cover ampe daftar isi-lia
Post on 19-Jan-2016
100 Views
Preview:
TRANSCRIPT
SKRIPSI
PENGARUH PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI
PADA PEKERJA PABRIK SENTRA INDUSTRI TAHU KALISARI TERHADAP TIMBULNYA DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA
Oleh :
Aulia Dyah Febrianti
G1A009002
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO2013
LEMBAR PENGESAHAN
PENGARUH PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI
PADA PEKERJA PABRIK SENTRA INDUSTRI TAHU KALISARI TERHADAP TIMBULNYA DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA
Oleh :
Aulia Dyah FebriantiG1A009002
SKRIPSI
Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelarSarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
Disetujui dan disahkanPada tanggal, April 2013
Pembimbing I
dr. Lilik Karsono , Sp. KK NIP. 19591009.198801.1.001
Pembimbing II
dr. Nendyah Roestijawati , M KK NIP. 19701110.2008001.2.026
Mengetahui :
Dekan Fakultas Kedokterandan Ilmu Ilmu Kesehatan
dr. Retno Widiastuti, MSNIP. 19481015.197602.2.001
Ketua Jurusan Kedokteran
dr. Joko Setyono, MSc.NIP. 19720719.200212.1.001
ii
PENGARUH PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI
PADA PEKERJA PABRIK SENTRA INDUSTRI TAHU KALISARI TERHADAP TIMBULNYA DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA
Aulia Dyah Febrianti
ABSTRAK
Latar belakang : Sebagai sektor industri informal, industri tahu memiliki ciri yaitu dapat menimbulkan risiko bahaya pekerjaan yang tinggi, rendahnya perhatian terhadap pelayanan kesehatan, rendahnya kesadaran terhadap faktor risiko kesehatan kerja, dan jam kerja yang panjang.
Tujuan : Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh pengetahuan dan perilaku penggunaan Alat Pelindung Diri dengan kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja tahu Kalisari.
Metode : Penelitian ini menggunakan rancangan analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan pada bulan Februari-Maret 2013. Jumlah responden yang memenuhi kriteria inklusi adalah 101. Data penelitian bersumber dari kuesioner, pemeriksaan klinis, dan data desa Kalisari. Sampel penelitian diperoleh dengan cara total sampling. Analisis statistik yang digunakan adalah uji bivariat chi square.
Hasil : Prevalensi DKAK pada pekerja tahu Kalisari adalah 84,2%. Hasil uji chi square menunjukkan tidak terdapat pengaruh pengetahuan pemakaian APD dengan kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja industri tahu Kalisari dengan nilai p 0,755 x2 hitung 0,097 (IK 95%). Sebanyak 100 % responden memiliki perilaku pemakaian alat pelindung diri tidak baik.
Kesimpulan : Tidak terdapat pengaruh pengetahuan pemakaian alat pelindung diri pada pekerja sentra industri tahu desa Kalisari dengan kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja sentra industri tahu Kalisari. Sebanyak 100 % responden penelitian memiliki perilaku pemakaian Alat Pelindung Diri yang tidak baik.
Kata kunci : Pengetahuan, Perilaku Alat Pelindung Diri, Dermatitis Kontak Akibat Kerja (DKAK)
iii
THE INFLUENCE OF KNOWLEDGE AND BEHAVIOR USEOF PERSONAL PROTECTIVE EQUIPMENT ON FACTORY WORKERS
OF TOFU INDUSTRIAL CENTER ON KALISARITO THE OCCURRENCE OF OCCUPATIONAL CONTACT DERMATITIS
Aulia Dyah Febrianti
ABSTRACT
Background: As an informal sector industry, the industry of tofu Kalisari characterized by high risk of occupational hazards, lack of attention to health care, lack of awareness of health risk factors, and long working hour.
Objective: This study aimed to determine the effect of knowledge and behavior use personal protective equipment to occurrence occupational contact dermatitis to the factory workers of tofu industrial center Kalisari
Methods: This is an observational analytic with cross-sectional design. The study was conducted in February-Maret 2013. The number of respondents was101 based on inclusion criterias. Research data were sourced from questioner, clinical examination, and data Kalisari’s village. The research samples were obtained by total sampling. Statistical analysis used was bivariate chi-square test.
Results: The prevalence of OCD in workers tofu Kalisari was 84.2%. The results of chi-square test showed there wasn’t an effect of knowledge and behavior use personal protective equipment to the occurrence of OCD to the factory workers tofu Kalisari with p0,755, x2value 0,097(CI 95%). All of respondents own behavior and the using Personal Protective Equipment wasn’t good.
Conclusion: There wasn’t an effect of knowledge and behavior use personal protective equipment to occurrence of occupational contact dermatitis to the factory workers industrial center tofu Kalisari. All of respondents own behavior and use Personal Protective Equipment wasn’t good.
Keywords : Knowledge, Behaviour Use of Personal Protective Equipment, Occupational Contact Dermatitis (OCD)
iv
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Pengetahuan Dan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada
Pekerja Pabrik Sentra Industri Tahu Kalisari Terhadap Timbulnya Dermatitis
Kontak Akibat Kerja”.
Skripsi ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam memperoleh gelar Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu-
Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Selama proses
penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan, bimbingan, masukan, serta
dukungan yang berarti dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan terimakasih, penghargaan, serta rasa hormat kepada :
1. dr. Retno Widiastuti, MS selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu
Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto yang telah berkenan
memberikan izin kepada peneliti untuk menyelesaikan skripsi.
2. dr. Joko Setyono, MSc selaku Ketua Jurusan Kedokteran Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto yang telah berkenan memberikan izin kepada peneliti
untuk menyelesaikan skripsi.
3. dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK selaku penelaah yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan masukan, saran, dan nasehat dalam penyusunan
skripsi ini.
v
4. dr. Lilik Karsono, Sp.KK selaku pembimbing I yang berkenan meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, perhatian, saran, nasehat,
bantuan dan masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
5. dr. Nendyah Roestijawati, MKK selaku pembimbing II yang berkenan
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, perhatian,
saran, nasehat, bantuan dan masukan kepada penulis dalam penyusunan
skripsi ini.
6. dr. Hidayat Sulistyo, Sp.PA, Msi.Med selaku wakil tim komisi dan ketua tim
komisi yang berkenan memberikan saran dan izin dalam penelitian dan
penyempurnaan skripsi ini.
7. Warga desa sentra Industri Tahu Kalisari kecamatan Cilongok yang telah
bersedia menjadi responden penelitian.
8. Kepala Desa Kalisari, Bapak H. Wibowo yang telah memberikan izin dan
dukungannya kepada peneliti untuk dapat melakukan penelitian di desa
Kalisari
9. Seluruh perangkat desa Kalisari dan Ibu Sri Handayani yang selalu
memberikan dukungan dan bantuan penuh selama penelitian ini berlangsung.
10. Seluruh dosen dan staf Jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu-
Ilmu Kesehatan Unsoed Purwokerto yang telah memberikan bekal ilmu
dalam penyusunan skripsi ini.
11. Pihak RSUD Margono Soekarjo atas bantuan dan kerja samanya dalam
melakukan penelitian serta pihak poli Kulit dan Kelamin RSUD Margono
Soekarjo khususnya Mas Diaz Prasmanto, Ibu Nuning, dan Ibu Ipung yang
telah memberikan bantuan dalam melakukan penelitian.
vi
12. Orang tua penulis tercinta yaitu DR. IR. Agus Suyanto,SU dan Asri
Ambarwati,SH, adik penulis (Baniarga Prabowo), serta keluarga besar penulis
yang selalu memberikan doa, semangat, dukungan moral maupun materi serta
selalu mendorong penulis untuk pantang putus asa. Penulis persembahkan
skripsi ini untuk mereka yang tiada henti memberikan dukungannya.
13. Sahabat penulis tersayang Lawax and Family, Semba Anggen, Siska Lia,
Prasastie, Ryan Aprilian, Noviana, Mba Syifa Rakhmi, Mba Fadilla
Ayuningtyas, Aisyah Aini, Ringgit Restu Wianti, Rossa Aulia Firdaus, dan
Fitriyani Maulidiyati yang selalu menghibur, menyemangati, dan memberikan
motivasi selama proses penyusunan skripsi ini, serta bantuan tenaga dalam
persiapan dan penyelenggaraan seminar.
14. Teman-teman seperjuangan angkatan 2009 dan semua pihak yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan dan bantuan
kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Penulis berharap
skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca serta perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang kedokteran.
Purwokerto, April 2013
Penulis
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI…………...………………………………………………….. viiiDAFTAR GAMBAR……………………………………………………..... xDAFTAR TABEL …………………………………………………………DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….
xixii
I. PENDAHULUAN…………………………………………………...A. Latar Belakang……………………………………………………B. Perumusan Masalah…………………………………………….C. Tujuan Penelitian…………………………………………………D. Manfaat Penelitian………………………………………………..
11445
II. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………….....A. Penyakit Akibat Kerja….…………..………………………….....B. Dermatitis Kontak Akibat Kerja………………...………………..
1. Dermatitis Kontak Iritan……………………………………..2. Dermatitis Kontak Alergi…………………………………….3. Epidemiologi………………………………….……………...4. Etiologi……………………………………..……....………...5. Faktor Resiko………………………………………………..6. Gejala Klinis………………………………………………….7. Penegakkan Diagnosis………………………………………..8. Pengobatan………………………………...………………….9. Prognosis…………………………………………………….
C. Fisiologi Kulit ……………………...…………………………….D. Proses Pembuatan Tahu Desa Kalisari…...………………………E. Kerangka Teori……………………………...……………………F. Kerangka Konsep ……………………………...………………...G. Hipotesis………………………………………………………….
7788
10121313191923262728303131
III. METODE PENELITIAN…………………………………………...A. Rancangan Penelitian…………………………………………….B. Populasi dan Sampel....……………….………………..................C. Variabel Penelitian………………………………………………D. Definisi Operasional Variabel…………………………………...E. Pengumpulan Data……………………………………………......F. Tata Urutan Kerja…………………………..………………….....G. Analisis Data……………………………………….……………..H. Waktu dan Tempat Penelitian……………………………………
333333343436363939
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………….......A. Hasil Penelitian……………………………………………...........
1. Analisis Univariat.......................................................................2. Analisis Bivariat....……………….………………....................
40404043
viii
B. Pembahasan………………………………………………...........C. Keterbatasan Penelitian ………………………………….............
4451
V. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………..A. Kesimpulan……………………………………………………..B. Saran…………………………………………………………….
525252
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….. 54LAMPIRAN………………………………………………………………. 58
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Pemeriksaan Patch Test…………....................................... 21Gambar 2.2. Anatomi Kulit …………….………………..………….... 28
ix
Gambar 2.3Gambar 2.4
Kerangka Teori……………………………………………Kerangka Konsep Penelitian...............................................
3031
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Karakteristik Responden.................................................. 40Tabel 4.2. Prevalensi Dermatitis Kontak Akibat Kerja (DKAK) pada 41
x
Pekerja Sentra Industri Tahu Kalisari................................Tabel 4.3. Pengetahuan Pekerja Terhadap Pemakaian Alat Pelindung
Diri (APD)……………………………………..................41
Tabel 4.4. Perilaku Pemakaian Alat Pelindung Diri pada Pekerja Sentra Industri Tahu Kalisari……………………………
42
Tabel 4.5. Pengaruh Pengetahuan Pekerja pada pemakaian Alat Pelindung Diri terhadap timbulnya Dermatitis Kontak Akibat Kerja........................................................................
43
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Informasi Penelitian……….………………....... 58Lampiran 2. Persetujuan Responden Penelitian………………….…... 59
xi
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian…………………………..………... 60Lampiran 4. Kriteria Mathias………………………………................ 62Lampiran 5Lampiran 6
Validitas dan Reliabilitas Kuesioner……………………Hasil Analisis Laru………………...…............................
6970
Lampiran 7. Analisis Univariat............................................................. 71Lampiran 8Lampiran 9
Analisis Bivariat ………………………………………..Dokumentasi Penelitian………........................................
7274
Lampiran 10Lampiran 11
Dokumentasi Aktivitas Pekerja Kalisari………………..Data Responden Penelitian…..……….………………....
7879
xii
1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang berhubungan kuat dengan
pekerjaan atau lingkungan kerja yang dapat menurunkan produktivitas
pekerja, menurunkan kualitas hidup, serta meningkatkan biaya kerja (Anis,
2005; International Labour Organization, 2005; Direktorat Bina Kesehatan
Kerja Depkes RI, 2007). International Labour Organization (ILO)
memperkirakan 270 juta pekerja wanita dan pria di dunia mengalami masalah
kesehatan yang berkaitan dengan pekerjaan (Shengli, 2007).
Penyakit dermatitis merupakan 10 besar penyakit akibat kerja (PAK)
di dunia sejak tahun 1982. Studi epidemiologi yang dilakukan oleh Riset
Kesehatan Dasar (RIKESDAS) pada tahun 2007 melaporkan bahwa
prevalensi nasional dermatitis kontak adalah 6,8%. Data Dinas Kesehatan
Kabupaten Banyumas pada tahun 2009 menyebutkan bahwa dermatitis
termasuk golongan sepuluh besar penyakit rawat jalan puskesmas Kabupaten
Banyumas (Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan Dinas Kesehatan
Kabupaten Banyumas, 2009).
Salah satu pekerjaan yang memiliki resiko terjadinya dermatitis kontak
akibat kerja adalah pekerja pabrik tahu. Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh Roebidin, Samsul, dan Nurullita di pabrik tahu Jomblang
sebanyak 75 % pekerja tahu Jomblang mengalami dermatitis kontak akibat
kerja.. Banyaknya para pekerja tahu Jomblang yang mengalami dermatitis
kontak akibat kerja disebabkan oleh perilaku pemakaian alat pelindung diri
1
2
yang tidak baik, hygiene personal yang buruk, serta lamanya masa kerja para
pekerja pabrik tahu Jomblang (lebih dari enam tahun).
Salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk mengurangi terjadinya
resiko terjadinya dermatitis kontak akibat kerja adalah dengan pemakaian Alat
Pelindung Diri (APD). Pemakaian alat pelindung diri selama bekerja
merupakan suatu hal yang wajib dipenuhi oleh semua kelompok industri untuk
mencegah terjadinya resiko penyakit akibat kerja, salah satu diantaranya
adalah dermatitis kontak (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor: Per/Men/2006 Tentang Alat Pelindung Diri).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Roebidin, Samsul, dan Nurullita (2006)
melaporkan bahwa 52 orang pekerja yang bekerja di sentra industri tahu di
kelurahan Jomblang kecamatan Candi Sari kota Semarang, 22 orang pekerja
yang memakai Alat Pelindung Diri (APD) tidak mengalami dermatitis.Salah
satu faktor yang berpengaruh terhadap perilaku pemakaian alat pelindung diri
adalah pengetahuan.Pengetahuan pekerja terhadap alat pelindung diri yang
tidak baik merupakan cerminan pemahaman pekerja dalam bertindak ketika
melakukan pekerjaan.Sikap yang baik didasarkan pengetahuan yang baik
dapat membuat pekerja melakukan tindakan yang baik (Situmeang, 2008).
Berdasarkan hasil observasi peneliti, sentra industri tahu desa Kalisari
Kecamatan Cilongok adalah sentra industri tahu berskala rumah tangga yang
sudah ada sekitar tahun 1960.Jumlah pabrik tahu Kalisari yang masih
produktif hingga kini berjumlah sekitar 50 pabrik dengan jumlah pekerja
berkisar 2 hingga 4 orang.Pekerjasentra industri tahu Kalisari adalah anggota
keluarga pemilik pabrik, sanak saudara dari pemilik pabrik tahu,serta warga
3
desa tetangga. Sistem pembagian kerja sentra tahu Kalisari masih belum bisa
terorganisasi dengan baik. Rata-rata masa kerja para pekerja di industri tahu
sudah bekerja lebih dari 6 tahun, namun ada pula diantara pekerja yang baru
bekerja selama satu hingga dua tahun.
Proses pembuatan tahu di desa Kalisari sedikit berbeda dengan proses
pembuatan tahu di kelurahan Jomblang kota Semarang. Sentra industri tahu
Jomblang menggunakan air cuka yang berperan dalam proses fermentasi
pembuatan tahu, namun sentra industri tahu Kalisari menggunakan laru (biang
tahu) yang akan berperan dalam proses fermentasi. Peneliti telah melakukan
pengujian sampel laru yang digunakan pada sentra industri tahu Kalisari dan
didapatkan hasil bahwa sampel pada masing-masing laru memiliki pH
berkisar 4,06 hingga 4,11. Hasil uji sampel laru tersebut menunjukkan bahwa
laru (biang tahu) yang digunakan pada sentra industri tahu Kalisari bersifat
asam. Laru yang berperan sebagai bahan fermentasi bersifat sebagai bahan
iritan yang dapat menyebabkan dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja
tahu Kalisari. Pekerja pabrik sering mengeluhkan mengenai kondisi kulitnya
yang kering, pecah-pecah, dan terasa gatal. Keluhan tersebut sudah mereka
anggap sebagai suatu masalah kulit yang biasa. Selain itu, penelitian di pabrik
tahu mengenai masalah kesehatan belum pernah dilakukan. Berdasarkan latar
belakang tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian mengenai dermatitis
kontak akibat kerja pada sentra industri tahu desa Kalisari Kecamatan
Cilongok Kabupaten Banyumas.
4
B. PERUMUSAN MASALAH
Adakah pengaruh pengetahuan dan perilakupenggunaaan alat pelindung diri
pada pekerja pabrik tahu Kalisari terhadap timbulnya kejadian dermatitis
kontak akibat kerja pada pekerja sentra industri tahu desa Kalisari kecamatan
Cilongok kabupaten Banyumas ?
C. TUJUAN DAN MANFAAT
C.1 Tujuan Penelitian
C.1.1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh pengetahuan dan perilaku penggunaan
penggunaan alat pelindung diri dengan kejadian dermatitis kontak
akibat kerja pada pekerja sentra industri tahu desa Kalisari kecamatan
Cilongok kabupaten Banyumas.
C.1.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahuiprevalensi dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja
sentra industri tahu desa Kalisari kecamatan Cilongok kabupaten
Banyumas tahun 2013.
2. Mengetahui pengaruh pengetahuan pekerja sentra industri tahu
Kalisari pada alat pelindung diri terhadap kejadian dermatitis kontak
akibat kerja.
3. Mengetahui pengaruh perilaku pekerja sentra industri tahu Kalisari
pada alat pelindung diri terhadap kejadian dermatitis kontak akibat
kerja.
5
C.2 Manfaat Penelitian
C.2.1. Manfaat Teoritik
Menambah khasanah ilmu pengetahuan kedokteran khususnya di
bidang ilmu kulit dan kelamin tentang pengaruh pengetahuan dan
perilaku penggunaan alat pelindung diri terhadap timbulnya penyakit
dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja pabrik sentra industri tahu
Kalisari Cilongok.
C.2.1. Manfaat Praktis
a. Bagi masyarakat
Sebagai sumber informasi tentang dermatitis kontak akibat kerja
sehingga dapat berperan dalampencegahan serta pengobatan
penyakit dermatitis kontak akibat kerja.
b. Bagi peneliti
Sebagai sumber informasi dan pengetahuan tentang dermatitis
kontak akibat kerja.
c. Sarana Kesehatan
Sebagai sumber informasi mengenai prevalensi dermatitis kontak
akibat kerja pada pekerja tahu Kalisari sehingga dapat berperan
serta melakukan upaya pencegahan terhadap timbulnya dermatitis
kontak akibat kerja.
d. Bagi pekerja industri tahu Kalisari
Menambah pengetahuan mengenai dermatitis kontak akibat kerja
sehingga dapat mendorong perubahan perilaku pekerja pabrik
6
tahu Kalisari untuk menjaga kesehatan tubuh dari terjangkitnya
dermatitis kontak akibat kerja.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Akibat Kerja
Menurut Keputusan Presiden RI No. 22 Tahun 1993 pasal 1 tentang
penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, penyakit akibat kerja adalah
penyakit yang disebabkan karena pekerjaan atau lingkungan kerja yangdapat
dicegah dengan melakukan tindakan-tindakan preventif di tempat kerja.
Terdapat dua elemen pokok penyakit akibat kerja diantaranya terdapat
hubungan antara pajanan dengan penyakit dan adanya fakta bahwa frekuensi
kejadian penyakit pada populasi pekerja lebih tinggi daripada masyarakat
umum.
Penyakit Kulit Akibat Kerja (PKAK) atau occupational contact
dermatitis (OCD) adalah tipe penyakit kulit akibat kerja yang paling sering
terjadi.Occupational dermatitis dapat disebabkan oleh penyebab fisik,
kimiawi, dan biologi.Dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi
termasuk dalam occupational contact dermatitis. Penyakit dermatitis
kontakakibat kerja paling sering terjadi pada bagian tubuh yang sering
mengalami kontak dengan bahan-bahan iritan misalnya di telapak tangan,
lengan, dan kaki (Frosch et al,. 2011). Dermatitis pada tanganmewakili80%
sampai 90% dari semuaOCD.Hal tersebut disebabkankarena para
pekerjabanyak menggunakan tanganuntuk melakukan tugasdan berinteraksi
denganlingkungan kerja.Gesekanberulang,sertapemaparan berulang
terhadapair, sabun daniritasilainnyadapat menyebabkandermatitis kontak iritan
akibat paparan pada tempat kerja (Lampel, 2011).
7
8
B. Dermatitis Kontak Akibat Kerja
1.Dermatitis Kontak Iritan
a. Definisi
Menurut World Allergy Organization dermatitis kontak iritan
merupakan suatu bentuk peradangan di kulit yang dapat bertahan dalam
jangka waktu lama yang dapat muncul akibat terpapar oleh bahan yang
bersifat iritan misalnya deterjen dan air (World Allergy Organization,
2012). Berdasarkan jenis bahan iritannya, dermatitis kontak iritan dapat
dibedakan menjadi dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis kontak
iritan kronik (kumulatif).Dermatitis kontak iritan akut adalah kerusakan
kulit oleh bahan iritan yang terjadi hanya dalam satu kali pajanan oleh
agen iritan kuat misalnya sulfat, nitrat, klorida, kalium hidroksida,natrium
dan kalium sianida.Dermatitis kontak iritan kumulatif terjadi akibat
paparan berulang agen iritan lemah seperti air, deterjen, pelarut organik,
dan sabun yang dapat mengakibatkan kulit menjadi gatal, kering, bersisik
dan biasanya dapat ditemukan pada tangan (John, 2004).
b. Patomekanisme
Iritasi akan menimbulkan reaksi yang signifikan pada epidermis
ketika dalam konsentrasi bahan iritan cukup untuk menimbulkan reaksi
pada kulit. Iritasi pada kulit dapat disebabkan oleh paparan bahan yang
bersifat asam kuat, asam lemah, basa kuat, basa lemah, mikrotrauma, dan
iritasi fisik (Belsito,2005). Pelarut asam dan basa dapat menyebabkan
iritasi pada kulit karena dapat menghilangkan lemak esensial dan minyak
dari kulit yang meningkatkan kehilangan air transepidermal dan membuat
9
kulit lebih rentan terhadap efek toksik langsung (Watkins et al., 2009).
Contoh mikrotrauma yang dapat menghasilkan iritasi kulit adalah
fiberglass yang dapat menghasilkan pruritus dengan peradangan terlihat
minimal pada individu yang rentan. Selain itu, banyak daun tanaman dan
batang tanaman yang dapat menghasilkan trauma langsung pada kulit.
Iritasi fisik misalnya dapat disebabkan oleh gesekan, bahan iritan yang
berbutir kasar, oklusi, dan deterjen seperti sodium lauryl sulfate (Fluhr et
al., 2005).
Mekanisme munculnya dermatitis kontak iritan berkaitan dengan
dua mekanisme. Mekanisme pertama sistem sel yang rusak karena adanya
absorpsi langsung oleh membran sel akibat masuknya bahan iritan ke
dalam sel kulit. Mekanisme kedua setelah sel kulit tersebut mengalami
kerusakan maka akan merangsang pelepasan sel T maupun sel mast
secara non spesifik. Enzim fosfolipase akan mengeluarkan asam
arakidonat yang akan dirubah oleh enzim siklooksigenase dan enzim
lipooksigenase. Perubahan akibat enzim siklooksigenase akan
menghasilkan prostaglandin dan trombokinase yang dapat menyebabkan
dilatasi pembuluh darah dan dapat menimbulkan rasa sakit akibat
merangsang sistem saraf. Enzim lipooksigenase dapat merubah asam
arakidonat menjadi leukotrien yang dapat meningkatkan permeabilitas
pembuluh vaskuler sehingga dapat menimbulkan bengkak serta berefek
kemotaktik kuat terhadap eosinofil, neutrofil, dan makrofag (Sumantri et
al., 2011).
10
Patogenesis dermatitis kontak iritan melibatkan berbagai interaksi
dari sel epidermis, fibroblas dermal, sel endotel, dan leukosit di bawah
kendali jaringan sitokin dan mediator lipid. Keratinosit berperan penting
dalam inisiasi dan reaksi kulit inflamasi melalui pelepasan dan tanggapan
terhadap sitokin.Keratinosit dapat melepaskan TNFα sehingga dapat
mengaktivasi sel T, makrofag, granulosit, menginduksi ekspresi molekul
adesi sel, dan memicu pelepasan sitokin (Sularsitodan Suria2007).Sitokin
yang berperan dalam inflamasi akut adalah histamin, serotonin,
prostaglandin, dan leukotrien. Sitokin yang berperan dalam inflamasi
kronis adalah IL-1,IL-2, IL3 dan TNFα (Jacobs et al., 2006). Keratinosit
juga dapat membuat molekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel-1
(ICAM-1). Molekul adhesi intersel 1 akan mempromosikan infiltrasi
leukosit ke dalam epidermis sehingga memicu reaksi inflamasi kulit
(Heinemann et al., 2005).
2.Dermatitis Kontak Alergi
a. Definisi
Dermatitis kontak alergi adalah suatu peradangan kulit yang timbul setelah
kontak dengan allergen melalui proses sensitisasi akibat terjadinya reaksi
hipersensitivitas tipe lambat terhadap suatu alergen eksternal
(Siregar,2004).
b. Patomekanisme
1. Fase sensitisasi
Dermatitis kontak alergi dimulai dari fase sensitisasi. Molekul
kimia yang memiliki berat molekul yang rendah, bersifat lipofilik, dan
11
sangat reaktif dapat menembus stratum korneum. Molekul tersebut
akan ditangkap oleh sel langerhans dengan cara pinositosis dan akan
diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom atau sitososl kemudian
akan dikonjugasikan pada molekul HLA-DR menjadi antigen lengkap.
Antigen akan meninggalkan epidermis dan bermigrasi ke limfe nodi
regional melalui aferen limfatik (Sularsito dan Suria, 2007).
Sel langerhans mempresentasikan kompleks HLA-DR antigen
kepada sel T penolong spesifik di dalam kelenjar limfe, yaitu yang
mengekspresikan molekul CD4 yang mengenali HLA-DR sel
langerhans dan kompleks reseptor sel T-CD 3 yang mengenali antigen
setelah diproses (Belsito, 2005). Sel langerhans mensekresi IL-1 yang
menstimulasi sel T untuk mensekresi IL-2 dan mengekspresikan
reseptor IL-2. IL-2 akan menstimulasi proliferasi sel T spesifik
sehingga menjadi sel T memori (sel T teraktivasi). Sel T teraktivasi
akan meninggalkan kelenjar getah bening dan beredar ke seluruh tubuh
sehingga membuat individu menjadi tersensitisasi (Sularsito dan Suria,
2007).
2. Fase elisitasi
Fase elisitasi terjadi apabila individu terpapar kembali oleh
pajanan dari antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah
tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel langerhans akan
mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2.
Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan
INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1
12
(intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan
limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan
mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin
sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat
(Belsito,2005).
Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti
eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis. Sel-
selefektordan sitokinproinflamasiakan menyerangepidermisdan
menghasilkan gambaran klinis dermatitis dalam waktu 8 sampai48
jam. Proses ini dapat berlangsung selama beberapa hari atau minggu,
sampai sel penekan yang mengeluarkan IL-4 dan IL-10 yang akan
bertugas untuk mengambil alih dan menghambat reaksi. Dermatitis
kontak alergi terdapat gejala pruritus sebagai gejala kardinalnya. Pada
individu yang peka, konsentrasi alergen yang dibutuhkan untuk
menginduksi lesi mungkin sangat rendah (Sularsito dan Suria, 2007).
3. Epidemiologi
Dermatitis kontak akibat kerja dapat diderita oleh semua orang dari
berbagai golongan usia, ras, dan jenis kelamin. Jumlah penderita dermatitis
kontak akibat kerja diperkirakan cukup banyak, namun sulit untuk
diketahui jumlahnya. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita
yang tidak datang berobat dengan kelainan ringan (Sularsito dan Suria,
2007). Slodownik, Lee, dan Nixon(2008) menyatakan bahwa berdasarkan
survey tahunan yang telah dilakukan The National Institute of Occupation
Safety Hazards (NIOSH) sejak tahun 1975 memperkirakan angka kejadian
13
dermatitis kontak akibat kerja yang sebenarnya adalah 20 hingga 50 kali
lebih tinggi dari kasus yang telah dilaporkan.
Survey yang dilakukan oleh RISKESDAS pada tahun 2007 mendapati
bahwa 14 provinsi di Indonesia mempunyai prevalensi dermatitis kontak
di atas prevalensi nasional. Provinsi yang dimaksud diantaranya Nanggroe
Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Bengkulu, Bangka Belitung, DKI
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi
Tengah, dan Gorontalo (Riset Kesehatan Dasar, 2008).
4. Etiologi
Menurut Keefner dan Curry(2004)kelompok bahan iritan yang dapat
menyebabkan dermatitis kontak akibat kerja adalah
a. Asam kuat (Hidroklorida, hidroflorida, asam nitrat, asam sulfat)
b. Basa kuat (Kalsium hidroksida, kalium hidroksida, natrium hidroksida)
c. Detergen
d. Etilen oksida
e. Fiber glass
f. Air
g. Pelarut – pelarut organic
h. Agen oksidator
i. Serpihan – serpihan kayu
5. Faktor resiko penyebab munculnya dermatitis kontak akibat pekerjaan
a.Faktor eksogen (Faktor ekstrinsik)
1) Sifat kimia bahan iritan
14
Sifat kimia bahan iritan terdiri dari pH, konsentrasi, ukuran molekul,
jumlah, polarisasi, ionisasi, bahan dasar, kelarutan. Semakin larutan
memiliki pH yang rendah atau memiliki derajat keasaman yang tinggi
semakin larutan tersebut memiliki kemampuan untuk dapat
menimbulkan iritasi pada kulit (Wolff et al., 2008).
2) Sifat dari pajanan
Sifat dari pajanan terdiri dari jumlah, konsentrasi, lamanya pajanan dan
jenis kontak, dan jaraknya setelah pajanan sebelumnya.Umumnya
waktu pajanan yang lama dan volume yang besar dapat meningkatkan
penetrasi (Wolff et al., 2008).Pada penelitian yang dilakukan oleh
Nuraga et al (2008) semakin lama kontak dengan bahan – bahan iritan
maka peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan
kelainan di kulit.
3) Lingkungan
Lingkungan terdiri dari kelembaban yang rendah dan suhu yang dingin
yang dapat menurunkan kadar air dalam stratum korneum. Suhu yang
dingin dapat menurunkan kelenturan lapisan tanduk sehingga
menyebabkan retaknya stratum korneum. Oklusi dapat meningkatkan
kadar air stratum korneum sehingga menurunkan fungsi efisien
sawarnya sehingga absorpsi zat-zat percutaneous dapat meningkat
(Wolff et al., 2008).
4) Faktor Pekerjaan
Berbagai pekerjaan memiliki pajanan yang bersifat iritan yang dapat
menimbulkan dermatitis akibat kerja.Diantaranya nelayan dimana
15
bahan iritan yang mengiritasi berupa air laut yang dapat menimbulkan
keluhan dermatitis kontak iritan berupa kulit kering, eritema, dan kulit
menjadi keriput.Selain itu profesi seperti pedagang, koki, masinis,
pelukis,paramedis, dan penata rambut (Frosch et al.,2011).
b.Faktor endogen (Faktor instrinsik)
1) Ras atau Suku
Belum terdapat penelitian yang mengatakan bahwa jenis kulit
mempengaruhi berkembangnya dermatitis kontak iritan secara
signifikan.Karena eritema sulit diamati pada kulit gelap (Wolff et al.,
2008).Individu berkulit gelap seperti orang Afrika akan memperlihatkan
respon iritasi yang besar (Taylor et al., 2009). Menurut Gilles et aldalam
Situmeang(2008)menyatakan bahwa orang berkulit hitam tahan terhadap
lingkungan industri karena kulitnya kaya akan melanin (Situmeang, 2008).
2) Jenis kelamin
Kerentanan kulit untuk menimbulkan iritasi tidak berbeda antara jenis
kelamin pria dan wanita. Menurut Diepgen et al dalam Partogi (2008),
perempuan lebih mudah terpapar bahan iritan berupa alkali dan deterjen
dan akan lebih sensitif bila dalam keadaan premenstruasisehingga
hubungan jenis kelamin berpengaruh terhadap timbulnya dermatitis
kontak masih belum jelas (Partogi, 2008). Menurut Meding dalam
Gotama (2006) tingginya prevalensi dermatitis kontak pada perempuan
disebabkan banyaknya pajanan pada saat bekerja maupun pajanan yang
bukan berasal dari pekerjaannya (Gotama, 2006).
3) Usia
16
Menurut Cohen dalam Lestari dan Harry (2007) menyebutkan bahwa
seiring dengan bertambahnya usia, kulit manusia akan mengalami
degenerasi yang menyebabkan kulit akan kehilangan lapisan lemak di
atasnya dan menyebabkan kulit menjadi kering Kekeringan pada kulit
dapat menyebabkan bahan iritan dengan mudah masuk ke dalam kulit
untuk menimbulkan iritasi (Lestari dan Harry, 2007). Pada penelitian
dermatitis kontak pada pekerja industri yang telah dilakukan oleh
Lestari dan Hari pada tahun 2007 dari 43 sampel didapatkan hasil
pengamatan berupa 60,5% atau sebanyak 26 orang yang berusia kurang
dari 30 tahun positif mengalami dermatitis kontak (Lestari dan Harry,
2007). Belsito (2005) menyebutkan bahwa predisposisi dermatitis
kontak pada usia muda (kurang dari 25 tahun) bisa saja meningkat
dibandingkan bila terjadi pada usia tua (lebih dari 60 tahun). Hal ini
dapat disebabkan pekerja usia muda bisa mengalami kontak dengan
bahan iritan jauh lebih sering dibandingkan dengan pekerja usia tua.
Selain itu dalam bekerja pekerja yang berusia tua lebih banyak memberi
perhatian terhadap keselamatan selama bekerja dengan menggunakan
alat pelindung diri (Belsito,2005).
4) Dermatitis atopic
Penderita dermatitis atopic rentan terhadap timbulnya iritasi akibat
menurunnya tingkat resistensi lapisan epidermis. Sehingga kulit akan
mengalami iritasi apabila terpajan oleh bahan – bahan iritan yang
berasal dari lingkungan (Gotama, 2006).
5) Pengetahuan
17
Menurut Notoatmodjo pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang
terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu.
Menurut Notoatmodjo (2010) terdapat enam tingkat pengetahuan yaitu :
a.Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Contoh,
dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada
anak balita (Notoatmodjo, 2010).
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi
tersebut secara benar. Contoh, menyimpulkan meramalkan, dan
sebagainya terhadap obyek yang dipelajari. Misalnya dapat
menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi
(Notoatmodjo, 2010).
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).
Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-
hukum, rumus, metode, prinsip, dan menggunakan rumus statistik
dalam menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah
kesehatan dari kasus pemecahan masalah (problem solving cycle) di
18
dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan
(Notoatmodjo, 2010).
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam
suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama
lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata
kerja dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya (Notoatmodjo,
2010).
e.Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru. Misalnya: dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat
meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu
teori atau rumusan-rumusan yang telah ada (Notoatmodjo, 2010).
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.evaluasi
dilakukan dengan menggunakan kriteria sendiri atau kriteria yang
telah ada (Notoatmodjo, 2010). Sehingga bila para pekerja tidak
mengetahui mengenai prosedur kerja mereka akan melakukan
pekerjaannya berdasarkan cara mereka sendiri tanpa
mempertimbangkan keselamatan dan kesehatan kerja.
19
6) Masa kerja
Menurut Ontario Ministry of Labour(2012) jumlah maksimum masa kerja
ideal bagi seorang pekerja dalam sehari adalah delapan jam. Pada pekerja
sentra industri tahu yang memiliki jam kerja melebihi batas masa kerja
tersebut dan memiliki personal hygiene yang kurang baik memiliki resiko
timbulnya dermatitis kontak iritan akibat kontak langsung dengan air sisa
pembuatan tahu relatif lama.
6. Gejala Klinis Dermatitis Akibat Kerja
Gambaran klinisdaridermatitismencerminkan adanyarespon
inflamasiakut atau kronis yang dapat diketahui melalui gejala klinis berupa
edemaepidermisdan infiltrasiinflamasidaridermis. Gejala yang khas pada
penderita dermatitis kontak akibat kerja adalah kulit kering, gatal, terasa
panas, kulit kemerahan, dapat ditemukan vesikel,krusta, serta kulit tampak
pecah-pecah (fissura). Penebalan pada kulit akan tampak pada dermatitis
akibat kerja pada kasus kronis. Dermatitis kontakdiklasifikasikan
menjadidermatitiskontak alergi dan dermatitis kontak iritan. Penegakkan
diagnosis antara dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi
dibedakan berdasarkan pemeriksaan patch test.Patch test digunakan
untukmengeksplorasikemungkinanalergi tertentu pada penderita dermatitis
kontak alergi (Smedley, 2009).
7. Diagnosis
Diagnosis dermatitis kontak akibat kerja dapat dilakukan melalui anamnesis,
pemeriksaan Patch Test, dan menggunakan kriteria Mathias
20
a.Anamnesis
Anamnesis dermatitis kontak akibat kerja perlu diperhatikan apakah
dermatitis tersebut terjadi di bagian tubuh yang sering kontak dengan bahan
iritan misalnya di telapak tangan,punggung tangan,lengan,kaki,serta
wajah ,lamanya penyakit, penyebarannya, serta riwayat pekerjaan
(Situmeang, 2008). Pada saat awal terjadinya iritasi, kulit akan mengalami
eritema, gatal –gatal, panas, serta bagian pinggir kulit yang teriritasi akan
memiliki batas yang tegas (Sularsito dan Suria,2007).
b.Patch Test (Uji Tempel)
Patch Test adalah bentuk pemeriksaan allergen dengan menggunakan
square chamber yang dapat ditempel di bagian punggung atau lengan
atas.Square chamber merupakan bahan standar yang telah ditetapkan oleh
International Contact Dermatitis Research Group (ICDRG)(Smedley,
2009). Menurut Kathryn (2005) dalam Annual 2005 Conference Expanding
Horizons-Local and Global di Lebanon menyebutkan bahwa untuk
diagnosis dermatitis kontak iritan tidak memerlukan Patch Test untuk
membantu penegakkan diagnosis tersebut. Patch test digunakan untuk
membantu menegakkan diagnosis dermatitis kontak alergi.
21
Gambar 2.1. Pemeriksaan Patch Test (Smedley,2009).
c.Mathias Criteria
Mathias Criteria merupakan panduan dalam membantu menegakkan
diagnosis dermatitis kontak akibat kerja yang terdiri dari tujuh buah
pertanyaan,bila empat dari tujuh buah pertanyaan memiliki jawaban positif
maka pasien tersebut dapat terdiagnosis dermatitis kontak akibat kerja. Uji
validitas criteria Mathias telah dilakukan di Departement Of Dermatology
Hadassah University Hospital, Faculty Of Medicine, Jerusalem, Israel pada
tahun 2004. Uji validitas kriteria ini dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan kembali pada 19 pasien yang terdiri dari 17 laki-laki dan 2
orang wanita yang terdiagnosis dermatitis kontak yang telah memberi
jawaban positif pada 4 kriteria. Responden tersebut dievaluasi kembalidua
hingga lima tahun kemudian untuk mengetahui kehadiran dari
dermatitiskontak. Empat belas dari 19 responden(74%) melaporkan bahwa
penyakit dermatitistelah menghilangsetelah merekameninggalkantempat
kerjamereka sebelumnya. Hanyalimapasien yangmasihmenderitadermatitis.
22
Tiga dari5respondenbisa sajaterkenapenyebabalergendi tempat kerja
mereka yang baru Sehingga dapat disimpulkan bahwa
kriteriaMathiasbergunauntuk menilaikerjadermatitis kontak (Ingber et al.,
2004) . Pertanyaan dalam kriteria Mathias adalah
1. Apakah memiliki gambaran klinis yang konsisten dengan dermatitis
kontak?
2. Apakah terdapat paparan kerja yangpotensial untuk menimbulkan
iritasikulit ataualergen?
3. Apakah distribusi anatomi dermatitis konsisten dengan bentuk paparan
kulit dalam kaitannya dengan pekerjaan yang dilakukan?
4. Apakah ada hubungan sementara antarapaparandanawal terjadinya
dermatitis kontak?
5. Apakahanda sudah memasukkan pajanan non occupational disease
(penggunaan obat, hobi, perawatan kulit, kosmetik, dan akibat
melakukan pekerjaan rumah tangga sehari- hari) ke dalam kriteria
eksklusi?
6. Apakah denganmenghilangkan paparan dapat menyebabkandermatitis
mengalami perbaikan (improvement)?
7. ApakahPatchtes atautes penunjang lainnya dapat memberikan implikasi
yang specific terhadap paparan tertentu pada tempat kerja?(Mathias,
1989).
23
8. Pengobatan
Pengobatan terhadap dermatitis kontak akibat kerja terbagi menjadi
pengobatan yang bersifat umum dan pengobatan yang bersifat khusus
(Siregar,2004)
a.Khusus
Pengobatan untuk dermatitis kontak akibat kerja terbagi menjadi
pengobatan yang bersifat sistemik dan topical. Pengobatan yang bersifat
sistenik terdiri dari antihistamin,antibiotic,dan kortikosteroid. Bila terasa
basah dapat dikompres terbuka dengan sol, jika terasa kering maka cukup
dioleskan dengan kortikosteroid (Siregar,2004).
b.Umum
Pengobatan dermatitis kontak akibat kerja yang terpenting adalah
menghindari pajanan bahan iritan serta menyingkirkan faktor yang
memperberat (Sularsito et al.,2007). Pemakaian alat pelindung diri (APD)
dan higiene personal merupakan suatu upaya untuk mencegah terjadinya
dermatitis kontak iritan bagi para pekerja yang kerap kontak dengan bahan
– bahan iritan.
b.1 Alat Pelindung Diri
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor: Per/Men/2006 Tentang Alat Pelindung Diri
disebutkan bahwa, ”Alat Pelindung Diri selanjutnya disebut APD adalah
seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja untuk melindungi
seluruh dan atau sebagian tubuh dari adanya kemungkinan potensi bahaya
dan kecelakaan kerja” (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
24
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Per/Men/2006 Tentang Alat
Pelindung Diri). Syarat-syarat alat pelindung diri yang baik menurut
OSHA(Occupational Safety And Health Administration)
mensyaratkan bahwaalat pelindung diri harus memenuhistandar yang
telah dikembangkanolehAmerican National StandardsInstitute(ANSI)
diantaranya adalah pakaian dan alat pelindung diri yang digunakan oleh
pekerja enak dipakai, tidak mengganggu kerja, dan memberikan
perlindungan efektif pada tenaga kerja (Occupational Safety And
Health Administration,2003). Alat pelindung diri untuk bahan-
bahan iritan yang dapat membahayakan tubuh diantaranya:
1) Pelindung kepala (safety helmet) yang berguna untuk melindungi
kepala dari benda jatuh ,melindungi dari arus listrik, dan
melindungi kepala dari bahaya benturan. Beberapa contoh
pekerjaan di mana pekerja diminta untuk memakai pelindung
kepala diantaranya pekerja konstruksi, tukang kayu,tukang listrik,
tukang pipa, serta tukang las (Occupational Safety And Health
Administration,2003).
2) Pelindung tangan (safety gloves)belum terdapatstandar American
National StandardsInstitute(ANSI) untuk pemakaian jenis sarung
tangan yang sesuai.Occupational Safety And Health
Administration (OSHA) merekomendasikan pemakaian sarung
tangan disesuaikan dengan tugas-tugas yang akan dilakukan dan
bahan sarung tangan. Untuk perlindungan terhadap bahan iritan
yang bersifat kimia yang dapat menyebabkan iritasi atau
25
membakar tangan, pemilihan sarung tangan harus didasarkan pada
bahan kimia yang dihadapi, ketahanan kimia, serta sifat fisik dari
bahan sarung tangan. Semakin tebal bahan sarung tangan,
semakin besar ketahanan terhadapa bahan iritan tersebut. Untuk
melindungi tangan dari bahan kimia yang bersifat iritan adalah
sarung tangan yang terbuat dari bahan vinyl dan neoprene. Sarung
tangan ini terbuat dari karet sintetis,memiliki kelenturan yang
baik, ketangkasan jari, kepadatan tinggi dan tidak mudah sobek.
Sarung tangan yang terbuat dari bahan vinyl dan neoprene
dapatmelindungi terhadap cairan hidrolik, bensin, alkohol, asam
organik dan basa(Occupational Safety And Health
Administration,2003).
3) Pelindung mata (safety glasses)untuk melindungi mata atau wajah
dari bahaya partikel terbang, logam cair, bahan kimia cair, asam
atau cairan kaustik, gas atau uap kimia, materi yang berpotensi
terinfeksi atau radiasi cahaya yang berpotensi membahayakan.
Banyak cedera mata kerja terjadi karena pekerja tidak memakai
pelindung mata atau memakai pelindung mata yang tidak tepat
atau kurang pas. Syarat pelindung mata yang baik adalah dapat
melindungi terhadapbahayayang spesifik, cukupnyaman untuk
dikenakan,harustahan lama danmudah untuk
dibersihkan(Occupational Safety And Health
Administration,2003).
26
4) Pelindung kaki untuk menutupi bagian tubuh yang terbuka dari
paparan zat panas, bahan korosif, beracun termasuk kaki. Contoh
situasi di mana seorang pekerja harus mengenakanproteksi kaki
adalahketika lingkungan kerja terdapat benda tajam seperti
pakuyang bisa menembus telapak kaki, lingkungan kerja
merupakan daerah yang lembab dan berair, serta lingkungan kerja
merupakan daerah yang basah dan licin(Occupational Safety And
Health Administration,2003).
5) Pelindung wajah (face shield)berperan untuk melindungi wajah
dari serbuk,uap, debu,dan kabut (Occupational Safety And Health
Administration,2003).
b.2 Higiene Personal
Menurut Labensky, higiene personal adalah usaha kesehatan
perorangan dalam memelihara kesehatan personal,mempertinggi
derajat kesehatan, dan mencegah penyakit. Pekerja pabrik
sebelum dan sesudah bekerja hendaknya selalu menjaga
kebersihan diri. Pekerja yang tidak membersihkan diri pasca
bekerja misalnya dengan mencuci tangan,kaki,dan anggota tubuh
lainnya dengan air mengalir dan sabun dapat beresiko terkena
dermatitis kontak akibat kerja (Roebidin, Samsul, dan Nurullita,
2006)
9. Prognosis
Menurut Cahill et al (2004) prognosis dermatitis kontak akibat kerja
tergantung pada usia, jenis kelamin, etiologi pasien, durasi gejala, dan
27
pekerjaan pasien. Dermatitis kontak alergi akansembuhdalam beberapa
mingguuntukdermatitiskontak alergidan beberapa hariuntukdermatitiskontak
iritan bila agenpenyebabdermatitis kontakdapat diidentifikasidandihindari.
Dermatitiskontak akibat kerja menunjukkan tanda-tanda kesembuhan pada
25% dariindividu danmenunjukkanpeningkatankekambuhanperiodik 50%
dariindividu. Dermatitis kontak alergidapat bertahanselama bertahun-
tahunbahkan denganmenghindarialergen.(Medical Disability
Guideline,2012).
C. Fisiologi Kulit
Kulit merupakan pembungkus yang elastic yang melindungi tubuh dari
pengaruh lingkungan. Kulit pasien yang mengalami dermatitis kontak akibat
kerja pada usia dewasa akan tampak kering dan kadar lipid, stratum korneum,
dan lapisan malpighi dalam kulit akan menipis. Seiring bertambahnya usia maka
terjadi penurunan aktivitas enzim pembentuk lipid di kulit, perubahan profil
sitokin, penurunan kadar asam pada kulit, serta perubahan fungsi sel –sel induk
epidermis (stem cell). Sawar pada kulit tersusun atas stratum corneum yang
berikatan kuat satu dengan yang lainnya sehingga melindungi lapisan yang
terletak di bawahnya. Regenerasi sel akan berlangsung bila stratum corneum
yang terletak di atas permukaan kulit mulai menipis. Pembentukan stratum
corneum yang baru memerlukan jangka waktu dua hingga tiga hari (Seyfarth et
al.,2011).
28
Gambar 2.2. Anatomi Kulit (Stanford,2012)
D. Proses Pembuatan Tahu Desa Kalisari
Proses pembuatan tahu desa Kalisari masih bersifat tradisional. Sistem
pembagian kerja yang dilakukan oleh pekerja pabrik masih belum bisa
terorganisasi dengan baik. Terkadang 1 orang pekerja dapat melakukan tahap
pembersihan hingga penyaringan. Proses pembuatan tahu desa Kalisari terdiri dari
beberapa tahap yaitu:
1. Pembersihan kedelai
2. Perendaman kedelai dengan menggunakan air dalam sebuah bak perendam.
3. Pencucian kedelai.
4. Penggilingan kedelai dengan menggunakan mesin penggiling biji kedelai
dengan tenaga penggerak dari motor lisrik.
5. Perebusan. Proses perebusan ini dilakukan di sebuah bak berbentuk bundar
yang dibuat dari semen yang di bagian bawahnya terdapat pemanas. Bahan
29
bakar yang digunakan sebagai sumber panas adalah kayu bakar. Kapasitas bak
perebusan adalah sekitar 8 kg kedelai.
6. Penyaringan dengan menggunakan kain saring untuk memisahkan antara
ampas atau limbah padat dari bubur kedelai.Bubur kedelai dipindahkan
melewati kain saring yang ada diatas bak penampung. Setelah seluruh bubur
yang ada di bak pemanas habis lalu dimulai proses penyaringan. Saat
penyaringan secara terus-menerus dilakukan penambahan air dengan cara
menuangkan pada bagian tepi saringan agar tidak ada padatan yang tersisa di
saringan. Kemudian saringan yang berisi ampas diperas sampai benar-benar
kering. Ampas hasil penyaringan disebut ampas yang kering, ampas tersebut
dipindahkan ke dalam karung.
7. Pemberian laru. Laru yang biasa digunakan pada sentra industry tahu Kalisari
berasal dari air rendaman tahu yang telah dibiarkan selama kurang lebih 24
jam. Pada sentra industry tahu Kalisari tidak menggunakan asam cuka sebab
akan membuat tahu akan berasa asam dan membuat tahu berbau agak kurang
sedap. Setiap 10 kg kedelai membutuhkan kurang lebih 3 ember laru.
8. Pengendapan dengan cara mendiamkan gumpalan bubur tah turun ke dasar
wadah. Tujuan pengendapan adalah memisahkan air tahu dengan bubur tahu.
9. Pencetakan dan pengepresan tahu yaitu dengan bubur tahu dituang ke dalam
cetakan yang telah di alasi kain, lalu bagian atas ditutupi kain dan papan
selanjutnya diletakkan pemberat sekitar 30 kg selama 15 menit atau hingga air
menetes habis.
10. Pemotongan tahu dilakukan dengan menggunakan cetakan berupa kayu
yang dipotong sesuai dengan ukuran tahu dengan menggunakan pisau.
30
E. Kerangka Teori
Gambar 2.3. Kerangka Teori.
Paparan pajanan
Zat alergen Zat iritan
Penipisan lapisan tanduk secara bertahap
Fungsi barrier kulit hilang
Dermatitis kontak akibat kerjaa. Dermatitis kontak iritanb. Dermatitis kontak alergi
KULIT Faktor internala. Rasb. Jenis kelaminc. Usiad. Perilakue. Pengetahuanf.Masa Kerja
Faktor eksternala. Sifat kimia
bahan iritanb. Sifat pajananc. Lingkungan d. Faktor
Pekerjaan
Pencegahan dengan APD
a. Pengetahuan b. Perilaku
31
F. Kerangka Konsep
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Gambar 2.4. Kerangka Konsep.
G. HIPOTESIS
1.Semakin baik perilaku pemakaian alat pelindung diri (APD) pada pekerja
sentra industri tahu desa Kalisari kecamatan Cilongok kabupaten Banyumas
maka kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja sentra industri tahu
desa Kalisari kecamatan Cilongok kabupaten Banyumas semakin menurun.
Pekerja industri tahu
Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
Dermatitis Kontak Akibat Kerjaa. Positif Dermatitis Kontak
Akibat Kerja b. Negatif Dermatitis Kontak
Akibat Kerja
Presdisposing factor (pengetahuan pekerja terhadap APD)
a.Genetikb. Lingkunganc.Hygiene personal
Enabling factor(fasilitas APD bagi pekerja)
Reinforcing factor (pengawasan dan peraturan dari pemilik pabrik untuk selalu menggunakan APD)
32
2.Semakin baik pengetahuan pekerja sentra industri tahu desa Kalisari
kecamatan Cilongok kabupaten Banyumas terhadap alat pelindung diri (APD)
maka kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja sentra industri tahu
desa Kalisari kecamatan Cilongok kabupaten Banyumas semakin menurun.
33
III. METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik
observasional dengan pendekatan cross sectional. Desain penelitian ini
digunakan untuk mengetahui prevalensi dermatitis kontak akibat kerja,
hubungan antara perilaku pemakaian Alat Pelindung Diri (APD), dan
pengetahuan terhadap alat pelindung diri dengan kejadian dermatitis kontak
akibat kerja pada pekerja di sentra industri tahu desa Kalisari Kecamatan
Cilongok Kabupaten Banyumas.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
a. Populasi target penelitian adalah seluruh pekerja pada sentra industri
tahu.
b. Populasi terjangkau adalah seluruh pekerja di sentra industri tahu desa
Kalisari kecamatan Cilongok kabupaten Banyumas yang berlokasi di RW
II.
2. Sampel
a. Kriteria Inklusi
1.Bersedia menjadi responden penelitian dan bersedia menandatangi
inform concent penelitian.
2.Pekerja pabrik tahu dengan masa kerja lebih dari satu bulan.
3.Pekerja pabrik tahu yang berusia 20 hingga 50 tahun.
33
34
4.Partisipan tidak memiliki infeksi kulit atau penyakit kulit sebelumnya.
5.Partisipan tidak memiliki tumor atau kanker kulit.
b. Kriteria Eksklusi
1.Memiliki dermatitis kontak karena penggunaan obat, hobi, perawatan
kulit, kosmetik, dan akibat melakukan pekerjaan rumah tangga sehari-
hari.
c. Besar sampel
Populasi pekerja pada sentra industri tahu Kalisari Cilongok
berjumlah 105 orang pekerja.
d. Tehnik pengambilan sampel
Tidak dilakukan tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini.
Semua anggota populasi dijadikan sampel (total populasi).
C. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas :perilaku penggunaan alat pelindung diri (APD) dan
pengetahuan terhadap APD
2. Variabel tergantung : dermatitis kontak akibat kerja
D. Definisi Operasional Variabel
1. Dermatitis kontak akibat kerja adalah peradangan pada kulit yang
diakibatkan oleh lingkungan kerja yang ditandai dengan kulit yang
kemerahan, gatal, kulit pecah-pecah, bengkak, panas, kadang disertai dengan
papula. Penilaian dermatitis kontak akibat kerja dalam penelitian ini
dilakukan melalui diagnosis yang dilakukan oleh dokter Spesialis Kulit dan
35
Kelamin dan pengisian Mathias Criteria (terlampir). Dalam Mathias
Criteria, seseorang dinyatakan positif menderita dermatitis kontak akibat
kerja apabila 4 dari 7 pertanyaan bernilai positif (jawaban ya)
a.sumber data : data primer responden
b.alat ukur : Mathias Criteria dan diagnosis dokter
c.skala : nominal yaitu dermatitis kontak akibat kerja atau
tidak dermatitis kontak akibat kerja
2.Perilaku penggunaan alat pelindung diri berupa pemakaian sarung tangan
dan sepatu boot yang dapat melindungi kulit pekerja dari bahan iritan
selama bekerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan kulit.
Penilaian terhadap alat pelindung diri dalam penelitian ini dilakukan
melalui pengisian kuesioner dan observasi langsung pada responden.
a. sumber data : data primer responden
b. alat ukur : lembar penilaian
c. skala :nominal (menggunakan alat pelindung diri atau
tidak, serta disiplin atau tidak dalam menggunakan alat pelindung diri
selama bekerja)
3. Pengetahuan terhadap alat pelindung diri berupa pertanyaan yang tertuang
dalam kuesioner mengenai alat pelindung diri selama bekerja. Penilaian
terhadap pengetahuan alat pelindung diri dalam penelitian ini dilakukan
melalui pengisian kuesioner
a. sumber data : data primer responden
b. alat ukur : kuesioner
36
c. skala : nominal (menggunakan alat pelindung diri atau
tidak, serta disiplin atau tidak dalam menggunakan alat pelindung diri
selama bekerja)
E. Pengumpulan Data
1. Data Penelitian
Data penelitian berupa data primer yang diambil dari kuesioner daftar
panduan pertanyaan,pemeriksaan dermatologis oleh dokter spesialis kulit
dan kelamin, dan data sekunder pekerja pabrik tahu diperoleh dari
pemerintah desa Kalisari Kecamatan Cilongok
2. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan
Mathias Criteria
3. Cara Pengumpulan Data
Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara menggunakan
kuesioner kepada responden penelitian dan pemeriksaan dermatologis oleh
dokter spesialis kulit dan kelamin.Data sekunder pekerja pabrik tahu
Kalisari didapatkan dari data milik pemerintah desa Kalisari kecamatan
Cilongok kabupaten Banyumas.
F. Tata urutan kerja
1. Tahap Persiapan Penelitian
a. Konsultasi dengan pembimbing mengenai judul skripsi yang telah
disetujui oleh tim komisi skripsi jurusan Kedokteran UNSOED
37
b. Mencari studi pustaka dan referensi terkait yang relevan sebagai acuan
pelaksanaan penelitian.
c. Melakukan observasi lokasi dan subjek penelitian yang akan diteliti
d. Penyusunan proposal
e. Ujian proposal
f. Revisi proposal yang telah diajukan
g. Setelah proposal yang diajukan telah disetujui oleh tim komisi skripsi
jurusan Kedokteran UNSOED, dilakukan pengurusan izin penelitian
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Data tentang penderita dermatitis kontak iritan diperoleh dari
kuesioner daftar panduan pertanyaan pengumpulan data dan penegakan
diagnosis dermatitis kontak iritan dilakukan oleh dengan kuesioner
Mathias Criteria dan diagnosis dokter spesialis.
3. Tahap Akhir Penelitian
a. Pengolahan data
1. Editing : untuk meneliti kembali jawaban yang telah ada agar
jawaban pertanyaan lengkap
2. Koding : memberikan kode angka pada variabel agar memudahkan
dalam analisis data
a) Dermatitis kontak akibat kerja
1. Ya : jika responden menunjukkan gejala dermatitis
kontak akibat kerja berdasarkan criteria Mathias dan
diagnosis dokter spesialis Kulit dan Kelamin
38
2. Tidak : jika responden tidak menunjukkan gejala
dermatitis kontak akibat kerja berdasarkan criteria Mathias
dan diagnosis dokter spesialis Kulit dan Kelamin
b) Alat Pelindung Diri (APD)
1. Pengetahuan Alat Pelindung Diri
a. Baik : bila dapat menjawab 4 pertanyaan dengan benar
b. Buruk : bila tidak dapat menjawab 4 pertanyaan dengan
benar
2. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
a. Baik bila : pekerja lengkap memakai APD (memakai
sarung tangan dan sepatu boot) dan selalu memakai alat
pelindung diri selama bekerja
b. Tidak baik bila :
1. pekerja lengkap memakai alat pelindung diri selama
bekerja (memakai sarung tangan dan sepatu boot) tetapi
tidak selalu memakai alat pelindung diri selama bekerja
2. selama bekerja pekerja tidak lengkap memakai alat
pelindung diri (tidak memakai salah satu Alat Pelindung
Diri)
3. selama bekerja pekerja tidak menggunakan alat
pelindung diri sama sekali (tidak menggunakan
keduanya)
4. Analisis data
5. Penyusunan laporan hasil
39
6. Konsultasi dan revisi hasil dengan pembimbing
7. Seminar hasil
G.Analisis data
1. Analisis univariat
Analisis univariat yang dilakukan untuk menjelaskan distribusi frekuensi
dan persentase variabel yang diukur dalam penelitian.
2. Analisis bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh pengetahuan
dan perilaku pemakaian Alat Pelindung Diri terhadap timbulnya dermatitis
kontak akibat kerja dengan menggunakan uji Chi square.
H.Waktu dan tempat penelitian
a. Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan bulan Februari hingga Maret 2013.
b. Tempat penelitian
Lokasi penelitian adalah Sentra Industri Tahu desa Kalisari kecamatan
Cilongok kabupaten Banyumas.
40
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pengambilan data penelitian berupa penegakkan diagnosis oleh dokter
spesialis Kulit dan Kelamin berserta wawancara terhadap responden
penelitian telah dilakukan di sentra industri tahu Desa Kalisari kecamatan
Cilongok kabupaten Banyumas pada tanggal 4 Maret hingga 10 Maret 2013.
Jumlah partisipan penelitian yang menyetujui informed consent berjumlah
105 responden. Partisipan penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan
eklusi sebanyak 101 responden. Empat partisipan dieksklusi sebab memiliki
dermatitis kontak akibat penggunaan obat, perawatan kulit, kosmetik, dan
melakukan pekerjaan rumah tangga sehari- hari.
1. Karakteristik responden (Analisis Univariat)
Analisis univariat bertujuan untuk mengetahui karakteristik responden
penelitian berdasarkan jenis kelamin dan tingkat pendidikan yang dapat
dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Karakteristik Responden
Kategori FrekuensiJumlah Persentase
Jenis KelaminLaki-lakiPerempuan
Pendidikan TerakhirSDSMPSMAD1
44 orang57 orang
66 orang26 orang8 orang 1 orang
43,56% 56,44%
65,34% 25,74% 7,9 % 1,02%
40
41
Berdasarkan tabel 4.1 jumlah responden penelitian yang dominan
adalah berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 57orang (56,44%).
Responden yang menjadi sampel penelitian yang menyelesaikan
pendidikan SD lebih banyak yaitu 66 responden (65,34%) dan 1
responden (1,02 %) menyelesaikan pendidikan D1 .
2. Prevalensi Dermatitis Kontak Akibat Kerja
Tabel 4.2. Prevalensi Dermatitis Kontak Akibat Kerja (DKAK) pada
Pekerja Sentra Industri Tahu Kalisari
DKAK Frekuensi Persentase
Positif 85 84,2 %Negatif 16 15,8 %
Total 101 100%
Hasil penelitian yang didapatkan dari 101 responden
menunjukkan bahwa prevalensi pekerja pabrik sentra industri tahu yang
mengalami dermatitis kontak akibat kerja lebih banyak dibandingkan
dengan jumlah pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak akibat
kerja yakni sebanyak 85 pekerja (84,2%) .
3. Pengetahuan Pekerja Terhadap Pemakaian Alat Pelindung Diri
(APD) (Analisis Univariat)
Tabel 4.3. Pengetahuan Pekerja Terhadap Pemakaian Alat
Pelindung Diri (APD)
42
Pengetahuan APD Frekuensi Persentase
Baik 66 65,3 %Tidak Baik 35 34,7 %
Total 101 100%
Berdasarkan hasil yang tertera pada tabel 4.3 menunjukkan
bahwa 66 pekerja tahu Kalisari (65,3%) memiliki pengetahuan yang baik
terhadap pemakaian alat pelindung diri, sedangkan 35 pekerja (34,7%)
tidak memiliki pengetahuan yang baik terhadap pemakaian Alat
Pelindung Diri.
4. Perilaku Pemakaian Alat Pelindung Diri pada Pekerja Sentra
Industri Tahu Kalisari (Analisis Univariat)
Tabel 4.4. Perilaku Pemakaian Alat Pelindung Diri pada Pekerja
Sentra Industri Tahu Kalisari
Perilaku APD Frekuensi Persentase
Tidak Baik 101 100 %
Total 101 100%
Hasil yang tertera pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa 100 %
pekerja pabrik sentra industri tahu Kalisari memiliki perilaku dalam
penerapan pemakaian Alat Pelindung Diri yang kurang baik.
5. Pengaruh Pengetahuan Pekerja pada pemakaian Alat Pelindung Diri
terhadap timbulnya Dermatitis Kontak Akibat Kerja (Analisis
Bivariat)
43
Analisis bivariat yang digunakan pada penelitian ini
menggunakkan analisis chi square (x2) .
Tabel 4.5. Pengaruh Pengetahuan Pekerja pada pemakaian Alat
Pelindung Diri terhadap timbulnya Dermatitis Kontak Akibat Kerja
PengetahuanDKAK
TotalP Value
Positif Negatif
Tidak Baik30
85,7%5
14,3%35
100,0%0,755
Baik55
83,3%11
16,7%66
100,0%
Total85
84,2%16
15,8%101
100,0%
Berdasarkan hasil data yang tertera pada tabel 4.5 bahwa dari 101
responden penelitian, 85 responden yang positif mengalami dermatitis
kontak akibat kerja 30 diantaranya (85,7%) memiliki pengetahuan yang
tidak baik terhadap pemakaian alat pelindung diri terhadap timbulnya
dermatitis kontak akibat kerja, 55 responden (83,3%) memiliki
pengetahuan yang baik terhadap pemakaian Alat Pelindung Diri terhadap
timbulnya Dermatitis Kontak Akibat Kerja (DKAK). Enam belas
responden penelitian yang tidak mengalami dermatitis kontak akibat kerja
5 orang (14,3%) memiliki pengetahuan pemakaian alat pelindung diri
terhadap timbulnya dermatitis kontak akibat kerja yang tidak baik,
sedangkan sebelas orang pekerja lainnya memiliki pengetahuan pemakaian
alat pelindung diri terhadap timbulnya dermatitis kontak akibat kerja yang
baik.
Berdasarkan analisis dengan chi square (x2) diperoleh P > 0,05 (P
Value 0,755) sehingga hipotesis nol (H0) diterima, maka tidak terdapat
44
pengaruh antara pengetahuan pemakaian alat pelindung diri (APD) pada
pekerja sentra industri tahu desa Kalisari kecamatan Cilongok kabupaten
Banyumas dengan kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja
sentra industri tahu desa Kalisari kecamatan Cilongok kabupaten
Banyumas.
6. Pengaruh Perilaku Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
Terhadap Timbulnya Dermatitis Kontak Akibat Kerja (DKAK)
Berdasarkan data yang telah tersaji dalam analisis univariat pada tabel 4.4
didapatkan hasil bahwa 100% pekerja pabrik sentra Industri tahu Kalisari
memiliki perilaku yang kurang baik terhadap pemakaian Alat Pelindung
Diri (APD), sehingga analisis bivariat pada variabel ini tidak bisa
dilakukan sebab data yang ada bersifat konstan .
B. Pembahasan
B. 1. Prevalensi dermatitis kontak akibat kerja
Hasil penelitian menunjukkan bahwasebanyak 84,2 % pekerja
tahu Kalisari mengalami dermatitis kontak akibat kerja. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Roebidin, Samsul, dan Nurullita (2006)
pada pabrik tahu Jomblang didapatkan sebanyak 75% pekerja tahu
Jomblang mengalami dermatitis kontak akibat kerja. Angka kejadian
dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja tahu Kalisari termasuk
tinggi bila dibandingkan dengan kejadian dermatitis kontak akibat kerja
di Jomblang. Tingginya angka kejadian dermatitis kontak akibat kerja
pada pekerja tahu Kalisari dapat disebabkan oleh penggunaan laru
45
sebagai bahan baku fermentasi dan banyaknya pekerja tahu yang tidak
menggunakan alat pelindung diri selama bekerja.
Laru yang digunakan pada sentra industri tahu Kalisari berasal
dari endapan bubur tahu yang didiamkan selama 1 hari sehingga terjadi
proses fermentasi secara alamiah dan memiliki pH rata-rata 4,06 hingga
4,11. Pada sentra industri tahu Jomblang menggunakan cuka yang biasa
digunakan dalam kebutuhan rumah tangga yang memiliki pH berkisar
2,8 hingga 3,1. Faktor lain yang berpengaruh pada tingginya angka
kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja Kalisari adalah
sebanyak 100%pekerja Kalisari tidak selalu menggunakan alat
pelindung diri selama bekerja. Bila dibandingkan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Roebidin pada tahun 2006 didapatkan hasil bahwa
57, 6 % pekerja tahu Jomblang tidak menggunakan alat pelindung diri
selama bekerja.
Banyaknya para pekerja tahu Kalisari yang tidak menggunakan
alat pelindung diri dan akibat terkena paparan laru selama bekerja
menyebabkan banyak para pekerja yang mengeluhkan gatal-gatal,
kemerahan, kulit terasa kasar, kulit mengelupas, hingga kulit terasa
perih. Banyak pekerja yang tidak menyadari bahwa keluhan tersebut
termasuk dermatitis kontak akibat kerja, sehingga banyak yang tidak
melakukan pengobatan terhadap kulit tangan dan kaki mereka. Menurut
Sularsito dan Suria (2007) paparan air laru sebagai bahan penggumpal
tahu yang bersifat asam dapat menimbulkan dermatitis kontak pada
46
pekerja pabrik tahu Kalisari bila digunakan dalam waktu yang lama dan
frekuensi yang sering.
B.2.Pengaruh Pengetahuan Alat Pelindung Diri Terhadap Timbulnya
Dermatitis Kontak Akibat Kerja
Data hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan
pekerja terhadap pemakaian alat pelindung diri tidak berpengaruh
terhadap timbulnya dermatitis kontak akibat kerja. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Situmeang (2008) diperoleh hasil bahwa pengetahuan
pekerja terhadap pemakaian alat pelindung diri juga tidak memiliki
hubungan yang bermakna dengan kejadian dermatitis kontak akibat
kerja (P value 0,710). Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat
ditarik suatu kesimpulan bahwa banyak terdapat faktor lain yang dapat
mendukung terjadinya dermatitis kontak akibat kerja selain faktor
pengetahuan terhadap alat pelindung diri.
Notoadmodjo berpendapat bahwa semakin tinggi seseorang
meraih pendidikan maka pola pikir akan semakin berkembang
(Notoatmodjo, 2003).Data analisis univariat didapatkan bahwa 65,34%
responden memiliki latar belakang pendidikan SD. Dengan latar
belakang pendidikan yang rendah tersebut, meskipun responden dapat
menjawab semua pertanyaan kuesioner dengan baik, namun ternyata
dalam penerapan ketika bekerja sehari – hari 100 % pekerja tidak
menggunakan alat pelindung diri. Hal ini mendukung hasil penelitian
Roebidin, Samsul, dan Nurullita (2006) di pabrik tahu Jomblang
Semarang bahwa pekerja pabrik tahu yang mengalami dermatitis kontak
47
akibat kerja pada umumnya memiliki pengetahuan yang rendah dengan
latar belakang pendidikan sekolah rata-rata merupakan lanjutan tingkat
pertama.
Faktor lain yang berhubungan dengan perilaku kesehatan bagi
pekerja pabrik tahu Kalisari adalah teori perilaku kesehatan yang
dikemukakan oleh Lawrence Green pada tahun 1991. Perilaku
kesehatan pada dasarnya dapat ditentukan oleh tiga faktor yaitu,
predisposing factor, enabling factor, dan reinforcing factor.
Predisposing factor merupakan suatu perilaku kesehatan yang terwujud
dalam sikap, pengetahuan, dan kepercayaan (Notoatmodjo,2007).
Penerapan predisposing factor oleh pekerja tahu Kalisari dapat dinilai
melalui tingkat pengetahuan mereka tentang pentingnya penggunaan
APD dan perilaku pekerja sehari – hari untuk senantiasa menggunakan
APD selama bekerja.
Enabling factor berkaitan dengan ketersediaan fasilitas bagi para
pekerja tahu Kalisari selama bekerja (Notoatmodjo,2007). Sepatu boot
merupakan salah satu fasilitas APD yang hampir setiap pabrik tahu
Kalisari menyediakannya, namun hampir semua pabrik tahu Kalisari
tidak menggunakan dan tidak menyediakan sarung tangan bagi para
pekerja. Sarung tangan dianggap sebagai salah satu alat pelindung diri
yang tidak nyaman digunakan ketika bekerja membuat tahu karena para
pekerja mengganggap dengan menggunakan sarung tangan pekerjaan
mereka menjadi lamban, sarung tangan yang dipakai tidak menyerap
keringat, dan mudah sobek. Fasilitas air bersih juga tersedia di semua
48
pabrik tahu Kalisari. Air bersih memiliki peranan penting dalam proses
pembuatan tahu dan selalu digunakan oleh pekerja untuk membersihkan
diri setiap selesai bekerja.
Reinforcing factor terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau dari kelompok referensi dari perilaku masyarakat
(Notoatmodjo,2007). Para pemilik pabrik tahu Kalisari belum memiliki
Standar Operational Prosedur (SOP) yang berkaitan dengan kesehatan
dan keselamatan pekerjanya terutama mengenai prosedur untuk selalu
menggunakan Alat Pelindung Diri selama bekerja sehingga dapat
menghindarkan pekerja dari resiko timbulnya dermatitis kontak akibat
kerja dan dapat menekan biaya produksi. Banyak para pemilik pabrik
tahu Kalisari yang juga tidak memantau pemakaian sarung tangan dan
sepatu boot para pekerjanya selama bekerja.
B.3.Pengaruh Perilaku Pemakaian Alat Pelindung Diri Terhadap
Timbulnya Dermatitis Kontak Akibat Kerja
Berdasarkan hasil analisis diperoleh hasil sebesar 100 %
responden memiliki perilaku pemakaian alat pelindung diri yang tidak
baik.Banyak para pekerja yang sehari – hari menggunakan sepatu boot
untuk melindungi kaki pada awal bekerja namun beberapa saat mereka
akan melepas sepatu tersebut dengan alasan kaki menjadi bekeringat
dan terasa kurang nyaman bila memakai sepatu boot dalam jangka
waktu lama. Hasil penelitian Roebidin, Samsul, dan Nurullita (2006) di
pabrik tahu Jomblang Candisari Semarang menyebutkan bahwa rata-
rata pekerja pabrik tahu bekerja mulai dari subuh hingga sore hari di
49
dalam ruangan kerja yang monoton dan bila pekerja tidak menggunakan
alat pelindung diri selama bekerja maka resiko untuk timbulnya
dermatitis kontak akibat kerja semakin besar(Roebidin Samsul, dan
Nurullita, 2006).Hasil penelitian yang menunjukkan nilai absolute
(100%) tidak dapat dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui
proporsi pengaruh pengetahuan dan perilaku terhadap timbulnya
dermatitis kontak akibat kerja.Proporsi kejadian dermatitis kontak
akibat kerja pada sentra tahu Kalisari menunjukkan hasil sebesar 84,2%
yang dapat terjadi pada pekerja tahu Kalisari akibat pemakaian alat
pelindung diri yang 100 % tidak baik.
Hasil analisis yang bernilai absolute dan tak bisa dilakukan
analisis lebih lanjut untuk mengetahui proporsi terjadinya penyakit
dermatitis kontak akibat kerja bila dikaitkan dengan teori HL. Blum
mengenai status kesehatanmaka dapat diketahui bahwa status kesehatan
seseorang selain perilaku juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu keturunan, pelayanan kesehatan, dan lingkungan. Teori tersebut
hingga kini masih diakui kebenarannya dan dipakai dalam
penyelenggaraan upaya menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan di
banyak negara. Peranan dari masing-masing faktor tersebut tidak sama.
Faktor lingkungan memiliki pengaruh terbesar terhadap status
kesehatan seseorang (Notoatmodjo,2007). Beberapa contoh yang
berhubungan dengan teori ini adalah keadaan lingkungan kerja yang
lembab(Wolff et al., 2008), riwayat atopik, sertahygiene personal
(Ontario Ministry of Labour, 2012).
50
Untuk memberi perlindungan kesehatan dan keselamatan bagi
pekerja, pemakaian sarung tangan dan sepatu boot direkomendasikan
oleh Occupational Safety and Health Administration (2003) untuk
disesuaikan dengan pekerjaan yang akan dilakukan. Pemilihan sarung
tangan harus didasarkan pada bahan kimia yang dihadapi, ketahanan
kimia, serta sifat fisik dari bahan sarung tangan untuk perlindungan
terhadap bahan iritan yang bersifat kimia yang dapat menyebabkan
iritasi atau membakar tangan.
Semakin tebal bahan sarung tangan, semakin besar ketahanan
terhadap bahan iritan tersebut. Sarung tangan yang terbuat dari bahan
vinyl dan neoprene berguna untuk melindungi tangan dari bahan kimia
yang bersifat iritan. Sarung tangan neoprene dan vinylterbuat dari karet
sintetis,memiliki kelenturan yang baik, ketangkasan jari, kepadatan
tinggi, tidak mudah sobek, serta dapatmelindungi terhadap cairanasam
organik dan basa.Pemakaian pelindung kaki juga harus digunakan oleh
pekerja kerja ketika lingkungan kerja merupakan daerah yang lembab
dan berair, basah dan, licin(Occupational Safety And Health
Administration,2003).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Roebidin, Samsul, dan
Nurullita (2006) didapatkan hasil bahwa dari 52 orang pekerja pabrik
tahu Jomblang, 30 pekerja mengalami dermatitis kontak akibat kerja
karena selama bekerja mereka tidak selalu memakai Alat Pelindung
Diri (APD). Keadaan tersebut menunjukkan bahwa APD merupakan
faktor penting untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak akibat kerja
51
pada pekerja pabrik tahu. Proses terjadinya dermatitis kontak akibat
kerja membutuhkan waktu yang lama hingga bisa menimbulkan
dermatitis kontak, sikap pekerja yang cenderung tidak disiplin dalam
menggunakan APD, serta tanpa disadari semakin lama terpapar air laru
maka semakin besar resiko terjadinya gangguan kulit hingga akan
menimbulkan dermatitis kontak akibat kerja.
C. Keterbatasan Penelitian
1. Peneliti mengalami kesulitan untuk menyesuaikan waktu responden pada
saat penentuan diagnosis kejadian dermatitis kontak akibat kerja yang akan
dilakukan oleh dokter spesialis kulit dan kelamin, karena hal tersebut akan
mengganggu waktu kerja mereka.
2. Pada penelitian ini hanya dibahas dua faktor yang dapat menjadi penyebab
dermatitis kontak akibat kerja yaitu faktor pengetahuan dan perilaku
pemakaian alat pelindung diri (APD) pada pekerja sentra industri tahu
Kalisari.
3. Banyak faktor yang masih belum bisa diteliti dalam penelitian ini
diantaranya faktor genetik, lingkungan, hygiene personal, enabling factor,
dan reinforcing factor.
52
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil
kesimpulan:
1. Sebanyak 84,2 % pekerja tahu Kalisari yang berlokasi di RW II positif
mengalami dermatitis kontak akibat kerja.
2. Tidak terdapat pengaruh antara pengetahuan dan perilaku pemakaian
alat pelindung diri (APD) yang baik pada pekerja sentra industri tahu
desa Kalisari kecamatan Cilongok kabupaten Banyumas dengan
kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja sentra industri
tahu desa Kalisari kecamatan Cilongok kabupaten Banyumas.
3. Hasil analisis data menunjukkan sebanyak 100 % responden penelitian
memiliki perilaku pemakaian Alat Pelindung Diri yang tidak baik.
B. Saran
1. Perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala sebagai
screeningbagi para pekerja pabrik tahu Kalisari di Puskesmas atau
Rumah Sakit agar dapat mendeteksi dini gejala- gejala dermatitis
kontak akibat kerja.
2. Perlu dilakukan penyuluhan mengenai pentingnya penggunaan Alat
Pelindung Diri bagi para pekerja dan pemilik pabrik sentra industri tahu
Kalisari dan pemberian pengobatan terpadu bagi pekerja tahu Kalisari
yang mengalami dermatitis kontak akibat kerja.
52
53
3. Perlu dilakukan penelitian secara konklusif pada populasi pekerja tahu
Kalisari untuk lebih memastikan faktor- faktor yang dapat berpengaruh
terhadap timbulnya dermatitis kontak akibat kerja.
54
DAFTAR PUSTAKA
Anies. 2005. Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Gramedia.
Belsito DV. 2005. Occupational contact dermatitis: Etiology, prevalence, and resultant impairment/disability. Journal Am Acad Dermatology 53 (2): 303-313.
Cahill J, Keegel T, Nixon R. 2004. The Prognosis of Occupational Contact Dermatitis. Australia: Department of Medicine The University of Melbourne Victoria, Australia Blackwell Munksgaard Contact Dermatitis.
Direktorat Bina Kesehatan Kerja Depkes RI. 2007. Pedoman Tata Laksana Penyakit Akibat Kerja Bagi Petugas Kesehatan: Pengantar Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Fluhr JW, Akengin A, Bornkessel A, Fuchs S, Praessler J, Norgauer J. 2005. Additive impairment of the barrier function by mechanical irritation, occlusion and sodium lauryl sulphate in vivo. British J Dermatol. Vol 153(1):125-131.
Gotama IBI. 2006. Faktor Resiko Dermatitis Kontak Iritan pada Petani Rumput Laut di Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan. Jakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. (Tidak Dipublikasikan).
Heinemann C, Paschold C, Fluhr J, Wigger-Alberti W, Schliemann-Willers S, Farwanah H. 2005. Induction of a hardening phenomenon by repeated application of SLS: analysis of lipid changes in the stratum corneum. Acta Dermatology Venereol. Vol 85(4): 290-295.
Ingber A dan Sharon M. 2004.The Validity Of The Mathias Criteria For EstablishingOccupational Causation And Aggravation Of ContactDermatitis. Contact Dermatitis. 51: 9-12.
International Labour Organization. 2005. In Focus Programme on Safety and Health at Work and the Environment (SafeWork). Geneva: ILO.
Jacobs JJ, Lehé CL, Hasegawa H, Elliott GR, Das PK. 2006. Skin irritants and contact sensitizers induce Langerhans cell migration and maturation at irritant concentration. Exp Dermatol. Vol 15(6):432-440.
Kathryn AZ. 2005. Dermatitis in The Workplace. Makalah disampaikan dalam Annual 2005 Conference:’’Expanding Horizons- Local and Global’’ Dartmouth-Hitchcock Medical Center. Lebanon.
55
Keefner DM, Curry CE. 2004. Contact Dermatitis. Handbook of Non prescription Drugs Edisi 12. Washington DC: APHA.
Keputusan Presiden RI No. 22 Tahun 1993 pasal 1 Tentang Penyakit Yang Timbul Akibat Hubungan Kerja.
Lampel HP. 2011.Occupational Contact Dermatitis.The Dermatologist. Vol 19 (12): 19-23.
Lestari F dan Hari SU. 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak pada Pekerja di PT Inti Pantja Press Industri. Depok: Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. (Tidak Dipublikasikan).
Mathias T. 1989. Contact dermatitis and worker’s compensation: Criteria for establishing occupational causation and aggravation. Diakses 24 Oktober 2012.
Medical Disability Guideline. 2012. Prognosis of Occupational Dermatitis.New York: Med Guideline.
Notoatmodjo, S. 2003. Pengertian Pendidikan Menurut Para Ahli Definisi, Tujuan, Unsur, Jalur, Faktor Yang Berpengaruh. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.Jakarta : PT Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Riset Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. 27-28 hal.
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta
Nuraga W, Fatma L, Meily K. 2008. Dermatitis Kontak Pada Pekerja Yang Terpajan Dengan Bahan Kimia Di Perusahaan Industry Otomotif Kawasan Industri Cibitung Jawa Barat.Makara Kesehatan 12 (2): 63-69.
Nurullita U. 2008.Analisis Aspek Faktor Lingkungan Fisik pada Industri Tahu di Kelurahan Jomblang Kecamatan Candi Sari Kota Semarang.Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia. Vol 4 (2) : 98- 104.
Occupational Safety And Health Administration. 2003. Personal Protective Equipment. United States Departemen of labour Occupational Safety and Health Administration. Diunduh pada http://www.osha.gov/Publications/osha3151.html.Pada tanggal 23 Oktober 2012.
Ontario Ministry of Labour. 2012. Hours of Work. Diunduh pada http://www.labour.gov.on.ca/english/es/tools/esworkbook/hours.php.Pada tanggal 24 Oktober 2012.
56
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Per/Men/2006 Tentang Alat Pelindung Diri.Jakarta.
Riset Kesehatan Dasar. 2008. Laporan Nasional 2007. Jakarta :Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Roebidin R, Samsul NH, Nurullita U. 2006.Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatosis Pada Pekerja Sentra Industri Tahu Di Kelurahan Jomblang Kecamatan Candi Sari Kota Semarang.Semarang :Universitas Muhammadiyah Semarang. (Tidak Dipublikasikan).
Sastroasmoro S dan Sofyan I. 2011.Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta : Sagung Seto. 99-99 hal.
Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas. 2009. 10 Besar Penyakit Rawat Jalan Per Puskesmas Per Bulan Selama Tahun 2009. Banyumas: Departemen Kesehatan.
Seyfarth F, Sibylle S, Dimitar A, Peter E. 2011. Dry skin, barrier function, and irritant contact dermatitis in the elderly.Clinics in Dermatology. 29 (1): 31-36.
Shengli N. 2007. Occupational risks from biological agents: Facing up to the challenges. Recognition of work-related origin of diseases caused by biological agents – An ILO perspective.Geneva : Occupational Health International Labour Office.
Siregar.2004. Penyakit Kulit Alergi Dermatitis Kontak Alergik.Saripati Penyakit Kulit Edisi II. Jakarta: EGC,110-111 hal.
Situmeang SF. 2008. Analisa Dermatitis Kontak Pada Pekerja Pencuci Botol Di Pt X Medan Tahun 2008. Medan : Universitas Sumatra Utara (Tidak Dipublikasikan).
Slodownik D, Lee A, Nixon R. 2008. Professional Development Program Irritant contact dermatitis: A review. Australasian Journal of Dermatology (49): 1–11.
Smedley J. 2009. Dermatitis Occupational Aspects of Management.A National Guideline. London: Royal College of Physician.8-9hal.
Stanford Medicine. 2012. Skin Anatomy. Cancer institute- A National Cancer Institute Designated Cancer Center.Diunduh di http://cancer.stanford.edu/information/cancerDiagnosis/tumorBiopsy.html.Pada tanggal 22 Oktober 2012.
57
Sugono D. 2008.Kamus Besar Bahasa Indonesia Online.Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.Diunduh pada http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/.Pada tanggal 3 November 2012.
Sularsito SA, Suria D. 2007.Dermatitis.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima.Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.130-133 hal.
Sumantri MA, Hertanti TF, Sriwahyuni TM. 2011. Dermatitis Kontak Swamedikasi. Diunduh dari www.dokumen.org/pdf/6251v. Pada tanggal 22 Oktober 2012.
Taylor S, Kelly PA. 2009. Dermatology Of Skin Colour.Diunduh pada http://www.amazon.com/Dermatology-Skin-Color-Paul Kelly/dp/0071446710.Pada tanggal 23 Oktober 2012.
Wasitaatmadja,SM. 2007. Anatomi Kulit. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Kelima.Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 3-5 hal.
Watkins SA, Maibach HI. 2009. The hardening phenomenon in irritant contact dermatitis: an interpretative update. Contact Dermatitis. Vol 60(3):123-30.
Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL. 2008. Fitzpatrick’s Dermatology in general medicine 7th edition. New York: McGraw – Hill. 396-401 hal.
World Allergy Organization. 2012. Contact Dermatitis. London: World Allergy Organization- A World Federation Of Allergy, Asthma, And Clinical Immunology Scienties.
58
Lampiran 1
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERANPURWOKERTO
2013
Lembar Informasi dan Kesediaan
(Information and Consent Form)
Saya adalah mahasiswa Jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu – Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, sedang melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pengetahuan dan Perilaku pada Pekerja Pabrik Sentra Industri Tahu Kalisari Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas Terhadap Timbulnya Dermatitis Kontak Akibat Kerja. Penelitian ini merupakan syarat kelulusan pada Jurusan Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman.
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pengetahuan dan perilaku penggunaan penggunaan Alat Pelindung Diri dengan kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja sentra industri tahu desa Kalisari kecamatan Cilongok kabupaten Banyumasdan faktor- faktor yang dapat menyebabkan timbulnya dermatitis kontak iritan pada pekerja pabrik. Faktor – faktor yang akan diamati diantaranya pengetahuan tentang Alat pelindung diri dan observasi terhadap pemakaian Alat Pelindung Diri (APD). Manfaat penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentangpengaruh pengetahuan dan perilaku penggunaan penggunaan Alat Pelindung Diri dengan kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada pekerja sentra industri tahu desa Kalisari kecamatan Cilongok kabupaten Banyumas sehingga dapat dilakukan tindakan preventive (pencegahan) terhadap timbulnya dermatitis kontak akibat kerja.
Untuk mendukung penelitian tersebut, saya membutuhkan sejumlah data dari partisipan. Maka dengan rendah hati, saya memohon bantuan Saudara untuk menjadi partisipan dalam penelitian ini. Tugas partisipan adalah bersedia untuk mengisi kuesioner yang berisi tentang pertanyaan panduan yang berkaitan dengan penelitian.
Keikutsertaan partisipan dalam penelitian ini adalah secara sukarela. Identitas partisipan dijamin kerahasiannya. Partisipan tidak mendapat imbalan dalam penelitian ini. Partisipan memiliki hak untuk mengundurkan diri dalam keikutsertaan dalam penelitian ini. Partisipan dapat mengundurkan diri sebelum dilakukan pengambilan data dengan memberitahu peneliti. Partisipan yang membutuhkan informasi lebih lanjut tentang penelitian ini dapat menghubungi peneliti, yaitu :Nama: Aulia Dyah Febrianti NIM: G1A009002Nomor telpon/Hp:081391497486Alamat: Perum Ketapang Indah Blok D1 No 66 Sokaraja Banyumas.Lampiran 2
59
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERANPURWOKERTO
2013
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN
PENGARUH PENGETAHUAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI
PADAPEKERJA PABRIK SENTRA INDUSTRI TAHUKALISARITERHADAP TIMBULNYA DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA
PembimbingPembimbing I : dr. Lilik Karsono Sp.KK.Pembimbing II : dr. Nendyah Roestijawati, M.KK
Yang bertanda tangan di bawah ini:Nama :Usia :Alamat :Nomor Telp/Hp : Setelah membaca penjelasan di depan tentang penelitian ini, maka saya berkenan/ tidak berkenan menjadi partisipan dalam penelitian ini.
Purwokerto, 2013
Peneliti Partisipan
Aulia Dyah Febrianti ( )G1A009002
60
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERANPURWOKERTO
2013
Lampiran 3
KUESIONER PENELITIAN
A. IDENTITAS PARTISIPAN
1. Nama :
2. Usia :
3. Jenis kelamin : P /L
4. Tempat /tanggal lahir :
5. Pendidikan terakhir :
6. Alamat :
B. Pemakaian APD
1) Pengetahuan tentang Alat Pelindung Diri
1. Apakah anda tahu resiko pekerjaan anda?
a. ya b. tidak c.tidak tahu
2. Apakah anda tahu paparan bahan iritan mana dari pekerjaan yang anda
lakukan yang dapat menyebabkan dermatitis ?
a. ya b. tidak c.tidak tahu
Jika ya, sebutkan jenis bahan iritannya
a. ……………………………..
b. ……………………………
3. Apakah anda tahu apa saja jenis Alat Pelindung Diri yang seharusnya
selama bekerja?
a. ya b. tidak c.tidak tahu
Jika jawabannya ya, sebutkan
a. ………………………………………
b. …………………………………….
4. Apakah anda tahu manfaat memakai Alat Pelindung Diri?
a. ya b. tidak c. tidak tahu
Jika jawabannya ya, sebutkan
61
a. ……………………………………………………………..
b. ……………………………………………………………..
c. ……………………………………………………………..
2) Observasi langsung perilaku pekerja pabrik tahu terhadap perilaku
penggunaan APD
Sarung tangan Sepatu boot Frekuensi Pemakaian
Selalu Tidak selalu
Kriteria penilaian
a. Baik bila : pekerja lengkap memakai APD (memakai sarung tangan dan
sepatu boot) dan selalu memakai alat pelindung diri selama bekerja
b. Tidak baik bila :
1. pekerja lengkap memakai alat pelindung diri selama bekerja (memakai
sarung tangan dan sepatu boot) tetapi tidak selalu memakai alat
pelindung diri selama bekerja
2. selama bekerja pekerja tidak lengkap memakai alat pelindung diri (tidak
memakai salah satu Alat Pelindung Diri)
3. selama bekerja pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri sama
sekali (tidak menggunakan keduanya)
Lampiran 4
62
Diisi oleh dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
KRITERIA MATHIAS
A. IDENTITAS PARTISIPAN
1. Nama :
2. Usia :
3. Jenis kelamin : P /L
1. Apakah responden memiliki gambaran klinis yang konsisten dengan dermatitis
kontak?
a.Ya : Gambaran klinis dari dermatitis kontak paling konsisten ditandai dengan
adanya inflamasi eczematous. Meskipun istilah eczema dan dermatitis sering
digunakan secara bergantian oleh dokter spesialis kulit. Dermatitis berarti
peradangan kulit dan mencakup gangguan spektrum yang luas. Eczema identik
dengan dermatitis eczematosa dan mengacu pada gelembung vesikel atau eksudat
serosa melalui epidermis yang memiliki ciri-ciri gangguan inflamasi, termasuk
dermatitis kontak. Pada fase akut dermatitis eczematosa secara klinis dibedakan
dari bentuk-bentuk lain dari dermatitis oleh kehadiran vesicular. Pada fase
subakut dan kronik ditandai dengan adanya pengelupasan pada kulit (scaling)
atau lichenifikasi yang disertai dengan adanya exudat serosa. Jika perubahan ini
tidak jelas pada pemeriksaan klinis,pada biopsi kulit harus menunjukkan adanya
microvesicles epidermal atau spongiosis, disertai dengan limfositosis. Tidak ada
gambaran klinis yang membedakan iritan dari dermatitis kontak alergi, meskipun
vesikula lebih mungkin sering terjadi pada dermatitis kontak alergi. Dokter yang
melakukan pemeriksaan harus bergantung pada deskripsi klinis yang diberikan
oleh pasien atau catatan medis jika gambaran dermatitis tidak ditemukan pada
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU
KESEHATANJURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO2013
63
saat evaluasi. Meskipun deskripsi klinis tersebut terkadang memadai, namun
sering tidak cukup untuk mengkarakterisasi dermatitis sebagai eczematous.
b. Tidak : Jika gambaran klinis bukan eczematous. Kemungkinan bahwa dermatitis
yang disebabkan oleh iritasi kontak dan allergen secara substansial telah
berkurang. Biopsi kulit kadang-kadang diperlukan sebelum menyimpulkan
dermatitis yang tidak eczematous.
c.Tidak tahu : dermatitis seborroik, dyshidrotic eczema, nummular eczema, stasis
eczema, asteatotic eczema, atopic eczema, and neurodermatitis merupakan pola
reaksi eczematous kulit di mana faktor-faktor sistemik endogen atau kurangnya
pemahaman sering menjadi penentu utama. Sebab dermatitis kontak terkadang
memiliki pola reaksi yang hampir sama, morfologi eczematous ini seharusnya
tidak otomatis mengecualikan dermatitis kontak dari pertimbangan. kadang-
kadang, dermatitis kontak dapat menunjukkan pola reaksi noneczematous yang
spesifik (misalnya erupsi lichenoid,urtikaria, erytherma multiforme like
reaction). Meskipun reaksi ini sesuai dengan dermatitis kontak, reaksi ini sering
disebabkan oleh penyebab lain seperti infeksi virus atau erupsi obat. Serta tidak
adanya temuan klinis dan gambaran klinis yang tidak memadai dalam sejarah
catatan medis dapat diandalkan criteria ini.
2. Apakah terdapat paparan kerja yang potensial untuk menimbulkan iritasi
kulit atau alergen?
a. Ya :Dokter harus menanyakan tentang semua paparan pada tempat kerja,
termasuk diantaranya krim pelindung, sabun, detergen,debu, kelembaban yang
rendah, asam (contohnya asam cuka,asam sulfat, asam nitrat), basa (contohnya
natrium hidroksida, kalium hidroksida), dan air yang digunkan secara
berulang- ulang sebelum criteria ini dievaluasi. Selain itu, The Hazardous
Substance Communication Standard berdasarkan permintaan Material Safety
Data Sheets (MSDS) mensyaratkan para pemilik tempat kerja untuk
memberikan perlindungan bagi karyawannya terhadap semua bahanatau
zatyang dapat menimbulkan paparan di tempat kerja berdasarkan permintaan
Material Safety Data Sheets (MSDS). Pernyataan singkat tentang iritasi kulit
atau alergenisitas ditemukan pada MSDS dapat membantu untuk
mengevaluasi criteria ini. Dokter dapat menanyakan tentang bahan atau zat
64
yang potensial untuk menimbulkan iritanatau alergenitas dasar penerapan
yang dilakukan dalam bekerja. Misalnya sifat-sifat kimia suatu zat atau agen
pembersih juga dapat membuat iritasi kulit potensial.
b. Tidak. Datatoksikologik atau pengalaman klinis mungkin dapat menunjukkan
bahwa paparan tempat kerja adalah tidak menyebabkan iritasi ataupun alergi.
Temuan negatif menunjukkan bahwa efekkulit yang dalam probabilitasnya
rendah, kadang-kadang jika kondisi yang cocok hampir semua hal bisa
membuat iritasi kulit (misalnya pada konsentrasi tinggi, oklusi terhadap kulit,
dan eksposur yang lama atau berulang-ulang).
c. Tidak tahu.Jika dokter tidak dapat menentukan sifatnya apakah paparan kerja
menyebabkan iritasi atau alergi, maka kriteriaini tidak dapat dievaluasi.
3. Apakah distribusi anatomi dermatitis konsisten dengan bentuk paparan kulit
dalam kaitannya dengan pekerjaan yang dilakukan?
a. Ya. Dermatitis kontak biasanya paling parah pada permukaan kulit dengan
paparan maksimal dengan iritan atau alergen. Bentuk fisik dari iritan atau
alergen menentukan permukaan kulit yang paling mungkin terkena dalam
kaitannya dengan tugas pekerjaan. Dermatitis kontak dari asap, gas, atau
uap paling sering mempengaruhi kulit yang terkena pada bagian wajah dan
kelopak mata, gejala okular atau iritasi saluran napas bagian atas sering
terjadi secara bersamaan dengan terjadinya dermatistis tsb. Dermatitis
kontak dari partikel di udara, debu, kabut dapat mempengaruhi tidak hanya
permukaan kulit yang terkena tetapi juga meliputi wilayah yang
berdekatan dengan bagian yang yang tidak tertutup pakaian, di bagian
tersebut partikel tersebut akan terjebak dan terkonsentrasi. Dermatitis dari
cairan industri sering terkena pada kulit tangan atau lengan di mana kontak
dengan kulit secara langsung sering terjadi, tetapi dermatitis juga dapat
terjadi di bawah bagian kulit yang tertutup pakaian bilamana bagian
atasnya menjadi cukup jenuh. Dermatitis dari agen padat dapat
mempengaruhi permukaan kulit melalui kontak berkepanjangan atau
sering (misalnya lapisan nikel pada gunting dapat menyebabkan alergi
kontak pada penjahit)
65
b. Tidak. Jikadermatitis terkena pada bagian tubuh dengan paparan
maksimal iritan atau allergen yang dicurigai (berdasarkan bentuk fisik
bagian tersebut yang kemungkinan berkaitan dengantugas pekerjaan),
tetapi dapat berpengaruh pada permukaanlain, yang mungkin tidak
disebabkan oleh paparan itu.
c. Tidak tahu.Meskipun dermatitis kontak biasanya paling parah terjadi
pada bagian yang terkena paparan maksimal, namun ada beberapa
pengecualian penting untuk kondisi yang biasa terjadi ini. Kelopak
mata,kulit wajah dan genital relative lebih rentan terhadap iritasi dari
daerah kulit lainnya, mungkin karena permeabilitas kulit bagian itu lebih
besar. Ini kadang-kadang hanya terjadi pada daerah tubuh yang terkena
dampak, meskipun eksposur yang lebih besar dapat terjadi pada
permukaan tubuh lainnya.
4. Apakah ada hubungan sementara antara paparan dan awal terjadinya
dermatitis kontak?
a. Ya.Paparan harus terjadi dulu sebelum timbulnya dermatitis kontak.
Dermatitis kontak iritan biasanya dimulai dalam beberapa minggu pertama
atau bulan setelah paparan pertama atau setelah terjadi peningkatan jumlah
eksposur yang berlangsung (paparan misalnya untuk memotong cairan
meningkat dari setengah jam per hari menjadi 6jam per hari). Meskipun
dermatitis kontak alergi sering terjadi dalam beberapa bulan pertama juga,
periode latennya lebih bervariasi, bisa dalam periode minggu atau tahun
sebelum terjadi dermatitis. Sebuah aturan praktis yang berguna tentang
hubungan temporal yang konsisten laten tentang jangka waktu periode
laten adalah tidak lebih dari 6 bulan setelah terjadinya exposure yang
pertama atau bila terjadi peningkatan pemaparan (exposure)
b. Tidak. Sebuah hubungan kausal tidak masuk akal jika terjadinya
dermatitis mendahului paparan pertama. Selanjutnya, dermatitis kontak
biasanya dimulai dalam beberapa jam atau hari setelah eksposur dirasa
cukup untuk mendorongnya. Sebuah jeda waktu lebih dari 3 sampai 4 hari
antara paparan terakhir dan kejadian dermatitis biasanya tidak konsisten
dengan hubungan kausal. Satu-satunya pengecualian dari generalisasi ini
66
adalah kejadian pertama dari dermatitis kontak alergi, yang kadang mulai
sampai 3minggu setelah pajanan/exposure terakhir.
c. Tidak tahu.Jika periode laten antara exposure yang pertam aatau
peningkatan eksposur telah berlangsung selama lebih dari 6 bulan, maka
hubungan sebab akibat menjadi tidak pasti. Dokumen sejarah kerja yang
akurat menunjukkan bahwa peningkatan paparan yang berkelanjutan sulit
untuk diperoleh. Kulit pekerjayang lebih tua mungkin menjadi lebih rentan
terhadap iritasi dengan penuaan, meskipun paparan tidak beruba hatau
meningkat.
5. Apakah anda sudah memasukkan pajanan non occupational disease
(penggunaan obat, hobi, perawatan kulit, kosmetik, dan akibat melakukan
pekerjaan rumah tangga sehari- hari) ke dalam kriteria eksklusi?
a. Ya.Penyebab potensiallain dari iritasi atau dermatitis kontak alergi dari
paparan non occupational (misalnya kosmetik dan perekat) harus
dikeluarkan dari riwayat pasien.
b. Tidak. Paparan nonoccupational mungkin lebih cenderung menjadi
penyebab berdasarkan riwayat menyeluruh atau patch test.
c. Tidak tahu.Tanpa riwayat paparan non occupational yang menyeluruh,
pemeriksaan dokter tidak dapat dipercaya kecualikan terdapat
pertimbangan paparan di luar lingkungan kerja. Kadang-kadang pekerja
yang terkena memiliki eksposur terhadap iritasi kulit substansial atau
allergen baik di dalam maupun di luar lingkungan kerja.
6. Apakah dengan menghilangkan paparan dapat menyebabkan dermatitis
mengalami perbaikan (improvement)?
a. Ya.Peningkatan libur kerja pada pekerjaan yang dimodifikasi dapat
menunjukkan hubungan sebab akibat kemungkinan hanya ketika
diberikan bersamaan dengan pengobatan (misalnya steroid
intramuskular) namun tidak dapat mendorong terjadinya penyembuhan.
Memburuknya kondisi setelah dilakukan reexposure menunjukkan
bahwa proses perbaikan mungkin tidak spontan terjadi.
b. Tidak.Dermatitis yang tidak mulai membaik dalam seminggu setelah
penghapusan pekerja dari paparan tempat kerja mungkin terjadi,
67
asalkan tidak terjadi paparan yang bersamaan dengan iritan atau
allergen lain selama interval ini. Beberapa penelitian yang diterbitkan
tentang dermatitis kontak menunjukkan bahwas ejumlah besarpekerja
yang terkena(hingga 25%) tidak dapat lebih baik kondisinya meskipun
dilakukan perubahan pekerjaan atau modifikasi.
c. TidakTahu.Peningkatan libur kerja atau modifikasi pekerjaan
terkadang disebabkan oleh perawatan medis yang dilakukan
bersamaan. Sebaliknya, kegagalan untuk meningkatkan kondisi kadang-
kadang dapat dijelaskan oleh terlalu pendek periode pengamatan
(kurang dari 1 minggu dari pekerjaan) atau terjadi paparan yang
bersamaan dengan iritan atau alergen lain. Kriteria ini tidak dapat
dievaluasi meskipun terdapat alternative penjelasan.
7. Apakah
Patch tes atau tes penunjang lainnya dapat memberikan implikasi yang
specific terhadap paparan tertentu pada tempat kerja?
a. Ya.Uji patch harus dilakukan setiap kali melakukan diagnosis pada
dermatitis kontak karena alergi. Prosedunya harus menggunakan zat uji
dengan konsentrasi yang tidak menyebabkan iritasi dan mengikuti
pedoman yang direkomendasikan untuk menghindari reaksi positif atau
negatif yang palsu. Sebuah reaksi positif terhadap tes patch tidak selalu
menunjukkan sumber paparan allergen dan mendukung hubungan
kausal hanya jika paparan sebenarnya terjadi di tempat kerja. Tes
provokasi kadang – kadang berguna untuk mengkonfirmasi sumber
kemungkinan paparan allergen yang diidentifikasi pada saat uji patch,
terutama ketika sumber tersebut mengandung tingkat yang sangat
rendah dari alergen. Uji patch atau provokasi dengan irritant yang
melibatkan exposure yang lebih lama daripada di tempat kerja akan
menghasilkan semacam reaksi false-positive, reaksi yang tidak berarti.
b. Tidak.Jika dilakukantespatch atau tes provokasi dengan benar untuk
semua potensial alergen atau iritan di tempat kerja telah menunjukkan
temuan negatif, menunjukkan hubungan sebab akibat yang tidak
mungkin.
68
c. TidakTahu. Jika semua alergen atau iritan di tempat kerja yang
potensial belum diuji, kriteria ini tidak dapat diandalkan untuk
dievaluasi. Setiap kemungkinan didapatkan hasil tes yang positif palsu
atau negative palsu yang dapat menghambat proses evaluasi. Penyebab
umum dari reaksi positif palsu adalah konsentrasi uji iritasi,
interprestasi yang berlebihan, hasil tesreaksi positif yang lemah,
tesdilakukan pada kulit eczematous, dan eksema yang tersebar luas atau
beberapa reaksites positif patch yang kuat. Penyebab umum hasil uji
tempel yang palsu negative adalah penyimpangan dari pedoman
pengujian sehingga gagal serta pembacaan dan penekanan terhadap
reaksi positif dari catatan kortico-steroid.
*Diagnosis dermatitis kontak akibat kerja dapat ditegakkan bila 4 dari 7
pertanyaan memiliki jawaban ’’ya ’’
Berdasarkan kriteria Mathias di atas, maka responden
a.Positif, mengalami dermatitis kontak akibat kerja
b.Negatif, tidak mengalami dermatitis kontak akibat kerja
69
Lampiran 5.Validitas dan Reliabilitas Kuesioner
Correlations
Correlations
1 .367* .612** .356 .774**
.046 .000 .053 .000
30 30 30 30 30
.367* 1 .484** .257 .701**
.046 .007 .171 .000
30 30 30 30 30
.612** .484** 1 .582** .864**
.000 .007 .001 .000
30 30 30 30 30
.356 .257 .582** 1 .712**
.053 .171 .001 .000
30 30 30 30 30
.774** .701** .864** .712** 1
.000 .000 .000 .000
30 30 30 30 30
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
P1
P2
P3
P4
Pengetahuan
P1 P2 P3 P4 Pengetahuan
Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).*.
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
Reliability
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
30 100.0
0 .0
30 100.0
Valid
Excludeda
Total
CasesN %
Listwise deletion based on allvariables in the procedure.
a.
Reliability Statistics
.751 4
Cronbach'sAlpha N of Items
Scale Statistics
6.73 1.995 1.413 4Mean Variance Std. Deviation N of Items
70
Lampiran 6.Hasil Analisis Laru
Pendidikan
66 65.34 65.34 65.34
26 25.74 25.74 91.08
8 7.9 7.9 98.98
1 1.02 1.02 100.0
101 100.0 100.0
SD
SMP
SMA
D1
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Jenis Kelamin
44 43.56 43.56 43.56
57 56.44 56.44 100.0
101 100.0 100.0
Laki-laki
Perempuan
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
71
Lampiran 7. Hasil Analisis SPSS
Analisis Univariat
DKAK
85 84.2 84.2 84.2
16 15.8 15.8 100.0
101 100.0 100.0
Ya
Tidak
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Pengetahuan
35 34.7 34.7 34.7
66 65.3 65.3 100.0
101 100.0 100.0
Tidak Baik
Baik
Total
ValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Perilaku Pemakaian APD
101 100.0 100.0 100.0Tidak BaikValidFrequency Percent Valid Percent
CumulativePercent
Crosstab
30 5 35
29.5 5.5 35.0
85.7% 14.3% 100.0%
35.3% 31.3% 34.7%
29.7% 5.0% 34.7%
55 11 66
55.5 10.5 66.0
83.3% 16.7% 100.0%
64.7% 68.8% 65.3%
54.5% 10.9% 65.3%
85 16 101
85.0 16.0 101.0
84.2% 15.8% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0%
84.2% 15.8% 100.0%
Count
Expected Count
% within Pengetahuan
% within DKAK
% of Total
Count
Expected Count
% within Pengetahuan
% within DKAK
% of Total
Count
Expected Count
% within Pengetahuan
% within DKAK
% of Total
Tidak Baik
Baik
Pengetahuan
Total
Positiff Negatif
DKAK
Total
72
Lampiran 8. Hasil Analisis SPSSAnalisis BivariatCrosstabs Pengetahuan dengan DKAK
Chi-Square Tests
.097b 1 .755
.001 1 .980
.099 1 .754
1.000 .498
.096 1 .756
101
Pearson Chi-Square
Continuity Correctiona
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-LinearAssociation
N of Valid Cases
Value dfAsymp. Sig.
(2-sided)Exact Sig.(2-sided)
Exact Sig.(1-sided)
Computed only for a 2x2 tablea.
0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.54.
b.
x2 value chi- square
P Value x2 tabel
0,097 0,755 3,841
73
Perilaku Pemakaian APD dengan DKAK
Crosstab
85 16 101
85.0 16.0 101.0
84.2% 15.8% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0%
84.2% 15.8% 100.0%
85 16 101
85.0 16.0 101.0
84.2% 15.8% 100.0%
100.0% 100.0% 100.0%
84.2% 15.8% 100.0%
Count
Expected Count
% within PerilakuPemakaian APD
% within DKAK
% of Total
Count
Expected Count
% within PerilakuPemakaian APD
% within DKAK
% of Total
Tidak BaikPerilaku Pemakaian APD
Total
Ya Tidak
DKAK
Total
Chi-Square Tests
.a
101
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
Value
No statistics are computed becausePerilaku Pemakaian APD is a constant.
a.
74
Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian
a. Responden yang memiliki dermatitis kontak akibat kerja
75
76
b. Responden yang tidak terdiagnosis dermatitis kontak akibat kerja
77
78
Lampiran 10. Dokumentasi Aktivitas Pekerja Tahu Kalisari
79
80
Lampiran 11. Rekapan Data Responden Penelitian
NoKode
RespondenUsia JK
Pendidikan Akhir
DKAK/NON DKAK
PengetahuanPerilaku Pemakaian APD
Skor Kriteria1 1 42 P SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK2 3 48 L SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK3 5 37 P SMP DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK4 6 46 P SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK5 8 33 P SD DKAK 3 TIDAK BAIK TIDAK BAIK6 9 49 L SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK7 12 50 P SD DKAK 2 TIDAK BAIK TIDAK BAIK8 14 50 L SD DKAK 3 TIDAK BAIK TIDAK BAIK9 15 41 L SD DKAK 2 TIDAK BAIK TIDAK BAIK10 17 50 P SD DKAK 2 TIDAK BAIK TIDAK BAIK11 21 33 P SD DKAK 2 TIDAK BAIK TIDAK BAIK12 25 20 L SMA DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK13 26 47 L SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK14 27 50 L SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK15 29 41 P SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK16 31 50 P SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK17 32 36 P SMA DKAK 3 TIDAK BAIK TIDAK BAIK18 34 50 P SD DKAK 2 TIDAK BAIK TIDAK BAIK19 35 48 P SMP NON DKAK 2 TIDAK BAIK TIDAK BAIK20 36 50 P SD DKAK 2 TIDAK BAIK TIDAK BAIK21 41 32 P SD DKAK 2 TIDAK BAIK TIDAK BAIK22 42 50 L SD DKAK 2 TIDAK BAIK TIDAK BAIK
81
23 43 45 P SD DKAK 2 TIDAK BAIK TIDAK BAIK24 45 37 P SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK25 50 43 L SMP DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK26 51 47 P SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK27 53 39 P SD DKAK 2 TIDAK BAIK TIDAK BAIK28 55 50 P SD DKAK 2 TIDAK BAIK TIDAK BAIK29 57 36 P SD DKAK 3 TIDAK BAIK TIDAK BAIK30 58 50 L SD DKAK 2 TIDAK BAIK TIDAK BAIK31 60 50 P SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK32 62 37 P SD DKAK 3 TIDAK BAIK TIDAK BAIK33 63 42 L SD DKAK 2 TIDAK BAIK TIDAK BAIK34 65 50 L SD NON DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK35 67 50 L SMP DKAK 2 TIDAK BAIK TIDAK BAIK36 71 36 P SMP NON DKAK 2 TIDAK BAIK TIDAK BAIK37 72 50 P SD NON DKAK 2 TIDAK BAIK TIDAK BAIK38 74 50 L SMP DKAK 3 TIDAK BAIK TIDAK BAIK39 75 50 P SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK40 77 45 L SMA DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK41 79 50 L SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK42 81 29 P SMP DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK43 83 48 P SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK44 84 41 L SMP DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK45 87 20 P SMP DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK46 88 25 P SMA DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK47 89 31 L SMA NON DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK48 90 45 L SD NON DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK49 91 50 P SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK
82
50 92 49 P SMP DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK51 95 39 L SMP DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK52 97 44 L SMP NON DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK53 101 46 P SMP DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK54 103 30 P SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK55 106 48 L SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK56 107 50 L SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK57 111 36 P SMP DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK58 112 42 P SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK59 114 47 L SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK60 115 50 P SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK61 119 50 P SD DKAK 3 TIDAK BAIK TIDAK BAIK62 120 46 L SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK63 122 50 P SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK64 125 47 P SMP DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK65 126 48 P SMA DKAK 3 TIDAK BAIK TIDAK BAIK66 127 49 L SD NON DKAK 2 TIDAK BAIK TIDAK BAIK67 131 44 P SD DKAK 2 TIDAK BAIK TIDAK BAIK68 132 37 L SMP DKAK 2 TIDAK BAIK TIDAK BAIK69 133 48 P SD DKAK 2 TIDAK BAIK TIDAK BAIK70 134 26 L D1 DKAK 2 TIDAK BAIK TIDAK BAIK71 136 27 L SMP DKAK 3 TIDAK BAIK TIDAK BAIK72 138 39 L SMP NON DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK73 140 34 P SMP DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK74 141 41 L SMA DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK75 142 34 L SMP DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK76 144 40 L SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK
83
77 147 50 P SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK78 148 36 P SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK79 150 43 L SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK80 152 50 L SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK81 157 49 P SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK82 158 28 P SMA DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK83 159 47 P SMP DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK84 163 48 L SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK85 168 50 P SD NON DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK86 169 50 P SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK87 171 50 P SD DKAK 3 TIDAK BAIK TIDAK BAIK88 174 48 P SMP NON DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK89 176 46 P SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK90 179 50 L SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK91 180 50 L SD DKAK 2 TIDAK BAIK TIDAK BAIK92 182 40 P SD NON DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK93 184 44 P SD DKAK 3 BAIK TIDAK BAIK94 185 32 L SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK95 188 44 L SMP DKAK 3 TIDAK BAIK TIDAK BAIK96 190 35 P SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK97 191 35 L SMP DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK98 193 37 P SD DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK99 195 29 L SMP DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK100 197 28 L SMP DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK101 198 46 L SD NON DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK102 200 38 P SMP DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK103 202 44 P SMP NON DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK
84
104 205 31 P SD NON DKAK 4 BAIK TIDAK BAIK105 207 33 P SMP NON DKAK 2 TIDAK BAIK TIDAK BAIK
Keterangan:
: Kriteria Eksklusi
JK : Jenis KelaminDKAK : Dermatitis Kontak Akibat KerjaAPD : Alat Pelindung Diri
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : Aulia Dyah Febrianti
Nomor Induk Mahasiswa : G1A009002
Judul Penelitian : Pengaruh Pengetahuan dan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri Pada Pekerja Pabrik Sentra Industri Tahu Kalisari Terhadap Timbulnya Dermatitis Kontak Akibat Kerja
Pembimbing Skripsi : 1. dr. Lilik Karsono, Sp.KK
2. dr. Nendyah Roestijawati,MKK
Menyatakan bahwa :
1. Penelitian ini merupakan hasil penelitian sendiri, bukan jiplakan (plagiasi)
2. Pelaksanaan penelitian ini menggunakan biaya sendiri
3. Hak kekayaan intelektual penelitian ini menjadi milik institusi dalam hal ini
Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), kecuali jika penelitian ini dilakukan
dengan dana di luar Unsoed
4. Hak publikasi penelitian ini ada pada peneliti
Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, tanpa paksaan atau
tekanan dari siapapun. Saya bersedia bertanggung jawab secara hukum apabila
terdapat hal-hal yang tidak benar di dalam pernyataan ini.
Purwokerto, April 2013
Yang membuat pernyataan,
Aulia Dyah Febrianti
xiii
BIODATA
Data Pribadi
Nama Lengkap
Nomor Induk Mahasiswa
:
:
Aulia Dyah Febrianti
G1A009002
Tempat dan Tanggal Lahir
Jenis Kelamin
:
:
Banyumas, 8 Februari 1991
Perempuan
Alamat Lengkap
No. Telepon / Email
:
:
Perum Ketapang Indah Blok D1 No.66 RT 05/10
Sokaraja 53181
081391497486/ auliadyahfebrianti@yahoo.com
Judul Penelitian : Pengaruh Pengetahuan Dan Perilaku Penggunaan
Alat Pelindung Diri Pada Pekerja Pabrik Sentra
Industri Tahu Kalisari Terhadap Timbulnya
Dermatitis Kontak Akibat Kerja
Riwayat Pendidikan
1. TK Pertiwi Kabupaten Banyumas :1995-1997
2. SD Negeri Krandegan 04 Banjarnegara :1997 – 2000
3. SD Negeri 02 Kranji Purwokerto Timur : 2000 –2003
4. SMP Negeri 8 Purwokerto : 2003 – 2006
5. SMA Negeri 2 Purwokerto : 2006 – 2009
6. Jurusan Kedokteran FKIK Unsoed : 2009 – 2013
xiv
Kegiatan Ilmiah
1. Peserta Seminar Ilmiah Nasional Kejahatan Seksual Kajian
Aspek Biomedik, Medikolegal dan Psikososial: 2009
2. Peserta Seminar Nasional Munas Mukernas ISMKI 2010
Strategi Peningkatan Kualitas Kesehatan Bangsa Indonesia
Dalam Menyambut Komunitas ASEAN 2015
: 2010
Kegiatan Pengembangan Diri
1. Peserta Pelatihan ESQ leadership : 2009
2. Peserta Bimbingan dan Orientasi Pengenalan Kampus
Mahasiswa Baru Jurusan Kedokteran FKIK Unsoed: 2009
3. Peserta LKMM-TD : 2009
Kegiatan Kepanitiaan
1 Panitia Bimbingan dan Orientasi Pengenalan Kampus dan
Mahasiswa Baru Jurusan Kedokteran FKIK UNSOED
2010
: 2010
2. Panitia Bimbingan dan Orientasi Pengenalan Kampus dan
Mahasiswa Baru Jurusan Kedokteran FKIK UNSOED
2011
: 2011
3. Panitia Munas Mukernas ISMKI 2010 : 2010
4. Panitia Peduli Hari Anak Nasional : 2010
5. Panitia Latissimus Dorsi Medical Urgent : 2011
6. Panitia Baksoswil III ISMKI : 2011
xv
xvi
top related