaksud dengan Konflik peran adalah keadaan yang terjadi apabila
seseorang tidak dapat menjalankan peran sosialnya sesuai dengan harapan masyarakat. Dalam
diri pak Polisi pada contoh di atas dapat terjadi konflik peran karena tidak dapat berperan sebagai
polisi yang berhadapan dengan pelanggar aturan lalu-lintas. Konflik peran juga dapat terjadi
ketika kita harus melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan kehendak hati kita.
Seorang sarjana teknik yang bekerja sebagai bengkel sepeda, atau seorang sarjana ekonomi yang
bekerja sebagai pelayan pada sebuah toko kelontong, dapat mengalami konflik peran karena
akan merasa terpaksa menjalankan pekerjaan yang menurut penilaiannya tidak sesuai dengan
status yang disandang.
Bentuk Interaksi yang mendorong terciptanya Keteraturan dan Organisasi Sosial
Mark L. Knap merinci tentang pola tahapan-tahapan di antara orang-orang yang terlibat
interaksi, baik yang mendekatkan atau yang menjauhkan. Tahap-tahap yang mendekatkan dirinci
menjadi: (1) memulai (initiating), (2) menjajaki (experimenting), (3) meningkatkan
(intensifying), (4) menyatupadukan (integrating), dan (5) mempertalikan (bonding). Peningkatan
tahapan-tahapan pendekatan diikuti dengan peningkatan komunikasi pribadi dan komunikasi
nonverbal dan meningkatnya kebersamaan dalam tindakan.
Sedangkan tahapan-tahapan interaksi yang menjauhkan atau merenggangkan, oleh Knap
dirinci sebagai berikut: (1) membeda-bedakan (differentiating), (2) membatasi (circumscribing),
(3) memacetkan (stagnating), (4) menghindari (avoiding), dan (5) memutuskan (terminating).
Latar belakang terjadinya hubungan sosial yang pada giliran berikutnya membentuk lembaga,
kelompok dan organisasi sosial pada dasarnya adalah keinginan manusia untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
Maslow merinci kebutuhan hidup manusia ke dalam tuju macam, yaitu:
3) kebutuhan fisik, seperti makan, minum, istirahat, tidur, dan sebagainya
4) kebutuhan rasa aman seperti terhindar dari bahaya dan kecemasan
5) kebutuhan diterima dan kasih sayang (keluarga, teman, dan sebagainya)
6) kebutuhan untuk dihargai
7) kebutuhan perwujudan diri
8) kebutuhan untuk mengungkapkan rasa ingin tahu
-
9) kebutuhan untuk mengungkapkan rasa seni dan keindahan
Sebagai pembanding, berikut dikemukakan klasifikasi kebutuhan hidup manusia menurut
Peddington:
a. Kebutuhan mendasar, yakni kebutuhan yang muncul dari aspek biologis/organisme manusia
(misalnya: makanan/minuman, pelepasan dorongan seksual, buang air besar/kecil,
perlindungan dari iklim/cuaca, istirahat/tidur dan kesehatan yang baik)
5. Kebutuhan sosial, yakni kebutuhan yang terwujud dari adanya usaha manusia memenuhi
kebutuhan dasarnya dengan cara melibatkan pihak lain (berkomunikasi dengan sesama,
kegiatan bersama, pendidikan, keteraturan dan kontrol sosial)
6. Kebutuhan integratif, yakni kebutuhan yang muncul dan terpancar dari hakikat manusia
sebagai mahluk yang berfikir dan bermoral (perasaan/prinsip benarsalah, ungkapan
kebersamaan, ungkapan estetika dan keindahan, perasaan kayakinan diri, rekreasi dan
hiburan).
Pola (Bentuk Umum) Interaksi Sosial
Gillin dan Gillin membedakan interaksi sosial ke dalam dua bentuk, yaitu:
A. Bentuk interaksi sosial asosiatif, meliputi berbagai macam bentuk kerjasama, akomodasi
dan asimilasi
B. Bentuk interaksi sosial disosiatif, meliputi berbagai macam bentuk konflik, kompetisi dan
kontravensi.
Kimball Young mengemukakan bentuk-bentuk interaksi sosial sebagai berikut:
1) Oposisi, yaitu proses yang meliputi persaingan, pertikaian dan pertentangan
2) Koperasi atau kerjasama yang menghasilkan akomodasi
3) Diferensiasi, yakni kecenderungan ke arah perkembangan sosial yang berlawanan,
misalnya pembedaan ciri-ciri biologis, sosial, ekonomi dan kultural
-
Ciri-ciri interaksi sosial
Interaksi sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Interaksi sosial dapat berpola: (1) individu dengan individu, (2) individu dengan kelompok,
dan (3) kelompok dengan kelompok
Interaksi dapat berlangsung sebagai proses positif (asosiatif) maupun negative (disosiatif),
namun ada kecenderungan interaksi berlangsung positif.
Hubungan dalam interaksi sosial dapat berlangsung dalam tingkat dangkal ataupun tingkat
dalam
Interaksi sosial menghasilkan penyesuaian diri bagi para pelakunya
Interaksi sosial berpedoman kepada kaidah-kaidah dan norma-norma yang berlaku.
Sehubungan dengan hal ini, perlu diidentifikasi bentuk interaksi sosial yang cenderung
berlangsung positif dan berkesinambungan. Interaksi yang demikian penting artinya dalam
pembentukan lembaga, kelompok dan organisasi sosial, yaitu interaksi sosial yang memiliki ciri:
didasarkan kepada kebutuhan yang nyata
memperhatikan efektifitas
memperhatikan efisiensi
menyesuaikan diri kepada kebenaran
Lembaga, kelompok dan organisasi sosial pada dasarnya adalah bentuk-bentuk atau wujud
adanya keteraturan dan dinamika sosial dan budaya dalam masyarakat. Oleh karena itu, untuk
memahami tentang proses pembentukan lembaga, kelompok dan organisasi sosial perlu
memahami terlebih dahulu mengenai keteraturan sosial budaya dalam masyarakat.
Menurut para penganut teori fungsionalisme struktural, meskipun di dalam masyarakat
terdapat unsur-unsur sosial yang saling berbeda, tetapi unsur-unsur tersebut cenderung saling
menyesuaikan sehingga membentuk suatu keseimbangan (equilibrium) dalam kehidupan sosial.
Wujud nyata dari keseimbangan ini adalah keteraturan sosial, yaitu kondisi di mana cara berfikir,
berperasaan dan bertindak serta interaksi sosial di antara para warga masyarakat selaras
(konformis) dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang belaku dalam masyarakat yang
besangkutan.
-
Keteraturan sosial akan tercipta dalam masyarakat apabila:
2. terdapat sistem nilai dan norma sosial yang jelas. Jika nilai dan norma dalam masyarakat
tidak jelas akan menimbulkan keadaan yang dinamakan anomie (kekacauan norma).
3. individu atau kelompok dalam masyarakat mengetahui dan memahami nilai-nilai dan norma-
norma yang berlaku
4. individu atau kelompok menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan nilai-nilai dan norma-
norma yang berlaku
5. berfungsinya sistem pengendalian sosial (social control)
Proses-proses Asosiatif (proses-proses yang mendorong terciptanya
Keteraturan Sosial) meliputi:
1) Akomodasi
Sebagai proses, akomodasi merupakan upaya-upaya menghindarkan, meredakan atau mengakhiri
konflik atau pertikaian. Akomodasi dapat pula berarti keadaan, yaitu keadaan di mana hubungan-
hubungan di antara unsur-unsur sosial dalam keselarasan dan keseimbangan, sehingga warga
masyarakat dapat dengan mudah menyesuaikan dirinya dengan harapan-harapan atau tujuan-
tujuan masyarakat.
Gillin dan Gillin menyatakan bahwa akomodasi merupakan istilah yang dipakai oleh para
sosiolog untuk menggambarkan keadaan yang sama dengan pengertian adaptasi yang digunakan
oleh para ahli biologi untuk menggambarkan proses penyesuaian mahluk hidup dengan
lingkungan alam di mana ia hidup.
Tujuan akomodasi:
j. Untuk mengurangi pertentangan antara orang-orang atau kelompok-kelompok akibat
perbedaan faham. Dalam hal ini akomodasi diarahkan untuk memperoleh sintesa baru dari
faham-faham yang berbeda.
k. Untuk mencegah meledaknya pertentangan untuk sementara waktu
-
l. Untuk memungkinkan dilangsungkannya kerjasama di antara individu-individu atau
kelompok-kelompok yang karena faktor psikologi atau kebudayaan menjadi terpisah satu
dari lainnya
m. Mengusahakan peleburan antara kelompok-kelompok yang sebelumnya terpisah
Bentuk-bentuk akomodasi sebagai proses menghindarkan, meredakan atau mengakhiri konflik:
c. Kompromi (pihak yang bertikai saling mengurangi tuntutan)
d. Toleransi (saling menghargai, menghormati, membiarkan di antara pihakpihak yang
sebenarnya saling berbeda)
e. Konsiliasi (usaha mempertemukan pihak-pihak yang bertikai sehingga dicapai kesepakatan
bersama)
f. Koersi (keadaan tanpa konflik karena terpaksa; akibat dari berbedanya secara tajam
kedudukan atau kekuatan di antara fihak-fihak yang berbeda, misalnya antara buruh–
majikan, orangtua-anak, pemimpin-pengikut, dan seterusnya)
g. Mediasi (penyelesaian konflik melalui pihak ketiga yang netral sebagai penasehat)
h. Arbitrasi (penyelesaian konflik melalui pihak ketiga yang berwenang untuk mengambil
keputusan penyelesaian)
i. Ajudikasi (penyelesaian konflik melalui proses hukum)
j. Stalemate (perang dingin, yakni keadaan seimbang tanpa konflik karena yang bertikai
memiliki kekuatan yang seimbang
k. Displacement (menghindari konflik dengan mengalihkan perhatian) )
2. Kerjasama
Kerja sama (koperasi) timbul ketika orang-orang menyadari adanya kepentingan yang
sama pada saat bersamaan, dan mempunyai pengertian bahwa kepentingan yang sama tersebut
dapat lebih mudah dicapai apabila dilakukan bersama-sama.
Motivasi bekerjasama:
(8) kesadaran menghadapi tantangan bersama
(9) menghadapi pekerjaan yang memerlukan tenaga massal
(10) melaksanakan upacara keagamaan
-
(11) menghadapi musuh bersama
(12) memperoleh keuntungan ekonomi
(13) untuk menghindari persaingan bebas
(14) menggalang terjadinya integrasi sosial (keutuhan masyarakat)
Bentuk-bentuk kerjasama:
a) bargaining (pertukaran “barang” atau “jasa” di antara dua individu/kelompok)
b) kooptasi (penerimaan unsur baru dalam kepemimpinan dan pengambilan keputusan untuk
menghindari kegoncangan stabilitas kelompok)
c) koalisi (penggabungan dua kelompok atau lebih yang mempunyai tujuan sama)
3) Asimilasi (pemesraan/perkawinan sosial-budaya)
Asimilasi merupakan proses sosial tingkat lanjut yang ditandai oleh adanya upaya-upaya
mengurangi perbedaan serta mempertinggi kesatuan tindakan, sikap dan proses-proses mental di
antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok dengan memperhatikan kepentingan atau
tujuan bersama.
Asimilasi akan terjadi apabila:
a) dua kelompok yang berbeda kebudayaan
b) individu/warga kelompok saling bertemu dan bergaul intensif dalam waktu yang lama,
sehingga
c) terjadi kontak kebudayaan (akulturasi) yang memungkinkan dua kelompok yang berbeda itu
saling mengadopsi (meminjam) unsur-unsur kebudayaan
d) cara hidup dan kebudayaan dua kelompok itu saling menyesuaikan diri sehingga masing-
masing mengalami perubahan
e) kelompok-kelompok tersebut melebur membentuk kelompok baru dengan cara hidup dan
kebudayaan baru yang berbeda dari kelompok asal
-
Hal-hal yang mempermudah asimilasi:
a) toleransi
b) kesempatan yang seimbang dalam proses ekonomi
c) sikap menghargai orang asing dengan segenap kebudayaannya
d) sikap terbuka dari golongan yang berkuasa (elite/the rulling class)
e) persamaan unsur-unsur kebudayaan
f) perkawinan campuran (amalgamasi)
Hal-hal yang menghambat asimilasi:
a) terisolirnya suatu kelompok
b) kurangnya pengetahuan terhadap kebudayaan lain
c) adanya prasangka terhadap kebudayaan lain
d) penilaian bahwa kebudayaan kelompoknya lebih tinggi derajatnya (ethnosentrisme)
e) Loyalitas yang berlebihan kepada kelompok bawaan lahirnya (primordialisme)
f) in group feeling yang kuat
g) perbedaan warna kulit dan ciri-ciri badaniah (ras)
Karena asimilasi berkaitan dengan proses yang mendahuluinya, yakni akulturasi, maka berikut
dikemukakan beberapa hal yang berkait dengan proses akulturasi atau kontak kebudayaan itu.
Unsur-unsur kebudayaan yang mudah diterima:
a) Unsur kebudayaan material dan teknologi
b) Unsur kebudayaan yang mudah disesuaikan
c) Unsur kebudayaan yang dampaknya tidak begitu mendalam, misalnya mode (fashion) atau
unsur kesenian
Unsur kebudayaan yang tidak mudah diterima:
a) Unsur-unsur yang berkaitan dengan nilai yang mendasari pola berfikir dan cara hidup,
misalnya: agama, ideologi atau falsafah hidup
b) Unsur kebudayaan yang telah tersosialisasi dan terinternalisasikan secara luas dan mendalam:
sistem kekerabatan (discent), makanan pokok, kebiasaan makan, dan sebagainya.
-
Kelompok dalam masyarakat yang mudah menerima kebudayaan baru:
a) golongan muda yang identitas diri dan kepribadiannya belum mantap
b) kelompok masyarakat yang tidak mapan atau anti kemapanan
c) kelompok masyarakat yang berada dalam tekanan, misalnya kaum minoritas
d) golongan terdidik (kelas menengah/perkotaan)
-
BAB III
KEBUDAYAAN DAN MASYARAKAT
Diakui secara umum bahwa kebudayaan merupakan unsur penting dalam proses
pembangunan atau keberlanjutan suatu bangsa. Lebih-lebih jika bangsa itu sedang membentuk
watak dan kepribadiannya yang lebih serasi dengan tantangan zamannya. Dilihat dari segi
kebudayaan, pembangunan tidak lain adalah usaha sadar untuk menciptakan kondisi hidup
manusia yang lebih baik. Menciptakan lingkungan hidup yang lebih serasi. Menciptakan
kemudahan atau fasilitas agar kehidupan itu lebih nikmat. Pembangunan adalah suatu intervensi
manusia terhadap alam lingkungannya, baik lingkungan alam fisik, maupun lingkungan sosial
budaya.
Pembangunan membawa perubahan dalam diri manusia, masyarakat dan lingkungan
hidupnya. Serentak dengan laju perkembangan dunia, terjadi pula dinamika masyarakat. Terjadi
perubahan sikap terhadap nilai-nilai budaya yang sudah ada. Terjadilah pergeseran sistem nilai
budaya yang membawa perubahan pula dalam hubungan interaksi manusia di dalam
masyarakatnya.
Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur
yang merata, materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila. Bahwa hakekat pembangunan Nasional
adalah pembangunam manusia Indonesia seutuhnya dan pcmbangunan seluruh masyarakat
Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, sudah tentu pendekatan dan strategi pembangunan
hendaknya menempatkan manusia scbagai pusat intcraksi kcgiatan pcmbangunan spiritual
maupun material. Pembangunan yang melihat manusia sebagai makhluk budaya, dan sebagai
sumber daya dalam pembangunan. Hal itu berarti bahwa pembangunan seharusnya mampu
meningkatkan harkat dan martabat manusia. Menumbuhkan kepercayaan diri sebagai bangsa.
Menumbuhkan sikap hidup yang seimbang dan berkepribadian utuh. Memiliki moralitas serta
integritas sosial yang tinggi. Manusia yang taqwa kepada Tuhan Yang Mahasa Esa.
Dewasa ini kita dihadapkan paling tidak kepada tiga masalah yang saling berkaitan, yaitu
5. Suatu kenyataan bahwa bangsa Indonesia terdiri dari suku-suku bangsa, dengan latar
belakang sosio budaya yang beraneka ragam. Kemajemukan tersebut tercermin dalam
-
berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu diperlukan sikap yang mampu mengatasi ikata-
ikatan primordial, yaitu kesukuan dan kedaerahan.
6. Pembangunan telah membawa perubahan dalam masyarakat. Perubahan itu nampak
terjadinya pergeseran sistem nilai budaya, penyikapan yang berubah pada anggota
masyarakat tcrhadap nilai-nilai budaya. Pembangunan telah menimbulkan mobilitas sosial,
yang diikuti oleh hubungan antar aksi yang bergeser dalam kelompok-kclompok masyarakat.
Sementara itu terjadi pula penyesuaian dalam hubungan antar anggota masyarakat. Dapat
dipahami apabila pergeseran nilai-nilai itu membawa akibat jauh dalam kehidupan kita
sebagai bangsa.
7. Kemajuan dalam bidang teknologi komunikasi massa dan transportasi, yang membawa
pengaruh terhadap intensitas kontak budaya antar suku maupun dengan kebudayaan dari luar.
Khusus dengan terjadinya kontak budaya dengan kebudayaan asing itu bukan hanya
itensitasnya menjadi lebih besar, tetapi juga penyebarannya bcrlangsung dengan cepat dan
luas jangkauannya. Terjadilah perubahan orientasi budaya yang kadang-kadang
menimbulkan dampak terhadap tata nilai masyarakat, yang sedang menumbuhkan
identitasnya sendiri sebagai bangsa.
B. Pengertian Kebudayaan
Secara etimologis kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta “budhayah”, yaitu bentuk
jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Sedangkan ahli antropologi yang memberikan
definisi tentang kebudayaan secara sistematis dan ilmiah adalah E.B. Tylor dalam buku yang
berjudul “Primitive Culture”, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang di
dalamnya terkandung ilmu pengetahuan lain, serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai
anggota masyarakat. Pada sisi yang agak berbeda,
Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan manusia dari kelakuan
dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkanya dengan belajar dan
yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Dari beberapa pengertian tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil
karya manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun
dalam kehidupanan masyarakat.
Secara lebih jelas dapat diuraikan sebagai berikut:
-
e. Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan manusia, yang meliputi:
kebudayaan materiil (bersifat jasmaniah), yang meliputi benda-benda ciptaan manusia,
misalnya kendaraan, alat rumah tangga, dan lain-lain.
Kebudayaan non-materiil (bersifat rohaniah), yaitu semua hal yang tidak dapat dilihat dan
diraba, misalnya agama, bahasa, ilmu pengetahuan, dan sebagainya.
f. Kebudayaan itu tidak diwariskan secara generatif (biologis), melainkan hanya mungkin
diperoleh dengan cara belajar.
g. Kebudayaan diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Tanpa masyarakat
kemungkinannya sangat kecil untuk membentuk kebudayaan. Sebaliknya, tanpa kebudayaan
tidak mungkin manusia (secara individual maupun kelompok) dapat mempertahankan
kehidupannya. Jadi, kebudayaan adalah hampir semua tindakan manusia dalam kehidupan
sehari-hari.
C. Unsur-Unsur Kebudayaan
Unsur-unsur kebudayaan meliputi semua kebudayaan yang ada dunia, baik yang kecil, sedang,
besar, maupun yang kompleks. Menurut konsepnya Malinowski, kebudayaan di dunia ini
mempunyai tujuh unsur universal, yaitu bahasa, sistem teknologi, system mata pencaharian,
organisasi sosial, sistem pengetahuan, religi, dan kesenian .Seluruh unsur itu saling terkait antara
yang satu dengan yang lain dan tidak bisa dipisahkan.
D. Sistem Budaya dan Sistem Sosial
Sistem sosial dan sistem budaya merupakan bagian dari kerangka budaya. Ketiga sistem tersebut
secara analisis dapat dibedakan. Sistem sosial lebih banyak dibahas oleh ilmu sosiologi,
sementara itu sistem budaya banyak dikaji dalam ilmu budaya.Sistem diartikan sebagai
kumpulan bagian-bagian yang bekerja bersama-sama untuk melakukan suatu maksud. Sistem
mempunyai sepuluh ciri, yaitu:
i. fungsi,
j. satuan,
k. batasan,
l. bentuk,
m. lingkungan,
-
n. hubungan,
o. proses,
p. masukan,
q. keluaran, dan
r. pertukaran.
Sistem budaya merupakan wujud yang abstrak dari kebudayaan. Sistem budaya a tau kultural
sistem merupakan ide-ide dan gagasan manusia yang hidup bersama dalam suatu masyarakat.
Gagasan tersebut tidak dalam keadaan berdiri sendiri, akan tetapi berkaitan dan menjadi suatu
sistem. Dengan demikian, sistem budaya adalah bagian dari kebudayaan yang diartikan pula
adat-istiadat. Adat-istiadat mencakup sistem nilai budaya, sistem norma, norma-norma menurut
pranata-pranata yang ada di dalam masyarakat yang bersangkutan, termasuk norma agama.
Fungsi sistem budaya adalah menata dan memantapkan tindakan-tindakan serta tingkah laku
manusia. Proses belajar dari sistem budaya ini dilakukan melalui proses pembudayaan atau
institutionalization (pelembagaan). Dalam proses ini, individu mempelajari dan menyesuaikan
alam pikiran serta sikapnya dengan adat istiadat, sistem norma, dan peraturan yang hidup dalam
kebudayaannya. Proses ini dimulai sejak kecil, dimulai dari lingkungan keluarga, masyarakat,
mula-mula meniru berbagai macam ilmu n. Setelah itu menjadi pola yang mantap, dan mengatur
apa yang dimilikinya.
Sedangkan, sistem sosial pertama kali diperkenalkan oleh Talcott Parsons. Konsep struktur
sosial digunakan untuk menganalisis aktivitas sosial sehingga sistem sosial menjadi model
analisis terhadap organisasi sosial.
Konsep sistem sosial adalah alat bantu untuk menjelaskan tentang kelompok-kelompok
manusia. Model ini bertitik tolak dari pandangan bahwa kelompok manusia merupakan suatu
sistem. Parsons menyusun strategi untuk menganalisis fungsional yang meliputi semua sistem
sosial, termasuk hubungan berdua, kelompok kecil, keluarga, organisasi sosial, termasuk
masyarakat secara keseluruhan. terdapat empat unsur dalam sistem sosial, yaitu:
n. dua orang atau lebih,
o. terjadi interaksi di antara mereka,
2) interaksi yang dilakukan selalu bertujuan, dan
3) memiliki struktur, simbol, dan harapan-harapan bersama yang dipedomaninya.
-
Lebih lanjut, suatu sistem sosial akan dapat berfungsi apabila empat persyaratan di bawah ini
terpenuhi. Keempat persyaratan itu meliputi:
d. Adaptasi, menunjuk pada keharusan bagi sistem-sistem sosial untuk menghadapi
lingkungannya.
e. Mencapai tujuan, merupakan persyaratan fungsional bahwa tindakan itu diarahkan pada
tujuan-tujuannya.
f. Integrasi, merupakan persyaratan yang berhubungan dengan interelasi antara para anggota
dalam sistem sosial.
g. Pemeliharaan pola-pola tersembunyi, merupakan konsep latent (tersembunyi) pada titik
berhentinya suatu interaksi akibat kejenuhan sehingga tunduk pada sistem sosial lainnya
yang mungkin terlibat.
Lebih lanjut, Parson menjelaskan bahwa dalam suatu sistem sosial terdapat 10 unsur yang
membentuk kesempurnaan suatu” sistem. Kesepuluh unsur itu, yaitu:
10) keyakinan,
11) perasaan,
12) tujuan sasaran cita-cita,
13) norma,
14) kedudukan peranan,
15) tingkatan,
16) kekuasaan atau pengaruh,
17) sanksi,
18) sarana atau fasilitas, dan
19) tekanan ketegangan.
E.Makna Sosial
Manusia adalah makhluk sosial yang dapat bergaul dengan dirinya sendiri, dan orang lain
menafsirkan makna-makna obyek-obyek di alam kesadarannya dan memutuskannya bagaimana
ia bertindak secara berarti sesuai dengan penafsiran itu. Bahkan seseorang melakukan sesuatu
-
karena peran sosialnya atau karena kelas sosialnya atau karena sejarah hidupnya. Tingkah laku
manusia memiliki aspek-aspek pokok penting sebagai berikut :
7. Manusia selalu bertindak sesuai dengan makna barang-barang (semua yang ditemui dan
dialami, semua unsur kehidupan di dunia ini);
8. Makna dari suatu barang itu selalu timbul dari hasil interaksi di antara orang seorang;
9. Manusia selalu menafsirkan makna barang-barang tersebut sebelum dia bisa bertindak sesuai
dengan makna barang-barang tersebut. Atas dasar aspek-aspek pokok tersebut di atas,
interaksi manusia bukan hasil sebab-sebab dari luar. Hubungan interaksi manusia
memberikan bentuk pada tingkah laku dalam kehidupannya sehari-hari, bergaul saling
mempengaruhi. Mempertimbangkan tindakan orang lain perlu sekali, bila mau membentuk
tindakan sendiri.
Menurut Blumer dalam premisnya menyebutkan bahwa manusia bertindak terhadap sesuatu
berdasarkan makna-makna yang berasal dari interaksi sosial seseorang dengan orang lain dan
disempurnakan pada saat proses interaksi sosial berlangsung.
Makna dari sesuatu berasal dari cara-cara orang atau aktor bertindak terhadap sesuatu dengan
memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokkan dan mentransformasikan situasi di mana dia
ditempatkan dan arah tindakannya.
F. Perubahan Sosial
Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan dimensi ruang dan
waktu.Perubahan itu bisa dalam arti sempit , luas, cepat atau lambat. Perubahan dalam
masyarakat pada prinsipnya merupakan proses terus-menerus untuk menuju masyarakat maju
atau berkembang, pada perubahan sosial maupun perubahan kebudayaan.
Menurut Moore dalam karya Lauer, perubahan sosial didefinisikan sebagai perubahan
penting dalam struktur sosial . Yang dimaksud struktur sosial adalah pola-pola perilaku dan
interaksi sosial. Perubahan sosial mencakup seluruh aspek kehidupan sosial, karena seluruh
aspek kehidupan sosial itu terus menerus berubah, hanya tingkat perubahannya yang berbeda.
-
Himes dan More mengemukakan tiga dimensi perubahan sosial :
8. Dimensi structural dari perubahan sosial mengacu kepada perubahan dalam bentuk struktur
masyarakat menyangkut perubahan peran, munculnya peranan baru, perubahan dalam
struktur kelas sosial dan perubahan dalam lembaga sosial;
9. Perubahan sosial dalam dimensi cultural mengacu kepada perubahan kebudayaan dalam
masyarakat seperti adanya penemuan dalam berpikir (ilmu pengetahuan), pembaharuan hasil
teknologi, kontak dengan kebudayaan lain yang menyebabkan terjadinya difusi dan
peminjaman kebudayaan;
10. Perubahan sosial dalam dimensi interaksional mengacu kepada perubahan hubungan sosial
dalam masyarakat yang berkenaan dengan perubahan dalam frekuensi, jarak sosial, saluran,
aturan-aturan atau pola-pola dan bentuk hubungan.
G. Konsep Nilai
Batasan nilai bisa mengacu pada berbagai hal seperti minat, kesukaan, pilihan, tugas, kewajiban
agama, kebutuhan, keamanan, hasrat, keengganan, daya tarik, dan hal-hal lain yang berhubungan
dengan perasaan dari orientasi seleksinya (Pepper, dalam Sulaeman, 1998). Rumusan di atas
apabila diperluas meliputi seluruh perkem-bangan dan kemungkinan unsur-unsur nilai, perilaku
yang sempit diperoleh dari bidang keahlian tertentu, seperti dari satu disiplin kajian ilmu. Di
bagian lain, Pepper mengatakan bahwa nilai adalah segala sesuatu tentang yang baik atau yang
buruk. Sementara itu, Perry (dalam Sulaeman, 1998) mengatakan bahwa nilai adalah segala
sesuatu yang menarik bagi manusia sebagai subjek.
Ketiga rumusan nilai di atas, dapat diringkas menjadi segala sesuatu yang dipentingkan
manusia sebagai subjek, menyangkut segala sesuatu yang baik atau yang buruk sebagai abstraksi,
pandangan, atau maksud dari berbagai pengalaman dengan seleksi perilaku yang ketat.
Seseorang dalam melakukan sesuatu terlebih dahulu mempertimbangkan nilai. Dengan
kata lain, mempertimbangkan untuk melakukan pilihan tentang nilai baik dan buruk adalah suatu
keabsahan. Jika seseorang tidak melakukan pilihannya tentang nilai, maka orang lain atau
kekuatan luar akan menetapkan pilihan nilai nnluk dirinya.
Seseorang dalam melakukan pertimbangan nilai bisa bersifat subyektif dan bisa juga
bersifat objektif. Pertimbangan nilai subjektif tcnlapat dalam alam pikiran manusia dan
bergantung pada orang yang memberi pertimbangan itu. Sedangkan pertimbangan objektif
-
beranggapan bahwa nilai-nilai itu terdapat tingkatan-tingkatan sampai pada tingkat tertinggi,
yaitu pada nilai fundamental yang mencerminkan universalitas kondisi fisik, psikologi sosial,
menyangkut keperluan setiap manusia di mana saja.
Dalam kajian filsafat, terdapat prinsip-prinsip untuk pemilihan nilai, yaitu sebagai berikut.
2 nilai instrinsik harus mendapat prioritas pertama daripada nilai ekstrinsik. Sesuatu yang
berharga instrinsik, yaitu yang baik dari dalam dirinya sendiri dan bukan karena
menghasilkan sesuatu yang lain. Sesuatu yang berharga secara ekstrinsik, yaitu sesuatu yang
bernilai baik karena sesuatu hal dari luar. Jika sesuatu itu merupakan sarana untuk mendapat
sesuatu yang lain. Semua benda yang bisa digunakan untuk aktivitas mem-punyai nilai
ekstrinsik.
3 nilai ini tidak harus terpisah. Suatu benda dapat bernilai instrinsik dan ekstrinsik. Contoh
pengetahuan, mempunyai nilai instrinsik baik dari dirinya sendiri dan mempunyai nilai
ekstrinsik apabila digunakan untuk kepentingan pembangunan baik di bidang ekonomi,
politik, hukum, maupun bidang-bidang yang lainnya.
4 nilai yang produktif secara permanen didahulukan daripada nilai yang produktif kurang
permanen. Beberapa nilai, seperti nilai ekonomi akan habis dalam aktivitas kehidupan.
Sedangkan nilai persahabatan akan bertambah jika dipergunakan untuk membagi nilai akal
dan jiwa bersama orang lain. Oleh karena itu, nilai persahabatan harus didahulukan daripada
nilai ekonomi.
H. Sistem Nilai
Sistem nilai adalah nilai inti (core value) dari masyarakat. Nilai inti ini diakui dan
dijunjung tinggi oleh setiap manusia di dunia untuk berperilaku. Sistem nilai ini menunjukkan
tata-tertib hubungan timbal balik yang ada di dalam masyarakat. Sistem nilai budaya berfungsi
sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia (Koentjaraningrat, 1981). Sistem nilai budaya
ini telah melekat dengan kuatnya dalam jiwa setiap anggota masyarakat sehingga sulit diganti
atau diubah dalam waktu yang singkat. Sistem budaya ini menyangkut masalah-masalah pokok
bagi kehidupan manusia.
-
Sistem nilai budaya ini berupa abstraksi yang tidak mungkin sama persis untuk setiap
kelompok masyarakat. Mungkin saja nilai-nilai itu dapat berbeda atau bahkan bertentangan,
hanya saja orien-tasi nilai budayanya akan bersifat universal, sebagaimana Kluckhohn (1950)
sebutkan.
Menurut Kluckhohn, sistem nilai budaya dalam masyarakat di mana pun di dunia ini, secara
universal menyangkut lima masalah pokok kehidupan manusia, yaitu:
Hakikat hidup manusia. Hakikat hidup untuk setiap kebudayaan berbeda secara ekstrim. Ada
yang berusaha untuk memadamkam hidup (nirvana = meniup habis). Ada pula yang dengan
pola-pola kelakuan tertentu menganggap hidup sebagai sesuatu hal yang baik (mengisi
hidup).
Hakikat karya manusia. Setiap manusia pada hakikatnya berbeda-beda, di antaranya ada
yang beranggapan bahwa karya bertujuan untuk hidup, karya memberikan kedudukan atau
kehormatan, karya merupakan gerak hidup untuk menambah karya lagi.
Hakikat waktu untuk setiap kebudayaan berbeda. Ada yang berpandangan mementingkan
orientasi masa lampau, ada pula yang berpandangan untuk masa kini atau yang akan datang.
Hakikat alam manusia. Ada kebudayaan yang menganggap manusia harus mengeksploitasi
alam atau memanfaatkan alam semaksimal mungkin, ada pula kebudayaan yang beranggapan
bahwa manusia harus harmonis dengan alam dan manusia harus menyerah kepada alam.
Hakikat hubungan manusia. Dalam hal ini ada yang mementingkan hubungan manusia
dengan manusia, baik secara horisontal maupun secara vertikal kepada tokoh-tokoh. Ada
pula yang berpandangan individualist’s (menilai tinggi kekuatan sendiri).
Berdasarkan hasil suatu penelitian, ada tiga pandangan dasar tentang makna hidup, yaitu:
1) hidup untuk bekerja,
2) hidup untuk beramal, berbakti, dan
3) hidup untuk bersenang-senang.
Sedangkan makna kerja, yaitu:
1. untuk mencari nafkah,
2. untuk memper-tahankan hidup,
3. untuk kehormatan,
-
4. untuk kepuasan dan kesenangan, dan
5. untuk amal ibadah.
I. Perubahan Kebudayaan
Masyarakat dan kebudayaan di mana pun selalu dalam keadaan berubah, ada dua sebab
perubahan
a. Sebab yang berasal dari masyarakat dan lingkungannya sendiri,misalnya perubahan
jumlah dan komposisi
b. sebab perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup. Masyarakat yang
hidupnya terbuka, yang berada dalam jalur-jalur hubungan dengan masyarakat dan
kebudayaan lain, cenderung untuk berubah secara lebih cepat.
c. adanya difusi kebudayaan, penemuan-penemuan baru, khususnya teknologi dan inovasi.
Dalam masyarakat maju, perubahan kebudayaan biasanya terjadi melalui penemuan
(discovery) dalam bentuk ciptaan baru (inovation) dan melalui proses difusi. Discovery
merupakan jenis penemuan baru yang mengubah persepsi mengenai hakikat suatu gejala
mengenai hubungan dua gejala atau lebih. Invention adalah suatu penciptaan bentuk baru yang
berupa benda (pengetahuan) yang dilakukan melalui penciptaan dan didasarkan atas pengkom-
binasian pengetahuan-pengetahuan yang sudah ada mengenai benda dan gejala yang dimaksud.
Ada empat bentuk peristiwa perubahan kebudayaan:
Pertama, cultural lag, yaitu perbedaan antara taraf kemajuan berbagai bagian dalam
kebudayaan suatu masyarakat. Dengan kata lain, cultural lag dapat diartikan sebagai bentuk
ketinggalan kebudayaan, yaitu selang waktu antara saat benda itu diperkenalkan pertama kali dan
saat benda itu diterima secara umum sampai masyarakat menyesuaikan diri terhadap benda
tersebut.
Kedua, cultural survival, yaitu suatu konsep untuk meng-gambarkan suatu praktik yang telah
kehilangan fungsi pentingnya seratus persen, yang tetap hidup, dan berlaku semata-mata hanya
di atas landasan adat-istiadat semata-mata. Jadi, cultural survival adalah pengertian adanya suatu
cara tradisional yang tak mengalami perubahan sejak dahulu hingga sekarang.
-
Ketiga, pertentangan kebudayaan (cultural conflict), yaitu proses pertentangan antara budaya
yang satu dengan budaya yang lain. Konflik budaya terjadi akibat terjadinya perbedaan
kepercayaan atau keyakinan antara anggota kebudayaan yang satu dengan yang lainnya.
Keempat, guncangan kebudayaan (cultural shock), yaitu proses guncangan kebudayaan
sebagai akibat terjadinya perpindahan secara tiba-tiba dari satu kebudayaan ke kebudayaan
lainnya. Ada empat tahap yang membentuk siklus cultural shock, yaitu: (1) tahap inkubasi, yaitu
tahap pengenalan terhadap budaya baru, (2) tahap kritis, ditandai dengan suatu perasaan dendam;
pada saat ini terjadi korban cultural shock, (3) tahap kesembuhan, yaitu proses melampaui tahap
kedua, hidup dengan damai, dan (4) tahap penyesuaian diri; pada saat ini orang sudah
membanggakan sesuatu yang dilihat dan dirasakan dalam kondisi yang baru itu; sementara itu
rasa cemas dalam dirinya sudah berlalu.
Pengertian Kebudayaan
Menurut E.B. Taylor (1871), Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat,
Menurut Selo Sumarjan dan Soelaeman Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai semua
hasil karya, rasa dan cipta masyarakat
Menurut Sutan Takdir Alisyahbana, Kebudayaan adalah manifestasi dari cara berpikir.
Menurut Koentjaraningrat, Kebudayaan adalah keseluruhan gagasan dan karya manusia
yang harus dibiasakannya dengan belajar beserta keseluruhan dari hasil budi pekertinya,
Menurut A.L. Krober dan C. Kluckhon, bahwa kebudayaan adalah manifestasi atau
penjelmaan kerja jiwa manusia dalam arti seluas- luasnya.
Menurut C.A. Van Peursen mengatakan bahwa kebudayaan sebagai manifestasi kehidupan
setiap orang, dan kehidupan setiap kelompok orang-orang berlainan dengan hewan-hewan,
maka manusia tidak hidup begitu saja ditengah alam, melainkan selalu mengubah alam
-
Krober dan Kluckhon,kebudayaan terdiri atas berbagai pola, bertingkah laku mantap, pikiran,
perasaan dan reaksi yang diperoleh dan terutama diturunkan oleh simbol-simbol yang
menyusun pencapaiannya secara tersendiri dari kelompok-kelompok manusia, termasuk di
dalamnya perwujudan benda-benda materi, pusat esensi kebudayaan terdiri atas tradisi dan
cita-cita atau paham, dan terutama keterikatan terhadap nilai-nilai.
Unsur- Unsur Kebudayaan
Menurut Melville J. Herkovits mengajukan pendapatnya tentang unsur kebudayaan adalah
terdiri dari 4 unsur yaitu : alat teknologi, sistem ekonomi, keluarga dan kekuatan politik
Menurut Bronislaw Malinowski unsur kebudayaan terdiri dari sistem norma, organisasi
ekonomi, alat-alat atau lembaga ataupun petugas pendidikan dan organisasi kekuatan
Menurut C. Kluckhon ada tujuh unsur kebudayaan universal yaitu :Sistem religi, Sistem
organisasi kemasyarakatan, Sistem pengetahuan,Sistem mata pencaharian hidup dan sistem
ekonomi, Sistem teknologi dan peralatan, Bahasa, Kesenian.
Orientasi Nilai Budaya
Kebudayaan sebagai karya manusia memiliki sistem nilai, menurut C. Kluckhon dalam karyanya
VARIATIONS IN VALUE ORIENTATION (1961) sistem nilai budaya dalam semua
kebudayaan di dunia, secara universal menyangkut lima masalah pokok kehidupan manusia,
yaitu:
f) Hakekat hidup manusia: hakekat hidup untuk setiap kebudayaan berbeda secara ekstern. Ada
yang berusaha untuk memadamkan hidup, ada pula dengan pola-pola kelakuan tertentu.
g) Hakekat karya manusia: setiap kebudayaan hakekatnya berbeda-beda, untuk hidup,
kedudukan/kehormatan, gerak hidup untuk menambah karya.
-
h) Hakekat waktu manusia: hakekat waktu untuk setiap kebudayaan berbeda, orientasi masa
lampau atau untuk masa kini.
4. Hakekat alam manusia: ada kebudayaan yang menganggap manusia harus mengeksploitasi
alam, ada juga yang harus harmonis dengan alam atau manusia menyerah kepada alam.
5. Hakekat hubungan manusia: mementingkan hubungan antar manusia baik vertikal maupun
horizontal (orientasi pada tokoh-tokoh). Ada pula berpandangan individualistis
Perubahan Kebudayaan
Terjadinya gerak perubahan kebudayaan ini disebabkan oleh :
Sebab-sebab yang berasal dari dalam masyarakat dan kebudayaan sendiri misalnya:
perubahan jumlah dan komposisi penduduk
Sebab-sebab perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup
Faktor Yang Mempengaruhi Diterima Atau Tidaknya Suatu Unsur Kebudayaan Baru,
Diantaranya :
Terbatasnya masyarakat memiliki hubungan atau kontak dengan kebudayaan dan dengan
orang-orang yang berasal dari luar masyarakat tersebut
Pandangan hidup dan nilai-nilai yang dominan dalam suatu kebudayaan ditentukan oleh
nilai-nilai agama
Corak struktur sosial suatu masyarakat turut menentukan proses penerimaan kebudayaan
baru
Suatu unsur kebudayaan diterima jika sebelumnya sudah ada unsur-unsur kebudayaan yang
menjadi landasan bagi diterimanya unsur kebudayaan yang baru tersebut
Apabila unsur baru itu memiliki skala kegiatan yang terbatas, dan dapat dengan mudah
dibuktikan kegunaannya oleh warga masyarakat yang bersangkutan.
-
Kaitan Manusia Dan Kebudayaan
Proses dialektis ini tercipta melalui tiga tahap yaitu :
1. Eksternalisasi, proses dimana manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun
dunianya;
2. Obyektivasi, proses dimana masyarakat menjadi realitas obyektif, yaitu suatu kenyataan yang
terpisah dari manusia dan berhadapan dengan manusia,
3. Internalisasi, proses dimana masyarakat disergap kembali oleh manusia. Maksudnya bahwa
manusia mempelajari kembali masyarakatnya sendiri agar dia dapat hidup dengan baik
-
BAB IV
KELEMBAGAAN SOSIAL
A. Pengertian Lembaga Social
Menurut Hoarton dan Hunt, lembaga social (institutation) bukanlah sebuah bangunan,
bukan kumpulan dari sekelompok orang, dan bukan sebuah organisasi. Lembaga (institutations)
adalah suatu system norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat
dipandang penting atau secara formal, sekumpulan kebiasaan dan tata kelakuan yang berkisar
pada suatu kegiatan pokok manusia. Dengan kata lain Lembaga adalah proses yang terstruktur
(tersusun} untuk melaksanakan berbagai kegiatan tertentu
Pendapat para tokoh tentang Difinisi Lembaga social :
Menurut Koentjaraningkrat : lembaga sosial adalah suatu system tatakelakuan dan hubungan
yang at kepada akatifitas social untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam
kehidupan masyarakat.
Menurut Leopold Von Weise dan Becker : Lembaga social adalah jaringan proses hubungan
antar manusia dan antar kelompok yang berfungsi memelihara hubungan itu beserta pola-
polanya yang sesuai dengan minat kepentingan individu dan kelompoknya.
Menurut Robert Mac Iver dan C.H. Page : Lembaga sosial adalah prosedur atau tatacara yang
telah diciptakan untuk mengatur hubungan antar manusia yang tergabung dalam suatu kelompok
masyarakat.
Menurut Soerjono Soekanto, Lembaga sosial adalah himpunana norma-norma dari segala
tingkatan yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok dalam kehiduppan masyarakat.
B. Tipe-Tipe Lembaga Social
1. Berdasarkan sudut perkembangan
Cresive institution yaitu i
top related