bina nusantara | library & knowledge...
Post on 28-Jul-2020
14 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum
2.1.1 Definisi Perancangan Interior
Adi Santosa (2005) mengungkapkan bahwa desain interior pada
prinsipnya merupakan upaya memecahkan masalah kehidupan yang
berkaitan dengan ruang bagian dalam dari sebuah bangunan.
Permasalahan dalam perancangan interior-pun harus dapat
dipecahkan melalui analisa berbagai faktor. Dalam hal ini, masalah
dalam perancangan interior dibagi menjadi 2, yaitu:
A. Masalah Fisik
Hal ini berkaitan dengan kondisi ruang itu sendiri, seperti unsur lantai,
dinding, ceiling, mechanical dan electrical, serta furnitur. Selain itu
mengenai utilitas seperti jendela sebagai jalan masuknya cahaya
matahari, ventilasi udara alami, dan pintu untuk mengakses hubungan
antar ruang.
B. Masalah Non Fisik
Masalah non fisik berkaitan dengan faktor manusia seperti kondisi
psikologis, sosial dan budaya yang membentuk persepsi-persepsi
dan perasaan terhadap suasana ruang tertentu.
2.1.2 Definisi Museum
Pengertian museum secara umum, terutama bagi kebanyakan orang
lebih dikenal dalam hal fungsinya, yaitu sebagai sebuah bangunan atau
gedung yang menyimpan berbagai koleksi peninggalan zaman dahulu
atau benda-benda antik yang diperuntukkan untuk memberikan
wawasan kepada masyarakat. Berikut adalah pengertian museum yang
di ungkapkan menurut beberapa pakar, yaitu:
5
6
A. Museum adalah bagian dari pranata sosial dalam masyarakat,
karena museum dipergunakan sebagai wahana memberikan
pengetahuan, pendidikan, dan perkembangan kepada setiap
masyarakat melalui sistemasi komunitas atau publik (Timothy &
Paine, 1993).
B. Sebuah lembaga permanen yang memberi layanan untuk
kepentingan masyarakat serta kemajuannya, tidak mencari
keuntungan, terbuka untuk umum yang meneliti, memelihara,
memamerkan, serta komunikasikan beberapa benda pembuktian
material manusia di dalam lingkungannya demi pendidikan, studi,
dan rekreasi (Moh. Amir Sutaarga, 1981).
Dari beberapa pengertian diatas, pada hakekatnya pengertian
museum yang lebih mendalam dan bersifat internasional adalah
pengertian yang dikeluarkan oleh ICOM (International Council of
Museum), yaitu:
“A museum is a non-profit, permanent institution in the service of
society and its development, open to the public, which acquires,
conserves, researches, communicates and exhibits the tangible and
intangible heritage of humanity and its environment for the purposes of
education, study and enjoyment.” (ICOM, 2007)
Pernyataan diatas memiliki pengertian bahwa museum adalah suatu
lembaga yang bersifat tetap dalam bidang pelayanan masyarakat,
dimana perkembangannya yang bertujuan untuk mengumpulkan,
merawat, meneliti, dan memamerkan untuk tujuan studi, pendidikan,
dan kesenangan barang pembuktian manusia dan lingkungan
(Musyawarah ke-11, International Council of Museums, UNESCO).
2.1.2.a Sejarah Museum
Museum merupakan kata yang berasal dari bahasa latin, yaitu
museion. Museion merupakan tempat tinggal Muze, yaitu sembilan
Dewi anak dari Zeus yang memiliki peran utama sebagai penghibur.
Pada filsuf Yunani kuno, yaitu seperti Plato dan Phythagoras.
7
Mereka beranggapan bahwa museion adalah tempat penyelidikan dan
pendidikan filsafat, sebagai ruang lingkup ilmu dan kesenian. Museion
juga disimpulkan sebagai tempat pembaktian diri terhadap kesembilan
Dewi Muse.
Pada mulanya, bangunan museum tersebut hanya digunakan
sebagai tempat mengumpulkan benda-benda dan alat yang dibutuhkan
untuk penyelidikan ilmu dan kesenian. Akan tetapi koleksinya kian
bertambah hingga museum tersebut menjadi sebuah tempat
mengumpulkan benda-benda yang dianggap unik dan aneh oleh
masyarakat.
Perkembangan tersebut terus terjadi hingga abad pertengahan. Kala
itu museum menjadi tempat koleksi benda-benda pribadi milik
kalangan bangsawan, pangeran, para pencipta seni dan budaya, serta
para pencipta ilmu pengetahuan. Perkembangan zaman menyebabkan
hasil seni rupa kian bertambah, baik dari dalam maupun luar Eropa,
hingga akhirnya menjadi cikal bakal pertumbuhan museum yang ada di
Eropa. (Ilmu Dasar, 2017)
2.1.2.b Fungsi dan Manfaat Museum
1. Fungsi Museum
Museum merupakan salah satu tempat yang cukup sering
dikunjungi oleh masyarakat, seperti untuk study tour, melakukan
penelitian maupun rekreasi dengan teman maupun keluarga. Seperti
yang pada umumnya kita pahami, museum adalah tempat yang
mengkoleksi benda-benda warisan budaya atau antik yang memiliki
nilai sejarah yang berharga. Namun, nyatanya fungsi museum tidak
sesederhana itu.
Direktorat Museum (2007), mengatakan bahwa bila mengacu pada
hasil musyawarah umum ke-11 (11th General Assembley) International
Council of Museum (ICOM) yang dilaksanakan pada tanggal 14 Juni
1974 di Denmark, dapat dikemukakan 9 fungsi museum, yaitu sebagai
berikut:
8
a. Pengumpulan dan pengamanan warisan alam dan bidaya
b. Dokumentasi dan penelitian ilmiah
c. Konservasi daan preservasi
d. Penyebaran dan perataan ilmu untuk umum
e. Pengenalan dan penghayatan kesenian
f. Pengenalan kebudayaan antardaerah dan antarbangsa
g. Visualisasi warisan alam dan budaya
h. Cerminan pertumbuhan peradaban umat manusia
i. Pembangkit rasa bersyukur dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa
2. Manfaat Museum
Pada umumnya, museum dipahami sebagai tempat untuk
menyimpan atau memperlihatkan benda-benda warisan budaya. Padahal
kenyataannya tidaklah demikian. Dibangunnya suatu museum tentu
memiliki visi tersendiri, yaitu diharapkan dapat memberikan manfaat
positif kepada masyarakat. Terdapat beberapa manfaat utama dari
museum, yaitu sebagai berikut (Ilmu Dasar, 2017):
a. Edukasi
Kegiatan mengunjungi museum akan membuat seseorang belajar
dan menambah pengetahuan terhadap benda-benda yang
berada di dalam museum tersebut. Seseorang akan mengetahui
perkembangan peradaban suatu masa ke masa lain.
Menambah wawasan yang mungkin tidak didapat dalam
pendidikan formal.
b. Inovatif
Pengunjung yang datang untuk melihat benda-benda yang
ditampilkan dapat menjadi sebuah ide baru yang kemudian
akan berkembang menjadi sebuah karya baru. Dengan banyak
melihat benda-benda yang baru menimbulkan sebuah
pengalaman dan menghasilkan interpretasi baru.
9
c. Rekreatif
Dengan mengunjungi museum orang dapat santai, dan
melepaskan himpitan-himpitan sehari-hari yang telah
menyibukkannya. Oleh karena itu dapat di saksikan pada hari-
hari libur museum yang sudah terkenal di dapati pengunjung.
d. Imajinatif
Dengan mengunjungi museum seseorang dapat
melakukan kontemplasi sehingga mampu mengembangkan
daya imjinasinya untuk menghasilkan suatu karya seni.
2.1.2.c Klasifikasi Museum
Museum merupakan tempat yang menyimpan begitu banyak
sumber pengetahuan dan sejarah. Tentunya setiap museum memiliki
fokus koleksi yang berbeda dengan museum lainnya. Untuk
membedakannya, maka museum dibagi ke dalam beberapa jenis
klasifikasi, yaitu sebagai berikut (Ilmu Dasar, 2017):
1. Berdasarkan koleksi yang dimiliki, museum dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu:
a. Museum Umum
Museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material
manusia dan atau lingkungannya yang berkaitan dengan berbagai
cabang ilmu pengetahuan alam, teknologi dan ilmu pengetahuan
sosial.
b. Museum Khusus
Museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material
manusia atau lingkungannya yang berkaitan dengan satu cabang
seni, satu cabang ilmu atau satu cabang teknologi.
2. Berdasarkan kedudukannya, museum dapat dibedakan menjadi tiga
jenis, yaitu:
a. Museum Nasional
Museum yang mempunyai tingkatan koleksi sesuai dengan kelas
nasional atau dalam taraf nasional. Koleksi museum berasal,
10
mewakili atau berkaitan dengan bukti material manusia dan atau
lingkungannya dari seluruh wilayah Indonesia yang bernilai
nasional.
b. Museum Propinsi/Regional
Museum yang memiliki tingkatan koleksi terbatas dan hanya dalam
lingkup daerah propinsi/regional. Koleksi museum berasal,
mewakili atau berkaitan dengan bukti material manusia dan atau
lingkungannya dari wilayah propinsi dimana museum tersebut
berada.
c. Museum Lokal
Museum yang memiliki tingkatan koleksi dalam taraf daerah saja.
Koleksi museum berasal, mewakili atau berkaitan dengan bukti
material manusia dan atau lingkungannya dari kabupaten atau
kotamadya dimana museum tersebut berada.
3. Menurut International Council of Museum (ICOM), berdasarkan
jenis koleksinya, museum dapat dibedakan menjadi enam jenis,
yaitu:
a. Museum Seni (Art Museum), merupakan museum yang mengelola.
menyimpan dan mengumpulkan benda yang berkaitan dengan
kesenian.
b. Museum Arkeologi dan Sejarah (Arkeologi and History Museum),
merupakan museum yang mengkhususkan diri untuk memajang
benda arkeologi yang menyimpan sejarah mengenai manusia serta
peradabannya. Museum arkeologi banyak yang bersifat museum
terbuka (Open Air Museum).
c. Museum Nasional (National Museum), merupakan museum yang
menyimpan berbagai benda yang berasal dari berbagai wilayah
negara tempat museum tersebut berada.
d. Museum Ilmu Pengetahuan Alam (Natural History Museum),
merupakan museum yang berfokus pada hal-hal yang berkaitan
dengan peradaban ilmu pengetahuan alam.
e. Museum Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Science and
Technology Museum), merupakan museum yang berfokus pada hal-
11
hal yang berkaitan dengan awal mula perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
f. Museum Khusus (Specialized Museum), merupakan museum
yang dikhususkan untuk suatu benda khusus tertentu.
4. Berdasarkan pihak penyelenggarannya, klasifikasi museum dibagi
menjadi dua jenis, yaitu:
a. Museum Pemerintah
Merupakan museum yang diselenggarakan dan dikelola oleh
pemerintah pusat atau pemerintah daerah.
b. Museum Swasta
Merupakan museum yang didirikan dan disenggelarakan oleh
perseorangan, namun tetap harus mendapatkan izin dari
pemerintah.
2.1.2.d Klasifikasi Pengguna Museum
Di dalam sebuah museum, terdapat beberapa kategori pengguna
(Direktorat Museum, 2008), yaitu sebagai berikut:
1. Pengelola Museum
Pengelola museum adalah petugas yang berada dan melaksanakan
tugas didalam area museum, serta dipimpin oleh seorang kepala
museum. Kepala museum sendiri membawahi dua pengguna
lainnya, yaitu:
a. Bagian Administrasi
Petugas pada bagian administrasi mengelola segala hal yang
berhubungan dengan ketenagaan, keuangan, surat-menyurat,
kerumahtanggaan, pengamanan, dan registrasi koleksi dalam
museum.
b. Bagian Teknis
Petugas pada bagian teknis terdiri dari tenaga pengelola koleksi,
tenaga konservasi, tenaga preparasi, tenaga bimbingan dan humas.
Berikut adalah beberapa tugas yang dijalankan oleh petugas bagian
teknis, yaitu:
12
1) Tenaga pengelola koleksi, bertugas dalam melakukan
inventarisasi dan kajian setiap koleksi museum.
2) Tenaga konservasi, bertugas dalam melakukan pemeliharaan
dan perawatan koleksi.
3) Tenaga preparasi, bertugas dalam menyiapkan sarana dan
prasarana serta menata pameran.
4) Tenaga bimbingan dan humas, bertugas dalam memberikan
informasi dan mempublikasikan koleksi untuk dimanfaatkan
oleh masyarakat.
2. Pengunjung
Pengunjung merupakan bagian penting dalam perkembangan
museum, yaitu selain sebagai penikmat koleksi yang di display,
pengunjung juga berperan dalam menghidupkan suasana museum
itu sendiri. Terdapat beberapa tipe pengunjung yang didasarkan
pada aspek tertentu, yaitu sebagai berikut:
a. Berdasarkan Intensitas Kunjungan, dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu:
1) Kelompok orang yang secara rutin berhubungan dengan
museum, yaitu seperti kolektor, seniman, desainer, ilmuwan,
mahasiswa, dan pelajar.
2) Kelompok orang yang baru mengunjungi museum.
b. Berdasarkan Tujuan Berkunjung, dibagi menjadi tiga kelompok,
yaitu:
1) Pengunjung pelaku studi
2) Pengunjung bertujuan tertentu
3) Pengunjung pelaku rekreasi
13
2.1.2.e Persyaratan Berdirinya MuseumDalam merencanakan suatu museum, terdapat beberapa persyaratan
yang harus diperhatikan bagi pendirinya, yaitu (Moh. Amir Sutaarga,
1997) :
1. Lokasi Museum
a. Lokasi yang Strategis
Dalam menentukan lokasi untuk mendirikan museum, sang pendiri
tidak diperkenankan untuk memilih sesuai dengan kepentingannya
sendiri, melainkan memilih lokasi yang tepat untuk masyarakat
umum, pelajar, mahasiswa, ilmuwan, dan wisatawan.
b. Lokasi yang Sehat
Lokasi tidak terletak disekitar daerah industri yang dimana terdapat
banyak udara kotor, daerah berawa, atau tanah pasi. Selain itu,
elemen alam seperti kelembaban udara juga perlu diperhatikan,
yang setidaknya harus terkontrol netral, yaitu antara 55-56%.
2. Persyaratan Bangunan
a. Persyaratan Umum
Beberapa persyaratan umum yang berfungsi mengatur bentuk
ruang museum dapat dijabarkan sebagai berikut, yaitu:
1) Bangunan museum dikelompokkan dan dipisahkan sesuai
dengan:
Fungsi dan aktifitasnya.
Ketenangan dan keramaian.
Keamanan.
2) Pintu masuk utama (main entrance) diperuntukkan bagi
pengunjung museum.
3) Pintu masuk khusus hanya digunakan untuk bagian pelayanan,
perkantoran, rumah jaga, serta ruang-ruang pada banguan khusus.
4) Area semi publik terdiri dari bangunan administrasi, yang
termasuk ruang perpustakaan dan ruang rapat.
5) Area private terdiri dari:
Laboratorium Konservasi.
14
Studio Preparasi.
Storage.
6) Area publik atau umum terdiri dari :
Bangunan utama, yang meliputi pameran tetap, pameran
temporer dan peragaan.
Auditorium, keamanan, gift shop, cafetaria, ticket box,
penitipan barang, lobby atau ruang istirahat, dan tempat parkir.
b. Persyaratan Khusus
Selain persyaratan umum, terdapat juga beberapa persyaratan
khusus yang perlu diperhatikan dalam mendirikan museum, antara
lain:
1) Bangunan utama, yang sebagai wadah kegiatan pameran tetap
dan temporer harus dapat:
Memuat benda-benda koleksi yang akan dipamerkan.
Mudah dicapai, baik dari luar atau dalam.
Merupakan bangunan penerima yang harus memiliki daya tarik
sebagai bangunan utama yang dikunjungi oleh pengunjung
museum.
Memiliki sistem keamanan yang baik dari segi konstruksi dan
spesifikasi ruang untuk mencegah rusaknya benda-benda
secara alami ataupun karena pencurian.
2) Bangunan auditorium, harus dapat:
Dengan mudah dicapai oleh umum.
Dapat digunakan sebagai ruang pertemuan, diskusi, dan
ceramah.
3) Bangunan khusus, harus dapat:
Terletak pada tempat yang kering.
Mempunyai pintu masuk yang khusus.
Memiliki sistem keamanan yang baik (terhadap kerusakan,
kebakaran, dan pencurian).
4) Bangunan Administrasi, harus dapat:
15
Terletak di lokasi yang strategis baik dari pencapaian umum
maupun terhadap bangunan lainnya.
c. Persyaratan Ruang
Terdapat beberapa persyaratan dalam hal teknis yang juga perlu
diperhatikan pada ruang pamer, yaitu sebagai berikut :
1) Pencahayaan dan Penghawaan
Hal ini merupakan aspek teknis paling utama yang perlu
diperhatikan untuk membantu memperlambat proses pelapukan
dari koleksi. Pencahayaan dan penghawaan yang buruk atau tidak
sesuai dengan standarisasi dapat merusak koleksi.
2) Ergonomi dan Tata Letak
Untuk memudahkan pengunjung dalam melihat, menikmati, dan
mengapresiasi koleksi, maka menetapkan susunan dalam
peletakkannya merupakan hal yang penting. Berikut adalah standar
perletakan koleksi di ruang pamer museum.
3) Jalur Sirkulasi Dalam Ruang Pamer
Jalur sirkulasi di dalam ruang pamer harus dapat menyampaikan
informasi dan dapat membantu pengunjung dalam memahami
koleksi yang dipamerkan. Penentuan jalur sirkulasi bergantung juga
pada alur cerita yang ingin disampaikan dalam pameran.
Gambar 2.2. Sirkulasi Ruang Pamer
(Sumber : http://chengho3.blogspot.com)
Gambar 2.1. Ergonomi dalam Peletakkan Panil
(Sumber : http://chengho3.blogspot.com)
16
2.1.2.f Koleksi Museum
Menurut Moh. Amir Sutaarga (1997) dalam bukunya yang berjudul
Pedoman Penyelenggaraan dan Pengelolaan Museum, koleksi adalah
segala sesuatu yang sedang atau akan dipamerkan di museum. Koleksi
tersebut dapat ditampilkan dalam ruang pameran, disimpan dalam
gudang, dilestarikan dalam ruang konservasi, atau dikaji dalam ruang
peneliti.
1. Prinsip dan persyaratan sebuah benda koleksi, antara lain :
a. Memiliki nilai sejarah dan nilai ilmiah (termasuk nilai estetika).
b. Dapat diidentifikasi dalam hal bentuk, tipe, gaya, fungsi, makna,
asal secara historis dan geografis, genus (untuk biologis) atau
periodenya (dalam geologi, khususnya benda alam).
c. Dapat dijadikan dokumen, dalam arti sebagai bukti kenyataan dan
eksitensinya bagi penelitian ilmiah.
2. Klasifikasi Benda Koleksi
a. Benda Asli, yaitu adalah benda koleksi yang memenuhi
persyaratan:
1) Harus mempunyai nilai budaya, ilmiah dan nilai estetika.
2) Harus dapat dianggap sebagai dokumen.
3) Harus dapat diidentifikasi mengenai wujud, asal, tipe, gaya,
dan sebagainya.
b. Benda Reproduksi, yaitu benda buatan baru dengan cara meniru
benda asli menurut cara tertentu. Berikut adalah berbagai macam
benda reproduksi, yakni:
1) Replika: Merupakan benda tiruan yang diproduksi dengan
memiliki sifat atau tampilan seperti benda yang ditiru.
2) Miniatur: Merupakan benda tiruan yang diproduksi dengan
memiliki bentuk, warna, dan cara pembuatan yang sama
dengan benda asli.
3) Referensi: Diperoleh dari rekaman atau fotocopy suatu buku
seperti mengenai etnografi, sejarah, dan lainnya.
4) Benda-benda berupa foto yang dipotret dari dokumen/mikro
film yang sukar dimiliki.
17
5) Benda Penunjang, yakni benda yang dapat dijadikan
pelengkap pameran untuk memperjelas informasi/pesan
yang akan disampaikan, misalnya : lukisan, foto dan contoh
bahan.
3. Penataan Koleksi Museum
Penataan koleksi dalam suatu pameran dapat disajikan dengan
beberapa cara, yakni:
a. Tematik: Menata koleksi pameran berdasarkan tema dan sub tema
yang diusung.
b. Taksonomik: Menata koleksi berdasarkan kelompok atau sistem
klasifikasinya.
c. Kronologis: Menata koleksi yang disusun berdasarkan usianya,
yaitu dari yang tertua atau terlama hingga yang terbaru.
4. Metode Penyajian Museum
Metode penyajian dalam museum perlu disesuaikan dengan
motivasi masyarakat yang berada disekitar lingkungan atau
pengunjung museum itu sendiri, yaitu:
a. Metode Intelektual
Metode ini menerapkan cara penyajian benda-benda koleksi
museum yang mengungkapkan informasi mengenai guna, arti dan
fungsi benda koleksi di museum.
b. Metode Romantik (Evokatif)
Metode ini menerapkan cara penyajian benda-benda koleksi
museum dengan mengungkapkan suasana tertentu yang
berhubungan dengan benda-benda yang dipamerkan.
c. Metode Estetik
Metode ini menerapkan cara penyajian benda-benda koleksi
museum dengan mengungkapkan nilai artistik yang ada pada
benda koleksi museum.
18
d. Metode Simbolik
Metode ini menerapkan cara penyajian benda-benda koleksi
museum dengan menggunakan simbol-simbol tertentu sebagai
media interpretasi kepada pengunjung.
e. Metode Kontemplatif
Metode ini menerapkan cara penyajian koleksi di museum untuk
membangun imajinasi pengunjung terhadap koleksi yang
dipamerkan.
f. Metode Interaktif
Metode ini menerapkan cara penyajian koleksi di museum
dimana pengunjung dapat berinteraksi langsung dengan
koleksi yang dipamerkan. Penyajian interaktif dapat
menggunakan teknologi informasi.
5. Penyimpanan dan Perawatan Koleksi Museum
Dalam memamerkan dan menyimpan koleksi museum, terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan, yang dimana dapat merubah
kondisi atau menyebabkan gangguan pada koleksi museum, yaitu:
a. Iklim dan Lingkungan
Pada umumnya, iklim di Indonesia bersifat lembab dengan curah
hujan yang cukup tinggi. Temperatur udara di antara 25 sampai 37
derajat celcius, dengan kadar kelembaban relatif (RH=Relative
Humadity) antara 50 sampai 100%. Iklim yang terlampau lembab
ditambah faktor naik-turunnya temperatur dapat menimbulkan
suasana klimatologis yang menyuburkan tumbuh kembangnya
jamur (fungi) dan bakteri, tetapi iklim yang terlampau kering juga
dapat menimbulkan berbagai kerusakan.
b. Cahaya
Cahaya dapat mempengaruhi benda koleksi yang ditampilkan di
museum. Untuk jenis koleksi dengan bahan dasar seperti batu,
logam, dan keramik pada umumnya tidak peka terhadap cahaya,
tetapi untuk koleksi yang berbahan dasar organik seperti tekstil,
kertas, peka terhadap pengaruh cahaya.
19
c. Serangga dan Mikro-organisme
Terdapat beberapa cara untuk mencegah terjadinya kerusakan pada
benda koleksi yang disebabkan oleh serangga ataupun mikro-
organisme, yaitu:
1) Fumigasi
Beberapa jenis zat kimia dapat menguap pada suhu biasa dan
dapat menjadi gas yang mematikan bagi serangga. Teknik ini
dapat dilakukan dalam ruangan yang suhunya normal yang
kedap udara.
2) Penyemprotan
Teknik ini dengan cara menyemprotan insektisida berupa
larutan yang mengandung DDT, gammexane, mercuric
chloride, dan lain-lainnya.
2.1.2.g Jenis Pameran
Dalam menampilkan koleksi museum, hal yang paling tepat adalah
dengan cara mengadakan pameran, sehingga dapat diketahui oleh
masyarakat.
Pameran adalah satu sarana yang dapat memenuhi sifat kodrati
manusia, seperti keinginan untuk menonton, mengetahui,
memperhatikan sesuatu, mendalami sesuatu, memahami atau
menghayati (Widuri, 2004). Dalam melakukan pameran, terdapat
beberapa faktor yang perlu diperhatikanm yaitu:
1. Persediaan koleksi dan dokumentasi foto serta koleksi yang
tersedia. Apabila jumlah koleksi belum memadai, sedangkan tema
pameran yang diusung sudah jelas, maka pihak museum dapat
meminjam koleksi dari museum lainnya atau meminjam koleksi
perorangan.
2. Persediaan peralatan, bahan, serta tenaga yang akan mendukung
pelaksanaan penataan dan penyebaran informasi.
3. Biaya persiapan dan pelaksanaan untuk kegiatan pameran.
4. Penyebaran publisitas tentang rencana kegiatan pemeran tersebut,
dalam rangka mengumpulkan pengunjung bila pameran itu sudah
dibuka untuk umum.
20
Sedangkan berdasarkan jangka waktu pelaksanaannya, pameran
dalam museum dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: (Susanto, 2004)
1. Pameran Tetap
Merupakan pameran yang memiliki tempo tidak terbatas, yang
berarti pameran atau karya tersebut digelar secara terus-menerus.
Idealnya, koleksi pameran yang ditampilkan adalah sebanyak 25%
hingga 40% dari total koleksi yang dimiliki museum, dan akan
dilakukan penggantian koleksi yang dipamerkan dalam jangka
waktu tertentu.
2. Pameran Temporer atau Khusus
Merupakan pameran yang memiliki batas waktu tertentu, atau
relatif singkat. Pameran ini adalah pameran yang paling umum
diselenggarakan. Dapat dikatakan pameran khusus dikarenakan
diselenggarakan secara khusus untuk memperingati sesuatu, seperti
peristiwa atau tokoh penting. Batas waktu yang diberlakukan
bergantung pada alasan yang bersifat personal maupun kebiasaan
umum, yaitu dalam waktu singkat, antara hitungan hari, minggu,
hingga bulan.
3. Pameran Keliling
Pameran ini diklasifikasikan sebagai pameran temporer, namun
dilangsungkan beberapa kali secara bergilir dari satu tempat ke
tempat lain (travelling exhibition). Pameran ini diselenggarakan
dalam jangka waktu tertentu dengan tema khusus.
2.1.2.h Tata Sarana Pameran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sarana adalah segala
sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat untuk mencapai maksud dan
tujuan.
Untuk menyajikan berbagai koleksi museum kepada pengunjung
dalam bentuk pameran, diperlukan adanya sarana pameran yang baik
secara langsung maupun tidak. Selain itu, hendaknya perlu juga
dipertimbangkan sisi dari faktor keamanan, keawetan dan keindahan
koleksi itu sendiri.
21
Dalam hal ini, sarana pameran di museum dapat dibagi menjadi
dua kategori, yaitu:
1. Sarana Pokok
Sarana pokok merupakan hal yang bersifat mutlak dan penting
dalam penataan pameran di museum, karena tanpa adanya sarana
tersebut maka pameran tidak akan berhasil dalam mencapai
tujuannya. Apabila benda-benda koleksi hanya diletakkan begitu
saja pada permukaan lantai tanpa adanya sarana pokok, maka akan
terlihat tidak teratur atau tidak rapi. Berikut adalah yang termasuk
kedalam sarana pokok, antara lain:
a. Papan Panil atau Panel Board
Papan panil atau panel board merupakan salah sarana pokok
pameran yang digunakan untuk menggantung atau menempelkan
koleksi atau menempelkan label atau koleksi penunjang lain
seperti peta, grafik, gambar, dan informasi dalam bentuk informasi.
b. Vitrine
Vitrine merupakan salah satu jenis sarana pokok pameran yang
sangat diperlukan sebagai tempat untuk meletakkan benda-benda
koleksi yang umumnya berbentuk tiga dimensi, relatif bernilai
tinggi, serta mudah dipindahkan. Fungsi vitrine sendiri yaitu
sebagai pelindung koleksi, baik dari gangguan manusia maupun
lingkungan, seperti kelembaban udara ruangan, efek negatif
cahaya, serta perubahan suhu udara dalam ruangan. Terdapat
beberapa tipe vitrine yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan
museum, antara lain:
1) Vitrine Sudut : Vitrine ini diletakkan pada sudut ruangan,
dimana pengunjung hanya dapat melihat vitrine ini dari satu
arah saja, yaitu arah depan.
22
2) Vitrine Tengah : Vitrine ini diletakkan pada area tengah
ruangan dan tidak melekat pada dinding, Dengan
menggunakan vitrine ini, pengujung dapat melihat koleksi dari
segala arah, dimana keempat sisinya terbuat dari kaca.
3) Vitrine Tepi atau Dinding : Vitrine ini diletakkan berhimpitan
dengan dinding. Dengan menggunakan vitrine ini, pengunjung
Gambar 2.3. Vitrine Sudut
(Sumber : library.binus.ac.id)
Gambar 2.4. Vitrine Tengah
(Sumber : library.binus.ac.id)
Gambar 2.5. Vitrine Tepi atau Dinding
(Sumber : library.binus.ac.id)
23
dapat melihat koleksi dari sisi samping kanan, kiri, depan dan
atas.
c. Pedestal atau Alas Koleksi
Pedestal merupakan tempat untuk meletakkan koleksi yang
biasanya berbentuk tiga dimensi. Jika koleksi yang diletakkan
memiliki nilai tinggi dan berukuran besar, maka perlu mendapat
ekstra pengamanan, yaitu seperti memberikan jarak dari jangkauan
pengunjung. Alas koleksi yang berukuran kecil umumnya
diletakkan di vitrine sebagai alat bantu agar benda dalam vitrine
dapat disajikan dengan baik. Ukuran tinggi rendahnya-pun harus
diseusaikan dengan besar kecilnya koleksi yang diletakkan di
atasnya.
2. Sarana Penunjang
Pameran yang berupa label, koleksi penunjang (peta, foto,
miniature, patung peraga, dan sebagainya), sarana pengamanan,
sarana publikasi, sarana pengatura cahaya, sarana pengaturan
warna, sarana pengaturan udara, sarana audiovisual, sarana
angkutan dalam ruang, dekorasi ruangan (meliputi taman dalam
ruang, tempat sampah dan tempat duduk).
2.1.3 Definisi Kopi
Menurut Bhara L.A.M (2005), kopi adalah suatu jenis tumbuhan
yang dibuat minuman dengan sifat psikostimulant sehingga
menyebabkan seseorang yang meminumnya akan tetap terjaga (susah
24
tidur), mengurangi kelelahan atau stress saat bekerja, serta mampu
untuk memberikan efek fisiologis, yakni energi.
2.1.3.a Sejarah Kopi
Tanaman kopi dibawa masuk ke Indonesia pada masa penjajahan
kolonial Belanda, yang berhasil membuat Indonesia sebagai salah satu
negara penghasil kopi utama di dunia hingga kini. Di masa awal,
bangsa Arab memonopoli perdagangan biji kopi. Mereka
mengendalikan perdagangan lewat Mocha, sebuah kota pelabuhan yang
terletak di Yaman. Saat itu Mocha menjadi satu-satunya gerbang lalu
lintas perdagangan biji kopi. Demikian strategisnya pelabuhan tersebut
dalam perdagangan kopi, sampai-sampai orang Eropa menyebut kopi
dengan nama Mocha (Kelana, Agung, & Cahyadi, 2018).
2.1.3.b Asal Muasal Istilah Kopi
Penemuan biji kopi sebagai sebuah minuman berenergi pertama
kali ditemukan oleh seorang dari bangsa Ethiopia pada abad ke-9. Biji-
biji kopi tersebut ditanam di dataran tinggi. Ketika bangsa Arab hendak
meluaskan perdagangannya, biji kopi telah meluas hingga ke Afrika
Utara dan ditanam secara massal. Sejak itu biji kopi sebagai minuman
mulai meluas dari Asia sampai ke Eropa.
Menurut William H. Ukers (1992) dalam bukunya yang berjudul
All About Coffee, kata kopi mulai masuk ke dalam Bahasa Eropa sekitar
tahun 1600-an. Kata kopi sendiri berasal dari Bahasa Arab, yaitu
‘qahwa’. Sedangkan dalam bahasa Turki disebut ‘kahveh’. Di Arab,
istilah ‘qahwa’ bukan merujuk pada nama tanaman, tetapi lebih kepada
nama minuman. Para ahli meyakini bahwa kata ‘qahwa’ digunakan
untuk menyebut minuman yang berasal dari biji dan diseduh dengan air
panas.
Menurut Symposium on The Etymology of The World Coffee, kata
qahwa mengandung arti ‘kuat’. Dimulai dari bahasa Arab inilah, nama
minuman tersebut diadaptasi dalam berbagai bahasa lainnya, yaitu
25
seperti bahasa Turi ‘kahve’, bahasa Belanda ‘koffie’, bahasa Perancis
‘cafe’, bahasa Italia ‘caffe’, bahasa inggirs ‘coffee’, bahasa Cina ‘kia-
fey’, bahasa Jepang ‘kehi’, dan bahasa Melayu ‘kawa’.
Berbeda dengan negara lain, di duga kuat kata ‘kopi’ dalam bahasa
Indonesia diadaptasi dari istilah Arab melalui bahasa Belanda, yaitu
‘koffie’. Hal tersebut cukup logis, mengingat bahwa Belanda adalah
pencetus terhadap munculnya perkebunan kopi di Indonesia.
2.1.3.c Sejarah Perkembangan Kopi di Indonesia
Seperti yang diketahui, tentunya sejarah masuknya kopi tidak lepas
dari masuknya Belanda ke Indonesia. Menurut Doni Hamdan dan Aries
Sontani dalam bukunya yang berjudul Coffee (2018), sejarah mencatat
bahwa tepatnya pada tahun 1696, benih kopi dibawa oleh Komandan
Pasukan Belanda, yaitu Adrian Van Ommen dari Malabar, India ke
Pulau Jawa. Pada awalnya, budi daya kopi dilakukan di Batavia yang
saat ini dikenal sebagai Pondok Kopi, Jakarta Timur. Namun upaya
tersebut gagal dikarenakan tanamannya mati akibat bencana banjir.
Tidak menyerah begitu saja, upaya kedua kembali dilakukan. Pada
tahun 1699, pemerintah kolonial Belanda mendatangkan bibit-bibit baru
yang akan dikembangkan disekitar Jawa Barat, yaitu Bogor, Sukabumi,
Banten, dan Priangan Timur.
Upaya ini ternyata berhasil dan terus berkembang hingga kopi dari
Priangan dapat mendunia. Akhirnya penanaman kopi di Indonesia
mulai menyebar ke berbagai bagian di kepulauan Hindia Belanda, yaitu
seperti Sumatera, Bali, Sulawesi, dan Timor. Kopi dari Indonesia
sendiri dikenal memiliki karakteristik earthy dan spicy yang diolah
dengan metode gilingan basah (wet process).
Kemudian pada tahun 1706, sampel kopi yang dihasilkan dari
tanaman kopi di Jawa dikirimkan ke Belanda untuk diteliti. Dari
penelitian tersebut didapatkan hasil yang menakjubkan. Kopi yang
ditanam tersebut menghasilkan kualitas biji kopi yang sangat baik.
Sejak kesuksesan tersebut, Belanda mulai memperluas area budidaya
kopi hingga ke Pulau-Pulau Indonesia lainnya.
26
2.1.3.d Jenis-Jenis Kopi di Indonesia
Pada umumnya terdapat 2 jenis biji kopi yang paling terkenal
dikalangan masyarakat, yaitu Kopi Arabika dan Kopi Robusta. Kedua
biji kopi tersebut memiliki penggemar paling banyak dikarenakan citra
rasa yang dihasilkan. Namun sebenarnya didunia ini terdapat 5 jenis biji
kopi dengan ciri khas masing-masing, yaitu: (Coffee, 2017)
1. Kopi Arabika
Biji kopi Arabika merupakan jenis biji kopi yang paling banyak
ditemui di kedai kopi. Sekitar 70% kopi yang dijual dipasaran saat
ini adalah biji kopi ini. Tanaman kopi ini paling banyak tumbuh di
benua Afrika bagian Tengah dan Timur, benua Amerika bagian
Selatan dan benua Asia bagian Selatan dan Tenggara. Pada
umumnya, negara-negara yang menjadi produsen dari Biji Kopi
Arabika memiliki iklim tropis dan subtropis.
Untuk mengenal lebih dalam mengenai biji Kopi Arabika, berikut
adalah beberapa ciri-cirinya, yaitu:
a. Dipercaya sebagai kopi dengan kualitas terbaik.
b. Lebih sulit diproses dan diolah.
c. Sangat peka terhadap perubahan suhu dan mudah diserang hama
serta penyakit.
d. Hasil panen dalam setrahun lebih sedikit dari Kopi Robusta.
Dalam hal citra rasa dan aroma, biji Kopi Arabika merupakan
juaranya. Biji kopi ini memiliki berbagai macam rasa yang nikmat.
Rasa dari kopi tersebut disebabkan dari faktor lingkungan tanaman
tersebut tumbuh. Selain itu, biji kopi arabika mengandung sukrosa
atau gula yang tinggi, sehingga kopi ini cenderung agak manis dan
asam. Kandungan kafein dalam biji kopi ini sebesar 1,2%.
2. Kopi Robusta
Saat ini, biji Kopi Robusta memegang 30% pasar di dunia. Berbeda
dengan arabika, biji Kopi Robusta memiliki daya tahan yang jauh
27
lebih kuat terhadap penyakit. Selain itu, biji kopi ini dapat ditanam
pada dataran rendah dengan suhu yang ekstrim. Tanaman kopi ini
banyak tumbuh dibenua Afrika Barat, benua Asia Tenggara, dan
Selatan.
Untuk mengenal lebih dalam mengenai biji Kopi Robusta, berikut
adalah beberapa ciri-cirinya, yaitu:
a. Lebih mudah tumbuh dan dirawat dibandingkan dengan tanaman
kopi Arabika.
b. Dalam setahun, dapat menghasilkan biji kopi lebih banyak dari
pada kopi arabika.
c. Dapat ditanam di dataran yang tak terlalu tinggi dengan suhu yang
berubah-ubah.
d. Bentuk bijinya bulat dan agak lebih padat.
e. Ukuran lebih kecil dan teksturnya sedikit kasar.
Dalam hal citra rasa dan aroma, kopi robusta memiliki rasa yang
pahit, pekat dan tekstur lebih kasar. Selain itu, biji Kopi Robusta
memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi, yaitu hingga 2,2%.
3. Kopi Liberika
Kopi Liberika berasal dari Angola, kemudian masuk ke Indonesia
pada tahun 1965. Beberapa varietas Kopi Liberika yang pernah
didatangkan ke Indonesia antara lain Ardoniana dan Durvei.
(Najiyati & Danarti, 2007)
Kopi Liberika memiliki nama yang berbeda-beda. Di Inggris, kopi
ini di namakan Baraco Coffee, sedangkan namanya di Filipina
adalah Kapeng Barako. Berbeda juga jika di Temanggung, kopi ini
disebut Kopi Boriah. Kopi ini berasal dari Afrika. Jenis kopi ini
memiliki ukuran biji yang relatif lebih besar disbanding jenis kopi
lainnya.
Untuk mengenal lebih dalam mengenai Biji Kopi Liberika, berikut
adalah beberapa ciri-cirinya, yaitu:
28
a. Memiliki ukuran biji kopi paling besar dibandingkan dengan
robusta dan arabika.
b. Rasa dan warna sangat kuat.
c. Sangat tahan terhadap kekeringan.
d. Usia penanaman sekitar 4 sampai 5 tahun.
4. Kopi Excelsia
Jenis kopi ini memiliki kemiripan dengan kopi liberika, namun
tetap memiliki ciri khas sendiri, yaitu pada daunnya yang memiliki
tekstur lebih halus, tipis dan lebih bulat. Berat dari buahnya sendiri
umumnya lebih berat dari arabika tetapi lebih ringan dari robusta.
5. Kopi Luwak
Nama dari biji kopi ini tentu sudah sangat familiar ditelinga
masyarakat. Jenis kopi ini berasal dari Indonesia. Asal mula Kopi
Luwak sendiri adalah dari hewan luwak yang memakan biji kopi
(arabika atau robusta). Kemudian biji-biji tersebut akan keluar
bersama kotoran luwak tersebut. Setelah itu Kopi Luwak diolah
dengan cara mengambil bagian biji yang tidak dicerna oleh luwak.
Perlu diketahui, luwak hanya memakan biji kopi dengan kualitas
tinggi, dan hal tersebut dapat dirasakan dengan indra
penciumannya. Oleh karena itu, citra rasa yang dihasilkan dari
Kopi Luwak pun sangat tinggi dan nikmat. Hal ini menjadikannya
sebagai kopi dengan harga tertinggi di dunia.
2.2 Tinjauan Khusus
Untuk mendapatkan gambaran dan wawasan mengenai museum
yang merupakan pokok utama dalam perancangan Museum Kopi
Indonesia, maka penulis melakukan kunjungan ke beberapa museum,
yaitu Museum Kopi Banaran, Museum Bank Indonesia, dan Museum
Perangko. Selain itu, penulis juga telah melakukan survey melalui
website pada UCC Coffee Museum di Jepang dan Seoul Museum of
History di Korea Selatan.
29
2.2.1 Survey Secara Langsung
Dalam hal ini, penulis melakukan kunjungan atau meninjau secara
langsung ke lokasi terhadap beberapa museum di Indonesia serta
menganalisanya dengan tujuan sebagai acuan dalam melakukan
Perancangan Museum Kopi Indonesia. Museum-museum yang telah
penulis kunjungi adalah sebagai berikut, yaitu:
2.2.1.a Museum Kopi Banaran
1. Sejarah Museum Kopi Banaran
Museum Kopi Banaran merupakan perpanjangan dari Kebun
dan Pabrik Kopi Banaran. Museum ini terletak dalam kawasan
Pabrik. Kebun Kopi Banaran sendiri telah didirikan sejak tahun
1898, yaitu saat jaman penjajahan pemerintahan Belanda.
2. Informasi Museum
a. Alamat : Krajan, Gemawang, Jambu, Semarang, Jawa Tengah
50663
b. Jam Operasional :
Senin – Sabtu (07.00 – 14.00 WIB)
Minggu : Tutup
c. Tiket Masuk : Rp 5.000,- per orang.
3. Desain dan Fasilitas Museum
a. Desain Bangunan Museum Kopi Banaran
Museum ini memiliki gaya bangunan khas Joglo, dimana pada
bagian atapnya berbentuk limasan dengan paduan warna khas
Jawa, seperti warna putih dan cokelat.
Gambar 2.6. Museum Kopi Banaran
(Sumber : Lea, 2018)
30
b. Fasilitas Museum Kopi Banaran
1) Area Pengolahan Biji Kopi
Pada area ini, informasi mengenai proses mengolah kopi hanya
disajikan dalam bentuk foto dan keterangannya yang kemudian
ditempelkan pada papan tulis. Tidak terlihat adanya dinding
maupun partisi untuk membagi setiap area, sehingga ketika
memasuki museum, pengunjung akan merasa cukup
kebingungan untuk memulai dari mana. Pada bagian lantai,
museum ini menggunakan keramik berwarna putih glossy
berukuran 30x30 cm untuk seluruh area, sedangkan pada
bagian ceiling menggunakan gypsum board berwarna putih
polos.
2) Area Klasifikasi Biji Kopi
Pada area ini, berbagai kualitas biji kopi mentah yang disimpan
dalam toples kaca diletakkan pada setiap ranting dari batang
pohon kopi. Jika ingin melihat lebih jelas, pengunjung dapat
membuka toples kaca tersebut dan memegang biji kopi secara
langsung. Tidak terdapat treatment khusus pada area ini.
Gambar 2.7. Skema Pengolahan Kopi
(Sumber : Lea, 2018)Gambar 2.8. Interior Museum Kopi Banaran
(Sumber : Lea, 2018)
Gambar 2.9. Klasifikasi Biji Kopi
(Sumber : Lea, 2018)
31
3) Area Pameran Perlengkapan Membuat Kopi
Pada area ini, di display berbagai perlengkapan yang
digunakan untuk memproses biji kopi hingga siap disajikan.
Beberapa perlengkapan tersebut dapat dikatakan sudah tua atau
bersejarah, tetapi tidak terlihat adanya treatment khusus untuk
menjaga barang-barang tersebut.
Perlengkapan tersebut hanya diletakkan pada sebuah meja
ataupun diatas lemari kayu. Pada bagian dindingnya
menggunakan dua jenis finishing yang berbeda, yaitu dari
lantai sampai setengah dinding menggunakan keramik
berwarna light cream, sedangkan sebagiannya hingga ceiling
di finishing dengan cat tembok berwarna putih. Terlihat
berbagai foto dinding yang dikemas dalam frame, dimana
menampilkan sejarah dan kondisi masyarakat pada masa
pemerintahan Belanda.
4) Area Pameran Jenis-Jenis Biji Kopi Indonesia
Pada area ini, pengunjung dapat melihat berbagai jenis biji
kopi yang ada di Indonesia, baik yang telah dimasak maupun
yang masih mentah, yang kemudian diletakkan dalam toples
kaca dengan berbagai variasi ukuran.Toples kaca ini diletakkan
Gambar 2.10. Perlengkapan Membuat Kopi
(Sumber : Lea, 2018)
32
pada meja kayu berukuran panjang yang ditutup dengan kain
berwarna merah. Peletakkan jenis biji kopi ini tidak berurut
sesuai dengan lokasinya, sehingga dapat membuat pengunjung
kebingungan.
4. Analisa S.W.O.T
a. Strength
1) Koleksi yang dimiliki Museum Kopi Banaran termasuk cukup
lengkap, terutama mengenai biji kopi Indonesia. Museum ini
memiliki hampir semua jenis biji kopi dari berbagai daerah di
Indonesia.
2) Museum ini memiliki jendela yang cukup banyak pada sisi kiri
bangunan, sehingga pencahayaannya menggunakan cahaya
alami, yaitu matahari. Hal ini merupakan bagian dari green
design, yaitu mengurangi penggunaan listrik.
b. Weakness
1) Penataan display yang hanya diletakkan begitu saja
menyebabkan museum menjadi kurang menarik.
2) Alur Sirkulasi kurang jelas, sehingga pengunjung dapat merasa
kebingungan harus mulai melihat dari mana.
Gambar 2.11. Display Jenis-Jenis Biji Kopi Indonesia
(Sumber : Lea, 2018)
33
3) Tidak terdapat permainan elemen interior dalam hal floor,
wall, dan ceiling, sehingga suasana museum terasa monoton.
c. Opportunity
1) Indonesia merupakan salah satu penghasil kopi terbesar di
dunia. Oleh karena itu, Museum Kopi memiliki kesempatan
yang besar untuk dikunjungi masyarakat luas, baik dari dalam
maupun luar negeri.
d. Threat
1) Diperlukan adanya usaha mempromosikan museum, yaitu
seperti mengadakan acara-acara kreatif di museum, baik dari
pihak museum sendiri maupun pemerintah, sehingga museum
tersebut dapat dikenal masyarakat luas.
2.2.1.b Museum Bank Indonesia
1. Sejarah Museum Bank Indonesia
Saat ini Museum Bank Indonesia tengah menempati gedung
yang sudah berusia tua dan menyimpan sejarah panjang dalam
dunia perbankan di Indonesia. Bangunan tersebut sebelumnya
merupakan sebuah Rumah Sakit Binnen Hospitaal, dan kemudian
digunakan menjadi sebuah bank yaitu De Javasche Bank (DJB)
pada 9 April 1828. Setelah Indonesia merdeka, yaitu pada tahun
1953, bank tersebut di nasionalisasikan menjadi Bank Sentral
Indonesia atau Bank Indonesia (BI).
Dahulu gedung ini digunakan sebagai kantor Bank Indonesia,
tetapi tidak berlangsung lama. Pada tahun 1962, gedung tersebut
tidak digunakan lagi dan terancam mengalami kerusakan apabila
tidak dilestarikan. Melihat nilai sejarah dari gedung tersebut,
akhirnya pemerintah menetapkan gedung tersebut sebagai cagar
budaya. Selain itu, Bank Indonesia sendiri memiliki benda dan
dokumen bersejarah yang perlu dirawat dan diolah untuk dapat
memberikan informasi kepada masyarakat.
34
Dilandasi oleh keinginan untuk memberikan pengetahuan
kepada masyarakat mengenai peran Bank Indonesia dalam sejarah
bangsa, maka Dewan Gubernur Bank Indonesia pada saat itu
memutuskan untuk membangun Museum Bank Indonesia di
gedung tersebut. Museum Bank Indonesia diresmikan pada 21 Juli
2009 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
2. Visi dan Misi Museum Bank Indonesia
a. Visi : Menjadi wahana sumber informasi tentang sejarah Bank
Sentral Indonesia, dan komunikasi kebijakan yang terpercaya,
informatif, modern dan menarik yang dikelola secara profesional.
b. Misi: Menyediakan sarana edukasi kepada masyarakat secara
menarik dengan memanfaatkan teknologi informasi yang tepat
guna mengenai:
1) Fungsi dan peran Bank Indonesia dari waktu ke waktu.
2) Gedung cagar budaya milik Bank Indonesia dan benda-benda
koleksi yang terkait dengan sejarah Bank Indonesia, termasuk
pelestariannya.
3) Ilmu pengetahuan ekonomi, moneter, dan perbankan yang
diperlukan masyarakat setempat (Bank Indonesia, 2013).
3. Informasi Museum
a. Alamat : Jl. Pintu Besar Utara No.3 Jakarta Barat
b. Telp : 021-2600158 ext. 8111
c. Email : museum@bi.go.id
d. Jam Operasional :
Selasa - Jumat (08.00 - 15.30 WIB)
Sabtu - Minggu (08.00 - 16.00 WIB)
Senin dan Libur Nasional (Tutup)
35
Tur dengan pemandu :
Selasa – Minggu (08:00, 10:00, dan 13:00 WIB)
e. Tiket Masuk : Usia 3 tahun keatas dikenakan Rp 5.000,- .
Gratis khusus Pelajar atau Mahasiswa dengan menunjukkan kartu
pelajar atau mahasiswa.
4. Desain dan Fasilitas Museum
a. Desain Bangunan Museum Bank Indonesia
Museum Bank Indonesia memiliki desain kolonial khas Eropa,
dikarenakan gedung tersebut merupakan peninggalan dari jaman
Belanda. Tampak warna putih mendominasi bangunan tua tersebut.
b. Fasilitas Museum
1) Lobby
Setelah melewati pintu masuk utama, pengunjung harus
menaiki beberapa anak tangga untuk menuju area lobby. Pada
area ini terdapat ticket counter, tempat penitipan barang, dan 1
buah bench yang berada didekat pintu masuk, dan panel yang
menggambarkan peta serta fasilitas di museum. Area lobby
museum terkesan sangat megah dikarenakan ceiling yang
Gambar 2.13. Lobby Museum Bank Indonesia
(Sumber : https://lompatlompat.wordpress.com)
Gambar 2.12. Museum Bank Indonesia
(Sumber : https://www.familygoers.com)
36
sangat tinggi disertai kaca-kaca besar khas Eropa. Pada bagian
lantai masih menggunakan keramik asli dari bangunan
tersebut.
2) Ticket Counter
Area ticket counter didesain seperti counter bank pada masa
lalu yang bersifat tertutup atau private, sehingga kesan
perbankan pada jaman Belanda masih sangat terasa.
3) Penitipan Barang
Sebelum memasuki area pameran Museum Bank Indonesia,
pengunjung diwajibkan untuk menitipkan tas atau barang
bawaannya, kecuali barang berharga. Area ini terletak
disebelah kanan sebelum pintu masuk pameran museum.
Barang pengunjung disimpan pada loker yang terletak
diruangan tersendiri.
Gambar 2.14. Ceiling Lobby Museum Bank Indonesia
(Sumber : Lea, 2018)
Gambar 2.15. Tiket Counter
(Sumber : Lea, 2018)
37
4) Area Pameran Tetap
Area ini menyediakan berbagai informasi mengenai sejarah
awal museum, awal mula perbankan Indonesia hingga saat ini.
Informasi tersebut disampaikan dengan memanfaatkan
berbagai media, seperti panel board, diorama, dan film. Selain
itu terdapat beberapa teknologi interaktif yang dapat menjadi
daya tarik tersendiri bagi pengunjung.
5) Ruang Koleksi Numismatik
Ruangan ini menyimpan berbagai koleksi mata uang yang
pernah digunakan di wilayah Nusantara. Koleksi tersebut
dimulai dari mata uang pertama Indonesia hingga mata uang
yang masih digunakan saat ini. Koleksi mata uang Nusantara
tersebut disimpan dalam vitrine kaca, dan disusun sesuai
dengan tahun penggunaannya. Selain itu terdapat juga koleksi
mata uang dari seluruh penjuru dunia, yang disimpan dalam
Gambar 2.16. Area Penitipan Barang
(Sumber : Lea, 2018)
Gambar 2.17. Area Pameran Tetap
(Sumber : Lea, 2018)
38
vitrine kaca terpisah berbentuk lemari dan dapat ditarik. Area
ruangan ini didesain dengan minim penerangan, yang
bertujuan untuk memusatkan perhatian pengunjung kepada
koleksi setiap vitrine. Selain itu, suasana gelap dapat membuat
pengunjung berjalan lebih lambat sehingga akan melihat setiap
koleksi.
`
6) Ruang Auditorium
Gambar 2.19. Ruang Koleksi Numismatik (Mata Uang Nusantara)
(Sumber : Lea, 2018)
Gambar 2.18. Ruang Koleksi Numismatik
(Sumber : Lea, 2018)
39
Ruang auditorium terletak dilantai 2 Museum Bank Indonesia,
yang berdekatan dengan pusat informasi BI (BI Information
Center). Umumnya dapat digunakan untuk seminar, ceramah,
dan diskusi. Pencahayaan pada ruangan ini cukup minim,
untuk menampilkan kesan eksklusif dan pengunjung dapat
berfokus dengan acara yang diadakan. Bagian tempat duduk
pengunjung didesain secara berundak-undak, sehingga semua
pengunjung dapat dengan nyaman melihat pembicara.
5. Analisa S.W.O.T
a. Strength
1) Desain museum yang sangat kental dengan gaya kolonial khas
Eropa sangat menarik dan menjadikan museum ini terlihat
bersejarah. Atmosfer kolonial tersebut membuat pengunjung
seolah berada pada masa tersebut.
2) Penataan display sudah cukup baik dan tertatah dengan rapi.
3) Penggambaran suasana dalam tampilan diorama yang
dipadukan dengan permainan warna lampu sudah sangat baik.
Permainan warna lampu tersebut sangat mendukung dalam
menggambarkan suasana dramatis.
b. Weakness
Gambar 2.20. Ruang Auditorium
(Sumber : Lea, 2018)
40
1) Penyampaian informasi masih terlalu monoton, dikarenakan
terlalu banyak menggunakan panel board berisi tulisan yang
panjang. Hal tersebut menyebabkan pengunjung mudah merasa
bosan dan malas membacanya.
2) Alur sirkulasi museum cukup membingungkan, dimana
terdapat beberapa area yang bercabang. Hal tersebut
menyebabkan beberapa area museum jadi terlewati.
c. Opportunity
1) Informasi mengenai perbankan sangat dibutuhkan oleh
masyarakat.
d. Threat
1) Perlu adanya usaha mempromosikan acara-acara yang kreatif
di museum, baik dari pihak museum sendiri maupun
pemerintah, sehingga museum tersebut tidak dilupakan karena
sudah dikenal masyarakat.
2.2.1.c Museum Perangko TMII
1. Sejarah Museum Perangko TMII
Museum Perangko didirikan atas gagasan Ibu Tien Soeharto.
Gagasan tersebut dicetuskan ketika Ibu Tien sedang mengunjungi
pameran perangko yang diadakan oleh PT. Pos Indonesia (Persero)
pada Juni 1981. Akhirnya museum perangko dibangun dengan
bentuk bangunan bergaya Bali dan diresmikan oleh Presiden
Soeharto pada tanggal 29 September 1983. Museum ini
memamerkan berbagai koleksi perangko asal Indonesia dan luar
negeri (Taman Mini Indonesia Indah, 2016).
2. Informasi Museum
a. Alamat : Museum Perangko Indonesia, Taman Mini
Indonesia Indah, Jl. Raya Taman Mini, Jakarta Timur 13560
b. Telp : 021-8409286, 8409287
c. Email : marketing@tmii.co.id
d. Jam Operasional :
41
Senin-Minggu (09.00-16.00 WIB)
e. Tiket Masuk : Rp 5.000,- per orang.
3. Desain dan Fasilitas Museum
a. Desain Bangunan Museum Perangko
Museum ini dibangun dengan gaya khas Jawa dan Bali, dengan
bentuk atap limasan seperti rumah Joglo serta di dominasi warna
putih gading dan aksen cokelat untuk menampilkan kesan Jawa.
Terdapat juga beberapa patung hanoman yang merupakan salah
satu khas Bali pada bagian depan bangunan.
b. Fasilitas Museum
1) Lobby
Ketika memasuki halaman museum, pengunjung langsung
berada pada area lobby. Salah satu ciri khas museum ini
adalah area lobby yang langsung menjadi satu dengan area
pameran perangko, sehingga pengunjung langsung dapat
melihat seluruh pameran dari luar. Pada area ini, tidak terdapat
tempat duduk untuk pengunjung, serta tidak terlihat adanya
petugas yang berjaga di resepsionis. Museum ini juga memiliki
ceiling yang sangat tinggi, sehingga tanpa menggunakan air
conditioner pun udara sudah terasa sejuk. Tetapi ketinggian
ceiling ini menyebabkan pencahayaan didalam museum
menjadi kurang dan terkesan sedikit menyeramkan.
Gambar 2.21. Museum Perangko TMII
(Sumber : Lea, 2018)
42
2) Area Pameran
Area pameran pada museum ini dibagi menjadi beberapa
bagian yang disusun berdasarkan sejarah dan perkembangan
perangko itu sendiri, yaitu:
a) Ruang Penyajian I : Sejarah Perangko Indonesia
b) Ruang Penyajian II : Proses Pencetakan Perangko
c) Ruang Penyajian III : Perangko berdasarkan Periode
Penerbitan(I)
d) Ruang Penyajian IV : Perangko berdasarkan Periode
Penerbitan(II)
e) Ruang Penyajian V : Koleksi Perangko Tematik (I)
f) Ruang Penyajian VI : Koleksi Perangko Tematik (II)
g) Ruang Penyajian VII : Menampilkan Diorama Kegiatan
Filateli
Penataan display pada museum ini mengikuti lekukan
bangunan utamanya sendiri yang berbentuk segi delapan,
dimana setiap ruang penyajian ditempatkan pada tiap sisi
bangunan sesuai dengan urutannya, sehingga pengunjung
dapat melihat semua display secara langsung. Pada beberapa
area pameran, museum ini menggunakan glass vitrine untuk
melindungi koleksi yang di display. Pada bagian permukaan
Gambar 2.22. Lobby Museum Perangko TMII
(Sumber : Lea, 2018)
43
vitrine hanya dilapisi menggunakan karpet merah dan cat
dinding berwarna kuning. Bagian atas diorama sendiri tidak
sampai menyentuh ceiling bangunan, dikarenakan ceiling
bangunan tersebut sangat tinggi, sehingga terdapat jeda kosong
diantaranya. Maka ditambahkan corakan yang terbuat dari
rangka besi yang telah diproses laser cutting untuk
menonjolkan khas Bali. Selain itu, terdapat diorama
ditampilkan pada beberapa area ruang penyajian untuk
memberikan penggambaran yang lebih jelas kepada
pengunjung.
Pencahayaan yang digunakan untuk menerangi koleksi
diaplikasikan langsung pada beberapa area tertentu dalam
vitrine, yaitu dengan menggunakan LED strip berwarna cold
white. Sedangkan untuk menghindari pengunjung menyentuh
kaca vitrine, museum ini menggunakan rope barrier untuk
memberikan jarak atau batas pengunjung mendekati vitrine.
Gambar 2.23. Area Penyajian I dan II
(Sumber : Lea, 2018)
Gambar 2.24. Area Penyajian III dan IV
(Sumber : Lea, 2018)Gambar 2.25. Area Penyajian V dan VI
(Sumber : Lea, 2018)
44
4. Analisa S.W.O.T
a. Strength
1) Desain museum yang kental dengan gaya Bali membuat
museum tersebut dapat menampilkan bangunan khas Indonesia
dan terlihat bersejarah.
b. Weakness
1) Penataan dan penempatan koleksi terlalu sederhana dan
monoton, sehingga pengunjung akan sangat mudah merasa
jenuh.
2) Kurangnya pencahayaan menyebabkan ruangan menjadi
kurang menarik dan terkesan menyeramkan atau horror.
3) Terdapat beberapa area pameran yang tidak terlalu terawat,
sehingga produk yang dipamerkan terlihat tidak bersih dan
tidak menarik.
4) Tidak terdapat display maupun area interaktif yang dapat
menjadi daya tarik museum.
c. Opportunity
1) Perangko merupakan hal yang pernah menjadi bagian penting
dalam dunia surat menyurat. Usaha promosi yang lebih kepada
masyarakat mampu menarik pengunjung untuk mengetahui
sejarah perangko di Indonesia.
d. Threat
2) Diperlukan adanya usaha mempromosikan Museum Perangko
tersebut, yaitu dengan mengadakan berbagai acara yang kreatif
di museum, baik dari pihak museum sendiri maupun
pemerintah, sehingga museum tersebut tidak dilupakan
masyarakat, selain dikarenakan keberadaannya didalam area
Taman Mini Indonesia yang termasuk bukan area umum.
2.2.2 Survey Secara Tidak Langsung (Melalui Website)
Dalam hal ini, penulis melakukan survey secara tidak langsung
melalui website terhadap beberapa museum, yakni Seoul Museum of
45
History dan UCC Coffee Museum, yang bertujuan untuk menambahkan
inspirasi dalam merancang Museum Kopi Indonesia.
2.2.2.a Seoul Museum of History (Museum Sejarah Seoul)
1. Sejarah Museum
Museum Sejarah ini mulai beroperasi sejak tahun 1985 dengan
menyajikan berbagai informasi mengenai sejarah, tradisi, dan
budaya dari negara Korea Selatan. Museum ini terletak tidak jauh
dari Istana Gyeonghuigung. Pada 5 Mei 2002, museum mulai
beroperasi kembali setelah direnovasi.
2. Informasi Museum
a. Alamat : 55 Saemunan-ro (Sinmun-ro 2-ga),
Sajik-dong, Jongno-gu, Seoul, South Korea
b. Telp : +82 27240274
c. Jam Operasional :
4) Bulan Maret – Oktober : Selasa-Jumat (09.00-20.00)
Sabtu-Minggu, Hari Libur (09.00-19.00)
Senin (Tutup)
5) Bulan November – Februari : Selasa-Jumat (09.00-20.00)
Sabtu, Minggu, Hari Libur (09.00-18.00)
Senin dan 1 Januari (Tutup)
d. Tiket Masuk : Free Admission (Gratis)
3. Desain dan Fasilitas Museum
a. Desain Bangunan Museum Sejarah Seoul
46
Bangunan ini dibangun dengan gaya kontemporer khas Korea
dengan dominasi dengan warna merah tua. Warna merah sendiri
merupakan salah satu dari lima warna utama yang berkaitan dengan
berbagai unsur kehidupan masyarakat Korea Selatan. Sebagian
besar sisi depan bangunan menggunakan kaca, sehingga cahaya
alami dari matahari dapat masuk ke dalam gedung.
b. Fasilitas Museum
1) Lobby
Saat melewati pintu masuk utama museum, pengunjung
langsung berada di area lobby, dan dihadapkan pada tangga
utama untuk menuju lantai atas museum. Museum ini tidak
memiliki area security check dan ticketing. Area lobby
museum dibiarkan lapang tanpa adanya furniture apapun,
sehingga terlihat sangat luas. Pada sisi kanan dan kiri dinding
terdapat ukiran yang sangat besar yang terlihat seperti peta
kerajaan Korea. Bagian lantai lobby menggunakan keramik
berwarna cream dengan motif segitiga berwarna hitam pada
tiap sudut keramik, sehigga membentuk corak diagonal.
Gambar 2.27. Meja Informasi di Lobby Museum.
(Sumber : https://www.tripadvisor.com)Gambar 2.28. Lobby Museum
(Sumber : https://www.tripadvisor.com)
Gambar 2.26. Tampak Depan Seoul Museum of History
(Sumber : https://www.easytourchina.com)
47
2) Special Exhibition
Area ini hanya digunakan untuk mengadakan pameran yang
bersifat sementara (temporer) atau khusus, sehingga tema yang
diusung dan koleksi yang di display-pun dapat berubah sesuai
dengan acara yang diadakan. Pada bagian lantai area ini hanya
menggunakan polish concrete dan pada bagian ceiling
dibiarkan terexpose dengan finishing panel. Selain itu, area
pameran didominasi menggunakan glass vitrine yang sebagian
besar pencahayaannya diaplikasikan dari dalam vitrine.
3) Permanent Exhibition
Area ini digunakan untuk pameran yang bersifat tetap atau
permanent. Jika terdapat perubahan, umumnya hal tersebut
bukanlah suatu hal besar, yaitu seperti penggantian beberapa
artefak yang di display secara berkala untuk dilakukan
perawatan. Pada area pameran tetap ini, dibagi menjadi
beberapa area yang disesuaikan dengan periodenya, yaitu:
Gambar 2.29. Special Exhibition Area
(Sumber : Lea, 2018)
48
a) Seoul, of the Joseon Dynasty
Area pameran ini menceritakan bagaimana kehidupan pada
masa pemerintahan Dinasti Joseon dahulu kala, yang
merupakan Kerajaan dengan pemerintahan terlama di Korea
Selatan. Terdapat pula beberapa pakaian yang digunakan pada
masa tersebut, yang di display untuk memberikan gambaran
kepada pengunjung. Setiap koleksi diletakkan dalam vitrine
kaca untuk melindunginya dari kerusakan maupun sentuhan
tangan pengunjung.
Selain itu, terdapat floor standing pc yang berfungsi untuk
memberikan informasi kepada pengunjung. Pada bagian lantai
pameran utama terlihat menggunakan concrete tile untuk
memberikan kesan oldies. Pada bagian dinding hanya di
finishing menggunakan cat dinding berwarna putih. Sedangkan
pada bagian ceiling digantung beberapa bendera yang berperan
penting pada jaman kerajaan tersebut. Pencahayaan yang
digunakan menggunakan LED down light dengan warna warm
white untuk menimbulkan kesan nyaman dan spot light pada
beberapa titik untuk memberikan kesan tegas dan dramatis.
Gambar 2.30. Area Pameran Utama Seoul, of the Joseon Dynasty
(Sumber : https://www.tripadvisor.com)
49
Sedangkan pada area pameran kedua dari area Joseon Dynasty
hendak menggambarkan tampilan dan suasana Dinasti dalam
bentuk maket berukuran besar pada sebuah meja, dimana
pengunjung dapat melihat berbagai area pavilion dalam
lingkungan kerajaan saat itu. Tampak adanya tempered glass
yang diaplikasikan pada tiap sisi meja tersebut untuk
melindungi maket tersebut dari sentuhan tangan pengunjung.
Area kedua ini berada ditengah void yang membagi lantai 1
dengan lantai 2, sehingga pengunjung yang berada di lantai 2
dapat ikut melihat. Terlihat pada salah satu sisi dinding area
tersebut menggambarkan peta lingkungan Dinasti Joseon
dalam bentuk gambar.
b) The Captal of the Daehan Empire
Area pameran selanjutnya adalah mengenai kekuasaan pada
masa Kekaisaran Daehan, yang dimana merupakan nama
Negara di Korea yang ada sejak proklamasi Kekaisaran Korea.
Negara ini merupakan penerus dari Kerajaan Joseon. Pada area
ini lebih menampilkan berbagai koleksi peninggalan pada saat
tersebut dengan menggunakan glass vitrine untuk menghindari
dari sentuhan tangan pengunjung. Terlihat vitrine tersebut
tidak mencapai ceiling dikarenakan ceiling bangunan tersebut
cukup tinggi. Pada bagian dinding hanya dibuat plain tanpa
adanya permainan desain, sehingga pengunjung dapat fokus
Gambar 2.31. Area Seoul, of the Joseon Dynasty
(Sumber : https://blog.bnbhero.com)
50
pada berbagai produk yang di display. Pencahayaan yang
digunakan untuk menerangi barang display langsung
diletakkan secara merata pada bagian atas vitrine dengan
menggunakan LED strip berwarna cold white, sehingga cahaya
yang jatuh terlihat lebih rapih. Sedangkan untuk memberikan
kesan dramatis dan permainan suasana, museum ini
menggunakan spot light berwarna warm white.
c) Seoul, under Japanese Control
Gambar 2.32. Area The Capital of the Daehan Empire
(Sumber : https://blog.bnbhero.com/seoul-museum-of-history/)
Gambar 2.33. Tampilan display pada area The Capital of the Daehan
Empire
(Sumber : http://japanryan.blogspot.com)
51
Area ini menceritakan berakhirnya masa pemerintahan Dinasti
Joseon dan masa-masa pada saat Negara Korea dijajah oleh
Jepang. Penjelasan ditampilkan dalam bentuk tulisan dan
gambar yang diletakkan dalam vitrine yang menggunakan
aluminium. Tiang-tiang yang menyangga vitrine tersebut
menjulang hingga ceiling untuk memperkuat konstruksinya.
Pada bagian lantainya menggunakan vinyl flooring dengan
warna cokelat muda untuk memberikan kesan cozy.
Pencahayaan yang digunakan hanya berasal dari ceiling.
Suasana dibuat tidak terlalu terang untuk memberikan kesan
kelam dan kuno kepada pengunjung, sehingga dapat
membayangkan peristiwa pada momen tersebut.
d) Period of Rapid Growth Seoul
Area ini menceritakan mengenai kebangkitan dan
perkembangan Kota Seoul setelah terbebas dari penjajahan
Jepang. Area ini didesain dengan minim cahaya atau terkesan
gelap, sehingga pengunjung dapat berfokus dan menghayati
tulisan maupun foto yang ditampilkan. Terlihat cahaya hanya
berasal dari beberapa spot light berwarna warm white yang
diletakkan pada bagian atas panel display dan ceiling untuk
menerangi bacaan dan foto. Konsep ini juga didukung dengan
Gambar 2.34. Area Seoul, under Japanese Control
(Sumber : http://www.world-walk-about.com)
52
lantai yang hanya menggunakan keramik berwarna hitam
glossy.
e) Seoul Panoramic Theater
Area ini menggambarkan Kota Seoul pada malam hari dalam
bentuk maket raksasa dengan skala tertentu. Pengunjung dapat
melihat Kota Seoul secara langsung dari jembatan besi yang
dilapisi tempered glass yang kokoh. Pencahayaan pada area ini
sebagian besar berasal dari maket yang menggambarkan
perumahan penduduk dan warna sungai pada maket tersebut.
Sementara pada bagian dinding dan ceiling diberikan warna
hitam untuk memberikan kesan ruangan yang tidak terbatas.
Terlihat pada salah satu sisi dinding terdapat layar besar
dengan proyektor yang menggambarkan jalan raya di Kota
Seoul.
Gambar 2.35. Area Period of Rapid Growth Seoul
(Sumber : http://www.world-walk-about.com)
Gambar 2.36. Seoul Panoramic Theater
(Sumber : https://www.thedailyparker.com)Gambar 2.37. Seoul Panoramic Theater
(Sumber : https://agoncillokh.wordpress.com)
53
f) Seoul History Library
Selain menceritakan berbagai sejarah dalam bentuk pameran,
museum ini juga memiliki perpustakaan dengan berbagai buku
mengenai sejarah Kota Seoul. Buku-buku tersebut diletakkan
pada beberapa lemari yang pada umumnya yang berbahan
dasar plywood yang dilapisi hpl berwarna cokelat terang. Pada
bagian sisi kiri ruangan ini keseluruhannya menggunakan kaca,
sehingga pengunjung yang berada di area museum dapat
melihat bahwa terdapat perpustakaan pada museum ini. Pada
bagian lantainya menggunakan vinyl flooring yang senada
dengan warna lemari. Bagian ceilingnya hanya dibuat plain,
sehingga pengunjung akan lebih berfokus pada buku bacaan.
2.2.2 UCC Coffee Museum (Museum Kopi di Jepang)
1. Sejarah Museum
UCC Coffee Museum telah beroperasi sejak 1 Oktober 1987 di
Kobe oleh Tadao Ueshima. Tanggal pembukaan museum kopi ini
bertepatan dengan Hari Kopi Internasional (Coffee Day). Tujuan
didirikannya museum tersebut untuk menjadi pusat informasi seputar
kopi di Jepang. Untuk memperingati 80 tahun berdirinya UCC Group,
museum ini direnovasi dan dibuka kembali pada 1 Oktober 2013.
2. Informasi Museum
Gambar 2.38. Seoul History Library
(Sumber : Lea, 2018)
54
a. Alamat : 6-6-2 Minatojimanakamachi Chuo-ku, Kobe
650-0046
b. Telp : (078)302-8880
c. Jam Operasional :
Selasa-Minggu (10.00-17.00)
Senin, Akhir dan Awal Tahun (Tutup)
d. Tiket Masuk :
Dewasa (High School Student and Older) : 300 yen
Groups (20 orang atau lebih) : 240 yen
Senior (65 tahun ke atas) : 150 yen
Disabled Persons : 150 yen
Junior High School and Younger : Free (Gratis)
3. Desain dan Fasilitas Museum
a. Desain Bangunan Museum
Museum Kopi UCC di Jepang ini memiliki desain bangunan yang
sangat unik, yaitu terlihat berbentuk kubah yang diumpamakan
seperti mesjid. Selain itu, gedung ini juga menampilkan kesan
kolonial khas Jepang yang didominasi warna abu-abu.
b. Fasilitas Museum
1) Lobby
Gambar 2.39. UCC Coffee Museum, Japan
(Sumber : http://foodietopography.net)
55
Ketika pengunjung memasuki gedung museum, pengunjung
akan dihadapkan pada meja resepsionis untuk membeli tiket
masuk dan menitipkan barang bawaan. Interior pada area ini
didominasi dengan warna cokelat, yaitu khas dari warna kopi
itu sendiri. Pada bagian lantainya menggunakan concrete tile,
sedangkan pada bagian ceilingnya bermain dengan metode up
ceiling. Bangunan museum ini mengusung gaya kontemporer
dengan permainan bentuk geometris.
2) Room 1 : Origin
Area ini menyajikan informasi mengenai sejarah kopi,yang
dimulai dari proses ditemukannya kopi di Ethiopia hingga
menjadi minuman yang mendunia. Selain itu, terdapat sebuah
Gambar 2.41. Area Lobby
(Sumber : https://lifemagazine.yahoo.co.jp)
Gambar 2.42. Area Origin
(Sumber : https://lifemagazine.yahoo.co.jp)
Gambar 2.40. Area Resepsionis
(Sumber : https://www.tripadvisor.com)
56
area yang menampilkan upacara minum kopi di Ethiopia, yang
disebut Kariomon. Terdapat beberapa peralatan yang
digunakan dalam upacara tersebut yang diletakkan diatas
sebuah meja. Area tersebut tampak lebih tegas dan dramatis
dengan pencahayaan yang berasal dari spot light berwarna
warm white. Penjelasan dan foto yang mendukung ditampilkan
pada dinding secara langsung. Pada bagian belakang foto
dipancarkan cahaya dengan menggunakan led strip, sehingga
terkesan terang, menonjol, dan bercahaya. Sedangkan pada
bagian lantai dan ceiling dibuat plain tanpa adanya permainan
interior untuk menampilkan kesan natural dan calm.
3) Room 2 : Cultivation
Area ini menceritakan proses pengolahan kopi yang dimulai
dari menanam pohon kopi, memanennya hingga didapatkan
biji kopi. Untuk memberikan pengalaman yang berbeda,
museum ini membuat railing menurun dengan pemandangan
kebun kopi, sehingga pengunjung seolah sedang mengitari
kebun. Saat tiba dibawah, pengunjung dapat membaca
penjelasan mengenai penanaman kopi melalui informasi yang
terdapat pada papan dinding. Untuk menerangi area ini,
digunakan LED down light berwarna warm white untuk
memberikan kesan cozy.
Gambar 2.43. Area Cultivation (Railing)
(Sumber : https://www.ucc.co.jp/museum/english/information/floorguide/)
Gambar 2.44. Area Cultivation
(Sumber : https://www.tripadvisor.com)
57
4) Room 3 : Classification
Pada area ini di khususkan untuk memaparkan klasifikasi kopi
dari Brasil. Pada bagian dinding terdapat berbagai pajangan tas
karung yang digunakan untuk membungkus biji kopi dari
berbagai belahan di dunia. Setiap display tas karung ini
diletakkan dalam frame kayu dan kaca, sehingga terhindar dari
sentuhan tangan pengunjung. Selain itu terdapat area diorama
yang memperlihatkan beberapa karung biji kopi yang
ditumpuk dan seorang yang sedang mencium wangi dari suatu
kopi untuk membedakan kualitas yang baik dan kurang. Fungsi
diorama ini sendiri memberikan gambaran kepada pengunjung
mengenai proses klasifikasi kopi.
Pada bagian lantai menggunakan vinyl flooring dengan warna
cokelat muda yang senada dengan pencahayaannya, sehingga
memberikan kesan nyaman. Sedangkan pencahayaan untuk
area ini hanya menggunakan LED down light berwarna warm
white. Pada bagian ceilingnya hanya menggunakan gypsum
yang dibuat plain tanpa adanya permainan desain.
5) Room 4 : Roasting
Pada area ini, pengunjung diberikan penggambaran mengenai
proses roasting dan blending kopi. Proses roasting sendiri
digambarkan dengan alat yang digunakan untuk memasak biji
kopi. Alat besar tersebut di display diatas raised floor yang
diaplikasikan LED strip berwarna warm white disekelilingnya,
Gambar 2.45. Area Classification
(Sumber : https://snaplace.jp)
58
sehingga memberikan kesan tidak memakan terlalu banyak
tempat. Pada bagian dinding, di display berbagai biji kopi yang
telah diroasting sesuai dengan tingkat kematangan yang
dilapisi dengan tempered glass. Sedangkan pada bagian ceiling
hanya menggunakan gypsum yang dibuat plain tanpa adanya
permainan desain.
6) Room 5 : Extraction
Pada area ini, pengunjung dapat melihat bagaimana cara
mengolah kopi dan cara menikmatinya. Berbagai alat-alat yang
telah digunakan untuk menghasilkan minuman kopi sejak
jaman dahulu di pamerkan pada area ini. Terlihat beberapa alat
diletakkan dalam vitrine kaca dikarenakan tingkat
kerapuhannya.
Pada bagian lantainya menggunakan karpet berwarna cokelat
tua, sedangkan pada bagian dinding dimanfaatkan untuk
menampilkan informasi mengenai jenis-jenis alat untuk
mengekstraksi kopi. Pencahayaan pada area ini menggunakan
LED down light berwarna warm white yang disusun secara
merata.
Gambar 2.46. Area Roasting
(Sumber : https://en.japantravel.com)
59
7) Room 6 : Culture
Area ini menceritakan bahwa kopi dapat menjadi salah satu
sumber inspirasi dalam membuat suatu karya seni, yaitu seperti
novel, musik, hingga perangko. Area ini diciptakan dengan
suasana layaknya perpustakaan yang disatukan dengan
teknologi, sehingga pengunjung akan merasa penasaran dan
melihat display secara perlahan. Pada bagian lantainya
menggunakan karpet berwarna hijau tua. Sedangkan pada
bagian dindingnya menggunakan beberapa warna yang senada
dengan warna kopi itu sendiri. Pada bagian ceiling hanya
dibuat plain tanpa adanya permainan desain.
8) Tasting Corner Area
Gambar 2.48. Area Culture
(Sumber : https://lifemagazine.yahoo.co.jp)
Gambar 2.47. Area Extraction
(Sumber : https://off-hours.online/culture/art/museumRepo5/index.php)
60
Area ini dikhususkan bagi pengunjung yang ingin mencicipi
kopi yang diproduksi oleh pabrik UCC. Acara coffee tasting
pada museum ini memiliki tema khusus yang bervariasi sesuai
dengan jenis kopi yang hendak dibawakan. Area ini dibagi
menjadi dua bagian, yaitu area bar yang digunakan oleh barista
untuk menyiapkan kopi dan sebagai panggung untuk
membawa acara, serta area pengunjung untuk mencicipi kopi
yang terdiri dari standing table. Warna pada area bar
didominasi warna cokelat untuk menampilkan warna utama
kopi sendiri. Pada bagian lantai area pengunjung, terlihat granit
berwarna abu-abu yang dilapisi karpet berwarna merah
bercorak. Sedangkan pada bagian dinding hanya di cat dengan
warna cokelat muda. Pada bagian ceiling hanya dibuat plain
tanpa adanya permainan desain.
Gambar 2.49. Area Bar Tasting Corner
(Sumber : http://foodietopography.net)
Gambar 2.50. Area Pengunjung Tasting Corner
(Sumber : http://the-wadas.com)
top related