exercise&brain(yuniarti 130120110054)
Post on 31-Oct-2015
166 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Sampai saat ini, pengaruh dari olahraga terhadap otak belum banyak diteliti. Bagaimanapun
penelitian yang telah dilakukan dalam hal ini menyatakan bahwa otak merespon terhadap kegiatan
olahraga, menimbulkan perubahan pada tingkat anatomi, selular dan molekular. Banyak perubahan
terjadi pada daerah otak yang mengatur seseorang untuk belajar dan mengingat,seperti fungsi kognitif.
Ketika pengaruh terhadap kognitif yang meningkat ini banyak diteliti, ketertarikan terhadap
mekanisme yang mendasari hal ni baru saja mulai.
Dalam bab ini, kita akan meninjau data yang diperoleh dari penelitian terhadap manusia dan
hewan yang menyatakan bahwa olahraga dan peningkatan aktivitas atau fitness membantu
memelihara fungsi kognitif dan integritas struktur otak, khususnya yang dipengaruhi oleh usia.
Penelitian terbaru pada tingkat selular dan molekular menunjukkan bahwa olahraga mempengaruhi
plastisitas dari otak dengan cara menginduksi molekul spesifik yang mempengaruhi fungsi belajar dan
mengingat, sama seperti faktor neurotropik dari otak dan beberapa gen lain yang mengatur plastisitas
sinapsis.
1
BAB II
ISI
2.1. Olahraga Meningkatkan Fungsi Kognitif pada Manusia dan Mencegah Atrofi Otak yang
Disebabkan Pertambahan Usia
Telah lama dicurigai bahwa olahraga meningkatkan kognitif pada manusia dan saat ini
sejumlah penelitian pada manusia memperlihatkan bukti yang kuat bahwa olahraga memberikan
kebaikan pada kesehatan dan fungsi otak. Terlihat pada tabel 2.1 di bawah ini :
Tabel 2.1 Dokumentasi literatur terbaru mengenai manfaat olahraga pada kesehatan dan fungsi otak manusia
Judul penelitian Peneliti
Peningkatan fungsi kognitif---fungsi pelaksana, memori
Colcombe & Kramer, 2003
Proteksi dari depresi
Pencegahan penurunan perfusi cerebral berhubungan dengan usia
DiLorenzo et al.1999 ; Lawlor&Hopker 2001
Rogers et al.1990
Pencegahan kehilangan jaringan otak berhubungan dengan usia
Col-combe et al.2003
Penurunan resiko dan insidensi penyakit Alzheimer’s dan dementia umum
Friedland et al.2001; Laurin et al.2001
Peran olahraga dan fitness aerobik mempunyai prediksi yang konsisten dari penampilan terbaik
pada hasil kognitif dan tingkah laku dalam jumlah pada penelitian cross sectional pada orang tua dan
muda.
Yang menarik, pengaruh positif terdapat pada penelitian di populasi orang tua. Analisis
retrospektif menunjukkan bahwa stimulasi pada aktivitas fisik dan tingkah laku mengurangi resiko
perkembangan penyakit Alzheimer’s, sebuah penyakit kerusakan saraf yang berhubungan dengan usia
yang mempengaruhi 20 sampai 30 miliar individu di seluruh dunia (Friedland et al. 2001).
Mendukung penelitian ini, penelitian orang tua prospektif selama 5 tahun (usia 65 tahun keatas)
menunjukkan bahwa aktivitas fisik berhubungan dengan penurunan resiko penyakit Alzheimer’s,
perbaikan fungsi kognitif dan berbagai tipe demensia (laurin et al.2001). Manfaat yang pasti dari
2
aspek kognitif didapat dari peningkatan fitness aerobik (Colcombe & Kramer 2003). Kebanyakan
kondisi sehat bertambah terlihat pada proses yang berhubungan dengan usia, seperti proses kontrol
(membuat jadwal, membuat perencanaan, mengerjakan berbagai macam pekerjaan dalam satu waktu,
mencegah sesuatu dan mengingat sesuatu) dan proses visual (Colcombe&Kramer 2003). Kunci
penelitian terbaru menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI) memberikan gambaran pada
mekanisme ini, menyatakan bahwa olahraga secara nyata melindungi hilangnya jaringan otak yang
berhubungan dengan usia pada korteks frontal, parietal dan temporal yang merupakan area kritis
untuk proses kognitif seperti fungsi kontrol (Colcombe et al.2003). Ketika penelitian ini menunjukkan
bahwa olahraga memberikan manfaat pada manusia, mereka tidak menjelaskan perubahan biologis
yang mendasari dan mekanisme terjadinya perubahan tersebut.
2.2. Hewan Percobaan untuk Mempelajari Pengaruh Olahraga Terhadap Fungsi Otak
Penelitian telah dilanjutkan menggunakan hewan untuk mempelajari perubahan anatomi,
selular dan molekular yang terjadi pada otak dalam merespon terhadap kegiatan olahraga. Tikus telah
digunakan untuk melakukan olahraga seperti treadmill, aktivitas lari pada rel atau “enviromental
enrichment”. Pada kegiatan “enviromental enrichment”, hewan diberikan berbagai stimulasi kondisi,
seperti pintu masuk untuk lari pada rel, rumah yang berkelompok (menyediakan interaksi sosial) dan
lingkungan yang kompleks yang terdiri dari mainan, terowongan dan perubahan lokasi makanan yang
sering. Dari paradigma ini, lari pada rel dapat menjadi cara yang ideal dalam mempelajari respon otak
terhadap olahraga dimana dalam hal ini olahraga dipisahkan sebagai variabel kritis. Selain itu, lari
pada rel dapat dihitung, mencegah stress dalam pengenalan paradigma aktifitas kekuatan, dan
mengikuti hewan untuk memilih berapa banyak kegiatan berlari yang pararel dengan pola olahraga
pada manusia.
Lari pada rel dan enviromental enrichment menyebabkan beberapa perubahan pada anatomi,
neurochemistry dan aktifitas elektrofisiologikal dari otak, menunjukkan bahwa otak pada orang
dewasa responsif terhadap olahraga dan stimulasi tingkah laku (van Praag et al.2000; Cotman &
Berchtold 2002). Plastisitas adalah ide yang mendasari efek positif dari olahraga pada kesehatan
3
kognitif otak. Sejumlah perubahan anatomi telah dipelajari pada otak setelah lari pada rel atau
enviromental enrichment, meliputi peningkatan jumlah neuron (dihasilkan dari peningkatan
neurogenesis dan peningkatan daya tahan neuron) dan peningkatan jumlah dan panjang dendrit dan
spina dendrit (van Praag et al. 2000). Karena dendrit dan spina merupakan tempat sinaps daan
komunikasi antar neuron, perubahan pada struktur ini menaikkan kompleksitas sinapsos dan
merupakan potensi yang besar untuk proses informasi. Sebagai tambahan pada perubahan anatomi,
olahraga menyebabkan perubahan pada tingkat neurochemical pada beberapa regio otak,
meningkatkan pelepasan dari neurotransmitter (asetikolin, serotonin dan noradrenalin) dan
neuropeptida(substansi P, neurokinin A, neuropeptida Y) (Diamond 2001). Beberapa neurochemical
menyediakan satu mekanisme untuk menjelaskan pengaruh olahraga terhadap perubahan aktivitas
elektrofisiologikal otak, termasuk mempengaruhi hippocampus, struktur otak yang penting untuk
fungsi belajar dan memori. Sebagai contoh, long-term potentiation (LTP) adalah analog sinapsis dari
fungsi belajar dan memori, ditambahkan pada dentate gyrus dari hippocampus bersamaan dengan
dilakukannya olahraga (van Praag, Christie et al. 1999). LTP dapat membawa informasi baru, sebagai
dugaan bahwa olahraga dapat mengatur mekanisme yang memfasilitasi fungsi belajar. Olahraga juga
telah menunjukkan peningkatan daya tahan hidup neuron dan peningkatan resistensi terhadap
kerusakan (Stummer et al 1994; Carro et al 2001). Mekanisme yang mendasari perubahan pada fungsi
dan kesehatan otak ini tidak sepenuhnya dapat dipahami. Bagaimanapun, penemuan terbaru dari
molekul target oleh kegiatan olahraga menyediakan sinyal terhadap sistem biologis yang
memperantarai efek menguntungkan pada otak.
2.3. Olahraga Meningkatkan Regulasi Otak Melalui Faktor Neurotropik
Brain-derived neurotrophic factor (BDNF) adalah molekul penting yang telah muncul untuk
kesehatan serabut saraf otak dan fungsi belajar dan memori. Faktor pertumbuhan ini meningkatkan
daya tahan hidup dan kesehatan dari berbagai variasi tipe neuron dan juga penting sebagai modulator
dari plastisitas (Barde 1994; Lu&Chow 1999; Mc Allister et al 1999; Tyle et al 2002; Vicario-Abejon
et al 2002). BDNF ini dihasilkan oleh neuron-neuron, neuron khusus pada hippocampus dan korteks,
4
area yang terlibat dalam fungsi belajar dan memori. Aktivitas neuronal (seperti yang terjadi selama
menerjemahkan informasi.) menstimulasi regulasi gen BDNF dan pelepasan protein. Selanjutnya
BDNF dilepas pada sinaps yang memperbesar transmisi sinapsis dan kemampuan menerima rangsang
dari neuron (Figurov et al.1996). Sebagai tambahan, stimulasi dari tingkah laku dan fungsi belajar
akan meningkatkan ekspresi gen BDNF. Salah satu peran pentig dari BDNF dalam fungsi belajar
telah ditunjukkan dengan menggunakan tikus defisiensi transgenik BDNF. Hewan ini menunjukkan
kerusakan baik dalam proses belajar dan LTP, dan yang penting, menempatkan BDNF dengan fungsi
elektrofisiologikal yang berlawanan dan menurunnya proses belajar (Levine et al.1995; Korte et al
196; Patterson et al.1996). Tikus dengan defisiensi BDNF juga menunjukkan penurunan inervasi
sinapsis dan penurunan tingkat protein vesikel dari sinapsis (Martinez et al.1998; Pozzo-Miller et
al.1999), hal ini menunjukkan bahwa BDNF penting untuk sinyal sinapsis normal (Martinez et
al.1998)
Diberikannya informasi peran BDNF dalam proses belajar dan memori dan daya tahan hidup
neuron, dimana prosesnya dipengaruhi oleh kegiatan olahraga, kami menyimpulkan bahwa kegiatan
fisik dapat meningkatkan level faktor neurotropik otak dan faktor pertumbuhan lain pada otak. Pada
tahun 1995 kami pertama kali melaporkan bahwa aktivitas lari pada rel meningkatkan ekspresi gen
dari sejumlah faktor pertumbuhan pada otak tikus, seperti nerve growth factor (NGF) dan fibroblast
growth factor 2 (FGF-2). (Neeper et al.1996; Gomez-Pinilla et al.1998). Bagaimanapun induksi
terbesar diperlihatkan oleh BDNF, dimana meningkatkan perubahan sejumlah regio otak (Neeper et
al.1995,1996). Pada awalnya telah diprediksi bahwa respon neurotropin terhadap olahraga
kemungkinan akan ditolak oleh sistem motorik-sensorik dari otak seperti cerebellum, area korteks
primer atau basal ganglia. Ketika BDNF telah meningkat secara moderat pada cerebellum, korteks
dan medulla spinalis (tapi tidak pada striatum) setelah melakukan lari pada rel, tidak dapat diduga,
ternyata hippocampus memberikan respon yang paling besar, organ yang sangat plastis dan penting
untuk fungsi kognitif, khususnya untuk fungsi belajar dan memori (Neeper et al.1996; Gomez-Pinilla
et al.2000).
5
Pada hippocampus, kegiatan olahraga dapat meningkatkan BDNF mRNA dalam neuron,
khususnya pada dentate gyrus, hilus dan daerah CA3 (gambar 2.1). Gen menaikkan regulasi dengan
cepat (setelah beberapa jam melakukan olahraga) (Oliff et al.1998), hal ini terjadi pada tikus jantan
maupun tikus betina, dialami setelah beberapa bulan melakukan olahraga (russo-Neustadt et al.1999)
dan hal pararel dengan peningkatan jumlah protein BDNF (gambar 2.1.). Ketika diinduksi, tingkat
protein semakin meningkat untuk beberapa hari setelah berhenti melakukan olahraga, kemuduan
menurun kembali pada kondisi awal (gambar 2.2.). Sebagai contoh, setelah 28 hari, faktor neurotropik
otak terus meningkatselama tiga hari setelah kegiatan olahraga dihentikan tapi kembali menurun
setelah satu minggu. Hal yang menarik, pemilihan hari untuk berolahraga adalah efektif untuk
kegiatan rutin untuk meningkatkan protein BDNF (Berchtold et al) (gambar 2.2.). Kegiatan praktis
yang signifikan pada kejadian olahraga yang intermitten cukup memberikan stimulus yang kuat
terhadap aktivitas mesin molekular yang memberikan plastisitas sinapsis.
Gambar 2.1Efek olahraga pada BDNF mRNA hippocampus dan tingkat protein. Hibridisasi insitu
Menunjukkan bahwa tingkat BDNF mRNA meningkat setelah 7 hari melakukan olahraga(a) Rata-rata dentate gyrus(DG), hilus, CA3-CA1 dan korteks dibandingkan dengan (b) hewan
percobaan
Pemeriksaan dari molekul otak yang diregulasi oleh kegiatan olahraga dimulai dengan fokus
pada BDNF dan faktor pertumbuhan lain. Bagaimanapun, hal ini mungkin bahwa banyak gen lain
pada otak yang responsif terhadap kegiatan olahraga. Perkembangan terbaru dari pemeriksaan
6
terhadap profil ekspresi gen dalam skala besar telah dibuat dengan mudah dalam hal melihat respon
terhadap stimulus seperti olahraga.
Gambar 2.2BDNF diinduksi oleh olahraga yang dilakukan intermiten dan rata-rata kerusakan setelah olahraga yang dilakukan terus menerus. (a) Tingkat kerusakan protein BDNF pada hippocampus setelah olahraga dihentikan. Hewan percobaan selama empat mingu melakukan running wheels dan lalu wheels dikeluarkan dari kandang. Kadar BDNF telah diukur pada hari ke 0,1,3,7 dan 14setelah selesai berlari. BDNF secara signifikan meningkat setelah hari ke 0,1 dan 3 setelah lari dihentikan.
7
(b) Induksi protein BDNF pada hippocampus diikuti pemberian perlakuan wheel running secara terus menerus atau intermitten. Hewan percobaan yang menjalani olahraga selama 4,7 atau 14 hari. Dengan 14 hari melakukan aktivitas, olahraga yang intermitten lebih efektif sebagai kegiatan yang meningkatkan kadar BDNF. Nilai memperlihatkan rata-rata ±SEM, tingkat normal ke arah tetap (100%). *p<.05, **p<.01.
2.4. Analisis Gen Memperlihatkan Adanya Gen Lain yang Diregulasi oleh kegiatan Olahraga
Analisis gen dari hippocampus menunjukkan perubahan ekspresi dari 130 gen dalam hal
merespon terhadap kegiatan olahraga selama tiga minggu (Tong et al. 2001). Gen ini dapat
dikelompokkan kedalam empat kelompok besar berdasarkan fungsinya : plastisitas, metabolisme,
anti-aging dan imunitas. Hal yang menarik, mayoritas dari gen yang terlihat adalah yang berhubungan
dengan fungsi sebagai penyokong plastisitas sinapsis.
Aktivitas neuronal yang diregulasi oleh pentraxin, homer-1a dan cyclooxygenase 2 (COX-2)
adalah contoh dari gen yang berhungan dengan plastisitas yang ditingkatkan regulasinya pada
hippocampus dalam hal merspon terhadap kegiatan olahraga. Neuronal Activity-Regulated Pentraxin
(NARP) dan homer-1 telah diidentifikasi sebagai molekul utama dalam meregulasi plastisitas sinapsis
melalui pengontrolan lalu lintas reseptor untuk glutamat. Glutamat adalah neurotransmitter utama
pada otak dan modulator utama pada mekanisme plastisitas. Glutamat beeaksi dengan reseptor
spesifik untuk glutamat, yaitu reseptor alpha-amino-3-hydroxy-5-methyl-isoxazole-4-propionate
(AMPA), kelompok reseptor I metabotropic glutamate (mGluR1), dan reseptor n-methyl-d-aspartate
(NMDA). NARP dan homer-1 terlibat dalam pengelompokkan dan insersi dari reseptor glutamat
(AMPA, mGluR1) kedalam membran sinapsis dari dendrit dan tonjolan dendrit (Tu et al.1998;
O’Brien et al.2002). Karena dendrit dan tonjolan dendrit adalah tempat sinaps dan komunikasi dari
neuron, regulasi dari jumlah reseptor glutamat merupakan kunci dalam mekanisme proses plastisitas
(contoh : LTP). Seperti BDNF, NARP cepat diinduksi dalam hippocampus dan cortical neurons oleh
aktivitas sinaps (Tsui et al.1996). Hal yang menarik, BDNF juga menstimulasi ekspresi dari NARP.
Sehingga regulasi NARP dapat menjadi salah satu konsekuensi dari induksi BDNF oleh kegiatan
olahraga.
8
Gen lain yang menunjukkan peningkatan sebagai respon terhadap kegiatan olahraga adalah
COX-2. Dimana telah diketahuui bahwa COX-2 berperan dalam sintesis prostaglandin dan fungsi
imun, sedangkan dalam sistem saraf pusat berperan dalam plastisitas. Dalam sistem saraf pusat,
ekspresi gen COX-2 ditingkatkan regulasinya oleh aktivitas sinapsis dan BDNF (Yamagata et al.1993;
Adams et al.1996; Marcheselli&Bazan 1996; Tu&Bazan 2003). Sebagai tambahan, COX-2 berada
dalam tonjolan dendrit (kaufmann et al. 1996), memodulasi rangsangan setelah sinapsis melalui
regulasi sinyal prostaglandin-E2. Khususnya, penghambatan dari menurunnya COX-2 pada kondisi
setelah sinapsis, dihasilkan pada saat akumulasi kalsium di dendrit diturunkan dan penekanan dari
induksi LTP (Chen et al.2002). Efek ini berlawanan dengan penambahan prostaglandin-E2,
menunjukkan peran fisiologis dari COX-2 dalam regulasi plastisitas. Sehingga efek induksi COX-2
oleh kegiatan olahraga mungkin menyebabkan peningkatan rangsangan setelah sinapsis di
hippocampus, dengan hasil bahwa neuron setelah sinapsis lebih responsif terhadap aktivitas sinapsis.
Secara fungsional, bebrapa efek potensial dapat dilihat dengan lebih efisiennya mengkode informasi
dan memfasilitasi proses belajar.
Analisis microarray telah mengidentifikasi sejumlah gen yang berhubungan dengan plastisitas
sinapsis yang regulasinya ditingkatkan dalam hippocampus oleh kegiatan olahraga. NARP, COX-2
dan BDNF semuanya meningkat dengan aktivitas sinapsis dan selanjutnya akan mendukung dan
memperkuat aktivitas sinapsis. Selain itu, BDNF meregulasi ekspresi NARP dan COX-2, hal ini
menunjukkan bahwa BDNF yang mengatur produk gen dan kemungkinan merupakan salah satu
molekul yang memulai mendasari beberapa efek menguntungkan dari kegiatan olahraga. Bersama
dengan NARP, COX-2, homer dan BDNF, kegiatan olahraga meningkatkan jumlah gen lain yang
berhubungan dengan sinapsis dalam hippocampus seperti synapsin I dan synaptotagmin (Chen et al.
1998; Molteni et al. 2002). Peningkatan regulasi dari gen ini oleh kegiatan olahraga dapat diprediksi
untuk memberikan efek terhadap fungsi hippocampus, termasuk peningkatan proses belajar dan
mengingat.
9
2.5. Olahraga meningkatkan proses belajar dan BDNF
Sebuah molekul penting yang terlibat dalam proses belajar dan mengingat adalah BDNF. Infusi
BDNF meningkatkan proses belajar (Alonso et al.2002) dan penurunan BDNF merusak proses
belajar. Kenyataan bahwa kegiatan olahraga meningkatkan BDNF memungkinkan bahwa kegiatan
olahraga adalah potensial untuk meningkatkan proses belajar. Secara khusus, kami berhipotesa bahwa
kegiatan olahraga dapat meningkatkan kecepatan proses belajar sebagai hasil dari ditingkatkannya
kemampuan BDNF, selain produk gen plastisitas sinapsis yang lain. Disini kami mencari hubungan
antara BDNF dan proses belajar.
Dalam uji proses belajar dan mengingat pada tikus, kegiatan olahraga memfasilitasi proses
belajar dan peningkatannya berhubungan dengan jumlah BDNF pada hiipocampus. Sebagai contoh,
setelah olahraga, hewan memerlukan percobaan lebih sedikit untuk mempelajari tugas memori spasial
(seperti labirin air Morris dan labirin 8-tangan; Anderson et al.2000). Pada kasus labirin air,
peningkatan proses belajar berhubungan secara signifikan dengan protein BDNF dalam hippocampus
p pada binatang yang melakukan olahraga. Namun, ketika tugas telah dipelajari berdasarkan kriteria,
tidak terdapat perbedaan dalam escape latencie, dan tidak terdapat perbedaan dalam jumlah protein
antar kelompok(Adlard, Perreaue et al.2004). Disarankan bahwa informasi baru awalnya ditingkatkan
pada hewan yang melakukan olahraga. (gambar 2.3),berpotensi sebagai hasil dari peningkatan jumlah
BDNF. Selain itu, sebagai hasil dari penghindaran tugas yang pasif mengindikasikan bahwa olahraga
menolong dalam proses mengingat. Hewan diminta untuk berolahraga sebelum tugas peghindaran
pasif memberikan hasil yang signifikan dalam meningkatkan memori jangka pendek dan jangka
panjang dibandingkan dengan hewan kontrol. (Radak et al.2001)
10
Gambar 2.3Hewan percobaan diberikan olahraga pendahuluan (tiga minggu) menunjukkan penurunan kemampuan escape dari Morris maze selama lima hari pertama dari uji coba (dua percobaan per hari). Hal ini terlihat signifikan pada hari kedua,dimana terlihat juga peningkatan signifikan dari protein BDNF hippocmapus pada hewan percobaan yang melakukan olahraga dibandingkan dengan hewan percobaan yang tidak melakukan olahraga. Pada hari keenam tidak terdapat perbedaan pada kecepatan kemampuan escape diantara dua kelompok tersebut dan tidak ada perbedaan antara kadar protein BDNF. Nilai rata-rata per hari (dua percobaan) ±SEM (*p<0.05)
Ketika kami berhipotesa bahwa kegiatan olahraga menginduksi peningkatan BDNF, hal ini
merupakan salah satu mekanisme yang penting dalam pengaruh berolahraga terhadap peningkatan
proses belajar. Hal ini juga memungkinkan bahwa olahraga memodulasi faktor lain yang terlibat
dalam penyampaian informasi baru. Neurogenesis hippocampus, sebagai contoh, adalah berhubungan
dengan peningkatan pada penampilan memori spasial dan telah menunjukkan hasil dari paparan
olahraga atau pengayaan lingkungan terhadap hewan (van praag, Christiee et al. 1999; van praag,
Kempermann et al.1999). Modulasi dari proses utama oleh aktivitas fisik dapat menjadi hal yang
penting bukan saja untuk proses belajar, tetapi juga untuk pemeliharaan dari integritas anatomi dari
hippocampus dan sistem saraf pusat, sebagai implikasi dari penelitian yang telah dilakukan pada
manusia.
2.6. Olahraga dan depresi
Disamping berperan penting dalam hal proses belajar dan memori, hippocampus juga terlibat
dalam penyebab depresi. Penelitian terakhir juga memperlihatkan BDNF memiliki peran dalam
kondisi ini. Sebagai contoh, kelas utama dari antidepresan, ketika beraksi melalui mekanisme yang
berlawanan, semua muncul untuk berkumpul pada BDNF dan meningkatkan regulasi ekspresi gen 11
BDNF pada hippocampus (Nibuya et al. 1995; Duman et al.1997; Russo-Neustadt et al.1999;
Fujimaki et al.2000). Selanjutnya, infusi hippocampus secara langsung oleh protein BDNF
menghasilkan efek antidepressan pada model hewan yang mengalami depresi seperti
ketidakmampuan dalam belajar (Karege et al.2002; Shirayama et al.2002). Peran BDNF dalam
depresi dan meningkatkan regulasi dari molekul ini dengan berolahraga. Hal ini dapat diprediksi
bahwa berolahraga dapat memberikan arti non farmalogikal yang sederhana dan mengatasi depresi.
Sejumlah penelitian laboratorium telah memeriksa efek berolahraga pada induksi dari
ketidakmampuan dalam belajar, dari sebuah model hewan yang mengalami depresi perilaku. Lari di
roda pada tikus muda telah dilaporkan untuk mengimbangi induksi dari depresi, sebagaimana telah
dibuktikan dengan penurunan kemampuan dalam melarikan diri dalm model yang memiliki
ketidakmampuan dalam belajar. Selain itu, aktivitas ini telah dihubungkan dengan perubahan pada
jumlah monoamine, termasuk 5HT, pada daerah otak seperti dorsal raphae dan hippocampus
(Dishman et al.1997). Hampir sama, laporan terakhir oleh Greenwood dan universitasnya
(Greenwood et al.2003) menunjukkan bahwa 6 minggu dari kegiatan tikus lari pada roda cukup untuk
mencegah perilaku depresi, juga kemungkinan lewat modulasi dari aktivitas neuron serotogenik
dalam dorsal raphae nucleus. Periode pendek dari olahraga (4 minggu) juga menunjukkan dapat
mencegah perilaku depresi pada tikus muda (Moraska & Fleshner,2001). Penelitian terakhir pada
laboratorium kami kemudian dapat mengindikasikan bahwa kegiatan olahraga selama satu minggu
terhadap induksi dari peningkatan ketidakmampuan dalam belajar meningkatkan kemampuan
melarikan diri pada tikus muda dan tikus dewasa, diduga bahwa hal tersebut merupakan efek dari
kegiatan olahraga terhadap perilaku depresi mungkin dapat diaplikasikan dalam seluruh rentang
kehidupan (observasi yang tidak dipublikasikan).
Data dari hewan percobaan menunjukkan bahwa olahraga dapat mencegah dan mengobati
depresi. Selain itu, kenyataan bahwa olahraga dan antidepresan keduanya memberikan aksi pada
BDNF menyarankan bahwa kombinasi dari kedua intervensi tersebut dapat lebih efektif daripada
hanya satu intervensi saja. Tentu saja, olahraga dan pengobatan dengan antidepresan beraksi untuk
meningkatkan kecepatan dan luas dari induksi BDNF dalam hippocampus (Russo-Neustadt
12
et.al.1999,2001). Sehingga, antidepresan dan olahraga merupakan bagian dari mekanisme pada
regulasi BDNF.
Ketika olahraga telah menunjukkan penurunan gejala depresif pada hewan percobaan, hal ini
penting untuk menentukan apakah olahraga dapat memberikan fungsi yang sama pada manusia.
Dalam mendukung peran yang memungkinkan untuk olahraga sebagai intervensi terhadap depresi,
penelitian cross sectional dan longitudinal telah menunjukkan hubungan positif antara peningkatan
aktifitas fisik dan penurunan tingkat depresi. (Bryne & Byrne, 1993; Blumenthal et al.1999; Hassmen
et al 2000; Lawlor &Hopker 2001; Pollock 2001). Selain itu, olahraga juga telah menunjukkan dapat
menjadi pencegah untuk terjadinya depresi berulang. Pada penelitian yang berlanjut, satu tahun
kemudian 5 tahun dan kemudian 8 tahun, orang-orang dengan pemeliharaan atau peningkatan tingkat
aktivitas menunjukkan gejala depresi yang rendah dan menunjukkan keuntungan lebih banyak baik
fisik maupun fisiologis daripada mereka yang mempunyai aktifitas rendah (Dilorenzo et al 1999;
Lampinen et al.2000; Strawbridge et al.2002). Meta analisis dari pecobaan klinis randomisasi
menunjukkan bahwa secara keseluruhan olahraga mengurangi gejala depresi dan memberikan
keuntungan fisiologis pada kesehatan jiwa, penampilan mental, konsentrasi dan percaya diri
(DiLorenzo et al.1999; Lawlon&Hopker.2001). Hal yang menarik, BDNF adalah molekul penting
yang berperan sehingga olahraga dapat menurunkan deprresi. Dalam hal mendukung funsi utama dari
BDNF terhadap depresi pada manusia, penurunan protein BDNF,dimana dihubungkan dengan variasi
dari depresi, telah diketahui dalam serum pasien-pasien depresi (Dunn et al.2002). Selanjutnya,
penelitian postmortem mengindikasikan bahwa BDNF ditingkatkan regulasinya dalam hippocampus
pada pasien depresif yang dirawat dengan antidepresan (Dunn et al.2002). Peningkatan regulasi
BDNF selanjutnya dapat mempengaruhi beberapa sistem tubuh yang berbeda dan proses dalam otak
untuk membantu meningkatkan kesehatan mental.
Tingkat dan durasi yang optimal dari olahraga atau aktivitas adalah area yang penting dalam
penelitian manusia, sehingga berapa banyak kegiatan olahraga yang harus dilakukan dan tipe olahraga
apa yang perlu dilakukan untuk memberikan perlindungan terhadap penyakit seperti depresi? Paling
sedikit 30 menit melakukan aktivitas treadmill setiap hari selama 10 hari menunjukkan penurunan
13
depresi (Dimeo et al.2001). Kebanyakan penelitian, bagaimanapun,menggunakan waktu yang lama
dengan frekuensi yang sedikit untuk melakukan olahraga (2-3 kali per minggu), dan pada faktanya,
lebih sedikit frekuensi olahraga dapat lebih baik daripada melakukan olahraga setiap hari, berdasarkan
klasifikasi depresi (Hassmen et al.2000). Hal yang menarik, data berasal dari hewan percobaan,
sebgaimana telah didiskusikan di awal, menunjukkan bahwa induksi dari BDNF dalam hippocampus
adalah sama, tetapi terjadi dalam kecepatan yang berbeda, dengan perbedaan frekuensi melakukan
olahraga (melakukan olahraga setiap hari dibandingkan dengan melakukan olahraga tidak rutin).
Pertanyaan tentang tingkat dan durasi dari aktivitas yang optimal mempunyai prediksi klinis yang
signifikan baik pada penelitian di manusia maupun penelitian di hewan. Olahraga sebagai sebuah
pengobatan untuk depresi, oleh karena itu penting untuk di evaluasi pada percobaan placebo-control
yang menghitung efek jumlah stimulasi dari aktivitas tingkah laku pada induksi BDNF.
2.7. Peran definitif dari BDNF pada fungsi kognisi manusia
Ketika penelitian pada tikus percobaan menunjukkan bahwa BDNF adalah merupakan molekul
penting pada fungsi kognitif, data statistik terakhir memperlihatkan peran penting BDNF terhadap
manusia. Tentu saja, penelitian genetik terakhir menggarisbawahi sekelompok polimorfisme pada gen
BDNF yang tidak dapat dipungkiri merupakan hal yang menentukan untuk BDNF dalam kognitif
manusia. Substitusi asam amino dalam regio mengkode gen BDNF (val/met) menghasilkan kegagalan
dalam proses dan pelepasan BDNF (Egan et al.2003). Penelitian yang berhubungan dengan genetik
dari distribusi alel dari polimorfisme ini telah menunjukkan bahwa individu yang membawa alel met-
BDNF mempunyai fungsi memori yang rendah dan aktivasi hippocampus yang abnormal. Dapat
dikatakan bahwa efek kognitif ini telah ditunjukkan dalam penelitian cohort dari pasien dewasa muda
yang sehat tidak memperlihatkan kelainan neurologis atau fungsi kognitif (25-45 tahun,641 orang)
(Egan et al.2003). Penelitian lain telah menujukkan hal lain yaitu bahwa met-BDNF dan pemisah
polimorfisme BDNF adalah faktor resiko terjadinya penyakit Alzheimer (Kunugi et al.2001;
Ventriglia et al.2002; Egan et al.2003). Penelitian ini memperjelas bahwa ketika BDNF tidak
berfungsi, maka fungsi kognitif dalam jangka panjang. Kenyataan bahwa defisiensi BDNF terdapat
14
pada individu-individu muda yang mengalami penurunan fungsi kognitif, memerlukan pemahaman
mengenai mekanisme aktivitas regulasi dari gen ini.
Sebagai kesimpulan, olahraga mempunyai konsekuensi anatomi, seluler, molekular dan
fungsional terhadap otak. Olahraga dapat melindungi atrofi otak sehubungan dengan pertambahan
usia pada manusia. Pada hewan percobaan, olahraga meningkatkan kompleksitas dendrit dan merubah
neurotransmitter dan aktivitas sinapsis pada otak. Disamping itu, olahraga menginduksi perubahan
molekular yang mendukung plastisitas. Konsekuensi fungsional dari olahraga meliputi pengembangan
dalam proses belajar dan memori dan proteksi terhadap depresi dari kelainan neurologis yang lain.
BDNF merupakan molekul penting dalam modulasi efek ini.
2.8. Sistem Saraf Pusat dan Sistem Saraf Perifer Sebagai Regulator Mekanisme Efek Olahraga
Terhadap BDNF
Dari data-data dapat disimpulkan bahwa kebutuhan untuk mengerti mekanisme dasar pada
penelitian hewan percobaan dan manusia dimana olahraga dan regulasi BDNF dapat menyediakan
intervensi non farmakologikal yang sederhana terhadap peningkatan fungsi otak. Pada bagian
selanjutnya kami menyimpulkan informasi terbaru pada mekanisme regulasi neurotransmitter pusat
dan perifer mekanisme neuroendokrin perifer bersatu memberikan efek dari olahraga pada otak dan
regulasi BDNF.
Data terbaru menunjukkan bahwa regulasi protein BDNF dikontrol oleh ekspresi dari gen
BDNF dalam neuron dan level ekspresi gen dimodulasi oleh interaksi neurotransmitter. Pada
neurotransmitter sistem saraf pusat, fakta menunjukkan bahwa faktor perifer seperti level hormon
sirkulasi (seperti olahraga, kortikosteroid dan insulim growth factor-1) juga mempengaruhi regulasi
BDNF atau ekspresi dalam efek. Disini kami menggali mekanisme regulasi sentral dan perifer.
2.8.1 Mekanisme pada sistem saraf pusat (neurotransmitter)
15
Ekspresi gen BDNF diregulasi oleh aktivitas neuronal. Dalam sistem saraf pusat, glutamat
adalah pembangkit neurotransmitter utama yang mengatur aktivitas neuronal. Sinyal glutamat adalah
merupakan pusat untuk memediasi peningkatan regulasi dari level BDNF dalam hippocampus,
sejakBDNF diekspresikan oleh neuron glutamat. Regulasi gen BDNF sensitif terhadap jumlah sistem
neurotransmitter yang lain, dimana bersama-sama memodulasi aktivitas neuronal glutamatergik dalam
hippocampus. Sistem neurotransmitter yang lebih jauh untuk perannya dalam memediasi regulasi
BDNF oleh olahraga dalam hippocampus adalah asetilkolin, GABA, serotonin dan sistem
norepinephrin.
Suumber utama dari asetilkolin dan GABA pada hippocampus datang dari struktur otak yang
berhubungan yang disebut medial septum, modulator penting pada fungsi hippocampus normal dan
dalam keadaan ada rangsangan. Hal yang menarik,selama aktifitas fisik,sirkuit septo-
hippocampaldiaktivasi dan kolinergik dan aktivitas GABA pada septum medial mengatur aktivitas
ritme neuronal pada hippocampus (Vanderwolf.1969; Lawson&Bland.1993; Lee et al.1994). Selain
itu,olahraga menyebabkan kadar dari asetilkolin meningkat pada hippocampus (Dudar et al.1979;
Nilsson et al.1990; Mizuno et al.1991). Karena asetilkolin meregulasi ekspresi gen BDNF dan
ditingkatkan oleh aktifitas fisik, asetilkolin merupakan kandidat yang baik untuk memediasi pengaruh
olahraga terhadap peningkatan BDNF mRNA.(Lapchak et.al.1993; Knipper et al.1994; Ferencz et
al.1997). Hal yang mengejutkan, ini bukan suatu kasus. Penelitian menunjukkan bahwa walaupun
asetilkolin berasal dari septum medial menyediakan regulasi tonus dari ekspresi gen BDNF di
hippocampus, asetilkolin bukan merupakan fungsi regulasi dalam aktivitas ini. (Berchtold et.al.2002).
Neuron kolinergik dari septum medial dapat dipelajari secara selektif, dihasilkan dalam hilangnya
secara keseluruhan dari input kolinergik atau akhir dari hippocampus. Kolinergik lengkap, meskipun
pengurangan kadar BDNF RNA, tidak menghalangi olahraga menginduksi BDNF. Sebaliknya, ketika
hilangnya kolinergik sebagian dikombinasi dengan hilangnya septum medial neuron GABAergik,
olahraga yang diregulasi BDNF dirusak hippocampus (Berchtold et.al.2002). Sehingga hal ini
merupakan dalam keterlibatan yang kuat dari septum medial dalam regulasi aktivitas yang tergantung
16
pada ekspresi gen BDNF dan hal ini tampak untuk melibatkan sinyal yang dimediasi oleh non-
kolinergik atau kombinasi dari sistem neurotransmitter.
Disamping untuk modulasi kolinergik dan GABAergik, sinyal neurotransmitter monoamine
dapat juga berkontribusi terhadap regulasi gen BDNF. Hal ini berdasar pada observasi bahwa aen
yang meningkatkan transmisi pada sinapsis monoaminergik, seperti antidepresan, juga meningkatkan
ekspresi gen BDNF dalam hippocampus. Aksi antidepressan untuk meningkatkan kadar
neurotransmitter monoamine serotonin dan neuroepinephrine (Nibuya et al.1995; Fujimaki et
al.2000). Selain itu, olahraga dapat meningkatkan kadar neuroepinephrin pada beberapa daerah otak
termasuk hippocampus dan dapat juga meningkatkan neurotransmisi serotonin. Sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya, pengobatan dengan antidepressan dalam kombinasi dengan olahraga
selanjutnya penguatan regulasi olahraga yang tergantung BDNF, anggapan bahwa olahraga dan
antidepressan dapat mempengaruhi sistem sinergis untuk menginduksi perubahan BDNF,seperti efek
aditif pada neurotransmisi monoaminergik otak. (Russo-Neustadt et.al.1999,2001).
Investigasi penelitian untuk mengetahui apakah neurotransmisi monoaminergik berpartisipasi
dalam regulasi olahraga yang tergantung BDNF menunjukkan bahwa neuroepinephrin ikut terlibat
(Ivy et.al.2003). Toksin spesifik neurotransmitter dapat digunakan untuk merusak noradrenergik
spesifik atau serotonergik, neurotransmisi yang melewati otak setelah lesi noradrenergik, olahraga
gagal untuk meningkatkan ekpresi gen BDNF dalam hippocampus. Bagaimanapun,kadar awal dari
BDNF tidak dipengaruhi oleh lesi noradrenergik. Lesi serotonergik mempunyai efek kecil terhadap
BDNF (Garcia et al in pers). Hasil ini menunjukkan bahwa norepinephrin atau serotonin menyediakan
regulasi tonus dari ekspresi gen dalam hippocampus, dimana noradrenalin penting adalam aktivitas
yang regulasinya tergantung BDNF.
2.8.2 Mekanisme Regulasi Oleh Perifer
Meskipun mekanisme aktivitas yang diatur oleh sistem saraf pusat adalah sangat penting dalam
memediasi efek dari olahraga pada otak, sekarang keluar konsep bahwa pengaruh sistem saraf tepi
juga penting. Komponen yang berkontribusi pada kontrol perifer ini meliputi estrogen, kortikosteron
17
dan insulin like growth factor 1 (IGF-1). Hal yang menarik, beberapa dari mekanisme regulasi yang
sama tidak hanya mengontrol BDNF tapi juga memodulasi neurogenesis basal, seperti pada efek
olahraga terhadap neurogenesis.
2.8.2.1 Estrogen
Ada sejumlah mekanisme yang memungkinkan estrogen meregulasi efek dari olahraga pada
ekspresi BDNF. Estrogen dapat memiliki efek molekular langsung pada ekspresi gen, seperti efek
tidak langsung lewat efek stimulasi pada tingkat aktivitas fisik.
Beberapa efek menguntungkan dari estrogen pada otak dapat dimediasi oleh BDNF, estrogen
meregulasi ekspresi gen BDNF untuk meningkatkan kemampuan faktor topik ini (Singh et al.1999).
Hal yang menarik, pada wanita, kehadiran estrogen penting untuk regulasi BDNF untuk olahraga
terjadi (Berchtold et al.2001). Setelah dua bulan kadar estrogen hilang,olahraga gagal untuk
meningkatkan BDNF mRNA atau protein hippocampustikus. Sebaliknya, ketika olahraga dikombinasi
dengan pengganti estroge, kadar protein BDNF menunjukkan peningkatan yang besar daripada respon
terhadap pengganti estrogen berdiri sendiri. Kehadiran estrogen pada wanita kemungkinan dapat
menjadi faktor yang penting untuk menginduksi kemampuan regulasi BDNF terhadap estrogen.
(Berchtold et al.2001).
Hal yang menarik, tingkat aktivitas fisik yang disadari juga tergantung status estrogen. Dalam
ketidakhadiran estrogen, hewan menjadi kurang aktif, ketika pengganti estrogen ditempatkan maka
aktivitas kembali pada level normal. (Berchtold et al.2001). Hasil iin sejalan dengan penelitian pada
manusia, menunjukkan hubungan antara penggunaan terapi hormon pengganti dan tingkat aktivitas
fisik; penggunaan pengganti hormon melaporkan menghasilkan aktivitas yang lebih besar daripada
yang tidak menggunakan (Matthews et al.1996; Persson et al.1997). Efek ini meningkatkan estrogen.
Efek dari meningkatnya kadar estrogen memberikan keuntungan kesehatan yang berhubungan dengan
hormon pengganti pada wanita dapat dihubungkan dengan kegiatan olahrga.
18
2.8.2.2 Kortikosteron / Stress
Kortikosteroid merupakan neuroendokrin lain yang meregulasi mekanisme yang dapat
mempengaruhi kadar BDNF dan dapat memodulasi efek olahraga terhadap otak. Hormon ini
dilepaskan dari kelenjar adrenal dalam merespon terhadap stres, hormon ini dapat masuk ke dalam
otak dan berikatan dengan reseptor glukokortikoid dalam hippocampus membuat area pada otak ini
mudah terkena efek stres dari glukokortikoid.
Peningkatan stres yang berkepanjangan memudahkan neuron hippocampus terkena injuri
(Mcintosh &Sapolsky.1996; Sapolsky 1999), demikian juga dengan faktor predisposisi dari beberapa
tipe depresi (Altar 1999). Selain itu. Penurunan glukokortikoid pada rangsangan neuronal dan
penekanan LTP hippocampus (Schaaf et al 1998) berkontribusi pada stres yang menginduksi pada
penurunan proses belajar dan memori. (Luine et al.1996; Smith&Cizza 1996; Holscher 1999; Zhou et
al 2000; Bowman et al 2001) sehingga intervensi tersebut dapat menghikangkan efek dari stres yang
penting untuk dilihat.
Olahraga adalah penting untuk melindungi dari efek negatif dari paparan stres. Satu mekanisme
untuk regulasi dari BDNF, adalah meningkatkan kadar glukokortikoid yang akan menurunkan BDNF
mRNA hippocampus dan protein eksspresi (Schaaf et al.1998; Nita et al.1999; Zhou et al.2000).
Paradigma tingkah laku yang umumnya digunakan untuk menimbulkan stres pada tikus percobaan
adalah mengimobilisasi stres, dimana meningkatkan kadar glukokortikoid yang bersirkulasi dan
mengurangi BDNF mRna hippocampus dan protein. Hal yang penting, tiga minggu melakukan
olahraga untuk imobilisasi stres melindungi dari penyebab stres dalam protein BDNF (Adlard,
Cotman et al.2003). Karena olahraga dapat mencegah efek negatif dari stres pada tingkat tingkahlaku
dan neurochemical, BDNF dapat menjadi mekanisme penting dilibatkan dalam proteksi dari proses
yang menyebabkan stres. Olahraga mewakili intervensi therapeutik untuk melindungi dari kegagalan
yang berhubungan dengan stres seperti depresi, gangguan proses belajar mengajar.dan keruusakan
neuron jangka panjang.
19
2.8.2.3 Hormon Pertumbuhan dan IGF-1
Mekanisme perifer yang ketiga dapat memediasi efek dari olahraga dan BDNF dalam otak
adalah hormon pertumbuhan / IGF-1. Olahraga meningkatkan sirkulasi hormon pertumbuhan dimana
merupakan stimulus utama untuk produksi IGF-1 meskipun mayoritas dari sirkulasi IGF-1 berasal
dari hati, banyak berbagai jaringan dapat memproduksi IGF-1,termasuk otak. IGF-1 dapat memiliki
efek biologi yang berlipat ganda pada proses yang meliputi neurogenesis, proses belaja, memmori dan
kognitif, proses amiloid dan efek sistemik lain (Sonntag et al.2001; Carro et al.2002; Carter et
al.2002; Holzenberger et al.2003). IGF-1 juga dapat dilibatkan dalam sejumlah penyakit
neurodegeneratif(Bugiguma et al.2000); Selain itu,reseptor IGF telah dilaporkan untuk meregulasi
kehidupan mammalia (Holzenberg et al.2003).
Peningkatan IGF-1 juga telah diduga sebagai salah satu mekanisme yang bertanggungjawab
terhadap efek menguntungkan dari olahraga pada otak, dengan cara menghalangi jalan masuk dari
IGF di perifer pada otak mencegah stimulasi pada olahraga neurogenesis dan proteksi terhadap
kerusakan otak(carre et al 2000,2001). Hal yang menarik, dugaan bahwa peptida yang berasal dari
perifer dapat memiliki efek sentral yang signifikan. Selanjutnya, kerusakan kognitif, kehilangan
ingatan dan penurunan pada neurogenesis yang berhubungan dengan pertambahan usia dapat
diselamatkan oleh IGF-1 (martowska et al.1998; Lichtenwalner et al.2001). Selain itu terdapat
hubungan antara IGF dan BDNF karena pemberian IGF perifer menginduksi BDNF di hippocampus.
Sekarang ini muncul pernyataan bahwa IGF-1 dapat menjadi kunci mediator dari berbagai
proses kortikal IGF-1 dan BDNF bereaksi dengan jalan sinyal yang berbeda, menyatakan bahwa IGF-
1 dan BDNF dapat beraksi masing-masing atau bersama-sama untuk mempromosikan dan menjaga
kesehatan otak dan plastisitasnya. Banyak mekanisme regulasi yang dapat berkontribusi terhadap
peningkatan regulasi dari faktor pertumbuhan dengan kegiatan olahraga seperti BDNF. (gambar 2.4)
20
BAB III
KESIMPULAN
Pada kesimpulannya, penelitian ilmu dasar dan hewan percobaan memberikan dasar yang kuat
bahwa olahraga dapat mempromosikan perubahan dalam otak berhubungan dengan peningkatan
kesehatan otak, ditingkatkan kekuatannya untuk kondisi lingkungan yang merugikan dan
memfasilitasi proses belajar dan respon adaptasi terhadap lingkungan (gambar 2.4). Olahraga
menginduksi BDNF mRNA pada neuron glutamat dalam hippocampus dan daerah otak yang lain
dalam beberapa hari. Tingkat protein BDNF mengikuti induksi mRNA setelah jeda waktu beberapa
hari dan tingkat protein telah dijaga dalam beberapa bulan dengan olahraga terus menerus.
Disamping BDNF, olahraga menginduksi ekspresi sejumlah gen lain yang juga mendukung plastisitas
sinapsis. Hal yang menarik, ekspresi dari beberapa gen yang berhubungan dengan plastisitas,seperti
NARP dan COX-2, dapat diinduksi oleh BDNF. Sintesis dari BDNF dimodulasi oleh konvergensi
sistem neurotransmitter dan mekanisme neuroendokrin perifer. Induksi dari BDNF, dalam
hubungannya dengan respon molekular, memprediksi bahwa fungsi tingkah laku berhubungan
dengan BDNF seperti proses belajar dan memori dan depresi dapat diperbaiki dengan olahraga.
Hewan percobaan yang menjalani olahraga menunjukkan peningkatan proses belajar, yang dapat
dilihat melalui peningaktan kadar BDNF dan produk plastisitas sinapsis. Olahraga juga mencegah
perkemabangan depresi padda hewan percobaan. Data yang diperoleh dari hewan percobaan
menjelaskan bahwa olahraga memberikan keuntungan pada fungsi otak, bagaimanapun, penelitian
pada manusia masih pada fase awal.
Dari literatur mengenai manusia sekarang sudah jelas bahwa regulasi BDNF tentu saja dapat
berinteraksi dengan fungsi kognitif, karena polimorfisme dlam BDNF berhubungan dengan proses
dan pelepasan dari protein, berhubungan dengan pengurangan fungsi kognitif dan aktivasi. Hal ini
penting dipelajari karena penelitian pada hewan percobaan dapat diaplikasikan pada penelitian
terhadap manusia. Pada penelitian terhadap manusia terdapat kekurangan dari penelitian efek dari
21
olahraga yang dapat diklasifiaksikan sebagai percobaan klinis yang terdiri dari kontrol plasebo yang
tepat. Kebanyakan dari penelitian yang telah dipublikasikan hanya bersifat deskriptif berdasarkan
analisis retrospektif dari sekumpulan data. Meskipun demikian, saat ini penelitian pada manusia
menunjukkan bahwa olahraga atau peningkatan kegiatan aerobik adalah salah satu variabel yang
secara konsisten muncul sebagai prediksi dari fungsi kognitif yang tinggi dan juga dihubungkan
dengan tingkat depresi yang rendah. Olahraga selanjutnya dapat dihubungkan dengan variabel lain
yang secara kritis sinergis atau sebagai pengganti yang bernilai.Kesimpulan yang menarik adalah
bahwa olahraga siap dipraktekkan, dengan keuntungan yang lebih terhadap kesehatan otak dan
pertambahan usia, sehingga dapat lebih mudah dipahami dan didokumentasikan lebih baik, dapat
secara langsung dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari untuk peningkatan kualitas fungsi otak.
Otak.
Olahraga, Hippocampus, Genomik otak ↑ Proses belajarpengayaan lingkungan Glutamat neuron dan perubahan ↓ depresi
↑ BDNF struktural ↓ stres↑ Gen plastisitas lain ↓ brain aging(NARP,COX2,dsb)
Estrogen Glukokortikoid IGF-1
Faktor perifer Modulasi oleh Neurotransmitter
Dari neuron non-hippocampus
Gambar 2.4.Mekanisme dimana olahraga dan pengayaan lingkungan merupakan hal yang terbaik bagi otak untuk memperkuat fungsi otak dengan cara meningkatkan resistensi terhadap injuri dan penurunan fungsi sehubungan dengan pertambahan usia. Olahraga dan pengayaan lingkungan beraksi pada neuron glutamat di hippocampus untuk meningkatkan tingkat dari faktor proteksi dan plastisitas seperti BDNF. BDNF meningkatkan regulasi NARP dan COX-2, memperlihatkan bahwa BDNF dapat menjadi salah satu molekul yang memulai regulasi efek yang menguntungkan dari olahraga. Beberapa faktor untuk mengontrol ekspresi BDNF di hippocampus, termasuk neurotransmitter yang berasal dari neuron hippocampus dan faktor sirkulasi perifer seperti estrogen, glukokortikoid dan IGF-1 (dimana dirinya sendiri ditingkatkan oleh kegiatan olahraga). Regulasi dari faktor proteksi dan plastisitas dihasilkan pada perubahan genom di awal dan perubahan struktur di otak yang pada akhirnya meningkatkan fungsi otak.
22
top related