perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id peramalan kurs ...... · meramalkan data kurs jual euro...
Post on 10-Mar-2019
227 Views
Preview:
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PERAMALAN KURS EURO TERHADAP RUPIAH MENGGUNAKAN
MODEL ASYMMETRIC POWER AUTOREGRESSIVE CONDITIONAL
HETEROSCEDASTICITY (APARCH)
Oleh
BONDRA UJI PRATAMA
M0107075
SKRIPSI
ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Sains Matematika
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
ABSTRAK
Bondra Uji Pratama, 2012. PERAMALAN KURS EURO TERHADAP RUPIAH
MENGGUNAKAN MODEL ASYMMETRIC POWER AUTOREGRESSIVE
CONDITIONAL HETEROSCEDASTICITY (APARCH). Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret.
Model ARMA memiliki asumsi homoscedasticity sedangkan model ARCH dan
GARCH mempunyai asumsi heteroscedasticity. Ketiga model ini tidak mempunyai
asumsi bahwa penurunan harga (bad news) maupun peningkatan harga (good news)
memberikan pengaruh yang tidak simetris terhadap volatilitasnya, yang biasa dikenal
dengan istilah leverage effect. Namun, data kurs euro terhadap rupiah mempunyai
sifat heteroscedasticity dan leverage effect. Adanya heteroscedasticity dan leverage
effect dapat diselesaikan menggunakan model Asymmetric Power Autoregressive
Conditional Heteroscedasticity (APARCH).
Tujuan skripsi ini adalah menentukan model runtun waktu yang sesuai untuk
kurs euro terhadap rupiah. Model yang sesuai tersebut digunakan untuk meramalkan
data kurs euro terhadap rupiah. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah
penerapan kasus. Data yang digunakan untuk peramalan adalah kurs euro terhadap
rupiah periode 28 Januari 2002 sampai 27 September 2011. Model APARCH yang
terbaik dapat dipilih berdasarkan nilai Akaike Info Criterion (AIC) dan Schwarz
Criterion (SC).
Model terbaik untuk meramalkan data kurs euro terhadap rupiah adalah model
APARCH(2,1) dengan model ARMA(0,1) sebagai model rata-rata bersyaratnya. Nilai
ramalan data kurs euro terhadap rupiah untuk 7 periode berikutnya mendekati data
aslinya. Hal ini ditunjukkan dengan semua nilai data asli 7 periode ke depan berada di
dalam interval konfidensi 95%, yang berarti tingkat kepercayaan hasil ramalan
sebesar 95%. Hal ini diperkuat dengan nilai Mean Absolute Percentage Error
(MAPE) yang relatif kecil yaitu 0,628597%.
Kata kunci : heteroscedasticity, leverage effect, APARCH.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
ABSTRACT
Bondra Uji Pratama. 2012. FORECASTING THE EURO EXCHANGE RATE
TO RUPIAHS USING APARCH MODEL. Faculty of Mathematics and Natural
Sciences. Sebelas Maret University.
ARMA model has homoscedasticity assumption while ARCH and GARCH
model has heteroscedasticity assumption. They are have no assumption that price
decrease (bad news) or price increase (good news) give an asymmetric effect to the
volatility, well known as leverage effect. Nonetheless, euro exchange rate data to
rupiahs has heteroscedasticity property and leverage effect. They can be solved by
using Asymmetric Power Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (APARCH)
model.
The aim of this paper is determining time series model which appropriate for
euro exchange rate to rupiahs. The model is used to forecast euro exchange rate to
rupiah. The method for this paper is cases application. The data is euro exchange rate
to rupiah from January 28th
2002 to Sepetember 27th
2011. The best APARCH model
is selected based on the value of Akaike Info Criterion (AIC) and Schwarz Criterion
(SC).
The best model for forecasting euro exchange rate data to rupiah is
APARCH(2,1) model with ARMA(0,1) model as conditional mean model. The
forecasting value of euro exchange rate data to rupiah for 7 next periods is close to
the original data. This is showed by all the original data values within 95%
confidence interval, it’s meaning that confidence level of forecasting result is 95%.
This is strengthened by small relative value of Mean Absolute Percentage Error
(MAPE) is 0,628597%.
Keywords : heteroscedasticity, leverage effect, APARCH
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Euro adalah mata uang yang digunakan di 16 negara anggota Uni Eropa
pada tahun 2011. Wilayah pengguna mata uang euro disebut sebagai Zona Euro.
Secara giral, mata uang ini mulai dipakai sejak tanggal 1 Januari 1999 dan secara
fisik baru dipakai pada tanggal 1 Januari 2002 oleh 12 negara anggota Uni Eropa
(www.wikipedia.com). Sejak diperkenalkan mata uang euro meningkat secara
cepat tetapi US dollar (dolar Amerika Serikat) masih mendominasi pasar valuta
asing karena telah menjadi standar transaksi dunia. Seiring berjalannya waktu
nilai euro semakin menguat dan mampu mengimbangi US dolar sehingga
membuat beberapa kalangan mulai beralih ke euro sebagai alternatif investasi
valuta asing (www.wikipedia.com). Investasi valuta asing di Indonesia khususnya
euro, yang lebih diperhatikan investor adalah fluktuasi nilai tukar euro terhadap
rupiah. Hal itu dikarenakan investor lebih memilih keuntungan relatif dari
investasinya. Bertambahnya investor di Indonesia akan sangat mempengaruhi
pertumbuhan perekonomian di Indonesia.
Fluktuasi nilai tukar mata uang (kurs) euro terhadap rupiah dapat
dimodelkan menggunakan analisis runtun waktu karena merupakan himpunan
observasi terurut. Data runtun waktu dapat dimodelkan menggunakan model
Autoregressive Moving Average (ARMA). Menurut Bollerslev (1986), model
ARMA dapat diidentifikasi menggunakan Autocorelation Function (ACF) dan
Partial Autocorelation Function (PACF). Model ARMA memiliki asumsi variansi
eror yang konstan, yang dikenal dengan istilah homoscedasticity.
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan (Widyanti, 2008), data kurs
euro terhadap rupiah mempunyai sifat volatility clustering. Volatility clustering
didefinisikan sebagai berkumpulnya sekelompok aset return yang bernilai besar
dan diikuti sekelompok aset return yang bernilai kecil. Volatility clustering
mengindikasikan variansi yang tidak konstan atau heteroscedasticity, sehingga
data kurs euro terhadap rupiah mempunyai sifat heteroscedasticity.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Engle (1982) memperkenalkan model ARCH (Autoregressive Conditional
Heteroscedasticity) untuk memodelkan data yang memiliki variansi yang tidak
konstan atau heteroscedasticity. Model ARCH dalam aplikasi empirisnya relatif
membutuhkan nilai lag yang panjang pada model variansi bersyaratnya. Model
GARCH (Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity) merupakan
penyederhanaan dari model ARCH dengan mengikutsertakan variansi masa lalu
untuk menjelaskan variansi masa yang akan datang, sehingga diperoleh taksiran
variansi yang lebih akurat (Bollerslev, 1986). Model ARCH dan GARCH
mempunyai asumsi bahwa penurunan harga aset (bad news) dan peningkatan
harga aset (good news) memberikan pengaruh simetris terhadap volatilitasnya.
Menurut Chen (2005) pada data finansial sering terjadi keadaan leverage
effect, yaitu suatu keadaan bad news dan good news memberikan pengaruh yang
tidak simetris terhadap volatilitasnya. Penelitian sebelumnya yang dilakukan
Hestiningtyas (2009) data kurs euro terhadap rupiah merupakan data finansial
yang memiliki kondisi leverage effect. Menurut (Zhou, 2009), untuk memodelkan
data yang memiliki sifat heteroscedasticity dan kondisi leverage effect dapat
digunakan model APARCH (Asymmetric Power Autoregressive Conditional
Heteroscedasticity) yang diperkenalkan oleh Ding, Granger dan Engle pada tahun
1993. Ide pokok model APARCH adalah mengganti pangkat kedua order dari eror
dalam bentuk yang fleksibel dan mempunyai koefisien asymmetric untuk
mengatasi leverage effect dalam perhitungan.
Model APARCH adalah model yang sesuai untuk memodelkan data kurs
euro terhadap rupiah untuk periode 28 Januari 2002 sampai 27 September 2011.
Kriteria informasi digunakan untuk pemilihan model terbaik yang dipilih
berdasarkan Akaike Info Criterion (AIC) dan Schwarz Criterion (SC) karena
kedua kriteria ini konsisten dalam menduga parameter model. Model APARCH
yang diperoleh digunakan untuk meramalkan data kurs euro terhadap rupiah
periode 28 Januari 2002 sampai 27 September 2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut.
1. Bagaimana memodelkan data kurs jual euro terhadap rupiah dengan model
APARCH.
2. Bagaimana pemilihan model terbaik untuk memodelkan data kurs jual euro
terhadap rupiah.
3. Bagaimana hasil peramalan data kurs jual euro terhadap rupiah menggunakan
model terbaik.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Memodelkan data kurs jual euro terhadap rupiah dengan model APARCH.
2. Mencari model terbaik untuk memodelkan data kurs jual euro terhadap rupiah.
3. Meramalkan data kurs jual euro terhadap rupiah menggunakan model terbaik.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah
1. Memberikan pengetahuan mengenai model APARCH dalam runtun waktu
finansial.
2. Mendapatkan informasi tentang hasil ramalan kurs euro terhadap rupiah pada
beberapa periode selanjutnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penerapan model
dengan menggunakan data nilai tukar kurs euro yang diambil pada hari Senin–
Jumat dan selain hari libur nasional mulai 28 Januari 2002 sampai 27 September
2011. Data ini diperoleh dari website Bank Indonesia yaitu www.bi.go.id dan
dianalisis menggunakan software Eviews 5.1.
Langkah-langkah analisis data, adalah
1. membuat plot data untuk melihat kestasioneran data dalam mean dan variansi,
2. mengubah data ke bentuk log return apabila data belum stasioner baik dalam
rata-rata maupun variansi,
3. menguji karakteristik log return,
4. menganalisis model ARMA,
a. membuat plot ACF dan PACF untuk mengidentifikasi model ARMA yang
sesuai digunakan untuk memodelkan rata–rata bersyarat dari data,
b. mengestimasi parameter model ARMA,
c. melakukan pemeriksaan diagnostik model ARMA untuk menguji
kelayakan model. Model dikatakan baik jika residu yang dihasilkan sudah
tidak memiliki autokorelasi dan memiliki homoscedasticity variansi residu,
5. menganalisis adanya efek heteroscedasticity dalam data dengan melihat nilai
ACF dan PACF dari kuadrat residu model ARMA dan mengunakan uji Efek
ARCH Lagrange Multiplier,
6. membentuk dan mengidentifikasi model GARCH,
a. mencari model GARCH yang sesuai untuk memodelkan heteroscedasticity
dari residu model rata–rata bersyarat,
b. mencari model terbaik dari model GARCH yang sesuai dengan melihat
nilai AIC dan SC yang terkecil,
7. menguji keasimetrisan terhadap volatilitas dengan melihat cross correlogram
antara kuadrat standar residu dari model GARCH )~(2
t dengan lagged standar
residu dari model GARCH )~( kt ,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
8. menganalisis model APARCH,
a. mengidentifikasi model,
i. mencari model APARCH yang sesuai untuk memodelkan
heteroscedasticity dari residu model rata–rata bersyarat,
ii. mencari model terbaik dari model APARCH yang sesuai dengan
melihat nilai AIC dan SC yang terkecil,
iii. mengestimasi model rata–rata bersyarat dengan heteroscedasticity
bersyarat terbaik secara bersama,
b. melakukan pemeriksaan diagnostik model terbaik untuk menguji
kelayakan model,
i. memeriksa efek heteroscedasticity pada residu terstandar
menggunakan uji efek ARCH Lagrange Multiplier,
ii. memeriksa asumsi distribusi residu terstandar,
9. melakukan peramalan,
a. meramalkan volatilitas log return menggunakan model heteroscedasticity
yang telah diperoleh,
b. meramalkan nilai log return menggunakan model rata–rata bersyarat untuk
mencari nilai ramalan kurs jual euro terhadap rupiah.
Pembentukan model APARCH dilakukan secara bertahap yang dijelaskan
pada bagan alir pada gambar berikut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Tidak
Stasioner Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Gambar 3.1. Bagan Alir Pembentukan Model APARCH
Plot data
Log Return
ACF dan PACF
Data stasioner
Identifikasi Model ARMA
Estimasi Parameter
Autokorelasi
Efek heteroscedasticity
Model GARCH
Keasimetrisan
Model GARCH
Identifikasi Model APARCH
Estimasi Model
Estimasi Model Bersama
Uji Diagnostik Model
Peramalan
Karakteristik Log Return
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
Model GARCH merupakan penyederhanaan dari model ARCH dengan
mengikutsertakan variansi masa lalu untuk menjelaskan variansi masa yang akan
datang, sehingga diperoleh taksiran variansi yang lebih akurat (Bollerslev, 1986).
Model GARCH digunakan untuk memodelkan data runtun waktu yang memiliki
variansi yang tidak konstan (heteroscedasticity). Model GARCH mempunyai
asumsi bahwa penurunan harga aset (bad news) maupun peningkatan harga aset
(good news) memberikan pengaruh yang simetris terhadap volatilitasnya. Pada
penelitian sebelumnya yang dilakukan Hestiningtyas (2009), data kurs euro
terhadap rupiah mempunyai sifat heteroscedasticity dan kondisi leverage effect.
Menurut Chen (2005), leverage effect adalah suatu kondisi dimana bad news dan
good news memberikan pengaruh yang tidak simetris terhadap volatilitasnya.
Adanya leverage effect pada data kurs euro terhadap rupiah mengakibatkan model
GARCH tidak sesuai digunakan. Menurut Zhou (2009), untuk memodelkan data
yang memiliki sifat heteroscedasticity dan kondisi leverage effect dapat digunakan
model APARCH. Pembentukan model APARCH memerlukan beberapa teori
diantaranya log return, karakterisrik log return, fungsi ACF dan PACF, uji
autokorelasi residu, uji efek heteroscedasticity, dan keasimetrisan model.
2.1.1 Log Return
Return diinterpretasikan sebagai harga relatif yang berubah mengikuti
perbandingan stock markets. Dalam studi mengenai ekonomi dan finansial yang
lebih dititikberatkan adalah nilai return daripada nilai sebenarnya. Hal itu
dikarenakan yang menjadi pusat perhatian dari data finansial adalah fluktuasi
harga yang terjadi. Menurut Chen (2005), log return dirumuskan sebagai berikut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
dengan tr adalah log return pada waktu ke- t dan tP adalah harga nilai tukar euro
terhadap rupiah pada waktu ke- t . Log return juga digunakan untuk menjadikan
data stasioner terhadap rata-rata.
2.1.2 Karakteristik Log Return
Karakteristik data log return dalam pembentukan model heteroscedasticity
adalah data log return memiliki volatility clustering yang ditandai dengan
berkumpulnya sekelompok aset return yang bernilai besar kemudian diikuti
sekelompok aset return yang bernilai kecil dan kurtosis dari distribusi data log
return berbentuk leptokurtik. Nilai kurtosis yang lebih besar dari tiga menandakan
bahwa distribusi data berbentuk leptokurtik dengan ekor lebih pendek dari
distribusi normal.
Kurtosis juga dapat digunakan untuk melihat bentuk dari distribusi data.
Apabila nilai kurtosisnya mendekati tiga dan nilai skewnessnya mendekati nol
maka data tersebut berdistribusi normal. Menurut Bai (2005), kurtosis dan
skewness dirumuskan sebagai berikut
dengan adalah data log return ke-t, adalah rata-rata data, adalah variansi
data dan adalah jumlah data observasi.
Adanya autokorelasi pada data log return dapat diketahui menggunakan
fungsi ACF dan PACF. Apabila data log return memiliki autokorelasi, maka data
log return dapat dimodelkan menggunakan model ARMA.
2.1.3 Fungsi ACF dan PACF
Menurut Bollerslev (1986), Autocorelation Function (ACF) dan Partial
Autocorelation Function (PACF) digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi
model ARMA. ACF adalah fungsi yang menunjukkan besarnya korelasi antara
pengamatan pada waktu ke-t dengan pengamatan pada waktu sebelumnya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
sedangkan PACF adalah fungsi yang menunjukkan besarnya korelasi parsial
antara pengamatan pada waktu ke-t dengan pengamatan-pengamatan pada waktu
sebelumnya.
Menurut Cryer (1986), proses tr dikatakan stasioner apabila dipenuhi
2)(var,)( tt rrE dan kkttktt rrErr ),(),cov( ,
dengan ),cov( st rr adalah fungsi dari selisih waktu .
Korelasi antara tr dan ktr adalah
0)var()var(
),cov(),(
k
ktr
ktt
kttkrr
rrrrcorr
,
dengan adalah fungsi autokorelasi atau ACF. Karena ,
maka
.)var(
))((
0
k
t
ktt
kr
rrE
Autokorelasi diestimasi oleh
T
t t
T
kt ktt
k
rr
rrrr
1
2
1
)(
))((̂ , Kk ,...,2,1,0
dengan tr adalah rata-rata dari deret runtun waktu.
Menurut Pankartz (1983), jika suatu runtun waktu dengan rata-rata
stasioner, maka estimasi nilai ACF turun secara cepat mendekati nol dengan
semakin bertambahnya lag. Apabila rata-ratanya tidak stasioner maka estimasi
nilai ACF turun secara perlahan mendekati nol.
Uji Ljung-Box digunakan untuk mengetahui autokorelasi dalam data
runtun waktu. Hipotesis dari uji Ljung-Box adalah
1. mH ...: 210 (tidak terdapat autokorelasi dalam data runtun
waktu)
:1H paling sedikit satu 0k , mk ,...,2,1 (terdapat autokorelasi dalam
data runtun waktu),
2. statistik uji Q dari Ljung-Box adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
,))/(ˆ()2(1
2
m
k k kTTTQ
dengan T adalah jumlah data, k adalah lag ke-k dan m adalah jumlah lag
maksimum yang ingin diuji,
3. 0H ditolak jika 2
mQ atau nilai probabilitasnya kurang dari tingkat
signifikansi .
Autokorelasi parsial pada lag k dapat dipandang sebagai korelasi antara tr
dan ktr setelah menghilangkan hubungan linier dari 121 ,...,, kttt rrr . Autokorelasi
parsial antara tr dan ktr dinotasikan dengan
,
1
1
1
1
1
1321
2311
1221
1321
2311
1221
kkk
kk
kk
kkkk
k
k
kk
disebut fungsi autokorelasi parsial atau PACF.
2.1.4 Model ARMA
Floros (2005) menjelaskan bahwa model Autoregressive Moving Average
(ARMA) merupakan bentuk model runtun waktu linear yang mengidentifikasi
persamaan regresinya menggunakan nilai masa lalunya atau kombinasi nilai masa
lalu dan eror masa lalunya. Model ARMA mengandung dua komponen yaitu
model Autoregressive (AR) dan Moving Average (MA) dengan p adalah order dari
AR dan q adalah order dari MA.
Menurut Tsay (2002), model AR(p) dinotasikan sebagai berikut
,...2211 tptpttt rrrr
dengan adalah parameter model AR dan t adalah eror model AR. Proses AR(p)
akan stasioner jika 1 . Model MA(q) dinotasikan sebagai berikut
,...211 qtqttttr
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
dengan adalah parameter model MA dan t adalah eror model MA pada waktu
ke-t. Proses MA(p) akan stasioner jika .1 Model ARMA(p,q) merupakan
gabungan dari model AR(p) dan MA(q). Model ARMA(p,q) direpresentasikan
sebagai
qtqtttptpttt rrrr ...... 2112211
....... 22112211 qtqtttptpttt rrrr
Proses ARMA(p,q) akan stasioner jika 1 dan .1
Menurut Tarno (2008), ciri-ciri model AR(p), MA(q), dan ARMA(p,q)
dapat diketahui berdasarkan nilai ACF dan PACF yang disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Ciri-ciri Teoritis ACF dan PACF untuk Model Stasioner
Model ACF PACF
AR(p) Turun secara eksponensial Terpotong setelah lag p
MA(q) Terpotong setelah lag q Turun secara eksponensial
ARMA(p,q) Terpotong setelah lag(q-p) Terpotong setelah lag (q-p)
Menurut Cryer (1986), untuk mengestimasi nilai parameter dalam model
ARMA dapat digunakan metode kuadrat terkecil (least square method) dengan
cara meminimumkan jumlah kuadrat residu. Jumlah kuadrat residu dinotasikan
sebagai
.),(1
2 n
t tS (2.1)
Nilai fungsi S pada persamaan (2.1) akan minimum jika turunan parsial kedua
dari fungsi S terhadap ataupun adalah lebih besar dari nol. Fungsi S akan
mempunyai suatu titik ̂ dan ̂ yang minimum jika menyamakan turunan parsial
pertama fungsi S terhadap dan dengan nol sehingga didapatkan estimasi
akhir parameter ̂ dan ̂ .
Misal dipunyai model ARMA(1,1) sebagai berikut
.1111 tttt rr (2.2)
Berdasarkan persamaan (2.2) diperoleh nilai sisa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
1111 tttt rr
sehingga
.)(),(1
2
11111
2 n
t ttt
n
t t rrS
Estimasi dari ̂ dapat dicari dengan menyamakan
),(Sdengan nol, sehingga
diperoleh persamaan sebagai berikut
.0)(
1
2
1111
n
t ttt rr (2.3)
Berdasarkan persamaan (2.3) diperoleh
.)(
1 1
1 11
1
n
t t
n
t tt rr
(2.4)
Jadi berdasarkan persamaan (2.4), estimasi parameter dari ̂ menjadi
.)(
ˆ
1 1
1 11
1
n
t t
n
t tt rr
Estimasi dari ̂ dapat dicari dengan menyamakan
),(Sdengan nol, sehingga
diperoleh persamaan sebagai berikut
.0)(
1
2
1111
n
t ttt rr (2.5)
Berdasarkan persamaan (2.5) diperoleh
.)(
1 1
1 11
1
n
t t
n
t tt
r
r (2.6)
Jadi berdasarkan persamaan (2.6), estimasi parameter dari ̂ menjadi sebagai
berikut
.)(
ˆ
1 1
1 11
1
n
t t
n
t tt
r
r
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
2.1.5 Uji Diagnostik Model
Uji diagnostik model adalah pengujian asumsi dari residu model rata-rata
bersyarat yang diperoleh. Tujuan dari uji diagnostik model adalah mengetahui
apakah model sesuai untuk digunakan.
2.1.5.1 Uji Autokorelasi Residu
Model rata-rata bersyarat dikatakan baik apabila residu yang dihasilkan
tidak memiliki autokorelasi. Uji Breusch-Godfrey digunakan untuk melihat
autokorelasi dalam residu model rata-rata bersyarat. Uji Breusch-Godfrey dalam
www.wikipedia.com dengan hipotesis sebagai berikut
: tidak terdapat autokorelasi di dalam residu model rata-rata bersyarat
: terdapat autokorelasi di dalam residu model rata-rata bersyarat.
Uji Breusch-Godfrey dirumuskan sebagai
dengan T adalah jumlah pengamatan, k adalah jumlah lag, dan adalah
koefisien determinasi. Statistik uji dibandingkan dengan nilai tabel .
ditolak jika nilai lebih besar dari nilai atau nilai probabilitas (P-value)
kurang dari tingkat signifikansi .
2.1.5.2 Homoscedasticity Variansi
Homoscedasticity variansi dapat dilihat dari plot residu model rata-rata
bersyarat. Apabila plot memperlihatkan adanya fluktuasi yang tinggi pada
beberapa periode dan fluktuasi yang rendah pada beberapa periode yang lain,
maka residu model rata-rata bersyarat memiliki efek heteroscedasticity.
2.1.6 Uji Efek Heteroscedasticity
Dasar dari pembentukan model heteroscedasticity adalah residu dari
model rata–rata bersyarat tidak memiliki autokorelasi. Selain itu, kuadrat residu
dari model rata–rata bersyarat harus dependen atau memiliki autokorelasi.
Autokorelasi pada kuadrat residu model rata-rata bersyarat dapat ditunjukkan
menggunakan fungsi ACF dan PACF. Menurut Tsay (2002), uji untuk mengetahui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
autokorelasi pada kuadrat residu model rata–rata bersyarat dapat dilakukan
menggunakan uji Ljung-Box. Hipotesis dari uji Ljung-Box adalah
1. mH ...: 210 ( 2
t tidak memiliki autokorelasi atau tidak terdapat
efek ARCH)
:1H paling sedikit satu 0k , mk ,...,2,1 ( 2
t memiliki autokorelasi
atau terdapat efek ARCH),
2. statistik uji Q dari Ljung-Box adalah
,))/(ˆ()2(1
2
m
k k kTTTQ
dengan T adalah jumlah data, k adalah lag ke-k dan m adalah jumlah lag
maksimum yang ingin diuji,
3. 0H ditolak jika 2
qpmQ .
Menurut Bollerslev (1986), efek heteroscedasticity pada residu model
rata–rata bersyarat juga dapat diketahui menggunakan uji Lagrange Multiplier.
Hipotesis dari uji Lagrange Multiplier adalah
(tidak ada efek ARCH sampai lag–k)
paling sedikit terdapat satu (terdapat efek ARCH, paling tidak
pada sebuah lag ).
Statistik uji yang digunakan adalah
dengan adalah banyaknya residu dan adalah koefisien determinasi.
ditolak jika nilai lebih besar dari atau nilai probabilitasnya kurang dari
tingkat signifikansi .
2.1.7 Model GARCH
Menurut Bollerslev (1986), model GARCH (Generalized Autoregressive
Conditional Heteroscedasticity) digunakan untuk memodelkan data yang
memiliki efek heteroscedasticity. Model GARCH adalah penyederhanaan dari
model ARCH dengan mengikutsertakan variansi masa lalu untuk menjelaskan
variansi masa yang akan datang, sehingga dapat diperoleh taksiran yang akurat
untuk variansi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Menurut Zhou (2009), t adalah eror dari model ARMA(p,q). Variansi
bersyarat )( t digunakan untuk menggantikan fungsi eror yang panjang dimasa
lalu. Diberikan t
adalah himpunan semua informasi untuk t dari waktu
lampau sampai waktu ke- t . Proses t dapat dimodelkan sebagai
ttt z ,
dengan )( 1
22
ttt E adalah variansi bersyarat dari eror dan .0)( 1 ttE
Proses t disebut GARCH(p,q) jika
)N(0,~ 2
1 ttt
,1 1
22
0
2
q
i
p
j
jtjitit
dengan qiqp i ,...,2,1,0,0,0,0 0 dan .,...,2,1,0 pii Jika ,0p
maka model GARCH tereduksi menjadi model ARCH(q). Jadi model ARCH
adalah bentuk khusus dari model GARCH.
Menurut Bollerslev (1986), metode Berndt Hall Hall Hausman (BHHH)
digunakan untuk mengestimasi parameter dari model GARCH(p,q). Metode ini
ditemukan oleh Berndt et al yang dinyatakan sebagai
(2.7)
dengan adalah variabel step length dan
Berdasarkan persamaan (2.7) diperoleh barisan nilai estimasi yang konvergen
pada iterasi ke-i. Nilai tersebut akan konvergen jika nilai awal iterasi dekat dengan
nilai estimasi yang dituju dan memenuhi syarat konvergensi
eiii )()()1( /)( ,
dengan e adalah toleransi eror.
Metode BHHH menggunakan turunan pertama fungsi log likelihood untuk
mengestimasi parameter model. Model regresi yang dimiliki adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
dengan adalah eror dari model regresi dan adalah variabel eksogen, dengan
.
)N(0,~
1 1
22
10
2
2
1
q
i
p
j
jtjtit
ttt
ttt z
Oleh karena itu, dimiliki vektor parameter yang dinyatakan sebagai
,,,...,,,...,,,, 11010
pq
dengan
],...,,,...,,[ 110 pq dan 10 , .
Menggunakan asumsi normalitas, fungsi densitas probabilitas dari 1tt
adalah
Fungsi log-likelihood untuk observasi ke-t adalah
.2
1log
2
12log
2
1)(log
2
2
2
1
t
t
tttt fl
(2.8)
Vektor parameter variansi yaitu diestimasi menggunakan turunan
pertama dari fungsi log-likelihood pada persamaan (2.8) terhadap parameter ,
yaitu
2
2
t
t
tt ll
2
22
2
222
1 t
t
t
t
2
22
22
222
1 t
t
tt
t
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
,12
12
22
2
t
tt
t
dengan
2
t
tu dan .12
2
t
t
tw
Menggunakan metode BHHH diperoleh
bentuk iterasi estimasi parameter variansi yang dirumuskan sebagai
(2.9)
Iterasi pada persamaan (2.9) dapat ditulis ke dalam bentuk matriks sebagai
dengan
,1
1
1
2
2
1
1
1
1
1
2
2
1
1
0
0
2
0
1
2
1
p
T
p
p
T
q
T
q
q
TTT l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
l
g
g
g
G
dengan
,12
12
2
2
0
t
t
t
tl
,1
2
12
2
1
2
2
t
tq
i it
ti
tl
,12
12
2
1
2
2
t
tp
j jt
tj
tl
dengan t dan adalah
matriks .
Mengestimasi parameter rata-rata ( digunakan turunan pertama dari
fungsi likelihood pada persamaan (2.8) terhadap parameter , yaitu
2
2
t
t
tt
t
tt lll
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
.12
12
22
22
t
tt
tt
tt x
(2.10)
Misal
2
t
tf dan 12
2
t
t
tw
maka persamaan (2.10) menjadi
Iterasi untuk estimasi parameter rata-rata adalah
1
221
22
1
2
1
2
1tt
tt
ttT
t
tt
tt
tt
i
ii wfx
wfx
,2
1
122
T
t
tt
tt
tt wfx
(2.11)
dengan
q
i
p
j jtititi
t
t fxf1 1
2
.2
Persamaan (2.11) dapat ditulis ke dalam notasi matriks sebagai
dengan
,122
12
2
1 122
t
tq
i
p
j jtititi
tt
tt
h
k fxxl
dengan dan adalah matriks .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
2.1.8 Keasimetrisan Model
Volatilitas dapat didefinisikan sebagai variansi bersyarat dari suatu data
relatif terhadap waktu. Kondisi eror lebih kecil dari nol atau penurunan harga aset
sering disebut dengan istilah bad news dan kondisi eror yang lebih besar dari nol
atau peningkatan harga aset sering disebut dengan good news. Apabila bad news
dan good news memberikan pengaruh yang tidak simetris terhadap volatilitas,
keadaan ini dikenal sebagai leverage effect (Chen, 2005). Leverage effect dapat
diamati dengan membuat plot cross correlogram antara kuadrat standar residu
dari model GARCH )~(2
t dengan lagged standar residu dari model GARCH
).~( kt Residu terstandar dirumuskan sebagai berikut
.~
t
t
t
Apabila korelasi antara kuadrat residu terstandar dengan lagged residu terstandar
dari model GARCH bernilai nol maka residu model ARMA tidak memiliki
leverage effect, sedangkan jika korelasinya bernilai negatif maka residu model
ARMA memiliki leverage effect. Apabila residu model ARMA tidak memiliki
leverage effect maka dapat dimodelkan dengan model simetris GARCH,
sedangkan jika residu model ARMA memiliki leverage effect, maka residu model
ARMA dapat dimodelkan dengan model asimetris GARCH.
2.1.9 Model APARCH
Model Asymmetric Power Autoregressive Conditional Heteroscedasticity
(APARCH) diperkenalkan oleh Ding, Granger dan Engle pada tahun 1993 untuk
memodelkan data yang mempunyai efek heteroscedasticity dan kondisi leverage
effect. Ide pokok model APARCH adalah mengganti kedua order dari eror dalam
bentuk pangkat yang lebih fleksibel. Model APARCH adalah salah satu model
asimetris GARCH yang mempunyai koefisien asymmetric untuk mengatasi
leverage effect dalam perhitungan. Bentuk umum model APARCH(p,q) adalah
N(0,1)~, tttt zz
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
,)(1 1
p
i
q
j
jtjitiitit
(2.12)
dengan
0 , ,0 ,0j ,,...,2,1 pj 0i dan ,11 i .,...,2,1 qi
2.1.10 Kriteria Informasi
Kriteria informasi digunakan untuk pemilihan model terbaik yang dipilih
berdasarkan Akaike Info Criterion (AIC) dan Schwarz Criterion (SC) karena
kedua kriteria ini konsisten dalam menduga parameter model. Tujuan AIC adalah
menemukan prediksi yang terbaik sedangkan tujuan SC adalah menemukan model
dengan probabilitas posterior tertinggi dari model. Menurut Azam (2007), kedua
kriteria tersebut dirumuskan sebagai
,/)log()/(2
),/(2)/(2
TTkTlSC
TkTlAIC
dengan ,ˆlog2
)2log1(2
TTd
l
,
ˆˆ
detˆ
T
t
tt
dengan l adalah fungsi log-likelihood, adalah jumlah parameter yang diestimasi,
T adalah jumlah observasi, dan d adalah banyaknya persamaan. Semakin besar
nilai log-likelihood yang dimiliki suatu model, maka model tersebut akan semakin
baik. Kriteria AIC dan SC memuat fungsi log-likelihood, sehingga model yang
dipilih untuk meramalkan data adalah model dengan nilai AIC dan SC terkecil.
Apabila nilai AIC dan SC terkecil terdapat pada dua model yang berbeda, maka
model yang dipilih adalah model dengan nilai SC terkecil karena lebih konsisten
dalam menduga parameter model.
2.1.11 Evaluasi Hasil Peramalan
Evaluasi hasil peramalan bertujuan untuk mengevaluasi kualitas hasil
peramalan dari model runtun waktu. Ukuran yang digunakan untuk evaluasi hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
peramalan dalam penelitian ini adalah Mean Absolute Percentage Error (MAPE).
Menurut John (1987), MAPE digunakan sebagai indikasi persentase kesalahan
hasil peramalan terhadap data aslinya. Semakin kecil nilai MAPE maka ramalan
yang dihasilkan semakin baik. MAPE dirumuskan sebagai
%,100ˆ1
1
n
t t
tt
r
rr
nMAPE
dengan n adalah jumlah obervasi peramalan, tr adalah data asli pada waktu ke-t,
dan tr̂ adalah data peramalan pada waktu ke-t.
Kualitas hasil peramalan juga dapat diketahui menggunakan interval
konfidensi. Interval konfidensi 95% untuk pengamatan berikutnya adalah
96,1ˆ str
dengan s adalah ramalan pada periode ke-s. Apabila semua data asli berada di
dalam interval konfidensi 95%, maka tingkat kepercayaan hasil peramalan sebesar
95%.
2.1.12 Uji Diagnostik Model Bersama
Model bersama dikatakan baik, jika tidak memiliki efek heteroscedasticity
dan autokorelasi dalam residu terstandar model bersama. Efek heteroscedasticity
dapat diuji menggunakan uji efek ARCH Lagrange Multiplier dan autokorelasi
dapat diketahui dari nilai ACF dan PACF. Residu terstandar yang dihasilkan dari
model bersama akan memiliki distribusi yang cenderung leptokurtik dengan ekor
lebih pendek dari distribusi normal. Bentuk distribusi residu dari model dapat
dilihat melalui nilai kurtosis dan skewness yang dimiliki.
2.2 Kerangka Pemikiran
Kurs euro terhadap rupiah merupakan deretan observasi variabel random
yang dapat dinyatakan sebagai data runtun waktu karena merupakan himpunan
observasi yang terurut. Pergerakan kurs euro terhadap rupiah bervariasi dan
berfluktuasi. Nilainya dapat berubah dari waktu ke waktu sehingga sering terjadi
peningkatan dan penurunan yang tajam pada periode tertentu. Hal ini disebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
dengan volatilitas. Keadaan adanya volatilitas disebut dengan heteroscedasticity.
Pergerakan data runtun waktu cenderung bersifat asimetris terhadap volatilitasnya
yaitu memiliki pergerakan yang tidak sama antara kenaikan dan penurunan harga
suatu aset (leverage effect).
Pusat perhatian dari data finansial adalah fluktuasi harga yang terjadi.
Fluktuasi tersebut dapat diperoleh dengan mengubah data ke dalam bentuk log
return. Manfaat lain dari log return adalah membuat data menjadi stasioner
terhadap rata-ratanya.
Data kurs euro terhadap rupiah memiliki efek heteroscedasticity dan
kondisi leverage effect. Model ARMA memiliki asumsi homoscedasticity dan tidak
memperhitungkan adanya pengaruh leverage effect. Model ARCH dan GARCH
memiliki asumsi variansi eror yang tidak konstan (heteroscedasticity) tetapi tidak
memperhitungkan adanya pengaruh leverage effect. Model APARCH memiliki
asumsi heteroscedasticity dan leverage effect. Oleh karena itu, untuk memodelkan
data kurs euro terhadap rupiah dapat menggunakan model APARCH.
Model APARCH memerlukan asumsi residu dari model rata-rata bersyarat
yang tidak memiliki autokorelasi. Model rata-rata bersyarat yang digunakan
adalah model ARMA. Residu yang diperoleh dari model ARMA diuji efek
heteroscedasticity. Apabila terdapat efek heteroscedasticity maka langkah
selanjutnya adalah mengestimasi parameter model GARCH. Kuadrat residu
terstandar dan lagged residu terstandar yang diperoleh dari model GARCH
digunakan untuk mengetahui keasimetrisan terhadap volatilitas. Apabila asimetris,
maka langkah selanjutnya adalah mengestimasi parameter model APARCH dan
dicari model terbaik dengan melihat nilai AIC dan SC yang terkecil. Langkah
berikutnya adalah mengestimasi model ARMA dengan model APARCH secara
bersama, selanjutnya melakukan uji diagnostik model bersama. Model terbaik
yang diperoleh dengan mengestimasi model ARMA dan model APARCH secara
bersama digunakan untuk meramalkan log return dan kurs euro terhadap rupiah
periode 22 Januari 2002 sampai September 2011. Model yang baik adalah model
yang memiliki nilai peramalan mendekati nilai data asli.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
BAB IV
PEMBAHASAN
Sebelum dilakukan peramalan kurs euro terhadap rupiah menggunakan
model APARCH, terlebih dahulu dilakukan estimasi parameter model APARCH.
4.1 Estimasi Parameter Model APARCH
Metode BHHH pada persamaan (2.7) digunakan untuk mengestimasi
parameter model APARCH pada persamaan (2.12). Metode BHHH menggunakan
turunan pertama fungsi log-likelihood untuk mengestimasi parameter model.
Model regresi yang dimiliki adalah
,
dengan adalah eror dari model regresi dan adalah variabel eksogen, dengan
.)(
N(0,1)~,
1 1
p
i
q
j
jtjitiitit
tttt zz
Oleh karena itu, dimiliki vektor parameter untuk APARCH(p,q). Vektor
tersebut dituliskan sebagai
,,,,...,,,...,,,...,,,, 11110 qpp
dengan
],,...,,,...,,,...,,[ 111 qpp dan ., 10
Menggunakan asumsi normalitas, fungsi densitas probabilitas dari
adalah
Fungsi log-likelihood untuk observasi ke-t adalah
.2
1log
2
12log
2
1)(log
2
2
2
1
t
t
tttt fl (4.1)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Vektor parameter variansi yaitu diestimasi menggunakan turunan pertama dari
fungsi log-likelihood pada persamaan (2.13) terhadap parameter , yaitu
2
2
t
t
tt ll
2
22
2
222
1 t
t
t
t
2
22
22
222
1 t
t
tt
t
,12
12
22
2
t
tt
t
dengan
2
t
tv dan .12
2
t
t
tw Menggunakan metode BHHH diperoleh
bentuk iterasi estimasi parameter variansi yang dirumuskan sebagai
(4.2)
Iterasi pada persamaan (2.14) dapat ditulis ke dalam bentuk matriks sebagai
dengan
dengan
,12
12
2
2
t
t
t
kl
,1)(2
12
2
12
t
tp
i
itiit
ti
kl
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
,1)(2
12
2
12
t
tq
j
jt
tj
kl
,1)(2
12
2
1
12
t
tp
i
itiititi
ti
kl
,1ln)(ln)(2
12
2
112
t
tq
j
jtjtjitiit
p
i
itiiti
t
kl
dengan dan adalah matriks
.
Mengestimasi parameter rata-rata ( digunakan turunan pertama dari
fungsi likelihood pada persamaan (4.1) terhadap parameter , yaitu
2
2
t
t
tt
t
tt lll
.12
12
22
22
t
tt
tt
tt x (4.3)
Misal 2
t
tf dan 12
2
t
t
tw maka persamaan (4.3) menjadi
Iterasi untuk estimasi parameter rata-rata adalah
1
221
22
1
2
1
2
1tt
tt
ttT
t
tt
tt
tt
i
ii wfx
wfx
,2
1
122
T
t
tt
tt
tt wfx
(4.4)
dengan
q
j
jtj
p
i
itiitit
tf11
)(
,')()(1
1
1
q
j
jtjtiit
p
i
itiiti fxp
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
dimana
dengan t
tp dan tidak didefinisikan untuk .0t Persamaan (4.4) dapat
ditulis ke dalam notasi matriks sebagai
dengan
,1')()(2
1'2
2
1
1
122
t
tq
j
jtjtiit
p
i
itiiti
tt
tt
h
k fxpxl
dengan dan adalah matriks .
Parameter model APARCH dan model rata-rata bersyarat diestimasi
menggunakan metode BHHH dengan bantuan Software Eviews 5.1. Selanjutnya
model APARCH digunakan untuk meramalkan kurs euro terhadap rupiah.
4.2 Deskripsi Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data kurs euro terhadap
rupiah. Data diambil pada hari Senin-Jumat dan selain hari libur nasional mulai 28
Januari 2002 sampai 27 September 2011. Data ini berjumlah 2363 observasi yang
diperoleh dari website Bank Indonesia. Data ini terlampir pada Lampiran 1.
Data kurs euro terhadap rupiah periode 28 Januari 2002 sampai 27
September 2011 disajikan pada Gambar 4.1. Gambar 4.1 memperlihatkan bahwa
data berfluktuasi dari waktu ke waktu. Hal ini mengindikasikan bahwa data tidak
stasioner. Hal ini juga ditunjukkan dengan nilai ACF yang disajikan pada Gambar
4.2. Gambar 4.2 menunjukkan lag-1 sampai lag-20 pada plot ACF turun secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
perlahan dan barada di luar interval konfidensi dan lag selanjutnya menuju nol,
sehingga data tidak stasioner.
Gambar 4.1 Plot Data Kurs Euro terhadap Rupiah Periode 28 Januari 2002 sampai 27
September 2011
Gambar 4.2 Plot ACF dari Data Kurs Euro terhadap Rupiah
4.3 Log Return
Data nilai tukar kurs euro terhadap rupiah tidak stasioner sehingga perlu
diubah ke bentuk log return untuk menstasionerkan data. Plot data log return
disajikan pada Gambar 4.3 dan terlampir pada Lampiran 2. Gambar 4.3
memperlihatkan bahwa data sudah stasioner dalam rata-rata tetapi variansinya
tidak konstan. Indikasi bahwa data sudah stasioner dalam rata-rata juga dapat
ditunjukkan melalui plot ACF yang disajikan pada Gambar 4.4. Gambar 4.4
menunjukkan nilai ACF setelah lag pertama turun secara cepat mendekati nol,
sehingga data stasioner dalam rata-rata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Gambar 4.3 Plot Data Log Return Nilai Tukar Kurs Euro terhadap Rupiah Periode 28
Januari 2002 sampai 27 September 2011
Gambar 4.4 Plot ACF dari Data Log Return
4.4 Karakteristik Log Return
Karakteristik data log return dalam pembentukan model heteroscedasticity
adalah adanya volatility clustering. Volatility clustering dapat dilihat dari plot data
kuardat log return dan absolut log return yang disajikan pada Gambar 4.5 dan 4.6.
Volatility clustering juga dapat dilihat dari bentuk kurtosis dari distribusi data log
return yang leptokurtik. Selain itu, perlu diselidiki bentuk distribusi data log
return dan adanya autokorelasi dalam data log return. Histogram dan statistik
deskriptif data log return disajikan pada Gambar 4.7. Plot ACF dan PACF dari
data log return disajikan pada Gambar 4.8.
Gambar 4.7 menunjukkan nilai kurtosis sebesar 47,43037. Nilai tersebut
lebih besar dari 3, sehingga disimpulkan bahwa kurtosisnya berupa leptokurtik.
Bentuk kurtosis yang leptokurtik mengindikasikan volatility clustering. Adanya
volatility clustering juga diperkuat dengan berkumpulnya sekelompok aset return
yang bernilai besar kemudian diikuti sekelompok aset return yang bernilai kecil
yang ditunjukkan pada Gambar 4.5 dan 4.6. Adanya volatility clustering
menandakan adanya efek heteroscedasticity dalam data log return.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Gambar 4.7 juga menunjukkan nilai skewness sebesar -0,412138, sehingga
data log return memilliki distribusi yang simetris. Oleh karena itu, distribusi data
log return berbentuk leptokurtik dan simetris.
Gambar 4.8 menunjukkan nilai ACF pada lag-1 dan PACF pada lag-1
sampai lag-2 berbeda signifikan dari nol, yang berarti data log return memiliki
autokorelasi. Hal ini diperkuat dengan uji Ljung-Box Q statistik sampai lag-20
yang memberikan probabilitas lebih kecil dari 05,0 , maka dapat disimpulkan
bahwa data log return memiliki autokorelasi. Oleh karena itu, data log return
terlebih dahulu dimodelkan dengan model ARMA.
Gambar 4.5 Plot Data Absolut Log Return Kurs Euro Terhadap Rupiah
Gambar 4.6 Plot Data Kuadrat Log Return Kurs Euro Terhadap Rupiah
Gambar 4.7 Histogram dan Statistik Deskriptif Data Log Return Kurs Euro Terhadap
Rupiah
Skewness -0,412138
Kurtosis 47,43037
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
Gambar 4.8 Plot ACF dan PACF dari Data Log Return Kurs Euro Terhadap Rupiah
4. 5 Pembentukan Model Stasioner
4.5.1 Identifikasi Model ARMA
ACF dan PACF juga dapat digunakan untuk identifikasi model ARMA.
Nilai ACF meluruh menuju nol kemudian terputus setelah lag pertama dan nilai
PACF meluruh menuju nol kemudian terputus setelah lag pertama tetapi lag ke
dua berada di luar interval konfidensi yang ditunjukkan pada Gambar 4.8. Oleh
karena itu, dimungkinkan model yang sesuai adalah model ARMA(1,0),
ARMA(0,1), ARMA(2,0), ARMA(1,1), dan ARMA(2,1).
4.5.2 Estimasi Parameter Model ARMA
Identifikasi model awal menghasilkan model ARMA(1,0), ARMA(2,0),
ARMA(0,1), ARMA(1,1), dan ARMA(2,1) sebagai model yang mungkin untuk
memodelkan data log return. Hasil estimasi parameter untuk kelima model
tersebut disajikan pada Tabel 4.1 dan terlampir pada Lampiran 5. Parameter
model ARMA(0,1), ARMA(1,0), dan ARMA(2,0) mempunyai nilai probabilitas
yang kurang dari = 0,05. Oleh karena itu, model ARMA(0,1), ARMA(1,0), dan
ARMA(2,0) sesuai digunakan memodelkan data log return. Nilai AIC dan SC
terkecil dimiliki oleh model ARMA(0,1), sehingga model ARMA(0,1) merupakan
model rata-rata beryarat terbaik. Model ARMA(0,1) yang diperoleh adalah
,24136,0 1tttr
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
dengan adalah log return pada waktu ke-t dan adalah residu model
ARMA(0,1) pada waktu ke-t.
Tabel 4.1 Hasil Estimasi Parameter Model ARMA pada Data Log Return
Parameter ARMA(1,0) ARMA(0,1) ARMA(1,1) ARMA(2,0) ARMA(2,1)
1
Prob
-0,226666
0,0000
-
-
0,031956
0,7060
-0,237975
0,0000
0,282747
0,2516
2
Prob
-
-
-
-
-
-
-0,052279
0,0111
0,065465
0,3318
1
Prob
-
-
-0,241742
0,0000
-0,271603
0,0009
-
-
-0,522660
0,0327
AIC -6,427233 -6,430424 -6,429807 -6,428726 -6,428901
SC -6,424790 -6,427982 -6,424922 -6,423839 -6,421571
4.5.3 Uji Diagnostik Model ARMA(0,1)
Model ARMA(0,1) yang telah diperoleh akan diperiksa lebih lanjut melalui
residu yang dihasilkan. Residu model ARMA(0,1) terlampir pada Lampiran 3.
Model ARMA(0,1) diperiksa tingkat kesesuaiannya di dalam memodelkan rata-
rata bersyarat dari data log return. Pemeriksaan residu model ARMA(0,1) antara
lain uji autokorelasi residu dan homoscedasticity variansi.
4.5.3.1 Uji Autokorelasi Residu Model ARMA(0,1)
Model rata-rata bersyarat dikatakan baik jika residu yang dihasilkan tidak
memiliki autokorelasi. Uji statistik Breusch-Godfrey digunakan untuk mendeteksi
autokorelasi residu. Uji statistik Breusch-Godfrey menggunakan 10 lag pertama
karena pengujian pada lag-lag awal sudah mewakili untuk menunjukkan
autokorelasi pada residu. Hipotesis dari uji Breusch-Godfrey adalah
: tidak terdapat autokorelasi di dalam residu model rata-rata bersyarat
: terdapat autokorelasi di dalam residu model rata-rata bersyarat.
Statistik uji Breusch-Godfrey untuk residu model ARMA(0,1) sampai lag-10
disajikan pada Tabel 4.2 dan terlampir pada Lampiran 6. Tabel 4.2 menunjukkan
nilai probabilitas uji Breusch-Godfrey untuk model ARMA(0,1) adalah 0,878590.
Nilai ini lebih besar dari tingkat signifikansi = 0,05 sehingga tidak ditolak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Jadi dapat disimpulkan bahwa di dalam residu model ARMA(0,1) tidak memiliki
autokorelasi.
Tabel 4.2 Uji Breusch-Godfrey Residu Model ARMA(0,1)
Koefisien Probabilitas
Uji Breusch-Godfrey 0,878590
ARMA(0,1) -1,946984 0,2334
Residu pada lag-1 1,948890 0,2330
Residu pada lag-2 0,468493 0,2355
Residu pada lag-3 0,097749 0,3156
Residu pada lag-4 0,009790 0,7513
Residu pada lag-5 0,003972 0,8527
Residu pada lag-6 0,027046 0,1917
Residu pada lag-7 -0,023477 0,2563
Residu pada lag-8 -0,004105 0,8427
Residu pada lag-9 -0,009793 0,6360
Residu pada lag-10 -0,001642 0,9368
4.5.3.2 Homoscedasticity Variansi Model ARMA(0,1)
Homoscedasticity variansi dari residu model ARMA(0,1) dapat dilihat pada
Gambar 4.9.
Gambar 4.9 Plot Residu Model ARMA(0,1)
Gambar 4.9 memperlihatkan adanya fluktuasi yang tinggi pada beberapa periode
dan fluktuasi yang rendah pada periode yang lain. Oleh karena itu, diindikasikan
residu model ARMA(0,1) tidak memiliki variansi yang konstan atau memiliki efek
heteroscedasticity.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
4.6 Uji Efek Heteroscedasticity Model ARMA(0,1)
4.6.1 Uji Korelasi Kuadrat Residu Model ARMA(0,1)
Residu model ARMA(0,1) perlu diuji efek heteroscedasticity. Uji efek
heteroscedasticity pada model ARMA(0,1) meliputi uji autokorelasi residu dan
residu kuadratnya. Heteroscedasticity pada suatu model akan teridentifikasi jika
residu model tersebut tidak memiliki autokorelasi dan memiliki autokorelasi pada
kuadrat residu model tersebut. Sebelumnya telah ditunjukkan bahwa residu model
ARMA(0,1) tidak memiliki autokorelasi. Autokorelasi pada kuadrat residu model
ARMA(0,1) dapat dilihat dari nilai ACF dan PACF. Plot ACF dan PACF dari
kuadrat residu model ARMA(0,1) disajikan pada Gambar 4.10.
Gambar 4.10 Plot ACF dan PACF Kuadrat Residu Model ARMA(0,1)
Gambar 4.10 menunjukkan nilai ACF pada lag-1 dan PACF pada lag-1 dan lag-2
berbeda signifikan dari nol yang berarti kuadrat residu model ARMA(0,1)
memiliki autokorelasi. Hal ini diperkuat dengan uji Ljung-Box Q statistik sampai
lag-20 yang memberikan probabilitas lebih kecil dari 05,0 maka dapat
disimpulkan bahwa kuadrat residu model ARMA(0,1) memiliki autokorelasi.
Adanya autokorelasi pada kuadrat residu model ARMA(0,1) mengindikasikan
adanya efek heteroscedasticity pada residu model ARMA(0,1).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
4.6.2 Uji Lagrange Multiplier Residu Model ARMA(0,1)
Efek heteroscedasticity juga dapat diketahui menggunakan uji Lagrange
Multiplier. Hasil uji Lagrange Multiplier dari residu model ARMA(0,1) disajikan
pada Tabel 4.3 dan terlampir pada Lampiran 7. Uji Lagrange Multiplier
menggunakan 10 lag pertama karena pengujian pada lag-lag awal sudah mewakili
untuk menunjukkan efek ARCH. Hipotesis dari uji Lagrange Multiplier sampai
lag-10 adalah
(tidak ada efek ARCH sampai lag-10)
paling sedikit terdapat satu (terdapat efek ARCH, paling tidak
pada sebuah lag )
Tabel 4.3 Uji Lagrange Multiplier untuk Residu Model ARMA(0,1)
Koefisien Probabilitas
Uji Lagrange Multiplier 0,000000
0,0000656 0,0000
0,3632210 0,0000
-0,1277710 0,0000
0,0552070 0,0128
-0,0142610 0,5204
0,0136960 0,5371
-0,0092610 0,6764
0,0213950 0,3350
-0,0035770 0,8718
0,0015350 0.9444
0,0067120 0,7455
Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa statistik uji Lagrange Multipier sampai lag-10
untuk residu model ARMA(0,1) menghasilkan nilai probabilitas 0,000000. Nilai
ini lebih kecil dari sehingga ditolak. Jadi dapat disimpulkan bahwa
pada residu model ARMA(0,1) memiliki efek ARCH atau efek heteroscedasticity.
4.7 Pembentukan Model GARCH
Residu model ARMA(0,1) memiliki efek heteroscedasticity, sehingga
residu model ARMA(0,1) dapat dimodelkan menggunakan model GARCH(p,q).
Model GARCH(p,q) direpresentasikan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
.
)N(0,~
1 1
22
10
2
2
1
q
i
p
j
jtjtit
ttt
Estimasi parameter model GARCH menggunakan metode BHHH dengan
bantuan software Eviews 5.1 yang terlampir pada Lampiran 8. Hasil estimasi
parameter memberikan hasil bahwa model GARCH yang dapat digunakan untuk
memodelkan residu model ARMA(0,1) adalah GARCH(1,1), GARCH(1,2), dan
GARCH(2,1). Pemilihan awal model GARCH yang sesuai ini berdasarkan
signifikansi parameter model. Hasil estimasi parameter model GARCH dari residu
model ARMA(0,1) disajikan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil Estimasi Parameter Model GARCH dari Residu Model ARMA(0,1)
Parameter ARMA(0,1)
GARCH(1,1) GARCH(1,2) GARCH(2,1)
0
Prob
0,00000459
0.0000
0,00000595
0.0000
0,000000995
0.0000
1
Prob
0,2181110
0.0000
0,2579530
0.0000
0,3566950
0.0000
2
Prob
-
-
-
-
-0,3124080
0.0000
1
Prob
0,779458
0.0000
0,3160980
0.0000
0,9497090
0.0000
2
Prob
-
-
0,4091790
0.0000
-
-
AIC -6,701522 -6.708469 -6,727742
SC -6,694197 -6,698703 -6,717976
Model yang terbaik adalah model yang memiliki nilai AIC dan SC terkecil. Tabel
4.4 mununjukkan bahwa model GARCH(2,1) memiliki nilai AIC dan SC terkecil.
Oleh karena itu, untuk memodelkan residu model ARMA(0,1) digunakan model
GARCH(2,1). Model GARCH(2,1) yang diperoleh adalah
,949709,0312408,0356695,0000000995,0 2
1
2
2
2
1
2
tttt
dengan t adalah residu model ARMA(0,1) pada waktu ke-t.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
4.8 Keasimetrisan Model GARCH
Kenyataannya tidak semua data runtun waktu memiliki kondisi leverage
effect. Leverage effect dapat diketahui dengan menggunakan cross correlogram.
Apabila korelasi antara kuadrat residu terstandar )~(2
t dengan lagged residu
terstandar )~( kt dari model GARCH(2,1) menghasilkan nilai negatif maka residu
model ARMA(0,1) memiliki kondisi leverage effect. Cross correlogram antara
kuadrat residu terstandar dengan lagged residu terstandar dari model GARCH(2,1)
disajikan pada Gambar 4.11.
Gambar 4.11 Plot Cross Correlogram antara kuadrat residu terstandar dengan lagged
residu terstandar dari GARCH(2,1)
Nilai korelasi antara kuadrat residu terstandar dengan lagged residu terstandar dari
model GARCH adalah -0,1113 yang ditunjukkan pada Gambar 4.11. Hal ini
menunjukkan bahwa residu model ARMA(0,1) memiliki kondisi leverage effect.
4.9 Pembentukan Model APARCH
Residu model ARMA(0,1) memiliki efek heteroscedasticity dan leverage
effect. Oleh karena itu, residu model ARMA(0,1) dapat dimodelkan menggunakan
model APARCH(p,q). Model APARCH(p,q) direpresentasikan dengan
ttt z ,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
.)(1 1
p
i
q
j
jtjitiitit
Estimasi parameter model APARCH menggunakan metode BHHH dengan
bantuan software Eviews 5.1 yang terlampir pada Lampiran 9. Hasil estimasi
model APARCH disajikan pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hasil Estimasi Parameter Model APARCH dari Residu Model ARMA(0,1)
Parameter ARMA(0,1)
APARCH(1,1) APARCH(1,2) APARCH(2,1) APARCH(2,2)
Prob
0,000201
0,0001
0,000365
0,0004
0,000051
0,0066
0,000107
0,0186
1
Prob
0,199761
0,0000
0,236769
0,0000
0,316011
0,0000
0,297662
0,0000
2
Prob
-
-
-
-
-0,239753
0,0000
-0,185472
0,0000
1
Prob
-0,067496
0,0000
-0,084795
0,0000
-0,034679
0,0000
-0,059985
0,0000
1
Prob
0,828262
0,0000
0,375030
0,0000
0,935813
0,0000
0,611133
0,0000
2
Prob
-
-
0,420892
0,0000
-
-
0,292042
0,0001
Prob
1,110699
0,0000
1,010394
0,0000
1,148351
0,0000
1,099192
0,0000
AIC -6,715342 -6.727927 -6,742578 -6,739931
SC -6,703134 -6,713277 -6,727928 -6,722839
Pemilihan awal model yang sesuai ini berdasarkan signifikansi parameter masing-
masing model. Berdasarkan signifikansi parameter, model APARCH yang dapat
digunakan untuk memodelkan residu dari model ARMA(0,1) adalah model
APARCH(1,1), APARCH(1,2), APARCH(2,1), dan APARCH(2,2). Model terbaik
adalah model yang memiliki nilai AIC dan SC terkecil. Tabel 4.5 menunjukkan
model APARCH(2,1) memiliki nilai AIC dan SC terkecil. Oleh karena itu, untuk
memodelkan residu model ARMA(0,1) dari data log return digunakan model
APARCH(2,1). Model APARCH(2,1) yang diperoleh adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
148351,1
11
148351,1 )0346798,0(316011,0000051,0 ttt
.935813,0)(239753,0 148351,1
1
148351,1
2 tt
dengan t adalah residu model ARMA(0,1) pada waktu ke-t.
Setelah diperoleh model heteroscedasticity bersyarat yang sesuai, langkah
berikutnya adalah mengestimasi parameter model rata–rata bersyarat dengan
model heteroscedasticity bersyarat secara bersama menggunakan metode BHHH
dengan bantuan software Eviews 5.1 yang terlampir pada Lampiran 10. Model
terbaik dari data log return adalah model ARMA(0,1) sebagai model rata-rata
bersyarat dengan model APARCH(2,1) sebagai model heteroscedasticity
bersyarat. Hasil estimasi model ARMA(0,1) dengan APARCH(2,1) secara bersama
disajikan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Hasil Estimasi Parameter Model ARMA(0,1) dengan model APARCH(2,1)
Parameter Koefisien Probabilitas
-0,046450 0,0470
0,0000306 0,0112
1 0,364915 0,0000
2 -0,305921 0,0000
1 -0,025976 0,0000
1 0,950924 0,0000
1,187779 0,0000
Model ARMA(0,1) sebagai model rata-rata bersyarat yang diperoleh adalah
dan model APARCH(2,1) sebagai model heteroscedasticity bersyarat yang
diperoleh adalah
187779,1
11
187779,1 )025976,0(364915,00000306,0 ttt
.950924,0)(305921,0 187779,1
1
187779,1
2 tt
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
4.10 Uji Diagnostik Model ARMA(0,1)-APARCH(2,1)
4.10.1 Uji Efek Heteroscedasticity Residu Tersandar
Uji Lagrange Multiplier digunakan untuk melihat efek heteroscedasticity
pada residu terstandar model APARCH(2,1) dengan model ARMA(0,1) sebagai
model rata-rata bersyaratnya. Uji Lagrange Multiplier dengan bantuan software
Eviews 5.1 yang terlampir pada Lampiran 11 dan disajikan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Uji Lagrange Multiplier Residu Terstandar Model APARCH(2,1) dengan
Model ARMA(0,1) sebagai Rata-rata Bersyaratnya
Koefisien Probabilitas
Uji Lagrange Multiplier 0,909353
1,034880 0,000000
0,031350 0,129400
-0,014259 0,490400
-0,009612 0,642600
-0,000294 0,988700
-0,008964 0,665200
-0,003117 0,880400
-0,009157 0,658400
-0,014031 0,498100
-0,014410 0,486600
0,012010 0,561800
Hipotesis dari uji Lagrange Multiplier sampai dengan lag–10 adalah
(tidak ada efek ARCH sampai lag–10)
paling sedikit terdapat satu (terdapat efek ARCH, paling tidak
pada sebuah lag ).
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa nilai probabilitas dari statistik uji Lagrange
Multiplier sampai lag-10 untuk model APARCH(2,1) dengan model ARMA(0,1)
sebagai model rata-rata bersyaratnya adalah 0,909353. Nilai tersebut lebih besar
dari = 0,05 maka tidak ditolak. Hal ini berarti bahwa residu terstandar tidak
memiliki efek ARCH.
4.9.2 Distribusi Residu Terstandar
Histogram dan ringkasan statistik residu terstandar model APARCH(2,1)
dengan model ARMA(0,1) sebagai model rata-rata bersyaratnya disajikan pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Gambar 4.12. Nilai kurtosis dari residu terstandar adalah 21,568560. Nilai
kurtosis tersebut lebih besar dari 3 sehingga distribusi residu terstandar berbentuk
leptokurtik. Oleh karena itu, residu terstandar cenderung memiliki distribusi
dengan ekor yang lebih pendek dari distribusi normal. Nilai skewness dari residu
terstandar adalah -0,128708. Nilai skewness tersebut mendekati nol sehingga
residu terstandar memiliki distribusi yang simetris.
Gambar 4.12 Histogram dan Ringkasan Statistik dari Residu Terstandar Model
APARCH(2,1) dengan Model ARMA(0,1) sebagai Model Rata-rata
Bersyaratnya.
4.9.3 Uji Autokorelasi Residu Terstandar
Autokorelasi pada residu terstandar dapat dideteksi menggunakan ACF
dan PACF. Plot ACF dan PACF dari residu tersandar model APARCH(2,1)
dengan model ARMA(0,1) sebagai model rata-rata bersyaratnya disajikan pada
Gambar 4.13. Gambar 4.13 menunjukkan bahwa tidak ada nilai ACF dan PACF
dari residu terstandar yang melebihi batas interval konfidensi, sehingga residu
terstandar tidak memiliki autokorelasi. Hal ini diperkuat dengan uji Ljung-Box Q
statistik sampai lag-20 yang memberikan probabilitas lebih besar dari 05,0
maka dapat disimpulkan bahwa terstandar model APARCH(2,1) dengan model
ARMA(0,1) sebagai model rata-rata bersyaratnya tidak memiliki autokorelasi.
Skewness -0,128708
Kurtosis 21,568560
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
Gambar 4.12 Plot ACF dan PACF dari Residu Tersandar Model APARCH(2,1) dengan
Model ARMA(0,1) sebagai Model Rata-rata Bersyaratnya
4.10 Peramalan
Berdasarkan uji diagnostik model bersama menunjukkan bahwa model
APARCH(2,1) dengan model ARMA(0,1) sebagai model rata-rata bersyaratnya
layak digunakan untuk meramalkan data log return dari kurs euro terhadap rupiah.
Oleh karena itu, peramalan data kurs euro terhadap rupiah menggunakan model
APARCH(2,1) dengan model ARMA(0,1) sebagai model rata-rata bersyaratnya.
Model yang baik adalah model yang nilai ramalannya mendekati nilai data asli.
4.10.1 Peramalan Volatilitas
Peramalan volatilitas diperoleh menggunakan model heteroscedasticity
bersyarat yang diestimasi secara bersama dengan model rata-rata bersyarat. Model
heteroscedasticity bersyarat yang digunakan adalah model APARCH(2,1). Model
heteroscedasticity bersyarat yang diperoleh adalah
187779,1
11
187779,1 )025976,0(364915,00000306,0 ttt
.950924,0)(305921,0 187779,1
1
187779,1
2 tt
Hasil ramalan volatilitas log return untuk 7 periode selanjutnya, yaitu periode
2364 sampai 2370 yang disajikan pada Tabel 4.8.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Tabel 4.8 Ramalan Volatilitas Log Return 7 Periode Selanjutnya
Periode Nilai Ramalan
2364 0,0000975
2365 0,0000765
2366 0,0000711
2367 0,0000663
2368 0,0000619
2369 0,0000578
2370 0,0000540
4.10.2 Peramalan Rata-rata Bersyarat
Peramalan log return diperoleh menggunakan model rata-rata bersyarat
yang diestimasi secara bersama dengan model heteroscedasticity bersyarat. Model
rata-rata bersyarat yang digunakan adalah model ARMA(0,1). Model rata-rata
bersyarat yang diperoleh adalah
Distribusi residu model ARMA(0,1) yang memiliki efek heteroscedasticity adalah
)N(0,~ stst ,
dengan s adalah ramalan pada periode ke-s. Oleh karena itu, interval konfidensi
95% untuk pengamatan berikutnya adalah
96,1ˆstr .
Hasil ramalan log return untuk 7 periode selanjutnya disajikan pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Hasil Ramalan Log Return 7 Periode Selanjutnya
Periode Nilai Ramalan
Log Return
Interval Konfidensi Ramalan 95%
Batas Bawah Batas Atas
2364 -1,65.10-4
-0,01792286 0,017592857
2365 9,87.10-8
-0,01572955 0,015729745
2366 1,40.10-9
-0,01516432 0,015164325
2367 -5,17.10-12
-0,01464350 0,014643504
2368 2,40.10-12
-0,01414926 0,014149255
2369 3,11.10-14
-0,01367263 0,013672633
2370 1,28.10-15
-0,01321555 0,013215547
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
Log return bukan data yang sebenarnya, sehingga bentuk log return harus
diubah ke dalam bentuk semula untuk melihat hasil ramalan kurs euro terhadap
rupiah. Log return dirumuskan sebagai
dengan adalah data kurs pada periode ke-t. Persamaan untuk data pada periode
ke-t yaitu
.
Persamaan tersebut digunakan untuk mencari nilai ramalan kurs euro terhadap
rupiah berdasarkan nilai ramalan log return. Ramalan kurs euro terhadap rupiah
untuk 7 periode selanjutnya adalah ramalan pada hari Senin-Jumat dan selain hari
libur nasional. Hasil ramalan kurs euro terhadap rupiah untuk periode ke 2364
sampai 2370 atau tanggal 28 September 2011 sampai 6 Oktober 2011 yang
disajikan pada Tabel 4.10 dan Gambar 4.14.
Tabel 4.10 Ramalan Kurs Euro terhadap Rupiah
Periode Tanggal Ramalan
(Rp)
Data Asli
(Rp)
Interval Konfidensi Ramalan 95%
Batas Bawah Batas Atas
2364 28 Sept 12754,2754 12870,84 12529,7859 12982,7869
2365 29 Sept 12870,8413 12779,36 12669,9714 13074,8957
2366 30 Sept 12779,3600 12635,46 12587,0316 12974,6272
2367 3 Okt 12635,4600 12571,07 12451,7807 12821,8488
2368 4 Okt 12571,0700 12499,50 12394,4512 12750,2056
2369 5 Okt 12499,5000 12547,65 12329,7620 12671,5748
2370 6 Okt 12547,6500 12569,18 12382,9169 12714,5746
Gambar 4.14 Grafik Ramalan Kurs Euro terhadap Rupiah 7 Periode Selanjutnya
11800
12000
12200
12400
12600
12800
13000
13200
28-Sep 29-Sep 30-Sep 3 Okt 4 Okt 5 Okt 6 Okt
Ku
rs E
uro
ramalan
data asli
batas bawah
batas atas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Tabel 4.10 dan Gambar 4.14 menunjukkan nilai ramalan kurs euro terhadap
rupiah 7 periode selanjutnya mendekati nilai data aslinya. Hal ini ditunjukkan
dengan semua nilai data asli 7 periode selanjutnya berada di dalam interval
konfidensi 95%, yang berarti tingkat kepercayaan hasil peramalan sebesar 95%.
Hal ini diperkuat dengan nilai MAPE yang relatif kecil yaitu 0,628597%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diperoleh kesimpulan sebaagai berikut.
1. Model terbaik untuk meramalkan data kurs euro terhadap rupiah periode 28
Januari 2002 sampai 27 September 2011 yang terlebih dahulu diubah ke
bentuk log return adalah model APARCH(2,1) dengan model ARMA(0,1)
sebagai model rata-rata bersyarat.
2. Model ARMA(0,1) sebagai model rata-rata bersyarat yang diperoleh adalah
dan model APARCH(2,1) sebagai model heteroscedasticity bersyarat yang
diperoleh adalah
187779,1
11
187779,1 )025976,0(364915,00000306,0 ttt
.950924,0)(305921,0 187779,1
1
187779,1
2 tt
3. Nilai ramalan kurs euro terhadap rupiah untuk 7 periode selanjutnya
mendekati nilai data aslinya. Hal ini ditunjukkan dengan semua nilai data asli
7 periode selanjutnya berada di dalam interval konfidensi 95%, yang berarti
tingkat kepercayaan hasil peramalan sebesar 95%. Hal ini diperkuat dengan
nilai MAPE yang relatif kecil yaitu 0,628597%.
5.2 Saran
Skripsi ini membahas tentang peramalan menggunakan model APARCH.
Bagi para pembaca yang tertarik dapat mengaplikasikan model ini untuk beberapa
permasalahan lain. Selain itu dengan membaca hasil skripsi ini pembaca dapat
termotivasi untuk membahas lebih lanjut peramalan menggunakan model
volatilitas asimetris lainnya, yaitu model Smoothing Transition Autoregressive
Conditional Heteroscedasticity (STARCH). Model STARCH juga merupakan
model runtun waktu yang nonlinier dan memiliki asumsi heteroscedasticity,
sehingga dimungkinkan akan sesuai untuk meramalkan kurs euro terhadap rupiah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
DAFTAR PUSTAKA
Azam, I. (2007). The Effect of Model-Selection Uncertainty on Autoregressive
Models Estimates. International Research Journal of Finance and
Economics, issue. 11, hal 80-93.
Bai, J and Ng, S. (2005). Test for Skewness, Kurtosis, and Normality for Time
Series Data. Journal of Business and Economic Statistics, vol.23, no.1, hal
49-60.
Bollerslev, T. (1986). Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity.
Journal of Econometrics, vol. 31, hal 307 – 327.
Breusch-Gofrey Test. http://www.wikipedia.com. 18 Januari 2012
Bursa valuta asing. http://www.wikipedia.com. 7 Agustus 2011.
Chen, W.Y. (2005). A Comparison of Forecasting Models for ASEAN Equity
Markets. Sunway Academic Journal, vol.2, hal 1-12.
Cryer, J.D. (1986). Time Series Analysis. PWS Publisherrs Duxbury Press,
Boston.
Engle, R.F. (1982). Autoregressive Conditional Heteroscedasticity with Estimates
of the Variance of United Kingdom Inflation. Econometrica, vol 50, hal
987 – 1006.
Euro. http://www.wikipedia.com. 28 September 2011.
Floros, C. (2005). Forecasting The UK Unemployment Rate: Model Comparisons,
Internasional Journal of Applied Econometrics and Quantitative Studies,
vol. 2-44, hal 57-72.
Hestiningtyas, R. (2009). Pemodelan Exponential Generalized Autoregressive
Conditional Heteroscedasticity (EGARCH) pada Nilai Tukar Kurs Euro
Terhadap Rupiah. Jurusan Matematika. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret: Surakarta (Skripsi).
John E. H. (1987). Business Forecasting Eigth Edition. Eastern Washington
University, Emeritus.
Kurs Uang Kertas Asing Mata Uang Euro. www.bi.go.id. 5 Agustus 2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Pankartz, A. 1983. Forecasting With Univariate Box-Jenkins Models: Concepts
and Case. John Wiley & Sons. New York.
Tarno. (2008). Estimasi Model Untuk Data Dependen dengan Metode Cross
Validation, Media Ststistika, vol.1, no.2, hal 75-82.
Tsay, R. S. (2002). Analysis of Financial Time Series. John Wiley & Sons, Inc.
Canada.
Widyanti, W. D. (2008). Pemodelan Nilai Tukar Euro Terhadap Rupiah
Menggunakan Model GARCH. Tugas Akhir Sarjana Universitas Sebelas
Maret : tidak diterbitkan.
Zhou, J. (2009). Modeling S&P 500 Stock Index Using ARMA-Asymmetric Power
ARCH Models. Master Thesis in Statistics. School of Economics and
Social Science Hogskolan Dalarna, Sweden. Juni 2009.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
LAMPIRAN
top related