buku temuteman1
Post on 06-Apr-2016
262 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Refleksi Temu Teater Mahasiswa Nusantara I
“Membidik Manusia Perempuan Dalam Pigura”
Penyusun:
Amah Carpova
Penanggung Jawab:
Pengurus UPKSBS UMI Periode 2010-2011
Korektor:
Subhan Makkuaseng
Mamat Mariamang
Tim Redaksi:
Iwan Zaenul
Syamsul Alam Bahri
Affan Lubist
Andy Jabulany
Desain Sampul:
Dhany Rupawan
Daftar Daftar Daftar Daftar IsiIsiIsiIsi
Terima Kasih…. iii
Oleh-oleh dari Samarinda 1
Suatu malam : Kasak-kusuk di Café UMI 5
Ruang 4x15 ; Secangkir Kopi yang Menjemukan 9
Kisah Sembilan Ratus Perak 13
Tamu Tak Diundang 17
Tak-Tik Praktis Dengan Bapak Walikota 20
Superhero 23
Tragedi Lubang Tikungan 27
Deklarasi Somba Opu 29
Sebar Isu ; “Membidik Manusia Perempuan Dalam
Pigura” 33
Saksi Bisu Terseksi 37
Perempuan dalam Arena Teater 44
“Gagap” Gugup Seniman dan Pak Polisi 47
Si Rambut Gimbal yang Latah 52
Gatal ; Kado Merah Temu Teman I 53
Kata Kita 60
Biografi Penulis 66
Terima Kasih …Terima Kasih …Terima Kasih …Terima Kasih …
Salah satu keindahan di dunia ini yang akan
selalu dikenang adalah ketika kita dapat melihat dan
rasakan sebuah impian dalam bentuk kenyataan. Dan
bagi penulis, rangkaian kata dalam buku ini adalah
suatu keindahan yang tak ternilai meskipun masih jauh
dari kata sempurna.
Segala puji bagi Allah, Sang Mahahati, Sang
Maha Pengasih dan Penyayang dan maha segalanya. Tak
putus-putusnya penulis memuja dan memuji atas
nikmat yang tak terhingga dan cinta yang tak berujung,
berjuta kesempatan untuk menengok ke atas
mensyukuri atas segala nikmat dan cobaan yang
menjadi pelajaran yang sangat berharga, atas berjuta
waktu mendengarkan doa dalam ketertundukan.
Sembah sujud Kepada Nabi Muhammad saw atas segala
perjuangan dan ajaran yang tak pernah padam hingga
akhir zaman.
Semua pihak yang telah banyak
menyumbangkan ide, tenaga, doa dan waktu demi
tercapainya niat dalam menyelesaikan buku ini, karena
itu saya merasa berhutang budi kepada nama-nama di
bawah ini:
Kedua orang tua yang tak putus-putusnya
menghantarkan doa dipenghujung malam mereka.
Terima kasih untuk Kanda Mamat Mariamat yang rela
“menurunkan derajatnya” menjadi korektor setiap
paragraph yang saya todongkan setiap berkunjung ke
Laboratorium UKM SENI dan (mungkin) sudah merasa
bosan dengan sms-sms yang sama setiap saat. Kanda
Subhan atas komentar “pedasnya” yang semakin
menambah gairah untuk kembali melanjutkan yang
pernah ada. Kanda Achin yang sudah mau menulis
panjang lebar sejak awal dan diminta untuk mengarang
bebas tentang Temu Teman I. Kanda Bram yang kerap
kali diberondongi pertanyaan di depan Laboratorium
UKM SENI ketika masih lelah dari kantor dan tetap
memberikan jawaban-jawaban memuaskan. Kanda
Mimit yang kadang menjadi dongkol dengan sms-sms
dan sapaan-sapaan membosankan di dunia maya
hampir tiap hari hanya untuk berbagi kisahnya di Temu
Teman I silam. Kanda Iip yang juga sudah merasa jenuh
dengan permintaan “traktiran” untuk menuliskan
sepenggal kisahnya di Temu Teman, terima kasih untuk
kalajingganya, Kanda Ancha yang sudah mau
meluangkan malam minggunya untuk diwawancarai.
Terima kasih untuk Kanda Begho yang masih mau
meladeni obrolan di dunia maya dengan pertanyaan
yang agak “memaksa” ketika masih bau keringat setelah
pulang kantor. Kanda Iqbal yang sudah diganggu jam
kerjanya dengan pesan panjang namun pasti tujuannya,
menagih tulisannya ☺. Kanda Ally yang sudah
kerepotan membongkar kembali “arsip” lama demi
kelengkapan Tim Redaksi. Kanda Nunggeng yang sudah
mau membaca secara detail semua coretan-coretan
yang masih amburadul. Kanda Imhe yang sudah mau
diganggu moment “nostalgianya” bersama teman-teman
ketika main ke sekret. Dhany Rupawan dengan
kesabarannya telah membantu diantara kesibukannya
sebagai Ketua Umum UKM SENI UMI. Sambredet yang
sudah mau mengantar kesana kemari demi kelengkapan
data. Affan yang telah mengembalikan kejenuhan untuk
kembali menyusun buku ini dengan celoteh “tajamnya”
selama ini, terima kasih. Salma yang sudah rela
menemani pengambilan gambar di Benteng Somba Opu
di siang bolong dan merelakan setengah kulitnya jadi
belang-belang karena sengatan matahari ☺. Para
“banker ide “UKM SENI UMI yang tanpa ide dan
penawaran dari mereka semua tak akan berarti apa-apa.
Teman-teman di UKM SENI UMI (UPKSBS) yang
telah berbagi waktu dengan kebersamaan, menyentuh
hidup ini dengan cara yang berbeda, membantu untuk
melihat sisi baik dari segala hal saat terjatuh
mengajarkan banyak hal tentang hidup dan rajin
menghembuskan semangat untuk segera menyelesaikan
buku sederhana ini.
Terakhir, semua teman-teman se-Nusantara
yang telah meluangkan sedikit waktunya untuk
menikmati secangkir cerita-cerita cinta dan perjuangan
penggugah semangat berkesenian dalam Temu Teater
Mahasiswa Nusantara I ini.
OlehOlehOlehOleh----oleh dari Samarindaoleh dari Samarindaoleh dari Samarindaoleh dari Samarinda
Awalnya hanya seperti biji padi yang tumbuh
pada pertengahan tahun 2001. Namun diluar dugaan
biji inilah cikal bakal lahirnya Temu Teater Mahasiswa
Nusantara (TEMU TEMAN I). Saat itu pekerja seni
kampus Makassar mendapatkan undangan yang sama
untuk mengikuti ajang FESTIVAL TEATER MAHASISWA
NASIONAL (FESTAMASIO I) yang diselenggarakan oleh
salah satu kelompok teater yang ada di kepulauan besar
tanah seberang kawasan timur Indonesia yakni Teater
Yupa Universitas Mulawarman (UNMUL) Kalimantan
Timur. Kegiatan ini adalah ajang kompetisi karya dan
silaturahmi kelompok teater/lembaga kesenian antar
kampus se Indonesia. Tak heran jika Festamasio I
dengan Temu Teman I seperti saudara kembar yang
berbeda karakter. Setelah event sebelumnya seperti
PEKSIMINAS, Katimuri, Cak Durasin yang selama ini
dikenal ajang perhelatan kampus lahir duluan. TEMU
TEMAN baru menyusul Tahun 2002 memilih jalur
berbeda tanpa festival. Pukulan gong pertamapun
dimulai.
Festamasio ini biasanya diadakan setiap dua
tahun sekali. Pada saat itu Teater Tangan belum
memiliki nama, jadi ia hadir mengatasnamakan diri Unit
Pengembangan Kreatifitas Seni Budaya dan Sastra
(UPKSBS) Universitas Muslim Indonesia (UMI). UPKSBS
adalah payung induk teater tangan itu sendiri sampai
saat ini. Kehadiran UPKSBS masih berumur jagung, tiga
tahun lalu hanya ditetapkan sebagai peserta peninjau
saja di sana, karena tidak membawa apa-apa termasuk
membawa kado pertunjukan guna diperlombakan. Para
“penggeliat” yang hadir mewakili UPKSBS pada saat itu
diantaranya adalah Ancha Ardjae Lalilo, Ahmad Fardi,
Mamat Mariamang, Imran Jaya “Imhe”, Alfiandi
Abdullah “Begho” dan Muh. Fadli Abduh “Ally”. Ally
merupakan peserta paling culun sehingga mendapat
julukan “Si Bocah” yang ingin mengetahui lebih banyak
dunia luar. Sedangkan rekan-rekan yang lain dari
Makassar, yang memang siap berlomba yakni, Ilham
Rachomi, Fail, Anto, Zuhdi dkk, Teater Kampus Unhas
(TKU), Dede Leman, Tahir, Syarif dkk, Teater Talas
(Unismuh). Nehru dkk UKM Seni eSA, dan UKM Seni
UNM dkk.
Setelah berakhirnya kegiatan Festamasio I di
Samarinda ini, ide mengadakan Temu Teman mulai
diwacanakan dalam kamar-kamar peserta dan forum-
forum diskusi. Temu Teman ini murni berasal dari
UPKSBS oleh Ancha Ardjae Lalilo. Sedangkan konsep
dan bentuk kegiatan merupakan gagasan absolut dari
teman-teman UPKSBS (Teater Tangan), yang tak luput
dari diskusi teman-teman pekerja seni kampus di
Makassar, termasuk TKU Unhas, UKM seni Talas
Unismuh, UKM Seni eSA UIN, UKM Seni UNM, Bestra
UNM banyak memberi sumbang dan sambung saran.
Meskipun konsep event yang akan
dilaksanakan tersebut tetap menjiplak LO (LowOfficer)
dari kegiatan FESTAMASIO I dengan bantuan para PSK
(Pekerja Seni Kampus) di Makassar.
Setibanya di Makassar Anca Ardjae Lalilo yang
akrab disapa Ancha dan merupakan salah satu pendiri
UPKSBS yang pada waktu itu menjabat sebagai Ketua
Umum UPKSBS. Seorang pemuda berambut gondrong
sampai punggung dengan model keriting jatuh –tapi
jatuhnya tergulung-gulung- (maaf Gan, ane cuma
menulis☺), menghidangkan “oleh-oleh” dari Samarinda
tersebut kepada anggota UPKSBS dalam sebuah rapat
pengurus, yang pada masa antara lain Iqbal Adam,
Imran Jaya, Fardi Dg Mattorang, Mamat Mariamang,
Hapsa dg. Maralla dan Alfiandi Abdullah, Firman Anwar
dan Subhan Makkuaseng.
ж
Suatu malam :KasakSuatu malam :KasakSuatu malam :KasakSuatu malam :Kasak----kusuk di Café kusuk di Café kusuk di Café kusuk di Café
ChimankChimankChimankChimank
Pembicaraan di atas kapal dari Batu Licin dan
Pelabuhan Makassar kemudian berlanjut di Café
Chimank di Jalan Kakatua depan Kampus I UMI
Makassar. Café beratap terpal warna biru dan
pemiliknya bernama Chimank maka disebut café ini
Café Chimank. Jika malam tiba, di sanalah anggota
UPKSBS kumpul dan banyak melontarkan uneg-uneg
dengan bergelas-gelas kopi dan teh. Diskusi seakan
disaksikan oleh tiang-tiang listrik dan cahaya lampu
jalanan yang remang dan kendaraan yang lewat di Jalan
Kakatua semakin larut malam semakin lambat. Maka,
teman-teman di UPKSBS (Teater Tangan) kembali
membahas rencana kegiatan tersebut. Inisiatif pertama
adalah mengadakan suatu kegiatan pementasan teater,
tapi bukan dalam bentuk festival. Alasan tidak
mengadakan dalam bentuk festival karena saat itu
teman-teman berpendapat bahwa kesenian bukanlah
kegiatan yang lahir dalam bentuk instant dan dieksekusi
oleh juri pilihan, tapi semestinya memerlukan sebuah
proses apresiasi langsung oleh penontonnya.
Membicarakan karya tidak dinilai dari sebuah
penghargaan baik atau buruknya tapi ditonton dengan
enak, tanpa ada beban siapa yang akan mendapatkan
juara nantinya.
Dorongan melaksanakan event bukan dalam
bentuk festival juga lahir ketika teman-teman UPKSBS
(Teater Tangan) mengikuti perlombaan teater yang
diadakan oleh TKU Unhas di Taman Budaya Makassar
(Gedung Mulo) Jl. Sam Ratulangi. Kala itu Jacob Maralla
dan Iwan Prapanca selaku dewan juri mengkritik karya
Teater Tangan yang mengatakan bahwa karya mereka
tidak layak di pentaskan karena teaternya adalah teater
eksperimen (ekperimental). Menurut dewan juri teater
ini sulit diketahui mana actor utama, mana actor
pembantu dan peran antagonis. Hal ini yang tidak dapat
diterima oleh teman-teman adanya “hakim karya” oleh
dewan juri lomba. Juri seperti mematok kebebasan
berkreasi bagi insan teater dengan cara khusus.
Meskipun pada akhirnya UPKSBS tetap diberi
penghargaan pertunjukan mereka sebagai artistik
terbaik buat Teater Tangan.
Beberapa Panitia Temu Teman I dengan latar belakang
sekretariat lama UPKSBS di Kampus I UMI Makassar
Pemberian nama TEMU TEMAN waktu itu
entah terlontar dari mulut siapa, tapi ada beberapa ide
yang muncul. Berdasarkan sumber informasi, pencarian
nama kegiatan waktu itu melewati suatu pembicaraan
yang cukup panjang, sehingga muncullah nama TEMU
TEATER NUSANTARA yang oleh Fardy disingkat
TETE’NU. Tapi karena TEMU TEATER NUSANTARA itu
terkesan umum, dan memang targetnya adalah
mahasiswa, maka ditambahkan kata mahasiswa,
manjadi TEMU TEATER MAHASISWA NUSANTARA yang
saat itu disingkat TETE’ MANU.
Tiba-tiba Fardy angkat bicara, “Adakah @#$%-
nya ayam ???”, dan lagi-lagi setelah melewati
pertengkaran mulut yang saaaaaaaaaaaaangat panjang,
akhirnya hasil kesepakatan bersama rapat menetapkan
memberi nama kegiatan tersebut “TEMU TEATER
MAHASISWA NUSANTARA” atau disingkat TEMU-
TEMAN (bukan TTM) yang tidak hanya berarti
singkatan, tapi juga bermakna pertemuan dengan
teman-teman pekerja seni kampus di seluruh nusantara
untuk saling berbagi pengetahuan dan pengalaman
khususnya dalam dunia teater.
Selanjutnya para pengurus UPKSBS berkumpul
untuk menyusun kepanitiaan, waktu itu Muh. Yasin
Yunus diberi tanggung jawab sebagai Ketua Panitia,
Mimit Pakasi Dewo sebagai Sekretaris dan Sifa sebagai
Bendahara. Serta peran serta beberapa pihak yang
memberikan masukan berupa buah pemikiran untuk
memoles kegiatan ini termasuk beberapa pengurus inti
UPKSBS saat itu diantaranya Ikbal Adam, Imran Jaya,
Fardi, Mamat Mariamang dan Hapsah dg. Marala.
Ruang 4x15 ; SecangkRuang 4x15 ; SecangkRuang 4x15 ; SecangkRuang 4x15 ; Secangkir Kopi yang ir Kopi yang ir Kopi yang ir Kopi yang
MenjemukanMenjemukanMenjemukanMenjemukan
Pembicaraan di café masih berlanjut di
sekretariat. Secara kebetulan, waktu itu UPKSBS
kedatangan seorang tamu yang awalnya “nyasar”
bernama Arif Kriying, dengan tampangnya yang (maaf)
terkesan culun, berkacamata, rambut pendek dengan
belahan samping, kemeja selalu rapi dan diselipkan ke
dalam celana serta bersepatu kulit, maka tak jarang
beliau sering jadi korban “ma’calla” (objek penderita)
oleh Alfiandy Abdullah yang akrab disapa “Begho” dan
merupakan maskot UPKSBS yang selalu dirindukan
oleh teman-teman karena orangnya yang kocak dan
bego sehingga mendapat gelar kebangsawanan ala UKM
SENI UMI yaitu “Begho”. ☺
Beliau adalah alumni ISI (Institut Seni
Indonesia) Yogyakarta Jurusan Teater. Beliau juga
merupakan dosen di almamaternya dan informasi
terakhir (tahun 2003) sedang menggarap lawatan
pertunjukan Korea dan Jepang. Beliau mengajarkan
banyak hal seperti materi-materi teater, manajeman
kegiatan, pengetahuan baru tentang proses berkesenian
sampai hal-hal yang kecil sekalipun. Workshop pertama
dilakukan di Malino, entah pada bulan berapa.
Kemudian kami ajak mereka keliling-keliling kampus ke
semua kelompok teater yang ada di Makassar.
Suatu waktu ketika Arif Kriying membantu
teman-teman membuat proposal kegiatan, terlontar
dari mulut Beliau bahwa teman-teman UPKSBS terlalu
berani untuk mengadakan sebuah kegiatan yang
berskala nasional sebesar ini jika dibanding dengan
umur UPKSBS waktu itu masih sangat terbilang muda
dan kurang popular dikalangan komunitas kesenian di
daerah Jawa. Namun kata-kata itu malah menjadi
sebuah boomerang dalam benak mereka yang
membakar semangat untuk tetap termotivasi
melangsungkan kegiatan tersebut.
ж
Kisah Sembilan Ratus PerakKisah Sembilan Ratus PerakKisah Sembilan Ratus PerakKisah Sembilan Ratus Perak
Kembali pada persiapan kepanitiaan, segala
bentuk persiapan mulai dilakukan, seperti memasukkan
proposal bantuan dana ke berbagai instansi. Demikian
pula setelah nama-nama undangan terkumpul, proposal
pun diterbangkan melalui jasa Pos dengan
menggunakan dana patungan dari teman-teman.
Suka duka teman-teman waktu itu sungguh
menggugah semangat diantara keterbatasan fasilitas,
dana dan SDM. Pengorbanan yang cukup besar juga
dilakukan teman-teman waktu itu seperti Imran Jaya
“Imhe” yang rela menjual motornya untuk membeli
seperangkat komputer untuk memudahkan
administrasi kepanitiaan, padahal waktu itu teman-
teman di UPKSBS yang memiliki motor hanya beliau dan
Fardy.
Seperti dikisahkan Ketua Panitia waktu itu
Muh. Yasin Yunus yang akrab disapa Achin
mengungkapkan bahwa basecamp panitia selalu
berpindah-pindah, mulai dari sekretariat UPKSBS,
asrama putera Bulukumba tepatnya di kamar Imran
Jaya yang akrab disapa “Imhe” (awalnya saya mengira
cewek) dan terletak di Jl. Baji Gau bahkan sampai rumah
Iqbal di Jl. Baji Pamai.
Sampai pada suatu hari di kamar Imhe yang
telah disulap menjadi sekretariat, ada kejadian lucu saat
proses kegiatan. Sekitar jam lima subuh, Achin, Iqbal
dan Imhe setelah menyelesaikan pekerjaan kepanitiaan
dan sedang siap-siap untuk istirahat. Sebelumnya mari
sama-sama kita membayangkan kamar cowok yang
disulap menjadi base camp, dimana segala sesuatu tidak
pada tempatnya, pakaian yang tergantung dimana-
mana, bahkan nyamuk yang bersemedi disana langsung
terhipnotis, gelas bekas kopi dan puntung rokok yang
jadi miniatur unik, layaknya kamar yang telah dilanda
tsunami (hyperbolis mode on). Imhe membuka jendela
kamar agar terjadi sirkulasi udara yang penuh dengan
asap rokok (jarak pandang hanya 50 cm). Tiba-tiba
terdengar suara seorang cewek dari luar jendela yang
ternyata berasal dari rumah seberang, yang (sangat)
kebetulan Asrama Bulukumba bersebelahan dengan
Asrama Puteri Tarakan. Cewek tadi menyapa dari balik
jendela kamarnya sambil tersenyum manis –rejeki di
pagi hari-.
“Tawwa, rajinnya cowok di sebelah, bangun subuh-subuh
terus membersihkan kamar”, dengan dialeg Makassar
yang khas.
Kontan para ksatria ini langsung tertawa. Tau
sendiri kan kalau Achin tertawa (maaf Kanda ☺),
membahana ke segala penjuru ruang, dan bisa saja
semua orang subuh itu terbangun karena kebisingan
yang terjadi diantara mereka. Si cewek rupanya salah
sangka, mereka bukannya sudah bangun tidur dan rajin
membersihkan kamar, tapi baru mau tidur setelah
begadang dan membersihkan agar bisa istirahat dengan
nyaman karena kamar yang berantakan.
ж
Kisah lainnya juga terjadi di rumah Iqbal.
Bersama Begho, Ardy Yusuf, Wiwin dan Mimit (maaf
jika ada yang terlupakan namanya). Suatu hari sekitar
pukul enam pagi, mereka sudah bangun dan siap untuk
“berjuang”, Iqbal mau masak untuk sarapan, tapi
ternyata yang ada hanya sisa nasi semalam, sedangkan
mie instan dan telur sudah habis. Jadi mau tidak mau
mereka diminta patungan untuk membeli lauk. Betapa
sedihnya ketika uang yang terkumpul hanya Rp.
900,00,- itupun didapatkan dari sela-sela dompet, tas,
bahkan kantong celana, baju dan jaket yang tergantung
di pintu pun sudah dijarah, sedangkan Iqbal pun sudah
membongkar lemari untuk cari tambahan.
“Yah, kali aja ada yang nyelip di antara lipatan pakaian”.
Celutuk Iqbal saat itu. Namun jumlah uang tetap tidak
bertambah, masih berupa koin-koin dengan jumlah Rp.
900,00.
Akhirnya uang itu digunakan untuk membeli
kecap sachet, merica dan kerupuk. Setelah berdemo di
dapur dengan wajan dan kompor, maka jadilah sepiring
nasi goreng, Alhamdulillah pagi ini masih ada sarapan.
Tapi ternyata kisah sedih pagi itu belum berakhir.
Sesedih-sedinya film India, tapi lebih sedih lagi jika
setelah makan tidak mengisap rokok ☺. Dan itulah yang
terjadi. Tak seorang pun diantara mereka yang punya
rokok. Dalam keadaan demikian otak Begho yang punya
tingkat kecerdasan di atas rata-rata pun bekerja, dengan
sigap mengumpulkan sisa-sisa puntung rokok semalam,
dan kebetulan beliau membawa kertas papir. Berhasil,
jadilah sebatang rokok baru dan diisap secara estafet.
Setelah mandi (maaf) kecuali Begho, makan dan
merokok, mereka memanaskan mesin motor dan
berangkat untuk mencari sebongkah berlian (bukan
Bang Toyib) dan seikat uang (juga bukan Gayus) untuk
TEMU TEMAN yang diiringi teriakan: Semangat
!!!Semangat !!!Semangat !!!–jangan lupa mengepalkan
tangan dan diangkat ke atas-
Tamu Tak DiundangTamu Tak DiundangTamu Tak DiundangTamu Tak Diundang
Menjelang kegiatan hingga akhir kegiatan
TEMU TEMAN, buuaaanyak (saking banyaknya) sekali
suka dukanya. Dalam penggalangan dana teman-teman
juga memasang target di berbagai instansi yang ada di
daerah. Seperti perjuangan yang dilakukan Haryadi
Wiryawan “Wiwin” sebagai kordinator team, Muhlis
Amin “Moch”, Ibrahim Massidenreng “Bram” dan Mimit
Pakasi Dewo melakukan pencarian dana di beberapa
kabupaten dengan menyusuri Kota Gowa sampai Sinjai
selama dua minggu, bahkan mereka harus rela melewati
moment Idul Adha di kampung orang dengan segala
suka duka yang dihadapi.
Kiri : Mimit Pakasi, Mukhlis, Subhan Makkuaseng dan
Ibrahim Massidenreng
Disamping itu mereka juga mempunyai
pengalaman lucu dan unik. Tepatnya di Kabupaten
Bantaeng, mereka bertemu dengan kembang desa dan
akhirnya menawarkan tempat untuk menginap dan
mengisi kampoang tengah (makan) di rumahnya.
Di Kabupaten Bulukumba, mereka menginap di
Desa Bontonye’leng, tepatnya di rumah Imhe. Kerana
kebetulan berada di Bulukumba, mereka pun diminta
untuk mewakili UPKSBS UMI menghadiri acara
pernikahan Fatma (salah satu anggota UPKSBS
Angkatan I). Setelah mencari lokasi pesta, akhirnya
mereka menemukan sebuah pesta pernikahan. Para
ksatria UPKSBS ini mendapat sambutan hangat dari
keluarga mempelai dan dipersilahkan untuk menikmati
jamuan, tanpa menunggu lama mereka pun memenuhi
panggilan demi kampong tengah yang sudah bercuap-
cuap karena lapar. Setelah mengisi perut, mereka pun
mengucapkan selamat kepada mempelai. Alangkah
terkejutnya mereka karena ternyata yang punya hajatan
bukan Fatma yang dimaksud, tapi orang lain yang jika
tak salah juga alumni Universitas Muslim Indonesia
(UMI). Keluarga mempelai yang menyambut tamu,
mengira bahwa para Ksatria UPKSBS ini adalah utusan
dari UMI karena saat itu mereka menggunakan jas
almamater hijau lambang kebesaran kampus mereka,
UMI. Disela-sela kisahnya, Achin mengungkapkan rasa
bangga kepada para Ksatria UMI tadi, walaupun Beliau
sendiri sebagai Ketua Panitia didukung Ancha serta
teman-teman lain yang tidak berangkat sudah
memberikan wewenang kepada mereka berlima untuk
menggunakan uang yang sudah didapatkan untuk
memenuhi kebutuhan mereka selama dalam perjalanan
(makan, bensin dan rokok), tetapi tak sepeser pun yang
kurang karena tidak digunakan. Salut !!!
TakTakTakTak----Tik Praktis Dengan Bapak WalikotaTik Praktis Dengan Bapak WalikotaTik Praktis Dengan Bapak WalikotaTik Praktis Dengan Bapak Walikota
Pencarian dana di Kota Makassar pun punya
kisah sendiri yang tak kalah unik. Saat audiensi dengan
Walikota Makassar -saat itu masih dijabat oleh bapak
Amiruddin Maula-. Karena berkali-kali mengajukan
surat permohonan audiensi dengan Walikota Makassar,
tetapi selalu dilimpahkan ke asisten, akhirnya teman-
teman mengambil sebuah tindakan. Pukul 07:00, Achin
dan beberapa teman sudah stand by di Balaikota.
Melihat mobil dinas Walikota memasuki gerbang, Ardi
yang bertugas untuk menunggu kedatangan Bapak
Walikota langsung menginformasikan kapada teman-
teman di lantai dua yang juga menunggu di depan
ruangan Walikota. Karena melihat ada mahasiswa yang
menunggu, Sang Ajudan langsung bertindak. Achin yang
bertugas mengalihkan perhatian Sang Ajudan dan
sempat terjadi perdebatan karena dia menganggap
bahwa apa yang mereka lakukan tidak sesuai dengan
prosedur dan memang hari itu tidak ada audiensi
karena esoknya Bapak Walikota akan menyampaikan
LPJ (Laporan Pertanggungjawaban) di DPRD Kota
Makassar.
Begitu melihat Walikota dan teman-teman yang
lain memasuki ruangan, Achin pun berkata kepada Sang
Ajudan, “Maaf Pak, teman-teman sudah masuk dengan
Bapak Wali, jadi saya juga mau menyusul mereka”, yang
menuturkan kisahnya dengan sopan sambil senyam-
senyum (dalam hati) karena melihat muka ajudan yang
kebingungan sambil geleng-geleng kepala karena
merasa telah masuk ke dalam “jebakan”. Setelah
diterima oleh Bapak Walikota, walaupun dengan wajah
agak jengkel, mereka menyampaikan tujuan mereka
untuk mengajukan permohonan bantuan dana dan
menawarkan kepada Beliau agar penutupan TEMU
TEMAN dilaksanakan di Baruga Anging Mamiri, rumah
jabatan walikota. Dengan tujuan dan harapan agar
peserta TEMU TEMAN dijamu langsung oleh Walikota
sebagai Kepala Pemerintahan Kota Makassar. Tetapi
Bapak Wali hanya memberikan satu pilihan, yaitu siap
menjamu perserta TEMU TEMAN dalam acara Ramah
Tamah dengan Walikota sekaligus menutup kegiatan.
Berhubung hanya diberikan satu pilihan dan dana
kepanitiaan sudah sangat menipis, jadi mereka hanya
meminta bantuan dana. Keesokan harinya, dana sebesar
Rp. 3.000.000,- telah cair dari Walikota Makassar
sebagaimana dikisahkan Achin bersama teman-teman.
ж
Di tempat yang terpisah, Mamat dan Ally
melakukan pencarian dana ke Jakarta waktu itu. Mereka
mendatangi beberapa tokoh ternama dalam dunia
kesenian di Indonesia seperti Ratna Surampaet dan WS
Rendra untuk meminta sebagai pemateri/fasilitator
dalam kegiatan TEMU TEMAN nantinya, namun usaha
ini tidak membuahkan hasil karena tersandung
besarnya biaya yang dibutuhkan apalagi membayar
pemateri.
ж
SuperheroSuperheroSuperheroSuperhero
Dari data-data yang diperoleh dan kisah dari
beberapa “penoreh sejarah” yang ditemui
mengungkapkan bahwa terdapat berbagai kendala yang
dihadapi, diantaranya minimnya dana dan tidak adanya
sponsor pendukung atau lebih tepatnya (maaf) pihak-
pihak yang harusnya berperan dalam desahan napas
kesenian saai itu enggan menoleh pada kegiatan yang
digagas oleh PSK (Pekerja Seni Kampus) saat itu.
Panitia Temu Teman I
Hal ini diungkapkan pula oleh Mimit Pakasi
Dewo yang menjabat sebagai sekretaris umum kegiatan
bahwa, saat itu panitia menghadapi beberapa kendala
diantaranya karena tingginya patokan biaya penyewaan
Gedung Kesenian Makassar Societeit de Harmonie yaitu
sebesar Rp. 2.400.000,- selama empat hari diluar sewa
pemakaian lighting dan pemeliharannnya. Panitia
bingung harus mendapatkan dana dari mana sedangkan
mereka hanya membebani konstribusi kepada peserta
sebesar Rp. 250.000,-.
Kesibukan panitia Temu Teman I di salah satu ruangan
Baruga Somba Opu
Suatu hari pihak panitia mendapat telepon dari
pihak pengelola gedung kesenian Bapak Ridwan Efendi
yang menyampaikan bahwa gedung kesenian tidak
dapat digunakan apabila belum ada panjar. Sampai
akhirnya panitia disuguhkan pilihan dalam bentuk
perjanjian hitam di atas putih untuk menandatangani
surat perjanjian diatas materai oleh Bapak Ismet
Sahopala yang saat itu juga sebagai pengelola Gedung
Kesenian Makassar (GKM).
Masalah ini pun diterbitkan di salah satu media
cetak lokal Makassar. Kejadian inilah yang menjadi
salah satu point lahirnya Deklarasi Somba Opu (DSO)
yang dihadiri dan disepakati oleh beberapa PSK
(Pekerja Seni Kampus) yang menjadi peserta Temu
Teman.
Dalam situasi yang demikian, diakui bahwa
Subhan Makkuaseng yang menjadi Koordinator
Perlengkapan sering mendengar kata-kata yang kurang
“enak” di hati dari pihak pengelola Gedung Kesenian
Makassar. Misalnya, “kalau tidak punya uang, tidak usah
mengadakan kegiatan disini, apalagi kegiatan besar”.
Sejak saat itu sampai beberapa waktu, hubungan PSK
khususnya UPKSBS dengan penghuni dan pengelola
GKM kurang harmonis.
Sikap ini menggambarkan wajah dunia
kesenian saat itu (Makassar khususnya) telah terjadi
stagnasi (pergeseran fungsi), dimana pihak-pihak
pendukung dunia seni yang harusnya menjadi “kiblat“
bagi para pelaku kesenian tak lagi mampu mengawal
pergerakan langkah dunia kesenian khususnya bagi
teater kampus.
Ж
Tragedi Lubang TikunganTragedi Lubang TikunganTragedi Lubang TikunganTragedi Lubang Tikungan
Kembali pada persiapan panitia jelang event
TEMU TEMAN, sehari menjelang pembukaan, beberapa
peserta yang sudah tiba di Makassar, dikarantinakan di
kawasan Benteng Somba Opu.Kontingen Teater Bahana
UNTAD yang dipimpin oleh pembinanya Drs. Sigit tiba
di Terminal Panaikang (sekarang Terminal Regional
Daya) dan minta dijemput. Beberapa peserta lainnya,
Teater Wasi Putih Banjarmasin Tenggarong dan Teater
Orok Bali yang hanya mengutus Ketua Umumnya Dedi
Gimbal tiba di Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar.
Sore harinya, Ancha dan Fadly berangkat ke Pare-pare
untuk menjemput kontingen Teater Yupa Unmul
Samarinda.
Suatu hari, ketika panitia sedang makan malam
di Baruga Somba Opu, Achin menerima telepon dari
Ancha, ”Dinda, kami mengalami kecelakaan tetapi tidak
terlalu parah, hanya lecet di siku dan lutut, velg ban
depan bengkok tapi Ally mulus”, ungkap Ancha melalui
telephon. Pastinya saat itu Achin langsung kaget, tidak
langsung menyampaikan kejadian itu kepada teman-
teman dengan pertimbangan mereka sedang makan
malam. Ternyata Ancha yang sedang menyetir motor
tidak melihat kalau ditikungan tengah jalan ada lubang
besar sedalam setengah ban motor. Ancha terseret dan
Ally mulus, kenapa ??? Ternyata ketika jatuh, dia
menindih dan memeluk Ancha, walhasil tetap mulus
dan Ancha yang habis alias lecet, hehehehe...
ж
Deklarasi Somba OpuDeklarasi Somba OpuDeklarasi Somba OpuDeklarasi Somba Opu
Salah satu bentuk kegiatan yang dilakukan saat
itu adalah pertunjukan dan presentase karya setelah
pertunjukan. Setiap malamnya juga digelar forum
diskusi terbuka dengan tema berbagai macam, yang
pada beberapa hari terakhir lebih meruncing pada
eksistensi lembaga seni kampus dan kaitannya dengan
Badan Pembina Seni (Bapesmi) yang kemudian menjadi
BSMI (Badan Seni Mahasiswa Indonesia).
Suasana forum diskusi setelah pementasan di Baruga
Somba Opu
Tema diskusi ini lebih fokus lagi pada salah satu
program dan mungkin satu-satunya program dari BSMI
yaitu PEKSIMINAS (Pekan Seni Mahasiswa Nasional
Indonesia). PEKSIMINAS kemudian dibedah oleh
peserta diskusi berdasarkan pengalaman peserta yang
pernah mengikuti, melihat dan mendengar tentang
PEKSIMINAS di daerah masing-masing. Dari diskusi
yang inilah, akhirnya lahir “Deklarasi Somba Opu” yang
merupakan pernyataan kesamaan sikap dan pandangan
tentang eksistensi BSMI bagi perkembangan teater
kampus se-nusantara.
DEKLARASI SOMBAOPU (DSO)
1. Merekomendasikan kepada Teater Yupa Universitas
Mulawarman, Unikarta Universitas Kertanegara
dan Teater Kaca Mata Widiyagaa Kalimantan
Timur sebagai penyelenggara konsolidasi lanjutan
pada bulan Juli 2002 tentang tindak lanjut dari
Deklarasi Somba Opu.
2. Menolak metode pencarian dana BSMI yang sifatnya
pungutan liar.
3. Merevitalisasi kelembagaan BSMI dengan
melibatkan mahasiswa secara aktif dalam
kepengurusan dengan persentase 80% dan 20%
birokrasi kampus.
4. Merekomendasikan kepada BSMI pusat untuk
merobah metode perlombaan dalam PEKSIMINAS
menjadi Temu Seni Mahasiswa.
5. BSMI senantiasa memposisikan dirinya sebagai
wadah pembinaan kesenian kampus secara
langsung dan intens.
6. Apabila point kedua hingga point kelima tidak
direalisasikan oleh BSMI di masing-masing daerah
pencetus deklarasi ini, hingga batas waktu dua
bulan setelah deklarasi ini, maka BSMI dengan tegas
diboikot.
Ditetapkan di Somba Opu, 28 April 2002
Pukul 00.30 wita.
ж
Arsip Deklarasi Somba Opu
Sebar Isu ; “Membidik Manusia Sebar Isu ; “Membidik Manusia Sebar Isu ; “Membidik Manusia Sebar Isu ; “Membidik Manusia
Perempuan Dalam Pigura”Perempuan Dalam Pigura”Perempuan Dalam Pigura”Perempuan Dalam Pigura”
Temu Teman I yang berlangsung selama
sepekan di Kota Daeng ini bertajuk, “Membidik Manusia
Perempuan Dalam Pigura” dan kegiatan inti saat itu
berlangsung di dua tempat, yaitu Benteng Somba Opu
dan Gedung Pertunjukan Indoor Sociated De Harmony.
Enam puluh komunitas teater dari beberapa Institusi
Perguruan Tinggi di Indonesia (Sulawesi, Kalimantan
dan Bali) diundang dengan menggunakan jasa weselpos.
Opening ceremonial Temu Teater Mahasiswa Nusantara
dengan menampilkan Tari Khas daerah Sulawesi Selatan
(Tari Paduppa)
Berdasarkan data peserta yang memenuhi
undangan hanya kisaran 25 komunitas se-Indonesia,
termasuk juga rekan-rekan komunitas teater kampus
ada di Makassar sendiri turut ambil bagian. Diantaranya
Wasih Putih, Bahana Antasari, Annida, YUPA, Tirani,
Bengkel Seni Tadulako, Orok, Bengkel Seni Kendari.
Sedangkan dari Makassar sendiri, TKU Universitas
Hasanuddin, Teater Talas Unismuh Makassar, Teater
eSA UIN Alauddin, Teater Titik Dua, STIMIK Dipanegara
dan STIMIK Handayani, Bengkel Seni Sastra (Bestra)
UNM.
Ditemui dalam kesempatan yang berbeda
disela-sela kesibukannya, salah seorang penoreh
sejarah dalam Temu Teman I, Ancha Ardjae lalilo
mengungkapkan bahwa, kegiatan Temu Teater
Mahasiswa Nusantara ini bertujuan untuk membuka
cakrawala dan pikiran para pekerja seni tentang
bagaimana berkesenian dan mengubah istilah monolitas
dalam kesenian atau yang beranggapan bahwa seniman
yang hanya “bernapas” ketika berada di gedung
kesenian saja.Sedangkan sebagian pihak berpendapat
bahwa kemerdekaan dalam dunia seni adalah
kebebasan dan keberanian berimajinasi serta
menuangkannya dalam wujud karya di arena
pertarungan kreatifitas.
Berbicara tentang perempuan tak akan pernah
ada habisnya, sehingga saat itu teman tertantang untuk
mengangkat isu tentang PEREMPUAN. Dengan alasan
ingin menyinkronkan isu gender sebagai efek
modernisasi yang saat itu sedang hangat-hangatnya
diperbincangkan. Karena persepsi tentang perempuan
yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, maka
teman-teman saat itu mengangkat tema “Membidik
Manusia Perempuan dalam Pigura”, dimana kalimat
itu terlontar dari mulut Iqbal Adam ketika Ancha Ardjae
Lalilo, Mamat Mariamang, Arif Kriying dan Imran Jaya
sedang membahas tentang pelaksanaan event nasional
ini.
Publikasi kegiatan waktu itu juga diadakan
dengan memasang baligho di beberapa titik seperti Area
Pelabuhan, Benteng Somba Opu, dan Kampus II UMI.
Peroses pergulatan atau persiapan ini berlangsung
kurang lebih selama sembilan bulan.
ж
Saksi Bisu Saksi Bisu Saksi Bisu Saksi Bisu TerTerTerTerseksiseksiseksiseksi
Benteng Somba Opu adalah salah satu situs
sejarah Sulawesi Selatan abad ke 15 tahun 1525.
Dibangun oleh Sultan Gowa ke IX, Daeng Matanre
Karaeng Tumapa’risi Kallonna. Ini adalah situs benteng,
sekaligus pusat kota.
Kerajaan Gowadi abad ke 15 saat ini dihuni miniatur
rumah adat Sulawesi Selatan
Pada pertengahan abad ke-16, benteng ini
menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan rempah-
rempah yang ramai dikunjungi pedagang asing dari Asia
dan Eropa.
Pada tanggal 24 Juni 1669, benteng ini dikuasai
oleh VOC dan kemudian dihancurkan hingga terendam
oleh ombak pasang. Pada tahun 1980-an, benteng ini
ditemukan kembali oleh sejumlah ilmuan. Pada tahun
1990, bangunan benteng yang sudah rusak
direkonstruksi sehingga tampak lebih indah. Kini,
Benteng Somba Opu menjadi sebuah obyek wisata yang
sangat menarik, yaitu sebagai sebuah museum
bersejarah.
Tembok Pertahanan di Salah Satu Sudut Benteng Somba
Opu
Seorang ilmuwan Inggris, William Wallace,
menyatakan bahwa Benteng Somba Opu adalah benteng
terkuat yang pernah dibangun di Indonesia. Benteng ini
adalah saksi sejarah kegigihan Sultan Hasanuddin serta
rakyatnya mempertahankan kedaulatan negerinya.
Dalam kawasan Benteng Somba Opu, dapat
terlihat gambarkan sistem pertahanan yang sempurna
pada zamannya. Meski terbuat dari batu bata merah,
dilihat dari ketebalan dinding, dapat terbayangkan
betapa benteng ini amat sulit ditembus dan
diruntuhkan.
Baruga Somba Opu tampak depan
Dalam area Benteng Somba Opu ini terdapat
sebuah rumah adat khas Sulawesi Selatan dengan aula
yang cukup luas, di rumah inilah menjadi salah satu
pusat kegiatan Temu Teman kala itu seperti pementasa
komunitas Bengkel Seni Kendari dan juga sebagai
tempat diskusi pada malam hari. Sedangkan miniatur-
miniatur rumah adat yang berada di sekitar Benteng
Somba Opu itu disulap menjadi tempat penginapan para
peserta di masa itu.
Miniatur Rumah Adat Suku Kajang di dalam Area
Benteng Somba Opu
Peserta juga diberikan kebebasan untuk
memilih tempat pertunjukan di sekitar lokasi Benteng
Somba Opu pada waktu itu, misalnya Teater Kampus
Unhas (TKU) yang lebih memilih tempat pertunjukan di
space outdoor halaman rumah adat Suku Kajang dengan
memanfaatkan rumah adat tersebut menjadi backdrop
pertunjukannya.
Tempat bersejarah lain bagi terlaksananya
Temu Teman I adalah Gedung Societeit de Harmonie
yang dibangun pada tahun 1896 di sebuah tanah lapang
di Jalan Prins Hendrik yang sekarang dikenal dengan
nama Jalan Riburane. Jaraknya sekitar 600 meter
sebelah barat pusat Kota Makassar (Lapangan
Karebosi). Gedung yang dibangun oleh pemerintah
Belanda ini berdampingan dengan kantor gubernur
saat masih berstatus Gubernur Celebes dan berdekatan
dengan Fort Rotterdam serta pemukiman orang-orang
Belanda yang disebut Vladingen.
Societeit de Harmonie berarti gedung
perkumpulan harmoni. Dahulu, gedung ini tidak hanya
digunakan untuk acara kesenian, tetapi juga sebagai
tempat pertemuan gubernur, walikota, dan petinggi
militer Belanda. Selain itu, tak jarang pula gedung ini
dipakai sebagai tempat diadakannya pesta oleh
Gubernur Jenderal Belanda. Pada masa pendudukan
Jepang (1942-1945), gedung ini dijadikan sebagai balai
kota masyarakat.
Pada masa setelah kemerdekaan, gedung ini
silih berganti fungsi, mulai sebagai kantor hingga
sebagai gedung pertunjukan. Tahun 1998, para praktisi
kesenian berhasil mendesak Pemerintah Provinsi
Sulawesi Selatan untuk memfungsikan Societeit de
Harmonie sebagai gedung kesenian secara total,
sekaligus merenovasi dan menambah peralatan
pertunjukan. Sejak itu, gedung bersejarah ini disebut
Gedung Kesenian Sulawesi Selatan Societeit de
Harmonie atau disingkat GKSdH.
Bangunan Societeit de Harmonie berciri Eropa
abad XIX ini bergaya Renaisance atau Yunani Baru (Neo
Griekse Stijl) yang merupakan perkembangan dari gaya
Rokoko. Namun tak sedikit yang menyebutnya bergaya
Empire yang menjadi tren di Eropa pada masa itu.
Bangunan asli yang dibangun pada tahun 1896 ini
pernah mengalami pemugaran pada tahun 1910-an.
Bangunan awal abad ke-20 itulah yang nampak sampai
sekarang.
Ж
Perempuan dalam Arena TeaterPerempuan dalam Arena TeaterPerempuan dalam Arena TeaterPerempuan dalam Arena Teater
Di tengah-tengah kesibukan para peserta dalam
menyiapkan pementasan, panitia juga mengadakan
seminar yang menghadirkan tiga orang pembicara dari
elemen yang berbeda, yaitu : Asdar Muis RMS kritikus
dalam kesenian (teater) ; Ibu Emma selaku pemerhati
perempuan di Sulawasi Selatan pada waktu itu yang
berkecimpung dalam suatu wadah LSM perempuan ;
serta Ram Prapanca selaku teaterawan.
Diskusi ini berjalan dengan begitu antusias
dalam memberikan pertanyaan dan gagasan seputar
tema “perempuan”, yang tentunya dipandang dari
berbagai sisi yang berbeda.
Diskusi peserta Temu Teman I di Baruga Somba Opu
Kala itu setiap pementasan mampu
“menelanjangi” kehidupan kaum perempuan secara
jelas dan nyata di dalam arena dari berbagai persepsi
yang berbeda pula yang disesuaikan dengan tema
pementasan mereka. Hal ini tak jauh dari ruang lingkup
yang masih sering terjadi pada perempuan seperti
pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, atau
masalah buruh dan tenaga kerja perempuan yang
dirampas haknya, bahkan hal seperti ini masih menjadi
menu sarapan spesial di layar kaca yang ngetrend
dibicarakan. Misalnya dari komunitas mahasiswa
Unhalu Kendari yang mengangkat kasus Marsinah
dalam pementasan Monolog ; Psyco oleh Sanggar
Bahana Antasari ; Teater Kampus Unhas (TKU) dengan
lakon Zag-zag naskah/sutradara Ilham Rachomi; Lipa
Sikoi oleh Teater Titik Dua UNM Makassar ; Sampar
oleh Teater Yupa Unmul Samarinda dan masih banyak
lagi.
Berani tampil bego (baca: beda ☺), komunitas
mahasiswa BSI-Lekmaf Kendari dalam lakon Mati Muda
Muda Mati yang menggambarkan bahwa perempuan
dan laki-laki memiliki kedudukan yang setara dalam
menjalani kehidupan tanpa memandang adanya
persamaan gender.
ж
“Gagap” Gugup Si Seniman dan Pak “Gagap” Gugup Si Seniman dan Pak “Gagap” Gugup Si Seniman dan Pak “Gagap” Gugup Si Seniman dan Pak
PolisiPolisiPolisiPolisi
Setiap panitia kala itu memiliki kisah unik yang
beraneka warna, tapi bukan balon ☺. Salah satunya
Subhan Makkuaseng yang bertanggung jawab pada
teknis di bagian perlengkapan dan dibantu oleh Firman
Anwar dan Iwan “sabar”, dimana mereka bertanggung
jawab untuk menangani dan mencatat permintaan
property pertunjukan tiap peserta, serta menjaga
panggung saat peserta akan melakukan gladresik. Beliau
mengungkapkan bahwa, posisi kuli teknis
membutuhkan kerja dan tenaga ekstra karena mereka
harus standby dan menunggu peserta di tempat
pertunjukan (Gedung Kesenian Makassar) dari pukul
13.00 Wita siang hari sampai pukul 19.00 malam. Usai
pertunjukan kembali ke Baruga Somba Opu bersama
para peserta, tak ada jeda apalagi mengikuti diskusi
sepanjang malam. Maka ketika tiba di Baruga Somba
Opu langsung “terkapar”, lelah tak terkira. Jarak Gedung
Kesenian Makassar dan Baruga Somba Opu kira-kira
kurang lebih 20 km dengan angkot yang lelet di tengah
kemacetan kota. Pekerjaan seperti ini cukup menguras
tenaga. Hal ini diungkapkan berdasarkan pengalaman
pribadi.
Hingga pada suatu malam pada pukul 22:00
wita ketika semua orang sudah istirahat, pertunjukan
dan diskusipun ditutup. Tersisa peserta yang masih kuat
begadang diteras rumah-rumah adat sambil curhat.
Pada suatu waktu selaku koordinator perlengkapan,
Subhan dimintai pertolongan oleh salah seorang peserta
dari Teater Yupa Unmul untuk mengantarkannya ke
Gedung Kesenian (Sociated de Harmoni) dengan
keperluan pemasangan property dan set artistik
panggung. Karena jarak penginapan Somba opu dan
Gedung Kesenian lumayan jauh dan supir “pete-pete”
(sebutan angkot di Makassar) sudah pulang kerumah
masing-masing sesuai dengan perjanjian panitia, maka
beliau menyarankan agar pemasangan set bisa
dilakukan besok pagi saja. Berhubung, sudah larut
malam. Akan tetapi peserta ini tetap ngotot minta
diantar malam itu juga. Karena besok pagi, katanya
harus mengurus persiapan-persiapan lain. Akhirnya
Subhan nekad meminjam motor dari salah seorang
panitia bernama Ardi Yusuf, meski dalam hati ragu
karena waktu itu beliau belum mahir memainkan
porseneling motor. Jalur jalan gelap menuju pintu dan
jembatan keluar area Somba Opu, tembus ke Jl. Abd.
Kadir, Jl. Cendrawasih. Namun tepat di Jl. Penghibur
Pantai Losari, tiba-tiba seorang polisi lalu lintas
menyetop sepeda motornya dan si seragam coklat ini
mengisyaratkan untuk menepi. Karena panik, Subhan
yang hendak “ngerem” sepeda motor kurang lincah,
ternyata sepeda motor tetap melaju dan nyaris
menabrak Pak Polisi yang berdiri pinggir jalan. Pak
Polisi spontan marah-marah dan langsung menanyakan
surat-surat kendaraan, ditambah lagi boncengannya
yang tidak menggunakan helm. Sambil mencari alasan
yang tepat dan menjelaskan tujuan mereka bahwa
mereka ada acara pertunjukan di Gedung Kesenian dia
“memamerkan” bahwa yang dibonceng saat itu adalah
salah satu tamu jauh yang datang dari Kalimantan.
“O, seniman yah ?”, ujar Pak Polisi menaggapi.
“Iya Pak”, jawabnya dengan sopan.
Setelah melalui dialog yang panjang, akhirnya Pak Polisi
luluh hatinya dan membiarkan mereka lewat.
“Tunggu, janganmi kau yang bawa motor, karena
kayaknya kau belum lancar, tadi saja hampir kau tabrak
saya, kurang ajar…!!”. Kata Pak Polisi marah-marah.
Setelah terlihat agak jauh dari Pak Polisi, tamu
yang dibonceng baru angkat bicara dan sedikit tertawa.
“hehehe... Saya memang curiga sejak tadi, abang pasti tak
lancar naik motor kan? ”, katanya memanggil Subhan
dengan sebutan “Abang”.
Karena dia merasakan gerakan oleng sana sini
saat mau berhenti. Dan kesulitan mengontrol rem dan
oper perseneling, gigi dua, tiga dan empat, tanpa
menyadari orang yang di belakang merasakan H2C
(harap-harap cemas) sampai kejadian lucu tadi terjadi.
Ж
Si Rambut Gimbal yang LatahSi Rambut Gimbal yang LatahSi Rambut Gimbal yang LatahSi Rambut Gimbal yang Latah
Selama pelaksanaan kegiatan, tenaga panitia
TEMU TEMAN dan pengurus UPKSBS benar-benar
terkuras. Meskipun demikian mereka tetap semangat.
Saat itu Dedi “Gimbal” utusan dari Teater Orok Bali yang
datang sendiri hanya membawa dua lembar baju, satu
lembar celana jeans, calana panjang dan jaket. Padahal
ketika itu Beliau datang dengan membawa kerel
berkapasitas 1000 liter. Cek per cek ternyata isi
kerelnya adalah sepuluh botol arak Bali untuk oleh-oleh
teman-teman di Makassar. Lebih lucu lagi, dibalik
tampangnya yang sangar, bertatto dan rambutnya yang
gimbal ternyata Beliau itu punya kebiasaan latah yang
parah. ☺
Dan ketika kembali ke Bali, dia harus
kehilangan beberapa rambut gimbalnya, karena
“dirampok” oleh panitia dan teman-teman peserta
lainnya sebagai kenang-kenangan.
Gatal;Kado Merah Temu Teman IGatal;Kado Merah Temu Teman IGatal;Kado Merah Temu Teman IGatal;Kado Merah Temu Teman I
Kupu-kupu gatal berwarna putih berbadan
rapuh ini begitu kurang ajar terhadap peserta dan
panitia. Ia tamu yang tak diundang, namun seenaknya
tampil disekeliling bola neon malam hari mengganggu
acara diskusi. Ia membawa kado merah pada kulit. Jika
serbuk sayapnya terlepas dan mengenai badan,
tunggulah beberapa saat kemudian akan muncul bercak
merah pada kulit. Dan akhirnya menimbulkan gatal-
gatal, bukan main menyiksa. Maka, semua peserta
menghujat kegagalan kami selaku panitia, karena
menjadikan lokasi Somba Opu sebagai arena TEMU
TEMAN dinilai kurang tepat. Padahal, itu bukan
kesengajaan, yang secara kebetulan saat itu masyarakat
Somba Opu habis panen bulan April 2002, sehingga
serangga kecil wereng padi ini ikut campur.
“Waaddohhhh ... gatal,” sebut, Opik salah seorang
peserta dari Palu, Sulawesi Utara saat itu.
Akan tetapi yakin dan percaya mereka pasti tak
akan lupa. Bintik-bintik merah itu, meski seperti tanda
kenangan yang kurang bisa diterima oleh para peserta
namun ia membawa kesan, bahwa itulah kenang-
kenangan alam bentuk fisik TEMU TEMAN I. Bahkan
dengan peristiwa itu menyimpan perasaan "dendam"
dan sekaligus kerinduan cinta dalam hati, janji sumpah
tak mau kembali lagi kesana gara-gara kupu-kupu gatal.
Akan tetapi selalu dikenang setiap saat. Apalagi dengan
kenangan kado merah si kupu-kupu gatal itu. Namun
beberapa bulan kemudian ternyata menjadi topik
pengantar pembicaraan awal ketika mengenang Temu
Teman I, selalu tak terlepas dari soal kupu-kupu gatal
masih membekas.
Selain kupu-kupu ada beberapa petisi telah
disepakati bersama sebagai upaya gerakan
pembangkangan hal kreatifitas dalam kampus begitu
dilanjutkan. Kemudian atas nama rekan peserta dari
Palu, saudara Opik, dan Fahmi meminta untuk menjadi
tuan rumah untuk TEMU TEMAN II berikutnya. Pada
akhirnya sukses berlangsung pada tahun 2004 di Taman
Budaya Palu Sulawesi Tengah.
Penyerahan plakat oleh ketua panitia (Muh. Yasin Tunus)
pada acara penutupan Temu Teater Mahasiswa
Nusantara I
Plakat Temu Teater Mahasiswa Nusantara I
Mewujudkan mimpi ini menjadi kenyataan
tidak semudah membalikkan telapak tangan, pada
akhirnya setiap tetes peluh dan tangis terbayar dengan
berlangsungnya kegiatan Temu Teman I selama
sepekan di Kota Makassar yang berani memanjakan
lidah kita dengan olahan daging sapi menjadi Coto
Makassar yang ditukar dengan begitu banyak
pengalaman dan pembelajaran yang teramat sangat
mahal karena begitu berharga. Meskipun dibayang-
banyangi oleh berbagai keterbatasan panatia saat itu,
terkhusus pada masalah teknis. Hal ini dimaklumi oleh
panitia karena bagi mereka dengan fasilitas dan
pendanaan yang minim, peserta pasti akan merasa tidak
nyaman. Akan tetapi hal tersebut bisa diatasi dengan
keterbukaan panitia kepada semua peserta tentang
kondisi kepanitian saat itu. Bahkan ketika salah seorang
peserta TEMU TEMAN I, Sukmawati, Pimpinan Produksi
Teater Yupa Unmul Samarinda menangis saat diantar ke
pelabuhan. Dia menyesal karena selalu mengkritik
pedas panitia (khususnya Subhan Makkuaseng sabagai
Koordinator Perlengkapan) dan belakangan dia baru
tentang berbagai kendala dan permasalahan yang
dihadapi panitia, dimana Pemerintah Sulawesi Selatan
berbeda dengan Pemerintah Kalimantan Timur yang
mendukung kegiatan kesenian kampus seperti ketika
mereka sebagai penyelenggara FESTAMASIO I di
Samarinda tahun lalu.
Dan Alhamdulillah yah (ala Syahrini ☺) TEMU
TEMAN sampai saat masih berlangsung di beberapa
kota setelah Makassar, yaitu di Kota Palu (2004),
Gorontalo (2005), Banjarmasin (2006), Malang (2007),
Surabaya (2008), Singaraja-Bali (7-15 Agustus 2009),
Bogor (18-24 Oktober 2010) dan insyaallah akan
berlangsung di Riau pada tanggal 23-30 Oktober 2011.
ж
Sebuah cita-cita dari TEMU TEMAN itu sendiri
pernah diungkapkan oleh Iip Pasoloran dalam sebuah
tulisannya bahwa hal-hal yang ditawarkan TEMU
TEMAN pada saat TEMU TEMAN I adalah event
pertunjukan teater yang mengedepankan apresiasi, dan
sharing antara segenap komunitas teater kampus yang
menjadi peserta, sehingga ada semacam dialektika
intelektual yang terjadi di dalamnya. Mengapa
dialektika itu sangat diperlukan, karena banyak
perbedaan persepsi ataupun konsep yang ada di setiap
komunitas. Tidak perlu mencapai persamaan dalam hal
tersebut tetapi lebih pada bentuk kesepahaman
perbedaan yang tentunya akan memberi dampak positif
berupa ilmu pengetahuan untuk perkembangan teater
kampus di Indonesia, terciptanya transformasi
pengetahuan dan informasi antar pulau sehingga
perkembangan teater kampus di Indonesia akan bersifat
menyeluruh. Tentu ini hal yang sangat kita idam-
idamkan.
Beliau beranggapan (dan dibenarkan oleh
sebagian teman-teman di Nusantara), bahwa dengan
adanya kesamaan gagasan temu teman, mungkin ini
juga bisa mengurangi asumsi peserta untuk tidak lebih
memilih menjadikan temu teman sebagai ajang jalan-
jalan, hura-hura, foya-foya. Karena hal-hal seperti itulah
yang akan menjadi boomerang untuk kelangsungan
temu teman di masa akan datang. Tentunya semua
berharap oleh-oleh untuk lembaga masing-masing
bukan sekedar acsesoris-acsesoris unik atau kisah
asmara, tetapi ada wacana baru dan paparan yang jelas
untuk lembaga sehingga bisa melakukan langkah-
langkah strategis dalam pelaksanaan temu teman
berikutnya. Temu Teman juga seharusnya membuka
mata dan mencoba menganalisa kondisi mahasiswa
kekinian khususnya yang terlibat dalam teater kampus.
Sehingga secara tidak langsung konsep ini akan terolah
dengan pertimbangan data-data yang di dapat dari
seluruh nusantara. Jika hal ini bisa terjadi, mungkin tiap
lembaga kesenian kampus akan terus bergeliat dan
gelisah dengan temu teman. Semua akan dengan tidak
sabar menunggu berlangsungnya event yang “seksi” ini.
Temu Teman boleh berbeda bentuk item-item acaranya,
tetapi harus ada kesamaan gagasan agar tiap lembaga
bisa menularkan pada anggota-anggota barunya yang
akan menjadi penerus penggerak roda temu teman.
Sehingga bisa dijamin bahwa semua pihak
berhak mengharapkan dengan adanya dan terus
berlangsungnya event dalam skala nasional ini setiap
komunitas dapat melahirkan konsep-konsep baru,
menguatkan konsep yang ada dan menyatukan persepsi
sehingga dapat merangsang gerakan-gerakan budaya
yang kesenian yang luar biasa yang patut
diperhitungkan.
Kata KitaKata KitaKata KitaKata Kita
Iqbal Adam
"Proses persiapan sangat
menentukan.Kendala pun
bukan pada hal teknis tetapi
lebih kepada hal pendanaan".
Muh. Yasin Yunus (Achin)
“Kalau orang-orang bijak
mengatakan bahwa: Sesuatu yang
Besar berawal dari sebuah Ide
Sederhana, bahkan tempat
munculnya pun sering di tempat
yang sederhana pula, maka saya mengatakan setuju
dengan mereka. Ide TEMU TEMAN pun tercetus karena
ingin bersilaturrahmi dengan teman-teman Pekerja Seni
Kampus di seluruh Indonesia, dan ide ini pun lahir di
sebuah warung kaki lima pinggir jalan yang tepat
berada di depan sekretariat UPKSBS UMI. Tidak ada
alasan untuk tidak berbuat, karena apapun kendala dan
kesulitannya pasti akan bisa dilewati”. Saya pun ingin
berterima kasih kepada seluruh teman-teman Panitia
Temu Teman I yang dengan semangat sangat luar biasa
demi terselenggaranya Event Nasional ini, Mimit Pakasi
Dewo, Subhan Makkuaseng, Ibrahim Massidenreng, Ardi
Yusuf, Wiwin PLYT, Fardi Mattotorang, Begho, Dhedey
Walla, Yanti Ariyani, Sifa, Fadly Abduh, Fitriyani Pitto,
dan teman-teman yg lain agak susah disebutkan satu
persatu. Juga Pengurus UPKSBS saat itu, Kanda Ancha
Ardjae Lalilo, Kanda Iqbal Adam, Kanda Imran Jaya.
Yang Pasti, kami tidak pernah menyangka bahwa TEMU
TEMAN akan terus berlanjut hingga sekarang. Tiga kata
yang selalu berkumandang saat persiapan hingga akhir
kegiatan”.
Semangat...Semangat… Semangat !!!
Ibrahim Massidenreng
“Temu Teman adalah ruang
alternatif dalam proses kreatif
komunitas teater kampus se-
Nusantara, ruang alternatif terhadap teater-teater yang
dilombakan. Temu Teman sejatinya menjadi ruang
perjumpaan kebudayaan, laboratorium social dan
secara ideologis menjadi ruang berpikir yang akhirnya
dapat melahirkan teater yang berpikir pula”.
Mimit Pakasi Dewo
“ Kisah itu ternyata belum usai, dan
saya bersyukur pernah terlibat di
dalamnya”.
Imran Jaya “Imhe”
“Lanjutkan perjuangan Temu Teman
sehingga tidak hanya menjadi
sekedar “omongan”.
Muchlis “Moch”
“Temu Teman sebagai ruang
berpikir, mengeksplor metode
dan mengapresiasikan setiap
potensi gagasan yang bersifat independen, dalam arti
memiliki cirri dan pola yang berbeda dalam
berkesenian. Disisi lain, Temu Teman adalah wadah
silaturrahmi mahasiswa pecinta teater di seluruh
kampus di Indonesia. Temu Teman bukanlah ajang yang
bersifat bisnis maupun entertain”.
Alfiandy “Begho” Abdullah
“Panitia yang tidak pernah
menyerah baik dalam peregistrasian
peserta, pencarian dana, hingga
tempat acara pementasan itu
sendiri. Walaupun ada uang
proposal yg sempat hilang (cukup besar hitungannya
buat kalangan mahasiswa dulu, entah sekarang,
mungkin hanya dengan tutup mata sudah bisa
tergantikan). Saya pribadi merasa tidak nyaman ketika
itu karena disebabkan oleh dua hal, yaitu karena adanya
pemungutan biaya administrasi di Gedung Kesenian
Makassar setiap kali pementasan dan adanya kupu-
kupu di sekitar lokasi penginapan TEMU TEMAN I,
hampir semua peserta dan panitia merasa terganggu
sehingga harus mandi berkali-kali untuk menghilangkan
rasa gatal di badan”.
Iip Pasoloran
“...karena TEMU TEMAN adalah sebuah gagasan yang
sederhana tapi mampu berdiri dan berjalan sampai saat
ini walaupun terseok-seok. Biarlah TEMU TEMAN hadir
di tengah sesaknya gemerlap festival teater, mungkin dia
sebagai pilihan alternatif atau bahkan tempat pelarian
saja. Tetapi semoga kehadirannya lebih bermanfaat
untuk geliat teater kampus yang sering dijuluki “teater
amatir” itu”.
Ж
Biografi PenulisBiografi PenulisBiografi PenulisBiografi Penulis
Amah Carpova yang bernama lengkap
Marhamah Halim lahir pada tanggal
20 Mei. Putri pasangan dari Bapak
Drs. Abd. Halim Saddi dan Ibu Maryam
ini menghabiskan masa kecilnya di
Kota Raha, Sulawesi Tenggara.
Melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Modern
Rahmatul Asri di Kota Enrekang karena mengikuti orang
tua yang dipindahtugaskan. Menghabiskan masa “putih
abu-abu” di Sekolah Menengah Analisis Kimia Makassar.
Putri sulung dari lima bersaudara ini sedang
menjalankan pendidikan di bangku kuliah di Universitas
Muslim Indonesia Fakultas Kesehatan Masyarakat.
top related