blok12 pbl
Post on 05-Aug-2015
49 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Malaria
Ivan Laurentius S
102011265 / B7
Mahasiswa FK UKRIDA Semester 3
FK UKRIDA 2011
Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
E-mail: archgear@gmail.com
Pendahuluan
Malaria adalah penyakit yang disebabkan protozoa dengan genus Plasmodium. Vektor
dari penyakit malaria adalah nyamuk Anopheles sp. Malaria merupakan penyakit endemis di
daerah tropis dan memiliki karakteristik demam tinggi dan “Trias Malaria”: stadium dingin,
panas, dan berkeringat. Empat spesies Plasmodium yang biasanya menginfeksi manusia adalah:
P. falciparum, P. vivax, P. malariae, dan P. ovale.1
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis) atau keluarga pasien atau
dalam keadaantertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Berbeda dengan wawancara
biasa, anamnesisdilakukan dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit
dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari
masalah yangdikeluhkan oleh pasien.2
Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa halmengenai hal-hal
berikut.
1. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan
diagnosis)
2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan
pasien (diagnosis banding)
3. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor
predisposisi dan faktor risiko)
4. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)
1
5. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor
prognostik, termasuk upaya pengobatan)
6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk
menentukandiagnosisnya
Selain pengetahuan kedokterannya, seorang dokter diharapkan juga mempunyai
kemampuan untuk menciptakan dan membina komunikasi dengan pasien dan keluarganya untuk
mendapatkan data yang lengkap dan akurat dalam anamnesis. Lengkap artinya mencakup semua
data yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan akurat berhubungan
denganketepatan atau tingkat kebenaran informasi yang diperoleh.
Pada anamnesis malaria yang sangat penting diperhatikan:
1. Keluhan utama: demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual,
muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal
2. Riwayat berkunjung dan bermalam 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria
3. Riwayat tinggal di daerah endemik malaria
4. Riwayat sakit malaria
5. Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir
6. Riwayat mendapat transfusi darah
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik adalah sebuah proses dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien
untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis.
Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan
perencanaan perawatan pasien.
Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari bagian kepala dan
berakhir pada anggota gerak yaitu kaki. Pemeriksaan secara sistematis tersebut disebut teknik
Head to Toe. Setelah pemeriksaan organ utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi, beberapa tes khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi.
Pada malaria tanpa komplikasi dapat ditemukan satu atau lebih tanda klinis berikut:
Demam (perabaan atau pengukuran dengan thermometer)
Pucat pada konjungtiva palpebrae atau telapak tangan
2
Pembesaran limpa (splenomegali)
Pembesaran hepar (hepatomegali)
Pada malaria berat dapat ditemukan satu atau lebih tanda klinis berikut:
Temperatur aksila >40°C
Tekanan darah sistolik < 70 mmHg pada dewasa dan anak-anak < 50 mmHg
Nadi cepat dan lemah / kecil
Frekuensi nafas > 35 X per menit pada orang dewasa atau > 40 X per menit pada balita
atau > 50 X per menit pada anak di bawah 1 tahun
Penurunan derajat kesadaran
Manifestasi perdarahan (petekie, purpura, hematoma)
Tanda dehidrasi (mata cekung, turgor, dan elastisitas kulit berkurang, bibir kurang,
volume urine berkurang)
Tanda-tanda anemia berat (konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, lidah pucat)
Terlihat mata kuning atau ikterus
Adanya ronki pada kedua paru
Pembesaran limpa dan/atau hepar
Gagal ginjal yang ditandai dengan oligouria hingga anuria
Gejala neurologic (kaku kuduk, reflek patologik)
Pemeriksaan Penunjang
Preparat darah tebal yang diwarnai dengan Giemsa adalah cara utama diagnosis malaria.
Preparat tersebut mengonsentrasikan parasit dan memungkinkan deteksi parasit meskipun
infeksinya ringan. Pemeriksaan preparat darah tipis yang diwarnai dengan pewarnaan Giemsa
diperlukan untuk diferensiasi spesies. Beberapa uji penangkapan antigen, yang menggunakan
metode kromatografi untuk mendeteksi protein yang berasal dari trofozoit dalam darah yang
lisis, dapat digunakan untuk diagnosis cepat tanpa perlu melakukan pemeriksaan mikroskopik.
Pemeriksaan tersebut menggunakan dipstick atau strip uji dengan antibody monoclonal terhadap
antigen parasit target. Uji diagnostik cepat tersebut (RDT) dapat membedakan P falciparum dari
keempat spesies tetapi tidak tiga spesies lain secara terpisah. Baru-baru ini, pada studi intensif,
3
RDT berpotensi sangat penting dalam menegakkan diagnosis di lapangan, di daerah yang tidak
tersedia fasilitas dan tenaga untuk melakukan diagnostic secara mikroskopik.3
Diagnosis Kerja
Serangan malaria akut biasanya dimulai dengan gejala prodromal seperti sakit kepala dan
kelelahan, diikuti dengan demam. “Trias Malaria” meliputi periode dingin, panas, lalu
berkeringat. Pasien dapat terlihat sehat di selang waktu fase demam satu dengan fase demam
berikutnya. Demam biasanya iregular, terutama pada waktu awal sakit; tetapi tanpa pengobatan
dapat menjadi regular, dengan siklus 48 jam (P. vivax dan P. ovale) atau siklus 72 jam (P.
malariae), terutama pada malaria non-falsiparum. Sakit kepala, rasa pegal, batuk, sesak dada,
rasa sakit di perut, mual, muntah, dan diare adalah gejala umum. Secara fisik dapat terlihat
tanda-tanda anemia, ikterus, splenomegali, dan hepatomegali ringan.
Preparat darah dengan pewarnaan Giemsa tetap menjadi pilihan utama dalam diagnosis
malaria, walaupun teknik pewarnaan lain (misalnya pewarnaan Wright) juga dapat menunjukkan
keberadaan parasit. Preparat darah tebal menyediakan evaluasi yang efisien dari volume besar
darah; tetapi preparat darah tipis lebih mudah bagi praktisi medis yang belum berpengalaman
dan lebih baik untuk membedakan spesies. Satu pemeriksaan preparat darah biasanya dapat
memberikan hasil positif pada pasien yang terinfeksi, walaupun jumlah parasitnya dapat sangat
sedikit dalam pasien non-imun. Bila telah dicurigai sakit, pemeriksaan ulang perlu dilakukan 8-
24 jam kemudian.
Cara diagnosa laboratorium malaria lainnya adalah melalui rapid diagnostic test untuk
mengidentifikasi antigen plasmodium yang bersikulasi dengan format “dipstick” sederhana. Cara
ini belum distandarisasi, tetapi cara ini dapat memberikan hasil dengan sensitivitas dan spesifitas
yang cukup mendekati hasil analisis preparat darah dan lebih mudah dilakukan. Hasil tes serologi
dapat memberikan riwayat penyakit tetapi kurang berguna untuk diagnosis infeksi akut. PCR
sangat sensitive tetapi belum tersedia untuk pemeriksaan rutin.4
Diagnosis Banding
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit ini ditunjukkan melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala
berat, sakit pada sendi dan otot (myalgia dan arthralgia) dan ruam; ruam demam berdarah
4
mempunyai ciri-ciri merah terang, patekial dan biasanya muncul dulu pada bagian bawah badan-
pada beberapa pasien, ia menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain itu, radang
perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual, muntah-muntah atau diare,
pilek ringan disertai batuk-batuk. Demam berdarah umumnya lamanya sekitar enam atau tujuh
hari dengan puncak demam yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam.
Demam Tifoid
Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa
dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, neriotot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epitaksis.
Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat. Sifat demam adalah meningkat
perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala
menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relative, lidah yang berselaput, hepatomegali,
splenomegali,meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau
psikosis. Roseole jarang terjadi pada orang Indonesia.
Yellow Fever
Yellow fever atau demam chikungunya adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan
oleh nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini terdapat di daerah tropis, khususnya di perkotaan
wilayah Asia, India, dan Afrika Timur. Masa inkubasi diantara 2-4 hari dan bersifat self-limiting
dengan gejala akut (demam onset mendadak (>40°C,104°F), sakit kepala, nyeri sendi (sendi-
sendi dari ekstrimitas menjadi bengkak dan nyeri bila diraba, mual,muntah,, nyeri abdomen,
sakit tenggorokan, limfadenopati, malaise, kadang timbul ruam, perdarahan juga jarang terjadi)
berlangsung 3-10 hari. Gejala diare, perdarahan saluran cerna, refleks abnormal, syok dan koma
tidak ditemukan pada chikungunya. Sisa arthralgia suatu masalah untuk beberapa minggu hingga
beberapa bulan setelah fase akut. Kejang demam bisa terjadi pada anak. Belum ada terapi
spesifik yang tersedia, pengobatan bersifat suportif untuk demam dan nyeri (analgesik dan
antikonvulsan).
Epidemiologi
5
Malaria ditemukan di daerah-daerah, mulai dari 64° LU (Arch Angel, Uni Soviet dahulu)
sampai 32° LS (Cordoba, Argentina), di daerah 400m bawah permukaan laut (laut mati), dan
2600m di atas permukaan laut (Cochabamba, Bolivia). Di antara batas lintang dan ketinggian
ini, ada daerah-daerah yang bebas malaria, tergantung dari keadaan dan lingkungannya. Malaria
merupakan penyakit tropis yang endemis. Di Indonesia malaria ditemukan tersebar luas di semua
pulau dengan derajat dan berat infeksi yang berbeda-beda seperti ditunjukan gambar 1.
Gambar 1. API dan AMI tahun 20065
Penularan malaria tergantung dari adanya tiga faktor utama yang merupakan dasar
epidemiologinya, yaitu: hospes (manusia), parasit (Plasmodium), dan lingkungan (fisik, biologis,
kimia, dan social ekonomi).
Keadaan malaria di berbagai daerah endemis tidak sama. Derajat endemisitas dapat
diukur dengan berbagai cara, seperti angka limpa (spleen rate), angka parasit (parasit rate), dan
angka sporozoit (sporozoit rate); yang disebut dengan malariometri. Angka limpa adalah
persentase orang dengan pembesaran limpa pada penduduk daerah endemis yang diperiksa.
Pemeriksaan pembesaran limpa dilakukan dengan cara Hackett. Daerah disebut hipo endemis
bila angka limpa di bawah 10% pada anak yang berumur 2-9 tahun; meso endemis bila antara
10-50%; hiper endemis bila diatas 50%, dan holo endemis bila melebihi 75%.
6
Angka parasit ditentukan dengan persentase orang yang sediaan darahnya positif pada
saat tertentu, sedangkan slide positivity rate (SPR) adalah persentase sediaan darah yang positif
dalam periode kegiatan penemuan kasus (active case detection). Annual Parasite Index (API)
adalah jumlah sediaan darah positif dibandingkan dengan jumlah sediaan darah yang diperiksa
per tahun dengan permil (0/100). Berat ringannya infeksi malaria pada suatu masyarakat diukur
dengan densitas parasit (parasite density), yaitu jumlah rata-rata parasit dalam sediaan darah
positif. Sedangkan berat ringannya infeksi malaria pada seseorang diukur dengan hitung parasit
(parasite count) yairu jumlah parasit dalam 1 ml darah.5
Etiologi
Sporozoa genus plasmodium adalah parasit intraselular ameboid penghasil pigmen pada
vertebrata, dengan satu habitat dalam sel darah merah dan habitat lainnya dalam sel jaringan lain.
Penularan ke manusia terjadi melalui gigitan nyamuk anopheles betina penghisap darah dari
berbagai spesies.
A. Ciri Khas Organisme
Empat spesies plasmodium yang secara khas menginfeksi manusia: Plasmodium vivax, P.
ovale, P. malariae, dan P. falciparum. Morfologi dan ciri khas tertentu lainnya dari spesies ini
dirangkum dalam tabel 1 dan 2.
B. Biakan
Parasit malaria manusia telah berhasil dibiakkan dalam medium cair yang mengandung
serum, garam anorganik, dan berbagai faktor pertumbuhan serta asam amino. Biakan kontinu
fase eritrosit yang mengalami skizogoni (pembelahan multipel aseksual) telah dapat dilakukan
dan sangat penting untuk pengembangan vaksin.
C. Sifat Pertumbuhan
Pada sel darah merah pejamu, parasit telah mengubah hemoglobin menjadi globin dan
hematin; hematin dimodifikasi menjadi pigmen malaria yang khas. Globin dipecah oleh enzim
proteolilitik dan dicerna. Oksigen, dekstrosa, laktosa, dan protein eritrosit juga digunakan
D. Variasi
Variasi strain ada dalam keempat spesies yang menginfeksi manusia. Telah ditemukan
variasi morfologi, patogenitas, ciri khas enzim, resistensi terhadap pemberian obat, infektivitas
untuk nyamuk, dan pengembangan vaksin.3
7
Tabel 1. Beberapa Gambaran Khas Parasit Malaria Manusia (Preparat dengan Pewarnaan Romanowsky)3
Tabel 2. Faktor Waktu Berbagai Plasmodium Dihubungkan Dengan Siklus3
Patofisiologi
Infeksi pada manusia yang disebabkan oleh gigitan nyamuk anopheles betina yang
terinfeksi, yang mengandung sporozoit, hasil dari siklus perkembangan seksual dan sporogenik
berikutnya di dalam nyamuk, masuk ke dalam aliran darah manusia. Sporozoit secara cepat
(biasanya dalam 1 jam) memasuki sel parenkim hatil tempat terjadinya stadium pertama
perkembangan pada manusia (fase eksoeritrosit siklus hidup). Kemudian, sejumlah progeny
aseksual, merozoit, menalami ruptur dan meninggalkan sel hati, memasuki aliran darah, dan
menginvasi eritrosit. Parasit dalam sel darah merah memperbanyak diri dengan cara khas spesies,
memecah sel pejamu secara sinkron. Ini adalah siklus eritrosit, dengan keturunan berturut-turut
8
merozoit yang timbul pada interval 48 jam (P vivax, P ovale, P falciparum) atau setiap 72 jam (P
malariae). Periode inkubasi P malariae kira-kira sekitar 28 hari. Merozoit tidak kembali ke sel
hati dari sel darah merah. Tanpa pengobatan, infeksi falsiparum akan berakhir secara spontan
dalam waktu kurang dari 1 tahun kecuali jika berakhir fatal. Tiga spesies lainnya ters
memberbanyak diri dalam sel hati lama setelah invasi awal aliran darah, atau dapat terjadi
multiplikasi lambat dalam hati. Siklus eksoeritrosit terjadi bersamaan dengan siklus eritrosit dan,
pada P vivax dan P ovale, dapat menetap sebagai bentuk istirahat yang tidak tumbuh, atau
hipnozoit, setelah parasit hilang dari darah perifer. Infeksi eritrositik yang timbul kembali
(relaps) terjadi bila merozoit dari hipnozoit dalam hati pecah, tidak difagositosis dalam aliran
darah, dan menyebabkan infeksi sel darah merah kembali (malaria klinis). Tanpa penngobatan,
infek P vivax dan P ovale dapat menetap sebagai relaps periodik sampai 5 tahun. Infeksi P
malariae yang berlangsung selama 40 tahun pernah dilaporkan keadaan tersebut diduga
merupakan eritrosit kriptik bukan infeksi eksoeritrosit sehingga disebut rekrudesensi untuk
membedakannya dengan relaps.
Selama siklus eritrosit, beberapa merozoit memasuki sel darah merah dan terdiferensiasi
menjadi gaetosit jantan atau betina. Oleh karena itu, siklus seksual mulai terjadi dalam pejamu
vertebrata, tetapi untuk berlanjut menjadi fase sporogoni, gametosit harus diakan dan ditelan oleh
anopheles betina pengisap darah seperti yang digambarkan dalam gambar 2.3
Gambar 2. Daur Hidup Plasmodium sp1
9
Manifestasi Klinis Penyakit Malaria
Malaria sebagai penyakit infeksi yang disebabkan plasmodium mempunyai gejala utama
demam. Diduga terjadinya demam berhubungan dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit /
skizon). Akhir-akhir ini demam dihubungkan dengan pengaruh GPI (glycosly
phosphatidylinositol) atau terbentuk sitokin dan/atau toksin lain. Pada beberapa penderita demam
tidak terhadi seperti di daerah hiperendemik, banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala.
Gambaran karakteristik malaria ialah demam periodik, anemia, dan splenomegali. Berat-ringan
manifestasi malaria bergantung pada jenis plasmodium yang menyebabkan infeksi. Dikenal 5
jenis plasmodium (P), yang dapat menginfeksi manusia secara alami, yaitu:
1. P. vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana/vivaks
(demam tiap hari ke-3).
2. P. falciparum, menimbulkan banyak komplikasi dan mempunyai perlangsungan yang
cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria
tropika/falciparum (demam tiap 24-48 jam).
3. P. malariae, jarang dan dapat menimbulkan sindrom nefrotik dan menyebabkan malaria
quartana/malariae (demam tiap hari ke-4).
4. P. ovale, dijumpai di daerah Afrika dan Pasifik Barat. Di Indonesia dijumpai di Irian dan
Nusa Tenggara, memberikan infeksi yang paling ringan dan sering sembuh spontan tanpa
pengobatan, menyebabkan malaria ovale.
5. P. knowlesi, dilaporkan pertama kali pada tahun 2004, di daerah Serawak, Malaysia. Juga
ditemukan di Singapura, Thailand, Myanmar, serta Filipina. Bentuk plasmodium
menyerupai P. malariae sehingga sering dilaporkan sebagai malaria malariae.6
Manifestasi Umum Malaria
1. Masa Inkubasi
Masa inkubasi bervariasi pada setiap plasmodium (tabel 3). P. vivax sub-spesies P. vivax
multinucleatum (Cheson Strain), sering dijumpai di Cina-tengah, mempunyai masa inkubasi
yang lebih panjang, 313-323 hari dan sering relaps tanpa infeksi primer. Masa inkubasi pada
inokulasi darah lebih pendek daripada infeksi sporozoit. Suntikan subkutan memberikan masa
inkubasi lebih panjang dibandingkan intra-muskular dan masa inkubasi pada suntikan intravena
10
paling pendek. Pada strain di daerah dingin, inkubasi lebih panjang. Inkubasi terpendek pernah
dilaporkan di Afrika, yaitu 3 hari.
Tabel 3. Inkubasi, Periode Prepaten, Periode Demam dan Gejala Klinik Pada Setiap Plasmodium6
2. Keluhan-keluhan Prodromal
Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam. Keluhan anatara lain lesu,
malaise, sakit kepala, sakit tulang belakang (punggung), nyeri pada tulang atau otot, anoreksia,
perut tak enak, diare ringan, dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal
sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan pada P. falciparum dan P. malariae keluhan
prodromal tidak jelas bahkan gejala dapat mendadak.
3. Gejala-gejala Umum
Gejala klasik berupa “Trias Malaria” (Malaria paroxysm) secara berurutan
a. Periode Dingin
Mulai menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus diri dengan
selimut atau sarung dan saat menggigil seluruh tubuh sering bergetar dan gigi-gigi saling
terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit
sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperature.
b. Periode Panas
Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat, dan panas tubuh tetap tinggi, dapat
sampai 40°C atau lebih, penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri
retro-orbital, muntah-muntah, dapat terjadi syok (tekanan darah turun), dapat delirium sampai
11
terjadi kejang (anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih,
diikuti dengan keadaan berkeringat.
c. Periode Berkeringat
Penderita berkeringat, mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah,
temperature turun, penderita merasa kelelahan dan sering tertidur. Jika penderita bangun akan
merasa sehap dan dapat melakukan pekerjaan biasa.
Trias malaria secara keseluruhan dapat berlangsung 6-10 jam, lebih sering terjadi pada
infeksi P. vivax. Pada P. falciparum menggigil dapat berlangsung berat atau tidak ada. Periode
tidak panas berlangsung 12 jam pada P. falciparum, 36 jam pada P. vivax dan P. ovale, 60 jam
pada P. malariae.
Keadaan anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria. Anemia
lebih sering dijumpai pada penderita di daerah endemic, anak-anak, dan ibu hamil. Beberapa
mekanisme terjadinya anemia adalah:
1. Pengrusakan eritrosit oleh parasit
2. Hambatan eritropoiesis yang sementara
3. Hemolisis karena proses complement mediated immune complex
4. Eritrofagositosis
5. Penghambatan pengeluaran retikulosit
Pembesaran limfa (splenomegali) sering dijumpai pada penderita malaria. Limpa akan
teraba 3 hari setelah serangan infeksi akut. Limpa menjadi bengkak, nyeri, dan hiperemis. Limpa
merupakan organ penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi malaria. Pada penelitian
dengan binatang percobaan, limpa menghapuskan eritrosit yang terinfeksi melalui oerubahan
metabolisme, antigenic, dan rheological eritrosit yang terinfeksi.
Dijumpainya riwayat demam dengan anemia dan splenomegali merupakan petunjuk
untuk diagnosis malaria khususnya di daerah endemic. Terdapat beberapa keadaan klinik pada
perjalanan infeksi malaria:
Serangan primer
12
Yaitu keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi serangan parosikmal
yang terdiri dari dingin/menggigil; panas dan berkeringat. Serangan paroksismal ini dapat
pendek atau panjang tergantung dari perbanyakan parasit dan keadaan imunitas penderita
Periode laten
Yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi malaria.
Biasanya terjadi di antara dua keadaan paroksismal. Periode ini dapat terjadi sebelum atau
sesudah serangan primer. Pada periode tersebut parasit tidak ditemukan dalam peredaran darah
tapi infeksi masih berlangsung
Rekrudesensi
Berulangnya gejala klinis dan parasitemia dalam masa 8 minggu sesudah berakhirnya
serangan primer. Rekrudesensi dapat terjadi sesudah periode laten serangan primer
Rekurensi
Berulangnya gejala klinis atau parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya serangan
primer. Keadaan tersebut juga menerangkan apakan gejala klinis disebabkan oleh kehidupan
parasit yang berasal dari bentuk di luar eritrosit (hipnozoit) atau parasit dari bentuk eritrositik.
Relaps atau “Rechute”
Relaps merupakan keadaan berulangnya gejala klinis atau parasitemia yang lebih lama
dari waktu di antara serangan periodic dari infeksi primer. Istilah relaps dipakai untuk mnyatakan
berulangnya gejala klinis setelah periode lama dari masa laten, sampai 5 tahun, biasanya terjadi
karena infeksi ridak sembuh atau oleh bentuk di luar eritrosit (hati) pada malaria vivax atau
ovale.6
Manifestasi Klinis Malaria(M) Tertiana / M. Vivax / M. Benigna
Pada hari-hari pertama panas irregular, kadang-kadang remiten atau intermiten. Pada saat
itu perasaan dingin atau menggigil jarang terjadi. Pada akhir minggu tipe panas menjadi
intermiten dan periodic setiap 48 jam dengan gejala klasik trias malaria. Serangan paroksismal
biasanya terjadi waktu sore hari. Kepadatan parasit mencapai maksimal dalam waktu 7-14 hari.
Pada minggu kedua limpa mulai teraba. Parasitemia mulai menurun setelah 14 hari, limpa masih
membesar dan panas masih berlangsung. Pada akhir minggu kelima panas mulai turun secara
krisis. Manifestasi klinis malaria vivaks dapat berat, tetapi tidak terlalu berbahaya, limpa dapat
membesar sampai derajat 4 atau 5 (ukuran Hacket). Malaria serebral dapat terjadi walaupun
13
jarang (pada P. vivax multinucleatum). Edema tungkai disebabkan oleh hipoalbuminea.
Mortalitas malaria vivaks rendah tetapi morbiditas tinggi karena seringnya terjadi relaps.
Terdapat 3 tipe relaps pda malaria vivaks yang bergantung pada sub-spesies Plasmodium:
Tipe I: Inkubasi pendek (12-20 hari), relaps sering terjadi dan periode laten tidak
memanjang.
Tipe II: Inkubasi pendek (2-20 hari), periode laten panjang (7-13 bulan) diikuti satu atau
lebih relaps selama periode laten,
Tipe III: inkubasi panjang (6-9 bulan), periode laten panjang (7-13 bulan), relaps sering
terjadi sesudah serangan primer yang terlambat atau selama periode laten/
Malaria vivaks dapat memiliki pola relaps yang berbeda. Relaps di daerah tropis biasanya
terjadi sepanjang tahun, di daerah dingin setelah serangn primer terjadi periode laten dan relaps
diduga terjadi setelah 4-14 bulan kemudian. Relaps terjadi pada malaria vivaks dan malaria ovale
karena maturasi hipnozoit yang tertinggal dalam hati. Keadaan tersebut disebabkan oleh
pengobatan yang tidak lengkap pada malaria vivaks. Periode laten yang panjang juga terjadi jika
menggunakan kemoprofilaksis yang tidak cukup. Pada 2-3 hari terakhir masa inkubasi timbul
gejala prodromal dan gejala hanya ringan. Demam irregular 2-4 hari, menjadi intermiten dan
jelas pada sore hari. Temperatur dapat meningkt sampat 40,5°C, timbul mual dan muntah, dapat
timbul herpes di bibir dan hilang setelah pengobatan malaria. Gejala pusing, mabuk, dan gejala
iritasi serebral dapat timbul hanya sejenak. Poliuria biasanya timbul pada waktu demam. Anemia
lebih sering pada anak-anak, dengan gambaran darah tepi seperti anemia pernisiosa, tetapi
gambaran sumsum tulang ridak seperti anemia megaloblastik. Pada penderita yang semi-imun,
perlangsungan malaria vivaks tidak spesifik dan ringan saja; parasitemia hanya rendah, tidak
lebih dari 2%; serangan demam hanya pendek dan penyembuhan lebih cepat. Gambaran klinis
saat relaps sama dengan serangan primer, kecuali demam irregular pada awal penyakit sering
tidak ada. Jika infeksi masih ada dan tanpa gejala, keadaan ini disebut clinically latent, biasanya
parasitemia rendah dan terjadi splenomegali. Sebaliknya, jika parasit tidak ada di darah tepi
(mungkin ada sebagai hipnozoit), tetapi timbul gejala, disebut parasite latency. Resistensi
terhadap kloroquin pada malaria vivkas juga telah dilaporkan, khususnya di Irian dan sekarang di
tempat lain di Indonesia.6
14
Manifestasi Klinis Malaria Malariae / Kuartana
Banyak dijumpai di Afrika, Amerika Latin, dan sebagian Asia. Penyebaran tidak seluas
P. vivax dan P. falciparum. Masa inkubasi 18 hari atau lebih panjang (30-40 hari). Manifestasi
klinis seperti apda malaria vivaks hanya berlangsung lebih ringan, parasit dapat dijumpai di
darah sebelum gejala timbul. Gejala mulai sering insidious, sering terjadi mual dan mntah,
herpes labialis sering ditemukan, anemia jaran, splenomegali sering dijumpai walaupun
pembesaran ringan. Serangan paroksismal terjadi tiap 3-4 hari, biasanya pada waktu sore dan
parasitemia sangat rendah <1%.
Komplikaso jarang terjadi, sindrom nefrotik dilaporkan pada infeksi Plasmodium
malariae pada anak-anak Afrika. Diduga komplikasi ginjal disebabkan oleh deposit komplik
imun pada glomerulus ginjal (quartan nephrosis). Hal tesebut ditunjukkan dengan adanya
peningkatan IgM disertai peningkatan titer antibody. Pada pemeriksaan dapat dijumpai edema,
asites, proteinuria yang banyak, hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi. Prognosis buruk,
respons terhapa pengobatan anti-malaria terhadap nefrotik tidak membantuk, diet rendah garam
dan tinggi protein serta diuretic sebaiknya diberikan, steroid tidak berguna. Pengobatan dengan
2-2,5 mg/kgBB azathiprone selama 12 bulan tampakanya memberikan hasil yang baik;
cyclophophamide lebih sering memberikan efek toksis. Rekrudesensi sering terjadi pada
Plamodium malariae. Parasit dapat bertahan lama dalam darah perifer, dan bukan relaps karena
bentuk di luar eritrosit (dalam hati) tidak terjadi pada P. malariae.6
Manifestasi Malaria Ovale
Merupakan bentuk yang paling ringan di antara semua jenis malaria. Masa inkubasi 11-
16 hari, walaupun periode laten dapat sampai 4 tahun, serangan paroksismal 3-4 hari dan jarang
lebih dari 10 kali walaupun tanpa terapi dan serangan paroksismal terjadi malam hari. Jika terjadi
infeksi campuran dengan plasmodium lain, maka P. ovale tidak akan tampat di darah tepim
tetapi plasmodium lain yang akan ditemukan. Gejala klinis hampir sama dengan malaria vivaks,
lebih ringan, puncak panas lebih rendah dan perlangsungan lebih pendek, dan dapat sembuh
spontan tanpa pengobatan. Serangan menggigil jarang terjadi dan splenomegali jarang sampai
dapat diraba. Parasitemia seperti pada malaria vivaks, dan gametosit terliaht pada minggu
pertama.6
15
Manifestasi Klinis Malaria Tropika/Falsiparum, M. Tertiana Maligna, M. Sub-Tertiana
Malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan panas irregular,
anemia, splenomegali, parasitemua yang banyak, dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-
14 hari. Malaria tropika mempunyai perlangsungan yang cepat, dan parasitemia tinggi dan
menyerang semua bentuk eritrosit. Gejala prodromal yang sering dijumpai, yaitu sakit kepala,
nyeri belakang/tungkai, lesu, perasaan dingin, mual, muntah, dan diare. Parasit sulit ditemukan
pada penderita dengan pengobatan supresif. Panas biasanya irregular dan tidak periodic, sering
terhadi hiperpireksia dengan temperature diatas 40°C. Gejala lain berupa konvulsi, pneumonia
aspirasi dan banyak keringat walaupun temperature normal. Jika infeksi memberat nadi cepat,
mual, muntah, diarea menjadi berat dan diikuti kelainan paru (batuk). Splenomeglai dijumpai
lebih sering dan nyeri pada perabaanl hati membesar dan timbul ikterus. Kelainan urine dapat
berupa albuminuria, hilain, dan Kristal yang granular. Anemia lebih menonjol dengan leucopenia
dan monositosis.
Gejala malaria sering dikelirukan dengan influenza, hepatitis gangguan lain yang
merupakan komplikasinya seperti meningitis dan ensefalitis.
Demam biasanya mulai irregular setelah beberapa saat berbentuk quodian (interval 24
jam). Pada fase panas, suhu tidak turun sampai normal, temperature menjadi remiten atau
kontinu, bahkan kadang-kadang dengan dua puncak. Kadang-kadang demam tidak jelas atau
tidak ada, sampai timbul gejala awal komplikasinya. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan
status imunisitas dan sinkronisitas skizogoni aseksual parasit.
Limpa membesar dengan cepat, dan biasanya teraba minggu pertama setelah infeksi.
Lima membesar setiap periode demam dan menurun dengan interval. Pembesaran disertai nyeri
pada perabaan, walaupun kadang-kadang tidak teraba. Pembesaran hati juga sering dijumpai,
bahkan pada malaria di Sulawesi Utara. Pemebesaran hati lebih seing ditemukan dibandingkan
dengan limpa. Komplikasi ikterik lebih banyak timbul dibandingkan dengan komplikasi lainnya.
Peningkatan bilirubin lebih dominan dibandingkan dengan peningkatan enzim trasaminase
(hanya 2-3x normal) kelainan ginjal juga dapat terjadi sebagai komplikasi malaria falsiparum.
Pada urinalisis dijumpai albuminuria, granular, dan cast hialin, urin klorida rendah walaupun
tidak dehidrasi. Keadaan tersebut menunjukkan gangguan fungsi tubulus.
Anemia sering terjadi mulai dari derajat ringan sampai berat, hemolisis jarang terjadi dan
kasus dengan demam kencing hitam jarang dilaporkan. Anemua biasanya normositik dan
16
sumsum tulang normoblastik. Leukoplenia biasanya dihitung dengan leukosi 3000-6000/mm3,
dengan penurunan granulosit dan peningkatan monosit.
Gastroenteritis sering dijumpai pada infeksi P. falciparum, khususnya pada anak-anak.
Hal tersebut disebabkan oleh sitoaderensi eritrosit berparasit pada sel endotel di mikrovaskular
saluran pencernaan. Rasa tidak nyaman di abdomen ringan biasa ditemukan pada infeksi malaria
dan kadang-kadang menyerupai acute abdomen. Konstipasi atau diarea dan bahkan diare cair
dapat dijumpai pada kasus malaria di daerah tertentu. Batuk kering tanpa tanda fisik yang jelas
dan foto toraks normal juga sering dilaporkan. Pada P. falciparum dapat terjadai rekrudesensi,
yaitu timbulnya parasitemia setelah pengobatan. Keadaan tersebut terjadi 2-4 minggu setelah
pengobatan dan lebih panjang, sampai 10 minggu, pada pengobatan dengan mefloquine.
Rekrudesensi merupakan penanda terjadinya resistensi terhadap pengobatan.6
Penatalaksanaan Medical Mentosa
Berdasarkan cara kerjanya obat antimalaria (OAM) dapat diklasifikasikan sebagai
skinzotosida darah yang bekerja pada bentuk aseksual parasit dalam eritrosit dengan
menghambat skizogoni sehingga bermanfaat untuk penyembuhan klinis maupun terapi supresif.
Contoh skizontosida darah adalah klorokuin, kina, kuinidin, meflokuin, atovakon, piperakuin,
derivate artemisinin (rapidly acting blood schizontocides), antifolat dan antibiotk (slow acting
blood schizontocides). Skizontosida jaringan bekerja dengan menghambat atau mengeliminasi
bentuk primer plasmodium ekstra-eritrositik dalam hatu dan berfungsi sebagai causal
prophylaxis, misalnya proguanil dan golongan kedua bekerja dengan menghambat bentuk laten
P. vivax, P. ovale dalam sel hati yang dapat menyebabkan relaps berbulan-bulan sampai
bertahun-tahun setelah infeksi awal. Obat golongan ini berfungsi sebagai terminal profilaksis dan
terapi radikal kasus relaps. Contoh OAM ini adalah primakuin. Gametosida adalah OAM yang
bekerja dengan mematikan bentuk seksual plasmodium sehingga berfungsi meghambat transmisi
plasmodium ke vektor, sebagai contoh klorokuin dan kina memilikiefek gametosida terhadap P.
vivax, P. ovale, dan P. malariae, sedangkan primakuin memiliki efek gametosida yang poten
terhadap P. falciparum. Sporontosida bekerja dengan menghambat pembentukan ookist dan
sporozoit pada nyamuk yang terinfeksi sehingga bermanfaat juga menghambat transmisi malaria.
Beluam ada OAM yang dapat digunakan sbagai sporontosida.
Berdasarkan struktur kimianya, OAM dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok:
17
Alkaloid kinkona (kina, kinidin)
4-aminokuinolin (klorokuin, amodiakuin)
8-aminokuinlok (primakuin, WR238-605 / etakuin / tafenokuin, WR 80/53)
4-kuinolin-karbinolamin (meflokuin)
fenantren-metanol (halofantrin)
biguanid (proguanil, klorproguanil)
hidroksinaftokuinon (atovakon)
seskuiterpen-lakton / derivate artemisinin / qinghaosu (artemeter, artesunat,
dihidroartemisinin, asam artelinat, artemisinin, artemotil)
sulfons / sulfonamide (sulfadoksin, dapson)
diaminopirimidin (pirimetamin)
piperakuin
amil-alkohol (lumefantrin)
fluorometanol (benflumetol)
hidroksi-anilino bensonaftridin (pironaridin)
antibiotik (tetrasiklin, doksisiklin, klindamisin, azitromisin, eritromisin, sulfometoksasol-
trimetoprim, siprofoksasin, kloramfenikol)
proteinase inhibitor.6
Obat pilihan utama untuk malaria non-falsiparum adalah klorokuin (tabel 4). Resistensi
P. vivax terhadap klorokuin telah meningkat, tetapi obat ini tetap efektif secara keseluruhan; dan
karena malaria non-falsiparum jarang mengalami komplikasi, maka risiko dari kesalahan obat
tidak terlalu berat. Untuk P. vivax dan P. ovale, eradikasi parasit eritrositik dengan klorokuin
harus diiringi dengan primakuin (setelah mengevaluasi hasil pemeriksaan G6PD) untuk
mengeradikasi hipnozoit yang dormant dalam hepar yang dapat menimbulkan relaps beberapa
bulan kemudian. Infeksi P. malariae hanya memerlukan pengobatan dengan klorokuin.
Malaria berat dapat terindikasi dari adanya gejala-gejala penyakit berat atau disfungsi
organ (seperti kelelahan, gangguan kesadaran, kejang, gangguan pernapasan, syok, asidosis,
anemia berat, perdarahan, hipoglikemia, ikterus, hemoglobinuria, atau gagal ginjal) atau
banyaknya infeksi parasit (biasanya parasitemia periferal > 5% atau > 200,000 parasit / mcL).
18
Pasien yang menerima kuinin atau kuinidin secara intravena perlu dimonitor EKG-nya secara
kontinu; bila pemanjangan interval QT melebihi 25% dari keadaan normal, taraf infuse perlu
direndahkan. Kadar glukosa darah juga perlu dimonitor setiap 4-6 jam, dan 5-10% dekstrosa
perlu diinfus untuk menghindari terjadinya hipoglikemia. Penatalaksanaan malaria berat juga
mencangkup pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit, pernafasan, dan hemodinamika,
serta pertimbangan transfusi darah, obat anti kejang, antibiotik untuk infeksi bakteri, dan
dialisis.4
Tabel 4. Penatalaksanaan Medical Mentosa Malaria4
Penatalaksanaan Non-medical Mentosa
Penatalaksanaan non-medis dapat dilakukan dengan mengkompres pasien yang suhunya
tinggi akibat demam; mengenakan pasien pakaian yang melindungi dari gigitan nyamuk,
menempatkan pasien untuk tidur di dalam kelambu, mengenakan repellant serangga pada tubuh
pasien, dan berbagai upaya pencegahan gigitan nyamuk lainnya.
Prognosis
19
Prognosis malaria vivaks biasanya baik, tidak menyebabkan kematian. Bila tidak diberi
pengobatan, serangan pertama dapat berlangsung 2 bulan atau lebih. Rata-rata infeksi malaria
vivaks tanpa pengobatan berlangsung 3 tahun, tetapi pada beberapa kasus dapat berlangsung
lebih lama, terutama karena relapsnya.
Tanpa pengobatan, malaria malariae dapat berlangsung sangat lama dan rekurens pernah
tercatat 30-50 tahun sesudah infeksi.
Malaria ovale penyakitnya ringan dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
Penderita malaria falsiparum berat prognosisnya buruk, sedangkan penderita malaria
falsiparum tanpa komplikasi prognosisnya cukup baik bila dilakukan pengobatan dengan segera
dan dilakukan observasi hasil pengobatan.7
Komplikasi
Malaria Otak / Malaria Serebral
Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian tertinggi (80%) bila
dinbandgkan dengan malaria berat lainnya. Gejala klinisnya dapat dimulai secara lambat atau
mendadak setelah gejala permulaan. Sakit kepala dan rasa mengantuk disusul dengan gangguan
kesadaran, kelainan saraf, dan kejang yang bersifat fokal dan menyeluruh. Dapat ditemukan
perdarahan pada retina, tetapi papil edema jarang ditemukan. Gejala neurologi yang timbul dapat
menyerupai meningitis, epilepsy, delirium akut, intoksikasi, sengatan panas (heat stroke). Pada
orang dewasa koma timbul beberapa hari setelah demam, bahkan pada orang non-imun dapat
timbul lebih cepat. Pada anak koma timbul kurang dari 2 hari, setelah demam yang didahului
dengan kejang dan berlanjut dengan penurunan kesadaran. Koma adalah bila dalam waktu ±30
menit penderita tidak memberikan respons motorik dan atau verbal. Derajat penurunan kesadaran
pada koma dapat diukur dengan Glasgow coma scale (dewasa) atau Blantyre coma scale (anak).
Gejala sisa (sequale) dilaporkan 10% pada anak di Afrika dan 5% pada orang dewasa di
Muangtahi.
Anemia Berat
Komplikasi ini ditandai dengan menurunnya Ht (hematokrit) secara mendadak (<15%)
atau kadar hemoglobin < 5 g%. anemia merupakan komplikasi yang penting dan sering
ditemukan pada anak. Hal ini dapat memburuk pada waktu penderita mulai diobati, terutama bila
20
jumlah parasit dalam darah sangat tinggi. Anemia umumnya bersifat normositik normokrom
tetapi retikulosit biasanya tidak ditemukan. Walaupun demikian, anemia mikrositik dan
hipokrom dapat ditemukan baik karena defisiensi zat besi atau kelainan hemoglobin.
Patofisiologi anemia berat pada keadaan ini masih belum jelas. Anemia dapat disebabkan
destruksi massif eritrosit yang terinfeksi dan penurunan produksi eritrosit oleh sumsum tulang.
Selain itu umur eritrosit yang tidak terinfeksipun memendek karena pada permukaan eritrosit ini
dapat ditemukan immunoglobulin dan/atau komplemen. Bila nilai hematokrit kurang dari 20%
atau hemoglobin kurang dari 7 g/dl, penderita dapat diberi transfuse darah segar atau packed cell.
Volume darah atau sel yang diberikan harus diperhitungkan dalam keseimbangan cairan
penderita.
Gagal Ginjal
Penyulit ini terutama ditemukan pada orang dewasa. Mula-mula terjadi peningkatan
ureum dan kreatinin darah, yang diikuti oligouria (urine output < 400 ml / 24 jam pada orang
dewasa atau 12 ml/kg berat badan /24 jam pada anak) dan akhirnya anuria yang disebabkan
nekrosis tubulus akut. Walaupun demikian pada keadaan ini dapat juga terjadi poliuria. Kreatinin
serum dapat meningkat > 3 mg/dl. Sering kali penyulit ini disertai edema paru. Angka kematian
mencapai 50%, walaupun demikian gagal ginjal akut biasanya bersifat reversible. Pemberian
infus garam faal pada penderita yang mengalami dehidrasi dapat dilakukan dengan hati-hati.
Hemodialisis atau dialysis peritoneum merupakan indikasi bila oligouria menetap setelah
rehidrasi atau bila ureum dan kreatinin darah meningkat secara progresif.
Edema Paru
Merupakan salah satu komplikasi yang sangat berbahaya dengan angka kematian
mnecapai 80%. Komplikasi ini dapat terlihat beberapa hari setelah pemberian obat malaria atau
pada saat keadaan umum pasien membaik serta parasitemia menghilang. Pada sebagian besar
kasus gambarannya menyerupai acute respiratory distress syndrome (ARDS), yang merupakan
indikasi peningkatan permeabilitas kapiler paru. Edema paru dapat juga terjadi secara iatrogenic
karena pemberian cairan yang berlebihan. Kedua hal ini sulit dibedakan dan dapat terjadi secara
bersamaan pada seorang penderita. Edema paru sering diikuti dengan komplikasi lain dan juga
dapat terjadi pada malaria vivaks. Tanda permulaan terjadinya edema paru adalah peningkatan
21
frekuensi pernapasan yang kemudian diikuti gejala paru lainnya serta penurunan pO2 arteri.
Hipoksia dapat menyebabkan kejang dan gangguan kesadaran, sehingga pasien dapat meninggal
dalam waktu beberapa jam. Sering ditemukan pada ibu hamil yang terinfeksi malaria, terutama
setelah melahirkan. Pada keadaan ini pasien dapat diberikan diuretik furosemid dan O2 dengan
konsentrasi yang tinggi.
Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan manifestasi malaria falsiparum yang penting. Dapat ditemukan
sebelum pengobatan terutama pada ibu hamil dan anak atau setelah pemberian infuse kina pada
penderita malaria berat. Manifestasi klinik berupa cemas, berkeringat, dilatasi pupil, napas
pendek, oligouria, kedinginan, takikardi, dan kepala terasa ringan (melayang). Gejala klinis ini
dapat berkembang menjadi gaduh gelisah, kejang, syok, dan koma.
Pada pemeriksaan laboratorium konsentrasi gula darah turun sampai <40 mg/dl.
Pada penderita dapat diberi 50 cc dekstrosa 50% yang diencerkan cairan infuse dengan
volume yang sama dan diberikan dalam waktu 5 menit. Kemudian diikuti dengan infuse
dekstrosa 5% atau 10% secara intra vena. Pemantauan gula darah diperlukan untuk mengatur
infuse dekstrosa.
Syok / Gangguan Sirkulasi Darah / Malaria Algida
Penderita dating dalam keadaan kolaps dengan tekanan darah sistolik <50 mmHg (pada
anak) atau <80 mmHg (pada orang dewasa). Pada perebaan, kulit terasa lembab, dingin, dan
berwarna kebiruan (sianosis). Dapat ditemukan konstriksi vena perifer dengan nadi yang cepat
dan lemah. Kegagalan sirkulasi darah atau syok dapat juga ditemukan pada penderita malaria
berat dengan edema paru, gangguan metabolic asidosis, perdarahan massif gastrointestinal serta
rupture limpa. Walaupun demikian, dehidrasi dengan hipovolemia dapat juga menyebabkan
hipotensi. Kemungkinan terjadinya infeksi paru, traktus urinarius (pada penderita kateter),
selaput otak dan tempat penyuntikan secara intravena harus dipertimbangkan sebagai penyebab.
Pada keadaan hipovolemia penderita dapat diberikan plasma expander seperti darah segar,
plasma, dextran 70 atau poliglikan. Segera berikan antibiotic berspektrum luas misalnya penisilin
atau sefalosporin yang dikombinasi dengan gentamisin. Lakukan kultur darah untuk mengetahui
22
resistensi kuma, bila perlu ganti dengan antibiotic yang sesuai. Aritmia jantung jarang
ditemukan.
Perdarahan Abnormal dan Disseminated Intravascular Coagulation
Penyulit ini menbulkan perdarahan abnormal dan spontan dari gusi, epistaksis, petechiae
dan perdarahan subkonjungtiva. Disseminated intravascular coagulation disertai komplikasi
perdarahan hematemesis atau melena hanya terjadi pada lebih kurang 10% penderita.
Trombositopenia sering ditemukan pada penderita malaria falsiparum, biasanya tanpa kelainan
pembekuan darah lainnya. Perdarahan tidak ditemukan pada sebagian besar penderita
trombositopenia. Jumlah trombosit normal setelah pemberian obat malaria yang tepat. Berikan
transfuse darah segar sebab berbagai faktor pembekuan atau trombosit diperlukan penderita.
Suntikan vitamin K 10 mg intravena dapat diberikan scara perlahan-lahan. Pemberian heparin
merupakan kontraindikasi karena dapat menyebabkan prolonged bleeding.
Malaria Hemoglobinuria
Penderita dengan defisiensi G6PD yang diberikan primakuin atau obat oxidant lainnya,
dapat menderita hemolisis intravaskuler yang diikuti dengan hemoglobinuria, walaupun tidak
ada parasit malaria dalam darahnya. Hemoglobinuria yang berhubungan dengan malaria (black
water fever) biasanya ditemukan pada penderita dewasa dengan malaria berat yang disertai
anemia dan gagal ginjal. Gejalanya adalah warna urin kehitam-hitaman karena hemolisis
intravascular yang massif disertai demam (blackwater fever). Biasanya terjadi pada penderita
non-imun yang pernah tinggal di daerah endemic untuk beberapa lama. Penderita pernah
terinfeksi malaria dan diobati dengan kina secara tidak teratur dengan dosis yang tidak adekuat.
Penderita diberi obat malaria yang sesuai bila ditemukan parasitemia. Bila perlu diberikan
transusi darah segar. Bila terjadi oligouria, peningkatan ureum, dan kreatinin darah dapat
dilakukan dialisis.
Demam Tinggi
Suhu tubuh dapat mencapai 39°C-40°C terutama pada anak. Hal ini menyebabkan
kejang-kejang dan gangguan kesadaran. Pada ibu hamil, demam tinggi dapat menyebabkan fetal
23
distress. Untuk menurunkan suhu tubuh dapat diberikan parasetamol 15 mg/kgbb baik per oral,
supotoria, atau nasogastric tube. Pemberian kompres juga membantu.
Hiperparasitemia
Pada penderita non-imun kepadatan parasit tinggi dalam darah (>5% sel darah merah)
dan ditemukannya skizon dalam darah tepi. Dapat dihubungkan dengan malaria berat. Toleransi
ditemukan di daerah endemis tinggi malaria, di mana penderita hiperparasitemia sering kali tidak
disertai gejala klinis. Pemberian obat malaria harus segera dilakukan, bila perlu secara
parenteral. Pada penderita malaria berat dengan parasitemia > 10% dapat dilakukan exchange
transfusion.7
Pencegahan Umum Malaria
Tindakan pencegahan untuk mengurangi frekuensi gigitan nyamuk pada daerah endemis
malaria sangatlah penting. Tindakan pencegahan ini seperti menghindari pajanan gigitan nyamuk
pada waktu puncak makan nyamuk (biasanya sore hingga pagi hari) dan sepanjang malam serta
menggunakan repellant serangga yang mengandung DEET (10-35%) atau picaridin (7%; bila
DEET tidak dapat digunakan), pakaian yang melindungi dari gigitan serangga (misalnya pakaian
berlengan panjang dan/atau celana panjang), juga tidur di dalam kelambu yang dilapisi
insektisida. Penggunaan luas kelambu yang telah dilapisi insektisida sewaktu tidur malam telah
menunjukkan penurunan angka mortalitas akibat insiden malaria di bagian barat dan timur
Afrika.8
Kemoprofilaksis
Walaupun upaya pencegahan gigitan nyamuk di atas cukup efektif mengurangi paparan
dengan nyamuk, namun tidak dapat menghilangkan sepenuhnya risiko terkena infeksi, karena itu
perlu upaya tambahan, yaitu dikombinasikan dengan kemoprofilaksis untuk mengurangi risiko
jatuh sakit jika telah tergigit nyamuk infeksius. Beberapa obat antimalaria yang saat ini
digunakan sebagai kemoprofilaksis adalah klorokuin, meflokuin (belum tersedia di Indonesia),
kombinasi atovaquone-proguanil (belum tersedia di Indonesia), doksisiklin, dan primakuin,
ditunjukkan pada tabel 4. Sebagian besar regimen kemoprofilaksis dapat memberi perlindungan
sebesar 75-95% jika digunakan dengan benar, namun perlu ditekannkan bahwa tidak ada
24
regimen kemoprofilaksis yang 100% efektif. Tingkat efektivitas kemoprofilaksis sangat
ditentukan oleh tingkat resistensi plasmodium setempat terhadap obat antimalaria, dan tingkat
kepatuhan penggunaannya. Masalah penting lain menyangkut kemoprofilaksis adalah tingkat
keamanan dan efek sampingnya, terutama pada penggunaan jangka panjang.6
Obat Antimalaria Untuk Kemoprofilaksis
Klorokuin
Klorokuin adalah obat antimalaria yang paling luas digunakan sehingga efek samping
dan data keamanannya, terutama untuk penggunaan jangka panjang lebih dikenal dengan baik.
Penggunaan obat ini sebagai kemoprofilaksis saat ini terbatas karena sebagian besar Negara
termasuk Indonesia sidah tidak lagi merekomendasikannya karena terjadinya resistensi di
hamper seluruh belahan dunia. Saat ini hanya direkomendasikan sebagai kemoprofilaksis bagi
pelancong di Amerika Tengah dan Selatan (Panama, Haiti, dan Republik Dominika, Argentina),
Cina, dan Timur Tengah (Siria, Yordania, Irak). Efek samping yang umum ditemukan adalah
dyspepsia, kadang pruritusmagranulositosis, fotosensitivitasm eksaserbasi psoriasism jarang
terjadi gangguan neuropsikiatrim seperti vertigo atau insomia.
Meflokuin
Melokuin adalah obat pilihan pertama bagi kemoprofilaksis bagi pelancong yang pergi ke
daerah resistan klorokuin. Dosisnya cukup praktis seperti klorokuin dan juga aman untuk
kehamilan, namun akhir-akhir ini berkembang kekhawatiran tentang efek samping jangka
panjang neuropsikiatri, terutama psikosis menetap walaupun hal ini jarang terjadi, dan secara
umum dalam kepustakaan ditulis kekerapan dan beratnya efek samping pada penggunaan
meflokuin jangka panjang sama denga klorokuin. Efek samping yang sering dilaporkan adalah
vertigo, anxietas, psikosis, fatigue. Efek samping lebih sering terjadi pada wanita, terutama
dengan berat badan rendah. Dianjurkan untuk wanita dengan berat badan rendah menggunakan
dosis setengah tablet dua kali seminggu. Selain itu, diduga efek samping tersebut berkaitan
dengan faktor genetic (gen MDR1 dan gen ABCB). Ada kekhawatiran penggunaan meflokuin
akan mengurangi kewaspadaan atau mengganggu konsentrasi sehingga berbahaya untuk aktivitas
tertentu yang sering dilakukan pelancong seperti menyelam, mengendarai mobil, atau
mengeudikan pesawat. Namun, dari beberapa penelitian menunjukkan meflokuin aman
25
digunakan pelancing yang akan menyelam atau mengendarai mobil, tidak ada bukti meflokuin
mengganggu kewaspadaan. Meflokuin harus diberikan dengan hati-hati kepada pasien dengan
riwayat psikosis, kejang, kelainan konduksi jantung.
Tabel 5. Obat Kemoprofilaksis Malaria
Doksisiklin
Doksisiklin merupakan pilihan kemoprofilaksis bagi pasien yang tidak toleran dengan
meflokuin di daerah resisten klorokuin. Efektivitas setara dengan dengan meflokuin, hanya harus
diminum setiap hari setiap hari sehingga mengurangi kepatuhan dan juga efektivitasnya pada
penggunaan jangka panjang. Efek samping adalah gangguan gastrointestinal (mual, muntah,
diare), esofagitis, kandidiasis vaginal, sering menimbulkan fotosensitivitas sehingga pasien
dianjurkan jangan banyak terpapan sinar matahari dan harus menggunakan krim tabir surya.
Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil dan anak-anak kurang dari 8 tahun.
26
Atovakuon-Proguanil
Tablet fixed-dose combination atovakuon-proguanil (malarone) sudah disetujui FDA
untuk digunakan sebagai kemoprofilaksis untuk pelancong yang pergi ke daerah resisten
klorokuin. Obat ini harus diminum tiap hari sehingga mengurangi kepatuhannya, namun
keuntungannya mulai diminum hanya 2 hari sebelum berangkat dan dihentikan hanya seminggu
setelah meninggalkan daerah endemis, sementara obat lain seperti klorokuin, meflokuin,
doksisiklin perlu 4 minggu. Efek samping yang sering ditemukan adalah nyeri perut, mual, sakit
kepala, dan kontraindikasi pada pasien gangguan fungsi ginjal berat. Obat ini cukup aman dan
efektif untuk pencegahan infeksi P. falciparum, namun belum ada data lengkap efektivitasnya
untuk spesies malaria lain. Atovakuon-proguanil adalah obat antimalaria yang paling ditoleransi
pasien dengan efek samping yang paling ringan, namun saying harganya mahal
Primakuin
Secara umum, primakuin digunakan untuk tiga indikasi, yaitu profilaksis primer,
presumptive anti-relaps therapy atau post-exposure prophylaxis atau terminal prohylaxis, serta
sebagai terapi radikal untuk infeksi P. vivax dan P. ovale. Profilaksis primer adalah mencegah
timbulnya malaria selama atau segera setelah pajanan; profilaksis primakuin diindikasikan
sebagai obat kemoprofilaksis lini kedua untuk kunjungan singkat ke daerah endemis malaria
terlebih untuk daerah endemis P. vivax atau sebagai obat alternative jika intoleran dengan obat
antimalaria kemoprofilaksis utama / lini satu. Primakuin tidak digunakan sebagai
kemoprofilaksis lini pertama karena kekhawatiran efek samping hemolisis pada penggunaan
jangka panjang terutama pada pasien defisiensi G6PD, dan data efektivitasprimakuin sebagai
obat tunggal untuk profilaksis malaria terbatas. Dosis primakuin untuk profilaksis primer 30 mg
basa sekali sehari diberikan mulai 1 hari sebelum tiba di daerah endemis sampai 7 hari setelah
meninggalkan daerah endemis. Primakuin lebih popular digunakan sebagai terminal profilaksis,
yaitu profilaksis yang diberikan untuk mencegah relaps setelah terinfeksi P. vivax / P. ovale;
dosis 15 mg basa sekali sehari selama 14 hari, diberikan sesegera mungkin setelah paparan atau 1
tablet selama 14 hari setelah pasien meninggalkan daerah endemis. Sebelum pemberian
primakuin sebaiknya diperiksa kadar enzim G6PD terlebih dahulu untuk menghindari efek
samping hemolisis.6
27
Kesimpulan
Malaria merupakan penyakit endemis yang disebabkan protozoa Plasmodium sp. Malaria
memiliki gejala klinis demam tinggi disertai “Trias Malaria” dengan karakteristik yang
tergantung pada spesies plasmodium yang terlibat. Malaria yang disebabkan Plasmodium
falciparum berisiko mengalami komplikasi hingga dapat mengakibatkan kematian. Di Indonesia,
daerah endemis terutama pada Indonesia Bagian Timur seperti Papua. Pengobatan malaria
umumnya menggunakan klorokuin untuk malaria yang sensitive klorokuin dan obat lainnya
untuk malaria resisten klorokuin. Tindakan pencegahan dapat berupa upaya pencegahan
terjadinya gigitan nyamuk maupun kemoprofilaksis.
Daftar Pustaka
1. Ferri FF. Ferri’s Clinical Advisor. Philadelphia: Elsevier; 2012.p.612-5.
2. Gleadle, Jonathan. Pengambilan Anamnesis. Dalam : At a Glance Anamnesis dan
Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.h.1-17.
3. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Mikrobiologi Kedokteran.
23rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.h.690-5.
4. Mcphee SJ, Papadakis MA, editors. Current Medical Diagnosis & Treatment. 49 th ed.
Singapore: The McGraw-Hill Companies; 2010.p.1291-300.
5. Kurniawan J. Analisis Faktor Lingkungan dan Perilaku Penduduk Terhadap Kejadian
Malaria di Kabupaten Asmat Tahun 2008 [disertasi]. Semarang: Universitas Diponegoro;
2008.
6. Harijanto PN, Nugroho A, Gunawan CA, editor. Malaria: Dari Molekul ke Klinis. 2nd ed.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008.
7. Sutanto I, Ismis IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S, editor. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran.
4th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2011.
8. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et.al. Harrison’s
Principal of Internal Medicine. 17th ed. Singapore: The McGraw-Hill Companies;
2008.p.1203-13.
28
top related